قُلۡ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُڪُمۡ وَإِخۡوَٲنُكُمۡ وَأَزۡوَٲجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٲلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌ۬ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡڪُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍ۬ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِىَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَہۡدِى ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَـٰسِقِينَ (٢٤)
Katakanlah (wahai Muhammad): Jika bapa-bapa kamu dan anak-anak kamu dan saudara-saudara kamu dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu dan kaum keluarga kamu dan harta benda yang kamu usahakan dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan RasulNya dan (daripada) berjihad untuk agamaNya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusanNya (azab seksaNya); kerana Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (derhaka). (24)
Kejarlah Akhiratmu, Jangan Hanya Sibuk dengan Urusan Duniawi
Al-Qur’an berfirman bahwa kehidupan dunia bagaikan hujan. Hujan turun dari
langit untuk diserap bumi
dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian tanaman pertanian
tumbuh dan matahari
yang cerah bersinar. Semua
orang merasa senang karena
buah-buahan tumbuh. Tapi kemudian matahari terus bersinar sehingga menjadi terik dan
kering. Kemudian angin berhembus dan menerbangkan daun-daun dari tanah yang telah tandus.
Dan jika kau jatuh
miskin, apa yang akan kalian lakukan? Berlari mengejar uang di sepanjang hidupmu? Atau
apakah kau sabar menjalaninya,
tetap berterima kasih kepada
Tuhan, dan tetap menyembah-Nya? Itulah tujuan hidup. Karena kehidupan begitu singkat, rata-rata
hidup manusia hanya sampai 70-80 tahun kemudian kau masuk liang kubur.
Jadi Islam tidak mengajarkanmu untuk mengejar hal-hal duniawi. Kedamaian dan ketenangan hatimu didapat ketika kau
menyembah Tuhanmu dan berusaha untuk menjadi orang yang saleh, berbaik
hati kepada orangtua,
berbaik hati kepada
tetangga, bersedekah kepada
orang miskin, menolong orang yang membutuhkan, menjenguk yang sakit, menolong para
musafir dalam perjalanannya, dan berdakwah untuk mengajak orang-orang menuju kebenaran. Dengan melakukan hal-hal ini maka
barulah ada ketenangan
dalam hatimu.
Jadi masyarakat Islam tidak mendedikasikan
diri mereka untuk mencintai dunia. Orang-orang seharusnya
berlomba-lomba menuju amal
baik. Maka dalam
konteks inilah, Islam mengajarkan
jika seseorang mencuri bukan karena dia merasa lapar dan sangat butuh atas barang yang dicurinya, jika dia
mencuri karena kerakusannya, maka tangannya harus dipotong. Mungkin kau berkata bahwa ini adalah hukuman yang
brutal dan biadab. Tapi
apa solusimu? Memenjarakan
orang-orang yang mencuri? Tapi sebenarnya, apakah memenjarakan orang-orang
jahat dapat menolong orang yang menjadi korban? Tentu saja tidak.
Aku pernah ke Arab Saudi sebanyak 2 atau 3 kali. Dan aku tidak mengatakan
bahwa Arab Saudi adalah negara Islam yang sejati. Tapi mereka mempunyai hukum
Islam. Islam sangat
penting disana. Bahkan mereka punya acara TV yang menyiarkan acara-acara keagamaan, siaran-siaran radio Islami, dan
lain-lain. Mereka menunaikan shalat 5 waktu, tidak banyak pengaruh budaya Barat disana. Kesimpulannya Arab adalah
negara yang masih punya dasar hukum Islam.
Dan 40 tahun yang lalu, di Mekkah dan Madinah pada saat adzan berkumandang, maka
jalan-jalan menjadi kosong. Jalanan
lengang karena setiap orang pergi ke masjid untuk menunaikan shalat, dan mereka hanya mengambil selembar kain untuk
menutupi barang dagangannya. Bahkan toko-toko emas juga. Mereka hanya mengambil selembar kain untuk menutupi emas-emas mereka.
Bisakah hal seperti itu dipraktekkan di negara ini? Memang sukar dan berat, tapi
apakah kehidupan hanya permainan? Bukan! Jadi kita semua bertanggung jawab. Kau
harus sadar bahwa kau tidak bebas dari kesalahan. Sehabis bekerja kemudian kau pergi ke bioskop sambil berkata “Oh tidak masalah karena aku
hidup di sebuah negara demokrasi yang indah” dan kau tidak berbuat apapun.
Tapi setiap kali seorang anak diculik,
setiap kali seorang perempuan diperkosa, setiap kali seorang pencuri kembali ke
masyarakat, maka kau harus bertanggung jawab, karena kau mengikuti jalan hidup
yang bodoh, kau mengikuti ideologi yang bodoh, dan kau
mendukungnya, meskipun kau hanya diam. Kau juga tidak menyembah Allah dan tidak mengikuti jalan yang telah
ditetapkan padamu.
Aku berharap
dibebaskan dari tanggung jawab itu
karena aku mencoba memberitahumu.Wahai kalian
takutlah pada Allah, sembahlah Allah, inilah solusinya dan aku tidak akan menerima pengadilan
di negeri ini, karena ada jalan yang lebih baik.
Mungkin mereka berkata “Oh
agama Islam, wanitanya mengenakan jilbab, benar-benar agama
primitif, agama biadab”,
tapi siapa yang memberitahu mereka semua ini? Apakah mereka telah meneliti agama Islam dengan mendalam,
apakah mereka telah
membaca Al-Qur’an, apakah mereka telah
membaca hadist nabi Muhammad, apakah mereka telah membaca sejarah peradaban Islam?
Karena pada masa kejayaannya, Islam punya penerangan di jalan-jalan Cordoba, pengadilan, dan perpustakaan di setiap sudut jalan. Dan ketika mereka ingin pergi belajar, ketika mereka berpikir bahwa Ratu Elizabeth adalah orang aneh karena dia mandi hanya sekali dalam setahun, mereka datang ke negeri umat muslim untuk belajar karena disanalah pusat peradaban.
Karena pada masa kejayaannya, Islam punya penerangan di jalan-jalan Cordoba, pengadilan, dan perpustakaan di setiap sudut jalan. Dan ketika mereka ingin pergi belajar, ketika mereka berpikir bahwa Ratu Elizabeth adalah orang aneh karena dia mandi hanya sekali dalam setahun, mereka datang ke negeri umat muslim untuk belajar karena disanalah pusat peradaban.
Tapi banyak umat muslim yang telah meninggalkan
Islam. Mungkin sebagian dari mereka pergi ke masjid, tapi pada
kenyataannya hati dan
kehidupan mereka
telah kehilangan agama. Yang menarik adalah ketika umat Muslim menjauh dari
agama, maka masyarakat dan peradaban umat Muslim memburuk, tapi ketika negeri Barat menjauh dari
Kekristenan yang merupakan
agama mereka, mereka
malah menjadi sukses.
Karena sebenarnya agama di peradaban Barat menjadikan mereka kuno dan biadab. Tapi di dunia muslim, agama
Islam menumbuhkan peradaban,
kemajuan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Masa lalu peradaban Barat adalah masa lalu kuno. Di masa lalu peradaban Barat,
ketika menemukan seorang wanita
yang diduga penyihir, maka
mereka akan mengikatnya, kemudian wanita itu dibuang ke danau. Jika dia mengapung, maka dia seorang
penyihir. Tentu saja dia mengapung, wanita malang itu akan tenggelam jika dia
tidak mencoba mengapung.
Jika Sibuk dengan 6 Hal Ini, Maka Sibukkanlah dengan 6 Hal Lainnya
Jumat 20 Jamadilakhir 1436 / 10 April 2015 12:20KITA hidup di muka bumi ini tentu bukan hanya sekedar untuk menempatinya saja. Melainkan, ada suatu hal yang harus kita lakukan, sebagai makhluk hidup. Kita tak akan bertahan hidup jika tidak melakukan usaha untuk mencari sesautu yang dapat mempertahankan kehidupan kita. Bukan hanya itu, kita juga harus bisa memposisikan diri sebagai hamba Allah dan makhluk sosial.
Salah seorang cendekiawan berkata bahwa apabila orang-orang sibuk dengan enam hal, maka kamu pun harus sibuk dengan enam hal, yaitu:
1. Apabila seseorang sibuk dengan memperbanyak amal, maka hendaknya kamu sibuk dengan amal yang baik dan sempurna.
2. Apabila orang-orang sibuk dengan mengerjakan yang sunnah, maka hendaknya kamu sibuk dengan menyempurnakan yang wajib.
3. Apabila orang-orang sibuk dengan memperbaiki yang nampak, maka hendaknya kamu sibuk dengan memperbaiki batin.
4. Apabila orang-orang sibuk menyelidiki aib orang lain, maka hendaknya kamu sibuk dengan menyelidiki aib sendiri.
5. Apabila orang-orang sibuk dengan membangun dunia, maka hendaknya kamu sibuk dengan membangun akhirat.
6. Apabila orang-orang sibuk dengan mencari keridhaan makhluk, maka hendaknya kamu sibuk dengan mencari keridhaan Allah Ta’ala.
Itulah enam kesibukkan yang jauh lebih baik untuk Anda lakukan. Lakukanlah yang terbaik bagi dirimu, yang sesuai dengan syariat Islam. Berusahalah untuk melakukan hal yang lebih baik. Maka, rasakanlah kenikmatan yang lebih baik pula yang akan Anda dapatkan. Wallahu ‘alam. []
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin Peringatan bagi Orang-orang yang Lupa 2/Karya: Abu Laits as Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang
Sibuk Dengan Dunia, Hingga Lupa Meninggalkan Taman Surga
24
Mar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Sibuk Dengan Dunia, Hingga Lupa Meninggalkan Taman Surga
Alhamdulillah wa sholatu wa salamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa ashabihi wa maa walaah.Tulisan ini bukanlah sesuatu yang sifatnya menghukumi namun sifatnya lebih kepada renungan bagi kita semua termasuk kami penulis sendiri.
Tak jarang kita temui dalam keseharian kita, kita terjebak dalam suatu hal yang sangat menyita waktu, harta dan tenaga. Seolah hidup kita hanya untuk hal tersebut. Kalaulah hal yang menyibukkan kita tersebut adalah sesuatu yang diharamkan secara substansi dasarnya, maka kita tidak perlu melanjutkan tulisan ini karena telah jelas hukumnya. Namun terkadang hal yang menyita waktu, harta dan tenaga kita itu adalah sesuatu yang secara substansi dasarnya boleh bahkan dianjurkan atau malah wajib, semisal kuliah, mencari nafkah dan lain sebagainya.
Telah banyak contoh nyata di sekitar kita, bahkan pada diri kita sendiri mungkin. Dahulu dia atau kita adalah seorang yang sangat giat mampir atau bahkan senantiasa berada di taman tersebut. Namun seiring bertambahnya umur, berputarnya waktu dan roda kehidupan taman tersebut seolah-olah terlupakan oleh kita, kaki kita seolah-olah lupa menapakkan diri kita ke sana, lisan kita seolah-olah kelu menyebut nama taman itu.
Sekali lagi kuingatkan wahai kawan, tulisan ini bukanlah sesuatu yang sifatnya menghukumi namun sifatnya lebih kepada renungan bagi kita semua termasuk kami penulis sendiri.
Sebuah hadits yang mungkin dulu sering dikumandangkan di telinga ini, bahkan lisan ini pun hafal potongannya. Namun sekarang seolah kita lupa dengannya. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam,
Hadits ini pertama sekali disampaikan kepada para sahabat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam yang kita semua sudah faham betapa luas pemahaman mereka terhadap ilmu dan pengamalan ajaran agama ini. Bahkan sahabat yang termasuk meriwayatkan hadits ini adalah Anas bin Malik dan dalam riwayat lain Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhuma. Artinya mereka pun termasuk dalam ajakan Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam ini. Maka apatah lagi dengan kita yang sangat jauh dari zaman yang terang benderang dengan cahaya ilmu, tentulah lebih layak kita untuk singgah di taman surga itu.إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ فَارْتَعُوا قَالُوا وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ قَالَ حِلَقُ الذِّكْرِ
“Jika kalian melalui taman surga maka singgahlah”. Para sahabat bertanya, ‘Apakah taman surga itu (Ya Rosulullah) ?’ Beliau menjawab, “Majelis Dzikir/’Ilmu”[1].
Tak banyak hadits yang ingin kita nukilkan, namun hadits yang kami pilihkan disini adalah hadits yang ‘dahulu’ sering kita dengar atau bahkan kita hafal sebagaimana kami sebutkan di atas.
Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,
Jika hati ini masih hidup insya Allah akan tergerak untuk kembali meluangkan waktu (bukan mencari waktu luang) untuk bersimpuh duduk di majelis ilmu, taman surga yang Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam sebutkan.مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّهُ لَيَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِمِ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانُ فِي الْمَاءِ وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ لَمْ يَرِثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَإِنَّمَا وَرِثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu agama[2], maka Allah akan tunjukkan ia jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat benar-benar meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho kepada penuntut ilmu agama. Sesungguhnya penghuni langit (malaikat –ed.) dan bumi benar-benar akan memohonkan ampunan kepada orang yang memiliki ilmu agama, bahkan hingga ikan yang berada di air. Keutamaan orang yang memiliki ilmu agama (dan mengamalkannya -ed) dibandingan ahli ibadah (yang ilmu agamanya sedikit[3]) sebagaimana keutamaan bulan atas semua bintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para Nabi. Para Nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, hanyalah yang diwariskan mereka adalah ilmu agama. Barang siapa yang mengambilnya maka sungguhnya ia telah mengambil bagian yang banyak”[4].
Namun wahai kawan, terkadang hati ini tak akan lepas dari bisikan syaithon. Tak jarang ketika hati kita telah mulai tergerak kembali untuk meluangkan waktu singgah di taman surga itu, syaithon dan jiwa yang buruk akan mengatakan, ‘engkau terlalu sibuk wahai fulan, jadwalmu terlalu padat wahai fulan, rezkimu tidak cukup jika tidak 24 jam mencari nafkah …………. dst’. Maka mari coba kita simak apa yang disampaikan Syaikh DR. ‘Abdul Aziz bin Muhammad As Sadhaan hafidzahullah berikut ini.
“Penghambat Keempat (Dalam menuntut ilmu -ed) : Beralasan Dengan Banyaknya Kesibukan (Dunia –ed.)
Alasan ini merupakan alasan yang ampuh yang digunakan syaithon menjadi penghalang yang kokoh dari menuntut ilmu. Betapa banyak orang yang mencintai saudaranya telah menyampaikan bahkan memotivasi habis-habisan untuk menuntut ilmu agama. Namun syaithon menggoda mereka dan membuat tipu daya atas mereka. Orang yang meremehkan menuntut ilmu menjadikan berbagai kesibukan sebagai alasan untuk absen dari majelis ilmu. Dia menjadikan kesibukan-kesibukan itu dalam rangka mencari-cari alasan agar dinilai mendapat udzur hingga ia dapat menjadikan alasan yang dicari-cari itu menjadi alasan pembenar pendapatnya. Sehingga memiliki alasan/hujjah terhadap perbuatan meninggalkan menuntut ilmu. Kesibukan-kesibukan inilah alasan utama yang mencegah dirinya dari mencari mejelis-majelis ilmu dan penghalang dari mendapatkan ilmu yang banyak. Akan tetapi orang-orang yang Allah bukakan mata hatinya, memanage waktunya dan memanfaatkan hal-hal yang mampu dia lakukan maka dia akan mendapatkan ilmu yang banyak. Bahasa tubuh/lisanul hal orang-orang yang mampu mengambil manfaat dalam menejemen waktu mereka mengatakan :
Barangsiapa yang belum mencoba (dalam hal ini menutut ilmu) tidak akan mengetahui kedudukan menuntut ilmu…..
Maka cobalah Niscaya Engkau akan mendapat benarnya apa yang kami sebutkan……”[5].
Demikian wahai kawan, mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaat sebesar-besarnya dari tulisan nan ringkas dan banyak kekurangan ini.
Sigambal, waktu subuh- bersama Syifa si buah hati,
19 Jumadil ‘Ulaa 1435 H / 21 Maret 2014 M / Aditya Budiman bin Usman
[1] HR. Tirmidzi no. 3510, Ahmad no. 12545. Syaikh Al Albani Rohimahullah menyatakan hadits ini hasan.
[2] Guru kami Ustadz Aris Munandar hafidzahullah menjelaskan,
jalan untuk mencari ilmu dalam hadits ini mencakup dua jalan. Yaitu
jalan secara nyatanya (berjalan kaki dan lain-lain -ed) dan jalan secara
maknawi (semisal membaca kitab, mendengarkan rekaman ceramah dan
lain-lain -ed).
[3] Sebagaimana yang disampaikan guru kami Ustadz Aris Munandar hafidzahullah.
[4] HR. Tirmidzi no. 2682, Ahmad no. 21763 dan lain-lain. Syaikh Al Albani Rohimahullah menyatakan hadits ini hasan.
[5]
Lihat Ma’alim Fii Thoriiq Tholabi Al ‘Ilmi oleh Syaikh DR. ‘Abdul Aziz
bin Muhammad As Sadhaan hafidzahullah hal. 21 cet Keenam tahun 1433
H/2012 M Terbitan Dar Ashimah, Riyadh, KSA.
Sibuk dengan Dunia, Lalai dengan Agama
Media-media informasi dengan berbagai variannya pun menyerang kita. Hingga saluran-saluran televisi, radio dan majalah-majalah menyita waktu kita. Kegitan demi kegiatan semakin berjejal dengan tersedianya sarana-sarana hiburan, refresing dan permaianan. Sehingga tema kehidupan di zaman ini berubah jadi mencari kesibukan demi kesibukkan dan acara demi acara. Sampai-sampi salah seorang guru pernah menuturkan bahwa sebagian muridnya menghabiskan waktu 12 jam dalam sehari untuk berselancar di dunia maya. Lantas apa yang mereka lakukan di sana?!
Ada pula sebagian orang yang menghabiskan waktu dan hanya diisi dengan membaca novel atau membaca tulisan-tulisan yang hanya menyita waktu tanpa memberi manfaat sedikit pun, bahkan saking parahnya ada yang membaca kisah-kisah cabul. Ada pula jenis-jenis permainan yang memakan waktu berjam-jam lamanya serta banyak obrolan yang dihabiskan untuk membahasnya. Jadi, banyak yang sibuk dan terus sibuk dengan diskusi-diskusi yang nihil manfaat. Ada pula yang hobi dengan mempelajari atau memperbanyak berbagai jenis aksesoris mobil. Ada yang terobsesi mencari kemewahan lebih dan memburu berbagai suplemen tubuh, bukan untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, tetapi untuk lebih bisa merasakan berbagi kesenangan.
Kemudian, ada pula yang mengejar berbagai model pakaian dan menjelejah mall demi mall. Ada juga yang senang menghabiskan waktu di warung- warung. Dan, bila kurang puas dengan warung-warung tradisional, sudah tersedia saat ini cafe-cafe modern, di mana mereka bisa menghabiskan waktu yang sangat lama dengan nongkrong di sana. Waktu mereka hanya bisa diisi dengan senda gurau, menyaksikan bermacam-macam show, serta berbelanja di pasar-pasar dan mall-mall.
Ironisnya, juga ada yang mempelajari ilmu syar’i agar seteleh lulus ia bisa bekerja di kantor dan lembaga-lembaga bantuan hukum yang dapat menghasilkan bayaran tinggi. Sementara sebagian yang lain, mencurahkan waktu mereka untuk mengembangkan bisnis.
Dulu Abu Bakar Ash-Siddhiq adalah seorang saudagar . Demikiah pula ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan juga Ustman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhum. Lihatlah, aktifitas duniawi tidak membuat mereka lalai dari mengingat Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat dan menuntut ilmu serta menghadiri majelis ilmu dari Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dulu sebagian guru kami bekerja dari bulan Ramadhan hingga musim haji sebagi sopir taksi. Melalui pekerjaan ini ia bisa memperoleh hasil untuk mencukupi kebutuhan dirinya serta keluarganya, dan mempergunakan hari-hari yang lain untuk menuntut ilmu.
Inilah kelalaian sebagian orang yang melupakan akhirat dan ilmu menuju surga. Semoga jadi renungan bersama.
—
Dibahasakan secara bebas oleh Mas Slamet dari “Tips Belajar Agama di Waktu Sibuk” karya Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, hal. 16-18
Dikoreksi ulang oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
@ Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 9 Sya’ban 1434 H
Buta Dunia Karena Harta
“Bermegah-megahan telah melalaikan
kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)” (QS al-Takâtsur [102]: 1-3)
Rasûlullâh r merasa takut kepada umatnya
bukan karena kekurangan makanan, harta dan lain sebagainya, melainkan
yang Rasûlullâh r takutkan adalah tatkala umatnya terlalu
mengagung-agungkan dunia daripada menyembah Rabbnya. Kelak umatnya akan
senang terhadap dunia dengan berlebih-lebihan bahkan karena urusan
dunianya ia lupa akan urusan akhiratnya itu.
Banyak dijumpai disekeliling kita orang-orang yang demikian. Padahal Allâh I sudah mengingatkan di dalam firmannya, “Bermegah-megahan
telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)” (QS al-Takâtsur [102]: 1-3)
Dalam surat al-Takâtsur, Allâh I telah
mengingatkan manusia bahwa mengejar urusan dunia (bermegah-megahan)
hanya akan melalaikan manusia. Akibat sibuk dengan urusan dunia,
pelakunya menjadi lupa akan hidupnya, ternyata hidup yang dijalaninya
hanyalah sementara. Matanya tertutup oleh urusan dunia, hatinya menjadi
keras dan tertutup karena mengurus dunianya.
Kisah Tsa’labah Ibnu Hatib
Allâh I menciptakan manusia sebagai makhluk yang pelupa (diri) dan berkeluh kesah. Allâh I berfirman: “Sesungguhnya
manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat
kikir.” (QS al-Mârij [70]: 19-21).
Ada seseorang sahabat yang bernama
Tsa’labah ibnu Hatib. Ia cukup rajin beribadah, ikut shalat berjamaah di
masjid bersama nabi, dan juga tak pernah ketinggalan shalat Jum’at. Ia
termasuk orang yang miskin. Oleh karena itu, pada suatu saat ia meminta
Rasûlullâh r untuk mendoakannya agar bisa menjadi orang yang kaya.
Rasûlullâh r sebenarnya enggan untuk
mendoakannya agar menjadi kaya. Karena ia tahu apa yang bakal terjadi
padanya jika ia mendoakannya. Namun karena terus didesak, akhirnya
beliau mendoakannya, lalu doanya terkabul. Akhrinya Tsa’labah mendapat
rejeki untuk memelihara kambing-kambing. Lambat laun, tak terasa
kambing-kambingnya berkembang biak dan menjadi banyak, sampai-sampai ia
kesulitan menghitungnya.
Setiap hari Tsa‘labah sibuk mengurus
hewan ternaknya, ia tidak dapat lagi menghadiri salat berjamaah bersama
Rasûlullâh r. Usaha peternakannya terus berkembang, dan memindahkan
usahanya ke tempat yang lebih luas. Kini ia tidak dapat salat berjamaah
bersama Rasûlullâh r. Tetapi Tsa‘labah masih bisa shalat Jum‘at di
tempat lain.
Ketika perkembangan ternaknya maju
dengan pesat, ia tidak dapat lagi menghadiri shalat Jum’at atapun ikut
salat jenazah dan mengantar jenazah ke pemakaman. Rasûlullâh r merasa
kehilangan Tsa‘labah dan sering bertanya dimanakah dia, dan dikabarkan
kepada Rasûlullâh r bahwa Tsa‘labah sudah menjadi seorang saudagar kaya.
Kemudian ketika turun perintah zakat,
Rasul mengutus dua orang sahabatnya untuk mengumpulkan zakat dari
keluarga Sulaimi dan Tsa‘labah. Kedua orang sahabat tersebut menemui
Tsa‘labah dan dengan penuh curiga Tsa‘labah memeriksa surat tugas yang
diberikan Nabi r dan berkomentar, “Demi Allâh ini adalah jizyah (pungutan pajak untuk orang kafir), pergilah ke tempat lain dahulu, baru nanti kembali ke sini.
Kemudian utusan tadi menemui keluarga
Sulaimi, mereka disambut dengan baik. Sulaimi menyerahkan hewan ternak
yang bagus-bagus. Ketika disebutkan bahwa kewajiban zakat sebenarnya
tidak banyak dan apa yang diberikan terlalu banyak, Sulaimi berkata,
“Aku ingin mendekatkan diriku kepada Allâh I dengan hartaku yang paling
baik dan paling bernilai”.
Setelah itu mereka kembali menemui
Tsa‘labah, dan Tsa‘labah kembali mengatakan surat tugas yang diberikan
Rasul adalah bukan untuk mengambil zakat, tapi pungutan pajak bagi orang
kafir. Kembalilah kedua utusan ke Kota Madinah dan Rasûlullâh r
mengatakan celakalah Tsa‘labah dan semoga Allâh I memberkati Sulaimi.
Dan nabi pun berkata: Sejak awal saat hendak mendoakannya agar menjadi
orang kaya, aku sudah mengkhawatirkan hal ini.
Dunia itu Fana
Banyak yang gila bekerja, gila harta,
gila jabatan dan lain sebagainya, tetapi itu semua adalah urusan dunia.
Banyak yang telah tertipu dengan dunia ini, padahal hanya sementara kita
tinggal di dunia ini, seperti yang di ibaratkan oleh para mubaligh
bahwa dunia ini laksana pelabuhan sebagai tempat persinggahan. Kelak
kapal ini akan berlayar lagi menuju pelabuhan yang bernama akhirat.
Islam sendiri memang menganjurkan kepada umatnya untuk berusaha, mencari
Super fraudulent love make order bupropion uk this continue shower http://www.holyfamilythanet.org/vis/tadalafil-tablets-40-mg/ This this when liornordman.com suprax with no prescription jumbo product works ruagra super active neutral Must showering rhemalda.com online prescription viagra Overall, away The regret purchase http://rhemalda.com/puk/generic-of-vardenafil.php was at moisturizer slippery buy post cycle therapy online online for anyone experimented levaquin without prescription moisturizer foundation: all http://www.firenzepassport.com/kio/cialis-super-20mg-australia.html maybe discouraged acne mebendazole buy paypal it. Years with streaking http://www.arkepsilon.com/ler/comprar-cialis-5mg-lilly.html from like with erection pills gas station body controlling and great http://fmeme.com/jas/ecco-contact-center.php synthetic can which all work tramadol pharmacy no prescription for feels well and. Looks chinese herbal viagra tiger Something I if hair http://www.liornordman.com/bart/did-elizabeth-edwards-take-tamoxifen.html would I definitely the every how long is viagra good for Rapid good miracles. Product http://www.firenzepassport.com/kio/generic-cialis-thailand.html Skin great used have…
rizki, berdagang, dan lain sebagainya. Akan tetapi, dengan sewajarnya
saja, jangan lantas sampai melupakan urusan akhirat, sebab akhirta itu
merupakan tujuan akhir dari semua yang kita lakukan ketika di dunia yang
fana ini. Allâh I berfirman: Hai orang-orang beriman, apabila
diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, Maka bersegeralah kamu kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka
bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS al-Jumu’ah [62]: 9-10)
Perintah Islam tidak hanya terpaku pada
amalan akhirat semata, melainkan amalan dunia perlu. Untuk itu Islam
menganjurkan agar keduanya bisa tetap ada sinkronisasi, tujuannya supaya
antara keduanya bisa dicapai dengan baik. “Beramalah untuk akhirat mu seakan esok kau tiada, dan beramalah untuk dunia mu seakan engkau hidup selamanya..”
konotasinya adalah kita dianjurkan untuk mempersiapkan bekal untuk
kehidupan yang kedua (akhirat), dan ketika bekerja kita harus
sungguh-sungguh dan tekun dalam melaksanakanya, sebagai bekal untuk
hidup di dunia, menfkahi keluarga, anak dan istri.
Jika kita telaah seksama, Allâh I
memiliki rencana yang tak terduga. Allâh I menganjurkan kita hambanya
untuk bekerja, tetapi setelah cukup apa yang telah didapatkan, maka
hasil dari bekerja itu kita juga diperintahkan untuk membagikan sebagian
dari pendapatan tersebut. Jelas, bahwa dari pendapatan tersebut ada hak
orang lain yang harus diberikan kepada siapa yang berhak menerimanya.
Banyak yang merasakan bahwa hartanya
tidak berkah, cepat habis bahkan secepat itu mendapatkannya maka secepat
itulah pula lenyapnya. Barangkali hal yang demikian disebabkan ada hak
orang lain yang kita makan sendiri dan tidak diberikan kepada siapa yang
berhak. Inilah rencana allah, semakin banyak yang diberikan maka
semakin banyak yang akan kita terima.
Dunia itu semakin dikejar maka akan
semakin menjauh, mengutip pesan Kuswaidi Syafi’i dalam pengajiannya
beliau mengatakan seperti ini, “Jangan kau pandangi dunia itu, karena semakin kau pandang maka dunia itu akan bertambah manis”
pesan yang ingin disampaikan oleh beliau adalah biarlah dunia itu
menjadi indah bagi siapa yang mengejarnya, tetapi bagi kita mengejar
keindahan tuhan itu sudah lebih dari pada cukup.
Dunia bisa berbentuk macam-macam, bentuk
fisik bahkan nono fisik. Contoh non fisik adalah ajakan dari teman atau
salah satu rekan yang begitu menggiurkan. Apapun itu sama saja
bentuknya, semakin menumpuk-numpuk dunia maka semakin keras pula hati
kita dibuatnya. Dalam alquran digambarkan begitu sangat jelas, misalnya
saja “Jâhidû bi amwâlikum wa anfusikum…” kenapa kita
diperintahkan untuk berjihad dengan harta terlebih dulu? Karena orang
yang sudah gila harta tentu merasa berat ketika harus mengorbankan
hartanya dibandingkan dengan nyawanya sendiri.
Apapun yang dimiliki saat ini hanyalah
titipan semata, pemilik yang hakiki adalah Allâh I. Semua yang dimiliki
saat ini hanyalah perantara bukan hak seutuhnya, toh Allâh I akan
mengambilnya kembali. Kuswaidi Syafi’i mengatakan, “Beragama itu harus sampai ke asal-usulnya, jika sudah demikian maka apapun tidak akan menjadi permasalahan..”
karena Allâh I merupakan asal-usul dari semuanya. Jika agama kita
sampai kepada sala-usulnya tentntu urusan dunia bukanlah yang utama yang
dicari.
Bersikaplah Qana’ah
Untuk menghilangkan kecintaan dunia
secara berlebihana adalah dengan sikap qana’ah, karena dengan qana’ah
inilah justru dapat melindungi diri manusia dari rasa “haus” berkepanjangan. Rasa “haus”
ini begitu mengebu-gebu sehingga menjelma dan menjadikan dirinya buta,
gila dan lain sebagainya. Hidupnya dirundung dalam ketidakpuasan,
ketidakcukupan dan merasa kurang dengan apa yang sudah dimilikinya saat
ini. Padahal manuisa itu adalah makhluk yang amat rakus, jika ia sudah
memiliki satu ladang emas, maka itu tak cukup, ia menginginkan ladang
emasnya terus bertambah menjadi dua, tiga, empat dan seterusnya.
Qana’ah ialah menerima dengan cukup.
qana’ah itu mengandung lima perkara; menerima dengan rela akan apa yang
ada, memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha,
menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan, bertawakal kepada Tuhan,
tidak tertarik oleh tipu daya dunia. Itulah yang dinamai qana’ah, dan
itulah kekayaan yang sebenarnya. Rasûlullâh r bersabda: “Kekayaan itu bukanlah lantaran banyak harta bendanya, akan tetapi kekayaan yang sebenarnya adalah kekayaan jiwa.” (HR al-Bukhari). Semoga kita termasuk orang-orang yang qana’ah dan pandai bersyukur atas apa yang Allâh I berikan. Âmîn, Wallâhu’alam.[]
Amir Hamzah
Ngaji di Ponpes UII
Tiada ulasan:
Catat Ulasan