Berapa Lama Suami Boleh Bepergian Meninggalkan Istrinya?
Assalamu’alaikum…
Wahai Syaikh, berapa lamakah seorang suami boleh bepergian meninggalkan istrinya? Misalnya ia pergi ke luar negeri untuk bekerja? Memang sebagai istri kita suka suami sukses dan mendapatkan ekonomi yang lebih baik untuk masa depan keluarga, namun istri juga butuh nafkah batin…
Wahai Syaikh, berapa lamakah seorang suami boleh bepergian meninggalkan istrinya? Misalnya ia pergi ke luar negeri untuk bekerja? Memang sebagai istri kita suka suami sukses dan mendapatkan ekonomi yang lebih baik untuk masa depan keluarga, namun istri juga butuh nafkah batin…
Wa’alaikum salam warahmatullah
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ
مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ
اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ المُصْطَفَى وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًا
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pertanyaan ini sangat penting di zaman yang sering kali orang
mengabaikan agamanya dan pada saat yang sama mengabaikan
kewajiban-kewajibannya.
Hal mendasar yang perlu dipahami adalah,
pernikahan bukanlah sekedar menyatukan dua insan untuk eksis dan
berdaya secara finansial. Lebih dari itu, tujuan pernikahan dalam Islam
adalah terealisasinya ketenangan, cinta dan kasih sayang bagi pasangan
suami istri. Lebih tepatnya: sakinah, mawaddah wa rahmah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Rum : 21)
Salah satu hal yang membuat suami istri
tenang, tenteram, adalah ketika kebutuhan biologisnya terpenuhi. Hal ini
tidak dapat dipenuhi selain dengan pernikahan. Karenanya, kebersamaan
suami istri dalam rangka menunaikan hak dan kewajibannya, termasuk hak
dan kewajiban biologis ini, menjadi niscaya. Kalaupun suami istri
berpisah karena alasan tertentu, khususnya dalam rangka bekerja, harus
ada waktu-waktu tertentu untuk bertemu dan menunaikan hak kewajibannya
masing-masing.
Sampai berapa lamakah maksimal waktu
itu? Profesor Fiqih Universitas Al Azhar Syaikh Dr Su’ad Shalih
mengatakan, “Batas maksimum suami diperbolehkan berada jauh dari
istrinya adalah empat bulan, atau enam bulan menurut pendapat para ulama
Hanbali. Ini adalah periode maksimum seorang wanita dapat bertahan
pemisahan dari suaminya.”
Syaikh Su’ad menambahkan, suatu malam
ketika Khalifah Umar bin Khattab berkeliling Madinah beliau mendengar
seorang wanita bersyair:
Malam ini panjang, berselimut dingin dan kegelapan;
Saya tidur sendiri tanpa teman
Demi Allah, seandainya bukan karena takut kepada-Nya
Niscaya ranjang itu sudah bergoyang
Saya tidur sendiri tanpa teman
Demi Allah, seandainya bukan karena takut kepada-Nya
Niscaya ranjang itu sudah bergoyang
Setelah menyelidiki, Umar menemukan
bahwa suami wanita tersebut telah ditugaskan di kelompok militer untuk
waktu yang lama. Umar kemudian bertanya putrinya, Hafsah, janda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berapa lama seorang perempuan dapat
bertahan ditinggal pergi suaminya?”
“Empat bulan,” jawab Hafshah.
“Empat bulan,” jawab Hafshah.
Lantas Umar pun memutuskan bahwa ia
tidak akan mengirim pria yang sudah menikah jauh dari istrinya untuk
jangka waktu lebih dari empat bulan.
Syaikh Su’ad mengecualikan untuk istri
yang merelakan suaminya pergi lebih dari empat bulan. Menurutnya,
asalkan istri merelakannya dan merelakan hak tersebut, maka sah-sah saja
suami pergi lebih lama dari empat bulan.
Sementara itu, Mufti Ibrahim Desai
menambahkan, “Seseorang yang sudah menikah bisa tinggal jauh dari
istrinya selama periode yang disepakati bersama. Namun, jika istri tidak
senang suaminya lama pergi jauh darinya, maka suami harus bertemu
istrinya setidaknya sekali setiap empat bulan.
Wallahu a’lam bish shawab. [onislam.net/keluargacinta.com]
Bentuk Laki-laki Dayuts di Zaman Modern
Rasulullah mensabdakan, ada tiga orang yang tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat. Salah satunya adalah dayuts, yaitu laki-laki yang tidak punya rasa cemburu terhadap istrinya. Perbuatannya disebut diyatsah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ
“Ada tiga orang yang tidak akan
dilihat Allah pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang
tuanya, wanita yang meniru gaya laki-laki, dan dayuts.” (HR. An Nasa’i dan Ahmad)
Menurut Kamus Al Misbah, dayuts adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap istrinya.
Bagaimana bentuk perbuatan diyatsah atau sikap laki-laki dayyuts di zaman modern? Berikut ini contoh dan tingkatannya:
Membiarkan istrinya tidak menutup aurat
Menutup aurat adalah wajib. Tidak ada
satu pun ulama yang mengingkari kewajiban menutup aurat. Sedangkan aurat
wanita menurut jumhur ulama adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan
telapak tangan. Persis sama dengan yang wajib ditutup saat shalat.
Termasuk aurat adalah rambut. Maka
menutup rambut dengan kerudung, jilbab atau apapun namanya adalah wajib
bagi muslimah. Jika ada laki-laki yang membiarkan istriya tidak
berjilbab, tidak menutup aurat, maka ia termasuk berbuat diyatsah.
Ada pula laki-laki yang membiarkan
istrinya bukan hanya tidak berjilbab, tetapi juga membuka sebagian
anggota tubuhnya dengan memakai t-shirt, tank top, rok pendek, hot pan,
dan sejenisnya. Yang membuka banyak aurat dan memancing syahwat
laki-laki. Laki-laki seperti ini, ia semakin dekat dengan status
dayyuts.
Menyuruh istrinya membuka aurat
Membiarkan istri membuka aurat adalah
perbuatan diyatsah. Laki-laki yang membiarkan istrinya tidak berjilbab
berarti telah berbuat diyatsah. Apalagi jika laki-laki itu malah
menyuruh istrinya melepas jilbab, berarti ia semakin dekat dengan
dayyuts.
Tingkatan yang lebih parah, jika
laki-laki menyuruh istrinya memakai pakaian yang memperlihatkan lebih
banyak auratnya hingga semakin memancing syahwat laki-laki lain.
Membiarkan istrinya pamer aurat di internet & media sosial
Jika membiarkan istri membuka aurat di
sekitar rumah, maka yang melihat adalah tetangga dan orang-orang
terbatas di sekitarnya. Tetapi begitu seorang wanita membuka auratnya
dan dipamerkan di internet atau media sosial, maka seluruh dunia bisa
menikmatinya. Maka laki-laki yang membiarkan istrinya berbuat demikian,
maka dia termasuk laki-laki dayyuts. Tidakkah ia cemburu dengan istrinya
yang auratnya dipelototi jutaan orang?
Membiarkan istrinya ikhtilath
Termasuk bentuk sikap laki-laki dayyuts
di zaman modern adalah membiarkan istrinya melakukan ikhtilath dan tidak
timbul kecemburuan sama sekali di hatinya, tidak pula ia mencoba
melarang dan menasehatinya.
Umumnya, ini terjadi pada wanita yang
telah membuka aurat kemudian bergabung dengan komunitas-komunitas
antar-jenis baik karena ikatan hobi atau pertemanan. Cirinya, pada
komunitas itu hubungan laki-laki dan perempuan tidak dijaga dengan baik
sehingga memungkinkan saling pandang, saling mencandai, hingga
bersentuhan fisik dan cipika cipiki.
Mengeksploitasi istrinya
Ada pula yang karena motif ekonomi,
laki-laki mengeksploitasi istrinya melakukan pekerjaan yang membuatnya
membuka aurat, melakukan ikhtilath dan memancing syahwat. Misalnya
menyuruh istrinya menjadi penyanyi dan penari. Sehingga istrinya
menghibur laki-laki lain, bergoyang di depan umum, dan sejenisnya.
Membiarkan istrinya (mendekati) zina
Yang paling parah dari tingkatan dayyuts
adalah laki-laki yang membiarkan istrinya berzina. Mungkin tidak secara
langsung membiarkannya berzina di depan mata. Tetapi dengan cara
membiarkan istrinya bebas bergaul dengan laki-laki lain, mojok, dugem,
pergi ke tempat-tempat maksiat dan sebagainya yang kemudian menjadi
sarana dan ‘jalan’ bagi istrinya berbuat zina. Na’udzu billah.
Semoga kita dijauhkan Allah dari perbuatan diyatsah dan dijauhkan Allah dari status laki-laki dayyuts. [Muchlisin BK/keluargacinta.com]
Meskipun Bertengkar, Jangan Ucapkan 3 Hal Ini pada Pasangan Hidup Anda
Kehidupan suami istri dalam sebuah
keluarga bukanlah kehidupan surga yang hanya berisi kenikmatan dan suka
cita. Seromantis apapun suami istri, sesakinah apapun keluarga, suatu
saat pasti ada masalahnya. Kadang suami istri berselisih dalam satu hal,
atau ‘bertengkar’.
Perselisihan atau ‘pertengkaran’ yang
sesekali terjadi pada suami istri bukanlah hal yang fatal. Sepanjang
bisa mengendalikan diri dan mengontrol kata-kata. Nah, agar perselisihan
atau ‘pertengkaran’ tidak berkepanjangan, tidak membawa luka mendalam
serta tidak merusak hubungan cinta dan kasih sayang, suami istri perlu
menghindari tiga ucapan ini:
Ancaman
Suami istri harus menghindari kata-kata
yang bernada ancaman. Sebab ancaman hanya makin menyulut kemarahan
pasangan hidup kita dan masalah berkepanjangan. Kalaupun ancaman
meredakan masalah secara temporer, ia membekaskan kekhawatiran di jiwa
pasangan hidup kita.
Kata-kata seperti “Awas, kalau kamu
tidak berubah, aku akan pergi dari rumah ini” atau “Jika kamu mengulangi
hal itu lagi, aku akan mengusirmu dari rumah ini” harus dihindari.
Betapa banyaknya keluarga yang berantakan setelah suami mengeluarkan
ancaman semacam ini, kemudian istrinya menjawabnya dengan ancaman pula.
“Oke, kalau begitu aku akan pulang ke rumah orangtuaku.”
Yang lebih berbahaya, jika suami
mengancam dengan menggunakan kata “cerai.” Seperti kalimat: “Kalau
begini caranya, aku akan menceraikanmu.”
Rasulullah mengingatkan tentang kata-kata cerai ini.
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius, yakni nikah, talak dan rujuk” (HR. Abu Daud)
Imam Nawawi menjelaskan, “Orang yang mentalak dalam keadaan ridha, marah, serius maupun bercanda, talaknya tetap jatuh”
Ungkapan kebencian
Meskipun sedang marah atau ‘bertengkar’
dengan pasangan, hindari kata-kata “Aku benci kamu.” Sebab, disadari
atau tidak, kata-kata ungkapan kebencian ini bisa sangat membekas di
hati pasangan hidup, khususnya ketika diucapkan oleh seorang suami
kepada istrinya. Sang istri akan merasa bahwa suaminya sudah tak lagi
mencintainya. Dan ini berbahaya bagi kehidupan pernikahannya.
Bahkan, bekas sayatan hati karena
ungkapan benci ini akan terus terbawa dalam benak istri meskipun
kemarahan sudah mereda, pertengkaran sudah selesai, dan permalasahan
sudah teratasi. Salah satu tandanya, ketika ada hal yang tak diinginkan
dari suami, istri teringat kembali akan kata-kata itu. Para suami perlu
menyadari bahwa wanita adalah makhluk perasa. Sensitif perasaannya.
“Selalu” dan “Tidak Pernah”
Kata-kata ini juga perlu dihindari.
“Selalu” dan “tidak pernah.” Misalnya ketika suami istri bertengkar
gara-gara anaknya yang masih SD terlambat sekolah. “Ini gara-gara kamu,
kamu selalu terlambat menyiapkan sarapan,” kata suami. Padahal, dalam
satu pekan atau satu bulan, baru kali itu sang istri terlambat
menyiapkan sarapan. Itu pun karena dirinya tidak enak badan.
Sedangkan penggunaan kata “tidak pernah”
umumnya lebih sering dipakai wanita. Ketika marah kepada suaminya, ia
mengatakan “Engkau tidak pernah membahagiakanku”, “Kau tidak pernah
memberiku nafkah yang layak” dan seterusnya.
Kata-kata “tidak pernah” ini merupakan
bentuk pengingkaran atas kebaikan pasangan hidup kita. Dan karena ini
banyak digunakan wanita, inilah yang menyebabkan kebanyakan penghuni
neraka adalah
wanita. Sebagaimana sabda Rasulullah:
وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Dan aku melihat neraka. Aku belum
pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari itu. Aku lihat
ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya,
“Mengapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada
beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab,
“(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan
(suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri
kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada
sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku
sama sekali tidak pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/keluargacinta.com]
10 Hal yang Paling Diharapkan Istri dari Suaminya
Terkadang, suami tidak peka bahwa
istrinya mengharapkan banyak hal darinya. Sementara sang istri kadang
‘canggung’ untuk mengungkapkan apa yang ia harapkan dari suaminya.
Nah, agar suami istri makin harmonis
hingga terbentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, para suami perlu
mengetahui bahwa 10 hal yang paling diharapkan istri darinya. Bagi para
istri, Anda bisa mengoreksi poin-poin ini, dan bisa pula menambahkan
daftar berikutnya yang lebih sesuai dengan kondisi Anda.
Kasih sayang
Hal yang paling diharapkan istri dari
suami adalah kasih sayang. Istri ingin dicintai dan dikasihi, istri
ingin disayang. Banyak suami sebenarnya telah mencintai istrinya dengan
tulus dan setia. Namun karena perbedaan cara mengungkapkan cinta antara
pria dan wanita, cinta yang tulus dan setia itu belum dirasakan
sepenuhnya.
Suami merasa bahwa ia bekerja keras
mencari nafkah –bahkan hingga pulang larut malam—adalah pernyataan
cintanya pada istri. Sementara istri mengharapkan suami menyatakan
cintanya secara verbal, semacam “aku cinta kamu”, ketika pergi keluar
kota atau lembur kerja menelepon atau kirim SMS/BBM/WA yang menyatakan
ia rindu, sering mengecup keningnya, mengandeng tangan, memeluk mesra,
mencium dan sebagainya.
Perhatian
Cinta adalah memberi. Pemberian cinta yang pertama adalah perhatian. Demikian kira-kira Anis Matta dalam buku Serial Cinta.
Istri sangat mengharapkan perhatian dari
suaminya. Saat penampilannya berubah –sesungguhnya ia sedang
mempercantik diri untuk membahagiakan suami—ia sangat suka jika suaminya
meresponnya dengan positif. Saat ia terlihat lelah, ia suka jika
suaminya memijitnya, minimal menanyakan mengapa terlihat lelah. Apalagi
jika istri sedang sakit atau menghadapi masalah. Respon suami adalah
bentuk perhatian yang disukai sekaligus diharapkan istri.
Pengertian
Istri manapun pasti berharap suaminya
pengertian. Dalam arti, pertama-tama, sang suami menerima dan
mencintainya apa adanya. Selanjutnya, baru sang suami mentarbiyahnya,
mengajaknya tumbuh bersama.
Harapan ini mulai dari hal-hal yang
cukup mendasar hingga hal-hal yang masuk dalam kategori selera. Misalnya
istri berasal dari daerah pantai. Tentu sebagai orang pantai ia
terbiasa bicara keras untuk melawan ombak. Saat suami menjadikannya
istri, ia harus pengertian dengan kondisi ini. Tidak langsung mencela
istrinya sebagai wanita kasar atau kurang sopan. Sambil, secara bertahap
suami memahamkan bahwa kini mereka tinggal di kota, misalnya, volume
bicara perlu disesuaikan.
Contoh pengertian dalam hal selera
adalah makanan. Misalnya istri suka makan pedas dan terbiasa masak
pedas. Sedangkan suami tidak suka makan pedas. Maka tidak bijaksana jika
suami memaksa istrinya langsung berubah selera. Istri lebih suka jika
suaminya pengertian, mengatakannya dengan lemah lembut dn mensiasati
misalnya sambal disendirikan, atau jika tidak memungkinkan dibuat dua
versi masakan berbeda.
Jadi Imam
Ar rijaalu qawwaamuuna ‘alan nisaa’.
Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Firman Allah ini pasti disadari
betul oleh setiap wanita yang beriman. Sekaligus merupakan fitrah wanita
mengharapkan suaminya menjadi pemimpin, menjadi imam dalam keluarga.
Suami sebagai imam yang diharapkan istri
dalam rumah tangganya, bukan sekedar kepala keluarga yang
bertanggungjawab atas nafkah. Tetapi lebih dari itu, ia bisa memimpin
dan mengarahkan istri dan anak-anak menjadi lebih baik. Ia bisa
mengingatkan istrinya saat istri salah, bisa memotivasi istrinya saat
istri merasa lemah, dan juga bisa menjadi teladan bagi istri dan
anak-anak.
Apresiasi
Istri mengharapkan apresiasi dari
suaminya; atas apa yang ia lakukan, atas apa prestasi yang ia capai,
bahkan atas ide-ide dan pemikirannya. Apresiasi itu bentuknya bisa
bermacam-macam. Mulai dari ucapan terima kasih, memujinya, hingga
memberinya hadiah.
Misalnya istri telah berdanda sedemikian
rupa di malam hari. Suami perlu mengapresiasinya dengan memuji
istrinya. Jangan sampai ia telah berhias cantik di malam hari, lalu sang
suami cuek begitu saja. Tanpa kata tanpa aksi langsung meninggalkannya
ke alam mimpi.
Pun saat anak-anak meraih prestasi
tertentu; hafalan bertambah, lebih mandiri, hingga prestasi akademik.
Sesungguhnya semua itu tak lepas dari peran istri. Maka berterima kasih
padanya atau memujinya akan membuat dirinya bahagia.
Waktu berkualitas
Istri tidak hanya butuh nafkah dhahir
berupa materi. Yang lebih dibutuhkan istri adalah waktu berkualitas. Apa
artinya uang banyak, harta berlimpah, tetapi suami jarang di rumah. Ia
habiskan waktunya mencari materi, sementara istri merasa menjadi janda
meskipun suaminya masih ada dan anak-anak merasa yatim meskipun ayah
mereka masih ada. Sebabnya karena kehadiran suami secara psikologis
tidak didapatkan istri. Kehadiran ayah secara psikologi tidak dirasakan
oleh anak-anak.
Saling membantu
Wanita memang memiliki kemampuan yang
luar biasa; multitasking. Ini salah satu perbedaan pria dan wanita.
Namun, jika semua pekerjaan diserahkan kepada istri, tentu istri sangat
terbebani. Ia berharap suaminya juga membantunya. Terlebih, jika mereka
memang hidup tanpa pembantu/khadimat. Misalnya istri yang menyapu, suami
yang mengepel. Istri yang mengajari anak belajar bahasa Indonesia,
suami yang mengajari matematika.
Mendukung dan membela istri
Istri, berapapun usianya, pasti memiliki
keinginan. Memiliki cita-cita. Ingin berkembang. Ingin lebih baik.
Asalkan keinginan dan cita-cita itu baik, suami perlu mendukungnya.
Pun saat istri menghadapi tantangan atau
masalah. Dukungan suami sangat diharapkan. Terlebih saat hamil atau
persalinan, suami perlu mendukungnya agar istrinya kuat dan kokoh. Saat
ada masalah, suami harus mendukung dan membelanya
Nafkah biologis
Kebutuhan yang hanya bisa dipenuhi
melalui pernikahan ini mutlak diharapkan oleh istri, khususnya ketika
usianya masih muda; belum menopouse. Terkadang karena kesibukan,
suami menjadi jarang memberikan nafkah biologis kepada istrinya.
Padahal, nafkah ini dalam kondisi umum perlu dinikmati bersama empat
hari sekali (diqiyaskan dengan satu suami memiliki empat istri). Pada
pasangan monogami di usia muda, intensitas normalnya sepekan tiga sampai
empat kali. Tentu dengan kualitas yang baik pula.
Momen spesial
Istri sangat suka jika suaminya
mengingat momen-momen penting. Ia menjadi merasa dihargai dan disayang.
Misalnya tanggal pernikahan, tanggal lahir istri, tanggal lahir anak,
dan sebagainya. Saat suami memberikan hadiah surprise di momen-momen istimewa, istri pasti merasa sang suami sangat perhatian dan cinta padanya. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com]
4 Nasehat Nabi untuk Para Suami
Empat nasehat ini dikutip Syaikh Fuad Shalih dalam bukunya Liman Yuriidu Az Ziwaaj wa Tazawuj.
Sebagai ulama dan penulis buku pernikahan, beliau merasa perlu
mencantumkan hadits ini agar para suami berbenah diri; tidak hanya
menuntut istri mempersembahkan yang terbaik bagi dirinya, tetapi juga ia
mempersembahkan yang terbaik untuk istrinya.
Empat nasehat ini secara khusus mengajarkan suami untuk berpenampilan menarik di rumah. Syaikh Fuad Shalih mengatakan:
Hal ini diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Cucilah bajumu, rapikan rambutmu, gosoklah gigimu, dan berhiaslah untuk istrimu.”
Cucilah Bajumu
Nasehat pertama ini memiliki dua dimensi. Dimensi pertama ada pada proses. Dimensi kedua terletak pada hasilnya.
Sebagai sebuah proses, “cucilah bajumu”
berarti berbagi dengan istri dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
domestik, khususnya bagi keluarga yang tidak memiliki khadimat.
Mencuci baju tidak dibebankan kepada istri saja, melainkan suami juga
melakukannya. Baik mencuci dengan tangan maupun dengan mesin cuci.
Konsep berbagi peran inilah yang diteladankan oleh Rasulullah. Kendati
beliau adalah Nabi, pemimpin negara, qiyadah dakwah dan panglima perang,
beliau menyempatkan diri untuk membantu istri-istrinya menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Ditinjau dari dimensi hasil, “cucilah
bajumu” membuat suami tampil dengan pakaian rapi di depan istrinya.
Tidak kusut. Tidak menyebalkan.
Mungkin sebagian suami tidak merasa
perlu tampil rapi di hadapan suaminya, terkebih ketika malam tiba.
Namun, jika ia menuntut istrinya tampil prima di depannya, mengapa ia
tidak menuntut dirinya melakukan hal yang sama? Bukankah Islam
menjunjung keadilan? Kita para suami kadang belum juga mengerti bahwa
wanita itu tidak selalu mencurahkan perasaannya kepada suami. Ia kadang
menyimpannya di hati dan berusaha menyabarkan diri. Saat kita para suami
dengan mudah mengatakan “Pakaialah baju yang indah”, para istri hanya
menahan sabar melihat kita menghampirinya dengan baju berbau. Mari kita
berusaha berubah. Menjadi suami yang lebih rapi di depan istri.
Rapikan rambutmu
Ketika berangkat kerja, ketika pergi ke
kantor, ketika hendak syuro, ketika mau mengisi pengajian, kita para
lelaki yang katanya tidak suka dandan, minimal merapikan rambut. Lalu
saat hanya berdua dengan istri, mengapa kita tidak melakukan hal serupa?
Bukankah jika begitu kita lebih mengutamakan orang lain daripada istri
kita sendiri? Padahal rekan-rekan kerjanya tidak memasakkannya.
Teman-temannya juga tak bisa merawatnya ketika ia sakit. Yang setia
menemani, yang setia merawat adalah istri. Dan tidak ada orang lain yang
bisa menghangatkannya di kala kedinginan kecuali istrinya sendiri. Lalu
mengapa kita sebagai suami justru tak bisa tampil rapi saat bersamanya?
Gosoklah gigimu
Bau mulut adalah satu hal yang
mengganggu komunikasi dan menjadi pembatas kedekatan. Ketika seorang
suami tak suka istrinya mengeluarkan bau saat ia berbicara, demikian
pula istri sebenarnya tak suka jika suaminya menghampirinya dengan bau
yang tak sedap.
Adalah junjungan kita yang mulia,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, setiap akan masuk rumah, beliau
bersiwak terlebih dahulu. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim,
Bunda Aisyah menjadi saksi kebiasaan Rasulullah ini. Ketika ditanya,
“Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki
rumahnya?” Beliau menjawab: ”Bersiwak”.
Maka sungguh nasehat ini harus
dikerjakan oleh para suami. Hendaklah ia rajin bersiwak atau menggosok
giginya. Jika berduaan dengan istri, pastikan sudah gosok gigi. Pastikan
tak ada bau yang mengganggu. Hingga curhat pun menjadi mengasyikkan.
Hingga berduaan pun jadi penuh kemesraan.
Dan lebih dari itu, menggosok gigi atau
bersiwak mendatangkan dua kebaikan. Kebersihan dan kesehatan mulut,
serta mendatangkan keridhaan Tuhan. “Bersiwak itu membersihkan mulut dan
membuat Tuhan ridha” (HR. Al Baihaqi dan An Nasa’i)
Berhiaslah untuk istrimu
Para sahabat Nabi adalah suami-suami
yang terdepan dalam mengamalkan nasehat ini. Ibnu Abbas mengatakan, “Aku
suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka istriku berhias
untukku”
Mengapa demikian, karena Ibnu Abbas
yakin, “Sesungguhnya berhiasnya suami di hadapan istrinya akan membantu
istri menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki selain suaminya.
Berhiasnya suami di hadapan istrinya juga makin mendekatkan hati
keduanya.”
Jika para sahabat yang sibuk berdakwah
dan berjihad tidak lalai berhias untuk istrinya, bagaimana dengan kita?
Semoga bisa meneladani mereka. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com]
3 Kriteria Wanita Baik Hati dan Membahagiakan Menurut Nabi
Setiap laki-laki yang belum menikah
pasti menginginkan istrinya kelak adalah wanita baik hati dan
membahagiakan. Bagaimana kriterianya? Dalam bab pernikahan, ada tiga
kriteria wanita baik hati menurut Nabi. Kriteria ini juga perlu
diketahui oleh muslimah untuk memperbaiki dirinya sehingga layak disebut
Rasulullah sebagai wanita baik hati.
إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيرَ خِطْبَتِهَا وَتَيْسِيرَ صَدَاقِهَا وَتَيْسِيرَ رَحِمِهَا
“Diantara tanda wanita yang baik hati dan membahagiakan adalah mudah khitbahnya, mudah maharnya, dan mudah rahimnya” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)
Mudah Khitbahnya
Ada kalanya wanita sangat sulit
dikhitbah. Meskipun sudah datang lelaki shalih dan hatinya condong
kepadanya, ia menyulitkan laki-laki tersebut untuk mengkhitbahnya karena
mensyaratkan begini dan begitu. Mensyaratkan membawa ini dan membawa
itu.
Umumnya, wanita yang menyulitkan khitbah
ini karena keluarganya memiliki ‘SOP’ yang rumit terkait khitbah dan
nikah. Memilih hari berdasarkan perhitungan ‘hari baik – hari nahas’
termasuk bagian dari menyulitkan khitbah. Mensyaratkan materi mahal dan
tata cara rumit juga termasuk bagian dari menyulitkan khitbah.
Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu punya
cara bagaimana mengetahui wanita yang mudah dikhitbah. Ia cukup
mengatakan, ”Aku Bilal bin Rabah. Seorang sahabat Rasulullah. Dulu aku
orang yang sesat, tetapi Allah telah menuntunku. Dahulu aku seorang
budak dari Habasyah, tetapi Allah telah membebaskanku. Kedatanganku ke
sini ingin melamar… Jika lamaranku diterima aku akan katakan
Alhamdulillah, tetapi jika lamaranku ditolak, aku akan mengatakan Allahu
Akbar!”
Mudah Maharnya
Kriteria kedua adalah mudah maharnya.
Meskipun Islam memuliakan wanita dengan menyerahkan mahar kepadanya
serta tidak membatasi jumlah maharnya, banyak contoh dari generasi
pertama umat ini betapa mereka memudahkan mahar. Ada diantara mereka
yang maharnya baju besi, ada pernikahan dengan mahar sepasang sandal,
cincin besi, ada pula yang maharnya membaca Al Qur’an. (baca: Mahar Unik di Zaman Nabi)
Di negeri kita, urusan mahar umumnya
mudah. Banyak pengantin yang maharnya seperangkat alat shalat meliputi
mukena, sajadah dan sejenisnya. Namun ada pula yang meminta mahar yang
menyulitkan; bisa karena jumlahnya yang sangat besar, atau jumlahnya
yang membuat calon suami kerepotan. Misalnya nikahnya pada tanggal 22
November 2014, ia meminta mahar uang sejumlah Rp 22.112.014,-
Mudahnya mahar ini juga mengundang
keberkahan tersendiri. Sebagaiamana disebutkan pada hadits lain yang
dicantumkan Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah bahwa pernikahan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya.
Mudah rahimnya
Mudah rahimnya maksudnya adalah subur,
mudah hamil dan melahirkan. Jika dua kriteria sebelumnya mudah dilihat
dan membuat calon suami bahagia sejak awal, kriteria ketiga ini sulit
dilihat dan pengaruhnya pada kebahagiaan setelah pernikahan berjalan
sekian lama.
Jika dua kriteria sebelumnya merupakan
sikap wanita yang bisa dituntut untuk menjadi seperti itu, kriteria
ketiga ini laksana ‘misteri’ dan seorang wanita tidak berdosa jika tidak
berhasil memenuhinya manakala itu menjadi takdirnya.
Meskipun seperti ‘misteri’ dan tidak
dapat diketahui secara pasti, namun ada cara untuk melihat apakah
seorang wanita termasuk ‘mudah rahimnya’ atau tidak. Sedikitnya, ada 5
cara untuk mengetahuinya. (baca: 5 cara mengetahui wanita subur)
Jika pada dua kriteria sebelumnya
seorang muslimah dapat memperbaikinya secara langsung melalui perubahan
pemahaman dan sikap, pada kriteria ketiga ini ikhtiar yang bisa
dilakukan seorang muslimah sebatas menjaga kesehatan agar tidak terkena
penyakit yang berdampak pada kesuburan, mengkonsumsi makanan yang
mendukung kesuburan serta banyak berdoa. Yakinlah, Allah Subhanahu wa
Ta’ala Maha Mengabulkan doa hambanya. Mintalah dengan sungguh-sungguh
kepadaNya agar menjadi bagian pemegang saham dari kebanggan Rasulullah
akan banyaknya umat beliau. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com]
KREDIT BLOG KELUARGA CINTA
Tiada ulasan:
Catat Ulasan