Khamis, 16 Januari 2014

BACA DENGAN TENANG DAN BERILMU....TANYA USTAZ YANG MAHIR DAN BENAR2 BERILMU DAN BERAMAL YANG HAQ....YANG MANA YANG BENAR@HAQ....MANA YANG BATIL

Siapa Pencetus Pertama Maulid Nabi Muhammad SAW ?


Illustrasi : Perayaan Maulid

Editor by Wilhelmina

Rabu 13 Rabiulawal 1435 / 15 Januari 2014

Variety Explorer.com– Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang jatuh setiap tarikh 12 Rabiul Awal dalam kalendar Hijriyah. Kata mauled atau milad dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.

A. Sejarah Perayaan Maulid
Diantara perayaan-perayaan bid’ah yang diadakan oleh kebanyakan kaum muslimin adalah perayaan maulid Nabi -shallallahu alaihi wa sallam-. Bahkan maulid Nabi ini merupakan induk dari maulid-maulid yang ada seperti maulid para wali, orang-orang sholeh, ulang tahun anak kecil dan orang tua.
Maulid-maulid ini adalah perayaan yang telah dikenal oleh masyarakat sejak zaman dahulu. Dan perayaan ini bukan hanya ada pada masyarakat kaum muslimin saja tapi sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Dahulu Raja-Raja Mesir (yang bergelar Fir’aun) dan orang-orang Yunani mengadakan perayaan untuk Tuhan-Tuhan mereka,[1] demikian pula dengan agama-agama mereka yang lain.
Lalu perayaan-perayaan ini diwarisi oleh orang-orang Kristian, di antara perayaan-perayaan yang penting bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih -alaihi salam-, mereka menjadikannya hari raya dan hari cuti serta bersenang-senang. Mereka menyalakan lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan hal-hal yang diharamkan.
Kemudian sebagian orang yang menisbahkan dirinya kepada agama Islam ini menjadikan hari kelahiran Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam- sebagai hari raya yang diperingati seperti orang-orang Kristian yang menjadikan hari kelahiran Isa al-Masih sebagai hari raya mereka. Maka orang-orang tersebut menyerupai orang-orang Kristian dalam perayaan dan peringatan maulid Nabi yang diadakan setiap tahun.
Dari sinilah asal mula maulid Nabi sebagaimana yang dikatakan oleh as-Sakhawi : “Apabila orang-orang salib/kristian menjadikan hari kelahiran Nabi mereka sebagai hari raya maka orang Islam pun lebih dari itu” (at-Tibr al-Masbuuk Fii Dzaiissuluuk oleh as-Sakhawi)
Inilah teks penyerupaan dengan orang-orang Kristian. Sesungguhnya perayaan maulid Nabi ini menyerupai orang-orang Kristian, padahal “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk kaum itu” (HR. Abu Daud, Ahmad dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwaul Ghalil 5/109.)
Dan inilah yang dikhabarkan serta yang dikhawatirkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam-: “Sesungguhnya kalian akan mengikuti jalan-jalan orang sebelum kalian sedikit demi sedikit sampai seandainya mereka masuk ke lubang biawak kalian juga akan mengikuti mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
B. Siapa Orang Pertama Yang Mengadakan Maulid Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam- Dalam Sejarah Islam?

Para Ulama yang mengingkari perayaan bid’ah ini telah sepakat, demikian juga dengan orang-orang yang mendukung acara bid’ah ini bahwa Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam- tidak pernah merayakan maulidnya dan juga tidak pernah menganjurkan atau memerintahkan hal ini. Para sahabat beliau, para tabi’in dan tabi’ut tabi’in yang merupakan orang-orang terbaik umat ini serta yang paling bersemangat mengikuti Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- mereka semuanya tidak pernah merayakan maulid.
Tiga generasi umat Islam yang telah di rekomendasi oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- berlalu dan tidak ditemui pada saat-saat itu perayaan-perayaan maulid ini. Tapi ketika Daulah Fatimiyyah di Mesir berdiri pada akhir abad keempat muncullah perayaan atau peringatan maulid Nabi -shollallahu alaihi wa sallam- yang pertama dalam sejarah Islam,[2]
sebagaimana hal ini dikatakan oleh al-Migrizii [3] dalam kitabnya “Al-Mawa’idz wal i’tibar bidzikri al-Khuthath wal Aatsar” : Dahulu para Khalifah/penguasa Fatimiyyin selalu mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, diantaranya adalah perayaan tahun baru, Asy-Syura, Maulid Nabi -shallallahu alaihi wa sallam-, Maulid Ali bin Abi Thalib a, Maulid Hasan dan Husein, Maulid Fatimah dll. (Al-Khuthoth 1/490)
C. Kilas Balik Pelopor Pertama Maulid Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam-

Pada tahun 317 H muncul di Maroko (kini negara Maghribi-Afrika) sebuah kelompok yang dikenal dengan Fatimiyyun (mengaku keturunan Fatimah binti Ali bin Abi Thalib) yang dipelopori oleh Abu Muhammad Ubeidullah bin Maimun al-Qaddah. Dia adalah seorang Yahudi yang berprofesi sebagai tukang wenter(?)
Dia pura-pura masuk ke dalam Islam lalu pergi ke Silmiyah negeri Maroko. Kemudian dia mengaku sebagai keturunan Fatimah binti Ali bin Abi Thalib dan hal ini pun dipercaya dengan mudah oleh orang-orang di Maroko hingga dia memiliki kekuasaan.
Ibnu Khalkhan[4] berkata tentang nasab Ubeidillah bin Maimun al-Qaddah : “Semua Ulama sepakat untuk mengingkari silsilah nasab keturunannya dan mereka semua mengatakan bahwa, semua yang menisbahkan dirinya kepada Fatimiyyun adalah pendusta.
Sesungguhnya mereka itu berasal dari Yahudi dari Silmiyah negeri Syam dari keturunan al-Qaddah. Ubeidillah binasa pada tahun 322 H, tapi keturunannya yang bernama al-Mu’iz bisa berkuasa di Mesir dan kekuasan Ubeidiyyun atau Fatimiyyun ini bisa bertahan hingga 2 abad lamanya hingga mereka dibinasakan oleh Shalahuddin al-Ayubi pada tahun 546 H.” [5]


Perlu diketahui bahwa Maimun al-Qaddah ini adalah pendiri madzhab/aliran Bathiniyyah yang didirikan untuk menghancurkan Islam dari dalam. Aqidah mereka sudah keluar dari Islam bahkan mereka lebih sesat dan lebih berbahaya dari Yahudi dan Nasrani.
Tidak ada yang bisa membuktikan akan hal ini kecuali sejarah mereka yang bengis dan kejam terhadap kaum muslimin, diantaranya : pada tahun 317 H ketika mereka telah sangat berkuasa dan bisa sampai ke Ka’bah mereka membunuh jama’ah haji yang sedang berthawaf pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah). Mereka jadikan Masjid Haram dan Ka’bah lautan darah di bawah kepemimpinan ketua mereka Abu Thahir al-Janaabi.

Abu Thahir ketika pembantaian ini duduk di atas pintu Ka’bah menyaksikan pembunuhan terhadap kaum muslimin/jama’ah haji di Masjidil Haram dan di bulan haram/suci. Dia mengatakan : “Akulah Allah, Akulah Allah, Akulah yang menciptakan dan Akulah yang membinasakan” -Mahasuci Allah dari apa yang ia katakan -. Tidak ada seorang yang thawaf dan bergantung di Kiswah Ka’bah melainkan mereka bunuh satu persatu.
Setelah itu mereka buang jasad-jasad tersebut ke sumur zam-zam. Dan mereka cungkil pintu Ka’bah dan mereka robek-robek kiswah Ka’bah serta mereka ambil Batu Hajarul Aswad dengan paksa. Pemimpin mereka (Abu Thahir) ketika melakukan hal tersebut dia mengatakan : “Dimana itu burung (Ababil), mana itu batu-batu yang (di buat melempar Abrahah)???” Mereka menyimpan hajar aswad di Mesir selama 22 tahun.[6] Ini adalah gambaran singkat kekufuran Bathiniyyah
D. Bagaimana Pendapat Ulama Tentang Kelompok Bathiniyyah (Fatimiyyun)?

Imam Abdul Qahir al-Baghdady (meninggal tahun 429 H) -rahimahullah- berkata : “Madzhab Bathiniyyah bukan dari Islam, tapi dia dari kelompok Majusi (penyembah api)[7]. Beliau juga berkata : “Ketahuilah bahwa bahayanya Bathiniyyah ini terhadap kaum muslimin lebih besar dari pada bahayanya Yahudi, Nasrani, Majusi serta dari semua orang kafir bahkan lebih dahsyat dari bahayanya Dajjal yang akan muncul di akhir zaman.” [8]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- mengatakan : “Sesungguhnya Bathiniyyah itu orang yang paling fasik dan kafir. Barangsiapa yang mengira bahwa mereka itu orang yang beriman dan bertakwa serta membenarkan silsilah nasab mereka (pengakuan mereka dari keturunan ahli bait/Ali bin Abi Thalib,-pent) maka orang tersebut telah bersaksi tanpa ilmu. Allah berfirman :
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya” (QS. Al-Isra: 36)
Dan Allah berfirman :
“Kecuali orang yang bersaksi dengan kebenaran sedang dia mengetahui” (QS.Az-Zukhruf : 86)

Para Ulama telah sepakat bahwa mereka adalah orang-orang zindik dan munafik. Mereka menampakkan ke-Islaman dan menyembunyikan kekufuran. Para Ulama juga sepakat bahwa pengakuan nasab mereka dari silsilah ahlul bait tidaklah benar. Para Ulama juga mengatakan bahwa mereka itu berasal dari keturunan Majusi dan Yahudi. Hal ini sudah tidak asing lagi bagi Ulama dari setiap madzhab baik Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, maupun Hanabilah serta ahli hadits, ahli kalam, pakar nasab dll (Majmu Fatawa oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 35/120-132)
Kesimpulan :
Jadi pelopor bid’ah maulid Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam- adalah kelompok Bathiniyyah (Fatimiyyun)[9] yang mereka mempunyai cita-cita untuk merobah agama Islam ini dan memasukkan hal-hal yang bukan dari agama agar menjauhkan kaum muslimin dari agama yang benar ini. Menyibukkan manusia dari bid’ah (perayaan-perayaan bid’ah seperti maulid) adalah salah satu jalan yang mudah untuk mematikan Sunnah Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam- dan menjauhkan manusia dari syari’at Allah. [10]
————————-
Rujukan :
[1] Al-Adab Al-Yunaani Al-Qadim…oleh DR Ali Abdul Wahid Al-Wafi hal. 131.
[2] Al-A’yad wa atsaruha alal Muslimin oleh DR. Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287.
[3]. Dia adalah pendukung kelompok Ubeid Al-Qaddah (Ubeidyyin). Dia bernama Ahmad bin Ali bin Abdul Qadir bin Muhammad bin Ibrahim al-Husaini al-Ubeidi. Lahir pada tahun 766 H.
[4]. Dia adalah Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Kholkhan, pengikut madzhab Syafi’i. Dia dilahirkan tahun 608 H. Seorang ahli sastra Arab dan penyair. Beliau meninggal pada tahun 681 H dan disemayamkan di Damaskus (Pent).
[5]. Lihat Firaq Mu’ashirah oleh DR Ghalib Al-’Awajih 2/493-494. Perlu diketahui bahwa kelompok Bathiniyah ini memiliki beberapa nama / sekte. Diantaranya : Nushairiyah, Duruz, Qaramithah (Ubeidiyyin/Fathimiyyin), Ibahiyah, Isma’iliyah dll.
[6]  Lihat Bidayah wan Nihayah hal. 160-161 oleh Ibnu Katsir.
[7]  Al-Farqu bainal Firaq oleh al-Baghdady hal. 22
[8]  Ibid hal.282
[9]. Ini pendapat yang kuat. Adapun yang mengatakan bahwa maulid tersebut dimulai tahun 604 H oleh Malik Mudaffar Abu Sa’id Kukburi maka ini tidak menafikan hal diatas kerana awal maulid tahun 604 H ini di Mushil saja, adapun secara mutlak maka Bathiniyyahlah pencetus pertama Maulid Nabi -shallallahu alaihi wa sallam- didunia, khususnya di Mesir. (Lihat kitab “Al-Bida’ Al-Hauliyah” dan “Al-A’yad wa Atsaruha).
[10] “Al-Bida’ Al-Hauliyah” Hal. 145, oleh Abdullah bin Abdul Aziz at-Tuwaijiry
Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 14, hal. 10-12/ Abu Abdirrahman Bin Thayyib Lc.
Pustaka :
1) http://www.majalahislami.com/2009/03/pencetus-pertama-maulid-nabi-shallallahu-alaihi-wa-sallam/
2)
nahimunkar.com

Wednesday, April 16, 2008

56 - Kitab Berzanji & Kesyirikan Di Dalamnya

Kitab Berzanji & Kesyirikan Di Dalamnya

Setiap pertikaian adalah diambil daripada beberapa rujukan kitab terjemahan berzanji. Dua Kitab terjemahan yang menjadi rujukan utama:

- Terjemahan Maulid Berzanji Daiba’i, Perniagaan Jahabersa, Susunan Ust. Zulkifli Mat Isa.
- Majmu’ah Maulid Sarif, Percetakan al-Ma’arif SDN. BHD.

Sebahagian Pertikaian (Kekeliruan dan kebatilan) Daripada Sekian Banyak Kebatilan:

Pertikaian 1 – Syair – السلام عليك ياماحى الذنوب “Salam atasmu (Muhammad) wahai pernghapus dosa (ya maa hayal zunuub)” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 3, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Allah lah yang mengampunkan dosa (bukan Nabi)

(Hanya Allah lah) Yang mengampunkan dosa, dan Yang menerima taubat; Yang berat azabNya; Yang melimpah-limpah kurniaNya; tiada Tuhan melainkan dia; kepada-Nyalah tempat kembali. (al-Mu’min (40): 3)

Oleh itu, maka Tetapkanlah pengetahuanmu dan keyakinanmu (Wahai Muhammad) Bahawa Sesungguhnya tiada Tuhan Yang berhak disembah melainkan Allah, dan mintalah ampun kepadanya bagi salah silap Yang Engkau lakukan, dan bagi dosa-dosa orang-orang Yang beriman - lelaki dan perempuan; dan (ingatlah), Allah mengetahui akan keadaan gerak-geri kamu (di dunia) dan keadaan penetapan kamu (di Akhirat). (Muhammad (47): 19)

“Dan aku merasa berdosa, maka ampunilah dosaku wahai Tuhanku! Sesungguhnya tidak ada yang boleh mengampunkan segala dosaku kecuali Engkau” (al-Azkar, m/s 177. Cetakan Pertama an-Nawawi – Dinukil daripada kertas kerja kuliah Ust. Rasul Dahri)

“Demi Allah! Sesungguhnya aku memohon keampunan Allah dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari semalam lebib tujuh puluh kali”. (Hadis Riwayat Bukhari)

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,... Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran 3: 133 & 135)

Pertikaian 2 – Syair - السلام عليك يا كهفا ومقصد “Salam atasmu (Muhammad) wahai tempat bernaung dan meminta (ya kahfau wa maqsod)” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 3, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Pertikaian 3 – Syair - السلام عليك يا كل المرام “Salam atasmu (Muhammad) wahai tempat memohon segala hajat (ya kullal maraam)” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 4, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Katakanlah (Wahai Muhammad): "(Tuhanku) ialah Allah Yang Maha Esa; "Allah Yang menjadi tumpuan sekalian makhluk untuk memohon sebarang hajat; (al-Ikhlas (112): 1-2)

Engkaulah sahaja (Ya Allah) Yang Kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja (tempat) kami memohon pertolongan. (al-Fatihah (1): 5)

Pertikaian 4 – Syair - السلام عليك يا جا لى الكروب “Salam atasmu (Muhammad) wahai penghapus bencana (ya jaaliyal kuruub)” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 4, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Dan (sebutkanlah peristiwa) Nabi Nuh, ketika ia menyeru (berdoa kepada kami) sebelum (Nabi-nabi Yang tersebut) itu, lalu Kami perkenankan doanya serta Kami selamatkan Dia dan pengikut-pengikutnya dari kesusahan Yang besar. (al-Anbiya’ (21): 76)

Katakanlah: "Allah jualah Yang menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari Segala jenis kesusahan; Dalam pada itu, kamu (masih) mempersekutukan (Allah Dengan sesuatu Yang lain)". (al-An’am (6): 64)

Dan Kami telah selamatkan Dia bersama-sama Dengan keluarga dan pengikut-pengikutnya, dari kesusahan Yang besar. (as-Saffat (37): 76)

Pertikaian 5 – Syair – “Kami mengharapkan darimu (Nabi Muhammad) syafa’at di sisi Tuhan sekalian alam. Berilah perlindungan pada kami serta hapuskan pertengkaran yang buruk. Dan tolonglah kami sekalian di hari mahsyar. Dan juga tolong kami ketika kesusahan, hai penolong orang-orang yang memohon.”

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:
1 – Nabi telah pun wafat. Tidak mendengar permintaan kamu.
“Dan tidaklah (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada mampu menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar. (Faathir (35): 22)

2 – Syafa’at itu adalah milik Allah:

“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya). (an-Najm (53: 26)”

Dalam hal ini, adalah sebenarnya syafa’at belum diberikan kepada sesiapa pun lagi pada masa ini. Maka, adalah suatu tindakan yang batil apabila seseorang itu berdoa memohon syafa’at daripada Rasulullah s.a.w ketika di waktu ini. Sedangkan perihal syafa’at itu hanyalah berlangsung di hari kiamat kelak. Dalilnya adalah hadith riwayat Muslim daripada Kitab al-Iman, dan ad-Darimi bahawa Rasulullah s.a.w. telah bersabda:

“Aku adalah orang yang pertama yang memberi syafa’at di syurga dan aku adalah nabi yang paling banyak bilangan pengikutnya.”

Malah di dalam hadis-hadis yang lain di dalam sahih Muslim, kitab al-Iman (oleh Imam Muslim) menyatakan bahawa manusia pergi kepada nabi-nabi bermula dengan Adam a.s., Nuh a.s., Ibrahim a.s., Musa a.s., dan ‘Isa a.s., untuk mendapatkan syafa’at melalui mereka supaya mempercepatkan hisab di hari kiamat serta dimasukkan ke dalam syurga. Kesemua nabi-nabi tidak mampu melakukannya melainkan setelah Rasulullah s.a.w. menyembah Allah s.w.t. lalu dikurniakan syafa’at kepadanya. Di dalam bab yang sama juga, imam Muslim telah meriwayatkan daripada Abu Hurairah, hadith berikut:

“Bagi setiap nabi (telah diberi peluang) permintaan yang dikabulkan. Maka setiap nabi yang lain telah mempercepatkan permintaannya masing-masing. (Tetapi) sesungguhnya aku (nabi s.a.w.) telah menyimpan permintaan aku (untuk mendapatkan) syafa’at bagi umatku di hari kiamat kelak dan ia (syafa’atku ini) adalah dikurniakan jika dikehendaki Allah s.w.t. kepada sesiapa yang mati dari umatku yang tiada mensyirikkan Allah dengan sesuatu.”

“Sesungguhnya syafa'atku diperuntukkan bagi umatku yang sama sekali tidak berbuat syirik kepada Allah.” (Hadis Riwayat Ahmad)

3 – Berdoa (tempat memohon) hanyalah kepada Allah:

“Ertinya: Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang didalamnya dia mempersekutukan Aku dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (Hadits Riwayat Muslim)

“Ertinya: Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (Al-An’am: 162-163)

Engkaulah sahaja (Ya Allah) Yang Kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja (tempat) kami memohon pertolongan. (al-Fatihah (1): 5)

4 – Allah itu dekat (dan sentiasa mendengar permintaan hambanya):

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (al-Baqarah (2): 186)

5 – Syirik berdoa sambil menyekutukan Allah:

"Dan bahawa sesungguhnya masjid-masjid itu untuk (ibadat kepada) Allah semata-mata; maka janganlah kamu seru dan sembah sesiapapun bersama-sama Allah. "Dan bahawa sesungguhnya, ketika hamba Allah (Nabi Muhammad) berdiri mengerjakan Ibadat kepada-Nya, mereka hampir-hampir menindih satu sama lain mengerumuninya". Katakanlah (Wahai Muhammad): "Sesungguhnya Aku hanyalah beribadat kepada Tuhanku semata-mata, dan Aku tidak mempersekutukan-Nya Dengan sesiapapun". (al-Jin (72): 18-20)

Pertikaian 6 – Syair – “Inilah nabi bagi sesiapa yang menziarahi makamnya memperolehi kesejahteraan, cita-cita, hajat, dan keinginan.” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 59, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Adalah haram menyeru orang mati untuk memohon sesuatu (berdoa kepada orang mati).

Katakanlah (Wahai Muhammad): "Serulah nama "Allah" atau nama "Ar-Rahman", Yang mana sahaja kamu serukan (dari kedua-dua nama itu adalah baik belaka); kerana Allah mempunyai banyak nama-nama Yang baik serta mulia". (al-Israa’: 110)

Dan janganlah kamu seru (sembah) di samping (menyeru / menyembah) Allah, dengan apapun selain Dia. (al-Qasas (28): 87)

Pertikaian 7 – Nabi s.a.w. Melihat Zat Allah

“Maka Allah Ta’ala telah menampakkan kepada Nabi s.a.w. akan Zat-Nya itu sebagai satu daripada sebesar-besar kurniaan Allah ta’ala kepadanya”. (Rujuk: Terjemahan Maulid Berzanji Daibai’i. Zulkifli Mat Isa, Perniagaan Jahabersa. m/s. 58)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Sesungguhnya orang mukmin itu melihat Allah pada hari kiamat. (Terjemahan Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, Ibn Taimiyyah, Pustaka at-Tibyan, m/s. 60)

Pada hari akhirat itu, muka (orang-orang Yang beriman) berseri-seri; Mereka melihat kepada Rabb-nya. (al-Qiyamah (75): 22-23)

Sabda Rasulullah s.a.w.: Tidak ada sesuatupun yang diberikan kepada mereka (penduduk jannah), yang lebih mereka sukai daripada kenikmatan melihat kepada Rabb mereka ‘Azza wa jalla”. Kemudian-nya Nabi s.a.w membaca (surah Yunos (10): 26): Untuk orang-orang Yang berusaha menjadikan amalnya baik dikurniakan Segala kebaikan serta satu tambahan Yang mulia (melihat Allah). (Riwayat Muslim I/163, dinukil daripada kitab terjemahan Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyah, Ibn Taimiyyah, Pustaka at-Tibyan, m/s. 60-61)

Hadis yang lain:

“Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian (di jannah) sebagaimana kalian melihat bulan ini. Kalian tidak akan terhalang daripada melihat-Nya...” (Fathul Bari 3/29 dan Muslim 1/521)

Pertikaian 8 – Syair – “Wahai Rasulullah! Wahai sebaik-baik Nabi! * Selamatkan kami dari segala Kebinasaan, wahai yang berkedudukan mulia.” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 8, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Berdoa/memohon kepada Allah agar terhindar dari kebinasaan (bukan kepada Nabi)

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan... Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal”.” (al-Furqon 25: 63-65)

Pertikaian 9 – Syair – “Engkau penutup para rasul, engkau limpahan syukur bagi Tuhan, hambamu yang miskin mengharapkan kebaikanmu yang banyak berlimpah. Padamu aku berbaik sangka wahai penggembira dan pengingat! Maka tolonglah lindungilah aku, wahai pelindung dari api neraka! Wahai penolongku dan pelindungku dalam segala urusan yang penting.” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 38, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Allah adalah sebaik-baik/sebenar-benar pelindung kita dari sebarang perkara keburukan.

“Atau patutkah mereka mengambil pelindung-pelindung selain Allah? Maka Allah, Dialah pelindung (yang sebenarnya) dan Dia menghidupkan orang- orang yang mati, dan Dia adalah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (asy-Syuura 42: 9)

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.” (al-Ankabut 29: 41)

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah, Allah mengawasi (perbuatan) mereka; dan kamu (ya Muhammad) bukanlah orang yang diserahi mengawasi mereka.” (asy-Syuura 42: 6)

“Cukuplah Allah menjadi Pelindung.” (an-Nisaa’ 4: 81)

“Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya." Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar” (az-Zumar 39: 3)

“Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (asy-Syura 42: 28)

Pertikaian 10 – Syair – “Wahai Nabi pemberi petunjuk! Tolonglah orang yang berdoa kepadamu. Wahai yang memberi petunjuk! Tolonglah orang-orang yang menyebut-nyebut namamu.” (Rujuk: مجموعة الموالد شرف الانام برزنجي نشروبرزنجي نظم, hal. 61, Cet. Al-Ma’arif SDN. BHD.)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Allah lah yang memberikan petunjuk kepada kita.

“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, dan bila matahari terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.” (al-Kahfi 18: 17)

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (al-Qashash 28: 56)

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (al-Baqarah 2: 272)

Pertikaian 11 – Kebatilan Kepercayaan “Nur Muhammad”

“Dan tatkala Allah hendak melahirkan (ke alam yang nyata) hakikatnya Muhammadiyah” (Rujuk: Berzanji. m/s. 7. Jaafar Berzanji. Terjemahan oleh Amir Hj. Marzuki. Jabatan Agama Selangor. Jabatan Dakwah)

“Dan lagi aku memohon kepada-Nya moga-moga Allah mencucuri rahmat dan selamat kepada an-Nur yang Dia telah jadikan terdahulu daripada segala makhluk yang lainnya. Iaitu nur yang berpindah-pindah daripada satu dahi kepada satu dahi yang mulia keadaannya, iaitu moyang-moyang Nabi s.a.w. yang mulia sehingga dahi ‘Abdullah ayahandanya”. (Rujuk: Terjemahan Maulid Berzanji Daibai’i. Zulkifli Mat Isa, Perniagaan Jahabersa)

“Aku (Allah) ciptakan (cahaya terpelihara – Nur Muhammad) itu sebelum adanya sebarang benda dan sebelum terbentuknya langit dan bumi, malam ini dengan sukacitanya Aku pindahkan dia ke dalam perut ibunya.” (Rujuk: Terjemahan Maulid Berzanji Daibai’i. Zulkifli Mat Isa, Perniagaan Jahabersa. m/s. 93)

Hujah (Pegangan) ahlus Sunnah:

Statement di atas adalah sebenarnya melihat persoalan roh. Dan sesungguhnya persoalan roh itu adalah pada pengetahuan Allah.

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah! “Roh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”. (al-Isra’ (17): 85)

MENYINGKAP RAHSIA DI SEBALIK KEJADIAN NUR MUHAMMAD

Sumber dari laman web Darul Kauthar:
http://darulkautsar.com/pemurnianaqidah/umum/nurmuhammad.htm

1. Pengenalan

Banyak sekali terdapat dalam kitab-kitab tasauf, sirah dan maulid kenyataan yang menunjukkan bahawa kejadian pertama alam semesta ini adalah Nur Muhammad. Kenyataan seperti ini telah menimbulkan banyak pula fahaman-fahaman lain berhubung dengan Rasulullah s.a.w seperti Rasulullah s.a.w. tidak mempunyai bayang , tergila-gilanya perempuan-perempuan kepada ayahanda Nabi s.a.w. Ketika Nur Muhammad dikatakan memancar di dahinya sampai membawa mereka mati dan sebagainya.

Ia juga mendekatkan kepada konsep Nur Panjthan (Nabi Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain) yang dikatakan berlegar-legar mengelilingi arasy sebelum kejadian alam semesta selama 50,000 tahun mengikut ajaran Syiah. Ia juga merupakan punca kesesatan golongan Barelwi yang mempercayai bahawa Nabi Muhammad bukannya seorang manusia biasa dari segi kejadian asalnya tetapi kejadiannya berbeza dari yang lain kerana ia adalah Nur yang terpancar daripada nur Allah. Untuk ini banyak sekali ayat-ayat Al-Quran ditakwilkan dengan sewenang-wenangnya dan banyak pula hadis-hadis yang sahih diketepikan atau diabaikan langsung.

Walaupun pengarang kitab-kitab sirah dan maulid dan juga pengarang-pengarang kitab-kitab tasauf itu mengemukakan riwayat tentang Nur Muhammad tetapi tidak pula mereka menyatakan sanadnya, di samping tidak diketahui langsung punca-puncanya yang boleh dipertanggungjawabkan. Kalaupun ada hanya satu hadis yang dikatakan telah dikemukakan oleh Abdul Razak dalam “Musannaf”nya, InsyaAllah akan diterangkan kemudian. Tetapi anehnya banyak lagi perincian yang tidak terdapat di dalam hadis Abdul Razak itu tentang Nur Muhammad dapat kita lihat dalam riwayat-riwayat yang dikemukakan mereka. Sebagai contohnya, dapat kita lihat pada muka surat pertama lagi daripada kitab “Madariju As-Suud” karangan Muhammad Nawawi Bantan, syarah kepada kitab Maulid Nabawi karangan Syed Jaafar yang lebih dikenali sebagai “Al Barzanji”. Kitab tersebut dibuka dengan puji-pujian kepada Allah yang telah memulakan wujud ini dengan Nur Muhammad yang meresap dalam segala perkara yang ditakdirkan Allah sebelum diciptanya langit dan bumi selama 50,000 tahun.

2. Nur Muhammad Versi Ka’bul Akhbar

Kata Ka’bul Akhbar, “Bila Allah hendak menjadikan sekelian maujudat dengan merendahkan bumi dan meninggikan langit-langit, maka Dia menggenggam satu genggaman daripada NurNya. Diapun berkata kepada segenggam NurNya itu, “Jadilah engkau Muhammad”. Maka iapun menjadi satu tiang daripada Nur yang berkilau-kilau sampai daripada hijab kegelapan lalu Nur itupun bersujud seraya berkata “Segala puji bagi Allah”. Maka Allah berfirman, “Untuk itulah Kuciptakan engkau dan Kunamakan engkau Muhammad. Daripadamulah Aku memulakan kejadian makhluk ini dan denganmulah Aku menyudahi Rasul-Rasul”. Kemudian sesungguhnya Allah membahagikan NurNya itu kepada 4 bahagian pula. Daripada bahagian pertama dijadikanNya Lauh (Luh Mahfuz), daripada yang kedua dijadikan nya Qalam. Kemudian Allah berfirma kepada Qalam, “Tulislah”. Maka menggeletarlah Qalam itu selama 1,000 tahun justeru hebatnya perintah Allah kepadanya itu. Kemudian Qalam berkata, “Apakah yang perlu kutulis? Allah berfirman, “Tulislah Laailaha illallah Muhammadun Rasulullah”. Maka Qalam itu pun menulislah apa yang diperintahkan dan setelah itu ia mengikut ilmu Allah (dengan menulis) berhubung dengan makhlukNya.

Qalam menulis, “Wahai anak-anak Adam daripada sulbinya! Sesiapa yang taat kepada Allah akan dimasukkanNya ke dalam syurga dan sesiapa yang derhaka kepada Allah akan dimasukkanNya ke dalam neraka. Wahai ummat Nuh! Sesiapa yang taat kepada Allah akan dimasukkanNya ke dalam syurga dan sesiapa yang derhaka akan dimasukkanNya ke dalam neraka. Wahai ummat Ibrahim! Sesiapa yang taat kepada Allah akan dimasukkanNya ke dalam syurga dan sesiapa yang derhaka akan dimasukkanNya ke dalam neraka. Wahai ummat Musa! Sesiapa yang taat kepada Allah akan dimasukkanNya ke dalam syurga dan sesiapa yang derhaka akan dimasukkanNya ke dalam neraka. Wahai ummat Muhammad! Sesiapa yang taat kepada Allah akan dimasukkanNya ke dalam syurga dan sesiapa yang derhaka kepada Allah…..” Qalam sudah hampir menulis akan dimasukkanNya ke dalam neraka tiba-tiba terdengar seruan daripada Tuhan Yang Maha Tinggi, “Wahai Qalam! Beradablah”. Maka pecahlah Qalam itu kerana kehebatan Allah dan tertulis noktah dengan tangan Qudrat . Kerana itulah pada kebiasaannya setiap qalam tidak menulis melainkan dalam keadaan terpecah-pecah dan berbintik-bintik dan tuhanpun berkata kepadanya, “Tulislah ummat yang berdosa dan Tuhan Yang Pengampun”.

Kemudian daripada bahagian yang ketiga daripada Nur Muhammad itu Allah menjadikan arasy. Bahagian keempat pula dibahagikan kepada empat bahagian. Yang pertama daripadanya dijadikan Akal dan yang kedua dijadikan Ma’rifat dan yang ketiga dijadikan Nur Arasy, Cahaya Penglihatan dan Cahaya Siang. Semua Nur-Nur ini adalah daripada Nur Muhammad. Oleh itu Nur Muhammad adalah makhluk yang terawal dari segala-galanya yang dijadikan Tuhan.

Sementara bahagian yang keempat daripada empat bahagian itu pula disimpan di bawah arasy sehingga Allah `Azzawajalla menjadikan Adam dan diperintahkan malaikat supaya bersujud kepadanya.

Adam dimasukkan ke dalam syurga, ketika itu malaikat berdiri di bahagian belakang Adam bersaf-saf. Mereka memandang kepada Nur Muhammad lalu berkatalah Adam, “Wahai Tuhan! Kenapakah malaikat ini berdiri di belakangku bersaf-saf?” Allah berkata, “Wahai Adam! Mereka memandang kepada Nur Kekasihku (Muhammad) penyudah sekelian Rasul yang akan Ku keluarkan daripada belakangmu.” Berkatalah Adam, “Wahai Tuhan! Letakkanlah Nur itu di sebelah hadapanku supaya malaikat mengadapku.” Maka Allahpun meletakkannya di dahinya. Pada ketika itu para malaikat pun berdiri mengadap wajah Adam lalu Adam pun berkata “Wahai Tuhan! Letakkanlah Nur ini di suatu tempat yang dapat aku melihatnya”. Maka Allahpun meletakkan Nur Muhammad itu di jari telunjuknya.

Adam melihat kepada kecantikan Nur itu, maka bertambah-tambahlah kecantikan dan serinya. Adam mendengar Nur itu bertasbih dengan tasbih yang agung. Kemudian Nur itu berpindah daripada Adam kepada Hawa. Adam melihat Nur itu pada wajah Hawa bagai matahari yang bersinar-sinar. Kemudia Hawa melahirkan Rasul yang mula-mula daripada anak Adam iaitu Syith. Maka hilanglah Nur itu daripada wajah Hawa , berpindah pulalah ia kepada Syith. Adam meminta kepada Syith agar tidak diletakkannya Nur itu melainkan pada perempuan-perempuan yang suci.

Kemudian terus berpindah-pindahlah Nur itu daripada seorang lelaki mulia kepada seorang lelaki mulia yang lain dan daripada seorang perempuan yang suci kepada seorang perempuan suci yang lain hinggalah ia sampai kepada sulbi Abdullah bin Abdul Mutalib. Kemudian Allah mengeluarkannya ke dunia lalu dijadikanNya penghulu sekelian Rasul dan penyudah sekelian Nabi, dijadikannya rahmat kepada sekelian alam dan pemimpin kepada orang-orang yang bertuah.

3. Nur Muhammad Versi Syeikh Zainal Abidin Al-Fathaani

Contoh yang kedua pula dapat kita lihat di dalam kitab – kitab seperti “Daqaa’iqu Al Akhbar Fi Zikri Al Jannati Wa An Nar” karangan Abdul Rahim bin Ahmad Al Qadhi, “Kasyfu Al Ghaibiah” sebuah kitab jawi karangan Syeikh Zainal Abidin bin Muhammad Al Fathaani dan lain – lain di mana disebutkan di dalam helaian pertamanya lagi tentang kejadian Nur Muhammad itu tetapi ia jauh berbeza daripada apa yang terdapat di dalam kitab “Madariju As Su’ud” tadi , begini bunyinya;

Bab Yang Pertama Pada Menyatakan Kejadian Ruh Agung Iaitu Nur Penghulu Kita Dan Nabi Kita Muhammad s.a.w.

Tersebut di dalam hadis bahawasanya Allah telah menjadikan satu pohon kayu yang mempunyai empat dahan . Pohon kayu itu dinamakan “Syajaratu Al Muttaqin.” Dalam sesetengah riwayat tersebut “Syajaratu Al Yaqin” Kemudian Ia menjadikan Nur Muhamamd di dalam hijab daripada permata yang sangat putih seperti rupa burung merak dan diletakkan burung merak itu di atas pohon tadi, maka bertasbihlah Nur itu di atas pohon tadi selama 70,000 tahun .

Setelah itu Allah menjadikan cermin malu, diletakkan cermin itu berhadapan dengannya . Bila burung merak itu menilik dirinya di dalam cermin itu , dilihatnya rupanya sangat cantik dan sangat elok . Maka malulah ia kepada Allah Taala lalu berpeluh dan bertitiklah daripadanya enam titik peluh .

Daripada titik yang pertama Allah jadikan ruh Abu Bakr ra. Dan daripada titik yang kedua dijadikan ruh Umar ra . Daripada titik yang ketiga dijadikan ruh Utsman ra . Dan daripada titik yang keempat dijadikan ruh Ali ra . Daripada titik yang kelima dijadikan pokok bunga ros dan daripada titik yang keenam dijadikan padi.

Setelah itu bersujudlah Nur Muhammad itu sebanyak lima kali. Lima kali sujud itu merupakan fardhu yang ditentukan oleh Allah swt berupa sembahyang lima waktu ke atas Nabi Muhammad dan ke atas ummatnya.

Kemudian Allah menilik pula kepada Nur itu, maka berpeluhlah ia kerana malu kepada Allah. Daripada peluh hidungnya Allah menjadikan malaikat, daripada peluh mukanya Allah menjadikan arasy, qursi, lauh, qalam, matahari, bulan, hijab, segala bintang dan segala sesuatu yang terdapat di langit. Daripada peluh dadanya Allah menjadikan sekelian nur Rasul, sekelian ulamak, syuhada’ dan solihin. Daripada peluh belakangnya Allah menjadikan Baitul Ma’mur, Ka’bah, Baitul Maqdis dan segala tapak masjid di dunia ini.

Daripada peluh dua keningnya itu Allah menjadikan ummat Nabi Muhammad, daripada sekelian mukmin lelaki dan perempuan. Daripada peluh dua telinganya Allah menjadikan segala ruh Yahudi, Nasrani, Majusi dan seumpamanya daripada mulhid, kafir dan munafiqin. Daripada peluh dua kakinya Allah menjadikan segala bumi daripada Masyrik dan Maghrib dan segala apa yang ada di dalamnya.

Kemudian Allah berfirman kepada Nur, “Perhatikanlah di sebelah hadapanmu wahai Nur Muhammad!” Apabila ia memerhatikan tiba-tiba ia melihat di sebelah hadapan dan belakangnya dan di sebelah kanan dan kirinya nur semata-mata. Nur-nur itu adalah Abu Bakr, Umar, Usman dan Ali. Nur-nur itu kemudiannya bertasbih selama 70,000 tahun. Kemudian Allah menjadikan nur para Nabi daripada Nur Muhammad. Allah menilik kepada Nur Muhammad maka dijadikanNya daripada Nur itu ruh-ruh mereka itu yakni dijadikan ruh sekelian Nabi itu daripada peluh Nur Muhammad saw. Daripada peluh ruh-ruh para Nabi itu dijadikan ruh-ruh ummat mereka dan dijadikan ruh orang-orang mukmin dari kalangan ummat Muhammad daripada peluh Nabi Muhammad. Maka mengucaplah sekelian mereka ‘Laaila ha illallah Muhammadun Rasulullah”.

Kemudian Allah menjadikan “qandil” daripada “aqiaq” yang merah. Bahagian luarnya dapat dilihat daripada dalamnya. Kemudian Allah menjadikan rupa Muhammad itu seperti rupanya di dalam dunia ini.

Lalu diletakkan di dalam qandil itu. Maka berdirilah ia di dalam qandil itu seperti berdirinya di dalam sembahyang dan ruh-ruh para Nabi dan lain-lain mengelilingi qandil Nur Muhammad itu. Mereka semua bertasbih dan bertahlil selama 100,000 tahun.

Kemudian Allah memerintahkan supaya tiap-tiap ruh itu menilik Nur Muhammad itu. Ada di antaranya melihat kepalanya maka jadilah ia khalifah dan sultan antara sekelian makhluk, di antara mereka ada yang melihat dua matanya maka jadilah ia hafiz bagi kalam Allah . Di antara mereka ada yang melihat dua keningnya maka jadilah ia pelukis. Di antara mereka ada yang melihat dua telinganya maka jadilah ia orang yang mendengar dan patuh. Di antara mereka ada yang melihat dua pipinya maka jadilah ia orang yang berbuat baik dan berakal. Di antara mereka ada yang melihat dua bibir mulutnya maka jadilah ia pembesar-pembesar di sisi raja. Di antara mereka ada yang melihat hidungnya maka jadilah ia pujangga, doktor dan penjual wangi-wangian . Di antara mereka ada yang melihat mulutnya maka jadilah ia orang yang berkuasa. Di antara mereka ada yang melihat kakinya maka jadilah ia orang rupawan sama ada lelaki atau perempuan. Di antara mereka ada yang melihat akan lidahnya maka jadilah ia utusan raja-raja. Di antara mereka ada yang melihat halkumnya maka jadilah ia penasihat dan muazzin (tukang bang). Di antara mereka ada yang melihat janggutnya maka jadilah ia orang yang berjuang “fi sabilillah.”

Di antara mereka ada orang yang melihat tengkoknya maka jadilah ia saudagar. Di antara mereka ada yang melihat dua lengannya maka jadilah ia orang yang pandai bermain kuda dan pedang. Di antara mereka ada yang melihat lengan kanannya maka jadilah ia tukang berbekam. Di antara mereka ada yang melihat lengan kirinya maka jadilah ia orang yang jahil. Di antara mereka ada yang melihat tapak tangan kanannya maka jadilah ia penjual emas dan perak dan tukang sukat. Di antara mereka ada yang melihat tangan kirinya maka jadilah ia orang yang pandai menyukat. Di antara mereka ada yang melihat dua tangannya maka jadilah ia orang yang pemurah dan terpuji. Di antara mereka ada yang melihat belakang tapak tangannya yang kiri maka jadilah ia orang yang bakhil. Di antara mereka ada yang melihat belakang tapak tangannya yang kanan maka jadilah tukang masak. Di antara mereka ada yang melihat ruas-ruas anak jari yang kiri maka jadilah ia juru tulis. Di antara mereka ada yang melihat anak-anak jari yang kiri maka jadilah ia tukang jahit. Di antara mereka ada yang melihat segala anak-anak jari yang kiri maka jadilah ia tukang besi. Di antara mereka ada yang melihat dadanya maka jadilah ia orang yang `alim, mulia dan mujtahid. Di antara mereka ada yang melihat belakangnya maka jadilah ia orang yang tawadhu’ dan taat mengikut syara’. Di antara mereka ada yang melihat dua lambungnya maka jadilah ia orang yang berperang fi sabilillah. Di antara mereka ada yang melihat perutnya maka jadilah ia orang yang bersifat qana’ah dan zahid. Di antara mereka ada yang melihat dua lututnya maka jadilah ia orang yang ruku’ dan orang yang sujud. Di antara mereka ada yang melihat dua kakinya maka jadilah ia orang yang pandai berburu. Di antara mereka ada yang melihat dua tapak kakinya maka jadilah ia orang yang berjalan. Di antara mereka ada yang melihat bayang-bayangnya maka jadilah ia penyanyi dan pemain gendang.

Di antara mereka ada yang tiada melihat sesuatu daripadanya maka jadilah ia Yahudi dan Nasrani atau kafir dan musyrik atau Majusi. Di antara mereka ada yang tiada langsung melihatnya maka jadilah ia orang yang mendakwa ketuhanan seperti Fir’aun dan lainnya daripada orang kafir”.

4. Makhluk yang mula-mula dicipta Allah mengikut hadis yang sahih

Sedangkan apa yang diketahui daripada kitab-kitab hadis yang sahih dan muktabar, yang mula-mula sekali dicipta oleh Allah SWT ialah Qalam. Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Daud daripada Ubadah bin As Samit daripada Nabi s.a.w., “Sesungguhnya perkara yang mula-mula sekali dicipta oleh Allah ialah Qalam. Maka Allah berfirman kepadanya, “Tulislah!” Iapun berkata, “Wahai Tuhan! Apakah yang perlu saya tulis?” Allah SWT bersabda, “Tulislah takdir segala sesuatu sehingga kiamat.”

Di dalam riwayat Muslim disebutkan bahawa yang mula-mula diciptakan oleh Allah ialah `Arasy. Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menulis takdir sekelian makhluk sebelum ia mencipta langit dan bumi selama 50,000 tahun. Ketika itu arasyNya telahpun berada di atas air”.

Di sini jelas menunjukkan bahawa kejadian arasy dan air adalah terdahulu daripada kejadian pen, tetapi yang mana satu daripada arasy dan air ini pula terdahulu diciptakan? Berdasarkan riwayat Ahmad dan Tirmidzi dan dihukum sahih olehnya dari hadits Abi Razin Al’Uqaili secara marfu’ tersebut bahawa air telah diciptakan terlebih dahulu daripada arasy. Hafidz Ibn Hajar di dalam Fathul Baari j.6 ms. 289 juga mentarjihkan hadis ini.

Kebanyakan ulamak mengatakan terdahulunya pen itu dalam penciptaannya adalah merupakan “awwaliah idhafiah” atau “terdahulu nisbi” sementara terdahulunya arasy dan air itu adalah terdahulu “awwaliah haqiqiah” maksudnya “terdahulu sebenar”.

Sementara hadis yang dikatakan menyebutkan bahawa kejadian yang pertama sekali ialah Nur Muhammad pula merupakan sesuatu yang tidak berasal dan tidak sabit daripada Rasulullah s.a.w.. Hafidz Ibn Taimiah dan Ibn Katsir menyatakan, “Semua hadis-hadis yang menyatakan demikian adalah palsu dan diada-adakan dengan ittifaq ahli ilmu hadis”. -lihat Al Aatsaru Al Marfu’ah muka surat 23. Demikian juga kata Abu Hasan Ali bin Muhammad Al Kinani dan Imam Zahabi – lihat Tanzihu As Syari’ah Al Maarfu’ah.

Kedudukan ‘Hadis’ tentang Nur Muhammad

Ada dikatakan hadis tentang Nur Muhammad telah dikemukakan oleh Abdul Razak bin Hamam dalam “Musannaf”nya padahal hadis itu tidak terdapat dalam kitab tersebut menurut perhatian penulis terhadap kitab Musannaf cetakan Al Maktabu Al Islami, Beirut, dengan tahqiq oleh Allamah Al Muhaddits Habibur Rahman Al-A’zami.

Yang menghairankan ialah para ulamak yang lalu menyebutkan hadis ini terdapat di dalam Musannaf seperti apa yang disebutkan oleh pengarang sebuah kitab tasauf dalam bahasa Jawi iaitu “Ad Durun an Nafis” (muka surat 23) dan Sulaiman An Nadwi dalam “Seeratu an Nabi” (Jilid 3) tetapi Sulaiman Nadwi mengakui tidak berpeluang melihat kitab itu sendiri kerana kitab itu tidak dicetak di India pada ketika itu.

Sementara Anwar Shah Kasymiri pula menyatakan hadis itu telah dikemukakan oleh Hakim dalam Mustadraknya tetapi apabila diteliti tidak terdapat pun hadis itu di dalam Mustadrak, yang ada hanyalah hadis tentang Qalam sebagai sesuatu yang mula-mula dijadikan oleh Allah bukannya Nur Muhammad. Tidaklah dapat dipastikan samada ulamak-ulamak yang lalu itu hanya menukilkan riwayat dari nukilan dan kata-kata orang lain berdasarkan kepercayaan kepada orang itu tanpa melihatnya sendiri atau ada di antara mereka yang mendapati naskah “Musannaf” yang menyebutkan tentang Nur Muhammad itu.

Walaubagaimanapun daripada naskah yang tercetak dan tersebar hari ini, hadis itu memang tidak wujud. Apa yang didakwakan sebagai hadis Nur Muhammad yang terdapat di dalam kitab Musannaf itu mengikut sebagaimana yang dinukilkan oleh Ahmad Riza Khan Barelwi (Pengasas aliran Barelwi di India dan Pakistan) yang sesat itu di dalam kitabnya Solatu As Safa adalah sebagai berikut:

“Rasulullah s.a.w. bersabda kepada Jabir, “Wahai Jabir! Sesungguhnya Allah Taala telah mencipta sebelum segala sesuatu Nur Nabimu daripada NurNya. Maka Nur itu mula berputar dengan kudrat Allah selama dikehendakiNya. Pada ketika itu belum ada lagi lauh dan qalam, syurga dan neraka. Belum juga ada malaikat, langit, matahari, bulan, jin dan manusia. Bila Allah hendak menjadikan makhluk, dibahagiNya Nur itu kepada empat bahagian. Daripada bahagian yang pertama dijadikan qalam, daripada bahagian yang kedua dijadikan lauh, daripada yang ketiga dijadikan arasy. Kemudian Dia membahagikan bahagian yang keempat kepada empat bahagian yang lain. Daripada bahagian yang pertama dijadikan langit, daripada bahagian kedua dijadikan bumi, daripada bahagian ketiga dijadikan syurga dan neraka kemudian yang keempat pula dibahagikan kepada empat bahagian ….” hingga ke akhir hadis.

Sebelum ini telah dinyatakan bahawa hadis ini tidak terdapat dalam “Musannaf” Abdul Razak. Kalau diandaikan hadis ini memang ada, maka ia perlu dinilai dan ditimbang dengan neraca ilmu hadis dan hasilnya tentu akan kita dapati bahawa ada beberapa perkara yang menghalang kita daripada menerima hadis ini untuk dijadikan sebagai alasan atau pegangan.

Pertama, perlu diteliti dan diketahui dengan sejelas-jelasnya siapakah Abdul Razak itu? Mengikut kebanyakan tokoh-tokoh hadis bahawa Abdul Razak adalah seorang Syiah Rafidhah. Setengah ulamak menganggapnya sebagai pembohong. Ulamak-ulamak hadis yang menerima riwayatnya pun mengemukakan beberapa syarat untuk diterima riwayatnya. Antaranya ialah:

1. Oleh kerana beliau seorang Syiah, mana-mana riwayatnya berhubung dengan fadhail dan manaqib tidak akan diterima.

2. Riwayat-riwayatnya yang menyentuh peribadi sahabat tidak akan diterima.

3. Oleh kerana Abdul Razak telah kehilangan akal pada tahun 210H, ketika itu sesiapa sahaja boleh menyatakan sesuatu daripada mulutnya tanpa kesedaran dirinya, oleh itu setiap riwayat yang dikemukakan selepas tahun 210H tidak boleh diterima.

4. Riwayat-riwayat yang dinukilkan oleh anak saudaranya yang bernama Ahmad bin Abdullah semuanya mungkar.

5. Dia terkenal dalam kesilapannya meriwayatkan hadis-hadis Ma’mar sedangkan kebanyakan riwayat-riwayatnya adalah berpunca daripada Ma’mar.

6. Sekiranya hadis yang diriwayatkannya itu hadis yang muttasil dan setiap perawinya adalah orang tsiqah barulah boleh diterima riwayatnya.

Itupun bagi orang-orang yang menerima riwayatnya, sementara segolongan ulamak hadis pula langsung tidak mahu menerima riwayatnya oleh kerana beliau dikenali sebagai Syiah Rafidhah. Zaid bin Al Mubarak malah menyatakan Abdul Razak itu lebih pembohong daripada Waqidi. Ahmad bin Abi Khaitsamah berkata, “Saya mendengar Ibn Ma’in ketika diceritakan kepadanya bahawa Imam Ahmad berkata, “Ubaidullah bin Musa ditolak hadisnya kerana kefahaman Syiahnya “Maka Ibn Ma’in berkata, “Demi Allah yang tidak ada Tuhan melainkan Dia, Abdul Razak lebih melampau 100 kali ganda daripada Ubaidullah dalam perkara ini “(Az Zahabi-Mizanu Al-I’tidal jilid 2 muka surat 611)

Bagaimanapun pendapat kebanyakan ulamak hadis tentang Abdul Razak ialah, beliau adalah seorang Syiah Tafdhiliah dan boleh diterima riwayat-riwayatnya dengan syarat-syarat yang telah disebutkan tadi.

Kedua, perlu juga dilihat kedudukan kitab Musannaf itu di antara kitab-kitab hadis yang lain dan menurut Syah Abdul Aziz bahawa kitab-kitab hadis itu terbahagi kepada empat peringkat. Termasuk di dalam peringkat yang pertama tiga buah kitab iaitu Muwattha’ Imam Malik, Sahih Al Bukhari dan Sahih Muslim. Termasuk di dalam peringkat yang kedua ialah kitab-kitab seperti Jami’ Tirmidzi, Sunan Abi Daud dan Sunan Nasa’i. Di dalam peringkat yang ketiga pula termasuk kitab-kitab hadis yang memuatkan hadis-hadis sahih, hasan, dhaif, ma’ruf, gharib, syaz, mungkar, khatha’ dan shawab (salah dan betul) sabit dan maqlub. Kitab-kitab yang termasuk dalam peringkat yang ketiga ini tidaklah sampai kepada kemasyhuran yang begitu tinggi di kalangan ulamak. Walaupun tidak semua hadis-hadisnya boleh dinamakan mungkar, para fuqaha tidak banyak menggunakan hadis-hadis daripada kitab-kitab ini yang mutafarrid (hadis yang hanya tersebut di dalam salah satu daripada kitab-kitab ini)

Termasuk di dalam peringkat ini ialah kitab-kitab seperti Musnad Imam Syafi’e, Sunan Ibn Majah, Musnad Ad Daarimi, Musnad Abi Ya’la, Musannaf Abdul Razak dan lain-lain. Termasuk di dalam peringkat keempat pula kitab-kitab hadis yang hanya memuatkan hadis-hadis dhaif dan maudhu’ seperti Kitabu Ad Dhu’afa’ karangan Ibn Hibban, Kitabu Ad Dhu’afa’ karangan `Uqaili dan lain-lain.

Daripada keterangan di atas dapat dilihat bahawa Musannaf Abdul Razak itu termasuk daripada kitab-kitab hadis dari peringkat ketiga. Riwayat-riwayatnya tidak boleh diterima secara mutlak tanpa memeriksa dan menilainya terlebih dahulu.

Sesetengah ulamak misalnya Maulana Habibur Rahman Kandahlavi seorang tokoh hadis di Pakistan menyatakan kepalsuan hadis ini ditinjau dari sudut dirayah. Begini katanya “Hadis ini menyatakan bahawa Nur Muhammad telah dicipta oleh Allah dari NurNya. Kemudian daripada Nur Muhammad itu diciptakan sekelian makhluk lain, seolah-olahnya Allah telah terbahagi kepada juzuk-juzuk dan jisim yang tidak berkesudahan buat selama-lamanya. Ini bermakna setiap sesuatu dalam alam semesta ini merupakan satu juzuk daripada Allah dan setiap sesuatu darinya mempunyai unsur ketuhanan. Tiada lagi yang sunyi dari unsur ini. Dalam keadaan ini jika ada seseorang yang mendakwa sebagai Tuhan atau berkata, “Dalam keadaan ini jika ada seseorang yang mendakwa sebagai Tuhan atau berkata, “Anal haq” “Ana Rabbukumul a’la” mungkin juga dari satu sudut ada kebenarannya.

Ketika itu perbezaan antara khaliq dan makhluk, ‘abid dan ma’bud dan malik dan mamluk yang ditekankan dengan sejelas-jelasnya dalam Al-Quran sudah tidak bererti lagi. Inilah sebenarnya asas kepada faham “Wahdatul Wujud” atau “Serba dia” yang sesat itu yang menganggap segala sesuatu sebenarnya Dia (Tuhan).

Kalau dikatakan pula juzuk-juzuk yang terpisah dari Allah itu akan fana bermakna Allah juga akan fana dan kalau dikatakan pula bahawa juzuk-juzuk itu tidak akan fana tetapi sebaliknya akan bergabung kembali dengan zat Allah yang merupakan puncanya maka tidak ada perbezaan pula dengan kepercayaan orang-orang Kristian terhadap Nabi Isa dan fahaman yang seperti inilah asas kepada Trinity. Tetapi orang-orang Kristian menghadkan pecahan Tuhan kepada tiga sahaja. Golongan ini pula telah memasukkan sekelian makhluk dalam lingkungan ketuhanan.

Seandainya kita menerima satu juzuk daripada zat ini telah terpisah dari zat Allah maka ia akan membawa kepada dua keadaan: Pertama: Sesuatu yang boleh dibahagikan kepada beberapa juzuk adalah jisim dan akan musnah. Ini membawa kepada Allah dipercayai berjisim dan akan musnah. Kedua: Bila dianggap satu juzuk daripada Allah telah terpisah daripadaNya, maka ia bermakna sudah pasti berlaku kekurangan pada zat Allah.

Tujuan sebenar mengapa konsep Nur Muhammad diketengahkan

Pengamatan secara logik terhadap riwayat-riwayat ini sebenarnya akan membawa kita kepada satu natijah bahawa riwayat-riwayat yang seperti ini merupakan “tabarra” (pernyataan rasa benci) terhadap Allah Taala. Perkara yang seperti ini tidak hairan jika datangnya daripada seorang Syiah. Yang paling menghairankan ialah bagaimana ramai daripada ulamak-ulamak Islam terpedaya dengannya sehingga menganggapnya sebagai suatu keistimewaan Rasulullah pula.

Anggapan bahawa Allah adalah Nur adalah salah kerana Nur adalah makhluk Allah. Makhluk dan Khaliq adalah berlainan. Kalau tidak akan lahirlah aqidah “Wahdatul Wujud” tadi. Dalam Al Quran dapat kita lihat sekian banyak ayat yang menunjukkan Nur sebagai makhluk, contohnya:

1. “Dia telah menjadikan kegelapan dan cahaya” (Surah Al An’am: 1)

2. “Kami telah jadikan untuk manusia nur (cahaya) yang mana dia membawanya di kalangan manusia” (Surah Al An’am: 122)

3. “Sesiapa yang Allah tidak menjadikan untuknya nur (cahaya), dari manakah akan diperolehinya nur?” (Surah An Nur: 40)

Perlu diingat bahawa “ja’il” dan “ma’jul” yakni yang menjadikan dan yang dijadikan itu tidak mungkin sama kerana “ja’il” bererti yang mencipta sedangkan “ma’jul” bermakna yang diciptakan atau makhluk sedangkan pencipta dan yang dicipta, pembuat dan yang dibuat mustahil sama. Ramai juga orang terkeliru apabila membaca firman Allah yang berbunyi, “Allah adalah nur langit-langit dan bumi”. Orang-orang awam mungkin sekali terpedaya dengan ayat-ayat yang seperti ini tetapi amat dikesali sekiranya alim ulamak terpedaya dengannya kerana dalam bahasa Arab nur adalah “masdar” dan “masdar” ada kalanya memberi makna “masdari”, ada kalanya memberi makna maf’ul dan ada kalanya memberi makna “fa’il”. Kerana itulah ahli-ahli tafsir yang muktabar mentafsirkan ayat ini dengan mengatakan, “Allahu munawwiru assamaawaati wal ardh (Allah yang menyinari langit-langit dan bumi)”

Jika Allah bukan Nur maka sudah tentu tidak timbul lagi persoalan kejadian sesuatu daripada NurNya. Sekiranya Nur Muhammad itu benar-benar diciptakan daripada Nur, apakah halangannya kepada Allah untuk menyatakan dengan terus terang bahawa Dia menjadikan nabi Muhammad daripada Nur sebagaimana dijadikan Malaikat? Masalahnya apabila dikatakan asal kejadian manusia itu daripada nur maka ia akan bertentangan dengan ayat Allah yang lain yang bermaksud, “ kami telah menciptakan manusia daripada tanah ……”

Bagaimanapun itu adalah pendapat Maulana Habibur Rahman yang mungkin sebahagian daripada komentarnya itu boleh dipertikaikan atau ditakwilkan. Misalnya dengan mengatakan, “Memang Allah itu Nur tetapi bukan seperti Nur yang lain seperti mana yang dinyatakan Allah mempunyai tangan (di dalam al-Quran) tetapi bukan seperti tangan makhluk. Begitu juga Allah mempunyai mata tetapi bukan seperti mata makhluk. Apa yang hendak dinyatakan ialah nur itu ialah salah satu daripada nama sifat tuhan dan ini diterima oleh semua.

Yang dimaksudkan dengan menjadikan nur NabiNya daripada nurNya bukanlah bermakna menjadikan Nur Muhammad daripada sebahagian nur Tuhan yakni dengan memakai “min li attab ‘idh” dengan erti sebahagian atau satu juzuk daripada Nur Tuhan”. Tidakkah boleh juga dipakai “min” itu dengan erti “ibtida’iah” bermakna kejadian Nur Muhammad itu berpunca daripada sifat nur Allah seperti dalam Al Quran Allah menyebutkan tentang kejadian Nabi Adam bermaksud, “Bila Aku menyempurnakan kejadiannya (Adam) dan meniupkan ke dalamnya “min ruhi” (daripada ruhKu) “Di sini tidak bermakna ruh Nabi Adam itu dijadikan daripada sebahagian ruh Allah dengan memakai “min li attab’idh” tetapi semua ulamak mengatakan bahawa ruh Nabi Adam itu adalah daripada kejadian Allah swt yakni Allah yang menjadikan ruh dan meniupkannya ke dalam tubuh Nabi Adam. Ini bererti persamaan yang terdapat pada perkataan nur atau ruh itu adalah persamaan pada lafaz sahaja bukannya persamaan sifat hakikat itu seperti sifat Tuhan Al-Malik yang bererti raja, apakah Raja yang terdapat di dunia ini boleh disamakan dengan Allah yang bersifat Al-Malik itu kerana ia seorang Raja, dan ia dikatakan “Al Malik dikalangan manusia? Tentu sekali tidak!

Bagaimanapun perkara ini mengelirukan sehingga ada sesetengah ulamak yang menyimpulkan begitu. Sebagai contohnya Maulana Habibur Rahman kerana realiti yang dihadapi oleh beliau daripada kepercayaan dan gelagat-gelagat golongan barelwi yang terdapat di India dan Pakistan dengan jelas menyatakan nur Muhammad itu adalah sebahagian daripada Nur Tuhan sebagaimana yang terdapat dalam serangkap syair dalam bahasa Urdu oleh salah seorang tokoh Barelwi begini bunyinya:

“Vohi jo mustavi arasy tha khudha ho kar”

Utar para Madina mei Mustafa ho kar”

Bermaksud:

“Dialah yang telah bersemanyam di atas arasy sebagai Tuhan

Turun ke Madinah sebagai Mustafa (Muhammad)”

Bukankah penyelewengan yang seperti ini berpunca daripada pentafsiran tentang Nur Muhammad yang dikatakan berasal daripada hadis itu?

Memanglah tidak sia-sia takwilan yang telah dikemukakan tadi kalau sekiranya ia dikemukakan untuk menyelesaikan kemusykilan yang timbul daripada hadis yang sahih tetapi setelah jelas hadits itu bukan sahih bahkan ia adalah hadis yang maudhu’, tidak perlu lagi kepada takwilan yang seperti itu. Apalagi ia membuka pintu kepada golongan-golongan yang menyeleweng yang membawa fahaman “Wahdatul Wajud” (Serba Dia) atau aqidah Triniti dan sebagainya.

Untuk diterima Nabi Muhammad merupakan Nur dalam pengertian majazi (bahasa pinjaman) tidaklah ditolak oleh semua ulamak. Memanglah Nabi Muhammad mempunyai sifat seperti cahaya yang menyinari kegelapan kekufuran. Kalau terdapat ayat-ayat Al Quran yang menyebutkan Nabi Muhammad sebagai Nur maka ia mengisyaratkan kepada erti yang seperti ini. Sama sekali ia tidak menunjukkan Nabi Muhammad berasal daripada Nur seperti kejadian malaikat umpamanya. Dalam pengertian majazi ini Nur tidak dikhususkan untuk Nabi Muhammad sahaja bahkan Nur juga dipakai dengan erti ugama Islam, Al Quran dan lain-lain lagi.

Sebenarnya riwayat-riwayat yang seperti ini adalah rekaan orang-orang Syiah dengan tujuan meratakan jalan untuk konsep “Panjthan” dalam ajarannya yang mengatakan bahwa Nur itu berpecah kepada lima iaitu Nabi Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain. Mereka berharap apabila ummat Islam bersedia menelan sebiji ubat pahit ini, maka mereka akan terus bersedia menelan biji-biji ubat yang lebih pahit daripada itu. Kerana itulah dapat kita lihat di dalam tafsir-tafsir Al-Kalbi dan ahli-ahli seerah yang terpedaya dengannya, bahawa Nur itu berpindah-pindah daripada Nabi Adam kepada Nabi Syith dan seterusnya kepada Abdul Mutalib. Selepas Abdul Mutalib Nur itu berpecah kepada dua, Yang pertama pergi kepada Abdullah ayahanda Nabi kita Muhammad saw. Dan yang kedua pergi kepada Abdu Manaf atau Abu Talib iaitu ayah kepada Sayyidina Ali.

Kenyataan ini tersebut dalam kitab-kitab Syiah seperti “Ilaalu As Syarai” jilid 1 muka surat 159 karangan Ibn Babwaih dan “Khitabu Al Khisal” jilid 1 muka surat 189 oleh pengarang yang sama.

Daripada Abdullah, Nur itu diterima oleh Nabi kita, daripada Abdu Manaf ia diterima oleh Sayyidina Ali. Kerana itulah mereka memanggil Nabi sebagai “Imamul Anbiya” dan Sayyidina Ali sebagai “Imamul Auliya”.
Riwayat ini dengan terang menyatakan bahawa Sayyidina Ali mempunyai kesamaan darjat dengan Rasulullah s.a.w. Keistimewaan yang diperolehinya bukanlah melalui Nabi tetapi melalui kejadian semulajadinya. Kerana itulah Baqir Al Majlisi dalam “Jilaau Al ‘Uyun” meriwayatkan bahawa di hari pertma kelahirannya lagi Sayyidina Ali telah bercakap. Dia bertanya Nabi s.a.w., “Adakah engkau mengenali diriku?” Nabi s.a.w menjawab, “Ya”. Kemudian Nabi saw bertanya Sayyidina Ali begitu juga dan Sayyidina Ali juga menjawab, “Ya” hari ini dinamakan hari “Arfah” iaitu “Hari Perkenalan”

Tujuan mereka mengadakan riwayat yang seperti ini ialah untuk mengemukakan jalan Wilayah dan Imamah yang beriringan dengan jalan Nubuwwah dan Risalah. Tidak hairanlah jika dilihat dalam silsilah-silsilah tarekat tasauf yang berusaha mendapatkan maqam kewalian, mempunyai perkaitan dan perhubungan dengan Sayyidina Ali. Semuanya berakhir dan berhenti silsilahnya pada Sayyidina Ali yang merupakan Imamul auliya’ seolah-olahnya tidak ada sahabat-sahabat yang lain yang merupakan jalan untuk sampai kepada maqam kewalian itu selain daripada Sayyidina Ali. Bukankah ini merupakan suatu kesan daripada memecahkan Nur Muhammad kepada Abdullah dan Abu Talib tadi?

Ibn Saad, Thabarani , Abu Nu’aim, Bazzar dan lain-lain telah menukilkan satu riwayat ketika mentafsirkan ayat yang bermaksud, “Dia melihat engkau ketika engkau berdiri dan berbolak balik di kalangan orang-orang yang sujud”, bahawa ayat ini bermaksud, “Bahawa Rasulullah s.a.w. dalam perpindahannya dalam sulbi para Nabi bermula daripada Adam sampailah kepada kemunculannya dilihat oleh Allah”, padahal “siaq” (ayat berikut) dan “sibaq” (ayat sebelum) ayat ini langsung tidak menyokong tafsiran yang dikemukakan malah riwayat ini adalah palsu kerana ia telah dinukilan oleh Al Kalbi daripada Ibn Abbas, sedangkan anak-anak murid Ibn Abbas seperti Mujahid, Ikrimah, Qatadah dan lain-lain pula tidak mengemukakan tafsiran seperti ini bahkan mereka semua menyatakan, “Yang dimaksudkan dengan “berbolak balik engkau itu” ialah “qiam dan sujud engkau dalam sembahyang bersama sahabat”.

Selain dari itu dakwaan Nur Muhammad itu berpindah dari seorang nabi kepada seorang nabi yang lain terus menerus sampailah kepada Nabi Muhammad adalah sesuatu yang salah kerana berapa orangkah daripada anak cucu Nabi Ismail selain daripada Rasulullah saw yang telah dilantik menjadi Nabi?. Begitu juga berapa orangkah yang dilantik menjadi Nabi daripada anak cucu Nabi Nuh hingga kepada Nabi Ibrahim? Sebenarnya dakwaan ini tidak berasas sama sekali.

Kalau dimaksudkan perpindahan Nur Muhammad itu adalah di kalangan nenek moyang Nabi, maka itu bercanggah dengan kenyataan kerana ramai sekali di antara nenek moyang Nabi kita terdiri dari orang musyrik dan penyembah berhala dan inilah pegangan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Untuk menyembunyikan satu dusta kadang-kadang manusia itu terpaksa mengada-adakan sesuatu yang tiada atau terpaksa berdusta beratus-ratus kali. Oleh kerana Syiah telah menetapkan bahawa kesemua nenek moyang Rasulullah s.a.w. adalah berugama Islam, terpaksalah mereka mengada-adakan sekian banyak hadis palsu yang lain sepertimana dapat dilihat dalam hadis-hadis yang menyatakan perpindahan Nur Muhammad daripada seorang nabi kepada seorang nabi yang lain, dari Adam dan berakhir pada Abdul Mutalib, dari Abdul Mutalib itu Nur Muhammad tadi berpecah dua, satu pergi kepada Abdullah ayah Nabi kita dan satu lagi pergi kepada Abdu Manaf iaitu Abu Talib, ayah kepada Sayyidina Ali.

Tujuan mereka ialah meletakkan Sayyidina Ali sejajar dengan Rasulullah s.a.w. dan tidak kurang daripada Nabi s.a.w. Kalau Nabi merupakan Sayyidul Anbiya’ maka Sayyidina Ali pula merupakan Imamul Auliya’. Sementara Imam Wali dan Wasi pula bagi mereka (golongan Syiah) adalah satu pangkat yang sebenarnya tidak kurang daripada pangkat kenabian kerana terdapat segala ciri kenabian padanya seperti dilantik oleh Allah; wajib ditaati, terpelihara daripada dosa-dosa, didatangi oleh malaikat yang lebih agung daripada Jibril dan Mikail, cuma ia tidak dinamakan “Nabi” sahaja. Dari sini dapat kita lihat bahawa kejadian Nur Muhammad itu bertitik tolak juga daripada ajaran Syiah.

Jika dilihat daripada konsep “Panjthan” oleh Syiah iaitu lima peribadi istimewa iaitu Nabi Muhammad, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, kita dapati bahawa konsep Nur Muhammad ini betul-betul berpunca daripada Syiah misalnya daripada satu riwayat Syiah yang diambil daripada Sayyidina Ali daripada Rasulullah s.a.w., sabdanya, “Sesungguhnya aku dan Ahli Baitku merupakan Nur di hadapan Allah Tabarakwatala sebelum Dia menjadikan Adam selama 14,000 tahun” - Al Ihtijaj jilid 1 muka surat 212 karangan At Thabarsi. Dalam satu riwayat yang lain disebutkan” …… 7,000 tahun sebelum kejadian Adam” – Iiaau As Syara’ jilid 1 muka surat 208 karangan Ibn Babwaih. Dalam riwayat yang ketiga tersbut “Aku dan Ali diciptakan dalam satu nur 2,000 tahun sebelum Allah menjadikan Adam” – (ibid) jilid 1 muka surat 134.

7. Sanggahan terhadap konsep Nur Muhammad

Sementara itu jika dilihat di dalam riwayat yang mula-mula dikemukakan dalam maqalah ini tersebut bahawa daripada Nur Muhammad dijadikan Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali, bagaimana ini boleh berlaku sedangkan dalam riwayat-riwayat Syiah semua ini tidak ada? Mungkin juga ada orang Ahlus Sunnah yang jahil telah berusaha menandingi riwayat yang direka oleh Syiah itu dengan mereka hadits Nur Muhammad yang berpecah kepada Sayyidina Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali untuk membuktikan bahawa mereka itu juga tidak kurang daripada Ali atau mungkin juga riwayat inipun direka oleh Syiah atas nama Ahlus Sunnah untuk menunjukkan bahawa ahlus sunnah juga tidak berbeza dengan mereka dalam konsep asal Nur Muhammad itu sendiri. Yakni Ahlus Sunnah juga menerima kewujudan Nur Muhammad sebagai makhluk yang pertama lahirnya daripada Tuhan seperti yang dipercayai oleh Syiah?

1. Nur Muhammad itu begitu istimewa sehingga diriwayatkan bahawa seramai 200 orang perempuan Bani Abdul Manaf dan Qabilah Makhzum telah mati kerana tergila-gilakan Abdullah ayahanda Nabi Muhammad saw. Mereka mati dalam keadaan membujang dan tidak ada seorangpun daripada perempuan Quraisy yang tidak jatuh sakit kerana kecewa tidak dapat menjadi isteri Abdullah. Yang menjadi persoalan kepada kita ialah, “Bolehkah ahli-ahli kisah Maulud Nabi mengemukakan senarai nama 200 orang daripada Bani Abdu Manaf dan Bani Makhzum yang dikatakan telah mati kerana tidak dapat menjadi isteri Abdullah.

2. Bolehkah mereka menemukakan nama-nama hanya 10 orang perempuan Bani Makhzum dan Bani Abdu Manaf yang tidak berkahwin sepanjang hidupnya itu?

3. Kenapakah ramai anak-anak gadis dan perempuan daripada kedua-dua keluarga ini sahaja yang kecewa kerana tidak dapat berkahwin dengan Abdullah? Kenapa pula perempuan dari Bani Zuhrah, Bani Jumah, Bani Asad, Bani Khuwailid, Bani Taim, Bani Adiy dan Bani Ghalib tidak pula mengalami kekecewaan yang seperti itu?

4. Mungkin juga Walid bin Mughirah, Abu Jahal dan lain-lain memusuhi Nabi kerana membalas dendam di atas kematian ibu-ibu dan anak-anak gadis mereka yang telah terkorban kerana tidak terpilih sebagai isteri Abdullah!

5. Salah seorang anak Abdul Manaf bernama Hasyim dan anak-anak cucu Hasyim dinamakan Bani Hasyim. Bolehkah ahli-ahli kisah Maulud Nabi menceritakan berapa ramaikah agaknya anak-anak gadis atau perempuan-perempuan daripada Bani Hasyim yang telah mati atau terus membujang kerana kecewa untuk menjadi isteri Abdullah?

6. Kalaulah diterima kisah itu maka ia bererti malam perkahwinan Abdullah dan Aminah merupakan malam perkabungan bagi penduduk Mekah! Agaknya mereka juga berkabung seperti orang-orang yang berkabung pada 10 Muharram dan menyatakan “tabarra” terhadap Abdullah. Apakah perkara ini sebenarnya boleh ditonjolkan sebagai keutamaan Nabi? Atau ia sebenarnya merupakan “tabarra” dalam bentuk yang sangat cantik terhadap Nabi dan ayahandanya Abdullah?.

Dalam riwayat-riawayat tersebut bahawa Nur Muhammad itu sampai kepada Abdul Mutalib ketika beliau sedang tidur di dalam Ka’bah pada waktu siang. Sebaik sahaja terjaga matanya kelihatan bercelak, rambutnya kelihatan berminyak, wajah dan tubuhnya kembali menjadi muda belia. Abdul Mutalib terkejut dengan keadaannya sendiri. Maka ia dibawa oleh ayahnya mengadap seorang tukang tenung dari kalangan Quraisy. Berkata tukang tenung itu, “Allah telah mengizinkan agar anak ini dikahwinkan”.

Nur Muhammad di dalam diri Abdul Mutalib telah menyebabkan tubuhnya wangi seperti kasturi. Apabila orang-orang Quraisy ditimpa kesusahan dan lain-lain mala petaka mereka menjadikan Nur Muhammad itu sebagai wasilahnya agar doa mereka diterima. Riwayat ini dikemukakan oleh Abu Saad Naisaburi wafat 307H di dalam kitab Syarafu Al Mustaffa melalui sanad Abu Bakr bin Abi Maryam daripada Ka’ab Al Ahbar seorang muallaf yang berasal Yahudi dari kalangan tabii.

Pertama sekali perlu dilihat bahawa silsilah riwayat ini terhenti pada seorang tabi’i, tidak tersebut pula sanad di atasnya. Walaupun Kaab Al Ahbar dianggap sebagai yang terbaik di antara muallaf Yahudi namun Imam Bukhari mengatakan dia pembohong . Dialah yang merupakan punca dan sebab utama bagi riwayat-riwayat Israiliat yang ganjil dan pelik.

Sementara perawi di tengahnya ialah Abu Bakr bin Abi Maryam. Beliau dengan ittifaq tokoh-tokoh hadis merupakan seorang perawi yang dhaif. Kerana satu kemalangan yang menimpanya, fikirannya jadi tak tentu hala. Selain itu Ka’ab Al Ahbar telah mati di zaman Sayyidina Utsman yakni sebelum tahun 35H sedangkan Abu Bakr bin Abi Maryam pula wafat pada tahun 156H. Abu Bakr bin Abi Maryam adalah seorang ‘abid dan zahid. Walaubagaimanapun riwayat-riwayatnya tidak diterima oleh ulamak-ulamak hadis. Bagaimana ia boleh menerima sebarang riwayat daripada Ka’ab yang telah begitu lama meninggal sebelum daripadanya?.

Nama asal Abdul Mutalib ialah Syaibah. Ayahnya Hashim telah pergi ke Syam untuk tujuan perniagaan. Dalam perjalanan ia berhenti di Madinah. Di sana ia telah terpikat dengan seorang gadis bernama Salma dari Banu Najjar dan berkahwin dengannya. Setelah beberapa hari bersamanya Hasyim berangkat ke Syam dan semasa pulang dari Syam Hasyim telah meninggal dunia dalam perjalanannya di Ghaza. Tetapi Salma sudahpun mengandung pada ketika itu. Bila ia melahirkan anak didapati rambut anaknya itu beruban, lalu diberi namanya a”Syaibah”. Ia dipelihara di Madinah selama 8 tahun. Apabila saudara Hasyim yang bernama Muttalib mendapat tahu ia terus pergi ke Madinah dan membawa pulang anak itu bersamanya ke Mekah. Oleh kerana anak itu dididik dan dipelihara oleh Muttalib, orang ramai mula memanggilnya dengan “Abdul Muttalib”.

Yang menjadi persoalannya ialah ayah Abdul Muttalib itu meninggal dunia sebelum kelahirannya lagi, adakah setelah mati selama 15 atau 16 tahun ayahnya hidup kembali untuk membawanya pergi bertemu dengan seorang tukang tenung Quraisy? Ini dengan jelas menunjukkan Ka’ab Al Ahbar itu adalah pendusta sepertimana yang dinyatakan oleh Imam Bukhari, ia tidak mengetahui sejarah hidup orang Mekah atau mungkin juga kisah ini merupakan hasil fikiran Abu Bakr bin Maryam yang sudah tak tentu hala itu?

Daripada kisah ini dapat diketahui beberapa perkara:

1. Menjadikan Nur Muhammad sebagai wasilah itu sebenarnya sunnah orang-orang kafir Mekah.

2. Nur Muhammad itu berpindah daripada seorang kepada seorang yang lain apabila ia menjadi remaja. Jangan-jangan “Nur keremajaan” itu pula yang dipercayai sebagai Nur Muhammad!

3. Orang-orang yang telah dipilih menerima Nur Muhammad dari satu generasi kepada satu generasi yang lain rupanya tidak berkahwin melainkan dengan kebenaran Allah dan cara untuk mengetahui keizinan Allah itu ialah dengan mengadu nasib kepada tukang tenung.

Ada pula riwayat yang menyebutkan bahawa bila Nur Muhammad itu bersinar-sinar di dahi Abdullah maka ia dikenali dan dicam oleh seorang tukang tenung perempuan. Dia mengajak Abdullah untuk tidur bersamanya dengan harapan Nur itu akan berpindah kepadanya. Tetapi bukan dia yang bertuah mendapatkan Nur itu kerana Abdullah enggan mengikutinya dan terus pulang ke rumah. Di rumahnya ibunda Nabi s.a.w. telah dipilih Allah sebagai pewaris Nur Muhammad itu.

Setelah Nur Muhammad itu berpindah kepada Aminah, Abdullah datang semula kepada tukang tenung itu dan memintanya untuk bersama tetapi tukang tenung perempuan itu pula yang menolak dengan alasan “Nur yang berkilau di dahimu sebelum ini telahpun berpindah ke lain. Riwayat ini dengan perincian dan lafaz yang berbeza-beza dikemukakan oleh Ibn Saad, Kharaiti, Ibn Asakir, Baihaqi dan Abu Nu’aim di dalam “Dalail” masing-masing.

Ibn Saad dalam “Tabaqat”nya telah mengemukakan riwayat ini melalui tiga jalan. Jalan yang pertama terdapat padanya Waqidi sebagai perawi yang pertama dan di dalam riwayat yang kedua terdapat Al Kalbi. Kedua-dua mereka ini terkenal sebagai pendusta. Sementara jalan riwayat yang ketiga pula berhenti pada Abu Yazid Al Madani seorang tabii, ertinya perawi di atasnya tidak diketahui. Abu Yazid Al Madani ini walaupun telah ditausiqkan oleh sebahagian tokoh-tokoh hadis tetapi Syeikhul Kul di Madinah Imam Malik berkata, “Aku tidak mengenalinya” Abu Zurah pula berkata, “Saya tidak tahu tentangnya”.

Abu Nu’aim pula mengemukakan riwayat ini melalui empat jalan tetapi tidak ada satupun daripada sanad-sanadnya boleh dipegang kerana di dalam sanad-sanadnya boleh dipegang kerana di dalam sanad yang pertama terdapat Nadhar bin Salamah, Ahmad bin Muhammad dan Abdul Aziz bin Amar Az Zuhri. Ketiga-tiga mereka ini adalah orang yang tidak diterima oleh tokoh-tokoh ilmu rijal hadis.

Dalam sanad yang kedua terdapat Muslim bin Khalid Az Zinji dan dia dianggap sebagai perawi yang dhaif. Selainnya terdapat beberapa perawi yang “majhul” (tidak diketahui latar belakangnya).

Sanad yang ketiga pula terhenti pada Yazid bin Syihab Az Zuhri. Dia tidak menyatakan silsilah sanad di atasnya dan keadaannya sendiripun tidak diketahui. Sanad Baihaqi tidak lain daripada sanad yang ketiga yang dikemukakan oleh Abu Nuaim tadi. Adapun sanad oleh Kharaaithi dan Ibn Asakir pula adalah sanad yang tidak muktabar.

Dalam kenyataan yang ringkas ini tidaklah penulis bercadang untuk memperincikan setiap perawi yang merupakan mata rantai sanad-sanad riwayat ini. Cukuplah dengan disebutkan bahawa perawinya adalah orang-orang yang tidak boleh diterima periwayatannya. Apa yang perlu diteliti oleh kita ialah sudut dirayahnya yang secara terang-terang menunjukkan kepalsuannya kerana ia menunjukkan ayahanda Nabi kita Muhammad saw sebagai seorang yang bermata keranjang dan jahat. Apabila ia menyatakan bahawa kerana sesuatu sebab Abdullah telah menolak ajakan tukang tenung perempuan yang juga pelacur itu tetapi kemudiannya dia sendiri yang mencari perempuan itu untuk digaulinya, perkara ini sahaja sudah cukup untuk kita menentukan sama ada riwayat ini sebenarnya menyatakan kelebihan Nabi atau ia merupakan satu bentuk tabarra terhadap ayah Nabi saw dan menampilkannya sebaga seorang yang jahat?

8. Kesimpulan:

Daripada perbincangan yang lalu dapat disimpulkan beberapa perkara:

Hadits-hadits yang berhubung dengan Nur Muhammad tidak ada satupun yang sahih, bahkan tidak ada satupun yang dhaif.

Riwayat-riwayat tentang Nur Muhammad sebagai kejadian yang pertama diciptakan bertentangan dengan hadis-hadis yang sahih yang menyatakan arasy dan qalam sebagai kejadian yang pertama.

Kejadian manusia bukanlah daripada Nur seperti kejadian malaikat tetapi ia dijadikan daripada tanah.

Ada beberapa hadis sahih yang menyatakan Nabi saw berdoa meminta supaya Allah menjadikannya Nur. Bermaksud: “Ya Allah! Jadikanlah aku Nur” Apa ertinya Nabi meminta supaya dijadikannya cahaya kalau baginda sememangnya berasal daripada cahaya?

Hadis-hadis tentang Nur Muhammad sebenarnya merupakan rekaan orang-orang Syiah sebagaimana yang dapat dilihat dengan jelas di dalam kitab-kitab mereka.

Hadis tentang Nur Muhammad adalah direka untuk membuka jalan untuk diterima konsep “Nur Panjthan”.

Perkataan “Nur” yang disandarkan kepada Nabi adalah dengan ertinya yang majazi (bahasa pinjaman) sebagaimana perkataan Nur juga secara majazi dipakai untuk ugama, Al Quran dan lain-lain.

Hadits-hadits atau riwayat yang menceritakan tentang Nur Muhammad itu banyak juga menampilkan unsur-unsur “tabarra” (pernyataan rasa benci dan dendam kesumat) terhadap Nabi saw dan ayahandanya.

Ia memuatkan banyak sekali peranan dan mitos daripada ugama dan budaya asing seperti Hindu dan lain-lain dalam merupakan Nur Muhammad sebagai rupa burung merak dan lain-lain rupa menurut kepercayaan mereka tentang tanasukh, awagaman atau inkarnasi.

10. Ia telah terbukti merupakan satu daripada beberapa faktor utama kesesatan golongan Barelwi, Ilmu Isi, Bathiniah dan lain-lain . Oleh yang demikian tidaklah wajar Nur Muhammad itu ditonjolkan sebagai suatu keistimewaan Nabi Muhammad s.a.w. malah sebaliknya kita ummat Islam semestinya menganggapnya sebagai satu penghinaan terhadap Nabi kita.

Tiada ulasan: