Isnin, 4 Mei 2015

MAJLIS2 ILMU@PENGAJIAN2 DISURAU DAN MASJID DIPANDANG SEPI@DIABAIKAN...WALAUPUN IA PERJUANG@PENDOKONG ISLAM...KUMPULAN PENDAKWAH2...AHLI2 TAREKAT DLL...MEREKA SUKA CERAMAH@SYARAHAN.... AKTIVITI2 GULUNGAN MEREKA SAJA...TINGGALLAH YANG MENDENGAR WARGA2 EMAS...TAKUT KITA DITIPU SYAITAN...AKTIVITI BIASA TERTUMPU HARI CUTI...TAK CUTI MAKNA TAK DE AKTIVITI HADIRLAH KE MAJLIS2 ILMU...TAPI PAYAH KOD...SUSAH KALAU TAK MAU PERGI KE TAMAN2 SYURGA...TAMAN2 SYURGA DIDUNIA TAK NAK...AGAK2NYA SENANG KE UNTUK MASUK SYURGA...BHG 4





















    Dalil-dalil tentang keutamaan ilmu dan ulama
    1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاَتٍ
    “Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu ke beberapa derajat.” (Al-Mujadalah: 11)
    Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata: “(Kedudukan) ulama berada di atas orang-orang yang
    beriman sampai 100 derajat, jarak antara satu derajat dengan yang lain seratus tahun.” (Tadzkiratus Sami’, hal. 27)
    2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِصْطِ
    “Allah telah mempersaksikan bahwa tidak ada sesembahan yang benar melainkan Dia dan para malaikat dan orang yang berilmu (ikut mempersaksikan) dengan penuh keadilan.” (Ali ‘Imran: 18)
    Al-Imam Badruddin rahimahullah berkata: “Allah memulai dengan dirinya (dalam persaksian), lalu malaikat-malaikat-Nya, lalu orang-orang yang berilmu. Cukuplah hal ini sebagai bentuk kemuliaan, keutamaan, keagungan dan kebaikan (buat mereka).” (Tadzkiratus Sami’, hal 27)
    Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Di dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang keutamaan ilmu dan ulama karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut mereka secara khusus dari manusia lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan persaksian mereka dengan persaksian diri-Nya dan malaikat-malaikat-Nya. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan persaksian mereka (ulama) sebagai bukti besar tentang ketauhidan Allah Subhanahu wa Ta’ala, agama, dan balasan-Nya. Dan wajib atas setiap makhluk menerima persaksian yang penuh keadilan dan kejujuran ini. Dan dalam kandungan ayat ini pula terdapat pujian kepada mereka (ulama) bahwa makhluk harus mengikuti mereka dan mereka (para ulama) adalah imam-imam yang harus diikuti. Semua ini menunjukkan keutamaan, kemuliaan dan ketinggian derajat mereka, sebuah derajat yang tidak bisa diukur.” (Tafsir As-Sa’di, hal 103).
    Al-Qurthubi rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Di dalam ayat ini ada dalil tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan ulama. Maka jika ada yang lebih mulia dari mereka, niscaya Allah akan menggandengkan nama mereka dengan nama–Nya dan nama malaikat-malaikat-Nya sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan nama ulama.” (Tafsir Al-Qurthubi, 2/27)
    3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ
    “Katakan (wahai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (Az-Zumar: 9)
    Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala menafikan unsur kesamaan antara ulama dengan selain mereka sebagaimana Allah menafikan unsur kesamaan antara penduduk surga dan penduduk neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Katakan, tidaklah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (Az-Zumar: 9), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Tidak akan sama antara penduduk neraka dan penduduk surga.” (Al-Hasyr: 20). Ini menunjukkan tingginya keutamaan ulama dan kemuliaan mereka.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/221)
    4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
    “Maka bertanyalah kalian kepada ahli dzikir (ahlinya/ ilmu) jika kalian tidak mengetahui.” (An-Naml: 43)
    Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada siapa saja yang tidak mengetahui untuk kembali kepada mereka (ulama) dalam segala hal. Dan dalam kandungan ayat ini, terdapat pujian terhadap ulama dan rekomendasi untuk mereka dari sisi di mana Allah memerintahkan untuk bertanya kepada mereka.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 394)
    5. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُوْنَ
    “Dan tidak ada yang mengetahuinya (perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah) melainkan orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
    Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan: “Melainkan orang-orang yang berilmu secara benar di mana ilmunya sampai ke lubuk hatinya.” (Tafsir As-Sa’di, hal 581)
    6. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
    “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
    Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya aku mengira bahwa terlupakannya ilmu karena dosa, kesalahan yang dilakukan. Dan orang alim itu adalah orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Ta’liq kitab Tadzkiratus Sami’, hal. 28)
    Abdurrazaq mengatakan: “Aku tidak melihat seseorang yang lebih bagus shalatnya dari Ibnu Juraij. Dan ketika melihatnya, aku mengetahui bahwa dia takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Ta’liq kitab Tadzkiratus Sami’, hal 28)
    Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa mereka (para ulama) adalah orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan mereka dari mayoritas orang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama, sesungguhnya Allah Maha Mulia lagi Maha Pengampun.” (Fathir: 28). Ayat ini merupakan pembatasan bahwa orang yang takut kepada Allah adalah ulama.” (Miftah Dar As-Sa’adah 1/225)
    7. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
    جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهً عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
    “Ganjaran mereka di sisi Allah adalah jannah Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Allah meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah, demikian itu adalah bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (Al-Bayyinah: 8)
    Badruddin Al-Kinani rahimahullah berkata: “Kedua ayat ini (Fathir ayat 28 dan Al-Bayyinah ayat 8) mengandung makna bahwa ulama adalah orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan orang-orang yang takut kepada Allah adalah sebaik-baik manusia. Dari sini disimpulkan bahwa ulama adalah sebaik-baik manusia.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 29)
    Ucapan yang serupa dan semakna dibawakan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya Miftah Dar As-Sa’adah, jilid 1 hal. 225.
    8. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
    “Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapatkan kebaikan, maka Allah akan mengajarkannya ilmu agama.”
    Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Hadits ini menunjukkan, barangsiapa yang tidak dijadikan Allah faqih(faham) dalam agama-Nya, menunjukkan bahwa Allah tidak mengijinkan kepadanya kebaikan.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/246)
    9. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
    “Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu)
    Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Cukup derajat ini menunjukkan satu kebanggaan dan kemuliaan. Dan martabat ini adalah martabat yang tinggi dan agung. Sebagaimana tidak ada kedudukan yang tinggi daripada kedudukan nubuwwah, begitu juga tidak ada kemuliaan di atas kemuliaan pewaris para nabi.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 29)







    Sejuta Keutamaan Ilmu Agama [Buletin Jum’at Edisi 17 – Free Download]


    keutamaan menuntut ilmu syari

    Sejuta Keutamaan Ilmu Agama

    Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
    Bekal utama menuju akhirat adalah amal sholeh yang kita lakukan. Kaidah penting yang perlu untuk selalu kita hadirkan ketika beramal adalah memahami apa yang akan kita amalkan. Atau dengan ungkapan lebih ringkas, ’Ilmu sebelum beramal’. Prinsip semacam ini sejatinya telah Allah ajarkan dalam al-Quran, dalam firman-Nya,
    فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
    “Ketauhilah, sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan mintalah ampun atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 16).
    Pada ayat di atas, Allah memerintahkan kita untuk mengetahui ‘Ketahuilah’ terlebih dahulu, sebelum perintah mengikrarkan laa ilaaha illallah, dan istighfar. Karena itu, Imam Bukhari memahami ayat ini sebagai dalil bahwa ilmu harus didahulukan sebelum ucapan dan amal. Karena orang tidak mungkin bisa beramal dengan benar, atau mengucapkan kalimat yang benar, tanpa ilmu. Dalam kitab shahihnya, beliau mengatakan,
    العِلْمُ قَبْلَ القَوْلِ وَالعَمَلِ
    Ilmu dulu sebelum ucapan dan amal perbuatan. (Shahih Bukhari, 1/24).

    Kemuliaan Ilmu dalam al-Qur’an

    Terdapat banyak sekali dalil tentang kemuliaan ilmu yang Allah sebutkan dalam al-Quran. Yang menunjukkan bagaimana pujian Allah terhadap ilmu. Hingga Ibnul Qoyim mengatakan,
    كل صفة مدح الله بها العبد في القرآن فهي ثمرة العلم ونتيجته وكل ذم ذمه فهو ثمرة الجهل ونتيجته
    Semua sifat yang Allah gunakan untuk memuji seorang hamba dalam al-Quran, itu disebabkan buah dari ilmu dan pengaruh ilmu. Dan semua celaan yang Allah gunakan untuk mencela seorang hamba, itu disebabkan buah dari kebodohan dan pengaruh kebodohan itu. (Miftah Dar as-Sa’adah, 1/115).
    Berikut beberapa ayat yang menunjukkan keutamaan besar ilmu,
    Pertama, firman Allah ta’ala,
    شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
    “Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dzat Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali Imraan: 18)
    Persaksian terbesar di alam ini adalah persaksian tentang keEsaan Allah. Dalam ayat di atas, satu-satunya kelompok manusia yang Allah cantumkan untuk persaksian ke-Esa-anNya adalah orang yang berilmu. Lebih dari itu, dalam ayat di atas, Allah menyandingkan persaksian para ulama dengan persaksian diri-Nya dan para malaikat-Nya.
    Kedua, firman Allah ta’ala,
    وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
    “Katakanlah (wahai Muhammad): ”Tambahkanlah ilmu untukku.” (QS. Thaaha: 114)
    Satu-satunya doa permohonan tambahan yang Allah perintahkan dalam al-Quran adalah doa memohon tambahan ilmu. Dan perintah ini Allah tujukan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan betapa manusia sangat membutuhkan ilmu, sehingga sang Nabi-pun diperintahkan untuk memohon agar diberi tambahan ilmu.
    Ketiga, ketika menjelaskan keutamaan ilmu serta keagungan, Allah berfirman :
    قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
    “Katakanlah, apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (QS. Az-Zumar: 9).
    Tentu semua akan menjawab, jelas beda. Dalam ilmu bahasa, pernyataan di atas sering disebut istifham inkari, pertanyaan namun maksudnya untuk mengingkari. Sehingga makna ayat bahwa Tidaklah sama antara orang yang berilmu, tahu kebenaran dan kebatilan, dengan orang yang jahil, yang buta akan kebenaran dan kebatilan.
    Keempat, Allah berfirman,
    إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
    “Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah diantara para hamba-Nya adalah para ulama’.” (QS. Faathir: 28)
    Karena manusia yang paling mengenal Allah adalah orang yang memiliki ilmu agama. Sehingga merekalah manusia yang paling takut kepada Allah. Wajar, jika para ulama disebut dengan ahlul khosyah, orang yang sangat takut kepada Allah.
    Dan masih banyak lagi keutamaan ilmu yang ada dalam al-Quran. Semoga empat ayat yang kita sebutkan, bisa mewakili.

    Keutamaan Ilmu dalam al-Hadits

    Untuk menyebutkan dalil keutamaan ilmu dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangatlah mudah. Karena saking banyaknya sabda beliau yang memotivasi umatnya untuk belajar agama.
    ejuta Keutamaan Ilmu Agama [Buletin Jum’at Edisi 17 – Free Download]

    Keutamaan Menuntut Ilmu Dan Adab-adab Penuntut Ilmu
    Diposting oleh : Administrator
    Kategori: Artikel Islami


    Diantara perkara mulia yang hendaknya menjadi kesibukan kita adalah menuntut ilmu syar’i yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ilmu yang bersumber dari keduanya adalah cahaya dan pelita bagi pemiliknya, sehingga nampak jelas baginya kegelapan kebatilan dan kesesatan. Orang yang memiliki ilmu akan dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, kebenaran dan kebatilan, sunnah dan bid’ah. Maka ilmu adalah perkara mulia yang hendaknya menjadi perhatian setiap muslim, perkara yang harus diutamakan. Karena ilmu itu lebih didahulukan daripada perkataan dan perbuatan. Sebagaimana firman Allahta’ala :
    فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ  [محمد:19]
    “Ketauhilah, sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan mintalah ampun atas dosa-dosamu.”  [Muhammad : 16]

    Didalam ayat diatas Allah lebih mendahulukan ilmu daripada perkataan dan perbuatan.

    Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari al Qur’an
    Terdapat banyak dalil, baik dari Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang menjelasakan tentang keutamaan, keagungan serta ketinggian ilmu. Diantaranya adalah :
    Pertama : Firman Allah ta’ala :
    شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [آل عمران:18]
    Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali Imraan : 18]
    Ayat ini menunjukkan akan keutamaan ilmu, karena Allah ta’ala telah menggandengan persaksian para ulama’ dengan persaksian-Nya dan persaksian para malaikat, bahwa Dia adalah sesembahan yang benar, yang berhak diibadahi, tidak ada Ilah yang benar melainkan Dia.
    Kedua : Firman Allah ta’ala :
    وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا  [طه:114]
    “Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad) tambahkanlah ilmu kepadaku.” [Thaaha : 114]
    Allah ta’ala memerintahkan NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta kepadaNya tambahan ilmu. Ini adalah dalil yang sangat jelas akan keutamaan menuntut ilmu, karena tidaklah Allah perintahkan kepada beliau untuk meminta tambahan sesuatu kecuali hanya tambahan ilmu.
    Ketiga : Allah ta’ala ketika menjelaskan keutamaan ilmu serta keagungan kemuliaannya berfirman :
    قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ  [الزمر:9]
    “Katakanlah, apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak tahu.” [Az Zumar : 9]
    Dalam ayat ini Allah ta’ala membedakan antara ahlul ilmi dengan selainnya. Dia menjelasakan bahwa tidaklah sama antara orang yang tahu kebenaran dengan orang yang jahil akan kebenaran.
    Keempat : Allah ta’ala menjelaskan tentang kemuliaan ahlul ilmi serta keutamaan mereka dalam firman-Nya :
    إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ [فاطر:28]
    “Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah diantara para hamba-Nya adalah para ulama’.” [Faathir : 28]
    Didalam ayat ini Allah ta’ala menerangkan bahwa ulama’ yang haqiqi adalah orang yang takut kepada Allah (ahlul khosyah).
    Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari As Sunnah
    Kita dapati banyak sekali dali-dalil yang besumber dari al Qur’an yang menunjukkan akan keutamaan ilmu. Demikian pula dalil-dalil yang berasal dari As Sunnah An Nabawiyah dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya adalah :
    Pertama : Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
    “Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan  dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.”
    Kedua : Sebuah hadits yang ada di shahihain dari Muawiyah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
    “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscana akan difahamkan tentang urusan agamanya.”
    Hadits ini menunjukkan bahwa seorang hamba yang memiki semangat dan perhatian dalam menuntut ilmu merupakan salah satu tanda yang menunjukkan bahwa Allah menghendaki kebaikan baginya. Karena siapa saja yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka akan difahamkan dalam urusan agamanya.
    Ketiga : Hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya, dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
    “Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan tunjukkan baginya salah satu jalan dari jalan-jalan menuju ke surga. Sesungguhnya malaikat meletakan syap-sayap mereka sebagai bentuk keridhaan terhadap penuntut ilmu.Sesungguhnya semua yang ada di langit dan di bumi meminta ampun untuk seorang yang berilmu sampai ikan yang ada di air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibandingkan dengan ahli ibadah sebagaimana keutamaan bulan purnama terhadap semua bintang. Dan sesungguhnya para ulama’ adalah pewaris para Nabi, dan sesungguhnya mereka tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil bagian ilmu maka sungguh dia telah mengambil bagian yang berharga.”
    Ini adalah hadits yang sangat agung. Berisi penjelasan tentang keutamaan ilmu, kemuliaan ahlul ilmi dan pahala mereka disisi Allah ta’ala. Hadits diatas mengandung lima kalimat, setiap kalimatnya menunjukkan akan keutamaan ahlul ilmi dan tingginya kedudukan mereka disisi Allahta’ala. Oleh karena itu ImamAl Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah memiliki tulisan khusus yang menjelaskan hadits ini.
    Keempat : Diantara hadits shahih yang menjelaskan tentang keutamaan dan kemuliaan menuntut ilmu adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
    إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ : إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
    “Apabila manusia telah meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga amalan : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan dia.” [HR. Muslim].
    Hadits ini menunjukkan atas agungnya keutamaan ilmu dan pahala mengajarkan ilmu, baik lewat kajian maupun tulisan. Karena hal tersebut akan mmbuahkan pahala yang besar untuk manusia baik dimasa hidupnya maupun setelah kematiannya. Amalannya tidak akan terputus meskipun dia sudah meninggal dunia, bahkan pahala dan ganjaran dari Allah ta’ala senantiasa mengalir kepadanya selama ilmu yang dia ajarkan dimanfaatkan oleh manusia. Ini merupakan perkara kedua yang Allah catat dan tetapkan untuk manusia. Karena Allah ta’ala menulis amal manusia yang dikerjakan semasa hidupnya serta menulis bekas (atsar) dari amalannya tersebut setelah kematiannya. Allah ta’ala berfirman :
    إِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ  [يس:12]
    “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” [Yasin : 12]
    Maka yang dicatat oleh Allah ta’ala adalah amalan seorang hamba dan bekas dari amalannya.Atsar dari amalan seseorang ada pada saat dia hidup maupun setelah kematiannya. Oleh karena itu pahala para ulama’ yang telah meninggalkan dan mewariskan ilmu dari karya tulis mereka senantiasa mengalir kepada mereka selama manusia mengambil manfaat dari kitab dan tulisan mereka.
    Kelima : Diantara hadits yang menunjukkan akan keutamaan ilmu dan mengajarkannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
    خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
    “Orang terbaik diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.”
    Didalam hadits ini terdapat penetapan kebaikan bagi orang yang menyibukkan dirinya dengan Kitabullah dengan mempelajari atau mengajarkannya. Oleh karena itu mereka termasuk orang terbaik dari umat ini. Telah datang hadits dari shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
    “Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Al Qur’an dan menurunkan derajat kaum yang lain dengannya.”
    Keenam : Telah datang keterangan bahwa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kecerahan wajah bagi orang yang memiliki perhatian terhadap ilmu, berusaha memahami, mempelajari dan mengajarkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
    “Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengarkan hadits, lalu menghafal dan menyampaikannya. Betapa banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham darinya. Dan betapa banyak orang yang membawa fiqih namun dia bukan seorang yang faqih.”
    Kandungan hadits ini menunjukkan akan keutamaan ilmu, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a dengan do’a yang agung dan berbarakah bagi ahlul ilmi dan penuntut ilmu.
    Ringkasnya, ada banyak dalil yang menunjukkan akan keutamaan dan kemuliaan ilmu. Maka selayaknya seorang muslim dan muslimah untuk bersungguh-sungguh memperhatikan dan memanfaatkan waktunya dijalan ilmu. Hendaknya dia selalu memiliki bagian dari menuntut ilmu dalam perjalanan harian dia. Oleh karena itu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap kali selesai dari melaksanakan shalat subuh beliau senantiasa berdo’a :
    اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
    “Ya Allah sesungguhnya saya minta kepada Engkau ilmu yang bermanfaat, rizqi yang baik dan amalan yang diterima.”
    Do’a yang senantiasa beliau ucapkan setiap harinya setelah shalat subuh ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu yang bermanfaat termasuk tujuan terbesar seorang muslim disetiap perjalanan waktu hariannya. Dan sesungguhnya menuntut ilmu lebih didahulukan daripada mencari rizqi dan beramal. Karena ilmu itu sebagai dasar dan pondasi yang dapat membedakan antara rizqi yang baik dan buruk, anatara amal shalih dan amal tidak shalih. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya benar-benar memiliki perhatian terhadap waktunya, dia gunakan untuk menuntut ilmu supaya setiap hari dia mendapatkan bagian dari ilmu.
    Adab-Adab Penuntut Ilmu
    Setelah seorang penuntut ilmu mengetahui dan memahami akan keutamaan menuntut ilmu, maka hendaknya dia memiliki perhatian yang besar terhadap permasalahan adab-adab penuntut ilmu, diantaranya adalah :
     Pertama : Ikhlas
    Seorang penuntut ilmu dalam mencari ilmu hedaknya punya perhatian besar terhadap keikhlasan niat dan tujuanya dalam mencari ilmu, yaitu hanya untuk Allah ta’ala. Karena menuntut ilmu adalah ibadah, dan yang namanya ibadah tidak akan diterima kecuali jika ditujukan hanya untuk Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman :
    وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ  [البينة:5]
    “Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan hanya untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan amalan mereka.” [Al Baiyinah : 5]
    Didalam shahihain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
    “Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dengan niatnya dan setiap orang akan memperolah pahala sesuai dengan apa yang dia niatkan.”
    Nabi shallallahu ‘alaihiwa sallam juga bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
    إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
    “Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk wajah dan harta kalian, namun yang Dia lihat adalah hati dan amalan kalian.”
    Oleh karena itu seseorang yang punya cita-cita yang tinggi dalam mencari dan memperoleh ilmu hendaknya punya perhatian yang besar terhadap keihklasan niat. Karena niat yang ikhlas merupakan sebab akan barakahnya ilmu dan amal. Sebagaimana perkataan sebagian salaf :
    رُبَّ عملٍ صغير تكثِّره النية ، ورُبَّ عملٍ كثير تصغره النية
    “Betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niatnya dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil karena niatnya pula.”
    Maka setiap orang yang telah diberi taufiq oleh Allah untuk bisa berjalan diatas jalan ilmu hendaknya waspada terhadap niat yang rusak dan selalu berusaha untuk menjadikan niatnya dalam menuntut ilmu hanya mengharapkan keridhaan dan wajah Allah ta’ala.
    Kedua : Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
    Sesungguhnya seorang hamba butuh kepada kesungguhan dan semangat untuk memperoleh ilmu. Dia paksa jiwanya untuk jauh dari sifat lemah dan malas. Oleh karena itu Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari sifat lemah dan malas. Karena malas akan menyebabkan terhalanginya seseorang dari mendapatkan kebaikan yang banyak. Dan sebaliknya dengan kesungguhan akan diperoleh banyak keutamaan. Sebagaimana perkataan yang ada dalam suatu syair :
    الجَدُّبالجِدِّ والحرمانُ بالكسلِ                      فانصَبْ تُصِب عن قريبٍ غايةَ الأملِ
    Maksudnya adalah bahwa bagian besar dan berharga dari ilmu  tidak akan diraih kecuali dengan kesungguhan. Adapun sifat malas dan lemah hanya akan menghalangi seseorang dari mendapatkan ilmu. Oleh karena itu seorang penuntut ilmu handaknya mengerahkan segala upaya untuk memaksa jiwanya dalam meraih ilmu. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
    وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ [العنكبوت:69] .
    “Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dijalan Kami nisacaya Kami akan tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” [Al Ankabut : 69]
    Ketiga : Meminta pertolongan kepada Allah ta’ala.
    Ini adalah diantara perkara penting yang harus diperhatiakan oleh seorang penuntut ilmu, bahkan perkara ini adalah dasar yang harus ada pada seorang penuntut ilmu , yaitu beristi’anah atau meminta pertolongan kepada Allah ta’ala untuk bisa meraih ilmu. Telah berlalu sebelumnya firman Allah ta’ala :
    وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا  [طه:114]
    “Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad), ya Rabb tambahkanlah ilmu kepadaku.” [Thaaha : 11]
    Telah kita ketahui juga bahwa Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap hari setelah selesai shalat subuh berdo’a kepada Allah :
    اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
    “Ya Allah sesungguhnya saya minta kepada Engkau ilmu yang bermanfaat, rizqi yang baik dan amalan yang diterima.”
    Maka seorang penuntut ilmu hendaknya selalau beristi’anah kepada Allah, meminta pertolongan dan taufiq kepadaNya. Allah ta’ala berfirman :
    وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَى مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ  [النور:21]
    “Sekiranya tidaklah karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorang pun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” [An Nur : 21]
    Dalam ayat yang lain Dia juga berfirman :
    وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ [الحجرات:7]
    “Akan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” [Al Hujurat : 7]
    Keempat : Mengamalkan ilmu.
    Seorang penuntut ilmu harus punya perhatian serius terhadap perkara mengamalkan ilmu. Karena tujuan dari menuntut ilmu adalah untuk diamalkan. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata :
    يهتف بالعلم العمل ، فإن أجابه وإلا ارتحل
    “Ilmu akan mengajak pemiliknya untuk beramal, jika dia penuhi ajakan tersebut ilmunya akan tetap ada, namun jika tidak maka ilmunya akan hilang.”
    Oleh sebab itu seorang penuntut ilmu harus benar-benar berusaha mengamalkan ilmunya. Adapun jika yang dialakukan hanya mengumpulkan ilmu namun berpaling dari beramal, maka ilmunya akan menjadi mencelakannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
    وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
    “Al Qur’an bisa menjadi penolong bagimu atau justru bisa mencelakakanmu.”
    Menjadi penolongmu jika Engkau mengamalkannya, dan mencelakakanmu jika Engkau tidak mengamalkannya.
    Kelima : Berhias dengan akhlaq mulia.
    Seorang penuntut ilmu hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlaq mulia seperti, lemah lembut, tenang, santun dan sabar. Karena sifat-sifat tersebut termasuk akhlaq mulia. Para ulama’ telah menulis banyak kitab tentang adab seorang penuntut ilmu. Diantara kitab ringkas yang telah mereka tulis adalah kitab “Hilyah Thalabil Ilmi” buah karya Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah. Kitab ini adalah kitab yang sangat bermanfaat dan berfaedah yang menjelaskan tentang adab-adab penuntut ilmu.
    Keenam : Mendakwahkan ilmu.
    Jika seorang penuntut ilmu mendapatkan taufiq untuk bisa mengambil manfaat dari ilmunya, hendaknya dia juga bersemangat untuk menyampaikan ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dalam rangka mengamalkan firman Allah ta’ala :
    وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) [سورة العصر]
    “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.”  [Al Ashr :1-3]
    Didalam ayat yang mulia ini, Allah ta’ala bersumpah bahwa manusia semunya mengalami kerugian, tidak ada seorangpun yang selamat dari kerugian kecuali orang yang beriman, berilmu, mengamalkan ilmunya, mendakwahkannya kepada orang lain serta bersabar atas gangguan yang menimpanya.
    Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa kedudukan ilmu dan beramal dengannya itu bertingkat-tingkat. Sebagaimana dinukil oleh Adz Dzahabi rahimahullah di Siyaru A’laamin Nubalaa dari Muhammad bin An Nadhr, dia berkata :
    أول العلم الاستماع والإنصات ، ثم حفظه، ثم العمل به ، ثم بثه
    “Ilmu yang pertama kali adalah mendengar dan diam, kemudian menghafal, mengamalkan lalu menyebarkannya.”
    Orang yang menyebarkan ilmu akan memperoleh pahala yang besar, karena setiap kali ada orang yang mengambil faedah dari ilmu yang dia sebarkan dan dakwahkan akan dicatat baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengamalkan dakwahnya tersebut. Sebagaimana sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam :
    مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
    “Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun juga.”
    Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
    مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
    “Barangsiapa yang menunjukkan kebaikan maka baginya ada pahala sebagaimana orang yang melakukannya.”
    Maka setiap kali ada orang yang mengambil manfaat dari ilmunya maka akan dicatat pahala baginya. Tidak diragukan bahwa ini menunjukkan akan keutamaan mengajarkan ilmu dan memberi manfaat kepada manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
    لأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
     “Allah memberikan petunjuk kepada satu orang disebabkan karena kamu, maka hal itu lebih baik dari pada onta merah (harta yang paling mahal).”
    Kita meminta kepada Allah, Rabb arsy yang agung, kita meminta dengan menyebut nama-namanya yang indah dan sifat-sifatnya yang tinggi agar menganugerahkan kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus, memperbaiki semua keadaan kita dan tidak membiarkan kita bersandar pada diri kita sendiri meskipun hanya sesaat.
    Alhamdulillah Rabbil Alamin
    Diterjemahkan secara bebas dari transkrip muhadharah Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr hafidzahumallah فَضْلُ طلَبِ الْعِلْمِ وَآدَابُ طُلَّابِ


    Keutamaan Menuntut Ilmu Agama








    Dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu dia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
    من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
    “Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya kebaikan maka Dia akan memahamkan baginya agama (Islam).” [1]

    Hadits yang mulia ini menunjukkan agungnya kedudukan ilmu agama dan keutamaan yang besar bagi orang yang mempelajarinya, sehingga Imam an-Nawawi dalam kitabnya Riyadhush Shalihin [2], pada pembahasan “Keutamaan Ilmu” mencantumkan hadits ini sebagai hadits yang pertama.
    Imam an-Nawawi berkata: “Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu (agama) dan keutamaan mempelajarinya, serta anjuran untuk menuntut ilmu.” [3]
    Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaani berkata: “Dalam hadits ini terdapat keterangan yang jelas tentang keutamaan orang-orang yang berilmu di atas semua manusia, dan keutamaan mempelajari ilmu agama di atas ilmu-ilmu lainnya.” [4]
    Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini adalah:
    1. Ilmu yang disebutkan keutamaannya dan dipuji oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya adalah ilmu agama. [5]
    2. Salah satu ciri utama orang yang akan mendapatkan taufik dan kebaikan dari Allah Ta’ala  adalah dengan orang tersebut berusaha mempelajari dan memahami petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam agama Islam. [6]
    3. Orang yang tidak memiliki keinginan untuk mempelajari ilmu agama akan terhalangi untuk mendapatkan kebaikan dari Allah Ta’ala. [7]
    4. Yang dimaksud dengan pemahaman agama dalam hadits ini adalah ilmu/pengetahuan tentang hukum-hukum agama yang mewariskan amalan shaleh, karena ilmu yang tidak dibarengi dengan amalan shaleh bukanlah merupakan ciri kebaikan. [8]
    5. Memahami petunjuk Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan benar merupakan penuntun bagi manusia untuk mencapai derajat takwa kepada Allah Ta’ala. [9]
    6. Pemahaman yang benar tentang agama Islam hanyalah bersumber dari Allah semata, oleh karena itu hendaknya seorang muslim disamping giat menuntut ilmu, selalu berdoa dan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala agar dianugerahkan pemahaman yang benar dalam agama. [10]
    ***
    Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, M.A.
    Artikel www.muslim.or.id
    Footnote:
    [1] HSR al-Bukhari (no. 2948) dan Muslim (no. 1037). [2] 2/463- Bahjatun Naazhiriin. [3] Syarah Shahih Muslim (7/128). [4] Fathul Baari (1/165). [5] Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaiman dalam kitab al-Ilmu (hal. 9). [6] Lihat kitab Miftaahu Daaris Sa’aadah (1/60). [7] Lihat kitab Fathul Baari (1/165) dan Miftaahu Daaris Sa’aadah (1/60). [8] Lihat kitab Miftaahu Daaris Sa’aadah (1/60). [9] Lihat kitab Syarah Shahih Muslim (7/128) dan Faidhul Qadiir (3/510). [10] Lihat Bahjatun Naazhiriin (2/463).

    KEUTAMAAN ILMU AGAMA LEBIH AGUNG DARIPADA KEUTAMAAN IBADAH

    20140407-140401.jpg
    Oleh: Muhammad Wasitho Abu Fawaz
    » Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    فضل العلم أحب إلي من فضل العبادة
    Artinya: “Keutamaan ilmu (syar’i) lebih aku sukai daripada keutamaan ibadah.” (HR. Al-Hakim, Al-Bazzar, At-Thoyalisi, dari jalan Hudzaifah bin Al-Yaman radhiallahu ‘anhu. Dan dinyatakan SHOHIH oleh syaikh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami’, no.4214).
    » Di dalam riwayat lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
    وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ على الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ على سَائِرِ الْكَوَاكِبِ
    Artinya: “Sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu dibanding ahli ibadah, seperti keutamaan bulan di malam purnama dibanding seluruh bintang- bintang.” (HR. Abu Dawud no.3641, Ibnu Majah no.223, dari hadits Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu).
    (*) Maksud dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dlm hadits ini ialah bahwa memiliki ilmu syar’i dengan cara mencari dan mempelajarinya, atau mengajarkannya, merupakan amalan ibadah yang lebih utama dibanding amalan ibadah lainnya, seperti shalat sunnah, berpuasa sunnah, dzikir sunnah, dan selainnya. Bukan yang dimaksud oleh beliau bahwa menuntut ilmu syar’i dan mengajarkannya bukan bagian dari ibadah, tapi maksudnya bahwa menuntut ilmu syar’i merupakan bagian dari ibadah yang paling mulia, bahkan bagian dari jihad fi sabilillah.
    » Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu berkata: “Barangsiapa yang mengira bahwa berangkat dari rumah menuju suatu tempat untuk menuntut ilmu (agama) bukan amalan jihad, maka sungguh ia telah kurang pandangan dan akalnya.”. (Lihat Miftahu Daris Sa’adah, karya Ibnul Qoyyim I/122).
    » Sufyan Ats-Tsauri (seorang ulama Tabi’in) rahimahullah berkata: “Aku tidak mengetahui ada satu ibadah yang lebih utama daripada engkau mengajarkan ilmu (syar’i) kepada manusia.” (Lihat Jami’ bayanil ilmi, karya Ibnu Abdil Bar hal.227).
    » Sufyan ats-Tsauri rahimahullah juga berkata: “Tiada satu amalan yang lebih utama dari menuntut ilmu jika niatnya benar (yakni ikhlas karena Allah semata, pent).” (Lihat Jami’ bayanil ilmi, karya Ibnu Abdil Bar, hal.119).
    » Beliau (Sufyan ats-Tsauri) rahimahullah pernah ditanya: “Manakah yg lebih kau sukai, menuntut ilmu (agama) ataukah beramal?”. Beliau menjawab: “Sesungguhnya ilmu itu dimaksudkan untuk beramal, maka jangan tinggalkan menuntut ilmu dengan alasan untuk beramal, dan jangan tinggalkan amal dengan alasan untuk menuntut ilmu.”. (Lihat Tsamrat al-’Ilmi al-’Amal, hal. 44-45).
    » Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Menuntut ilmu (agama) itu lebih utama daripada sholat sunnah.”
    Demikian faedah ilmiyah dan mau’izhoh hasanah yg dpt kami sampaikan pd hari ini. Smg menjadi tambahan ilmu yg bermanfaat bagi kita semua. (Klaten, 5 April 2014).

    » BBG Majlis Hadits chat room Fadhilah Amal.


    Keutamaan Majelis Ilmu

    Halaqah bada shubuh majelis Az Zikra bersama Ustaz Arifin Ilham
    Umat Islam akan bangkit dan jaya kembali jika jamaah shalat shubuhnya seperti shalat Jum'at. Banyak sekali keutamaan shalat shubuh berjamaah, apalagi jika setelah shalat shubuh jamaah melanjutkan dengan ibadah yang lain hingga matahari terbit, imbalannya senilai dengan pahala haji sempurna. Inilah yang dilakukan oleh jamaah masjid Az Zikra yang dipimpin oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham, setiap hari mereka berkumpul melakukan shalat shubuh berjamaah dilanjutkan dengan halaqoh (majelis ilmu) hingga matahari terbit. Berikut keutamaan majelis ilmu yang dijelaskan oleh Ustaz Muhammad Arifin Ilham:

    Assalaamualaikum warahmatullaahi wabarkaatuhu. Sahabatku inilah keutamaan Majelis Ilmu, apalagi setelah sholat shubuh di mesjid berjamaah sampai matahari terbit.

    Pertama, meraih pahala haji umrah sempurna, “Barangsiapa menegakkan shalat shubuh berjamaah di mesjid, lalu dia duduk berdzikir (tadurrusan) sampai matahari terbit, lalu menegakkan shalat dua rakaat, maka ia akan meraih pahala haji dan umrah. Rasulullah melanjutkan, “Sempurna, sempurna, sempurna” (HR At-Tirmidzi),

    Kedua, majelis ilmu itu diibaratkan seperti duduk di taman syurga Allah Swt, Nabi Saw bersabda: “Jika kalian melewati taman Syurga maka singgahlah dengan senang hati”. Para sahabat bertanya, “Apakah taman Syurga itu? ”Beliau Saw menjawab, “Halaqoh-halaqoh dzikir (atau halaqoh Ilmu)” (HR. At-Tirmidzi).

    Ketiga, masuk menjadi generasi termulia yaitu generasi Rabbani, Allah Swt berfirman: "Jadilah kalian generasi Rabbani, yang selalu mengajarkan Alqur'an dan as Sunnah dan terus mempelajarinya," (QS Ali Imran 79).

    Keempat, termasuk mujahid di jalan Allah, Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang keluar rumah untuk menuntut ilmu syar’i , maka ia berjihad di jalan Allah hingga ia kembali," (HR. At-Tirmidzi).

    Kelima, akan dibanggakan Allah, Rasulullah Saw bersabda: “Tiada suatu kaum duduk dalam majelis Ilmu serta majelis dzikir kepada Allah, pasti dikelilingi Malaikat, diliputi rahmat Allah, diturunkan pada mereka ketenangan dan nama mereka disebut Allah di depan para Malaikat-Nya." (HR.Muslim).

    Keenam, meraih rahmat Allah, Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa yang pergi untuk mencari ilmu maka Allah subhanahu wata’ala membukakan kepadanya jalan menuju surga dan para malaikat pun membentangkan sayap untuk menaunginya. Dan para malaikat di langit serta ikan paus di laut bershalawat untuknya. Keutamaan seorang ulama atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan pada malam purnama atas semua bintang. Ulama adalah pewaris para nabi, para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu, maka dia telah mendapatkan bagian yang banyak (dari warisan itu). Kematian seorang ulama merupakan musibah yang tidak bisa diobati, lubang yang tidak dapat disumbat, dan bintang yang hancur. Kematian satu kabilah lebih ringan daripada kematian seorang alim." (HR Baihaqi)

    Ketujuh, senang tenang bahagia,  Rasulullah Saw bersabda: “Bagi kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah ibadah, membaca Al-Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya terhadap sesamanya, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, juga Allah akan selalu mengingat mereka.” (HR Muslim).

    Kedelapan, dibanggakan Allah, Rasulullah Saw bersabda: “Tiada suatu kaum duduk dalam majelis dzikir kepada Allah (Majlis Ilmu), pasti dikelilingi malaikat, diliputi rahmat Allah, diturunkan pada mereka ketenangan dan nama mereka disebut Allah di depan para Malaikat-Nya.” (HR.Muslim),

    Kesembilan, jauh dari murka Allah, Rasulullah Saw bersabda: “Dunia ini terkutuk dengan segala isinya kecuali dzikrullah (taat pada Allah) dan yang serupa itu, berilmu & penuntut ilmu.” (HR.At-Tirmidzi),

    Kesepuluh, jamaah halaqoh ilmu kembali berkumpul bersama di akhirat kelak, "Seseorang di akhirat kelak dikumpulkan bersama siapa yang ia cintai di dunia".

    Nah apalagi alasan kita untuk tidak menghadiri majelis ilmu, jangan sia-siakan hidup yang sebentar ini. Ayo raih semua kemuliaan itu dengan duduk di majlisNya.

    Sahabatmu Muhammad Arifin Ilham siapkan diriku untuk bersama kalian di setiap subuh di mesjid Az Zikra Sentul, dan silahkan ikuti siaran langsung via livestreaming www.salingsapa.com majelis Az Zikra, Insya Allah sahabatku, jazaakumullah.

    Allahumma ya Allah berkahi persahabatan dan harakah dakwah kami....aamiin.

    red: adhila

    Keutamaan Ilmu Dan Orang-orang Yang Menuntut Ilmu

    Bismillahirrohmanirrohiim,
    Alhamdulillaahi Robbil `alamiina, al qooilu fii kitabihil kariim.
    Wash-sholatu was salaamu'ala asy-syrofil mursaliin sayyidina
    Muhammadin shollallohu'alaihi wasallama wa'ala aalihi wa ash-haabihi
    ajma'in ammaaba'du.


    Ilmu adalah pengetahuan, pemahaman akal manusia terhadap sesuatu.
    Ilmu ini sangatlah penting dan mendasar yang wajib diperoleh manusia
    yang berakal dan mau berfikir.
    Penguasaan terhadap ilmu ini akan sangat membantu dan memudahkan bagi
    kehidupan kita sehari-hari.

    Dalam pandangan Islam, Ilmu ini menempati posisi yang sangat penting,
    dan Alloh sangat menghargai siapa-siapa yang memiliki ILMU ini.

    QS Al Mujadilah (58) ayat 11 :


    011. Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
    "Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
    akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
    kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
    beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
    beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

    QS Az Zumar ( 39 ) ayat 9 :


    009. (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah
    orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
    sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
    Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
    orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah
    yang dapat menerima pelajaran.

    QS Fathir ( 35 ) ayat 18,19,20 , dan 28 :


    018. Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan
    jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul
    dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun
    (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu
    beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya
    (sekalipun) mereka tidak melihatNya dan mereka mendirikan sembahyang.
    Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan
    diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allah-lah kembali
    (mu). 019. Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang
    melihat. 020. dan tidak (pula) sama gelap gulita dengan cahaya.
    028. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata
    dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
    jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara
    hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi
    Maha Pengampun.

    QS Ali Imron (3) ayat 18 :

    018. Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak
    disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan
    orang-orang yang berilmu (juga bersaksi yang demikian itu). Tak ada
    Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi
    Maha Bijaksana.

    QS Al Ankabut (29) ayat 43 :

    043. Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan
    tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

    Hadits Nabi Muhammad SAW mengenai Keutamaan akan Ilmu adalah sebagai berikut :

    "Barang siapa menempuh jalan guna mencari Ilmu, maka Alloh memudahkan
    baginya jalan menuju surga." ( HR Muslim )


    "Sampaikanlah ajaran dariku sekalipun hanya satu ayat, dan
    ceritakanlah tentang Bani Israil, tiada dosa bagi kalian. Barang siapa
    yang dengan sengaja berdusta atas namaku, maka silahkan mengambil
    tempatnya di dalam neraka" ( HR Bukhori )


    "Iman itu telanjang, pakaiannya adalah takwa, perhiasannya adalah rasa
    malu, dan buahnya adalah Ilmu"


    "Seutama-utama manusia adalah orang Mu'min yang berilmu, yang apabila
    diperlukan, ia berguna. Kalaupun tidak diperlukan, maka ia dapat
    mengurus dirinya "


    "Menuntut Ilmu adalah fardhu bagi setiap Muslim dan Muslimat"

    Ilmu ini menurut Imam Al Ghozali , dibagi menjadi 2

    1. Ilmu yang bersifat Syariat
    2. Ilmu yang bersifat Akal

    Dari keduanya ada yang berupa Ilmiah Teoritis, dan ada yang Ilmiah
    Praktis.

    ILMU SYARI'AT

    Ilmu Syariat ini terbagi menjadi 2 :

    1. Ilmu Ushul (Pokok) atau Ilmu Tauhid ( Merupakan Ilmiah Teoritis)
    2. Ilmu Furu' atau Cabang ( Merupakan Ilmiah Praktis ), hal ini ada
    yang menyangkut Hak Alloh Ta'ala seperti segala yang terkait Ibadah,
    Hak Hamba Alloh terkait dengan tata pergaulan manusia yang terdiri 2
    aspek, yaitu Aspek Mu'amalah dan Aspek Mu'aqodah (biasanya 2 aspek Hak
    Alloh dan Hak Hamba ini disebut dan dicakup pada Ilmu FIQIH), serta
    Hak Jiwa (Akhlak/Budi pekerti) sifat / akhlak baik harus dibina,
    dimiliki, dikembangkan dan sifat / akhlak jelek harus dihindari, dibuang.


    ILMU AKAL

    Ilmu Akal itu bersifat berdiri sendiri, yang melahirkan komposisi
    keseimbangan.
    Ilmu Akal ini menurut beliau dibagi menjadi 3 tingkatan , yaitu :

    1. Tingkat Kesatu ialah Matematika dan Logika
    2. Tingkat kedua ialah Ilmu Alamiah ( Aksi dan Reaksi Alam )
    3. Tingkat ketiga, adalah Ilmu Teori tentang Realitas, berujung pada
    ilmu Kenabian, Mukjijat, Teori Jiwa yang Suci.

    Metode Agar Berhasil Mendapatkan Ilmu

    Ilmu diperoleh manusia dengan 2 buah Metode besar , yaitu :

    1. Metode Proses Belajar Manusiawi
    2. Metode Proses Belajar Illahiah

    Metode Proses Belajar Manusiawi,
    adalah metode yang umum, dapat terinderakan, dan dipakai oleh semua
    orang berakal penuntut ilmu.

    Proses ini memiliki 2 Sisi Utama, yaitu :

    1. Sisi dari LUAR, yaitu diperoleh dengan belajar biasa, dengan cara
    memperoleh manfaat dari orang lain secara particular, bisa langsung
    diajari, atau dari buku karya orang lain itu ( proses Dzohir).
    2. Sisi dari DALAM, yaitu diperoleh dengan proses berfikir , dengan
    cara jiwa manusia mengambil dan menyerap manfaat dari jiwa universal (
    proses Bathin)

    Kedua sisi proses ini saling terkait dan tak terpisahkan, adakalanya
    jika kekuatan badaniah lebih mendominasi jiwa si pelajar, maka dia
    akan membutuhkan tambahan belajar dengan sejumlah materi ajaran, dan
    adakalanya, jika cahaya akal mendominasi dengan sifat cita-rasa,
    cukuplah si pelajar berfikir lebih banyak disbanding belajar biasa.
    Karena itu, maka sebagian manusia ada yang memperoleh ilmu dengan
    proses belajar biasa lebih banyak, dan ada sebagian manusia lainnya
    memperoleh ilmu dengan proses berfikir yang lebih banyak.

    Kebanyakan ilmu teori dan praktis dilahirkan (disimpulkan) oleh para
    bijak dengan ketinggian kecerdasan, dan kekuatan fikirannya, serta
    hipotesisnya, tanpa harus belajar dan praktik dulu.
    Manusia memperpendek perolehan ilmu dengan memekai pikiran untuk
    menarik kesimpulan berdasar yang diketahuinya pertama kali, sehingga
    dengan berpikir itu akan menghilangkan kebodohan/keraguan dari hatinya.
    Hal ini, karena manusia tidak dapat mempelajari sekaligus semua hal
    pokok yang particular dan general dengan cara belajar biasa, tapi
    sebagian lagi harus diperoleh hasilnya dengan teori, serta berfikir.
    Atas dasar inilah para cendekiawan berproses mengambil kesimpulan dan
    membentangkan kaidah-kaidah ilmu.

    METODE PROSES BELAJAR ILLAHIAH

    Ini adalah metode yang tidak dapat terinderakan, dan diperoleh dari
    Illahi berangkat dari keimanan penuntut ilmu.
    Metode ini ada 2 sisi dari segi yang menerima ilmu tersebut, yaitu :

    1. Sisi Mendapat Wahyu Illahi
    2. Sisi Medapat Ilham

    1. Mendapat wahyu Illahi
    Ini adalah proses mendapat ilmu dengan tanpa bentuk-bentuk belajar dan
    berfikir.
    Proses ini adalah proses penerimaan ilmu yang diterima oleh para Nabi
    dan Rosul, dan Alloh telah menutup pintu ilmu melalui proses Wahyu ini
    pada nabi Muhammad SAW, dimana beliau sebagai penutup Para nabi (
    Khotaman Al Anbiyya )
    Ilmu yang diperoleh dari wahyu ini disebut lmu Kenabian.

    2. Mendapat Ilham
    Ini adalah proses mendapat ilmu sebagaimana ilmu kenabian, yang
    didapat oleh jiwa manusia sesuai kadar ketinggian, penyerapan, dan
    kesiapan jiwa manusia itu.
    Ilham ini adalah percikan wahyu.
    Ilmu yang diperoleh secara Ilham ini disebut Ilmu Laduni.

    Wahyu itu ilmu yang menghiasi para Nabi, sedangkan Ilham adalah
    menghiasi para Auliya.
    Tingkat ketinggian wahyu lebih tinggi disbanding Ilham, walaupun
    prosesnya adalah sama, yaitu sama-sama dating dari Illahi, tanpa
    bentuk proses belajar dan berfikir.

    Firman-firman Alloh terkait dengan Ilmu Illahiyyah adalah sebagai
    berikut :

    QS Anisa (4) ayat 113 :

    113. Sekiranya bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu,
    tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk
    menyesatkanmu. Tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya
    sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu.
    Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu,
    dan telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. Dan adalah
    karunia Allah sangat besar atasmu.

    163. Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana
    Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya,
    dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma`il, ishak,
    Ya`qub dan anak cucunya, `Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan
    Kami berikan Zabur kepada Daud.

    QS An Najm (42) ayat 51,52 :

    051. Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata
    dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir
    atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan
    kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia
    Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. 052. Dan demikianlah Kami wahyukan
    kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu
    tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an) dan tidak pula
    mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu
    cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di
    antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi
    petunjuk kepada jalan yang lurus.

    Adapun tentang mengajarkan suatu ilmu, apalagi ilmu Agama, maka firman
    Alloh berikut cukup untuk menjadi pedoman para Ulama dalam mengajarkan
    ilmu yaitu :

    QS. Abasa ayat 1 – 16, sebagai firman untuk tidak membedakan orang
    yang ingin belajar Agama atau ingin belajar bertaubat (membersihkan
    diri dari dosa )

    001.Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
    002. karena telah datang seorang buta kepadanya.
    003. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa).
    004. atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu
    memberi manfa'at kepadanya?
    005. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup,
    006. maka kamu melayaninya.
    007. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan
    diri (beriman).
    008. Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk
    mendapatkan pengajaran),
    009. sedang ia takut kepada (Allah),
    010. maka kamu mengabaikannya.
    011. Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan
    itu adalah suatu peringatan,
    012. maka barangsiapa yang menghendaki, tentulah ia memperhatikannya,
    013. di dalam kitab-kitab yang dimuliakan,
    014. yang ditinggikan lagi disucikan,
    015. di tangan para penulis (malaikat),
    016. yang mulia lagi berbakti.


    Demikian sedikit uraian masalah Keutamaan Ilmu, mohon dimaafkan jika
    ada kesalahan, kesalahan itu dariku sendiri, semoga Alloh mengampuni
    saya, dan kebenaran hanya Ilmu milik Alloh saja adanya.

    Subhaanakallohuma Wabihamdika Asyhaduanlaailahaillaa anta Astaghfiruka
    wa'atubuilayka.

    Wasalamualaykum warohmatullohi wabarokatuhu,


    Penulis : dodi indra

Tiada ulasan: