Wednesday, 29 January 2014
[AGAMA] Segitiga Bermuda Bukan Tempat Dajjal (QS Al Kahfi 1 - 10)
Segitiga Bermuda (Bermuda Triangle), atau disebut juga Segitiga Setan adalah sebuah wilayah lautan di Samudra Atlantik seluas 1,5 juta mil2 atau 4 juta km2 yang membentuk garis segitiga antara Bermuda,
wilayah teritorial Britania Raya sebagai titik di sebelah utara, Puerto
Riko, teritorial Amerika Serikat sebagai titik di sebelah selatan dan
Miami, negara bagian Florida, Amerika Serikat sebagai titik di sebelah
barat.
Segitiga bermuda
sangat misterius. Sering ada isu paranormal di daerah tersebut yang
menyatakan alasan dari peristiwa hilangnya kapal yang melintas. Ada
pula yang mengatakan bahwa sudah menjadi gejala alam bahwa tidak boleh
melintasi wilayah tersebut. Bahkan ada pula yang mengatakan bahwa itu
semua akibat ulah makhluk luar angkasa.
Sebagaimana apa yang telah kami jabarkan pada artikel terdahulu bahwa Dajjal bukanlah Makhluk serta tidak ada Dasar yang kuat dalam Alquran tentang keberadaan Dajjal.
lalu apa sebenarnya dajjal ....?
Sebagian golongan berpendapat Dajjal adalah manusia dari bani Adam. Sebagian para ulama menyatakan Dajjal adalah setan. Sebagian lagi menyatakan bapak manusia ibu dari bangsa jin. Menurut Admin Semua pendapat ini benar. Oleh karena itu Nabi ‘Isa ‘alaihissalam membunuh dgn cara membunuh manusia biasa.”
Rasulullah saw bersabda:
"Barangsiapa yang membaca sepuluh ayat dari surat Al-Kahfi, ia tidak akan terkena bahaya fitnah Dajjal, barangsiapa yang membaca seluruh ayatnya ia akan masuk surga."
Dari Hadist Rosulullah Tersebut Nampaklah Nyata Siapa dajjal karena di dalam hadist tersebut dijelaskan bahwa dengan membaca 10 Ayat dari Surah Al Kahfi Insya allah kita akan terhindar dari Fitnah Dajjal. lalu siapa Dajjal yang dimaksud disini ,,..?
Mari kita baca dan kita Ulas sedikit Surah Al Kahfi ayat 1 - 10.
Firman Allah SWT QS Al Kahfi 1 - 3 :
"segala
puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al kitab
(Al-Quran) dan Dia tidak Mengadakan kebengkokan di dalamnya; sebagai
bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan siksaan yang sangat pedih
dari sisi Allah dan memberi berita gembira kepada orang-orang yang
beriman, yang mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat
pembalasan yang baik, mereka kekal di dalamnya untuk selama-lamanya."
Dalam
ayat diatas dijelaskan bahwa telah diturunkan kitab suci Alquran yang
tidak ada kebengkokan dalam arti tidak ada makna yang berlawanan maupun
penyimpangan terhadap kebenaran, ayat 1 - 3 menjelaskan bahwa siapa yang
membaca dan mengamalkan alquran akan selamat, dan mendapatkan balasan
yang baik kelak di syurga.
Dajjal 1 diterangkan dalam lanjutan surah Al Kahfi
Firman Allah SWT QS Al Kahfi 4 - 8 :
"Dan
untuk memperingatkan kepada orang-orang yang berkata: "Allah mengambil
seorang anak." mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang
hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata
yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali
dusta. Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena
bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman
kepada keterangan ini (Al-Quran).Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa
yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka
siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. dan Sesungguhnya
Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi
tanah rata lagi tandus."
Telah jelas kiranya dalam ayat diatas Dajjal hanya mempunyai satu mata
atau buta sebelah matanya , dalam arti tidak bisa membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, seperti yang pernah admin jelaskan dalam
catatan terdahulu disini .
Dajjal 2
"Atau
kamu mengira bahwa orang-orang yang mendiami gua dan (yang mempunyai)
raqim itu, mereka Termasuk tanda-tanda kekuasaan Kami yang
mengherankan?. (ingatlah) tatkala Para pemuda itu mencari
tempat berlindung ke dalam gua, lalu mereka berdoa: "Wahai Tuhan Kami,
berikanlah rahmat kepada Kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi Kami
petunjuk yang Lurus dalam urusan Kami (ini)."
Dajjal
yang ini sudah seringkali kita rasakan akibat dari perbuatannya yang
semena mena, karena kekuasaan yang dimilikinya telah membuat lupa akan
apa yang baik dan apa yang kurang baik. Dajjal yang kedua adalah musuh sekelompok pemuda ashabul kahfi ingin menghindari fitnah Dajjal. dan lebih memilih melarikan diri dan bersembunyi di dalam gua.
Untuk lebih jelas nya Siapa Dajjal yang dimaksud baca kelanjutan surah Al Kahfi / baca kisah kisah islami tentang ashabul kahfi..
Lalu Misteri Apa yang ada di dalam SEGI TIGA BERMUDA baca disini dan hentikan fitnah / cerita fiksi tentang keberadaan Dajjal di segitiga bermuda.
Wallahu'alam
Posted by
Melly Danish
at
06:57
Kehidupan rakyat biasa yang semakin tertekan akibat kenaikan harga
barang adalah masalah yang sangat besar. Maka oleh sebab ia isu besar,
ada usaha nampaknya untuk mengalihkan perhatian rakyat daripada
membincangkan isu ini kepada isu lain, umpamanya isu Kalimah Allah. Isu
perkauman dan sebagainnya.
Hal ini supaya rakyat lupa dengan isu sebenar yang benar-benar terkena langsung kepada rakyat, iaitu masalah kenaikan harga barang yang mencengkam kehiduapan rakyat. Isu ini merentasi pelbagai kaum dan agama kerana semua rakyat biasa merasainya. Yang tidak merasainya hanyalah orang-orang besar yang terus hidup dengan segala kemewahan, kaki yang tidak pernah memijak lantai pasar, tidak pernah membeli barangan di situ atau di tempat yang serupa.
Segalanya tersedia dalam hidangan pelbagai makanan berzat dan lazat. Golongan elit ini tidak perlu tahu harga barangan itu, justeru semuanya diuruskan oleh khadam, pembantu yang amat setia, iaitu dari ke pasar membeli bahan mentah di pasar, di masak oleh tukang masak dan menghidangkan kepada tuan-tuan mereka.
Ataupun tuan-tuan mereka ini makan tengah hari atau makan malam di hotel atau restoran ternama bersama para rakan korporat atau sesama orang besar politik. Maka dalam keadaan begini, seruan supaya pemimpin menunjukkan teladan, turun padang di tengah rakyat, memahami kesusahan mereka, hanyalah retorik yang berpanjangan, atau hanya sebuah igauan.
Maka itu, untuk meredakan kemarahan rakyat, pelbagai kenyataan yang muluk-muluk dikeluarkan, untuk menyedapkan hati rakyat. Bagi penduduk luar bandar yang tidak ada akses internat, maka maklumat yang mereka terima hanyalah melalui TV dan akhbar yang dikawal sepenuhnya oleh pemerintah. Oleh itu penduduk luar bandar percaya bahawa harga barang stabil, malah akan turun.
Di sinilah saya melihat isu perkauman dan ketegangan agama seperti yang berlaku sekarang hanyalah siri usaha pihak tertentu untuk mengalihkan perhatian daripada memikirkan hal sebenar.
Pelbagai aksi di lapangan seperti berdemo dan menunjukkan sepanduk ancaman Peristiwa 13 Mei dan sebagainya adalah siri usaha untuk mengalihkan perhatian rakyat kepada isu sebenarnya.
Apa perlunya menimbulkan kembali ancaman Peristiwa Berdarah 13 Mei, pada hal ia telah berlaku 45 tahun lalu, yakni hanya generasi lama yang tahu. Mewar-warkan kembali persitiwa tersebut adalah suatu kebodohan yang terbit daripada pemikiran yang mundur, yang penuh dendam perkauman yang sangat merbahaya.
Peristiwa Berdarah 13 Mei itu sama sekali tidak wajar diungkit kembali pada ketika generasi yang ada sekarang sedang berada dalam suatu suasana yang berlainan sama sekali ketika berlaku Peristiwa 13 Mei dulu.
Pada pendapat saya, peristiwa tersebut sama seperti kita menyaksikan filem seram Dracula, kisah orang mati yang kononnya ‘dihidupkan’ kembali oleh seorang saintis. Akhirnya, Dracula yang gemarkan darah manusia itu telah memakan saintis itu sendiri dan menghirup darahnya.
Analoginya di sini ialah pihak yang hendak menghidupkan kembali makhluk yang dahagakan darah itu akhirnya di makan oleh makhluk itu sendiri. Ini iktibar yang sangat wajar kita fikirkan bahawa jangan undang Peristiwa 13 Mei, kerana dibimbangi akan mengundang malapetaka kepada negara dan rakyat.
Demi mencapai konsensus nasional untuk menyelesaikan masalah mendesak yang timbul sekarang ini, Ketua Pembangkang Datuk Seri Anwar Ibrahim mengajak BN untuk berdialog, antaranya bagi mengatasi unsur yang kini menggugat perpaduan, kebencian antara agama, masalah tadbir urus negara, krisis ekonomi, ketelusan dan isu kebertanggungjawaban.
Anwar berkata sejak mutakhir ini beberapa keadaan dan kejadian yang mengakibatkan keharmonian antara rakyat Malaysia berbilang kaum dan agama menjadi semakin renggang dan boleh membawa kemusnahan.
"Kita tidak boleh leka. Hal ini kerana kita sedang menyaksikan tindakan beberapa pihak yang sedang berusaha sedaya upaya untuk membawa negara ke ambang kemusnahan,” katanya.
Kenyataan Anwar ini yang disepakati oleh semua pimpinan Pakatan rakyat dilihat sebagai usaha besar Pakatan untuk mengendurkan ketegangan yang berlaku sekatang. Sebab itu beliau berkata: "Kita sebenarnya belum menyaksikan usaha sebegini rupa sejak kejadian-kejadian yang berlaku sebelum tercetusnya tragedi 13 Mei 1969. Suara kebencian dan kemarahan, suara berprasangka buruk dan penuh syak wasangka, dan suara-suara kemusnahan dan kebobrokan yang cuba menghancurkan keharmonian, kerjasama dan persefahaman yang telah kita bina dari runtuhan tragedi ini."
Untuk itu, beliau menggesa seluruh rakyat Malaysia untuk bangkit dan bersuara sekali gus menghormati mereka dengan penuh rasa hormat, timbang rasa dan kepercayaan.
Menurutnya, para pemimpin daripada kedua-dua belah pihak perlu mengetepikan isu kepartian dan menunjukkan semangat kepimpinan sejati untuk meleraikan ketegangan ini dan berusaha memperbaiki keadaan.
Telah tiba waktunya, kata Anwar, untuk kita semua mencapai satu konsensus nasional terhadap isu-isu yang teramat penting ini yang mendatangkan impak terhadap identiti kita sebagai sebuah bangsa dan negara," katanya.
Beliau berkata demikian sewaktu menyampaikan perutusan khas untuk rakyat Malaysia bertajuk ‘Ke Arah Sebuah Konsesnsus Nasional’ di Subang Jaya beberapa hari lalu.
Ini adalah usaha Pakatan Rakyat yang mengajak semua pihak untuk membincangkan bagaimana menyelesaikan masalah negara sekarang. Oleh itu hentikanlah berdemo dan aksi lain – oleh semua pihak – yang tujuannya hanya hendak membakar semangat perkauman dan agama yang dianuti oleh rakyat berbilang kaum di negara ini.
Pada masa yang sama juga dialog konsensus nasional itu hendaknya memfokaskan juga masalah rakyat yang kini merasakan sangat tertekan dengan perihal kenaikan harga barang, justeru isu ini adalah masalah penting yang sangat menyentuh ‘periuk nasi’ rakyat.
Akhirnya kita mahu melihat respons daripada Umno/BN terhadap cadangan Pakatan Rakyat ini untuk mengakhiri kemelut berterusan yang dihadapi oleh negara sekarang ini.
Negara dalam kemelut berterusan
- Jan 27, 2014
- ABD SHUKUR HARUN
Hal ini supaya rakyat lupa dengan isu sebenar yang benar-benar terkena langsung kepada rakyat, iaitu masalah kenaikan harga barang yang mencengkam kehiduapan rakyat. Isu ini merentasi pelbagai kaum dan agama kerana semua rakyat biasa merasainya. Yang tidak merasainya hanyalah orang-orang besar yang terus hidup dengan segala kemewahan, kaki yang tidak pernah memijak lantai pasar, tidak pernah membeli barangan di situ atau di tempat yang serupa.
Segalanya tersedia dalam hidangan pelbagai makanan berzat dan lazat. Golongan elit ini tidak perlu tahu harga barangan itu, justeru semuanya diuruskan oleh khadam, pembantu yang amat setia, iaitu dari ke pasar membeli bahan mentah di pasar, di masak oleh tukang masak dan menghidangkan kepada tuan-tuan mereka.
Ataupun tuan-tuan mereka ini makan tengah hari atau makan malam di hotel atau restoran ternama bersama para rakan korporat atau sesama orang besar politik. Maka dalam keadaan begini, seruan supaya pemimpin menunjukkan teladan, turun padang di tengah rakyat, memahami kesusahan mereka, hanyalah retorik yang berpanjangan, atau hanya sebuah igauan.
Maka itu, untuk meredakan kemarahan rakyat, pelbagai kenyataan yang muluk-muluk dikeluarkan, untuk menyedapkan hati rakyat. Bagi penduduk luar bandar yang tidak ada akses internat, maka maklumat yang mereka terima hanyalah melalui TV dan akhbar yang dikawal sepenuhnya oleh pemerintah. Oleh itu penduduk luar bandar percaya bahawa harga barang stabil, malah akan turun.
Di sinilah saya melihat isu perkauman dan ketegangan agama seperti yang berlaku sekarang hanyalah siri usaha pihak tertentu untuk mengalihkan perhatian daripada memikirkan hal sebenar.
Pelbagai aksi di lapangan seperti berdemo dan menunjukkan sepanduk ancaman Peristiwa 13 Mei dan sebagainya adalah siri usaha untuk mengalihkan perhatian rakyat kepada isu sebenarnya.
Apa perlunya menimbulkan kembali ancaman Peristiwa Berdarah 13 Mei, pada hal ia telah berlaku 45 tahun lalu, yakni hanya generasi lama yang tahu. Mewar-warkan kembali persitiwa tersebut adalah suatu kebodohan yang terbit daripada pemikiran yang mundur, yang penuh dendam perkauman yang sangat merbahaya.
Peristiwa Berdarah 13 Mei itu sama sekali tidak wajar diungkit kembali pada ketika generasi yang ada sekarang sedang berada dalam suatu suasana yang berlainan sama sekali ketika berlaku Peristiwa 13 Mei dulu.
Pada pendapat saya, peristiwa tersebut sama seperti kita menyaksikan filem seram Dracula, kisah orang mati yang kononnya ‘dihidupkan’ kembali oleh seorang saintis. Akhirnya, Dracula yang gemarkan darah manusia itu telah memakan saintis itu sendiri dan menghirup darahnya.
Analoginya di sini ialah pihak yang hendak menghidupkan kembali makhluk yang dahagakan darah itu akhirnya di makan oleh makhluk itu sendiri. Ini iktibar yang sangat wajar kita fikirkan bahawa jangan undang Peristiwa 13 Mei, kerana dibimbangi akan mengundang malapetaka kepada negara dan rakyat.
Demi mencapai konsensus nasional untuk menyelesaikan masalah mendesak yang timbul sekarang ini, Ketua Pembangkang Datuk Seri Anwar Ibrahim mengajak BN untuk berdialog, antaranya bagi mengatasi unsur yang kini menggugat perpaduan, kebencian antara agama, masalah tadbir urus negara, krisis ekonomi, ketelusan dan isu kebertanggungjawaban.
Anwar berkata sejak mutakhir ini beberapa keadaan dan kejadian yang mengakibatkan keharmonian antara rakyat Malaysia berbilang kaum dan agama menjadi semakin renggang dan boleh membawa kemusnahan.
"Kita tidak boleh leka. Hal ini kerana kita sedang menyaksikan tindakan beberapa pihak yang sedang berusaha sedaya upaya untuk membawa negara ke ambang kemusnahan,” katanya.
Kenyataan Anwar ini yang disepakati oleh semua pimpinan Pakatan rakyat dilihat sebagai usaha besar Pakatan untuk mengendurkan ketegangan yang berlaku sekatang. Sebab itu beliau berkata: "Kita sebenarnya belum menyaksikan usaha sebegini rupa sejak kejadian-kejadian yang berlaku sebelum tercetusnya tragedi 13 Mei 1969. Suara kebencian dan kemarahan, suara berprasangka buruk dan penuh syak wasangka, dan suara-suara kemusnahan dan kebobrokan yang cuba menghancurkan keharmonian, kerjasama dan persefahaman yang telah kita bina dari runtuhan tragedi ini."
Untuk itu, beliau menggesa seluruh rakyat Malaysia untuk bangkit dan bersuara sekali gus menghormati mereka dengan penuh rasa hormat, timbang rasa dan kepercayaan.
Menurutnya, para pemimpin daripada kedua-dua belah pihak perlu mengetepikan isu kepartian dan menunjukkan semangat kepimpinan sejati untuk meleraikan ketegangan ini dan berusaha memperbaiki keadaan.
Telah tiba waktunya, kata Anwar, untuk kita semua mencapai satu konsensus nasional terhadap isu-isu yang teramat penting ini yang mendatangkan impak terhadap identiti kita sebagai sebuah bangsa dan negara," katanya.
Beliau berkata demikian sewaktu menyampaikan perutusan khas untuk rakyat Malaysia bertajuk ‘Ke Arah Sebuah Konsesnsus Nasional’ di Subang Jaya beberapa hari lalu.
Ini adalah usaha Pakatan Rakyat yang mengajak semua pihak untuk membincangkan bagaimana menyelesaikan masalah negara sekarang. Oleh itu hentikanlah berdemo dan aksi lain – oleh semua pihak – yang tujuannya hanya hendak membakar semangat perkauman dan agama yang dianuti oleh rakyat berbilang kaum di negara ini.
Pada masa yang sama juga dialog konsensus nasional itu hendaknya memfokaskan juga masalah rakyat yang kini merasakan sangat tertekan dengan perihal kenaikan harga barang, justeru isu ini adalah masalah penting yang sangat menyentuh ‘periuk nasi’ rakyat.
Akhirnya kita mahu melihat respons daripada Umno/BN terhadap cadangan Pakatan Rakyat ini untuk mengakhiri kemelut berterusan yang dihadapi oleh negara sekarang ini.
HANYA DI MALAYSIA
PEMINPIN MALAYSIA AMAT KEBAL DARI UNDANG2 NEGARA . SEMUA HARTA PEMINPIN TIDAK DAPAT DISIASAT OLEH SPRM .
WALAUPUN DAH BERIBU ADUAN DIBUAT
OLEH RAKYAT . . MALANGNYA . .
IA DIBIARKAN TERUS BERLAKU SETIAP HARI . . RASUAH , PECAH AMANAH ,
BOROS WANG RAKYAT , KRONI DAN KEKAYAAN PALING LUAR BIASA PEMINPIN &
KELUARGA .
Jangan lupa diri kita sebagai pendakwah dan ahli gerakan Islam wajib
melihat ke dalam diri kita dengan melakukan muhasabah yang sepatutnya
supaya ada ketahanan diri di dalam berdakwah. Mungkin kita mampu
menghadapi musuh di luar, tetapi gagal berhadapan dengan musuh di dalam
diri sendiri, iaitu lonjakan nafsu yang berkiblatkan syaitan sehingga
merosakkan amal Islami kita.
Peringatan Allah di dalam al-Quran Surah Al Baqarah ayat 44 yang bermaksud "Patutkah kamu menyuruh manusia supaya berbuat kebaikan sedang kamu lupa akan diri kamu sendiri; padahal kamu semua membaca Kitab Allah, tidakkah kamu berakal?"
Kita tidak mahu tergolong dari kalangan mereka yang disebut di dalam ayat di atas. Memang menjadi lumrah kehidupan manusia selalu lupa diri sendiri. Kita hanya nampak kelemahan orang lain sedangkan lupa terhadap diri sendiri. Kita tidak mahu kuman seberang laut nampak, sedangakan gajah di hadapan mata kita tidak nampak.
Ibrahim Adham seorang ulamak Sufi di kota Basrah, pernah ditanya kenapa doa kita tidak diterima. Jawabnya " Kamu hanya nampak aib orang tetapi kamu tidak nampak aib sendiri".
Kita tidak mahu amal kita sia-sia sahaja di akhirat kelak, walaupun atas dunia kita bersungguh-sungguh berusaha, walhal hasilnya di sisi Allah kosong. Biarlah kita bergerak di atas paksi yang betul semoga Allah menerima amal kita dan dinilai sebagai amal soleh di akhirat kelak.
Firman Allah SWT bermaksud "Iaitu orang-orang yang telah sia-sia amal usahanya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahawa mereka sentiasa betul dan baik pada apa sahaja yang mereka lakukan" Surah al-Kahfi:104
Jika rohani kosong maka manusia akan bercakap dengan lidah tetapi tidak bercakap dengan ketulusan hati. Lidahnya petah berbicara kerana latihan pidato yang diterima, tetapi dari segi hakikatnya kosong sahaja.
Bicara beliau bukan dengan ruh, tetapi penuh dengan lakunan dan sandiwara yang sarat dengan matlamat dunia, bukan mahu mencari keredhaan Allah SWT. Allah memberi amaran kepada golongan ini, yang bermaksud
"Wahai orang-orang yang beriman ! Mengapa kamu memperkatakan apa yang kamu tidak melakukannya!. Amat besar kebenciannya di sisi Allah, kamu memperkatakan sesuatu yang kamu tidak melakukannya" ( Surah al -Saf: 2-3).
Kita mesti mentarbiah diri kita untuk beramal dengan apa yang kita cakap, walau pun ianya sukar dicapai di dalam masa yang singkat. Ia tidak dapat dibentuk di dalam satu malam, tetapi ia adalah proses berterusan yang berpanjangan.
Sebab itu di dalam nizam tarbiah PAS, unsur ini menjadi salah satu daripada perkara yang diberi penekanan di dalam tarbiah PAS. Ini bukan bermakna setiap ahli PAS terpaksa menunggu sehingga ia menjadi insan kamil yang mutlak baru ia hendak berjuang.
Sebaliknya perkara ini berjalan seiring. Ketika kita melaksanakan dakwah kepada jalan Allah, kita juga mesti mempertingkatkan hubungan dengan Allah dengan melaksanakan program tarbiah tazkiah al-nafs. Jika kita mahu tunggu sehingga kita menjadi manusia yang sempurna, maka sudah tentu tidak ada dakwah di atas muka bumi ini. Ertinya kita berjuanglah sehingga diri kita menjadi manusia yang sempurna , bukan mahu menunggu kita menjadi sempurna baru kita mahu melaksanakan dakwah.
Peringatan Nabi SAW sepatutnya memberi kegerunan kepada kita yang mengajak orang lain, tetapi kita sendiri mengabaikannya (waliyazubillah) Bermaksud;
"Didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat, dia dicampakkan ke dalam neraka, tiba-tiba perutnya keluar berjela-jela, maka dia berpusing-pusing di dalamnya seperti keldai yang berpusing-pusing pada penunggalnya, penghuni neraka berkumpul kepadanya lalu bertanya; tidakkah awak dahulu menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran?. Dia menjawab :"Ya ! Saya yang menyuruh orang kepada kebaikan tetapi saya tidak mengerjakannya dan saya juga melarang daripada kemungkaran tetapi saya melakukannya"
Kita mesti mentarbiah diri kita supaya sampai kepada tahap Ihsan hasil daripada amalan taqwa kita kepada Allah SWT. Ertinya kita sentiasa berjaga-jaga di dalam tindakan kita, walau pun ketika bersendirian. Kerana Allah sentiasa memerhatikan kelakuan dan tingkah laku kita. Inilah menjadi hikmah kenapa Allah SWT menyuruh hambanya melakukan ibadah sunat terutama qiamullail. Bangun ketika manusia lain sedang nyenyak tidur. Waktu malam yang sunyi daripada kesibukan dunia. Semua ini hendak melatih diri menjadi manusia yang mencapai darjat ihsan.
Sabda Rasulullah SAW bermkasud;
"Bahawa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya, maka jika tidak melihatNya maka dia melihat engkau".
Sesungguhnya mencari jalan untuk menyuburkan hubungan dengan Allah SWT tidak boleh dianggap ringan. Kerana ia merupakan satu kekuatan dalaman bagi melahirkan peribadi yang unggul sebagai memenuhi syarat anggota gerakan Islam.
Mereka yang kosong hubungan dengan Allah, perjuangannya sia-sia sahaja. Kekuatan luar biasa akan diperolehi oleh seorang anggota harakah Islamiah apabila ia mantap dengan bekalan ini. Musuh kaku dan tidak bermaya untuk menghadapi beliau, kerana aura yang terdapat kepada dirinya. Kalamnya menyusuk hati, wajahnya berseri penuh dengan ketenangan.
Saya hampir-hampir mencadangkan kepada lelaki agar jangan berkahwin
dengan ustazah kerana setiap kali saya ditanyakan soalan atau masalah
poligami, mereka mengakui mendapat tentangan hebat daripada isteri
pertama yang berjawatan ustazah malah daripada lulusan Universiti
al-Azhar. “Ustaz, saya sudah ada pilihan untuk kahwin lain, tetapi
isteri saya tidak bersetuju sedangkan dia ustazah, apa yang patut saya
buat?” tanya seorang suami.
“Ustaz, saya isteri kedua tetapi suami saya sudah jarang balik setelah madu saya tahu yang kami telah berkahwin. Saya boleh bersabar dan rela memberi hak saya kepada madu saya. Tetapi dia tetap membenci saya dan melarang suami saya untuk berjumpa saya. Untuk pengetahuan ustaz, madu saya itu ustazah,” cerita seorang madu.
Itulah realiti yang boleh kita lihat di mana-mana, namun tidak dinafikan ramai juga isteri pertama yang mencadangkan kepada suami agar berkahwin satu lagi. Malah ada isteri yang boleh reda dengan keadaan itu demi cintakan suaminya. Jadi, bolehkah disalahkan ustazah dalam hal ini?
Perlu dijelaskan di sini bukan semua golongan ustazah boleh membenarkan suaminya kahwin lagi, dan tidak semua wanita menolak poligami. Memanglah secara fitrah wanita tidak sanggup berkongsi suami dengan wanita lain. Oleh sebab itu tidak bolehlah lelaki atau suami marahkan isteri kerana menolak poligami. Apatah lagi di dalam al-Quran tidak ada satu ayat pun yang memerintahkan isteri supaya menerima poligami atau ancaman menghukum mana-mana perempuan yang menolak poligami.
Sebenarnya dalam al-Quran Allah mencadangkan poligami kepada para suami seperti firmannya yang bermaksud:
“…dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap golongan yatim, maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu berkenan dari perempuan (ibu tunggal): dua, tiga atau empat. Namun jika kamu bimbang tidak boleh berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu) maka cukuplah dengan seorang sahaja, atau (gunalah) hamba-hamba perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.” (Surah al-Nisa : 3)
Jelas perintah kahwin ini untuk kaum lelaki yang sudah ada isteri. Dan tujuan perintah ini adalah untuk membela golongan yatim agar mereka tidak terbiar. Dalam ayat itu Allah tawarkan kepada suami agar memilih mana-mana ibu tunggal yang ada anak yatim supaya dengan itu dia dapat memberi perhatian kepada anak yatim. Jadi, fokus perintah dalam ayat ini adalah kepada anak yatim bukan ibunya.
Fokus Poligami
Bayangkan kalau semua suami memahami mesej ayat ini sudah tentu mereka akan lihat kepada anak yatim dengan penuh simpati lalu sanggup mengambil mereka sebagai anak. Tentu dengan sikap itu, tidak wujud rumah anak yatim seperti hari ini. Bukan itu sahaja, isteri suami yang sedia ada itu tidak terlalu marah dengan perkahwinan keduanya dengan ibu anak yatim itu. Hal ini kerana dia juga bersimpati dengan nasib anak yatim lalu perkahwinan suaminya sudah menjadi kecil.
Hari ini fokus poligami lebih kepada nafsu lalu dipilih anak dara atau janda muda yang belum ada anak. Kalau itulah fokusnya tiada sebab mengapa isteri yang bertaraf ustazah dan lain-lain akan marah. Memang fitrah isteri, tidak suka suaminya kahwin lain kerana dengan perkahwinan itu mencabar kemampuan dirinya sebagai isterinya. Dia rasa suaminya sudah tidak suka kepadanya lalu mencari perempuan alternatif. Dia rasa suami sudah tidak perlukan dirinya lagi. Oleh sebab itulah dia menolak poligami.
Tetapi saya yakin kalau isteri tersebut sedar dan tahu hakikat perkahwinan suaminya kerana membela anak yatim, tentu kemarahannya kepada suaminya akan berkurangan, marahnya tidak lagi 100 peratus. Tetapi hakikat inilah yang tidak pernah berlaku dalam perkahwinan poligami. Suaminya berkahwin bukan untuk anak yatim tetapi untuk isterinya yang cantik molek. Apabila fokusnya bukan lagi kepada perintah Allah, dan apabila tujuan poligami diabaikan pasti ada kepincangannya.
Sebenarnya poligami yang dibina atas asas membela anak yatim adalah satu-satunya yang masih relevan pada masa ini. Kita tidak nafikan tujuan poligami yang ditunjukkan oleh Rasulullah banyak tetapi sebahagian besarnya sesuai untuk golongan pemimpin masyarakat. Walau apapun tujuan poligami, cara mengurus rumah tangga tetap sama. Keadilan dalam menggilirkan antara isteri perlu diutamakan daripada soal-soal lain.
Keadilan Dalam Kasih Sayang
Allah kurniakan satu hati kepada seseorang manusia baik lelaki mahu pun perempuan. Namun hati seorang lelaki amat unik kerana dia mampu memberikan kasih sayangnya kepada empat orang isteri. Malah dia mampu memberikan 100 peratus kasih sayang kepada semua isterinya kalau dia mahu. Walau bagaimanapun rasa kasih dan sayang itu bukan milik kita, sebaliknya Allah yang mendorong.
Dalam hal ini Rasulullah SAW sendiri berdoa seperti yang diriwayatkan oleh ‘Aishah, maksudnya:
“Daripada ‘Aishah bahawasanya Nabi SAW membahagikan antara isteri-isterinya maka dia boleh mengadili dengan baik. Namun dalam soal kasih sayang dia berdoa: “Ya Allah inilah pembahagianku mengikut apa yang aku miliki, maka janganlah Kamu mencelaku pada perkara yang Kamu miliki sedangkan aku tidak miliki.” (Riwayat al-Tarmizi)
Jelas, Allah yang menguasasi kasih dan sayang dan apa yang diberikan kepada kita bukan milik mutlak. Jadi, kita tidak boleh memberi keadilan dalam soal kasih sayang. Tetapi keadaan ini pada saya amat baik buat isteri yang mengharapkan kasih sayang suami masing-masing. Kalau isteri-isteri ini boleh diibaratkan seperti juru jual tentu mereka akan berusaha menawan hati pelanggannya. Sikap dan cakapnya akan diberi perhatian oleh pelanggan.
Sewaktu suami balik ke rumah, adakah isteri sambut suami dengan senyum? Sewaktu suami masuk rumah, adakah isteri menyejukkan hati suami dengan air suam atau mineral? Sewaktu suami kelihatan penat, adakah isteri membuka baju suami dan membawanya ke dalam bilik? Jika semua itu dapat dilakukan oleh isteri, suami mana yang akan membenci isteri tersebut.
Keadilan Dalam Nafkah
Dalam poligami memberi nafkah kepada isteri hendak mengikut keperluan isteri. Sebenarnya antara isteri tidak sama keperluannya. Pastinya keperluan isteri yang kurus tidak sama dengan keperluan isteri yang gemuk. Begitu juga dengan isteri yang mempunyai anak ramai dengan isteri yang belum ada anak. Jadi, adil dalam konteks nafkah tidak merujukkan kepada kesamarataan. Boleh jadi nafkah isteri pertama lebih besar daripada yang kedua yang masih baru.
Perlu dijelaskan di sini, nafkah terbahagi kepada tiga iaitu makan dan minum, pakaian dan tempat tinggal. Semua itu perlu disediakan oleh suami mengikut kemampuan suami. Suami kaya perlu menyediakan semua itu pada kadar kekayaannya, tetapi suami yang miskin, lakukan sekadar mana yang dia mampu. Oleh sebab itu isteri dalam keadaan itu tidak boleh menuntut sesuatu yang tidak dimiliki suami.
Keadilan Dalam Giliran
Berbeza dalam soal giliran, suami perlu adil dalam menetapkan hari yang perlu digilirkan antara isteri. Oleh sebab itu giliran bermalam dengan isteri perlu dibahagikan dengan adil jumlah harinya. Maknanya kalau seseorang isteri itu mendapat giliran tiga hari seminggu, maka suami tidak boleh melebih hari pada isteri yang lain. Kalau suami mahu melebihkan mana-mana isteri atas permintaan salah satu isterinya, maka dia perlu meminta izin isteri lain dahulu. Jika isteri tersebut tidak membenarkannya, haramlah suami itu melanggarnya.
Bagi suami yang memiliki ramai isteri wajib membuat jadual giliran yang jelas. Jika antara isteri itu tinggal dalam jarak yang dekat, sebaiknya membuat giliran setiap hari secara selang seli. Tetapi kalau masing-masing isteri berada di tempat yang jauh yang jarak perjalanannya memakan masa setengah hari, bolehlah berbincang secara baik dengan isteri-isteri sama ada dua hari dan dua hari atau tiga hari dan tiga hari.
Sebenarnya kiraan giliran adalah 24 jam malam dan siangnya. Maknanya kalau malam ini pada giliran isteri pertama, esok siangnya juga masih giliran isteri pertama. Walau bagaimanapun suami itu boleh datang ziarah untuk sesuatu urusan di rumah isteri lain seperti isteri sakit, menghantar makanan atau melihat anak-anak atau ada kerja yang perlu dilakukan di situ. Isteri lain dalam keadaan ini perlu meredhai tindakan suaminya.
Jaga Hati dan Perasaan Isteri
Selain keadilan, suami dalam hidup poligami perlu tahu menghormati isteri-isterinya yang sanggup berkorban untuknya. Oleh sebab itu suami perlu pandai menjaga hati isteri-isteri dengan tidak membawa sebarang kesan daripada rumah isteri yang lain. Apatah lagi kalau suami suka menceritakan kebaikan atau keburukan seseorang isteri kepada isteri yang lain.
Pada masa yang sama, isteri-isteri tidak seharusnya membuat sesuatu yang boleh melukakan hati suami atau madunya. Sikap saling hormat menghormati antara satu sama lain perlu wujud antara mereka demi mencintai suami mereka yang satu. Apa ertinya isteri mengakui cintakan suami kalau setiap hari bertemu suami, membuatkan suami susah hati dengan pelbagai persoalan.
Bagi mencapai kehidupan bahagia sebaiknya pasangan suami isteri yang berpoligami ini meletakkan Allah di hadapan. Jadi, mereka perlu tahu kehendak Allah dan mendahulukan Allah dalam semua urusan. Kalau suami meletakkan Allah di hadapan, tidak mungkin isteri yang beriman kepada Allah akan menentang suaminya. Namun begitu kalau rumah tangga tersebut masih bermasalah, ada kemungkinan isteri itu yang tidak beriman kepada Allah atau suami itu yang membelakangkan Allah.
Walau bagaimanapun kita harus sedar bahawa isu yang selalu ditimbulkan oleh orang yang terlibat dalam poligami semua berpunca daripada sikap suami yang tidak adil pada diri, pada agama dan pada isteri. Percayalah jika semua yang dibentangkan di sini dapat direalisasikan oleh umat Islam, pasti tiada banyak masalah dalam rumah tangga umat Islam. Ketika itu tidak akan ada lagi isteri-isteri yang menentang suaminya berkahwin lain.
http://baei.blogspot.com/
Peristiwa Ghazwah Bani Mustaliq pernah merekodkan satu pengalaman
pahit kepada umat Islam yang menyentuh rumahtangga Rasulullah SAW, di
mana Saydatuna Aishah dituduh bermukah dengan Safwan bin Mu’attal,
seorang Sahabat Nabi juga tentera Islam yang tabiatnya suka tidur
selepas selesai berjuang di medan pertempuran. Di dalam sirah Ibnu
Hisham, diriwayatkan Safwan bin Mu'attal memang suka tidur selepas
perang sehinggalah beliau ditinggalkan keseorangan oleh kumpulan
tentera-tentera Islam yang lain.
Itulah rutin yang kerap dilakukan oleh Safwan, seorang Sahabat Nabi setiap kali berakhirnya perang. Namun, setelah Safwan tersedar daripada lenanya beliau mendapati Aishah, isteri Baginda SAW tertinggal keseorangan daripada kumpulan yang sepatutnya beliau bersama Rasulullah SAW menuju pulang ke Madinah.
Peristiwa itu menyebabkan kota Madinah gempar. Segala rekayasa media dipaparkan oleh kaum munafiq semahu-mahunya. Fitnah keji dan tuduhan jahat terhadap keluarga Nabi SAW kedengaran merata ke pengetahuan masyarakat Muslim dan non-Muslim di Madinah, di mana Aisyah, isteri Nabi SAW dituduh berselingkuh dengan Safwan bin Mu'attal.
Sementara Abdullah bin Ubai dan kaum munafiq melepaskan dendam dan bencinya terhadap Rasulullah SAW dengan mengambil kesempatan, mencipta dan menaburkan fitnah terhadap isteri Baginda sehingga terdapat beberapa orang Islam terpengaruh dengan fitnah tersebut. Beberapa orang sahabat berkelahi dengan Safwan bin Mu'attal, antaranya ialah Hassan bin Thabit, tukang penyair Rasulullah.
Tuduhan itu dirumus berdasarkan tindakan Safwan yang mengiringi Saydatuna Aishah radhiAllahu anha sehingga tiba ke Madinah. Peristiwa itu dijaja sebagai fakta kukuh, tentang kecurangan Aishah terhadap Rasulullah SAW.
Disebut oleh Ibnu Hisham di dalam sirahnya, fitnah tersebut menyebabkan Rasulullah melontarkan persoalan kepada Aishah, "Wahai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku berita begitu dan begini tentangmu. Jika kamu seorang yang bersih dari fitnah itu maka Allah akan membersihkanmu, jika sekiranya kamu mengerjakan dosa maka mohonlah ampun dan bertaubatlah kepada Allah kerana seseorang hamba itu apabila mengaku dosanya kemudian dia bertaubat kepada Allah nescaya Allah maha menerima taubatnya."
Sedih Aishah mendengar teguran Baginda, suara Baginda bagaikan guruh yang mengegarkan tiang langit. Lantaran persoalan bernada keraguan itu, Saydatuna Aisyah mengalirkan air mata, dengan sebak menangis melihat tawarnya keyakinan Baginda kepadanya. Aishah kemudiannya melontarkan perkataan yang membuktikan kejituan imannya kepada Allah Taala, "Aku tidak dapati suatu contoh perkataan melainkan seperti yang pernah diucapkan oleh Nabi Yusuf alaihissalam; ...Sabar itulah yang paling baik dan Allah sahaja tempat meminta pertolongan di atas apa yang kamu sifatkan terhadapku (maksud surah Yusuf ayat18)."
Allah telah mentaqdirkan satu ujian yang pahit diterima Baginda SAW, lebih-lebih lagi apabila wahyu tidak turun sebulan lamanya sejurus dari peristiwa itu. Semua itu agar kita agar generasi umat Islam hari ini mengambil iktibar sebagai umatnya yang beriman kepada Allah dan Rasul, sebagai umatnya yang menjulang tinggi makna kesetiaan dan persaudaraan.
Lalu, apa sebenarnya yang dilakukan Baginda Nabi SAW mengatasi beban ini selain menunggu petunjuk dan wahyu dari Allah? Lembaran sejarah mengajarkan kepada kita, bagaimana sikap Baginda Nabi sebagai qiyadah terunggul membanteras fenomena "media puaka" yang dikelolai Abdullah bin Ubai sampai ke akarnya.
Antara yang dilakukan Rasulullah SAW adalah menyibukkan para sahabat daripada membicarakan fitnah terhadap Saydatuna Aisyah. Ini kerana masyarakat yang tidak sibuk, menghabiskan masa mengatur dam dan melepak di kedai kopi, biasanya tiada urusan lain yang akan dilakukan oleh mereka selain membicarakan isu-isu panas dan fitnah.
Khabar angin, cakap-cakap mulut adalah senjata klasik yang menjadi makanan empuk orang-orang munafik sejak dahulu lagi untuk memecah belahkan umat Islam. Di dalam kitab sirah yang dikarang Ibnu Hisyam, ketika fitnah ini berleluasa radarnya, Rasulullah SAW bertindak keluar ke lokasi yang berbeza dari suasana di Madinah. Rasulullah SAW keluar bersama beberapa orang sahabat untuk beberapa hari dan berhenti di suatu tempat sehingga masing-masing mengantuk dan tertidur. Rasulullah SAW melakukan semua itu agar mereka dapat melupakan "gossip liar" kaum munafiq seputar kejadian sebelumnya.
Begitu juga apabila Rasulullah SAW mengutarakan pandangan dan mengemukakan pendapat tentang hal yang terjadi berikutan tuduhan terhadap isterinya, Aisyah, Baginda hanya berbicara kepada orang-orang yang rapat dengannya sahaja. Baginda tidak berbicara soal tuduhan terhadap Aisyah itu kepada semua orang. Kerana cinta Baginda SAW kepada Aisyah begitu mendalam, manakala tuduhan yang dihadapi oleh Aisyah amat pedih untuk dipendam.
Berbeza dengan sikap orang-orang munafik. Mereka menyebarkan desas-desus dan menikmati rasa kepedihan yang menimpa jiwa Rasulullah SAW.
Safwan bin Mu'attal radhiAllahu anhu disaksikan Rasulullah SAW sendiri sebagai seorang yang soleh dan Allah telah memberikan rezeki kepadanya kesyahidan di jalan-Nya sesudah fitnah liar ini ditamatkan dengan penurunan ayat ke 11-18 daripada surah an-Nur. Allah menjelaskan perihal sebenar dan telah memuji pendirian Abu Ayub al Ansari dan Ummu Ayyub berdasarkan asbaabun nuzul ayat tersebut kerana sikapnya tidak mempercayai tuduhan buruk yang dilemparkan kepada isteri Baginda SAW.
Ketika peristiwa berita fitnah mengenai kerendahan moral Aishah merebak dengan liarnya, Abu Ayyub al Ansori beserta isterinya Ummu Ayyub berkata, "Ya kami mendengar berita itu, tetapi kami tidak percaya dan ini adalah fitnah terhadap Aishah!"
Wahyu Allah yang turun ketika itu sangat menenangkan jiwa Baginda, ia laksana gerimis di saat kekeringan dan kemarau panjang. Firman Allah Taala:
“Sepatutnya semasa kamu mendengar tuduhan itu, orang-orang yang beriman - lelaki dan perempuan, menaruh baik sangka kepada diri (orang-orang) mereka sendiri dan berkata; Ini ialah tuduhan dusta yang nyata” (Surah an Nur : ayat 12).
Inilah sikap Muslim yang menjadi panduan kepada kita apabila menilai sesuatu isu atau berita. Benarlah Allah Taala memuliakan Para Sahabat dan mensucikan Para Ahli Bait Baginda SAW. Sekalipun peristiwa ini sulit dan menyakitkan, namun sedarilah bahawa orang-orang yang diuji dengan peristiwa seumpama ini, pahalanya di sisi Allah tidak akan dizalimi sekecil manapun. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang hamba dizalimi lalu ia bersabar atas kezaliman itu maka Allah pasti menambah kemuliaan baginya.” - Riwayat at-Tirmizi, hadis ini sahih.
Mari kita renungi dalam-dalam jika fitnah seumpama ini berlaku di hadapan kita. Ketika itu di manakah kedudukan hati kita sekarang?
Adakah kita tergamak mengapi-apikan orang lain supaya turut mempercayai berita yang masih belum dipastikan keabsahannya?
Adakah kita mengambil posisi berdiam diri lantaran sikap tidak mahu ambil peduli?
Atau kita tidak percaya khabar tersebut malah mempertahankan peribadi mangsa sebagai orang yang dizalimi, menegaskannya sebagai Muslim yang baik bahkan wajar dipertahankan martabatnya.
Jika hari ini kita di zaman Baginda SAW, di manakah posisi iman kita? Adakah posisi kita bersama Para Sahabat radhiAllahu anhum, ataukah posisi kita di tempat "asfala safilin" di mana kaum munafiq yang mewarisi sikap Abdullah bin Ubai bin Salul ditempatkan? Na'uzubiLlahi min zaalik.
Dewasa ini ramai yang membicarakan topik ‘Cinta Nabi’. Satu
perkembangan baik yang berlaku di kalangan umat Islam. Cuma terkadang,
kita tercari-cari metodologi yang tepat bagaimana menyintai Rasulullah
SAW. Sehingga kita terlupa al-Quran telah membicarakan soal ini secara
jelas dan langsung.
Manhaj Al-Quran
Di dalam surah ali-Imran, Allah Taala telah menyatakan kriteria golongan yang layak bersama dengan Rasulullah SAW;
“Dan berapa banyak Nabi yang berjuang bersama-samanya sejumlah besar pengikut yang bertaqwa. Sifat mereka tidak menjadi lemah dengan ujian yang menimpa mereka di jalan Allah, dan mereka tidak lesu dan tidak pula menyerah kalah. Allah menyintai golongan yang sabar.” (Ali-Imran:146)
Secara jelas Allah menyatakan sifat utama pencinta-pencinta Nabi SAW seperti berikut :
i.Al-Quran telah menggazetkan bahawa golongan yang layak bersama dengan Nabi SAW adalah di kalangan mereka yang sangat sensitif terhadap maruah Islam. Mereka tidak akan membiarkan Nabi SAW berjihad seorang diri, sedangkan mereka duduk sebagai pemerhati. Sebaliknya mereka ada rasa tanggungjawab terhadap cinta Nabi SAW sebagaimana ikrar para sahabat, "Pergilah Engkau SAW bersama Tuhanmu berjuang, sesungguhnya kami bersama-sama denganmu turun berjuang."
ii.Mereka mestilah di kalangan orang-orang yang bertaqwa. Iman mereka dibuktikan dengan gigih berjuang menegakkan agama Allah. Kembali kepada tugas asal manusia sebagai khalifah iaitu ‘Mendirikan Islam, Memelihara Islam dan Mentadbir Dunia Dengan Islam’.
iii.Jatidiri mereka gagah perkasa, kalis tekanan. Apabila mengisytiharkan diri mereka untuk menyertai jihad perjuangan Islam, mereka bersedia berhadapan dengan risiko serta bersungguh-sungguh menongkah arus kejahilan manusia. Manakala golongan yang bacul dan penakut, Nabi SAW tidak sudi mengaku sebagai ummatnya (maksudnya), “Apabila kamu melihat ummatku kecut untuk menyatakan kepada sang zalim “Wahai Si Zalim”. Sesungguhnya diucap selamat tinggal kepada mereka” HR Tabarani.
Bahkan di dalam Ayat 142 sebelumnya, Allah SWT mencabar pendukung-pendukung agama Nabi SAW agar jangan mudah perasan masuk syurga selagi mana tidak berjihad. Ingatan itu disertakan isyarat dari Allah bahawa pencinta-pencinta Nabi SAW mestilah meletakkan misi mati syahid sebagai cita-cita yang tertinggi di dalam ayat 143.
“Adakah kamu menyangka bahawa kamu akan masuk Syurga padahal belum lagi nyata kepada Allah (wujudnya) orang-orang yang berjihad (yang berjuang dengan bersungguh-sungguh) di antara kamu, dan (belum lagi) nyata (wujudnya) orang-orang yang sabar (tabah dan cekal hati dalam perjuangan)?” (Ali Imran:142)
“Dan sesungguhnya kamu telah mengharap-harapkan mati Syahid (dalam perang Sabil) sebelum kamu menghadapinya. Maka sesungguhnya kamu (sekarang) telahpun menyaksikannya dan kamu sedang melihatnya (dengan mata kepala sendiri).” (Ali Imran:143)
Golongan pencinta Nabi SAW mempunyai daya tahan yang kuat. Sedikit pun tidak menyerahkan kalah berhadapan dengan musuh. Dalam konteks realiti Malaysia sekarang yang ujiannya adalah perang pemikiran, mereka mestilah tidak menyerahkan kepercayaan mereka kepada ideologi-ideologi lain selain Islam.
Cinta Nabi SAW Gaya Sahabat
Kita perlu kembali meneladani gaya para sahabat menyintai Nabi SAW. Hal ini kerana, mereka merupakan generasi yang diasuh dari air tangan Nabi SAW. Kelebihan tersebut menjadikan mereka merupakan golongan yang paling menyintai Nabi SAW dan yang paling faham terhadap mesej-mesej wahyu dari Baginda SAW.
Seperti yang telah dikisahkan oleh Imam Ibnu ‘Asakir di dalam karyanya Tarikh Dimasyq, bagaimana manifestasi cinta Saidina Bilal Bin Rabbah terhadap Rasulullah SAW adalah dengan jihad. Setelah kewafatan Baginda SAW, Bilal tidak mampu meneruskan tugasnya sebagai juru azan. Apabila disebut sahaja nama kekasihnya Muhammad SAW, suara Bilal tersekat dan menangis. Maka bermulalah riwayat hidup Bilal Bin Rabbah berendam air mata sepanjang berada di Madinah selepas kewafatan Baginda SAW. Untuk menyelesaikan derita kerinduan yang amat menebal, akhirnya Bilal meminta izin Abu Bakar untuk keluar dari Madinah menuju ke Sham bergabung dengan tentera Islam dalam misi membebaskan Baitul Maqdis. Bilal pergi berjuang demi mendapatkan cintanya kepada Rasulullah SAW.
Begitu juga kisah dua kanak-kanak yang amat ghairah menyintai Nabi SAW. Ketika perang Badar, Abdul Rahman Bin ‘Auf ditemui oleh dua orang kanak-kanak yang melapor diri lantas menyuarakan hasrat ingin mencari Abu Jahal yang telah mencaci Nabi SAW. Mereka bertekad sekiranya terserempak dengan Abu Jahal, mereka akan pastikan si bedebah tersebut segera dibunuh. Akhirnya misi tersebut berjaya dan dipuji oleh Nabi SAW.
Begitu juga cinta Khubaib yang diseksa teruk kerana mempertahankan Islamnya. Sehingga musyrik yang menyeksanya menawarkan pelepasan dari seksaan dengan syarat, Khubaib dapatkan Rasulullah SAW sebagai galang gantinya. Maka Khubaib membenarkan cintanya kepada Nabi SAW dengan penegasannya, “Demi Allah, aku benci bersama bersenang-lenang di dunia dengan keluargaku dan anak-anakku sedangkan Rasulullah SAW ditinggalkan diseksa oleh kamu semua...” al-Bukhari
Di sini kita lihat, cara para sahabat berinteraksi dengan cinta Nabi SAW adalah dengan perlaksanaan. Bukan dengan puji-pujian lisan semata-mata. Lebih dari itu, mereka jadikan jalan jihad sebagai cara menterjemahkan rasa cinta kepada Baginda SAW.
Muhasabah
Berdasarkan potongan ayat al-Quran surah Ali Imran ayat 142 hingga 146, kita perlu meneliti dengan penuh insaf di mana kita. Bahkan kita perlu tanya pada diri kita sepanjang kempen Cinta Nabi SAW, adakah kita telah menjalankan beberapa kempen berikut:
i.Syurga tidak diperoleh semata-mata dengan memuja memuji Nabi SAW sahaja. Sebaliknya syurga hanya boleh dicapai apabila seseorang terlibat dalam perjuangan menegakkan Islam sebagai aqidah dan syariat.
ii.Umat Nabi SAW mesti bercita-cita untuk mati syahid sebagai tanda benar-benar cinta kepada Nabi SAW. Barulah cita-cita tersebut memotivasi umat Baginda SAW supaya gagah mendepani cabaran mendatang.
iii.Tidak ada guna jika setelah kewafatan Nabi SAW, kita hanya merintih dan mengadu nasib bersedih akan pemergian Baginda SAW sedangkan tugas-tugas Baginda SAW kita tinggalkan. Lihat di dalam al-Quran, Allah menegur umat Islam agar jangan berpaling meninggalkan kerja Nabi SAW setelah kewafatannya. Begitu juga Bilal, bukti rindu dan cinta beliau adalah dengan jihad. Ingat, umat Islam sifatnya membina dan maju. Bukan statik dan mandom.
Sekiranya tidak dijumpai kempen-kempen tersebut sepanjang menyambut program Maulid al-Rasul atau seumpamanya, maka sedarlah bahawasanya kita masih gagal memenuhi piawaian Allah SWT dalam menyintai Rasulullah SAW dalam erti kata yang sebenar. Apakah cukup dengan mengingati tanpa melaksana? Cinta adalah tanggungjawab.
Boleh menangis Mufti Perak bila tengok gambar ini
- Jan 21, 2014
- http://naimnikmat.blogspot.com
Kekuatan rohani benteng perjuangan
- Jan 27, 2014
- Idris Ahmad
Peringatan Allah di dalam al-Quran Surah Al Baqarah ayat 44 yang bermaksud "Patutkah kamu menyuruh manusia supaya berbuat kebaikan sedang kamu lupa akan diri kamu sendiri; padahal kamu semua membaca Kitab Allah, tidakkah kamu berakal?"
Kita tidak mahu tergolong dari kalangan mereka yang disebut di dalam ayat di atas. Memang menjadi lumrah kehidupan manusia selalu lupa diri sendiri. Kita hanya nampak kelemahan orang lain sedangkan lupa terhadap diri sendiri. Kita tidak mahu kuman seberang laut nampak, sedangakan gajah di hadapan mata kita tidak nampak.
Ibrahim Adham seorang ulamak Sufi di kota Basrah, pernah ditanya kenapa doa kita tidak diterima. Jawabnya " Kamu hanya nampak aib orang tetapi kamu tidak nampak aib sendiri".
Kita tidak mahu amal kita sia-sia sahaja di akhirat kelak, walaupun atas dunia kita bersungguh-sungguh berusaha, walhal hasilnya di sisi Allah kosong. Biarlah kita bergerak di atas paksi yang betul semoga Allah menerima amal kita dan dinilai sebagai amal soleh di akhirat kelak.
Firman Allah SWT bermaksud "Iaitu orang-orang yang telah sia-sia amal usahanya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahawa mereka sentiasa betul dan baik pada apa sahaja yang mereka lakukan" Surah al-Kahfi:104
Jika rohani kosong maka manusia akan bercakap dengan lidah tetapi tidak bercakap dengan ketulusan hati. Lidahnya petah berbicara kerana latihan pidato yang diterima, tetapi dari segi hakikatnya kosong sahaja.
Bicara beliau bukan dengan ruh, tetapi penuh dengan lakunan dan sandiwara yang sarat dengan matlamat dunia, bukan mahu mencari keredhaan Allah SWT. Allah memberi amaran kepada golongan ini, yang bermaksud
"Wahai orang-orang yang beriman ! Mengapa kamu memperkatakan apa yang kamu tidak melakukannya!. Amat besar kebenciannya di sisi Allah, kamu memperkatakan sesuatu yang kamu tidak melakukannya" ( Surah al -Saf: 2-3).
Kita mesti mentarbiah diri kita untuk beramal dengan apa yang kita cakap, walau pun ianya sukar dicapai di dalam masa yang singkat. Ia tidak dapat dibentuk di dalam satu malam, tetapi ia adalah proses berterusan yang berpanjangan.
Sebab itu di dalam nizam tarbiah PAS, unsur ini menjadi salah satu daripada perkara yang diberi penekanan di dalam tarbiah PAS. Ini bukan bermakna setiap ahli PAS terpaksa menunggu sehingga ia menjadi insan kamil yang mutlak baru ia hendak berjuang.
Sebaliknya perkara ini berjalan seiring. Ketika kita melaksanakan dakwah kepada jalan Allah, kita juga mesti mempertingkatkan hubungan dengan Allah dengan melaksanakan program tarbiah tazkiah al-nafs. Jika kita mahu tunggu sehingga kita menjadi manusia yang sempurna, maka sudah tentu tidak ada dakwah di atas muka bumi ini. Ertinya kita berjuanglah sehingga diri kita menjadi manusia yang sempurna , bukan mahu menunggu kita menjadi sempurna baru kita mahu melaksanakan dakwah.
Peringatan Nabi SAW sepatutnya memberi kegerunan kepada kita yang mengajak orang lain, tetapi kita sendiri mengabaikannya (waliyazubillah) Bermaksud;
"Didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat, dia dicampakkan ke dalam neraka, tiba-tiba perutnya keluar berjela-jela, maka dia berpusing-pusing di dalamnya seperti keldai yang berpusing-pusing pada penunggalnya, penghuni neraka berkumpul kepadanya lalu bertanya; tidakkah awak dahulu menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran?. Dia menjawab :"Ya ! Saya yang menyuruh orang kepada kebaikan tetapi saya tidak mengerjakannya dan saya juga melarang daripada kemungkaran tetapi saya melakukannya"
Kita mesti mentarbiah diri kita supaya sampai kepada tahap Ihsan hasil daripada amalan taqwa kita kepada Allah SWT. Ertinya kita sentiasa berjaga-jaga di dalam tindakan kita, walau pun ketika bersendirian. Kerana Allah sentiasa memerhatikan kelakuan dan tingkah laku kita. Inilah menjadi hikmah kenapa Allah SWT menyuruh hambanya melakukan ibadah sunat terutama qiamullail. Bangun ketika manusia lain sedang nyenyak tidur. Waktu malam yang sunyi daripada kesibukan dunia. Semua ini hendak melatih diri menjadi manusia yang mencapai darjat ihsan.
Sabda Rasulullah SAW bermkasud;
"Bahawa engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihatNya, maka jika tidak melihatNya maka dia melihat engkau".
Sesungguhnya mencari jalan untuk menyuburkan hubungan dengan Allah SWT tidak boleh dianggap ringan. Kerana ia merupakan satu kekuatan dalaman bagi melahirkan peribadi yang unggul sebagai memenuhi syarat anggota gerakan Islam.
Mereka yang kosong hubungan dengan Allah, perjuangannya sia-sia sahaja. Kekuatan luar biasa akan diperolehi oleh seorang anggota harakah Islamiah apabila ia mantap dengan bekalan ini. Musuh kaku dan tidak bermaya untuk menghadapi beliau, kerana aura yang terdapat kepada dirinya. Kalamnya menyusuk hati, wajahnya berseri penuh dengan ketenangan.
Salah suami kalau isteri tolak poligami
- Jan 27, 2014
- AHMAD BAEI JAAFAR
“Ustaz, saya isteri kedua tetapi suami saya sudah jarang balik setelah madu saya tahu yang kami telah berkahwin. Saya boleh bersabar dan rela memberi hak saya kepada madu saya. Tetapi dia tetap membenci saya dan melarang suami saya untuk berjumpa saya. Untuk pengetahuan ustaz, madu saya itu ustazah,” cerita seorang madu.
Itulah realiti yang boleh kita lihat di mana-mana, namun tidak dinafikan ramai juga isteri pertama yang mencadangkan kepada suami agar berkahwin satu lagi. Malah ada isteri yang boleh reda dengan keadaan itu demi cintakan suaminya. Jadi, bolehkah disalahkan ustazah dalam hal ini?
Perlu dijelaskan di sini bukan semua golongan ustazah boleh membenarkan suaminya kahwin lagi, dan tidak semua wanita menolak poligami. Memanglah secara fitrah wanita tidak sanggup berkongsi suami dengan wanita lain. Oleh sebab itu tidak bolehlah lelaki atau suami marahkan isteri kerana menolak poligami. Apatah lagi di dalam al-Quran tidak ada satu ayat pun yang memerintahkan isteri supaya menerima poligami atau ancaman menghukum mana-mana perempuan yang menolak poligami.
Sebenarnya dalam al-Quran Allah mencadangkan poligami kepada para suami seperti firmannya yang bermaksud:
“…dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap golongan yatim, maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu berkenan dari perempuan (ibu tunggal): dua, tiga atau empat. Namun jika kamu bimbang tidak boleh berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu) maka cukuplah dengan seorang sahaja, atau (gunalah) hamba-hamba perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.” (Surah al-Nisa : 3)
Jelas perintah kahwin ini untuk kaum lelaki yang sudah ada isteri. Dan tujuan perintah ini adalah untuk membela golongan yatim agar mereka tidak terbiar. Dalam ayat itu Allah tawarkan kepada suami agar memilih mana-mana ibu tunggal yang ada anak yatim supaya dengan itu dia dapat memberi perhatian kepada anak yatim. Jadi, fokus perintah dalam ayat ini adalah kepada anak yatim bukan ibunya.
Fokus Poligami
Bayangkan kalau semua suami memahami mesej ayat ini sudah tentu mereka akan lihat kepada anak yatim dengan penuh simpati lalu sanggup mengambil mereka sebagai anak. Tentu dengan sikap itu, tidak wujud rumah anak yatim seperti hari ini. Bukan itu sahaja, isteri suami yang sedia ada itu tidak terlalu marah dengan perkahwinan keduanya dengan ibu anak yatim itu. Hal ini kerana dia juga bersimpati dengan nasib anak yatim lalu perkahwinan suaminya sudah menjadi kecil.
Hari ini fokus poligami lebih kepada nafsu lalu dipilih anak dara atau janda muda yang belum ada anak. Kalau itulah fokusnya tiada sebab mengapa isteri yang bertaraf ustazah dan lain-lain akan marah. Memang fitrah isteri, tidak suka suaminya kahwin lain kerana dengan perkahwinan itu mencabar kemampuan dirinya sebagai isterinya. Dia rasa suaminya sudah tidak suka kepadanya lalu mencari perempuan alternatif. Dia rasa suami sudah tidak perlukan dirinya lagi. Oleh sebab itulah dia menolak poligami.
Tetapi saya yakin kalau isteri tersebut sedar dan tahu hakikat perkahwinan suaminya kerana membela anak yatim, tentu kemarahannya kepada suaminya akan berkurangan, marahnya tidak lagi 100 peratus. Tetapi hakikat inilah yang tidak pernah berlaku dalam perkahwinan poligami. Suaminya berkahwin bukan untuk anak yatim tetapi untuk isterinya yang cantik molek. Apabila fokusnya bukan lagi kepada perintah Allah, dan apabila tujuan poligami diabaikan pasti ada kepincangannya.
Sebenarnya poligami yang dibina atas asas membela anak yatim adalah satu-satunya yang masih relevan pada masa ini. Kita tidak nafikan tujuan poligami yang ditunjukkan oleh Rasulullah banyak tetapi sebahagian besarnya sesuai untuk golongan pemimpin masyarakat. Walau apapun tujuan poligami, cara mengurus rumah tangga tetap sama. Keadilan dalam menggilirkan antara isteri perlu diutamakan daripada soal-soal lain.
Keadilan Dalam Kasih Sayang
Allah kurniakan satu hati kepada seseorang manusia baik lelaki mahu pun perempuan. Namun hati seorang lelaki amat unik kerana dia mampu memberikan kasih sayangnya kepada empat orang isteri. Malah dia mampu memberikan 100 peratus kasih sayang kepada semua isterinya kalau dia mahu. Walau bagaimanapun rasa kasih dan sayang itu bukan milik kita, sebaliknya Allah yang mendorong.
Dalam hal ini Rasulullah SAW sendiri berdoa seperti yang diriwayatkan oleh ‘Aishah, maksudnya:
“Daripada ‘Aishah bahawasanya Nabi SAW membahagikan antara isteri-isterinya maka dia boleh mengadili dengan baik. Namun dalam soal kasih sayang dia berdoa: “Ya Allah inilah pembahagianku mengikut apa yang aku miliki, maka janganlah Kamu mencelaku pada perkara yang Kamu miliki sedangkan aku tidak miliki.” (Riwayat al-Tarmizi)
Jelas, Allah yang menguasasi kasih dan sayang dan apa yang diberikan kepada kita bukan milik mutlak. Jadi, kita tidak boleh memberi keadilan dalam soal kasih sayang. Tetapi keadaan ini pada saya amat baik buat isteri yang mengharapkan kasih sayang suami masing-masing. Kalau isteri-isteri ini boleh diibaratkan seperti juru jual tentu mereka akan berusaha menawan hati pelanggannya. Sikap dan cakapnya akan diberi perhatian oleh pelanggan.
Sewaktu suami balik ke rumah, adakah isteri sambut suami dengan senyum? Sewaktu suami masuk rumah, adakah isteri menyejukkan hati suami dengan air suam atau mineral? Sewaktu suami kelihatan penat, adakah isteri membuka baju suami dan membawanya ke dalam bilik? Jika semua itu dapat dilakukan oleh isteri, suami mana yang akan membenci isteri tersebut.
Keadilan Dalam Nafkah
Dalam poligami memberi nafkah kepada isteri hendak mengikut keperluan isteri. Sebenarnya antara isteri tidak sama keperluannya. Pastinya keperluan isteri yang kurus tidak sama dengan keperluan isteri yang gemuk. Begitu juga dengan isteri yang mempunyai anak ramai dengan isteri yang belum ada anak. Jadi, adil dalam konteks nafkah tidak merujukkan kepada kesamarataan. Boleh jadi nafkah isteri pertama lebih besar daripada yang kedua yang masih baru.
Perlu dijelaskan di sini, nafkah terbahagi kepada tiga iaitu makan dan minum, pakaian dan tempat tinggal. Semua itu perlu disediakan oleh suami mengikut kemampuan suami. Suami kaya perlu menyediakan semua itu pada kadar kekayaannya, tetapi suami yang miskin, lakukan sekadar mana yang dia mampu. Oleh sebab itu isteri dalam keadaan itu tidak boleh menuntut sesuatu yang tidak dimiliki suami.
Keadilan Dalam Giliran
Berbeza dalam soal giliran, suami perlu adil dalam menetapkan hari yang perlu digilirkan antara isteri. Oleh sebab itu giliran bermalam dengan isteri perlu dibahagikan dengan adil jumlah harinya. Maknanya kalau seseorang isteri itu mendapat giliran tiga hari seminggu, maka suami tidak boleh melebih hari pada isteri yang lain. Kalau suami mahu melebihkan mana-mana isteri atas permintaan salah satu isterinya, maka dia perlu meminta izin isteri lain dahulu. Jika isteri tersebut tidak membenarkannya, haramlah suami itu melanggarnya.
Bagi suami yang memiliki ramai isteri wajib membuat jadual giliran yang jelas. Jika antara isteri itu tinggal dalam jarak yang dekat, sebaiknya membuat giliran setiap hari secara selang seli. Tetapi kalau masing-masing isteri berada di tempat yang jauh yang jarak perjalanannya memakan masa setengah hari, bolehlah berbincang secara baik dengan isteri-isteri sama ada dua hari dan dua hari atau tiga hari dan tiga hari.
Sebenarnya kiraan giliran adalah 24 jam malam dan siangnya. Maknanya kalau malam ini pada giliran isteri pertama, esok siangnya juga masih giliran isteri pertama. Walau bagaimanapun suami itu boleh datang ziarah untuk sesuatu urusan di rumah isteri lain seperti isteri sakit, menghantar makanan atau melihat anak-anak atau ada kerja yang perlu dilakukan di situ. Isteri lain dalam keadaan ini perlu meredhai tindakan suaminya.
Jaga Hati dan Perasaan Isteri
Selain keadilan, suami dalam hidup poligami perlu tahu menghormati isteri-isterinya yang sanggup berkorban untuknya. Oleh sebab itu suami perlu pandai menjaga hati isteri-isteri dengan tidak membawa sebarang kesan daripada rumah isteri yang lain. Apatah lagi kalau suami suka menceritakan kebaikan atau keburukan seseorang isteri kepada isteri yang lain.
Pada masa yang sama, isteri-isteri tidak seharusnya membuat sesuatu yang boleh melukakan hati suami atau madunya. Sikap saling hormat menghormati antara satu sama lain perlu wujud antara mereka demi mencintai suami mereka yang satu. Apa ertinya isteri mengakui cintakan suami kalau setiap hari bertemu suami, membuatkan suami susah hati dengan pelbagai persoalan.
Bagi mencapai kehidupan bahagia sebaiknya pasangan suami isteri yang berpoligami ini meletakkan Allah di hadapan. Jadi, mereka perlu tahu kehendak Allah dan mendahulukan Allah dalam semua urusan. Kalau suami meletakkan Allah di hadapan, tidak mungkin isteri yang beriman kepada Allah akan menentang suaminya. Namun begitu kalau rumah tangga tersebut masih bermasalah, ada kemungkinan isteri itu yang tidak beriman kepada Allah atau suami itu yang membelakangkan Allah.
Walau bagaimanapun kita harus sedar bahawa isu yang selalu ditimbulkan oleh orang yang terlibat dalam poligami semua berpunca daripada sikap suami yang tidak adil pada diri, pada agama dan pada isteri. Percayalah jika semua yang dibentangkan di sini dapat direalisasikan oleh umat Islam, pasti tiada banyak masalah dalam rumah tangga umat Islam. Ketika itu tidak akan ada lagi isteri-isteri yang menentang suaminya berkahwin lain.
http://baei.blogspot.com/
Terapi nabawi mendepani fitnah dan tuduhan
- Jan 24, 2014
- USTAZ MOHD AZMIR BIN MAIDEEN
Itulah rutin yang kerap dilakukan oleh Safwan, seorang Sahabat Nabi setiap kali berakhirnya perang. Namun, setelah Safwan tersedar daripada lenanya beliau mendapati Aishah, isteri Baginda SAW tertinggal keseorangan daripada kumpulan yang sepatutnya beliau bersama Rasulullah SAW menuju pulang ke Madinah.
Peristiwa itu menyebabkan kota Madinah gempar. Segala rekayasa media dipaparkan oleh kaum munafiq semahu-mahunya. Fitnah keji dan tuduhan jahat terhadap keluarga Nabi SAW kedengaran merata ke pengetahuan masyarakat Muslim dan non-Muslim di Madinah, di mana Aisyah, isteri Nabi SAW dituduh berselingkuh dengan Safwan bin Mu'attal.
Sementara Abdullah bin Ubai dan kaum munafiq melepaskan dendam dan bencinya terhadap Rasulullah SAW dengan mengambil kesempatan, mencipta dan menaburkan fitnah terhadap isteri Baginda sehingga terdapat beberapa orang Islam terpengaruh dengan fitnah tersebut. Beberapa orang sahabat berkelahi dengan Safwan bin Mu'attal, antaranya ialah Hassan bin Thabit, tukang penyair Rasulullah.
Tuduhan itu dirumus berdasarkan tindakan Safwan yang mengiringi Saydatuna Aishah radhiAllahu anha sehingga tiba ke Madinah. Peristiwa itu dijaja sebagai fakta kukuh, tentang kecurangan Aishah terhadap Rasulullah SAW.
Disebut oleh Ibnu Hisham di dalam sirahnya, fitnah tersebut menyebabkan Rasulullah melontarkan persoalan kepada Aishah, "Wahai Aisyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku berita begitu dan begini tentangmu. Jika kamu seorang yang bersih dari fitnah itu maka Allah akan membersihkanmu, jika sekiranya kamu mengerjakan dosa maka mohonlah ampun dan bertaubatlah kepada Allah kerana seseorang hamba itu apabila mengaku dosanya kemudian dia bertaubat kepada Allah nescaya Allah maha menerima taubatnya."
Sedih Aishah mendengar teguran Baginda, suara Baginda bagaikan guruh yang mengegarkan tiang langit. Lantaran persoalan bernada keraguan itu, Saydatuna Aisyah mengalirkan air mata, dengan sebak menangis melihat tawarnya keyakinan Baginda kepadanya. Aishah kemudiannya melontarkan perkataan yang membuktikan kejituan imannya kepada Allah Taala, "Aku tidak dapati suatu contoh perkataan melainkan seperti yang pernah diucapkan oleh Nabi Yusuf alaihissalam; ...Sabar itulah yang paling baik dan Allah sahaja tempat meminta pertolongan di atas apa yang kamu sifatkan terhadapku (maksud surah Yusuf ayat18)."
Allah telah mentaqdirkan satu ujian yang pahit diterima Baginda SAW, lebih-lebih lagi apabila wahyu tidak turun sebulan lamanya sejurus dari peristiwa itu. Semua itu agar kita agar generasi umat Islam hari ini mengambil iktibar sebagai umatnya yang beriman kepada Allah dan Rasul, sebagai umatnya yang menjulang tinggi makna kesetiaan dan persaudaraan.
Lalu, apa sebenarnya yang dilakukan Baginda Nabi SAW mengatasi beban ini selain menunggu petunjuk dan wahyu dari Allah? Lembaran sejarah mengajarkan kepada kita, bagaimana sikap Baginda Nabi sebagai qiyadah terunggul membanteras fenomena "media puaka" yang dikelolai Abdullah bin Ubai sampai ke akarnya.
Antara yang dilakukan Rasulullah SAW adalah menyibukkan para sahabat daripada membicarakan fitnah terhadap Saydatuna Aisyah. Ini kerana masyarakat yang tidak sibuk, menghabiskan masa mengatur dam dan melepak di kedai kopi, biasanya tiada urusan lain yang akan dilakukan oleh mereka selain membicarakan isu-isu panas dan fitnah.
Khabar angin, cakap-cakap mulut adalah senjata klasik yang menjadi makanan empuk orang-orang munafik sejak dahulu lagi untuk memecah belahkan umat Islam. Di dalam kitab sirah yang dikarang Ibnu Hisyam, ketika fitnah ini berleluasa radarnya, Rasulullah SAW bertindak keluar ke lokasi yang berbeza dari suasana di Madinah. Rasulullah SAW keluar bersama beberapa orang sahabat untuk beberapa hari dan berhenti di suatu tempat sehingga masing-masing mengantuk dan tertidur. Rasulullah SAW melakukan semua itu agar mereka dapat melupakan "gossip liar" kaum munafiq seputar kejadian sebelumnya.
Begitu juga apabila Rasulullah SAW mengutarakan pandangan dan mengemukakan pendapat tentang hal yang terjadi berikutan tuduhan terhadap isterinya, Aisyah, Baginda hanya berbicara kepada orang-orang yang rapat dengannya sahaja. Baginda tidak berbicara soal tuduhan terhadap Aisyah itu kepada semua orang. Kerana cinta Baginda SAW kepada Aisyah begitu mendalam, manakala tuduhan yang dihadapi oleh Aisyah amat pedih untuk dipendam.
Berbeza dengan sikap orang-orang munafik. Mereka menyebarkan desas-desus dan menikmati rasa kepedihan yang menimpa jiwa Rasulullah SAW.
Safwan bin Mu'attal radhiAllahu anhu disaksikan Rasulullah SAW sendiri sebagai seorang yang soleh dan Allah telah memberikan rezeki kepadanya kesyahidan di jalan-Nya sesudah fitnah liar ini ditamatkan dengan penurunan ayat ke 11-18 daripada surah an-Nur. Allah menjelaskan perihal sebenar dan telah memuji pendirian Abu Ayub al Ansari dan Ummu Ayyub berdasarkan asbaabun nuzul ayat tersebut kerana sikapnya tidak mempercayai tuduhan buruk yang dilemparkan kepada isteri Baginda SAW.
Ketika peristiwa berita fitnah mengenai kerendahan moral Aishah merebak dengan liarnya, Abu Ayyub al Ansori beserta isterinya Ummu Ayyub berkata, "Ya kami mendengar berita itu, tetapi kami tidak percaya dan ini adalah fitnah terhadap Aishah!"
Wahyu Allah yang turun ketika itu sangat menenangkan jiwa Baginda, ia laksana gerimis di saat kekeringan dan kemarau panjang. Firman Allah Taala:
“Sepatutnya semasa kamu mendengar tuduhan itu, orang-orang yang beriman - lelaki dan perempuan, menaruh baik sangka kepada diri (orang-orang) mereka sendiri dan berkata; Ini ialah tuduhan dusta yang nyata” (Surah an Nur : ayat 12).
Inilah sikap Muslim yang menjadi panduan kepada kita apabila menilai sesuatu isu atau berita. Benarlah Allah Taala memuliakan Para Sahabat dan mensucikan Para Ahli Bait Baginda SAW. Sekalipun peristiwa ini sulit dan menyakitkan, namun sedarilah bahawa orang-orang yang diuji dengan peristiwa seumpama ini, pahalanya di sisi Allah tidak akan dizalimi sekecil manapun. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah seorang hamba dizalimi lalu ia bersabar atas kezaliman itu maka Allah pasti menambah kemuliaan baginya.” - Riwayat at-Tirmizi, hadis ini sahih.
Mari kita renungi dalam-dalam jika fitnah seumpama ini berlaku di hadapan kita. Ketika itu di manakah kedudukan hati kita sekarang?
Adakah kita tergamak mengapi-apikan orang lain supaya turut mempercayai berita yang masih belum dipastikan keabsahannya?
Adakah kita mengambil posisi berdiam diri lantaran sikap tidak mahu ambil peduli?
Atau kita tidak percaya khabar tersebut malah mempertahankan peribadi mangsa sebagai orang yang dizalimi, menegaskannya sebagai Muslim yang baik bahkan wajar dipertahankan martabatnya.
Jika hari ini kita di zaman Baginda SAW, di manakah posisi iman kita? Adakah posisi kita bersama Para Sahabat radhiAllahu anhum, ataukah posisi kita di tempat "asfala safilin" di mana kaum munafiq yang mewarisi sikap Abdullah bin Ubai bin Salul ditempatkan? Na'uzubiLlahi min zaalik.
Cinta Nabi, saranan al-Quran yang ditinggalkan
- Jan 24, 2014
- ABDUL MUIZZ BIN MUHAMMAD
Manhaj Al-Quran
Di dalam surah ali-Imran, Allah Taala telah menyatakan kriteria golongan yang layak bersama dengan Rasulullah SAW;
“Dan berapa banyak Nabi yang berjuang bersama-samanya sejumlah besar pengikut yang bertaqwa. Sifat mereka tidak menjadi lemah dengan ujian yang menimpa mereka di jalan Allah, dan mereka tidak lesu dan tidak pula menyerah kalah. Allah menyintai golongan yang sabar.” (Ali-Imran:146)
Secara jelas Allah menyatakan sifat utama pencinta-pencinta Nabi SAW seperti berikut :
i.Al-Quran telah menggazetkan bahawa golongan yang layak bersama dengan Nabi SAW adalah di kalangan mereka yang sangat sensitif terhadap maruah Islam. Mereka tidak akan membiarkan Nabi SAW berjihad seorang diri, sedangkan mereka duduk sebagai pemerhati. Sebaliknya mereka ada rasa tanggungjawab terhadap cinta Nabi SAW sebagaimana ikrar para sahabat, "Pergilah Engkau SAW bersama Tuhanmu berjuang, sesungguhnya kami bersama-sama denganmu turun berjuang."
ii.Mereka mestilah di kalangan orang-orang yang bertaqwa. Iman mereka dibuktikan dengan gigih berjuang menegakkan agama Allah. Kembali kepada tugas asal manusia sebagai khalifah iaitu ‘Mendirikan Islam, Memelihara Islam dan Mentadbir Dunia Dengan Islam’.
iii.Jatidiri mereka gagah perkasa, kalis tekanan. Apabila mengisytiharkan diri mereka untuk menyertai jihad perjuangan Islam, mereka bersedia berhadapan dengan risiko serta bersungguh-sungguh menongkah arus kejahilan manusia. Manakala golongan yang bacul dan penakut, Nabi SAW tidak sudi mengaku sebagai ummatnya (maksudnya), “Apabila kamu melihat ummatku kecut untuk menyatakan kepada sang zalim “Wahai Si Zalim”. Sesungguhnya diucap selamat tinggal kepada mereka” HR Tabarani.
Bahkan di dalam Ayat 142 sebelumnya, Allah SWT mencabar pendukung-pendukung agama Nabi SAW agar jangan mudah perasan masuk syurga selagi mana tidak berjihad. Ingatan itu disertakan isyarat dari Allah bahawa pencinta-pencinta Nabi SAW mestilah meletakkan misi mati syahid sebagai cita-cita yang tertinggi di dalam ayat 143.
“Adakah kamu menyangka bahawa kamu akan masuk Syurga padahal belum lagi nyata kepada Allah (wujudnya) orang-orang yang berjihad (yang berjuang dengan bersungguh-sungguh) di antara kamu, dan (belum lagi) nyata (wujudnya) orang-orang yang sabar (tabah dan cekal hati dalam perjuangan)?” (Ali Imran:142)
“Dan sesungguhnya kamu telah mengharap-harapkan mati Syahid (dalam perang Sabil) sebelum kamu menghadapinya. Maka sesungguhnya kamu (sekarang) telahpun menyaksikannya dan kamu sedang melihatnya (dengan mata kepala sendiri).” (Ali Imran:143)
Golongan pencinta Nabi SAW mempunyai daya tahan yang kuat. Sedikit pun tidak menyerahkan kalah berhadapan dengan musuh. Dalam konteks realiti Malaysia sekarang yang ujiannya adalah perang pemikiran, mereka mestilah tidak menyerahkan kepercayaan mereka kepada ideologi-ideologi lain selain Islam.
Cinta Nabi SAW Gaya Sahabat
Kita perlu kembali meneladani gaya para sahabat menyintai Nabi SAW. Hal ini kerana, mereka merupakan generasi yang diasuh dari air tangan Nabi SAW. Kelebihan tersebut menjadikan mereka merupakan golongan yang paling menyintai Nabi SAW dan yang paling faham terhadap mesej-mesej wahyu dari Baginda SAW.
Seperti yang telah dikisahkan oleh Imam Ibnu ‘Asakir di dalam karyanya Tarikh Dimasyq, bagaimana manifestasi cinta Saidina Bilal Bin Rabbah terhadap Rasulullah SAW adalah dengan jihad. Setelah kewafatan Baginda SAW, Bilal tidak mampu meneruskan tugasnya sebagai juru azan. Apabila disebut sahaja nama kekasihnya Muhammad SAW, suara Bilal tersekat dan menangis. Maka bermulalah riwayat hidup Bilal Bin Rabbah berendam air mata sepanjang berada di Madinah selepas kewafatan Baginda SAW. Untuk menyelesaikan derita kerinduan yang amat menebal, akhirnya Bilal meminta izin Abu Bakar untuk keluar dari Madinah menuju ke Sham bergabung dengan tentera Islam dalam misi membebaskan Baitul Maqdis. Bilal pergi berjuang demi mendapatkan cintanya kepada Rasulullah SAW.
Begitu juga kisah dua kanak-kanak yang amat ghairah menyintai Nabi SAW. Ketika perang Badar, Abdul Rahman Bin ‘Auf ditemui oleh dua orang kanak-kanak yang melapor diri lantas menyuarakan hasrat ingin mencari Abu Jahal yang telah mencaci Nabi SAW. Mereka bertekad sekiranya terserempak dengan Abu Jahal, mereka akan pastikan si bedebah tersebut segera dibunuh. Akhirnya misi tersebut berjaya dan dipuji oleh Nabi SAW.
Begitu juga cinta Khubaib yang diseksa teruk kerana mempertahankan Islamnya. Sehingga musyrik yang menyeksanya menawarkan pelepasan dari seksaan dengan syarat, Khubaib dapatkan Rasulullah SAW sebagai galang gantinya. Maka Khubaib membenarkan cintanya kepada Nabi SAW dengan penegasannya, “Demi Allah, aku benci bersama bersenang-lenang di dunia dengan keluargaku dan anak-anakku sedangkan Rasulullah SAW ditinggalkan diseksa oleh kamu semua...” al-Bukhari
Di sini kita lihat, cara para sahabat berinteraksi dengan cinta Nabi SAW adalah dengan perlaksanaan. Bukan dengan puji-pujian lisan semata-mata. Lebih dari itu, mereka jadikan jalan jihad sebagai cara menterjemahkan rasa cinta kepada Baginda SAW.
Muhasabah
Berdasarkan potongan ayat al-Quran surah Ali Imran ayat 142 hingga 146, kita perlu meneliti dengan penuh insaf di mana kita. Bahkan kita perlu tanya pada diri kita sepanjang kempen Cinta Nabi SAW, adakah kita telah menjalankan beberapa kempen berikut:
i.Syurga tidak diperoleh semata-mata dengan memuja memuji Nabi SAW sahaja. Sebaliknya syurga hanya boleh dicapai apabila seseorang terlibat dalam perjuangan menegakkan Islam sebagai aqidah dan syariat.
ii.Umat Nabi SAW mesti bercita-cita untuk mati syahid sebagai tanda benar-benar cinta kepada Nabi SAW. Barulah cita-cita tersebut memotivasi umat Baginda SAW supaya gagah mendepani cabaran mendatang.
iii.Tidak ada guna jika setelah kewafatan Nabi SAW, kita hanya merintih dan mengadu nasib bersedih akan pemergian Baginda SAW sedangkan tugas-tugas Baginda SAW kita tinggalkan. Lihat di dalam al-Quran, Allah menegur umat Islam agar jangan berpaling meninggalkan kerja Nabi SAW setelah kewafatannya. Begitu juga Bilal, bukti rindu dan cinta beliau adalah dengan jihad. Ingat, umat Islam sifatnya membina dan maju. Bukan statik dan mandom.
Sekiranya tidak dijumpai kempen-kempen tersebut sepanjang menyambut program Maulid al-Rasul atau seumpamanya, maka sedarlah bahawasanya kita masih gagal memenuhi piawaian Allah SWT dalam menyintai Rasulullah SAW dalam erti kata yang sebenar. Apakah cukup dengan mengingati tanpa melaksana? Cinta adalah tanggungjawab.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan