Jumaat, 1 Mei 2015

APA TUJUAN KITA DIJADIKAN...ADAKAH KITA DATANG KE DUNIA NAK ENJOY2 SAJA...BERMEWAH2 ATAU MELAKUKAN MAKSIAT DAN KEZALIMAN...DUNIA SEBAGAI TEMPAT UJIAN@TIPU DAYA...SYAITAN SERING MENIPU KITA BHG 1







Untuk Apa Kita Diciptakan Di Dunia Ini?


Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.
Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?” Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.
Saudaraku … Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Saudaraku … Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).
Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98) Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).
Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.
Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)
Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribdah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki. Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)
Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)
Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
Saudaraku … Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57.
Beliau rahimahullah mengatakan,“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud. Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)
Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا دَائِمًا إلَى يَوْمِ الدِّينِ .

***
Selesai disusun di Wisma MTI, 29 Jumadits Tsani 1430 H (Selasa, 23-06-2009)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com

Tujuan hidup manusia itu menyembah Allah dan menjadi Penguasa dimuka bumi ini

Tujuan hidup manusia bagi Allah itu hanya untuk menyembahNya

Tujuan hidup manusia
adalah untuk beribadah (menyembah) kepada Allah SWT,
Sang Maha Pencipta
sebagaimana difirmankan Allah dalam Al- Qur’an
Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 yang berbunyi:
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
  melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
dan Surat Al-Baqarah ayat 21 yang mengatakan
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu
yang telah menciptakanmu
dan orang-orang yang sebelummu,
agar kamu bertaqwa”.

Selain itu, manusia diberi kepercayaan oleh Allah SWT
untuk menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Tugas kekhalifahan ini terpatri dalam Al-Qur’an
Surat Al-Baqarah ayat 30 yang berbunyi: 
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’…

Sembah disini berarti mempersembahkan diri dan hidup kita untukNya
Sembah disini mengabdikan diri kita sebagai insan manusia ciptaanNya
Sembah disini menuhankan DIa sebagai satu satunya Tuhan.
Tidak Ada Tuhan selain Allah
Tidak ada Tuhan yang layak aku sembah selain Allah
Sembah berarti pula mencintai dan mendahulukan 
Jadi tak ada yang lebih dicintai dan didahulukan selain Allah
Cara sembah itu dengan sembahyang atau shalat
Shalat berbentuk sembah adalah
salah satu ibadah yang utama dalam penyembahanNya

Jadi penyembahan Allah tadi
terlaksana dalam kumpulan ibadah padaNya
Ibadah ialah segala sesuatu bentuk penyembahan
atau persembahan kebaikan
(baik dari perkataan, akhlaq, sifat,
sikap, perbuatan, pikiran, amal, usaha,
zikir dan doa, harta, uang, diri, jiwa dan sebagainya)
 yang ditujukan
pada Allah, karena Allah dan untuk Allah,
semata mengharapkan ridla Allah,
sang Kholik atau PenciptaNya
dengan keimanan, niat
dan dimulai dengan membaca bismillahirrohmanirrohiim
sebagai suatu sembahan, rasa syukur,
takut dan tunduknya manusia
dan sebagai tumpuan harapan
untuk meminta sesuai ayat 5 surat alfatihah,
Kepada Engkau Ya Allah kami menyembah
dan kepada Engkau, kami memohon pertolongan

Ibadah itu mendapatkan pahala dari Allah, AmpunanNYa,
RidloNya,SurgaNya dan KebaikanNYa

Persembahan atau ibadah tadi berbentuk tiga macam

1. Ibadah Ritual yang ditujukan melulu untukNya,
     seperti syahadat, sholat, dzikir, pergi haji ,puasa
     yang dari rukun islam disertai dengan rukun imanNya.

2.  Ibadah yang menyangkut dengan diri insan itu sendiri
sebagai manusia yang hidup
Disini segala sesuatu yang menyuport kehidupan manusia itu adalah ibadah ,
 karena dikerjakan untuk Allah
 yaitu menyambung kehidupan untuk berbakti pada Allah
 Jadi kegiatan dan pekerjaan sehari hati kita adalah ibadah
seperti makan, tidur, bekerja, sekolah, mencari ilmu, rezeki dsb
bahkan sampai kita bercampur dengan suami istripun ibadah
Itu semua adalah ibadah karena kita memenuhi
semua hak dan kewajiban diri kita
untuk kita dan keluarga kita sebagai unit kecil masyarakat

3.  Ibadah yang menyangkut dengan hubungan sesama manusia dan alam ini.  
Disini tugas manusia dalam ibadahnya
dituntut untuk menjadi Khalifah (Pemimpin atau Penguasa) dimuka bumi ini.
Jadi kitalah , orang mukmin dan mukminah yang ditunjuk Allah
sebagai pengelola dan penguasa bumi, untuk melestarikan kehidupan ini
dan menciptakan negeri dan negara yang makmur dan diampuni Allah,
bukan orang orang yang tak beriman yang mengontrol kita.
Kepemimpinan itu dimulai dengan memimpin diri (hawa nafsu)nya sendiri,
keluarga, dan kemudian berkembang ke memimpin lingkungan yang lebih luas.

Untuk bisa jadi penguasa bumi,
kita dituntut untuk menuntut ilmuNya Allah.  
Ilmu Allah itu meliputi
Ilmu agama, yang berkaitan dengan penyembahan kita padaNya,
iman, islam, ihsan dan agama dan akhlaq kita
Ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang berkaitan dengan makhlukNya
atau ciptaanNya seperti langit dan bumi
Untuk menjadi Kalifah kita harus mempunya dua ilmu tersebut,
agar bisa memelihara bumi dan alam ini menurut kehendakNya.
Ibadah rukun Islam disini ialah membayar zakat

Jadi tujuan dari semua ibadah kita ialah
taqwa yang artinya penyerahan diri pada Allah
Orang yang taqwa adalah yang paling mulia disisi Allah,
karena dia telah menyerahkan dirinya dan takut padaNya
dengan menjalankan segala yang diperintahkan olehNya
dan meninggalkan segala yang dilarang olehNya.

Ilmu untuk semua penyembahan, ibadah
dan menjadi khalifah itu
terdapat di Quran yang dilengkapi dengan hadist
Quran itu pedoman hidup kita
sebagai insan yang menjalani kehidupan ini

Jadi ketiga ibadah penyembahan tadi
melingkupi penyambungan hidup,
pelestarian hidup
dan pensyukuran Pada Allah atas kehidupan tadi
yang memberikan kebaikan dan manfaat
yang banyak untuk dirinya, sesama manusia, dan alam ini

Semua aktivitas kebaikan kita didunia ini
adalah ibadah
yang bertujuan untuk mendekatkan diri pada Allah
dan untuk menjadi hambaNya yang Taqwa

Makanya Allah selalu menyuruh kita
untuk beriman dan beramal solih
(berbuat baik dan mencegah yang jahat)
memenuhi semua hak dan kewajiban kita
sebagai manusia terhadap Allah, diri kita sendiri, keluarga,
sesama manusia, makhluq Allah, lingkungan kita dan alam semesta
karena itu adalah ibadah,
bentuk dari penyembahan manusia pada Sang Khaliqnya

Semoga kita semua menjadi Abdullah, hamba hamba Allah
yang menyembah dan mengabdi pada padaNya
sesuai dengan tujuan, makna
dan tugas hidup dan kehidupan kita ..amin

Kenapa Manusia Diciptakan Di Dunia?

Kenapa manusia diciptakan di dunia? Kenapa tidak langsung saja diciptakan di surga? Banyak orang mengira bahwa keberadaan manusia di dunia adalah gara gara kesalahan Adam (yang tergoda setan untuk melanggar larangan Tuhan). Artinya keberadaan manusia di dunia adalah sebuah kecelakaan yang tidak diharapkan. Harusnya manusia hidup nyaman di surga tapi gara gara kesalahan Adam, kita semua harus susah payah hidup di dunia menghadapi godaan dunia dan hasutan setan, dengan resiko yang sangat besar yaitu masuk neraka apabila gagal. Benarkah demikian? Ternyata anggapan semacam ini salah besar. Allah menciptakan menusia di dunia dengan tujuan tertentu. Keberadaan manusia di dunia adalah karunia Allah terbesar yang tidak diberikan kepada makhluk lain. Lalu apa sebenarnya tujuan Allah menciptakan manusia di dunia? Berikut penjelasannya


Cerita Adam dan Hawa sebagaimana dipahami sebagian besar masyarakat berfokus pada proses penciptaan Adam, penciptaan Hawa, kehidupan Adam Hawa di surga, dilanjutkan dengan kegagalan Adam Hawa dalam bertahan dari godaan Iblis. Dengan alur cerita seperti itu tidak cukup informasi untuk menjawab pertanyaan, “Kenapa dan untuk apa manusia (Adam dan Hawa) diciptakan di dunia?”

Padahal sebenarnya ada peristiwa besar yang disebut Allah dalam Quran sebelum penciptaan Adam. Dalam peristiwa tersebut para malaikat dan jin yang sudah diciptakan lebih dahulu sebelum Adam, semuanya dikumpulkan di hadapan Allah. Kemudian Allah berfirman kepada para mereka,”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan dimuka bumi ini seorang khalifah (pemamkmur/penanggungjawab yang akan mengolah, memanfaatkan, memakmurkan bumi dengan segala aktifitasnya)”

(rujukan ayat Quran nya Al Baqarah ayat 30)


Manusia sebagai Khalifah di Bumi

Dari peristiwa besar yang disebut secara jelas dalam Al Baqarah ayat 30, kita tahu bahwa  keberadaan manusia di muka bumi bukanlah sebuah kecelakaan melainkan memang sengaja Allah menciptakan manusia di bumi (di dunia ini) sebagai makhluk yang dimuliakan dan dipercaya sebagai pengemban amanah dengan sebutan “Khalifah fil Ardli” (khalifah di muka bumi)
Artinya kejadian Adam dihasut Iblis tidak ada hubungannya dengan keberadaan manusia di bumi. Karena keberadaan manusia di bumi bukanlah sebuah kesalahan atau kecelakaan melainkan kemuliaan yang dikaruniakan Allah atas manusia.

Dalam Surat Al Israa ayat 70 Allah menyebut pemuliaan atas manusia dengan sebutan Bani Adam (anak keturunan / keluarga Adam)

"Dan sesungguhnya telah Kami muliakan Bani (keturunan) Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."


Apa Maksudnya “Khalifah fil Ardli” (Khalifah di muka bumi)

Makna khalifah sendiri ditafsirkan dalam beberap makna yang berbeda oleh sebagian ulama. Namun dari beberapa penafsiran tersebut  semuanya merujuk pada pengertian: pemakmur, pengemban amanah, penanggung jawab, pengelola.

Pengertian ini sebenarnya tidak berbeda dengan pengertian Khalifah dalam sebuah pemerintahan Islam. Seorang Khalifah dalam Islam adalah orang yang diberi amanah, tanggungjawab untuk mengelola SDM dan Sumber Daya Alam di wilayah yang dipercayakan kepadanya agar lebih bermanfaat untuk rakyat banyak. Seorang Khalifah dalam Islam harus mempertanggungjawabkan kinerja nya kepada Seluruh Rakyat dan Kepada Allah.

Hanya saja dalam sejarah kekhalifaan Islam, pada kadar tertentu seorang Khalifah seringkali bertindak ataupun dianggap sebagaimana seorang raja. Tentu saja ini tidak benar karena raja dalam bahasa Quran bukanlah khalifah tetapi malik (yang berarti raja atau penguasa)

Dengan demikian kembali pada pengertian semula, manusia sebagai khalifah dibumi tidak diartikan sebagai raja (malik).
Kalifah fil Ardli lebih tepat dimaknai sebagai “pengemban amanah untuk mendayagunakan bumi bagi kemakmuran seluruh manusia, yang pada akhir masa tugasnya (akhir hidupnya) akan diminta pertanggunjawabannya selama mengemban amanah tersebut (selama masa tugas/selama masa hidup di dunia)”


Beberapa Ayat Lain yang Menyebut Kata Khalifah

Selain dalam surat albaqarah ayat 30, Allah menyebut kata khalifah dengan makna yang sama dengan uraian di atas, pada beberapa ayat berikut ini:

Kaum Musa berkata: "Kami telah ditindas (oleh Fir`aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi (Nya), maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu. (Al A’raaf 129)

Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya). (An Naml 62)

Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Shaad 26)


Bukankah Manusia dan Jin diciptakan untuk beribadah?

Dalam Surat Adz Dzariyat ayat 56 Allah berfirman:
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.

Sebagian orang menanyakan, “Jadi sebenarnya manusia itu diciptakan untuk beribadah atau untuk mengemban amanah sebagai khalifah sebagaimana uraian di atas?”

Tidak terlalu sulit menggabungkan dua informasi tersebut ke dalam sebuah pengertian yang mencakup keduanya.

Ibadah kepada Allah adalah kewajiban baik bagi Jin maupun Manusia. Tetapi misi untuk memakmurkan bumi hanya manusia yang diberi amanah, sedangkan jin tidak.
Artinya selain dimintai pertanggungjawaban mengenai ibadah khususnya kepada Allah manusia juga ditanya mengenai apa yang telah diperbuatnya sehubungan dengan kemaslahatan maupun kumudharatan di muka bumi.

Demikian. Maha Suci Allah yang menciptakan manusia dengan tidak sia sia:
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan bermain-main. (al anbiya 16)

(by adil muhammad isa) 


Jin Juga Beribadah Bersama Manusia

Jumat 8 Jamadilakhir 1434 / 19 April 2013 18:51
JIN ada yang kafir dan ada yang mukmin. Jin yang mukmin bisa juga (dimungkinkan) melakukan ibadah bersama-sama dengan manusia. Banyak para ulama yang mengatakan bahwa ketika shalat malam maka dibelakangnya diikuti jin, untuk ikut berjama’ah. Jin juga mendengarkan Al-Qur’an apabila kitab itu dibacakan oleh manusia, terutama oleh kyai di waktu malam yang sunyi. Bahkan tak sedikit para kyai di Negara kita ini yang mempunyai santri jin. Anak-anak jin mukmin disekolahkan ke kyai itu dengan maksud menimba ilmu pengetahuan agama.
Tersebutlah dalam suatu riwayat bahwa suatu hari Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya pegi ke pasar Ukaz. Saat itu ia menjumpai setan-setan yang membawa berita dari langit dan terkirim juga pancaran api. Namun setan-setan yang membawa kabar dari langit itu secepat kilat kembali lagi menemui kaumnya.
“Mengapa kalian tergopoh-gopoh?” tanya diantara kaum setan itu.
“Berita kita terhalang karena tidak sampai ke bumi,” jawab setan yang telah kembali tersebut.
“Berita dari langit terhalang karena mungkin ada suatu kegiatan atau peristiwa yang menghalang-halanginya. Untuk itu cobalah kalian memeriksa ke segala penjuru dunia, dan berkelilinglah ke penjuru barat dan timur!” perintah iblis kepada anak buahnya.
Maka setan-setan (tentara setan) itu pun berkeliling ke penjuru barat dan timur. Mereka melintasi jalan Thiamah lewat di mana Nabi Muhammad sedang mengerjakan shalat subuh bersama para sahabat. Saat itu Rasulullah membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dan setan-setan itu mendengarkan. Setelah ayat Al-Qur’an itu selesai dibaca maka setan berkata kepada temannya, “Kiranya inilah yang menyebabkan kita semua terhalang mendapatkan berita langit.”
Kemudian setan-setan itu kembali kepada kaumnya seraya berkata: “Wahai kaum kami, kita telah mendengarkan Al-Qur’an yang amat mengagumkan dibaca. Ia memberi petunjuk kepada kebenaran, maka kitapun harus beriman kepadanya dan kita tidak akan menyekutukan sesuatu pun dengan tuhan kita!”
Sesungguhnya Nabi tidak mengetahui kalau jin-jin itu mendengarkan bacaan Al-Qur’an yang beliau lakukan. Namun karena Allah berfirman: yang artinya Katakanlah (wahai Muhammad) “Telah diwahyukan kepadaku bahwasannya telah mendengar sekelompok jin akan bacaan Al-Qur’an.”
Sahibul hikayat (sebuah riwayat) menerangkan bahwa suatu ketika Shofwan bin Mahrozi Al Mazini pernah sembahyang malam (tahajud). Tiba-tiba terdengar di belakangnya suara rebut-ribut. Hal ini membuat Shofwan jadi tidak tenang. Namun tiba-tiba ada suara yang menyerukan kepada dirinya: “Wahai hamba Tuhan, janganlah engkau merasa takut kami adalah saudara-saudara sendiri yang ingin beribadah bersamamu. Yakni shalat tahajud. Setelah itu ia merasa tenang kembali.
Suatu ketika jin Ifrit datang dan berusaha membatalkan shalat Rasulullah. Sebab saat itu Rasulullah sedang melakukan shalat. Tetapi Rasulullah tak tergoda sama sekali bahkan bisa memegang jin Ifrit tadi. Rasulullah bermaksud mengikat pada tiang masjid namun dibatalkan dan jin Ifrit itu pun dilepaskan. Cerita ini bersumber dari sabdanya sendiri yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra sebagai berikut:
“Sesugguhnya Ifrit berusaha dengan penuh kesungguhan untuk membatalkan shalatku. Tetapi Allah Swt memberikan kemenangan kepadaku atasnya (atas godaan tersebut). Dengan demikian aku dapat menolaknya dengan keras. Setelah aku dapat memegangnya aku bermaksud mengikatnya pada tiang masjid sehingga kamu semua dapat melihat jin Ifrit itu. Tetapi tiba-tiba aku teringat do’a sahabatku Nabi Sulaiman: “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkan kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku.” Maka jin yang kupegang itu kulepaskan.”
Dari hadits dan riwayat diatas maka tidak menutup kemungkinan apabila jin yang mukmin mengikuti kita shalat dibelakang. Lalu bagaimana hukumnya jika jin turut beribadah bersama manusia? Apabila suatu ketika jin ikut bersembahyang jama’ah dengan manusia maka hukumnya boleh atau sah. Sebab suatu waktu (suatu ketika) Nabi Muhammad ditanya oleh jin: “Bagimana keadaan kami yang ingin melakukan sembahyang bersamamu di masjidmu, sedangkan kami jauh dari masjidmu wahai Rasulullah?” Dari pertanyaan itu maka turunlah firman Allah kepada Nabi Muhammad: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun didalamnya disamping (menyembah) Allah.” (QS. Al-Jin : 18)
Riwayat tersebut diatas yakni pertanyaan jin kepada Rasulullah itu dirawikan oleh Said bin Jubair. Dan dari Ibnu Mas’ud bahwasanya ia mengisahkan pertemuan jin dengan Rasulullah ketika melakukan shalat. Diantara cuplikan kisah yang diceritakan Ibnu Mas’ud adalah sebagai berikut:
Ketika pertemuan dengan jin itu berlangsung sampai selesai, maka ada dua orang diantara mereka tertinggal. Lalu berkata kepada Rasulullah:
“Wahai Rasulullah kami ingin melakukan shalat subuh bersamamu.”
“Apakah engkau membawa air?” tanya Rasulullah kepada Ibnu Mas’ud seraya mengalihkan pandangannya.
“Tidak ada air ya Rasulullah, yang ada satu bejana yang berisi anggur,” jawab Ibnu Mas’ud.
“Buah yang bagus dan air yang suci dan mensucikan,” gumam Rasulullah. Lantas beliau berwudlu dari air itu dan melakukan shalat.”
Setelah beliau melakukan shalat lantas ada dua orang yang meminta harta benda sebagai bekal mereka.
“Apakah belum kuperintahkan untuk mengambil sesuatu yang baik bagimu sebagai bekalmu dan kaummu?” tanya Rasulullah pada dua orang tadi.
“Benar ya Rasulullah, tetapi kami ingin sekali melaksanakan shalat bersamamu,” jawab diantara salah satu orang tersebut.
“Dari daerah mana engkau berasal?” tanya Rasulullah.
“Dari daerah Nashibin,” jawab orang itu, maka Rasulullah pun bersabda:
“Berbahagialah sekali dua orang jin ini dan kaumnya, dan diperintahkan kepada mereka untuk menjadikan kotoran tulang sebagai makanan dan lauknya dan melarang bersuci dengan tulang dan kotoran.”
Dengan demikian maka jelaslah bahwa jin itu shalat bersama manusia (kadangkala). Dan hukumnya adalah syah. Jin yang demikian ini berarti jin yang mukmin. Namun adapula jin yang jahat dan kafir. Jin yang jahat dan kafir inilah cikal bakal sebagai pembantu dukun dan tukang sihir untuk mencelakakan dan mengganggu manusia. Jin kafir adalah suatu tenaga-tenaga yang terampil dan sangat cocok sebagai persekutuan dalam ilmu perdukunan.
Jin yang kafir derajatnya sama dengan Iblis atau setan. Dimana pekerjaannya hanya suka menimbulkan kerusakan-kerusakan. Mereka senang melanggar aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Jin-jin yang sudah demikian ini akan bersekutu dan bekerja sama dengan dukun-dukun, serta ahli sihir untuk membantu pekerjaannya. Jin ini akan mau diperintahkan dan diminta tolong untuk mengintip rahasia dunia yang berada di langit. Jin yang demikian ini tak segan-segan dan tak akan membantah perintah dukun dalam mencabut nyawa manusia dan mencelakakannya.
Jin kafir senang mengganggu, menyusup pada jiwa raga agar keluarganya menjadi tidak tenang. Cara lain yang sering dilakukan jin ialah dengan memukul, menjerumuskan ketika seseorang sedang berjalan dan membuat ketakutan agar manusia jadi stres. Bahkan jin juga bisa atau mau disuruh mencuri barang-barang milik orang lain. []
____________
Diasuh oleh Oleh: Yudhistira Adi Maulana, Penggagas rumah sehat Bekam Ruqyah Centre Purwakarta yang berasaskan pengobatan Thibbunnabawi. Alamat: Jl. Veteran No. 106, Kebon Kolot Purwakarta, Jawa Barat, Telf. 0264-205794. Untuk pertanyaan bisa melalui SMS 0817 920 7630 atau PIN BB  26A D4A 15.

Cara Menghilangkan Rasa Malas Sholat Dan Beribadah

Diposting oleh MWB BLOG pada 05:40, 11-Peb-15
Cara Mengatasi / Menghilangkan Rasa Malas Sholat Dan Beribadah.

Alasan saya memposting artikel ini adalah karena hampir semua orang pernah mengalami masalah ini.
mengatasi-malas-sholat.jpg

Terkadang kita sebagai manusia sering kali sibuk dengan urusan dunia.tetapi sering kali melalaikan kewajiban sebagai seorang manusia.yakni beribadah dan menyembah tuhan.hal ini lah yang menjadi problem manusia pada umumnya terutama di kalangan remaja.karena remaja cara berfikirnya biasanya adalah jangka pendek saja.maksudnya mereka hanya berfikir yang saat ini.mereka tidak memikirkan apa yang akan terjadi pada esok hari.itulah pemikiran yang biasanya dimiliki para remaja.

Sholat terutama sholat 5 waktu merupakan kewajiban manusia terhadap tuhanya.Dalam hal ini Allah SWT juga berfirman dalam surat Adz-Dzariat ayat 56.berikut bunyinya.

.ﻭَﻣَﺎ ﺧَﻠَﻘْﺖُ ﺍﻟْﺠِﻦَّ ﻭَﺍﻟْﺈِﻧْﺲَ ﺇِﻟَّﺎ ﻟِﻴَﻌْﺒُﺪُﻭﻥِ
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan untuk menyembah kepadaku”. [Adz
Dzariyat [51] : 56].

Dari ayat diatas kita dapat mengambil kesimpulan yaitu Allah menciptakan Jin dan manusia untuk beribadah dan menyembah Allah.

selain itu shalat juga dijadikan pembeda antara seorang muslim dan orang kafir.disebutkan dalam salah satu hadits Nabi yaitu "yang membedakan muslim dan kafir adalah pada sholatnya".Maksud dari hadits tersebut adalah seorang bisa dikatakan muslim apabila ia sudah mendirikan sholat.dan seorang bisa dikatakan kafir apabila ia tidak melaksanakan sholat.baik kembali lagi ke pembahasan utama.

Berikut ini adalah Cara Menghilangkan Rasa Malas Sholat Dan Beribadah.Simak baik-baik.

1.Jadikan sholat sebagai kebutuhan

Sholat bukan hanya dijadikan sebagai kewajiban saja,tetapi hendaknya juga dijadikan sebagai kebutuhan.karena jika sholat hanya dijadikan sebagai kewajiban.hal inilah yang bisa menjadi beban.dan apabila kita bisa menjadikanya sebagai kebutuhan maka akan terasa ringan.

2. Jangan Menunda sholat
Selain pahala sholat yang berkurang.Menunda sholat juga dapat menambah rasa malas.hal inilah yang biasa dilakukan setan untuk membujuk dan menggoda manusia.awalnya setan hanya membujuki untuk menunda.lalu mereka akan mengalihkan pikiran manusia agar lupa terhadap sholatnya misalnya tidur.itulah langkah-langkah setan.oleh karena itu jauhi langkah setan.

3. Mengingat Allah
Allah SWT telah memberikan nikmat yang banyak kepada manusia.kita ambil contoh saja nikmat bernafas.bayangkan jika anda harus bernafas dengan alat bantu yang biayanya mahal.berapa biaya yang harus anda bayar sampai berumur saat ini.sementara sekarang anda bernafas dengan gratis.jadi apa susahnya meluangkan waktu beberapa menit saja untuk menunaikan kewajiban anda sebagai manusia terhadap tuhanya.

4. Mengingat Kematian

Setiap yang bernyawa pasti mati.ingat kematian bisa datang kapan saja dan dimana saja.tidak hanya yang tua yang akan mati yang muda juga banyak bahkan yang bayi juga bisa meninggal.oleh karena itu persiapkan amal baik anda sebelum kematian itu datang.karena apabila kematian itu datang tidak ada yang bisa diperbaiki lagi.

5. ingatlah bahwa Siksa Allah sangat pedih

Allah akan menyiksa orang yang lalai terhadap sholatnya dengan siksa yang pedih.jadi perbaikilah ibadah anda sekarang sebelum Malaikat izra'il datang dan mencabut nyawa anda.karena apabila anda belum sempat bertaubat sampai akhir khayat anda maka bersiap-siaplah menanti azab yang sangat pedih.

Kesimpulan : dirikanlah sholat sebelum anda disholatkan maksunya dirikanlah sholat sebelum kematian menjemput anda.dan sekali lagi kematian itu bisa datang kapan saja dan dimana saja.jadi persiapkanlah.

Itulah artikel saya tentang Cara Mengatasi Rasa Malas Sholat Dan Beribadah dan pada artikel ini saya mengajak diri saya sendiri maupun para pembaca agar mendirikan shalat.karena shalat adalah amal yang pertama kali diperhitungkan di yaumul Hisab(hari perhitunganya amal manusia).semoga dengan dibuatnya artikel ini anda dapat bersemangat dalam beribadah kepada Allah SWT.


Mengapa Manusia Diciptakan Allah Dan Apakah Tanggungjawabnya?

Perlu kita perhatikan kepada tiga persoalan asas yang berkaitan dengan seluruh kehidupan kita. Persoalan-persoalan tersebut adalah:
  1. Dari manakah kita datang?
  2. Mengapakah kita didatangkan?
  3. Kemanakah kesudahan kita ?
Untuk mencari jawapannya yang tepat maka perlulah kita merujuk kepada apa yang telah dinyatakan oleh Allah Subhanahuwata’ala di dalam al-Quran al-Karim.
Persoalan Pertama: Dari manakah kita datang?
Jawapannya akan kita dapati dari Firman Allah Subhanahuwata’ala:
“Wahai sekelian manusia, jika kamu masih ragu-ragu terhadap hari Qiamat, sesungguhnya Kami (Allah Subhanahuwata’ala) telah jadikan kamu dari tanah, kemudian daripada air mani, dari air mani menjadi darah sampai ia menjadi sepotong daging yang telah sempurna kejadiannya dan yang belum sempurna, supaya Kami beri keterangan kepada kamu dan Kami tetapkan di dalam kandungan (rahim) ibu mengikut kehendak Kami, sampailah waktu tertentu maka Kami keluarkan kamu dari kandungan ibumu menjadi kanak-kanak sampai kamu menjadi orang dewasa. Di antara kamu ada yang dimatikan dan ada yang dipanjangkan hidupnya sampai terlalu tua hingga tidak mengetahui apa-apa sedangkan sebelumnya kamu mengetahui “ (Surah Al Hajj ayat 5)
Dengan meneliti ayat tersebut dapatlah kita mengetahui dari manakah datangnya kita.
Persoalan Kedua: Mengapakah kita didatangkan atau mengapa kita dijadikan oleh Allah Subhanahuwata’ala?
Jawapan kepada persoalan ini terdapat di dalam firman Allah Subhanahuwata’ala :
“Tidak Aku (Allah) jadikan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah (mengabdikan) diri kepada Ku “ (Surah Adz Dzariyaat ayat 56)
Para ulama’ muktabar telah menghuraikan pengertian ibadah dengan panjang lebar. Ruang lingkup ibadah adalah luas dan sempurna, tidak terhad dengan fardhu solat, puasa, zakat dan haji sahaja.
Tugas atau kewajipan manusia di dunia ini ialah beribadah dan memperhambakan diri kepada Allah Subhanahuwata’ala berdasarkan firman-Nya yang tersebut di atas.
Untuk menepati kehendak ibadah, maka setiap perbuatan manusia mestilah dilakukan semata-mata kerana Allah Subhanahuwata’ala dan mengikut syari’at Islam. Maka segala perbuatan yang diharuskan syari’at seperti makan, minum, belajar, bekerja, beriadhah, berkahwin dan mendidik anak adalah ibadah apabila dilakukan semata-mata kerana Allah Subhanahuwata’ala.
Apabila kita memahami konsep ibadah yang luas, maka semua tempat seperti rumah, sekolah, kilang, pejabat, sawah ladang, padang permainan, gedung perniagaan dan sebagainya adalah tempat untuk beribadah kepada Allah Subhanahuwata’ala. Bahkan seluruh bumi Allah Subhanahuwata’ala ini merupakan ‘masjid’, tempat menunaikan ibadah kepada-Nya.
Ibadah meliputi apa sahaja yang diredhai oleh Allah Subhanahuwata’ala, samada tutur kata, perbuatan dan tingkah laku.
Professor Dr Yusuf Qaradhawi menyatakan, di dalam bukunya ‘al-Ibadah fi al-Islam’ bahawa: ‘Sesungguhnya beribadah kepada Allah tidaklah terhad kepada mengerjakan solah, puasa, zakat dan haji dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya seperti tilawah al-Quran, zikir, berdoa, beristighfar dan sebagainya sebagaimana fahaman sesetengah golongan Islam (yang mengakui Islam). Ramai yang telah menyangka bahawa apabila mereka telah menunaikan fardhu-fardhu dan syiar-syiar yang tersebut bererti mereka telah menyempurnakan haq Allah terhadap mereka sepenuhnya. Mereka menyangka sudah sesesai menunaikan kewajipan ‘ubudiyyah terhadap Allah. Pada hal tanggapan tersebut adalah meleset daripada hakikat yang sebenar ‘
Beliau menjelaskan lagi: ’Tidaklah dikira ibadah kepada Allah Subhanahuwata’ala jika seseorang itu berfahaman – aku solah, aku berpuasa, aku berzakat dan aku menunaikan haji tetapi aku bebas memakan daging babi, minum arak, makan riba’, berjudi dan menolak hukum-hukum syariat Allah yang tidak bersesuaian dengan pandanganku.
Juga tidak dikira ibadah kepada Allah Subhanahuwata’ala bagi orang yang menganggap ibadahnya hanya ketika berada di kawasan masjid, tetapi apabila ia keluar dari masjid dan menceburkan diri dalam bidang-bidang kehidupan lain, dia menjadi hamba kepada kehendak dirinya sendiri, bebas mengikut hawa nafsunya dan tidak menghiraukan hukum-hukum Allah Subhanahuwata’ala.
Oleh kerana itu maka setiap orang yang terkeliru mestilah membetulkan kefahamannya dan kembali mengenali Islam dan ibadah kepada Allah Subhanahuwata’ala. Semoga seluruh kehidupannya berada dalam keredhaan Allah Subhanahuwata’ala.
Cukuplah bagi seseorang Muslim itu berfikir bahawa dia adalah khalifah Allah Subhanahuwata’ala di muka bumi ini untuk menjalankan tugas dan arahan Allah Subhanahuwata’ala semata-mata. Memadai dia berbuat demikian untuk mencorakkan segala jenis amalannya dengan corak Islam hinggalah segala perkataan, perbuatan dan diamnya itu menjadi ibadah kepada Allah Subhanahuwata’ala.
Persoalan Ketiga: Kemanakah kesudahan kita?
Persoalan ini tidak memerlukan kepada huraian yang panjang kerana setiap orang menyedari asal usulnya serta mengetahui akan tugas dan kewajipannya. Maka InsyaAllah ia akan menyedari pula kemanakah kesudahannya. Walaupun demikian, jawapannya tetap telah dinyatakan oleh Allah Subhanahuwata’ala dalam firman-Nya:
“Sesungguhnya kepada Rab (Allah) kesudahan kamu (tempat kembali). Dialah yang membuatkan kamu tertawa dan Dia juga yang membuatkan kamu menangis. Dialah yang mematikan kamu dan menghidupkan kamu kembali “ (Surah An Najm ayat 42 – 44 )
Rujukan:
Risalah at-Ta’rif jilid2.