Konsep Harta Dalam Islam
Ditulis oleh Putri Dwi Cahyani(eksionline.com)
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an menyebut kata al-mal (harta) tidak kurang dari 86 kali. Penyebutan berulang-ulang terhadap sesuatu di dalam al-Qur’an menunjukkan adanya perhatian khusus dan penting terhadap sesuatu itu. Harta merupakan bagian penting dari kehidupan yang tidak dipisahkan dan selalu diupayakan oleh manusia dalam kehidupannya terutama di dalam Islam.
Islam memandang keinginan manusia untuk memperoleh, memiliki, dan memanfaatkan harta sebagai sesuatu yang lazim, dan urgen. Harta diperoleh, dimiliki, dan dimanfaatkan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya, baik bersifat materi maupun non materi. Manusia berusaha sesuai dengan naluri dan kecenderungan untuk mendapatkan harta.
Al-Qur’an memandang harta sebagai sarana bagi manusia untuk mendekatkan diri kepada Khaliq-Nya, bukan tujuan utama yang dicari dalam kehidupan. Dengan keberadaan harta, manusia diharapkan memiliki sikap derma yang memperkokoh sifat kemanusiannya. Jika sikap derma ini berkembang, maka akan mengantarkan manusia kepada derajat yang mulia, baik di sisi Tuhan maupun terhadap sesam manusia.
Oleh karena itu, harta dalam perspektif Al-Qur’an sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam makalah ini baik dalam hubungannya kepada sang Khaliq, maupun harta yang bersifat materi maupun non materi.
B. PEMBAHASAN
-
- 1. Konsep Harta
Islam telah menggambarkan jalan yang suci dan lurus bagi umatnya guna memperoleh harta yang halal dan baik. Dibawah ini disebutkan beberapa cara meraih harta dalam islam:
- Meraih harta secara langsung dari hasil keringatnya sendiri.
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah buat kamu,maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Mu. Dan hanya kepadaNya kamu kembali (setelah) dibangkitkan.”
Dalam surat Al-Muzammil ayat:20 Allah menjelaskan bahwa mencari kehidupan dengan cara bekerja setara kedudukannya dengan berjihad di jalan Allah:
“… dan orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah;dan orang yang lain lagi berperang di jalan Allah.”
- Harta warisan
- 2. Hakikat Hak Milik
- Allah adalah Pencipta dan Pemilik Harta yang Hakiki
“Dan berikanlah kepada mereka, sebagian harta Allah yang telah Dia berikan kepada kalian.” (QS Al-Nur:33)
Allah Swt langsung menisbatkan (menyandarkan) harta kepada diri-Nya yang berarti harta milik Allah. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata ‘min malillah’, yang bermakna Allah merupakan pemilik mutlak atas seluruh harta yang ada di dunia.
- Harta adalah fasilitas bagi Kehidupan Manusia
“Dialah (Allah) yang telah menciptakan apa saja yang ada di muka bumi buat kalian semuanya”. (QS Al Baqarah: 29)
“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar”. (QS Al Hadid:7)
Yang dimaksud dengan menguasai di sini ialah penguasaan oleh manusia yang bukan secara mutlak hak milik karena pada hakikatnya pemilik sebenarnya ada pada Allah. Manusia menafkahkan hartanya itu haruslah menurut hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah, oleh karena itu manusia tidaklah boleh kikir dan boros. Allah memberikan kuasa kepada manusia untuk mengusahakan, memanfaatkan dan melestarikan harta yang ada di bumi dengan bijak serta memerintahkan manusia untuk senantiasa berupaya mencari harta agar dapat memilikinya.
- Allah Menganugrahkan Kepemilikan Harta kepada Manusia.
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah : 188)
Dalam ayat di atas memberikan pengertian bahwa harta ketika dikaitkan dengan manusia berarti dimiliki oleh manusia sebatas hidup di dunia, dan itu pun bila diperoleh dengan cara yang legal menurut syariah Islam.
Pelapangan rezeki yang diberikan Allah tidak berkaitan dengan keimanan serta kekufuran seseorang, seperti firman Allah:
“Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS Ar Ra’d : 26)
Dalam ayat ini, Allah melapangkan rezeki bagi sebagian hambaNya dan menyempitkan bagi sebagian yang lain, sesuai dengan tuntutan kebijaksanaanNya. Pelapangan dan penyempitan rezeki ini tidak berkaitan dengan keimanan dan kekufuran. Barangkali Allah melapangkan bagi orang kafir dengan maksud memperdayakan dan menyempitkan orang Mu’min dengan maksud menambah pahalanya.
Allah melapangkan rezeki bagi siapa pun yang Dia kehendaki di antara para hambaNya yang pandai mengumpulkan harta dan mempunyai kemudahan dalam mendapatkan harta dimana hal ini tidak berhubungan dengan keimanan dan kekufuran seseorang. Pada hakikatnya, kenikmatan dunia jika dibandingkan dengan kenikmatan akhirat hanyalah sedikit dan akan cepat hilang. Oleh sebab itu, mereka yang berharta di dunia tidak berhak untuk membanggakan dan menyombongkan bagian dari dunia yang diberikan Allah kepada mereka.
- 3. Sikap Islam terhadap harta.
Dunia adalah jalan menuju tempat yang lebih kekal. Karena dunia ini merupakan jalan, maka ia dibuat sedemikian rupa agar manusia yang melewatinya merasa aman dan sampai ke tujuan dengan selamat. Misalnya, kita dapat melihat ungkapan Al- Quran tentang umat Islam yang hidup moderat : ” Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala di akhirat”[2]
Dalam hadist dijelaskan “ Ketika datang seorang lelaki kepada Rasulullah ia berkata, “ Ya Rasulullah, apa yang saya ucapkan tatkala meminta kepada Allah?” Nabi menjawab, “Katakanlah, “Ya Allah, ampunilah saya, selamatkan saya (dari penyakit dan malapetaka), karuniakan rizki bagiku.’ Sesungguhnya doa-doa ini menghimpun bagimu kebahagiaan dunia dan akhirat. Ta’awwudz merupakan ungkapan meminta perlindungan dari Allah, baik dunia dan akhirat. Dengan demikian, sikap jalan tengah merupakan prinsip dan syiar Islam, seperti para sahabat yang hidup berlimpah harta untuk kepentingan agama tanpa sedikitpun melupakan kehidupan dunia dan akhiratnya. Diantara sahabat merupakan pedagang sukses dan orang kaya seperti Ibnu Affan dan Ibnu Auf dan ada juga yang hidup sederhana dan zuhud seperti Abud Darda dan Salman.
- 4. Harta adalah Perhiasan Dunia.
ü “ Dan sesungguhnya dia (manusia) sangat bakhil karena cintanya kepada khairun (kebaikan).”[3] Pencinta kebaikan di sini meksudnya pencinta harta. Ayat ini menerangklan bahwa cinta akan harta adalah tabiat manusia.
ü “ Mereka bertanya kepadamu tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawaban, ‘Apa saja khairun (harta) yang kamu nafkahkan hendaknya diberikan kepada ibu, bapak, kaum kerabat, anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan …”[4]
ü “ Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan khairun (harta) yang banyak, berwasiatlah untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf …” [5]
Pada ayat lainnya, Allah berfirman “ … Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangknya … ”[6]
Maka harta menurut Islam adalah perhiasan kehidupan dunia dan pengokohannya seperti pilar.
Firman Allah : “ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalam-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”[7]
Dalam ayat ini, dengan harta tercapailah kemakmuran dunia dari segi materi dan dengan anak tercapai kemakmuran dunia dari segi kelangsungan hidup.
Allah mengaruniakan sebagian kekayaan dan kehidupan nyaman yang diperuntukkan bagi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa sebagai balasan atas amal saleh dan syukurnya. Sedangkan kehidupan yang sempit, kemiskinan dan kelaparan sebagai hukuman yang dipercepat Allah bagi mereka yang berpaling dari jalan Allah. Pentingnya harta menurut Islam tampak dari kenyataan bahwa Allah menurunkan surat yang berisikan peraturan tentang keuangan, cara penggunaannya, anjuran bermualah dengan cara menuliskannya dan perlunya dua orang saksi.
- 5. Harta merupakan sesuatu yang dibanggakan
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS Al Isra :31)
Dalam ayat di atas, kebanggaan manusia terhadap harta, disejajarkan dengan kebanggaannya terhadap anak dan keturunan. Hal ini terjadi karena harta yang diupayakan, dan di saat seseorang gagal dalam mendapatkan harta terkadang dengan sikap frustasi seseorang dapat berbuat dosa dengan melampiaskan kemiskinan dengan membunuh anaknya. Tindakan ini dikecam Allah karena manusia tidak percaya bahwa sebenarnya kehidupan telah dijamin oleh Allah.
- 6. Harta sebagai Ujian dan Cobaan
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.”[8]
Allah menguji seseorang dengan perasaan takut terhadap musuh, musibah, kelaparan dan kekurangan, serta kekurangan harta. Dalam ayat ini memberi pengertian bahwa iman tidak menjamin seseorang untuk mendapatkan rizki yang banyak, kekuasaan dan tidak ada rasa takut. Bagi seseorang yang mempunyai kesempurnan iman maka tiap musibah akan semakin membersihkan jiwanya.
“ Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah lah pahala yang besar.”[9]
Harta merupakan poros penghidupan seseorang dan sebagai sarana untuk mencapai segala keinginan dan hasrat duniawi. Untuk mendapatkan harta manusia rela menanggung kesusahan dan kesulitan, namun hukum syara menhgaruskan\ manusia untuk mencari harta halal dan mendorong manusia untuk berhemat. Begitupula untuk memelihara harta, mereka bersedia susah payah namun hawa nafsunya saling bertempur dengan hati nuraninya sendiri dimana syariat mewajibkan penyisihan atas harta dimana ada hak-hak tertentu yang harus dikeluarkan untuk zakat, nafkah lainnya, baik untuk anak dan istri, dll.
Sedangakan cinta kepada anak sering membawa orang sanggup melakukan dosa dan perbuatan jahat demi dapat membiayai mereka, menjadi kikir untuk berzakat, dan jika terjadi kesedihan atas anak mereka maka mereka membenci Tuhan atau mementangnya. Fitnah yang ditimbulkan oleh anak lebih besar dari pada yang ditimbulkan oleh harta, sehingga mereka mau saja mencari harta haram dan mengambil harta orang lain secara batil demi anak.
Maka dalam ayat ini, seorang mukmin seharusnya dapat memelihara diri dari kedua fitnah, yaitu pertama mendapatkan harta halal dan menafkahkan pada jalan kebaikan. Dan juga menjaga fitnah anak dengan mendidik mereka dengan sebaik-baiknya dan melatih mereka melaksanakan perintah agam.
” Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipatganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).”[10]
Dalam ayat di atas Al Quran mengingatkan manusia bahwa harta dan anak yang dibanggakan tidak menjamin dapat menyelamatkan dirinya dari siksaan Tuhan. Terkadang manusia sifat kebanggaan yang berlebihan tersebut dapat menjadikan sikap kikir serta mengumpulkan harta dengan sangat perhitungan dan menjadikan kecintaan terhadap harta membabi buta. Akhirnya dengan pandangan bahwa harta dapat membawa kesentosaan hidup maka nereka beranggapan harta adalah segalanya dalam hidup. Dalam Al Quran tersirat bahwa hak pemilikan manusia terhadap harta, hanya berfungsi untuk menunjukkan “pemilik” dan “penanggung jawabnya”. Adapun fungsi harta dalam pendistribusian sesuai dengan syariat adalah nilai yang patut diupayakan oleh pemilik harta.
Contohnya seperti golongan orang kaya dan angkuh dengan hartanya dan tidak mau mengakui kerasulan Nabi Muhammad sedangkan mereka tahu, misalnya Abu Jahal Ibnu Hisyam[11], Abu Lahab [12], Abu Ibnu Khalaf [13], Walid Ibnu Mughairah [14] dan juga Karun[15].
- 7. Harta sebagai Penyangga Stabilitas Sosial
Sesungguhnya etika yang mulia dan norma yang tinggi dari iman, amal saleh dan akhlak mulia. Itulah kekayaan yang tidak pernah habis dan pusaka-pusaka yang tidak akan sirna.oleh sebab itu Al Quran mengarahkan ambisi dan angan-angan orang-orang mukmin kepadanya seperti firman Allah:
“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” [16]
- 8. Ekonomi yang Baik Sarana Mencapai Tujuan yang Lebih Besar
Manusia diciptakan bukan untuk menjalankan aktivitas ekonomi, tetapi ekonomi diciptakan untuk manusia. Manusia diciptakan untuk Allah, akal dan hatinya hanya terfokus kepadaNya, sehingga jadwal kehidupannya harus diatur sesuai dengan keridhaan Allah. Inilah arti ibadah yang dijadikan Allah sebagai kewajiban manusia.
“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka member Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” [18]
- 9. Manusia Mulia Bukan Karena Harta Tetapi Karena Amalan-amalannya
“ Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk luar tetapi Allah melihat pada hati manusia.”[19]
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [20]
Dalam surat ini diketahui bahwa cirri-ciri orang yang berbahagia adalah yang dapat menjalankan muamalah dengan Allah secara baik, dan muamalah mereka dengan sesama makhluk. Allah dalam surat ini juga memberikan keringanan kepada umatnya dari kesukaran menuju kemudahan, dimana Allah meminta kepada manusia agar mengerjakan shalat malam dengan waktu sepertiga malam sesuai yang dapat kamu kerjakan (karena manusia tidak sanggup menentukan waktu secara pasti). Sehingga dengan keringanan yang diberikan, manusia dapat mengerjakan shalat yang difardhukan sehingga hati mereka tidak lalai dan perbuatan mereka tidak keluar dari apa yang ditentukan agama. Serta tunaikan zakat yang wajib, dan memberikan pinjaman yang baik kepada Allah dengan jalan menafkahkan harta di jalan kebaikan, untuk tiap individu dan golongan, sehingga dapat membawa manfaat bagi mereka dalam kemajuan peradaban dan sosial. Dan jaminan terhadap apa yang manusia kerjakan di dunia, merupakan sedekah atau nafkah yang kamu belanjakan di jalan Allah (seperti shalat, puasa, haji, dll) akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Sehingga menusia yang mulia adalah manusia yang dapat membelanjakan hartanya di jalan Allah dan beribadah sesuai yang diperintahkan Allah (amal-amalnya).
10. Pengharaman Menimbun Harta
Islam mengharamkan seseorang menimbun harta, Islam mengancam mereka yang menimbuh dengan siksa yang sangat pedih kelak di hari kiamat. Ancaman-ancaman itu tertera dalam nash-nash yang tegas dalam Al Quran, dalam firmanNya:
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” ( QS At Taubah : 34-35)
Menimbun harta maksudnya membekukannya, menahannya, dan menjauhkannya dari peredaran. Penimbunan harta menimbulkan bahaya besar terhadap perekonomian dan terhadap moral. Bahaya dari penimbunan ini dapat menimbulkan hilangnya kesempatan kerja (identik dengan menimbulkan pengangguran), dapat mengurangi pendapatan yang akhirnya akan mengurangi daya beli masyarakat, produksi dan permintaan menjadi menurun, dan akhirnya dapat menciptakan penurunan ekonomi dalam masyarakat.
11. Zakat Harta
Setelah Allah menyebutkan bahwa orang-orang yang bertaqwa itu mendirikan sholat, maka dilanjutkan dengan menceritakan bahwa manusia harus menunaikan zakat dan berbuat kebajikan kepada orang-orang kafir. Seperti dalam firmanNya:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”[21]
Di antara mereka ada sebagian ada sebagian yang harus dipisahkan oleh mereka yang dikhususkan untuk orang yang melarat meminta, atau orang yang menahan diri dari meminta-minta, yang tidak memperoleh sesuatu yang membuatnya tidak berhajat, namun tidak meminta kepada orang lain (disebut orang yang mahrum atau tudak kebagian) dan tidak suka berbuat seperti itu supaya diberi sedekah. Orang miskin yang tidak mendapat bagian maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”[22]
Allah memerintahkan Rasul untuk mengambil harta orang-orang yang tidak ikut perang, kaum mu’min yang kaya dan orang mu’min lainnya. Zakat ini dimaksudkan untuk membersihkan manusia dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda dan tamak dan dapat mensucikan yaitu menanamkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka sehingga mereka patut mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Dan Rosul mendoakan bagi orang-orang yang mau bersedekah dengan memohonkan ampun mereka untuk ketenangan hati mereka dan Allah Maha Tahu taubat mereka serta keikhlasan mereka dalam menyerahkan sedekah tersebut.
12. Etika Terhadap Harta
- Etika mencari harta
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang Luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), Maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sehingga pada dasarnya Al Quran maupun al Sunah telah memberikan berbagai apresiasi untuk mendorong manusia agar berbuat dan berkreasi sesuai dengan profesi dan potensi masing-masing untuk mendapatkan harta secara halal serta mendistribusikan.
- Etika mencari Harta
- C. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
– Q ardhawi ,Yusuf, Norma dan Etika Islam, Jakarta : Gema Insani Press, 1997.
– Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2007.
– At-Thariqi, Abdullah Abdul Husain, Ekonomi Islam, Prinsip Dasar dan Tujuan, Magistra Insani Press, 2004.
– Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Semarang : CV. Toha Putra.
– Munir, Abdul, Harta Dalam Perspektif Al Quran, Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006
———————————————–
[1] Ensklopedi Indonesia (Bandung: PT Van Hoeve,tt)
[2] QS Ali Imran : 148
[3] QS Al Adiyat : 8
[4] QS Al Baqarah : 215
[5] QS Al Baqarah : 180
[6] QS Ah Thalaq : 2-3
[7] QS Al Kahfi : 46
[8] QS Al Baqarah : 155
[9] QS Al Anfal : 28.
[10] QS As Saba : 35-37
[11] “ Ketahuilah, sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS Al Alaq : 6-7). Manusia di sini maksudnya adalah Abu Jahal.
[12] “ Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang telah ia usahakan.” (QS Al Lahab : 1-2)
[13] “ Yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.” (QS Al Humazah : 2-3) Yang dimaksud di sini adalah Abu Ibnu Khulf. Sesungguhnya yang mendorong seseorang meremehkan orang lain karena kesukaannya mengumpulkan harta benda dan menghitung hartanya. Ia berpendapat bahwa tidak ada kemuliaan melainkan hanya dengan harta, derajat seseorang dinilai dengan harta tanpa melihat amal shalih yang dilakukan. Mereka juga memiliki rasa sombong, bahkan mereka meyakini bahwa harta benda dapat menyelamatkannya dari kematian.
[14] “ Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakanya sendirian. Dan aku jadikan baginya harta benda yang banyak, dan anak-anak yang selalu bersama dia, dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya, kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahkannya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah) karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (Al Quran).” (QS Al Muddatstsir : 11-16)
[15] “ Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugrahkan kepadanya berbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya bertanya kepadanya, ‘ Janganlah kamu terlalu bangga, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.’ Dan carilah pada apa yang dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS Al Qashash : 76-77). Golongan orang ini menggambarkan sosok Karun dengan type egois dan lupa akan teman yang hidup dalam kemiskinan.
[16] QS Al Kahfi : 46
[17] 41. Berangkatlah kamu baik dalam Keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(QS At Taubah : 41)
[18] QS Adz Dzariyat : 56-58
[19] HR Muslim dari Abu Hurairah no. 2564.
[20] QS Al Muzammil : 20
[21] (QS Adz Dzariyat : 19
[22] (QS At Taubah : 103)
[23] “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS Al Baqarah : 188)
[24] “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS Al Muthaffifi : 1-3) Yang dimaksud dengan orang-orang yang curang di sini ialah orang-orang yang curang dalam menakar dan menimbang.
[25] “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al Baqarah : 278-279) Yang dimaksud Riba di sini ialah Riba nasi’ah. menurut sebagian besar ulama bahwa Riba nasi’ah itu selamanya haram, walaupun tidak berlipat ganda. Riba itu ada dua macam: nasiah dan fadhl. Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.
[26] “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh” (QS Al Ahzab : 72)
[27] Ensklopedi Indonesia (Bandung: PT Van Hoeve,tt)
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Maaf ustadz saya mau tanya mengenai ayat tentang pelarangan menimbun harta seperti dalam surat berikut :
“Dan
orang-orang yang menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya
pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas-perak itu dalam
neraka jahannam, lalu dibakar dengan dahi mereka, lambung dan punggung
mereka (lalu dikatakan kepada mereka): “Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa
yang kamu simpan itu.” (QS.at-Taubah, 9:34-35)
lalu
bagaimana kalau kita menyimpan harta dalam bentuk tabungan di bank,
apakah itu juga bisa disamakan dengan menimbun emas dan perak?
lalu jika kita berinvestasi dalam bentuk emas dan perak (dinar dan dirham) apakah itu juga dilarang? Mohon penjelasannya.
lalu jika kita berinvestasi dalam bentuk emas dan perak (dinar dan dirham) apakah itu juga dilarang? Mohon penjelasannya.
Terimakasih sebelumnya.. ..
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
(onie_lies@xxxxxx.co.id)
Jawaban :
Wa’alaikum Salam wr. Wb.
Audzubillah,
bismillah, wassholatu wassalamu “ala rasulillah Muhammad ibni Abdillah
Wa’ala alihi washahbihi wa man walah amma ba’du.
Saudaraku,
Pengertian
menimbun harta (kanzul maal) yang diharamkan Allah dalam QS At-Taubah
[9] :34, adalah menimbun emas dan perak (atau uang) tanpa suatu
keperluan (hajat). Yakni semata menyimpan uang agar tidak beredar di
pasar atau menyimpan mata uang tertentu dalam rangka profit taking
(menunggu harga naik, lalu dijual), maka Ini haram berdasar firman Allah
:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beri mereka kabar gembira berupa azab yang pedih.” (QS At-Taubah [9] : 34).
Adapun
jika menyimpan harta karena ada suatu keperluan, misalnya untuk
membangun rumah, untuk biaya nikah, untuk modal usaha, atau untuk
berhaji, maka ini tidak termasuk menimbun harta, tapi disebut menabung
(al-iddikhar) yang hukumnya boleh asalkan tidak mengandung riba.
Rasulullah
saw dalam hadisnya cukup memberikan arahan kepada umatnya supaya
menabung untuk tujuan yang telah ditentukan. Ini dapat kita lihat dari
beberapa hadis :
“…Rasulullah
saw pernah membeli kurma dari Bani Nadhir dan menyimpannya untuk
perbekalan setahun buat keluarga…” (Hadis riwayat Bukhari);
“Simpanlah sebagian dari hartamu untuk kebaikan masa depan kamu, karena itu jauh lebih baik bagimu.” (Hadis riwayat Bukhari).
Namun, perlu diketahui ada kewajiban berzakat jika simpanan uang atau
emas kita yang ada di deposito atau tabungan telah (1) mencapai
nishab, (2) sudah haul (berlalu setahun).Nishab emas adalah 85 gr emas sedang nishab perak 595 gr perak. Perhitungan haul (mengendap setahun) didasarkan pada sistem kalender Islam (qamariyah), bukan kalender masehi (syamsiyah). Zakatnya 2,5 %.
Misal, pada 1 Muharam 1428 H Assegaf punya emas yang telah mencapai nishab, katakan 100 gr emas. Jika dia memiliki emas itu selama satu tahun hingga 1 Muharam 1429 H (sudah haul), wajib dizakati sebesar 2,5 % X 100 gr = 2,5 gr emas. Zakat boleh dikeluarkan dalam bentuk emas, atau harta lain yang senilai (qimah), misal diuangkan senilai 2,5 gr emas. Nabi SAW pernah mengambil baju sebagai pembayaran zakat emas (Abdul Qadim Zallum, Al-Amwal fi Daulah Al-Khilalah, hal. 169).
Uang kertas yang kita tabungkan di bank atau di bawah bantal juga wajib dizakati, meski bukan berstandar emas dan perak. Sebab fungsinya sama dengan dinar dan dirham yakni sebagai alat tukar serta pengukur nilai barang dan jasa. Ketentuan zakat uang sama dengan ketentuan zakat emas dan perak. Contoh, Nani punya uang Rp 20 juta. Ini berarti sudah melebihi nishab (asumsinya harga 1 gr emas = Rp 200 ribu, berarti nishab zakat uang Rp 17 juta). Jika uang itu sudah dimiliki selama satu tahun (haul), wajib dizakati 2,5 % X Rp 20 juta = Rp 500 ribu.
Wallahu a’lam bishawab.
Khutbah Jum'at: Fitnah Syubhat dan Syahwat
12 Nov 2011
Bacaan Khutbah pertama
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ .
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Sidang Jum’at rahimakumullah
Ingatlah, wahai kaum muslimin, sungguh
kemaksiatan selalu membayangi kita, kapan dan di mana saja kita berada.
Kemaksiatan adalah senjata syetan yang tersohor. Dia membisikkan bujuk
rayu dan tipuan kepada hati agar melakukan dosa .
Bagaimana hati manusia dapat terkena
bujuk rayu syetan? jawabannya, karena manusia tidak taat kepada Allah
Ta’aala. Sungguh, amal pekerjaan manusia tidak akan sempurna tanpa bekal
ketaqwaan. Dan tidaklah benar ketaqwaan tanpa dasar ilmu.
Perumpamaannya adalah seperti buah yang baik, aromanya enak dan rasanya
lezat. Aromanya adalah ilmu dan nasehat, sedangkan rasanya adalah amal
perbuatan.
Sungguh manusia tergantung pada hatinya,
sebab ia memberi komando kepada semua anggota tubuh, mulai akal pikiran
sampai kepada panca indera. Sehingga apabila hatinya baik maka baik
pula anggota badan yang lainnya, tetapi apabila jahat maka binasalah
semua anggota yang lainnya.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
أَلاَ وَإِنَّ فِي
الْجَسَدِ مُضْغَةً، إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا
فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ. (رواه البخاري
ومسلم
“Ingatlah dalam badan ada segumpal
daging, jika ia baik maka baiklah semua badannya, jika ia rusak, maka
rusaklah semua badannya. Ingatlah dia adalah hati.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Ketahuilah bahwa hati manusia dibagi tiga macam:
Pertama: hati yang
sehat/shahih, yaitu hati yang bersih dan terlepas dari selubung syahwat
dan kegelapan syubhat. Pemilik hati ini adalah orang-orang yang bertaqwa
kepada Allah Ta’aala. Ia senantiasa melakukan amal shalih dengan ikhlas
dan mematuhi aturan Allah dan Rasulnya.
FirmanNya:
“(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tiada berguna, kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’araa: 88-89)
“(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tiada berguna, kecuali bagi orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (QS. Asy-Syu’araa: 88-89)
Kedua: Hati yang mati,
yaitu lawan dari hati yang sehat. Pemilik hati ini adalah orang-orang
kafir. Mereka tidak mengimani Allah, tidak mengakui bahwa hanya kepada
Allah Ta’ala ibadahnya ditujukan, serta tidak mempercayai nama-nama dan
sifat Allah Ta’ala. Setiap tindakannya hanya menuruti hawa nafsu semata.
Hawa adalah pemimpin dan syahwat adalah prinsip. Mereka jauh dari
ketaatan kepada Allah Ta’ala. Sungguh merupakan tempat yang nyaman bagi
syetan untuk mengajak kepada kebinasaan.
Ketiga, Hati yang
sakit, Yaitu hati yang berada di antara hati yang sehat dan mati.
Pemiliknya adalah orang-orang munafik. Ia mengaku beriman, beramal
shalih, bertawakkal, namun lebih menyukai riya’,ujub, sombong, bila
berjanji tidak ditepati, bila berkata tidak bisa dipegang. Allah Ta’ala
berfirman:
“Di hati mereka ada penyakit, lalu
ditambah Allah penyakit-nya. Bagi mereka adzab yang pedih disebabkan
kedustaannya”. (QS. Al-Baqarah: 10).
Salah satu syarat untuk meraih badan
yang sehat adalah menjauhkan diri dari makanan yang dapat menyebabkan
sakit. Begitu pula dengan hati, bila ingin hati yang sehat maka
jauhkanlah hati dari faktor-faktor yang merusaknya. Antara lain fitnah
syahwat dan syubhat. Fitnah syahwat dapat berasal dari wanita, anak,dan
kekayaan harta. Allah Ta’ala berfirman:
“Dijadikan indah dalam pandangan manusia
kecintaan pada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak,harta yang banyak dari jenis emas,perak,kuda pilihan, binatang
ternak dan sawah ladang.” (QS. Ali Imran:14)
Sidang Jum’at rahimakumullah.
Sungguh fitnah wanita sangat berbahaya dan dahsyat. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً هِيَ أَضَرُّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ. (متفق عليه
“Tidak kutinggalkan sesudah matiku suatu
fitnah (ujian) yang lebih berbahaya bagi laki-laki dari fitnah wanita.”
(Muttafaq alaih)
Fitnah dari wanita sangat banyak sekali
ragamnya, antara lain dalam hal pakaian. Tak dapat dipungkiri bahwa jika
seorang wanita keluar dari rumahnya tanpa menjaga auratnya, maka syetan
akan menjadikan ia menarik pandangan mata lelaki. Tidak hanya satu
laki-laki yang tergoda tetapi puluhan, ratusan dan bahkan lebih. Hal
itulah yang menyebabkan jatuhnya akhlak kaum lelaki, sehingga sangat
jorok. Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ
أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ
لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا
لَتُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا. (رواه مسلم
“Dua manusia dari ahli Neraka yang belum ku lihat di zamanku, yaitu kaum yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi. Mereka memukul manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang, berjalan berlenggak-lenggok kepala mereka seperti punuk unta yang condong., mereka tidak akan masuk Surga. Dan sesungguhnya bau Surga bisa tercium dari jarak yang sangat jauh” (HR.Muslim)
Wanita mempunyai sifat yang kurang
mulia, antara lain: mudah mengeluh, suka menuntut, suka membicarakan
orang lain(ghibah), kurang pandai berterimah kasih kepada suami. Seorang
istri yang kurang puas terhadap kondisi ekonomi dan sosial yang telah
diusahakan suaminya, sering kali tidak sabar dan mendesak suaminya untuk
berbuat kolusi, korupsi, berkhianat, dan tindakan maksiat lainnya.
Memang tidak semua wanita seperti itu, hanya wanita yang shalihahlah
yang tidak melakukan seperti itu. Merekalah perhiasan dunia yang
terbaik, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
اَلدُّنْياَ مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ. (رواه مسلم
“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim)
Maka bagi kita, haruslah berhati-hati
dengan fitnah wanita dan wajib untuk mendidik istri, anak dan
saudari-saudari kita agar menutup auratnya dan menjaga kehormatannya,
sehingga dapat menjadi wanita yang shalihah.
Anak dapat membutakan orang tua dari
kebenaran. Demi anak orang tua rela mengorbankan
keimanannya,kejujurannya. Bahkan kadang kala mampu menjerat orang tua
untuk bermalas-malasan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala, bakhil dalam
berinfaq, bershadaqah, maupun zakat. Kepentingan sang anak dijadikan
alasan atas kebakhilannya, kemalasan dalam beribadah kepada Allah
Ta’ala. Allah berfirman:
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah bagimu. Dan di sisi Allahlah pahala yang besar.” (QS. At-Thaghabun: 15)
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
اَلْوَلَدُ مَحْزَنَةٌ مَجْبَنَةٌ مَجْهَلَةٌ مُبْخَلَةٌ.
“Anak itu (dapat mendatangkan)
kesedihan, rasa takut, kebodohan dan kebakhilan.” (HR. Ath-Tabrani,
dishahihkan oleh Syekh Al-Albani)
Maka wajiblah bagi orang tua untuk bersabar dan istiqomah dalam menjaga anak sebagai amanat dari Allah Ta’aala.
Sidang Jum’at rahimakumullah.
Ketahuilah bahwa fitnah harta merupakan
awal kebobrokan akhlaq manusia. Korban dari fitnah ini senantiasa haus
dan lapar untuk menimbun harta. Ia membanting tulang siang malam untuk
harta, tidak ada waktu untuk yang lain. Bahkan ia rela melepas
kejujurannya, dan keimanannya untuk digadaikan demi harta. Kekayaan dan
harta membuat ia lupa kepada Allah Ta’ala. Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً، وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ. (حديث حسن رواه الترمذي
“Tiap umat mempunyai cobaan dan ujian
sendiri-sendiri dan fitnah cobaan umatku adalah kekayaan harta.” (HR.
Tirmidzi, sanadnya hasan disepakati oleh Adz-Dzahabi)
Sidang Jum’at rahimakumullah.
Selain fitnah syahwat, ada fitnah yang
lain yang tak kalah berbahayanya, yaitu fitnah syubhat. Apakah fitnah
syubhat itu?Yaitu fitnah atau ujian yang ditimbulkan dari sesuatu yang
status halal haramnya. Hal ini sering menimpa orang-orang yang telah
belajar dan menerima ilmu, tetapi tidak memahaminya dan tidak amanah .
Dengan ilmunya yang minim, ia merasa telah mengetahui dien Islam, lalu
memahaminya dengan seenaknya . Ia tidak tahu dimana kebenaran yang haq
itu berada?.
Pendapatnya salah tetapi ia tidak tahu
letak kesalahannya dan tidak mau menerima pendapat yang benar dari pihak
lain. Yang halal dikatakan haram, yang sunnah dikatakan bid’ah. Ia
menjadi fitnah bagi orang lain. Akibat dari fitnah syubhat adalah taqlid
buta atau mengikuti pendapat orang lain tanpa ilmu. Taklid yang tidak
diperbolehkan apabila mengikuti adat istiadat atau ajaran nenek moyang
yang bertentangan dengan ketentuan dari Allah Ta’ala, mengikuti pendapat
orang lain yang tidak mengetahui proporsionalitasnya (kebenarannya).
Tetapi diperbolehkan mengikuti pendapat orang yang diketahui telah
berusaha keras dan konsekwen dalam ketaatannya kepada Allah Ta’ala dan
RasulNya. Hanya ketentuan Allah dan RasulNya yang layak dijadikan dalil
dan hujah serta harus diikuti. Sungguh tidak ada pendapat manusia yang
layak untuk didikuti kecuali pendapat Rasulullah. Malik bin Anas berkata
:
لَيْسَ أَحَدٌ بَعْدَ النَّبِيِّ إِلاَّ يُؤْخَذُ مِنْ قَوْلِهِ وَيُتْرَكُ إِلاَّ النَّبِيَّ .
“Tidaklah seorangpun sepeninggal Nabi n
yang patut diikuti perkataannya dan ditinggalkan, kecuali perkataan
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ” (harus diikuti semuanya).
Maka marilah kita menimba ilmu dengan
bersungguh-sungguh dan berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah
Rasulullah dengan pemahaman para salafus shalih untuk selamat dari
bahaya fitnah Syubhat.
فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ، أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا. أَمَّا بَعْدُ؛
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
Saya mengajak para jama’ah dan diri saya
sendiri untuk bertaqwa dan memerangi syetan yang senantiasa menggoda
manusia dengan tipuan-tipuannya. Senjata yang bisa kita gunakan yaitu
pertama: Keyakinan yang shahih berdasar Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
n. Inilah yang menghancurkan syubhat dan khayalan-khayalan kosong.
Kedua; Kesabaran, dengan inilah kita dapat memberangus syahwat dan hawa
nafsu. Allah berfirman:
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu
pimpinan yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
bersabar dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. As-Sajdah: 24)
Demikian khotbah Jum’at ini
mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Ya Allah lindungilah kami dari
segala macam bahaya, dan kesukaran, serta berilah kemudahan untuk
mengatasi-nya.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ
KITA DALAM GOLONGAN YANG MANA??
Assalamu'alaikum dan salam sejahtera..
KITA DALAM GOLONGAN YANG MANA??
- Hari ini aku ingin kongsikan semula perkongsian yang dihantar oleh
sahabat aku melalui emel sejak 3 hari yang lepas. Lama rasanya aku tak
buka emel. Memang berlambak la kiriman yang tak berbalas. Maafkan aku ye
sahabat-sahabat kesayangan...hehehe
Kalau entri ini mempunyai persamaan dengan mana-mana entri yang kamu
ada. Aku minta maaf sangat-sangat. Sama tidak semestinya serupa.
Masing-masing ada cara masing-masing. Terpulanglah....
Kita dalam Golongan Yang Mana????
Orang yang sibuk adalah orang yang tidak mengambil berat akan waktu solatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman a.s
Siapakah orang yang manis senyumanya?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang ditimpa musibah lalu dia katakan "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun." Lalu diikuti dengan berkata,"Ya Rabbi Aku redha dengan ketentuan-Mu ini." sambil mengukir senyuman.
Siapakah orang yang kaya?
Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.
Siapakah orang yang miskin?
Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada dan sentiasa 'menimbunkan' harta.
Siapakah orang yang rugi?
Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai ke pertengahan usia namun masih berat untuk melakukan ibadat dan amal-amal kebaikan.
Siapakah orang yang paling cantik?
Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang baik.
Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?
Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan di mana kuburnya akan di perluaskan sejauh mata yang memandang.
Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi dihimpit?
Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikan lalu kuburnya menghimpitnya.
Siapakah orang yang mempunyai akal?
Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang akan menghuni syurga kelak kerana telah mengunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.
Siapakah org yg KEDEKUT?
Orang yang kedekut ialah org yg tidak menyampaikan kepada orang lain setiap perkara kebaikan.
http://kum-pun.blogspot.com/
Bagaimana Menjadikan Kehidupan Dunia Bernilai Akhirat
Hadis Rasulullah SAW ada menyebutkan:
“Kebaikan itu adalah bukan orang yang mengambil dunia tapi meninggalkan Akhirat dan yang mengambil Akhirat meninggalkan dunianya.”
Hadis lain menyebut:
“Tidak dianggap orang yang meninggalkan dunianya karena Akhirat, dan tidak juga orang yang meninggalkan Akhirat yang karena dunianya sehingga sekaligus mendapatkan kedua-duanya.” (Riwayat Ibnu Asakir)
Karena ada Hadis yang menyebutkan seperti
itu, maka lumrahlah jika orang berkata termasuk orang yang cinta dan
bergelimang dengan dunia. Bahkan semua golongan mengatakan tentang ini.
Maklumlah manusia mudah cenderung pada dunia, apa lagi bila ada hujah
dan dalilnya, jadi ada alasan yang mengesahkan mereka untuk memburunya tanpa memikirkan pedoman dan ‘guideline‘nya. Mereka buru dunia semau-maunya. Tidak perduli dengan cara apapun dan bagaimanapun.
Di antara perkataan yang selalu kita
dengar dan baca baik di arena dakwah, di majelis-majelis ceramah, di
arena politik, di dalam majlis-majlis pengajian, dan juga melalui TV,
surat khabar, majalah dan lain-lain, seperti berikut:
Inilah di antara kata-kata yang kita
dengar yang diucapkan oleh orang kampung sampai dengan orang kota,
pendakwah, guru, alim ulama, penceramah, ahli-ahli politik, ahli-ahli
ekonomi, pembesar-pembesar dan lain-lain lagi. Apabila kita ambil
sekalian kedua-duanya, barulah seimbang, kata mereka.
Bagi orang yang gila dunia,
perkataan-perkataan seperti tadi sudah cukup memuaskan dan sudah
memadailah untuk dijadikan hujah dan dalil untuk memburu dunia tanpa
lagi memikirkan bagaimana caranya, bagaimana syarat-syaratnya, bagaimana
cara mengambil sekalian kedua-duanya.
Bagi mereka percakapan yang seperti itu
sudah dapat memuaskan hati. Tidak ada yang menyalahkannya. Maka mereka
buru dunia dengan tidak berfikir halal dan haram. Tidak memikirkan mana
cara yang benar dan bagaimana cara yang dibenarkan. Yang penting lakukan
apa saja asalkan bisa mendapat keuntungan.
“Tuhan kan menyuruh kita mencari kekayaan? Asal jangan tinggalkan sembahyang!”
Bagi orang yang ingin mencari kebenaran
tapi juga menginginkan kedua-duanya, itu masih keliru. Ucapan-ucapan itu
masih bersifat umum. Mereka masih bingung karena huraiannya tidak ada.
Tidak bisa dengan begitu saja. Harus ada cara-caranya. Harus ada
syarat-syaratnya. Harus ada panduannya. Akhirat itu Akhirat yang
bagaimana? Dunia pun dunia yang bagaimana. Itulah pendirian orang yang
ikhlas yang ingin cari kebenaran. Mereka tidak menolak pandangan yang
berpendapat bahwa dunia Akhirat itu seharusnya diambil sekalian
kedua-duanya. Tapi perbincangan seperti itu, untuk mereka masih belum
bisa untuk dijadikan tindakan. Takutnya nanti jatuh ke dalam kesalahan.
Mereka mau ada penjelasan. Mereka mau ada panduan. Mereka memerlukan
uraian/penjabaran yang jelas Jika mengambil keduanya secara melulu
(terburu-buru/gegabah), itu bukan ajaran Islam. Islam mempunyai
peraturan mengenai kedua-duanya. Islam adalah ajaran yang indah, selamat
menyelamatkan. Kalau mengambil kedua-duanya harus ada caranya. Bila
dalam melaksanakannya menyenangkan. Tidak ada was-was lagi. Kalau kita
ingin menganalisa dan membaca keinginan-keinginan mereka yang tersirat
dari hasil percakapan mereka seolah-olah mereka mengambil dunia atau
Akhirat itu, yaitu mengambil kedua-duanya sekaligus ialah:
“Kita cari dunia sebanyak-banyaknya, tidak usah fikir halal dan haram. Tidak usah fikir bagaimana caranya. Lakukanlah apa saja dan buatlah cara apapun asalkan bisa mendapat keuntungan. Tapi jangan tinggal sembahyang, puasa, zakat, naik haji bila mampu. Itulah yang dimaksudkan dengan kehendak Hadist itu. Yaitu dunia harus dibuat, Akhirat pun mesti dibuat. Kita cari dunia tapi agama jangan ditinggalkan. Carilah kekayaan, buatlah kemajuan. Buatlah pembangunan tapi jangan tinggal sembahyang dan yang lain-lain seperti yang telah disebutkan tadi.”
Kalau kita terima begitu saja pandangan
mereka itu, itu sangat berbahaya. Dia keliru dan mngelirukan. Nanti kita
akan terjatuh ke lembah kesesatan. Memang kita disuruh mengimbangkan di
antara dunia dan Akhirat. Atau kita memang menerima bahkan wajib
menerima bahwa dunia dan Akhirat itu harus seimbang, atau agama dan
dunia mesti seimbang. Kalau tidak seimbang di antara dunia dan Akhirat
atau agama dan dunia, berarti kita akan terjebak kepada kesalahan dan
kehilafan yang besar. Pada waktu itu agama akan rusak, dunia juga akan
rusak. Kalau dunia akan rusak, Akhirat lebih-lebih lagi akan rusak. Oleh
sebab itu keseimbangan di antara kedua-duanya amat diperlukan sekali.
Contohnya pada badan manusia saja , kalau
keperluan makan minum tidak seimbang, yaitu jenis-jenis apa saja yang
dimakan untuk keperluan dan kesehatan tubuh dan badannya, niscaya badan
tidak akan sehat. Dia akan menjadi masalah pada badan. Badan akan
berpenyakit. Mungkin bermacam-macam penyakit akan menyerangnya.Begitu
jugalah keseimbangan di antara dunia dengan Akhirat atau di antara agama
dengan dunia harus ada. Kalau tidak, pasti akan terjadi kerusakan.
Kalau tidak terjadi pada kedua-duanya
sekalian, maka akan terjadi salah satunya. Oleh sebab itu keseimbangan
itu perlu diperjuangkan di antara dunia dan Akhirat agar dunia selamat,
Akhirat pun selamat.
Memang agama Islam itu, kalau dapat
difahami dan mampu mengamalkannya, dia akan membawa pada keselamatan
dunia dan Akhirat. Di sinilah keistimewaan ajaran Islam yang tidak ada
pada agama lain.
Apabila kita telah dapat menerima bahawa
dunia Akhirat mesti seimbang atau agama dan dunia itu mesti seimbang,
bagaimana hendak mengimbangkannya? Apa maksud dari seimbang di antara
dunia dan Akhirat? Apakah maksud seimbang di sini? Kalau menurut ukuran
bilangan, kalau satu sama-sama satu. Kalau dua, sama-sama dua. Atau
kalau ia jenis yang dapat diukur untuk dibagi seimbang, kalau satu kaki
itu hendaknya kita bagi sama-sama enam inci. Atau kalau dua orang yang
berkongsi dagang, mereka mengeluarkan modal yang sama banyaknya,
kemudian apabila mendapat untung dua ratus rupiah, maka hendaknya setiap
orang mendapat seratus rupiah? Atau kalau barang yang akan ditimbang
yang beratnya satu kg maka batu timbangannya harus satu kg juga
beratnya. Barulah ia seimbang. Ya! Kalau terjadi kepada benda sama
benda. Jenisnya sama seperti yang disebutkan di atas tadi, yang sama
jenis maka kita bisa dan dapat menerimanya.
Kalau ukuran panjang, akan di bagi, maka
haruslah sama panjangnya. Jangan sampai ada yang lebih, ada yang kurang.
Dia jadi tidak seimbang. Kalau jenis timbangannya sama beratny,
Begitulah seterusnya.
Kemudian, apakah yang dimaksud dengan seimbang di antara dunia dan Akhirat, atau di antara agama dengan dunia itu seperti ukuran benda-benda tadi? Kalau kita kata ya, tanggapan itu adalah satu kesalahan atau kehilafan, karena kedua persoalan yang hendak diseimbangkan ini tidak sama sifatnya. Dunia adalah alam syahadah atau alam benda atau alam fisik. Sedangkan Akhirat adalah alam ghaib yang waktunya tidak terbatas. Alam syahadah yaitu dunia ini waktunya terbatas atau ada keakhirnya.
Agama, ia bersifat maknawiyah dan
rohaniah sedangkan dunia bersifat maddiah yaitu fisikal dan material.
Maknawiah dan rohaniah dapat ditangkap dan dirasakan oleh akal dan jiwa
atau roh, sedangkan dunia yang bersifat maddiah itu dapat dirasa oleh
mata dan sentuhan lahir. Dia bersifat hissiah, dan kalau begitu
kedudukannya, kedua-duanya tidak sama. Satu bersifat material atau
maddiah dan yang satu lagi bersifat maknawiah dan rohaniah. Dua perkara (
persoalan) yang tidak sama ini akan diseimbangkan, mana yang dapat
digunakan dengan mengikut hukum logik atau mana yang dapat diukur
menggunakan teori ilmu akal atau ilmu mantik. Kalau kita lakukan juga,
ini sangat tidak tepat. Dia merupakan satu kesalahan yang besar. Satu
kesilapan yang akan berakibat pada kerusakan yang besar sekali. Dia akan
merusakkan peranan agama itu sendiri.
Oleh sebab itu kalau hendak mengimbangkan
di antara dunia dengan Akhirat atau di antara agama dengan dunia, harus
berhati-hati. Pada dunia ada campur tangan manusia, tapi agama, manusia
tidak dapat campur tangan langsung. Dia adalah hak mutlak Allah Taala.
Oleh sebab itu sekali lagi saya katakan berhati-hatilah.
Karena demikian itu maka disini apakah
yang dimaksud dengan seimbang ? Dan bagaimana hendak menyeimbangkannya
di antara dua persoalan yang berlainan sifatnya itu? Adakah ia berbeda
di antara satu sama lain? Atau satu sama lain itu terserap menjadi satu?
Kalau kedua-duanya bersifat material atau fisikal tentu dapat dilihat.
Tapi satu bersifat material, kelihatan dan bisa dirasakan dan satu lagi
bersifat maknawiah dan rohaniah, tidak kelihatan oleh mata dan tidak
dapat dirasa oleh sentuhan karena dia bukan bersifat hissiah. Kalau
kelihatan atau dapat dilihat maka mudah dan suka untuk menyukat
(membedakan) sejauh mana yang dikatakan seimbang itu.
Pada pandangan dan pendapat saya, arti seimbang di antara dunia dan Akhirat atau di antara agama dengan dunia itu ialah, setiap usaha atau perjuangan yang akan dibangun baik bersifat material maupun fisikal, seperti bidang pembangunan, ekonomi, kebudayaan, militer, pertanian, perhubungan dan lain-lain lagi, hendaklah Islam sebagai panduan pendisiplinnya atau dia tidak bisa lari dari keterikatannya dengan tauhid dan syariat Islam atau Islam menjadi penyelarasnya.
Sebagai contoh:
Pertama: Niat.
Niat membangun projek atau tujuan projek itu dibuat hendaklah karena Allah Taala, yang mana Allah Taala menyuruh membuat untuk kepemimpinan manusia.
Kedua:
Persoalan yang hendak dilakukan itu memang dibenarkan atau diwajibkan oleh Islam seperti membuat jalan raya atau bangunan kantor . Bukan bangunan tempat judi atau tempat arak atau diskotik tempat bergaul bebas antara laki-laki dan perempuan.
Ketiga:
Pelaksanaannya harus betul. Seperti duitnya dari hasil yang halal, tidak boleh terjadi korupsi di situ atau bahan-bahannya harus dari yang halal.
Keempat:
Membangun projek itu jangan sampai meninggalkan ibadah yang asas yaitu jangan sampai tertinggal atau mengabaikan Rukun Islam yang lima. Terutama sholat lima waktu. Artinya janganlah karena membangun, sampai meninggalkan sholat.
Kelima:
Dipergunakan secara betul seperti digunakan untuk kantor, tempat sholat, tempat pendidikan, tempat pertemuan, benteng pertahanan, untuk menerima tamu, tempat perdangan dan lain-lain yang jelas tidak bertentangan dengan Islam.
Lima syarat tadi itulah agamanya atau
Islamnya atau Akhiratnya. Dia telah menjadi pendisiplin di dalam
membangun dunia tadi, yaitu projek itu. Maka pada dunia tadi ada
Akhiratnya, yaitu lima syarat itu. Dunia tadi telah ‘beragama’ atau
dengan kata-kata lain projek-projek dunia tadi telah jadi Islam atau
telah di-Islamkan, karena projek yang bersifat dunia itu telah memenuhi
syarat-syarat yang Islam kehendaki.
Kalau begitulah keadaannya, projek-projek
tadi telah menjadi dunia dan Akhirat. Itulah juga agama, dan itu juga
dunia.Yang berusaha membangun projek itu mendapat dua keuntungan, yaitu
keuntungan dunia dan keuntungan Akhirat. Dunia pun menjadi maju, karena
projek tadi dapat dimanfaatkan di dunia. Dan dapat keuntungan Akhirat,
karena mengikut lima syarat itu diberi pahala di Akhirat dengan Syurga,
yaitu untung yang maha besar lagi kekal abadi.
Jadi seandainya kita faham ajaran Islam
dan tidak buruk sangka dengannya dan mau bersungguh-sungguh
mengamalkannya dan kita jadikan Islam sebagai pengawal, maka apa lagi
yang hendak ditakutkan dengan Islam.
“Nanti kalau ikut Islam mundur, kita akan ketinggalan, kita tidak maju.” Fikiran seperti ini seharusnya tidak timbul, kalau kita mengikut ajaran Islam, dunia yang kita bangun itu benda juga. Itul juga yang hendak jadi dunia sahajakah, atau itu jugalah yang hendak jadi kedua-duanya sekaligus yaitu dunia dan Akhirat, atau agama dan dunia. Apabila lima syarat tadi jadi pendisiplin, maka usaha kita itu walau di bidang yang manapun ia menjadi dunia Akhirat, atau agama dan dunia. Bukan terpisah. Bukan terasing seperti yang banyak difaham oleh umat Islam selama ini, maka seimbanglah sudah di antara dunia dan Akhirat atau agama dengan dunia.
Jika sekiranya lima syarat tadi tidak
diperdulikan, usaha kita itu jadi dunia semata-mata. Kalau pun tidak ada
unsur- unsur yang menyebabkan kita berdosa tapi sayang dan rugilah
usaha kita itu tidak mendapat pahala apa-apa. Hanya mendapat untung di
dunia saja. Tidak sampai mendapat keuntungan di Akhirat. Maka tidak
seimbanglah usaha kita itu. Hanya jadi dunia semata, tidak mendapatakan
Akhirat.
Oleh karena demikian maka timbul, ambil
dunia tinggal akhirat, ambil Akhirat, tinggal dunia. Sedangkan
persoalannya satu, kecuali ibadah asas. Apa yang saya katakan itu
cukuplah saya datangkan satu contoh. Kalau kita faham, kiaskanlah saja
usaha-usaha dan perjuangan kita itu di aspek-aspek yang lain.
Jangan terpesona dengan dunia...بسم الله الرحمن الرحيم
Sahabat yang dimuliakan...
Dunia ini satu masa nanti akan musnah, jadi apalah gunanya kita mengejar dunia setelah kita tahu bahawa akhirat sahaja yang kekal. Orang yang mengejar dunia iaitu mencari harta dunia dan mencari pangkat dan kedudukan sekiranya ia melupakan akhirat semasa ia mencarinya dan tidak peduli halal atau haram atau merampas hak orang lain sebenarnya ia sedang dikuasai oleh dunia dan akan hanyut dibawa arus kebinasaan. Tetapi sekiranya seseorang mencari harta di dunia ini dengan mengikut peraturan Allah S.W.T., tidak melupakan kewajipan terhadap~Nya, tidak menipu, menindas, mengambil rasuah dan tidak mengambil hak orang lain maka harta itu akan membawa keberkatan dan disalurkan pula harta itu untuk zakat, sedekah jariah, infak di jalan Allah dan membantu fakir miskin maka harta itu sebagai alat yang akan membantunya mendapat keredhaan Allah dan akan menjadi saham akhirat. Daripada Abu Hurairah r.a. berkata, bersabda Rasulullah s.a.w., "Akan datang suatu zaman seseorang tidak memperdulikan dari mana ia mendapatkan harta, apakah dari sumber yang halal atau pun haram." [H.R. Muslim] Orang yang bijak adalah orang yang merasai bahawa hidup di dunia ini adalah sementara saja, ia tidak buru dunia siang malam hingga melupakan amal soleh, amal ibadah dan melaksanakan amanah dan tanggungjawabnya sebagai hamba Allah S.W.T. di muka bumi ini. Sebab ia tahu satu hari nanti ia akan mati dan meninggalkan dunia yang fana' ini. Ia akan meninggalkan anak-anak, isteri-isteri, rumah, kenderaan, ladang-ladang pertanian, saham-saham dan gedung-gedung perniagaan. Bila mati hanya yang dibawa bersama adalah amal soleh yang telah dikerjakan semasa di dunia dulu. Jika sekiranya seseorang itu masih memikirkan cara-cara untuk mendapatkan kebendaan dunia tanpa mendekatkan diri kepada Allah S.W.T., melupakan solat dan zikir kepada~Nya, maka tidaklah ada makhluk Allah yang paling rugi adalah insan sepertinya kerana setiap apa yang Allah ciptakan itu baik tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang atau apa sahaja makhluk ciptaan Allah semuanya berzikir memuji kebesaran Allah. Jadi siapakan makhluk yang paling rugi? Tidak lain melainkan manusia itu sendiri. ALLAH berfirman yang bermaksud: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepada kamu, (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah kamu (kepada orang lain) seperti mana Allah berbuat baik kepada kamu dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerosakan.” [QS al-Qasas : 77] Ingatlah! Hiduplah cara Islam, cara yang ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.w. Jangan mengikut cara lain selain dari Islam. Selain cara Islam semuanya adalah penipuan ke atas manusia. Orang yang mengaku Islam tetapi tidak mengamalkan Islam adalah mereka itu orang-orang yang tidak redha kepada apa yang telah Allah S.W.T. tetapkan. Dan bagi mereka yang tidak redha kepada perintah Allah maka sudah semestinya mereka itu berasa malu sebab masih menduduki di bumi Allah dan hendaklah mereka itu tidak memakan sesuatu pun yang keluar dari bumi Allah. Sahabat yang dikasihi, janganlah tangguh lagi, segeralah bertaubat kepada Allah dan lakukanlah ketaatan kepada~Nya kerana ajal itu tidak ada tarikh atau masa yang tetap yang kita ketahui, semuanya menjadi rahsia Allah. Umur muda bukan dan tidak sekali-kali menjamin kita hidup hingga umur yang tua, maut itu adalah seperti telur dihujung tanduk. Apabila sudah sampai saat dan masanya ajal, maka kita akan bertemu Allah di alam barzakh dan segala jawapan yang akan diberikan nanti adalah amalan yang kita kerjakan ketika di dunia ini. Jika banyak amalan yang baik maka amalan tersebut akan tolong memberi jawapan dan sebagai peguam bela, tetapi jika amalan keburukan yang banyak maka tidak ada siapa yang dapat membantunya dan terimalah balasan azab siksa kubur yang amat dahsyat. Yang amat malang lagi selepas alam barzakh ada alam lain yang lebih dahsyat siksaan dan penderitaan yang akan ditanggung iaitu di Padang Mahsyar dan siksaan api Neraka Jahannam. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati dunia dengan firman~Nya, “...Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” [QS Al-Mukmin: 39] Oleh itu marilah kita muhasabah diri kita sendiri, ambillah dunia seadanya dan salurkanlah apa yang ada di dunia ini untuk akhirat dan perbanyakkan amal ibadah sebagai bekalan kita untuk bertemu Allah S.W.T. nanti. Wallahu'alam Bahagia di Dunia, Mulia di Akhirat
Sebaliknya, orang yang orientasinya dunia belaka, hidupnya akan berantakan
SIAPA yang tidak
ingin hidup bahagia di dunia? Seluruh manusia tentu sangat
mendambakannya. Tetapi, sebagai Muslim, tentu saja tidak sekedar
berharap bahagia di dunia, tetapi juga mulia di akhirat. Inilah harapan
terdalam dari sanubari setiap insan beriman.
Akan tetapi, di era yang umat Islam
terhegemoni oleh peradaban materialisme, tidak sedikit dari kalangan
umat Islam yang mengalami disorientasi, sehingga iman di dadanya tidak
lebih dari sekedar penguatan ritual semata. Belum sampai pada penguatan
iman yang sesungguhnya, yakni bagaimana sejatinya hidup di dunia ini
yang sesuai dengan tuntunan-Nya.
Akibatnya jelas, perselisihan,
pertengkaran dan permusuhan masih acapkali mewarnai kehidupan umat Islam
sendiri. Bahkan tidak jarang terjadi di kalangan para pemimpin. Mungkin
wajar dari sisi kemanusiaan, dimana manusia memang sering salah dan
lupa. Tetapi sangat tidak relevan jika melihat secara mendalam bagaimana
semestinya seorang Muslim hidup di dunia ini.
Jika memang sama-sama memiliki keinginan
hidup bahagia di dunia dan mulia di akhirat, tidak mungkin seorang
Muslim akan bertindak ceroboh atau gegabah dalam kehidupan
sehari-harinya. Apalagi sampai melukai atau menjatuhkan orang lain
dengan maksud-maksud yang tidak semestinya.
Apabila hal itu terjadi, maka bisa
dipastikan bahwa dunia telah menjadi orientasi yang menjadikannya
kehilangan kendali untuk mempersiapkan diri bagi kemuliaan hidupnya di
akhirat. Dan, inilah sejatinya biang dari seorang Muslim tidak
benar-benar mampu menampilkan imannya dalam konteks yang lebih nyata
dalam pola pikir, tindak-tanduk ataupun perilakunya.
Boleh jadi masih mendirikan sholat,
membaca kitab suci. Tetapi, orientasi yang mewarnai pemikiran dan rasa
jiwanya tidak lebih dari sekedar urusan kesenangan dunia semata. Orang
yang demikian, biasanya akan sangat mudah menjatuhkan vonis yang
menyengsarakan bila ia pemimpin. Akan mudah memutus silaturrahim dan
sangat gemar membicarakan kekurangan saudara seimannya.
Jika ini terjadi pada diri seorang Muslim,
bukankah ini akan menciderai kemuliaan ibadah yang dilakukannya. Bahkan
mungkin tidak sekedar menciderai tetapi akan menghanguskannya. Oleh
karena itu, seorang Muslim tidak sepatutnya menjadikan kehidupan dunia
ini sebagai tujuan. Kembalilah pada ajaran Islam, jadikan dunia sebatas
sarana meraih kebahagiaan hakiki.
Akhirat yang Utama
Dalam logika manusia, untuk bahagia di
dunia maka harus melakukan banyak usaha untuk kesenangan pribadinya,
selagi masih hidup. Logika ini sepintas benar, tetapi sesat. Mengapa?
Jika memang demikian adanya, Allah tidak perlu mengutus Nabi Muhammad
Shallallahu alayhi wasallam membimbing umat manusia. Artinya, logika itu
salah.
Al-Qur’an telah memberikan bukti sejarah
akan hal tersebut. Bagaimana orang yang berkuasa dan kaya ternyata harus
mati dalam kondisi mengenaskan lagi terhina. Termasuk kehidupan
kaum-kaum terdahulu, yang sangat gagah, canggih, modern, tetapi akhirnya
binasa seketika.
Jelas, mereka memiliki kekuatan materi di
dunia, tetapi mereka tidak bahagia. Sebaliknya, para Nabi dan Rasul,
kecuali Nabi Sulaeman Alayhissalam, seluruhnya hidup biasa-biasa saja.
Namun, mereka sangat bahagia. Bahkan Allah menyebut mereka semua yang
mulia itu sebagai orang-orang yang beruntung. Mengapa demikian?
Ternyata hal ini Rasulullah Shallallahu Alayhi wasallam terangkan dalam satu haditsnya. “Barangsiapa
yang kehidupan akhirat menjadi tujuan utamanya, niscaya Allah akan
meletakkan rasa cukup di dalam hatinya dan menghimpun semua urusan
untuknya serta datanglah dunia kepadanya dengan hina. Barangsiapa
yangkehidupan dunia menjadi tujuan utamanya, niscaya Allah meletakkan
kefakiran di hadapan kedua matanya dan menceraiberaikan urusannya dan
dunia tidak bakal datang kepadanya, kecuali sekedar yang telah
ditetapkan untuknya.” (HR. Tirmidzi).
Artinya, Allah akan memberikan rasa puas
di dalam hati seorang Muslim yang memang benar-benar mengutamakan
akhiratnya, sehingga ia tidak pernah digempur oleh perasaan kurang,
sehingga terus-menerus ingin menambah perbendaharaan hartanya dengan
bersusah payah, sampai lupa waktu, lupa saudara dan lupa persaudaraan.
Ia merasa cukup, dan merasa cukup itulah kebahagiaan sesungguhnya.
Namun perlu digarisbawahi, bukan berarti
orang yang merasa puas dengan dunia lantas hidup santai dan berleha-leha
dengan alasan mengejar akhirat. Figur penting akan hal ini lengkap pada
seluruh sosok sahabat Rasulullah Shallallahu Alayhi wasallam.
Umar Radhiyallahu anhu misalnya, beliau
sebagai pemimpin tidak pernah berpikir harta untuk keluarganya. Namun
demikian, tanggungjawabnya terhadap keadaan umat Islam, sampai sekarang
tidak ada yang menandinginya. Demikian pula halnya dengan Abu Bakar,
Utsman dan Ali Radhiyallahu anhum. Dan, sangat tidak mungkin para
sahabat itu hidup tidak bahagia, mereka bahkan sangat bahagia dan tentu,
sangat mulia di akhirat-Nya.
Sebaliknya, orang yang orientasinya dunia
belaka, hidupnya akan berantakan. Dalam bahasa Ath-Thayyibi mereka
adalah orang yang ”Jama’allaahu syamlahuu.” Artinya, urusannya tidak
terhimpun rapi.
Mungkin inilah yang dialami oleh para
koruptor, dimana mereka berharap hidup bahagia dengan menghimpun banyak
harta, tetapi karena caranya salah alias melanggar hukum, justru di masa
tua mereka hidup di balik penjara. Itu belum di akhirat.
Dengan demikian, mari kita kembali kepada
ajaran Islam. Karena hanya ajaran Islam inilah yang secara nyata akan
mendatangkan kebahagiaan di dunia dan kemuliaan di akhirat. Jangan
korbankan iman kita karena dunia. Tetaplah jalin dan jaga silaturrahim,
maafkanlah orang yang bersalah bahkan yang menganiaya kita, insya Allah
ridha-Nya akan menjadikan kita bahagia tiada tara. Wallahu a’lam.*
Rep: Imam Nawawi
Hidup di Dunia Hanya Sementara dan Akhirat Adalah Tempat Yang Kekal Abadi
أًلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad S.A.W. keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat. Sahabat yang dirahmati Allah, Betapa ramai manusia menjadi lupa daratan. Betapa ramai manusia menjadi ingkar. Betapa ramai manusia tidak dapat bersyukur. Betapa ramai manusia menjadi derhaka dan berkhianat. Mereka melupakan tujuan hidupnya ketika di dunia dan hanya mengejar kenikmatan dunia . Dunia yang dikejar akan berakhir. Tempat manusia hidup. Tempat manusia memuja kenikmatan. Semuanya menjadi sia-sia belaka. Kehidupan di dunia merupakan permainan dan senda gurau. Ada kalanya menang ada kalanya kalah. Susah dan senang silih berganti. Senangnya merupakan kesenangan yang menipu, sedihnya merupakan kesengsaraan sementara. Itulah di namakan kehidupan di alam fana. Sungguh berbeda dengan kehidupan sejati dan abadi di akhirat nanti. Barangsiapa senang, maka ia akan selamanya senang (Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan ini). Barangsiapa menderita, maka ia akan menderita selamanya (na’udzu billahi min zalik). Al-Quran menyebutkan bahawa kehidupan di dunia tidak lebih hanya main-main dan senda gurau semata: Firman Allah SWT maksudnya : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?" (Surah Al-An'Am ayat 32) Firman-Nya lagi yang bermaksud : "Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui." (Surah Al-Ankabut ayat 64) Firman Allah SWT maksudnya : "Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu." (Surah Muhammad ayat 36) Apabila kalian merasai kesukaran dan menghadapi banyak masaalah hidup di dunia ini, janganlah berputus asa dan rasa kecewa kerana sesungguhnya Allah SWT adalah tempat bergantung dan tempat di letakkan sepenuh pengharapan. Berdoalah bersungguh-sungguh kepada-Nya. Bersabda Rasulullah Sallallahu ’Alaih Wa sallam: “Doa orang yang sedang menderita (kesedihan yang mendalam) ialah: "Ya Allah, RahmatMu aku harapkan, janganlah Engkau serahkan segala urusanku kepada diriku sendiri walau sekejap mata, perbaikilah segala urusanku, tiada Ilah yang berhak disembah selain Engkau.” (HR Abu Dawud) Sahabat yang dimuliakan, Dalam kehidupan ini ada bertingkat-tingkat tentang kenikmatan dunia. Manusia berlumba-lumba mengejar, hingga kepayahan, dan umurnya habis, dan hidupnya tersungkur, hanya diarahkan mengejar kenikmatan dunia. Tak ada kenikmatan yang sejati. Kenikmatan yang diinginkan manusia dalam kehidupan itu hanyalah kenikmatan yang semuanya hanya ilusi. Khayalan dari manusia yang sudah menjadi tabiat hidupnya hanya untuk kenikmatan dan kemegahan. Ketahuilah, sesungguhnya kenikmatan yang teragung dan terbesar, iaitu kenikmatan yang dirasai sepenuhnya di hari akhirat nanti. Kenikmatan akhirat itulah yang akan membawa hamba kepada kemuliaan yang kekal. Kerana itu, hakikatnya seorang mukmin, tidak mengejar kenikmatan dunia, yang tidak memiliki keuntungan apa-apa melainkan sedikit sahaja, dibandingkan dengan kenikmatan berupa kemuliaan disisi Allah Azza Wa Jalla. Tidak ada maknanya kenikmatan dan kelazatan dunia seisinya, yang boleh membuat manusia menjadi lupa dan mabuk, sehingga terlena dengan kehidupan dunia. Kehidupan manusia yang sudah mabuk dunia itu, menjadi sujud, rukuk, dan ibadahnya hanya untuk memenuhi rasa kenikmatan dunia. Hanyalah orang-orang mukmin, yang layak mendapatkan kenikmatan yang sejati, kerana pahala yang akan dikurniakan oleh Allah Rabbul alamin, sentiasa mengalir, ketika mereka makan, minum, berpakaian, tidur, terjaga, dan dalam perkahwinannya, dan semua amal mereka semata hanya diarahkan untuk mendapatkan reda-Nya. Tidak mencari reda selain-Nya. Apalagi, hanya ingin mendapatkan reda kepada manusia lainnya, yang dapat memberinya kenikmatan dunia. Itu bukan sifat mukmin yang hakiki. Orang-orang mukmin kerinduan hanya pada kenikmatan atas keimanannya, ibadahnya, kerinduannya hanya kepada Allah Azza Wa Jalla. Ketahuilah, sesungguhnya kenikmatan dunia itu, selalu akan menghalangi seseorang memperoleh kenikmatan akhirat dan bahkan mengantarkan dirinya kepada seksa neraka. Manusia yang matlamat hidupnya kepada kenikmatan dunia, akhirnya menjadikan harta-benda, pangkat, kekuasaan, dan makhluk-makhluk, serta berbagai bentuk berhala-hala, yang menyerupai tuhan, menjadi arah dan tujuan hidup mereka. Seakan semua yang ada itu, mampu memberikan kenikmatan kepada manusia yang bersifat kekal. Karena itu, ketika diakhirat mereka saling mencerca dan menyalahkan. Firman Allah SWT dalam al-Quran yang maksudnya : "Dan kawan-kawan mereka dari golongan manusia berkata; 'Ya Tuhan, kami telah saling mendapatkan kesenangan, dan sekarang waktu yang telah Engkau tentukan buat kami telah datang.' Allah berfirman.'Nerakalah tempat kamu selama-lamanya, kecuali jika Allah menghendaki lain.' Sesungguhnya, Tuhanmu Maha Bijaksana, Maha Mengetahui. Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain disebabkan apa yang mereka usahakan”. (Surah al-An’aam ayat 128-129). Kelazatan dan kenikmatan orang yang berbuat zalim dan keji merupakan istidraj (pemberian daripada Allah SWT dalam keadaan Dia murka), yang diberikan Allah SWT agar mereka merasakan seksa yang lebih berat dan mereka akan terlarang untuk merasakan kenikmatan yang paling agung. Seperti orang yang meletakkna makan yang lazat dan diletakkan racun kedalamnya, agar orang yang memakannya mati secara peralahan-lahan. Allah SWT berfirman maksudnya : "Kelak akan Kami hukum mereka beransur-ansur dari arah yang tidak mereka mengetahui. Dan Aku memberi tangguh waktu kepada mereka. Sesungguhnya , rencana-Ku sangat teguh (inna kaidi matin)." (Surah al-Qalam ayat 44-45). Sebagian ahli tafsir menafsirkan 'inna kaidi matin' (rencana-Ku sangat teguh), maksudnya adalah setiap kali mereka melakukan dosa, maka Kami akan memberikan nikmat kepada mereka. Itulah bagi orang-orang yang hidupnya hanya mengejar kenikmatan dunia. Sebaliknya, seorang yang sangat takut dengan kehidupan dunia, dan hidupnya zuhud dan warak, ketika meninggalkan rombongan malaikat suci, hamba-hamba Allah yang sangat dekat kepada-Nya, datang menjemputnya menuju ke tempat yang kekal abadi untuk selama-lamanya iaitu syurga Allah SWT yang tertinggi bernama Syurga Firdaus. Firman Allah SWT maksudnya : “Kebahagiaan di kampung akhirat itu Kami sediakan hanya bagi mereka yang tidak suka menyombongkan diri dan melakukan kerosakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa”. (Surah al-Qashash ayat 83). Sahabat yang dikasihi, Marilah sama-sama kita jadikan kehidupaan di dunia ini sebagai medan untuk kita beramal dan menyediakan persiapan kita menuju alam akhirat. Tidak mungkin kita akan tenang dan berbahagia apabila membawa bekalan yang sedikit dan tidak berkualiti pula apabila menuju perjalanan yang jauh iaitu ke alam barzakh dan alam akhirat . Janganlah sia-siakan masa, umur, tenaga dan kekayaan yang kita miliki tanpa kita membuat pelaburan untuk bekalan kita di sana, ketika itu apa yang akan menjadi pertukaran adalah amal-amal soleh, amal ibadah, amal kebajikan yang kita lakukan di dunia ini semata-mata kerana Allah SWT. Renungkanlah dan bertindak segera tanpa ditangguh-tangguhkan lagi. Bahagia Di Dunia dan Akhirat| 08 May 2013 | 20:35
“Manusia kadang lupa untuk berbahagia hingga akhirnya salah jalan dan hidup dalam kesengsaraan”.
Ironis memang,karena tidak ada yang menyuruh manusia untuk hidup susah,menderita dalam kesengsaraan. Baik itu sengsara lahir maupun batin. Tapi,walaupun tidak ada yang menyuruh manusia untuk hidup sengsara tapi kenapa begitu banyak wajah-wajah manusia yang terlihat susah. Banyak jawaban yang bisa ditemui dari pertanyaan di atas,kenapa bahagia hilang sengsara datang padahal kita tak pernah mengundang. Namun sejauh yang saya pahami,penyebabnya hanyalah karena manusia lupa untuk berbahagia. Bukankah pada dasarnya semua manusia ingin hidup bahagia di dunia,bahkan manusia yang beriman ingin hidup di dunia dan juga di akhirat. Namun kenapa manusia malah sengsara? Bukankah secara jelas manusia lupa akan doanya,keinginannya untuk hidup bahagia. Saat manusia lupa untuk bahagia,akibatnya manusia akan mencari-cari jalan kebahagiaan yang dianggapnya bisa membuat bahagia. Manusia lupa tentu saja mirip penjudi,dimana bila benar dia bahagia dan bila salah mau tak mau harus menderita. Ternyata jalan kebahagiaan itu sangat sederhana,tinggal ingat saja bahagia saat itu juga bahagia datang. Jadi kunci kebahagiaan terletak pada apa dan siapa yang diingat saat bahagia. Bila saat bahagia yang diingat adalah uang,maka begitu tak punya uang seketika derita datang. Bila bahagia yang diingatnya istri yang cantik jelita,maka saat istrinya sudah tak muda lagi ingin kawin lagi. Bila bahagia yang diingatnya mobil mewah ala borjuis,maka bila mobilnya dicuri seketika air mata menemani. Bila cuma ingin bahagia di dunia,ingat saja pada dunia walau resikonya dunia ini fana Namun bila ingin bahagia di dunia dan akhirat,selalu ingat dengan yang kekal,baqo dan abadi selama-lamanya. Salam lupa-lupa ingat … |
Tiada ulasan:
Catat Ulasan