Selasa, 5 Mei 2015

AWAS...HABUAN TAHTA...HABUAN HARTA DAN HABUAN WANITA...INI PERNAH DITAWARKAN PADA RASULLULLAH SAW...AWAS ULAMAK2...PARA DA'E..PENDAKWAH...USTAZ2 DAN TUAN2 GURU...DAN SEMUA KITA YANG BERIMAN









Rintangan Dakwah Nabi Muhammad

A. Hal-hal yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy untuk menghalangi dakwah  Nabi Muhammad SAW.
Da’wah yang dilkukan Nabi Muhammad dan para Sahabatnya selama di Mekah baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan hasilnya semakin baik. Hari demi hari pengikut ajaran Nabi Muhammad SAW semakin bertambah, sehingga kaum kafir quraisy merasa kawatir dan selalu berusaha untuk merintangi dan menghambat dakwah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Tantangan semakin  keras setelah nabi Muhammad SAW melakukan dakwah secara terang-terangan. Tantangan  tersebut antara lain berupa :
1.  Melakukan bujukan
Kaum kafir quraisy membujuk Abu Thalib supaya Nabi Muhammad SAW segera menghentikan dakwahnya. Abu Thalib berusaha membujuk Nabi Muhammad SAW tetapi Nabi Muhammad SAW dengan tegas  menolaknya seraya berkata : “Demi Allah, seumpama matahari diletakan  supaya aku berhenti berdakwah, pasti aku tidak akan menghentikannya, sehingga Allah memberikan kemenangan kepadaku atau aku akan binasa  dalam berjuang"
Selain Abu Thalib, kafir quraisy mengutus Utbah bin Rabiah untuk membujuk Nabi Muhammad SAW dengan menyodorkan penawaran menarik sambil berkata: Wahai Muhammad, apabila engkau ingin harta melimpah aku sanggup mengangkatmu menjadi raja di negeri ini. Dan jika ingin wanita cantik, saya pun sanggup mencarikan. Hanya satu syaratnya yaitu Nabi disuruh menghentikan dakwahnya. Nabi Muhammad SAW dengan tegas menolak tawaran tersebut dengan membaca Al Quran Surat Fusiat
ayat 6 – 8 / 041
  2. Melakukan Penyiksaan
Setelah gagal membujuk Nabi Muhammad SAW kaum kafir Quraisy mulai mengggunakan cara lain, yaitu dengan cara-cara kekerasan atau penyiksaan. Bentuk penyiksaan yang dilakukan kaum kafir quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW antara lain:
a. Ketika Nabi Muhammad SAW sedang bersujud didekat Ka’bah, Abu Jahal    meletakan kotoran unta di jubahnya.
b. Ketika Nabi Muhammad SAW akan pergi ke Masjidil Haram pada waktu fajar, disepanjang jalan yang dilaluinya ditaburi duri supaya baliau menderita dan kesakitan.
c. Ketika Nabi Muhammad SAW sedang sujud di masjidil Haram diwaktu fajar, oleh Utbah bin Muith diberi kotoran busuk yang ditaruh diatas punggungnya.
d. Mengancam pada sahabat nabi dan menyiksanya terhada Bani Hahafifi.
3.   Melakukan Pemboikotan
Apapun cara yang dilakukan oleh kaum kafir quraisy untuk menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW selalu menemui kegagalan sehingga kejengkelan dan kemarahan kaum kafir quraisy sudah mencapai puncaknya, kemudian mereka bersepakat untuk memboikot umat islam, terutama keluarga Bani Hasyim yang selama ini membela dan melindungi dakwah Nabi Muhammad. Pemboikotan itu berisi antara lain :
a. Tidak boleh mengadakan perdamaian
b. Dilarang mengadakan transaksi jual
c. Tidak diperbolehkan berbicara dan menengok orang sakit
d. Umat Islam diasingkan dan diberi tempat tinggal di sisi utara kota Makkah
Pemboikotan tersebut berlangsung selama 3 tahun dan akhirnya kaum quraisy menyerah.
B.
Contoh-contoh ketabahan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.:
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya tetap tabah dan tawakal dalam menghadapi rintangan dari kaum kafir quraisy tidak gentar dan tidak takut.bahkan tidak goyah tetap beriman kepada Allah walaupun nyawa mereka menjadi taruhannya,beberapa contoh antara lain :
a. Khadijah binti Khuwailid
Khadijah banyak menghadapi olok-olok dan  cacian  dari kaum kafir tetapi quraisy tetapi ia selalu mendukung  dan membantu Nabi Muhammad SAW.
b. Abu Bakar As Sidik
Ketika Nabi Muhammad SAW dicekik, dilempari kotoran oleh kaum kafir  quraisy, Abu Bakar dengan setia menemani dan melindungi Nabi Muhammad
SAW.
c. Arqam bin Abil Arqom
Arqam bin Abil Arqom menyediakan rumahnya sebagai pusat kegiatan dakwah Nabi Muhammad SAW meskipun ia mendapat ancaman, celaan dan caci maki dari kafir quraisy, namun ia tetap teguh memeluk islam.
d. Menyebarkan fitnah, mengejek dan menjelek-jelekkan Nabi Muhammad SAW
Penyebaran agama Islam menjadikan kafir quraisy ketakutan dan marah. Dengan berbagai cara mereka ingin menghancurkan Nabi Muhammad SAW beserta agamanya, termasuk menyebarkan fitnah kepada Nabi Muhammad pemuka Quraisy menyatakan bahwa Nabi Muhammad gila apa yang di sampaikan itu adalah dongeng, sihir. Berita itu disebarkan kepada masyarakat supaya mereka tidak lagi percaya kepada Nabi Muhammad. Namun demikian bagi mereka yang sudah yakin tidak membuat goyah, justru mereka semakin bertambah imannya.
e. Zubair bin Awwan
Karena keteguhan imannya Zubair Bin Awwan di tentang dan dianiaya sampai diusir oleh keluarganya sendiri.
f. Amir bin Fuhairah
Seorang budak yang disiksa sampai salah satu sarat anggota tubuhnya rusak sehingga tidak dapat berbicara lagi, dan dia tetap bertahan pada keimanannya.
Dari contoh diatas sungguh luar biasa perjuangan mereka demi Agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW dan keimanannya kepada Allah dan buat kita semua bisakah kita tabah dalam menghadapi setiap masalah?
g. Bilal bin Rabah
Bilal bin Rabah disiksa dengan kejam oleh Umayah bin Khalaf dijemur dengan terlentang di atas pasir  panas tanpa mengenakan baju, kemudian  batu besar ditempelkan di dadanya. Dalam keadaan demikian mulutnya terus mengucap Ahad. Maksud Umayah seperti itu supaya Bilal menyembah berhala kembali, tetapi dia tidak gentar sedikitpun.
C. Keteladanan terhadap ketabahan Nabi SAW dan para sahabatnya dalam berdakwah.
Setelah mempelajari materi di atas, hal-hal yang dapat kita teladani adalah   anatara lain :
1. Kita harus selalu setia dan mendukung pada kebenaran dengan segenap  jiwa, raga dan harata benda.
2. Mempunyai keberanian untuk melawan kesalahan
3. Memiliki ketegasan dalam memegang teguh kebenaran dan keimanan
4. Kita harus memiliki akhlak mulia dalam segala perbuatan yang kita lakukan
5. Kita harus meyakini bahwa setiap menyuruh kebaikan sering mendapat rintangan
6. Kita harus yakin dalam mempertahankan Iman, perlu kesabaran dan ketabahan.
7. Kita harus membiasakan sabar dan pemaaf meskipun dengan orang yang menyakiti kita.

Tawaran Baru Kepada Nabi Muhammad saw

Islam terus berkembang, semakin banyak orang masuk Islam dan semakin banyak orang mengetahui tentang Islam. Ketika itu Kuffar Quraisy bersidang lagi di Darul Nadwah bagaimana hendak menyekat Islam dan dakwah Rasulullah saw.
Mereka memanggil Rasulullah saw karena ada tawaran baru akan diajukan kepada Baginda Nabi Muhammad saw.
Mereka berkata, “Wahai Muhammad, sudah berbagai tawaran kami kepada kamu tapi tiada satu pun yang kamu terima. Sekarang kami akan membuat tawaran lagi. Walaupun tawaran ini berat bagi kami tetapi mudah-mudahan kita akan dapat mencapai kesepakatan. Kami telah melihat kamu mati-matian dengan agama kamu. Oleh itu kami ingin berseru kepada kamu agar kita selesaikan saja masalah antara kita. Kamu sembah Tuhan kami sehari dan kami sembah Tuhan kamu sehari.”
Dengan tegas Rasulullah saw menjawab, “Tidak!”
Mereka pulang dan berbincang lagi dan kemudian datang lagi kepada Baginda Nabi Muhammad saw. Kali ini mereka berkata, “Kalau begitu kami sembah Tuhan kamu seminggu dan kamu sembah Tuhan kami sehari saja.”
Rasulullah saw menjawab, ‘Tidak!”
Mereka pulang dan berbincang lagi. Selepas itu mereka datang lagi dan berkata, “Kami sembah Tuhan kamu setahun kamu sembah Tuhan kami sehari saja.”
Rasulullah saw tetap menolaknya.
Terhadap perbincangan dan tawaran ini telah turun sebuah wahyu:
Katakanlah (wahai Muhammad),  “Wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu juga tidak menyembah apa yang aku sembah. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah dan kamu pun tidak akan menyembah apa yang aku sembah. Bagi kamu agama kamu dan bagiku agamaku.” (Surah al-Kafirun)
Demikianlah bahwa tiada sebarang tukaran kepada kebenaran. Tiada Tuhan yang layak disembah melainkan Allah SWT. Tiada Tuhan lain yang layak disembah walaupun sesaat.
Karena Rasulullah saw menolak tawaran ini, kuffar Quraisy telah memperhebat tekanan mereka terhadap peribadi Baginda dan semua orang Islam. Orang yang paling menyakiti Rasulullah saw adalah tetangga Baginda. Rasulullah saw bertetangga dengan pamannya Abu Lahab, Hakam Ibnu Abil Asei, Uqbah bin Abi Muayyith dan Udai bin Hamra as Saqafi.
Mereka semua memang sepakat untuk menyakiti Rasulullah saw. Semua sampah dan kotoran dari rumah mereka akan dilonggokkan di depan rumah Baginda. Apabila mereka menyembelih lembu, unta atau kambing, mereka akan meletakkan segala isi perut dan kotorannya di depan rumah Rasulullah saw. Walaupun begitu, Rasulullah saw tetap sabar bahkan Baginda yang membersihkan dan membuang semua sampah dan kotoran itu.


Dakwah bukan untuk mendapat habuan dunia





  • Label:




  • Seorang pendakwah itu melaksanakan tugas dan tanggungjawab mengikut perintah Allah Taala. Tugas dakwah ini lebih mulia dan amat payah jika dibandingkan dengan jawatan lain di dunia. Tiada satu jawatan pun atas muka bumi ini yang terpikul segala bebanan dan kesusahan melainkan dakwah. Dakwah itu bukan sahaja menuntut pengorbanan jiwa dan harta, bahkan terpaksa berjauhan dengan keluarga dan negara. Ia tidak mampu dibalas dengan dunia.
    Para anbiya’ berpegang teguh dengan prinsip ini sepertimana kata mereka dalam Surah al-Ana`am: Ayat 90.
    Maksudnya: “Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (al-Quran)”.
    Rasulullah s.a.w diperintahkan supaya beriltizam dengan manhaj ini. Ketika penduduk Mekah menolak dakwah Nabi s.a.w, turun ayat bertanyakan sebab penolakan mereka sepertimana firman Allah dalam Surah al-Tur: Ayat 40 yang bermaksud:
    Maksudnya: “Ataukah engkau (Muhammad) meminta imbalan kepada mereka sehingga mereka dibebani hutang?”
    Ketahuilah bahawa seseorang yang mencari habuan dunia tidak akan melakukan sesuatu perkara melainkan untuk memperoleh ganjaran dan habuan dunia. Demikianlah kisah tukang sihir dengan Nabi Musa di mana jelas terbukti ketika mana mereka berkata kepada Firaun di dalam Surah al-Su`ara’: Ayat 42.
    Maksudnya: “Apakah kami benar-benar akan mendapat imbalan yang besar jika kami menang?”
    Kemudian Firaun membenarkan mereka dengan katanya:
    Maksudnya: “Ya, dan bahkan kamu pasti akan mendapat kedudukan yang dekat (kepadaku)”.
    Setelah iman terpahat dalam jiwa dan sanubari mereka, mereka tidak meninggalkan untuk mendapatkan ganjaran bahkan kata mereka kepadanya:
    Maksudnya: “Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini.” (Surah Toha : ayat 72)
    Bentuk-bentuk habuan atau ganjaran yang perlu dijauhi oleh dai`e.
    Habuan atau ganjaran ini bukan semata-mata berkisar berkaitan harta bahkan ia merangkumi setiap manfaat yang diterima hasil daripada dakwah. Sayugia seorang pendakwah tidak ternanti-nanti atau mengharapkan ucapan penghargaan atau terkenal.
    Terdapat beberapa faedah dan hukum berkaitan tidak menuntut ganjaran ini:
    Pertama: Sesetengah manusia beranggapan bahawa seseorang pendakwah itu memang telah ditentukan bahawa dakwah yang dijalankan tersebut menghubungkannya dengan rezeki dan harta. Barangkali seseorang pendakwah itu bertujuan untuk mengalihkan pandangan manusia supaya mereka mendapat manfaat daripada dakwah yang disampaikan terutama sekali sebahagian besar para daie terdiri daripada orang yang miskin.
    Allah Ta’ala berfirman dalam Surah Hud: Ayat 29.
    Maksudnya: “Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai imbalan) atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah.”
    Imam al-Razi berkata: Ayat ini menjelaskan bahawa seolah-olah Nabi s.a.w berkata kepada mereka: “Sesungguhnya jika kamu semua mengharapkan sesuatu yang zahir dan pasti maka ketahuilah bahwa kamu akan mendapatiku miskin, dan jika kamu menyangka kesibukanku menyampaikan dakwah ini untuk mendapatkan harta-harta kamu sekalian, maka yakinlah bahawa sangkaan kamu itu salah, sesungguhnya aku tidak menyampaikan risalah ini untuk mendapatkan sebarang ganjaran.”
    Kedua: Kecenderungan bangsa dalam hal ini akan menjadikan mereka seperti ahli silap mata dan dajjal yang menghubungkan agama untuk mendapatkan dunia dan kelazatannya. Ketahuilah bahwa dakwah itu tulen dan asli yang tidak menuntut pengamalnya mengharapkan apa jua ganjaran dunia atas apa yang dilakukannya.
    Ketiga: Setiap amalan yang didasari dengan sesuatu ganjaran kadang-kadang mengundang kekurangan dan kecacatan. Pengamalnya akan melaksanakannya mengikut jumlah ganjaran yang akan diperolehinya sedangkan agama Allah yang mulia ini tidak dihubungkan dengan ganjaran dunia tersebut tetapi ia mesti bertunjangkan keikhlasan.
    Keempat: Sesuatu amalan yang ada ganjaran dunia sebenarnya terkesan dengan pemberi ganjaran. Keinginan untuk memberikan apa jua ganjaran bersandarkan amal yang dikerjakan. Oleh kerana itu ramai di kalangan manusia apabila berhadapan dengan tekanan untuk mendapatkan habuan dunia sanggup mengubah atau meminda semata-mata untuk mengejarnya sedangkan para nabi dan daie yang soleh tetap teguh dan thabat atas petunjuk dan jalan dakwah yang tetap tanpa berubah.
    Kelima: Seandainya seseorang pendakwah itu dikenali oleh masyarakat sebagai orang yang tidak mengharapkan ganjaran dunia maka ianya membuktikan kebenaran pendakwah dan mampu menarik manusia atas dakwah yang dijalankan tersebut. Oleh sebab itu, dakwah Nabi s.a.w cukup memberi kesan yang mendalam kepada pengikutnya.
    Imam al-Hasan al-Basri berkata: “Kemuliaan kamu di sisi manusia akan kekal selama mana kamu tidak berhajatkan sesuatupun pada mereka, jika kamu melakukannya maka ketahuilah mereka akan merendahkan kamu, benci apa yang kamu sampaikan bahkan memusuhimu.”
    Daripada tanda seorang pendakwah itu tidak berhajat atau mengharapkan kekayaan dari imbalan manusia ialah dia memiliki hasil pendapatan sendiri sama ada melalui perniagaan, pertanian, bekerja sendiri atau pertukangan. Ayyub As-Sakhtayani berkata kepada teman-temannya: “Sentiasalah kamu di pasar (untuk tujuan berniaga) kerana sesungguhnya orang yang sihat itu bila memiliki kekayaan (cukup rezeki)”.
    Para sahabat Rasulullah SAW dan salafussoleh amat-amat tidak memerlukan bantuan dan imbalan dari manusia. Ini kerana, mereka sudah ada sumber rezeki sendiri dan sentiasa bersifat dengan sifat Qanaah (berpada dengan pemberian Allah). Tetapi sumber rezeki yang ada pada sang da’ie tadi tidak membawa kepada sifat tamak atau menghabiskan sisa-sisa umur untuk mengumpul harta dan kekayaan.
    Kadang-kadang seorang daie itu mudah diterima oleh masyarakat sehinggakan terpancar kasih dan sayang mereka kepadanya melalui pemberian, hubungan yang erat, memberi bantuan mahupun perkhidmatan serta menerima ajakannya. Seorang daie yang leka dengan menerima habuan ini boleh jadi akan mengaibkan dakwahnya di sisi masyarakat, bahkan ia boleh menyebabkan perjalanan dakwahnya terjejas dan mengundang fitnah terhadap keperibadiannya. Maka jadilah pendakwah tadi buruk cara dan tercela perjalanan hidupnya.
    Para da’ie yang jujur dan benar di jalan dakwah, akan sentiasa menyumbang bukan mengharap imbalan. Mereka adalah yang paling banyak memberi dan memiliki jiwa yang besar serta mempunyai maruah (harga diri). Maruah atau harga diri ini merupakan salah satu ciri-ciri syaksiah islamiah dan inti keseqahan manusia pada seorang da’ie.
    Imam Mawardi menyatakan: “Maruah adalah perhiasan diri dan al-himmah (keazaman dan cita-cita tinggi)”. Sifat ‘al-muruah’ (menjaga harga diri) tidak akan ada melainkan jika ada sifat ‘iffah, kesucian dan memelihara diri. Sifat ‘iffah ialah dengan menjauhi perkara yang haram dan dosa, manakala sifat suci bersih pula dengan menjauhi ketamakan diri dan terlibat dalam perkara yang meragukan sedangkan sifat memelihara diri ialah dengan menjaga diri dari memikul (mengharap) ganjaran atau pemberian dari manusia serta membebaskan diri dari meminta pertolongan dengan makhluk.
    Kata Imam Mawardi: “Orang yang berhajat atau berharap sesuatu dari manusia lain, setiap dari mereka dianiaya haknya, mendapat kehinaan dan menjadi bebanan pada orang lain.”
    Adapun jika seorang daie itu mengajar, menjadi imam atau menyampaikan khutbah dan dia memperolehi pendapatan dari kerja tersebut, maka ia dibenarkan syarak untuk mendapatkan imbuhannya atas sebab pekerjaan atau profesion tadi. Termasuk juga dalam urusan tanggungjawab kepimpinan umum (contohnya sebagai pegawai @ penjawat awam kerajaan atau mana-mana institusi dan jabatan) dan memegang jawatan perundangan (seperti bekerja sebagai hakim, kadi, peguam) atau yang sepertinya, maka pendakwah tadi berhak mendapat ganjaran dari kerja (profesion) tersebut dan tidak dicela.

    Ustaz Mohd Azizee bin Hasan,
    MACAM MANA PUN PUN KENA IKUT PANDUAN QURAN DAN HADIS....BUKAN MENGEPIKAN PERINTAH DAN HUKUM ALLAH....PENJAWAT AWAM


    Renungi Hakikat Dakwah


    altKehidupan Rasulullah adalah kehidupan dakwah. Selama 23 tahun lamanya Rasulullah berkecimpung dalam dunia dakwah. Di sepanjang tempoh itulah, dakwah untuk mengajak seluruh umat manusia kepada Islam secara kaffah (menyeluruh) terus menerus berlaku tanpa mengerti penat dan lelah. Pada waktu itu, baginda menghadapi tentangan dan halangan daripada kaum musyrikin dalam pelbagai bentuk, baik secara fizikal mahupun secara pemikiran. Walaupun demikian, baginda tidak pernah berhenti apatah lagi berundur dalam memikul beban tugas yang mulia ini.

    Allah SWT berfirman:

    “Katakanlah (Muhammad), 'Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin. Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orangt-orang musyrik.”
    [TMQ Yusuf (12): 108]

    Selama 23 tahun Rasulullah berjuang dengan penuh bersungguh-sungguh dalam meninggikan kalimat-kalimat Allah untuk diterapkan di atas muka bumi ini. Hasilnya, Rasulullah berjaya membina dan membentuk masyarkat Islam, mendirikan sebuah Daulah (Negara) Islam serta dapat menyatukan umat manusia yang sebelum ini berpecah-belah dalam rangka asabiyah menuju kepada bersatu di bawah aqidah dan panji Islam.

    Kejayaan Rasulullah tersebut adalah merupakan suatu kenyataan kerana apa yang dilakukan oleh Rasulullah kesemuanya adalah bersumber daripada wahyu semata-mata dan bukannya datang daripada kehendak dan keinginannya sendiri. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:

    “… Aku tidak mengikuti melainkan apa yang diwahyukan kepadaku". [TMQ al-An’am(6): 50]

    Dari segi mafhum ayat di atas, ia membawa maksud bahawa Rasulullah tidak melaksanakan sesuatu hukum atau melakukan sesuatu perbuatan melainkan ia hanya berdasarkan wahyu daripada Allah SWT semata-mata. Tidak ada jalan lain bagi kita yang mengaku sebagai umatnya untuk tidak melakukan perkara yang sama seperti Rasulullah kerana kewajipan untuk melakukan dakwah juga terkena kepada umatnya.

    Halangan Dakwah

    Dakwah Rasulullah SAW tidak pernah sepi daripada pelbagai ujian, rintangan dan cabaran. Pada peringkat awal dakwah, Rasulullah dan para sahabat menghadapi pelbagai halangan berupa gangguan, penghinaan serta seksaan sehingga ada membawa kepada kematian sepertimana yang dialami oleh Bilal Bin Rabah, keluarga Yasir, Khabab Bin al-Arts, Abu Dzar al-Ghifari dan Ibnu Mas’ud. Begitu juga dengan pemboikotan yang dilakukan oleh kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin disebabkan oleh keteguhan hati mereka dalam berpegang dan menyampaikan risalah Islam. Semua ini merupakan sebahagian daripada asam garam kehidupan berdakwah serta ujian yang sememangnya telah menjadi sunnatullah.

    Kisah-kisah mereka itu sepatutnya menjadi pengajaran kepada kita agar senantiasa beristiqamah dan ikhlas dalam memikul tanggungjawab dakwah ini walaupun pelbagai rintangan yang dihadapi. Hatta jika berdepan dengan ancaman maut oleh penguasa yang zalim sekalipun, janganlah kita sekali-kali meninggalkan dakwah, apatah lagi untuk menyesal dalam melaksanakan tanggungjawab yang mulia ini. Dalam kitab Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan  bahawa Zuhri menceritakan sebagaimana berikut:

    “Rasulullah Saw pernah mendatangi (berdakwah) secara peribadi terhadap Bani Kindah, tetapi mereka menolak. Baginda mendatangi Bani Kalban, tetapi mereka menolak. Baginda mendatangi Bani Hanifah dan meminta nusrah (pertolongan) dan kekuatan kepada mereka. Namun tidak ada orang Arab yang lebih keji penolakannya terhadap baginda kecuali Bani Hanifah. Baginda juga mendatangi Bani Amir Bin Sha’shaah, mendoakan mereka kepada Allah dan meminta kepada mereka secara peribadi. Kemudian berkata salah seorang lelaki daripada mereka yang bernama Baiharah bin Firas, “Demi Allah, seandainya aku menerima (ajakan) pemuda Quraisy ini (yakni Muhammad), sesungguhnya orang Arab akan murka (kepada kita).” Kemudian ia berkata, “Apakah pendapatmu jika kami membaiatmu dalam urusanmu, kemudian Allah memenangkanmu ke atas orang yang menentangmu. Adakah kami akan diberi kekuasaan selepas engkau (wafat)?.” Rasulullah SAW berkata kepadanya, “Urusan (kekuasaan) itu hanyalah milik Allah yang Dia akan memberikan kepada sesiapa sahaja yang Dia kehendaki.” Baiharah berkata, “Adakah kami perlu menyerahkan leher-leher kami kepada orang Arab, padahal jika Allah memenangkan kamu, urusan (kekuasaan) itu bukan untuk kami. Kami tidak memerlukan urusanmu.” (Sirah Ibnu Hisyam Jilid 1).”

    Petikan sirah di atas menjadi bukti bahawa Rasulullah SAW secara terus menerus berdakwah dan mengajak kaumnya kepada Islam walaupun menghadapi pelbagai ujian dan rintangan yang hebat. Ujian dan rintangan tersebut tidak pernah mengurangkan semangat dakwah baginda, apatah lagi membuatkan beliau lesu di dalam dakwah. Baginda senantiasa beristiqamah dan ikhlas sehinggalah Allah SWT memenangkan dakwah baginda dengan kejayaan menegakkan Daulah Islam yang pertama di Madinah, menerapkan sistem Islam secara kaffah (menyeluruh) dalam seluruh aspek kehidupan dan menyebar luas risalah Islam ke segenap penjuru dunia melalui dakwah dan jihad.

    Tiada Alasan Untuk Meninggalkan Berdakwah

    Secara realitinya, halangan dakwah yang berlaku di negara ini tidaklah seberat mana jika dibandingkan sepertimana yang dialami oleh para pendakwah di negara-negara lain, apatah lagi jika dibandingkan dengan ujian yang dialami oleh Rasullah sendiri dan para sahabat beliau pada masa lallu. Sebenarnya tidak ada alasan bagi kita yang mengaku sebagai umat Nabi Muhammad SAW untuk tidak bersemangat dan bersifat lemah longlai di dalam berdakwah. Jika ujian yang kita hadapi di saat ini setara dengan apa yang dialami oleh baginda Rasul dan para sahabat sekalipun, ia masih tetap tidak menggugurkan kewajipan kita untuk terus berdakwah. Sudah menjadi sunnatullah bahawa dakwah akan sentiasa sinonim dengan ujian dan cabaran.

    Oleh kerana itu, kita perlu sedar bahawa aktiviti berdakwah akan selalu mendatangkan risiko bagi para pelakunya. Ramai kaum Muslimin pada hari ini menyedari akan hal ini tetapi mereka tetap lalai atau cuba mengelak daripada melakukan dakwah hanya kerana masalah-masalah yang remeh seperti larangan orang tua, sibuk dengan kerjaya, tiada masa lapang (untuk dakwah) dan lain-lain lagi alasan yang pada hakikatnya ia hanyalah bersifat duniawi dan dapat diatasi dengan penuh bijaksana. Mereka lebih rela disibukkan dengan urusan mencari kekayaan dunia dan mencari keredhaan manusia berbanding mencari bekal untuk akhirat dan mencari redha Allah SWT.

    Khatimah

    “Dan demi sesungguhnya, Kami telah menguji orang-orang yang terdahulu sebelum mereka, maka (dengan ujian tersebut) Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” [TMQ al-Ankabut (29): 3]

    Wahai kaum Muslimin, janganlah sekali-kali kita mengaku bahawa kita sudah beriman dengan sebenar-benarnya sedangkan kita telah meninggalkan tugas dakwah yang mulia ini. Sesungguhnya kita telah berbohong kepada Allah dan RasulNya jika kita mengaku bahawa kita adalah sebahagian daripada pendakwah, walhal pada hakikatnya kita merasa terbeban dengan kerja-kerja dakwah yang memerlukan banyak pengorbanan sama ada dari segi harta, masa, tenaga dan malah nyawa. Bersabarlah atas segala ujian yang datang menimpa dan yakinlah bahawa setiap ujian yang mendatang merupakan salah satu bentuk bagaimana Allah SWT ingin meninggikan darjat seseorang jika ia terus bersabar, tabah dan beristiqamah di jalan dakwah.

     “(Iaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata: "Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya kami akan kembali." [TMQ al-Baqarah(2): 156].



    Tidak Berdakwah karena Takut Riya’


    dakwah islam

    Tidak Berdakwah karena Takut Riya’

    Pertanyaan:
    Seorang wanita bertanya dengan mengatakan, “Saya takut riya, sampai-sampai saya tidak bisa menasihati orang lain atau mencegahnya dari perbuatan-perbuatan tertentu, seperti; menggunjing, menghasut dan lain-lain. Saya khawatir itu menimbulkan riya pada diri saya, dan saya khawatir orang mengiranya riya. Karena itu saya tidak menasihati mereka sedikit pun, bahkan terdetik dalam hati saya bahwa mereka pun orang-orang terpelajar, mereka tidak membutuhkan nasihat.” Bagaimana petunjuk Syaikh?

    Jawaban:
    Ini termasuk tipu daya setan untuk menghalangi manusia dari berdakwah dan menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar. Di antaranya adalah dengan meniupkan keraguan bahwa ini termasuk riya, atau khawatir orang-orang menganggapnya riya. Seharusnya Anda tidak mempedulikan hal ini, bahkan seharusnya Anda menasihati saudari-saudari dan saudara-saudara Anda jika Anda melihat mereka menyepelekan kewajiban atau melakukan perbuatan haram seperti menggunjing, menghasud, dan tidak berhijab ketika bertemu laki-laki bukan mahram. Jangan takut riya, tapi ikhlaskah karena Allah, tulusnya terhadap-Nya, dan bergembiralah dengan kebaikan. Tinggalkan tipu daya setan dan bisikan-bisikannya, karena Allah Maha Mengetahui maksud yang ada di dalam hati Anda dan Allah pun Maha Mengetahui keikhlasan Anda karena Allah Subhanahu wa Ta’ala dan loyalitas Anda terhadap para hamba-Nya.
    Tidak diragukan lagi, bahwa riya adalah syirik kecil, tidak boleh dilakukan. Namun seorang mukmin atau mukminah tidak boleh meninggalkan yang diwajibkan Allah atasnya yang berupa dakwah serta menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar karena takut riya. Kendati demikian hendaknya waspada terhadap hal ini, hendaknya ia melaksanakannya di tengah-tengah kaum laki-laki dan kaum perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan sama saja dalam hal ini. Allah telah menjelaskannya, sebagaimana Firman-Nya,
    وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُوْلاَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
    Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 71)
    Majalatus Buhuts, edisi 37 hal. 171-172, Syaikh Ibnu Baz.
    Sumber: Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 2, Darul Haq Cetakan VI 2010


    Beberapa langkah praktikal memperbaiki diri (Islahun Nafs)

    pic53761. Mukasyafah :



    Makna mukasyafah : Seseorang individu memeriksa dirinya dan berterus-terang dengan dirinya.  Kemudian dia menentukan ubat bagi penyakit yang dihadapi oleh imannya, muamalatnya, dan akhlaknya. Individu tersebut juga akan memeriksa setiap anggotanya secara khusus dan memastikan samada anggota-anggota tersebut istiqomah dan baik ataupun terdapat keaiban yang memerlukannya untuk berhenti seketika untuk membaikinya. Firman Allah s.w.t :“Bahkan manusia itu, (anggotanya) menjadi saksi terhadap dirinya sendiri, Walaupun ia memberikan alasan-alasannya (untuk membela diri).” (Surah Al-Qiamah : 14,15) Teruskan membaca

    Qudwah Rasulullah S.A.W dan Kesannya Kepada Dakwah

    Qudwah di dalam dakwah dan tarbiyah merupakan cara yang paling berkesan, yang paling dekat dengan kejayaan. Sesungguhnya prinsip-prinsip Islam akan lebih mudah diterima apabila para da’i lebih dahulu melaksanakannya berbanding mad’u.Rasulullah s.a.w merupakan suatu gambaran yang hidup bagi mempelajari Islam di dalam setiap perkara. Manusia melihat Islam itu sendiri pada  diri Baginda s.a.w. Beliau merupakan qudwah yang paling agung di dalam sejarah insan seluruhnya. Jiwa-jiwa manusia bergerak mengikut kadar usaha melaksanakannya dan beramal dengannya.
    Diantara contoh qudwah pada peribadi Rasulullah s.a.w yang paling jelas adalah akhlak Baginda sebelum diutuskan sebagai Rasul. Beliau dikenali sebelum risalah dengan gelaran al-amin (yang sentiasa berkata benar). Kaum Baginda tidak pernah mengenali Baginda berbohong. Ketika Saidatina Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah s.a.w beliau menjawab : “ Kana khuluquhul quran (Akhlaknya adalah Al-Quran)” dan “ Kana sollahahualaiwasallam quranan yamsyi alal ard ( Rasulullah s.a.w adalah Al-Quran yang berjalan diatas muka bumi ini) ”
    Sebelum Baginda mengeluarkan suatu arahan atau seruan kepada manusia Baginda akan terlebih dahulu melaksanakan perkara tersebut. Didalam sirah Rasulullah s.a.w terdapat banyak peristiwa yang mempersaksikan perkara tersebut. Diantaranya adalah kisah ketikamana telah tamat perjanjian Hudaibiyah diantara Muslimin dan Quraisy, kedua-dua pihak telah bersetuju bahawa golongan muslimin akan kembali ke Madinah pada tahun ini tanpa menunaikan umrah dan akan kembali pada tahun hadapan.  Maka Rasulullah s.a.w menyuruh para sahabat untuk menyembelih korban dan bertahallul daripada ihram. Maka Baginda s.a.w bersabda : “Bangunlah, sembelihlah korban dan bercukurlah”. Tetapi para sahabat bermalas-malasan untuk melaksanakan perintah tersebut kerana syarat perjanjian tersebut tidak memihak kepada mereka.Maka Rasulullah s.a.w masuk bertemu isteri Baginda Ummu Salamah r.a dalam keadaan marah dan menceritakan apa yang berlaku. Maka Ummu Salamah r.a mencadangkan kepada Rasulullah s.a.w supaya segera melaksanakan arahan tersebut di hadapan mereka. Maka Rasulullah s.a.w melaksanakannya dengan mencukur kepala Baginda dan menyembelih korban. Dengan perbuatan Rasulullah s.a.w tersebut para sahabat berlumba-lumba untuk melaksanakan arahan tersebut.
    Antara contoh yang jelas juga daripada sirah Rasulullah s.a.w adalah peristiwa membina masjid. Baginda s.a.w turut sama bekerja bersama para sahabat menggali dan memindahkan tanah serta mengangkat binaan. Dalam peristiwa perang Khandak, Baginda s.a.w turut sama menggali parit disekeliling Madinah bagi menghalang tentera Ahzab memasuki Madinah.  Rasulullah s.a.w bersama-sama menggali lubang dengan tangan Baginda, memikul tanah di atas peha. Apabila mereka ditimpa masalah, Rasulullah s.a.w akan membantu mereka mencari penyelesaian.
    Semua perkara ini menolak para sahabat untuk terus beramal, menguatkan himmah dan azam mereka. Perasaan malas dan tidak bermaya akan hilang dari diri mereka kerana mereka melihat pimpinan mereka Rasulullah s.a.w bersama mereka di dalam parit yang sama, bekerja sepertimana mereka, makan dan minum dan tidur seperti mereka. Perkara tersebut menambahkan lagi keimanan dan keislaman mereka.
    Firman Allah s.w.t : “Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasulullah itu contoh ikutan yang baik, iaitu bagi orang yang sentiasa mengharapkan (keredaan) Allah dan (balasan baik) hari akhirat, serta ia pula menyebut dan mengingati Allah banyak-banyak (dalam masa susah dan senang)” (Surah Al-Ahzab : 21)
    Ayat ini merupakan dalil untuk umat Islam mengikut jejak langkah Rasulullah s.a.w dalam setiap perkataan dan perbuatan Rasulullah s.a.w. Dengan ini Allah s.w.t menyuruh golongan muslimin untuk mencontohi Rasulullah s.a.w pada peperangan Ahzab. Bagaimana kesabaran Baginda , ikatan, mujahadah dan cara Baginda s.a.w menunggu pertolongan daripada Allah s.w.t.
    Sesungguhnya Allah s.w.t telah mempersaksikan akhlak Rasulullah s.a.w dalam setiap urusan kehidupan Baginda s.a.w. Firman Allah s.w.t : “Dan bahawa sesungguhnya engkau mempunyai akhlak yang amat mulia.” (Surah Al-Qalam : 4). Dengan itu Allah s.w.t telah menjadikan Rasulullah s.aw sebagai teladan yang baik untuk manusia keseluruhannya. Baginda s.a.w membawa contoh yang baik dalam setiap perkara samada percakapan atau perbuatan.
    Faktor yang memberi kesan yang paling besar kepada perkembangan Islam pada zaman Rasulullah s.a.w, para sahabat dan salafussoleh adalah qudwah yang baik dan akhlak yang mulia yang menyentuh hati  para mad’u. Akhlak ini terpancar pada setiap sudut kehidupan mereka samada di medan jual beli, medan peperangan dan lain-lain. Ketika jual beli perniagaan akan dijalankan dengan benar dan amanah. Contoh ketika peperangan adalah muamalat yang baik dengan para tawanan perang, tidak membunuh wanita, kanak-kanak, orang tua dan paderi. Akhlak-akhlak tersebut menolak manusia untu berfikir tentang agama yang baru yang dianuti oleh umat Islam. Dan biasanya tindakan tersebut akan diakhiri dengan memeluk agama Islam dan perasaan cinta untuk mempelajarinya, serta menyemai persaudaraan diantara muslimin.
    Maka qudwah merupakan uslub dakwah yang paling praktikal. Ia merupakan dakwah yang bisu yang mampu untuk membuka pintu-pintu hatu dan akal manusia. Kesannya kepada jiwa juga lebih hebat berbanding kesan khutbah atau pengajian.
    Diantara faedah qudwah yang baik di dalam medan dakwah adalah ia lebih mudah untuk diterima oleh jiwa dan contoh atau qudwah yang ditunjukkan lebih memudahkan mad’u untuk memahami perkara tersebut. Qudwah tersebut secara tidak langsung akan mengajak manusia untuk mengikut apa yang didengari dan dipelajari dengan kata-kata. Pembelajaran secara perbuatan dan amal merupakan suatu uslub pembelajaran yang sesuai dengan fitrah manusia itu sendiri.
    Sesungguhnya dakwah Islam pada masa kini memerlukan para duat yang cemerlang di dalam ilmu, akhlak dan amal.kerana ia merupakan misi yang sukar, beban yang  berat, jalan yang panjang, musuh lebih ramai daripada ansar (mereka yang membantu dakwah) . Kita akan merasai kesukaran untuk melaksanakan misi ini. Manusia akan menerima berdasar kepada apa yang kita lakukan. Mintalah bantuan daripada Allah s.w.t untuk membantu kita menang keatas diri kita sendiri. Jadilah sseorang da’i pada penampilan (perbuatan) dan percakapan (perkataan) setiap perbuatan, perkataan, pergerakan dan senyapnya kita adalah mengikut contoh yang ditunjukkan oleh Rasulullah s.a.w.
    Walahua’lam
    Pic528
    Qudwah di dalam dakwah dan tarbiyah merupakan cara yang paling berkesan dan paling dekat dengan kejayaan. Sesungguhnya prinsip-prinsip Islam akan lebih mudah diterima apabila para da’i lebih dahulu melaksanakannya berbanding mad’u.Rasulullah s.a.w merupakan suatu gambaran yang hidup bagi mempelajari Islam di dalam setiap perkara. Manusia melihat Islam itu sendiri terpancar pada kehidupan baginda s.a.w. Baginda s.a.w merupakan qudwah yang paling agung di dalam sejarah insan seluruhnya. Tindakbalas jiwa-jiwa manusia terhadap sesuatu perkara mengikut kadar usaha melaksanakannya dan beramal dengannya. Teruskan membaca

    Jalan Ini Menuntut Pengorbanan

    (Sesungguhnya) orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah dengan harta benda dan jiwa mereka adalah lebih besar dan tinggi darjatnya di sisi Allah (daripada orang-orang yang hanya memberi minum orang-orang Haji dan orang yang memakmurkan masjid sahaja); dan mereka itulah orang-orang yang berjaya. Mereka digembirakan oleh Tuhan mereka dengan pemberian rahmat daripadanya dan keredaan serta Syurga; mereka beroleh di dalam Syurga itu nikmat kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah, menyediakan di sisiNya pahala yang besar. ( Surah At-Taubah : 20,21,22 )
    Adakah kamu menyangka bahawa kamu akan masuk Syurga padahal belum lagi nyata kepada Allah (wujudnya) orang-orang yang berjihad (yang berjuang dengan bersungguh-sungguh) di antara kamu, dan (belum lagi) nyata (wujudnya) orang-orang yang sabar (tabah dan cekal hati dalam perjuangan)?. ( Surah Ali-Imran : 142 )
    Adakah kamu menyangka, bahawa kamu akan dibiarkan (dalam keadaan kamu yang ada itu), padahal belum lagi terbukti kepada Allah (sebagaimana yang diketahuiNya) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan yang tidak mengambil teman-teman rapat (untuk mencurahkan rahsia kepada mereka), selain daripada Allah dan RasulNya serta orang-orang yang beriman? Dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui secara mendalam akan apa yang kamu kerjakan. ( Surah At-Taubah :16 )
    (Mereka tetap tinggal) tetapi Rasulullah dan orang-orang yang beriman bersamanya, berjihad dengan harta benda dan jiwa mereka; dan mereka itulah orang-orang yang mendapat kebaikan, dan mereka itulah juga yang berjaya. Allah telah menyediakan untuk mereka Syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya; yang demikian itulah kemenangan yang besar.( Surah At-Taubah : 88,89 )
    Sesungguhnya orang-orang yang sebenar-benarnya beriman hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan RasulNya, kemudian mereka (terus percaya dengan) tidak ragu-ragu lagi, serta mereka berjuang dengan harta benda dan jiwa mereka pada jalan Allah; mereka itulah orang-orang yang benar (pengakuan imannya).(Surah Al-Hujurat :15)
    Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (memberikan pertolongan) kepada orang-orang yang telah berhijrah sesudah mereka difitnahkan (oleh kaum musyrik), kemudian mereka berjihad serta bersabar; sesungguhnya Tuhanmu – sesudah mereka menderita dan bersabar dalam perjuangan – adalah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Allah akan mengampunkan dosa-dosa mereka itu pada hari kiamat), hari tiap-tiap diri datang membela dirinya semata-mata, dan tiap-tiap diri disempurnakan balasan apa yang ia telah kerjakan (sama ada baik atau jahat), sedang mereka tidak akan dianiaya sedikit pun. (Surah An-Nahl : 110,111)
    Wahai orang-orang yang beriman! Mahukah Aku tunjukkan sesuatu perniagaan yang boleh menyelamatkan kamu dari azab seksa yang tidak terperi sakitnya? Iaitu, kamu beriman kepada Allah dan rasulNya, serta kamu berjuang membela dan menegakkan ugama Allah dengan harta benda dan diri kamu; yang demikian itulah yang lebih baik bagi kamu, jika kamu hendak mengetahui (hakikat yang sebenarnya). (Dengan itu) Allah akan mengampunkan dosa-dosa kamu, dan memasukkan kamu ke dalam taman-taman yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, serta ditempatkan kamu di tempat-tempat tinggal yang baik dalam Syurga ” Adn “. Itulah kemenangan yang besar.(Surah As-Saff :10,11,12 )
    Pergilah kamu beramai-ramai (untuk berperang pada jalan Allah), sama ada dengan keadaan ringan (dan mudah bergerak) ataupun dengan keadaan berat (disebabkan berbagai-bagai tanggungjawab); dan berjihadlah dengan harta benda dan jiwa kamu pada jalan Allah (untuk membela Islam). Yang demikian amatlah baik bagi kamu, jika kamu mengetahui. (Surah At-Taubah : 41)
    Katakanlah (wahai Muhammad): “Jika bapa-bapa kamu, dan anak-anak kamu, dan saudara-saudara kamu, dan isteri-isteri (atau suami-suami) kamu, dan kaum keluarga kamu, dan harta benda yang kamu usahakan, dan perniagaan yang kamu bimbang akan merosot, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, – (jika semuanya itu) menjadi perkara-perkara yang kamu cintai lebih daripada Allah dan RasulNya dan (daripada) berjihad untuk ugamaNya, maka tunggulah sehingga Allah mendatangkan keputusanNya (azab seksaNya); kerana Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (derhaka). (Surah At-Taubah : 24)
    Dan demi sesungguhnya! Kami tetap menguji kamu (wahai orang-orang yang mengaku beriman) sehingga ternyata pengetahuan Kami tentang adanya orang-orang yang berjuang dari kalangan kamu dan orang-orang yang sabar (dalam menjalankan perintah Kami); dan (sehingga) Kami dapat mengesahkan (benar atau tidaknya) berita-berita tentang keadaan kamu.(Surah Muhammad : 31
    pengorbanan
    Ujian suatu sunnatullah
    Syurga merupakan suatu yang diimpikan oleh setiap individu. Tetapi ia disediakan oleh Allah s.w.t hanya bagi hamba-hambanya yang beriman. Namun jalan untuk menuju syurga tidak semudah dengan sekadar melafazkan kata-kata aku beriman tetapi ia menuntut suatu yang lebih besar daripada itu. Ia menuntut kita untuk melaksanaakan tuntutan-tuntutan iman yang termaktub di dalam Al-Quran.
    Firman Allah s.w.t : “Patutkah manusia menyangka bahawa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: “Kami beriman”, sedang mereka tidak diuji (dengan sesuatu cubaan)? Dan demi sesungguhnya! Kami telah menguji orang-orang yang terdahulu daripada mereka, maka (dengan ujian yang demikian), nyata apa yang diketahui Allah tentang orang-orang yang sebenar-benarnya beriman, dan nyata pula apa yang diketahuiNya tentang orang-orang yang berdusta. ” (Surah Al-Ankabut : 2,3) Teruskan membaca

    Apabila Misi Menjadi Visi

    Pada suatu ketika dahulu dakwah masyarakat merupakan suatu yang sukar untuk diterima. Masyarakat memandang mereka yang membawa dakwah ini dengan pandangan yang sinis. Alhamdulillah semakin hari keadaan semakin baik.Kini masyarakat semakin mengenali dakwah Islam. Mereka mula terbuka untuk menerima dakwah daripada gerakan-gerakan Islam. Keadaan tersebut membuka banyak peluang kepada para duat (pendakwah) untuk menganjurkan program-program bagi memberikan kesedaran dan pentarbiyahan kepada masyarakat.
    Ketika dakwah semakin berkembang, cabaran yang dihadapi oleh para duat juga akan semakin mencabar. Semakin hari tugas dan kerja yang dilakukan akan semakin bertambah. Semakin ramai yang mengharapkan  sesuatu daripada para duat ini. Semakin banyak dan semakin besar program-program yang akan dijalankan bagi menampung bilangan mad’u yang semakin ramai.
    Kerja secara berorganisasi, membuat banyak program-program umum yang besar akan menyebabkan para duat ini keletihan dan kekeringan dari aspek tarbiyah diri. Mereka banyak melakukan amal dakwah dan program-program tetapi mula kurang daripada aspek mutabaah (follow up) amal fardi (individu). Hubungan mereka dengan Allah s.w.t semakin longgar tanpa disedari. Jika kita tidak berjaga-jaga ia akan menyebabkan kita sanggup melakukan apa sahaja bagi mencapai matlamat yang kita ingin capai dengan mengambil ringan atau tanpa mengambil kira batas-batas syariah.
    Mengapa ini boleh berlaku?.
    Firman Allah s.w.t : ” Dan manusia berdoa dengan (memohon supaya ia ditimpa) kejahatan sebagaimana ia berdoa dengan memohon kebaikan, dan sememangnya manusia itu (bertabiat) terburu-buru.” ( Al-Israa’ : 11)
    Firman Allah s.w.t lagi : ” Maka Maha Tinggilah Allah, yang Menguasai seluruh alam, lagi Yang Benar (pada segala-galanya). Dan janganlah engkau (wahai Muhammad) tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum selesai dibacakan oleh Jibril kepadamu, dan berdoalah dengan berkata: “Wahai Tuhanku, tambahilah ilmuku”. ( Taha : 114 )
    Firman Allah s.w.t dalam Surah Al-Qiamah : ” Janganlah engkau (wahai Muhammad) – Kerana hendakkan cepat menghafaz Quran yang diturunkan kepadamu – menggerakkan lidahmu membacanya (sebelum selesai dibacakan kepadamu).” ( Al-Qiaamah : 16 )
    FirmanNya lagi : ” Jenis manusia dijadikan bertabiat terburu-buru dalam segala halnya; Aku (Allah) akan perlihatkan kepada kamu tanda-tanda kekuasaanKu; maka janganlah kamu meminta disegerakan (kedatangannya).” ( Al-Anbiyaa’ : 37 )
    Ini kerana terdapat dalam diri manusia sifat tergesa-gesa dan ingin cepat. Kita inginkan kejayaan ketika mencapai matlamat itu berada di dalam genggaman kita. Sifat ini menyebabkan kita cuba untuk menyelesaikan misi-misi dakwah ini. Sebagai contoh kita inginkan negara Islam tercapai semasa  kita sedang menerajui dakwah ini. Sifat ini menyebabkan kadang-kadang akan menyebabkan kita tidak sedar bahawa kita telah meletakkan atau menjadikan misi-misi dakwah tersebut sebagai visi (matlamat terakhir). Kita cuba untuk mencapainya sehingga kita mengatakan matlamat menghalalkan cara.
    Maka Maha Tinggilah Allah, yang Menguasai seluruh alam, lagi Yang Benar (pada segala-galanya). Dan janganlah engkau (wahai Muhammad) tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum selesai dibacakan oleh Jibril kepadamu, dan berdoalah dengan berkata: “Wahai Tuhanku, tambahilah ilmuku”.
    Taha : 114Ini kerana terdapat dalam diri manusia sifat tergesa-gesa dan ingin cepat.Kita inginkan kejayaan untuk mencapai matlamat berada didalam genggaman kita
    Ikhwah yang dikasihi,
    Visi ( Matlamat terakhir ) kepada dakwah kita adalah mendapat keredhaan Allah s.w.t . Ia merupakan visi Rasulullah s.a.w, para sahabat, dan visi generasi-generasi duat seterusnya.
    Firman Allah s.w.t  : “
    “Dunia sebenarnya menaruh harapan pada dakwah ini malah segala usaha ke arah ini. Syukur kepada Allah, kita tidak pernah lakukannya kerana tujuan peribadi, jauh sekali daripada kepentingan sendiri. Apa yang kita lakukan hanya mengharapkan keredaan Allah dan untuk kebaikan manusia. Kita bekerja kerana mencari keredaan Allah. Kita menanti-nanti bantuan Allah kerana mereka yang dibantu oleh Allah tiada siapa yang dapat mengalahkannya.
    Oleh itu, kekuatan dakwah kita, keperluan manusia kepada dakwah ini, ketulusan matlamat kita dan bantuan Allah merupakan faktor kejayaan yang mampu merempuh segala rintangan dan halangan.”  Petikan daripada risalah Antara Semalam dan Hari Ini (Himpunan Risalah Imam Hasan Al-Banna)
    ” Saya masih ingat, dalam satu kesempatan saya pernah menulis sepucuk surat kepada seorang Basha, di mana di akhir surat tersebut saya catatkan:
    “Yang dimuliakan Basha, Ikhwan al-Muslimin tidak akan tunduk kepada sebarang sogokan ataupun ancaman. Mereka tidak akan takut kepada sesiapa kecuali hanya kepada Allah. Mereka tidak akan terpedaya dengan kedudukan dan pangkat. Mereka tidak mengharapkan kekayaan dan harta. Hati mereka tidak akan terpikat dengan kesenangan dunia yang akan lenyap ini. Mereka hanya mencari keredaan Allah dan mengharapkan ganjaran akhirat. Mereka akur kepada firman Allah Taala:
    (Katakanlah wahai Muhammad kepada mereka): Maka segeralah kamu kembali kepada Allah (dengan bertaubat dan taat), sesungguhnya aku diutuskan Allah kepada kamu, sebagai pemberi amaran yang nyata. (Al-Zariyat: 50)
    Ikhwan mengenepikan segala matlamat dan cita-cita yang lain demi matlamat yang satu dan hasrat yang satu iaitu Allah. Atas dasar ini mereka tidak akan menggunakan agenda lain selain agenda mereka. Mereka tidak akan menerima dakwah lain selain dakwah mereka. Mereka tidak akan membawa penampilan lain selain penampilan Islam.” Petikan daripada risalah Muktamar Keenam ( Himpunan Risalah Imam Hasan Al-Banna)
    Misi-misi dakwah sekiranya kita dapat menyelesaikannya dalam zaman kita tidak guna malah tiada faedah sekiranya tidak mendapat keredhaan daripada Allah s.w.t. Tanpanya setiap usaha kita akan menjadi sia-sia. Walau sebesar manapun usaha atau program-program yang kita lakukan pada pandangan manusia akan menjadi sia-sia tanpanya.
    Baginda Rasulullah s.a.w dan kebanyakan para sahabat  r.a tidak sempat melihat zaman kegemilangan Islam ketika Islam berada di kemuncak Dunia. Tetapi mereka telah berjaya menyempurnakan visi mereka iaitu untuk mendapat keredhaan Allah s.w.t. Perkara ini dicapai kerana usaha mereka yang berterusan untuk menyelesaikan misi-misi dakwah dalam manhaj Allah s.w.t dan tidak terpesong daripada syariat Allah s.w.t. Walaupun misi-misi tersebut tidak dapat diselesaikan pada zaman mereka terdapat generasi-generasi seterusnya yang menyambung perjuangan mereka.
    world
    Pada suatu ketika dahulu dakwah masyarakat merupakan suatu yang sukar untuk diterima. Masyarakat memandang mereka yang membawa dakwah ini dengan pandangan yang sinis. Alhamdulillah semakin hari keadaan semakin baik.Kini masyarakat semakin mengenali dakwah Islam. Mereka mula terbuka untuk menerima dakwah daripada gerakan-gerakan Islam. Keadaan tersebut membuka banyak peluang kepada para duat (pendakwah) untuk menganjurkan program-program bagi memberikan kesedaran dan pentarbiyahan kepada masyarakat.
    Ketika dakwah semakin berkembang, cabaran yang dihadapi oleh para duat juga akan semakin mencabar. Semakin hari tugas dan kerja yang dilakukan akan semakin bertambah. Semakin ramai yang mengharapkan  sesuatu daripada para duat ini. Semakin banyak dan semakin besar program-program yang akan dijalankan bagi menampung bilangan mad’u yang semakin ramai.
    Kerja secara berorganisasi, membuat banyak program-program umum yang besar akan menyebabkan para duat ini keletihan dan kekeringan dari aspek tarbiyah diri. Mereka banyak melakukan amal dakwah dan program-program tetapi mula kurang daripada aspek mutabaah (follow up) amal fardi (individu). Hubungan mereka dengan Allah s.w.t semakin longgar tanpa disedari. Jika kita tidak berjaga-jaga ia akan menyebabkan kita sanggup melakukan apa sahaja bagi mencapai matlamat yang kita ingin capai dengan mengambil ringan atau tanpa mengambil kira batas-batas syariah. Teruskan membaca

    Rahmah, Sifat Para Da’i

    1203803757
    Firman Allah s.w.t : ” Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. “.(Surah Al-Anbiya’ : 107)
    Sifat rahmah merupakan suatu sifat yang tidak boleh lari daripada seorang da’i. Suatu kefahaman yang biasa berlaku adalah manusia memahami bahawa sifat rahmah itu adalah membalas sesuatu kebaikan dengan kebaikan atau menunjukkan belas kepada mereka yang baik. Uniknya Islam, ia mengajar umatnya bersifat rahmah hatta kepada mereka yang membuat keburukan.
    Sifat Rahmah ini terpancar dalam kehidupan Rasulullah s.a.w. Satu gambaran praktikal yang hidup pada Rasulullah s.a.w adalah ketikamana baginda berdakwah ke Taif. Dakwah baginda bukan sahaja ditolak, malah baginda turut diusir, dicemuh dan disakiti (dibaling dengan batu oleh kanak-kanak). Peristiwa tersebut menyebabkan malaikat menawarkan untuk membinasakan tersebut, tetapi baginda hanya menjawab : ” Innahum kaumun la ya’lamun (Sesungguhnya mereka merupakan kaum yang tidak mengetahui).” Teruskan membaca

    Tarbiyah Al-Quran

    alquran
    Firman Allah s.w.t :

    وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كلُّ أُولئِكَ كانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

    Dan janganlah kamu ikut sesuatu yang kamu tidak tahu. Sesungguhnya telinga, mata dan hati itu semuanya akan ditanya.” (Surah Al-Isra’ : 36)
    Juga FirmanNYa :

    ياايها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبإٍ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين

    Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepada kamu seorang fasik membawa sesuatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini – dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) – sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan.” (Surah Al-Hujurat : 6 ) Teruskan membaca

    Hikmah, Uslub Dakwah yang Agung

    proudtobemuslim1
    Firman Allah s.w.t : “Serulah ke jalan Tuhanmu (wahai Muhammad) dengan hikmat kebijaksanaan dan nasihat pengajaran yang baik, dan berbahaslah dengan mereka (yang engkau serukan itu) dengan cara yang lebih baik; sesungguhnya Tuhanmu Dia lah jua yang lebih mengetahui akan orang yang sesat dari jalanNya, dan Dia lah jua yang lebih mengetahui akan orang-orang yang mendapat hidayah petunjuk.” ( Surah An-Nahl : 125 ).
    Hikmah merupakan suatu anugerah rabbani, Allah s.w.t menganugerahkannya kepada sesiapa sahaja yang dia kehendaki dari kalangan hambanya. FirmanNya : “Allah memberikan Hikmat kebijaksanaan (ilmu yang berguna) kepada sesiapa yang dikehendakiNya (menurut aturan yang ditentukanNya). Dan sesiapa yang diberikan hikmat itu maka sesungguhnya ia telah diberikan kebaikan yang banyak.” ( Surah Al-Baqarah : 269 ). Hikmah pada asalnya suatu sifat yang ada pada setiap manusia, tetapi ia perlu disempurnakan dengan akhlak yang menyeluruh. Kemungkinan ia terdapat disisi sebahagian manusia, tetapi sekiranya ia tidak dihias dengan akhlak yang mulia ia dikhuatiri akan hilang. Teruskan membaca

    Tarbiyah itu pertumbuhan

    Muasofat Tarbiyah
    Semenjak dua menjak ini dakwah dan tarbiyyah tidak lagi menjadi suatu yang asing kepada masyarakat lebih-lebih lagi bagi masyarakat mahasiswa. Banyak organisasi-organisasi dakwah mula tumbuh bagaikan cendawan tumbuh selepas hujan. Dengan bertambahnya organisasi-organisasi akan bertambahlah program-program. Kefahaman yang betul tentang tarbiyyah amat diperlukan agar kita tidak lari atau terseleweng dari matlamat sebenar tarbiyyah.
    Tarbiyyah ialah pendidikan. Ini bermakna apabila kita mentarbiyah bermakna kita mendidik. Apabila kita mendidik bermakna kita melakukan pengislahan (membaik pulih) dan ziadah (pertambahan). Dengan adanya pengislahan dan pertambahan tadi, tarbiyyah yang dilakukan akan menghasilkan pertumbuhan. Pertumbuhan dari tiga aspek yang ada pada diri manusia iaitu aspek akal, hati, dan tingkahlaku.



    Sunnatullah Di Jalan Dakwah

    Sudah menjadi sunnatullah bahwa jalan dakwah adalah merupakan jalan yang penuh dengan hambatan, halangan, rintangan dan kesukaran serta ianya perlu difahami dengan mendalam agar segala permasalahannya mampu ditangani dengan sebaiknya.

    Apabila melalui jalan dakwah ini, kita pasti akan melalui berbagai halangan dalaman yang berkait dengan amal jamai’e.
    Dakwah berbentuk amal jamai’e boleh terhalang atau tertangguh apabila berdepan dengan halangan-halangan luaran mahupun dalaman yakni daripada anggota-anggota jamaah itu sendiri yang seterusnya mencalarkan penyatuan sesebuah jamaah.Syeikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid mengatakan bahwa :
    “Seorang Muslim yang sejati itu adalah yang : 
    a. Datang ketika manusia lainnya berpaling.
    b. Setia ketika orang-orang lain berkhianat.
    c. Berbuat kebaikan ketika orang lain berbuat mungkar.
    Sesungguhnya dakwah ini tidak rugi dengan orang-orang yang enggan mengikuti dakwah.
    Sesungguhnya keberuntungan seseorang dari dakwah ini ialah bahawa siapa yang berbuat untuk kepentingan dakwah ini maka Allah akan memuliakannya namun, siapa yang meninggalkan dakwah ini, maka sebenarnya ia telah menjauhkan kebaikan dari dirinya dan ia tidak akan merugikan dakwah ini sedikitpun.
    Pada awal perjalanannya menuju Allah, ia memahami bahawa :
    1. Ia sudah berada pada jalan yang tinggi dan mulia.
    2. Ia faham bahawa kedudukan di hadapan Allah itu bertingkat-tingkat.
    3. Ia sentiasa ingin naik ke darjat yang lebih tinggi.
    4. Ia yakin bahawa darjat syurga yang tinggi menuntutnya untuk meninggikan mutu niatnya dan ketinggian jalan yang ditempuhnya serta bebas dari segala noda dan kekurangan.”
    Apabila seorang pendakwah mengikat dirinya dengan jamaah, bererti dia telah berbai’ah untuk taat, teguh dan berjihad dalam barisan perjuangan serta tetap bersama jamaah dalam apa jua situasi.

    Janji setia ini juga mendorong kepada perlumbaan :
    a. Berjihad dalam ketaatan.
    b. Cinta persaudaraan (ukhuwah).
    c. Kejernihan hati sesama anggota jamaah.
    Masing-masing akan berusaha keras untuk berada di barisan paling depan untuk menjadi golongan paling awal memasuki syurga kerana kesatuan mereka; seperti sabda Rasulullah saw :
    "Tidak ada pertikaian di antara mereka, kerana ; sesungguhnya mereka sehati."

    Para pendakwah seharusnya menganggap ketaatan ini sebagai rukun kepada keimanan.

    Namun setiap amal atau ketaatan itu ada masa naik dan ada juga masa turunnya sepertimana  halnya dengan keimanan yang ada di dalam diri kita.
    Pendakwah yang berjaya ialah mereka yang tidak berlebihan ketika tingkatan imannya naik dan tidak pula melampaui batas ketika imannya turun.

    Justeru, ia perlu disertai dengan sikap menahan diri dari keinginan untuk melepaskan kendali nafsu sehingga menyebabkan :
    1. Kelengahan.
    2. Sifat ego.
    3. Pertengkaran.
    yang menyebabkan hilangnya pahala amal jamai’e.

    Seterusnya, nilai penting dalam ketaatan dan hubungan sesama ahli jamaah adalah :
    a. Kasih sayang.
    b. Jalinan hubungan.
    sebagaimana dakwah juga telah mengajar kepada kita erti kasih sayang.
    Kita boleh menghapuskan kejahilan atau keburukan dalam diri kita sekiranya kita berusaha meninggalkannya atau dalam erti kata yang lain memerdekakan diri kita sendiri.

    Pendakwah yang berkesedaran tinggi akan sentiasa memastikan kebersihan jiwa dan ketinggian akhlak serta menetapkan ciri-ciri tersebut sebagai keutamaan terutama dalam memilih kepimpinan di mana padanya bakal diberikan ketaatan mereka.
    Malahan seorang aktivis dakwah akan sentiasa setia kepada para murabbi yang :
    1. Mendidiknya.
    2. Menghormatinya.
    3. Menghargainya.

    Apakah yang dimaksudkan dengan KETAATAN?

    Ia adalah sebagaimana yang disebut oleh Imam Hasan Al Banna iaitu :
    a. Sifat akur kepada perintah.
    b. Segera melaksanakan samada dalam keadaan senang atau susah, dalam perkara yang disukai atau dibenci.

    KETAATAN DALAM BERJAMAAH
    Ini adalah unsur yang sangat penting dalam usaha dakwah dan amal jamai’e dan ia bermakna :
    “Apabila jamaah telah sepakat dengan satu pandangan, maka semua ahli syura hendaklah
    1. Iltizam.
    2. Bersatu suara.
    3. Menuju satu halatuju.”
    Realitinya dalam gerakan dakwah, unsur ini sering menjadi pertikaian dan kadang-kadang masih belum mampu untnk bersikap “Sami’na wa  ‘Atha’na”.
    Sesungguhnya, bersatunya sebuah saf di atas kebenaran itu lebih baik berbanding dengan berpecah di atas perkara yang lebih benar.
    Inilah fikrah yang perlu kita imani walaupun iman boleh turun dan naik.

    Di antara perkara yang sering menyebabkan berlakunya perselisihan antara ahli jamaah adalah :

    a. Penguasaan ilmu dan fikrah yang lemah.
    b. Ego peribadi.
    c. Suka bertelagah.
    d. Kurang berkomunikasi dan sifat keterbukaan.
    Mari kita renung ayat Al Qur’an berikut :     
    “Jika kamu tidak pergi beramai-ramai (untuk berperang pada jalan Allah - membela agamaNya), Allah akan menyiksa kamu dengan azab siksa yang tidak terperi sakitnya dan Ia akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat mendatangkan bahaya sedikitpun kepadaNya. Dan (ingatlah) Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.” (QS At Taubah : 39)
    Ibnu Taimiyah dalam menafsirkan ayat di atas berkata :
    “Sesungguhnya apabila umat disibukkan dengan berjihad fi sabilillah, Allah akan mempersatukan hati mereka dan menjadikan potensi kekerasan yang ada pada mereka terarah kepada musuh mereka dan musuh Allah. Tetapi sebaliknya, apabila tidak mahu berjuang di jalan Allah, Allah akan mengazab dengan cara membuatkan mereka berpecah-belah sehingga saling bermusuhan.”

    Sungguh jelas bahwa apabila kita disibukkan dengan amal, kita akan kurangkan persengketaan kerana ‘jihad fi sabilillah’ mengalihkan potensi kita pada jalan-jalan kebaikan.

    Dalam soal ini, peranan qiyadah cukup penting kerana kelemahan qiyadah boleh membawa kepada peluang-peluang untuk berpecah.

    Di antara peranan penting qiyadah adalah :

    1. Wujudkan iklim amal.
    2. Manfaatkan potensi ahli.

    “Apabila jihad fi sabilillah ditinggalkan atau diabaikan, maka tunggulah saat perpecahan.”


    Kesimpulannya bahwa tarbiyah untuk memiliki ketaatan yang sejati adalah menjadi asas dalam gerakan dakwah kerana ketaatan ialah ‘RAHSIA KEJAYAAN’ jamaah.
    PERSPEKTIF KETAATAN DALAM KONTEKS TARBIYAH
    PERTAMA :
    Pengajaran daripada kisah Nabi Musa dengan hamba yang soleh (dalam surah Al-Kahfi : 66-69) yang membawa kepada satu lagi dimensi ketaatan seorang murid pada guru di mana guru mentarbiyah murid dengan ketaatan dan sebagai pemimpin dakwah atau naqib, kita perlu mempelajari seni kepemimpinan yang amat penting iaitu :
    “BELAJAR UNTUK TAAT PADA PERINTAH.”

    KEDUA :
    Tarbiyah yang berterusan dan istiqamah akan mengajar kita tentang tabiat dakwah yang panjang ini yang bertujuan untuk :
    a. Membersihkan aqidah dan keyakinan kita.
    b. Meningkatkan kualiti diri dengan ibadah.
    c. Memperelokkan akhlak serta keteguhan hati (tsabat) dalam dakwah.
    Ini adalah kerana pendukung-pendukung dakwah akan melalui cabaran setelah masa berlalu.

    Unsur ketaatan akan hilang apabila para pendakwah seronok atau asyik denagn kerja-kerja rutin yang dirasakan sentiasa benar dalam semua keadaan sehinggakan apabila ianya bertentangan dengan kepercayaan peribadi, maka ia terus membawa kepada perasaan bosan untuk terus dengan dakwah ini. Oleh itu, kita perlu memperbetulkan niat serta sentiasa merawat jiwa kita.

    KETIGA :
    Tarbiyah juga mengajar kita supaya :
    1. Sentiasa berhati-hati dan sabar.
    2. Menjaga diri kita daripada sifat tergesa-gesa.
    3. Banyakkan berfikir.
    4. Emosi perlu dirawat dengan tarbiyah hati.
    Hanya dengan bersama tarbiyah dan istiqamah, kita akan kutip hikmah bekerja dan perlu juga mampu menerima teguran orang lain terhadap kita kerana kesombongan ialah apabila kita :
    a. Menolak kebenaran.
    b. Meremehkan atau menghina manusia lain.

    Bagaimanakah kita nak merawat hati kita?
    Fudhail bin ‘Iyad berkata :
    1. Berpegang teguh dengan Al Qur’an.
    2. Berpegang teguh dengan sunnah.
    3. Solat berjamaah dengan tekun.
    4. Jaga lidah kita.
    5. Tawadhu’ (sembunyikan kedudukan).
    6. Qiamullail sebagai penawar.
    7. Buat amal soleh dan tinggalkan mungkar.

    Bahkan inilah yang dikatakan ‘SIYASAH TARBAWIYAH’ dan inilah tarbiyah yang hakiki.

    KEEMPAT :
    Kesetiaan bermula daripada pembersihan jiwa dan inilah yang dilakukan oleh generasi salaf.
    Mereka banyak berdepan dengan fitnah dan mereka berjaya melaluinya. Pemimpin akan menerima ketaatan pengikut apabila kita benar-benar ‘taaruf’ dengan ahli kita dan tahu akan perihal mereka.
    Kita perlu berjiwa besar apabila menghadapi fitnah dan ujian. Yang penting, ketaatan adalah satu amal soleh yang perlu dilalui dengan tarbiah yang berterusan.
    KEPENTINGAN UKHUWAH IMANIYAH
    Kita sedia maklum akan kepentingan kesatuan di dalam jamaah yang menjadi penyokong kekuatannya di mana setiap orang yang bergerak di dalamnya diikat dengan satu ikatan yang paling kuat iaitu ‘Ukhuwah Imaniyah’.
    Namun, tingkatan kefahaman ukhuwah itu sendiri sentiasa menjadi pembeza antara para pendakwah di mana seseorang pendakwah tidak akan mencapai puncak kesedaran kecuali apabila ia telah menjadikan realisasi akhlak ‘ukhuwah imaniyah’ yakni persaudaraan seiman dan pengajaran terhadap persaudaraan sebagai tujuan utama dakwah Islam.

    Akibat peningkatan akhlak antara sesama Muslimin dan kehadirannya dalam jamaah amal yang saling bersaudara akan membuatkan dakwah lebih mengutamakan keberhasilan.
    Mari kita renung beberapa perkara yang menyentuh perpecahan :
    a. Fitnah yang melanda saf gerakan Islam yang memberi kesan kepada jamaah satu hati ialah ‘PERPECAHAN’.
    b. Punca berlakunya perpecahan ialah apabila mengurangnya ukhuwah dan ketaatan di dalam saf.
    c. Dalam banyak keadaan, punca utama kepada perpecahan ialah wujudnya interpretasi yang menyeleweng daripada prinsip-prinsip utama perjuangan.
    d. Ianya berlaku apabila hati dinodai oleh fitnah pentakwilan yang menyeleweng dan ianya bukanlah satu perkara baru dalam sejarah umat.

    Sebagai contoh, hasil dari sejarah penyelewengan umat di sudut aqidah, maka keluarlah golongan JAHMIYAH, MU’TAZILAH, KHAWARIJ, MURJI’AH dan seumpamanya.
    Begitu juga dengan perpecahan yang wujud dalam saf umat hari ini sehinggakan sesetengah gerakan Islam mengutamakan usaha :
    1. Memanjangkan period tarbiah.
    2. Memurnikan dakwah atas dasar aqidah.
    3. Menjauhi "persekutuan" dengan parti-parti politik serta berhati-hati agar tidak dikuasai oleh hegemoni pemerintah.
    Ini semua dilakukan agar anggota jamaah sentiasa mempunyai kekuatan yang utuh bersendikan
    a. Semangat ukhuwah.
    b. Prinsip ketaatan yang jelas.

    Apabila fitnah telah menguasai, akan wujudlah suasana :
    1. Bermasam muka.
    2. Bermulut kasar.
    3. Meninggalkan amal jamai’e.
    4. Menanggalkan bai’ah.
    Sesiapa yang berjaya menolak noda fitnah ini sehingga akhirnya, Allah akan membimbingnya ke jalan hidayah dan begitulah sebaliknya.

    Hati yang bersih mampu menyaring segala bentuk pentakwilan yang menyeleweng ini seumpama sebuah kolam yang dilontar batu, tidak menjadikan ianya keruh sebaliknya, ada kolam yang dilontar batu serta menggangu mendapan lumpur di dalamnya lantas mengeruhkan airnya.

    Perlu diingat bahawa dakwah ini bukan milik peribadi tertentu dan ianya adalah milik Allah dan oleh kerana itu, dakwah ini akan tetap terpelihara. Justeru sesiapa yang meninggalkan ‘dakwah Ila Allah’ ini, sebenarnya menjauhkan kebaikan dari dirinya.

    Ukhuwah juga suatu proses dan ianya tidak terbina begitu sahaja hingga seseorang yang sudah lama dalam gerakan dakwah pun, boleh kecundang di mana dalam sirah pun, banyak peristiwa yang boleh dipelajari misalnya kisah ‘hadithul-ifk’ yang melibatkan Aisyah ra dengan Safwan Al Mu’tal ra.

    Sebenarnya, fitnah ini dapat dikuasai apabila kita sentiasa di atas landasan ilmu yang disuluh oleh iman yang mendalam.
    Justeru, kita mesti membekalkan diri dengan ilmu dan taqwa dengan dalil yang jelas dalam menjejaki jalan ini lalu berjalan sesuai dengan sistem, perancangan dan tata kehidupan berjamaah.MATA RANTAI KEAIBAN

    Para pendakwah hendaklah menyedari dan memahami bahwa dalam menelusuri jalan dakwah dan amal jamai’e yang luas dan terang, ia mempunyai berbagai :
    1. Bentuk penyimpangan.
    2. Kepentingan hawa nafsu.
    Para pendakwah perlu sentiasa berusaha melakukan peningkatan diri ke arah kesempurnaan unsur-unsur keimanannya apabila melalui jalan dakwah yang tinggi dan mulia ini.

    Di dalam perjalanan dakwah ini, sudah pastilah pendakwah akan berhadapan dengan hambatan atau perkara-perkara yang membawanya kembali meninggalkan jalan dengan melakukan perkara-perkara kejahatan.
    Oleh itu pendakwah mestilah berusaha memurnikan niat dan usaha agar mampu meningkatkan diri ke arah kesempurnaan diri menuju Allah swt.

    Apakah yang dimaksudkan dengan keaiban?
    Keaiban adalah kekurangan-kekurangan dan kelemahan diri yang wujud disebabkan oleh kesalahan-kesalahan atau kemaksiatan yang dilakukan oleh pendakwah.

    Pendakwah juga berpotensi untuk mencampur adukkan kebenaran dan kebatilan yang boleh menjadikan pendakwah tewas jiwanya.
    Jiwa yang tewas adalah laksana bulan gerhana dibandingkan dengan jiwa yang teguh laksana bulan purnama.
    Jiwa yang teguh secara senyap-senyap menampilkan kehebatannya yang tidak diragui lagi manakala jiwa yang tewas laksana bulan gerhana terpaksa menzahirkan kehebatan walaupun kita tahu memang ada kekurangannya.

    Para sahabat dan salafus soleh amat memberi perhatian terhadap aspek kejiwaan ini agar tidak dijangkiti oleh penyakit-penyakit hati yang boleh meruntuhkan amalan.
    Ini sebagaimana peringatan Abu Bakar ra kepada panglimanya Khalid bin Al-Walid ra dengan penekanan berikut sambil terus istiqamah dengan amalan.
    Khalid bin Al-Walid yang hebat itupun diperingatkan oleh pemimpinnya agar tidak merasa ujub dan takabur iaitu dua sifat mazmumah yang menjatuhkan keperibadian pendakwah.
    Abu Bakar ra mengingatkan Khalid agar :
    a. Diberi kelurusan niat serta kedudukan.
    b. Perelokkan amalan.
    c. Jauhkan penyakit ujub (kagum dengan diri sendiri).
    d. Jauhkan dari sifat suka menunjuk-nunjuk dan mempamirkan diri.

    Pendakwah mestilah sensitif dengan perkara ini dan sentiasa perlu memperbaharui niat dalam setiap pekerjaan dakwah agar amalan-amalan kebaikan tidak sebaliknya menjadi beban; yakni apabila ia menjadi bahan ujub dan memasyhurkan diri.
    Ini adalah kerana setiap insan itu tidak terlepas dari tarikan keimanan dan tarikan syaitan, maka pendakwah sentiasa diperingatkan dengan 2 panahan syaitan :
    PERTAMA : UJUB 
    Amal soleh adalah sinar dan cahaya. Ia akan berubah menjadi kelam apabila angin ‘ujub’ berhembus padanya walaupun sekali hembus.
    KEDUA : MENYUKAI PUJIAN
    Ramai orang terpedaya oleh kerana Allah tidak menampakkan keburukan mereka. Mereka terkena fitnah kerana sanjungan yang baik. Maka janganlah sampai ketidaktahuan orang lain tentang dirimu itu mengalahkan pengetahuan tentang diri sendiri.
    Barang siapa yang mencela dirinya di tengah khalayak ramai, maka bererti dia telah memuji dirinya, sedangkan hal itu adalah salah satu dari tanda riya’.
    Ibnu Taimiyah melakarkan perkataannya :
    “Orang yang terpenjara adalah orang yang hatinya dihalangi dari Tuhannya, sedangkan orang yang ditawan adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya.”
    Manusia tergolong kepada 2 kumpulan iaitu :
    1. Yang teguh istiqamah.
    2. Yang goyah hatinya.
    Keburukan akan melahirkan keburukan yang seterusnya dan ia adalah mata rantai keaiban seseorang umpama penularan sesuatu penyakit yang merebak ke sesuatu lokasi.
    Ia mungkin bermula dengan ‘ujub’ (kagum dengan diri sendiri), kemudian merebak kepada ‘ghibah’ (mengumpat), seterusnya ‘su’uz zhon’ (bersangka buruk) dan ‘tajassus’ (mencari kesalahan orang lain) yang membuatkannya ‘berdusta’ hinggalah membawa kepada ‘pertengkaran’ dan ‘persengketaan’.

    Ghibah, hawa nafsu dan sifat ego juga merupakan titik tolak dari kemunculan keburukan-keburukan yang lain juga.
    Bagi pendakwah yang lengah dan jahil, akan mudah menjustifikasikan keburukan-keburukan yang dilakukan seperti ghibah dan sifat ego dengan sesuatu nama yang mereka sukai, sedangkan mereka tidak sedar mereka sedang menuju ke jalan penyelewengan.

    Maksudnya, perkara yang asalnya buruk namun dijustifikasikan dengan sesuatu yang baik niatnya.
    Contoh 1
    Kenapa ghibah? Sebab nak perbetulkan niat.
    Contoh 2
    Sifat ego diperakukan atas nama ijtihad peribadi.
    Rasulullah saw bersabda :
    “Dibentangkan fitnah ke atas hati manusia seperti jalinan tikar, satu demi satu, maka mana-mana hati yang menerimanya akan dititik dengan titik hitam. Mana-mana hati yang menolaknya pula akan dititik dengan titik putih sehingga hati itu menjadi salah satu dari dua hati tadi. Satu putih melepak seperti batu putih yang tidak dapat dicacatkan oleh sebarang fitnah, manakala satu lagi adalah hati yang hitam legam yang tidak lagi mengenali sebarang kebaikan dan tidak menolak sebarang kemungkaran.”
    Pendakwah perlu sentiasa bersegera untuk bertaubat dengan menyesali perbuatan maksiat serta memohon keampunan dari Allah swt.
     
    Firman Allah swt :

    “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS Ali-Imran : 135)
    Sabda Nabi saw :
    “Setiap anak Adam (manusia) itu melakukan kesalahan, sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan (dosa) ialah mereka yang bertaubat.” (HR Ahmad & Tirmizi)
    Gunakanlah cahaya hati dan cahaya akal untuk menghadapi keburukan-keburukan yang bertitik tolak dari hawa nafsu.
    Hati yang paling disukai Allah ialah hati yang hidup, cekal, bersih dan lembut. Akal pula adalah ciptaan Allah yang dapat menimbulkan rasa takut kepada Allah swt berdasarkan ilmu yang  benar dan kefahaman yang mendalam.
    Ya Allah, sesungguhnya kami memahami bahwa dalam kami mengharungi jalan dakwah di dalam gerakan amal Islami, terdapat padanya ijtihad-ijtihad yang menyeleweng dan mengikut hawa nafsu di sebelah menyebelahnya manakala di sekitarnya terdapat lorong-lorong yang sempit, simpang-simpang maut dan halangan-halangan yang membantut perjalanan. Berilah kemudahan kepada kami supaya kami mampu mematuhi segala tanda-tanda jalan serta melalui jalan ini dengan selamat sehingga sampai ke tujuan dan matlamatnya dengan hati yang tenang, aman dan penuh kegembiraan.

    Dakwah Salafiyah adalah Dakwah Penuh Kasih (Rahmat)

    Penulis : Abu Faris An-Nuri
    Assalamu’alaikum wr. wb.
    Berikut ini apa yang pernah, bahkan sering, saya share kepada teman2 sekaligus para guru saya, rencana awalnya sih mo disusun dalam bentuk buku ^_^ syukur-syukur ada yg mau nerbitin, gambaran kumpulan idenya udah ada di kepala (baru di kepala doang). Tapi mengingat realisasi hal tersebut mungkin masih sangat jauh sekalee, saya coba share di sini beberapa hal yang saya anggap penting dalam hal ini. Mudah2an dengan mulai menuliskan hal yang singkat, saya akan dapat mengembangkannya untuk ke depan.
    DAKWAH SALAFIYYAH ADALAH DAKWAH PENUH KASIH (RAHMAT)
    Bismillahirrahmanirrahim.
    Alhamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala sayyidina wa nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’d:
    Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya): “Dan tidaklah kami mengutus kamu (wahai Muhammad) melainkan sebagai rahmat (kasih) bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya`: 107)
    Cobat perhatikan siyaq ayat tersebut, eksistensi Nabi SAW bukan hanya sbg rahmat bagi kaum muslimin saja, namun sebagai rahmat bagi seluruh manusia, bahkan seluruh alam semesta, termasuk musuh sekalipun. Karena itu, ajaran beliau adalah ajaran kasih. Din al-Islam adalah rahmat. Hal ini tidak mungkin dipungkiri seorang muslim.
    Ahlus Sunnah sebagai pembawa dan penerus terbaik ajaran Nabi SAW sudah seharusnya memiliki sifat tersebut, sifat merahmati (mengasihi) dan menyebarkan rahmat (kasih). Ahlus Sunnah, adalah sebagaimana disifati oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah dalam ucapan emasnya, “a’lamu bil haqq wa arhamu bil khalq (paling mengetahui al-haqq dan paling kasih terhadap makhluk)” (Minhaj as-Sunnah, vol. V, hal. 158).
    Lantas, bagaimana dengan wajah dakwah Dakwah Salafiyyah, yang (seharusnya) merupakan sinonim dari Dakwah Ahlus Sunnah, saat ini? Ternyata, tidak dapat dipungkiri telah terbentuk stigma dan opini publik yang negatif pada banyak kaum muslimin bahwa dakwah tersebut tidak humanis, kaku, berperangai keras, mudah menghujat, dan seterusnya.

    Pembentukan bad image tersebut tidak lepas oleh dua faktor:
    Pertama: Faktor Eksternal; yaitu isu dan propaganda yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak menyukai perkembangan Dakwah Salafiyyah, semisal JIL, Syi’ah, dan lain-lain.
    Kedua: Faktor Internal; yaitu kesalahan implementasi Dakwah Salafiyyah yang dilakukan oleh orang-orang yang berafiliasi kepadanya. Hal ini merupakan realitas, ada dan nyata, yang tidak akan dipungkiri oleh orang-orang yang memiliki pemikiran objektif.
    Mungkin dapat dikatakan bahwa penyebab utama dari terciptanya bad image dari faktor internal adalah terbentuknya paradigma bahwa seorang Ahlus Sunnah dituntut untuk bersikap keras kepada Ahl al-Bid’ah. Memang benar, terdapat banyak sekali atsar dan riwayat dari Salaf mengenai sikap keras kepada Ahl al-Bid’ah. Namun, pertanyaannya, siapakah yang pantas disebut Ahl al-Bid’ah? Bagaimana kriterianya? Apakah spirit yang melatarbelakangi sikap keras Salaf tersebut? Apakah sikap keras tersebut bersifat mutlak, tidak dapat diganggu gugat dan harus diimplementasikan dalam kondisi apapun, ataukah membutuhkan rincian, persyaratan dan penjelasan? Yang membuat keadaan menjadi runyam adalah munculnya mereka yang ‘sok meniru’ sikap keras Salaf, tanpa merenungkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas.
    Jika kita mengacu pada ayat al-Qur`an di atas, dan sangat banyak sekali dalil-dalil lain yang senada dengannya, kemudian ucapan Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah, maka dapat dikatakan bahwa sikap keras Salaf tersebut tidak keluar dari koridor semangat untuk menyebarkan kasih dan rahmat. Kasih sayang tidak selalu harus melahirkan sikap lemah lembut, dan dapat melahirkan sikap keras apabila memang kondisinya menuntut hal itu. Hal ini sebagaimana seorang ayah yang terkadang memarahi, menjewer, bahkan memukul anaknya, justru karena rasa kasihnya terhadap sang anak. Sebab sang ayah mengharap kebaikan bagi sang anak. Demikian pula dengan sikap keras Salaf terhadap Ahl al-Bid’ah. Hal itu terlahir dari kasih dan rahmat kepada kaum muslimin pada umumnya, agar tidak terkontaminasi oleh bid’ah dan tetap di atas kebenaran; sekaligus juga merupakan kasih dan rahmat kepada Ahl al-Bida’, agar mereka sadar dan berhenti dari kebid’ahan.
    Sikap keras terhadap Ahl al-Bid’ah juga bukanlah hal yang dapat dilakukan secara serampangan, namun harus memperhitungkan aspek maslahat dan mudharat, sebagaimana dijelaskan secara gamblang oleh Syaikh Ibrahim ar-Ruhaili dalam Mauqif Ahl as-Sunnah wal Jama’ah min Ahl al-Ahwa` wal Bida’. Hukum asal dalam sikap antar sesama muslim adalah kasih sayang dan lemah lembut, sehingga sikap keras kepada Ahl al-Bid’ah, yang mayoritasnya masih muslim, merupakan pengecualian (istitsna`) dari hukum asal, karena diharapkan adanya maslahat yang lebih besar dari sikap keras tersebut. Begitu pula dengan hukum asal kehormatan seorang muslim atas muslim lainnya, haram untuk dilanggar. Terlalu banyak dalil yang menegaskan universalitas hukum asal di atas. Karena itu, sikap keras kepada Ahl al-Bid’ah dan melanggar kehormatannya tidak dibenarkan kecuali apabila dengan hal tersebut terealisir kemaslahatan yang lebih besar.
    Mungkin, dalam tataran teoritis, kita semua sepakat dengan penjelasan di atas. Namun, bagaimana dengan tataran implementatif dan aplikatif?
    Dalam menyikapi banyaknya jama’ah-jama’ah yang ada saat ini, apabila semangat menyebarkan rahmat dan kasih sayang yang kita kedepankan, maka kita akan berusaha sebaik mungkin untuk mengajak manusia kepada kebenaran, dengan mempertimbangkan maslahat dan mudharat yang ada. Namun, apabila yang menjadi semangat dan latar belakang adalah bagaimana cara menghancurkan jama’ah tertentu, maka yang keluar dari kita adalah vonis dan celaan, tanpa memperhatikan komparasi antara maslahat dan mudharat di balik hal itu.
    Intinya, saya ingin mengajak saudara-saudaraku sekalian untuk menjadikan semangat menyebarkan kasih (rahmat) sebagai landasan dalam dakwah mereka, sebagaimana tujuan dari diutusnya Nabi SAW. Sekaligus juga mengajak saudara-saudara mereka untuk menerapkan hal serupa. Saya melihat, bahwa orang-orang yang berafiliasi kepada manhaj Salaf lebih didominasi dengan menasehati dan meluruskan orang-orang ‘di luar’ mereka, dibandingkan menasehati dan meluruskan ‘sesama’ mereka dalam sebagian permasalahan yang hal itu merupakan cerminan dari kesalahan manhaj, seperti penggunaan sikap keras bukan pada tempat dan kondisi yang semestinya, pemberian vonis atas individu tertentu dari orang-orang yang bukan ahlinya, dan lain-lain.
    Rasanya sudah saatnya kita melakukan konsolidasi dan perbaikan di kalangan internal. Sudah saatnya kita tunjukkan bahwa dakwah salaf adalah dakwah kasih (rahmat) bukan dakwah yang keras apalagi beringas.
    Demikian saya sampaikan, sekiranya apa yang saya sampaikan kali ini diyakini kebenarannya, maka mohon kiranya dapat disosialisasikan, disebarkan dan diinformasikan ke kalangan rekan-rekan yang lain. Namun, sekiranya apa yang saya sampaikan diyakini kesalahannya, maka mohon kiranya saya dihubungi untuk dinasehati dan diluruskan.
    Wallahu a’lam bish shawab.
    Wa akhiru da’wana anilhamdu lillahi rabbil ‘alamin, wash shawatu was salamu ‘ala sayyidil mursalin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
    Abu Faris an-Nuri

    HALANGAN DI ATAS JALAN DAKWAH


    PENGENALAN
    Perbincangan kita hari ini telah sampai ke satu fasa yang penting dan harus difahami bersama. Namun begitu, kepentingannya tidaklah mendahului kepentingan-kepentingan aspek lain yang telah kita bincangkan di dalam usrah SISMA ini sejak dahulu lagi. Jalan dakwah ini merupakan satu jalan kemuliaan dan tinggi nilai martabatnya. Jalan ini yang terjamin akan mendapat keredhaan dari Allah s.w.t. Jalan ini juga yang sentiasa dicari oleh setiap peribadi yang ingin berada tinggi di sisi Allah s.w.t. Ya Allah Ya Tuhan Kami, jadikanlah diri kami ini tetap berada di atas dan bersama jalan ini. Bersama berada di dalam gerabak yang telah didahului oleh para Rasul dan para Salihin.

    Namun jalan ini, tidaklah seindah dan semudah yang kita pernah lalui atau fikirkan. Ia tidaklah selapang yang kita rasakan. Bahkan ia penuh dengan cubaan dan dugaan yang datang dari pelbagai sudut dan keadaan. Bagi seorang Muslim yang mengenali dan memahami tugas dakwah ini, pasti akan terbeban dengan rasa tanggungjawab serta menjalankan dakwah ini dengan sebaik mungkin. Namun, sejauhmana motivasi ini akan mampu berterusan? Ruangan penerusan kerja dakwah atau lebih mudah kita fahami sebagai istiqamah inilah yang membuka dan membentuk pelbagai rintangan serta halangan di atas jalan dakwah.




    DIANTARA RINTANGAN DAN PENYELEWENGAN
    Penyelewengan bererti menyimpang dari jalan sebenar. Apabila kesilapan demi kesilapan terus dilakukan dan kita tidak mahu memperbaiki diri dan kembali kepada hal yang benar, maka penyelewengan itu akan menjadikan kita semakin jauh menyimpang dari jalan yang benar. Rintangan pula adalah perkara-perkara yang menjadi sekatan kepada pergerakan kita yang akhirnya memberikan kesan negatif kepada pendakwah itu sendiri. Ia termasuklah dalam soal sekatannya, melemahkan motivasi diri pendakwah, mengambil tindakan hasil dari kekeliruan, memusnahkan usaha dakwah, yang akhirnya semua usaha itu tiada kesan atau bekasnya juga tiada manfaat dan natijah kebaikannya.

    Penyelewengan dan rintangan adalah lumrah dalam usaha-usaha dakwah ini. Sebagaimana firman Allah s.w.t. yang bermaksud;

    "Alif Lam Mim. Adakah manusia menyangka bahawa mereka dibiarkan sahaja mengatakan kami telah beriman, sedangkan mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta". (Al-Ankabut: 1 - 3)

    Maka, pasti apabila kita sudah berada benar di atas jalan dakwah ini, apabila kebenaran yang menjadi halutuju pergerakan dan disertakan dengan kesungguhan yang mendalam, maka, isu rintangan dan halangan ini menyusul dan ia amat penting untuk diperbincangkan dan agar menjadi kayu ukur dan perhatian kita semua.


    RINTANGAN DAN HALANGAN DI DALAM JALAN DAKWAH
    1) Apabila Manusia Meninggalkan Dakwah

    Manusia akan mula berpaling dari mereka yang berdakwah. Jika ada dikalangan kita yang berdakwah ini, berasa sedih dan meninggalkan medan dakwahnya kerana dibenci atau tidak mendapat tempat, usahlah diharapkan lagi mereka kerana nescaya mereka tidak akan meneruskan usaha tersebut. Maka fahamilah bersama bahawa ia adalah amat penting bagi kita sebagai pendakwah untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi kesukaran yang pastinya tidak dapat dibayangkan. Kini, kita masih lagi diliputi dan dihujani pujian dari masyarakat. Mereka juga masih menerima kita dalam keadaan yang baik, percaya dan masih mengharap. Namun malangnya bagi kita, usaha kita masih ditahap yang kurang memberangsangkan. Perasaan malu dan merendah diri dalam melaksanakan tugasan agama ini meletakkan kita menjadi amat-amat kurang berkesan. Mungkin kerana kita sentiasa meletakkan diri kita dalam keadaan yang selesa dan senang yang akhirnya menjadikan kita amat lembap dan bermasalan.

    Bagaimana mereka, para pendakwah terdahulu, melepasi zaman itu? Bersabar dan istiqamahlah. Jadikanlah Rasulullah s.a.w. sebagai contoh terbaik dalam usaha dakwah ini. Tiada yang mustahil dalam kerja dakwah ini. Bahkan, Al-Kitab juga menjadi saksi perjuangan dakwah para Rasul yang tidak pernah kenal erti putus asa dan mengalah. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud;

    “Nuh berkata, 'Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang maka seruanku itu hanyalah menambah meraka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sombongnya. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka kepada iman dengan terang-terangan kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan cara rahsia". (Nuh: 5 – 9)

    Tugas kita hanyalah menyampaikan dakwah ini tetapi bukan membincangkan berapa ramai yang berhasil kita dakwahkan. Firman Allah lagi;

    "Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi hidayah kepada seorang yang kamu kashi, tetqapi Allah memberi hidayah kepada orang yang dikehendakiNya". (Al-Qasas: 56)

    Inilah tugas kita dan hidayahnya datang dari Allah s.w.t. Sebagaimana yang kita bincangkan dalam siri usrah terdahulu, kerja dakwah ini adalah suatu kerja yang panjang dan ia tidak harus dianggapi sebagai sesuatu yang mudah dicapai. Ia ibarat tanaman yang memerlukan siraman dan baja yang berterusan. Ia akan subur dan baik sekiranya dijaga dan dipelihara dengan baik.


    2) Apabila Dipersenda Dan Di Ejek

    Sekali lagi Rasulullah s.a.w. adalah contoh terbaik di dalam rintangan ini. Lihat dan kenangi sahaja bagaimana Rasulullah s.a.w. dihina, disimbah air, najis serta herdikan yang tidak upaya kita menerimanya. Namun baginda tetap tenang. Malah Nabi Muhammad s.a.w. berkata, "Hai Tuhanku berikanlah kepada mereka kerana sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui". Firman Allah s.w.t. yang bermaksud;

    "Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru manusia kepada Allah dan beramal soleh dan berkata, ‘Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri’. Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Dan tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang di antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar". (Fusillat: 33-35)

    Maka, janganlah dipersendakan mereka yang melakukan kerja-kerja dakwah dan usahlah bergundah-gulana, kerana itulah punca bermuram durja dan tidak mahu meneruskan usaha. Ingatkanlah semula kata-kata Asy-Syahid Imam Hassan Al-Banna, "Jadilah kamu dengan manusia seperti pokok buah-buahan yang mereka lempari dengan batu tetapi pokok itu sebaliknya melempari manusia dengan buah-buahnya".


    3) Penyiksaan

    Penyiksaan ini kebiasaannya datang daripada pemerintah, kaum atau masyarakat yang berada disekitar pendakwah. Jika dikenang pada zaman Nabi Muhammad s.a.w, ia datang dari kaum jahiliyyah dan pengalaman teman-teman terdahulu adalah daripada sistem pemerintahan yang menyekat kebebasan mereka dan mereka ini dianggap sebagai ancaman. Namun, mereka yang terdahulu memiliki segala yang besar. Jiwa mereka, kehendak mereka terhadap agama, bahkan kata-kata yang mampu menjatuhkan serta memberikan kesan kepada mereka. Oleh yang demikian, mereka terpaksa bertindak menggunakan cara si penakut. Menggunakan cara pemerintahan zalim dan berkuku besi, menangkap, memukul dan sebagainya. Namun rupa-rupanyanya, perlakulah apapun, tekanlah mereka sehingga ke tahap manapun, mereka masih gagal menyekat mereka. Firman Allah s.w.t;

    "Mereka mahu memadamkan nur Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah enggan kecuali menyempurnakan cahayanya walaupun dibenci oleh orang-orang kafir". ( At-Taubah: 32)

    Keadaan ini pasti dilalui oleh sesiapa sahaja yang berada di dalam jalan dakwah ini. Firman Allah s.w.t. lagi;

    "Apakah kamu mengira bahawa kamu akan masuk syurga padahal belum datang kepadamu (cubaan) sebagaimana halnya orang-orang yang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dam kesengsaraan, serta digoncangkan (bermacam-macam cubaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah bahawa sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat". (Al-Baqarah: 214 )

    Persoalannya, adakah kita sudah merasainya? Adakah kita telah sampai ke tahap dicemuh dan dicaci? Atau diberikan ugutan-ugutan bunuh? Kita masih selamat dan diberikan ruangan yang sebaiknya untuk berdakwah. Malangnya, kita telah mensia-siakannya. Bahkan, apa yang menjadi kekhuatiran kita, segala kesenangan kita ini adalah disebabkan kita takut untuk menyatakan kebenaran dan hanya mengharapkan kata baik dari orang lain dan tidak berkata yang benar. Kita berada di dalam bahaya jika itu benar. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud;

    "Dan jika kamu berpaling nescaya Dia akan menggantikan (kamu) dengan kaum yang lain dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)." (Muhammad: 38)

    "Barangsiapa yang berjihad maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu dari semesta alam)." (Al-Ankabut: 6)

    Sesungguhnya, perintah berdakwah dan berjihad adalah untuk diri kita sendiri. Maka, tabahkan hati dan bulatkan tekad untuk terus berjalan di atas jalan ini. Apabila yang mula memusuhi, semaklah diri sama ada kita berada atas jalan-Nya atau menyimpang dan menimbulkan kesesatan yang nyata. Jika ternyata benar, tabahlah, jika ternyata tersalah, bertaubatlah. Ini semua semata-mata nilai syurga sebagai ganjaran hidup kita, redha Allah s.w.t. dan bukan redha manusia. Mereka tidak mampu berbuat apa-apa jika tidak kerana izin dari-Nya. Firman Allah s.w.t.

    "Dan sesungguhnya telah didustakan Rasul-rasul sebelum kamu akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan terhadap mereka, sampai datang pertolomgan kami kepada mereka. Tidak ada seorang pun yang dapat merubah kalimah-kalimah (janji) Allah". (Al-An 'aam: 34)


    KELAPANGAN DAN KESENANGAN SELEPAS KESUSAHAN
    Berkat kesabaran dan kesungguhan dalam menghadapi pelbagai rintangan dalam jalan dakwah ini akhirnya membuahkan hasil usaha yang membanggakan dan memberangsangkan. Laluan berliku yang direntasi ustaz dan ustazah, generasi yang terdahulu, diteruskan generasi baru menggantikan mereka dengan mewarisi pelbagai kemudahan dan kelapangan tersedia hasil dari penat lelah pejuang terdahulu itu, dan mungkin kesabaran dan kesungguhan dalam dakwah itu sendiri. Namun, ini peringkat yang paling berbahaya kerana padanya juga ada rintangan yang besar. Rasa senang dan ringan itu menjadikan para pendakwah khususnya kita kini, terpengaruh dan merasakan apa yang kita lakukan sentiasa benar dan tiada yang salah. Akhirnya kita akan sentiasa membenarkan setiap tindakan dengan apa cara sekalipun dan memilih untuk melakukan yang ringan berbanding yang perlu. Ingatlah apabila datang kesenangan dan kelapangan hanyalah untuk memperbaharui tekad dan azam serta merencana pergerakan lebih baik dan terancang. Firman Allah s.w.t. di dalam surah Al-A’raaf bermaksud;

    "Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh subur dengan izin Allah". ( Al-A'raaf: 58)

    Friday, 13 December 2013


    RASUAH: PILIHAN ATAU KEINGINAN






    RASUAH: PILIHAN ATAU KEINGINAN
    Nurul Izzah Binti Md Rodzi
    Pusat Kajian Pengurusan Pembangunan Islam (ISDEV)

    Tugasan SZW502


    Rasuah boleh ditakrifkan sebagai imbuhan atau ganjaran yang diperolehi daripada melakukan perkara yang tidak sepatutnya dengan melanggar undang-undang dan etika. Menurut Islam, rasuah adalah harta yang diperolehi kerana melaksanakan sesuatu tanggungjawab dengan mengharapkan keuntungan atau mengelak daripada kemudharatan yang sepatutnya. Amalan rasuah adalah bertentangan dengan nilai-nilai moral, etika dan agama. Amalan ini secara umunya boleh disifatkan sebagai tawaran atau penerimaan sebarang pembayaran, hadiah, ganjaran dan lain-lain faedah daripada pihak-pihak tertentu untuk membuat sesuatu atau mempengaruhi sesuatu keputusan. Syed Hussin al-Atas pernah berkata, rasuah adalah suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan yang diberikan melibatkan pihak pemerintah, pihak swasta atau masyarakat umum. 

    Rasuah merupakan ancaman yang besar kepada ekonomi sesebuah negara dan pembangunan sosial sesebuah negara. Malangnya, kadar rasuah yang tinggi juga terdiri dikalangan negara yang majoriti rakyatnya beragama Islam. Malaysia juga tidak terlepas daripada masalah ini walaupun negara ini mempunyai lebih 50 peratus rakyatnya beragama Islam. Mengikut statistik Suruhanjaya Pencegahan Rasuah (SPRM), pada tahun 2012, 701 tangkapan dilakukan manakala pada tahun 2013 sehingga bulan Oktober sebanyak 426 tangkapan dilakukan yang 70 peratus lebih melibatkan orang awam. Timbul persoalan, kenapakah amalan ini masih berlaku? Sedangkan kerajaan telah melakukan pelbagai pelan tindakan untuk mencegah amalan ini.

    Amalan rasuah bukan merupakan perkara baru kepada masyarakat. Pada zaman Rasulullah SAW lagi amalan ini telah wujud. Baginda SAW sendiri telah diuji dengan pelbagai ujian dalam usaha untuk menyebarkan risalah Islam. Salah satu daripada ujian tersebut ialah Baginda SAW ditawarkan dengan harta kekayaan oleh kaum Quraish supaya berhenti menyebarkan risalah Islam kepada penduduk Makkah, meninggalkan jihad dan meninggalkan perjuangan untuk membina masyarakat Rabbani. Walaupun pelbagai ujian dan sogokan yang ditawarkan kepada Rasulullah SAW, Baginda tetap dengan pendiriannya berdasarkan sabdanya:

    "Sekiranya bulan diletakkan di tangan kananku dan matahari di tangan kiriku nescaya aku tidak akan sekali-kali meninggalkan tugas menyebarkan Islam ini."
    Para sahabat Baginda SAW juga diuji dengan harta ketika melaksankan tanggungjawab mereka. Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Rawahah berangkat ke Khaibar (daerah Yahudi yang tunduk kepada kekuasaan Islam) untuk menilai hasil buah kurma di daerah itu kerana Rasulullah SAW telah memutuskan bahawa hasil bumi Khaibar dibahagi dua iaitu separuh untuk kaum Yahudi sendiri, dan yang separuh lagi diserahkan kepada kaum Muslimin. Ketika Abdullah bin Rawahah sedang menjalankan tugasnya, orang-orang Yahudi datang kepadanya membawa berbagai perhiasan dan berkata kepada Abdullah:

    "Perhiasan ini untuk anda, ringankanlah kami dan berilah kepada kami lebih dari separuh," Abdullah menjawab, "Wahai kaum Yahudi! Demi Allah kalian memang makhluk Allah yang paling aku benci. Apa yang kalian lakukan ini justeru membuatkan diriku lebih membenci kalian. Rasuah yang kalian tawarkan itu adalah barang haram, dan kami kaum Muslimin tidak memakannya!" Mendengar jawaban tersebut mereka (Yahudi) berkata, "Kerana (sikap) inilah langit dan bumi tetap tegak!" (Imam Malik, Al Muwattha':1450).

    Kefahaman sahabat terhadap konsep amanah dan jujur dalam melaksanakan sesuatu menjadi kekuatan kepada mereka untuk menolak unsur-unsur negatif yang datang kepada mereka. Pengharaman amalan rasuah ini dititik berat oleh para sahabat apabila Baginda SAW memberi penekanan dosa rasuah adalah sama dengan dosa-dosa besar yang lain seperti berzina dan meminum arak. Selain itu, dosa rasuah bukan hanya kepada penerima rasuah malah kepada pemberi dan perantara yang melakukan perbuatan tersebut juga diberikan. Rasulullah SAW telah bersabda yang bermaksud:

    "Dari Abdillah bin Amru Radiallahuanhuma ia berkata : Rasulullah SAW melaknat pemberi rasuah dan penerima rasuah".(Riwayat At-Tirmidzi, No hadis: 3/622)

     
    Mengapa rasuah berlaku?

    Amalan rasuah boleh berpunca daripada sikap tamak haloba, ingin cepat kaya, tidak bersyukur, tidak amanah dan sebagainya. Apabila sikap-sikap ini menguasai seseorang maka hilanglah rasa bertuhan kerana menganggap kehidupan di dunia ini adalah selama-lamanya. Mereka juga merasakan kekayaan hanya daripada usaha mereka dan bukan daripada Allah SWT. Allah SWT telah memberi amaran kepada umat manusia supaya meninggalkan amalan ini. Firman Allah SWT yang bermaksud:

    "Dan janganlah kamu makan atau mengambil harta orang-orang lain di antara kamu dengan jalan yang salah dan jangan pula kamu menghulurkan harta kamu (memberi rasuah) kepada hakim-hakim kerana hendak memakan atau mengambil sebahagian dari harta manusia dengan berbuat dosa, pada hal kamu mengetahui salahnya" (Al-Baqarah, 1: 188).

    Selain daripada sikap-sikap tersebut, rasuah juga boleh berpunca daripada kelemahan rohani seseorang. Apabila lemahnya iman seseorang maka risiko untuk terlibat dengan amalan ini adalah tinggi. Tidak terkecuali yang tua, muda, perempuan atau lelaki. Rasuah bukan hanya memberikan kesan kepada pendapatan atau ekonomi negara, rasuah juga memberi kesan kepada pembinaan tamadun masyarakat dan pembinaan sumber manusia itu sendiri.

    Pilihan dan Keinginan dalam Isu Rasuah

    Amalan rasuah memerlukan dua atau tiga pihak untuk menjayakannya. Oleh itu, setiap pihak mempunyai pilihan sama ada menerima atau menolak amalan tersebut. Islam memberi ruang kepada penganutnya untuk membuat pilihan selagi mana tidak bertentangan dengan syariat. Pilihan merupakan hak seseorang untuk melakukan sesuatu, sekuat mana tekanan yang diterima untuk menerima atau memberi rasuah jika seseorang memilih untuk menolaknya kerana lebih takutkan pilihan yang diberikan Allah SWT di akhirat kelak maka perkara tersebut dapat menjauhkan mereka daripada amalan rasuah. Terdapat dua pilihan dalam isu rasuah iaitu pilihan yang baik (menolak) dan buruk (menerima). Manakala keinginan pula melihat kepada kehendak seseorang dalam melakukan sesuatu sama ada berpandukan hukum atau mengikut hawa nafsu.

    1)      Memilih menerima amalan rasuah?

    Amalan rasuah berlaku disebabkan beberapa faktor namun, faktor yang memberi kesan yang besar adalah mereka mempunyai persepsi yang salah. Persepsi pertama iaitu rasuah bukan hanya mempunyai perkara negatif tetapi terdapat juga positifnya. Positifnya amalan rasuah apabila diberikan suapan kepada pihak-pihak tertentu, sesuatu pekerjaan tersebut dapat dipercepatkan. Pihak-pihak yang berhajat dan memberikan suapan menunjukkan mereka benar-benar mempunyai kepentingan terhadap urusan tersebut. Selain itu, sesebuah organisasi yang mempunyai birokrasi yang sangat tidak efisien dapat membuang halangan-halangan dalam memberi layanan yang baik apabila suapan diberikan. 

    Anggapan kedua, amalan rasuah perlu diterima dalam keadaan-keadaan tertentu. Orang yang melakukan amalan rasuah sering kali menyatakan masyarakat perlu menerima amalan-amalan ini dalam sesetengah perkara. Jika tidak melakukannya sesuatu keputusan dan biroksasi yang harmoni tidak dapat diwujudkan. Hal ini kerana, rasuah memerlukan persetujuan bersama dan janji setia kedua pihak untuk melaksanakannya. 

    Berdasarkan anggapan-anggapan tersebut, timbul persoalan adakah benar amalan rasuah mempunyai perkara positif? Walaupun terdapat sesetengah pihak menyatakan terdapat kesan positif dalam amalan rasuah namun sebagai umat Islam kita perlu berpegang teguh kepada hukum yang telah ditetapkan iaitu sejauh mana kepentingan seseorang untuk menerima rasuah syarak telah menetapkan “sesuatu matlamat tidak menghalalkan cara”. Walaupun matlamat melakukan rasuah adalah baik, jika jalan yang ditempuh untuk mendapatkannya adalah salah dan dilarang keras oleh agama maka perbuatan tersebut hendaklah ditinggalkan.

    2)      Memilih untuk menolak?

    Amalan rasuah ditolak apabila seseorang individu mempunyai sikap amanah dan jujur dalam melaksanakan tanggungjawab. Setiap tanggungjawab yang diberikan terutamanya melibatkan pihak pengurusan atau organisasi telah disediakan gaji untuk pekerjaan mereka, pemberian atau pengharapan kepada upah-upah sampingan sepatutnya tidak berlaku. Tanggungjawab yang diberikan bukan sahaja melibatkan amanah yang diberikan oleh majikan atau pihak kerajaan, malah melibatkan amanah yang diberikan oleh Allah SWT. Oleh itu, kekuatan iman sahaja yang mampu mencegah seseorang daripada amalan ini. 

    Selain itu, terdapat pihak yang menolak rasuah dalam bentuk wang tetapi menerima hadiah dan upah. Adakah hadiah juga boleh dikira sebagai rasuah? Hadiah adalah pemberian yang tidak mengharapkan kepada sebarang balasan malah Rasulullah SAW juga menerima hadiah. Namun, terdapat keadaan di mana para sahabat menolak pemberian hadiah kerana jawatan yang dipegang oleh mereka. Khalifah Umar Abdul Aziz pernah menolak hadiah walaupun dikatakan kepadanya bahawa Rasulullah SAW menerima hadiah dengan berpegang bahawa tindakan Rasulullah SAW tersebut adalah berbeza kerana apa yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah hadiah tetapi hadiah yang diberikan kepada beliau adalah sogokan. Begitu juga dalam kes Ibnul Utbiah yang dihantar oleh Rasulullah SAW kepada satu kabilah untuk mengutip zakat dan beliau membawa balik kutipan zakat berserta pemberian hadiah daripada kabilah tersebut dan ditegur oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW bersabda:

    "Mengapa kamu tidak tinggal dirumah bersama ayah dan ibu kamu menantikan hadiah itu sampai kepada kamu, sekiranya kamu memang benar orang yang jujur."

    Kisah tersebut dapat dijadikan garis panduan dan pengajaran kepada kita bahawa rasuah adalah sesuatu yang rumit dan boleh terjadi dalam pelbagai bentuk bergantung kepada cara seseorang untuk melakukannya. Perkara ini perlu menjadi peringatan kepada setiap individu yang mempunyai tanggungjawab dan jawatan dalam sesebuah organisasi, jabatan dan sebagainya. Perkara ini juga perlu diberi perhatian oleh semua pekerja sama ada daripada pihak kerajaan atau swasta kerana mereka telah diberikan gaji atas pekerjaan mereka. Penerimaan lain setelah menerima gaji adalah dilarang, ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

    Barangsiapa yang telah kami ambil untuk melakukan sesuatu kerja, dan telah ditetapkan baginya sesuatu rezeki (gaji atau upah), maka apa yang diambilnya selepas itu adalah ghulul (pengkhianatan)” (Riwayat Abu Daud, No hadis: 2943)

    3)      Keinginan individu

    Keinginan adalah sesuatu yang berasal daripada hasrat (nafsu) atau harapan seseorang untuk mencapai sesuatu dan memenuhi kepuasan dalam hidupnya. Timbul persoalan adakah semua keinginan boleh diikuti? Keinginan manusia adalah tidak terbatas, namun manusia bukan hanya hidup secara individu dalam dunia ini. Kehidupan manusia melibatkan masyarakat, alam dan yang lebih utama adalah sebagai hamba kepada Allah SWT. Perkara ini berdasarkan firman Allah SWT:

    Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat,51: 56).

    Manusia perlu sedar sejauh mana mereka berjalan di muka bumi mereka tidak dapat terlepas daripada peraturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Oleh itu, keinginan manusia haruslah bersandarkan kepada kehendak Allah SWT. Tidak ada bandingannya keinginan manusia dengan apa yang diperintah dan apa yang dikehendaki oleh Allah SWT. Begitu juga dalam mengejar kekayaan di dunia.

    Umat Islam digalakkan untuk mencari harta kekayaan, namun kekayaan yang dicari hendaklah diniatkan supaya menjadi ibadah dan mendatangkan keredhaan Allah SWT. Kekayaan yang diperolehi dengan jalan yang tidak dibenarkan syarak seperti amalan rasuah adalah berlandaskan keinginan dan nafsu semata-mata. Walaupun tidak dinafikan manusia mempunyai nafsu, namun Allah SWT yang maha bijaksana telah mengurniakan manusia akal untuk berfikir sama ada sesuatu perkara tersebut baik atau buruk.

    Amalan rasuah yang berlaku pada hari ini disebabkan sikap tidak bersyukur dan tamak dengan kemewahan di dunia. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu imbuhan selain daripada yang sepatutnya menunjukkan sikap tidak bersyukur. Apabila tidak bersyukur maka tiada keberkatan dalam rezeki yang diperolehi. Begitu juga sikap tamak, kerana keinginan menjadi kaya dengan jalan pintas menyebabkan seseorang berlaku zalim dan membelakangkan hukum. Apabila nafsu menguasai manusia maka tiada belas kasihan dan rasa bersalah terhadap apa yang mereka lakukan. Amalan rasuah ini bukan hanya mendapat kutukan daripada Allah SWT malah amalan ini memberi kesan kepada keturunan pelakunya. Jabir bin Zaid meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW bersabda:

    Setiap daging yang tumbuh dariapada sumber yang diusahakan dengan jalan yang haram maka nerakalah yang selayaknya baginya”.(Riwayat Imam Ahmad, No.Hadis: 610).

    Berdasarkan hadis tersebut, terdapat kemungkinan besar amalan rasuah ini juga memberi kesan kepada keturunan yang terkemudian. Perkara ini disebabkan apabila setiap harta yang diberi atau ditinggalkan kepada keturunan yang berikutnya daripada hasil rasuah maka hasil tersebut adalah haram mengikut hukum walaupun mereka tidak mengetahui. Oleh itu, umat Islam perlu sedara bahawa keinginan hendaklah bersandarkan kepada hak manusia dan hukum yang telah ditetapkan Allah SWT. Keinginan yang didasari oleh nafsu boleh menyebabkan seseorang terjerumus ke dalam lembah yang hina dan mendapat kutukan daripada Allah SWT.

    Benteng Diri daripada Rasuah

    Terdapat pelbagai cara untuk menjaga diri daripada rasuah yang melibatkan individu, masyarakat dan juga pemerintah. Namun, perbincangan ini memberi fokus kepada individu yang lebih memberi kesan kepada amalan ini.  Di antara perkara yang boleh dijadikan benteng seseorang daripad amalan rasua adalah:

    1)      Iman yang kuat

    Seseorang yang mempunyai iman yang kuat dengan melaksanakan perkara yang diperintahkan oleh Allah SWT tidak akan terjebak dalam amalan rasuah ini. Tidak mungkin seseorang yang menjaga solat, puasa dan ibadah-ibadah yang lain mudah untuk terpengaruh atau terjebak dengan amalan yang dikeji oleh Allah SWT. Insan yang mempunyai iman yang kuat mengenai hari pembalasan akan menganggap dunia hanya sebagai tempat persinggahan untuk menuju tempat yang kekal abadi. Orang yang beriman merasakan segala yang berlaku di dunia adalah ujian yang perlu ditempuhi untuk kesenangan di akhirat kelak. Keadaan kehidupan di dunia juga telah dinyatakan oleh Rasulullah SAW dalam sabda Baginda:

    Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan syurga bagi orang kafir”(Riwayat Muslim, no.Hadis: 481).


    Hadis tersebut memberi gambaran bahawa seseorang mukmin tidak merasakan ujian dan kekurangan yang dimiliki ketika hidup di dunia sebagai sesuatu yang merugikan. Oleh itu, sekuat mana tekanan dan dugaan yang ditempuhi ketika di dunia manusia tidak perlu tunduk kepadanya jika terdapat tegahan dan larangan daripada Maha Pencipta.

    2)      Jujur dan amanah

    Jujur dalam melaksanakan tanggungjawab yang diberikan dapat mengelak seseorang daripada terlibat dalam amalan rasuah. Apabila seseorang jujur, setiap pekerjaan yang dilakukannya terarah kepada kebaikan, dan kebaikan tersebut membawanya kepada keredhaan Allah SWT. Seorang yang jujur juga akan teguh memegang amanah yang diberikan kepadanya. Sebagai hamba Allah kita bukan sahaja perlu melaksanakan amanah yang diberikan oleh manusia tetapi yang lebih utama amanah yang diberikan Allah SWT sebagai khalifah di muka bumi. Kedua-dua amanah ini melibatkan hubungan di antara manusia (hablum minannas) dan hubungan dengan Pencipta (hablum minallah).

    Manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk menyampaikan amanah kepada yang berhak dan melaksanakan tanggungjawab yang telah diberikan. Firman Allah SWT yang bermaksud:

    Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum di antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan (suruhanNya) itu memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah sentiasa Mendengar, lagi sentiasa Melihat". (An-Nisa’, 4:58)

    Amanah dalam kehidupan berkait dengan pelbagai perkara yang merangkumi hak Allah SWT, hak sesama manusia, hak dalam kesederhanaan, hak dalam tanggungjawab dalam organisasi. Oleh itu, sifat jujur dan amanah adalah sifat yang serangkai dan saling berkaitan. Apabila wujudnya sifat jujur dalam diri seseorang maka dengan sendirinya sifat amanah terbentuk dalam diri seseorang.

    3)      Bersyukur

    Syukur terdiri daripada tiga perkara yang mendasarinya iaitu ilmu, keadaan dan perbuatan. Ilmu dapat menyedarkan seseorang bahawa nikmat yang diterimanya adalah kurniaan Allah SWT. Dengan nikmat tersebut manusia melahirkan rasa syukur dan rasa gembira. Manakala, apabila bersyukur sudah pasti setiap perbuatan yang dilakukannya terarah untuk mencapai redha Allah SWT.

    Dalam konteks amalan rasuah, manusia dapat menolak amalan tersebut dengan mudah apabila berasa syukur dan cukup dengan nikmat yang Allah berikan. Seseorang yang bersyukur juga tidak akan cuba mendapatkan sesuatu yang bukan menjadi haknya secara batil. Mengambil hak secara batil merupakan perbuatan mengkufuri nikmat Allah SWT dengan jawatan dan pekerjaan yang dilakukannya. Sikap syukur ini juga menyebabkan seseorang berasa tenang dengan apa yang dikurniakan oleh Allah SWT sama ada kaya, miskin, sihat atau sakit. Hal ini kerana, kepercayaan bahawa setiap sesuatu yang diberikan Allah SWT kepada hambanya mempunyai hikmah yang tersendiri. Sikap manusia yang tidak bersyukur telah dinyatakan Allah SWT yang bermaksud:

    dan kalaulah Allah memewahkan rezeki bagi setiap hamba-Nya, nescaya mereka akan melampaui batas di bumi (dengan perbuatan-perbuatan liar durjana); akan tetapi Allah menurunkan (rezeki-Nya itu) menurut kadar yang tertentu sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya ia mengetahui dengan mendalam akan segala keadaan hamba-Nya, lagi melihat dengan nyata". (As-Syura, 42: 27)

    Firman Allah SWT tersebut menyatakan bahawa seseorang yang dikatakan tidak bersyukur adalah orang yang tamak dengan kemewahan dunia dan tidak pernah berasa puas dengan apa yang dimilikinya.

    Sebagai kesimpulannya, rasuah merupakan amalan yang mengkhianati agama dan negara. Amalan ini tidak boleh diterima walaupun terdapat sesetengah pihak yang menyatakan terdapat unsur positif dalam pelaksanaanya. Amalan ini jelas ditolak dalam Islam semenjak zaman Rasulullah SAW. Manusia sepatutnya tidak lalai dengan kemewahan dunia sehingga mengabaikan kewajipan dan hak yang sepatutnya. Islam telah menyatakan bahawa harta dan kemewahan di dunia adalah ujian kepada orang-orang yang beriman. Keimanan, keyakinan dan kepatuhan yang teguh kepada perintah Allah SWT dapat menghindari seseorang itu daripada terjebak dengan amalan yang keji ini. Oleh itu, manusia khususnya umat Islam perlu sedar dan kembali kepada fitrah kejadian yang sebenar bahawa mereka diciptakan untuk menjadi hamba dan khlifah di atas muka bumi ini.



    Rasulullah, tidak Berpolitik

    Ada yang berpendapat, Nabi Muhammad adalah seorang ahli politik.
    Dan dengan ilmu politik yang dimilikinya, beliau bisa menjadi seorang penguasa, yang menjadikan jalan baginya, dalam menyiarkan Islam.
    Akan tetapi, setelah dikaji lebih mendalam, pendapat itu sangat keliru,
    bahkan, di dalam sejarah hidupnya, beliau pernah menolak untuk berpolitik.
    .
    .
    Sejarah Politik
    Politik adalah berasal dari bahasa Yunani Kuno, pada sekitar tahun 400 SM. Politik berasal dari kata Polis, yang berarti negara. Akan tetapi yang dimaksud negara pada saat itu, masih berupa kota, dengan demikian yang dimaksud negara pada karya-karya pemikir Yunani saat itu, masih dalam ruang lingkup terbatas, yakni sebuah kota.
    Di masa itu, pemikir-pemikir Yunani Kuno memunculkan karya-karya yang monumental diantaranya Socrates, Plato dan Aristoteles. Plato sebagai salah seorang murid utama Socrates, memunculkan karya politik yang berjudul Republik, yang merupakan pengungkapan gambaran suatu negara yang ideal.
    Pemikiran-pemikiran kenegaraan dari Socrates, Plato dan Aristoteles pada kala itu, dimotivasi atas munculnya pemikiran kaum Sofist di masyarakat Yunani Kuno ketika itu. Kaum Sofist adalah suatu kaum yang lebih mementingkan diri sendiri daripada masyarakat banyak. Menurut mereka hukum itu adalah hak dari yang terkuat, yang dapat dipaksakan kepada orang lain demi kepentingan pribadi belaka. Dari hasil tukar pikiran dengan kaum Sofist, bermunculan karya-karya Plato, seperti Republik (Politea/Negara), Politikos (Negarawan) dan Nomoi (Undang-undang).
    Pemikiran seorang Plato, yang didasarkan kepada ra’yu (logika) ternyata sudah lepas landas dari bimbingan Taurat. Membangun negara yang ideal menurut logika seorang Plato, tidak didasarkan kepada Petunjuk Ilahi, sehingga memiliki berbagai kelemahan dalam menata masyarakat manusia. Dan saat ini, ilmu Politik yang disumbangkan Plato, telah berkembang menjadi ilmu yang mempelajari kekuasaan dalam masyarakat.

    Teladan Rasulullah
    Ketika para pembesar Quraisy menawarkan kekuasaan pada Muhammad SAW, dengan syarat beliau mau menghentikan dakwahnya. Demi tugas menyebarkan risalah yang diembannya, Rasulullah SAW menolak tawaran itu.
    Kalau saja, pada saat itu Rasulullah SAW mau sedikit ‘berpolitik’ dan memanfaatkan kekuasaan yang diperolehnya untuk menyiarkan dakwah Islam, bisa jadi perjuangannya tidak akan seperti yang sudah terukir dalam sejarah. Bisa jadi perjuangannya lebih mudah dan ringan.
    Namun, Rasulullah SAW tidak mau ambil tindakan yang instant, lewat jalur politik atau kekuasaan. Beliau lebih mengutamakan jalur Siyasah, dengan memunculkan karya unggulan, yang kemudian jadi suri teladan bagi pengikutnya.
    Kisah keteladanan Rasulullah SAW ini dapat dibaca dalam QS. Al Ahzab ayat 21,
    “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
    Rasulullah SAW lebih memilih jalan yang berliku dan terjal, jalan yang penuh tetesan darah dan air mata. Jalan yang diridai Allah SWT, bukan jalan yang semata bertujuan membangun kekuasaan, yang bersifat sesaat dan fana.
    Terbukti langkah yang diambil Rasullah SAW ini berhasil. Kepeloporan Rasulullah SAW, yang kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, melahirkan masa kejayaan umat Islam selama 7 abad. Satu masa kejayaan yang tidak singkat dan itu hanya dapat terjadi karena langkah benar yang diambil oleh Rasulullah SAW.
    .
    Bagaimana dengan diri kita?
    Apakah kita sudah memilih jalur yang lebih sulit tetapi benar dan lurus untuk mencapai tujuan kita?
    Mungkin ada banyak jawaban dan pemikiran. Namun satu hal yang mesti kita ingat dan rasanya siapapun juga tahu pepatah ini. Segala sesuatu yang didapatkan dengan mudah, biasanya mudah pula hilangnya. Sebaliknya segala sesuatu yang diperoleh dengan susah payah, penuh perjuangan, biasanya akan bertahan lama, kokoh mengakar karena kuatnya perjuangan untuk mendapatkannya.
    Rasanya tidak berlebihan kalau kita mengikuti pepatah tersebut, untuk apa saja yang kita lakukan dan kita inginkan. Mendapatkan sesuatu dengan cepat dan instanst boleh-boleh saja, tapi pastikan kita memperolehnya melalui jalan yang benar. Karena kalau tidak, biasanya akan menimbulkan penyesalan yang berkepanjangan.

    Hijrah Nabawiyyah | Jiwa Besar & Langkah Strategik.

    Berhadapan dengan kabilah-kabilah Arab di musim haji.
    Selepas pulangnya Rasulullah s.w.a dari peristiwa Isra' dan Mi'raj baginda Rasulullah s.a.w. berjiwa besar mendedahkan dirinya berdepan dengan pemuka-pemuka kabilah di musim haji. Baginda Rasulullah s.a.w memberi penerangan tentang Islam dan membuat tawaran untuk diberi tempat dan pertolongan kepada Baginda saw untuk menyampaikan kalimah Allah s.w.t. Nabi s.a.w. bergerak di tengah-tengah pasar perniagaan  di Makkah dan di musim haji yang berhimpunnya kabilah-kabilah Arab dari seluruh pelusuk semenanjung.

    Pergerakan Baginda s..a.w. mempunyai strategi siasah dan dakwah yang jelas sasaran dan objektifnya ditemani oleh Abu Bakar as-Siddiq seorang yang berpengetahuan luas mengenai nasab keturunan Arab dan sejarah latar belakang mereka. Mereka berdua mensasarkan kepala-kepala kabilah dan orang-orang yang berpengaruh. Abu Bakar r.a bertindak sebagai perisik yang berkesan apabila mengajukan soalan-soalan berikut kepada kepala-kepala kabilah yang ditemuinya;

    Berapa bilangan kamu? Bagaimana pertahanan kamu? Bagaimana bentuk peperangan kamu?
    Beliau membuat tinjauan awal sebelum membawa Rasulullah s.a.w. bercakap dan menawarkan dakwahnya kepada mereka. Al Maqrizi menyebut kemudian Nabi s.a.w berdepan dengan kabilah-kabilah di musim haji dan mengajak mereka kepada Islam. Meraka ialah Bani 'Amir, Bani Ghassan, Bani Fizarah, Bani Murrah, Bani Hanifah, Bani Salim, Bani Abas, Bani Nasr, Sa'labah bin Ukabah, Kanadah, Kalb, Bani al Harith bin Kaab, Bani Azarah, Qais bin al Khatib, Abul Yasar, Anas bin Abu Rafi'.

    Al Waqidi memperincikan berita pertemuan Nabi s.a.w. kabilah demi kabilah. Dikatakan bahawa Nabi s.a.w memulakan kepada Bani Kalb, Bani Hanifah, kemudian Bani 'Amir. Nabi s.a.w bersabda: " Siapakah lelaki yang boleh membawaku pulang ke kaumnya lalu mempertahankan aku sehingga aku menyampaikan risalah tuhanku ".

    Quraish telah menahanku dari menyampaikan risalah tuhanku. Abu Lahab mengiringinya dari belakang dengan katanya kepada orang ramai jangan kamu mendengar darinya kerana dia adalah pembohong besar. Al Bukhari di dalam At-tarikhnya menyebut dari Mudrij bin Munib dari bapa dari datuknya r.a :

    " Aku melihat Rasulullah s.a.w di zaman jahiliyah Baginda bersabda wahai manusia katakanlah lailahaillallah, kamu akan berjaya. Antara orang ramai ada yang meludah dimukanya, ada yang menabur tanah keatasnya, ada yang mengutuknya sehingga waktu tengah hari, lalu datang lah seorang anak dara membawa bejana air membasuh muka dan tangan Nabi s.a.w.

    Baginda saw pula bersabda : " Wahai anak perempuanku ! Janganlah kau bimbang bapamu tewas atau hina ". Aku bertanya : Siapakan perempuan ini? Orang memberitahu: " Itulah Zainab bintu Muhammad s.a.w, dia seorang anak dara yang cantik ". Abu Jahal dan Abu Lahab bersilih ganti menyakitkan Rasulullah s.a.w ketika Baginda berdakwah di pasar dan di musim haji. Nabi s.a.w berhadapan dengan kesukaran dari mereka berdua sebelum kesukaran sasaran dakwah itu sendiri.
    Langkah Nabi s.a.w menghadapi perancangan Abu Jahal dan sekutunya.
    1.      Berjumpa dengan kabilah di waktu malam.
    2.      Menemui kabilah-kabilah Arab di khemah-khemah mereka
    3.      Membawa teman pengiring seperti Abu Bakar dan Ali
    4.      Memastikan kabilah itu sendiri mempunyai kawalan keselamatan tersendiri.
    Pertemuan dengan Bani 'Amir
    Bani 'Amir dipilih kerana mempunyai bala tentera bala tentera yang ramai dan kuat. Mereka termasuk di kalangan 5 kabilah Arab yang tidak pernah ditawan dan tidak tunduk kepada mana-mana raja dan tidak membayar apa-apa ufti. Mereka dalam hal ini setaraf dengan Quraish dan Khuza'ah. Nabi s.a.w mengetahui bahawa adanya permusuhan lama di antara Bani 'Amir dan Bani Thaqif yang telah mengisytiharkan permusuhan dengan Nabi s.a.w.

    Jika berjaya membuat hubungan atau perjanjian dengan Bani 'Amir maka Thaqif berhadapan dengan bahaya besar. Pengkaji sirah menyebut bahawa apabila Nabi s.a.w mengunjungi Bani 'Amir bin So'so'ah, baginda s.a.w mendakwah mereka kepada tauhidkan Allah dan menawarkan dirinya kepada mereka.

    Ada seorang lelaki bernama Baiharah bin Firas berkata: " Demi Allah jika aku mengambil anak muda dari Quraish ini pasti aku dapat meratah bangsa Arab. Dia kemudiannya berkata kepada Rasulullah s.a.w : Apa pandangan mu jika kami berjanji setia dengan urusanmu, kemudian Allah memberi kemenangan mengalahkan musuhmu, apakah kami akan memilki apa-apa kuasa selepasmu ?

    Rasulullah s.a.w menjawab: Urusan itu terpulanglah kepada Allah. Dia sahajalah yang meletakkanya di mana dia mahu. Dia berkata : Bagaimana boleh kami dedahkan tengkuk-tengkuk kami kepada bangsa Arab demi pertahankan engkau, tiba-tiba apabila Allah memberi kemenangan, kuasa terserah kepada bukan orang kami? Tiada keperluan untuk kami untuk berurusan dengan engkau. Mereka menolak tawaran Nabi s.a.w.
    Rundingan dengan Bani Syaiban.
    Menurut riwayat Ali bin Abi Talib r.a : Kemudian kami beredar ke majlis lain. Nabi s.a.w penuh dengan ketenangan dan kehebatanya. Abu Bakar r.a  mendahului memberi salam dengan berkata siapakah kamu? Mereka menjawab : Syaiban bin Tha'labah. Abu Bakar melihat kepada abu Bakar s.a.w dan berkata mereka inilah pemuka-pemuka Arab. Dikalangan mereka ada Mafruq yang paling petah bercakap dan paling segak dipandang.
    Abu Bakar bertanya : berapa bilangan kamu. Mafruq menjawab : kami melebihi 1000 yang tidak tewas kerana sedikit. Abu Bakar bertanya lagi: Bagaimana kamu mempertahankan diri? Mafruq menjawab : Kami menjadi terlalu pemarah apabila bertempur dan pertempuran menjadi kemuncak apabila kami naik marah. Kami melebihkan kuda-kuda perang berbanding dengan anak-anak sendiri, mementingkan senjata perang berbanding pertanian. Adapun kemenangan maka ianya dari Allah. Kadang-kadang kami menang, kadang-kadang kami kalah. Boleh jadi engkaulah saudara dari Quraish itu?

    Abu Bakar menjawab : Jika telah sampai kepada kamu berita mengenai Rasulullah s.a.w maka inilah orangnya. Mafruq bertanya : Kepada apakah engkau mengajak kami wahai saudara Quraish? Rasulullah s.a.w menjawab : Kepada kesaksian bahawa tiada tuhan melainkan Allah dengan esanya tanpa sebarang sekutu.

    Sementara aku pula adalah hamba Allah dan utusannya. Juga aku mengajak kamu untuk melindungiku dan membantuku kerana Quraish telah berterang-terangan menolak Allah dan membohongi Rasulnya serta merasa cukup dengan kebatilan dan meminggirkan kebenaran. Allah jualah yang maha kaya lagi maha terpuji. Mafruq bertanya : Kepada apakah lagi seruan mu wahai saudara Quraish? Demi Allah aku belum pernah mendengar bicara yang lebih cantik daripada ini.
    Nabi s.a.w membacakan ayat 151 dari surah al an'am.
    قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُم مِّنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّـهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١٥١﴾
    Katakanlah: "Marilah, supaya aku bacakan apa yang telah diharamkan oleh Tuhan kamu kepada kamu, iaitu janganlah kamu sekutukan dengan Allah sesuatupun; dan hendaklah (kamu) membuat baik kepada ibu bapa; dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu kerana kepapaan, (sebenarnya) Kamilah yang memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu hampiri kejahatan-kejahatan (zina) - yang terang daripadanya dan yang tersembunyi; dan janganlah kamu membunuh jiwa yang telah diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan jalan yang hak (yang dibenarkan oleh Syarak). Dengan yang demikian itulah Allah perintahkan kamu, supaya kamu memahaminya.
    Mafruq berkata : Demi Allah engkau menyeru kepada akhlak mulia dan perlakuan baik.  Rugilah puak yang menuduhmu bohong atau menentangmu. Dia menyerahkan keputusan kepada Hani' bin Qubaisah dengan katanya : Inilah Hani' penghulu kami dan ketua agama kami. Hani' berkata : Aku telah mendengar ucapan mu wahai saudara qurisy. Cuma aku berpandangan untuk meninggalkan agama kami dan mengikut agama kamu hanya dengan satu majlis yang tiada pendahulu dan tiada penutup adalah pendapat dangkal dan singkat. Sesungguhnya kesilapan sering berlaku kerana kegopohan.

    Kami belum bersedia untuk membuat apa-apa perjanjian mewakili orang ramai di belakang kami. Kami akan pulang dan engkau pulanglah utnuk kami membuat penilaian. Dia kemudian memasukkan al Musanna bin Harithah untuk menyertai sama membuat keputusan dengan katanya. Inilah al muthanna orang tua kami dan panglima perang kami. Al Muthanna (dia masuk Islam akhirnya) berkata aku telah mendengar ucapanmu wahai saudara Quraish. Cuma jawapannya adalah sebagaimana jawapan Hani' untuk meninggalkan agama kami dan mengikut agama kamu.

    Sebenarnya penempatan kami adalah di antara dua kuasa iaitu Yamamah dan Samamah. Nabi bertanya apakah dua kuasa itu? Dia menjawab sungai-sungai Kisra dan tadahan air Arab. Adapun dari pihak sungai-sungai Kisra maka kesalaha untuknya tidak akan diampun dan sebarang alasannya tidak akan diterima. Kami telah mementerai perjanjian dengan Kisra untuk tidak membawa perancangan baru dan tidak melindingi mereka yang membawa idea baru. Kami berpendapat perkara yang engkau serukan ini wahai saudara Quraish adalah satu urusan yang dibenci oleh raja-raja.

    Jika engkau hanya mahukan kami memberi perlindungan dan bantuan kepada engkau hanya untuk daerah yang dikuasai oleh tadahan air Arab, maka kami boleh laksanakan. Nabi s.,a.w menjawab : Kamu tidaklah buruk ketika memberi jawapan balas dan kamu telah jelas bercakap benar. Sesungguhnya agama Allah ini tidak membantunya melainkan mereka yang sanggup untuk meliputinya dari segenap penjurunya. Apa pandangan kamu jika kamu bertenang sekejap sehinggalah Allah mewariskan kamu bumi dan perkampungan mereka itu dan menawan untuk kamu perempuan mereka. Apakah ketika itu kamu akan bertasbih dan memuji kebesaran Allah ?. An Nu'man bin Syuraik menjawab : Ya Allah! Itu sahaja lah untuk engkau.
    Pelajaran dari peristiwa Pertemuan dan Rundingan Nabi saw dengan Qabilah Arab.
    1.      Nabi s.a.w menuntut bantuan dan pertolongan dari luar Makkah hanyalah selepas memuncaknya penolakan dari Quraish dan gangguan yang luar biasa terutama selepas kewafatan bapa saudaranya Abu Thalib yang selama ini melindunginya dari gangguan Quraish. Sesorang yang membawa usaha dakwah tidak lagi mampu bergerak secara berkesan dalam suasana kekerasan tekanan dan gangguan fizikal.
    2.      Nabi s.a.w menawarkan dirinya kepada kabilah-kabilah Arab dan memohon pertolongan mereka setelah diperintahkan berbuat demikian oleh Allah s.w.t. Ianya bukanlah ijtihad atau pandangan peribadi Nabi s.a.w. Namun itulah kesesuaian marhalah setelah dakwah sampai ke tahap itu.
    3.      Nabi s.a.w membuat pilihan untuk memohon bantuan daripada pemuka-pemuka kabilah mereka yang mempunyai kedudukan dan pengaruh dan mempunyai ramai pengikut yang boleh mendengar dan mematuhi mereka. Ini kerana, golongan inilah yang dianggap untuk memberi perlindunagn kepada dakwah dah dan pendakwah.
    4.      Nabi s.a.w enggan memberi kepada pihak-pihak yang bersedia untuk membantunya apa-apa jaminan untuk penyerahan kuasa dan kerajaan sebagai bayaran atau imbuhan bagi bantuan dan sokongan kepada dakwah. Ini kerana dakwah islam adalah dakwah kepada Allah yang syarat asasinya adalah dilaksanakan oleh mereka yang beriman kepada dakwah dan bersedia untuk membantunya dengan ikhlas kerana Allah dan mencari perkenannya. Inilah matlamat yang dicari disebalik pertolongan dan pengorbanan bukannya untuk mendapat kuasa atau gilakan pangkat.
    5.      Antara ciri-ciri bantuan yang dicari Nabi untuk dakwahnya adalah pemberi pertolongan tidak seharusnya terikat dengan perjanjian dengan perjanjian antarabangsa yang bercanggah dengan kehendak dakwah dan tidak mampu bebas dari iktan tersebut. Ini kerana jika mereka menaungi dakwah dalam situasi tersebut maka dakwah terdedah kepada bahaya tersempit dicelah-celah perjanjian yang tidak menguntungkan penyebaran dakwah dan kepentingannya. Dalam kes Bani syaiban yang ada perjajian dengan Kisra pastinya Bani syaiban tidak akan berperang dengan pihak Kisra dan pihak Kisra juga boleh menangkap Rasulullah s.a.w atau baginda diserah tanpa sebarang bantahan terhadap pihak Kisra. Justeru, rundingan dengan Bani syaiban adalah gagal.
    6.      Sesungguhnya agama llah itu hanyalah dibantu oleh orang yang menerimanya dari segenap penjuru. Inilah jawapan Rasullah s.aw. kepada al Muthanna bin Harithah ketika dia menawarkan perlindungan kepada Nabi s.a.w hanyalah dikawasan tadahan air Arab bukannya di kawasan sungai-sungai Parsi.
    7.      Sikap Bani Syaiban bercirikan kepahlawanan dan keperibadian unggul dengan penuh rasa penghormatan tinngi kepada tawaran Nabi s.a.w. Mereka telah menjelaskan batas kemampuan perlindungan yang mampu mereka penuhi. Takdir Allah kepada Bani syaiban selepas 10 tahun atau lebih untuk memikul tugasan berhadapan dengan kerajaan-kerajaan tersebut setelah mereka menerima islam.
    Maka, al Muthanna bin Harithah as Syaibani, panglima tentera dan pahlawan terkemuka mereka inilah yang memimpin tentera islam memerangi kerajaan Parsi bermula di zaman Abu Bakar As Siddiq lagi. Dia dan kaumnya lah yang menjadi kaum muslimin yang paling berani dan tangkas memerangi kerajaan Parsi sedangkan di zaman jahiliyah merekalah yang menggeruni Parsi dan mereka sendiri tidak permah berfikir untuk memerangi bangsa Parsi.

    Kisah Sifat Penyayang Rasulullah

    Sebuah cerita islami yang berisi tentang Kisah Sifat Penyayang Rasulullah. Suatu ketika, Rasulullah berdakwah di Thaif, kota yang terdekat dengan Makkah. Dakwah yang dilakukan oleh beliau tidak didengar oleh orang-orang Thaif, namun mereka juga tidak membiarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pergi dengan tenang dan aman. Mereka melempari beliau dengan batu, kayu, kotoran dan apa saja yang ada di sekitar mereka. Pengusiran dan penghinaan ini begitu dahsyat bahkan membuat tubuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdarah-darah. Dalam perjalanan pulang tersebut beliau menjumpai suatu tempat yang dirasa aman untuk beristirahat dan tidak terganggu lagi dengan orang-orang jahat dari Thaif tersebut. Disana beliau berdo’a kepada Allah, dimana do’a beliau sangat menyayatkan hati.
    Kisah Sifat Penyayang Rasulullah
    Allah mendengar do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut lantas mengutus malaikat Jibril untuk menemui beliau. Setiba di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, malaikat Jibril memberi salam dan berkata:
    Allah mengetahui apa yang terjadi kepada engkau dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintah engkau, ya Rasulullah.”
    Jibril lantas memperlihatkan malaikat penjaga gunung tersebut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Malaikat itu pun berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
    Wahai Rasulullah, kami siap menjalankan perintah baginda. Jika tuan mau, kami sanggup menjadikan seluruh gunung di sekitar kota tersebut berbenturan satu sama lain sehingga seluruh penduduk diantaranya akan mati tertindih. Atau anda menginginkan hukuman yang lain, apa saja yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya.”
    Kisah Sifat Penyayang Rasulullah – Tawaran malaikat tersebut memang menggiurkan. Orang biasa pasti sudah meminta itu dilaksanakan. Bukankah itu kesempatan untuk membalas sakit hati? Namun tidak dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah orang yang pengasih lagi penyayang. Dengan sikap welas asih, beliau menolak tawaran malaikat tersebut. Beliau berkata kepada para malaikat tersebut.
    Walaupun mereka menolak ajaran Islam, aku berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepadaNya.”
    Maka pada hari itu Thaif tidak jadi dihancurkan. Dan atas ijin Allah, penduduk Thaif menjadi pemeluk Agama Islam bahkan sebelum wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

    Kisah Kejadian pada Fathul Makkah

    Saat Makkah berhasil ditaklukkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhadapan dengan orang-orang yang pernah menyiksa dan hendak membunuhnya dahulu. Beliau berkata:
    “Bagaimanakah menurut kalian, apakah yang akan kulakukan terhadap kalian?
    “Engkau adalah saudara yang mulia, putra saudara yang mulia,” jawab mereka sambil menangis.
    Maka Rasulullah bersabda, “Pergilah Kalian! Kalian adalah orang-orang yang dibebaskan. Semoga Allah mengampuni kalian.” HR. Thabari, Baihaqi, Ibnu Hibban, dan Syafi’i
    Masih bercerita mengenai Fathul Makkah. Pada hari itu pembesar Quraisy benar-benar dibuat malu. Mereka takut bukan main jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membalas apa yang telah mereka perbuat kepada beliau di masa lalu. Seperti halnya yang ada dalam diri Abu Sufyan bin Harits. Meskipun dia adalah sepupu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ia juga menentang beliau bahkan menghinakan beliau. Pada saat itu Abu Sufyan ketakutan sehingga membawa seluruh anak-anaknya lari, namun bertemu dengan ‘Ali bin Abi Thalib. Beliau (Ali) bertanya kepada Abu Sufyan, “Wahai Abu Sufyan, hendak pergi kemanakah engkau?”
    Dengan nada ketakutan Abu Sufyan menjawab, “Aku akan keluar ke padang sahara. Biarlah aku dan anak-anakku mati karena lapar, haus, dan tidak berpakaian.”
    Lantas Ali bertanya lagi, “Mengapa kamu lakukan itu?” Abu Sufyan menjawab, “Jika Muhammad menangkapku, niscaya dia akan mencincangku dengan pedang menjadi potongan-potongan kecil.”
    Ali berkata, “Kembalilah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya dengan mengakui kenabiannya dan katakanlah kepadanya sebagaimana yang pernah dikatakan oleh saudara-saudara Yusuf kepada Yusuf, yaitu demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan kamu atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa) (QS. Yusuf: 91)
    Lalu Abu Sufyan pun mengurungkan niatnya pergi dan kembali kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia berdiri mendekat kepada beliau, mengucapkan salam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, …Demi Allah, sesungguhnya Allah telah melebihkan engkau atas kami dan sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah.” Sama persis yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menengadahkan pandangan sementara air mata beliau bercucuran menbasahi pipi dan jenggot beliau. Beliau menjawab dengan menyitir firman Allah yang berbunyi:
    Pada hari ini tidak ada cercaan terhadap kamu. Mudah-mudahan Allah mengampuni dan Dia adalah Maha Penyayangan diantara para penyayang,” (QS. Yusuf: 92)

    Kisah Rasulullah mengasihi orang kafir

    Dalam sebuah hadits, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa suatu ketika Abdullah bin Mas’ud bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata kepadanya, “bacakan al-Quran kepadaku.” Ibnu Mas’ud tentu saja kebingungan dan berkata, “bagaimana aku membacakannya kepada Engkau, sementara al-Quran itu sendiri diturunkan kepada Engkau?” “Aku ingin mendengarnya dari orang lain,” jawab beliau. Lalu Ibnu Mas’ud membaca surat an-Nisa hingga sampai firman-Nya, Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti) apabila Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (QS. an-Nisâ: 41)
    Saat bacaan tiba pada ayat tersebut, beliau bersabda, “Cukup.” Lantas Ibnu Mas’ud melihat ke arah beliau dan terlihat bahwa beliau sedang menangis. Kisah ini merupakan pelajaran berharga bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencintai seluruh umat manusia. Beliau menginginkan semua orang-orang kafir untuk beriman karena balasan kekafiran adalah neraka Jahannam yang menyala-nyala.
    Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah melihat neraka, oleh karena itu beliau tidak ingin umat manusia masuk ke dalamnya. Menyadari hal tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalirkan air mata dengan deras. Diriwayatkan oleh Abu Dzar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan shalat malam sambil menangis membaca satu ayat yang diulang-ulang, yakni “Jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba engkau juga” (QS. Al-Maidah:118).
    Begitu besar kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umat manusia. Sudah sepantasnya kita membalas kasih sayang beliau dengan mengikuti syariat yang beliau bawa.
    Semoga Kisah Sifat Penyayang Rasulullah dapat kita ambil hikmahnya dengan baik, dapat kita teladani sifat penyayang beliau.
    (iwan)

    Tiada ulasan: