Timbalan Presiden Bukan Islam?
Nasruddin Hassan, | 01 Mac 2012 |
Dalil larangan syara' terhadap perlantikan orang bukan Islam dalam kepimpinan jamaah Islam atau ahli mesyuarat utama dan tetap
1. Larangan mengambil “Bithanah” dari kalangan orang bukan Islam
Firman Allah;
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا
يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ
مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا
لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil bithanah
(teman kepercayaanmu) dari orang-orang yang bukan dari kalanganmu
(karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.
Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut
mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi.
Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya”.
(Ali Imran: 118)
Apa makna Bithanah dalam ayat di atas? Dalam Tafsir Pimpinan ar-Rahman, bithanah diterjemahkan sebagai “orang dalam” (yang dipercayai).
Menurut Tafsir al-Jalalain; Bithanah ialah; orang-orang terpilih yang didedahkan rahsia kaum muslimin kepada mereka.
Menurut Imam ar-Raghib al-Asfahani dalam kitabnya al-Mufradaat; “Bithanatan” maknanya; “Orang-orang yang (mempunyai kedudukan) khusus bagi kamu di mana ia mengetahui secara dalaman urusan-urusan kamu”.
Berdasarkan huraian Said Hawa, termasuk juga dalam pengertian Bithanah ialah; al-istisyarah (iaitu meminta pandangan atau pendapat)[1], al-Istinshah (iaitu meminta nasihat), menjadi penyimpan rahsia dan teman rapat”.[2]
Adapun pengertian “min dunikum”
(orang-orang yang bukan dari kalangan kamu), menurut Imam Ibnu Kathir;
“orang-orang dari agama selain kamu (yakni orang-orang bukan Islam)”.
Menurut Tafsir al-Jalalain; “Orang-orang yang bukan dari kamu (kaum muslimin) iaitu Yahudi, Nasara dan munafik”. [3]
Lebih jelas, Syeikh Said Hawa menerangkan dalam al-Asas fi at-Tafsir; Firman Allah “Min Dunikum”
termasuk dalam pengertiannya sekelian penganut agama-agama (selain
Islam), orang-orang mulhid dan munafik, serta juga orang yang tergolong
dalam ucapan Rasulullah “Laisa minna” (bukan dari kalangan kami)…..[4]
Beliau
menjelaskan lagi; “Maksud pertama bagi yang demikian itu (yakni
“orang-orang yang bukan dari kalangan kamu”) ialah orang-orang kafir
ahli Kitab (yakni Yahudi dan Nasara). Jika begitu, maka orang-orang
kafir lainnya sudah tentunya lebih utama untuk kita berhati-hati dan
(lagipun) tegahan dalam ayat tersebut adalah bersifat umum.
Maka asas tegahan tersebut ialah ketidakharusan mengambil bithanah
dari orang-orang yang bukan dari kalangan kita dan termasuk di dalam
pengertiannya orang-orang kafir sekeliannya sama ada ahli kitab (yakni
Yahudi dan Nasara), orang-orang Musyrikin, mulhid serta orang-orang
munafik kerana mereka bukan dari kalangan kita….
dan sebagai ihtiyat
(*yakni mengambil pendirian yang lebih berhati-hati) kita memasukkan
juga dalam pengertiannya orang-orang orang yang dinafikan oleh
Rasulullah bahawa ia tergolong dari kalangan kita (yakni kaum muslimin)
seperti sabda baginda;
من غشنا فليس منا
“Sesiapa yang menipu kami maka ia bukan dari kami”
من رغب عن سنتي فليس مني
“Sesiapa yang berpaling dari sunnahku, ia bukan dari kalanganku”
من لم يهتم بأمر المسلمين فليس منهم
“Sesiapa tidak mengambil berat urusan kaum muslimin, maka dia bukan dari kalangan mereka”.
ليس منا من دعا إلى عصبية، وليس منا من قاتل على عصبية، وليس منا من مات على عصبية
“Bukan
dari kalangan kami seorang yang mengajak kepada ‘Asabiyyah, bukan dari
kalangan kami seorang yang berperang di atas dasar ‘Asabiyyah”.
Beliau (yakni Syeikh Said Hawa) menegaskan; “Orang-orang seumpama mereka hendaklah kita berhati-hati/berjaga-jaga. Maka janganlah kita menjadikan mereka orang-orang yang khusus bagi kita dan
janganlah kita mendedahkan rahsia-rahsia kita kepada mereka,
mendedahkan kejelikan/keburukan kita (yakni menceritakan masalah-masalah
dalaman), menceritakan perancangan-perancangan kita dan bermesyuarat
dengan mereka dalam masalah-masalah kita…”5]
2. Larangan memberikan wala' kepada orang bukan Islam
Allah tidak melarang kaum muslimin untuk berbuat baik dan berlaku adil kepada orang bukan Islam sebagaimana firmanNya;
Namun wala' tidak diizinkan Allah untuk diberikan melainkan kepada orang mukmin sahaja. Berbuat baik kepada orang bukan Islam dan berlaku adil kepada mereka tidak harus dicampur adukkan dengan wala'.
Al-Birr wa al-Adl adalah hak untuk semua manusia tanpa mengira agama
dan pegangan hidup. Adapun wala' hanya khusus untuk orang yang seaqidah
sahaja.
Apa maksud wala'? Dan apa yang terkandung dalam skop wala'?
Di antara ayat Allah yang menyentuh tentang walak ialah;
لَا
يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ
الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ
وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
“Janganlah
orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang mu'min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya
lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara
diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan
kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu)”.
(Ali Imran: 28)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ
دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ
سُلْطَانًا مُبِينًا
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir
menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min. Inginkah kamu
mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?”.
(an-Nisa’: 144)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ
هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ
وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil untuk menjadi
wali-wali kamu orang-orang yang membuat agamamu jadi bahan ejekan dan
permainan, (yaitu) di antara orang-orang yang telah diberi Kitab
sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-orang musyrik). Dan
bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang
beriman”.
(al-Maidah; 57).
إِنَّ
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ
وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَاوَوْا وَنَصَرُوا
أُولَئِكَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ
يُهَاجِرُوا مَا لَكُمْ مِنْ وَلَايَتِهِمْ مِنْ شَيْءٍ حَتَّى يُهَاجِرُوا
وَإِنِ اسْتَنْصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلَّا
عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ وَاللَّهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan
jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman
dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama
lain lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi
belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi
mereka, sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib
memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian
antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”.
(al-Anfal: 72)
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan
Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
(at-Taubah: 71)
Ayat-ayat
di atas menegas satu perkara kepada kita iaitu; larangan menjadikan
orang-orang bukan Islam sama ada ahli Kitab (yakni orang-orang Yahudi
dan Nasara/Kristian) atau penganut-penganut agama lainnya sebagai
wali-wali kita, atau dalam pengertian yang lain, dilarang kita memberi
wala’ kita kepada mereka.
Maksud
wali secara amnya ialah rakan atau teman khusus yang dipercayai, diberi
kesetiaan, diserahkan urusan dan kepimpinan, diambil pandangan atau
perdapatnya, diamanahkan menjaga rahsia, diberi pertolongan (tatkala ia
memerlukannya) dan dipohon pertolongan darinya (tatkala diperlukan
bantuan darinya). Rakan atau teman khusus ini paling utama
difahami dalam konteks perjuangan dan jihad kerana ia memiliki implikasi
langsung dengan Islam dan masa depan umat Islam.
Syeikh
Muhammad as-Shobuni dalam tafsirnya Sofwatu at-Tafasir menghuraikan
wala’ kepada orang kafir dengan makna; “Memberi pertolongan kepada
mereka, meminta pertolongan dari mereka, bersama-sama mereka dalam
saf/barisan dan bergaul-rapat dengan mereka sebagaimana pergaulan dengan
kaum muslimin”.[6]
Menurut
Syeikh Musthafa al-Khairi; “Terkandung juga dalam makna memberi
al-Wala’ kepada orang kafir ialah meminta pertolongan dari mereka dalam
peperangan. Sebahagian ulama’ mengharuskannya jika ada keperluan dan
diyakini kejujuran mereka…”.[7]
Dalam
tafsir al-Qurthubi, Imam al-Qurthubi menaqalkan dari Ibnu Khuwaiz
Mindad yang menyatakan; “Ayat ini (*yakni ayat 57 dari surah al-Maidah)
sama seperti firman Allah dalam surah al-Maidah (ayat 51) dan Ali Imran
(ayat 118) yang terkandung di dalamnya tegahan at-ta’yiid (yakni
menguatkan pasukan) dan al-isti’anah (yakni memohon pertolongan/bantuan)
dengan orang-orang Musyrikin dan yang seumpama mereka (yakni
orang-orang bukan Islam).
Diriwayatkan
dari Jabir r.a. yang menceritakan; “Tatkala Rasulullah s.a.w. hendak
keluar ke peperangan Uhud, datang satu kumpulan orang Yahudi dan
berkata; ‘Kami ingin keluar berperang bersama kamu’. Lalu Rasulullah
s.a.w. menjawab; ‘Sesungguhnya kami tidak akan meminta pertolongan dalam
urusan kami dari orang-orang Musyrikin”.[8]
Dan lebih tegas lagi, ada sebahagian ulama’ memasukkan juga dalam pengertian memberi wala’ kepada orang kafir; memberi
jawatan kepada mereka dalam bidang/skop yang sepatutnya diisi oleh
orang Islam seperti mengambil mereka untuk bekerja atau berkhidmat di
diwan-diwan (yang merekod dan menjaga maklumat-maklumat dan rahsia
Negara).[9]
Hujjah
mereka ialah riwayat yang menceritakan celaan Umar terhadap gabenornya
di Yaman iaitu Abu Musa al-Asy’ari yang mengambil seorang bukan Islam
sebagai pencatat (bagi urusan yang bersangkutan kaum muslimin) dan ia
mengarahkan Abu Musa supaya memecatnya.[10] (Sila baca riwayat ini di depan nanti bawah tajuk; Tegahan para sahabat
Sebagai
penjelasan akhir bagi wala’ ini, kita memetik ulasan Asy-Syahid Syed
Qutb dalam kitab tafsirnya yang terkenal “Fi Dzilalil-Quran”;
“Islam
tidak menegah orang Islam untuk bermu’amalah (yakni berinteraksi)
secara baik dengan orang yang tidak memeranginya kerana agama sekalipun
orang itu tidak seagama dengannya. Akan tetapi wala’ adalah suatu yang lain dari bermu’amalah dengan baik itu.[11]
Wala’
adalah irtibath (keterikatan), tanashur (saling bantu-membantu) dan
tawaaddu (saling kasih-mengasihi). Wala’ ini tidak wujud dalam hati
seorang yang benar-benar beriman kepada Allah melainkan untuk diberikan
kepada orang-orang beriman yang mempunyai ikatan dengannya kerana Allah,
yang tunduk bersamanya kepada manhaj Allah dalam kehidupan dan yang
berhukum kepada kitabNya dengan penuh taat, patuh dan berserah[12]”.
(Fi Dzilalil-Quran, Jil. 1, hlm. 387 (Surah Ali Imran, ayat 28))
3.
Larangan Nabi dari melibatkan orang bukan Islam dalam permesyuaratan
yang khusus berkait dengan maslahah agama dan kaum muslimin
Sabda Nabi s.a.w.;
لَا تَسْتَضِيئُوا بِنَارِ الْمُشْرِكِينَ
“Janganlah kamu menumpang cahaya orang-orang Musyrik” (Hadis riwayat Imam Ahmad dan an-Nasai dari Anas r.a.).
Menurut Imam Ibnu al-Athir dalam kitabnya an-Nihayah fi Gharibil-Hadith; maksud hadis ini ialah;
أي لا تستَشِيُروهم ولا تأْخُذوا آراءهم، جعل الضوءَ مَثلا للرأي عند الحيرة
“Yakni;
janganlah kamu bermesyuarat dengan mereka dan janganlah mengambil
pandangan-pandangan mereka. Rasulullah menjadikan cahaya sebagai misalan
bagi pandangan/pendapat …”.
Menurut Imam al-Hasan al-Basri, maksud hadis tersebut ialah;[13] “Janganlah kamu bermesyuarat dengan orang-orang musyrikin dalam urusan-urusan kamu”. Dalil bagi tafsiran ini menurut beliau ialah firman Allah;
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا
يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ
مِنْ أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا
لَكُمُ الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil bithanah
(teman kepercayaanmu) dari orang-orang yang bukan dari kalanganmu
(karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu.
Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut
mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi.
Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya”. (Ali Imran: 118)
4. Keengganan Rasulullah s.a.w. untuk menerima penyertaan orang kafir dalam saf jihad
Terdapat
riwayat-riwayat hadis menceritakan Rasulullah s.a.w. menolak orang
kafir dari menyertai jihad/peperangan bersama pasukan baginda meskipun
ketika dalam keadaan gawat (seperti dalam peperangan Badar, Uhud dan
Ahzab di mana bilangan tentera Islam amat sedikit). Antara riwayat yang
dapat kita kemukakan di sini;
1.
Imam Muslim meriwayatkan dari Saidatina Aisyah r.a. yang menceritakan;
“Semasa Rasulullah sedang berjalan bersama tenteta Islam menuju ke
Badar, ketika sampai di Harratil-Wabarah seorang lelaki datang menemui
baginda. Lelaki itu dikenali sebagai seorang yang kuat dan berani
menyebabkan para sahabat berasa gembira apabila melihat kedatangannya.
Lelaki
itu berkata kepada Rasulullah; “Aku datang untuk menyertaimu dan
memperolehi habuan rampasan perang bersamamu”. Lalu baginda bertanya
kepadanya; “Adakah kamu beriman dengan Allah dan RasulNya”. Ia menjawab;
“Tidak”.
Rasulullah lalu berkata kepadanya; “Pulanglah. Sesungguhnya aku sekali-kali tidak akan meminta bantuan dari seorang musyrik (فَارْجِعْ، فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ )”.
Saidatina Aisyah r.a. menceritakan lagi; ‘Kemudian Rasulullah
meneruskan perjalanannya, hinggalah tatkala kami singgah berhampiran
sebuah pokok, lelaki itu datang lagi dan meminta seperti tadi.
Rasulullah
juga menjawab sebagaimana tadi; “Pulanglah! Aku sekali-kali tidak akan
meminta bantuan dari seorang musyrik”. Rasulullah meneruskan lagi
perjalanannnya hingga sampai di al-Baida’. Di situ lelaki tersebut
datang lagi dan mengulangi permohonannnya itu. Rasulullah bertanya
sekali lagi kepadanya; “Adakah kamu beriman kepada Allah dan RasulNya”.
Kali ini ia menjawab; “Ya (saya telah beriman)”. Lalu Rasulullah berkata
kepadanya: “Ayuh! Bergeraklah (bersama kami)”.
(Lihat; Soheh Muslim, Kitab al-Jihad wa as-Siyar, bab Karahati al-Isti’anah fi al-Ghazwi bi kafirin…)
2.
Diriwayatkan dari Jabir r.a. yang menceritakan; “Tatkala Rasulullah
s.a.w. hendak keluar ke peperangan Uhud, datang satu kumpulan orang
Yahudi dan berkata; ‘Kami ingin keluar berperang bersama kamu’. Lalu
Rasulullah s.a.w. menjawab; ‘Sesungguhnya kami tidak akan meminta
pertolongan dalam urusan kami dari orang-orang Musyrikin”.
(Lihat Riwayat ini dalam; Tafsir al-Qurthub, surah al-Maidah, ayat 57).
3.
Ibnu Abbas r.a. menceritakan; seorang sahabat iaitu ‘Ubadah bin
as-Shomit r.a. mempunyai rakan-rakan dari kalangan orang Yahudi. Semasa
peperangan Ahzab, beliau (yakni Ubadah) berkata kepada Nabi s.a.w.;
“Wahai Nabi Allah, saya mempunyai rakan-rakan dari orang Yahudi seramai
500 orang dan saya merasakan perlu untuk mengajak mereka keluar bersama
saya untuk memerangi musuh. Lalu Allah menurunkan ayat;
لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ
“Janganlah orang-orang mu'min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu'min”.
(Ali Imran: 28)
(Rujuk riwayat ini dalam Tafsir al-Qurthubi dan juga Rawai’ul Bayan, Syeikh Muhammad Ali as-Shobuni, jil. 1, hlm. 440).
Perhatikan;
jika untuk menjadi tentera biasa telahpun ditolak atau dilarang oleh
Nabi, maka bagaimana untuk mengambil mereka (yakni orang-orang bukan
Islam) bagi mengisi barisan kepimpinan? Sudah tentu ianya lebih dilarang
oleh baginda.
4. Tegahan para sahabat terhadap perlantikan orang bukan Islam untuk jawatan yang berkait urusan kaum muslimin
Dalam
Tafsir Ibnu Kathir, terdapat riwayat dari Ibnu Abi Dahqanah yang
menceritakan; pada zaman Umar r.a., terdapat seorang budak lelaki dari al-Hirah yang
memiliki kepandaian menulis, namun ia tidak Islam. Lalu dicadangkan
kepada Umar supaya mengambilnya sebagai penulis Negara. Namun umar
menjawab; “Jika aku mengambilnya bermakna aku mengambil orang
kepercayaan bukan dari kalangan orang-orang beriman”.[14]
Ibnu
Kathir mengulas; Athar dari Saidina Umar ini berserta ayat di atas
menjadi dalil bahawa tidak harus mengambil ahli zimmah (yakni orang
bukan Islam yang menjadi warganegara daulah Islam) untuk bekerja atau
bertugas (sebagai pencatat/penulis atau sebagainya) dalam hal-hal
dalaman kaum muslimin kerana dibimbangi mereka akan mendedahnya kepada
musuh-musuh Islam. Kerana itu Allah berfirman;
لَا يَأْلُونَكُمْ خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ
“…mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu”.[15]
Ibnu
Abi Hatim meriwayatkan dari ‘Iyadh yang menceritakan bahawa Abu Musa
al-Asy’ari melantik seorang Nasrani sebagai pencatatnya. Pada suatu
hari, atas suatu urusan ia membawa pencatatnya itu berjumpa Umar.
Melihat kebolehan pencatat tersebut, Umar berasa takjub dengannya, lalu
Umar memintanya untuk membaca suatu surat yang datang dari Syam yang
berada di dalam masjid. Namun Abu Musa menjawab; ‘Ia tidak boleh
memasuki masjid (wahai Umar)’. Umar bertanya; ‘Apakah ia berjunub?’.
Jawab Abu Musa; ‘Bukan, tetapi kerana ia seorang Nasrani’. Umar lalu
memarahi Abu Musa dan menampar pahanya. Kemudian Umar membaca firman
Allah;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali-wali kamu”. (al-Maidah: 51)
(Lihat riwayat ini dalam Tafsir Ibnu Kathir, surah al-Maidah, ayat 51).
AMALAN RASULULLAH S.A.W. DALAM PENGLIBATAN KERJASAMA DAN PAKATAN DENGAN ORANG BUKAN ISLAM
Menolak
perlantikan orang bukan Islam untuk jawatan dalam kepimpinan tertinggi
Jamaah tidak bermakna kita menentang segala bentuk pakatan atau
kerjasama dengan orang bukan Islam. Jika kita membaca Sirah
Nabi –khusus berkenaan interaksi baginda dengan orang bukan Islam- kita
akan perhatikan; dalam aspek-aspek tertentu baginda amat bertegas
menolak penglibatan orang bukan Islam (iaitu aspek yang berkait dengan
bithanah, walak dan sebagainya tadi), namun dalam aspek-aspek lain pula
baginda menerima penglibatan mereka, antara contoh yang boleh kita
sebutkan ialah;
1. Hilful Fudhul
Nabi pernah bersabda;
لقد
شهدتُ في دار عبد الله بن جُدعان حلفاً لو دُعيتُ له في الإسلام لأجبت،
تحالفوا أن يردوا الفضول على أهلها، وألاّ يغزوَ ظالمٌ مظلوماً
“Aku
pernah menyaksikan suatu perjanjian di rumah Abdullah bin Jud’an yang
seandainya sekarang ini (yakni di masa Islam) jika aku diajak untuk ikut
serta dalam perjanjian tersebut pasti aku akan ikut. Mereka berjanji
untuk mengembalikan semua hak orang yang teraniaya kepada pemiliknya
agar orang yang zalim tidak dapat berbuat sewenang-wenangnya kepada
orang lemah”
(Riwayat Imam al-Humaidi dalam
Dalam riwayat yang dicatatkan oleh Imam al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra, lafaznya;
لَقَدْ
شَهِدْتُ فِى دَارِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جُدْعَانَ حِلْفًا مَا أُحِبُّ
أَنَّ لِى بِهِ حُمْرَ النَّعَمِ وَلَوِ أُدْعَى بِهِ فِى الإِسْلاَمِ
لأَجَبْتُ
“Sesungguhnya aku pernah menyaksikan satu perjanjian di rumah Abdullah bin Jud’an. Ia
lebih aku suka dari unta merah. Jika aku diajak untuk turut sama
menyertai persepakatan serupa, nescaya aku akan menyertainya”
(as-Sunan
al-Kubra, Imam al-Baihaqi, hadis no. 13461. Riwayat ini dikemukakan
oleh Imam al-Mawardi dalam kitabnya; al-Ahkam al-Sultaniyah).
Perjanjian
di atas dikenali dengan Halful-Fudhul iaitu satu persepakatan yang
dibuat oleh beberapa pemimpin dari pelbagai Kabilah Quraiysh yang
berpengaruh di Mekah untuk menuntut hak dan keadilan bagi orang-orang
yang ditindas di Mekah.
Perjanjian
tersebut berlaku 20 tahun sebelum Nabi Muhammad dilantik menjadi Rasul
dan Rasul, iaitu pada zaman Jahiliyah. Perhatikan, bagaimana Rasulullah
berhasrat menyertai persepakatan yang baginda sendiri tahu bahawa mereka
yang terlibat semuanya bukan Islam. Namun oleh kerana isi persepakatan
itu sama dengan apa yang dituntut oleh Islam iaitulah keadilan untuk
manusia, maka baginda menyokongnya.
2. Piagam Madinah; Kontrak Sosial
Di
antara yang pernah dilakukan oleh Nabi ialah mengadakan Mitsaq
al-Madinah (Piagam/Perjanjian Madinah) sebaik baginda tiba di Madinah
selepas hijrahnya. Perjanjian/Piagam ini tidak hanya membabitkan orang
Islam (Ansar dan Muhajirin), tetapi juga membabitkan orang-orang bukan
Islam yang tinggal di Madinah (khususnya golongan Yahudi). Di antara nas
yang terkandung dalam piagam tersebut;
“Bahawa
orang Yahudi yang menyertai kita mereka mendapat pertolongan dan
bimbingan tanpa dizalimi dan tidak boleh ada pakatan yang tidak baik
terhadap mereka”
(nas ke 16. Rujukan; Fiqh al-Harakah, Tn Guru Hj Abdul Hadi, jilid 2, halaman 23).
“Bahawa
kaum-kaum Yahudi (dari bani Auf, Bani an-Najjar dan sebagainya) adalah
satu umat (warganegara) bersama-sama kaum mukminin. Bagi mereka
kebebasan menganut agama mereka dan bagi kaum muslimin agama mereka
sendiri. Hak ini meliputi orang-orang yang bersekutu dengan mereka dan
untuk diri mereka sendiri, kecuali terhadap orang yang berbuat zalim dan
melakukan dosa, maka akibat perbuatannya tidak menimpa melainkan
dirinya sendiri dan keluarganya”
(nas ke 25, kitab yang sama, halaman 23).
3. Nabi menerima perlindungan dari orang bukan Islam
Kisah
yang masyhur ialah; Nabi menerima perlindungan bapa saudaranya Abu
Thalib yang tidak pernah masuk Islam, memerintahkan golongan
mustadh’afin berhijrah ke Habsyah untuk berlindung di bawah pemerintah
Najasyi (seorang raja Kristian yang belum memeluk Islam ketika itu,
tetapi terkenal dengan sikap adilnya), baginda menerima perlindungan
Mat’am bin ‘Adiy ketika pulang dari Taif dan baginda mengizinkan Abu
Bakar untuk menerima perlindungan yang ditawarkan oleh Ibnu Daghnah
(seorang pemimpin Mekah yang bersimpati dengan Abu Bakar, tetapi tidak
memeluk Islam).
(Rujuk; Fiqh a-Harakah, Tn Guru Hj Hadi, jilid 1, halaman 142-145).
4. Mengadakan perjanjian Hudaibiyah dengan Musyrikin Quraiysh
Berlaku
pada tahun ke 6 hijrah (bulan Dzul Qaedah); perjanjian perdamaian di
antara Rasulullah dan Quraiysh Mekah. Antara isi utama perjanjian ialah;
gencatan senjata selama 10 tahun
(Rujuk; Fiqh a-Harakah, Tn Guru Hj Hadi, jilid 2, halaman 240).
5. Nabi menjalankan mu’amalah dengan orang bukan Islam
Telah sabit dengan nas yang soheh bahawa Nabi pernah melakukan hal berikut;
a) Menerima hadiah dari orang bukan Islam
b) Meminjam wang dari orang bukan Islam dengan menggadaikan baju besinya.
c) Menziarahi orang bukan Islam yang sakit.
d) Bangun menghormati jenazah orang bukan Islam yang dibawa lalu di hadapannya.
6. Saranan
al-Quran dan as-Sunnah supaya kaum muslimin berbuat baik dan berlaku
adil kepada orang bukan Islam dan memelihara hak mereka
"Dan tidak Kami utuskan engkau wahai Muhammad melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam"
(al-Anbiya', ayat 107).
"Allah
tidak menegah kamu dari berbuat baik dan berlaku adil (kepada
orang-orang bukan Islam) yang tidak memerangi kamu kerana agama kamu dan
tidak mengusir kamu dari tanah air kamu. Allah mengasihi orang-orang
yang berlalu adil"
(Surah al-Mumtahanah, ayat 8).
“Dan
jika mereka berdua (yakni ibu dan bapa) mendesakmu supaya engkau
mempersekutukan denganKu sesuatu yang engkau tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya, maka janganlah engkau taat kepada mereka dan bergaullah dengan mereka di dunia dengan cara yang baik…”
(Surah Luqman, ayat 15)
Diceritakan
dalam hadis bahawa Asma’ binti Abu Bakar, tatkala datang kepadanya
ibunya yang masih kafir (musyrik) untuk mengikat hubungan, ia (yakni
Asma’) bertanya Nabi; “Ya Rasulullah, perlukah aku mengikat hubungan
dengan ibuku itu?”. Nabi menjawab; “Ikatlah hubungan dengannya”.
(HR Imam al-Bukhari dan Muslim)
CADANGAN
Melihat kepada amalan Rasulullah di atas, saya mencadangkan;
1. Aspek-aspek
dalam jamaah yang ada kaitan dengan persoalan bithanah dan wala'
(antaranya soal kepimpinan tertinggi, ahli permesyuaratan atau majlis
Syura, keanggotaan jamaah, dalam menentukan halatuju jamaah dan
sebagainya) tidak perlu dilibatkan orang bukan Islam. Ia hendaklah khusus kepada orang beriman sahaja sebagai mengambil contoh dan tauladan dari amalan Nabi tadi.
2. Aspek-aspek
yang membabitkan hak rakyat, keadilan, kesamarataan, membenteras
penyelewengan, mencari alternative pemerintahan terbaik dan sebagainya;
inilah ruang yang terbuka luas untuk kita mengadakan kerjasama dan
pakatan dengan sesiapa sahaja yang memperjuangkan hak dan keadilan
termasuk dengan orang bukan Islam selagi tidak melanggar batasan Syariat
(al-Quran dan as-Sunnah).
3. Kesimpulannya;
tidak usahlah kita membuka kepimpinan Jamaah kepada orang bukan Islam
kerana ia bercanggah dengan ayat-ayat walak dan bithanah tadi,
sebaliknya kita mengeratkan kerjasama dan pakatan dengan mereka dalam
mewujudkan amalan politik dan pemerintahan yang bersih dan adil untuk
semua rakyat Malaysia.
PAS
mesti dikekalkan sebagai Parti yang 100% berjiwa dan berwajah Islam
(dalaman dan luarannya) dan pada masa yang sama ia membuka ruang ta’awun
(kerjasama) dan tahaluf (pakatan) yang seluas-luasnya dengan siapa
sahaja yang memperjuangkan keadilan selagi tidak melanggari Syariat.
Mengapa AirAsia untung, MAS gulung tikar?
Harakahdaily, | 01 Mac 2012 |
KUALA LUMPUR, 1 Mac:
Dewan Pemuda PAS Malaysia (DPPM) mendesak kerajaan melakukan sesuatu
bagi mengelakkan Sistem Penerbangan Malaysia (MAS) terus mengalami
kerugian.
Dalam laporan terbaru menunjukkan MAS mencatat kerugian untuk tahun 2011 sebanyak RM2.52 bilion.
“DPPM mempersoalkan mengapa syarikat tersebut mengalami kerugian begitu banyak untuk tahun lepas.
“Apakah ia berpunca dari kelemahan dari segi urus tadbir dan strategi perniagaan yang tidak berkesan?” tanya Ketua Penerangan DPPM, Riduan Mohd Nor (gambar).
Katanya, keadaan ekonomi global yang tidak berkembang dengan sihat tidak boleh dijadikan alasan mengapa MAS rugi kerana banyak lagi syarikat penerbangan negara serantau mencatat keuntungan yang baik.
Bagi DPPM, ujarnya MAS perlu dipulihkan bagi menyelamatkannya dari terus mengalami kerugian.
Menurutnya lagi, MAS adalah sistem penerbangan utama negara, justeru ia tidak patut dibiarkan gulung tikar.
Katanuya, mungkin pihak pengurusan MAS belajar dengan syarikat penerbangan seperti AirAsia yang terus cemerlang dengan keuntungan.
Beliau menambah, AirAsia yang baru ditubuhkan beberapa tahun lepas dan hanya mempunyai operasi perniagaan yang lebih kecil mampu membina empayar kejayaan mereka.
“Apakah rahsia kejayaan ini sehingga mampu melakar kejayaan bermakna sebaliknya MAS pula menanggung kerugian?” katanya.
Baginya, MAS adalah identiti penerbangan utama negara, kegagalan MAS bererti kegagalan negara dalam melahirkan syarikat penerbangan bertaraf dunia.
Justeru, ujarnya imej negara pula akan jatuh di peringkat antarabangsa kerana gagal mengurus syarikat penerbangannya setanding dengan syarikat penerbangan negara-negara lainnya.
“Tidak ada ertinya kehebatan lapangan terbang negara ini bertaraf dunia dan mendapat pengiktirafan antarabangsa sekiranya syarikat yang menguruskan sistem penerbangan utama negara pula gagal menempatkan kedudukannya,” ujarnya.
Rakyat Malaysia, kata beliau pastinya malu apabila mendengar MAS terus mencatat kerugian buat beberapa tahun lagi dan akhirnya terpaksa menggulung tikar dan menyerah kalah.
“Apakah lagi kebanggaan rakyat Malaysia pada industri penerbangan negara?” soalnya.
Dalam laporan terbaru menunjukkan MAS mencatat kerugian untuk tahun 2011 sebanyak RM2.52 bilion.
“DPPM mempersoalkan mengapa syarikat tersebut mengalami kerugian begitu banyak untuk tahun lepas.
“Apakah ia berpunca dari kelemahan dari segi urus tadbir dan strategi perniagaan yang tidak berkesan?” tanya Ketua Penerangan DPPM, Riduan Mohd Nor (gambar).
Katanya, keadaan ekonomi global yang tidak berkembang dengan sihat tidak boleh dijadikan alasan mengapa MAS rugi kerana banyak lagi syarikat penerbangan negara serantau mencatat keuntungan yang baik.
Bagi DPPM, ujarnya MAS perlu dipulihkan bagi menyelamatkannya dari terus mengalami kerugian.
Menurutnya lagi, MAS adalah sistem penerbangan utama negara, justeru ia tidak patut dibiarkan gulung tikar.
Katanuya, mungkin pihak pengurusan MAS belajar dengan syarikat penerbangan seperti AirAsia yang terus cemerlang dengan keuntungan.
Beliau menambah, AirAsia yang baru ditubuhkan beberapa tahun lepas dan hanya mempunyai operasi perniagaan yang lebih kecil mampu membina empayar kejayaan mereka.
“Apakah rahsia kejayaan ini sehingga mampu melakar kejayaan bermakna sebaliknya MAS pula menanggung kerugian?” katanya.
Baginya, MAS adalah identiti penerbangan utama negara, kegagalan MAS bererti kegagalan negara dalam melahirkan syarikat penerbangan bertaraf dunia.
Justeru, ujarnya imej negara pula akan jatuh di peringkat antarabangsa kerana gagal mengurus syarikat penerbangannya setanding dengan syarikat penerbangan negara-negara lainnya.
“Tidak ada ertinya kehebatan lapangan terbang negara ini bertaraf dunia dan mendapat pengiktirafan antarabangsa sekiranya syarikat yang menguruskan sistem penerbangan utama negara pula gagal menempatkan kedudukannya,” ujarnya.
Rakyat Malaysia, kata beliau pastinya malu apabila mendengar MAS terus mencatat kerugian buat beberapa tahun lagi dan akhirnya terpaksa menggulung tikar dan menyerah kalah.
“Apakah lagi kebanggaan rakyat Malaysia pada industri penerbangan negara?” soalnya.
Surat kepada Israel dedah sikap pura-pura BN
Harakahdaily, | 01 Mac 2012 |
KUALA LUMPUR, 1 Mac: Pendedahan surat-surat yang
ditulis Tun Dr Mahathir Mohammad kepada tiga Perdana Menteri Israel –
Yitzhak Rabin, Benjamin Netanyahu dan Ehud Barak mengesakan kebenaran
dakwaan Datuk Seri Anwar Ibrahim dan membuktikan sikap kepura-puraan Dr
Mahathir selama ini.
Setiausaha Agung PKR, Saifuddin Nasution berkata, Mahathir sering tampil dengan imej luaran yang mengambil sikap keras dengan Israel dan memfitnah Anwar sebagai ‘pro-Yahudi’, namun secara senyap-senyap rapat dengan pemimpin Zionis.
“Mahathir pula bertemu dan berhubungan dengan PM-PM Israel dan menegaskan berulang kali keinginannya mengadakan hubungan antara Malaysia dengan Israel. Malah hasrat ini dilahirkan menerusi tulisan tangan di dalam suratnya kepada Yitzhak Rabin.
“Pendedahan ini telah mengesahkan apa yang dikatakan PKR selama ini. Mahathir dan Najib harus menghentikan kepuraan ini,“ katanya.
Sebelum ini kata Saifuddin lagi, Anwar diserang teruk oleh pemimpin dan media Umno-BN apabila disoal akhbar antarabangsa Wall Street Journal berkaitan dasar luar negara dan isu Palestin.
Ketika itu, Anwar menegaskan bahawa kemahuan dan hak rakyat Palestin mesti dibela dan itu merangkumi hak untuk mendirikan negara sendiri serta tidak terus dizalimi.
Sikap berbaik dengan Israel itu juga kata Saifuddin diteruskan oleh pentadbiran Datuk Seri Najib Razak yang melantik APCO sebagai perunding kerajaan BN.
Sedangkan ujarnya, antara penasihat APCO adalah Doron Bergerbest-Eilon, bekas Ketua Perlindungan dan Keselamatan, Agensi Keselamatan Israel.
“Kerajaan Malaysia juga selama ini mengambil sikap berat sebelah di dalam isu Palestin dengan hanya mengiktiraf Fatah, tanpa mengambilkira Hamas yang telah dipilih rakyat Palestin.
“Ini membuktikan kerajaan Umno-BN tunduk kepada tekanan Amerika Syarikat dan Israel,” tegasnya.
Kenapakah
tempoh konsesi Jambatan Pulau Pinang dilanjutkan 17 tahun dari 2021 ke
2038 hanya untuk mengelak daripada membayar kenaikan tol 10% setiap lima
tahun?
Saya berasa dukacita bahawa Menteri dalam Jabatan Perdana Menteri Tan Sri Nor Mohamed Yakcop gagal untuk menerima cabaran debat umum di kawasan beliau malam ini atas topik sama ada pemansuhan tol Lebuhraya Utara-Selatan (NSE) dan Jambatan Pulau Pinang akan menjadikan negara kita bankrap.
Malaysia tidak akan bankrap jika PR memansuhkan tol NSE dan Jambatan Pulau Pinang sekiranya kita memenangi Pilihan Raya Umum yang akan datang. Yang akan menjadikan Malaysia bankrap adalah rasuah, penyalahgunaan kuasa dan kronisme.
Saya juga ingin tanya Tan Sri mengenai semakan semula tol. Kenapakah Kerajaan Persekutuan memangsakan Pulau Pinang dengan melanjutkan tempoh konsesi Jambatan Pulau Pinang selama 17 tahun sehingga 2038 dan Lebuhraya Butterworth-Kulim (BKE) selama 11 tahun sehingga 2038, sebagai balasan untuk pembekuan kenaikan tol (lihat rajah di bawah)? Untuk BKE, pembekuan kenaikan tol hanya sampai 2015, dan kadar tol akan dinaikkan 5% setiap 3 tahun dari 2016.
Pemansuhan tol NSE dan Jambatan Pulau Pinang tidak akan menjadikan negara bankrap tetapi adalah betul dari segi moral dan etika. Yang tidak berhati perut dan tidak adil kepada rakyat adalah hakikat bahawa syarikat-syarikat pengendali tol sedang mengaut keuntungan yang sangat tinggi walaupun kos pelaburan asal untuk pembinaan sudah habis dikutip.
Jawapan bertulis Parlimen kepada saya telah menunjukkan bahawa syarikat pengendali tol NSE telah membelanjakan RM5,945 juta untuk pembinaan lebuhraya tersebut, tetapi sudah menerima sebanyak RM24,266 juta daripada kutipan tol dan pampasan kerajaan setakat 31.12.2010. Dalam erti kata lain, syarikat pengendali tol NSE telah mencatat lebihan sebanyak RM18,321 juta setakat 31.12.2010 daripada pelaburan asal.
Adakah perlu lagi untuk syarikat tersebut untuk mengutip lagi banyak tol daripada rakyat apatah lagi untuk menaikkan kadar tol? Sepatutnya, dan jika diambil kira kepentingan rakyat, kutipan tol bagi NSE patut dihentikan serta merta memandangkan hasil kutipannya yang berjumlah RM18.3 bilion sudah pun 3 kali ganda pelaburan asal iaitu RM6 bilion.
Keadaannya serupa untuk Jambatan Pulau Pinang yang telah mengutip sebanyak RM1,859 juta dengan kos pembinaan RM944 juta. Lebihan yang dicatat sebanyak RM924 juta. Bagi BKE, tol yang dikutip berjumlah RM340 juta manakala kos pembinaannya RM256 juta, iaitu lebihan sebanyak RM84 juta. Rakyat Pulau Pinang bukan sahaja tidak sepatutnya terus dibebani tol sehingga 31 Disember 2038, malah tol bagi Jambatan Pulau Pinang dan BKE harus dihentikan serta merta.
Kos Maksimum RM50 Bilion Untuk Pemansuhan NSE dan Jambatan Pulau Pinang Tidak Akan Menjadikan Malaysia Bankrap
Kos maksimum untuk pemansuhan NSE dan Jambatan Pulau Pinang adalah RM50 bilion, iaitu RM40 bilion untuk NSE dan RM10 bilion untuk Jambatan Pulau Pinang. RM50 bilion tidak akan menjadikan negara bankrap. Yang akan menjadikan negara bankrap adalah rasuah, penyalahgunaan kuasa dan kronisme. Lagipun, kos projek MRT baru pun sudah mencecah RM50 bilion.
Malaysia mampu membayar RM50 bilion untuk memansuhkan tol Jambatan Pulau Pinang dan NSE tetapi tidak mampu menanggung rasuah yang berjumlah 100 bilion dolar Amerika (RM350 bilion). Laporan Global Financial Integriti telah menunjukkan bahawa sejumlah RM1,077 bilion wang haram telah dibawa keluar dari Malaysia dalam dekad yang hilang dek korupsi dari tahun 2000-2009.
Tan Sri Nor harus menjelaskan bagaimana semakan semula dan pelanjutan konsesi tol Jambatan Pulau Pinang dari tahun 2021 ke 2038 sebagai balasan untuk pembekuan tol 10% betul-betul boleh membawa manfaat kepada rakyat Pulau Pinang. Sekiranya diberi pilihan, rakyat Pulau Pinang lagi sanggup menerima kenaikan tol 10% setiap 5 tahun jika tol dimansuhkan pada 31.12.2021 daripada menunggu sampai 31.12.2038 walaupun tiada kenaikan tol dikenakan.
Serupa juga untuk BKE, rakyat Pulau Pinang lagi sanggup membayar kenaikan tol 15-25% setiap 5 tahun sampai 27.6.2026 daripada membayar sehingga 31.23.2038. BKE adalah lebih teruk berbanding Jambatan Pulau Pinang kerana bermula dari tahun 2016 kadar tol akan dinaikkan 5% setiap 3 tahun berbanding setiap 5 tahun.
Semakan semula dan pelanjutan tempoh konsesi tol sehingga 2038 sebagai balasan pengecualian pampasan kerajaan sebanyak RM6.5 bilion telah dilakukan tanpa rundingan dengan rakyat dan hanya menguntungkan syarikat-syarikat pengendali tol sementara yang ruginya rakyat Pulau Pinang dan Malaysia.
Rencana di atas adalah ucapan Ketua Menteri Pulau Pinang, Lim Guan Eng semasa Debat PR Pulau Pinang di Dewan Besar Sungai Dua di Teluk Air Tawar, Pulau Pinang pada 29 Februari (malam tadi).
Setiausaha Agung PKR, Saifuddin Nasution berkata, Mahathir sering tampil dengan imej luaran yang mengambil sikap keras dengan Israel dan memfitnah Anwar sebagai ‘pro-Yahudi’, namun secara senyap-senyap rapat dengan pemimpin Zionis.
“Mahathir pula bertemu dan berhubungan dengan PM-PM Israel dan menegaskan berulang kali keinginannya mengadakan hubungan antara Malaysia dengan Israel. Malah hasrat ini dilahirkan menerusi tulisan tangan di dalam suratnya kepada Yitzhak Rabin.
“Pendedahan ini telah mengesahkan apa yang dikatakan PKR selama ini. Mahathir dan Najib harus menghentikan kepuraan ini,“ katanya.
Sebelum ini kata Saifuddin lagi, Anwar diserang teruk oleh pemimpin dan media Umno-BN apabila disoal akhbar antarabangsa Wall Street Journal berkaitan dasar luar negara dan isu Palestin.
Ketika itu, Anwar menegaskan bahawa kemahuan dan hak rakyat Palestin mesti dibela dan itu merangkumi hak untuk mendirikan negara sendiri serta tidak terus dizalimi.
Sikap berbaik dengan Israel itu juga kata Saifuddin diteruskan oleh pentadbiran Datuk Seri Najib Razak yang melantik APCO sebagai perunding kerajaan BN.
Sedangkan ujarnya, antara penasihat APCO adalah Doron Bergerbest-Eilon, bekas Ketua Perlindungan dan Keselamatan, Agensi Keselamatan Israel.
“Kerajaan Malaysia juga selama ini mengambil sikap berat sebelah di dalam isu Palestin dengan hanya mengiktiraf Fatah, tanpa mengambilkira Hamas yang telah dipilih rakyat Palestin.
“Ini membuktikan kerajaan Umno-BN tunduk kepada tekanan Amerika Syarikat dan Israel,” tegasnya.
Kenapa konsesi Jambatan Pulau Pinang 17 tahun?
Lim Guan Eng, | 01 Mac 2012 |
Saya berasa dukacita bahawa Menteri dalam Jabatan Perdana Menteri Tan Sri Nor Mohamed Yakcop gagal untuk menerima cabaran debat umum di kawasan beliau malam ini atas topik sama ada pemansuhan tol Lebuhraya Utara-Selatan (NSE) dan Jambatan Pulau Pinang akan menjadikan negara kita bankrap.
Malaysia tidak akan bankrap jika PR memansuhkan tol NSE dan Jambatan Pulau Pinang sekiranya kita memenangi Pilihan Raya Umum yang akan datang. Yang akan menjadikan Malaysia bankrap adalah rasuah, penyalahgunaan kuasa dan kronisme.
Saya juga ingin tanya Tan Sri mengenai semakan semula tol. Kenapakah Kerajaan Persekutuan memangsakan Pulau Pinang dengan melanjutkan tempoh konsesi Jambatan Pulau Pinang selama 17 tahun sehingga 2038 dan Lebuhraya Butterworth-Kulim (BKE) selama 11 tahun sehingga 2038, sebagai balasan untuk pembekuan kenaikan tol (lihat rajah di bawah)? Untuk BKE, pembekuan kenaikan tol hanya sampai 2015, dan kadar tol akan dinaikkan 5% setiap 3 tahun dari 2016.
PENGECUALIAN PAMPASAN TOL ~ SEMAKAN SEMULA TERMA KONSESI
Lebuhraya |
Sekarang hingga 2015 |
Struktur tol Semasa |
Struktur tol baru |
Tarikh luput semasa konsesi |
Tarikh luput baru konsesi |
NSE |
Tiada kenaikan |
10% setiap tiga tahun |
5% pada 2016 and setiap tiga tahun selepas |
Dec 31, 2038 |
Dec 31, 2038 |
Elite |
Tiada kenaikan |
10% setiap tiga tahun |
May 31, 2030 |
||
Linkedua |
Tiada kenaikan |
25% setiap lima tahun |
Dec 31, 2038 |
||
BKE |
Tiada kenaikan |
15% - 25% setiap lima tahun |
June 27, 2026 |
||
Penang Bridge |
Tiada kenaikan |
10% setiap lima tahun |
Tiada kenaikan |
Dec 31, 2021 |
Pemansuhan tol NSE dan Jambatan Pulau Pinang tidak akan menjadikan negara bankrap tetapi adalah betul dari segi moral dan etika. Yang tidak berhati perut dan tidak adil kepada rakyat adalah hakikat bahawa syarikat-syarikat pengendali tol sedang mengaut keuntungan yang sangat tinggi walaupun kos pelaburan asal untuk pembinaan sudah habis dikutip.
Jawapan bertulis Parlimen kepada saya telah menunjukkan bahawa syarikat pengendali tol NSE telah membelanjakan RM5,945 juta untuk pembinaan lebuhraya tersebut, tetapi sudah menerima sebanyak RM24,266 juta daripada kutipan tol dan pampasan kerajaan setakat 31.12.2010. Dalam erti kata lain, syarikat pengendali tol NSE telah mencatat lebihan sebanyak RM18,321 juta setakat 31.12.2010 daripada pelaburan asal.
Adakah perlu lagi untuk syarikat tersebut untuk mengutip lagi banyak tol daripada rakyat apatah lagi untuk menaikkan kadar tol? Sepatutnya, dan jika diambil kira kepentingan rakyat, kutipan tol bagi NSE patut dihentikan serta merta memandangkan hasil kutipannya yang berjumlah RM18.3 bilion sudah pun 3 kali ganda pelaburan asal iaitu RM6 bilion.
Keadaannya serupa untuk Jambatan Pulau Pinang yang telah mengutip sebanyak RM1,859 juta dengan kos pembinaan RM944 juta. Lebihan yang dicatat sebanyak RM924 juta. Bagi BKE, tol yang dikutip berjumlah RM340 juta manakala kos pembinaannya RM256 juta, iaitu lebihan sebanyak RM84 juta. Rakyat Pulau Pinang bukan sahaja tidak sepatutnya terus dibebani tol sehingga 31 Disember 2038, malah tol bagi Jambatan Pulau Pinang dan BKE harus dihentikan serta merta.
Kos Maksimum RM50 Bilion Untuk Pemansuhan NSE dan Jambatan Pulau Pinang Tidak Akan Menjadikan Malaysia Bankrap
Kos maksimum untuk pemansuhan NSE dan Jambatan Pulau Pinang adalah RM50 bilion, iaitu RM40 bilion untuk NSE dan RM10 bilion untuk Jambatan Pulau Pinang. RM50 bilion tidak akan menjadikan negara bankrap. Yang akan menjadikan negara bankrap adalah rasuah, penyalahgunaan kuasa dan kronisme. Lagipun, kos projek MRT baru pun sudah mencecah RM50 bilion.
Malaysia mampu membayar RM50 bilion untuk memansuhkan tol Jambatan Pulau Pinang dan NSE tetapi tidak mampu menanggung rasuah yang berjumlah 100 bilion dolar Amerika (RM350 bilion). Laporan Global Financial Integriti telah menunjukkan bahawa sejumlah RM1,077 bilion wang haram telah dibawa keluar dari Malaysia dalam dekad yang hilang dek korupsi dari tahun 2000-2009.
Tan Sri Nor harus menjelaskan bagaimana semakan semula dan pelanjutan konsesi tol Jambatan Pulau Pinang dari tahun 2021 ke 2038 sebagai balasan untuk pembekuan tol 10% betul-betul boleh membawa manfaat kepada rakyat Pulau Pinang. Sekiranya diberi pilihan, rakyat Pulau Pinang lagi sanggup menerima kenaikan tol 10% setiap 5 tahun jika tol dimansuhkan pada 31.12.2021 daripada menunggu sampai 31.12.2038 walaupun tiada kenaikan tol dikenakan.
Serupa juga untuk BKE, rakyat Pulau Pinang lagi sanggup membayar kenaikan tol 15-25% setiap 5 tahun sampai 27.6.2026 daripada membayar sehingga 31.23.2038. BKE adalah lebih teruk berbanding Jambatan Pulau Pinang kerana bermula dari tahun 2016 kadar tol akan dinaikkan 5% setiap 3 tahun berbanding setiap 5 tahun.
Semakan semula dan pelanjutan tempoh konsesi tol sehingga 2038 sebagai balasan pengecualian pampasan kerajaan sebanyak RM6.5 bilion telah dilakukan tanpa rundingan dengan rakyat dan hanya menguntungkan syarikat-syarikat pengendali tol sementara yang ruginya rakyat Pulau Pinang dan Malaysia.
Rencana di atas adalah ucapan Ketua Menteri Pulau Pinang, Lim Guan Eng semasa Debat PR Pulau Pinang di Dewan Besar Sungai Dua di Teluk Air Tawar, Pulau Pinang pada 29 Februari (malam tadi).
Tiada ulasan:
Catat Ulasan