Kita
sering mendengar para muballigh atau penceramah yang mengatakan bahwa
tidak ada lagi amal yang bermanfaat bagi seseorang setelah kematiannya,
kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang
mendoakannya. Hal ini berdasarkan hadits berikut,
عن أبي
هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: إذا مات الإنسانُ انقطعَ
عملُه إلا من ثلاثٍ: صدقةٍ جاريةٍ، أو علمٍ يُنْتفعُ بهِ، أو ولدٍ يدعو له
(رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu
Hurayrah, bahwa Rasulullah bersabda, ‘Jika manusia mati maka terputuslah
amalnya, kecuali tiga: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak
yang mendoakannya’ (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Padahal,
hadits tersebut hanyalah sekedar menyebut jumlah, tidak bermaksud
membatasi hanya pada tiga amal tersebut. Dalam hadits-hadits lain, kita
akan temukan bahwa selain tiga amal tersebut, masih banyak amal lain
yang tetap mengalir kepada orang yang sudah mati setelah kematiannya.
Dalam kitab Syarh as-Shudur,
Imam al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi menyebutkan hadits-hadits lain
yang menyebut lebih dari tiga amal tersebut. Berikut adalah
hadits-hadits yang dimaksud.
عن أبي
أمامة، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: أربعةٌ تجري عليهم أجورهم بعد
الموت: مرابطٌ في سبيل الله، ومن علّم علما، ورجلٌ تصدّق بصدقة، فأجرها له
ما جرت، ورجل ترك ولدا صالحا يدعو له (رواه أحمد)
Dari Abu
Umamah, bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Ada 4 golongan yang senantiasa
mengalir pahala kepada mereka setelah meninggal dunia, yaitu: orang yang
berjaga untuk berjihad di jalan Allah, orang yang mengajarkan ilmu,
orang yang berrsedekah jariah, dan orang yang meninggalkan anak shalih
yang berdoa untuknya’. (Riwayat Ahmad)
عن جرير بن
عبد الله مرفوعا: من سنّ سنّة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها من بعده من
غير أن ينقص من أجورهم شيء، ومن سنّ سنّة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل
بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء (رواه مسلم)
Dari Jarir bin Abdullah secara marfu’,
bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Barangsiapa yang merintis suatu tradisi
yang baik, maka ia mendapatkan pahala rintisan tersebut dan setelah ia
meninggal dunia ia mendapatkan pula pahala orang yang melanjutkan
tradisi baik tersebut tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang
melanjutkan tradisi tersebut. Barangsiapa yang merintis suatu tradisi
yang jelek, maka ia maka ia mendapatkan dosa rintisan tersebut dan
setelah ia meninggal dunia ia mendapatkan pula dosa orang yang
melanjutkan tradisi jelek tersebut tanpa mengurangi sedikitpun pahala
orang yang melanjutkan tradisi tersebut’ (Riwayat Muslim)
عن أبي سعيد الخدري مرفوعا: من علّم آيةً من كتاب الله أو بابا من علم أنمى الله أجره إلى يوم القيامة (رواه أبن عساكر)
Dari Abu Sa’id al-Khudry secara marfu’,
Rasulullah saw bersabda, ‘Barangsiapa yang mengajarkan satu ayat dari
Kitabullah atau satu pembahasan dari suatu ilmu, maka akan mengembangkan
pahalanya sampai hari Kiamat’ (Riwayat Ibnu Asakir)
عن أبي
هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أن مما يلحق المؤمن من
حسانته بعد موته: علما نشره، أو ولدا صالحا تركه، أو مصحفا ورّثه، أو مسجدا
بناه، أو بيتا لإين السبيل بناه، أو نهرا أجراه، أو صدقةً أخرجها من ماله
في صحته تلحقه بعد موته (رواه أبن ماجة وابن خزيمة)
Abu Hurayrah
menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Sesungguhnya di antara amal
kebaikan orang beriman yang akan mengalir kepadanya setelah kematianny
adalah: ilmu yang disebarluaskannya, anak shalih yang ditinggalkannya,
mushaf al-Quran yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah
singgah yang dibangunnya untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkannya,
sedekah yang dikeluarkannya semasa sehatnya. Semua itu akan mengalir
baginya setelah kematiannya’ (Riwayat Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah)
عن أنس قال:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: سبعٌ يجري للعبد أجرها بعد موته وهو في
قبره: من علّم علما، أو أجرى نهرا، أو حفر بئرا، أو غرس نخلا، أو بنى
مسجدا، أو ورّث مصحفا، أو ترك ولدا يستغفر له بعد موته (رواه البزار وأبو
نعيم)
Anas bin
Malik menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Ada 7 hal yang
pahalanya terus mengalir kepada seorang hamba setelah kematiannya dan ia
berada di kuburnya, yaitu: orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan
sungai, menggali/membuat sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid,
mewariskan mushaf al-Quran, dan meninggalkan anak yang memohonkan
ampunan baginya setelah kematiannya’ (Riwayat al-Bazzar dan Abu Nu’aim)
عن ثوبان،
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: كنت نهيكم عن زيارة القبور فزوروها،
واجعلوا زيارتكم لها صلاةً عليهم، واستغفارا لهم (رواه الطبراني)
Tsauban
menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda, ‘Dulu aku pernah melarang
kalian melakukan ziarah kubur, maka sekarang lakukan ziarah kubur.
Jadikan ziarah kubur kalian itu sebagai kesempatan untuk mendoakan
mereka sekaligus permohonan ampunan bagi mereka’ (Riwayat at-Thabrani)
Jika kita
gabungkan informasi semua hadits tersebut, maka kita dapatkan bahwa ada
13 amal yang pahalanya tetap mengalir setelah kematian, sebagai berikut:
1. Sedekah jariah
2. Ilmu yang bermanfaat buat orang lain
3. Doa (permohonan ampun) anak setelah kematian seseorang.
4. Berjaga untuk jihad di jalan Allah
5. Merintis suatu tradisi yang baik
6. Pelestarian tradisi yang baik oleh generasi berikut
7. Mewariskan mushaf al-Quran
8. Membangun masjid
9. Membangun rumah singgah untuk ibnu sabil
10. Mengalirkan sungai
11. Membuat sumur
12. Menanam pohon kurma (atau pohon lain yang buahnya/hasilnya dapat dinikmati oleh orang lain atau binatang)
13. Doa dan permohonan ampun dari peziarah kubur kepada penghuni kubur.
Jadi, amal yang pahalanya akan terus mengalir setelah kematian bukan hanya tiga.
Terputusnya Amalan Selain Tiga Perkara
Ilmu agama yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu mendoakan ortunya dan sedekah jariyah adalah di
antara amalan yang bermanfaat bagi mayit walaupun ia sudah di alam kubur. Simak sajian singkat berikut.
Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو
لَهُ
“
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya
kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan,
atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)
Faedah dari hadits di atas:
Pertama:
Jika manusia itu mati, amalannya terputus. Dari sini menunjukkan bahwa
seorang muslim hendaklah memperbanyak amalan sholeh sebelum ia meninggal
dunia.
Kedua: Allah menjadikan hamba sebab sehingga setelah meninggal dunia sekali pun ia masih bisa mendapat pahala, inilah karunia Allah.
Ketiga: Amalan yang masih terus mengalir pahalanya walaupun setelah meninggal dunia, di antaranya:
a.
Sedekah jariyah, seperti membangun masjid,
menggali sumur, mencetak buku yang bermanfaat serta berbagai macam wakaf
yang dimanfaatkan dalam ibadah.
b.
Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu
agama) yang ia ajarkan pada orang lain dan mereka terus amalkan, atau ia
menulis buku agama yang bermanfaat dan terus dimanfaatkan setelah ia
meninggal dunia.
c.
Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil
dari kerja keras orang tuanya. Oleh karena itu, Islam amat mendorong
seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-anak mereka dalam hal
agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak sholeh. Lalu
anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala
meskipun ortunya sudah meninggal dunia.
Keempat:
Di antara kebaikan lainnya yang bermanfaat untuk mayit muslim setelah
ia meninggal dunia yang diberikan orang yang masih hidup adalah do’a
kebaikan yang tulus kepada si mayit tersebut. Do’a tersebut mencakup
do’a rahmat, ampunan, meraih surga, selamat dari siksa neraka dan
berbagai do’a kebaikan lainnya.
Kelima: Sabda nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam “
atau anak sholeh yang mendo’akannya”,
tidaklah dipahami bahwa do’a yang manfaat hanya dari anak saja. Bahkan
do’a kebaikan orang lain untuk si mayit tersebut tetap bermanfaat insya
Allah. Oleh karena itu, kaum muslimin disyari’atkan melakukan shalat
jenazah terhadap mayit lalu mendo’akan mayit tersebut walaupun mayit itu
bukan ayahnya.
Keenam:
Dalam hadits terdapat isyarat adanya keutamaan menikah, juga terdapat
dorongan untuk menikah dan memperbanyak keturunan supaya mendapatkan
keturunan sholeh (sehingga bermanfaat nantinya ketika kita telah
meninggal dunia, pen).
Sangat baik sekali jika pembaca membaca artikel terkait, yaitu amalan bermanfaat bagi mayit
di sini.
Semoga sajian singkat ini bermanfaat.
Wallahu waliyyut taufiq.
3 Amal yang Pahalanya Tidak Terputus
Ada sepasang suami istri yang alhamdulillah sangat kaya dan juga shaleh.
Mereka berulangkali berhaji. Setiap
tahun juga mereka melakukan umrah. Berapa banyak harta yang mereka
habiskan untuk Haji dan Umrah.
Seorang ulama berkata bahwa amal mereka
itu bagus dan mendapat pahala. Hanya saja, jika mereka sudah meninggal,
tentu mereka tak bisa melakukan Haji dan Umrah lagi. Pahalanya pun
berhenti mengalir.
Nah, maukah saya beritahu amal-amal yang pahalanya akan terus mengalir meski bapak ibu sudah meninggal dunia? Ini dia:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ
انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ
وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Jika seseorang meninggal dunia,
maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah,
ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no.
1631)
Allah memberi ganjaran sekecil apa pun amal yang kita perbuat. Meski hanya sebesar dzarrah atau debu:
“Sesungguhnya Allah tidak
menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan
sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan
dari sisi-Nya pahala yang besar” [An Nisaa’ 40]
Setiap kebaikan yang kita lakukan mulai
dari kewajiban seperti sholat, puasa, zakat hingga amal yang sunnah
insya Allah akan dibalas Allah pahala yang berlipat ganda.
Bahkan ada orang yang karena mampu
setiap tahun pergi berhaji atau umrah dengan berharap mendapat pahala
yang besar. Sesungguhnya itu baik. Namun sayangnya saat kita meninggal,
kita tidak akan mendapat pahala itu lagi. Saat kita mati, terputus amal
kita selain 3 amal yang di atas.
Oleh karena itu agar pahala kita terus
mengalir meski kita telah tiada, hendaknya kita berusaha mengerjakan 3
amal yang di atas. Bagaimana pun kita tidak tahu berapa banyak dosa atau
maksiyat yang telah kita perbuat. Berapa banyak orang yang kita sakiti.
Jadi kalau pahalanya pas-pasan, bisa jadi akhirnya kita terjerembab ke
neraka jahannam.
Sedekah Jariyah
Menurut Imam al-Suyuti (911 H) ada 10
amal yang pahalanya terus menerus mengalir, yaitu: 1) ilmu yang
bermanfaat, 2) doa anak sholeh, 3) sedekah jariyah (wakaf), 4) menanam
pohon kurma atau pohon-pohon yang buahnya bisa dimanfaatkan, 5)
mewakafkan buku, kitab atau Al Qur’an, 6) berjuang dan membela tanah
air, 7) membuat sumur, 8) membuat irigasi, 9) membangun tempat
penginapan bagi para musafir, 10) membangun tempat ibadah dan belajar.
Itu hanya contoh kecil saja. Tentu saja
sedekah jariyah tidak terbatas pada hal yang di atas. Segala hal yang
bermanfaat yang bisa dinikmati masyarakat umum seperti membangun jalan,
jembatan, website atau TV yang bermanfaat insya Allah pahalanya akan
terus mengalir kepada kita selama yang kita bangun itu masih memberikan
manfaat.
Menanam pohon mangga atau pohon kurma
sehingga buahnya bisa dinikmati atau pun pohon yang rindang seperti
pohon Beringin sehingga orang bisa berteduh pun bisa mendapatkan pahala.
Membangun masjid pun pahalanya amat besar dan tetap akan mengalir selama masih ada orang yang memakainya untuk beribadah:
Hadits riwayat Usman bin Affan
ra: ”Barang siapa yang membangun sebuah masjid karena mengharapkan
keridhaan Allah SWT, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di
surga. (H.R Bukhari dan Muslim)
Ilmu yang Bermanfaat
Ilmu akan bermanfaat jika kita sendiri
terlebih dahulu mengamalkannya. Kemudian kita ajarkan ke orang lain.
Jika orang yang kita ajarkan itu juga mengamalkan ilmunya, insya Allah
kita akan mendapat pahala meski kita telah tiada.
Kita bisa menjadi guru, dosen, atau mendirikan sekolah/pesantren sehingga ilmu yang bermanfaat bisa diajarkan ke orang banyak.
Di zaman sekarang ini kita bisa
mengajarkan ilmu ke banyak orang sekaligus. Dengan membuat buku yang
bermanfaat, kita dapat membayangkan bagaimana kalau ada 1 juta orang
yang membaca buku tersebut dan mengamalkannya.
Dengan membuat website yang berisi ilmu
yang bermanfaat misalnya website Islam sehingga puluhan ribu orang bisa
membaca dan mengamalkan ilmunya, insya Allah juga akan mendapat pahala.
Jika ada orang yang meng-copy-paste tulisan anda, jangan sedih. Justru
mereka membantu menyebarkan ilmu anda sehingga jika website anda tutup
karena anda tidak membayar sewa domain atau hosting, ilmu anda tetap
tersebar dan dinikmati orang lain.
Mendirikan TV Islam atau TV Komunitas yang bisa memberikan ilmu yang bermanfaat pun insya Allah akan mendapat pahala.
Bagaimana jika kita bukan orang yang
pintar atau ilmu kita cetek? Jangan sedih. Dengan membantu ulama
sehingga ilmunya tersebar, membantu penerbitan buku yang bermanfaat,
membantu pembuatan dan pemeliharaan website atau TV Islam juga bisa
membuat anda ikut mendapat pahala. Karena Allah menghitung setiap amal
yang kita lakukan sekecil apa pun amal itu!
“…Dan tolong-menolonglah kamu
dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [Al Maa-idah 2]
Rasulullah saw. bersabda:
عن أبي موسى الأشعري ـ رضي الله عنه ـ عن
النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ قال : ” المؤمن للمؤمن كالبنيان ، يشد بعضه
بعضاً ، ثم شبك بين أصابعه ، وكان النبي ـ صلى الله عليه وسلم ـ جالساً ،
إذ جاء رجل يسأل ، أو طالب حاجة أقبل علينا بوجهه ، فقال : اشفعوا تؤجروا ،
ويقضي الله على لسان نبيه ما شاء ” . رواه البخاري ، ومسلم ، والنسائي
Dari Abu Musa Al Asy’ari ra. dari Nabi Muhammad saw bersabda:
“Orang mukmin itu bagi mukmin
lainnya seperti bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.
Kemudian Nabi Muhammad menggabungkan jari-jari tangannya. Ketika itu
Nabi Muhammad duduk, tiba-tiba datang seorang lelaki meminta bantuan.
Nabi hadapkan wajahnya kepada kami dan bersabda: Tolonglah dia, maka
kamu akan mendapatkan pahala. Dan Allah menetapkan lewat lisan Nabi-Nya
apa yang dikehendaki.” Imam Bukhari, Muslim, dan An Nasa’i.
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Barangsiapa yang menunjukkan
kepada kebaikan, maka ia (orang yang menunjukkannya) akan mendapat
pahala seperti orang yang melakukannya. [HR Muslim, 3509].
Jadi jika kita turut andil dalam menyebarkan ilmu yang bermanfaat, insya Allah, Allah akan melihatnya.
Anak Soleh yang Mendoakannya
Jika kita punya anak soleh yang
mendoakan kita, insya Allah kita akan mendapat pahala juga karena kita
telah berjasa mendidik mereka sehingga jadi anak yang saleh.
Oleh karena itu jika kita diamanahi anak
oleh Allah, hendaknya kita didik mereka sebaik mungkin hingga jadi anak
yang saleh. Seorang ibu jangan ragu untuk meninggalkan pekerjaannya di
kantor agar bisa fokus mendidik anaknya.
Lalu bagaimana jika kita tidak punya anak kandung?
Di situ tidak dijelaskan apakah anak
saleh itu anak kandung atau bukan. Jadi jika kita memelihara anak yatim
pun kita tetap akan dapat pahala jika mereka jadi anak yang saleh dan
mendoakan kita.
Dari Abu Ummah, bahwa Rasulullah
SAW bersabda: “Barang siapa yang membelai kepala anak yatim karena
Allah SWT, maka baginya kebaikan yang banyak daripada setiap rambut yang
diusap. Dan barang siapa yang berbuat baik kepada anak yatim perempuan
dan lelaki, maka aku dan dia akan berada di syurga seperti ini,
Rasulullah SAW mengisyaratkan merenggangkan antara jari telunjuk dan
jari tengahnya.” (Hadis riwayat Ahmad)
Dari situ jelas bahwa orang yang
memelihara anak yatim dengan penuh kasih sayang insya Allah akan masuk
surga. Surganya pun bukan surga tingkat rendah. Tapi surga tingkat
tinggi karena berada di dekat Nabi Muhammad SAW laksana jari telunjuk
dengan jari tengah.
Paling tidak jika ada anak dari saudara kita atau sepupu kita, santuni mereka. Bantu mereka.
Menyumbang ke keluarga miskin yang ada anaknya pun atau panti asuhan insya Allah bisa mendapatkan pahala.
APABILA MATI ANAK ADAM MAKA TERPUTUSLAH AMALANNYA KECUALI TIGA PERKARA ...
Assalamualaikum,
Dari
Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apabila seorang
anak Adam mati putuslah amalnya kecuali tiga perkara : sedekah
jariah,atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang
soleh yang berdoa untuknya."
(Hadith Sahih - Riwayat Muslim dan lain-lainnya)
Assalamualaikum, kita
sering mendengar hadis di atas yang di bawakan oleh ustaz2 kita di TV,
Radio di internet dan sebagainya. Persoalannya sekarang adakah kita
benar2 faham apa yang di maksudkan oleh hadis diatas?
Dalam
hadis di atas menerangkan bahawa apabila telah meninggalnya seseorang
manusia,tiada lah apa apa yang dapat menolongnya kecuali tiga perkara
sahaja. 1. sedekah jariah yang di berikan semasa hidupnya. 2. Segala
ilmu yang baik yang di ajarkan kepada orang semasa hidupnya. 3. Doa anak
yang soleh/solehah terhadap ibubapanya yang di tingalkannya (di
warisinya).
1.Sedekah Jariah
Segala
bentuk sedekah bahan yang dikeluarkan oleh si mati semasa hayatnya
termasuklah sedekah wang,makanan,harta benda dan dalam katogeri ini
termasuk juga harta yang di waqafkan oleh si mati semasa hidupnya.
Sebagai contoh seseorang itu mendirikan surau untuk kegunaan Masyarakat
setempat. Selagi mana surau itu di menfaatkan selagi itulah pahala
mengalir untuk si mati. Orang yang hidup atau waris boleh juga
bersedekahkan bagi pihak si mati tak kiralah samaada sedekah itu hasil
dari wang,harta, peninggalan si mati atau wang waris sendiri.Yang
pentingnya ialah niat kita untuk bersedekah bagi pihak si mati. Amalan
"waqaf" dalam Islam juga telah bermula semenjak zaman Rasulullah s.a.w.
dan telah berkembang di negara-negara Islam hingga hari ini dan
seterusnya, malah ada yang datang membentuk "Kementerian Waqaf "
2.Doa
Selain dari doa anak anak yang soleh/solehah terhadap ibubapanya, doa
antara sesama kaum muslimin pun bermenfaat untuk si mati. Ini
berdasarkan kepada dalil berikut : Dan orang-orang (Islam) yang datang
kemudian daripada mereka (berdoa dengan) berkata: “Wahai Tuhan kami!
Ampunkanlah dosa kami dan dosa saudara-saudara kami yang mendahului kami
dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami perasaan hasad
dengki dan dendam terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami!
Sesungguhnya Engkau Amat Melimpah Belas Kasihan dan RahmatMu”. Al-Hasyr
ayat 10.
Mengenai doa anak yang soleh/solehah Insya’Allah doa akan bermenfaat
jika anak2 itu bersolat.Kalau tak solat pasti doa itu tak akan diterima
sebab solat itu tiang agama, tidak diterima segala amal kebaikan jika
tidak bersolat termasuklah doa. Jadi usahakanlah supaya anak anak kita
terdiri dari golongan orang orang yang mengerjakan solat.
3.Ilmu yang bermenfaat
"Ilmu
yang berguna atau bermanfaat yang di ajarkan kepada orang lain," yang
tersebut dalam hadith ialah ilmu yang berhubung dengan agama Islam
secara khusus dan juga yang berhubung dengan ilmu ilmu kemajuan di dunia
secara umum, sama ada melalui syarahannya,pengajaran kepada
murid-muridnya dan orang ramai,atau melalui kitab-kitab dan buku-buku
karangannya.
Selagi
ilmu yang diajarkannya atau kitab-kitab dan buku-buku karangannya masih
wujud dan dinikmati faedahnya oleh umum maka ia akan mendapat pahalanya
berterusan semasa ia hidup dan sesudah ia mati.
4.Membayar hutang puasa si mati.
Dari
Ibn Abbas r.a., katanya: Seorang lelaki datang mengadap Nabi Muhammad
s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, ibu saya telah mati sedang ia
menanggung hutang puasa (yang wajib) selama sebulan, bolehkah saya
mengqadha puasanya itu?"
Baginda
menjawab: "Boleh, (Kalau hutang sesama manusia wajib dibayar) maka
hutang (manusia kepada) Allah lebih berhak diselesaikan.
(Hadith Sahih - Riwayat Bukhari)
Hadith
ini mengatakan bahawa orang mati yang menanggung hutang puasa yang
wajib (sama ada puasa Ramadhan atau pun puasa nazar atau puasa kifarah),
boleh dibayar oleh orang yang termasuk dalam lingkungan kaum kerabatnya
- dengan jalan berpuasa untuknya.
Dalam hal ini Imam Nawawi rahimahullah berkata: Imam al-Syafi'i rahimahullah, mempunyai "dua pendapat" dalam masalah ini:
Pertama - Hutang puasa si mati hendaklah dibayar dengan "fidyah" sahaja.
Kedua - Boleh juga dibayar dengan jalan berpuasa untuknya.
Berdasarkan
keterangan yang tersebut, maka kesimpulan masalah ini dalam mazhab
Syafi'i ialah: Menurut "pendapat" yang pertama: Hutang puasa si mati ,
hendaklah di bayar dengan "fidyah" sahaja oleh walinya.
Menurut "pendapat" yang kedua pula : Pihak walinya bebas memilih, sama ada dengan memberi fidyah atau dengan berpuasa untuknya.
Salah satu hadis yang lain juga:
Dari
`Aisyah r.a., bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa mati
sedang ia menanggung hutang puasa (yang wajib) hendaklah walinya
(membayar dengan) berpuasa untuknya".
(Hadith Sahih - Riwayat Bukhari dan Muslim)
5.Melangsaikan hutang harta si mati
Kita
juga boleh membantu si mati dengan cara melangsaikan hutang harta si
mati. Terdapat beberapa hadis yang menceritakan kebolehan tersebut.
Terdapat banyak lagi hadis yang menceritakan akan kebolehan dan
kewajipan melunaskan hutang si mati. Antaranya:
Dari
Ibn Abbas r.a., bahawa: .. Rasulullah s.a.w bersabda: ".. (Kalau hutang
sesama manusia wajib dibayar) maka hutang kepada Allah lebih berhak
diselesaikan."
(Hadith Sahih - Riwayat Bukhari dan Muslim).
6.Amalan baik anak anak sendiri
Di dalam Al-Quran, ayat 39, Allah telah berfirman yang bermaksud:
Dan bahawa sesungguhnya tidak ada (balasan) bagi seseorang melainkan (balasan) apa yang diusahakannya.
Terang
di dalam ayat di atas mengatakan bahawa usaha seseorang akan di bawa
ketika telah mati. Zuriat yang di tinggalkan adalah hasil usaha si mati
sendiri semasa hidupnya. Jadi bagaimana pula ayat di atas dapat menjadi
dalil yang membolehkan amalan baik anak itu sampai kepada si mati?
Persoalan ini terjawab dengan hadis sahih di bawah:
Sesungguhnya
makanan yang paling baik untuk di makan oleh seseorang ialah hasil
titik peluhnya sendiri. Dan sesungguhnya anak adalah sebahagian daripada
hasil usaha kita sendiri.
[Hadith sahih-Al-Hakim, Imam At-Turmudzi, Imam Ahmad, Abu Daud An-Nasai]
Di dalam hadis yang lain:
Hadis Aisyah r.a:
Seorang
lelaki datang kepada Nabi s.a.w dan berkata: Wahai Rasulullah! Ibuku
meninggal dunia secara mengejut dan tidak sempat berwasiat tetapi aku
menduga, seandainya dia mampu berkata-kata, tentu dia menyuruh untuk
bersedekah. Adakah dia akan mendapat pahala jika aku bersedekah
untuknya? Rasulullah s.a.w bersabda: Benar! Sahih Muslim
Kesimpulanya
di sini jika si mati mewarisi anak2 yang soleh solehah maka si mati
akan mendapat pahala hasil dari kebaikan dan kosolehan anak anaknya
itu,tetapi jika anak anaknya tidak soleh/solehah si mati akan mendapat
kesusahan di alam kubur.
Akhir
kalam, ada satu perkara yang diperselisihkan oleh ulamak dari dahulu
sampai sekarang iaitu “adakah sampai bacaan ayat ayat al Quran yang kita
sedekah kepada si mati.” Menurut Imam syafi’ dan sebahagian murid dan
pengikutnya adalah tidak sampai . Sebahagian yang lain berpendapat
adalah sampai sedekah pahala tersebut. Allahua’lam.
Allahua’lam.
Ibadah Dan Amalan Yang Bermanfaat Bagi Mayit
Sabtu, 27 Nopember 2010 16:16:39 WIB
Kategori : Fiqih : Jenazah & Kematian
IBADAH DAN AMALAN YANG BERMANFAAT BAGI MAYIT
Oleh
Mahmud Ghorib Asy-Syarbini
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala, salawat serta salam
mudah-mudahan selalu tercurahkan kepada Rasulullah n, keluarganya dan
sahabatnya serta orang-orang yang diberi petunjuk dengan petunjuk-Nya.
Sesungguhnya manusia itu berdasarkan fitrahnya, telah dijadikan untuk
memberikan manfaat kepada orang-orang yang telah mati, khususnya setelah
mereka meninggal dunia secara langsung, dengan prasangkaan dan anggapan
bahwa amalan yang mereka kerjakan itu bisa memberikan manfaat kepada si
mayit ketika di dalam kuburan dan setelah ia dibangkitkan darinya.
Ketika kebutaan (kebodohan) terhadap agama menyebar di kalangan manusia,
menjadikan setiap orang melakukan berbagai amalan ibadah dan ketaatan
sekehendaknya, yang dia menganggap bahwa amalan-amalan tersebut bisa
memberikan manfaat kepada (si mayit) yang telah meninggal dunia.
Orang yang berbuat semacam itu lupa, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam telah bersabda, sebagaimana disebutkan di dalam (Shahih Bukhari
dan Shahih Muslim) dari hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلٍ لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Setiap amalan yang padanya tidak ada urusan kami, maka amalan itu tertolak". [HR. Bukhari dan Muslim]
Maka seseorang tidak boleh menyembah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
mendekatkan diri kepadaNya, kecuali dengan apa-apa yang telah
disyari’atkan. Cukuplah pahala amalan yang disyari’atkan ini dihadiahkan
kepada orang-orang yang telah meninggal dunia. Jika suatu amalan tidak
disyari’atkan, maka amalan tersebut tertolak dan tidak diterima,
pelakunya tidak mendapatkan pahala bahkan ia mendapatkan dosa. Maka
bagaimana bisa memberikan pahala amalan yang tertolak! Bahkan anda
berhak bertanya: “(Apakah pantas diberikan) dosa amalan yang tertolak
ini (amalan bid’ah) untuk si mayit, yang dia muliakan, yang dia hendak
memberikan manfaat kepada si mayit setelah terputus segala amalannya?!”
Ada amalan-amalan yang bisa memberikan manfaat kepada mayit setelah
kematiannya, yang amalan itu bukan amalan orang lain, tetapi dari
perbuatannya sendiri semasa hidupnya di alam dunia. Maka mengalir
untuknya pahala dari amalan tersebut semasa hidupnya dan setelah
kematiannya.
Maka dengan hal-hal semacam itu, saya terdorong untuk menulis beberapa
kalimat dan menerangkan tentang ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang
bisa memberikan manfaat kepada mayit setelah ia meninggal dunia. Baik
ibadah-ibadah atau ketaatan-ketaatan ini dari usaha mereka semasa hidup
di dunia, sebelum mereka meninggal dunia atau dari usaha orang lain
(yang dilakukan) agar bermanfaat untuk orang-orang yang telah mati.
Dengan harapan agar hal ini mengikuti “manhaj” (jalan) yang telah
ditetapkan oleh Allah, Yang Menguasai orang-orang yang masih hidup dan
yang telah mati. Dan terjauhkan dari setiap kebid’ahan dan khurafat.
Sebagai pendekatan diri kepada Allah Rabb pemilik langit dan bumi. Dan
memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar (amalan ini) diterima dan
dapat meninggikan derajat.
Sebelum wafatnya, manusia bisa melakukan sebagian amalan-amalan yang
pahalanya bisa terus mengalir setelah kematiannya. Selain itu, orang
yang masih hidup juga dapat memberikan manfaat kepada mayit dengan
amalan-amalan yang dikerjakan untuk ditujukan kepada si mayit setelah
kematiannya. Amalan-amalan yang bisa dilakukan sebelum kematian itu
memungkinkan dan mampu dilakukan. Jika sedikit saja dia mengerahkan
usaha, waktu atau harta, maka dia mampu untuk melakukannya. Sedangkan
amalan-amalan yang dilakukan oleh orang lain setelah kematiannya, maka
amalan-amalan itu tidak berada di tangannya, bisa jadi ada atau tidak
ada. Oleh sebab itu saya akan menyebutkan amalan-amalan yang berasal
dari usahanya, bukan usaha orang lain, agar semua manusia segera
mengamalkannya sebelum datang ajalnya, dengan harapan untuk memberikan
manfaat bagi dirinya sendiri, tidak menyandarkan dirinya kepada manfaat
dari orang lain setelah kematiannya.
Ibadah-ibadah dan ketaatan-ketaatan yang bermanfaat bagi orang yang telah mati, yang berasal dari usaha mereka sendiri:
1. Shadaqah jariyyah (Sedekah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya).
2. Ilmu yang bermanfaat.
3. Anak shalih yang mendoakannya.
Disebutkan di dalam hadits shahih dari Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ
إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ
صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
"Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali
dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak
shaleh yang mendoakannya". [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]
Dan pada riwayat Ibnu Majah dari Abu Qatadah Radhiyallahu 'anhu, dia
berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
خَيْرُ مَا يُخَلِّفُ الرَّجُلُ مِنْ بَعْدِهِ ثَلاَثٌ : وَلَدٌ صَالِحٌ
يَدْعُو لَهُ وَصَدَقَةٌ تَجْرِي يَبْلُغُهُ أَجْرُهَا وَعِلْمٌ يُعْمَلُ
بِهِ مِنْ بَعْدِهِ
"Sebaik-baik apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya
adalah tiga perkara: anak shalih yang mendo’akannya, shadaqah mengalir
yang pahalanya sampai kepadanya, dan ilmu yang diamalkan orang setelah
(kematian) nya".
Dan disebutkan pada hadits yang lain riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi dari
Abi Hurairah Radhiyallahu 'anhu, dia berkata : Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ
مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ
وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ
السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ
مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ
"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan
menemuinya setelah kematiannya adalah: ilmu yang diajarkan dan
disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mush-haf yang
diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang
dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah
yang dikeluarkannya dari hartanya diwaktu sehat dan semasa hidupnya,
semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia".
1. Shadaqah Jariyyah
Perngertian shadaqah jariyyah menurut Madzhab Empat ialah: Suatu
pemberian untuk mencari pahala dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ada pula
yang mengatakan: Memberikan shadaqah yang tidak wajib, dengan cara
menguasakan barang dengan tanpa ganti (gratis). Ada pula yang
mengatakan: Harta yang diberikan dengan mengharap pahala dari Allah
Subhanahu wa Ta'ala. Ada pula yang mengatakan: Harta “wakaf”, sedangkan
pengertian wakaf itu sendiri yaitu: Apa-apa yang ditahan di jalan Allah
Subhanahu wa Ta'ala .
Dari pengertian-pengertian di atas jelas bahwa shadaqah jariyyah adalah
suatu ketaatan yang dilakukan oleh seseorang untuk mencari wajah Allah,
sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar
orang-orang umum bisa memanfaatkannya sepanjang waktu tertentu, sehingga
pahalanya mengalir baginya sepanjang barang yang dishadaqahkan itu
masih ada.
Di antara contoh shadaqah jariyyah yang telah dilakukan di zaman Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam ialah : Kebun kurma yang dishadaqahkan
oleh Abu Thalhah (seorang sahabat Nabi) ketika turun firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
لَن تّنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
"Dan tidaklah kamu bisa mendapatkan kebaikan sehingga kamu menginfakkan
(shadaqahkan) sebagian apa-apa yang kamu sukai". [Ali-Imran: 92]
Kebun yang dishadaqahkan oleh Bani An-Najjar kepada Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam rangka untuk pembangunan masjid di waktu Nabi
datang di kota Madinah.
Sumur “ruumah” yang dibeli oleh sahabat Utsman Radhiyallahu 'anhu dan
beliau shadaqahkan pada waktu kaum muslimin kekurangan air.
Tanah/kebun yang dishadaqahkan oleh sahabat Umar Radhiyallahu 'anhu,
yang merupakan harta yang berharga baginya (yang dinamakan tsamgh),
beliau menshadaqahkan tanah tersebut, dengan syarat tidak boleh dijual,
diberikan atau diwariskan, akan tetapi buahnya (kebun/tanah itu),
dishadaqahkan untuk budak, orang-orang miskin, tamu, ibnu sabil (musafir
yang kehabisan bekal) serta karib kerabat Rasulullah.
Di antara hadits-hadits yang menyebutkan shadaqah jariyyah, adalah
hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Utsman bin ‘Affan
Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Sesungguhnya aku telah mendangar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِهِ وَجْهَ الهِّ بَنَى الهُب لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang membangun masjid untuk mencari wajah Allah Subhanahu
wa Ta'ala, niscaya Allah Subhanahu wa Ta'ala membangunkan untuknya
sebuah rumah di dalam surga".
Di dalam riwayat Imam Tirmidzi dari Anas bin Malik: (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda):
مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا بَنَى الهُل لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang membangun masjid, kecil maupun besar, niscaya Allah
Subhanahu wa Ta'ala membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".
Pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jabir (Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda):
مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا وَلَوْ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ, بَنَى الهُْ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah Subhanahu wa Ta'ala
walaupun sebesar sarang burung atau lebih kecil darinya, niscaya Allah
akan membangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga".
2. Ilmu Bermanfaat
Sesungguhnya di antara yang bisa memberikan manfaat bagi maytit setelah
kematiannya adalah ilmu yang ia tinggalkan, untuk diamalkan atau
dimanfaatkan. Sama saja, apakah dia mengajarkan ilmu tersebut kepada
seseorang atau dia tinggalkan berupa buku yang orang-orang
mempelajarinya setelah kematiannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dari hadits Abu Hurairah:
إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ
"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan seorang mukmin yang akan
menyusulnya setelah kematiannya adalah ilmu yang dia ajarkan dan
sebarkan".
Ibnu Majah meriwayatkan dari Muadz bin Anas dari ayahnya, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الْعَامِلِ
"Barangsiapa mengajarkan suatu ilmu, maka dia mendapatkan pahala orang
yang mengamalkannya, tidak mengurangi dari pahala orang yang
mengamalkannya sedikitpun".
Al-Bazzar meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha dia berkata : Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مُعَلِّمُ الْخَيْرِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ حَتَّى الْحِيْتَانُ فِي الْبَحْرِ
"Orang yang mengajarkan kebajikan dimintakan ampunan oleh segala sesuatu, sampai ikan-ikan yang ada di dalam lautan".
Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ
تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى
ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
"Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk (kebajikan), maka dia
mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya,
hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan
barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa seperti
dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa-dosa
mereka sedikitpun".
3. Anak Shaleh Yang Mendoakan Orang Tuanya.
Anak itu termasuk usaha orang-tua, sehingga amalan-amalan sholeh yang
diamalkan si anak, juga akan menjadikan orang-tua mendapatkan pahala
amalan tersebut, tanpa mengurangi pahala anak tersebut sedikitpun.
Imam Turmudzi, Imam Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkan dari Aisyah
Radhiyallahu 'anha bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
ِنَّ أَطْيَبَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ وَإِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ
"Sesungguhnya sebaik-baik yang kamu makan adalah yang (kamu dapatkan)
dari usaha kamu, dan sesungguhnya anak-anakmu itu termasuk usaha kamu".
Hadits (di atas) mengkhususkan anak shaleh dan sudah ma’lum kedekatan
anak shaleh dari pada yang lainnya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
oleh karena itulah Nabi menyebutnya pada hadits itu. Di mana anak shaleh
itu selalu berdzikir dan selalu menjaga hubungan baik kepada kepada
Allah. Dan ia pun tidak lupa memanjatkan do’a untuk kedua orang tuanya
setelah mereka tiada. Selain itu bahwa anak shaleh yang membiasakan diri
di dalam mengerjakan amalan-amalan shaleh sewaktu kedua orang tuanya
hidup, yang dia mempelajari amalan-amalan shaleh itu dari keduanya, maka
kedua orang tuanya mendapatkan pahala dari amalan-amalan anaknya, tanpa
mengurangi pahala si anak tersebut.
Seorang bapak membutuhkan waktu yang panjang untuk membentuk anak yang
shaleh. Dia memulainya dengan memilih istri yang shalehah, supaya
menjadi ibu bagi anak shaleh tersebut. Kemudian mendidiknya dengan
pendidikan yang baik dan benar sesuai dengan tuntunan syari’at. Dengan
ini dia menjadi anak yang shaleh, walaupun kedua orang tuanya sudah
wafat.
Perlu diketahui juga bahwa keshalihan oran-tua, bisa menjadi sarana
kebaikan anak, walaupun mereka telah meninggal dunia. Sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta'ala.
وَكَانَ أَبُوْهُمَا صَالِحًا
"Dan dahulu kedua orang tuanya adalah orang yang shaleh". [Al-Kahfi: 82]
Umar bin Abdul Aziz, khalifah yang ke lima, pernah berkata:
مَا مِنْ مُؤْمِنٍ يَمُوْتُ إلاَّ حَفِظَهُ اللهُ فِي عُقْبِهِ وَعُقْبِ عُقْبِهِ
"Tidaklah seorang mukmin meninggal dunia kecuali Allah akan menjaga anaknya dan cucunya”.
Ibnul Munkadir berkata:
إِنَّ اللهَ لَيَحْفَظُ بِالرَّجُلِ الصَّالِحِ وَلَدَهُ وَوَلَدَ وَلَدِهِ
"Sesungguhnya Allah akan menjaga anak dan cucu seorang yang shalih”.
4. Bersiaga Di Jalan Allah.
Imam Muslim, Turmudzi dan An-Nasai meriwayatkan dari Salman Radhiyallahu
'anhu, dia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ وَإِنْ
مَاتَ فِيْهِ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ وَأُجْرِيَ
عَلَيْهِ رِزْقُهُ وَأَمِنَ الْفَتَّانَ
"Bersiaga (di jalan Allah) sehari semalam lebih baik daripada puasa dan
mendirikan sholat satu bulan, dan apabila (orang yang berjaga tersebut)
meninggal dunia maka amalan yang sedang dia kerjakan tersebut
(pahalanya terus) mengalir kepadanya, rizkinya terus disampaikan
kepadanya dan dia terjaga dari ujian (kubur)".
Abu Dawud dan Turmudzi meriwayatkan dari Fudhalah bin Ubaid Radhiyallahu
'anhu : bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ
يُنْمَي لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَيُؤَمَّنُ مِنْ
فِتْنَةِ الْقَبْرِ
"Setiap orang yang meninggal dunia akan ditutup semua amalannya kecuali
orang-orang yang berjaga-jaga (di perbatasan musuh di jalan Allah),
karena pahala amalannya akan dikembangkan baginya sampai hari kiamat,
dan dia akan diselamatkan dari fitnah kubur".
Imam Nawawi rahimahullah berkata memberikan komentar terhadap hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Ini adalah keutamaan yang nyata
bagi orang yang berjaga di jalan Allah, dan pahala amalannya yang tetap
mengalir kepadanya setelah ia meninggal dunia. Ini merupakan keutamaan
yang khusus bagi orang yang berjaga tersebut, tidak ada seorangpun yang
ikut di dalamnya. Di dalam hadits lain (yakni riwayat Abu Dawud dan
Tirmidzi, sebagaimana di atas-red) yang tidak diriwayatkan oleh Muslim
dinyatakan dengan jelas:
كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلاَّ الْمُرَابِطَ فَإِنَّهُ يُنْمَي لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Setiap orang yang meninggal dunia akan ditutup semua amalannya kecuali
orang yang berjaga, maka sesungguhnya amalannya terus dikembangkan
sampai hari Qiamat".
Dan sabda beliau:
وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ
"rizkinya terus disampaikan kepadanya".
Sesuai dengan Firman Allah Azza wa Jalla yang berbunyi.
وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
"Dan janganlah kamu menganggap orang-orang yang terbunuh di jalan Allah
itu mati, akan tetapi ia hidup di sisi Tuhannya dengan diberi rizki".
[Ali-‘Imran: 169]
5. Barangsiapa Yang Menggali Kubur Untuk Mengubur Seorang Muslim.
Dari Abu Rafi’ Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غُفِرَ لَهُ أَرْبَعِيْنَ
مَرَّةً, وَ مَنْ كَفَّنَ مَيِّتًا كَسَاهُ اللهُ مِنَ السُّنْدُسِ وَ
إِسْتَبْرَقِ الْجَنَّةِ وَمَنْ حَفَرَ لَمَيِّتٍ قَبْرًا فَأَجَنَّهُ
فِيْهِ أُجْرِيَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ كَأَجْرِ مَسْكَنٍ أَسْكَنَهُ إِلَيَ
يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Barang siapa yang memandikan jenazah/ mayit dan ia menyembunyikan cacat
jenazah tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40 dosa. Dan barang
siapa yang mengkafani jenazah/ mayit, niscaya Allah akan memakaikan
kepadanya kain sutra yang halus dan tebal dari sorga. Dan barang siapa
yang menggali kuburan untuk jenazah/ mayit, dan dia memasukkannya ke
dalam kuburan tersebut, maka dia akan diberi pahala seperti pahala
membuatkan rumah, yang jenazah/ mayit itu dia tempatkan (di dalamnya)
sampai hari kiamat". [HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim. Al-Hakim berkata:
“Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim”, dan Imam Ad-Dzahabi
menyetujuinya].
Pada hadits riwayat At-Thabrani dari Abi Rafi’, dia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ غَسَّلَ مَيِّتًا فَكَتَمَ عَلَيْهِ غَفَرَ اللهُ لَهُ أَرْبَعِيْنَ
كَبِيْرَةٍ, وَ مَنْ حَفَرَ لأَخِيْهِ قَبْرًا حَتَّى يُجِنَّهُ
فَكَأَنَّمَا أَسْكَنَهُ سَكَنًا حَتَّى يُبْعَثُ
"Barang siapa yang memandikan jenazah dan dia menyembunyikan cacat
jenazah tersebut, niscaya Allah mengampuni 40 dosa besar yang ada
padanya. Dan barang siapa yang membuat lobang kuburan untuk saudaranya,
sampai ia memasukkannya kedalam kuburan itu maka seakan-akan ia
membuatkan rumah baginya sampai ia dibangkitkan". [Al-Haitsami berkata :
“Diriwayatkan oleh At-Tabrani di dalam kitab (Al Kabir) dan para
perawinya, adalah para perawi Shahih (Bukhari]".
6. Apabila Manusia, Hewan Atau Burung Memakan Tanaman Milik Mayit.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir Radhiyallahu 'anhu, dia berkata :
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أُمِّ مَعْبَدٍ
حَائِطًا فَقَالَ يَا أُمَّ مَعْبَدٍ مَنْ غَرَسَ هَذَا النَّخْلَ أَ
مُسْلِمٌ أَمْ كَافِرٌ فَقَالَتْ بَلْ مُسْلِمٌ قَالَ فَلاَ يَغْرِسُ
الْمُسْلِمُ غَرْسًا فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلاَ دَابَّةٌ وَلاَ
طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Nabi memasuki kebun Ummu Ma’bad, kemudian beliau bersabda: “Wahai Ummu
Ma’bad, siapakah yang menanam kurma ini, seorang muslim atau seorang
kafir?.” Ummu Ma’bad berkata: “Bahkan seorang muslim”. Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman
lalu dimakan oleh manusia, hewan atau burung kecuali hal itu merupakan
shadaqah untuknya sampai hari kiamat".
Pada riwayat ( Imam Muslim) yang lain:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلاَّ كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ
صَدَقَةً وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ مِنْهُ
فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ وَمَا أَكَلَتِ الطَّيْرُ فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
وَلاَ يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةٌ
"Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan dari
tanaman tersebut merupakan shadaqahnya (orang yang menanam). Dan apa
yang dicuri dari tananman tersebut merupakan shadaqahnya. Dan apa yang
dimakan oleh binatang buas dari tanaman tersebut merupakan shadaqahnya.
Dan apa yang dimakan oleh seekor burung dari tanaman tersebut merupakan
shadaqahnya. Dan tidaklah dikurangi atau diambil oleh seseorang dari
tanaman tersebut kecuali merupakan shadaqahnya".
Imam Nawawi rahimahullah berkata mengomentari hadits di atas: “Di dalam
hadits ini menunjukkan keutamaan menanam dan mengolah tanah, dan bahwa
pahala orang yang menanam tanaman itu mengalir terus selagi yang ditanam
atau yang berasal darinya itu masih ada sampai hari kiamat”.
Hal ini berbeda dengan shadaqah jariyyah, yaitu bahwa tanaman itu tidak
dimaksudkan (diniatkan) sebagai shadaqah jariyyah, akan tetapi tanaman
yang dimakan dari tanaman tersebut (menjadi shadaqah jariyah) tanpa
keinginan dari pemiliknya atau ahli warisnya.
7. Apabila Seseorang Melakukan Sunnah (Jalan/Cara/Metode/Kebiasaan) Yang Baik Sebelum Meninggal Dunia.
Apabila seorang muslim mendapatkan pahala dari suatu amalan yang dia
amalkan, maka orang yang telah mengajarinya amalan tersebut juga
mendapatkan pahala yang serupa, dengan tanpa mengurangi pahala orang
yang mengamalkan sedikitpun. Dan bagi guru pertamanya, yaitu
Al-Mush-thafa (Muhammad) Shallallahu 'alaihi wa sallam mendapatkan
seluruh pahala tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Juhaifah Radhiyallahu 'anhu bahwasannya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ لَهُ أَجْرُهُ
وَمِثْلُ أُجُورِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
وَمَنْ سَنَّ سُنَّةً سَيِّئَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كَانَ عَلَيْهِ
وِزْرُهُ وَمِثْلُ أَوْزَارِهِمْ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ
أَوْزَارِهِمْ شَيْئًا
"Barang siapa yang melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) yang
baik, kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya, maka dia
mendapatkan pahala hal tersebut dan seperti pahala mereka (orang-orang
yang mengikuti), dengan tidak mengurangi sedikitpun dari pahala mereka.
Dan barang siapa melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan) yang
jelek, kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya, maka dia
mendapatkan dosa hal tersebut dan seperti dosa mereka (orang-orang
yang mengikuti), dengan tidak mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa
mereka".
Imam Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْمًا إِلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأَوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا لأَنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ الْقَتْلَ
"Tidaklah ada satu jiwa yang dibunuh secara zhalim, kecuali anak Adam
yang pertama menanggung sebagian dari darahnya, karena dia adalah orang
yang pertama kali melakukan sunnah (jalan/cara/metode/kebiasaan)
pembunuhan."
Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshori
Radhiyallahu 'anhu, dia berkata Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
"Barangsiapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala pelakunya".
Dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ
تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى
ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ
يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
"Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala
sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak mengurangi
pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada
kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang
mengikutinya, tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun"
Imam Nawawi berkata: “Dua hadits ini nyata menganjuran disukainya
melakukan sunnah perkara-perkara yang baik dan larangan melakukan sunnah
perkara-perkara yang buruk. Dan bahwa orang yang melakukan sunnah yang
baik, dia akan mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang-orang yang
melakukan perbuatannya sampai hari kiamat. Dan barangsiapa melakukan
sunnah yang buruk, dia akan mendapatkan dosa sebagaimana dosa
orang-orang yang melakukan perbuatannya sampai hari kiamat. Dan
bahwasannya orang yang menyeru kepada petunjuk, ia akan mendapatkan
pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya. Dan begitu juga
orang yang menyeru kepada kesesatan, dia akan mendapatkan dosa seperti
dosa orang-orang yang mengikutinya. Sama saja, apakah petunjuk
(kebaikan) atau kesesatan (kejelekan) tersebut dia sendiri yang
melakukan pertama kali atau sudah ada yang melakukannya sebelumnya. Dan
sama saja, apakah hal itu berbentuk: mengajarkan ilmu, ibadah,
sopan-santun atau lainnya. Dan sabda Nabi n :
فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ
"Kemudian diamalkan (oleh orang-orang lain) setelahnya".
artinya bahwa ia telah melakukan sunnah tersebut, kemudian sama saja
apakah amalan itu diamalkan semasa ia hidup atau setelah ia meninggal.
Wallahu A’lam.
(Diterjemahkan oleh Mahrus, dari Majalah At-Tauhid, hal:46 - 49, No : 2 Shafar 1421H)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun V/1421H/20021.
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi
Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
Tiada ulasan:
Catat Ulasan