Isnin, 18 Mei 2015

PANJANG ANGAN2






















RAKUS DAN PANJANG ANGAN-ANGAN
                        Abul Laits Assamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Abud Dardaa' r.a. berkata: "Mengapakah aku melihat ulama-ulama banyak meninggal sedang orang yang bodoh tidak suka belajar? Belajarlah sebelum terangkat ilmu. (Dengan matinya ulama-ulama) Mengapakah kamu lebih rakus dan rajin mencari apa yang telah dijamin oleh Allah s.w.t. dan mengabaikan apa yang ditugaskan kepada kamu? Sungguh aku mengetahui orang-orang yang jelek (jahat) diantara kamu melebihi dari pengetahuan tukang tapak kuda terhadap kudanya, yalah mereka yang tidak mengeluarkan zakat kecuali dianggap kerugian dan tidak mengerjakan sembahyang kecuali pada akhir waktu, dan tidak mendengarkan al-quran kecuali acuh tak acuh (mengabaikan) dan tidak suka memerdekakan orang-orang yang mereka perbudak."
                        Abul Laits berkata: "Rakus itu ada dua macam iaitu:
  • Rakus yang tercela dan
  • Rakus yang tidak tercela
                        Tetapi lebih baik ditinggalkan. Rakus yang tercela ialah yang samapi melupakan kewajipan terhadap Allah s.w.t. atau mengumpulkan kekayaan untuk bangga-banggaan dan kesombongan. Adapun yang tidak tercela iaitu yang tidak sampai meninggalkan kewajipan dan tidak bermaksud untuk kesombongan, sebab diantara sahabat juga ada yang kaya raya dan tidak tercela atau dilarang oleh Rasulullah s.a.w." Abud Dardaa' menyebut rakus yang tercela iaitu yang menyebabkan mengabaikan perintah dan kewajipan terhadap Allah s.w.t.
                        Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Hafsah binti Umar r.a. berkata kepada ayahnya (Umar): "Sungguh Allah s.w.t. telah memberi kepadamu kebaikan sebanyak-banyaknya dan melapangkan rezekimu, maka sekiranya engkau makan yang lebih baik dari makananmu yang biasa dan memakai yang lebih halus dari pakaian yang biasa." Umar r.a. menjawab: "Saya akan mengajak engkau bertahkim kepada dirimu sendiri." Lalu Umar r.a. mengingatkannya keadaan Rasulullah s.a.w. yang diketahui sendiri oleh Hafsah sehingga Hafsah menangis, kemudian Umar berkata: "Saya mempunyai dua kawan dan keduanya telah menempuh jalan, maka jika saya menempuh jalan yang lain, maka tentu saya sampai kejalan lain yang bukan kedua kawanku itu. Demi Allah s.w.t., saya akan sabar mengikuti kehidupan keduanya yang lunak dan puas."
                        Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Masruq: "Saya tanya kepada Aisyah r.a.: "Hai ibu, apakah yang sering dikatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w jika masuk rumah?" Jawab Aisyah r.a.: "Yang sering dikatakan oleh Nabi Muhammad s.a.w jika masuk rumah: "Andaikan anak Adam mempunyai dua lembah dari emas nescaya ia masih ingin ketiga dan tidak ada yang dapat menutup keinginan anak Adam kecuali tanah dan Allah s.w.t. akan memberi taubat kepada siapa yang taubat dan sesungguhnya Allah s.w.t. menjadikan harta ini hanya untuk menegakkan sembahyang dan dikeluarkan zakat."
                        Qatadah dari Anas bin Malik r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Semua yang ada pada anak Adam dapat berubah rosak atau tua kecuali dua macam iaitu:
  • Rakus dan
  • Angan-angan
                        Ali bin Abi Thalib r.a. berkata: "Yang saya sangat khuatirkan atas kamu dua macam iaitu:
  • Panjang angan-angan dan 
  • Menurut hawa nafsu
kerana panjang angan-angan itu dapat melupakan akhirat dan menurutkan hawa nafsu itu menghalangi dari kebenaran (hak)."
                        Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Saya memastikan adanya tiga bagi tiga iaitu:
  • Bagi orang yang sibuk didunia dan 
  • rakus (tamak) kepada dunia dan
  • bakhil terhadap dunia
pasti ia akan
  • menderita kekurangan yang tidak ada cukupnya dan
  • sibuk yang tidak ada hiburnya dan
  • risau yang tidak ada senangnya
                        Abud-Darda' r.a. ketika melihat penduduk Himsh ia berkata: "Apakah kamu tidak malu membangun apa yang tidak akan kamu tempati selamanya dan angan-angan yang tidak dapat kamu capai dan mengumpulkan apa yang tidak dapat kamu makan. Sesungguhnya orang-orang yang sebelummu telah membangun yang megah-megah dan mengumpulkan sebanyak-banyaknya dan angan-angan yang sejauhnya, akhirnya tempat mereka itu didalam kubur dan angan-angannya merupakan tipu daya dan yang mereka kumpulkan itu hancur lebur."
                        Ali bin Abi Thalib r.a. berkata kepada Umar bin Alkhattab r.a.: "Jika engkau ingin bertemu dengan kawanmu (yakni Nabi Muhammad s.a.w ) maka tinggikan (tampallah) kain bajumu dan tampallah sandalmu (kasut) dan kurangi angan-anganmu dan makanlah tidak sampai kenyang."
                        Abu Usman Annahdi berkata: "Saya pernah melihat Umar r.a. memakai gamis yang bertampalan dua belas, sedang ia khutbah diatas mimbar."
                        Pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. masuk kepasar dengan baju yang tebal dan belum dicuci, maka ditegur: "Ya Amirul mukminin, mengapakah engkau tidak memakai pakaian yang lebih tipis dari ini?" Jawabnya: "Ini lebih mengkhusyukkan hati dan menyerupai pakaian orang-orang solihin dan lebih baik bagi seorang mukmin untuk ditiru."
                        Abu Dzar r.a. berkata: "Saya lebih mengenal manusia daripada perawat binatang terhadap binatangnya, adapun yang baik dari manusia itu ialah orang-orang yang zuhud (tidak rakus) kepada dunia, adapun yang jahat iaitu yang mengumpulkan dunia lebih dari keperluannya."
                        Seorang cendikiawan berkata: "Pokok dari semua dosa itu tiga iaitu:
  • Hasud
  • Rakus
  • Sombong
Adapun sombong maka asalnya dari iblis laknatullah ketika sombong dan menolak sujud kepada Adam sehingga terkutuk. Adapun rakus maka berasal dari Adam, ketika dipersilakan makan semua buah disyurga kecuali satu pohon, maka rakusnya mendorongnya untuk makan sehingga turun dari syurga dan hasud iri hati dari putera Adam, ketika hasud pada saudaranya sehingga membunuh saudaranya dan mati kafir dan tempat dineraka untuk selamanya."
                        Nabi Adam a.s. berwasiat kepada puteranya lima perkara dan menyuruh supaya anaknya mewasiatkan juga kepada putera-puteranya dan seterusnya. Wasiatnya ialah:
  • Katakan kepada putera-puteramu: "Kamu jangan merasa tenang dengan dunia ini, maka saya ketika merasa tenang dengan syurga, Allah s.w.t. tidak ridho dan mengusir saya daripadanya."
  • Katakan kepada mereka: "Jangan menurutkan hawa nafsu wanita, maka sesungguhnya saya telah menuriti hawa nafsu wanita sehingga makan pohon yang dilarang dan menyesal."
  • Katakan kepada mereka: "Tiap amal yang akan mahu dikerjakan harus kamu perhatikan akibatnya, sebab andaikan saya memikirkan akibat maka saya tidak akan menerima akibat ini."
  • Katakan kepada mereka: "Jika hatimu tidak tenang (goncang), maka hindarilah perbuatan itu, sebab saya ketika akan makan pohon larangan itu goncang hatiku tetapi tidak saya hiraukan, maka saya menyesal."
  • Katakan kepada mereka: "Bermusyawarahlah dalam semua urusan sebab andaikan saya musyawarah dengan malaikat tidak akan terkena akibat ini."
                        Syaqiqi Albalkhi berkata: "Saya telah menyimpulkan dari empat ribu hadis kepada empat ratus kepada empat puluh kepada empat hadis iaitu: "
  • Jangan mengikat hatimu kepada wanita, sebab ia hari ini untukmu dan esok hari untuk orang lain dan bila engkau taat padanya maka akan memasukkan engkau dalam neraka
  • Jangan mengikat hatimu pada harta sebab harta itu pinjaman, hari ini hakmu dan esok hak orang lain, maka jangan susah payah dirimu untuk kesenangan orang lain, maka senangnya buat orang lain dan tanggungan dosanya engaku tanggung sendiri dan jika hatimu terikat pada harta, engkau akan bakhil tidak mengeluarkan kewajipan hak Allah s.w.t. dan takut miskin dan menurut kepada bisikan syaitan laknatullah.
  •  Tinggalkan apa yang ragu-ragu dalam hatimu sebab hati seorang mukmin goncang dalam syubhat dan lari dari haram dan tenang dalam halal
  • Jangan berbuat sesuatu sehingga mengerti benar-benar bagaimana menjawab bila ditanya oleh Allah s.w.t.
                        Mujahid dari Abdullah bin Umar r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Jadilah engkau didunia bagaikan seorang asing atau sekadar melalui jalan dan anggaplah dari ahli kubur."
                        Mujahid berkata: "Abdullah bin Umar r.a. berkata: "Jika waktu pagi maka jangan engkau tunda untuk petang dan jika waktu petang jangan membayangkan dirimu sampai pagi dan pergunakan masa hidup sebelum mati dan masa sihat sebelum sakit sebab engkau tidak mengetahui apakah namamu kelak diakhirat."
                        Abul Laits berkata: "Siapa yang mengurangi angan-angannya, maka Allah s.w.t. akan memuliakannya dengan empat kemuliaan iaitu:
  • Dikuatkan untuk taat sebab seorang yang merasa akan mati tidak memikirkan apa yang dihadapinya dari kesukaran dan rajin melakukan taat, maka bertambah banyak amalnya
  • Berkurang kerisauannya sebab jika ia merasa tidak lama akan mati maka tidak memikirkan apa yang dihadapi oleh kesukarannya
  • Ridho dengan kehidupan yang sederhana sebab bila ia merasa tidak lama akan mati, maka tidak perlu mencari banyak dan semangatnya ditujukan keakhirat
  • Allah s.w.t. menerangkan hatinya
Dan terangnya hatinya itu dari empat macam iaitu:
  • Perut yang lapar
  • Sahabat yang soleh
  • Mengingati dosa-dosa yang lalu
  • Tidak panjang angan-angan
Sebab siapa yang panjang angan-angan disiksa dengan emapt macam iaitu:
  • Malas berbuat taat
  • Banyak kerisauan dunianya
  • Rakus dalam mengumpul harta
  • Keras hatinya
Sebab kerasnya hatinya kerana empat sebab iaitu:
  • Perut yang kenyang
  • Kawan yang busuk
  • Lupa terhadap dosa-dosa yang lalu
  • Panjang angan-angan
                        Sedang seharusnya seorang muslim itu pendek angan-angan sebab ia tidak mengetahui dalam nafas yang mana akan mati dan pada langkah yang mana ia akan mati. Firman Allah s.w.t. (Yang berbunyi): "Idza jaa a ajaluhum laa yasta'khiruuna sa'atan walaa yastaqdimuun." (Yang bermaksud): "Jika tiba ajal mereka tidak dapat ditunda walau sesaat (sejenak) dan tidak dapat dimajukan." Maka seharusnya seorang mukmin selalu ingat akan mati, sebab ia akan memerlukan enam perkara iaitu:
  • Ilmu yang menuntun keakhirat
  • Kawan yang membantu melakukan taat kepada Allah s.w.t. dan mencegah dari maksiat
  • Mengenal musuhnya dan berhati-hati daripadanya
  • Memperhatikan ayat Allah s.w.t. dan perubahan siang dengan malam
  • Baik kepada semua orang supaya tidak ada musuhnya pada hari kiamat
  • Siap menghadapi mati sebelum tibanya supaya tidak kecewa pada hari kiamat
                        Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Alhasan Albashri berkata Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apakah kamu semuanya ingin masuk syurga?" Jawab mereka: "Benar, ya Rasulullah." Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Pendekkan angan-anganmu dan malulah kepada Allah s.w.t. dengan sesungguhnya." Jawab mereka: "Kami sudah malu kepada Allah s.w.t, ya Rasulullah." Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Bukan itu, tetapi malu kepada Allah s.w.t. itu ialah ingat kubur dan kerosakan yang ada didalamnya dan menjaga perut dan apa yang masuk kedalamnya dan menjaga kepala dan apa yang ada padanya (pancainderanya) dan siapa yang ingin kemuliaan akhirat harus meninggalkan kemewahan dunia, maka disitu bererti malu kepada Allah s.w.t. yang sungguh-sungguh dan dengan itu tercapai kemuliaan (waliyullah)."
                        Humaid Aththawil dari Al-Iji berkata: "Nabi Muhammad s.a.w membaca (Yang berbunyi): "Alhaakummuttakatsur hattazur tumul maqabir." (Yang bermaksud): "Kamu telah dilupakan kerana sibuk memperbanyak kekayaan sehingga masuk keliang kubur.", kemudian Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Anak Adam selalu berkata: "Ini hartaku, ini miliku dan tidak berguna bagimu milikmu itu kecuali yang telah engkau makan sehingga habis atau engkau sedekahkan maka tetap menjadi tabungan pada pahalamu atau engkau pakai sehingga rosak."
                        Alhasan Albashri berkata: "Tersebut dalam Taurat lima kalimat iaitu:
  • Kekayaan itu dalam qanaa'ah (teriman, tidak tamak)
  • Selamat itu dalam menyendiri
  • Merdeka itu didalam meninggalkan syahwat
  • Cinta itu dalam meninggalkan keinginan
  • Bersuka-suka selamanya itu kerana sabar sebentar (beberapa hari)
                        Urwah bin Azzubair dari Aisyah r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Hai Aisyah, jika engkau ingin mengikut aku maka cukupkan dari dunia ini bagaikan bekal orang-orang berpergian (yakni yang perlu-perlu sahaja) dan awas (hati-hati) daripada berkumpul dengan orang-orang kaya dan jangan menganggap pakaian itu busuk (berganti) sehingga engkau tembel."
                        Nabi Muhammad s.a.w bersabda dalam doanya (Yang berbunyi): "Allahumma man ahabbani farzuqhul afaafa wal kafaafa, waman abghadha nifa'aktsir malahu wawaladahu." (Yang bermaksud): "Ya Allah, siapa yang cinta padaku maka berilah rezeki cukup dan sopan dan siapa yang membenci aku maka banyakkan harta dan anaknya."
                        Abul Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari AlHasan bin Ali r.a. berkata Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Suka dunia itu menyebabkan susah dan risau, dan zuhud terhadap dunia itu menyenangkan (menenangkan) hati, fikiran dan badan. Bukan kemiskinan yang saya khuatirkan atas kamu tetapi saya khuatirkan kamu dari kaya, jika terbuka luas bagimu dunia sebagaimana terbuka luas pada ummat yang sebelummu, maka kamu berebut sebagaimana mereka berebut, maka membinasakan kamu sebagaimana membinasakan mereka."
                        Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Kebaikan ummat ini pada mulanya dengan zuhud dan yakin dan kebinasaannya ummat ini kelak dengan bakhil dan panjang angan-angan."

Jangan Panjang Angan-angan – Imam Al-Gazhali

allah-1Bismillaahir Rohmaanir Rohiim
Allohummasholli’alaasayyidina Muhammadinil Musthofaa
Nasihat Asy-Syaikh Imam Al-Gazhali tentang “Jangan Panjang Angan-angan”
Rosulullaah Saw. bersabda kepada Abdullah bin Umar:
“Jika kamu sedang berada pada pagi hari, janganlah kamu berbicara kepada dirimu sendiri tentang petang hari nanti. Jika kamu sedang berada pada petang hari, janganlah kamu berbicara pada dirimu sendiri tentang pagi hari. Jadikan hidupmu sebagai modal untuk menghadapi kematianmu, dan jadikan sehatmu sebagai modal untuk menghadapi sakitmu. Sesungguhnya kamu, wahai Abdullah, besok sudah tidak tahu siapa namamu.” [HR. Ibnu Hibban]
Diriwayatkan oleh ‘Ali Karromallaahu wajahahu., sesungguhnya Nabi Saw. bersabda:
“Ada dua hal yang paling aku takuti menimpa kalian, yaitu: menuruti hawa nafsu dan banyak angan-angan. Sesungguhnya menuruti hawa nafsu itu dapat menghalangi dari kebenaran, dan banyak angan-angan itu sama dengan mencintai dunia.”
Selanjutnya kata Beliau Saw.:
“Sesungguhnya Allaah Ta’ala memberikan dunia kepada orang yang dicintai maupun yang dibenci-Nya. Jika mencintai seorang hamba, Allaah memberinya iman. Ingat, sesungguhya agama itu mempunyai anak. Jadilah kamu termasuk anak-anak agama, dan janganlah kamu menjadi anak-anak dunia. Ingat, sesungguhnya dunia itu bergerak pergi. Ingat, sesungguhnya akhirat itu bergerak maju (datang). Ingat, sesungguhnya kalian berada pada zaman untuk beramal, bukan zaman untuk dihisab. Dan ingat, sesungguhnya kalian hampir tiba pada zaman untuk dihisab yang sudah tidak berlaku amal.” [HR. Ibnu Abi-d Dunya]
Ummu Al-Mundzir menuturkan, ‘Pada suatu sore Rosulullaah Saw. muncul di tengah-tengah para sahabat, lalu beliau bersabda, “Wahai manusia, apakah kalian tidak merasa malu kepada Allaah?” Mereka bertanya, ‘Kenapa kami harus malu, ya Rosulullaah?’ Beliau bersabda, “Kalian mengumpulkan sesuatu yang tidak bisa kalian jangkau, dan kalian membangun sesuatu yang tidak kalian tempati.” [HR. Ibnu Abi-d Dunya]
Sedangkan Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan, ‘Usamah bin Zaid membeli seorang budak perempuan dari Zaid bin Tsabit seharga seratus dinar dengan pembayaran tempo satu bulan. Lalu aku mendengar Rosulullaah Saw. bersabda: “Apakah kalian tidak heran terhadap Usamah yang baru membayar sampai sebulan setelah ia membeli barang? Usamah sungguh panjang angan-angannya. Demi Allaah yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, setiap saat aku merasa yakin bahwa sepasang kelopak mataku tidak akan dapat terkatup kembali sebelum Allaah mencabut nyawaku, atau aku dapat membukanya kembali dengan keyakinan bahwa aku akan bisa menutupnya sekali lagi sebelum mati. Setiap kali memakan sepotong daging aku selalu berfikir bahwa aku tidak akan bisa menelannya sampai maut mencekikku.”
Lanjut Beliau: “Wahai anak cucu Adam, jika kalian berakal, maka anggaplah diri kalian termasuk orang-orang yang sudah mati. Demi Allaah yang jiwaku berada di genggaman-Nya. Sesungguhnya apa yang dijanjikan kepadamu pasti akan datang, dan kamu sekalian tidak pernah bisa melepaskan diri.” [HR. Ibnu Abi-d Dunya dan Ath-Thabrani]
Diriwayatkan dari Abdullaah bin Abbas ra. bahwa Rosulullaah Saw. pernah buang air kecil lalu beliau melakukan tayamum. Ia lalu berkata kepada Beliau, ‘Wahai Rosulullaah, bukankah ada air di dekat anda?’ Beliua bersabda: “Bagaimana aku bisa tahu. Boleh jadi aku tidak mampu/dapat menjangkaunya.”
Diriwayatkan pada suatu hari Rosulullaah Saw. mengambil tiga batang ranting kayu. Beliau meletakkan yang sebatang di hadapannya, yang sebatang lagi di sebelahnya, dan yang sebatang lagi agak jauh darinya. Lalu Beliau bertanya kepada para sahabat, “Kalian tahu, apa artinya ini?” Para sahabat menjawab, ‘Allaah dan Rosul-Nya yang lebih tahu.’ Beliau bersabda, “Yang ini manusia, ini ajalnya, dan yang itu adalah angan-angan yang selalu dikejar-kejar oleh manusia. Akan tetapi ajal keburu menjemputnya sebelum tercapai angan-angannya.” [HR. Ahmad dan Ibnu Abi-d Dunya]
Dan Rosulullaah Saw. bersabda:
“Perumpamaan manusia itu seakan-akan dikepung oleh sembilan puluh macam sebab kematian. Dan bilamana ia mampu lolos dari semuanya, ia pasti tidak bisa mengelak dari kepikunan.” [HR. At-Tirmidzi]
Anas ra. berkata, Rosulullaah Saw. bersabda:
“Anak cucu Adam itu bisa menjadi pikun, dan ada dua hal yang menyertainya, yakni keserakahan dan angan-angan.” [HR. Muslim]
Dalam riwayat lain disebutkan:
“…dan ada dua hal bersamanya yang tetap muda, yaitu keserakahan terhadap harta dan keserakahan terhadap usia.”
Lalu kata Beliau Saw.:
“Golongan pertama dari umat ini selamat karena keyakinan dan zuhud. Dan golongan terakhir dari umat ini binasa karena kekikiran dan angan-angan.” [HR. I. Abi-Dunya]
Dalam sebuah riwayat lain, pada suatu hari Nabi Isa as.. duduk di dekat deorang kakek yang tengah menggali tanah dengan cangkul. Ia berdo’a, “Ya Allaah, tolong kembalikan angan-angan kepadanya.” Seketika sang kakek meletakkan cangkulnya lalu berbaring. Satu jam kemudian, ia berdo’a lagi, “Ya Allaah, tolong kembalikan angan-angan kepadaya.” Seketika sang kakek bangkit dan meneruskan pekerjaannya. Ketika ditanya oleh Nabi Isa tentang apa yang terjadi, sang kakek menjawab, “Ketika sedang mencangkul, jiwaku berbisik, ‘berapa lama lagi kamu akan bekerja? Padahal saat ini kamu sudah cukup tua.’ Itulah sebabnya mengapa tadi seketika aku meletakkan cangkul dan berbaring. Kemudian jiwaku berbisik lagi kepadaku, ‘Demi Allaah, betapa pun kamu harus mempertahankan hidup.’ Itulah sebabnya tadi aku lalu bangkit kembali memegang cangkul.”
Al-Hasan ra. berkata, Rosulullaah bertanya kepada para sahabatnya:
“Apakah kalian semua ingin masuk surga?” Para sahabat menjawab, ‘Tentu yaa Rosulullaah. Beliau lalu bersabda, “Kalau begitu jagan banyak angan-angan. Letakkan ajal kalian di depan mata. Dan merasa malulah kepada Allaah dengan sungguh-sungguh.” [HR. Ibnu Abu-d Dunya]
Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Mutharrif bin Abdullah mengatakan, “Seandainya tahu kapan ajal kematianku, aku khawatir akalku akan hilang. Tetapi Allaah Ta’ala telah menganugerahi hamba-hamba-Nya dengan lalai pada kematian. Bila tak ada anugerah ini, tentu mereka tidak akan merasakan kesenangan hidup, dan tidak ada pasar yang dibangun di tengah-tengah mereka.”
Al-Hasan al-Bishri memgatakan, “Lalai dan angan-angan adalah dua nikmat besar yang dianugerahkan Allaah kepada manusia. Jika tidak ada keduanya, niscaya orng-orang muslim tidak akan ada di jalan-jalan.”
Sedangkan Suftan ats-Tsauri mengatakan, ‘Aku mendengar bahwa seseorang itu diciptakan dalam keadaan dungu. Seandainya tidak begitu, tentu ia tidak bisa merasakan kesenangan hdup.’
Salman al-Farisi menuturkan, “Ada tiga orang yang aku merasa heran sehingga membuatku tertawa, yakni yang mengangan-angankan dunia padahal ia sedang diburu oleh kematian, orang yang lalai tetapi ia tidak mau menerima nasihat, dan orang yang selalu tertawa padahal ia tidak tahu apakah Tuhan semesta alam murka atau ridlo’ kepadanya. Dan ada tiga hal yang aku merasa sedih sehingga membuatku menangis, yakni perpisahan dengan orang-orang tercinta (Muhammad Saw. dan golongannya), huru-hara kiamat, dan ketika aku berdiri di hadapan Allah tanpa tahu apakah aku akan diperintahkan masuk surga atau ke neraka.”
Dalam salah satu khutbahnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengatakan, “Setiap perjalanan pasti membutuhkan bekal. Oleh karena itu jadikanlah takwa kepada Allaah sebagai bekal untuk perjalanan kalian ke negri akhirat. Jadilah kalian seperti orang yang sudah melihat dengan mata telanjang pahala dan hukuman yang telah disiapkan oleh Allaah. Tanamkanlah perasaan harap-harap cemas dalam hati kalian. Jangan habiskan waktu kalian sehingga hati kalian menjadi keras, lalu kalian tunduk kepada musuh kalian. Demi Allaah, tidak akan bisa leluasa berangan-angan seseorang yang tidak tahu apakah ia masih mendapati waktu pagi ketika ia sedang berada di waktu sore, dan apakah ia masih mendapatkan waktu sore ketika ia sedang berada di waktu pagi. Sangat boleh jadi, di antata waktu sore dan pagi ada kematian.”
Rosulullaah Saw. berdo’a:
“Yaa Allaah, aku berlindung kepada-Mu dari dunia yang dapat menghalangi kebajikan akhirat. Aku berlindung kepada-Mu dari hidup yang dapat menghalangi dari sebaik-baik kematian, dan aku berlindung kepada-Mu dari angan-angan yang dapat menghalangi sebaik-baik amal.” [HR. Ibnu Abi-d Dunya]
Semoga berkenan, dan semoga kita dijauhkan oleh Allaah dari kesenangan hidup dunia yang hanya sementara serta penuh dengan tipuan dan angan-angan , amiin
Wassalammu’alaikum wr.wb.
Hesti B. Anshor


Allahumma inni 'a'u zubika min fitnatil masi khid dajjal - Ya ALLAH, aku pohon perlindungan MU daripada fitnah Dajjal..

Urgensi Berangan-Angan
26 September, 2010

عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :” إذا تمنى أحدكم فليكثر فإنما يسأل ربه “.
Dari Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kalian berangan-angan hendaknya kalian memperbanyak angan-angan karena kalian sebenarnya sedang memohon kepada Allah
رواه الطبراني في المعجم الأوسط [ جزء 2 – صفحة 301 ]2040 ،
HR Thabrani dalam al Mu’jam al Ausath juz 2 hal 301 no hadits 2040
قال في :مجمع الزوائد[ جزء 10 – صفحة 228 ]17220 رواه الطبراني في الأوسط ورجاله رجال الصحيح .
Dalam Majma’uz Zawaid juz 10 hal 228 no 17220 disebutkan bahwa hadits di atas diriwayatkan olh Thabrani dalam al Mu’jam al Ausath dan para perawinya adalah para perawi yang dipakai dalam shahih al Bukhari atau Muslim.
قال الشيخ الألباني : (صحيح ) انظر حديث رقم : 437 في صحيح الجامع ، السلسلة الصحيحة [ جزء 3 – صفحة 263 ] 1266 .
Hadits ini dinilai shahih oleh al Albani sebagaimana dalam Shahih al Jami no 437 dan di Silsilah Shahihah juz 3 hal 263 no 1266.
يتمنى أن لو تعلم الانجليزية .
Contoh angan-angan ulama adalah angan-angan Syaikh Ibnu Utsaimin untuk bisa belajar bahasa Inggris.
يقول الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :” لكن هذه لغة عالمية – الانجليزية – مشهورة يتكلم بها المسلم والكافر، ثم هي مقررة عليك ، وحتى وإن كانت لغة الكفار فإنك ربما تحتاجها في يوم من الأيام ،
Beliau mengatakan, “Akan tetapi bahasa Inggris adalah bahasa dunia yang terkenal. Bahasa ini digunakan oleh muslim dan kafir (sehingga sekarang tidak bisa lagi disebut bahasa khas orang kafir, pent). Di samping itu bahasa Inggris itu menjadi bahasa yang wajib Anda pelajari (diberbagai jenjang pendidikan, pent). Andai bahasa Inggris adalah bahasa khas orang kafir, boleh jadi pada suatu waktu Anda membutuhkannya.
وإني أتمنى أن أعرف هذه اللغة، لأني وجدت فيها مصلحة كبيرة في الدعوة إلى الله ، يأتي رجل ليسلم بين يديك، فما تستطيع أن تتفاهم معه …..
Aku berangan-angan, andai aku menguasai bahasa Inggris. Aku jumpai terdapat manfaat sangat besar bagi dakwah dengan menguasai bahasa Inggris. Karena tidak menguasai bahasa Inggris ada seorang yang akan masuk Islam dihadapanmu namun ternyata anda tidak bisa berkomunikasi dengannya…”
*اللقاء الواحد والستون سؤال رقم 1402 ( شهر المحرم ،عام خمس عشر وأربعمائة وألف ،الخميس الرابع عشر من هذا الشهر ) ( المجلد الثالث الصفحة 332 من المطبوع)
Liqa’ al Bab al Maftuh no 61 pertanyaan no 1402, hari Kamis 14 Muharram 1415 H. Buku Liqa’ al Bab al Maftuh jilid 3 hal 332.
Sumber: http://www.ajurry.com/vb/showthread.php?p=43642
Artikel www.ustadzaris.com

Panjang angan-angan

*

MENGIKUT ulamak, kalbu manusia mempunyai kira-kira 90 ciri yang terpuji dan 90 ciri yang terkeji. Antara ciri-ciri kalbu yang terkeji itu ialah : panjang angan-angan (thulul-amal), takutkan mati, cintakan dunia.

Panjang Angan-angan :
Maksud "panjang angan-angan" di sini ialah: "Menaruh anggapan bahawa maut masih lambat menimpa diri, sehingga terlupa kepada saat kematian yang akan berlaku
bila-bila masa sahaja".

Anggapan ini dikira sebagai penyakit kalbu - Penyakit Panjang Angan-angan.
Penyakit ini adalah satu daripada penyakit-penyakit kalbu yang kronik. Mangsa penyakit ini akan hanyut dengan cita-cita (angan-angan) yang panjang di lautan khayalan dalam melayari kehidupan duniawi di dunia yang fana ini, sehingga terlupa
kepada kematian dan kehidupan ukhrawi di akhirat yang abadi.

Ulamak mengatakan, orang yang panjang angan-angan dikuasai keinginan untuk hidup dalam jangka waktu yang panjang. Malah seolah-olah merasakan dirinya akan hidup selama-lamanya dan merasakan dia pasti berjaya mencapai angan-angannya itu. Dia tidak memikirkan tentang kemungkinan dia akan mati bila-bila masa sahaja. Kata-kata dan tindak tanduknya mencerminkan, bahawa dia akan terus hidup berpanjangan. Dengan yang demikian, dia dikira melakukan maksiat.

Ulamak membahagikan panjang angan-angan itu kepada dua jenis:
angan-angan am, angan-angan khas.

Angan-angan Am :
Angan-angan ini adalah angan-angan orang awam yang ingin hidup lama dan lupa kepada kematian dirinya. Tujuan hidupnya semata-mata untuk menumpul harta dunia dan bersedap-sedap dengan ni'mat duniawi. Hal ini juga dikatakan sebagai perbuatan maksiat.

Panjang angan-angan dalam pengertian tersebut akan mendatangkan sekurang-kurangnya empat kesan buruk :

Pertama, hilang atau amat kurang ketaatan beribadat atau segan mengamalkannya. Orang yang terlibat akan berkata, "Aku akan melakukan taat (ibadat) juga kemudian nanti. Hari esok masih ada, masa masih panjang. Pasti tidak akan terluput aku daripada
mengerjakannya!". Mengikut ulamak : Angan-angan seperti ini memutuskan segala kebajikan. Sesiapa yang panjang angan-angannya, maka buruklah amalannya.

Kedua, enggan bertaubat atau menangguhkannya. Orang yang berkenaan akan berkata,
"Aku akan bertaubat nanti apabila ada kelapangan masa. Sekarang aku masih muda. Masa masih panjang untuk aku bertaubat nanti". Oleh kerana hatinya didedahi oleh penyakit panjang angan-angan, tidak terlintas langsung di hatinya, kemungkinan nyawanya akan
disambar maut bila-bila masa sahaja sebelum dia bertaubat. Ketiga, menjadi tamak dan haloba dalam mengumpul harta dan sibuk dengan urusan duniawi sehingga terlupa kepada urusan (kewajipan) ukhrawi. Orang yang terlibat akan berkata, "Aku takut jadi papa
apabila tua dan tidak terdaya lagi bekerja. Oleh sebab itu harta yang lebih perlu dikumpul sekarang untuk bekalan hari tua nanti". Sekali imbas, kata-katanya itu baik, tetapi sebenarnya dia kehilangan keyakinan terhadap peruntukan rezeki daripada Allah kepada hamba-hamba-Nya. Kata-katanya itu mengandungi rasa tamak terhadap harta dunia, sedang harta (rezeki) yang telah dimilikinya sudah mencukupi. Seterusnya,
orang berkenaan akan menjadi cuai beribadat dan menjadi bakhil (satu lagi unsur penyakit hati yang dikira sebagai maksiat). Sufian al-Tsauri pernah bermadah: "Jangan engkau loba kepada dunia agar engkau menjadi orang yang memelihara agama Allah".

Keempat, menjadi keras hati, lupakan mati dan akhirat. Seterusnya, apabila sudah keras hati dan lupakan mati, maka amat kuranglah melakukan kerja taat kepada Allah, lambat bertaubat dan banyaklah melakukan kemungkaran dan kerja-kerja maksiat yang lain.

Angan-angan Khas : Angan-angan jenis yang kedua ini ialah angan-angan para ulamak yang memerlukan hidup lama untuk mengerjakan amal kebajikan. Bagaimana pun, dalam berangan-angan demikian, ulamak akhirat masih merasakan diri mereka di dalam ancaman bahaya. Mereka khuatir kalau-kalau amalan mereka tidak akan menghasilkan kebajikan kepada mereka, kerana kadang-kadang dalam melaksanakan satu-satu kebajikan itu mereka mungkin terjatuh ke dalam maksiat batin yang membinasakan kebajikannya itu, iaitu apabila kalbu mereka diserang oleh penyakit riyak, ujub, hasad dan sebagainya. Hamba Allah yang mengerjakan solat, puasa, zakat, haji atau sebagainya itu belum pasti dia mendapat kebajikan atau sebaliknya. Kepastiannya termasuk dalam perkara-perkara yang ghaib yang segala manusia tidak mengetahuinya. Hukum penentuan, sama ada baik atau jahat, semuanya daripada Allah Taala.Sebab itu hamba Allah dianjurkan supaya menguatkan azam dan menaruh niat terpuji (al-niyatul-mahmudah) apabila mengerjakan ibadat.

Niat terpuji (al-niatul-mahmudah) : Para ulamak mengatakan: Niat yang terpuji itu
merupakan keazaman untuk melaksanakan amal ibadat dengan menyerahkan kejayaan, kesempurnaan dan kebajikannya kepada Allah. Niat yang terpuji ini penting, kerana sebelum kita memulakan amalan itu belum ada apa-apa kebimbangannya. Semasa
mengerjakannya atau selepasnya baharulah ada kebimbangannya.

Ada dua kebimbangan di kalbu semasa atau selepas mengerjakan amalan, iaitu: sama ada pelaksanaan amalan itu berjaya atau gagal . sama ada hasil pelaksanaannya akan mendatangkan kebajikan atau akasnya. Justeru, sebelum memulakan sesuatu amalan,
wajib kita meletakannya di bawah andaian dan kekecualian (istitsnak) yang tertakluk kepada qudrat-iradat Allah Taala dengan melafazkan ucapan "insyaAllah ...." di samping pasrah kepada Allah (tafwid). Dengan yang demikian, maka tumbuh dan suburlah niat terpuji tersebut dan sekali gus terselamatlah daripada penyakit panjang angan-angan. Lalu sihat dan segar dalam keadaan pendek angan-angan.

Pendek Angan-angan: Lawan kepada panjang angan-angan ialah pendek angan-angan. Sikap, kecendrungan dan tindak-tanduk orang yang pendek angan-angan tidak seperti orang yang panjang angan-angan itu. Malah, sebaliknya. Angan-angannya, kalau ada, dikaitkannya dengan hukum istitsnak yang tertakluk kepada kehendak dan takdir Allah. Umpamanya, panjang pendek umurnya, hidup ataumatinya bergantung kepada takdir Allah. Dia mengatakan, "Insya Allah, aku akan hidup lagi"; atau "Hidup atau matiku, panjang atau pendek umurku, adalah di dalam ilmu Allah". Dengan itu, sekiranya seluruh hidupnya untuk tujuan kebajikan, dengan azam yang berasaskan niat terpuji, maka dia
disifatkan sebagai pendek angan-angan. Pegangan hati dan tindak-tanduk zahir dan batin oang yang pendek angan-angan berkecenderungan kepada keseimbangan antara dunia dan akhirat.

Mereka tidak mengabaikan hidup di samping tidak melupakan mati. Mereka menghadapi dunia di samping tidak membelakangi akhirat. Mereka merasakan kematian hampir berlaku ke atas diri mereka. Mereka senantiasa sedar bahawa kematian boleh berlaku
pada bila-bila masa sahaja. Kematian mengejut yang berlaku di kalangan saudara mara dan kawan-kawan mereka dijadikan iktibar. Mereka senantiasa sedar, ramai orang yang tak sempat menghabiskan masa sehari untuk terus hidup dan ramai pula yang menanti kedatangan esok, tetapi tiada esok baginya.

Nabi Allah 'Isa a.s bersabda : Adapun dunia ini tiga hari sahaja, iaitu semalam yang telah berlalu tanpa suatu apa di tanganmu, hari ini yang engkau sedang berada di dalamnya dan esok yang tidak pasti engkau dapat menemuinya.

Seorang sahabat Rasulullah, Abu Dzar, pernah bermadah: "Dunia ini tiga jam sahaja, iaitu satu jam yang lalu, satu jam yang engkau sedang berada di dalamnya dan satu jam lagi yang tidak pasti engkau dapat menemuinya. Jadi, pada hakikatnya, engkau tidak memiliki dunia melainkan satu jam sahaja, kerana maut itu bergerak terus saat demi saat".

Antara ulamak ada yang mengatakan, "Dunia ini tiga nafas sahaja, iaitu nafas yang telah berlalu, nafas yang sedang engkau jalani dan nafas selepasnya yangtidak pasti akan dapat engkau alaminya. Ramai orang yang sedang menjalani satu nafas, tiba-tiba mati sebelum mengalami nafas seterusnya. Jadi, pada hakikatnya, engkau hanya hidup satu nafas sahaja". Apabila menyedari semuanya itu, maka orang tidaklah terlalu sibuk dan ghairah mengejar razeki yang berlebihan, memburu kemewahan hidup di dunia sampai sanggup melupakan kehidupan yang kekal di akhirat.

Apalah ertinya merebut razeki berlebihan untuk hidup, kalau hidup itu hanya untuk satu hari atau satu jam atau satu nafas sahaja? Di atas kesedaran itu juga, dalam satu nafas yang sedang dijalani itu, orang mengambil kesempatan untuk bertaubat dan mengerjakan taat kepada Allah dengan harapan, mudah-mudahan, apabila mati pada nafas berikutnya, matinya dalam bertaubat.

Untuk menjamin kemantapan hati dalam keadaan pendek angan-angan itu, maka kita dianjurkan supaya senantiasa mengingati : mati (zikrul-maut); kemungkinan maut akan datang secara mendadak; kedatangan maut tidak boleh ditolak, ditentang, dijauhi, ditangguh atau disegerakan.

Apabila ketiga-tiga perkara tersebut senantiasa di dalam ingatan, insya Allah kalbu kita akan teguh dengan pendek angan-angan, sekali gus kita terselamat daripada serangan penyakit panjang angan-anagan. Mudah-mudahan dengan itu kita akan dikurniakan taufik oleh Allah Taala.

Pendek angan-angan tidak dapat dipertahankan, sekiranya kita senantiasa:
* terpesona dengan godaan atau terpukau kepada sihir dunia yang menyebabkan kita mejadi lengah, lalai dan seterusnya mengalami kelumpuhan iman.
* melakukan pembaziran waktu dengan perebualan, umpatan, cacian, hiburan, nyanyian yang melalaikan atau perdebatan yang sia-sia.

Barangkali ada orang mengatakan, orang yang pendek angan-angan itu tidak bercita-cita tinggi, tidak punya visi. Tetapi sebenarnya, orang yang pendek angan-angan
itulah yang paling tepat dikatakan bercita-cita tinggi dan berwawasan, kerana bukan kebahagiaan di dunia sahaja ingin dicapainya, tetapi juga kebahagiaan di akhirat.

Orang yang panjang angan-anagn itulah sebenarnya yang tidak bercita-cita tinggi, kerana dia hanya ingin mencapai kebahagiaan dan kemewahan di dunia ini semata-mata, manakala kebahagiaan di akhirat langsung tidak atau amat kurang diminatinya.

Wallahu a'lam.


Penulis: Muhammad Isa al-Jambuli

Mengukur Angan-angan

Hidup kadang seperti rangkaian bias-bias sinar terik yang membentuk fatamorgana. Terlihat begitu indah. Segar menawan. Ia melambai-lambai, membuat ruhani yang haus kian terpedaya.
Seperti itulah rupa hidup buat sebagian orang. Seperti itulah ketika kesenjangan antara idealita dengan realita tak lagi menumbuhkan kesadaran. Bahwa, hidup penuh perjuangan. Yang muncul selanjutnya adalah angan-angan. Andai saya bisa. Andai saya kaya!
Kesenjangan makin parah ketika tarikan-tarikan idealita punya dua tangan. Adanya obsesi hidup serba lengkap di satu sisi, serta pergaulan yang begitu akrab dengan dunia serba mewah. Entah kenapa, ingatan begitu kuat menyimpan sederet merek mobil mewah, lokasi wisata kelas tinggi, trend baru seputar busana, handphone dan sebagainya. Ada selera hidup yang, boleh jadi, di luar kemestian.
Padahal, kenyataan diri berkali-kali menegaskan bahwa semua tuntutan gaya hidup itu di luar kemampuan. Bahwa, membayang-bayangkan sesuatu di luar kesanggupan hanya menguras energi tanpa manfaat. Seolah diri ingin mengatakan, “Inilah kenyataan. Terimalah. Jangan mimpi. Jangan terbuai angan-angan!”
Namun, penegasan itu sulit diterima diri yang terus dipermainkan nafsu. Pada saat yang sama, kesadaran jiwa kian tenggelam dengan angan-angan. Terus tersiksa dengan segala ketidakmampuan. Cahaya iman meredup. Hati pun menjadi gelap.
Seorang sahabat Rasulullah saw., Abdullah bin Mas’ud, pernah memberikan nasihat. Ada empat hal yang menyebabkan hati manusia menjadi gelap. Yaitu, perut yang terlalu kenyang, berakrab-akrab dengan orang-orang zalim, melupakan dosa-dosa masa silam tanpa ada perasaan menyesal. Dan terakhir, panjang angan-angan.
Beliau radhiyallahu‘anhu juga memberikan nasihat sebaliknya. Ada empat hal yang membuat manusia memiliki hati yang terang. Yaitu, adanya kehati-hatian
dalam mengisi perut, bergaul dengan orang-orang yang baik,
mengenang dosa-dosa dengan penuh penyesalan. Dan keempat, pendek angan-angan.
Seperti itulah nasihat singkat dari seorang sahabat Rasul yang sejak kecil hidup apa adanya. Tapi kemudian, tumbuh menjadi seorang pakar Alquran, ahli fikih, dan beberapa penguasaan ilmu lain. Umar bin Khattab pernah berkomentar tentang sosok Abdullah bin Mas’ud. “Sungguh ia terpelihara oleh kefaqihan dan ketinggian ilmunya.”
Ada beberapa sebab kenapa angan-angan kian memanjang. Pertama, keringnya hati dalam mengingat Allah swt. Kekosongan-kekosongan itulah yang menjadi lahan subur tumbuhnya angan-angan. Allah swt. berfirman, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadiid: 16)
Kedua, adanya kecintaan pada dunia. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya dunia itu laut yang dalam. Telah banyak orang yang tenggelam di dalamnya. Maka hendaklah perahu duniamu itu senantiasa takwa kepada Allah ‘Azza Wajalla. Isinya iman kepada Allah Ta’ala. Dan layarnya berupa tawakkal penuh pada Allah swt.
Anakku, berpuasalah dari dunia dan berbukalah pada akhirat.”
Seorang ulama seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah memberikan nasihat soal ini. Janganlah sekali-kali menatap dan merenungi harta orang lain. Karena di situlah peluang setan menyusupkan godaannya.
Ketiga, menghinakan nikmat Allah. Sangan wajar jika seorang manusia ingin hidup kaya. Dan Islam sedikit pun tidak melarang umatnya menjadi orang kaya. Justru, ada hadits Rasulullah saw. yang mengatakan, “Kaadal faqru ayyakuuna kufron” (Boleh jadi kefakiran menjadikan seseorang kepada kekafiran)
Masalahnya tidak pada sisi itu. Ketika seseorang tidak mampu menerima kenyataan apa adanya, ada sesuatu yang hilang. Itulah syukur terhadap nikmat Allah. Rasulullah saw. bersabda, “Dua hal apabila dimiliki seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (HR. Attirmidzi)
Jika seorang hamba Allah kurang bersyukur, yang terjadi berikutnya adalah buruk sangka pada Allah swt. Menganggap Allah kurang bijaksana. Menganggap Allah tidak adil. Padahal, semua kebijaksanaan Allah adalah pilihan yang terbaik buat hamba-Nya. Boleh jadi, kemiskinan buat seseorang memang merupakan situasi yang tepat buat hamba Allah itu.
Seperti itulah firman Allah dalam surah Asy-Syura ayat 27. “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”
Terakhir, adanya kekaguman terhadap seseorang karena sisi kekayaannya. Begitulah mereka yang kehilangan identitas keimanannya. Gampang kagum dengan sesuatu dari kulit luarnya: penampilan dan kekayaan. Padahal, kenyataan hidup yang terlihat tidak seindah yang dibayangkan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” (QS. Ali Imran: 196)
Kehidupan memang tak bisa lepas dari pemandangan menipu sejenis fatamorgana. Tapi semua itu tidak akan mampu menggoda hati-hati yang tidak dahaga. Karena nikmat Allah yang ada sudah teramat layak untuk disyukuri.


Tentang

Pria yang kerap dipanggil "Nuh" ini berlatar pendidikan dari Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer (STMIK) Gunadarma. Lahir di Jakarta dan saat ini produktif sebagai seorang penulis Dirosah, Nasihat, dan Ruang Keluarga di Majalah SAKSI. Moto hidupnya adalah "Hidup Mulia, Mati Syahid".

Jerat Hawa Nafsu dan Panjang Angan

KH. Moh. Idris Djauhari
Diriwayatkan dari Ali k.w. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling saya takutkan terhadap kalian adalah menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun menuruti hawa nafsu dapat menghalangi dari kebenaran, sedangkan panjang angan-angan artinya sama dengan mencintai dunia.”
(HR Ibnu Abi-d Dunya)
Kondisi masyarakat Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Sebagian mereka kini terjangkiti virus menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Dua virus yang bisa membunuh kepribadian bangsa dan menyebabkan kondisi kehidupan bangsa terus terpuruk.
Mega skandal Bank Century yang menilap uang negara sebesar 6,7 triliun menjadi bukti konkret bagaimana virus hawa nafsu telah menutup mata para petinggi negara ini dari kebenaran. Apa pun alasan yang dikemukakan, terutama untuk menyelematkan ekonomi bangsa ini. Sebenarnya hanya sekadar untuk menutup-nutupi fakta yang sesungguhnya. Apalagi bukti-bukti faktual menyatakan adanya tindak merugikan negara dan rakyat dalam kebijakan penyelamatan bank ini. Tapi, kebenaran tetaplah nyata. Ia tidak bisa ditutup-tutupi dengan apa pun, termasuk oleh para petinggi negara.
Virus lainnya yang menjangkiti bangsa ini adalah panjang angan-angan. Mimpi menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang maju, sejahtera, dan makmur menjadi sebuah utopia bila diukur dengan etos kerja masyarakatnya yang pemalas, mudah putus asa dan cepat puas diri.
Masyarakat Indonesia adalah tipe masyarakat yang hanya berpijak pada angan-angan, dan bukan pada kreativitas sebagai landasan hidupnya. Akibatnya, bangsa ini tidak mampu mengelola kekayaan alamnya yang luar biasa dan cenderung menjadi “tamu” di negerinya sendiri. Lahirlah berbagai bentuk penjajahan baru, terutama di bidang ekonomi dan kebudayaan. Tangan asing kini begitu kuat mencengkram pundak bangsa Indonesia.
Dua virus di atas—menuruti hawa nafsu dan panjang angan-angan—termasuk dua perkara yang paling Rasulullah takutkan terjadi pada umatnya. Umat Islam yang diserang virus ini, mereka akan merasa kekal selamanya di dunia. Ini sangat bahaya dan membahayakan.
Jerat Hawa Nafsu
Hawa nafsu adalah musuh bersama. Karena itu, memeranginya termasuk “jihad akbar” yang sangat dianjurkan bagi setiap muslim. Rasulullah saw. bersabda, “Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar.” Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan apakah itu wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Peperangan melawan hawa nafsu.” (HR Al Baihaqi).
Kenapa hawa nafsu mesti diperangi? Karena hawa nafsu bisa memalingkan seseorang dari kebenaran. Seorang anggota kepala daerah misalnya, dia tidak lagi akan memperjuangkan nasib rakyat, kalau orientasinya di pemerintahan hanya untuk mengembalikan modal politik yang jumlahnya miliaran rupiah yang dikeluarkan selama masa kampanye. Mustahil dia bisa mengembalikan uang itu, kecuali dengan cara korupsi. Nafsu kekuasaan pasti akan menutupi mata batin kepala daerah tersebut sebagai pelayan masyarakat.
Peperangan hawa nafsu adalah jenis peperangan batin. Hal ini berbeda dengan peperangan secara face to face melawan musuh yang secara fisik nampak di depan mata. Kita bisa menembaknya dengan mudah. Kalau nafsu itu berada di luar jasa kita dan bisa kita pegang, mudahlah kita membunuhnya hingga mati. Tetapi nafsu kita itu mengakar di dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita. Karena itu, tanpa kesadaran dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti dikalahkan untuk diperalat sekehendaknya.
Memerangi hawa nafsu berarti memerangi penyakit hati seperti riya’, ujub, cinta dunia, gila pangkat, gila harta, banyak bicara, banyak makan, hasad, dengki, ego, dendam, buruk sangka, mementingkan diri sendiri, pemarah, tamak, serakah, bakhil, sombong dan sifat destruktif lainnya. Sifah-sifat itu melekat kuat dalam hati.
Satu-satunya cara membersihkannya adalah dengan memerangi sifat-sifat destruktif tersebut hingga ke akar-akarnya. Kita perlu mencuci hati setiap detik dengan dzikrullah tiada henti. Kalau kita malas mencucinya maka sifat-sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Pada akhirnya akan menjadi penyakit. Sebaliknya, kalau kita mencuci setiap saat, maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.
Nafsu itulah yang lebih jahat dari setan. Setan tidak dapat mempengaruhi seseorang kalau tidak meniti di atas nafsu. Dengan kata lain, nafsu adalah ‘highway’ atau jalan bebas hambatan untuk setan. Kalau nafsu dibiarkan, akan membesar, maka semakin luaslah ‘highway’ setan untuk membunuh manusia dari dalam.
Kalau nafsu dapat diperangi, maka tertutuplah jalan setan dan tidak dapat mempengaruhi jiwa kita. Sedangkan nafsu ini sebagaimana yang digambarkan oleh Allah sangat jahat. “Sesungguhnya hawa nafsu itu sangat membawa pada kejahatan.” (QS Yusuf: 53)
Selain memerangi, jalan lain yang mesti ditempuh adalah mengendalikan hawa nafsu dengan akal sehat dan hati yang jernih. Hawa nafsu yang dikendalikan akan berubah fungsi sebagai penggerak tingkah laku yang menyuburkan lahirnya motivasi internal yang sangat kuat, sehingga hidup lebih bermakna dan bernilai. Dalam kondisi demikian, hawa nafsu seperti energi yang akan selalu menggerakkan mesin untuk tetap hidup dan dinamis. Keseimbangan itu menjadikan orang mampu menekan dorongan hawa nafsu pada saatnya harus ditekan (seperti rem mobil), dan memberinya hak sesuai dengan kadar yang dibutuhkan.
Karenanya, keinginan menjadi bupati, anggota DPR, orang kaya, miliader atau konglomerat dan lainnya adalah dorongan nafsu yang wajar. Menjadi tidak wajar apabila keinginan itu dituruti tanpa kendali moral. Nah, jika dorongan hawa nafsu dituruti tanpa kendali moral, maka ia berubah menjadi dorongan hawa nafsu yang bersifat destruktif. Ingin kaya dengan cara korupsi atau menipu, ingin menjadi pejabat dengan cara menyuap. Itu semua ujungnya pasti destruktif.
Pengabdi hawa nafsu akan menuruti apa pun perilaku yang harus dikerjakan, betapapun itu menjijikkan. Jika orang memanjakan hawa nafsu dapat terjerumus pada glamourism dan hedonis, maka orang yang selalu mengikuti dorongan hawa nafsunya pasti akan terjerumus pada kriminalitas dan kenistaan, terutama menistakan Allah. Naudzubilâh.
Panjang Angan           
Panjang angan-angan sama dengan mencintai dunia. Orang yang terserang penyakit panjang angan-angan senantiasa membayangkan dirinya akan abadi di dunia. Tidak ada kehidupan yang kekal abadi, kecuali di dunia. Sikap seperti inilah yang kemudian melahirkan manusia yang gila dunia. Dunia baginya adalah segalanya. Tidak ada hidup tanpa dunia. Sikap seperti ini, sungguh sangat membahayakan, terlebih bagi seorang muslim.
Panjang angan-angan akan menyebabkan manusia berambisi memiliki sebanyak mungkin harta dan kekayaan. Tidak peduli sumber dan caranya haram. Yang penting bisa menikmati kekayaan itu. Kalau perlu, ia akan melakukan tindakan monopoli dan oligopoli dengan cara menyingkirkan orang lain secara jahat dan licik.
Ciri lain orang yang panjang angan-angan adalah tidak pernah puas (qanaah) dengan apa yang sudah dimilikinya. Apabila orang itu sudah memiliki sepeda motor, maka ia berambisi memiliki mobil. Apabila sudah memiliki mobil, ia ingin memiliki pesawat terbang. Begitu seterusnya.
Orang dengan karakter seperti ini, senantiasanya menjadikan benda-benda sebagai barometer kesuksesannya. Semakin banyak benda-benda yang dimiliki, semakin ia merasa sukses. Padahal benda-benda itu sesungguhnya akan membuat dia pikun. Mata hatinya buta. Semakin jauh dari Allah. Dan, Allah akan membinasakannya. Cepat ataupun lambat.
Rasulullaah saw. bersabda, “Anak cucu Adam itu bisa menjadi pikun, dan ada dua hal yang menyertainya, yakni keserakahan dan angan-angan.” (HR Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan: “…dan ada dua hal bersamanya yang tetap muda, yaitu keserakahan terhadap harta dan keserakahan terhadap usia.” Lalu, Rasulullah saw. berkata,  “Golongan pertama dari umat ini selamat karena keyakinan dan zuhud. Dan golongan terakhir dari umat ini binasa karena kekikiran dan angan-angan.” (HR Ibnu Abi-d Dunya).
Karena itu, tidak ada gunanya kita mengejar angan-angan. Semakin dikejar, angan-angan itu akan semakin menjauh, akhirnya menghilang. Mengejar angan-angan berarti mengejar ketidakpastian. Itu sama artinya dengan menjauh dari Allah. Lebih baik, kita habiskan hari-hari dalam rangkai perjalanan hidup yang singkat ini untuk beribadah kepada Allah. Hanya Allah yang memberikan kepastian hidup. Semakin jauh kita dari Allah, maka semakin jauh pula janji kebahagiaan yang akan Dia berikan kepada kita, terutama setelah kita hidup di akhirat kelak.
Suatu ketika, Rasulullaah bertanya kepada para sahabatnya, “Apakah kalian semua ingin masuk surga?” Para sahabat menjawab, ‘Tentu yaa Rasulullaah. Beliau lalu bersabda, “Kalau begitu jangan banyak angan-angan. Letakkan ajal kalian di depan mata. Dan merasa malulah kepada Allah dengan sungguh-sungguh.” (HR Ibnu Abi-d Dunya)
Secara eksplisit, hadits di atas menjelaskan tentang larangan banyak angan-angan dan senantiasa meletakkan ajal di depan mata. Artinya, kapan pun ajal akan segera menemui kita. Di sinilah pentingnya kita meneguhkan prinsip bahwa sebetulnya semua benda-benda duniawi yang kita miliki adalah titipan Allah untuk dimanfaatkan dalam koridor kepentingan Allah dan bermuara kepada Allah. Ketika kita bekerja di dunia, sesungguhnya kita sedang menyiapkan diri untuk dijemput Allah. Kapan dan di manapun kita berada.
Marilah kita berdoa sebagaimana Rasulullaah saw. berdoa, :“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari dunia yang dapat menghalangi kebajikan akhirat. Aku berlindung kepada-Mu dari hidup yang dapat menghalangi dari sebaik-baik kematian, dan aku berlindung kepada-Mu dari angan-angan yang dapat menghalangi sebaik-baik amal.” (HR Ibnu Abi-d Dunya)
Akhirnya, tidak ada pilihan lain kalau kita mendambakan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, kecuali kita mampu mengendalikan hawa nafsu dan mengubur angan-angan yang menipu. Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari kesenangan hidup dunia yang penuh tipu daya dan angan-angan belaka. Amin.

Prenduan, 31 Maret 2010

Bahaya Penyakit Panjang Angan – Angan


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Bahaya Penyakit Panjang Angan – Angan
Alhamdulillah wa shollatu wa sallamu ‘alaa Rosulillah wa ‘alaa aalihi wa ashaabihi ajma’ain. Sebagai mahluk yang dimuliakan Allah Subhana wa Ta’ala dengan hati dan akal, manusia dituntut untuk bersyukur atasnya dengan menggunakannya dalam rangka meraih ketaqwaan di sisi Sang Penciptanya Allah ‘Azza wa Jalla. Namun, dalam perjalanannya menuju derajat ketaqwaan, manusia senantiasa diintai, dipantau dan siap diperangi musuh abadinya selama masih hidup di dunia, musuh tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah syaithon baik dari Iblis dan manusia.
Syaihtonlah musuh bagi manusia yang nyata, Allah Subhana wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Sesungguhnya syaithon adalah benar-benar musuh yang nyata bagi bagi manusia”. (QS. Yusuf [12] : 5)
Syaikh ‘Abdur Rohman bin Nashir As Sa’diy Rohimahullah mengatakan,

لَا يَفْتُرُ عَنْهُ لَيْلًا وَلَا نَهَارًا، وَلَا سِرًّا وَلَا جَهَارًا….

“Syaithon tidak akan malas (mengganggu manusia –ed.) walaupun siang, malam, ketika manusia sendirian atau bersama orang lain…….”[1].
Usaha giat syaithon untuk mengoda manusia ini tidaklah terbatas dalam satu hal semata. Bahkan usahanya untuk menjerumuskan manusia ke neraka beragam macamnya sebagaimana beragamnya karakter dan kedudukan manusia.
Ibnul Jauziy Rohimahullah telah menuliskan sebuah risalah yang luar biasa dalam masalah ini. Sehingga orang membacanya akan dapat menangkal tipu daya syaithon dengan beragam model dan macamnya. Beliau menamakan kitab tersebut dengan ‘Talbiis Ibliis’.
Beliau Rohimahullah mengatakan tentang makna talbiis,

التَّلْبِيْسُ إِظْهَارُ البَاطِلِ فِيْ صُوْرَةِ الحَقِّ

“Talbiis adalah menunjukkan/menampakkan kabathilan dalam bentuk kebenaran”[2].
Inilah salah satu senjata dan perangkap tercanggih syaihon. Sehingga manusia yang terkena hal ini akan binasa tanpa sadar.
Salah satu bentuk talbiis syaihton kepada manusia adalah panjang angan-angan.
Ibnul Jauziy Rohimahullah mengatakan,

كم قد خَطَرَ على قلبِ يَهُوْدِيٍّ وَنَصَرَانِيٍّ حُبُّ الإِسْلَامِ فَلَا يَزَالُ إِبْلِيْسُ يُثَبِّطُهُ وَيَقُوْلُ لَا تَعْجَلْ وتَمَهَّل فِيْ النَّظَرِ فَيُسَوَّفُهُ حَتَّى يَمُوْتَ عَلَى كُفْرِهِ. وَكَذَلِكَ يُسَوِّفُ العَاصِيُ بِالتَّوْبَةِ فَيَجْعَلُ لَهُ غَرْضَهُ مِنْ الشَّهْوَاتِ وَيُمَنِّيهِ الْإِنَابَةَ ,كَمَا قَالَ الشَّاعِرُ:

لَا تَعْجَلُ الذَّنْبَ لِمَا تَشْتَهِي … وَتَأَمَّلُ التَّوْبَةَ مَنْ قَابِلِ

وَكَمْ مِنْ عازمٍ عَلَى الجَدِّ سَوَّفَهُ وَكَمْ مِنْ سَاعٍ إِلَى فَضِيْلَةٍ ثَبَّطَهُ

“Betapa sering terbersit di hati seorang Yahudi atau Nashrani kecintaan terhadap Islam. Namun Iblis senantiasa mengahalang-halanginya dan membisikkan ke hati mereka, ‘Jangan terburu-buru (masuk -ed.) Islam, pikirkan dengan seksama dan matang’. Sehingga mereka menunda-nundanya hingga maut datang menjemputnya dan mereka mati di atas kekafirannya. Demikian juga yang terjadi pada pelaku maksiat agar menunda-nunda taubatnya, iblis membuat mereka terhalang dari taubat melalui jalan syahwat sehingga mereka menunda-nunda taubat dan kembali kepada Allah. Hal ini sebagaimana yang dikatakan seorang penyair :
Jangan segera berbuat dosa karena hawa nafsu….
Sedangkan engkau berangan-angan taubat esok hari……….
Betapa banyak orang yang berazam/bertekad kuat untuk melakukan kebaikan kemudian menunda-nunda kebaikan tersebut !!? Betapa banyak orang yang berusaha melakukan kemuliaan yang terhalangi (karena menunda-nunda) !!?”
Beliau melanjutkan,

فَلِرُبَّمَا عَزِمَ الفَقِيْهُ عَلَى إِعَادَةِ دَرْسِهِ فَقَالَ اسْتَرِحْ سَاعَةً أَوْ انْتَبَهَ العَابِدُ فِيْ الْلَّيْلِ يُصَلَّي فَقَالَ لَهُ : عَلَيْكَ وَقْتٌ.

وَلَا يَزَالُ يُحِبَّبُ الكَسَلَ وَيُسَوِّفُ الْعَمَلُ وَيُسْنِدُ الْأَمْرُ إَلَى طُوْلِ الْأَمَلِ. فَيَنْبَغِي لِلْحَازِمِ أَنْ يَعْمَلَ عَلَى الْحَزْمِ وَالْحَزْمُ تُدَارِكُ الْوَقْتُ وَتَرَكَ التَّسَوُّفِ وِالِاعْرَاضِ عَنْ الْأَمَلِ فَإِنَّ المُخُوْفَ لَا يُؤْمَنُ وَالفَوَاتَ لاَ يُبْعَثُ.

“Sehingga betapa banyak seorang yang faqih telah berkeinginan kuat untuk mengulangi dars/pelajarannya namun iblis menggodanya dengan mengatakan, ‘istirahatlah sejenak (waktu masih panjang –ed.)’. Atau betapa banyak seorang ahli ibadah yang bangun di malam hari untuk melakukan sholat malam lalu syaihton menggodanya dengan mengatakan, ‘waktu malam masih panjang (tidurlah lagi -ed.)’
Iblis akan senantiasa menanamkan dan menumbuhkan sikap malas dan menunda-nunda amal serta menyandarkan diri/amal kepada sikap menunda-nunda dan panjang angan-angan. Maka sudah sepantasnya orang yang bertekad kuat beramal dengan tekad yang ‘membaja’ dengan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dan meninggalkan, membuang jauh-jauh sikap menunda-nunda dan menghindarkan diri dari panjang angan-angan. Karena khawatir dan tidak dapat dijamin waktu, kekuatan tekad dan kesempatan yang sudah berlalu dapat kembalikan”.
Beliau Rohimahullah menambahkan,

وَسَبَبُ كُلِّ تَقْصِيْرٍ فِيْ خَيْرٍ أَوْ مَيْلٍ عَنْ شَرٍّ طُوْلُ الْأَمَلِ فَاِنَّ الإِنْسَانَ لَا يَزَالُ يُحَدِّثُ نَفْسَهُ بَالنُّزُوْعِ عَنْ الشَّرِّ وَالاِقْبَالُ عَلَى الخَيْرِ, إِلَّا أَنَّهُ يُعِدُ نَفْسَهُ بِذَلِكَ.

وَلَا رَيْبَ أَنَّهُ مَنْ أَمَّلَ أَنْ يَمْشِيَ بِالنَّهَارِ سَارَ سَيْرًا فَاتِرًا مَنْ أَمَّلَ أَنْ يُصْبِحَ عَمَلَ فِيْ اللَّيْلِ عَمَلًا ضَعِيْفًا وَمِنْ صُوْرِ المَوْتِ عَاجِلًا, جَدَّ.

وقد قال صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:

” صَلِّ صَلَاةَ مُوَدَّعٍ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ كُنْتَ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ”.

Sebab seluruh taqsir/kelalaian/meremehkan kebaikan dan kecenderungan kepada keburukan adalah panjang angan-angan. Karena seluruh manusia (pada dasarnya –ed.) senantiasa mengajak dirinya untuk menghindar dari keburukan dan melakukan kebaikan. Akan tetapi ini masih sebatas janji di dalam hati akan hal itu.
Tidaklah diragukan bahwa barangsiapa yang berangan-angan bisa berjalan di siang hari maka dia akan berjalan dengan langkah yang lemah dan penuh kemalasan. Demikian juga barang siapa yang berangan-angan mendapatkan waktu subuh maka dia akan beramal di malam hari dengan amal yang ‘lemah/ala kadarnya’. Sedangkan barang siapa yang membayangkan/tergambar di depan matanya kematian akan segera datang maka dia akan bergegas dan bersungguh-sungguh. Nabi Shollallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda,

صَلِّ صَلَاةَ مُوَدَّعٍ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ كُنْتَ لَا تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Sholatlah engkau sebagaimana sholat orang yang akan berpisah (dari kehidupan dengan datangnya malaikat maut –ed.) seakan-akan engkau melihatnya (datang –ed.). Apabila engkau tidak dapat melihatnya maka sesungguhnya dia melihatmu”[3].
Ibnul Jauziy Rohimahullah melanjutkan,

وَقَالَ بَعْضُ السَّلَفِ : أُنْذِرُكُمْ ‘سَوْفَ‘ فَإِنَّهَا أَكْبَرُ جُنُوْدِ إِبْلِيْسَ.

وَمَثَلُ العَامِلِ عَلَى الحَزْمِ وَالسَاكِنِ لِطُوْلِ الأَمَلِ كَمَثَلِ قَوْمٍ فِيْ سَفَرٍ فَدَخَلُوْا قَرْيَةً, فَمَضَى الحَازِمُ فَاشْتَرَى مَا يَصْلُحُ لِتَمَامِ سَفَرَهِ وَجَلَسَ مُتَأَهِّبًا لِلرَّحِيْلِ. وقَالَ المُفْرِطُ سَأَتَأَهَّبُ فَرُبَّمَا أَقَمْنَا شَهْرًا, فَضُرِبَ بَوْقَ الرَحِيْلِ فَي الحَالِ. فَاغْتَبَطَ الْمُحْتَرِزُ وَاغْتَبَطَ الآسِفُ المُفَرِّطُ !

“Sebagian salaf mengatakan, ‘Maukah kalian aku peringatkan dari bahaya ‘nanti/menunda-nunda’, sesungguhnya ‘nanti/menunda-nunda’ adalah bala tentara iblis yang paling besar’.
Permisalan orang yang beramal dengan tekad yang membaja dan orang yang diam saja karena panjang angan-angan adalah semisal suatu kelompok yang tengan safar yang sedang memasuki sebuah perkampungan. Lalu orang yang dengan tekad membaja istirahat dan memperbaiki perbekalan agar safarnya sempurna dan orang yang duduk santai yang sedang duduk istirahat dengan tiupan angin. Orang yang lengah/santai mengatakan, ‘istirahatlah dulu’ maka ketika telah satu bulan tiba-tiba ditiuplah terompet waktu keberangkatan sehingga orang yang telah bersiap-siap segera berangkat dan alangkah buruknya orang yang terlalu bersantai !”
Beliau melanjutkan uraiannya,

فَهَذَا مَثَلُ النَّاسِ فِيْ الدُّنْيَا, مِنْهُمْ المَسْتَعِّدُ المُسْتَيْقَظُ فَإِذَا جَاءَ مَلَكُ المَوْتِ لَمْ يَنْدَمْ. وَمِنْهُمْ المَغَرُورُ المُسَوِّفُ يَتَجَرَّعُ مَرِيْرَ النَّدمِ وَقْتَ الرَحِلَةِ. فَإِذَا كَانَ فِي الطَّبْعِ صُعِبَتْ المُجُاهُدُةُ إِلَّا أَنَّهُ مَنْ انْتَبَهَ لِنَفْسِهِ, عَلِمَ أَنَّهُ فِيْ صَفِّ حَرْبٍ وَأَنَّ عَدُوَّهُ لَا يَفْتُرُ عَنْهُ فَإِنْ فَتَرَ فِيْ الظَاهِرِ, أَبْطَنَ لَهُ مَكِيْدَةً, وأَقَامَ لَهُ كَمِيْنًا

“Maka inilah permisalan manusia ketika di dunia. Diantara mereka ada yang bersiap-siap, waspada sehingga ketika datang malaikat maut mereka tidak akan bersedih dan menyesal. Diantara mereka ada yang tertipu dengan kata ‘natilah’ sehingga menunda-nunda amal. Sehingga ketika malaikat maut datang dia hanya dapat meneguk pahitnya penyesalan.
Bila sikap ‘nanti/menunda-nunda’ sudah menjadi satu dengan tabiat maka akan sulit untuk melawannya kecuali orang yang sadar akan dirinya sehingga melawannya dengan sekuat tenaga. Sehingga dia mengetahui bahwasanya dia sedang berada di barisan perang dan musuhnya adalah musuh yang tidak pernah malas. Walaupun kenyataannya dia tidak bergerak namun sesungguhnya lawannya sedang menyiapkan tipu daya dan menyiapkan tentara cadangan”.
Beliau Rohimahullah menutup pembahasan ini dengan mengatakan,

ونحن نسأل الله عز وجل السلامة من كيد العدو وفتن الشيطان وشر النفوس والدنيا انه قريب مجيب جعلنا الله من أولئك المؤمنين.

“Kami memohon keselamatan dari tipu daya musuh dan godaan syaithon serta keburukan jiwa dan dunia kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Mengabulkan Do’a. mudah-mudahan Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang beriman”.

Mudah-mudahan bermanfaat.

[Diterjemahkan dengan perubahan redaksi seperlunya dari Kitab Al Muntaqoo An Nafiis min Talbiis Ibliis li Imam Ibnil Jauziy karya Syaikh ‘Ali bin Hasan Al Halabiy hafidzahullah hal. 559-561 terbitan Dar Ibnu Jauziy, Riyadh, KSA]

Sigambal, setelah mencuci pakaian Hudzaifah
23 Shofar 1435 H / 26 Desember 2013 M / Aditya Budiman bin Usman


[1] Lihat Taisir Karimir Rohman hal. cet. Dar Ibnu Hazm, Beirut.
[2] Lihat Al Muntaqoo Nafiis min Talbiis Ibliis oleh Syaikh ‘Ali Al Halabiy hal. 61, cet. Dar Ibnul Jauziy, Riyadh.
[3] HR. Bukhori dalam At Tarikh Al Kabir (3/2/216), Abusy Syaikh dalam Al Amtsaal no. 226, Ibnu Maajah no. 4171, Ahmad (5/512) dan Abu Nu’aim dari Abu Ayyub Al Anshori. Syaikh ‘Ali bin Hasan mengatakan, ‘ada jahaalah/rowi yang majhul pada sanadnya, sebagaimana yang dikatakan Al Bushoiriy dalam Mishbah az Zajaajah (333/II) sedangkan sisanya adalah perowi yang tsiqoh. Akan tetapi hadits ini memiliki dua syahid/penguat yang dibawakan guru kami Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 1421 dan 1914, sehingga dengan demikian hadits di atas menjadi shohih dengan kedua syahidnya’.

Tulisan Terkait


MeLEPAS Sang IMpiAN, antara IMPIAN dan PANJANG ANGAN-ANGAN

Sahabat Semesta yang berakhlak mulia,

Salah satu sumber dari kegelisahan adalah MEMILIKI IMPIAN, dan sumber dari ketenangan adalah MEMILIKI IMAN/Keyakinan yang BENAR kepada ALLAH SWT.


Mungkin di antara Sahabat ada yang kurang sependapat dengan pernyataan "Salah satu sumber dari kegelisahan adalah MEMILIKI IMPIAN"
 
Tapi, begitulah kenyataannya....
Betapa banyak manusia yang sibuk plus GELISAH ketika mereka sedang mengejar impiannya... yakni mengejar sesuatu yang sangat dicintainya....
 
Jika Sahabat mengejar sesuatu yang Horizontal (Visible/Duniawi), maka produknya bernama kegelisahan.

Sedangkan jika Sahabat mengejar sesuatu yang Vertikal (Invisible/Ukhrowi), maka produknya relatif menenangkan, apalagi kalau "mengejar" ALLAH... pasti TENANG... "Hai Jiwa yang TENANG...", "Dan hanya dengan mengingat Allah lah hati pun menjadi TENANG, " begitulah firmanNya. 
 
Sahabat Semesta yang selalu berupaya untuk menjadi yang terbaik...
Bukan berarti kita tak boleh bermimpi memiliki HARTA YANG BANYAK, tapi yang tidak boleh adalah kita TERIKAT kepada IMPIAN kita tersebut...  sebab, ikatan sejati hanya layak digantungkan kepada ALLAH... "ALLAHUSH SHOMAD", dan bukan IMPIANUSH SHOMAD
 
Sehingga, MISALkan, jika ANDA memiliki IMPIAN atau HASRAT untuk mendapatkan HARTA yang BANYAK, maka LEPASKANLAH impian itu dan SERAHKANLAH impian itu kepada ALLAH, dan kembali IKATKAN diri ANDA kepada ALLAH dan bukan malah terikat oleh IMPIAN itu... sebab orang yang terikat kepada IMPIANnya (yang horizontal) maka dialah yang disebut oleh Nabi sebagai orang yang PANJANG ANGAN-ANGAN..
 
Rasulullah saw. bersabda, “Anak cucu Adam itu bisa menjadi pikun, dan ada dua hal yang menyertainya, yakni keserakahan dan angan-angan.” (HR Muslim). Dalam riwayat lain disebutkan: “Hati orang tua menjadi muda karena dua hal, cinta dunia dan panjang angan-angan.” (HR. Bukhori). Lalu, Rasulullah saw. berkata, “Golongan pertama dari umat ini selamat karena keyakinan dan zuhud. Dan golongan terakhir dari umat ini binasa karena kekikiran dan angan-angan.” (HR. Ibnu Abi-d Dunya).
 
“yaitu orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan belaka dan senda gurau, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia. Maka pada hari kiamat,Kami melupakan mereka sebagaimana mereka dahulu melupakan pertemuan hari ini,dan karena mereka mengingkari ayat-ayat kami.” (Al-Araf 51).
 
Dan orang yang CERDAS bukanlah orang yang memiliki VISI/IMPIAN HEBAT akan dunia yang FANA ini, tapi orang yang CERDAS adalah orang yang memiliki VISI/IMPIAN akan akhirat yang ABADI. Mari kita simak..
 
Dalam satu riwayat Ibnu Umar ra berkata:
Pada suatu hari aku datang menjumpai Rasulullah saw sebagai orang yang kesepuluh. (Beliau sedang berada di tengah-tengah sahabat-sahabat terkemuka). Tiba-tiba salah seorang sahabat anshar berdiri dan bertanya kepada Rasulullah saw. “ya Nabi Allah, siapakah orang yang paling pintar dan orang yang paling cerdas otaknya? Rasulullah saw menjawab: “Yang paling cerdas dan paling pintar ialah orang yang paling banyak mengingat mati, yang paling banyak menyiapkan bekal untuk menghadapi kematian. Mereka pulang (ke akhirat) dengan ketinggian dunia dan kemuliaan akhirat. ” (HR. Tahbrany dengan sanad yang hasan)
 
So, Sahabat Semesta yang Bijak...
Apakah IMPIAN Anda?
Sudahkah Anda meLEPASkan dan MenSERAHkan impian itu kepada ALLAH yang MAHA MENGATUR segala sesuatunya? Dan, apakah IKHTIAR yang Anda lakukan (selama ini) benar-benar karena ALLAH ataukah karena Sang IMPIAN?
 
wallahu alam
KZ

Tiada ulasan: