Jumaat, 3 September 2010

Hadis Qudsi

Kenapa Hadis Qudsi Tidak Jadi Ayat Quran

Q2. Al-quran dan hadith diriwayatkan oelh para sahabat daripada Nabi saw. Bagaimana pula dengan hadith Qudsi? Bukankah ianya juga dari nabi tetapi dalam bentuk firman Allah? Jadi mengapa ia tidak menjadi ayat al-quran?

Hadits Qudsi ialah Hadits yang bersumber dari Rasulullah saw. dan disanadkan kepada Allah. Menurut para ulama’, Hadits Qudsi ialah “Sesuatu yang diberitakan Allah kepada Nabi saw. dengan perantaraan Jibril, atau dengan jalan ilham, atau mimpi waktu tidur, lalu oleh Rasulullah saw. diberitakannya pula maksud dan tujuan berita di atas (kepada ummatnya) dengan lafadh dan ucapan beliau sendiri, berdasarkan taufiq dari Allah swt.

Apabila Rasulullah saw. meriwayatkan Hadits Qudsi, biasanya mengucapkan kata:

“Allah berfirman”, tapi firman itu tidak dimasukkan dalam al-Quran. Begitu juga uslubnya tidak sama dengan uslub ayat-ayat al-Quran,

Apabila para shahabat menceritakan Rasulullah saw. ketika meriwayatkan Hadits Qudsi, biasanya mereka mengucapkan:

“Rasulullah saw. telah bersabda dalam satu riwayat yang disanadkan kepada Rab-nya.”

Selanjutnya para ulama sepakat (ijma’) bahwa Hadits-hadits Qudsi disanadkan kepada Allah. Perselisihan pendapat timbul tentang lafadh atau susunan kata Hadits Qudsi itu sendiri, apakah ia termasuk “kalamullah” (firman Allah) ataukah sabda Rasul saw. sendiri?

Ada yang berpendapat bahwa lafadh-lafadh dalam Hadits Qudsi itu dari Allah, bukan sabda Nabi saw., dengan alasan bahwa Allah ta’ala itulah yang menfirmankan pertama kalinya. Tidak mungkin Nabi saw. akan mengatakan “ucapan itu dari Allah”, kalau lafadh-lafadh itu bukan wahyu dari Allah swt. Apabila Hadits Qudsi itu disanadkan dalam kalimatnya kepada Nabi saw. maka ucapan itu hanyalah sekadar berita saja, karena beliau yang memberitahukannya kepada ummat tentang Hadits itu.

Ada pula yang berpendapat bahwa sesungguhnya lafadh Hadits Qudsi itu dari Rasulullah saw., adapun dikatakan dari Allah, karena isi dan maksudnya telah diwahyukan oleh Allah.

Pendapat ini ada yang membantah, bahwa para rawi yang meriwayatkan Hadits Qudsi itu, biasanya niengatakan: “Bersabda Rasulullah saw. dalam satu berita yang diriwayatkan dari Rab-nya: “begini dan begini”. Ini bererti bahwa lafadh Hadits Qudsi itu dari Allah, bukan dari Nabi saw.

Tetapi sebagian Ulama yang berpendapat seperti di atas menjawab bantahan ini dengan mengatakan bahwa Allah telah menyerahkan berita tersebut kepada Nabi-Nya untuk menyampaikan dan mengatakan Hadits itu dengan kata-katanya sendiri.

Namun yang tidak perlu kita ragukan lagi ialah bahwa Rasulullah saw. pernah meriwayatkan Hadits Qudsi hanya isi dan ma’nanya saja, tidak dengan lafadhnya.

Susunan kata yang diucapkan oleh Rasulullah saw. Dalam hadits qudsi, tidak mungkin merupakan susunan kata yang telah diwahyukan kepada beliau(sepertimana ayat al-quran).

Bagaimanapun perbedaan pendapat tersebut di atas, Hadits Qudsi adalah satu perbendaharaan agama yang mulia dan agung, yang di dalamnya terdapat tuntunan, bimbingan, pedoman dan petunjuk. Di antara Hadits-hadits Qudsi yang sampai kepada kita, ada yang shahih memenuhi syarat-syatat ilmu Hadits, bersumber dari Rasulullah saw, yang dijamin kebenarannya oleh Allah di dalam al-Quran:

Dia tidak mengucapkan sesuatu yang terbit dari hawe nafsunya. Dia tidak akan mengucapkan sesuatu, kecuali wahyu dari Allah.(Q.S. 53 an-Najam: 34)

Ulama telah mengemukakan beberapa perbedaan antara al-Quranul Karim dengan Hadits Qudsi yang mulia, antara lain:

1. Isi al-Quranul Karim dan susunan kalimatnya menunjukkan mu’jizat dan tantangan kepada manusia untuk menandinginya sedang Hadits Qudsi tidak demikian.
2. Al-Quran yang mulia ialah firman Allah yang setiap lafadhnya menjadi ibadah apabila dibaca dan diperintahkan dibaca di waktu shalat. Sedangkan Hadits Qudsi tidaklah demikian.
3. A1-Quran diriwayatkan secara mutawatir yang diperintahkan dicatat, langsung didiktekan oleh Rasulullah, serta ditetapkan kedudukan ayat dan surahnya. Sedang Hadits Qudsi semuanya diriwayatkan menurut khabar Ahad dan tidak dibenarkan dicatat.
4. Al-Quran yang mulia tidak boleh diriwayatkan ma’na dan isinya saja, sedang Hadits Qudsi bilamana perlu dapat dirniwayatkan ma’nanya saja, dengan syarat rawinya (yang meriwayatkannya) itu, alim dan tahu benar arti, maksud lafadh dan susunan kata-katanya, sehingga memungkinkan dapat melukiskan isi dan maksud Hadits Qudsi itu.
5. Al-Quran diwahyukan kepada Nabi saw. dengan perantaraan Jibril a.s., sedang hadits Qudsi kadang-kadang diwahyukan melalui Jibril, atau dengan mimpi atau mungkin juga berupa ilham.
6. Kumpulan kalimat dalam al-Quran disebut ayat dan dihimpun menjadi surah. Sedang kumpulan kalimat dalam Hadits Qudsi tidak dapat disebut ayat ataupun surah.

Selain daripada itu ulama membedakan pula antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi (hadits biasa dari Rasulullab saw.) Hadits Qudsi diriwayatkan oleh Nabi saw. dengan jalan wahyu, baik melalui Jibril as., dengan perantaraan mimpi atau ilham. Sedang Hadits Nabawi terkadang dengan perantaraan wahyu, atau dengan ijtihad Rasulullah saw. sendiri. Adapun kedudukan shahih, hasan atau dla’ifnya, Hadits Qudsi sama saja dengan Hadits Nabawi, menurut ketentuan musthalah Hadits

Tiada ulasan: