Hudud: Abim gesa tarik balik kenyataan ‘makan sup tangan’
- Apr 22, 2014
- HARAKAHDAILY
Presidennya, Amidi Abdul Manan berkata Mahathir selaku salah seorang pemimpin dunia Islam yang disegani, sepatutnya lebih berhati-hati mengeluarkan pandangan dalam hal yang berkaitan dengan perundangan syariah.
“Jika sebelum ini sindiran seperti ‘kalau mahu makan sup tangan bolehlah ke Kelantan’ dan beberapa kenyataan seumpamanya oleh beliau, maka ada baiknya beliau menarik balik kenyataan-kenyataan ini demi keimanan dan kecintaan kepada risalah Rasulullah s.a.w,” ujarnya.
Berikut adalah kenyataan penuh beliau:
MEMETIK kenyataan yang dikeluarkan oleh Tun Mahathir Mohamad menerusi saluran Astro Awani pada 17 April 2014 yang menyebut berkaitan perlaksanaan Enakmen Jenayah Syariah II Kelantan, Angkatan Belia Islam Malaysia (Abim) memandang berat kenyataan tersebut.
Tun Mahathir selaku salah seorang pemimpin dunia Islam yang disegani, sepatutnya lebih berhati-hati mengeluarkan pandangan dalam hal yang berkaitan dengan perundangan syariah.
Pandangan beliau yang menyatakan bahawa adalah tidak adil jika berlaku perbezaan hukuman antara warganegara bagi kesalahan yang sama boleh menimbulkan kekeliruan.
Beliau memberikan contoh nanti ramai orang Islam akan kudung tangan kerana mencuri sedangkan kesalahan yang sama bagi mereka yang bukan Islam hanya 2 bulan penjara.
Kenyataan ini seolah-olah mahu menggambarkan bahawa hukum Islam adalah berat, tidak munasabah dan terlalu kejam.
Beliau perlu memahami bahawa pembuktian di bawah peruntukan hudud adalah berdasarkan kepada prinsip 'Beyond the shadow of doubt' yang jauh melangkaui 'Beyond reasonable doubt' bagi menjamin hak tertuduh dan sekaligus sebagai amaran dan pendidikan kepada masyarakat.
Keindahan hukum Islam terletak kepada proses perbicaraan, pembuktian dan urus tadbirnya.
Kenyataan Tun Mahathir yang menumpukan kepada hukuman boleh menimbulkan persepsi negatif terhadap hukum hudud.
Selain daripada itu, pernyataan secara bersahaja yang disebut oleh beliau, bahawa hukuman dera bagi pesalah zina tidak terkandung dalam al-Quran hanya terdapat dalam hadith sebagai satu cubaan, untuk menafikan hukuman tersebut sebagai bukan sebahagian daripada hukum Islam dan juga kedudukan hadith sebagai sumber hukum selepas al-Quran.
Jelas kenyataan ini penuh dengan kekeliruan. Hadith merupakan sumber hukum yang kedua selepas al-Quran dengan penyataan yang tegas berkaitan ketaatan kita kepada Allah dan kepada Baginda Rasulullah s.a.w adalah ketaatan yang mutlak tidak berbelah bahagi.
Justeru segala pengakuan, perbuatan dan perilaku baginda adalah manifestasi kepada tuntutan al-Quran yang sahih.
Abim berpandangan adalah lebih baik pandangan beliau tidak diketengahkan kepada awam dan beliau sendiri tidak mengeluarkan pandangan yang sebegini.
Ini adalah untuk keadilan kepada hukum Islam itu sendiri, kerana memberikan pernyataan yang tidak berdasarkan ilmu yang tepat hanya meletakkan hukum Islam bukan pada tempatnya (zalim).
Maka bagi menjamin keadilan terhadap hukum Islam Tun Mahathir perlu untuk lebih cermat dengan mendalami ilmu berkaitan perundangan Islam dari sumber yang muktabar.
Mengehadkan sumber hukum hanya kepada al-Quran tanpa hadith, ijmak dan juga qias adalah cara berfikir yang berbahaya dan boleh menjerumuskan kita ke arah kesesatan.
Tanggungjawab kita sebagai seorang Muslim apatah lagi sebagai pemimpin adalah bersikap adil termasuk memberi gambaran yang benar terhadap hukum Islam.
Abim menyanjung usaha yang pernah dilakukan oleh Tun Mahathir dalam mengangkat martabat Islam tetapi pernyataan sebegini amat berbahaya dan mengelirukan.
Abim juga berpandangan penentangan terhadap Enakmen Jenayah Syariah II Kelantan oleh beberapa parti baik di pihak BN mahu pun PR kemungkinan adalah berpunca dari kenyataan beliau ini.
Jika sebelum ini sindiran seperti "kalau mahu makan sup tangan bolehlah ke Kelantan" dan beberapa kenyataan seumpamanya oleh beliau, maka ada baiknya beliau menarik balik kenyataan-kenyataan ini demi keimanan dan kecintaan kepada risalah Rasulullah s.a.w.
Hukum Belajar Agama adalah Fardhu Ain
Dalam hukum Islam, kita mengenal adanya 2 hukum fardhu ( wajib ). Hukum fardhu yang pertama adalah fardhu ain, sedangkan yang kedua ialah fardhu kifayah. Fardhu ain adalah kewajiban yang dibebankan kepada setiap muslim tanpa terkecuali, sedangkan fardhu kifayah adalah kewajiban yang dibebankan kepada kelompok, dalam artian jika dalam suatu kelompok sudah terdapat orang yang melaksanakan kewajiban tersebut, maka gugurlah kewajiban anggota kelompok yang lain. Belajar ilmu agama adalah salah satu contoh dari kegiatan yang mempunyai hukum fardhu ain.Saya merasa beruntung berasal dari keluarga yang berlatar belakang Agamis. Background keluarga yang agamis membuat saya mendapatkan pendidikan agama semenjak saya masih kecil, baik secara formal maupun non-formal. Masih teringat betul dalam pikiran saya, ketika saya masih SD, pagi hari saya berangkat sekolah sedangkan sore harinya saya berangkat mengaji. Saya mengenyam pendidikan di sekolah agama mulai dari SD hingga jenjang SMP, rencananya hingga SMA, tpi Allah berkehendak lain. Pendidikan agama yang saya pelajari semenjak kecil mengajarkan banyak hal kepada saya, tentang bacaaan sholat, belajar mengaji, hukum Fiqih, aqidah dan akhlak, dan juga mengenai sejarah Islam.
Hasil dari belajar memang tidak bisa dirasakan langsung. Ada pahit yang harus diterima ketika saya belajar Agama. Saya masih ingat betul bahwa ketika saya kecil, saya sering menangis karena dimarahi oleh Ayah saya, akibat bacaan saya yang salah ketika membaca Al-Quran. Tapi sekarang saya sangat bersyukur akan hal itu, karena jika tidak dengan cara demikian, maka mungkin sekarang saya tidak bisa membaca Al-Qur’an dengan lancer dan benar. Dengan tajwid yang benar dan makhorijul huruf yang benar.
Menginjak masa SMA, saya masuk ke SMA Negeri, mulai dari sini pendidikan tentang agama yang saya dapatkan berkurang. Tidak ada lagi pelajaran Fiqih, Aqidah Akhlak, atau Sejarah kebudayaan Islam yang menjadi makanan sehari-hari saya ketika saya sekolah dari SD-SMP. Yang ada hanyalah sebuah mata pelajaran Agama, mata pelajaran yang mendapatkan slot selama 2 jam mata pelajaran dalam waktu seminggu.
Ketika saya masih SMA, seringkali Ayah saya menyuruh saya untuk menghadiri pengajian disana-sini, untuk mendapatkan tambahan ilmu Agama mengingat saya kini tidak mendapatkan ilmu Agama yang cukup disekolah. Tapi saat itu saya merasa bahwa ilmu Agama saya sudah cukup banyak, sebuah kebodohan yang baru saya sadari saat ini. Tidak pernah dalam hidup anda, anda mendapatkan terlalu banyak ilmu. Kebodohan saya semakin bertambah lagi ketika saya menyadari bahwa dunia saat ini tidak seperti dulu lagi.
Menginjak masa kuliah, saya menyadari bahwa ada banyak sekali paham diluar sana yang bertentangan dengan Islam. Paham yang mengagumkan duniawi, yang menitikberatkan hidup pada kehidupan dunia dan mengesampingkan kehidupan beragama. Orang-orang yang sibuk bekerja siang-malam demi materi dunia dan celakangnya, secara tidak sadar saya mulai terseret kedalam arus tersebut. Saya tahu bahwa ajaran tersebut tidak baik, tapi apalah arti ketahuan saya ketika hal tersebut tidak dilakukan. Tidak ada lagi majelis agama yang saya ikuti secara rutin ketika saya kuliah, padahal tantangan kehidupan dunia semakin gila saja.
Hidup di jaman dunia modern tidak cukup hanya dengan ilmu Fiqih dan Akhlak saja. Terkadang saya merasa bahwa kehidupan di desa itu sangatlah nyaman. Tidak ada faham aneh-aneh yang mereka terima, mereka tidak tahu apa itu sekulerisasi, mereka tidak tahu apa itu liberalisasi. Mereka menjalankan Agama dengan tenang sesuai dengan yang diajarkan oleh kyai atau orang tua mereka. Tidak ada keraguan didalam hati mereka.
Sedangkan kehidupan dikota banyak sekali cobaannya. Semakin banyak dunia berkembang, semakin banyak ilmu yang dikaji. Celakanya adalah, banyak orang yang mengkaji ilmu agama yang tetapi justru menjauhkan diri mereka sendiri dari agama. Menganggap bahwa Al-Qur’an hanya produk budaya, bahwa semua agama itu sama, dan bahkan menganggap pendidikan agama itu kuno. Serangan-serangan ini mau tidak mau harus membuat kita belajar lebih lanjut mengenai Agama. Jika dulu mungkin kita kurang mempelajari tentang Tauhid, maka kini pelajaran Tauhid adalah salah satu hal terpenting. Masalah Fiqih mungkin masih bisa diperdebatkan, tapi masalah Tauhid adalah sesuatu yang pasti. Buya Hamka pernah berkata “ Aku bisa mengkompromikan segala hal, tapi tidak dengan Tauhid “ . Sebuah prinsip yang akhirnya membuat ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua MUI setelah pemerintah tidak setuju dengan fatwanya bahwa mengucapkan selamat hari raya besar kepada umat lain bagi seorang muslim adalah haram
Belajar ilmu tauhid memang tidak mudah, salah-salah justru kita terbawa dalam arus yang mendeskriditkan agam sendiri. Untuk belajar tauhid diperlukan guru yang benar-benar masih lurus, yang masih menggunakan Al-Qur’an dan Hadits sebagai pedomannya. Salah satu lembaga yang kini berkutat mengenai pembahasan tentang pemikiran Islam adalah INSISTS yang mempunyai cabang di berbagai kota walaupun dengan nama yang berbda. Setiap kegiatan diskusi dari INSISTS layak diikuti oleh siapapun yang masih ingin mencari sumber agama Islam yang masih lurus.
Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda, “Duduk di sisi ‘Ulama selama satu jam lebih kugemari, dibanding ibadah selama 1000 tahun.”Walaupun tauhid merupakan sebuah kebutuhan mendasar saat ini, tidak berarti kita bisa mengsampingkan masalah Fiqih dan Akhlak. FIqih dan Akhlak sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan kita sehari-hari. Ingatlah sebuah hadits yang menyatakan bahwa orang yang berilmu itu lebih ditakuti Iblis dibandingkan orang yang ahli beribadah. Tanpa ilmu yang benar, akan sulit bagi kita untuk melakukan praktek dengan benar. Ilmu bagaikan imam bagi kegiatan yang kita lakukan, sehingga untuk dapat berkegiatan dengan benar ilmu kita harus benar pula.
Tidak ada kata terlambat dalam belajar, apalagi dalam belajar ilmu agama. Banyak majelis ataupun pengajian yang bisa kita datangi untuk menambah ilmu agama kita. Sediakan waktu untuk belajar agama karena kita selalu punya waktu untuk belajar ilmu dunia. Ilmu dunia mungkin bisa mendatangkan kesejahteraan di dunia, tapi ilmu agama akan mendatangkan kesejahteraan di akhirat. #YukBelajarIslam
Knaz Putra wakakakka.... Generasi Belia Islam...mai
jawab soalan aku,,,anekmen jenayah syariah hudud di terengganu telah di
luluskan raja pada tahun 2002.....tp masih tiada
perlaksanaan....kenapa??? dah 12 tahun....sekarang BN memerintah
terengganu....jgn salahkan pas pulak
FARDHU AIN
Di dalam ajaran Islam, secara umum ilmu-ilmu Fardhu Ain yang penting itu boleh dibahagikan kepada tiga bahagian iaitu:
1. Usuluddin (aqidah)
2. Feqah (syariat)
3. Tasawuf (akhlak)
Dalam pengamalannya, setiap orang Islam mestilah melaksanakan secara serentak ketiga-tiga ilmu tadi. Sama ada dari segi teori mahupun praktikal, atau dari segi ilmiah dan amaliahnya.
Tiga ilmu ini merupakan tiga serangkai yang tidak boleh dipisah-pisahkan. Kalau dipisah pisahkan salah satu daripada tiga serangkai itu, maka akibatnya rosaklah yang lainnya. Ertinya amalan Islam itu menjadi sah apabila ketiga-tiga ilmu tersebut dilaksanakan sekaligus dan serentak. Ia tidak boleh diamalkan satu-satu sahaja tanpa yang lain. Ber`feqah’ saja atau ber`usuluddin’ saja atau berakhlak saja, tentu akan merosakkan ke-Islaman seseorang. Jadi tiga serangkai ilmu ini tidak boleh dipisah-pisahkan dalam seluruh tindakan hidup. Kalau dipisahkan dalam pengamalan seharian, paling tidak seseorang itu akan jadi orang fasiq. Bahkan berkemungkinan ia akan jatuh kepada kafir tanpa ia sedar.
Dari ketiga-tiga ilmu ini, tapak atau asasnya adalah ilmu usuluddin. Di atas tapak ilmu yang menjadi pegangan dan keyakinan setiap orang Islam itu, maka ditegakkan syariat (feqah) dan akhlak (tasawuf). Kalau diibaratkan kepada sebuah bangunan, usuluddin itu adalah foundationnya. Bangunan rumah serta peralatanperalatannya itulah syariat dan akhlak. Kalau begitu rumah dan peralatan rumah itu tidak dapat ditegakkan sekiranya foundation rumah tersebut tidak ada. Atau ia tidak kukuh dan tidak kuat. Justeru itu, dalam ajaran Islam:
1. Usuluddin itu adalah asas Islam atau tapak Islam.
2. Syariat dan tasawuf ialah furu’ dan cabang-cabangnya.
Kalau begitu, ilmu usuluddin dalam ajaran Islam amat penting dan utama. Kerana ia mengesahkan syariat dan akhlak. Syariat dan akhlak tidak ada nilai di sisi ALLAH, kalau aqidah atau usuluddinnya telah rosak.
Perkara-perkara yang berkaitan dengan ilmu usuluddin ialah:
1. Keyakinan kita dengan ALLAH dan sifat-sifat-Nya sama ada
sifat-sifat yang wajib, sifat-sifat yang mustahil atau sifat-sifat yang harus.
2. Keyakinan kita dengan para rasul dan sifat-sifatnya.
3. Keyakinan dengan kitab-kitab yang pernah diturunkan oleh ALLAH seperti Al Quran, Zabur, Injil dan Taurat.
4. Keyakinan kepada para malaikat.
5. Keyakinan pada Qadha dan Qadar ALLAH.
6. Yakin kepada Syurga dan Neraka serta perkara-perkara lain yang
merangkumi perkara di Alam Ghaib.
Maka ilmu usuluddin yang menjadi asas kepada ajaran Islam merupakan ilmu yang paling penting. Ia menjadi perkara utama dan pertama untuk setiap individu Islam yang mukallaf mempelajarinya. Belajar ilmu usuluddin ini hukumnya fardhu ain yakni wajib bagi setiap individu yang mukallaf. Bahkan jatuh berdosa besar bagi orang yang tidak mempelajarinya. Hatta boleh jatuh kufur secara tidak sedar kalau jahil tentang ilmu ini.
Ilmu usuluddin yang berkait dengan ALLAH dan sifat-sifat-Nya, kalau tidak dipelajari, paling mudah untuk menyebabkan terjatuh kepada kufur. Sebab itu dihukumkan wajib bagi setiap mukallaf mempelajarinya terlebih dahulu mendahului ilmu-ilmu yang lain.
Dalam Hadis, Rasulullah SAW ada menyebut: Awal-awal agama ialah mengenal ALLAH.
Oleh itu ilmu usuluddin itu tidak boleh dicuaikan dari mempelajarinya
supaya ia dapat dijadikan pegangan dan keyakinan yang mantap (teguh) di
hati tanpa dicelahi dengan unsur-unsur jahil, syak, zan dan waham.
Sekiranya dicelahi oleh jahil, syak, zan dan waham, atau salah satu
darinya, maka seluruh amal ibadah itu tidak sah atau tertolak. Ertinya
tidak dapat apa-apa di sisi ALLAH. Amalan itu hanya sia-sia sahaja.
Walau bagaimana baik dan kemas sekalipun ibadah yang dipersembahkan pada
ALLAH, sekiranya dicelahi oleh salah satu daripadanya, maka ibadah itu
akan dicampak semula ke muka pengamalnya.Mengikut kebiasaan, walaupun cantik amalan syariat atau akhlak, ia masih tetap bergantung kepada aqidah. Sekiranya aqidahnya baik, maka baiklah syariat dan akhlaknya. Tetapi kalau aqidahnya rosak, maka rosaklah syariat dan akhlaknya. Tamsilannya seperti sebatang pokok. Kalau pokoknya subur, itu adalah kesan daripada akar tunjang yang kuat tadi. Yang menjadikan ianya berdaun, menghijau, menghasilkan bunga cantik dan harum mewangi serta
buah yang banyak (lebat) lagi sedap rasanya. Sehingga menjadikan kepingin semua makhluk terutama manusia untuk mendekati dan bernaun’g di bawahnya serta mengambil manfaat darinya.
Begitulah juga bagi mereka yang aqidahnya baik, tentunya syariatnya jadi sempurna dan akhlaknya cantik. Semua hukum-hakam yang lima yakni yang wajib dan sunat dapat ditegakkan, yang haram dan makruh dapat dijauhi, dan yang harus (mubah) terpulang hingga ia mencorak hidup individu dan masyarakat.
Di sinilah pentingnya pelajaran aqidah atau usuluddin ini kerana ia boleh mencorakkan hati seseorang. Sehingga yang lahir dalam tindakan adalah gambaran hatinya itu. Alhasil, kalau sudah ramai yang aqidahnya tepat dan kuat, maka akan lahirlah negara yang aman makmur yang mendapat keampunan ALLAH. Kerana aqidah yang tepat dan kuat itu mendorong hamba-hamba-Nya bersyariat dan berakhlak atau menjadi orang yang bertaqwa.
Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah
بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
Pengabaian tuntutan fardhu ain dan kifayah punca keruntuhan akhlak dikalangan alam sejagat.
Manusia adalah Khalifah Allah di muka
bumi ini.Maksud khalifah ialah wakil dari Allah untuk mentadbir alam ini supaya
ia aman,damai dan sejahtera.Setiap peribadi manusia itu berhak memegang jawatan
tersebut sebagaimana firman Allah bermaksud :
‘Dialah menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi dan dialah yang meniggikan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain beberapa darjat ( pangkat ) dari hal apa yang dikerjakan ‘ ( Surah Al-An’am 165 )
Jawatan khalifah ini mempunyai tanggungjawab tertentu.Ianya akan dipersoalkan oleh Allah setelah peribadi manusia itu meletakkan jawatan tersebut.
Firman Allah
«’Dan seseorang itu tidak akan memperolehi selain dari apa yang diusahakan, usahanya itu nanti akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan dengan balasan yang setimpal.Dan kepada Tuhanlah berakhir sesuatu’
(Annajmu 39-42).
KONSEP FARDHU AIN DAN FARDHU KIFAYAH
‘Dialah menjadikan kamu khalifah-khalifah di muka bumi dan dialah yang meniggikan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain beberapa darjat ( pangkat ) dari hal apa yang dikerjakan ‘ ( Surah Al-An’am 165 )
Jawatan khalifah ini mempunyai tanggungjawab tertentu.Ianya akan dipersoalkan oleh Allah setelah peribadi manusia itu meletakkan jawatan tersebut.
Firman Allah
«’Dan seseorang itu tidak akan memperolehi selain dari apa yang diusahakan, usahanya itu nanti akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan dengan balasan yang setimpal.Dan kepada Tuhanlah berakhir sesuatu’
(Annajmu 39-42).
KONSEP FARDHU AIN DAN FARDHU KIFAYAH
Fardhu ain adalah asas pembinaan kemuliaan peribadi
seseorang.Matlamatnya membina individu yang soleh dan bilangan inilah yang
mencorak kesejahteraan masyarakat keseluruhannya.Fardhu Kifayah pula merupakan
konsep penting dalam kemasyarakatan.Fahaman yang slah terhadap fardhu kifayah
akan mencerminkan kelemahan masyarakat Islam.Semakin ramai bilangan masyaraakat
yang berkecimpung dalam fardhu kifayah ia akan mencerminkan semakin maju taraf
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat dan menaik taraf kemajuan
tamadunnya,walaupun dari sudut individu ia termasuk dalam hukum “sunat”.
DEFINISI FARDHU AIN
Seseorang itu wajib melakukan
sesuatu pada waktu yang wajib ia melakukannya. Tidak gugur fardhu itu dari
seseorang sekiranya ada orang lain yang melakukannya. Fardhu ain juga boleh
definisikan sebagai
melakukan apa yang disuruh dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.
Fardhu Ain ialah sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah kepada setiap hambanya seperti keimanan ,sembah yang, puasa, menuntut ilmu, berjihad dan seumpamanya.
melakukan apa yang disuruh dan meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah.
Fardhu Ain ialah sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah kepada setiap hambanya seperti keimanan ,sembah yang, puasa, menuntut ilmu, berjihad dan seumpamanya.
DEFINISI FARDHU KIFAYAH
Suatu kewajipan apabila sebahagian orang melaksanakannya,maka
kewajipan itu gugur bagi yang lainnya seperti berjihad,solat berjamaah,pakar
dalam suatu bidang dan sebagainya.Ia terbahagi kepada beberapa bahagian seperti
kifayah dini,kifayah duniawi,kifayah syarat hakim dan kifayah tanpa syarat
hakim.Fardhu kifayah seperti yang disebutkan tidak diwajibkan kepada setiap
individu,tetapi apabila dilaksanakan oleh sebahagian orang,ia dianggap sudah
gugur kewajipan semua.Apabila tidak seorang pun yang melaksanakannya maka semua
orang akan berdosa.
TUNTUTAN FARDHU AIN & KIFAYAH DALAM
KEHIDUPAN PELAJAR
Pelajar adalah golongan mukallafin tidak boleh lari dari bebanan
Allah swt.Selagi rohnya berada di jasad,selagi itu ia menyandangi jawatan
khalifah Allah.Oleh itu ia bertanggungjawab bagi melaksanakan tuntutan
tersebut. Fardhu Ain baginya:
a) Hubungan dengan ALLAH
-Melaksanakan tuntutan Allah seperti solat,
puasa dan lain-lain.
-Meninggalkan larangan Allah seperti maksiat dan seumpamanya.
-Meninggalkan larangan Allah seperti maksiat dan seumpamanya.
b) Hubungan dengan diri
sendiri
-Menjaga kesihatan.
-Menuntut ilmu.
-Menjaga nyawa dan lain-lain.
-Menuntut ilmu.
-Menjaga nyawa dan lain-lain.
c) Hubungan sesama manusia
-Hormati guru-guru, ibu bapa, kawan-kawan,
jiran dan seumpamanya.
-Patuhi peraturan sekolah
-Patuhi peraturan sekolah
Adapun tuntutan fardhu kifayah
adakalanya ia menjadi fardhu ain kepada seseorang pelajar seperti kepakaran
dalam suatu bidang seperti kedoktoran,ekonomi dan sebaginya.Adapun tuntutan
fardhu kifayah seprti solat jenazah,solat berjamaah,mendalami pelajarn
pertukangan dan lain-lainnya adalah dituntut.Disini jelas bahawa fardhu kifayah
boleh berubah kepad afardhu ain sekiranya situasinya berubah.
FARDHU KIFAYAH DALAM ISLAM
FARDHU KIFAYAH DALAM ISLAM
Masyarakat Islam khususnya di Malaysia sering
dikemukakan dengan persoalan fardu ain dan fardu kifayah. Tetapi ramai antara
kita barangkali tidak begitu jelas tentang perbezaan kedua-dua istilah
tersebut. Kita juga sering gagal membezakan sesuatu itu fardu ain atau fardu
kifayah. Untuk menghindarkan keliruan inilah kita perlu melihat kepada
perbezaan garis pemisah di antara kedua-dua konsep tersebut.
Kegagalan memahaminya menyebabkan individu Muslim sering menganggap fardu ain
itu sebagai fardu kifayah dan begitulah sebaliknya. Kesilapan seumpama ini
menyebabkan terabainya sesetengah dari ajaran Islam untuk dihayati secara amali
dalam kehidupan.
Menurut Ilmu Usul Fiqh, fardu ain
atau dikenali juga dengan wajib ‘aini ditakrifkan sebagai perbuatan yang wajib
dikerjakan oleh tiap-tiap orang mukallaf seperti sembahyang lima waktu dan
sebagainya.Dari definasi tersebut dapatlah difahamkan bahawa fardu ain adalah
pekerjaan yang wajib dilakukan oleh setiap umat Islam dalam keadaan individu
Muslim itu cukup syarat-syaratnya seperti berakal, baligh dan sebagainya.
Seseorang Muslim yang meninggalkan kewajiban
ini menyebabkan dia menanggung dosa besar di samping mengurangkan ciri-ciri
kesempurnaan keislaman ke atas dirinya. Dalam erti kata yang lebih singkat,
fardu ain adalah kewajiban bagi setiap individu Muslim.
Sementara itu fardu kifayah
ditafsirkan sebagai “perbuatan yang wajib dilakukan oleh seseorang atau
sekumpulan anggota masyarakat Islam, tanpa melihat siapa yang mengerjakannya.
Apabila telah dilakukan maka hilanglah tuntutan kewajiban itu terhadap orang
lain. Tetapi apabila tidak ada seseorang pun yang melakukannya, maka semuanya
berdosa, seperti mendirikan tempat beribadat, rumah sakit, menyembahyangkan
mayat dan sebagainya(A. Hanafi M.A., Ibid).
Dengan lain-lain perkataan fardu
kifayah adalah kefarduan yang wajib dikerjakan oleh seseorang atau satu
kumpulan yang mewakili masyarakat Islam, sebuah daerah Islam, negeri ataupun
negara. Apabila kefarduan itu telah disempurnakan, maka kewajiban tersebut
menjadi gugur bagi seluruh anggota masyarakat yang terlibat
Dengan itu dapatlah ditegaskan bahawa
fardu kifayah mempunyai ruang lingkup yang luas yang melibatkan
seluruh aspek hidup seperti soal-soal ekonomi, politik dan perundangan,
termasuk soal ketenteraan dan lain-lain.
Di sini kita juga dapat melihat
bahawa perbezaan yang ketara di antara dua kewajiban ini ialah fardu ain wajib
dilakukan oleh setiap individu Muslim yang mukallaf, manakala fardu kifayah
hanyalah wajib dikerjakan oleh seseorang atau sekumpulan orang sahaja.
Perbezaan yang lain adalah fardu ain
merupakan kewajiban yang merupakan ibadat-ibadat yang khusus dan fardu kifayah
pula adalah kerja-kerja yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Dari huraian di atas dapatlah
difahamkan bahawa fardu ain adalah kerja-kerja seorang Muslim yang lebih
berhubungan dengan Khaliknya dan fardu kifayah pula bersifat kemaslahatan dan
kepentingan umat Islam yang lebih berhubungan dengan makhluk di sekitarnya.
Kepentingan kedua-dua konsep tersebut
terdapat dalam firman Allah yang bemaksud “Ditimpakan ke atas mereka
kehinaan di mana sahaja mereka berada kecuali mereka yang berhubungan dengan
tali Allah dan tali daripada manusia” (Ali Imran 112), di mana tali Allah
adalah hubungan peribadi yang bersifat fardu ain dengannya, sementara tali dari
manusia adalah kerja-kerja yang bersifat fardu kifayah,
dan keindahan Islam tidak akan dapat dilihat
jika kewajiban-kewajiban kifayah ini diabaikan oleh masyarakat Islam.
Islam sebagai ajaran yang syumul (menyeluruh) berdasarkan manhaj
rabbani melibatkan proses pembinaan peribadi Muslim, keluarga dan umah Islam
dan khalifah Islam yang bersifat international. Dalam proses
pembinaan individu Muslim misalnya, penglibatan anggota masyarakat sekitar adalah
penting untuk melahirkan seorang Muslim yang baik kerana individu Muslim tidak
dapat dibina tanpa kerjasama para guru, kaum ulama, masyarakat sekitar dan
sebagainya yang melibatkan sistem pendidikan dan etika Islam yang dihayati
secara langsung oleh sesebuah masyarakat.
Tingkah laku sosial seseorang
umpamanya amat terpengaruh dengan suasana persekitaran. Keadaan sekeliling yang
penuh dengan maksiat, pergaulan bebas ala Barat dan sebagainya, adalah amat
menyimpang dari ajaran Islam.Di sinilah perlu diwujudkan suasana yang bercorak
Islam atau persekitaran yang selari dengan Islam jika kita ingin membentuk
syaksiah Islamiah atau peribadi Muslim.
Dengan demikian kewujudan
persekitaran yang bercorak Islam menjadi fardu kifayah ke atas sesebuah
masyarakat Islam. Tanpa persekitaran yang seperti ini, usaha-usaha kearah
pembentukan peribadi Muslim akan menemui kegagalan kerana memang tabiat manusia
itu adalah amat dipengaruhi oleh suasana persekitarannya.
Usaha-usaha pembinaan peribadi Muslim
adalah tahap pertama dalam merealisasikan cita-cita dan tujuan dari ajaran
Islam yang syumul itu. Pembinaan peribadi Muslim mestilah diikuti dengan
pembentukan keluarga Islam, ummah Islamiah, negara Islam, khalifah Islam dan seterusnya
dunia Islam.
Tanpa semuanya itu, Islam tidak akan
dapat dilihat sebagai cara hidup yang lengkap dan sempurna. Apalagi dalam
keadan sekarang ini umat Islam menjadi pelarian, rumah dan harta benda mereka
dibakar, wanita-wanita mereka dizalimi dan bebagai-bagai lagi kekejaman akibat
peperangan dan ekspoitasi ekonomi-politik.
Negara-negara umat Islam pula tidak
mempunyai sebarang kekuatan, seluruh keperluan mereka bergantung kepada
negara-negara blok Barat dan Timur, khususnya negara-negara kapitalis dan
sosialis, terutama dalam bidang ekonomi, persenjataan, pendidikan, kepakaran
dan sebagainya.
Seperti yang telah disebutkan,
kewajiban yang bercorak kifayah itu gugur apabila telah ada seorang atau
sekumpulan orang yang menunaikannya secara sempurna. Proses pelaksanaan yang
belum mencapai tahap kesempurnaan menyebabkan kelompok masyarakat yang
berkenaan masih dianggap berdosa.
Contohnya apabila dua atau tiga orang yang
menguruskan jenazah dengan tidak mengikut syarat dan rukun-rukunnya, maka
anggota masyarakat yang lain masih dikira berdosa. Ibnu Thaimiyah menegaskan
bahawa “sesungguhnya para fuqaha Islam pada keseluruhannya berpendapat tentang
pertukangan dan perusahaan seperti bertenun, pembinaan bangunan dan sebagainya
adalah merupakan fardu kifayah.”
Dalam menunaikan tanggungjawab dakwah
seperti menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran, Islam mengarahkan supaya
perkara tersebut wajib dilakukan oleh sekumpulan orang-orang Islam. Firman
Allah bermaksud: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran, dan
mereka itulah orang-orang yang beroleh kejayaan (Ali Imran: 104)
Prof Dr. Yusuf Al Qardawi dalam kitab
Al-Hillul Islami telah menggariskan bidang-bidang yang perlu dipandang dan
ditangani oleh umat Islam sama ada pihak pemerintah mahupun rakyat dalam proses
mengembalikan semula kebangkitan umat Islam seluruhnya untuk menghayati sistem
yang sesuai dengan cita-cita Islam. Bidang-bidang yang dimaksudkan ialah
bidang-bidang kerohanian dan akhlak, pendidikan dan kebudayaan, kemasyarakatan,
ekonomi, ketenteraan, politik dan perundangan.
Tanpa memperincikan perkara-perkara
yang telah digariskan itu, kita masih dapat melihat di mana keperluan-keperluan
yang merangkumi bidang yang berperanan dalam masyarakat Islam bermula dari
individu hinggalah sampai ke peringkat negara yang sekiranya benar-benar
beroperasi secara yang dikehendaki merupakan sumbangan terbesar terhadap
kelansungan umat Islam itu sendiri.Keperluan tersebut dapat dibahagikan kepada
beberapa tahap atau peringkat seperti peringkat kampung, daerah, negeri, negara
dan peringkat internasional.
Dari pemaparan ini, kita melihat
bahawa keperluan untuk mewujudkan sebuah wilayah Islam yang bermula dari
pembentukan individu sehinggalah dunia Islam antarabangsa masih terlalu jauh
dari realiti. Satu proses perubahan yang menyeluruh perlu dilakukan untuk
mencapai dan menjamin terwujudnya perkara-perkara di atas, sehingga Islam dapat
menjadi satu kuasa yang besar dan dihormati.
ILMU FARDHU AIN DAN
FARDHU KIFAYAH
Kifayah dari segi bahasa bermaksud ‘mencukupi’ dan ‘memadai’. Dari segi
istilah ia membawa maksud kewajipan yang difardhukan ke atas seluruh umat Islam
dengan tujuan untuk menegakkan agama Islam seperti menuntut ilmu al-Quran, ilmu
Hadith, menyempurnakan jenazah dan mengajak kepada amar ma’ruf nahi mungkar.
Imam an-Nawawi pula menyatakan
bahawa perlaksanaan fardhu kifayah itu dituntut atau dikenakan ke atas semua
orang Islam yang mukallaf. Apabila seorang atau sebahagian umat Islam
melaksanakannya maka terlepaslah tanggungjawab itu dari seluruh umat Islam.
Menurut Ibn Khaldun manusia tidak dapat hidup sendirian sebaliknya
memerlukan kepada satu organisasi kemasyarakatan di mana mereka dapat
bekerjasama dalam menjalani kehidupan. Sebagai contoh, manusia memerlukan
makanan untuk hidup dan makanan tersebut tidak dapat dihasilkan tanpa melalui
beberapa proses yang melibatkan pengemblengan tenaga kerja sesama manusia dan
alat-alat tertentu. Oleh yang demikian memiliki kemahiran di dalam hal tersebut
bagi memenuhi keperluan masyarakat juga termasuk dalam tuntutan fardhu kifayah.
Pengetahuan terhadap prinsip halal dan haram adalah wajib bagi setiap
Muslim kerana dengan itu dia akan mengetahui perkara yang menjadi fardhu ain
yang menjadi fardhu kifayah.
Fardhu ain bermaksud perkara yang wajib bagi setiap orang Muslim dan ia
mencakupi dua perkara:
Pertama:
Mengetahui kewajipan-kewajipan agama yang menjadikan akidah keimanan dan
fardhu-fardhu yang ditetapkan oleh Islam itu sah. Ia berupa beriman kepada
Allah, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Kiamat, dan
ketentuan qadar yang baik dan jahat. Begitu juga rukun-rukun dan fardhu-fardhu
sembahyang, zakat, puasa dan haji. Ini adalah apa yang dinyatakan di dalam
hadith Ibn ‘Umar yang disepakati kesahihannya yang bermaksud:
‘Dibina Islam itu atas 5 perkara: Menyaksikan bahawa tiada Tuhan yang
disembah melainkan Allah, Nabi Muhammad adalah pesuruh Allah, mendirikan
sembahyang, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan dan menunaikan
fardhu haji bagi sesiapa yang mampu melakukannya.’
Begitu juga mesti mengetahui usul-usul muamalat yang perlu dan mesti
wujud di dalam kehidupan setiap orang Muslim untuk bertukar ganti manfaat
barangan, menyuburkan kehidupan bermasyarakat dan menstabilkannya seperti halalnya
jual beli, meminjam, bersyarikat, ketentuan perwarisan, juga hukuman-hukuman
yang telah dinaskan terhadap jenayah seperti hukuman murtad, membunuh, zina,
qazaf, mencuri, hirabah dan hukuman meminum arak.
Kedua:
Mengetahui perkara haram yang qat’i dan menafikan agama seperti syirik
kepada Allah, pengharaman menderhaka kepada kedua-dua ibubapa, menipu, khianat,
memakan harta dengan batil, riba, merampas, menipu (putar belit), pengharaman
membunuh, zina, qazaf, mencuri, minum arak, pengharaman mendedahkan aurat,
wanita-wanita yang menjadi mahram di dalam perkahwinan, pengharaman memakan
bangkai, memakan daging babi dan binatang yang disembelih untuk selain Allah
kecuali bagi mereka yang terpaksa.
Fardhu Kifayah ialah perkara yang apabila dilaksanakan oleh sebahagian
manusia, maka gugurlah kewajipan terhadap manusia yang lain seperti mengetahui
perkara secara terperinci tentang sesuatu fardhu ain, hukum-hukum cabangnya dan
dalil-dalilnya daripada al-Quran, al-Sunnah, Ijmak dan qiyas ataupun
dalil-dalil lain yang mengikutinya, juga mengetahui seluruh perkara yang
diperlukan oleh umat yang mana mereka tidak akan bangun tanpa kewujudannya.
Perkara ini bukanlah sekadar perkara yang berkaitan dengan ilmu-ilmu
syariah dan perkara-perkara yang bersangkutan dengannya, tetapi ia menjangkau
kepada semua ilmu, kepakaran, pekerjaan dan perindustrian.
Al-Imam al-Ghazali telah menulis suatu bab tentang ilmu yang terpuji dan
ilmu yang keji, bahagian-bahagian dan hukum-hukum kedua-duanya. Beliau
menjelaskan apa yang fardhu ain dan apa yang fardhu kifayah. Dinyatakan di
dalam bab ini di bawah tajuk ‘Penjelasan tentang ilmu fardhu kifayah’:
‘Ketahuilah bahawa fardhu itu
tidak dapat dibezakan daripada yang selainya melainkan dengan disebutkan
bahagian-bahagian ilmu. Ilmu apabila disandarkan kepada fardhu yang akan kita
bahagikan ini terbahagi kepada ilmu syariah dan ilmu yang bukan syariah. Maksud
saya terhadap ilmu syariah ialah ilmu yang kita perolihi daripada para Nabi
a.s. Ia tidak dihasilkan oleh akal seperti ilmu perubatan dan juga tidak
diperolihi melalui pendengaran seperti ilmu bahasa. Ilmu–ilmu yang bukan
syariah terbahagi kepada ilmu yang terpuji, ilmu yang dikeji dan kepada ilmu
yang diharuskan.
Ilmu yang jadi fardhu kifayah
ialah semua ilmu yang diperlukan untuk membangunkan urusan dunia seperti ilmu
perubatan kerana ia adalah suatu keperluan untuk mengekalkan kesihatan tubuh
badan manusia. Begitu juga dengan ilmu perakaunan kerana ia adalah keperluan di
dalam hubungan muamalat, pembahagian wasiat, pewarisan dan sebagainya.
Ilmu-ilmu seperti ini sekiranya sesebuah negeri tidak memilikinya maka penduduk
negeri itu akan berada di dalam kesusahan. Apabila seorang daripada mereka
memilikinya, maka ia sudah memadai dan jatuhlah kefardhuan daripada yang lain.
‘Janganlah merasa pelik daripada kata-kata kami bahawa ilmu perubatan
dan ilmu perakaunan adalah termasuk dalam fardhu kifayah. Sesungguhnya ilmu
tentang prinsip-prinsip perindustrian juga adalah termasuk fardhu kifayah
seperti ilmu perladangan, tekstil dan pengurusan. Bahkan ilmu bekam dan
menjahit juga adalah ilmu fardhu kifayah. Sekiranya suatu negeri tidak
mempunyai tukang bekam, maka akan cepatlah kehancuran negeri tersebut dan mereka
akan menghadapi kesusahan kerana mereka akan berhadapan dengan kehancuran.
Sesungguhnya Tuhan yang menurunkan penyakit juga telah menurunkan ubatnya,
menunjukkan cara penggunaan ubat tersebut dan menyediakan jalan-jalan untuk
memperolihi ubat tersebut. Oleh itu tidak boleh menyerahkan diri kepada
kerosakan dengan mengaibkan ilmu tersebut.’
‘Manakala ilmu yang dianggap
sebagai suatu kelebihan dan bukan kefarduhan adalah seperti mendalami
perkara-perkara yang amat halus lagi rumit tentang ilmu matematik,
hakikat-hakikat perubatan dan sebagainya yang tidak terlalu diperlukan. Tetapi
ia memberi faedah untuk menambahkan kekuatan daripada kadar yang diperlukan.
‘Ilmu yang dibenci ialah seperti ilmu sihir, ilmu hitam dan ilmu guna-guna.
Dan ilmu yang diharuskan ialah seperti ilmu-ilmu syair yang berfaedah,
ilmu-ilmu sejarah dan yang seumpamanya.’
TAUHID
Ilmu tauhid ialah satu ilmu ketuhanan
untuk mengenal Allah S.W.T dengan sifat-sifat-Nya yang wajib, mustahil dan
harus.Selain itu ilmu tauhid juga merupakan satu ilmu yang membahaskan segala
rukun-rukun iman yang menjadi keyakinan seluruh umat Islam.
Kepentingan mendalami ilmu Tauhid
Ilmu
tauhid perlu dipelajari sedalam-dalamnya bertujuan antaranya:-
a)
Membetulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap zat Penciptanya.
b)
Menjauhkan sebarang keyakinan selain dari Allah S.W.T
c)
Menjauhkan sebarang penyembahan selain dari Allah S.W.T
d)
Memberi panduan bagaimana untuk mengabdikan diri kepada Allah dengan
sebenar-benarnya.
Perbezaan Iman, Islam, Murtad, kafir, munafik dan syirik
Iman
Iman ertinya percaya dengan penuh keyakinan tentang adanya Tuhan yang menciptakan
Alam dan membenarkan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi yang diutuskan oleh Allah
serta juga mempercayai kesemua Rukun-rukun Iman yang enam.
Islam
Islam ertinya tunduk dan patuh menurut apa yang dibawa oleh nabi
Muhammad SAW dengan menunaikan kewajipan, iaitu melaksanakn dengan perbuatan
lahir.
Murtad
Murtad adalah keluar dari agamanya, tidak setia pada agama atau kembali
menjadi kafir setelah Islam.
Kafir
Kafir ialah orang yang mengingkari kebenaran Islam serta jahil tentang
ketuhanan Allah dan keesaannya dan jahil mengenai kerasulan Nabi Muhammad SAW.
Seseorang yang kafir boleh menghilangkan kekafirannya dengan mengucapkan dua
khalimah Syahadat serta mengetahui syarat-syarat sahnya.
Munafik
Munafik ialah seorang yang menzahirkan dirinya beragama Islam tetapi
sebenarnya tidak beriman atau dengan kata lain mereka ini berpura-pura.
Syirik
Syirik ialah menyamakan Allah dengan sekutu dengan yang lain seperti
menyembah batu, kayu, matahari dan seumpamanya.
Rukun Iman ada 6 perkara;
1. Percaya kepada Allah.
2. Percaya kepada malaikat-malaikat-Nya.
3. Percaya kepada kitab-kitab-Nya.
4. Percaya kepada Rasul-rasul-Nya.
5. Percaya kepada hari akhirat.
6. Percaya kepada qada’ dan qadar.
FEKAH
Pengertian ilmu Fekah dari segi bahasa Feqah bererti faham.Manakala dari segi Istilah
pula ialah mengenal hukum-hakam syarak berhubung dengan amalan dan Mukallaf yang
diambil dari sumber-sumber Al-Quran dan Al-Hadith secara terperinci (tafsiliah)
serta sumber dari Ijmak Ulama dan Ijtihad.
Penggunaan Istilah Fiqhiah
1. Wajib atau fardhu
Perintah agama yang mesti dikerjakan.jika dilaksanakan mendapat pahala
dan berdosa jika ditinggalkan.
Wajib terbahagi kepada dua bahagian:
a) Wajib ain atau Fardhu ain.Wajib
dikerjakan oleh setiap mukallaf.
b) Wajib Kifayah atau Fardhu Kifayah.Sesuatu yang
apabila dikerjakan oleh sebahagian orang di dalam daerah, maka terlepaslah
tuntutan keatas orang lain.Dan sekiranya tidak ada seorang pun yang
mengerjakannya, maka berdosalah semuanya.
2. Sunat,
Mandub, Mustahab atau tathawwu’.
Mendapat pahala bila dikerjakan dan tidak
berdosa bila ditinggalkan.
3. Haram.
Dilarang keras untuk dikerjakan dan mendapat dosa.jika meninggalkan
kerana larangan Allah akan mendapat pahala.
4.
Makruh.
Dilarang tidak keras untuk
dikerjakan dan tidak berdosa.Jika tidak mengerjakan kerana Allah akan mendapat
pahala.
5. Mubah
atau Jaaiz.
Sesuatu yang boleh dikerjakan atau ditinggalkan.mendapat ganjaran
sekiranya dilaksanakan kerana Allahataupun dijadikansatu amalanyang baik
(ibadah) serta berfaedah untuk org lain.
6. Sah.
Sesuatu ibadah atau muamalah yang di
lakukan dengan cukup rukun dan syaratnya sehingga di terima tuhan atau
terlaksana dalam muamalah.
7. Batal
atau Baatil.
Sesuatu ibadah atau muamalah yang dilakukan
dengan tidak cukup rukun dan syaratnya sehingga tidak diterima Tuhan atau tidak
termasuk dalam muamalah.
8. Ijmak.
Kata-kata sepakat di kalangan Imam-Imam
Mujtahid yang hidup sezaman.
9. Qiyas.
Perbandingan hukum tentang sesuatu yang terjadi di zaman Nabi dengan apa
yang berlaku sekarang.
10.
Ijtihad.
Pengolahan dengan bersungguh-sungguh serta peralatan yang cukup untuk
sesuatu hukum Agama yang dari sumber Al-Quran, Al-hadith, Qiyas dan Ijmak.
11.
Mujtahid.
Ulama-ulama Ahli Fiqh yang menurunkan pengetahuannya dengan mengeluarkan
hukum-hukum Agama bersumberkan Al Quran, Al hadith, Qiyas dan Ijmak.
12.
Syarat.
Sesuatu hal yang terletak di luar Ibadah (Muamalah)
tetapi wajib dipenuhi.
13.
Rukun.
Sesuatu hal yang wajib dipenuhi dan terletak
dalam ibadah Muamalah.
Diantara ilmu fardhu ain yang terkandung didalam ilmu fekah ialah
bersuci, sembahyang, zakat, puasa, muamalah, nikah, jenayah, hudud, jihad,
buruan & sembelihan, perlumbaan, sumpah, keadilan dan kesaksian dan
kemerdekaan hamba.
TASAUF
Tasauf dari segi bahasa ialah bersih atau suci.
Tujuan mempelajari Ilmu Tasauf
Ilmu tasauf ialah satu ilmu yang
dipelajari bertujuan antaranya;
1. Untuk membersihkan dan menyucukan hati
dari segala sifat-sifat yang keji (mazmumah) dan mengisikan dengan sifat-sifat
yang baik (mahmudah) dengan tujuan beribadah semata-mata kerana Allah Taala.
2. Memiliki iman yang kuat dan kental di
dalam hati.
3. Mengerjakan amalan kebajikan
sebanyak-banyaknya.
Firman Allah didalam Al Quran yang
memperingatkan tentang kesejahteraan hati:
(Asy Syuara: 88-89)
Ertinya:
Pada hari itu, tiada berguna lagi harta
dan anak-anak. Kecuali mereka yang pergi mengadap Allah dengan hati yang
sejahtera.
Sumber Ilmu Tasauf
Ilmu Tasauf adalah bersumberkan dari Al
Quran dan Hadith Nabi SAW.
Hukum
Umat Islam termasuk ilmu Fardhu Ain selain dari tauhid dan feqah
mengetahui sifat baik dan buruk yang ada pada diri manusia. Sifat-sifat yang
baik disebut Mahmudah, dan sifat-sifat yang buruk disebut sifat Mazmumah.
Didalam maka ini lah di senarai antara sifat-sifat tesebut yang penting di
ketahui oleh semua umat islam.
PENUTUP
Di sini kita juga dapat melihat
bahawa perbezaan yang ketara di antara dua kewajiban ini ialah fardu ain wajib
dilakukan oleh setiap individu Muslim yang mukallaf, manakala fardu kifayah
hanyalah wajib dikerjakan oleh seseorang atau sekumpulan orang
sahaja.
Perbezaan yang lain adalah fardu ain
merupakan kewajiban yang merupakan ibadat-ibadat yang khusus dan fardu kifayah
pula adalah kerja-kerja yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan kenegaraan.
Dari huraian di atas dapatlah
difahamkan bahawa fardu ain adalah kerja-kerja seorang Muslim yang lebih
berhubungan dengan Khaliknya dan fardu kifayah pula bersifat kemaslahatan dan
kepentingan umat Islam yang lebih berhubungan dengan makhluk di sekitarnya.
Dahulukan Ilmu Fardhu ‘Ain dalam Mencari
Ilmu
Banyak orang Islam lalai. Berlumba-lumba mencari ilmu yang tidak wajib, tapi tetapi lalai dengan yang wajib (fardhu ‘ain)
Hidayatullah.com--“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan,” ucap Rasulullah saw sebagai disampaikan dalam HR. Ibnu Majah.
Dalam sebah hadits lain, Rasulullah bersabda. “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian.” (HR. Thabrani).
Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji dalam Islam. Sebab dengan ilmu-lah seseorang dapat menghindari larangan Allah, menjalankan perintah-Nya dan mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil. Karena itulah, dalam banyak hadits disebutkan, para malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Dan kelak di hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat dengan para nabi.
Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Akan tetapi, akhlaq mencari ilmu kaum Muslim berbeda dengan kaum yang lain. Orang mukmin, perlu mengetahui adab-adabnya, sehingga ilmu yang diperoleh berbarakah dan mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala. Berikut, beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh para penuntut ilmu.
1. Ikhlas
Sabda Rasulullah Shallallah Alaiahi Wasallam (SAW),”Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya…” (Riwayat Bukhari). Imam Nawawi menyatakan bahwa para ulama memiliki kebiasaan menulis hadits tersebut di awal pembahasan, guna mengingatkan para pencari ilmu agar meluruskan niat mereka sebelum menelaah kitab tersebut.
2. Mengutamakan Ilmu wajib, baru ilmu lain
Handaknya penuntut ilmu mengutamakan ilmu yang hukumnya fardhu ain (wajib yang tidak boleh diganti orang lain) untuk dipelajari terlebih dahulu, khususnya masalah agama. Semisal masalah akidah, halal-haram, kewajiban yang dibebankan kepada muslim, maupun larangannya. Sebab itulah, orang tua harus mengajarkan hal itu kepada anak mereka, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim [66]:6 ).
Setelah mempelajari ilmu yang hukumnya fardhu ain, boleh mempelajari ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti mengahafal Al Qur`an dan Hadits, nahwu, ushul fikih dan lainnya. Selanjutnya ilmu-ilmu yang bersifat sunnah, seperti penguasaan salah satu cabang ilmu secara mendalam.
3. Meninggalkan Ilmu yang Tidak Bermanfaat
Tidak semua ilmu boleh dipelajari, karena ada ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat, atau bahkan ilmu yang boleh menjerumuskan orang yang mempelajarinya kepada keburukan. Oleh sebab itu, dilarang bagi seorang Muslim mempelajari sihir, karena bisa menjadi jalan menuju kekufuran. Firman Allah, yang maknanya, “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut...” (Al Baqarah [2]: 102).
4. Menghormati Ulama dan Guru
Rasulullah (SAW) bersabda,”Barang siapa menyakiti waliku, maka Aku telah mengumandangkan perang kepadanya.” (Riwayat Bukhari). Imam As Syafi’i dan Abu Hanifah pernah mengatakan,”Jika para fuqaha bukan wali Allah, maka Allah tidak memiliki wali.” Begitulah akhlaq mulia Islam menghormati guru-guru kita.
5. Tidak Malu dalam Menuntut Ilmu
Sifat malu dan gengsi, boleh menjadi penghalang seseorang untuk memperoleh ilmu. Oleh karena itu, para ulama menasihati agar kedua sifat itu ditanggalkan, hingga pengetahuan yang bermanfaat boleh didapat. Aisyah (RA) pernah mengatakan dalam As Shahih,”Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka mencari ilmu.”
6. Memanfaatkan Waktu dengan Baik
Hendaknya pencari ilmu tidak mensia-siakan waktu, hingga terlewatkan kesempatan belajar.Ulama besar seperti Imam Bukhari, boleh dijadikan contoh tauladan dalam hal ini. Diriwayatkan bahwa beliau menyalakan lentera lebih dari 20 kali dalam semalam, untuk menyalin hadits yang telah beliau peroleh. Ertinya, beliau amat menghargai waktu, malam hari pun tidak beliau lewatkan, kecuali untuk menimba ilmu.
7. Bermujahadah dalam Mencari Ilmu
Para ulama terdahulu, tidaklah berantai-santai dalam mencari ilmu, sebab itulah, saat ini kita boleh memanfaatkan karya-karya mereka yang amat berbobot. Tentu, kalau kita menginginkan memiliki ilmu sebagaimana ilmu yang mereka miliki, maka kita juga harus bersungguh-sungguh, seperti kesungguhan yang telah mereka lakukan.
Ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad, saat beliau terlihat tidak kenal lelah dalam mencari ilmu,”Apakah engkau tidak beristirahat?”. Apa jawab Imam Ahmad? Beliau hanya mengatakan,”Istirahat hanya di Surga.”
8. Menjaga Ilmu dengan Menghindari Maksiat
Bagi para pencari ilmu, nasihat Imam Al Waqi’ kepada Imam As Syafi’i mengenai sulitnya menghafal, amatlah berharga. Imam Waqi’ menjelaskan bahwa ilmu adalah cahaya dari Allah, sehingga tidak akan pernah bersatu dengan jiwa yang suka bermaksiat.
9. Mengamalkan Apa yang Telah Diketahui
Karena ilmu dipelajari untuk diamalkan, maka pencari ilmu hendaknya bersegera mengamalkan apa yang telah ia ketahui dan pahami, jika itu berkenaan amalan-amalan yang boleh segera dikerjakan. Ali bin Abi Thalib mengatakan,”Wahai pembawa ilmu, beramallah dengan ilmu itu, barang siapa yang sesuai antara ilmu dan amalannya maka mereka akan selalu lurus.” (Riwayat Ad Darimi).
Fadhilah Ilmu
Itulah rahasia yang telah diberikan Allah atas orang-orang yang berilmu. Dalam sebuah cerita dikisahkan, suatu hari Rasulullah Saw datang ke masjid. Di muka pintu masjid itu beliau melihat setan yang ragu-ragu akan masuk. Lalu beliau menegurnya, “Hai setan, apa yang sedang kamu kerjakan di sini ?” Maka setan menjawab, “Saya akan masuk masjid untuk menggaggu orang yang sedang sholat. Tetapi aku takut kepada orang lelaki yang sedang tidur.” Segera baliau menjawab, “Hai Iblis, mengapa kamu tidak takut kepada orang yang sedang sholat menghadap Tuhannya, tetapi justru takut kepada orang yang sedang tidur ?.” Setan menjawab, “Betul, sebab orang yang sedang solat itu bodoh sehingga mengganggunya lebih mudah. Sebaliknya orang yang sedang tidur itu adalah orang ‘alim, hingga saya kuatir seandainya saya ganggu orang yang sedang solat itu, maka orang ‘alim itu terbangun dan segera membetulkan solatnya.” Sebab peristiwa itu maka Rasulullah Saw bersabda, “Tidurnya orang ‘alim lebih baik dari pada ibadahnya orang bodoh.”
Dalam sebuah hadits lain, Nabi bersabda, "Duduk di sisi 'Ulama selama satu jam lebih kugemari, dibanding ibadah selama 1000 tahun."
Nabi Muhammad S.A.W juga pernah bersabda dalam haditsnya, “Memandang wajah seorang 'alim adalah ibadah."
[www.hidayatullah.com]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan