Selasa, 5 Mei 2015

MAKA DIDIKLAH DIRI KITA BERLAPANG DADA BILA DICACI DAN DIHINA

Memahami Al Qur’an surat Ali Imran ayat 190-191 untuk hidup tenang dan bahagia

Allah berfirman
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dsn mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka (QS. Ali Imran : 190-191)
Pernah terjadi peristiwa pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Waktu itu Bilal sudah selesai azan subuh di masjid Nabawi, Bilal menebarkan pandangannya ke seluruh ruangan masjid, tapi belum melihat kehadiran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini tidak seperti biasanya, karena biasanya, sebelum azan subuh, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam udah berada di dalam masjid. Oleh karena itu Bilal mengambil inisiatif untuk menjenguk Nabi shalllallahu ‘alaihi wa sallam ke sebelah masjid, ke rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah mengetuk pintu, dan mengucapkan salam, Bilal dipersilahkan Rasulullallah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam rumah. Dan Bilal terheran-heran serta kaget melihat kondisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ditemukan Bilal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di atas sajadahnya. Pada tempat sujudnya penuh bekas air mata. bahkan jenggot beliau masih basah oleh air mata.
Melihat kondisi seperti itu, Bilal langsung bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang terjadi? Kenapa engkau sampai menangis seperti ini?” Dengan penuh kasih sayang Nabi menceritakan bahwa tadi malam turun wahyu, yang sangat luar biasa. Banyak umatku nanti yang hapal ayat tersebut, tetapi bagi mereka yang tidak paham kandungan makna ayat ini, maka hidupnya akan penuh dengan kecemasan, kekhawatiran, ketidak tentraman dan tidak bahagia sampai akhir hayatnya. Sebaliknya mereka yang memahami makna yang dikandung ayat ini, hidupnya akan tenang, tentram dan bahagia.
Bilal lalu meminta agar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam membacakan wahyu yang turun malam itu, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan surat Ali Imran ayat 190-191 seperti yang sudah dikutip pada awal tulisan ini.

Islam mengajarkan untuk tidak meluapkan amarah

Menurut Al-Ghazali, kita memang tidak mungkin menghindari kemarahan.  Kemarahan yang baik dipicu oleh hal-hal yang baik. Sedangkan kemarahan yang zalim dipicu arogansi, ‘ujub, senda gurau, kesia-siaan, pelecehan, pencibiran, perdebatan, pertengkaran, penghianatan dan ambisi dunia.
Bila sudah telanjur marah, orang yang mencari keridhaan Allah akan berusaha untuk meredam dan sedapat mungkin tidak meluapkan amarahnya. Allah ridha pada manusia yang tidak meluapkan amarahnya, bahkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ilmu agar mendekatkan ke surga dan menjauhi neraka adalah dengan tidak meluapkan kemarahan.
Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda
Orang kuat itu bukanlah yang menang dalam gulat tetapi orang kuat adalah yang mampu menahan nafsu amarahnya.(HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Siapa yang dikatakan paling kuat diantara kalian ?” Sahabat menjawab “yaitu diantara kami yang paling kuat gulatnya”. Beliau bersabda : “Bukan begitu, tetapi dia adalah yang paling kuat mengendalikan nafsunya ketika marah.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallahu ‘anhu, bahwa seseorang berkata kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam “berwasiatlah kepadaku”. Beliau bersabda “jangan menjadi seorang pemarah. Kemudian diulang-ulang beberapa kali. Dan beliau bersabda “janganlah menjadi orang pemarah” (HR. Bukhari)
Dahulu ada seorang lelaki yang datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepada saya sebuah ilmu yang bisa mendekatkan saya ke surga dan menjauhkan dari neraka.” Maka beliau  bersabda, “Jangan tumpahkan kemarahanmu. Niscaya surga akan kau dapatkan.”(HR. Thabrani)
Allah berfirman
dan bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan surga  seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu orang-orang  menginfaqkan rizkinya baik dalam kemudahan maupun kesusahan, yang menahan marahnya, dan memaafkan kepada manusia. Dan Allah menyukai orang yang berbuat baik dan orang-orang yang apabila berbuat kekejian atau zalim kepada diri sendiri, maka ia segera ingat kepada Allah, dan beristighfar kepada Allah atas dosa-dosanya. Dan siapakah yang lebih mengampuni dosa selain Allah ? Kemudian dia tidak meneruskan perbuatannya, meskipun dia mengetahuinya (QS. Ali Imran : 133-135)

Islam mengajarkan untuk tawakkal

Tawakal ( توكُل‎) atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan. Dalam agama Islam, tawakal atau tawakkal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau menanti akibat dari suatu keadaan. Jadi tawakal juga bisa diartikan berserah diri setelah ikhtiar.
Orang yang bertawakal sungguh-sungguh pada Allah adalah orang yang membulatkan tekad dan berpegang teguh untuk selalu berserah diri pada Allah. Orang yang bertawakal selalu berusaha bersikap tenang, yang dimaksud bersikap lemah lembut adalah dengan berusaha menyampaikan dengan sebaik-baiknya tanpa menyakiti hati tapi tetap tegas. Juga selalu memaafkan orang yang menjahati, bila perlu mendoakan untuk kebaikan mereka. Orang yang bertawakal pada Allah akan dicukupkan keperluan-keperluannya dan akan mendapatkan rejeki dari arah yang tidak disangka-sangkanya. Orang beriman yang bertawakal pada Allah salah satu ciri-cirinya adalah bila mendengar alunan ayat-ayat Al Qur’an maka akan bergetar hatinya.
Allah berfirman

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali Imran[3] : 159)
Allah berfirman

وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

“Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah ke pada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. ” (QS. Huud[11]: 123)
Allah berfirman

وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

“Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. ” (QS. Ath Thalaaq[65]:3)
Allah berfirman

نَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Anfaal[8] : 2)

Islam mengajarkan untuk bertakwa

Kata takwa berasal dari rumpun kata waqa (وَقَى), yaqi (يَقِى), wiqayah (وِقايةً), yang berarti takut, menjaga, memelihara dan melindungi. Sesuai dengan makna tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh, konsisten dan selalu ditingkatkan (istiqomah). Takwa juga bisa diartikan dengan selalu menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah.
Orang yang bertakwa telah mendapat petunjuk dari Allah yaitu Al Qur’an (supaya dipelajari dan diamalkan dalam kehidupannya). Orang yang bertakwa ciri-cirinya adalah yang beriman pada yang Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, mendirikan shalat, menunaikan zakat, membantu kerabat dan orang lain yang dalam kesempitan, sabar bila menghadapi masalah, sanggup menahan amarah, mudah memaafkan orang lain, berusaha selalu menepati janji dan selalu minta ampun pada Allah dengan segera menyadari kesalahannya.
Orang yang bertakwa supaya mengikuti aturan-aturan tentang kehidupan yang ada di Al Qur’an dalam kehidupannya, dan Allah akan memberi jalan keluar dari masalah-masalahnya. Orang yang bertakwa akan dilipat gandakan pahalanya oleh Allah, diampuni dosa-dosanya dan mendapat balasan dari Allah yaitu surga.
Allah berfirman

ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِينَ ﴿٢﴾ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ ﴿٣﴾ وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ ﴿٤﴾ أُولَئِكَ عَلَى هُدًى مِّن رَّبِّهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ ﴿٥﴾ إِ

“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. ” (QS. Al Baqarah[2] : 2-5)
Allah berfirman

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. ” (QS. Al Baqarah[2] : 177)
Allah berfirman

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ ﴿١٣٣﴾الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾ وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ ﴿١٣٥﴾ أُولَئِكَ جَزَاؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ ﴿١٣٦﴾ قَدْ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. ” (QS. Ali Imran[3] : 133-136)
Allah berfirman

 وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (QS. Ath Thalaaq[65] : 2)
Allah berfirman

ذَلِكَ أَمْرُ اللَّهِ أَنزَلَهُ إِلَيْكُمْ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا

“Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya. ” (QS. Ath Thalaaq[65] : 5)

Islam mengajarkan untuk menyambung silaturahmi

Sebetulnya yang dimaksud silaturahmi adalah hubungan keluarga berdasarkan keturunan atau pernikahan. Dan yang dimaksud menyambung kembali hubungan silaturahmi yang terputus apabila ada permusuhan dalam hubungan keluarga lalu ada upaya untuk menyambung kembali. Menurut Islam, orang yang bersikap buruk pada orang yang berusaha menyambung hubungan keluarga, tidak akan masuk surga karena sikapnya ini.
Dalam ajaran Islam, sesama orang beriman juga bersaudara. Karena itu supaya saling didamaikan jangan terpecah belah. Orang yang memutuskan hubungan silaturahmi, akan dipercepat siksa dunia dan tersimpan untuknya siksa di akhirat. Sebaliknya yang mau menyambung hubungan silaturahmi akan diluaskan rejekinya.
Orang yang memutuskan hubungan, baik silaturahmi maupun dengan sesama orang beriman maka rahmat Allah tidak akan sampai padanya. Bila rahmat tidak sampai padanya berarti dia tidak bisa merasakan kasih sayang Allah sehingga hidupnya selalu gelisah.
Semoga kita selalu dalam hubungan yang baik dalam hal silaturahmi ataupan dengan sesama orang beriman. Agar Allah bisa selalu merasakan rahmat Allah dan diluaskan rejekinya…
Allah berfirman
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An Nisaa : 1)
Allah berfirman
Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? (QS. Muhammad : 22)
Allah berfirman
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al Hujuraat : 10)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Tidak ada dosa yang Allah swt lebih percepat siksaan kepada pelakunya di dunia, serta yang tersimpan untuknya di akhirat selain perbuatan zalim dan memutuskan tali silaturahmi.(HR Tirmidzi)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Sesungguhnya Rahmat itu tidak diturunkan kepada kaum yang di dalamnya ada seorang pemutus keluarga.(HR. Bukhari) .
Seorang sahabat berkata, “Wahai Rosulullah saya mempunyai kerabat yang selalu saya menghubungi mereka tetapi mereka memutuskan saya, saya selalu berbuat kebaikankepada mereka tetapi mereka berbuat jelek kepada saya, saya selalu sabar (santun) terhadap mereka tetapi mereka selalu berbuat bodoh terhadap saya. Maka Beliau saw bersabda, “Jika kamu benar seperti yang telah kamu katakan maka seolah-olah kamu memberi makan mereka abu yang panas, dan penolong dari Allah atas mereka selalu menyertaimu selama kamu seperti itu” (HR Muslim)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Barangsiapa yang senang diluaskan rizqinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung hubungan silaturahmi (HR Bukhori dan Muslim)

Islam mengajarkan untuk sedekah

Sedekah itu berasal dari bahasa Arab yaitu shodaqoh yang berarti pemberian seorang muslim pada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah tidak selalu berupa uang atau harta. Bahkan perbuatan baik seperti membahagiakan orang lain dengan memberikan senyuman juga merupakan sedekah.
Orang-orang yang bertakwa, selain selalu memohon ampun pada Allah, memaafkan orang lain, menahan amarah juga akan selalu berusaha melakukan sedekah dalam keadaan lapang atau sempit.
Sedekah lebih diutamakan pada kerabat terlebih dahulu, lalu pada orang-orang terdekat seperti sahabat atau tetangga. Bila sedekah dalam berupa barang sebaiknya masih dalam kondisi baik. Pahala sedekah akan hilang bila sedekah itu disebut-sebut atau pemberi sedekah menyakiti hati pada penerima sedekah.
Manfaat sedekah bila dilakukan dengan ikhlas, semata-mata hanya pada Allah, bukan karena hal lain seperti ingin mendapat pujian, maka akan dibalas oleh Allah. Balasan sedekah dari Allah bukan hanya pahala, tapi juga banyak rezeki.
Sedekah boleh ditunjukkan pada orang lain, agar menjadi contoh yang baik. Tapi bila ada kesempatan, rajin memberikan sedekah tanpa diketahui orang lain akan dibalas oleh Allah yaitu diberi naungan saat setelah hari kiamat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Senyum kalian bagi saudaranya adalah sedekah, beramar makruf dan nahi mungkar yang kalian lakukan untuk saudaranya juga sedekah, dan kalian menunjukkan jalan bagi seseorang yang tersesat juga sedekah.” (HR Tirmizi dan Abu Dzar).
Allah berfirman
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran : 133-134)
Allah berfirman
Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS. Al Baqarah : 215)
Allah berfirman
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. ” (Al Baqarah : 267)
Allah berfirman
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. ” (Al Baqarah : 271)
Allah berfirman
“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. ” (QS. Al Baqarah : 263)
Allah berfirman
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (QS. Al Baqarah : 245)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.(1)Pemimpin yang adil, (2) Seorang pemuda yang menyibukkan dirinya dengan ibadah kepada Rabbnya, (3) Seorang yang hatinya selalu terikat pada masjid, (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, berkumpul dan berpisah karena Allah pula, (5) Seorang lelaki yang di ajak zina oleh wanita yang kaya dan cantik tapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’, (6) Seseorang yang bersedekah dengan menyembunyikannya hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dinfaqkan oleh tangan kanannya, serta (7) Seorang yang berzikir kepada Allah di kala sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.” (Shohih Bukhari)

Islam mengajarkan untuk berprasangka baik pada Allah

Orang yang dalam kondisi kurang beruntung akan mudah terseret berprasangka buruk pada Allah, atau suudzon. Misalnya kehilangan barang, tubuhnya sakit, sepertinya menggugat pada Allah kenapa diberi kejadian yang tidak mengenakkan. Bagi manusia yang beriman dan bertakwa akan selalu berusaha berprasangka baik pada Allah, walaupun mendapat kejadian yang tidak mengenakkan sekalipun. Pasti ada hikmah di balik setiap musibah.
Musibah bagi orang mukmin dikarenakan tiga hal yaitu:
  1. Mengangkat derajat bagi orang yang tertimpa musibah, karena kesabarannya terhadap musibah yang telah Alloh tetapkan.
  2. Sebagai cobaan bagi dirinya.
  3. Sebagai pelebur dosa, atas dosanya yang telah lalu.
Allah akan sesuai dengan prasangka hambaNya. Bila manusia berdo’a dan meyakini dikabulkan do’anya maka do’a itu akan terkabul, walaupun butuh kesabaran. 
Berprasangka baik pada Allah akan membuat hati tenang karena yakin ada hikmah yang dipelajari dari semua kejadian. Berprasangka baik pada Allah akan dikabulkan do’a-do’anya oleh Allah…
Allah berfirman
Tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa. (QS. Al Fath : 12)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah berfirman
Aku sesuai prasangka hamba-Ku kepada-Ku, dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sekumpulan orang maka Aku akan mengingatnya dalam sekumpulan yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepada-Nya satu hasta, jika ia mendekat kepada-Ku satu hasta maka Aku akan mendekat kepadanya satu depa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah berfirman
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al A’raf : 56)

Islam mengajarkan untuk memaafkan

Diperlakukan tidak menyenangkan, kadang membuat manusia sulit untuk memaafkan orang lain. Tapi seberat-beratnya masalah, sepertinya kita perlu melihat sejarah saat para Nabi menyebarkan ajaran untuk menyembah Allah. Semua Nabi memiliki saat-saat sulit dengan masalah masing-masing. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak difitnah, dicaci maki, dihina, dilempari batu, dilempari kotoran, diludahi, dikejar-kejar kaum Quraisy akan dibunuh, tapi tetap bersikap sabar, malah memaafkan dan mendoakan kebaikan bagi musuh-musuhnya.
Walaupun begitu, memaafkan juga perlu diperhatikan dampaknya. Bila dimaafkan malah tambah semakin berbuat kejahatan, maka perlu dipertimbangkan untuk diberi efek jera dengan memberi hukuman sesuai dengan kejahatan.
Dengan berlapang dada dan memaafkan orang lain, maka Allah akan mengampuni kita. Bila kita sanggup memaafkan orang lain, dan rajin memohon ampun pada Allah, maka hidup kita akan dimudahkan oleh Allah…
Allah berfirman
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS. An Nuur : 22)
Allah berfirman
Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada qishaashnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak qishaash)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (QS. Al Maidah : 45)
Allah berfirman
maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? (QS. Nuh : 10-13)

Islam mengajarkan agar bertaubat secara benar

Kata dari “Taubat” dalam bahasa Arab berarti “kembali”. Dalam konteks Islam, Taubat adalah menjauhi apa yang Allah larang kemudian kembali melakukan apa yang Allah perintahkan.
Taubat itu ditujukan Allah, Allah akan mengembalikan kepada hamba-Nya dalam bentuk ampunan. Kembali kepada jiwa yang bersih seperti saat dilahirkan yang karena pengaruh lingkungan telah banyak dikotori sehingga menumpuk banyak dosa. Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam kitab tafsirnya: “artinya adalah, taubat yang sebenarnya dan sepenuh hati, akan menghapus keburukan-keburukan yang dilakukan sebelumnya, mengembalikan keaslian jiwa orang yang bertaubat, serta menghapus keburukan-keburukan yang dilakukannya.” Orang yang tidak mau bertaubat termasuk orang yang zalim, dan bila mau bertaubat sungguh-sungguh maka Allah akan mengganti keburukan akan menjadi kebajikan.
Taubat yang benar adalah dengan
  • penyesalan mendalam
  • menghentikan perbuatan dosa
  • bertekad kuat tidak mengulangi
Berkaitan dengan hubungan sesama manusia maka hendaknya melakukan
  • mengembalikan barang yang bukan haknya
  • meminta maaf pada orang yang telah disakiti hati
Apabila barang yang diambil telah diikhlaskan maka berarti tidak perlu mengembalikan lagi. Bila sekiranya menghubungi orang yang telah disakiti hati membuat masalah tambah sulit, bisa memohon ampun pada Allah juga mendoakan yang bersangkutan mendapat kebaikan serta ampunan Allah. Dengan sering bertaubat maka Allah akan mengganti keburukan kita menjadi kebaikan.
Banyak hal yang kita tidak sadari merupakan perbuatan dosa, oleh karena itu sering-seringlah bertaubat pada Allah dan menambah amal ibadah kita. Selalu belajar tentang ajaran Islam yang benar agar kita bisa meningkatkan keimanan dan ketakwaan pada Allah. Semoga kita termasuk golongan orang yang selalu bertaubat sehingga kita bisa meninggal dengan tenang, dan saat di akhirat mendapat tempat terbaik yaitu di surga…
Allah berfirman
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang mereka mengetahui.”
(QS Ali Imran : 135)
Allah berfirman
“Katakanlah: “Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)
Allah berfirman
“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat setelah itu, dan memperbaiki ( dirinya) sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 119)

Islam mengajarkan untuk bersabar

Banyak orang yang berpendapat bahwa kesabaran itu ada batasnya. Sudah mencoba bicara baik-baik berkali-kali, disindir, diajak bicara langsung secara telak, tetap saja yang diajak bicara tidak mengerti. Karena sudah sangat kesal, akhirnya kesabaran itu dianggap sudah habis lalu ditonjoklah orang itu.
Sebetulnya Islam mengajarkan kesabaran itu tanpa batas. Selain itu Islam juga mengajarkan agar lembut dalam menyampaikan pesan dan diutamakan bermusyawarah. Bagi yang masih dalam kesulitan supaya bersabar. Sabar sendiri bukan berarti pesimis, tapi tetap optimis dengan berikhtiar dan berdoa. Allah sudah menyatakan dalam firman-Nya bahwa Allah akan mendampingi orang dalam kesulitan yang menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong.
Sabar berasal dari bahasa Arab shabr (صْبِرْ ‎). Arti dari sabar adalah “menahan”, jadi kesabaran bisa diartikan menuntut ketabahan dalam keadaan sulit, berat, pahit yang harus diterima dengan tanggungjawab untuk mencapai sesuatu yang lebih baik.
Bila sedang dalam kondisi kesulitan, maka selalulah berusaha menahan diri untuk tetap tenang, melakukan ikhtiar, banyak berdoa memohon pada Allah maka Allah akan menambah kemampuan lebih untuk bersabar. Islam mengajarkan untuk berkumpul dengan orang-orang saleh agar bisa saling mengingatkan tentang kesabaran. Kesulitan sendiri adalah bentuk ujian dari Allah untuk menentukan siapa yang bisa sabar dalam menghadapi cobaan hidup, beratnya ujian juga tergantung dari kekuatan iman seseorang. Orang yang sabar pada akhirnya akan ditunjukkan jalan keluar yang baik oleh Allah dan akan mendapat banyak pahala.
Semoga kita termasuk orang beriman yang sabar dan mendirikan shalat bila sedang dalam kesulitan, sehingga akan ada jalan keluar yang baik yang ditunjukkan oleh Allah…
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Jika kami memiliki kebaikan, maka kami tidak akan menyimpannya dari kalian semua, namun barangsiapa merasa cukup maka Allah akan mencukupkan baginya, barangsiapa berusaha sabar maka Allah akan menjadikannya sabar dan barangsiapa merasa (berusaha) kaya maka Allah akan mengayakannya. Dan sungguh, tidaklah kalian diberi sesuatu yang lebik baik dan lebih lapang dari kesabaran. (HR. Bukhari)
Allah berfirman
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali Imran : 159)
Allah berfirman
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.(QS. Muhammad : 31)
Allah berfirman
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al Baqarah : 286)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Ujian yang paling berat adalah bagi para nabi, kemudian berikutnya dan berikutnya, seseorang diuji (oleh Allah) sesuai kadar agamanya. Maka tidaklah musibah menimpa seseorang sehingga ia berjalan di atas bumi dan tidak ada dosa padanya. (HR Bukhari)
Allah berfirman
Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah : 153)
Allah berfirman
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr : 3)
Allah berfirman
Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An Nahl : 96)











Berlapang Dada
Update: Selasa, 16-SEP-2014


Dalam perannya sebagai khalifah dan hamba Allah SWT, selain mendapatkan karunia nikmat, manusia dihadapkan pa da tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda. Setiap manusia diwajibkan berikhtiar sesuai ke mampuan, bersyukur atas hasil yang diperoleh bila sesuai dengan keinginannya dan bertawakal bi la hasilnya tidak sesuai dengan yang diharap kan.

Salah satu yang dibutuhkan manusia dalam keadaan apa pun adalah sikap berlapang dada.Berlapang dada merupakan sikap menerima keadaan yang dialami dan hati selalu dipenuhi rasa syukur. Kepada mereka yang pandai bersyukur, Allah SWT akan melipatgandakan kenikmatan yang sudah diberikan-Nya itu.

Rasulullah SAW telah memberi teladan tentang berlapang dada. Dalam perjuangan dakwahnya, berbagai hinaan dan cercaan diterimanya dengan lapang dada. Pernah suatu hari, beliau dilempari sampah. Pulang ke rumah dalam kondisi kotor, penuh debu, dan tanah.

Fatimah, putri bungsunya, dengan bercucuran air mata menghampiri dan membersihkan segala kotoran dari rambut dan kepalanya. Rasulullah SAW berkata, "Putriku sayang, jangan menangis dan khawatir. Ayahmu tidak sendirian, Allahlah penolongku."

Kemudian, Rasulullah SAW pergi menuju Kota Thaif untuk berdakwah. Namun, setibanya di Thaif, bukan sambutan hangat yang didapat, justru ucapan penghinaan yang diterimanya. Bahkan, masyarakat Thaif mengajak anak-anak untuk menghina dan melemparinya dengan batu. Dengan tubuh terluka, beliau berlindung di suatu kebun di luar Thaif.

Pada saat itu, turunlah Malaikat Jibril yang menawarkan untuk menjungkirbalikkan gunung dan membinasakan penduduk Thaif. Mendengar tawaran Jibril, beliau menjawab, "Janganlah kau lakukan semua itu. Karena, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak mengerti."

Meskipun dengan tubuh penuh luka, Ra - sulullah masih mampu memaafkan kezaliman penduduk Thaif. Beliau berlapang dada meski dakwahnya ditolak, bahkan dihina. Akhirnya, pada tahun 10 H, penduduk jazirah Arab, termasuk Thaif, berbondong-bondong memeluk Islam.

Begitulah sikap berlapang dada, memancarkan energi dahsyat yang menembus kesucian hati. Berlapang dada akan membuat seseorang tangguh, ulet, dan sabar menghadapi berbagai cobaan dan rintangan. Ruang maaf kepada mereka yang menzalimi begitu luas tiada batas.

Sering kali dalam kehidupan kita dihadapkan pada persoalan dengan sesama yang membuat terjadi silang sengketa. Itulah dinamika kehidupan yang Allah hadirkan untuk menguji insan yang terbaik. Seperti firman-Nya, "Dialah Allah yang telah menciptakan mati dan hidup sebagai ujian se leksi siapa di antaramu yang paling baik amalnya. Dan, Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun."
(QS al-Mulk [67]: 2).

Kadang kala kita lupa bahwa yang terjadi dalam interaksi sosial dengan sesama harus memelihara nilai etis dalam ber-fastabiqulkhairat untuk meraih posisi sebagai insan dengan amal terbaik (ahsanu `amala).

Meskipun apa yang dilakukan sebagai kebenaran, ketika menyangkut orang lain, kita terikat dengan konsensus sosial dan hukum positif yang berlaku. Sertakan sabar dan ikhlas dengan hasil yang diperoleh.

Lapang dada bukan berarti pasrah sebelum ikhtiar terbaik dan maksimal dilakukan. Mari terus berlomba dalam kebaikan. Tetap lapang dada setelah melakukan upaya semaksimal mungkin sesuai aturan yang ada dan tidak mengabaikan prinsip amar makruf nahi mungkar.
Wallahu'alam.[]

Dadang Kahmad, Guru Besar Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung dan Direktur Pascasarjana UIN SGD Bandung.

Sumber, Hikmah Republika 4 September 2014.


Bersikap Pemaaf Dan Berlapang Dada

Wednesday, April 25, 2012
Allah SWT berfirman di dalam Surah An Nisa, ayat 149 :
ﭢ  ﭣ  ﭤ  ﭥ  ﭦ  ﭧ    ﭨ  ﭩ   ﭪ  ﭫ  ﭬ  ﭭ            ﭮ  ﭯ    
“Jika kamu menyatakan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Kuasa”.
Dan firman Allah SWT di dalam Surah Al A’raf, Ayat 199 :
ﭵ  ﭶ    ﭷ   ﭸ  ﭹ  ﭺ  ﭻ 
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh”.
Dan juga firman Allah SWT di dalam Surah An Nur, ayat 22 :
ﭸ  ﭹ  ﭺ  ﭻ  ﭼ   ﭽ  ﭾ  ﭿ  ﮀ  ﮁ  ﮂ  ﮃ  ﮄ     ﮅ  ﮆ  ﮈ  ﮉ  ﮋ  ﮌ  ﮍ  ﮎ  ﮏ  ﮐ   ﮒ  ﮓ  ﮔ
“Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat (nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Para salafussoleh RA sentiasa memaafkan orang lain dan berlapang dada apabila disakiti seperti dipukul, dicuri, dihina dan sebagainya kerana berakhlak dengan akhlak Rasulullah SAW. Baginda SAW tidak murka terhadap orang yang menyakitinya tetapi murka terhadap orang yang melanggar perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah.
Ja’far ibn Muhammad RA berkata :
لأن أندم على العفو أحب إلي من أندم على العقوبة
“Menyesal kerana memaafkan (kesalahan orang lain) lebih aku sukai daripada aku menyesal kerana membalasnya”.
Hatim ibn Asom RA berkata : Diantara tanda kamu tidak menginsafi diri kamu ialah kamu berasa marah apabila orang lain menderhaka kepada Allah tetapi kamu tidak berasa marah apabila diri kamu menderhaka kepadaNya.
Qatadah RA pernah ditanya 
 :
من أعظم الناس قدرا؟ قال: أكثرهم عفوا
“Siapakah manusia yang paling besar martabatnya?” Jawabnya, “Orang yang paling banyak memaafkan orang lain”.
Seorang perempuan telah mencuri mashaf dan selimut Malik ibn Dinar RA. Maka Malik mengekorinya dan berkata kepadanya, “Aku adalah Malik. Ambillah selimutku dan berilah kembali mashafku, dan janganlah kamu takut.”
Abu Said al Maqburi RA berkata :
من تمام العفو ترك مكافأة الظالم، والترحم عليه، وكثرة سؤال الله أن يعفو عنه
“Di antara tanda kesempurnaan kemaafan seseorang ialah dia meninggalkan balasan terhadap orang yang melakukan kezaliman, mengasihinya dan banyak memohon kepada Allah agar diampunkannya.”
Imam Malik RA apabila dipukul, maka dia memaafkan orang yang memukulnya dari awal. Begitu juga Imam Ahmad ibn Hanbal RA, apabila dipukul maka beliau berkata, “Tiada seorang pun yang akan diazab oleh Allah disebabkannya”.
Ketika mana Saidina Umar ibn al-Khattab RA diejek dan dicaci. Rasulullah SAW yang berada disisi Umar RA tersenyum memandang Umar ibn al-Khattab RA. Tetapi apabila Umar ibn al Khattab membalas semula cacian pemuda tersebut, Rasulullah SAW berhenti dari tersenyum lalu beredar dari situ. Maka Saidina Umar ibn al Khattab RA bertemu semula kepada Nabi Muhammad SAW dan bertanya “Mengapa semasa pemuda tadi mencaci aku engkau tersenyum wahai Rasulullah, tetapi apabila aku membalasnya engkau bermasam muka lalu beredar daripadaku?” Rasulullah SAW menjawab “ Semasa pemuda tadi mencaci engkau wahai Umar, malaikat sentiasa bersama engkau. Tetapi apabila engkau membalas semula caciannya, malaikat beredar dan syaitan bersama engkau, maka akun pun beredar daripada engkau’.
Ka’ab al Ahbar RA berkata: Sesiapa yang bersabar apabila disakiti oleh isterinya, maka Allah akan memberinya ganjaran sepertimana yang telah diberi kepada Nabi Ayyub AS. Sesiapa yang bersabar apabila disakiti oleh suaminya, Allah akan member ganjaran kepadanya sepertimana ganjaran yang telah diberkan kepada Asiah binti Muzahim RA (isteri Fir’aun).
Apa yang berlaku pada hari ini, manusia bersungguh-sungguh mengorbankan dirinya hanya kerana suatu dendam yang masih belum terbalas. Sekiranya mereka memberi ucapan maaf sekalipun, mereka hanya memberi maaf pada mulut tetapi tidak di hati kerana hati mereka masih tidak bebas dari kongkongan sakit hati dan mengungkit kesalahan orang lain di belakang orang tersebut. 
Sememangnya diakui bukan mudah untuk menjadi seorang pemaaf. Sikap negatif yang menjadi lawannya iaitu pemarah sentiasa berusaha menidakkan wujudnya sifat pemaaf dalam seseorang. Pertembungan dua unsur ini mewujudkan satu mekanisme yang saling ingin menguasai diri seseorang.
Iman dan takwa menjadi pengemudi melahirkan sifat pemaaf, manakala syaitan pula mengambil tempat mendidik sifat pemarah. Hakikatnya, syaitan sentiasa menggunakan kelemahan manusia untuk digoda dari pelbagai penjuru agar timbul sifat haiwaniah dalam diri manusia.
Tindakan marah melampau dan diikuti pula dengan tindakan fizikal bukanlah jalan menyelesai masalah atau untuk menunjukkan siapa yang benar. Ketika itu jika diteruskan niat melakukan tindak balas atas kemarahan itu, mungkin ada tindakan yang mendatangkan keburukan sehingga melakukan pembunuhan.
Sesiapa berupaya menahan kemarahan, bererti dalam dirinya memiliki kemuliaan, keberanian, keikhlasan dan kekuatan yang sebenar. Sebaliknya, orang yang tidak mampu menahan marah adalah golongan yang lemah.
Sabda Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Harairah RA :
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Bukanlah orang yang kuat itu (dinilai) dengan (kekuatan) dalam pergelutan, sesungguhnya orang yang kuat ialah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (Hadis riwayat Bukhari).
Sifat pemaaf memberi manfaat yang besar kepada diri sendiri terutama dari segi rohani. Orang yang bersifat pemaaf selalu dalam keadaan tenang, hati bersih, berfikiran terbuka, mudah diajak berunding dan sentiasa menilai diri sendiri untuk melakukan kebaikan.
Bagi orang yang bersifat pemaaf, padanya tiada seorang pun dalam hatinya tersimpan perasaan marah. Sebab itu, hati orang bersifat pemaaf tidak mudah terbakar dengan provokasi yang menekan dirinya.
Jika ada sesuatu yang menimbulkan perasaan marah, berfikirlah sejenak untuk terlebih dahulu menilai atau muhasabah diri sendiri terlebih dahulu. Renungkan dalam hati sendiri adakah perkara itu juga berpunca dari kita sendiri? Adakah sebelum ini kita mengambil langkah yang wajar untuk mengelak perkara itu daripada berlaku?
Seseorang itu apabila dia melakukan kesalahan dengan Allah SWT dan memohon keampunan kepadaNya, lalu Allah SWT mengampunkan dosanya dengan sifatNya Yang Maha Pengampun, lalu sahabatnya melakukan kesalahan kepada dirinya, tetapi dia tidak memaafkannya? Sesungguhnya Allah SWT memaafkan hambaNya, inikan kita selaku hambaNya yang hina, yang sentiasa melakukan kesilapan, dan Dialah yang sering memaafkan kesalahan kita tanpa ada jemu. Oleh kerana itu, Ikutlah apa yang telah dianjurkan oleh Islam dengan adab, iaitu apabila seseorang itu hendak tidur, maka tidurlah dalam keadaan dirinya memaafkan kesalahan orang lain. Waallahu ‘Alam…

Keajaiban Hati Manusia

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabaratuh!

“Sungguh ajaib hakikat penciptaan hati ini. Kelajuan perjalanannya tidak terhitung lajunya dan ruang gerakannya tiada batas sempadan tempat. Bahkan bila jasad mati, hati terus hidup di alam Barzakh sehingga ke alam Akhirat.”

Pernahkah kita terfikir ada suatu keajaiban di dalam diri kita yang kita sendiri tidak mampu mengawalnya? Ia diberi keupayaan untuk merasa senang dan susah. Ia juga sangat sensitif terhadap apa yang berlaku, yang didengar, dilihat dan dirasa. Dari sanalah ia menentukan sikap kita sama ada positif atau negatif. Yang peliknya, ia boleh bertukar-tukar rasa. Adakalanya dia rasa senang bila dipuji, rasa menderita apabila dikeji.

Rasa riak dan megah pula timbul bila mendapat kelebihan dan kejayaan. Hairan dengan diri bila mampu buat sesuatu yang orang lain tidak mampu. Tapi tiba-tiba rasa rendah diri dan hina diri bila ada kekurangan. Rasa sombong dan angkuh apabila berkuasa dan memiliki ilmu lebih dari orang lain. Rasa marah bila dihina orang. Rasa tidak senang bila tengok orang lain dapat lebih. Berdendam pula bila ada orang menganiaya diri. Simpati dan belas kasihan bila melihat orang kesusahan. Rasa keluh kesah bila mendapat kesusahan dan ditimpa penyakit. Rasa terhutang budi dan berterima kasih kepada orang yang menolong kita. Rasa gerun bila berdepan dengan sesuatu yang menakutkan. Rasa jijik pula bila berdepan dengan benda-benda kotor. Itulah dia hati atau roh.

Memang sungguh ajaib hakikat penciptaan hati ini. Kelajuan perjalanannya tidak terhitung lajunya dan ruang gerakannya tiada batas sempadan tempat. Bahkan bila jasad mati, hati terus hidup di alam Barzakh sehingga ke alam Akhirat. Hati atau rohlah yang akan menanggung azab dan nikmat yang dilakukan oleh jasad lahir semasa hidup di dunia

Tempat letaknya roh ini ialah di dalam hati jasmani. Hati manusia berbeza dengan hati haiwan. Hati manusiaboleh menerima perintah dan larangan dan dipanggil rohul amri. Manakala roh haiwantidak boleh menerima perintah dan larangan dipanggil rohul hayah


Yang ajaibnya, hati yang boleh beralih-alih rasa itu, ia sebenarnya boleh dirangsang oleh faktor-faktor luar. Perasaan ini pula akan mempengaruhi sikap lahir manusia. Kalau rasa baik, baiklah tindakannya dan kalau rasa jahat, maka jahatlah tindakannya. Dengan kebolehan inilah hati seolah-olah raja yang bertakhta di dalam diri manusia. Dialah bakal menentukan baik buruknya manusia. Namun ia ada penasihat iaitu akal. Sementara anggota-anggota lahir sebagai rakyat jelata yang sentiasa menurut perintahnya.


Sepertimana yang berlaku di dalam sesebuah kerajaan, pasti ada sahaja musuh yang suka melihat sesuatu kerajaan itu kucar-kacir. Begitu juga di dalam diri manusia, nafsu dan syaitan merupakan musuh utama roh manusia. Begitulah rupanya struktur kerja yang berlaku di dalam diri manusia yang perlu difahami dan diberi perhatian.


Kerana baik jahatnya seseorang manusia sangat bergantung kepada pengurusan yang ada di dalam diri manusia itu. Siapa yang mengabaikan hati, ertinya dia membiarkan dirinya berjalan di dalam keadaan yang gelap dan meraba-raba hingga menyebabkan banyak benda yang dilanggarnya. Kalau di dunia pun nasibnya belum tentu selamat apalagi kalau di Akhirat nanti.


Sebab itu Allah memerintahkan supaya kita mendidik hati kita supaya sentiasa berlaku taat kepada-Nya sepertimana
maksud firman-Nya:

“Beruntunglah siapa yang membersihkan hatinya dan rugilah siapa yang mengotorinya.” (As Syams :9)

“Pada hari itu, tidak berguna lagi harta dan anak-anak. Kecuali mereka yang pergi menghadap Allah dengan membawa hati yang selamat.” (Asy Syuara: 88-89)

Bagaimana sepatutnya hati seorang mukmin itu?


1. Sensitif dengan Tuhan.

Merasa takut dan gerun dengan kekuasaan Allah. Allah boleh berbuat apa sahaja tanpa perlu berunding dengan manusia. Manusia terlalu lemah untuk menolak sebarang takdir Allah. Katalah berlaku banjir di suatu kawasan perumahan, kalaupun mereka yang tinggal di situ adalah golongan yang berharta dan mempunyai kuasa, tapi mampukah mereka mengalihkan banjir ke kawasan lain? Sudah tentu tidak mampu. Mereka mampu sekadar menyelamatkan diri, kalaupun belum terlewat. Begitulah bukti lemahnya manusia.

2. Orang mukmin bila mendapat kejayaan, nikmat, kemudahan hidup, kelapangan hidup, hatinya terasa syukur kepada Allah.

Dia merasakan semua itu pemberian Allah, bukan hasil usahanya. Kalaupun dia berusaha tapi bila Allah tidak izinkan, pasti dia tidak mampu melakukannya. Sebagai contoh, berapa ramai di kalangan tokoh-tokoh korporat yang dulunya menguasai perniagaan tapi terpaksa menanggung hutang yang banyak bila menghadapi kemelesetan ekonomi. Sebab itu bagi orang mukmin, kalau keuntungan dan nikmat diperolehi, dia merasa terhutang budi dan malu dengan Allah. Walaupun dirinya masih banyak melakukan dosa dan tidak membuat apa-apa bakti kepada Allah, namun Allah sudi lagi mengurniakan berbagai-bagai nikmat kepadanya.


3. Jika terbuat dosa, sekalipun dosa kecil, apalagi kalau dosa besar, hatinya akan merasa resah gelisah, takut dan hilang ketenangan.


Rasa menyesalnya bukan kepalang. Dia merasa bersalah dengan Tuhan. Bersungguh-sungguh dia meminta ampun kepada Tuhan. Bukan sahaja matanya menangis, hatinya pun turut menangis sama mengenangkan kejahatan yang dilakukan. Yang paling ditakutinya bila dosa tidak terampun, bermaksud tentulah Allah tidak redha kepadanya. Tanpa keredhaan Allah hilanglah bahagia di dunia lebih-lebih lagi di Akhirat.


4. Hati orang mukmin sentiasa rasa di awasi Tuhan.

Allah mendengar, melihat, mengetahui apa sahaja yang dilakukan setiap detik, setiap masa dan ketika. Semua manusia tidak terlepas dari pengawasan-Nya. Kerana itu, orang mukmin sangat menjaga hukum dan perintah Allah walaupun berhadapan dengan keinginan nafsu yang sedang memuncak.

5. Kalau diuji oleh Tuhan, hati orang mukmin sabar dan redha. Bahkan tenang dengan ujian dan kesusahan hidup.

Dia bersangka baik dengan Allah bahawa ujian adalah untuk penghapusan dosa atau peningkatan darjat di sisi Tuhan. Kalau diuji dia tidak pun melatah, marah-marah, keluh kesah, apalagi merungut-rungut dan mengungkit-ungkit. Sekalipun difitnah, ditohmah, dihina, disakiti, atau ditimpa bencana alam, dia sedar kesemuanya merupakan ujian dari Allah dan Allah tidak bermaksud untukmenyusahkan hamba-Nya melainkan ada hikmah di sebalik kejadian tersebut.


6. Hati orang mukmin sangat merendah diri dengan Tuhan.

Dari setitis air mani yang hina, manusia terlalu lemah dan tiada kuasa apa-apa yang boleh dilakukannya kalau bukan dengan kehendak Allah. Setiap detik manusia memerlukan Tuhan di dalam hidupnya.



7. Sentiasa terkenang nikmat-nikmat Allah yang terlalu banyak yang belum pun sempat di hitung, Allah tambah lagi nikmat-Nya.

Nikmat ilmu, nafas, akal, air, makanan, harta, anak isteri, bumi, langit, haiwan, tumbuhan dan seluruh alam semesta yang tidak pernah kita minta. Allah jadikan kesemuanya itu untuk keperluan manusia. Berapa banyak nikmat yang tidak kita minta dan belum pun kita syukuri telah Allah berikan



Justeru itu sepatutnya kita malu bila mendesak-desak Tuhan supaya kabulkan permintaan kita yang belum Dia tunaikan. Begitulah Maha Baiknya Tuhan yang setiap detik memberi nikmat tanpa meminta kita membalasnya.

Begitulah beberapa ciri hati orang mukmin yang sepatutnya kita rasakan. Hati yang dapat merasakan perkara-perkara di ataslah hati yang membawa keikhlasan, kejujuran, kasih sayang dan harmoni di dalam masyarakat. Akhirnya dari hati inilah yang akan membuahkan keamanan, kedamaian dan kebahagiaan yang diidam-idamkan. Tetapi kalau di dalam hati penuh dengan sifat hasad dengki, pemarah, tidak boleh berlapang dada, sombong, iri hati, salah menyalahkan orang lain dan berbagai-bagai lagi sifat yang negatif, mustahil akan melahirkan masyarakat yang harmoni. Justeru itu mari kita sama-sama membina hati yang baik agar segala masalah yang kronik dapat diselesaikan dengan segera.


Wallahu'alam.

Tiada ulasan: