AMAR MA`RUF NAHI MUNGKAR
AMAR MA\`RUF NAHI MUNGKARAMAR MA\`RUF AMAR MUNGKAROleh : Farid N. Arief
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (QS. 3:104) Amar Ma`ruf (mengajak kepada perbuatan baik) Nahi Munkar (mencegah perbuatan buruk) merupakan perintah Allah SWT kepada kaum mukmin, sebaliknya dilarang mengajak/berbuat yang mungkar dan menyeru menolak yang makruf/baik. Dalam kehidupan social bermasyarakat sekarang ini kita perhatikan makin memudarnya sikap untuk melaksanakan amar makruf ini kalau dilihat dari nilai-nilai dasar Islam, mana yang makruf mana yang mungkar, mana yang harus dikerjakan/diajak mana yang harus dilarang/ditinggalkan sudah mulai kabur atau dikaburkan, hal ini bisa kita lihat/perhatikan dengan kasat mata dalam pola fakir, pola laku umat manusia sekarang ini, tidak terkecuali sebagian besar dari kalangan muslim, dapat kita perhatikan dalam elemen masyyarakat atau kehidupan individu maupun keluarga kehidupan,antara lain :
1. Siaran TV, kalau diperhatikan dengan seksama tayangan TV mengajak pamirsa kearah moral ganda, yaitu disatu sisi tV menyiarkan/mengajak kepada kebaikan ada acara agama, pendikan dan lain sebagainya acara acara yang berdampak positif, pada sisi lain juga tv menayangkan acara yang menyudutkan ajaran agama atau tayangan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan tayangan lainnya yang berdampak negative pada pamirsa. Jadi tv melaksankan amar makruf, amar mungkar, mengajak kepada yang baik dan mengajak kepada yang mungkar.
2. Budaya pergaulan bebas, dalam artian pergaulan antara seorang gadis dengan seorang pemuda sudah banyak yang melampau batas-batas norma-norma agama dan norma-norma umum yang berlaku pada bangsa ini. Orang tua sekarang ini merasa resah jika anak gadisnya belum punya pacar. Sudah dianggap lumrah saat ini orang tua membiarkan anak gadis pergi dengan seorang pemuda/pacarnya yang bukan muhrimnya. Kesucian/keperawnan pada malam pengantin sekarang ini sudah tidak dijadikan masalah lagi. Membiarkan yang mungkar
3. Poligami yang dibolehkan Allah SWT dijadikan polemic, budaya selingkuh yang dilarang Allah SWT dianggap sah-sah saja tidak dipermasalahkan/tidak dipolemikan, mebiarkan yang mungkar melarang yang makruf
4. KKN, semakin didengungkan pemberantasanya semakin menjadi-jadi budaya KKN. Seoarang pejabat birokrat/atau seorang Pegawai Negeri yang memegang proyek ,dihormati ditengah masyarakat walaupun sudah rahasia umum jumlah harta kekayaan yang diperolehnya tidak berbanding rasional jika dibandingkan dengan besar gaji yang diterima. Didunia perpolitikan dianggap lumrah seorang isteri/ anak/saudara/keponakan seorang politikus, mendadak memegang posisi penting didalam kepengurusan partai atau jadi caleg nomor jadi, tanpa melewati pengkaderan, menurut semestinya, kenapa bisa karena suami/ayah/saudaranya memegang jabatan penting dalam kepengurusan partai. Pada sisi lain kerjasama dalam melaksanakan korupsi ( kolusi ) sudah dianggap hal yang sah-sah saja, sudah dianggap keharusan dalam dunia usaha dan juga dalam kerja dibirokrasi serta dunia pendidikan tidak terkecuali. Masyarakat sudah bersikap cuek , sudah bersikap dayus ( tidak acuh ) terhadap kemungkaran yang terjadi.
5. Maraknya penayangan pornogtafi dan pornoaksi di media cetak maupun media elekronik dan prilaku yang berbau porno lainnya (seperti perilaku berpakaian pada sebagian gadis-gadis kelihatan celana dalam dipinggul belakang ), yang tidak ada tegoran / hukuman social oleh masyarakat/orangrua, mengambarkan pergeseran nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat yang mayoritas beragama ini membiarkan perbuatan yang mungkar, plus dengan Penolakan UUD Pornografi oleh sekelompok masyarakat, mempertegas adanya sebagian umat yang menyuruh berbuat mungkar
SIKAP SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI
Seorang muslim dalam ajaran Islam dituntut untuk melaksanakan amar ma`ruf, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan yang dilarang Allah SWT, sesuai dengan kemampuan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan kekuatannya atau dengan tangannya. Kalau dia tidak bisa dengan tangannya, hendaklah dia merubahnya dengan lisannya. Dan jika dia tidak mampu merubahnya dengan lisannya, hendaklah dia membenci kemungkaran tersebut dengan hatinya.” Membenci dengan hati juga termasuk merubah kemungkaran itu, dimana dengan membenci kemungkaran itu berarti dia berusaha keras untuk melenyapkan kemungkaran itu di dalam hatinya. Berbeda jika seseorang mencintai sesuatu, maka dia tidak berusaha keras untuk menghilangkannya dari hatinya. Akan tetapi bila dia membencinya dalam hati, maka dia akan berusaha untuk menghilangkan kemungkaran tersebut. Amar ma`ruf nahi mungkar, pada hakikatnya mengandung beberapa nilai dalam kehidupan, yaitu :
1. Saling tolong menolong dalam kehidupan, antara satu dengan yang lain dalam hal perbaikan umat ini, Allah berfirman: “Saling tolong-menolonglah kalian atas kebaikan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan janganlah kalian saling tolong-menolong, ampo membantu atas dosa dan permusuhan”. Allah Subhanahu Wa Ta`ala memerintahkan kepada kita untuk bekerjasama, saling menguatkan, saling membantu antara satu dengan yang lain demi terwujudnya masyarakat yang senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, senantiasa taat kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala. Di antara ta`awun yang paling besar di antara kita adalah saling membantu dalam islah (memperbaiki) mujtama’nya. Memperbaiki masyarakat, yaitu dengan mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala agar mereka tidak melakukan kerusakan di permukaan bumi ini, di antaranya adalah mensyarikatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mensyarikatkan Allah Subhanahu Wa Ta`ala, yaitu menyembah selain Allah Subhanahu Wa Ta`ala adalah kemungkaran yang sangat besar yang ada di permukaan bumi ini, karena itulah Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengutus para Anbiya `Alaihim ashshalaatu Wassalam untuk mengajak ummatnya meninggalkan kesyirikan dan beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala semata.
2. Setiap muslim dituntut untuk melakukan perbaikan kearah nilai-nilai ilahiyah dimulai dari diri sendiri, keluarga dan masyrakat lingkungannya, jadi setiap pribadi muslim dilarang berbuat sebaliknya umpama melakukan kerusakan di atas permukaan bumi ini. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman: “Dan janganlah kalian melakukan kerusakan di atas permukaan bumi sesudah ada perbaikan dari para rasul-rasul Allah Subhanahu Wa Ta`ala, yaitu mengajak manusia beribadah kepada AllahSwt.
Orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, mereka saling membantu, saling memimpin antara satu dengan yang lain, saling menolong antara satu dengan yang lain demi tegaknya amar ma`ruf nahi mungkar. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman: “Orang-orang yang beriman, laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman di antara mereka saling memimpin atau saling tolong-menolong di antara mereka yaitu dengan di antara mereka adalah pemimpin-pemimpin di antara satu dengan yang lain demi tegaknya amar ma`ruf nahi mungkar.” Jadi di antara sifat-sifat orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala adalah senantiasa berusaha menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar pada diri-diri mereka, pada keluarga mereka, dan dalam lingkungan masyarakat mereka.
Bila amar ma`ruf nahi mungkar ini tegak dengan sebenar-benarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala, sesuai dengan risalah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam, maka keselamatan umat ini, kejayaan umat ini akan nampak pada diri-diri mereka. Tapi sebaliknya, jika amar ma`ruf nahi mungkar ditinggalkan, maka ancaman Allah Subhanahu Wa Ta`ala atau azab atau hukuman Allah Subhanahu Wa Ta`ala akan turun kepada ummat ini.
Kalau Bersikap Dayus Terhadap Amar Ma`ruf Nahi Munkar ?Bersikap Dayus, artinya bersikap tidak mau tahu ( cuek ) terhadap sesuatu, dalam perintah amar ma`ruf nahi mungkar, umat Islam dilarang bersikap dayus tersebut. Dalam Alqur’an dan Hadis Nabi kita diingatkan :
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” Qs. Al Maa`idah (5):79
Rasulullah SAW bersabda :
“Bukan dari golongan kami orang-orang yang tidak mengasihi yang muda dan tidak menghormati yang tua, serta tidak mengajak orang lain untuk berbuat baik dan melarang yang munkar.”
Kewajiban Mencegah Kemunkaran
Al-imam Abi Daud rhm meriwayatkan bahwa Abdullah Ibn Mas`ud r.a. mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa :“Sesungguhnya demi Allah, hendaklah engkau benar-benar menyerukan yang ma`ruf dan benar-benar mencegah yang mungkar, dan sungguh-sungguh menentang tangan-tangan yang zholim, dengan mengembalikannya kejalan yang benar, dan agar menjaganya selalu di jalan yang benar”.
Akibat tidak melaksanakan amar ma`ruf nahi mungkar
Firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:“Dan peliharalah dirimu dari siksa yang tidak saja akan menimpa orang yang zholim diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksanya.” (QS. Al-Anfal 25)
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda :“Sesungguhnya manusia jika mereka melihat orang yang berbuat zholim dan tidak mencegahnya, maka telah dekatlah azab Allah yang akan menimpa mereka seluruhnya” (HR At-Tirmidzi)
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah SAW Bersabda : “Penduduk sebuah desa yang berjumlah delapan belas ribu orang disiksa, padahal amal-amal mereka seperti amal para nabi. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hal itu bisa terjadi?” Nabi SAW menjawab, “Mereka tidak pernah marah karena Allah Azza Wa Jalla, karena mereka tidak melakukan amar ma`ruf dan nahi mungkar.”
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.: “Dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW.bersabda (yang artinya): “Bila suatu kaum berbuat maksiat, sementara di antara mereka ada yang mampu menegur mereka, namun tidak dilakukannya, melainkan Allah akan menimpakan siksa-Nya secara merata atas mereka dari sisi-Nya.”
Di hadits yang lain Rasulullah SAW menyampaikan bahwa umat Islam yang soleh berdoa pada Allah namun doanya tidak diterima karena mereka tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Firman Allah dan sabda Rasulullah tersebut diatas sering dikutip para ulama ketika menyikapi bencana alam Tsunami baru-baru ini di Aceh dan Nias. Dimana terbukti bahwa bencana itu menimpa semua orang secara merata baik orang mukmin ataupun tidak. Wallahu a`lam bis shawab.
Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam mengancam orang-orang yang tidak melaksanakan amar ma`ruf nahi mungkar. Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam bersabda yang diriwayatkan oleh Khudzaifah Radhiallahu `Anhu dari nabi Shallallahu `Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda: “Demi jiwaku yang di tangan Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Hendaknya kalian menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah kemungkaran atau sudah dekat masanya Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengirim adzab-Nya kepada kalian,kemudian kalian berdo`a kepadaNya. Lalu Allah Subhanahu Wa Ta`ala tidak mempedulikan do`a-do`a kalian.” Salah satu sebab tidak dijawabnya do`a kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala adalah meninggalkan amar ma`ruf nahi mungkar. Mungkin di antara kita banyak yang berdo`a kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, banyak meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, namun do`a-do`a kita tidak dijawab oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Hal ini mungkin saja disebabkan karena banyak di antara kita yang tidak peduli akan amar ma`ruf nahi mungkar.
Sekarang ini banyak diantara umat yang tidak peduli untuk melaksanakan nahi mungkar, padahal kalau dilihat bertebaran perbuatan/tingkah laku yang keji dan pola laku yang sudah tidak bertentangan dengan ajaran islam, Kemungkaran mungkin saja merajalela di dalam rumah tangga kita, keluarga kita keluar rumah tanpa memakai hijab islami, tanpa menutup auratnya, keluar dengan mempertontonkan auratnya merupakan satu kemungkaran besar. Namun kita biasa-biasa saja, hati kita tenang-tenang saja. Mungkin anak perempuan kita pergi, berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tapi hati kita tidak ada kebencian terhadap perbuatan itu. Sehingga Allah Subhanahu Wa Ta`ala menghukum kita, di antara hukuman-Nya adalah dengan tidak dijawabnya do`a-do`a kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala, tidak dipedulikan oleh Allah SWT
Kalau kemungkaran dibiarkan , Allah akan menimpakan musibah, seperti gempa, gunung meletus, tsunami dan lain-lain. Semua itu akibat dari dosa-dosa yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Hukuman itu adalah akibat perbuatan-perbuatan manusia, Allah Subhanahu Wa Ta`ala murka karena mungkin di antara mereka tidak saling mempedulikan, berputus asa untuk beramar ma`ruf nahi mungkar sehingga Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengumumkan azab-Nya yang kiranya senantiasa mengingatkan kita. . “Dan takutlah akan fitnah, azab yang ditimpakan bukan hanya kepada orang-orang yang dzalim saja di antara kalian (QS. Surah Al Anfal ay 25). Bukan orang yang berbuat dzalim saja yang ditimpakan musibah, tetapi orang shaleh di antara mereka pun ditimpakan musibah oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala. Kenapa? Karena mungkin di antara orang-orang yang shaleh, dia hanya shaleh terhadap dirinya sendiri tapi dia tidak peduli terhadap keluarganya, tidak peduli terhadap anak-anaknya yang telah meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak melaksanakan shalat, tapi tidak ada kerisauan di dalam hatinya atau anaknya yang perempuan berjalan dengan pacarnya tapi tidak ada kerisauan di dalam hatinya. Kemungkinan dia melihat di depan matanya, tapi tidak peduli, akibatnya Allah Subhanahu Wa Ta`ala menghukum mereka, mengazab mereka akibat dari perbuatan-perbuatan mereka yaitu tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Bila ada orang-orang yang tetap berusaha keras memperbaiki masyarakatnya, maka Insya Allah dia akan diselamatkan oleh Allah dari azab-Nya sesuai dengan firman Allah : “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka maka kami menyelamatkan orang-orang yang senantiasa melarang dari kemungkaran, perbuatan buruk dan Kami mengazab orang-orang yang menzhalimi dirinya dengan azab yang sangat keras”, juga di ayat yang lain Allah berfirman : “Allah tidak akan mengazab satu kampung, satu negeri dengan berbuat zhalim kepada-Nya padahal penduduk negeri itu melakukan perbaikan, menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka diselamatkan Allah”. Allah tidak akan mengazab orang-orang yang mengadakan perbaikan, tapi bila orang shaleh terhadap dirinya saja dan tidak mau mempedulikan orang lain, maka mereka masih mendapat ancaman azab Allah sebagaimana pertanyaan `Aisyah radiyallahu anha kepada Rasulullah “Ya.. Rasulullah apakah kami, akan dibinasakan padahal ditengah-tengah kita ada orang-orang yang shalih. Rasulullah … bersabda:” Ya jika sudah banyak kemungkaran yang merajalela dan tidak ada yang memperbaiki, tapi bila ada orang-orang yang mengadakan perbaikan maka orang-orang yang mengadakan perbaikan akan diselamatkan oleh Allah dan senantiasa dijawab do`anya oleh Allah. Juga di riwayat hadits lain Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya manusia melihat orang-orang yang melihat kezhaliman lalu dia tidak mencegah kezaliman tersebut, mereka tidak menghalanginya sesuai dengan kemampuannya. Karena perbuatan zhalimnya maka sudah dekat masanya Allah mengumumkan azab secara keseluruhan kepada mereka karena tidak peduli akan kemungkaran. Amar ma`ruf nahi munkar adalah sebab-sebab kita mendapatkan kejayaan dan keberuntungan dari Allah. Beramar ma`ruf nahi mukar merupakan sebab yang sangat besar dijawabnya do`a-do`a kita oleh Allah dan meningglakan amar ma`ruf nahi munkar adalah sebab datangnya azab Allah. Semoga Allah senantiasa membimbing kita, memberikan hidayah kepada kita memberikan kekuatan kepada kita semua sehingga kita betul-betul tegak melaksanakan seluruh perintahnya dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah. ***
Pembahasan berikut adalah risalah ringkas dari Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengenai amar ma’ruf nahi munkar. Berikut penjelasan beliau rahimahullah:
Allah Ta’ala berfirman,
Sebagian ulama salaf mengatakan, “Mereka bisa menjadi umat terbaik jika mereka memenuhi syarat (yang disebutkan dalam ayat di atas). Siapa saja yang tidak memenuhi syarat di atas, maka dia bukanlah umat terbaik.”
Para salaf mengatakan, telah disepakati bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu wajib bagi insan. Namun wajibnya adalah fardhu kifayah, hal ini sebagaimana jihad dan mempelajari ilmu tertentu serta yang lainnya. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah jika sebagian telah memenuhi kewajiban ini, maka yang lain gugur kewajibannya. Walaupun pahalanya akan diraih oleh orang yang mengerjakannya, begitu pula oleh orang yang asalnya mampu namun saat itu tidak bisa untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar yang diwajibkan. Jika ada orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar, wajib bagi yang lain untuk membantunya hingga maksudnya yang Allah dan Rasulnya perintahkan tercapai. Allah Ta’ala berfirman,
Setiap rasul yang Allah utus dan setiap kitab yang Allah turunkan, semuanya mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Yang dimaksud ma’ruf adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah.
Yang dimaksud munkar adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dibenci dan dimurkai oleh Allah.
Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar adalah sebab datangnya hukuman dunia sebelum hukuman di akhirat. Janganlah menyangka bahwa hukuman meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya menimpa orang yang zholim dan pelaku maksiat, namun boleh jadi juga menimpa manusia secara keseluruhan.
Orang yang melakukan amar ma’ruf hendaklah orang yang faqih (paham) terhadap yang diperintahkan dan faqih (paham) terhadap yang dilarang. Begitu pula hendaklah dia halim (santun) terhadap yang diperintahkan, begitu pula terhadap yang dilarang. Hendaklah orang tersebut orang yang ‘alim terhadap apa yang ia perintahkan dan larang. Ketika dia melakukan amar ma’ruf nahi munkar, hendaklah ia bersikap lemah lembut terhadap apa yang ia perintahkan dan ia larang. Lalu ia harus halim dan bersabar setelah ia beramar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana Allah berfirman dalam kisah Luqman,
Ketahuilah bahwa orang yang memerintahkan pada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar termasuk mujahid di jalan Allah. Jika dirinya disakiti atau hartanya dizholimi, hendaklah ia bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah. Sebagaimana hal inilah yang harus dilakukan seorang mujahid pada jiwa dan hartanya. Hendaklah ia melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam rangka ibadah dan taat kepada Allah serta mengharap keselamatan dari siksa Allah, juga ingin menjadikan orang lain baik. Janganlah ia melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk tujuan mencari kedudukan mulia atau kekuasaan. Janganlah ia melakukannya karena bermusuhan atau benci di hatinya pada orang yang diajak amar ma’ruf nahi munkar. Janganlah ia melakukannya dengan tujuan-tujuan semacam ini.
Kadang memerintahkan pada yang kebaikan itu dengan cara yang baik dan tidak membawa dampak jelek. Kadang pula mencegah kemungkaran dilakukan dengan baik tanpa membawa dampak jelek. Sebaliknya jika menghilangkan kemungkaran malah dengan cara yang mungkar pula (bukan dengan cara yang baik), maka itu sama saja seseorang ingin mensucikan khomr (yang najis kata sebagian ulama, pen), dengan air kencing (yang najis pula, pen). Siapa yang melarang kemungkaran namun malah dengan yang mungkar, maka itu hanya membawa banyak kerusakan daripada mendapatkan keuntungan. Kadang kerugian itu sedikit atau banyak. Wallahu a’lam.
***
Diterjemahkan dari risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, penjelasan firman Allah: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnaas dalam Al Majmu’atul ‘Aliyyah min Kutub wa Rosail wa Fatawa Syaikhul Islam Ibni Taimiyah, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama,, Muharram, 1422, hal. 62-65.
King Khalid Airport, Riyadh, KSA, 17th Shafar 1432 H (21/1/2011)
www.rumaysho.com
Hubungan mereka dengan Allah SWT dan Rasul-Nya terlihat semakin jauh. Hubungan dengan saudara semakin kurang harmonis. Terlihiat dari kurang adanya rasa kebersamaan dan kepedulian kepada sasama muslim baik dalam hal tolong menolong, nasihat menasehati, terutama sekali dalam melaksanakan amar makruf nahi
mungkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Cahaya Islamnya mulai redup. yang dikaruniai rizki yang berlebih hanya mencari kepuasan duniawi, mementingkan kepuasan pribadi dari pada membantu saudaranya yang tertimpa musibah. Yang punya kedudukan, jabatan tinggi memanfaatkan kariernya sebagai jalan untuk menimbun kekayaan keluarganya, sehingga mengambil jalau pintas dengan melakukan korupsi manipulasi dan tidak segan-segan berbuat khianat. Yang miskin pun karena terpaksa, akhirnya mereka mengemis karena tidak adanya kepedulian dari yang kaya, bahkan tidak malu lagi menjambret, merampok, dan berjudi. Kebanyakan dari mereka itu adalah saudara seiman kita, yang diperintahkan Allah SWT untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar, namun karena kelemahan imannya membuat mereka berperi-laku menyimpang dari ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. Naudzubillahi mindzalik.
Lemah Iman
Nabi SAW menempatkan perintah amar makruf nahi mungkar pada bagian amalan yang istimewa, karena perratah Allah SWT yang satu ini hanya diberikan kepada umat Nabi Muhammad SAW saja, tidak kepada umat yang terdahulu. Nabi SAW juga memberitahukan bahwa meninggalkan perintah ini adalah tanda-tanda lemah dan turunnya iman seseorang sebagaimana sabdanya: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ia hams mencegah dengan tangannya, jika tidak mam-pu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu selemah-lemahnya iman“. (HR. Muslim).
Tingkat kesempurnaan iman seseorang dapat dilihat jelas dalam hadits di atas dalam hal mencegah kemungkaran. Pengertian “dengan tangannya” ialah dengan kekuasaan atau kehonnatannya (penguasa atau tokoh masyarakat). Sedang “dengan lisannya” yaitu mencegah dengan cara “dengan hatinya” artinya berdiam diri saja tidak melakukan tindakan apapun, sekedar membenci perbuatan mungkar dalam hati saja. Dan inilah tanda selemah-lemahnya iman. Termasuk golongan manakah kita, cobalah intropeksi diri!
Tugas Kita
Setiap muslim yang mengaku umat Nabi Muhammad SAW adalah berstatus mubaligh, pewaris dari Nabi SAW yang berkewajiban menyampaikan risalah yang dibawa oleh Nabi SAW. Adalah merupakan suatu kebodohan bila kita berpikir bahwa kewajiban berdakwah, melaksanakan amar makruf nahi mungkar ini hanya tugas kewajiban para ulama dan umaro (penguasa) sepenuhnya.
Ini adalah tugas kita semua untuk mengajak manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT yang dicontohkan Nabi SAW. Itulah tang-gung jawab kita semua, mengingat sebetulnya diri kita ini adalah pemiinpin, sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya kalian semua adalah pemimpin. Kalian semua akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. ” (HR.Bukhari & Mus-hm). Simak juga firnan Allah SWT: “Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan menjadi wali dari sebagaiannya, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar“( Q.S.9:71).
Atas dasar itulah setiap diri muslim wajib mengamalkannya dalam rangka tawashau bit haq (nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran). Namun bila ada yang sudah dinasehati tidak mau mengikuti maka tidak ada dosa bagi orang yang menasihati, karena dia telah melaksanakan perintah amar makruf nahi mungkar yang kelak di pertanggung jawabkan di hadapan-Nya, sedangkan masalah tidak di dengar atau didengar atau tidak diamalkan oleh penerima nasihat bukan tanggung jawabnya.
Turun Azab
Meninggalkan amat makruf nahi mungkar dapat menyebabkan datangnya laknat dan kemarahan Allah SWT, diakibatkan kelalaian manusia yang tidak lagi mengenal apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya sebagai muslim, umat yang diberikan kehormatan oleh Allah SWT sebagai umat terbaik, sebagaimana tersurat dalam Al Qur’an (Q.S.3:110). Betapa pentingnya amar makruf nahi mungkar bagi umat Islam sebagai syarat utama menjadi umat terbaik dari pada umat laimya. Bila syarat itu tidak dipenuhi tidaklah berhak menyandang gelar khaira ummah (umat terbaik).
Di kalangan umat Islam masih banyak yang lalai dalam masalah agamanya. Banyak yang tidak peduli dengan perjudian yang marak dilakukan, perzinahan, pungli, atau pemerasan dan berbasai kemungkaran bin serta kemaksiatan yang terjadi di negeri ini. Nabi SAW mengingatkan: “Tiada seorangpun yang melakukan maksiat dan ia tinggal dalam suatu kaum, melainkan kaum tersebut tidak mencegah perbuatan orang itu padahal mereka mampu melainkan Allah SWT akan menurunkan azab kepada mereka sebelum mereka mati (yaitu di dunia didatangkan bencana) ” (HR ibnu Dawud, Ibnu Majah). Bagaimana dengan bencana yang beriringan menimpa negeri ini, benarkah merupakan azab Allah SWT.
Sumber : Lembar Risalah An-Natijah No.11/Thn.XIII 14 Maret 2008
MABADI KHAIRA UMMAH
A. Pengertian Mabadi Khaira Ummah
Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik. Gerakan Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat terbaik” (Khaira Ummah) yaitu suatu umat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagian terpenting dari kiprah NU karena kedua sendi mutlak diperlukan untuk menopang terwujudnya tata kehidupan yang diridlai Allah SWT. sesuai dengan cita-cita NU. Dan nahi mungkar, adalah menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan dan hanya dengan kedua sendi tersebut kebahagiaan lahiriah dan bathiniyah dapat tercapai. Prinsip dasar yang melandasinya disebut “Mabadi Khaira Ummah”.
Kalimat Khaira Ummah diambil dari kandungan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi:
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
1.Tujuan Mabadi Khaira Ummah
Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin berkembang. NU telah tumbuh menjadi satu organisasi massa besar. Tetapi, meskipun tingkat kohesi kultural di antara warga tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa lamban proses pengembangan tata organisasinya. Di hampir semua tingkat kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen sebagai problem serius. Menyongsong tugas-tugas berat di massa datang, persoalan pembinaan tata organisasi ini perlu segera ditangani.
Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat relevan dengan dimensi personal dalam pembinaan manejemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun organisasi sosial. Manajemen organisasi yang baik membutuhkan sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan bertanggung jawab. Dalam pembinaan organisasi NU, kualitas sumber daya manusia semacam ini jelas dibutuhkan.
Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya. Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah kita nantinya, di samping bahwa sumber daya manusia yang dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan kemashlahatan umat, bangsa dan negara pada umumnya.
2. Butir-Butir Mabadi Khaira Ummah dan Pengertiannya
Yang perlu dicermati selanjutnya dalah perbedaan konteks zaman antara massa gerakan Mabadi Khaira Ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat besar dan mendasarnya perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut, tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Konsekuensi-konsekuensi dari berbagai perkembangan itu akan menyentuh persoalan arah dan titik tolak gerakan serta strategi pelaksanaannya. Di atas telah dijelaskan pengembangan kerangka tujuan bagi gerakan ini. Berkaitan dengan itu pula, diperlukan penyesuaian dan pengembangan yang menyangkut butir-butir yang dimasukkan dalam Mabadi khaira Ummah dan spesifikasi pengertiannya.
Jika semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai seperti telah disebut di atas, dua butir lagi perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan dan kebutuhan kontemporer. Kedua butir itu adalah al-‘Adalah dan al-Istiqamah. Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah kita ini akan membawa lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai “Al-Mabadi Al-Khamsah”. Berikut ini adalah uraian pengertian yang telah dikembangkan dari kelima butir “Al-Mabadi Al-Khamsah” tersebut disertai kaitan dengan orientasi-orientasi spesifiknya, sesuai dengan kerangka tujuan yang telah dijelaskan di atas:
1. As-Shidqu
Butir ini mengandung arti kejujuran / kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/ kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri.
Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.
Tetapi dalam hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembuhkan keadaan sebenarnya atau menyembunyikan informasi seperti telah di singgung di atas. Diperbolehkan pula berdusta dalam menguasahakan perdamaian memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum. Singkat kata: dusta yang dihalalkan oleh syara’ .
2. Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd
Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan manipulasi tugas atau jabatan.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
sifat dapat dipercaya, setia dan tetap janji menjamin itegritas pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi tehadap tugas. Sedangkan al-amanah wal wafa bil ’ahdi itu sendiri, bersama-sama dengan ash-shidqu, secara umum menjadi ukuran kredebilitas yang tinggi di hadapan pihal lain: satu syarat penting dalam membangun berbagai kerjasama.
3. Al-‘Adalah
Bersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Bitir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan memnempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistic. Distorsi semacam ini dapat menjeruamuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya suadah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-nambah keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan proporsional distorsi semacam ini dapat dihindarkan.
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
Implikasi lain dari al-’adalah adalah kesetiaan kepada aturan main (correct) dan rasionalitas dalam perbuatan keputusan, termasuk dalam alokasi sumberdaya dan tugas (the right man on the right place). “Kebijakan” memang sering kali diperlukan dalam mengangani masalah –masalah tertentu. Tetapi semuanya harus tetap di atas landasan (asas) bertindak yang disepakati bersama.
4. At-Ta’awun
At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat : manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta’awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-Mawardi mengaitkan pengertia al-birr(kebaikan) dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2)
5. Istiqamah
Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama.
Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan.
Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di tempat (stagnant).
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat [41]: 30)
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung”. (QS. 3:104) Amar Ma`ruf (mengajak kepada perbuatan baik) Nahi Munkar (mencegah perbuatan buruk) merupakan perintah Allah SWT kepada kaum mukmin, sebaliknya dilarang mengajak/berbuat yang mungkar dan menyeru menolak yang makruf/baik. Dalam kehidupan social bermasyarakat sekarang ini kita perhatikan makin memudarnya sikap untuk melaksanakan amar makruf ini kalau dilihat dari nilai-nilai dasar Islam, mana yang makruf mana yang mungkar, mana yang harus dikerjakan/diajak mana yang harus dilarang/ditinggalkan sudah mulai kabur atau dikaburkan, hal ini bisa kita lihat/perhatikan dengan kasat mata dalam pola fakir, pola laku umat manusia sekarang ini, tidak terkecuali sebagian besar dari kalangan muslim, dapat kita perhatikan dalam elemen masyyarakat atau kehidupan individu maupun keluarga kehidupan,antara lain :
1. Siaran TV, kalau diperhatikan dengan seksama tayangan TV mengajak pamirsa kearah moral ganda, yaitu disatu sisi tV menyiarkan/mengajak kepada kebaikan ada acara agama, pendikan dan lain sebagainya acara acara yang berdampak positif, pada sisi lain juga tv menayangkan acara yang menyudutkan ajaran agama atau tayangan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan tayangan lainnya yang berdampak negative pada pamirsa. Jadi tv melaksankan amar makruf, amar mungkar, mengajak kepada yang baik dan mengajak kepada yang mungkar.
2. Budaya pergaulan bebas, dalam artian pergaulan antara seorang gadis dengan seorang pemuda sudah banyak yang melampau batas-batas norma-norma agama dan norma-norma umum yang berlaku pada bangsa ini. Orang tua sekarang ini merasa resah jika anak gadisnya belum punya pacar. Sudah dianggap lumrah saat ini orang tua membiarkan anak gadis pergi dengan seorang pemuda/pacarnya yang bukan muhrimnya. Kesucian/keperawnan pada malam pengantin sekarang ini sudah tidak dijadikan masalah lagi. Membiarkan yang mungkar
3. Poligami yang dibolehkan Allah SWT dijadikan polemic, budaya selingkuh yang dilarang Allah SWT dianggap sah-sah saja tidak dipermasalahkan/tidak dipolemikan, mebiarkan yang mungkar melarang yang makruf
4. KKN, semakin didengungkan pemberantasanya semakin menjadi-jadi budaya KKN. Seoarang pejabat birokrat/atau seorang Pegawai Negeri yang memegang proyek ,dihormati ditengah masyarakat walaupun sudah rahasia umum jumlah harta kekayaan yang diperolehnya tidak berbanding rasional jika dibandingkan dengan besar gaji yang diterima. Didunia perpolitikan dianggap lumrah seorang isteri/ anak/saudara/keponakan seorang politikus, mendadak memegang posisi penting didalam kepengurusan partai atau jadi caleg nomor jadi, tanpa melewati pengkaderan, menurut semestinya, kenapa bisa karena suami/ayah/saudaranya memegang jabatan penting dalam kepengurusan partai. Pada sisi lain kerjasama dalam melaksanakan korupsi ( kolusi ) sudah dianggap hal yang sah-sah saja, sudah dianggap keharusan dalam dunia usaha dan juga dalam kerja dibirokrasi serta dunia pendidikan tidak terkecuali. Masyarakat sudah bersikap cuek , sudah bersikap dayus ( tidak acuh ) terhadap kemungkaran yang terjadi.
5. Maraknya penayangan pornogtafi dan pornoaksi di media cetak maupun media elekronik dan prilaku yang berbau porno lainnya (seperti perilaku berpakaian pada sebagian gadis-gadis kelihatan celana dalam dipinggul belakang ), yang tidak ada tegoran / hukuman social oleh masyarakat/orangrua, mengambarkan pergeseran nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat yang mayoritas beragama ini membiarkan perbuatan yang mungkar, plus dengan Penolakan UUD Pornografi oleh sekelompok masyarakat, mempertegas adanya sebagian umat yang menyuruh berbuat mungkar
SIKAP SEORANG MUSLIM DALAM MENGHADAPI
Seorang muslim dalam ajaran Islam dituntut untuk melaksanakan amar ma`ruf, yaitu mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan yang dilarang Allah SWT, sesuai dengan kemampuan yang diberikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan kekuatannya atau dengan tangannya. Kalau dia tidak bisa dengan tangannya, hendaklah dia merubahnya dengan lisannya. Dan jika dia tidak mampu merubahnya dengan lisannya, hendaklah dia membenci kemungkaran tersebut dengan hatinya.” Membenci dengan hati juga termasuk merubah kemungkaran itu, dimana dengan membenci kemungkaran itu berarti dia berusaha keras untuk melenyapkan kemungkaran itu di dalam hatinya. Berbeda jika seseorang mencintai sesuatu, maka dia tidak berusaha keras untuk menghilangkannya dari hatinya. Akan tetapi bila dia membencinya dalam hati, maka dia akan berusaha untuk menghilangkan kemungkaran tersebut. Amar ma`ruf nahi mungkar, pada hakikatnya mengandung beberapa nilai dalam kehidupan, yaitu :
1. Saling tolong menolong dalam kehidupan, antara satu dengan yang lain dalam hal perbaikan umat ini, Allah berfirman: “Saling tolong-menolonglah kalian atas kebaikan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan janganlah kalian saling tolong-menolong, ampo membantu atas dosa dan permusuhan”. Allah Subhanahu Wa Ta`ala memerintahkan kepada kita untuk bekerjasama, saling menguatkan, saling membantu antara satu dengan yang lain demi terwujudnya masyarakat yang senantiasa bertakwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, senantiasa taat kepada Allah Subahanahu Wa Ta’ala. Di antara ta`awun yang paling besar di antara kita adalah saling membantu dalam islah (memperbaiki) mujtama’nya. Memperbaiki masyarakat, yaitu dengan mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala agar mereka tidak melakukan kerusakan di permukaan bumi ini, di antaranya adalah mensyarikatkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Mensyarikatkan Allah Subhanahu Wa Ta`ala, yaitu menyembah selain Allah Subhanahu Wa Ta`ala adalah kemungkaran yang sangat besar yang ada di permukaan bumi ini, karena itulah Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengutus para Anbiya `Alaihim ashshalaatu Wassalam untuk mengajak ummatnya meninggalkan kesyirikan dan beribadah hanya kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala semata.
2. Setiap muslim dituntut untuk melakukan perbaikan kearah nilai-nilai ilahiyah dimulai dari diri sendiri, keluarga dan masyrakat lingkungannya, jadi setiap pribadi muslim dilarang berbuat sebaliknya umpama melakukan kerusakan di atas permukaan bumi ini. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman: “Dan janganlah kalian melakukan kerusakan di atas permukaan bumi sesudah ada perbaikan dari para rasul-rasul Allah Subhanahu Wa Ta`ala, yaitu mengajak manusia beribadah kepada AllahSwt.
Orang-orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, mereka saling membantu, saling memimpin antara satu dengan yang lain, saling menolong antara satu dengan yang lain demi tegaknya amar ma`ruf nahi mungkar. Allah Subhanahu Wa Ta`ala berfirman: “Orang-orang yang beriman, laki-laki yang beriman dan perempuan yang beriman di antara mereka saling memimpin atau saling tolong-menolong di antara mereka yaitu dengan di antara mereka adalah pemimpin-pemimpin di antara satu dengan yang lain demi tegaknya amar ma`ruf nahi mungkar.” Jadi di antara sifat-sifat orang yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala adalah senantiasa berusaha menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar pada diri-diri mereka, pada keluarga mereka, dan dalam lingkungan masyarakat mereka.
Bila amar ma`ruf nahi mungkar ini tegak dengan sebenar-benarnya sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala, sesuai dengan risalah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam, maka keselamatan umat ini, kejayaan umat ini akan nampak pada diri-diri mereka. Tapi sebaliknya, jika amar ma`ruf nahi mungkar ditinggalkan, maka ancaman Allah Subhanahu Wa Ta`ala atau azab atau hukuman Allah Subhanahu Wa Ta`ala akan turun kepada ummat ini.
Kalau Bersikap Dayus Terhadap Amar Ma`ruf Nahi Munkar ?Bersikap Dayus, artinya bersikap tidak mau tahu ( cuek ) terhadap sesuatu, dalam perintah amar ma`ruf nahi mungkar, umat Islam dilarang bersikap dayus tersebut. Dalam Alqur’an dan Hadis Nabi kita diingatkan :
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” Qs. Al Maa`idah (5):79
Rasulullah SAW bersabda :
“Bukan dari golongan kami orang-orang yang tidak mengasihi yang muda dan tidak menghormati yang tua, serta tidak mengajak orang lain untuk berbuat baik dan melarang yang munkar.”
Kewajiban Mencegah Kemunkaran
Al-imam Abi Daud rhm meriwayatkan bahwa Abdullah Ibn Mas`ud r.a. mendengar Rasulullah SAW bersabda bahwa :“Sesungguhnya demi Allah, hendaklah engkau benar-benar menyerukan yang ma`ruf dan benar-benar mencegah yang mungkar, dan sungguh-sungguh menentang tangan-tangan yang zholim, dengan mengembalikannya kejalan yang benar, dan agar menjaganya selalu di jalan yang benar”.
Akibat tidak melaksanakan amar ma`ruf nahi mungkar
Firman Allah Subhanahu Wa Ta`ala:“Dan peliharalah dirimu dari siksa yang tidak saja akan menimpa orang yang zholim diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksanya.” (QS. Al-Anfal 25)
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a. mendengar bahwa Rasulullah SAW bersabda :“Sesungguhnya manusia jika mereka melihat orang yang berbuat zholim dan tidak mencegahnya, maka telah dekatlah azab Allah yang akan menimpa mereka seluruhnya” (HR At-Tirmidzi)
Aisyah r.a. berkata, “Rasulullah SAW Bersabda : “Penduduk sebuah desa yang berjumlah delapan belas ribu orang disiksa, padahal amal-amal mereka seperti amal para nabi. Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana hal itu bisa terjadi?” Nabi SAW menjawab, “Mereka tidak pernah marah karena Allah Azza Wa Jalla, karena mereka tidak melakukan amar ma`ruf dan nahi mungkar.”
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.: “Dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW.bersabda (yang artinya): “Bila suatu kaum berbuat maksiat, sementara di antara mereka ada yang mampu menegur mereka, namun tidak dilakukannya, melainkan Allah akan menimpakan siksa-Nya secara merata atas mereka dari sisi-Nya.”
Di hadits yang lain Rasulullah SAW menyampaikan bahwa umat Islam yang soleh berdoa pada Allah namun doanya tidak diterima karena mereka tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Firman Allah dan sabda Rasulullah tersebut diatas sering dikutip para ulama ketika menyikapi bencana alam Tsunami baru-baru ini di Aceh dan Nias. Dimana terbukti bahwa bencana itu menimpa semua orang secara merata baik orang mukmin ataupun tidak. Wallahu a`lam bis shawab.
Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam mengancam orang-orang yang tidak melaksanakan amar ma`ruf nahi mungkar. Rasulullah Shallallahu `Alaihi Wa Sallam bersabda yang diriwayatkan oleh Khudzaifah Radhiallahu `Anhu dari nabi Shallallahu `Alaihi Wa Sallam, beliau bersabda: “Demi jiwaku yang di tangan Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Hendaknya kalian menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah kemungkaran atau sudah dekat masanya Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengirim adzab-Nya kepada kalian,kemudian kalian berdo`a kepadaNya. Lalu Allah Subhanahu Wa Ta`ala tidak mempedulikan do`a-do`a kalian.” Salah satu sebab tidak dijawabnya do`a kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala adalah meninggalkan amar ma`ruf nahi mungkar. Mungkin di antara kita banyak yang berdo`a kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, banyak meminta kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, namun do`a-do`a kita tidak dijawab oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Hal ini mungkin saja disebabkan karena banyak di antara kita yang tidak peduli akan amar ma`ruf nahi mungkar.
Sekarang ini banyak diantara umat yang tidak peduli untuk melaksanakan nahi mungkar, padahal kalau dilihat bertebaran perbuatan/tingkah laku yang keji dan pola laku yang sudah tidak bertentangan dengan ajaran islam, Kemungkaran mungkin saja merajalela di dalam rumah tangga kita, keluarga kita keluar rumah tanpa memakai hijab islami, tanpa menutup auratnya, keluar dengan mempertontonkan auratnya merupakan satu kemungkaran besar. Namun kita biasa-biasa saja, hati kita tenang-tenang saja. Mungkin anak perempuan kita pergi, berduaan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, tapi hati kita tidak ada kebencian terhadap perbuatan itu. Sehingga Allah Subhanahu Wa Ta`ala menghukum kita, di antara hukuman-Nya adalah dengan tidak dijawabnya do`a-do`a kita oleh Allah Subhanahu Wa Ta`ala, tidak dipedulikan oleh Allah SWT
Kalau kemungkaran dibiarkan , Allah akan menimpakan musibah, seperti gempa, gunung meletus, tsunami dan lain-lain. Semua itu akibat dari dosa-dosa yang dilakukan oleh hamba-hamba Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Hukuman itu adalah akibat perbuatan-perbuatan manusia, Allah Subhanahu Wa Ta`ala murka karena mungkin di antara mereka tidak saling mempedulikan, berputus asa untuk beramar ma`ruf nahi mungkar sehingga Allah Subhanahu Wa Ta`ala mengumumkan azab-Nya yang kiranya senantiasa mengingatkan kita. . “Dan takutlah akan fitnah, azab yang ditimpakan bukan hanya kepada orang-orang yang dzalim saja di antara kalian (QS. Surah Al Anfal ay 25). Bukan orang yang berbuat dzalim saja yang ditimpakan musibah, tetapi orang shaleh di antara mereka pun ditimpakan musibah oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala. Kenapa? Karena mungkin di antara orang-orang yang shaleh, dia hanya shaleh terhadap dirinya sendiri tapi dia tidak peduli terhadap keluarganya, tidak peduli terhadap anak-anaknya yang telah meninggalkan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak melaksanakan shalat, tapi tidak ada kerisauan di dalam hatinya atau anaknya yang perempuan berjalan dengan pacarnya tapi tidak ada kerisauan di dalam hatinya. Kemungkinan dia melihat di depan matanya, tapi tidak peduli, akibatnya Allah Subhanahu Wa Ta`ala menghukum mereka, mengazab mereka akibat dari perbuatan-perbuatan mereka yaitu tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Bila ada orang-orang yang tetap berusaha keras memperbaiki masyarakatnya, maka Insya Allah dia akan diselamatkan oleh Allah dari azab-Nya sesuai dengan firman Allah : “Maka tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka maka kami menyelamatkan orang-orang yang senantiasa melarang dari kemungkaran, perbuatan buruk dan Kami mengazab orang-orang yang menzhalimi dirinya dengan azab yang sangat keras”, juga di ayat yang lain Allah berfirman : “Allah tidak akan mengazab satu kampung, satu negeri dengan berbuat zhalim kepada-Nya padahal penduduk negeri itu melakukan perbaikan, menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, mereka diselamatkan Allah”. Allah tidak akan mengazab orang-orang yang mengadakan perbaikan, tapi bila orang shaleh terhadap dirinya saja dan tidak mau mempedulikan orang lain, maka mereka masih mendapat ancaman azab Allah sebagaimana pertanyaan `Aisyah radiyallahu anha kepada Rasulullah “Ya.. Rasulullah apakah kami, akan dibinasakan padahal ditengah-tengah kita ada orang-orang yang shalih. Rasulullah … bersabda:” Ya jika sudah banyak kemungkaran yang merajalela dan tidak ada yang memperbaiki, tapi bila ada orang-orang yang mengadakan perbaikan maka orang-orang yang mengadakan perbaikan akan diselamatkan oleh Allah dan senantiasa dijawab do`anya oleh Allah. Juga di riwayat hadits lain Rasulullah bersabda:“Sesungguhnya manusia melihat orang-orang yang melihat kezhaliman lalu dia tidak mencegah kezaliman tersebut, mereka tidak menghalanginya sesuai dengan kemampuannya. Karena perbuatan zhalimnya maka sudah dekat masanya Allah mengumumkan azab secara keseluruhan kepada mereka karena tidak peduli akan kemungkaran. Amar ma`ruf nahi munkar adalah sebab-sebab kita mendapatkan kejayaan dan keberuntungan dari Allah. Beramar ma`ruf nahi mukar merupakan sebab yang sangat besar dijawabnya do`a-do`a kita oleh Allah dan meningglakan amar ma`ruf nahi munkar adalah sebab datangnya azab Allah. Semoga Allah senantiasa membimbing kita, memberikan hidayah kepada kita memberikan kekuatan kepada kita semua sehingga kita betul-betul tegak melaksanakan seluruh perintahnya dan meninggalkan segala apa yang dilarang oleh Allah. ***
Tolong-Menolong Yang Makruf Sebagai Asas Kekuatan Ummah
Kekuatan umat Islam adalah ditagih untuk
memastikan kelangsungan hidup beragama mereka terus terbela dan
terpelihara. Dengan kekuatan ummah, umat Islam bukan sahaja dapat
mengamalkan Islam sebagai wadah utama dalam panduan kehidupan masyarakat
mereka bahkan Islam dapat menjadi garis panduan tanpa digugat oleh
mana-mana pihak yang lain.
Sebaliknya jika tiada kekuatan ummah, maka sudah tentu perkara sebaliknya berlaku. Syiar Islam yang ingin ditegakkan bukan sahaja disalah anggap pihak lain bahkan kadangkala boleh juga tergugat dek berlaku perselisihan sesama umat. Hakikatnya kekuatan umat Islam dapat memberi kehebatan ummah dan menggerunkan pihak musuh.
Antara mekanisma untuk membina kekuatan ummah ialah melalui konsep tolong-menolong. Dalam Islam tolong-menolong merupakan satu tuntutan tetapi dengan syarat tolong-menolong hanyalah dalam perkara kebaikan dan taqwa. Kekuatan ummah merupakan satu kebaikan yang amat tidak ternilai harganya. Tolong-menolong yang makruf ini jelas termaktub dalam maksud firman Allah SWT dalam surah al-Maidah ayat 2;
"Dan hendaklah kamu bertolong-tolongan untuk membuat kebajikan dan bertaqwa, dan janganlah kamu bertolong-tolongan pada melakukan dosa (maksiat dan pencerobohan). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat azab seksaNya (bagi siapa yang melanggar perintahnya)".
Nabi SAW sendiri dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh imam Ahmad bin Hanbal menceritakan bahawa tidak masuk syurga mereka yang tidak menolong jirannya yang berada dalam kesusahan.
Dalam kaitan konsep tolong-menolong ini, dalam satu hadis lain yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim bahawa nabi SAW menekankan hubungan dan perasaan orang beriman sesama mereka adalah seperti jasad yang apabila salah satu anggotanya ditimpa kesusahan, maka seluruh yang lain juga akan merasainya.
Jika kita imbau sejarah, tolong-menolong ini merupakan amalan fitrah yang menguatkan kedudukan kelompok manusia. Ini terbukti dengan sistem Aqilah yang merupakan elemen tolong-menolong yang wujud di kalangan suku-suku Arab jahiliyiah. Dalam sistem ini konsep tolong-menolong yang diterapkan ialah wujud permuafakatan di kalangan suku-suku Arab bahawa jika berlaku pembunuhan dengan cara tidak sengaja ke atas mangsa daripada suku yang lain, maka saudara-mara suku pembunuh bertanggungjawab untuk mengumpul dan memberi bayaran diat atau sumbangan kepada keluarga si mati yang terbunuh. Kemudiannya, nabi Muhammad SAW turut memperakukan amalan tradisi jahiliah ini yang sesuai dengan fitrah manusia melalui penghakiman baginda ke atas seorang wanita Arab daripada suku Huzail.
Jika kita lihat contoh di dalam masyarakat tradisi Melayu, dari zaman berzaman konsep tolong-menolong telah pun wujud dalam kehidupan harian mereka. Sebagai contoh, tolong-menolong dalam tabung khairat kematian. Ini bukan sahaja dapat mempereratkan kekuatan perhubungan sesama ahli masyarakat tapi memberi kekuatan kewangan kepada ahli waris si mati dalam menghadapi pasca kematian termasuk urusan pengkebumian.
Apabila wujud amalan tolong-menolong yang kukuh di kalangan umat Islam, maka ia akan membantu kepada pencapaian maqasid syariah dalam kehidupan. Ini kerana tolong-menolong yang makruf tidak membawa melainkan kepada hala tuju kebaikan yang dinginkan syariah. Ini termasuk untuk mencapai kebahagian ummah di dunia dan akhirat, mencapai kebaikan, kebajikan, manfaat dan menghindari keburukan, kecederaan dan kerosakan.
Kekuatan ummah dapat memudahkan pencapaian maqasid syariah yang merangkumi objektif utama iaitu memelihara agama, kehidupan, keturunan, harta intelek dan kehormatan. Manakala objektif kedua maqasid syariah termasuklah mewujudkan keadilan dan kesamaratan ummah, menyedia, memajukan kemajuan sosial, membantu golongan susah yang memerlukan, menjaga keamanan dan kententeraman, mengeratkan kerjasama dalam perkara kebaikan dan menjauhi perkara keburukan.
Jadi sebagai umat Islam yang berada di zaman yang penuh dengan cabaran samada dalaman dan luaran, maka sayugianya segala tindakan kita perlu berpaksikan kepada konsep tolong-menolong yang membawa kepada kekuatan ummah yang akhirnya membawa kepada pencapaian maqasid syariah.
Dalam sektor ekonomi, politik dan sosial, umat Islam perlu saling tolong menolong menjayakan dan memainkan peranan mereka sebaik-baiknya untuk membina kekuatan ummah.
Dalam bidang ekonomi dan pengurusan risiko contohnya masyarakat mempunyai pilihan untuk berpakat memilih produk perlindungan takaful berbanding insurans konvensional. Ini akhirnya membawa kepada peningkatan syiar Islam bukan sahaja kepada masyarakat pelbagai lapisan dalam negara bahkan boleh menjadi model kepada masyarakat luar.
Dalam bidang politik, umat Islam perlu menjadikan Siyasah Syar'iah sebagai landasan dan asas pentas politik mereka. Ini bererti tindakan berkaitan politik perlu berasaskan kepada kehendak dan matlamat syariah yang sudah tentu menjaga bukan sahaja kepentingan orang Islam bahkan juga orang bukan Islam. Kejayaan entiti politik sepatutnya bukan diukur berdasarkan serangan kepada pihak lawan yang tidak menguntungkan masyarakat tetapi perlu dilihat berdasarkan kepada misi, visi dan dasar masing-masing yang membantu membina kekuatan ummah mencapai kepatuhan kepada peraturan Syariah Islam.
Dalam sektor sosial, pengagihan hak-hak perlu dilaksanakan atas prinsip keadilan seperti yang digariskan oleh agama Islam. Kemajuan umat perlu dikembangkan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Jadi, sebenarnya perkara-perkara yang menyentuh kehidupan umat Islam seharian perlu kepada kerjasama dan tolong-menolong semua pihak di kalangan mereka. Dengan bergerak secara berpasukan, melalui konsep tolong-menolong yang makruf, maka sudah tentu umat Islam dapat sentiasa menjunjung kekuatan ummah yang akhirnya memberi kebaikan dan kebajikan kepada semua pihak.
Sebaliknya jika tiada kekuatan ummah, maka sudah tentu perkara sebaliknya berlaku. Syiar Islam yang ingin ditegakkan bukan sahaja disalah anggap pihak lain bahkan kadangkala boleh juga tergugat dek berlaku perselisihan sesama umat. Hakikatnya kekuatan umat Islam dapat memberi kehebatan ummah dan menggerunkan pihak musuh.
Antara mekanisma untuk membina kekuatan ummah ialah melalui konsep tolong-menolong. Dalam Islam tolong-menolong merupakan satu tuntutan tetapi dengan syarat tolong-menolong hanyalah dalam perkara kebaikan dan taqwa. Kekuatan ummah merupakan satu kebaikan yang amat tidak ternilai harganya. Tolong-menolong yang makruf ini jelas termaktub dalam maksud firman Allah SWT dalam surah al-Maidah ayat 2;
"Dan hendaklah kamu bertolong-tolongan untuk membuat kebajikan dan bertaqwa, dan janganlah kamu bertolong-tolongan pada melakukan dosa (maksiat dan pencerobohan). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat azab seksaNya (bagi siapa yang melanggar perintahnya)".
Nabi SAW sendiri dalam satu hadis yang diriwayatkan oleh imam Ahmad bin Hanbal menceritakan bahawa tidak masuk syurga mereka yang tidak menolong jirannya yang berada dalam kesusahan.
Dalam kaitan konsep tolong-menolong ini, dalam satu hadis lain yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim bahawa nabi SAW menekankan hubungan dan perasaan orang beriman sesama mereka adalah seperti jasad yang apabila salah satu anggotanya ditimpa kesusahan, maka seluruh yang lain juga akan merasainya.
Jika kita imbau sejarah, tolong-menolong ini merupakan amalan fitrah yang menguatkan kedudukan kelompok manusia. Ini terbukti dengan sistem Aqilah yang merupakan elemen tolong-menolong yang wujud di kalangan suku-suku Arab jahiliyiah. Dalam sistem ini konsep tolong-menolong yang diterapkan ialah wujud permuafakatan di kalangan suku-suku Arab bahawa jika berlaku pembunuhan dengan cara tidak sengaja ke atas mangsa daripada suku yang lain, maka saudara-mara suku pembunuh bertanggungjawab untuk mengumpul dan memberi bayaran diat atau sumbangan kepada keluarga si mati yang terbunuh. Kemudiannya, nabi Muhammad SAW turut memperakukan amalan tradisi jahiliah ini yang sesuai dengan fitrah manusia melalui penghakiman baginda ke atas seorang wanita Arab daripada suku Huzail.
Jika kita lihat contoh di dalam masyarakat tradisi Melayu, dari zaman berzaman konsep tolong-menolong telah pun wujud dalam kehidupan harian mereka. Sebagai contoh, tolong-menolong dalam tabung khairat kematian. Ini bukan sahaja dapat mempereratkan kekuatan perhubungan sesama ahli masyarakat tapi memberi kekuatan kewangan kepada ahli waris si mati dalam menghadapi pasca kematian termasuk urusan pengkebumian.
Apabila wujud amalan tolong-menolong yang kukuh di kalangan umat Islam, maka ia akan membantu kepada pencapaian maqasid syariah dalam kehidupan. Ini kerana tolong-menolong yang makruf tidak membawa melainkan kepada hala tuju kebaikan yang dinginkan syariah. Ini termasuk untuk mencapai kebahagian ummah di dunia dan akhirat, mencapai kebaikan, kebajikan, manfaat dan menghindari keburukan, kecederaan dan kerosakan.
Kekuatan ummah dapat memudahkan pencapaian maqasid syariah yang merangkumi objektif utama iaitu memelihara agama, kehidupan, keturunan, harta intelek dan kehormatan. Manakala objektif kedua maqasid syariah termasuklah mewujudkan keadilan dan kesamaratan ummah, menyedia, memajukan kemajuan sosial, membantu golongan susah yang memerlukan, menjaga keamanan dan kententeraman, mengeratkan kerjasama dalam perkara kebaikan dan menjauhi perkara keburukan.
Jadi sebagai umat Islam yang berada di zaman yang penuh dengan cabaran samada dalaman dan luaran, maka sayugianya segala tindakan kita perlu berpaksikan kepada konsep tolong-menolong yang membawa kepada kekuatan ummah yang akhirnya membawa kepada pencapaian maqasid syariah.
Dalam sektor ekonomi, politik dan sosial, umat Islam perlu saling tolong menolong menjayakan dan memainkan peranan mereka sebaik-baiknya untuk membina kekuatan ummah.
Dalam bidang ekonomi dan pengurusan risiko contohnya masyarakat mempunyai pilihan untuk berpakat memilih produk perlindungan takaful berbanding insurans konvensional. Ini akhirnya membawa kepada peningkatan syiar Islam bukan sahaja kepada masyarakat pelbagai lapisan dalam negara bahkan boleh menjadi model kepada masyarakat luar.
Dalam bidang politik, umat Islam perlu menjadikan Siyasah Syar'iah sebagai landasan dan asas pentas politik mereka. Ini bererti tindakan berkaitan politik perlu berasaskan kepada kehendak dan matlamat syariah yang sudah tentu menjaga bukan sahaja kepentingan orang Islam bahkan juga orang bukan Islam. Kejayaan entiti politik sepatutnya bukan diukur berdasarkan serangan kepada pihak lawan yang tidak menguntungkan masyarakat tetapi perlu dilihat berdasarkan kepada misi, visi dan dasar masing-masing yang membantu membina kekuatan ummah mencapai kepatuhan kepada peraturan Syariah Islam.
Dalam sektor sosial, pengagihan hak-hak perlu dilaksanakan atas prinsip keadilan seperti yang digariskan oleh agama Islam. Kemajuan umat perlu dikembangkan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
Jadi, sebenarnya perkara-perkara yang menyentuh kehidupan umat Islam seharian perlu kepada kerjasama dan tolong-menolong semua pihak di kalangan mereka. Dengan bergerak secara berpasukan, melalui konsep tolong-menolong yang makruf, maka sudah tentu umat Islam dapat sentiasa menjunjung kekuatan ummah yang akhirnya memberi kebaikan dan kebajikan kepada semua pihak.
Menjadi Umat Terbaik dengan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Pembahasan berikut adalah risalah ringkas dari Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah mengenai amar ma’ruf nahi munkar. Berikut penjelasan beliau rahimahullah:
Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110)Sebagian ulama salaf mengatakan, “Mereka bisa menjadi umat terbaik jika mereka memenuhi syarat (yang disebutkan dalam ayat di atas). Siapa saja yang tidak memenuhi syarat di atas, maka dia bukanlah umat terbaik.”
Para salaf mengatakan, telah disepakati bahwa amar ma’ruf nahi munkar itu wajib bagi insan. Namun wajibnya adalah fardhu kifayah, hal ini sebagaimana jihad dan mempelajari ilmu tertentu serta yang lainnya. Yang dimaksud fardhu kifayah adalah jika sebagian telah memenuhi kewajiban ini, maka yang lain gugur kewajibannya. Walaupun pahalanya akan diraih oleh orang yang mengerjakannya, begitu pula oleh orang yang asalnya mampu namun saat itu tidak bisa untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar yang diwajibkan. Jika ada orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar, wajib bagi yang lain untuk membantunya hingga maksudnya yang Allah dan Rasulnya perintahkan tercapai. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan melampaui
batas.” (QS. Al Maidah: 2)Setiap rasul yang Allah utus dan setiap kitab yang Allah turunkan, semuanya mengajarkan amar ma’ruf nahi mungkar.
Yang dimaksud ma’ruf adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhoi oleh Allah.
Yang dimaksud munkar adalah segala istilah yang mencakup segala hal yang dibenci dan dimurkai oleh Allah.
Meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar adalah sebab datangnya hukuman dunia sebelum hukuman di akhirat. Janganlah menyangka bahwa hukuman meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar bukan hanya menimpa orang yang zholim dan pelaku maksiat, namun boleh jadi juga menimpa manusia secara keseluruhan.
Orang yang melakukan amar ma’ruf hendaklah orang yang faqih (paham) terhadap yang diperintahkan dan faqih (paham) terhadap yang dilarang. Begitu pula hendaklah dia halim (santun) terhadap yang diperintahkan, begitu pula terhadap yang dilarang. Hendaklah orang tersebut orang yang ‘alim terhadap apa yang ia perintahkan dan larang. Ketika dia melakukan amar ma’ruf nahi munkar, hendaklah ia bersikap lemah lembut terhadap apa yang ia perintahkan dan ia larang. Lalu ia harus halim dan bersabar setelah ia beramar ma’ruf nahi munkar. Sebagaimana Allah berfirman dalam kisah Luqman,
وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah
(mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang
menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)Ketahuilah bahwa orang yang memerintahkan pada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar termasuk mujahid di jalan Allah. Jika dirinya disakiti atau hartanya dizholimi, hendaklah ia bersabar dan mengharap pahala di sisi Allah. Sebagaimana hal inilah yang harus dilakukan seorang mujahid pada jiwa dan hartanya. Hendaklah ia melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar dalam rangka ibadah dan taat kepada Allah serta mengharap keselamatan dari siksa Allah, juga ingin menjadikan orang lain baik. Janganlah ia melakukan amar ma’ruf nahi munkar untuk tujuan mencari kedudukan mulia atau kekuasaan. Janganlah ia melakukannya karena bermusuhan atau benci di hatinya pada orang yang diajak amar ma’ruf nahi munkar. Janganlah ia melakukannya dengan tujuan-tujuan semacam ini.
Kadang memerintahkan pada yang kebaikan itu dengan cara yang baik dan tidak membawa dampak jelek. Kadang pula mencegah kemungkaran dilakukan dengan baik tanpa membawa dampak jelek. Sebaliknya jika menghilangkan kemungkaran malah dengan cara yang mungkar pula (bukan dengan cara yang baik), maka itu sama saja seseorang ingin mensucikan khomr (yang najis kata sebagian ulama, pen), dengan air kencing (yang najis pula, pen). Siapa yang melarang kemungkaran namun malah dengan yang mungkar, maka itu hanya membawa banyak kerusakan daripada mendapatkan keuntungan. Kadang kerugian itu sedikit atau banyak. Wallahu a’lam.
***
Diterjemahkan dari risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, penjelasan firman Allah: Kuntum khoiro ummati ukhrijat linnaas dalam Al Majmu’atul ‘Aliyyah min Kutub wa Rosail wa Fatawa Syaikhul Islam Ibni Taimiyah, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama,, Muharram, 1422, hal. 62-65.
King Khalid Airport, Riyadh, KSA, 17th Shafar 1432 H (21/1/2011)
www.rumaysho.com
Kumpulan artikel selebaran media jum'at
Amalan Istimewa
Melihat kenyataan masyarakat kita dewasa ini, sangatlah menyedihkan dan memprihatinkan. Masyarakat yang mayoritas muslim, tetapi mayoritas pula dari mereka jauh dari ruh kehidupan Islamiyah, sifat keimanannya memudar, bahkan telah lemah.Hubungan mereka dengan Allah SWT dan Rasul-Nya terlihat semakin jauh. Hubungan dengan saudara semakin kurang harmonis. Terlihiat dari kurang adanya rasa kebersamaan dan kepedulian kepada sasama muslim baik dalam hal tolong menolong, nasihat menasehati, terutama sekali dalam melaksanakan amar makruf nahi
mungkar, mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran.
Cahaya Islamnya mulai redup. yang dikaruniai rizki yang berlebih hanya mencari kepuasan duniawi, mementingkan kepuasan pribadi dari pada membantu saudaranya yang tertimpa musibah. Yang punya kedudukan, jabatan tinggi memanfaatkan kariernya sebagai jalan untuk menimbun kekayaan keluarganya, sehingga mengambil jalau pintas dengan melakukan korupsi manipulasi dan tidak segan-segan berbuat khianat. Yang miskin pun karena terpaksa, akhirnya mereka mengemis karena tidak adanya kepedulian dari yang kaya, bahkan tidak malu lagi menjambret, merampok, dan berjudi. Kebanyakan dari mereka itu adalah saudara seiman kita, yang diperintahkan Allah SWT untuk melaksanakan amar makruf nahi mungkar, namun karena kelemahan imannya membuat mereka berperi-laku menyimpang dari ajaran Allah SWT dan Rasul-Nya. Naudzubillahi mindzalik.
Lemah Iman
Nabi SAW menempatkan perintah amar makruf nahi mungkar pada bagian amalan yang istimewa, karena perratah Allah SWT yang satu ini hanya diberikan kepada umat Nabi Muhammad SAW saja, tidak kepada umat yang terdahulu. Nabi SAW juga memberitahukan bahwa meninggalkan perintah ini adalah tanda-tanda lemah dan turunnya iman seseorang sebagaimana sabdanya: “Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka ia hams mencegah dengan tangannya, jika tidak mam-pu maka dengan lisannya dan jika tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu selemah-lemahnya iman“. (HR. Muslim).
Tingkat kesempurnaan iman seseorang dapat dilihat jelas dalam hadits di atas dalam hal mencegah kemungkaran. Pengertian “dengan tangannya” ialah dengan kekuasaan atau kehonnatannya (penguasa atau tokoh masyarakat). Sedang “dengan lisannya” yaitu mencegah dengan cara “dengan hatinya” artinya berdiam diri saja tidak melakukan tindakan apapun, sekedar membenci perbuatan mungkar dalam hati saja. Dan inilah tanda selemah-lemahnya iman. Termasuk golongan manakah kita, cobalah intropeksi diri!
Tugas Kita
Setiap muslim yang mengaku umat Nabi Muhammad SAW adalah berstatus mubaligh, pewaris dari Nabi SAW yang berkewajiban menyampaikan risalah yang dibawa oleh Nabi SAW. Adalah merupakan suatu kebodohan bila kita berpikir bahwa kewajiban berdakwah, melaksanakan amar makruf nahi mungkar ini hanya tugas kewajiban para ulama dan umaro (penguasa) sepenuhnya.
Ini adalah tugas kita semua untuk mengajak manusia dalam melaksanakan perintah Allah SWT yang dicontohkan Nabi SAW. Itulah tang-gung jawab kita semua, mengingat sebetulnya diri kita ini adalah pemiinpin, sesuai dengan sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya kalian semua adalah pemimpin. Kalian semua akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. ” (HR.Bukhari & Mus-hm). Simak juga firnan Allah SWT: “Orang-orang mukmin laki-laki dan orang-orang mukmin perempuan menjadi wali dari sebagaiannya, menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar“( Q.S.9:71).
Atas dasar itulah setiap diri muslim wajib mengamalkannya dalam rangka tawashau bit haq (nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran). Namun bila ada yang sudah dinasehati tidak mau mengikuti maka tidak ada dosa bagi orang yang menasihati, karena dia telah melaksanakan perintah amar makruf nahi mungkar yang kelak di pertanggung jawabkan di hadapan-Nya, sedangkan masalah tidak di dengar atau didengar atau tidak diamalkan oleh penerima nasihat bukan tanggung jawabnya.
Turun Azab
Meninggalkan amat makruf nahi mungkar dapat menyebabkan datangnya laknat dan kemarahan Allah SWT, diakibatkan kelalaian manusia yang tidak lagi mengenal apa yang menjadi tanggung jawab dan kewajibannya sebagai muslim, umat yang diberikan kehormatan oleh Allah SWT sebagai umat terbaik, sebagaimana tersurat dalam Al Qur’an (Q.S.3:110). Betapa pentingnya amar makruf nahi mungkar bagi umat Islam sebagai syarat utama menjadi umat terbaik dari pada umat laimya. Bila syarat itu tidak dipenuhi tidaklah berhak menyandang gelar khaira ummah (umat terbaik).
Di kalangan umat Islam masih banyak yang lalai dalam masalah agamanya. Banyak yang tidak peduli dengan perjudian yang marak dilakukan, perzinahan, pungli, atau pemerasan dan berbasai kemungkaran bin serta kemaksiatan yang terjadi di negeri ini. Nabi SAW mengingatkan: “Tiada seorangpun yang melakukan maksiat dan ia tinggal dalam suatu kaum, melainkan kaum tersebut tidak mencegah perbuatan orang itu padahal mereka mampu melainkan Allah SWT akan menurunkan azab kepada mereka sebelum mereka mati (yaitu di dunia didatangkan bencana) ” (HR ibnu Dawud, Ibnu Majah). Bagaimana dengan bencana yang beriringan menimpa negeri ini, benarkah merupakan azab Allah SWT.
Sumber : Lembar Risalah An-Natijah No.11/Thn.XIII 14 Maret 2008
MABADI KHAIRA UMMAH
Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan umat terbaik. Gerakan Mabadi Khaira Ummah merupakan langkah awal pembentukan “umat terbaik” (Khaira Ummah) yaitu suatu umat yang mampu melaksanakan tugas-tugas amar makruf nahi mungkar yang merupakan bagian terpenting dari kiprah NU karena kedua sendi mutlak diperlukan untuk menopang terwujudnya tata kehidupan yang diridlai Allah SWT. sesuai dengan cita-cita NU. Dan nahi mungkar, adalah menolak dan mencegah segala hal yang dapat merugikan, merusak dan merendahkan, nilai-nilai kehidupan dan hanya dengan kedua sendi tersebut kebahagiaan lahiriah dan bathiniyah dapat tercapai. Prinsip dasar yang melandasinya disebut “Mabadi Khaira Ummah”.
Kalimat Khaira Ummah diambil dari kandungan Al-Quran Surat Ali Imran ayat 110 yang berbunyi:
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.
1.Tujuan Mabadi Khaira Ummah
Sementara itu kebutuhan strategis NU dewasa ini pun semakin berkembang. NU telah tumbuh menjadi satu organisasi massa besar. Tetapi, meskipun tingkat kohesi kultural di antara warga tinggi, kita tidak dapat mengingkari kenyataan, betapa lamban proses pengembangan tata organisasinya. Di hampir semua tingkat kepengurusan dan realisasi program masih terlihat kelemahan manajemen sebagai problem serius. Menyongsong tugas-tugas berat di massa datang, persoalan pembinaan tata organisasi ini perlu segera ditangani.
Jika ditelaah lebih mendalam, nyatalah bahwa prinsip-prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi Khaira Ummah tersebut memang amat relevan dengan dimensi personal dalam pembinaan manejemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun organisasi sosial. Manajemen organisasi yang baik membutuhkan sumber daya manusia yang tidak saja terampil, tetapi juga berkarakter terpuji dan bertanggung jawab. Dalam pembinaan organisasi NU, kualitas sumber daya manusia semacam ini jelas dibutuhkan.
Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah tidak saja relevan dengan program pengembangan ekonomi, tetapi juga pembinaan organisasi pada umumnya. Kedua hal ini yang akan menjadi arah strategis pembangkitan kembali gerakan Mabadi Khaira Ummah kita nantinya, di samping bahwa sumber daya manusia yang dapat dikembangkan melalui gerakan ini pun akan menjadi kader-kader unggul yang siap berkiprah aktif dalam mengikhtiyarkan kemashlahatan umat, bangsa dan negara pada umumnya.
2. Butir-Butir Mabadi Khaira Ummah dan Pengertiannya
Yang perlu dicermati selanjutnya dalah perbedaan konteks zaman antara massa gerakan Mabadi Khaira Ummah pertama kali dicetuskan dan masa kini. Melihat besar dan mendasarnya perubahan sosial yang terjadi dalam kurun sejarah tersebut, tentulah perbedaan konteks itu membawa konsekuensi yang tidak kecil. Demikian pula halnya dengan perkembangan kebutuhan-kebutuhan internal NU sendiri. karenanya perlu dilakukan beberapa penyesuaian dan pengembangan dari gerakan Mabadi Khaira Ummah yang pertama agar lebih jumbuh dengan konteks kekinian.
Konsekuensi-konsekuensi dari berbagai perkembangan itu akan menyentuh persoalan arah dan titik tolak gerakan serta strategi pelaksanaannya. Di atas telah dijelaskan pengembangan kerangka tujuan bagi gerakan ini. Berkaitan dengan itu pula, diperlukan penyesuaian dan pengembangan yang menyangkut butir-butir yang dimasukkan dalam Mabadi khaira Ummah dan spesifikasi pengertiannya.
Jika semula Mabadi Khaira Ummah hanya memuat tiga butir nilai seperti telah disebut di atas, dua butir lagi perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan dan kebutuhan kontemporer. Kedua butir itu adalah al-‘Adalah dan al-Istiqamah. Dengan demikian, gerakan Mabadi Khaira Ummah kita ini akan membawa lima butir nilai yang dapat pula disebut sebagai “Al-Mabadi Al-Khamsah”. Berikut ini adalah uraian pengertian yang telah dikembangkan dari kelima butir “Al-Mabadi Al-Khamsah” tersebut disertai kaitan dengan orientasi-orientasi spesifiknya, sesuai dengan kerangka tujuan yang telah dijelaskan di atas:
1. As-Shidqu
Butir ini mengandung arti kejujuran / kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan. Kejujuran/ kebenaran adalah satunya kata dengan perbuatan, ucapan dengan pikiran. Apa yang diucapkan sama dengan yang di bathin. Jujur dalam hal ini berarti tidak plin-plan dan tidak dengan sengaja memutarbalikkan fakta atau memberikan informasi yang menyesatkan. Dan tentu saja jujur pada diri sendiri.
Termasuk dalam pengertian ini adalah jujur dalam bertransaksi dan jujur dalam bertukar pikiran. Jujur dalam bertransaksi artinya menjauhi segala bentuk penipuan demi mengejar keuntungan. Jujur dalam bertukar pikiran artinya mencari mashlahat dan kebenaran serta bersedia mengakui dan menerima pendapat yang lebih baik.
Tetapi dalam hal tertentu memang diperbolehkan untuk menyembuhkan keadaan sebenarnya atau menyembunyikan informasi seperti telah di singgung di atas. Diperbolehkan pula berdusta dalam menguasahakan perdamaian memecahkan masalah kemasyarakatan yang sulit demi kemaslahatan umum. Singkat kata: dusta yang dihalalkan oleh syara’ .
2. Al-Amanah wal-Wafa bil ‘ahd
Butir ini memuat dua istilah yang saling terkait, yakni al-amanah dan al-wafa’ bil ’ahdi. Yang pertama secara lebih umum maliputi semua beban yang harus dilaksanakan, baik ada perjanjian maupun tidak, sedang yang disebut belakangan hanya berkaitan dengan perjanjian. Kedua istilah ini digambungkan untuk memperoleh satu kesatuan pengertian yang meliputi: dapat dipercaya, setia dan tepat janji. Dapat dipercaya adalah sifat yang diletakkan pada seseorang yang dapat melaksanakan semua tugas yang dipikulnya, baik yang bersifat diniyah maupun ijtima’iyyah. Dengan sifat ini orang menghindar dari segala bentuk pembekalaian dan manipulasi tugas atau jabatan.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
sifat dapat dipercaya, setia dan tetap janji menjamin itegritas pribadi dalam menjalankan wewenang dan dedikasi tehadap tugas. Sedangkan al-amanah wal wafa bil ’ahdi itu sendiri, bersama-sama dengan ash-shidqu, secara umum menjadi ukuran kredebilitas yang tinggi di hadapan pihal lain: satu syarat penting dalam membangun berbagai kerjasama.
3. Al-‘Adalah
Bersikap adil (al’adalah) mengandung pengertian obyektif, proposional dan taat asas. Bitir ini mengharuskan orang berpegang kepad kebenaran obyektif dan memnempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Distorsi penilaian sangat mungkin terjadi akibat pengaruh emosi, sentimen pribadi atu kepentingan egoistic. Distorsi semacam ini dapat menjeruamuskan orang kedalam kesalahan fatal dalam mengambil sikap terhadap suatu persolan. Buntutnya suadah tentu adalah kekeliruan bertindak yang bukan saja tidak menyelesaikan masalah, tetapi bahkan menambah-nambah keruwetan. Lebih-lebih jika persolan menyangkut perselisihan atau pertentangan diantara berbagai pihak. Dengan sikap obyektif dan proporsional distorsi semacam ini dapat dihindarkan.
58. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.
Implikasi lain dari al-’adalah adalah kesetiaan kepada aturan main (correct) dan rasionalitas dalam perbuatan keputusan, termasuk dalam alokasi sumberdaya dan tugas (the right man on the right place). “Kebijakan” memang sering kali diperlukan dalam mengangani masalah –masalah tertentu. Tetapi semuanya harus tetap di atas landasan (asas) bertindak yang disepakati bersama.
4. At-Ta’awun
At-ta’awun merupakan sendi utama dalam tata kehidupan masyarakat : manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan pihak lain. Pengertia ta’awun meliputi tolong menolong, setia kawan dan gotong royong dalam kebaikan dan taqwa. Imam al-Mawardi mengaitkan pengertia al-birr(kebaikan) dengan kerelaan manusia dan taqwa dengan ridla Allah SWT. Memperoleh keduanya berarti memperoleh kebahagiaan yang sempurna. Ta’awun juga mengandung pengertian timbal balik dari masing-masing pihak untuk memberi dan menerima. Oleh karena itu, sikap ta’awun mendorong setiap orang untuk berusaha dan bersikap kreatif agar dapat memiliki sesuatu yang dapat disumbangkan kepada orang lain dan kepada kepentingan bersama.
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS. Al-Maidah [5] : 2)
5. Istiqamah
Istiqamah mengandung pengertian ajeg-jejeg, berkesinambungan, dan berkelanjutan. Ajeg-jejeg artinya tetap dan tidak bergeser dari jalur (thariqah) sesuai dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya, tuntunan yang diberikan oleh salafus shalih dan aturan main serta rencana-rencana yang disepakati bersama.
Kesinambungan artinya keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegaiatan yang lain dan antara satu periode dengan periode yang lain sehingga kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dan saling menopang seperti sebuah bangunan.
Sedangkan makna berkelanjutan adalah bahwa pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut merupakan proses yang berlangsung terus menerus tanpa mengalami kemandekan, merupakan suatu proses maju (progressing) bukannya berjalan di tempat (stagnant).
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” Kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang Telah dijanjikan Allah kepadamu”. (QS. Fushshilat [41]: 30)
Persaudaraan Dalam Islam: Tolong Menolong & Bantu Membantu
Assalamualaikum,
Saudara,
kita sambung lagi perbincangan kita atas tajuk di atas, dgn melihat
sedikit lagi ketetapan as-Sunnah. Di dalam al-Quran, Allah (a.w)
perintahkan orang iman supaya tolong menolong dan bantu membantu dalam
berbuat kebaikan dan ingat-mengingatkan supaya jangan bertolongan dalam
membuat kejahatan. Islam menyuruh umatnya bekerjasama, tolong menolong,
bantu membantu sesama orang iman dalam semua perkara kebaikan di dunia
dan demi kejayaan di akhirat.
Firman
Allah (a.w): ''Dan orang-orang mukmin lelaki dan orang mukmin perempuan
sebahagian adalah kekasih (atau mengasihi atau berkasih-kasihan)
sebahagian dgn sebahagian yg lain memerintahkan (yakni, menyuruh) kpd
kebaikan (maruf) dan melarang (yakni, mencegah dari) melakukanj
kemungkaran, dan mendirikan (yakni, mengerjakan) mereka solat, dan
mendatangkan (yakni, mengeluarkan) mereka zakat, dan mentaati Allah
(a.w) (yakni, ikuti ketetapan al-Quran) dan taatkan UtusanNya (Allah),
dan mereka itulah orang-orang yg disyangi Allah (a.w), sesungguhnya
Allah (a.w) itu adalah zat yag maka perkasa (yakni, mulia) lagi zat yg
maha menghukumi.' [Ayat 71, Surah at-Taubat]
Saudara, dalam ayat di atas itu, Allah (a.w) memerintahkan semua orang iman, lelaki dan peempuan, supaya pertama, tolong menolong sesama mereka dalam berbuat amal makruf atau kebaikan dan menjauhi dari membuat kemungkaran; kedua, menunaikan solat (yg fardu); ketiga,
mengeluarkan zakat (kerana zakat itulah sumber untuk membantu orang
iman yg dhaif, yg berhak menerima bantuan zakat (lapan asnaf), keempat, mentaati Allah (a.w) dgn mengikuti segala ketetapan al-Quran; dan kelima,
mentaati Utusan Allah (a.w), yakni Rasulallah (s.a.w) (yakni, ikuti
ketetapan as-Sunnah),kerana Rasulallah (s.a.w) adalah contoh ikutan
terbaik dalam mengabdikan diri kpd Allah (a.w) dan dalam menunjukkan
jalan terbaik bagaimana melaksanakan segala perintah Allah (a.w) sebagai
seorang Islam dan orang Islam yg beriman.orang-orang iman yg
melaksanakan setiap perintah yg disebutkan dalam ayat di atas itu
berjaya disayangi Allah (a.w). Orang yg disayangi Allah (a.w) adalah
orang yg akan berjaya di akhirat kelak. [Nota: Ayat ini ditujukan
kpd orang iman (lelaki dan perempuan). Jelaslah, Islam saja tak cukup
yg penting hendaklah menjadi orang Islam yg beriman. Hanya orang iman yg
mudah ditolong oleh Allah (a.w).]
Diriwayatkan
hadith dari Abu Musa (al-Asya'ari) hadith dari Nabi (s.a.w) bersabda:
'Seorang iman dgn orang iman yg lain adalah seumpama binaan (atau,
bangunan), menguatkan sebahagian dgn sebahagian yg lain (menjadikan
bangunan itu tegak tersergam dan kokoh, tidak mudah tumbang dalam apa
keadaan sekalipun), kemudian Rasulallah (s.a.w) menggenggam kedua-dua
telapak tangannya tertutup (menganyam) jari kanan dicelah jari yg kiri
(sebagai menunjukkan hubungan erat antara setiap jari dalam genggaman
tersebut sebagai melambangkan kekuatan solidarity dalam Islam).' [Hadith
Bukhari, Kitab Adab]
Saudara,
Rasulallah (s.a.w) menggambarkan solidarity dalam Islam itu dgn
menyimpulkan jari-jari kedua tangannya digenggam sebagai mendemokan
kekuatan persaudaran sesama Islam itu. Diibaratkan umat Islam yg beriman
itu seumpama satu binaan atau bangunan, setiap bahagian binaan itu
memperkokohkan dan memperkuat satu sama lain - ada fundation, ada tiang,
ada dinding, ada bahagian yg memperkuatkan atap dan silingnya,
kesemuanya berfungsi untuk mengokohkan binaan atau bangunan tersebut.
Malangnya
hari ini, umat Islam di Malaysia tidak bersatu padu, berpecah belah,
direnggangkan perpaduan umat Islam kerana pertimbangan sempit seperti
politik and fahaman keugamaan. Dalam perkara ugama, berpegang kpd
fahaman dan aliran ugama yg dicipta manusia spt kemazhaban, melemahkan
Islam dan umat Islam. kalau kesemua umat Islam di Malaysia ini dilmukan
dgn al-Quran dan as-Sunnah, pastilah umat Islam akan padu sebagaimana
padunya umat Islam zaman awal ketika Rasulallah (s.a.w) dan para
khalifah memimpin umat Islam, rukyah umat Islam mentaai kepimpinan Islam
dan para ulama' memandu dan menasihati glongan kepimpinan dan golongan
kepimpinan pula memimpin jema'ah umat Islam berdasarkan al-Quran dan
s-Sunnah dan orang yg diberi amanah mengilmu danmembimbing umat Islam
berilmu dan fahamam tntuan Islam dan syariatnya berdasarkan hanya
al-Quran dan as-Sunnah sudah pasti kesepaduan Islam itu kental. Dan,
sudah pasti juga mereka tidak mudah dipecahkan dan dipisahkan oleh apa
juga pertimbangan, dan bangsa lain dan pengaut ugama lain pastinya
menggeruni Islam.
Jazakallahu khairah