Jumaat, 30 Oktober 2015

SUKA MENUDUH ORANG...MENCELA ORANG

Jangan menuduh seseorang tanpa bukti....
Assalamualaikum Teman2 Sekalian
HIDUP IBARAT KOPI, BIAR PAHIT, TETAP DINIKMATI
Hati-hati menuduh seseorang tanpa bukti
“Katakanlah (hai Muhammad) : Biarlah setiap orang berbuat
menurut keadaannya masing-masing, kerana Tuhanmu lebih
mengetahui siapa yang lebih lurus (jalan yang ditempuhnya).”
(Al-Isra’ : 84)
An-Nahl : ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu ...dengan
hikmah, dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.”
“Seorang mukmin itu terhadap mukmin yang lain adalah laksana
bangunan, yang sebagiannya mengukuhkan sebagian yang lain”
“Barangsiapa yang berkata pada saudaranya ‘hai kafir’ katakata itu akan kembali pada salah satu diantara keduanya. Jika
tidak (artinya yang dituduh tidak demikian) maka kata itu
kembali pada yang mengucapkan (yang menuduh)”.
“Tahanlah diri kalian (jangan menyerang) orang ahli ‘Laa ilaaha
illallah’ (yakni orang Muslim). Janganlah kalian mengkafirkan
mereka karena suatu dosa”. Dalam riwayat lain dikatakan :
“Janganlah kalian mengeluarkan mereka dari Islam karena suatu
amal ( perbuatan)”
“Siapa yang memanggil seorang dengan kalimat ‘Hai Kafir’, atau
‘musuh ALLAH’, padahal yang dikatakan itu tidak demikian,
maka akan kembali pada dirinya sendiri”.
Sungguh adakalanya seorang hamba berbicara sepatah kata
yang tidak diperhatikan, tiba-tiba ia tergelincir ke dalam neraka
oleh kalimat itu lebih jauh dari jarak antara timur dengan
barat”.
Didalam surat An-Nisaa [4]: 94 artinya; “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan ALLAH, maka
telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang
mengucapkan ‘salam’ kepadamu ‘Kamu bukan seorang mukmin’
(lalu kamu membunuhnya)
janganlah kamu merasa sudah bersih, Dia (ALLAH) lebih
mengetahui siapa yang bertaqwa.” (An-Najm : 32)
dengan begitu banyak ayat di atas masih BERANI kah kita
MENUDUH seseorang ??? apalagi sesama MUSLIM tanpa bukti
yang kukuh lagi ???
jadikan UKHWAH tidak cuma di BIBIR saja.
Pernah sahabat dan sahabiah semua dengar ungkapan ni :
"Orang gila pun takkan mengaku dia gila...Pencuri pun takkan
mengaku dia pencuri...Dia jahat takkan nak mengaku dia
jahat...Tapi bila dia baik dia mengaku pulak dia baik".
Memang ada sesetengah orang, buat baik sekali, sampai nak
mati pun dok ungkit lagi apa yang dia buat baik yang sekelumit
tu. Jangan la macam ni sahabat, biar apa yang kita buat tu kita
ikhlaskan amalan kita. tak payah nak canang-canang dalam
facebook ka dalam blog ka dalam inbox ka yang kita ni baik
sangat...orang lain jahat sangat dimata kita.
Boh seringgit ja dalam tabung masjid, tapi dua puluh hari dok
habaq kata dah derma kat masjid tu...... Apa la kesnya. Ada
orang kata, kadang-kadang bila kita update status ka ataupun
taip macam ni dalam blog kita, boleh tengok level emosi kita.
tak kisah la kita cakap atau taip, semua tu mesti dimulakan
dengan nawaitu dan cara pemikiran kita.
“Wahai orang-orang beriman! Jika datang kepada kamu
seorang fasik membawa suatu berita, maka selidikilah (untuk
menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan
sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini – dengan
sebab kejahilan kamu (mengenainya) – sehingga menjadikan
kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan.” (Surah alHujurat: ayat 6)
“Dan janganlah engkau mengikut apa yang engkau tidak
mempunyai pengetahuan mengenainya; sesungguhnya
pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu akan ditanya tentang apa yang dilakukannya.”
(Surah al-Isra: ayat 36)
“Hendaklah kamu menanyakan kepada orang-orang yang
berpengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”
(Surah al-Nahl: ayat 43)
“Mereka hanya mengikut sangkaan, sedang kan sesungguhnya
sangkaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran.”
(Surah al-Najm: ayat 53)
Apa tuduhan yang paling kejam???
Yang paling menyayat hati bila kita selalu buat tuduhan pada
orang lain yang kadang-kala kita tak tahu pun asal usul cerita.
Ada kalanya kita hanya dengar dari sebelah pihak, dan kita
terus buat tuduhan atau pun kita lihat pada mata kasar dan
terus membuat andaian sendiri tanpa usul periksa. " ooooo dia
ni jahat, dia tu baik,kau layak jadi macam ni,kau tak sepatutnya
macam tu dan macam2 lagi tuduhan2 yang tak berasas ...
Siapa kita nak label seseorang macam tu ????
Siapa la kita ni. sama macam manusia lain. buat dosa jugak,
bukannya bijak sangat nak label-label orang, ALLAH SWT saja
yang tau dan hanya DIA saja yang layak nak melebel
hamba2Nya. Jadi tak timbul perkara nak aibkan sesiapa.
Ada jugak pihak yang menghentam, tak termasuk jugak pihak
yang mendoakan keburukan seseorang. sangat tersentuh bila
ada yang sanggup menuduh melakukan perbuatan yang
dilarang agama. bila terfikirkan perasaan hati orang2 yang
menjadi mangsa tuduhan ini bagaimanakah perasaan kita
apabila kita ditempat mereka??. situasi kita mungin tak sama
dengan dia, jadi jangan menghentam membuta tuli.
Doakan saja apa yang jadi semua ni adalah iktibar dan banyak
hikmah di sebaliknya. bagi sesipa yang ada mind positive lebih
pasrah dengan kehendak Tuhan, dan bagi sesiapa yang ada
mind negative, cuba kita bawak sabaq sikit. Dalam apa-apa hal
pohonlah keredhaan ALLAH dan perlindunganNYA supaya kita
tak terjerumus untuk menambah dosa aibkan orang sesuka
dan sesedap rasa.
Ingat la wahai teman,jangan suka menuduh sebarangan jika
anda tidak mengetahui perkara yang benar....
P/S : Dunia akhir zaman yang dipenuhi dgn pelbagai
fitnah....nauzubillahi min zaalik.
( Nota ini tidak ada kena mengena pada sesiapa sekadar
perkongsian & peringatan buat diri saya yang masih belum
sempurna andai ada yang terasa dng tulisan ini maaf saya tidak
berniat mengguris hati sesiapa yang baik kita ambil yang buruk
kita jauhkan. )
rencana dari:Nor Azita
NASEHAT BAGI ORANG YANG MENCELA SAUDARANYA SEIMAN DAN MENUDUH TANPA BUKTI
Guruku, saya mencintai anda karena Allah. Harapanku anda dapat menjawab agar dapat membungkam orang-orang yang mencela ahli ilmu. Disana ada orang yang menuduh anda dengan takfir (suka mengkafirkan) dan Qutubiyah (condong ke pemikiran Sayyid Qutub) sebagaimana yang mereka istilahkan?


Semoga Allah mencintai anda sebagaimana kita mencintai kerena-Nya. Semoga Allah menempatkan kita di tempat rahmat-Nya, dihari harta dan anak tidak bermanfaat kecuali kepada orang yang Allah berikan hati bersih.
Terkait dengan pertanyaan anda. Kami nasehatkan kepada anda agar menjauhi setiap orang yang membicarakan (kejelekan) saudara anda seiman, atau dia menuduh dan mencela niatannya. Karena Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
( يا معشر من آمن بلسانه ولم يدخل الإيمان قلبه لا تغتابوا المسلمين ولا تتبعوا عوراتهم فإنه من اتبع عوراتهم يتبع الله عورته ومن يتبع الله عورته يفضحه في بيته ) رواه أبو داود برقم 4880 ، وصححه الألباني
“Wahai orang yang beriman dengan lisannya. Sementara keimanan belum masuk ke dalam hatinya. Janganlah kamu semua mengguncing orang-orang Islam dan jangan mencari-cari aurat (keasalahnya). Karena barangsiapa yang mencari-cari kesalahan mereka, maka Allah akan perlihatkan kesalahannya. Dan barangsiapa yang Allah perlihatkan kesalahannya, akan dipermalukan (sampai) di rumahnya.” HR. Abu Dawud, no. 4880 dishohehkan oleh Al-Albany.
Kemudian kewajiban anda adalah memberikan nasehat kepada mereka agar bertakwa (takut) kepada Allah Azza Wajalla, menahan dari julukan seperti itu yang dapat memecah belah umat Islam. Dan kewajiban memberi nasehat dari kesalahan, tidak seharusnya (dilakukan) di muka umum dan menuduh terhadap niatan atau semisal itu.
Sementara terkait dengan masalah takfir (mudah menfonis kafir kepada orang lain) maka ada perinciannya. Mengkafirkan kepada orang yang telah Allah dan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam kafirkan, maka itu merupakan suatu keharusan. Allah Azza Wajallah telah mengkafirkan beberapa kelompok dalam kitab-Nya. Sebagaimana firman Ta’ala,
( لقد كفر الذين قالوا إن الله ثالث ثلاثة ) المائدة : 73
“Sesungguhnya kafirlah orang0orang yang mengatakan: "Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga". SQ. Al-Maidah: 73. Dan firman-Nya :
( لقد كفر الذين قالوا إن الله هو المسيح ابن مريم ) المائدة : 72
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam". SQ. Al-Maidah: 72.
Sementara menghukumi kafir kepada orang yang tidak dihukumi kafir oleh Allah dan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam adalah diharamkan.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Sebagaimana tidak diperkenankan menghukumi kafir kepada orang tertentu sampai dijelaskan syarat-syarat pengkafiran pada dirinya. Seharusnya kita tidak menjawab pengkafiran kepada orang yang telah dihukumi kafir oleh Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi kita harus memisahkan antara (orang ) tertentu dan (orang) tidak tertentu (secara umum).” Syarkh Kitabu Tauhid, 2/271.
Silahkan melihat soal no. 21576 wallahu’alam.
Kemudian, bagi setiap orang yang menuduh, hendaknya dia berikan bukti, “Katakanlah, berikan bukti nyata kalau sekiranya anda semua benar.” “Kalau mereka tidak mendatangkan para saksi, maka mereka disisi Allah termasuk golongan para pendusta.”
Permasalahan yang marak diantara orang yang berafiliasi kepada agama –semoga Allah berikan hidayah kepadanya- mereka menuduh orang dengan tuduhan yang asalnya tidak dianggap dalam syara’ dari masalah celaan dan yang tidak layak dalam agama. Kemudian mereka tidak mendatangkan bukti hanya sekedar mengikuti hawa nafsunya. Karena nafsu senang memberikan hukum kepada orang-orang dengan nilai negative, positif, prestasi, kegagalan dan memberi gelar (jelek).
Seharusnya melawan hawa nafsu dalam hal ini, dan menimbang seseorang dengan timbangan syara’ dengan menyebutkan kebaikannya dan memberi nasehat terhadap kesalahannya.
Wallahulmuwafiq.

 Senin, 20 Agustus 2012 12:32

Menuduh, Dosa yang Merusak Kepribadian Seseorang


Menuduh, Dosa yang Merusak Kepribadian Seseorang
Satu dari dosa besar yang merusak individu dan sosial adalah tuduhan. Tuduhan yang dialamatkan seseorang kepada orang lain memang merugikan orang tersebut, tapi sebenarnya yang paling merugi adalah pelaku itu sendiri. Ketika seseorang menuduh orang lain, pada dasarnya ia telah mengotori dan merusak jiwanya dengan dosa. Lalu apa sebenarnya yang disebut dengan tuduhan itu? Tuduhan merupakan perilaku menisbatkan kekurangan terhadap seseorang yang tidak dimilikinya. Tuduhan merupakan perbuatan dosa besar. Allah Swt dalam al-Quran telah melarang perbuatan ini dan mengingatkan pelakunya bakal mendapat azab yang sangat pedih. Imam Shadiq as berkata, "Dosa menuduh orang lain yang tidak bersalah lebih berat dari gunung yang tinggi." (Safinah al-Bihar, jilid 1, kata Tuhmah)

Tuduhan pada hakikatnya kebohongan yang paling buruk. Sementara ketika tuduhan dilakukan tanpa kehadiran yang tertuduh, maka itu dikategorikan gibah. Orang yang melakukannya berarti telah melakukan dua perbuatan dosa.

Suatu hari seorang sahabat Imam Shadiq as pergi ke suatu tempat. Ia pergi bersama pelayannya yang jalan di belakang. Di tengah perjalanan, ia memanggil pelayannya, tapi tidak ada jawaban. Sekali, dua kali, hingga tiga kali tidak ada jawaban dari pelayannya. Akhirnya, sahabat Imam Shadiq as marah dan mulai berbicara yang tidak-tidak. Ia kemudian mengeluarkan kata-kata yang menuduh ibunya. Perawi hadis ini mengatakan, "Imam Shadiq as tidak senang ketika mendengar ucapan sahabatnya itu, lalu memberitahu akan buruknya apa yang diucapkannya. Tapi bukan malah menerima ucapan Imam, ia justru mengucapkan tuduhan lagi guna membenarkan perbuatannya. Imam Shadiq as mengerti bahwa ia tidak mau menerima kesalahannya. Beliau kemudian berkata, "Sekarang engkau tidak berhak menjadi sahabatku."

Kini kita perlu tahu lebih banyak mengenai dampak buruk dari perilaku menuduh orang lain ini. Tuduhan kepada orang lain perlahan-lahan akan merusak kondisi sosial yang sehat dan menghancurkan keadilan sosial. Perbuatan menuduh membuat kebenaran diputarbalikkan menjadi kebatilan dan begitu pula sebaliknya. Tuduhan yang dialamatkan tanpa dasar kepada seseorang mengesankannya seperti seorang pelaku kriminal. Tuduhan menghilangkan kehormatannya. Ketika perilaku menuduh orang lain tersebar di kalangan masyarakat dimana mereka menerima dan mempercayainya, maka yang akan terjadi adalah kebenaran ditampilkan dalam bentuk kebatilan dan begitulah sebaliknya.

Bila perilaku suka menuduh menyebar di tengah masyarakat, maka prasangka baik akan berubah menjadi prasangka buruk dan kepercayaan sosial akan hilang dari tengah masyarakat. Fenomena ini bakal menciptakan kerusakan di tengah masyarakat. Yang terjadi adalah setiap orang berani melontarkan tuduhan kepada orang lain dan kebohongan menjadi hal yang wajar. Bila perilaku menuduh menyebar di tengah masyarakat, maka keakraban dan persahabatan akan digantikan oleh kedengkian dan permusuhan. Masyarakat tercerai-berai. Karena sudah tidak ada lagi cinta dan kasih sayang di antara mereka. Setiap orang senantiasa merasa khawatir menjadi sasaran tuduhan.

Perilaku suka menuduh punya dampak negatif baik di tingkat individu maupun sosial. Imam Shadiq as berkata, "Setiap kali seorang mukmin menuduh orang lain, maka iman akan terhapus dari hatinya, seperti garam yang larut dalam air," (Ushul al-Kafi: 3/66). Mengapa tuduhan menyebabkan iman seseorang yang menuduh terhapus? Hal itu dikarenakan iman senantiasa bersama kejujuran, sementara tuduhan pada dasarnya adalah kebohongan. Itulah mengapa seseorang yang terbiasa menuduh dan berbohong, maka secara perlahan-lahan ia akan semakin sulit berkata jujur. Saat itulah iman yang ada dalam hatinya perlahan-lahan lenyap dan bahkan tidak ada lagi bekasnya. Rasulullah Saw bersabda, "Setiap orang yang menuduh pria atau perempuan beriman atau membicarakan keburukan seseorang yang tidak ada padanya, maka Allah di Hari Kiamat akan meletakkannya di api neraka, sehingga ia tidak mampu lagi berkata-kata" (Bihar al-Anwar: 75/194).

Tuduhan dapat dikelompokkan dalam dua kategori; pertama, terkadang pelakunya menuduh seseorang dengan sadar, dimana orang yang menuduh itu tahu benar bahwa orang yang dituduh tidak demikian, tapi tetap saja ia menuduh. Namun terkadang terjadi yang lebih buruk dari gambaran di atas. Yakni, seseorang melakukan kesalahan atau melakukan perbuatan buruk dan untuk menyelamatkan dirinya dari hukuman, ia kemudian menisbatkan perbuatannya itu kepada orang lain. Tuduhan yang semacam ini dalam Islam diistilahkan dengan iftira.

Kedua, terkadang pelakunya menuduh seseorang karena tidak tahu, atau baru berupa sangkaan. Bila kondisi pelakunya seperti ini, maka perbuatan ini diistilahkan dalam Islam dengan buhtan. Akar dari perbuatan kedua ini adalah prasangka buruk kepada orang lain. Kebanyakan tuduhan yang dilontarkan kepada orang lain bersumber dari ketidaktahuan atau prasangka buruk. Itulah mengapa Allah dalam surat al-Hujurat ayat 12 berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa."

Benar bahwa terbentuknya prasangka dalam benak seseorang itu bukan muncul dari kehendak seseorang, sementara pemberian pahala dan siksa itu hanya berhubungan dengan perbuatan yang lahir dari kehendak. Oleh karenanya, maksud dari ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang melarang prasangka buruk terkait dengan sikap kita yang menurutinya dan melarang kita untuk melakukan satu perbuatan tanpa mengetahuinya. Karena banyak orang yang menuduh tanpa pengetahuan dan berbuat berdasarkan sangkaan belaka terperosok dalam perbuatan dosa. Sebagaimana ayat yang lain menyebutkan, "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya." (QS. 17:36) Sementara di ayat lain Allah mencela sekelompok orang yang berbuat berdasarkan prasangka buruk. Allah Swt berfirman, "... kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa." (QS. 48:12)

Berprasangka buruk bahkan punya dampak buruk yang tidak dapat tergantikan. Para psikolog dalam laporan-laporannya menyinggung sejumlah kasus dimana banyak orang yang membunuh isterinya hanya dikarenakan prasangka buruk yang menjangkitinya. Padahal kebanyakan prasangka buruk dan tuduhan yang dialamatkan kepada isterinya tidak memiliki fakta dan keputusan yang dilakukan tanpa bukti-bukti. Seorang mukmin bukan hanya tidak diperbolehkan berprasangka buruk terhadap saudara seimannya, apa lagi berlaku berdasarkan prasangka buruk itu. Seorang mukmin harus menilai benar perbuatan saudara-saudaranya, kecuali memiliki bukti yang kuat bahwa mereka berbuat salah atau buruk. Sekaitan dengan hal ini Imam Ali as berkata, "Kalian harus membenarkan ucapan dan perbuatan saudara seagama kalian dengan baik, kecuali kalian yakini bahwa masalahnya ternyata lain dan tidak ada cara lain untuk membenarkannya" (Ushul al-Kafi: 2/362).

Muhammad bin Fudhail meriwayatkan, suatu hari aku berkata kepada Imam Musa Kazhim as, "Sebagian orang muwattsaq (terpercaya) mengabarkan kepada saya bahwa seorang saudara seagama mengatakan satu hal yang saya tidak suka. Saya bertanya kepadanya tentang berita itu, tapi ia mengingkarinya dan mengatakan, "Saya tidak pernah mengatakan hal itu." Di sini, apa kewajiban saya?" Imam Kazhim as berkata, "... Bila ada 50 orang adil yang mendatangimu dan bersaksi bahwa orang tersebut mengatakan hal yang tidak benar tentangmu, maka engkau harus menolak mereka semua. Engkau harus membenarkan apa yang dikatakan saudara seagamamu. Engkau tidak boleh menyebarkan apa saja yang menghilangkan kehormatan saudaramu."

Kini kita sampai pada tahapan bagaimana menghadapi seseorang yang menuduh orang lain. Jawaban atas pertanyaan ini dapat ditemukan dalam al-Quran ayat 6 surat al-Hujurat yang berbunyi, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." Menurut al-Quran, setiap kali kita mendengar berita yang berisikan tuduhan kepada seseorang, maka kita berkewajiban untuk memeriksa kebenaran berita itu. Al-Quran melarang kita mengambil keputusan segera tanpa bukti dan memeriksa kebenarannya terlebih dahulu.

Dari sisi lain, Islam memandang tuduhan sebagai perbuatan haram dan meminta orang-orang mukmin agar meninggalkan prasangka buruk kepada orang lain. Seorang mukmin tidak boleh menuduh orang lain tanpa bukti yang kuat. Sementara di sisi lain, al-Quran menasihati orang mukmin agar tidak meletakkan dirinya dalam posisi yang memudahkannya dituduh. Mereka harus meninggalkan ucapan dan perbuatan yang menyebabkan orang lain menuduhnya telah melakukan keburukan. Sekaitan dengan hal ini, Imam Ali as berkata, "Seseorang yang meletakkan dirinya dalam posisi yang memudahkan orang lain menuduhnya, maka ia tidak boleh mencela orang lain yang menuduhnya" (Shaduq, Amali: 304).

Itulah mengapa riwayat-riwayat menegaskan bahwa orang-orang mukmin jangan duduk bersama orang-orang fasiq. Karena ada hubungan dengan mereka akan membuat orang-orang mukmin lain berprasangka buruk dan akhirnya mereka menuduhnya telah melakukan perbuatan buruk. Bila kita mencermati poin penting ini bahwa menuduh orang lain selain merugikan orang tersebut, pada dasarnya kita telah melumuri hati kita dengan dosa yang secara non materi sangat merugikan kita. Bila kita menyadari dampaknya, tentu kita tidak akan mau melakukan dosa besar ini. (IRIB Indonesia)

Curiga / Menuduh Tanpa Ada Bukti?

Sabtu, 13 Juli 2013 , 14:15:12
Penanya : Ikhwan
Daerah Asal : jakarta


Assalamu'alaikum... Ustad mohon penjelasannya apa hukum dari mecurigai (cenderung menuduh) orang lain berbuat kejahatan dan bagaimana pula bila orang yang mencurigai tsb terlanjur mengucapkan kata-kata yang diluar batas namun belum ada bukti adanya kejahatan terhadap orang yang dicurigakan (dituduhkan)... terimakasih atas jawabannya...
Jawab :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Mencurigai keburukan seseorang tanpa ada bukti, saksi dan tanda-tanda yang mendasarinya adalah sesuatu yang terlarang. Allah ta'ala berfirman di surat Al-Hujurat ayat 12:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلا تَجَسَّسُوا وَلا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan pra-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari pra-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda terkait prasangka buruk:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الحَدِيثِ، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا إِخْوَانًا وَلاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَنْكِحَ أَوْ يَتْرُكَ

"Jauhilah oleh kalian perasangka, sebab perasangka itu adalah ungkapan yang paling dusta. Dan janganlah kalian mencari-cari aib orang lain, jangan pula saling menebar kebencian dan jadilah kalian orang-orang yang bersaudara. Janganlah seorang laki-laki meminang atas pinangan saudaranya hingga ia menikahinya atau meninggalkannya."HR. Bukhari no. 5143 dan Muslim no.2563

Apabila seseorang menuduh orang lain tanpa bukti maka ia telah menyelisihi sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

«البَيِّنَةُ عَلَى المُدَّعِي، وَاليَمِينُ عَلَى المُدَّعَى عَلَيْهِ

“Bukti (al-bayyinah) wajib atas orang yang mendakwa (menuduh) dan sumpah wajib bagi tertuduh (yang mengingkari.pent). HR. Tirmidzi no.1341. Dinyatakah Shahih oleh Al-Albani

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Oleh : Redaksi salamdakwah.com
Sudah dibaca oleh 5706 orang

Renungan: Jangan Suka Menuduh


Jangan menuduh
Artikel ini saya buat karena sering sekali masih banyak orang yang suka menuduh seseorang atau kelompok sampai bisa menimbulkan fitnah.
Pada dasarnya menuduh tanpa bukti bisa menimbulkan fitnah. Cacian dan sikap menuduh dapat menimbulkan perpecahan antara satu dengan lainnya. Hal buruknya dapat menciptakan pertikaian yang berujung dengan kematian. Bagi saya, menuduh adalah hal yang biasa. Akan tetapi harus didasari dengan bukti yang nyata. Tanpa sebuah bukti, seseorang atau sekelompok orang yang dituduh pastinya akan marah dengan pihak yang menuduh. Dan hal itu yang paling saya benci.
Salah itu wajar. Setiap manusia memiliki kesalahan. Lalu, kenapa sampai menuduh?
Menuduh bagi saya dapat menjadi sarana untuk memojokkan seseorang atau sekelompok orang. Menuduh yang positif dilakukan untuk membuat orang yang dituduh dapat mengakui keburukannya. Sedangkan, menuduh yang negatif dilakukan untuk membuat orang yang dituduh menjadi malu dan berujung pada fitnah. Dan bila terjadi fitnah, bisa berujung dengan perpecahan yang mengakibatkan kematian. Kenapa fitnah dapat menyebabkan kematian? Karena pada dasarnya, orang yang difitnah pasti membenci orang yang memfitnahnya. Coba kalian difitnah tanpa ada dasar dan sebenarnya kalian tidak melakukan hal seperti apa yang difitnahkan? Pastinya kalian sakit hati atau benci dengan orang yang menfitnah itu.
Tidak, kami tidak membenci orang yang memfitnah kami. Memang benar, benci atau tidaknya seseorang bukan dilihat dari satu sisi. Tolak ukur kebencian tergantung dari pola pikir individu. Ada yang menganggap fitnah yang didapatnya adalah bualan, sehingga mereka tidak memikirkan tuduhan yang diberikan orang lain kepada mereka. Tapi, ada juga orang yang mudah tersinggung dan menganggap orang yang menuduhnya adalah musuh. Dan itulah hal yang saya benci.
Nasehat untuk kita. Jadi orang jangan suka menuduh. Bercerminlah dahulu. Siapa tau ternyata kita lebih buruk dari orang atau kelompok yang akan kita tuduh. Bicaralah baik-baik, dan gunakan kata atau ucapan menyindir yang baik bila kita sedang menuduh orang. Jangan terlalu terbawa emosi dan nafsu ketika kita mencoba melakukan tuduhan. Bahaya! Dan kalau mau menuduh, berikan bukti nyata. Karena tuduhan yang tanpa bukti adalah omong kosong.

Hentikan Celaan, Jaga Kehormatan Sesama Muslim

hentikan celaanSyaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menutup pembahasan akidah dalam risalahnya yang terkenal “Al Aqiidah al Waasithiyyah” dengan fasal yang membahas tentang akhlak yang mulia. Ini menunjukkan, bahwa seharusnya akhlak yang mulia menjadi karakter kuat yang ada pada diri para penganut akidah yang lurus. Maka sungguh ironis, jika ada orang yang mengaku bermanhaj dan berakidah lurus, namun ternyata akhlaknya buruk; gemar mencela, merendahkan, menghina dan suka memberi gelar-gelar buruk kepada sesama.
Belakangan ini, keindahan manhaj salaf yang mulia ini kembali tercoreng karena sepak terjang sosok-sosok para pencela. Ajaibnya mereka menjadikan celaan sebagai agama. Tidak peduli kehormatan saudaranya terhina, gelar-gelar buruk dan caci maki sangat ringan di lisan mereka. Padahal, mencela dan menjatuhkan kehormatan orang lain sangat bertentangan dengan syariat. Kehormatan adalah satu dari lima dasar kebutuhan primer (al kulliyaatu al khams) manusia yang dijaga keutuhannya oleh syariat. Diantaranya dengan diharamkannya perbuatan mencela dan menghina sesama.
Larangan Mencela
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ
“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian..” (HR Bukhari Muslim)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Hujarat [49]: 11)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ ، وَقِتَالُهُ كُفْرٌ
“Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya kekufuran.” (HR Bukhari Muslim)
Celaan adalah bentuk menyakiti sesama. Syariat pun melarang perbuatan menyakiti orang lain.
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al Ahzab [33]: 58)
Celaan dan hinaan semakin besar jika ia berupa tuduhan kepada seseorang dalam hal agamanya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَرْمِي رَجُلٌ رَجُلاً بِالفِسْقِ أَوِ الكُفْرِ ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ ، إنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كذَلِكَ
“Tidaklah seseorang menuduh orang lain dengan kefasikan atau kekufuran, melainkan akan kembali kepadanya tuduhan tersebut jika yang dituduhnya tidak demikian.” (HR Bukhari)
Dalam rangka mencegah perbuatan buruk ini, syariat juga menetapkan bahwa orang yang pertama mencela lebih besar dosanya dari dua orang yang saling mencela.
الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالاَ فَعَلَى الْبَادِئِ مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ
“Dua orang yang saling mencela, maka dosa yang dikatakan keduanya akan ditanggung oleh orang yang pertama kali memulai, selama yang terzalimi tidak melampuai batas.” (HR Muslim)
Sebagaimana menyakiti orang lain dengan tangan dilarang oleh syariat, begitu pun kezaliman dengan lisan juga dilarang. Semakin seorang muslim jauh dari perbuatan tercela tersebut, akan semakin tingginya derajatnya dalam Islam.
Ketika Rasulullah ditanya siapakah muslim yang utama, beliau menjawab, “Yaitu orang yang selamat kaum muslimin dari tangan dan lisannya.” (HR Bukhari Muslim) (Lihat “Maqaashidu Asy Syarii’ah Al Islaamiyyah fil Muhaafadzah ‘alaa Dharuurati al ‘Ardh”, hal. 23-25, Karya Syaikh Dr. Sa’ad Asy Syatsry)
Mencela Karena Benar dan Ada Maslahat
Para ulama mengatakan, larangan mencela dalam dalil-dalil yang umum diatas dikecualikan jika orang yang dicelanya memang benar-benar memiliki sifat-sifat tercela dan terdapat maslahat di dalam mencelanya. Mari kita simak penjelasan al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berikut,
“Hadis ini (larangan menuduh fasik dan kafir) menunjukkan barang siapa yang berkata kepada orang lain “engkau fasik” atau “engkau kafir”, jika orang tersebut tidak demikian, maka yang berkata lebih berhak dengan sifat-sifat tersebut. Namun jika demikian keadaannya, sifat tersebut tidak kembali kepada si penuduh, karena berarti ia benar dalam perkataannya.
Akan tetapi, tidak menjadi fasik dan kafir bukan berarti ia bebas dari dosa dengan kata-katanya “engkau fasik” atau “engkau kafir”. Karen daalam permasalahan ini ada rinciannya. Jika ia bermaksud untuk menasehatinya atau menasehati orang lain dengan menjelaskan keadaannya, hal itu dibolehkan. Namun jika ia bermaksud untuk sekedar mencemooh, menebar keburukannya dan sekedar menyakitinya, maka hal itu tidak boleh. Karena yang diperintahkan (pada asalnya) adalah menutupi aibnya, mengajarkannya dan menasehatinya dengan cara yang baik. Selama hal itu dapat dilakukan dengan cara yang lembut, tidak boleh baginya melakukan itu dengan cara kasar. Karena itu akan menjadi sebab ia semakin menjadi-jadi dan terus dalam perbuatan itu, sebagaimana tabiat kebanyakan manusia yang kerap menjaga gengsinya. Apalagi jika orang yang memerintahnya (menasihatinya) lebih rendah kedudukannya dari orang yang diperintah (dinasehati). (Lihat Fathu al Baary: 10/381, Cet. al Maktabah as Salafiyyah)
Namun hendaknya diperhatikan, bahwa pengecualiaan ini tidak seharusnya dijadikan pokok. Pengecualian adalah pengecualian yang hanya dilakukan dalam kondisi dan situasi tertentu.
Pertama, dalam orang yang dicela memang benar-benar terdapat sifat tercela. Maka, ia tidak boleh mencela sebelum ia memastikan bahwa:
(1) Yang dilakukan oleh orang tersebut adalah benar-benar perbuatan tercela, dan
(2) Perbuatan itu benar-benar terjadi kepada orang tersebut.
Kedua, dengan mencelanya akan mendatangkan maslahat, baik untuk orang yang dicela atau dalam rangka menjelaskan kepada manusia keadaan buruk orang yang dicelanya. Maka, ia tidak boleh mencela sebelum ia benar-benar memastikan bahwa dengan mencelanya akan menimbulkan kemaslahatan, bukan malah mendatangkan mafsadah lebih besar. Oleh karena itu, Allah melarang umat Islam mencela sesembahan-sesembahan orang musyrik, jika dengan mencelanya akan menimbulkan mafsadah yang lebih besar sehingga orang-orang musyrik mencela Allah.
وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’aam [6]: 108)
Menyoal Kenyataan
Kenyataannya, para pencela yang mengatasnamakan agama dan “manhaj murni” itu kerap tidak mengindahkan aturan pengecualian diatas. Mereka sering kali mencela tanpa tastabbut dan tabayyun dalam hal benar atau tidaknya perbuatan tercela itu dilakukan orang yang menjadi objek celaannya. Jika pun perbuatan yang membuat ia mencela benar-benar dilakukan, maka sering kali mereka juga mencela karena alasan-alasan yang tidak dibenarkan. Seperti mencela karena permasalahan yang masih dalam lingkup ijtihadiyyah. Padahal, dalam ilmu jarh wat ta’dil pun, celaan (jarh) tidak boleh dilakukan karena permasalahan ijtihadiyyah yang diperbolehkan.
Abu Hatim Ar Razy berkata, “Aku menyebut orang-orang yang meminum nabidz (arak dari kurma) dari kalangan ahli hadis Kufah, aku menyebut beberapa diantara mereka kepada Ahmad bin Hanbal.” Beliau berkata, “Ini adalah kesalahan mereka. Akan tetapi tidak gugur keadilan mereka disebabkan karena kesalahan mereka ini.” (Al Jarh wat Ta’diil: 2/26 dinukil dari al Khabar al Tsabit, hal. 17 Maktabah Syamilah)
Nabidz adalah arak yang terbuat dari kurma. Jumhur ulama mengatakan bahwa ia hukumnya sama dengan khamr. Tidak demikian dengan orang-orang Kufah, mereka memiliki ijtihad tersendiri dalam masalah ini, mereka tidak menganggapnya sebagai khamr. Imam Ahmad mengatakan bahwa menjarh (mencela) ahli hadis Kufah karena mereka minum nabidz tidak boleh, karena mereka terjerumus dalam kesalahan ini disebabkan ijtihad mereka, bukan karena hawa nafsu.
Mari kita simak nukilan-nukilan berikut dari kitab “al Qaulu asy Syaadz wa Atsaruhu fil Futyaa.” :
Sufyan Ats Tsaury berkata, “Jika engkau melihat seseorang mengamalkan suatu amalan yang diperselisihkan, sementara engkau berpendapat yang lain, maka jengan engkau larang ia.” (Hilyatul Auliyaa: 6/368)
Khatib al Baghdady juga meriwayatkan dari Sufyan bahwa ia berkata, “Apa yang diperselisihkan para ulama fikih maka aku tidak melarang seorang pun dari ikhwanku untuk mengambilnya.” (al Faqiih wal Mutafaqqih: 2/69)
Yahya bin Sa’id berkata, “Para mufti terus berfatwa menghalalkan ini dan mengharamkan itu. Yang menghalalkan tidak memandang bahwa yang mengharamkan telah binasa karena menghalalkannya, dan yang menghalalkan tidak memandang bahwa yang mengharamkan telah binasa karena mengharamkannya.” (Jaami’ Bayaan al Ilmi wa Fadhlihi: 2/902-903)
Imam Nawawi berkata, “Kemudian para ulama hanya mengingkari permasalahan yang diijmakkan, adapun yang diperselisihkan, maka tidak ada pengingkaran.” (Syarh An Nawawi ‘alaa Muslim: 2/23)
As Suyuthi menyebutkan sebuah kaidah dalam masalah ini dan berkata, “Masalah yang diperselisihkan tidak diingkari, yang diingkari adalah yang diijmakkan.” (Al Asybaah wa An Nadzaa`ir: 107)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Permasalahan-permasalahan ijtihad, orang yang beramal di dalamnya dengan pendapat sebagian para ulama, maka tidak diingkari dan tidak dihajr (boikot).” (Majmuu’ al Fatawa: 20/207)
Beliau juga berkata, “Permasalahan-permasalahan ijtihadiyyah seperti ini tidak diingkari dengan tangan dan tidak boleh bagi seorang pun mengharuskan orang lain untuk mengikutinya dalam masalah tersebut. Ia hanya boleh berbicara dengan argumentasi ilmiah. Bagi yang jelas untuknya benarnya salah satu pendapat, maka ia ikuti. Dan bagi yang taklid kepada pendapat yang lain, maka tidak ada pengingkaran untuknya.” (Majmuu’ al Fatawa: 30/80)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Jika permasalahan tersebut adalah ijmak, maka tidak ada perselisihan (dalam mengingkarinya), adapun dalam masalah-masalah ijtihad, kalian mengetahui bahwa tidak ada pengingkaran bagi orang yang menempuh ijtihad.” (Ad Durar As Saniyyah: 1/43, Lihat nukilan-nukilan yang lain di “al Qaulu asy Syaadz wa Atsaruhu fil Futyaa”, hal. 35-41)
Catatan: Tentu yang dimaksud adalah masalah ijtihadiyyah yang dibolehkan, yang tidak bertentangan dengan ijmak dan dalil yang sharih (jelas penunjukkannya). Masalah ijtihadiyyah juga boleh dibahas dan dijelaskan kelemahan salah satu pendapatnya, tanpa mencela orang yang mengambil pendapat tersebut.
Jika pun seseorang benar-benar terjatuh pada kesalahan yang nyata, maka perlu juga diingat bahwa mencela dan menjatuhkan kehormatan adalah cara paling terakhir dan dilakukan dengan pertimbangan matang atas maslahat yang diharapkan. Jika tidak, maka tetap cara yang ditempuh adalah nasehat dengan lembut sebagai pokok atau asal.
Mudah-mudahan Allah menjaga kita semua dari buruknya akhlak, kesesatan dan kelemahan.
Abu Khalid Resa Gunarsa – Rancabogo, Subang, 27 April 2013

PENABUR DAN PENYEBAR FITNAH

JANGAN TABUR FITNAH DAN MEMPERCAYAINYA

Tabur fitnah atau adu domba merupakan sesuatu perkara yang amat mudah untuk dilakukan, namun kesan dosanya amatlah besar di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Imam al-Bukhari di dalam kitab Sahihnya meletakkan terjemahan atau tajuk bab hadith adu domba dengan katanya ‘باب النميمة من الكبائر’ (Bab Umpatan ialah antara dosa-dosa besar), maka kata beliau ini jelas menunjukkan bahawa perbuatan menabur fitnah, adu domba dan umpatan ini diketogarikan sebagai dosa-dosa besar di dalam agama.
Terdapat banyak nas dari Kitab Allah SWT dan hadith-hadith Rasulullah yang menceritakan perihal perbuatan yang keji ini antaranya firman Allah SWT di dalam surah al-Nur, ayat 19:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maksudnya: Sesungguhnya orang-orang yang suka menghebah tuduhan-tuduhan yang buruk dalam kalangan orang-orang yang beriman, mereka akan beroleh azab seksa yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat; dan (ingatlah) Allah mengetahui (segala perkara) sedang kamu tidak mengetahui (yang demikian).
Ayat suci di atas secara jelasnya mengecam mereka yang suka mereka-reka cerita lalu menyebarkan pada orang lain dengan ancaman siksa yang amat dahsyat.
Secara kebiasaannya fitnah yang timbul disebabkan perasaan sangka buruk terhadap seseorang yang dibenci atau tidak disukai, maka timbullah idea untuk memburukkan seseorang itu dengan melontarkan fitnah dan tuduhan ke atasnya. Oleh kerana itu, Baginda Sallallahu ‘alaihi wa sallam memberi amaran agar menjauhi sifat begini, sepertimana hadith meriwayatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ” إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ، فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوا، وَلاَ تَجَسَّسُوا، وَلاَ تَحَاسَدُوا، وَلاَ تَدَابَرُوا، وَلاَ تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا “. متفق عليه
Abu Hurairah RA meriwayatkan dari Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam, bahawa baginda SAW telah bersabda, “Berhati-hati dengan syak wasangka, kerana syak wasangka adalah sepalsu-palsu cerita, jangan mencari-cari kesalahan orang lain, jangan mengintip, jangan saling berhasad dengki, jangan kamu putus hubungan antara satu sama lain, jangan saling marah memarahi(membenci) dan jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara(di antara kamu). ” Hadith riwayat Imam al-Bukhari dan Imam Muslim.
Selalu sebahagian masyarakat mudah mempercayai sesuatu cerita lalu menyebarkan ia pada orang lain. Perkara sebegini sering menyebabkan fitnah atau cerita palsu mengenai seseorang tersebar dengan mudah. Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi amaran akan perbuatan ini, sepertimana sepotong hadith ada menyebut:
حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ, رواه مسلم في مقدمة صحيحه, باب النهي عن الحديث بكل ما سمع
Hafs bin ‘Asim meriwayatkan bahawa Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah bagi orang itu disebut sebagai pembohong jika ia membicarakan dengan setiap apa yang dia dengar”. Hadith riwayat Imam Muslim.
Dalam riwayat lain menyebut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ. رواه أبو داود في كتاب الأدب, باب في التشديد في الكذب
Abu Hurairah meriwayatkan bahawa Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah bagi orang itu berdosa jika ia membicarakan dengan setiap apa yang dia dengar”. Hadith riwayat Imam Abu Daud.
Imam Ali al-Qari menjelaskan maksud hadith di atas di dalam kitabnya ‘Mirqah al-Mafatih Syarh Miskah al-Masabih’:
لو لم يكن للمرء كذب إلا تحديثه بكل ما سمع من غير تيقن أنه صدق أم كذب ، لكفاه من الكذب أن لا يكون بريئا منه ، وهذا زجر عن التحديث بشيء لم يعلم صدقه
“Seseorang itu tidak dikira menipu melainkan jika dia menyampaikan apa sahaja yang dia dengan tanpa rasa yakin samaada perkara itu benar atau tipu. Seseorang itu dikira sebagai penipu jika dia tidak berlepas tangan darinya(menyampaikan apa sahaja yang didengari). Ini adalah larangan menyampaikan sesuatu yang dia tidak mengetahui kebenarannya.”
BALASAN DAN AZAB PENGADU DOMBA ATAU PENYEBAR FITNAH.
firman Allah SWT di dalam surah al-Nur, ayat 19:
إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
Maksudnya: Sesungguhnya orang-orang yang suka terhebah tuduhan-tuduhan yang buruk dalam kalangan orang-orang yang beriman, mereka akan beroleh azab seksa yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat; dan (ingatlah) Allah mengetahui (segala perkara) sedang kamu tidak mengetahui (yang demikian).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ { مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ ، فَقَالَ : إنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا : فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ ، وَأَمَّا الْآخَرُ : فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ فَأَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً ، فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ، فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا ؟ قَالَ : لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا. رواه البخاري في صحيحه, كتاب الجنائز, باب الجريد على القبر
Dari Abdullah Ibnu Abbas RA, “Suatu hari Nabi Sallallahu ‘alaihi wa sallam melalui dua buah kubur, lalu bersabda, ‘Sesungguhnya kedua-dua ahli kubur diazab di dalam kubur, kedua-duanya tidak diazab kerana dosa besar. Salah seorang dari mereka tidak istibrak dari kencing, manakal seorang lagi berjalan menyebarkan fitnah dan umpatan’. Maka baginda Sallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil pelepah tamar dan mematahkan kepada dua bahagian dan menanam setiap satu pada setiap kubur. Lalu para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam, mengapa kau lakukan begitu?’ Lalu baginda bersabda, “Moga-moga ia dapat meringankan azab mereka selagimana ia tidak kering””.
همام بن الحارث قال: كُنَّا جُلُوسًا مَعَ حُذَيْفَةَ فِي الْمَسْجِدِ فَجَاءَ رَجُلٌ حَتَّى جَلَسَ إِلَيْنَا فَقِيلَ لِحُذَيْفَةَ إِنَّ هَذَا يَرْفَعُ إِلَى السُّلْطَانِ أَشْيَاءَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ إِرَادَةَ أَنْ يُسْمِعَهُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ. رواه مسلم, كتاب الإيمان, باب بيان غلظ تحريم النميمة
Hammam bin al-HaritH berkata, “Kami pernah duduk-duduk bersama Hudzaifah RA di dalam masjid, maka seorang lelaki datang sehingga duduk menghadap kami. Lalu dia berkata kepada Hudzaifah RA, ‘Sesungguhnya orang ini menyampaikan suatu berita kepada penguasa.’ Maka Hudzaifah RA berkata dengan maksud agar lelaki itu mendengarnya, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak masuk syurga orang yang suka mengadu domba’.” Hadith riwayat Imam Muslim.
عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ حُذَيْفَةَأَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَجُلًا يَنُمُّ الْحَدِيثَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ. رواه الإمام أحمد في مسنده, في باقي مسند الأنصار, حديث حذيفة بن اليمان عن النبي صلى الله عليه وسلم
Abu Wa’il meriwayatkan dari Hudzaifah RA bahwa telah sampai berita kepadanya, bahwa seorang laki-laki mengadu domba suatu pembicaraan, maka Hudzaifah RA berkata, “Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba’.”
Akhir sekali, jika anda difitnah dan dituduh dengan pelbagai tomahan dan berita yang tidak benar mengenai anda, maka pujuk lah diri anda dengan ucapan, “Ssesungguhnya saya berpuasa”. Sabda Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ. رواه البخاري في صحيحه, كتاب الجنائز, باب هل يقول إني صائم إذا شتم
Maksudnya: “Apabila hari seseorang itu berpuasa maka janganlah dia mengeluarkan kata-kata tidak senonoh dan janganlah dia menengking. Sekiranya ada orang yang memakinya atau mahu bertengkar dengannya maka hendaklah dia memberitahu bahawa saya sedang berpuasa.” Hadith riwayat Imam al-Bukhari.
Abu Ruqayyah Ba ‘Alawi, 18 Ramadan 1434
Kuala Lumpur

Rabu, 24 Jun 2009

DOSA BESAR KE 46:FITNAH / MENGADU DOMBA

MENGADU DOMBA /FITNAH (Peringatan Daripada Peristiwa Isra‘ dan Mi‘raj)
(Petikan/ Ringkasan Huraian dari kitab al-Kabaair yang disampaikan oleh Ustaz Muhamad Naim dalam kuliah di Surau Al-Ansar Rampaisari pada 16 Jun dan 23 Jun 2009)

Mengadu domba merupakan perbuatan yang boleh mengakibatkan persengketaan dan perbalahan antara dua belah pihak. Sikap suka menyampaikan cerita atau menyampaikan percakapan satu pihak kepada pihak yang lain dengan tujuan yang tidak baik sehingga menimbulkan perasaan tidak senang di hati pihak yang lain, dan akhirnya membawa kepada perselisihan faham antara kedua belah pihak adalah sama dengan menabur fitnah.

Dalam peristiwa Isra‘ dan Mi‘raj, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyaksikan segolongan lelaki dan wanita yang memotong satu potongan daging daripada salah seorang dari mereka. Kemudian mereka meletakkan potongan daging tersebut pada mulut salah seorang dari mereka dan berkata kepadanya: “Makanlah sepertimana yang aku makan”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bertanya: “Wahai Jibril, siapakah mereka itu?” Jibril ‘alaihisalam menjawab: “Mereka inilah pengumpat, pencela serta pengadu domba”.

Mengadu domba adalah maksud dari perkataan Arab an-namimah. An-namimah berasal dari perkataan an-namma yang bererti mengeluarkan berita dengan tujuan menghasut.

Dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiah al-Muyassarah, an-namimah bermaksud memindahkan atau menyampaikan berita pada orang lain dengan tujuan yang tidak baik.

Menurut Imam al-Ghazzali Rahimahullah, perkataan an-namimah pada kebanyakan pendapat adalah menyampaikan percakapan orang lain kepada orang yang dikatakan. Contoh: Seseorang berkata kepada seseorang yang lain “ Si Fulan mengatakan tentang engkau begini begini”.

Contoh ucapan atau kata-kata lain yang menggambarkan tentang perbuatan mengadu domba, antaranya: “Dia melakukan begini terhadap hakmu”, “dia merancang untuk merosakkan urusan kamu”, “dia merancang untuk membantu musuh kamu” atau “dia memburuk-burukkan tentang hal dirimu”.

Hukum Mengadu Domba

Ulama bersepakat bahawa mengadu domba termasuk antara dosa-dosa besar. Imam al-Ghazzali Rahimahullah menyatakan bahawa mengadu domba adalah dilarang kerana ianya mendedahkan sesuatu perkara yang tidak boleh didedahkan samada perkara itu tidak disukai oleh orang yang mengatakannya atau orang yang mendengarnya atau tidak disukai oleh orang yang ketiga (orang yang dikatakan).

Perbuatan yang dianggap mendedahkan sesuatu perkara itu adalah samada dengan kata-kata atau dengan tulisan atau dengan isyarat atau dengan gerak-geri, samada yang disampaikan itu daripada perbuatan atau percakapan, samada ianya tentang keaiban atau kekurangan pada diri orang yang dikatakan.

Hakikat mengadu domba ialah mendedahkan atau membuka rahsia seseorang yang dia sendiri tidak suka orang lain mengetahuinya. Maka jika seseorang itu melihat sesuatu perkara (hal ehwal orang lain) hendaklah dia mendiamkan diri sahaja tanpa perlu menyebarkannya pada orang lain.

Walau bagaimanapun jika dengan menceritakan sesuatu perkara itu mendatangkan faedah kepada orang Islam atau dapat mencegah daripada berlakunya maksiat, maka tidaklah menjadi kesalahan jika dimaklumkan kepada yang lain. Contohnya: jika dia melihat seseorang mengambil harta orang lain, maka hendaklah dia menjadi saksi bagi melindungi hak orang yang empunya harta tersebut. Namun jika tujuan sebaliknya, perkara menceritakan hal atau percakapan orang lain dianggap sebagai mengadu domba.

Balasan Mengadu Domba

Mengadu domba merupakan salah satu daripada dosa-dosa besar kerana perbuatan ini akan mengakibatkan perkelahian antara dua belah pihak. Maka oleh kerana itu Allah Subhanahu wa Taala telah menjanjikan balasan azab yang pedih kepada golongan pengadu domba.

1. Firman Allah Subhanahu wa Taala yang menggambarkan tentang kecelakaan dan penghinaan bagi pengadu domba:

Tafsirnya: “Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pencaci dan pengeji.”(Surah Humazah: 1)

Penghinaan, azab serta kebinasaan dari Allah Subhanahu wa Taala bagi golongan pencaci dan pengeji. Pencaci dan pengeji menurut Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu: orang yang suka mengadu domba, merosakkan kasih sayang (sesama manusia) dan penzalim yang membuka keaiban (orang lain).

2. Firman Allah Subhanahu wa Taala lagi:

Tafsirnya: “Yang suka mencaci lagi yang suka menyebarkan fitnah hasutan (untuk menjahilkan orang ramai).” (Surah al-Qalam: 11-13)

Maksud ayat di atas ialah golongan yang suka mencaci dan menyebarkan fitnah untuk merosakkan orang lain dan ini tergolong di dalam perbuatan mengadu domba. Golongan ini tidak akan memasuki syurga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Huzaifah Radhiallahu ‘anhu, bahawa beliau mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

Maksudnya: “Tidak masuk syurga orang yang suka mengadu domba”(Hadis riwayat Muslim)

3. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat, Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma, bahawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam berjalan pada suatu tempat lalu mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya.

Maksudnya: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Dua orang (yang berada dalam kubur ini) disiksa, tapi bukan disiksa kerana melakukan dosa besar.”

Baginda Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Ya, salah seorang daripada keduanya itu tidak bersuci dengan bersih setelah berkencing, sementara yang satu pula berjalan (di kalangan manusia) dengan mengadu domba”.”(Hadis riwayat al-Bukhari)

Bedasarkan al-Qur’an dan hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, mengadu domba itu adalah haram dan neraka adalah tempat mereka sebagai balasan daripada Allah Subhanahu wa Taala. Adalah menjadi kewajipan kita untuk tidak melakukan perbuatan tersebut dan menolak jika di datangi oleh golongan yang suka melakukan sedemikian.

Cara Menolak Jika Didatangi Oleh Pengadu Domba

1) Jangan mempercayainya, kerana orang yang suka mengadu domba adalah orang yang fasik. Orang yang fasik ialah orang yang ditolak kesaksiannya (syahadah). Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Tafsirnya: “Wahai orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini dengan sebab kejahilan kamu mengenainya sehingga menyebabkan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan.”(Surah al-Hujurat: 6)

2) Melarangnya supaya tidak mengadu domba dan menasihatinya serta mencela perbuatannya itu sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala:

Tafsirnya: “Suruhlah berbuat kebaikan, serta laranglah dari melakukan perbuatan yang mungkar.”(Surah al-Luqman:17)

3) Hendaklah membenci perbuatan mengadu domba itu kerana Allah Subhanahu wa Taala. Sesungguhnya perbuatannya itu sangat dibenci oleh Allah Subhanahu wa Taala. Maka wajib kita membenci perbuatannya sebagaimana Allah Subhanahu wa Taala membenci perbuatan tersebut.

4) Janganlah bersangka buruk terhadap sesama saudara dalam Islam yang tiada pada ketika itu. Firman Allah Subhanahu wa Taala:

Tafsirnya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang), kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa.”(Surah al-Hujuraat: 12)

5) Tidak perlu memperbesar-besarkan apa yang disampaikan kepada kamu dengan mengintip atau mencari (keburukan) untuk memastikan (apa yang disampaikan), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Taala:

Tafsirnya: “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan dan keaiban orang.”(Surah al Hujuraat: 12)

6) Jangan kamu menerima apa yang kamu sendiri tidak suka dan melarang dari perbuatannya. Dan jangan disampaikan pula cerita tersebut pada yang lain, contohnya kamu berkata: “Si Fulan memberitahu kepadaku begini”. Perkara seumpama ini juga dianggap sebagai mengadu domba dan mengumpat. Maka dalam keadaan ini, kamu sendiri melakukan apa yang kamu sendiri melarang (orang lain melakukannya).

Peliharalah lidah daripada melakukan perkara-perkara yang ditegah oleh syariat, seperti mengadu domba atau menyebar fitnah kerana ia merosakkan perhubungan sesama insan. Takutlah terhadap balasan mengadu domba itu. Balasannya adalah api neraka sebagaimana yang diperlihatkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam pada malam Isra‘ dan Mi‘raj.

WALLAHUA'LAM..SELAMAT BERAMAL

Hukum Menabur Fitnah & Menyebarkan Keburukan Orang

Source Extracted from Google
Terang2 cakap, saya ni bukanlah ustazah... dan saya ni bukanlah sempurna...cuma apa yang saya rasakan betul dan ilmu yang saya dapat, saya sekadar berkongsi dengan uols. Hu hu hu... nak kata diri sempurna... masih belum lagi, dan x ada seorang pun manusia yang sempurna dalam dunia ni, sebab kita hamba Allah... kita bukanlah siapa2 nak riak, nak berbangga, or menunjuk2 kita orang baik... dan saya pun x nak mengaku yang saya baik sebab saya x boleh nak nilai diri sendiri dari sudut itu... Orang yang melihat, orang yang memerhati lebih tahu dari diri kita sendiri... bagi saya sendiri, dalam perjalanan hidup ni masih banyak lagi yang perlu saya perbaiki dan istiqomah diri... saya masih belajar, mencari dan cuba memperbaiki diri... 
Sekadar perkongsian dari pembacaan dari seorang kakak yang telah lama saya kenal dari tempat saya pernah bekerja dulu...
Rasulullah SAW menjelaskan, tatkala ditanya oleh seorang sahabat, "Wahai Rasulullah, apakah itu ghibah?" Lalu jawab Baginda, "Menyebut sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu di belakangnya!". Kemudian Baginda ditanya lagi, "Bagaimana sekiranya apa yang disebutkan itu benar?" Jawab Baginda, "Kalau sekiranya apa yang disebutkan itu benar, maka itulah ghibah, tetapi sekiranya perkara itu tidak benar, maka engkau telah melakukan buhtan (pembohongan besar)." ~ Hadith Riwayat Muslim, Abu Daud dan At-Tarmizi.
Ghibah maksudnya menyebut keburukan orang lain walaupun benar. Buhtan maksudnya memfitnah dan mengada-adakan keburukan orang. Orang yang mendengar ucapan ghibah juga turut memikul dosa ghibah kecuali dia mengingkari dengan lidah atau menerima dengan hatinya (yakni tidak menyampaikan cerita itu). Bila ada kesempatan, maka lebih utama baginya mengalihkan ghibah tersebut dengan pembicaraan yang lebih manfaat. 
Ghibah bukan hanya pada ucapan lidah, tetapi setiap gerakan, isyarat, ungkapan, celaan, tulisan atau gelaran yang berbaur hinaan. Mendengar ghibah dengan sikap kagum dan menyetujui apa yang dikatakannya, hukumnya sama dengan ghibah. Pahala amal kebaikan orang yang melakukan ghibah akan diberikan kepada orang yang menjadi sasaran ghibahnya. Islam mengharamkan dan melarang ghibah kerana ia boleh mengakibatkan putus ukhwah, rosak kasih sayang, timbul permusuhan, tersebar aib dan lahir kehinaan. Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Seseorang hamba yang membicarakan sesuatu yang belum jelas baginya (hakikat dan akibatnya), akan dilempar ke neraka jahanam sejauh antara timur dan barat." ~ Riwayat Muslim
Perkataan "fitnah" berasal daripada bahasa Arab yang bermaksud kekacauan, bencana, cubaan dan penyesatan. Fitnah sering dimaksudkan dengan berita bohong atau tuduhan yang diada-adakan untuk membinasakan seseorang. Al-Quran dalam surah al-Hujarat ayat 12 jelas menghuraikan persoalan fitnah. 
"Wahai orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan janganlah sesetengah kamu mengumpat sesetengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu patuhilah larangan2 tersebut) dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah Penerima Taubat lagi Maha Mengasihani".
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud: "Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik dan kalau tidak, hendaklah diam." ~ Riwayat Bukhari dan Muslim. 
Rasulullah SAW ditanya tentang kelakuan apakah yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam syurga. Jawab Baginda "Taqwa kepada Allah dan keindahan akhlak, dan ketika Baginda ditanya: "Apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka." Baginda  menjawab: "Kejahatan mulut dan kemaluan".
Allah telah memberi amaran kepada golongan yang suka berbohong dan berdusta di dalam firmanNya bermaksud: "Maka nyatalah bahawa tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang mereka-reka perkara2 yang dusta terhadap Allah, dan mendustakan kebenaran sebaik2 sahaja kebenaran itu disampaikan kepadanya. Bukankah (telah diketahui bahawa) dalam neraka jahanam disediakan tempat tinggal bagi orang2 kafir?" ~ Surah az-Zumar ayat 32.
Allah berfirman bermaksud: "Mahukah Aku khabarkan kepada kamu, kepada siapakah syaitan2 itu selalu turun? Mereka selalu turun kepada tiap2 pendusta yang berdosa, yang mendengar sungguh2 (apa yang disampaikan oleh syaitan2 itu) sedangkan kebanyakan beritanya adalah dusta." ~ Surah asy-Syuras' ayat 221-223. 
Sabda Rasulullah SAW bermaksud: "Sesiapa mengawal lidahnya (daripada memperkatakan kehormatan orang) maka Allah akan menutup kecelaannya (hal2 yang memalukan). Sesiapa yang menahan kemarahannya, Allah akan melindungi daripada seksa Nya. Dan sesiapa yang meminta kelonggarannya kepada Allah, maka Allah akan menerima permintaan kelonggarannya." ~ Hadith Riwayat Ibnu Abib-Duanya. 
Hadis Rasulullah SAW diriwayatkan daripada Huzaifah RA katanya: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Tidak akan masuk syurga orang yang suka menabur fitnah."
Allah SWT meletakkan dosa membuat fitnah lebih buruk kesannya daripada membunuh. Firman Allah bermaksud: "... fitnah itu besar (dahsyat) dari melakukan pembunuhan..." ~ Surah al-Baqarah, ayat 217.
Oleh itu, hidup ni janganlah asyik mencari keburukan orang jer, asyik suka memfitnah demi mencari kepuasan diri agar diri berkuasa dan ingin dipercayai. Kuasa di dunia xlah hebat...carilah keredhaan Allah SWT, jangan asyik dok nak fitnah sana sini jew ye! Peringatan ini khusus untuk diri saya dan juga kepada kawan2 di luar sana.

Hukum Menyebar Berita Berunsur Fitnah


Perkataan "fitnah" berasal daripada bahasa Arab yang bermaksud kekacauan, bencana, cubaan dan penyesatan. Fitnah sering dimaksudkan sebagai berita bohong atau tuduhan yang diada- adakan untuk membinasakan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan atau kebenaran.

Islam mempunyai kaedah lebih ketat bagi memastikan kebenaran sesuatu berita supaya tidak terperangkap dengan berita berunsur fitnah. Wajib bagi Muslim menghalusi setiap berita diterima supaya tidak terbabit dalam kancah berita berunsur fitnah. Sebarang berita diterima perlu dipastikan kesahihannya. Kebijaksanaan dan kewarasan fikiran amat penting digunakan bagi memastikan tidak terpedaya dengan berita berunsur fitnah.
Firman Allah bermaksud: “Wahai orang yang beriman, jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidik (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara tidak diingini, dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menyebabkan kamu menyesali perkara yang kamu lakukan.” (Surah al-Hujurat, ayat 6)
Banyak pihak yang turut terbabit menyebar fitnah sebenarnya tidak mempunyai sebarang kepentingan berkaitannya. Tetapi, disebabkan amalan menyebar fitnah sudah menjadi kebiasaan, banyak yang turut menyertainya dan seperti mendapat kepuasan daripada perbuatan itu. Fitnah biasanya disebarkan bertujuan memburukkan individu atau kumpulan. Pada masa sama, perbuatan itu dapat menonjolkan dirinya sebagai lebih baik dan lebih layak berbanding orang yang diburukkan itu.
Dosa membuat fitnah digolongkan sebagai dosa sesama manusia. Justeru, dosa itu tidak akan diampunkan Allah, melainkan orang yang difitnah itu memberi keampunan terhadap perbuatan itu. Mungkin ramai menyangka perbuatan menyebarkan berita fitnah sekadar satu kesalahan kecil. Sebab itu, perbuatan seumpamanya dilakukan seperti tiada apa merugikan.
Hakikatnya, dosa membuat fitnah menjauhkan diri dari syurga.
Sabda Rasulullah SAW bermaksud: “Tidak masuk syurga orang yang suka menyebarkan fitnah.” (Hadis riwayat Bukhari dan Muslim). Dosa menyebar fitnah umpama api membakar ranting kering kerana ia cepat merebak dan akan menjadi abu sepenuhnya. Dosa menyebar fitnah menyebabkan pahala terdahulu dihilangkan sehinggakan penyebar fitnah akan menjadi muflis di akhirat nanti.
Penyebar khabar angin biasanya menyebut perkataan ‘dengar khabar’ mengenai berita yang disebarkan. Bagaimanapun, apabila berita tersebar daripada seorang ke seorang, maklumat yang belum sahih itu sudah hilang dan kemudian disebarkan seperti berita benar. Dalam Islam, sesuatu berita benar tetap tidak boleh disebarkan jika orang yang berkaitan cerita itu tidak mahu ia disebarkan kepada orang lain. Menyebarkan berita benar tetap dilarang, inikan pula menyebarkan berita tidak benar.
Imam Ghazali dalam buku Ihya Ulumuddin menjelaskan perbuatan membocorkan rahsia orang lain dan menjejaskan kehormatannya dengan cara membuka rahsianya yang tidak mahu diketahui orang lain dianggap sebagai perbuatan mengadu-domba dan fitnah.
Mengenai berita benar dan berita tidak benar yang disebarkan tanpa kebenaran atau kerelaan orang berkaitan, Rasulullah SAW bersabda bermaksud: “Adakah kamu semua mengetahui apakah ghibah (mengumpat)?
Sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Lalu Baginda meneruskan sabdanya: Kamu berkata mengenai saudara kamu perkara yang tidak disenanginya.
Lalu ditanya oleh seorang sahabat: Walaupun saya berkata perkara yang benar-benar berlaku pada dirinya?’
Rasulullah bersabda lanjut: “Jika kamu berkata mengenai perkara yang benar-benar berlaku pada dirinya bererti kamu mengumpatnya, jika perkara yang tidak berlaku pada dirinya bererti kamu memfitnahnya.” (Hadis riwayat Abu Hurairah)
Larangan mencari dan membocorkan rahsia orang lain jelas dilarang Allah seperti dijelaskan dalam firman-Nya bermaksud: “Dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang lain.” (Surah al-Hujurat, ayat 12). Justeru, setiap Muslim perlu bijak menilai sesuatu berita bagi mengelak daripada menerima dan kemudian menyebarkan sesuatu berita berunsur fitnah.
Perkara pertama perlu diberi perhatian untuk memastikan kesahihan berita ialah memastikan sumber berita itu, yakni siapakah yang mula menyebarkan berita dan rantaian orang yang membawa berita itu.
Umat Islam tentu tidak lupa pada sejarah menyebabkan kematian khalifah ketiga kerajaan Islam di Madinah iaitu Uthman Affan, yang berpunca daripada fitnah disebarkan kumpulan ekstremis agama.
Penyebaran fitnah turut menjadi penyebab kepada peperangan sesama Islam atau perang saudara ketika zaman pemerintahan Saidina Ali dan zaman selepas itu. Fitnah juga meruntuhkan kekuatan Bani Umaiyah malah, sejarah kejatuhan empayar besar kerajaan Melayu Melaka tidak terkecuali kerana fitnah.
Ubat bagi penyakit hati ialah dengan memperbanyakkan taubat dan selalu berzikir.


Nota Kaki: Semoga Allah mengampunkan dosa2 aku, dosa2 orang yang menaburkan fitnah, dosa2 orang yang menerima berita fitnah, dosa2 orang2 sekeliling yang aku sayang dan mendengar doa2 orang yang teraniaya dan difitnah. Wallahu a’lam…
Sabtu, 28 Februari 2015

Siapa Yang Menabur Fitnah Dia Menabur Kebencian

Muralis Dunia islam Opini
   

munim-aw
Abdul Mun'im

FITNAH adalah berita negatif yang tidak sebenarnya dituduhkan kepada seseorang. Mengapa orang memfitnah, apa tujuannya, apa akibatnya dan bagaimana sikap orang lain menerima berita fitnah?
Orang yang memfitnah seseorang jelas karena dia punya rasa benci dan tidak suka kepada orang yang difitnahnya dan punya sifat penipu. Tujuannya agar orang lain yang menerima berita bohong itu ikut membenci orang yang difitnah. Akibatnya diharapkan agar yang difitnah mengalami kerugian. Kalau berdagang agar dagangannya tidak laku, kalau diorganisasi agar tidak dipercaya dan tidak dipilih lagi memegang amanah tertentu.
Bagaimana sikap orang menerima Fitnah? Semestinya setiap berita yang buruk yang kita terima, periksa terlebih dahulu siapa yang mengatakan dan apa yang dituduhkan. Jangan berita buruk dipercaya serta merta tanpa penyelidikan lebih lanjut dan sipenerima berita tanpa penyelidikan malah ikut pula menyebarkannya. Jika demikian yang terjadi, maka orang yang menerima berita sama saja jeleknya dengan orang yang memfitnah.
Bagaimana seharusnya perlakuan kita kepada orang yang memfitnah dan menyebarkannya? Menurut Hukum yang bersifat universal, setiap perbuatan seseorang yang dapat merugikan orang lain, maka orang tersebut dapat dihukum atau wajib memberikan ganti rugi atas akibat dari perbuatan itu.
Jangan hormati orang yang suka menebar fitnah. Sudah menebar fitnah ingin dihormati lagi, itu tidak pantas. Jangan biarkan fitnah membudaya di organisasi Al Washliyah sebagai organisasi Islam yang menjadi kelompok teladan di masyarakat, penyebar ajaran Islam, penjaga akhlaqul karimah dan perajut ukhuwah. Fitnah itu budaya Non Islam, biasa digunakan penjajah sebagai taktik dengan cara curang untuk mengalahkan musuhnya.
Bangun ajaran Islam untuk tetap mewarnai kehidupan orang-orang di lingkungan Al Washliyah. Karena itu jaga agar perbuatan masing-masing tidak mengundang fitnah.
Para aktifis Al Washliyah sehari-hari selalu berbuat jujur dan terbuka dalam berbagai urusan, terutama menyangkut masalah uang. Perbuatan sembunyi-sembunyi dapat mengundang fitnah. Katakan secara jujur dan terbuka kepada umum, darimana kita dapatkan uang atau barang berharga dan ke mana kita pergunakan. Pertanyaan yang sama akan muncul juga nanti pada pengadilan Allah SWT di akhirat kelak.
Kalau orang jujur tetap difitnah apa sikap kita? Tentu harus bertindak segera. Belalah kebenaran dan hukumlah kejahatan. Jika berita negatif itu ternyata benar, tentu itu bukan fitnah. Jika orang yang dituduh benar melakukan penyelewengan, maka dia harus siap menerima konsekuensinya. Tarik kepercayaan itu dari tangannya, jangan dibiarkan dan dipertahankan lagi dalam posisi memegang amanah.
Jika berita negatif itu ternyata benar, si pembawa berita itu tahu karena punya bukti yang sangat kuat memenuhi syarat sesuai hukumnya, tidak hanya berdasarkan kata orang, maka orang yang membawa berita itu malah perlu dilindungi, diberi penghargaan dan laporannya perlu ditindak lanjuti, karena dia sudah melakukan perbuatan mulia yaitu Nahi Mungkar. Wallahu a’lam.
Penulis; Abdul Mun’im Ketua PB Al Washliyah.
- See more at: http://kabarwashliyah.com/2015/02/28/siapa-yang-menabur-fitnah-dia-menabur-kebencian/#sthash.3YvNOq2A.dpuf

Hukum Menabur Fitnah

Ghibah dan Buhtan

• Rasulullah menjelaskan, tatkala ditanya oleh seorang sahabat, "Wahai Rasulullah, apakah itu ghibah?" Lalu jawab Baginda, "Menyebut sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu di belakangnya!" Kemudian Baginda ditanya lagi, "Bagaimana sekiranya apa yang disebutkan ltu benar?" jawab Baginda, "Kalau sekiranya apa yang disebutkan itu benar, maka itulah ghibah, tetapi jika sekiranya perkara itu tidak benar, maka engkau telah melakukan buhtan (pembohongan besar)."
(Hadis riwayat Muslim, Abu Daud dan At-Tarmizi).


• Ghibah-menyebut keburukan orang lain walaupun benar) amat buruk. Buhtan-memfitnah dan mengada-adakan keburukan seseorang). Orang yang mendengar ucapan ghibah juga turut memikul dosa ghibah, kerana dia masuk dalam ghibah itu sendiri. Kecuali dia mengingkarinya dengan lidah, atau menerima dengan hatinya. Bila ada kesempatan maka lebih utama baginya mengalihkan ghibah tersebut dengan pembicaraan lain yang lebih bermanfaat.

• Ghibah bukan hanya pada ucapan lidah, tetapi setiap gerakan, isyarat, ungkapan, sindiran, celaan, tulisan atau segala sesuatu yang dipahami sebagai hinaan. Mendengar orang yang sedang ghibah dengan sikap kagum dan menyetujui apa yang dikatakannya, hukumnya sama dengan ghibah. Pahala amal kebaikan orang yang melakukan ghibah akan berikan kepada orang yang menjadi sasaran ghibahnya. Islam mengharamkan dan melarang ghibah kerana boleh mengakibatkan putus ukhuwah, rosak kasih sayang, timbul permusuhan, tersebar aib, lahir kehinaan dan timbul keinginan untuk melakukannya.
Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud: "Seseorang hamba yang membicarakan sesuatu yang belum jelas baginya (hakikat dan akibatnya), akan dilempar ke neraka sejauh antara timur dan barat."
(Riwayat Muslim)

• Perkataan "fitnah" berasal daripada bahasa Arab yang bermaksud kekacauan, bencana, cubaan dan penyesatan. Fitnah sering dimaksudkan sebagai berita bohong atau tuduhan yang diada- adakan untuk membinasakan seseorang yang tidak sesuai dengan kenyataan atau kebenaran.

Al-Quran dalam surah al-Hujuraat ayat 12 dengan jelas menghuraikan persoalan fitnah.
"Wahai orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan keaiban orang; dan janganlah sesetengah kamu mengumpat sesetengahnya yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? (jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut) dan bertakwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat lagi maha Pengasihani".

• Rasulullah telah bersabda yang bermaksud: "Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik dan kalau tidak, hendaklah diam."
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Ini membawa maksud bahawa seseorang yang beriman itu perlu sentiasa mengawasi lidahnya dan apabila berkata hanya kepada perkara-perkara yang memberi kebaikan kepada dirinya dan orang lain. Kalau tidak dapat memberi sesuatu yang membawa kebaikan maka adalah lebih baik berdiam diri sahaja.

• Hadis riwayat Ahmad dan Tharani; "Barang siapa yang mengetahui ada orang mukmin dihina di depannya, ia harus membelanya, mempertahankan nama baik si mukmin itu. Apabila ia tidak mahu melakukan pembelaan itu, maka Allah s.w.t. akan menghinanya di depan orang ramai''.


• Rasulullah s.a.w. ditanya tentang kelakuan apakah yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam syurga. Jawab baginda: "Taqwa kepada Allah dan keindahan akhlak, dan ketika baginda ditanya: "Apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka?" Baginda menjawab: "Kejahatan mulut dan kemaluan".


• Allah memberi amaran kepada golongan yang suka berbohong dan berdusta di dalam firman-Nya bermaksud: "Maka nyatalah bahawa tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang mereka-reka perkara-perkara yang dusta terhadap Allah, dan mendustakan kebenaran sebaik-baik sahaja kebenaran itu disampaikan kepadanya. Bukankah (telah diketahui bahawa) dalam neraka jahanam disediakan tempat tinggal bagi orang-orang kafir?"
(Surah az-Zumar ayat 32).

• Allah berfirman bermaksud: "Mahukah Aku khabarkan kepada kamu, kepada siapakah syaitan-syaitan itu selalu turun? Mereka selalu turun kepada tiap-tiap pendusta yang berdosa, yang mendengar bersungguh-sungguh (apa yang disampaikan oleh syaitan-syaitan itu) sedangkan kebanyakan beritanya adalah dusta."
(Surah asy-Syuaraa' ayat 221-223)

• Daripada Abu Hurairah r.a. katanya Rasulullah s.a.w. bersabda bermaksud: "Tidak beriman seseorang itu dengan sempurna sehingga ditinggalkan pembohongan sama ada semasa senda gurau atau semasa bersengketa atau perbalahan."

• Imam Ja’far al-Sadiq AS berkata, “Orang yang mengada-adakan cerita palsu tentang orang Mu’min dengan tujuan untuk menghinanya, Allah akan menghinanya pada Hari Pengadilan.”

• Riwayat Muslim, "Seseorang yang sudah cukup disebut pendusta (pembohong) jika ia berbicara hanya atas dasar setiap apa yang ia dengar."

• Yahya bin Mu'aadz Arrazi berkata:
Jadikanlah bahagian orang mukmin daripadamu tiga macam supaya tergolong orang yang baik:

• Jika engkau tidak dapat menguntungkan kepadanya maka jangan merugikan
(merosakkannya)

• Jika engkau tidak dapat menyenangkannya, maka jangan menyusahkannya

• Jika engkau tidak memujinya, maka jangan mencelanya

• Sabda Rasulullah bermaksud: “Sesiapa mengawal lidahnya (daripada memperkatakan kehormatan orang) maka Allah akan menutup kecelaannya (hal-hal yang memalukan). Sesiapa yang menahan kemarahannya, Allah akan melindunginya daripada seksa-Nya. Dan sesiapa yang meminta kelonggarannya kepada Allah, maka Allah akan menerima permintaan kelonggarannya.”
(Hadis riwayat Ibnu Abib-Duanya).


• Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Abid-Dunya bermaksud: “Tidak akan lurus iman seseorang hamba, sehingga lurus pula hatinya, dan tidak akan lurus hatinya sehingga lurus pula lidahnya. Dan seorang hamba tidak akan masuk syurga selagi tetangganya belum aman daripada kejahatannya.”.

• Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya:
Rasulullah telah bersabda: "Jauhilah tujuh perkara yang boleh membinasakan kamu iaitu menyebabkan kamu masuk Neraka atau dilaknati oleh Allah".
Para Sahabat bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah tujuh perkara itu?
Rasulullah bersabda: "Mensyirikkan Allah iaitu menyekutukanNya, melakukan perbuatan sihir, membunuh manusia yang diharamkan oleh Allah melainkan dengan hak, memakan harta anak yatim, memakan harta riba, lari dari medan pertempuran dan memfitnah perempuan-perempuan yang baik iaitu yang boleh dikahwini serta menjaga maruah dirinya, juga perempuan yang tidak memikirkan untuk melakukan perbuatan jahat serta perempuan yang beriman dengan Allah dan RasulNya dengan fitnah melakukan perbuatan zina".

• Hadis Rasulullah s.a.w. Diriwayatkan daripada Anas bin Malik r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w bersabda: "Janganlah kamu saling benci-membenci, dengki-mendengki dan sindir-menyindir. Jadilah kamu sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Haram seseorang muslim berkelahi dengan saudaranya lebih dari tiga hari lamanya".

• Memperkatakan sesuatu bermaksud buruk amat ditegah. Ini dinyatakan dalam Firman Allah yang bermaksud: “Allah tidak suka kepada perkataan buruk yang dikatakan terang-terang. Kecuali (hanya di muka pengadilan saja) oleh yang dianiaya.”
(Surah an-Nisa, ayat 12)

• Hadis Rasulullah s.a.w. Diriwayatkan daripada Huzaifah r.a katanya: Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: "Tidak masuk Syurga orang yang suka menabur fitnah."

• Allah meletakkan dosa membuat fitnah lebih buruk kesannya daripada membunuh. Firman Allah bermaksud: “...fitnah itu besar (dahsyat) dari melakukan pembunuhan...” (Surah al-Baqarah, ayat 217).


Rasulullah s.a.w bersabda yang bermaksud:
”Syaitan akan menghantar tentera-tenteranya untuk memfitnah manusia, manusia yang lebih tinggi kedudukan akan mendapat fitnah syaitan yang lebih hebat. Syaitan akan datang kepada seseorang kamu dan berkata:”Siapakah yang telah menjadikan kejadian ini? Siapakah yang telah menjadikan kejadian ini ? Sehingga syaitan akan berkata:” Siapakah yang telah menjadikan Tuhan kamu?” Apabila perkara ini berlaku kepada kamu maka mintalah perlindungan dengan Allah daripada syaitan yang direjam.”
Riwayat Bukhari Dan Muslim

Hukum Menabur Fitnah Dan Menyebarkan Keburukan Orang lain
*****
Rasulullah SAW menjelaskan, tatkala ditanya oleh seorang sahabat, "Wahai Rasulullah, apakah itu ghibah?"
Lalu jawab Baginda, "Menyebut sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu di belakangnya!".
Kemudian beliau ditanya lagi, "Bagaimana jika apa yang disebutkan itu benar?"
Jawab beliau, "Kalau sekiranya apa yang disebutkan itu benar, maka itulah ghibah, tetapi jika hal itu tidak benar, maka engkau telah melakukan buhtan (kebohongan besar)." ~ Hadits Riwayat Muslim, Abu Daud dan At-Tarmizi.
**
Ghibah maksudnya menyebutkan keburukan orang lain meskipun benar.
Buhtan maksudnya memfitnah dan menciptakan keburukan orang.
Orang yang mendengar ucapan ghibah juga turut memikul dosa ghibah kecuali dia mengingkari dengan lidah atau menerima dengan hatinya (yakni tidak menyampaikan cerita itu).
Bila ada kesempatan, maka lebih utama baginya mengalihkan ghibah tersebut dengan pembicaraan yang lebih manfaat.
**
Ghibah bukan hanya pada ucapan lidah, tetapi setiap gerakan, isyarat, ungkapan, celaan, tulisan atau gelar yang berbaur hinaan.
Mendengarkan ghibah dengan sikap kagum dan menyetujui apa yang dikatakannya, hukumnya sama dengan ghibah. Pahala amal kebaikan orang yang melakukan ghibah akan diberikan kepada orang yang menjadi sasaran ghibahnya.
**
Islam mengharamkan dan melarang ghibah karena bisa mengakibatkan putus ukhwah, rusak kasih sayang, timbul permusuhan, tersebar aib dan lahir kehinaan.
Rasulullah SAW bersabda: "Seseorang hamba yang membicarakan sesuatu yang belum jelas baginya (hakikat dan akibatnya), akan dilempar ke neraka jahanam sejauh antara timur dan barat." ~ Riwayat Muslim
**
Kata "fitnah" berasal dari bahasa Arab yang berarti kekacauan, bencana, cobaan dan penyesatan. Fitnah sering dimaksudkan dengan berita bohong atau tuduhan yang diada-adakan untuk membinasakan seseorang. Al-Quran dalam surat Al-Hujarat ayat 12 jelas menguraikan persoalan fitnah.
"Wahai orang yang beriman jauhilah kebanyakan dari prasangka, (sehingga kamu tidak menyangka sangkaan yang dilarang) karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah sebagian kamu menggunjing setengahnya yang lain. Apakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? ( Jika demikian kondisi mengumpat) maka sudah tentu kamu jijik kepadanya. (Jadi patuhilah larangan2 tersebut) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Penerima Taubat lagi Maha Penyayang ".
**
Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia mengucapkan kata yang baik dan kalau tidak, harus diam." ~ Riwayat Bukhari dan Muslim.
Rasulullah SAW ditanya tentang perilaku apakah yang paling banyak memasukkan seseorang ke dalam surga. Jawab Baginda "Taqwa kepada Allah dan keindahan akhlak, dan ketika beliau ditanya:" Apakah yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka. "Beliau menjawab:" Kejahatan mulut dan kemaluan ".
Allah telah memperingatkan kaum yang suka berbohong dan berdusta di dalam firmanNya berarti: "Maka nyatalah bahwa tidak ada yang lebih zhalim dari orang yang mereka-reka perkara2 yang dusta terhadap Allah, dan mendustakan sebaik2 saja kebenaran itu disampaikan kepadanya. Bukankah (telah diketahui bahwa) dalam neraka jahanam tersedia tempat tinggal bagi orang2 kafir? " ~ Surah az-Zumar ayat 32.
Allah berfirman: "Maukah Aku beritakan kepadamu, kepada siapakah syaitan2 itu selalu turun? Mereka turun ke tiap2 pendusta yang berdosa, yang mendengar sungguh2 (apa yang disampaikan oleh syaitan2 itu) sedangkan kebanyakan beritanya adalah dusta." ~ Surah asy-Syuras 'ayat 221-223.
Sabda Rasulullah SAW bermaksud: "Barangsiapa mengendalikan lidahnya (dari membicarakan kehormatan orang) maka Allah akan menutup kecelaannya (hal2 yang memalukan). Siapapun yang menahan amarahnya, Allah akan melindungi dari siksa Nya. Dan siapa yang meminta kelonggarannya kepada Allah, maka Allah akan menerima permintaan kelonggarannya. " ~ Hadits Riwayat Ibnu Abib-Duanya.
Hadis Rasulullah SAW diriwayatkan dari Hudzaifah ra berkata: Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Tidak akan masuk surga orang yang suka menebar fitnah."
Allah SWT menempatkan dosa membuat fitnah lebih buruk dampaknya daripada membunuh. Firman Allah: "... fitnah itu besar (dahsyat) dari melakukan pembunuhan ..." ~ Surah al-Baqarah, ayat 217.
**
Jadi, hidup ini janganlah asyik mencari keburukan orang lain, apalagi asyik suka memfitnah demi mencari kepuasan diri agar diri berkuasa dan ingin dipercaya.
*****
Al-Quran Dan Tafsir
Membekali akal dengan ilmu pengetahuan.

HUKUM MEMFITNAH DAN MENYEBARKAN FITNAH
Satu sikap yang merosakkan sesuatu kebahagiaan umat Islam ialah 'suka membawa mulut', mereka-reka serta menambah cerita buruk, malah melaga-lagakan orang sehingga kisah yang pendek menjadi panjang.
Ia juga disebut menabur fitnah iaitu menceritakan keburukan orang kepada individu tertentu dengan tujuan menimbulkan kebencian dan permusuhan terhadapnya.
Antara faktor yang menimbulkan fitnah ialah dorongan perasaan terhadap orang lain, ditambah kekurangan iman dan tiada kefahaman mengenai larangan dan kemurkaan Allah, malah hati dan jiwa seseorang yang kotor, lemah tahap pemikirannya dan sukar menerima kebenaran.
"Adapun orang yang berpenyakit dalam hati mereka, maka surah itu menambahkan kekotoran pada kekotoran yang sedia ada pada mereka dan mereka mati, sedang mereka berkeadaan kafir." (at-Taubah:125)
Rasulullah s.a.w menegaskan, menyelidiki rahsia dan memfitnah orang lain yang baik, termasuk ciri orang munafik yang mengaku beriman dengan lidahnya, sedangkan hatinya benci. Mereka di hari kiamat akan dibebani dengan dosa besar di depan Allah.
Hari ini medan menabur fitnah terlalu banyak. Dengan perkembangan teknologi, semakin mudah pula mengadakan berita palsu, fitnah dan segala celaan, dengan cepat tersebar ke seluruh ceruk rantau.
Bagi penyebar fitnah sepatutnya perlu bertanggungjawab atas apa yang ditulis, diucap dan disebar, bukannya menulis, bercakap dan menyebarkan berita mengikut sesedap hati tanpa di selidiki, kerana semua itu akan ditanya Allah.
"Dan janganlah kamu mengikut apa yang kamu tidak ketahui; sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya apa yang dilakukan." (al-Isra:36)
Orang yang menyebarkan fitnah nanti di dalam kubur akan diseksa Allah. Perkara ini dapat dibuktikan melalui kisah yang diceritakan Rasulullah s.a.w.
Suatu ketika Rasulullah s.a.w melalui dua kubur lalu baginda bersabda, maksudnya: "Sesungguhnya penghuni dua kubur ini diseksa. Keduanya tidak diseksa kerana dosa besar.
Allah tidak membenarkan perkara keji, berita palsu ber kembang dalam masyarakat Islam, lebih-lebih lagi jika ia membabitkan kehormatan dan maruah seseorang.
Orang yang suka mengadu domba tidak akan masuk syurga, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w yang bermaksud: "Tidak masuk syurga orang yang suka mengadu domba." Sebagai Muslim, sepatutnya masing-masing menghayati pengertian terhadap 'Islam' yang dianuti dan dijadikan cara hidup, iaitu kesejahteraan.
Agama kesejahteraan bukan hanya menjamin kesejahteraan kepada diri sendiri, malah ia juga memberikan kesejahteraan kepada orang lain, dengan tidak mengata terhadap saudara seagama, tidak menyakiti mereka dan tidak mencabuli hak mereka apatah lagi ahli keluarganya.
Perbuatan menabur fitnah sebenarnya lebih kejam daripada membunuh, kerana kesan kerosakannya lebih teruk. Jika dengan membunuh, walaupun ia tetap salah, tetapi mangsanya mungkin seorang, tetapi dengan fitnah mungkin mengakibatkan ramai orang dan kesannya berentetan se hingga bertahun-tahun.
Pada zaman nabi dulu pernah berlaku peristiwa fitnah, sebagaimana dialami isteri baginda, Saidatina Aisyah r.a. Beliau dituduh melakukan perbuatan keji dengan Safwan bin al-Ma'athal selepas perang umat Islam dengan Bani Mush thalaq pada tahun kelima hijrah. Akibat kejadian itu, lebih sebulan Aisyah sakit dan di asingkan Rasulullah sehingga turun ayat yang menegaskan kesucian beliau.
"Sesungguhnya orang yang membawa berita dusta itu golongan daripada kalangan kamu, jangan kamu menyangka berita itu buruk bagi kamu bahkan ia baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang antara mereka akan beroleh hukuman sepadan dengan kesalahan dilakukannya itu, dan orang yang mengambil bahagian besar dalam menyiarkannya di antara mereka, akan beroleh seksa yang besar di dunia dan di akhirat.
Sesungguhnya orang yang suka menghebah tuduhan yang buruk di kalangan orang yang beriman, bagi mereka azab yang tidak terperi sakitnya di dunia dan di akhirat dan ingatlah Allah mengetahui segala perkara sedang kamu tidak mengetahui. "Dan kalaulah tidak kerana adanya limpah kurnia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu, dan sesungguhnya Allah amat melimpah belas kasihan-Nya." (an-Nur: 11-20)
Melalui pemcaan artikel ini sudah cukup jelas kepada umat Islam, apabila menerima sesuatu berita hendaklah terlebih dulu diselidiki, lebih-lebih lagi berita yang menyentuh kehormatan se seorang, kerana mungkin dengan penyelidikan itu dapat mengetahui lebih jelas perkara terbabit, sama ada benar atau palsu.