Adab Uzlah(pengasinan Diri)
KITAB ADAB AL UZLAH ( Pengasingan Diri)J2K06
كتاب آداب العزلة
وهو الكتاب السادس من ربع العادات من كتب إحياء علوم الدين
بسم الله الرحمن الرحيم
Iaitu kitab Keenam Dari Rubu Adat Kebiasaan Dari kitab Ihya Ulumuddin
Segala
pujian bagi Allah yang amat membesarkan nikmat kepada makhluq-Nya yang
terbaik dan terbersih, dengan Ia memalingkan seluruh cita-cita mereka
kepada berjinak-jinakan dengan Dia. Ia membanyakkan bahagian mereka
daripada bersenang-senangan dengan menyaksikan segala nikmat dan
kebesaran-Nya. Ia menyenangkan bathin (asrar) mereka dengan bermunajah
(berbisik-bisik) dari berlemah-lembutan dengan Dia.
Ia
menghinakan dalam hati mereka untuk melihat kepada harta benda dan
kembang dunia. Sehingga bergembiralah dengan 'uzlah itu tiap-tiap orang
yang telah terlipatlah hijab (tabir) dari tempat jalan pemikirannya.
Maka ia merasa jinak tentram, dengan memba- ca tasbih-tasbih
(pujian-suci) bagi wajah-Nya Ta'ala, dalam tempat kesunyiannya. Dan
dengan demikian, ia merasa liar hatinya dari " berjinak-jinakan dengan
manusia walaupun manusia itu dari yang terkhusus dari yang khusus bagi
Allah Ta'ala. Dan shalawat kepada penghulu kita Muhammad, penghulu
Nabi-Nabi-Nya dan orang pilihan-Nya. Dan kepada para keluarga dan para
shahabatnya, penghulu dan imam kebenaran.
Kemudian
dari itu, maka sesungguhnya manusia mempunyai banyak perbedaan
pendapat tentang pengasingan, diri (al-'uzlah) dan percampur-bauran
(at-mukhalatah) dan pengutamaan salah satu daripada keduanya terhadap
yang lain, serta masing-masing dari yang dua itu, tidaklah terlepas
daripada marabahaya-marabahaya yang harus dijauhi daripadanya dan
faedah-faedah yang membawa kepadanya, serta kecondongan kebanyakan hamba
dan orang zahid kepada memilih al-'uzlah dan mengutamakannya daripada
bercam- pur-bauran (al-mukhalathah). Dan apa yang telah kami sehutkan
dahulu pada Kitab Berteman tentang keutamaan bercampur-bauran,
persaudara-saudaraan dan berjinak-jinakan, hampirlah kiranya ber-
tentangan dengan apa yang telah condong kebanyakan manusia kepadanya.
Yaitu : memilih keliaran hati dari orang bariyak dan memilih kesepian.
446
|
Maka
menyingkapkan tutup dari kebenaran pada yang demikian itu adalah
penting. Dan yang demikian itu berhasil dengan meng gambarkan dua bab :
Bab Pertama: tentang menukilkan aliran-aliran (madzhab-madzhab) dan dalil-dalil (hujjah-hujjah) mengenai yang demikian.
Bab Kedua : tentang menyingkapkan tutup dari kebenaran dengan membatasi faedah-faedah dan marabahaya-marabahaya.
bab pertama: Tentang mehukilkan ucapan ucapan dan menyebutkan dalil dari kedua golongan pada yang demikian itu.
Adapun
aliran-aliran (madzhab-madzhab), maka terdapatlah perbedaan paham orang
banyak padanya. Dan perbedaan paham ini jelas diantara tabi'in (para
pengikut shahabat atau angkatan sesudah para shahabat). Yang beraliran
kepada memilih al-'uzlah dari mengutamakan al-'uzlah daripada
al-mukhalathah, ialah : Sufyan Ats-Tsurij Ibrahim bin Adham, Daud
Ath-Tha-i, Fudlail bin 'Iyadl, Sulaimari Al-Khawwash, Yusuf bin Asbath,
Hudzaifah Al-Mar'asyi dan Bisyr Al-Hafi.
Kebanyakan tabi'in berkata : sunatnya
al-mukhalathah, membanyakkan kenalan dan teman, berjinak-jinakan hati
dan berkasih- sayang dengan orang mu'min, meminta pertolongan kepada
mereka tentang agama, karena bertolong-tolongan di atas kebajikan dan
taqwa. Dan yang condong kepada aliran ini ialah : Sa'id bin Al-
Musayyab, Asy-Sya'bi, Ibnu Abi Laila, Hisyam bin 'Urwah,Ibnu Syibrimah,
Syuraih, Suraik bin Abdillah, Ibnu 'Uyainah, Ibnu Mubarak, Asy-Syafi'i,
Ahmad bin Hambal dan banyak lagi. Kata-kata yang dinukilkan dari
ulama-ulama terbagi kepada kata-kata mutlaq, yang menunjukkan atas
cenderungan kepada salah satu dari dua pendapat itu. Dan kepada :
kata-kata yang disertai dengan apa yang menunjukkan kepada sebab dari
kecenderung an itu
Marilah
kami nukilkan sekarang kata-kata mutlaq itu, untuk menerangkan
aliran-aliran padanya. Dan apa yang disertai dengan menyebutkan sebab
(ilahi), akan kami bentangkan nanti ketika memperkatakan marabahaya dan
faedah-faedahnya. Sekarang kami bentangkan!.
Diriwayatkan dari 'Umar ra. bahwa beliau mengatakan : "Ambillah bahagian dari al'uzlah!".
Ibnu Sirin berkata : "Al-'uzlah itu 'Ibadah!".Al-Fudlail berkata : "Mencukupilah mencintai Allah saja, berjinak-jinakan dengan Al-Qur-an dan mengambil pengajaran dengan mati!"
Ada yang mengatakan : "Ambillah Allah itu teman dan tinggalkanlah manusia itu di samping!".
447
|
Abur-Rabi' Az-Zahid berkata pada Daud Ath-Tha-i : "Berilah kepadaku pengajaran!".
Daud Ath-Tha-I menjawab : - 'Puasalah dari dunia;jadikanlah pembukaanmu akherat dan larilah daripada manusia seperti larimu dari singa!".
Al-Hasan ra. berkata :
"Kalimat-kalimat yang aku hafal dari Taurat, yaitu : merasa cukuplah
anak Adam itu dengan apa yang ada (bersifat al-qana'ah), maka menjadi
kayalah dia. Ia mengasingkan diri dari manusia, maka selamatlah dia. Ia
meninggalkan nafsu syahwat, maka menjadi merdekalah dia. Ia meninggalkan
sifat dengki, maka lahirlah sifat memelihara kehormatan diri (sifat
muru-ah). Dan ia bersabar sedikit, maka merasa senanglah ia pada masa
yang panjang".
Wahib bih Al-Ward berkata : "Sampai kepada kami bahwa hikmat itu sepuluh bahagian. Sembilan bahagian daripadanya itu pada berdiam diri. Dan yang kesepuluh pada mengasingkan diri daripada manusia".
Yusuf bin Muslim berkata kepada-'Ali bin Bakkar : "Alangkah sabarnya engkau sendirian!". Dan 'Ali bin Bakkar itu selalu di rumah.
Maka 'Ali bin Bakkar itu menjawab : "Adalah
aku, sewaktu masih seorang pemuda, lebih banyak lagi sabar dari ini.
Aku duduk-duduk bersama orang banyak dan tidak bercakap-cakap dengan
mereka".
Sufyan Ats-Tsuri berkata : 'Inilah waktu diam dan terus-menerus di rumah!".
Setengah mereka berkata : "Adalah
aku dalam sebuah kapal dan bersama kami seorang pemuda dari keturunan
Saidina 'Ali ra. Maka ia berdiam bersama kami tujuh hari. Tiada kami
mendengar sepatahpun dari perkataannya. Lalu kami bertanya kepadanya :
"Hai saudara! Sesungguhnya kami dan engkau telah dikumpulkan oleh Allah
semenjak semingu lamanya. Kami tiada melihat engkau bercampur-baur
dengan kami dan tiada berkata-kata dengan kami!". Lalu pemuda itu
bermadah :
Sedikit kesusahan,
tak ada anak yang meninggal,
tak ada urusan yang ditakuti akan hilang.........
Sudah ia menunaikan hajat semasa kecil,
telah memfaedahkan pengetahuannya,
maka kesudahannya seorang diri dan diam . . .
Ibrahim
An-Nakha-'i berkata kepada seorang laki-laki : "Carilah ilmu fiqh.
Kemudian ber-'uzlahlah!". Begitu pula kata Ar-Rabi' bin Khaitsam.
448
|
Ibrahim An-Nakha-'i berkata kepada seorang laki-laki : "Carilah ilmu fiqh. Kemudian ber-'uzlahlah!". Begitu pula kata Ar-Rabi' bin Khaitsam.
Ada
yang mengatakan, bahwa Malik; bin Anas menghadliri janazah, mengunjungi
orang sakit dan memberikan kepada teman-temannya. akan hak-hak mereka.
Maka ditinggalkannya yang demikian itu satu demi satu. Sehingga
ditinggalkannya semuanya. Dan ia mengatakan : "Tiadalah tersedia bagi
manusia untuk menerangkan semua halangan yang ada padanya".
Ada
orang yang mengatakan kepada Khalifah 'Umar bin 'Abdil 'Aziz : "Jikalau
dapatlah kiranya engkau memberi kelapangan waktu bagi kami!".
Maka beliau menjawab : "Telah
hilanglah kelapangan waktu itu. Maka tiada kelapangan waktu lagi,
selain pada sisi Allah Ta'ala" Al-Fudlail berkata : "Sesungguhnya aku
memperoleh kebaikan seorang laki-laki padaku, apabila ia bertemu dengan
aku, bahwa ia tiada memberi salam kepadaku! Dan bahwa apabila aku sakit,
bahwa ia tiada mengunjungi aku".
Abu
Sulaiman Ad-Darani berkata : "Di waktu Ar-Rabi' bin Khai- tsam duduk di
pintu rumahnya, tiba-tiba datanglah sebutir batu, lalu memukulkan
dahinya dengan keras dan melukakannya. Maka beliau menyapu darahnya dan
berkata : "Sesungguhnya engkau telah diberi pengajaran, wahai Rabi'!". Lalu
beliau bangun dan masuk rumahnya. Dan sesudah itu tiada lagi beliau
duduk pada pintu rumahnya, sehingga janazahnya dikeluarkan dari rumah
itu". Sa'ad bin Abi Waqqash dan Sa'id bin Zaid selalu tinggal di
rumahnya di Al-'Aqiq. Keduanya tidak datang ke Madinah untuk Jum'at dan
lainnya, sampai keduanya meninggal di Al-'Aqiq. Yusuf bin Asbath berkata
: "Aku mendengar Sufyan Ats-Tsuri berkata : "Demi Allah, yang tiada
disembah, melainkan Dia! Sesungguhnya telah halal-lah al-'uzlah".
Bisyri bin 'Abdillah berkata : "Sedikitkanlah
berkenalan dengan manusia! Sesungguhnya engkau tiada mengetahui, apa
yang akan ada pada hari qiamat. Jikalau engkau dalam keadaan yang buruk,
niscaya yang mengenai engkau itu sedikit".
Sebahagian
daripada amir masuk ke tempat Hatim Al-Ashaemx, Lalu amir itu bertanya
kepada Hatim : "Adakah tuan mempunyai Hajat keperluan?".
Hatim menjawab : "Ada!". "Apakah hajat itu?", tanya amir tadi.
Hatim itu menjawab : "Bahwa engkau tiada melihat aku dan aku tiada melihat engkau dan engkau tiada mengenai aku".
449
|
Seorang laki-laki berkata kepada Sahl : "Aku
ingin menemani engkau!' Lalu Sahl menjawab : "Apabila mati salah
seorang dari kita, maka siapakah temannya yang penghabisan?". Laki-laki
itu menjawab : ALLAH!".
Lalu Sahl menyambung : "Maka hendaklah ia berteman dengan Allah itu dari sekarang!".
Ada orang yang mengatakan kepada Al-Fudlail: "Bahwa 'Ali anakmu mengatakan : "Sesungguhnya aku ingin bahwa aku berada pada suatu tempat, di mana aku melihat manusia dan manusia tiada melihat aku".
Maka menangislah Al-Fudlail dan berkata : "Wahai
kiranya Ali Apakah tidak aku sempurnakan kata-kata itu?". Lalu beliau
menyambung: "Aku tiada melihat mereka dan mereka pun tiada melihat aku".
Al-Fudlail berkata pula : "Dari kelemahan akal seseorang, ialah banyak kenalannya".
Ibnu Abbas ra. berkata : "Tempat duduk yang lebih utama, ialah di tengah-tengah rumahmu sendiri. Tiada engkau melihat dan tiada engkau dilihat".Maka inilah ucapan orang-orang yang cenderung kepada pengasing an diri (al-'uzlah).
MENYEBUTKAN DALIL-DALIL ORANG-ORANG YANG CENDERUNG KEPADA AL-MUKHALATHAH DAN JALAN LEMAH- NYA DALIL-DALIL ITU ;
Mereka berdalilkan dengan firman Allah Ta'ala :
وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا
(Wa laa takuunuu kalladziina tafarraquu wakhtalafuu). Artinya : "Dan janganlah kamu serupa dengan orang-orang yang telah berpecah-belah dan berselisih". (S. Ali 'Imran, ayat 105).
Dan dengan firman Allah Ta'ala :
فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
(Fa-allafa bai-na quluubikum) =Artinya : "Maka dipersatukannya hatimu (dalam agama Allah)". (S. 'Ali 'Imran, ayat 103),
Allah menganugerahkan nikmat kepada manusia dengan sebab persatuan hati
itu. Dalil ini adalah lemah. Karena yang dimaksudkan dengan berpecah
belah dan berselisih itu, ialah berpecah belah pendapat dan berselisih
aliran (madzhab) tentang pengertian Kitab Allah dan pokok- pokok
syari'at.
450
|
Yang
dimaksudkan dengan persatuan hati ialah mencabut marabahaya dari dada
iaitu sebab yang mengobarkan fitnah dan yang menggerakkan permusuhan.
Dan al-'uzlah tidaklah meniadakan yang demikian. Dan mereka berdalilkan
dengan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
المؤمن إلف مألوف ولا خير فيمن لا يألف ولا يؤلف
(Al-mu'minu ilfun maMuufun walaa khaira fiiman laa ya'-lafu wa- laa yu'-lafu).
Artinya: "Orang
mu‘min itu bersatu lagi dipersatukan hatinya (menjinakkan lagi
dijinakkan hatinya). Dan tak ada kebajikan pada orang yang tidak
berjinak dan tidak dijinakkan hatinya (tidak bersatu dan dipersatukan
hatinya)(1)
Dan
dalil ini juga lemah, karena hadits tadi menunjukkan kepada tercelanya
keburukan akhlaq, yang tercegah dengan sebab buruk itu, jinak-berjinakan
hati. Dan tidaklah termasuk di dalamnya, orang yang berakhlaq bagus, di
mana kalau ia bercampur-baur, niscaya berjinak menjinakkan hati. Tetapi
ia meninggalkan percampur-bauran itu, karena mengurus dirinya sendiri
dan mencari keselamatan dari gangguan prang
lain.
Dan mereka berdalilkan dengan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Barangsiapa bercerai dari orang ramai sejengkal, niscaya dibukakan tali Islam dari lehernya
Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
من فارق الجماعة شبرا خلع ربقة الإسلام من عنقه وقال من فارق الجماعة فمات فميتته جاهلية
(Man
faa-raqal jamaa-'ata famaata famai-tatuhu jaahiliyyah). Artinya :
"Barangsiapa bercerai dari orang ramai, lalu ia meninggal, maka matinya
itu adalah mati jahiliyah". (2).
(1) Hadits ini telah disebutkan dahulupada bab pertama dari adab Pershahabatan.
|
(2) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
|
451
|
Dan dengan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
من شق عصا المسلمين والمسلمون في إسلام دامج فقد خلع ربقة الإسلام من عنقه(Mansyaqqa 'ashal muslimiina wal muslimuuna fii islaamin d-amijin faqad khala-'a ribqatal islaami min 'unuqih).kaum muslimin itu dalam Islam yang gelap, maka sesungguhnya dibukakan tali Islam dari lehernya" (1)
Dalil
ini lemah, karena yang dimaksud dengan hadits tadi, ialah orang ramai
(jama'ah) yang telah sepakat pendapat mereka atas seseorang imam dengan
mengikatkan bai'ah (janji setia dan tunduk). Maka keluar dari
kesepakatan itu, adalah melawan imam (memberontak kepada penguasa yang
telah disepakati). Dan itu adalah menyalahi pendapat orang banyak dan
keluar dari orang ramai. Dan itu dilarang. Karena rakyat memerlukan
kepada seorang imam yang dita'ati, yang mengumpulkan pendapat mereka.
Dan tidak ada yang demikian, kecuali dengan bai'ah dari golongan yang
terbanyak. Maka menyalahi bai'ah, adalah pengacauan yang mengobarkan
fitnah. Dan tidaklah pada dalil ini penyinggungan kepada al-'uslah
(perigasingan diri).
Dan juga mereka berdalilkan dengan larangan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ daripada tidak bercakap-cakap di atas tiga hari, karena Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
عن الهجر فوق ثلاث إذ قال من هجر أخاه فوق ثلاث فمات دخل النار (Man hajara akhaahu fauqa tsalaa-tsin famaata dakhalan-naar). Artinya : "Barangsiapa tiada bercakap-cakap dengan saudaranya di-atas tiga hari, lalu ia meninggal, niscaya masuk neraka". (2)
Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : لا يحل لامرئ مسلم أن يهجر أخاه فوق ثلاث والسابق بالصلح يدخل الجنة
"Tiada
halal bagi manusia muslim tiada bercakap-cakap dengan saudaranya di
atas tiga hari dan yang dahulu berdamai akan masuk sorga". (3)
Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Barangsiapa
tiada bercakap-cakap dengan saudaranya setahun, maka dia adalah
seperti orang yang menumpahkan darah saudaranya itu (membunuh)". (4) Mereka itu mengatakan, bahwa al-'uzlah itu meninggalkan bercakap-cakap secara keseluruhan.
Dalil
ini adalah lemah. Karena yang dimiksudkan dengan hadits yang tersebut
tadi, ialah marah kepada orang banyak. Dan kedengkian kepadanya, dengan
memutuskan bercakap-cakap, memutuskan memberi salam dan percampur-bauran
yang dibiasakan. Maka tidaklah masuk ke dalamnya sekali-kali
meninggalkan percampur-bauran tanpa marah, sedang tidak bercakap-cakap
di atas tiga hari itu diperbolehkan pada dua tempat:
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dan Al-Khaththabi dari Ibnu Abbas dengan sanad baik.
|
(2) Dirawikan Abu Dawud dari Abu Hurairah dengan isnad shahih.
|
(3) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Anas.
|
(4) Dirawikan Abu Dawud dari Abu Kharrasy As-Silmi, isnad shahih.
|
452
|
Pertama Bahwa ia melihat pada tiada bercakap itu menambah perbaikan bagi yang tiada dicakapi.
Kedua Bahwa
ia melihat bagi dirinya sendiri keselamatan pada tiada bercakap-cakap
itu. Dan larangan itu walaupun bersifat umum, adalah dirempatkan dibalik
dua tempat yang dikhususkan itu, berdalilkan apa yang diriwayatkan dari
'A-isyah ra. : "Bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiada bercakap-cakap dengan dia ('A-isyah ra.) pada bulan Zul-hijjah, bulan Muharram dan setengah bulan Safar". (1)
Diriwayatkan dari 'Umar ra. : "Bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ber'uzlah
(mengasingkan diri) dari isteri-isterinya dan beliau bersumpah daripada
mereka, sebulan lamanya. Beliau naik ke kamarnya dan kamar itu adalah
tempat beliau menyimpankan segala sesuatu (khazanah). Maka tetaplah
beliau di situ dua puluh sembilan hari. Tatkala beliau turun, lalu orang
menanyakan kepadanya : "Sesungguhnya engkau di kamar itu dua puluh sembilan hari".Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Sebulan, kadang-kadang sebulan itu dua puluh sembilan hari lamanya". (2)
A-isyah ra. meriwayatkan, bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Tiada
halal bagi muslim, tiada bercakap-cakap dengan saudaranya di atas tiga
hari, kecuali saudaranya itu termasuk orang yang tidak dirasa aman dari
kejahatannya ". (3)
Maka
hadits ini tegas mengkhususkan yang umum itu. Dan di atas dasar ini,
diletakkan kata Al-Hasan ra., di mana beliau mengatakan : "Tiada
bercakap-cakap dengan orang dungu itu adalah mendekatkan diri kepada
Allah. Karena yang demikian itu berkekalan sampai mati. Sebab kedunguan
tiadalah ditunggukan obatnya".
Dan
disebutkan, pada Muhammad bin 'Umar Al-Waqidi, seorang laki-laki yang
tidak mau bercakap-cakap dengan seorang laki-laki yang lain, sehingga
laki-laki itu meninggal. Maka Muhammad bin 'Umar Al-Waqidi menjawab :
"Ini adalah perkara yang telah terdahulu padanya orang banyak, yaitu :
Sa'ad bin Abi Waqqash tidak bercakap-cakap dengan 'Ammar bin Yasir,
sampai ia meninggal. Ustman bin Affan tidak bercakap-cakap dengan Abdur
Rahman bin 'Auf. 'A-isyah tidak bercakap-cakap dengan Hafsah. Dan Thaus
tidak bercakap-cakap dengan Wahab bin Munabbih, sampai keduanya
meninggal".
(1)
|
Dirawikan Abu Dawud dari 'A-isyah.
|
(2)
|
Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim.
|
(3)
|
Dirawikan Ibnu 'Uda ddn katanya : bunyi hadits dan isnadnya gharib (tidak texkmal).
|
Semunya itu menurut pendapat mereka membawa kepada keselamatan dengan tidak' bercakap-cakap.
Dan
mereka berdalilkan dengan apa yang diriwayatkan : "Bahwa seorang
laki-laki datang ke bukit untuk beribadah. Lalu orang itu dibawa kepada
Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda
: Janganlah engkau dan seorangpun daripada engkau, berbuat demikian!
Sesungguhnya bersabar seseorang kamu pada setengah negeri Islam, adalah
lebih, baik baginya daripada beribadah seorang kamu seorang diri, empat
puluh tahun". (1)
Secara
dzahir, bahwa ini adalah karena padanya meninggalkan jihad, serta
sangat wajibnya jihad itu pada permulaan Islam, dengan dalil yang
diriwayatkan daripada Abu Hurairah, yang mengatakan : "Kami berperang
bersama Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka
kami melalui suatu kaum, di mana padanya ada mata air yang bagus aimya.
Lalu seorang dari kaum itu, berkata: 'Jikalaulah aku mengasingkan diri
dari manusia ramai! Dan aku tidak berbuat demikian, sehingga aku
terarigkan kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ".
Maka Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
"Jangan engkau berbuat yang demikian! Sesungguhnya kedudukan seorang
kamu pada perang sabilullah adalah lebih baik daripada shalatnya dalam
keluarganya, enam puluh tahun. Apakah kamu tidak menyukai bahwa, Allah
mengampunkan dosamu dan kamu masuk ke sorga? Berperanglah, pada
sabilullah! Sesungguhnya barangsiapa berperang pada sabilullah di atas
unta, niscaya ia dimasukkan Allah ke sorga*'. (2)
Dan mereka mendalilkan pula dengan apa yang diriwayatkan Mu'az bin Jabal, bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Sesungguhnya
syaitan itu, serigala bagi manusia, seperti serigalanya kambing, yang
mengambil kambing yang jauh, yang terpencil di suatu sudut dan yang lari
dari kumpulannya. Jauhilah berpecah-belah (berfirqah-firqah) dan
haruslah kamu dengan rakyat umum, dengan orang banyak (dengan jama'ah)
dan dengan masjid!". (3)
Dan
dimaksudkan dengan ini, ialah orang yang mengasingkan diri sebelum
sempurna pengetahuannya. Dan akan datang keterangan yang demikian dan
yang demikian itu dilarang, kecuali karena darurat.
(1) Dirawikan Al-Baihaqi dari'As'as bin Salamah.
|
(2) Dirawikan At-Tirmidzi dan Al-Hakim, katanya : hadits baik Han shahih.
|
(3) Dirawikan Ahmad dan Ath-Thabrani dan orang-orang perawinya kepercayaan.
|
454
|
MENYEBUTKAN DALIL-DALIL ORANG-ORANG YANG CENDERUNG KEPADA MENG UTAMA KAN AL-'UZLAH (MENGASINGKAN DIRI)
Mereka itu mengambil dalil dengan firman Allah Ta'ala, yang menceriterakan tentang Nabi Ibrahim as.:
وَأَعْتَزِلُكُمْ وَمَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَأَدْعُو رَبِّي عَسَى أَلا أَكُونَ بِدُعَاءِ رَبِّي شَقِيًّا
(Wa a'-tazilukum wamaa tad-uuna minduunillaahi wa ad-'uu rabbii asaa allaa akuuna bidu- 'aa-i rabbii syaqiyyaa). Artinya : "Dan
aku akan menghindar dari kamu dan dari apa yang kamu sembah; selain
dari Allah dan aku memohon kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku dalam
memohonkan do'aku itu tiadalah menjadi orang yang tidak beruntung". (S.
Maryam, ayat 48).
Kemudian Allah Ta'ala berfirman .:-
فَلَمَّا اعْتَزَلَهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَهَبْنَا لَهُ إِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَكُلا جَعَلْنَا نَبِيًّا
(Fa-lamma'-tazalahum
wa maa ya'-buduuna min duulillaahi wa- habnaa lahuu ishaaqa wa
ya*-quuba wa kullan ja-'alnaa nabiyyaa). Artinya : "Setelah ia
menghindarkan diri dari mereka dan dari apa: yang mereka sembah selain
dari Allah itu Kami berikan kepadanya Ishaq dan Ya*qub dan masing-masing
Kami jadikan Nabi (S. Maryam, ayat 49), sebagai isyarat, bahwa yang demikian itu adalah dengan berkat al-'uzlah.
Dalil
ini adalah lemah. Karena bercampur-baur dengan orang-orang kafir itu,
tiadalah faedah padanya, selain mengajak mereka kepada Agama. Dan ketika
putus-asa daripada sambutan (perkenaan) orang-orang kafir tadi, maka
tak ada jalan, selain daripada meninggalkan (tiada bercakap-cakap)
dengan mereka. Dan sesungguhnya yang diperkatakan di sini ialah tentang
bercampur-baur dengan kaum muslimin dan berkat (barakah) yang ada
padanya, Karena menurut riwayat, bahwa orang bertanya kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Wahai
Rasulullah! Apakah berwudlu pada kendi yang tertutup lebih engkau sukai
atau pada tempat bersuci ini, di mana manusia ber suci padanya?".
Maka Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab;: "Pada tempat-tempat orang bersuci ini, karena mengharap barakah tangan kaum muslimin". (1)
Diriwayatkan : "Bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tatkala
telah selesai dari thawaf, lalu kembali ke sumur Zamzam untuk minum.
Tiba-tiba ada tamar (buah kurma kering) yang direndamkan pada tempat
mengumpulkan makanan dan sudah dicampur-adukkan orang dengan tangannya.
Mereka itu mengambil dan meminum airnya. Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ meminta minuman itu dengan bersabda : "Berilah minuman itu kepadaku"
Lalu 'Abbas menjawab : "Bahwa
buah nabidz (buah anggur kering) ini adalah minuman yang telah
dipermain-main dan dicampuradukkan oleh tangan-tangan orang. Apakah
tidak aku bawakan kepadamu minuman yang lebih bersih dari ini, yaitu :
dari kendi yang tertutup dalam rumah?".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Berilah kepadaku minuman dari ini, yang diminum orang banyak daripadanya! Aku mencari barakah tangan orang-orang muslim". Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ minum daripadanya". (2)
Jadi,
bagaimanakah mengambil dalil dengan mengasingkan orang- orang kafir dan
patung-patung berhala, kepada mengasingkan diri dari kaum muslimin,
sedang barakah banyak pada kaum muslimin itu?.Orang-orang yang cenderung kepada mengutamakan al-'uzlah, mengemukakan pula dalil (huj-jah) dengan perkataan Musa as.:
وَإِنْ لَمْ تُؤْمِنُوا لِي فَاعْتَزِلُونِ
(Wa in lam tu'-minuu lii fa'-taziluuni).Artinya : "Dan jikalau kamu tidak percaya kepadaku, ber-'uzlahlah daripadaku! (S. Ad-Dukhan, ayat 21).Sesungguhnya
ia menuju kepada al-'uzlah ketika putus-asa dari mereka itu. Dan Allah
Ta'ala berfirman tentang orang-orang yang mendiami gua
(ash-habil-kahfi):
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Ibnu 'Amr-dla'if.
|
(2) Dirawikan Al-Azraqi dari Ibnu 'Abbas, dengan sanad daif.
|
456
|
Sesungguhnya
ia menuju kepada al-'uzlah ketika putus-asa dari mereka itu. Dan Allah
Ta'ala berfirman tentang orang-orang yang mendiami gua
(ash-habil-kahfi):
وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلا اللَّهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنْشُرْ لَكُمْ رَبُّكُمْ مِنْ رَحْمَتِهِ
(Wa idzi'-tazaltumuuhum wa maa ya'-buduuna illallaaha fa-wuu ilal-kahfi yansyur lakum rabbukum min rahmatih).Dan
ketika kamu beruzlah dari mereka(meninggalkan mereka) dan apa yang
mereka sembah, selain Allah, maka-carilah tempat perlindungan ke dalam
gua, nanti Tuhan kamu akan menyebarkan kurnia-Nya kepada kamu". (S.
Al-Kahf, ayat 16).
Tuhan menyuruh mereka ber-'uzlah. Dan Nabi kita صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ber-'uzlah (memisahkan diri) dari orang Quraisy, sewaktu mereka menyakiti dan memutuskan silaturrahim dengan beliau.
Beliau
masuk ke kalangan rakyat. Dan menyuruh para shahabatnya mengasingkan
diri dari orang-orang Quraisy itu dan berhijrah ke negeri Habsyah
(Ethiopia). Kemudian, para shahabat tadi menyusuli Nabi saw: ke Madinah
sesudah ditinggikan Allah kalimah-Nya. a) Ini juga pengasingan diri dari
orang-orang kafir sesudah merasa putus-asa dari orang-orang kafir itu.
Dan sesungguhnya Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidaklah
mengasingkan diri dari kaum muslimin. Dan tidak dari orang-orang kafir
yang diharapkan keislamannya. Dan orang-orang yang mendiami gua itu,
tidaklah ber-'uzlah sesamanya, satu sama lain, di mana mereka itu adalah
orang-orang mu'miri. Dan sesungguhnya mereka itu mengasingkan diri
dari orang-orang kafir. Sesungguhnya yang menjadi perhatian, ialah
tentang ber-'uzlah dari orang-orang muslimin. Mereka itu membuat dalil
dengan sabda- Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada Abdullah bin 'Amir Al-Jahani, sewaktu ia menanyakan : "Wahai Rasulullah! Apakah yang melepaskan dari kejahatan
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab :
ليسعك بيتك وأمسك عليك لسانك وابك على خطيئتك
(Liyasa'-ka baituka wa am-sik 'alaika lisaanaka wab-ki 'alaa khathiiatika).Artinya: "Hendaklah rumahmu melapangkan bagimu (maksudnya: hendaklah kamu berdiam dirumahmu), tahanlah lidahmu atas dirimu dan menangislah di atas kesalahanmu". (2) hadits baik (hasan
(1) Dirawikan Musa bin 'Uqbah dari Ibnu Syihab, hadits mursal.
|
(2) Diiawikan At-Tirmidzi dari *Uqbah( katanya hadits baik (hasan).
|
457
|
Diriwayatkan bahwa ditanyakan kepada Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Manusia manakah yang lebih utama?".
Beliau menjawab : "Orang mu'min yang berjihad dengan jiwanya dan hartanya pada jalan Allah Ta'ala (fi sabilillah)".
Lalu ditanyakan lagi: "Kemudian, siapa?".
Beliau menjawab : "Orang
yang mengasingkan diri (ber-'uzlah)Ke salah satu kampung dan beribadah
kepada tuhannya dan meninggalkan manusia dari kejahatannya(1)
إن الله يحب العبد التقي النقي الخفي(Innallaaha yuhibbul- 'abdal-taqiy y al-ghaniyyal-khafiyya).Artinya : "Sesungguhnya Allah mengasihi hamba yang taqwa, kaya dan menyembunyikan diri". (2)
Dalam hal mengambil dalil dengan hadits-hadits tadi, hendaklah ada perhatian. Adapun sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada Abdullah bin 'Amir Al-Jahani, maka tidaklah mungkin menempatkannya, kecuali kepada apa yang telah dikenal oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan nur kenabian tentang keadaannya. Dan tetap berdiam di rumah adalah lebih layak dan lebih menyelamatkannya daripada bercampur-baur. Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak
menyuruh semua shahabatnya dengan yang demikian. Dan banyaklah orang
yang memperoleh keselamatan dalam ber'uzlah, tidak dalam bercampur-baur,
sebagaimana kadang-kadang keselamatannya itu ada pada berdiam di rumah.
Dan tidak keluar kepada jihad.
Dan
itu tidaklah menunjukkan kepada meninggalkan jihad adalah lebih utama.
Dan pada bercampur-baur dengan manusia terdapat berjihad dan menanggung
kepedihan.
Dan karena itulah Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
الذي يخالط الناس ويصبر على أذاهم خير من الذي لا يخالط الناس ولا يصبر على أذاهم
(Alladzi
yukhaalithun-naasa wa yashbiru 'alaa adzaahum khairun minal-ladzii laa
yukhaalithun-naasa wa laa yashbiru 'ala adzaahum). Artinya : Orang
yang bercampur-baur dengan manusia dan ber- sabar atas kesdkitan dari
mereka, adalah lebih baik daripada orang yang tidak bercampur-baur
dengan manusia dan tidak bersabar atas kesakitan dari mereka". (1)الذي يخالط الناس ويصبر على أذاهم خير من الذي لا يخالط الناس ولا يصبر على أذاهم
Dan di atas inilah ditempatkan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
"Orang yang beruzlah yang ber'ibadah kepada Tuhannya dan meninggalkan
manusia daripada kejahatannya". Maka ini adalah isyarat kepada orang
yang jahat budi-pekertinya, yang menyakiti manusia dengan
bercampur-baur dengan dia.
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abi Said Al-Khudri.
|
(2) Dirawikan Muslim dari Sa'ad bin Abi Waqqash.
|
(3) Dirawikan At-Tirmidzi dan Ibnu Maiah dari Ibnu 'Umar.
|
458
|
Dan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
"Sesungguhnya Allah mengasihi orang yang taqwa, lagi menyem bunyikan
diri, adalah isyarat kepada memilihkan lemah suara dan menjaga diri
daripada terkenal (asy-syuhrah). Dan itu tidaklah menyangkut dengan
al-'uzlah.
Maka
berapa banyak rahib (pendeta) yang mengasingkan diri,dikenal olehseluruh
manusia. Dan berapa banyak orang yang bercampur-baur, yang lemah
suaranya (tidak banyak suara), tak ada sebutan dan tak terkenal. Maka
ini adalah mengemukakan sesuatu, yang tak menyangkut dengan al-'uzlah.
Orang-orang yang cenderung kepada mengutamakan al-'uzlah, mengemukakan dalil, dengan apa yang diriwayatkan, bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda
kepada para shahabatnya : "Tidaklah aku beritahukan kepadamu, tentang
manusia yang penuh dengan kebajikan?" Para shahabat menjawab :
"Belum,'wahai Rasulullah!". Lalu beliau menunjukkan dengan tangannya ke
arah matahari terbenam dan bersabda : "Orang yang mengambil kekang
kudanya (mengendarai kuda) fi sabilillah, yang menunggu untuk menyerang
atau diserang. Tidakkah aku beritahukan kepadamu, manusia yang penuh
dengan kebajikan sesudah itu?". Dan beliau menunjukkan dengan tangannya ke arah negeri Hijaz dan bersabda : "Orang
dalam kawanan kambingnya menegakkan shalat, menyerahkan zakat dan
mengetahui hak Allah pada hartanya, mengasingkan diri dari kejahatan
manusia(1)
Apabila
telah jelas bahwa dalil-dalil tadi tak ada obat padanya dari kedua
belah pihak, maka tak dapat tiada daripada menyingkapkan tutup dengan
penegasan faedah-faedah al-'uzlah dan mara- bahaya-marabahayanya. Dan
membandingkan sebahagian daripadanya dengan sebahagian yang lain. Supaya
jelaslah kebenaran padanya.
(1) Dirawikan Ath-Thabrani dari Ummu Mubasysyir.
|
459
|
bab keduA tentang faedah-faedah Al-'Uzlah dan marabahaya-marabahaya dan menyingkapkan kebenaran tentang keutamaannya.
Ketahuilah,
bahwa perbedaan pendapat manusia tentang ini, adalah menyerupai dengan
perbedaan pendapat mereka tentang keutamaan nikah dan membujang (tidak
kawin). Dan telah kami terangkan bahwa yang demikian itu, berbeda dengan
berbedanya keadaan dan orang, menurut apa yang telah kami uraikan
dahulu dari hal bahaya-bahaya perkawinan dan faedah-faedahnya. Maka
begitu pula uraian mengenai persoalan yang sedang kita bicarakan ini.
Maka hendaklah mula-mula kami sebutkan faedah-faedah al-'uzlah. Dan itu
terbagi kepada faedah-faedah keagamaan dan faedah- faedah keduniaan. Dan
faedah-faedah keagamaan itu terbagi kepada : apa yang memungkinkan
berhasilnya ta'at dalam bersemadi (al-khilwah), rajinnya beribadah,
bertafakkur dan pendidikan ilmu pengetahuan. Dan kepada : terlepasnya
daripada mengerjakan larangan-larangan yang dikerjakan manusia dengan
sebab percampur-bauran. Seperti : ria (berbuat sesuatu ingin dilihat
orang), mengupat, berdiam diri dari amar-ma ‘ruf dan nahi-munkar,
mencuri tabi’at budi-pekerti rendah dan perbuatan keji dari orang-orang '
jahat yang menjadi teman duduk.
Adapun
faedah-faedah keduniaan, maka terbagi kepada : apa yang memungkinkan
menghasilkan sesuatu, disebabkan persemadian (al-khilwah) itu, seperti :
bertekunnya seorang pekerja dalam per- semadiannya kepada pekerjaan
yang bersih daripada segala yang dikuatiri, yang datang kepadanya,
disebabkan percampur-bauran. Seperti : memandang kepada kembang dunia
dan tertujunya hati orang banyak kepadanya. Lobanya pada manusia dan
lobanya manusia padanya. Terbukanya tutup kepribadiannya disebabkan
percampur-bauran. Merasa sakit disebabkan buruknya akhlaq orang yang
duduk dengan dia, tentang rianya atau jahat sangkanya atau sifat lalat
merahnya atau dengkinya atau merasa sakit disebabkan berat
gerak-geriknya dan keji bentuknya. Dan kepada inilah semua kembalinya
segala kumpulan faedah faedah al-'uzlah. Maka hendaklah kami
membatasinya pada enam faedah saja!.
460
|
FAEDAH PERTAMA :
Menyelesaikan
diri untuk ibadah, bertafakkur dan merasa kejrnakan hati dengan
bermunajah (berbisik-bisik) dengan Allah Ta'ala daripada berbisik-bisik
dengan makhluq. Menggunakan waktu' dengan menyingkapkan segala sirr
(rahasia yang dijadikan) Allah. Ta'ala tentang urusan dunia dan aKhirat,
alam langit dan bumi yang tak terlihat oleh pancaindra (alam malakut).
Maka
yang demikian itu meminta keselesaian hati daripada kesi bukan. Dan tak
ada keselesaian hati itu bersama percampur-bauran. Maka al-'uzlah adalah
jalan kepadanya.
Karena inilah, sebahagian hukama (ahli hikmah) berkata : "Tiada
bertekunlah seseorang dari al-khilwahnya, kecuali dengan
berpegang-teguh dengan Kitab Allah Ta'ala. Orang-orang yang
berpegang-teguh dengan Kitab Allah Ta'ala, ialah orang-orang yang merasa
tenteram meninggalkan dunia dengan mengingati (berdzikir kepada) Allah.
Orang-orang yang berdzikir kepada Allah dengan menyebut Allah itu,
hidup dengan mengingati Allah (dzikrullaah), mati dengan mengingati
Allah dan menemui Allah dengan dzikir kepada Allah. Dan tak ragu lagi,
tentang mereka itu dapat dicegah oleh bercampur-baur dengan manusia
daripada bertafakkur dan ber dzikir". Maka mengasingkan diri (al-'uzlah)
adalah lebih utama bagi mereka.
Dan karena itulah, Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pada permulaan tugasnya memutuskan hubungan dengan dunia di Bukit (Gua) Hira dan mengasingkan dari ke Gua Hira' itu. Sehingga teguhlah Nur Kenabian (Nurun-Nubuwwah) pada diri Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka makhluq tidaklah menghijabkan (mendidingkan) Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ daripada Allah. Maka ia dengan tubuhnya adalah bersama makhluq dan dengan hatinya ia menghadap kepada Allah Ta'ala. (1)
(1) Dirawikan AlBukhari dan Muslim dari 'Aisyah.
|
461
|
Sehingga manusia itu menyangka, bahwa Abu Bakar ra. khalilnya (temannya yang paling dicintainya). Lalu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menerangkan tentang seluruh cita-citanya dengan Allah, dengan" sabdanya :
لو كنت متخذا خليلا لاتخذت أبا بكر خليلا ولكن صاحبكم خليل الله
(Lau kuntu mut-takhidzan khaliilan lat-takhadztu abaabakrin khaliilan walakinna shaahibakum khaliihillaah).Artinya : "Jikalau
aku mengambil teman yang sangat dicintai (khalil), maka sesungguhnya
aku mengambil Abu Bakar menjadi khalil . Tetapi temanmu ini (diri Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sendiri} adalah Khaliilullah"
Dan tidaklah melapangkan jalan untuk mengumpulkan antara bercampur-baur
dengan manusia pada dzahirnya dan menghadap kan hati kepada Allah pada
bathinnya (sirrnya), melainkan oleh kekuatan Nubuwwah (Kenabian). Maka
tidak seyogialah tiap-tiap orang yang lemah itu tertipu dengan dirinya
sendiri. Lalu mengharapkan yang demikian. Dan tidaklah jauh daripada
kebenaran bahwa tingkat sebahagian wali-wali itu berkesudahan kepada
keadaan yang tersebut tadi.
Dinukilkan dari Al-Junaid, di mana beliau mengatakan : "Aku
berkata-kata (berkalam) dengan Allah semenjak tiga puluh tahun yang
lalu. Dan manusia menyangka bahwa aku berkata-kata dengan mereka"
Ini
sesungguhnya adalah mudah bagi orang yang membenamkan dirinya untuk
mencintai Allah dengan sepenuh-penuhnya. Sehingga tiada tinggal bagi
yang lain, tempat yang lapang pada dirinya.
Yang
demikian itu tidak dapat dibantah. Maka pada orang-orang yang terkenal
dengan mencintai makhluq, terdapat orang yang bercampur-baur dengan
manusia dengan tubuhnya. Dan ia tidak mengetahui apa yang dikatakannya
dan tidak pula mengetahui apa yang dikatakan orang kepadanya. Karena
bersangatan asyiknya kepada yang dikasihinya itu. Bahkan orang yang
dipengaruhi oleh suatu malapetaka yang mengganggu salah satu dari urusan
dunia nya, kadang-kadang ia ditenggelamkan oleh kesusahan, di mana ia
bercampur-baur dengan manusia ramai dan tiada merasa adanya manusia itu
dan tiada mendengar suara mereka, karena bersangatan tenggelamnya.
Dan
urusan akhirat adalah lebih besar pada orang-orang yang ber akal. Maka
tidaklah mustahil yang demikian padanya. Tetapi yang lebih utama bagi
orang banyak, ialah mempergunakan al-uz1ah. Karena itulah, ditanyakan
kepada setengah hukama (ahli hikmah): "Apakah yang mereka maksudkan
dengan al-khilwah dan memilih al-uzlah?'Maka ahli hikmah itu menjawab :
"Mereka memperoleh dengan demikian kekekalan pemikiran dan ketetapan
ilmu dalam hati.
(1) Dirawikan Muslim dari Ibnu Mas'ud.
|
462
|
Supaya
mereka memperoleh kehidupan yang baik dan merasakan kemanisan ma*rifah
(mengenai Tuhan):Ditanyakan kepada setengah pendeta (rahib): "Apakah
yang membawa engkau bersabar dengan sendirian?".
Pendeta itu menjawab : "Sebenarnya
aku tidaklah sendirian. Aku. adalah duduk bersama Allah Ta'ala. Apabila
aku berkehendak, bahwa Ia berbisik-bisik (munajah) dengan aku, maka aku
baca Kitab-Nya. Dan apabila aku berkehendak, bahwa aku bermunajah
dengan Dia, maka aku mengerjakan shalat". Ditanyakan kepada setengah
hukama' : "Kepada apakah kamu dibawa oleh zuhuddanal-khilwah?Ahli hikmah itu menjawab : "Kepada berjinak-jinakan dengan Allah".
Sufyan bin 'Uyainah berkata : "
Aku bertemu dengan Ibrahim bin Adham ra. di negeri Syam. Lalu aku
berkata kepadanya : "Wahai Ibrahim! engkau telah meninggalkan Khurasan".
Ibrahim bin Adham ra. lalu menjawab : "Aku tiada memperoleh!
ketenteraman hidup, kecuali di sini. Aku lari bersama agamaku dari bukit
ke bukit. Maka barangsiapa melihat aku, lalu mengatakan : "Orang yang
diserang penyakit bimbang atau pemikul barang atau penjual garam".
Orang menanyakan Ghazwan Ar-Raqqasyi : "Mengapakah engkau tiada tertawa? Apakah yang melarang kamu daripada duduk-duduk bersama teman-temanmu?".
Ghazwan Ar-Raqqasyi menjawab : "Sesungguhnya aku memperoleh ketenangan hati duduk-duduk dengan yang ada pada Nya' hajat keperluanku".
Ditanyakan kepada Al-Hasan : "Hai
Abu Sa'id! Di sini ada seorang laki-laki yang tiada pernah kami melihat
ia duduk, melainkan sendirian saja di belakang tiang".
Al-Hasan menjawab : "Apabila kamu melihat orang itu, maka berilah kabar kepadaku!".
Maka
pada suatu hari, mereka melihat orang itu. Lalu mereka berkata kepada
Al-Hasan : "Inilah laki-laki yang kami terangkan kepadamu!". Dan mereka
menunjukkan kepada laki-laki itu. Al-Hasan datang pada laki-laki tadi,
seraya berkata : "Hai hamba Allah! Aku melihat engkau telah mencintai
al-'uzlah begitu rupa. Apakah yang melarang kamu daripada duduk-duduk
dengan manusia?".
463
|
Orang itu menjawab: Ada urusan yang menghabiskan waktuku daripada bergaul dengan manusia".
Al-Hasan menyambung : "Apakah yang melarang kamu untuk datang kepada laki-laki ini yang bemama Al-Hasan, lalu kamu duduk; bersama dia?".
Orang itu menjawab : "Ada urusan yang menghabiskan waktuku daripada bergaul dengan manusia dan dengan Al-Hasan".
Lalu Al-Hasan bertanya : "Apakah urusan itu? Kiranya Allah mencurahkan rahmat kepadamu!".
Maka
laki-laki itu menjawab : "Sesungguhnya aku, pagi hari dan sore hari
adalah diantara nikmat dan dosa. Maka aku berpendapat, bahwa aku
menyerahkan waktu diriku bersyukur kepada Allah Ta'ala atas nikmat-Nya
dan memohonkan ampun daripada dosa". Lalu Al-Hasan berkata kepada orang
itu : "Engkau, wahai hamba Allah, lebih berilmu padaku daripada
Al-Hasan! Maka teruskanlah apa yang telah engkau kerjakan
itu!".
Ada
yang menceriterakan, bahwa sewaktu Uwais Al-Qarani sedang duduk,
tiba-tiba datanglah kepadanya Haram bin Hayyan. Lalu Uwais bertanya
kepadanya : "Apakah yang menyebabkan engkau datang kemari?".
Haram bin Hayyan menjawab : "Aku datang untuk berjinak-jinakan hati dengan engkau".
Lalu Uwais menyambung : "Tidaklah aku melihat bahwa seseorang yang mengenal Tuhannya, lalu berjinak-jinakan hati dengan orang Iain".
Al-Fudlail berkata : "Apabila
aku melihat malam datang di depanku, maka aku bergembira, seraya aku
berkata : "Akan aku bersemadi (berkhilwah) dengan Tuhanku". Dan
apabila aku melihat pagi mendapati aku, niscaya kembalilah kebencian
berjumpa dengan manusia. Dan bahwa datang kepadaku orang yang mengganggu
aku daripada Tuhanku''.
'Abdullah bin Zaid berkata : "Amat baiklah orang yang hidup di dunia dan hidup di akhirat!".
Maka orang bertanya kepadanya : "Bagaimanakah yang demikian itu?".
'Abdullah bin Zaid menjawab : bermunajah dengan Allah di dunia dan bermujawarah dengan Allah di akhirat. (1)
(1)
Bermusyawarah dapat diartikan menurut bahasa bertetangga dan bergaul
rapat Tentu saja di sini dalam pengertian dan istilah para kaumabid dan
shufi (Peny.).
|
464
|
Berkata
Dzun-Nuh Al-Mishri Kegembiraan dan kesenangannya orang mu'min dalam
berkhilwah, ialah dengan bermunajah dehgaii Tuhannya".
Berkata Malik bin Dinar : "Barangsiapa
tidak merasa berjinak-jinakan hati dengan bercakap-cakap (muhadatsah)
dengan Allah 'Azza wa Jalla, dengan meninggalkan bercakap-cakap dengan
makhluq, maka sesungguhnya telah sedikitlah pengetahuannya, telah
butalah hatinya dan telah sia-sialah umurnya".
Berkata Ibnul-Mubarak : "Alangkah baiknya keadaan orang yang memutuskan hubungan dengan yang lain, untuk berhubungan dengan Allah Ta'ala".
Dan diriwayatkan dari sebahagian orang-orang shalih, yang mengatakan : "Sewaktu aku sedang berjalan di sebahagian negeri Syam (Syria), tiba-tiba aku berjumpa dengan seorang 'abid (yang senan tiasa beribadah kepada Allah Ta'ala), yang keluar dari sebahagian bukit-bukit itu. Maka tatkala ia memandang kepadaku, lalu ia menyingkir ke pokok sebatang kayu dan menutupkan dirinya dengan batang kayu itu.
Lalu aku berkata : "Subhaanallaah (Maha Suci Allah)! Engkau kikir kepadaku untuk memandang kepadamu",
Maka 'abid itu menjawab : "Wahai
saudara! Sesungguhnya aku telah menetap di bukit ini dalam waktu yang
lama. Aku mengobati hatiku tentang kesabaran dari dunia dan penduduknya.
Maka lamalah pada yang demikian itu kepayahanku dan telah lenyaplah
padanya umurku. Aku bermohon kepada Allah Ta'ala, kiranya Ia tidak
menjadikan bahagianku dari hari-hari kehidupanku pada bermujahadah
qalbuku. Maka Allah menenteramkannya daripada kegoncangan dan
menjinakkannya sendirian dan seorang. Maka tatkala aku memandang
kepadamu, lalu aku takut bahwa aku terjatuh pada urusan yang pertama
dahulu. Biarlah engkau jauh, daripadaku. Maka sesungguhnya aku
berlindung dari kejahatan engkau dengan Tuhan segala orang yang
berma'rifah dan Kecintaan segala orang yang berdo'a".
Kemudian 'abid itu memekik dan pingsan dari lamanya berdiam di dunia.
Kemudian ia memalingkan wajahnya daripadaku.
Kemudian,
ia menggerakkan kedua tangannya, seraya berkata : " Biarlah engkau
jauh daripadaku, wahai dunia, untuk orang selain aku, Maka berhiaslah!
Dan untuk keluargamu, maka tipulah mereka!". Kemudian
'abid itu mengucapkan : "Maha Suci Tuhan yang memberikan rasa lezatnya
pengkhidmatan, ke dalam hati orang-orang yang berma'rifah dan kemanisan
sendirian menemani-Nya! Ia tidak melalaikan hati mereka daripada
merigingati sorga; dan bidadari yang cantik-cantik. Ia mengumpulkan
cita-cita mereka pada meng ingati-Nya. Maka tiadalah suatupun yang
lebih'lezat pada mereka, selain daripada bermunajah dengan Dia".Kemudian
'abid itu meneruskan kata-katanya dan berkata : "Qudduusun - Qudduusun
(Ia Maha Qudus - Ia Maha Qudus)". Jadi, abid itu dalam bersemadi
(al-khilwah) berjinak-jinakan dengan mengingati (berdzikir kepada) Allah
dan berbanyak mengertal (ma'rifah kepada) Allah".
465
|
Pada contoh yang demikian itu, ada yang bermadah :
Sungguh aku menutupkan diriku dan tidak adalah tutup padaku.
Semoga itu khayalan daripadamu yang bertemu dengan khayalanku.
Aku keluar dari antara orang-orang yang duduk.
Semoga jauh dari engkau aku berbicara,
dengan jiwa secara rahasia bersemadi-sepi.
Karena
itulah, berkata setengah hukama: "Sesungguhnya manusia itu merasa liar
dari dirinya sendiri, karena kosong pribadinya daripada sifat
keutamaan. Maka ketika itu ia memperbanyakkari bertemu dengan manusia.
Dan membuang jauh keliaran dari dirinya sendiri, disebabkan adanya
bersama manusia itu. Maka apabila dirinya itu bersifat keutamaan,
niscaya ia mencari kesendirian, supaya memperoleh pertolongan dengan
kesendirian itu kepada pemikiran. Dan dapat mengeluarkan pengetahuan dan
hikmah (ilmu yang tinggi-tinggi).
Sesungguhnya
ada yang mengatakan, bahwa berjinak-jinakan hati dengan manusia itu
adalah setengah dari tanda iflas (dalam keadaan tiada mempunyai
apa-apa).
Jadi, inilah faedah yang besar. Tetapi adalah mengenai bahagian setengah orang-orang pilihan tertentu. Dan
orang yang mudah baginya beijinak-jinakan hati dengan Allah dengan
berkekalan dzikir atau dengan berkekalan pikir mudah berkeyakinan
mengenai Allah maka yang lebih utama baginya ialah melepaskan diri dari
tiap-tiap yang menyangkut dengan percampur-bauran dengan manusia. Karena
tujuan yang terakhir dari ibadah dan buah dari pergaulan hidup
(mu'amalah), ialah bahwa manusia itu mati dengan mencintai Allah dan
berma'rifah kepada Allah. Dan tiadalah kecintaan itu, selain dengan
berjinak-jinakan yang diperoleh dengan berkekalan dzikir. Dari tiadalah
ma rifah itu, selain dengan berkekalan pikir. Dan kekosongan hati itu
"adalah syarat pada masing-masing dari yang dua tadi. Dan hati itu tiada
kosong dengan adanya percampur- bauran dengan manusia.
466
|
FAEDAH KEDUA :
Terlepas
itu dengan 'uzlah, dari perbuatan-perbuatan ma'shiat (perbuatan yang
berdosa) yang biasanya dikerjakan manusia dengan sebab percampur-bauran.
Dan selamat daripadanya dalam berkhilwah. Dan perbuatan-perbuatan
ma'shiat itu, EMPAT:: mengumpat, lalat merah (namimah), ria dan diam
daripada amar-ma’ruf dan nahi-munkar dan curi-mencuri sifat (karakter)
dari akhlaq buruk dan perbuatan keji yang diwajibkan oleh kerakusan
kepada dunia.
Adapun mengupat,maka apabila anda mengetahui dari "Kitab Bahaya Lidah dari Bahagian Yang Membinasakan" (Rubu'
Al- Muhlikat), segala seginya, niscaya anda mengetahui, bahwa menjaga
diri daripada mengupat dalam percampur-bauran adalah sukar sekali. Tidak
terlepas daripadanya, selain orang-orang shiddiq. Karena
adat kebiasaan manusia pada umumnya, adalah suka mempercakapkan segala
hal yang memalukan orang, merasa keenakan dengan yang demikian dan
banyak perpindahan dengan kemanisannya. Sehingga mengupat itu menjadi
makanan dan kelezatan mereka. Dan kepada mengupat itu mereka
menyenangkan diri dari keliaran hati (kesepian) dalam khilwah.
Jikalau
anda bercampur-baur dengan mereka dan anda menyetujui perbuatan mereka,
niscaya anda berdosa dan anda mendatangi untuk kemarahan Allah Ta'ala.
Dan jikalau anda berdiam diri, niscaya anda adalah sekutu.
Dan
orang yang mendengar adalah menjadi seorang dari orang- orang yang
mengupat. Dan jikalau anda membantah, niscaya mereka marah kepada anda.
Mereka meninggalkan orang yang diupati itu, lalu mereka mengupati anda.
Maka mereka menambahkan upatan kepada upatan. Kadang-kadang mereka
menambahkan di atas upatan itu dan mereka berkesudahan kepada memandang
ringan dan kepada memaki-maki.
Adapun
amar-ma’ruf dan nahi-munkar, adalah setengah daripada pokok-pokok
agama. Dan adalah suatu kewajiban sebagaimana akan
datangpenjelasannyapada akhir rubu*ini (bahagian perempat darikitab).
467
|
Barangsiapa
bercampur-baur dengan manusia, maka ia tidak terle- pas daripada
menyaksikan kemunkaran-kemunkaran. Kalau ia diain, niscaya ia
mendurhakai Allah. Dan kalau ia membantah, niscaya ia mendatangkan
dirinya kepada berbagai macam kemelaratan. Karena kadang-kadang ia
ditarik oleh mencari kelepasan dari segala macam kemelaratan tadi,
kepada segala kema'shiatan yang lebih besar daripada apa yang dilarang
pada mulanya. Dan pada 'uzlah itu, terlepaslah dari yang tadi. Maka
sesungguhnya amar, pada menyia-nyiakannya itu berat. Dan menegakkannya
sukar. Abu Bakar ra. bangun berdiri selaku khathib dan berkata: "Hai
manusia! Sesungguhnya kamu membaca ayat ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ لا يَضُرُّكُمْ مَنْ ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ
(Yaa-ayyuhalladziina aamanuu 'alaikum anfusakum laa yadlur-rukum man dlalla idzah-tadaitum).Artinya : "Hai
orang-orang yang beriman! Jagalah dirimu! Tidaklah, akan membahayakan
kepadamu orang yang sesat itu kalau kamu ada menurut jalan yang benar".
(S. Al-Maidah, ayat 105), bahwa kamu itu meletakkan ayat tersebut tidak pada tempatnya. Dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
إذا رأى الناس المنكر فلم يغيروه أوشك أن يعمهم الله بعقاب
(Idzaa ra-annaasul-munkara falam yughayyiruuhu ausyaka an ya- *umma-humuQaahu bi-iqaab).Artinya :
"Apabila manusia melihat yang munkar lalu tidak merubahkannya, niscaya
hampirlah mereka itu diratakan oleh Allah dengan siksaan*'(1)
Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda : "Sesungguhnya
Allah menanyakan kepada hamba-Nya, sehingga Ia berfirman kepadanya :
'Apakah yang mencegah engkau, apabila melihat yang munkar dalam dunia,
untuk menantangnya?'. Maka apabila Allh mengajarkan kepada seorang hamba
akan dalil-Nya, niscaya hamba itu berkata : 'Wahai Tuhan! Aku harap
dari Engkau dan aku takut kepada manusia". (2) Ini
adalah apabila ia takut dari pukulan atau perintah yang tidak
disanggupinya. Dan mengenai batas-batas yang demikian itu adalah sukar
dan padanya bahaya. Dan pada 'uzlah (mengasingkan diri) itu, terdapat
kelepasan. Dan pada-amar-ma’ruf dan-nahi-mungkar itu mengobarkan
permusuhan dan inenggerakkan marabahaya-marabahaya bagi hati,
sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair,
Banyaklah mengandung nasehat,
pada kata-katamu yang membekas.
Kadang-kadang yang memperoleh nasehat itu,
menerima dengan marah yang membatu.
(1) Dirawikan At-Tirmidzi dan lain-lain. Kata A t-Tirmidzl’ hadits ini hasan shahih.
|
(2) Dirawikan Ibnu Majah dari Abu Sa’id Al-Khudri. dengan isnad baik.
|
468
|
Orang
yang mencoba beramar-ma’ruf biasanya menyesal. Amar- ma'ruf itu adalah
seperti dinding yang mereng, lalu ada orang yang,. bermaksud
meluruskannya. Maka hampirlah dinding itu jatuh di atas dirinya.
Apabila jatuh ke atas dirinya, lalu ia berkata : "Wahai kiranya aku
tinggalkan dinding itu dalam keadaan mereng!". Ya, jikalau ia memperoleh
penolong-penolong yang memegang dinding itu, sehingga ia mengokohkannya
dengan tiang, maka dinding itu lurus. Dan pada waktu
sekarang engkau tiada akan memperoleh penolong-penolong itu. Dari itu,
tinggalkanlah mereka dan lepaslah engkau dengan diri engkau sendiri!.
Adapun
ria itu penyakit yang menyusahkan, yang sukar bagi wall-wali dan
pemuka-pemuka menjaga diri daripadanya. Tiap-tiap orang yang
bercampur-baur dengan manusia, niscaya berlemah-lembut dengan mereka.
Dan orang yang berlemah-lembut itu berbuat ria dengan mereka. Dan orang
yang berbuat ria dengan' mereka, niscaya jatuhlah ia ke dalam apa yang
jatuh mereka ke dalamnya. Dan binasalah ia, sebagaimana mereka itu
binasa. Dan sekurang-kurangnya yang harus padanya, ialah si fat nifaq
(sifat bermuka-dua).
469
|
Sesungguhnya
engkau, jikalau bercampur-baur dengan dua orang yang bermusuh-musuhan
dan engkau tiada menemui masing-masing daripada keduanya, dengan cara
yang sesuai dengan dia, niscaya jadilah engkau orang yang dimarahi
keduanya. Dan jikalau engkau berbaik-baikan dengan keduanya, niscaya
adalah engkau termasuk manusia yang jahat.
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
تجدون من شرار الناس ذا الوجهين يأتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه
(Tajiduuna min syiraarin-naasi dzal-wajhaim ya'-tii haa-ulaa-i bi- wajhin wa haa-ulaa-i bi-wajhin).Artinya: engkau
memperoleh daripada; manusia yang jahat itu orang yang bermuka dua. Dia
datang kepada orang-orang ini begini dan kepada orang-orang itu
begitu". (1)
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
إن من شر الناس ذا الوجهين يأتي هؤلاء بوجه وهؤلاء بوجه
(Inna min syarrin-naasi dzal-wajhaini ya'-tii haa-ulaa-i bi-wajhin wa haa-ulaa-i bi wajhin).Artinya : Sesungguhnya termasuk manusia yang jahat, ialah orang yang bermuka dua. Dia datang kepada orang-orang ini begini dan kepada orang-orang itu begitu". (2)
Sekurang-kurangnya
yang wajib pada bercampur-baur dengan manusia, ialah melahirkan
kerinduan dan bersangatan pada kerinduan itu. Dan yang demikian tidaklah
terlepas daripada kedustaan. Adakalanya pada pokok dan adakalanya pada
tambahan. Dan melahirkan kasih-sayang dengan menanyakan hal-keadaannya,
dengan engkau mengatakan umpamanya : "Bagaimanakah keadaan saudara? Bagaimanakah keadaan keluarga saudara?", sedang
engkau pada bathinnya, adalah berhati kosong daripada turut berduka-
cita dengan dia. Dan ini adalah nifaq semata-mata. Sirri berkata :
'Jikalau masuk ke tempatku saudaraku, lalu aku luruskan janggutku dengan
tanganku karena masuknya, niscaya aku takut bahwa aku akan ditulis pada
lembaran orang-orang munafiq".
Adalah
Al-Fudlail duduk sendirian dalam Al-Masjidil-haram. Maka datanglah
kepadanya saudaranya- Lalu beliau bertanya : "Apakah yang menyebabkan
engkau datang kemari?".
Saudaranya itu menjawab : "Untuk berjinak-jinakan hati, wahai Abu 'Ali
Al-Fudlail
(yang dipanggil dengan Abu 'Ali tadi) menjawab : "Wahai kiranya,
berjinak-jinakan itu adalah lebih menyerupai dengan berliar-liaran hati!
Adakah engkau kehendaki, selain daripada engkau menghiasi aku (dengan
kata-kata) dan aku menghiasi engkau? Engkau berdusta untukku dan aku
berdusta untuk engkau. Adakalanya, bahwa engkau bangun meninggalkan aku
atau aku bangun meninggalkan engkau".
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah.
|
(2) Dirawikan Muslim dari Abu Hurairah.
|
470
|
Berkata setengah ulama : Allah Ta'ala tiada mencintai seorang hamba, melainkan Ia mencintai bahwa tiada merasakan apa apa dengan hamba itu".
Thaus
masuk ke tempat Khalifah Hisyam. Lalu bertanya : Bagaimana engkau hai
Hisyam?". Maka Hisyam marah kepadanya, seraya berkata : "Mengapa tiada
engkau sebutkan aku dengan panggilan "amirul-mu'minin?".
Thaus menjawab : "Karena semua kaum muslimin tidak menyetujui atas kekhalifahanmu. Maka aku takut bahwa aku menjadi.. pendusta".
Orang
yang memungkinkan kepadanya, bahwa ia dapat memelihara akan pemeliharaan
iniy- maka hendaklah bercampur-baur dengan manusia. Dan jikalau tidak,
maka hendaklah ia menyetujui untuk dicantumkan namanya dalam lembaran
orang-orang munafiq:
Adalah
orang-orang salaf (orang-orang terdahulu) bertemu sesama mereka dan
menjaga pada ueapan mereka : "Bagaimana keadaan engkau berpagi hari?
Bagaimana keadaan engkau bersore hari? Bagaimana engkau? Bagaimana hal
keadaan engkau?". Dan tentang penjawaban dari ucapan itu.
Maka pertanyaan mereka itu, adalah mengenai hal keadaan agama, tidak
mengenai hal keadaan dunia. Hatim Al-Asham bertanya kepada Hamid
Al-Laffaf : "Bagaimana engkau tentang diri engkau?". Hamid menjawab :
"Selamat, sehat wal-afiat!". Maka Hatim tiada menyukai penjawaban Hamid
itu dan berkata : "Hai Hamid! Selamat itu ialah dari belakang Titian
(Ash-Shira- thal-mustaqim) dan sehat wal-afiat itu dalam sorga".
Dan
adalah apabila ditanyakan kepada Nabi isa as. : ''Bagaimana engkau
berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Aku berpagi hari, tiada memiliki
untuk mengemukakan apa yang aku harapkan. Dari tiada sanggup menolak apa
yang aku takuti. Dan aku berpagi hari tergadai dengan amalanku. Dan
kebajikan seluruhnya pada tangan lain daripada aku. Tiadalah orang
faqir, yang lebih faqir daripada aku".
Adalah
Ar-Rabi-bin Khaitsam apabila ditanyakan kepadanya : "Bagaimanakah
engkau berpagi hari?". Lalu beliau menjawab : "Aku berpagi hari,
termasuk orang-orang lemah yang berdosa. Kami mencukupkan rezeki kami
dan kami menunggu ajal kami". Adalah Abu'd-Darda' apabila ditanyakan
kepadanya : "Bagaimanakah engkau berpagi hari?". Lalu beliau menjawab :
"Aku berpagi hari dengan kebajikan, jikalau aku terlepas dari neraka".
471
|
Adalah
Sufyan At Tsuri Apabila ditanyakan kepadanya: bagaimanakah engkau
berpagi hari?". Lalu beliau menjawab : "Aku berpagi hari, mensyukuri ini
kepada ini, mencela ini kepada ini dan lari dari ini kepada ini".Dan
Lari dari ini kepada ini.
Ditanya kan Uwais Alqarni, bagaimana engkau berpagi hari?". Lalu beliau menjawab :
"Bagaimana berpagi hari seorang laki-laki, di mana apabila ia bersore
hari, tiada tahu bahwa ia akan berpagi hari lagi. Dan apabila ia berpagi
hari tiada tahu, bahwa ia akan bersore hari lagi".
Ditanyakan Malik bin Dinar : "Bagaimanakah
engkau berpagi hari?". Lalu beliau menjawab : "Aku berpagi hari dalam
umur yang berkurang dan dosa yang bertambah".
Ditanyakan setengah hukama' : "Bagaimanakah
engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Aku berpagi hari, tiada aku
rela hidupku untuk matiku dan diriku untuk Tuhanku".
Ditanyakan seorang ahli hikmat : "Bagaimanakah
engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Aku berpagi hari memakan
rezeki dari Tuhanku dan aku menta'ati musuh-Nya Iblis".
Ditanyakan Muhammad bin Wasi': "Bagaimanakah
engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Apakah persangkaanmu tentang
seorang laki-laki yang berjalan tiap-tiap hari ke akhirat sehari perja
lanan (satu marhalah)?".
Ditanyakan Hamid Al-Laffaf : "Bagaimanakah
engkau berpagi hari?". Lalu ia menjawab : "Aku berpagi hari, merindui
kesehatan hari itu sampai kepada malamnya". Lalu ditanyakan lagi
kepadanya "Tidakkah lengkau dalam sehat wal-afiat pada tiap-tiap
hari?". Maka beliau menjawab : "Sehat wal-afiat itu ialah hari, di mana
aku tiada mendurhakai akan Allah Ta'ala padanya".
Ditanyakan
seorang laki-laki dan laki-laki itu dalam keadaan menyerahkan dirinya
untuk mati (sakarat) : "Apakah hak keadaan- mu?". Lalu laki-laki itu
menjawab : "Apalah halnya keadaan orang yang bermaksud berjalan jauh
tanpa perbekalan. Memasuki perkuburan yang meliarkan hati tanpa yang
menjinakkan. Dan berjalan kepada Raja Yang Adil tanpa membawa alasan
(hujjah)".
Ditanyakan Hassan bin Abi Sannan : "Apakah
hal keadaanmu?". Lalu ia menjawab : "Apalah halnya orang yang mati,
kemudian dibangkitkan, kemudian dihisab (dihitung amalannya)". ( Ibnu
Sirin bertanya kepada seorang laki-laki : "Apakah hal keadaanmu?". Lalu
orang itu menjawab .'"Apalah halnya orang yang menanggung hutang
sebanyak lima ratus dirham dan orang itu berkeluarga banyak?".
472
|
Maka
Ibnu Sirin masuk ke rumahnya. Lalu mengeluarkan uang: seribu dirham
untuk laki-laki itu. Maka diserahkannya wang itu kepada laki-laki tadi,
seraya berkata : "Lima ratus bayarkanlah hu tangmu dan lima ratus lagi
sediakan untuk dirimu sendiri dan keluargamu!"
Dan
tidak ada pada Ibnu Sirin uang yang lain. Kemudian ia berkata : "Demi
Allah! Aku tiada akan menanyakan selama-lamanya kepada seseorang tentang
hal keadaannya". '
Sesungguhnya
Ibnu Sirin berbuat demikian, karena takut pertanyaannya itu adalah dari
tidak mementingkan keadaan orang yang ditanyakan. Lalu dengan demikian,
ia adalah orang yang ria lagi munafiq.
Maka
adalah pertanyaan mereka itu tentang urusan agama dan hal-hal keadaan
hati pada ber-mu 'amalah dengan Allah. Dan jikalau mereka menanyakan
tentang urusan dunia, maka adalah timbul- nya daripada mementingkan dan
bercita-cita menegakkan keperluan yang terang bagi mereka.
Setengah
mereka berkata : "Sesungguhnya aku mengenal beberapa kaum, di mana
mereka itu tiada pernah bertemu. Jikalau seorang dari mereka menghukum
(menetapkan) ke atas diri temannya, untuk mengambil semua yang
dimilikinya, niscaya teman itu tiada akan melarangnya. Dan sekarang aku
melihat kaum-kaum itujumpa- menjumpai dan tanya-menanyakan, sehingga
tentang ayam betina dalam rumah. Dan jikalau salah seorang dari mereka
memberanikan diri untuk mengambil sebutir biji-bijian daripada harta
temannya, niscaya temannya itu melarangnya. Maka tidakkah ini, selain
ria dan nifaq semata-mata?
Tanda
yang demikian itu, ialah : bahwa engkau melihat si Ini menanyakan :
"Bagaimana keadaan Engkau?", dan yang lain menanyakan : "Bagaimana
keadaan engkau?". Maka yang bertanya tiada menunggu jawaban dan yang
ditanya bimbang memikirkan pertanyaan itu dan tidak menjawab. Dan yang
demikian adalah karena. mereka tahu, bahwa itu adalah datangnya dari ria
dan memberat- kan diri. Dan kiranya hati tiada terlepas dari khianat
dan dengki. Dan lidah hanya mengucapkan pertanyaan.
473
|
Al-Hasan berkata : "Sesungguhnya, mereka itu dahulu mengucapkan : "Assalaamu alaikum, apabila —demi Allah— hati itu telah sejahtera. Adapun sekarang, maka mereka itu mengucapkan "Yang di sebelah kiri!". Maka mereka mengambil jalan yang di sebelah kiri itu. Maka binasalah dan sesatlah mereka. Dan yang lain duduk dan berhenti, sehingga hilanglah angin dan teranglah jalan. Lalu mereka itu berjalan ............. ".
Maka
Sa'ad mengasingkan diri dan suatu rombongan bersama dia, memisahkan diri
dari segala fitnah. Dan mereka tidak bercampur- baur, kecuali sesudah
hilang segala fitnah itu.
Dari Ibnu 'Umar ra. diriwayatkan, bahwa : tatkala
sampai kepadanya berita bahwa Husain ra. telah menuju Irak, lalu Ibnu
'Umar meiigikutinya. Maka bertemulah ia dengan Husain sesudah berjalan
tiga hari lamanya.
Lalu Ibnu 'Umar bertanya kepada Husain : "Kemanakah engkau mau pergi?".Husain menjawab : "Ke Irak!". Dan bersama Husain lembaran- lembaran keterangan dan surat-surat.
Lalu Husain menyambung : "Inilah surat-surat dan sumpah setia (bai'ah) mereka!".
Lalu' Ibnu 'Umar menjawab : "Janganlah kamu pandang kepada surat-surat mereka dan janganlah kamu datang kepada mereka!".
Husain enggan menerima nasehat Ibnu 'Umar.
Lalu Ibnu 'Umar berkata : "Aku akan menerangkan kepadamu suatu hadits, bahwa : Jibril datang kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Lalu ia menyuruh pilih kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ antara dunia dan akhirat.
Maka Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memilih akhirat dari dunia. Dan engkau itu sesungguhnya, sepotong daging dari tubuh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (1)
Demi
Allah, tiada akan memerintah dunia oleh seseorang dari padamu
selama-lamanya. Dan tiada memalingkan dunia daripadamu, melainkan untuk
yang lebih baik bagimu".Husain enggan kembali (ingin meneruskan perjalanannya ke Irak).
Lalu Ibnu 'Umar memeluk Husain dan menangis tersedu-sedu, seraya berkata : "Aku serahkan engkau kepada Allah terbunuh atau tertawan!". (2)
(1)
|
Yaitu : Husain bin Saidina 'Ali, ibunya Fatimah, puteri Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Tegasnya : Husain itu cucu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
|
(2)
|
Riwayat
ini terkenal dalam sejarah, bahwa Saidina Husain ra. setelah menerima
jabatan khalifah, lalu menuju Irak karena mendapat dukungan dan surat
tanda kesetiaan dari penduduknya. Ibnu 'Umar ra. melarang sampai beliau
berjalan me nyusulinya sejauh tiga hari perjalanan. Tetapi Saidina
Husain meneruskan juga perjalanan itu. Akhirnya beliau ditinggalkan oleh
orang banyak dan datanglah tentara Bani Uraaiah dari negeri Syam,
sampai beliau terbunuh bersama keluarga nya, dalam suatu peristiwa sedih
yang penuh ratap tangis, yang selalu diperingati sampai sekarang oleh
golongan Syi'ah khususnya (pengikut 'Ali ra.). Kami telah berkunjung
tempat tersebut, tempat Saidina Husain dan keluarganya dibunuh, pada
tahun 1969. Nama tempat itu, ialah : Karbala. Amat terharu kita
melihatnya, demi melihat kaum Syi 'ah, menangisi Husain di tempat
tersebut, yang sudah dibuat demikian rupa, dengan batu peringatan, yang
tampak merah berlumuran darah. (Pent.).
|
Maka
tidaklah manusia itu duduk duduk dalam majlis dengan orang fasiq dalam
sekejap waktu, walaupun ia menatang orang fasiq tadi pada bathinnya,
melainkan jikalau sekiranya ia membanding akan dirinya kepada masa
sebelumnya duduk-duduk itu, niscaya akan diketahuinya masa itu suatu
perbedaan, mengenai larinya hati dari perbuatan yang merusak dan
beratnya hati kepada perbuatan yang merusak itu. Karena perbuatap yang
merusak itu (perbuatan fasid) disebabkan banyaknya melihat, maka menjadi
mudah pada tabi 'at (karakter). Lalu hilanglah kesan dan anggapan besar
perbuatan fasid itu bagi orang tersebut, Dan sesungguhnya yang mencegah
dari perbuatan fasid tadi, ialah kesangatan kesannya dalam hati. Maka.
apabila telah diahggap kebil disebabkan lamanya menyaksikan, niscaya
hampirlah kekuatan mencegah itu terlepas dan tertunduklah tabi'at
(karakter) untiik cenderung kepada perbuatan fasid itu. Atau kepada yang
lebih kurang lagi.
Manakala
lamalah menyaksikan dosa besar dari orang lain, niscaya ia memandang
Ieceh (tidak berarti) akan segala dosa kecil dari dirinya sendiri. Dan
karena itulah, orang yang selalu melihat kepada orang kaya, lalu
memandang ringan akan nikmat Allah kepadanya. Maka membekaslah oleh
duduk-duduk dengan orang-orang kaya, kepada memandang kecil akan apa
yang ada padanya. Dan membekaslah oleh duduk-duduk dengan orang
fakir-miskin, kepada mengngaggap besar nikmat yang dianugerahkan
kepadanya.
Begitu
pula melihat kepada orang-orang yang tha'at dan orang yang ma'shiat.
Inilah membekasnya pada tabi'at (karakter). Maka orang yang menjuruskan
penglihatannya kepada memperhatikan keadaan - para shahabat dan tabiin
(para pengikut shahabat) tentang ibadah dan membersihkan diri dari
dunia, niscaya senantiasalah ia memandang kepada dirinya sendiri dengan
pandangan kecil dan kepada ibadahnya dengan pandangan hina. Dan selama
ia melihat dirinya itu teledor, maka tidaklah ia terlepas dari panggilan
kesungguhan, karena ingin pada penyempumaan dan menyempurnakan
untuk mengikuti jejak para shahabat dan tabi'in itu. Orang yang melihat
kepada keadaan yang banyak terjadi pada penduduk zamannya dan
berpalingnya penduduk itu dari Allah, menghadapnya kepada dunia dan
dibiasakan mereka mengerjakan perbuatan ma'shiat, niscaya orang itu
memandang besar keadaan dirinya sendiri, dengan sedikit saja kegemaran
kepada kebajikan, yang dijumpainya dalam hatinya.
475
|
Yang
demikian itu adalah binasa dan memadailah pada merobah kan tabi'at
(karakter) oleh semata-mata mendengar kebajikan dan kejahatan,
lebih-lebih menyaksikannya
Dan dengan pengertian yang halus ini, dapatlah diketahui rahasia sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
عند ذكر الصالحين تنزل الرحمة
('Inda dzikrish-shaalihiina tanzilur-rahmah).Artinya : "Pada menyebutkan orang-orang shalih itu turunlah rahmat". (1)
Sesungguhnya rahmat itu ialah masuk sorga dan bertemu dengan Allah. Dan tidaklah turun ketika menyebut itu, yang tersebut tadi. Tetapi yang turun ialah sebabnya. Yaitu membangkitnya kegemaran dari hati dan bergeraknya keinginan untuk mengikuti orang-orang shalih itu. Dan mencegah daripada apa yang mengkaburkan- riya, dari kurangnya perhatian dan keteledoran. Dan permulaan rahmat ialah berbuat kebajikan. Dan permulaan berbuat kebajikan ialah kegemaran. Dan permulaan kegemaran ialah menyebut hal-ikhwal orang-orang shalih. Maka inilah artinya : turun rahmat.
Dan
pengertian dari kandungan perkataan ini pada orang yang cer- dik, adalah
seperti pengertian dari kebalikannya. Yaitu : bahwa pada menyebutkan
orang-orang fasiq, turunlah laknat (kutukan). Karena dengan banyak
menyebutkan mereka, memudahkan kepada tabi'at (karakter manusia), urusan
perbuatan-perbuatan ma'shiat. Dan laknat itu ialah : jauh. Dan
permulaan kejauhan dari Allah, ialah perbuatan maksiat, berpaling
daripada Allah dengan mengha- dapkan diri kepada nasib-nasib baik yang
segera dan nafsu syahwat yang menjelma, tidak di atas cara yang disuruh
menurut agama. Permulaan perbuatan ma!shiat, ialah hilangnya rasa berat
dan rasa kejinya dari hati. Dan permulaan hilangnya rasa berat, ialah
terjadi- nya kejinakan hati dengan perbuatan ma'shiat itu, dengan banyak
mendengarnya.
(1) Menurut AlIraqi ini bukan hadits, tetapi ucapan Sufyan bin 'Uyaynah — demikian diriwayatkan Ibnul Juzi.
|
476
|
Apabila ini halnya menyebutkan'orang-orang shalih dari orang- orang fasiq, maka apakah persangkaanmu dengan menyaksikan mereka itu? Bahkan telah ditegaskan dengan demikian oleh Rasul- lullah saw, di mana behau bersabda :
مثل الجليس السوء كمثل الكير إن لم يحرقك بشرره علق بك من ريحه
Artinya
: "Teman duduk yang jahat adalah seumpama dapur api tukang besi.
Jikalau dapur api itu tiada membakarmu dengan bunga apinya, niscaya
melekatpadamu anginnya". (1)
Maka
sebagaimana angin itu melekat pada kain dan orang itu tiada
merasakannya, maka begitu pula mudahnya kerusakan pada hati dan ia tiada
merasakannya. Dan Nabi saw-bersabda :
مثل الجليس الصالح مثل صاحب المسك إن لم يهب لك منه تجد ريحه
(Matsalul-jaliisish-shaalihi matsalu shaahibil miski in lam yahab laka minhu tajid riihah).
Artinya
: Teman duduk yang shalih adalah seumpama orang yang mempunyai kesturi.
Jikalau ia tidad memberikan kepadamu dari kesturinya, niscaya engkau
akan memperoleh bau-harumnya
Karena
inilah aku katakan : bahwa barangsiapa mengetahui dari seorang yang
berilmu suatu kesilapan, niscaya haramlah ia menceri- terakannya, karena
dua sebab :
Pertama : bahwa menceriterakan. itu adalah mengupat.
Kedua :
dan inilah yang terbesar, bahwa menceriterakannya itu memudahkan kepada
para pendengar urusan kesilapan itu. Dan terhapuslah dari hati mereka
rasa beratnya mengerjakan kesilapan itu. Lalu yang demikian itu menjadi
sebab untuk mempermudahkan perbuatan ma'shiat tadi. Karena sesungguhnya
manakala terperosoklah seseorang pada suatu ma'shiat, niscaya ia
menantang yang demikian sebagai tantangan untuk penolakan, seraya
berkata : "Bagaimanakah menjauhkan ini dari kita, padahal semua kita
terpaksa kepada perbuatan yang seperti itu, sehingga para alim-ulama dan
orang-orang abid juga?".
Jikalau
ia berkepercayaan bahwa perbuatan yang seperti itu tiada akan diperbuat
oleh seorang ulama dan tiada akan dijamah oleh seorang yang memperoleh
taufiq dan terpandang, niscaya sukarlah baginya tampil dengan alasan
tadi. Maka banyaklah orang yang menyerupai anjing terhadap dunia, loba
kepada mengumpulkannya,
(1) Dirawikan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Musa.
|
477
|
Menempuh
kebiasaan atas kecintaan menjadi kepala dan penghiasannya memudahkan
bagi dirinya kekejian menjadi kepala itu dan menda'wakan, bahaya para
shahabat ra. tiada membersihkan dirinya daripada kecintaan menjadi
kepala. Kadang-kadang ia mencari dalil di atas pendiriannya itu, dengan
peperangan yang timbul diantara dalil di atas pendiriannya itu, dengan
peperangan yang timbul diantara 'Ali dan Mu'awiah.
Dan ia
menerka pada dirinya, bahwa peperangan yang tersebut tadi tidaklah
untuk mencari kebenaran. Tetapi untuk mencari riasah (ingin menjadi
kepala). Kepercayaan yang seperti ini salah, yang memudahkan kepadanya
urusan riasah dan segala akibatnya yang merupakan perbuatan- perbuatan
ma'shiat. Dan tabi'at yang terkutuk itu cenderung kepada mengikuti'
segala kesalahan dan menolak segala kebaikan. Bahkan kepada
mengumpamakan kesalahan pada tempat yang tidak bersa- lah, dengan
menempaitkannya, menurut kemauan hawa nafsu, untuk menjadi alasan dengan
yang demikian. Dan itu adalah setengah dari godaan syaitan yang
halus-halus. Dan karena itulah disifatkan oleh Allah orang-orang yang
bermusuhan dengan syaitan dengan firman-Nya :
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ(Alladziina yas-tami-'uunal qaula fayattabi-iuna ahsanah).
Artinya : "Yaitu orang-orang yang mendengarkan kata, lalu menuruti mana yang lebih baik (S. Az-Zumar, ayat 18).
Dan untuk itu, oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dikemukakannya suatu perumpamaan, seraya beliau bersabda : "Orang yang duduk mendengar pengetahuan yang tinggi-tinggi (ilmu hikmah), kemudian
tiada mengamalkannya, kecuali dengan yang buruk daripada apa yang
didengarinya, adalah seumpama seorang yang datang kepada penggembala.
Lalu berkata kepada penggembala itu : Wahai penggembala! Bawalah
kepadaku seekor dari kambingmu. Maka penggembala itu menjawab :
"Pergilah dan ambillah kambing yang terbaik dari kawanan kambing itu!
Lalu orang itu pergi, maka memegang telinga anjing penjaga kambing". (1)
Dan tiap-tiap orang yang menukilkan kesalahan imam-imam (pemuka-pemuka), maka inilah juga contohnya.
(1) Dirawikan Ibnu Majah dari Abu Hurairah, sanad dla'if.
|
478
|
Dan
setengah dari dalil yahg menunjukkan kepada hilangnya pengaruh sesuatu
dari hati, disebabkan berulang-ulang dan menyaksikannya, ialah bahwa
kebariyakan manusia apabila melihat seorang muslim berbuka pada siang
hari bulan Ramadlan, niscaya mereka itu menantang yang demikian, yang
tantangan itu hampir membawa kepada kepercayaan akan kafimya si muslim
yang tiada berpuasa tadi.
Kadang-kadang
mereka itu menyaksikan orang yang tidak menger- jakan shalat pada
waktunya dan tidaklah lari tabi'at mereka dari orang itu, seperti
larinya pada menta'khirkan (mengemudiankan) puasa, sedang satu shalat
dengan meninggalkannya dapat menjadi kafir, menurut pendapat segolongan
ulama. Dan dapat dibunuh menurut pendapat segolongan Lain. Dari
meninggalkan puasa Ramadlan seluruhnya, tidaklah membawa kepada
kekafiran. Dan tiadalah sebab bagi yang demikian, selain karena shalat
itu berulang-ulang. Dan mempermudah-mudahkan tentang shalat itu,
termasuk hal yang banyak. Maka hilanglah kesannya dari hati dengan
menyaksikan itu. Dan yang demikian itu, jikalau seorang ahli-fiqh
(al-faqih), memakai kain sutera atau cincin emas atau meminum pada
mangkok perak, niscaya jiwa memandang jauh perbuatan tersebut dan
sangatlah menantangnya. Kadang-kadang dapat dipersaksiaan pada suatu
sidang (majelis) yang lama, di mana tiada diperkatakan, kecuali
persoalan yang menjadi upatan kepada orang. Dan tidaklah diusahakan
menjauhkan yang demikian. Pada- hal mengupat itu lebih berat daripada
zina. Maka bagaimana pula, mengupat itu tiada lebih berat daripada
memakai sutera? Tetapi karena banyaknya mendengar upatan dan menyaksikan
orang-orang yang mengupat, maka hilanglah kesannya dari hati. Dan
terpandang mudahlah urusannya pada jiwa. Maka hendaklah anda memperhati-
kan benar-benar akan pengertian-pengertian yang halus ini!. Dan larilah
dari manusia, sebagaimana larinya anda dari singa! Karena anda tiada
akan menyaksikan dari manusia itu, selain hal-hal yang menambahkan
kelobaanmu kepada dunia dan melalai- kanmu dari akhirat. Memudahkan
kepadamu perbuatan ma'shiat dan melemahkan kegemaranmu kepada perbuatan
ta'at. Jikalau engkau memperoleh seorang teman duduk yang
mengingatkan engkau kepada Allah dengan melihat wajahnya dan perjalanan
hidupnya, maka rapatilah dan janganlah engkau berpisah daripadanya! Rampaslah hatinya dan janganlah engkau memandang hina kepadanya! Karena itu adalah rampasan bagi orang yang berakal
479
|
dan
barang hilang bagi orang Mu'min. Dan yakinlah, bahwa teman duduk yang
shalih itu, lebih baik daripada sendirian. Dan sendirian itu, lebih baik
daripada teman duduk yang jahat. Manakala anda telah memahami segala
pengertian ini dan anda memperhatikan akan tabi'at (karakter) anda dan
anda menoleh kepada keadaan'orang yang anda kehendaki bercampur-baur
dengan dia, niscaya tidaklah tersembunyi bagi anda, bahwa yang lebih
utama, menjauhkan diri daripada orang itu, dengan mengasingkan diri
('uzlah). Atau mendekatkan diri kepadanya dengan bercampur- baur. Dan
hati-hatilah untuk menetapkan secara mutlaq kepada 'uzlah atau
bercampur-baur, dengan menetapkan salah-satunya yang lebih utama.
.Karena masing-masing memerlukan kepada penguraian. Makamengatakan
secara mutlaq dalam soal ini, dengan : tidak atau ya, adalah menyalahi
dari perkataan itu sendiri semata-mata. Dan tidaklah benar pada yang
memerlukan kepada uraian, melainkan dengan uraian.
FAEDAH KETIGA :
Terlepas
dari segala fitnah dan permusuhan, terpelihara Agama dan jiwa daripada
terjerumus ke dalamnya dan dari menghadapi segala bahayanya.
Sedikitlah
negeri-negeri yang terlepas dari sifat ta-'ash-shub (fanatik), fitnah
dan permusuhan. Maka orang yang mengasingkan diri dari mereka, dapatlah
memperoleh keselamatan daripadanya. 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'Ash
berkata : Tatkala Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyebutkan
fitnah-fitnah itu dan menyifatkannya dan bersabda : Apabila engkau
melihat manusia, di mana janjinya tidak ditepati dan amanah yang
diserahkan kepadanya tersembunyi-senyap dan mereka itu berada : begini!'
dan Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjerjakkan diantara anak-anak jarinya a), lalu aku bertanya : liMaka apakah yang engkau suruhkan aku?".
Lalu Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab
: "Tetaplah kamu di rumah, milikilah lidahmu atas dirimu, ambilkanlah
apa yang kamu pandang ma' ruf dan tinggalkanlah apa yang kamu pandang
munkar! Kerjakanlah pekerjaan yang tertentu bagi dirimu dan
tinggalkanlah pekerjaan yang umum kepada orang banyak!". (2)
(1) Sebagai isyarat sangatnya percampurrbauran. (Peny.).
|
(2) Dirawikan Abu Dawud dan An-Nasa-i, dengan isnad baik.
|
480
|
Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda ?
يوشك أن يكون خير مال المسلم غنما يتبع بها شعف الجبال ومواقع القطر يفر بدينه من الفتن من شاهق إلى شاهق
(Yuu-syiku
an yakuuna khairu maalil muslimi ghanaman yat-ba-'u bihaa sya-'aqal
jibaali wa mawaaqi-'al qathri yafirru bidiinihi minal fitani min
syaahiqin ilaa syaahiq).Artinya : "Hampirlah bahwa sebaik-baik
harta seorang muslim ialah kambing, yang diikutinya bersama kambing itu
ke puncak- puncak bukit dan tempat-tempat iringan unta. Ia lari dengan
agama nya dari segala fitnah, dari satu daratan tinggi ke satu daratan
tinggi" (1)
Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan bahwa Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda
: "Akan datang kepada manusia suatu masa, di mana bagi orang yang
beragama tiada akan selamat agamanya, selain orang yang lari, dengan
agamanya dari kampung kekampung, dari dataran tinggi ke dataran tinggi
dan dari batu ke batu, seperti pelanduk yang pergi ke sana kemari.Lalu ada yang menanyakan kepada Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : "Pabilakah yang demikian itu, wahai Rasulullah?".Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Apabila
kehidupan itu tiada diperoleh, kecuali dengan perbuatan ma'shiat kepada
Allah Ta'ala. Maka apabila masa itu tiba, niscaya halallah membujang
(tidak kawin)".
Lalu mereka itu bertanya lagi : "Bagaimanakah yang demikian itu, wahai Rasulullah, sedang engkau menyuruhkan kami kawin?". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Apabila masa itu tiba, adalah kebinasaan seseorang itu pada tangan ibu-bapanya. Jikalau ia tiada beribu-bapa, maka pada kedua tangan isteri dan anaknya. Jikalau itu tidak ada, maka pada kedua tangan keluarganya".
Lalu mereka itu bertanya lagi : "Bagaimanakah yang demikian itu, wahai Rasulullah, sedang engkau menyuruhkan kami kawin?". Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Apabila masa itu tiba, adalah kebinasaan seseorang itu pada tangan ibu-bapanya. Jikalau ia tiada beribu-bapa, maka pada kedua tangan isteri dan anaknya. Jikalau itu tidak ada, maka pada kedua tangan keluarganya".
Mereka itu bertanya pula : "Bagaimanakah yang demikian itu, wahai Rasulullah?".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab
: "Mereka menghinakannya dengan menyempitkan tangan (tidak mau
memberikan). Lalu terpaksa ia mengerjakan pekerjaan berat, yang tidak
disanggupinya. Sehingga yang demikian itu mendatangkannya ke
tempat-tempat kebinasaan". (2)
(1) Diiawikan Al-Bukhari dari Abu Sa 'id Al-Khudri.
|
(2) Hadits.ini sudah diterangkan dulu pada bab nikah.
|
481
|
Hadits
ini, walaupun mengenai; persoalan membujang; tetapi pengasingan diri
(uzlah) dapatlah dipahami daripadanya. Karena orang yang berkeluarga
tidak dapat menyingkirkan diri dari pengbidupan dan bercampur-bauran.
Kemudian, ia tiada memperoleh penghidup- an itu, kecuali dengan berbuat
ma'shiat kepada Allah Ta'ala. Dan tidaklah aku mengatakan, bahwa inilah
masanya zaman itu. Sesungguhnya masa itu telah ada pada beberapa zaman
sebelum masa yang sekarang ini.
Dan
karenanya berkata Sufyan : "Wallaahi, demi Allah, sesungguhnya telah
halal mengasingkan diri ('uzlah)". Berkata Ibnu Mas'ud ra. :
"Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyebutkan hari-hari fitnah dan hari-hari kacau. Lalu aku bertanya : "Apakah hari kacau itu?". Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab
: "Ketika orang tidak merasa aman dengan teman duduknya". Lalu aku
bertanya lagi: "Apakah yang engkau suruhkan aku jikalau aku ketahui masa
itu?". Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Cegahlah dirimu dan tanganmu dan masuklah ke rumahmu!".
Ibnu
Mas'ud meneruskan riwayatnya: "Lalu aku bertanya : 'Wahai Rasulullah!
Bagaimanakah pendapatmu, jikalau orang itu masuk ke kampungku?".
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab : "Masuklah ke rumahmu!". Lalu aku menyambung lagi: "Jikalau orang itu masuk ke rumahku?"
Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab
: "Masuklah ke masjidmu dan perbuatkanlah 'begini! Dan beliau
menggenggam pergelangan tangannya. Dan katakanlah : 'Tuhanku Allah',
sampai engkau meninggal dunia". (1) Sa'ad berkata tatkala ia diminta
keluar dari rumahnya pada hari- hari pemerintahan Mu'awiyah -. "Tidak!
Kecuali kamu berikan kepadaku pedang yang mempunyai dua mata yang bisa
melihat daa lidahyang dapat mengatakan orang kafir. Lalu aku bunuh kafir
itu. Dan dapat mengatakan : orang mu'min. Lalu aku cegah dari orang
mu'min itu".
Dan
Sa'ad menyambung perkataannya : "Seperti kami dan seperti kamu itu,
adalah seperti suatu kaum yang berada di tengah jalan yang putih terang.
Maka di waktu mereka itu sedang berjalan demikian, tiba-tiba
berhembuslah dengan dahsyat angin yang berdebu tebal. Lalu mereka
tersesat jalan, sehingga jalan itu meragukan mereka. Lalii setengah
mereka berkata : "Jalan itu yang di sebelah kanan!". Maka mereka
mengambil jalan yang di sebelah kanan itu. Maka binasalah dan sesatlah
mereka. Setengah mereka berkata :
(1) Dirawikan Abu Dawud dan Al-Khathtbabi.
|
482 –
|
"Bagaimanakah
engkau berpagi pagi, kiranya Allah memberikan ke-sehat-wal-afiatan
kepada engkau! Bagaimanakah engkau? Kiranya Allah mendatangkan kebaikan
kepada engkau!". (1)
Jikalau
kita ambil ucapan mereka itu, maka itu adalah bid'ah, bukan
penghormatan. Jikalau mereka mau, niscaya mereka boleh marah kepada kita
dan jikalau mereka mau, boleh tidak". Sesungguhnya Al-Hasan mengatakan
demikian, karena memulai dengan ueapan : "Bagaimana engkau berpagi
hari** (kaifa ash-bahta atau selamat pagi), adalah bid*ah.
Seorang
laki-laki mengucapkan kepada Abu Bakar bin 'Ayyasy : "Bagaimana engkau
berpagi-hari (kaifa ash-bahta)?", maka tidak dijawabnya. Dan beliau
berkata : "Tinggalkanlah kami dari bid’ah ini!". Dan beliau menyambung :
"Sesungguhnya ini terjadi pada masa berkecambuk penyakit kolera, yang
disebut "Kolera *Amwas** di negeri Syam (Syria), dari kematian yang
mendahsyat, di mana seorang yang dijumpai temannya pada pagi hari, lalu
teman itu mengucapkan : "Kaifa ash-bahta minath-thaun?" (Bagaimana
engkau berpagi hari dari penyakit kolera? Dan dijumpai pada sore hari,
lalu diucapkan : "Kaifa amsaita?" (Bagaimana engkau bersore hari?).
Maksudnya,
bahwa perjumpaan itu pada kebanyakan adat-kebiasa- an, tidaklah
terlepas dari bermacam cara yang dibuat-buat, ria dari nifaq. Dan
semuanya itu adalah tercela. Sebahagiannya terlarang (haram) dan
sebahagiannya makruh. Dan pada ber-'uzlah adalah melepaskan diri
daripada yang demikian. Karena orang yang bertemu dengan orang banyak
dan tidak berakhlaq dengan akhlaq mereka, niscaya mereka mencacikannya,
memandang menjadi beban, mencela dan berkekaian menyakitinya. Maka
hilanglah agama mereka padanya dan hilanglah agamanya dan dunianya pada
mendendam mereka.
Adapun
curi-mencuri tabiat (karakter) daripada apa yang dipersaksikannya, dari
segala budi-pekerti dan amal-perbuatan manusia, maka itu adalah
penyakit yang sudah tertanam. Sedikitlah orang- orang yang berakal
menaruh perhatian padanya, apalagi orang-orang yang lalai.
(1) Maksudnya : mengucapkan : "Selamat pagi! Apa kabar" ganti "Assalaamu'alai- kum". (Pent.).
|
483
|
Dan
adalahdalam kalangan stiahabat itu, sepuluh ribu orang banyaknya. Dan
fitnah (kekacauan) itu baru meringan, sesudah tinggal hanya lebih dari
empat puluh orang.
Thaus
duduk di rumahnya, lalu ditanyakan kepadanya tentang yang demikian. Maka
ia menjawab : "Kerusakan masa dan kedzaliman imam-imam
(pemuka-pemuka)".
Tatkala
'Urwah membangun istananya di 'Uqaiq dan ia selalu di istananya, lalu
orang berkata kepadanya : "Engkau selalu di istana dan meninggalkan
masjid Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ".Maka 'Urwah menjawab : "Aku
melihat masjid-masjidmu itu tem pat bermain, pasar-pasarmu itu tempat
yang sia-sia dan perbuatan keji di jalan-jalanmu itu sudah meninggi. Dan
pada apa yang di sana itu, di luar dari tempat di mana kamu di
dalamnya, adalah sehat dan 'afiat".Jadi, menjaga diri dari permusuhan dan penebaran fitnah adalah salah, satu daripada faedah-faedah'uzlah.
FAEDAH KE-EMPAT : Terlepas dari kejahatan manusia.
Sesungguhnya
manusia itu akan menyakitkan kamu, sekali dengan jalan mengumpat,
sekali dengan jahat sangka dan tuduhan, sekali dengan saran-saran dan
loba yang palsu, yang sulit melaksanakan- nya dan sekali dengan lalat
merah (namimah) atau dusta.
Kadang-kadang
mereka itu melihat daripadamu perbuatan atau perkataan, yang tak sampai
akal mereka kepada hakikatnya. Lalu mereka mengambil yang demikian itu
menjadi simpanan pada mereka. Mereka simpan untuk suatu waktu, yang
lahir padanya kesempatan untuk kejahatan.
Maka
apabila engkau mengasingkan diri dari mereka, niscaya engkau tidak
memerlukan kepada menjaga diri dari semua tadi. Karena itulah berkata
setengah hukama (ahli hikmat) kepada bukan ahli hikmat: "Aku ajarkan
kamu dua kuntum syair, lebih baik daripada aku berikan sepuluh ribu
dirham"
Lalu orang itu bertanya : "Manakah dua kuntum syair itu?" Maka ahli hikmat tadi, membacakannya, yang artinya sebagai beri kut:
484
|
Kecilkanlah suaramu, jika engkau berbicara dimalam hari! Berpalinglah kekiri-kananmu, sebelum berbicara di siang hari!.Tidaklah perkataan itu, dapat dikembalikan lagi, ketika telah keluar dari mulutmu, baik keji atau bogus sekali.
Dan
tidak ragu lagi, bahwa barangsiapa bercampur-baur dengan orang banyak
dan bersekutu dengan mereka dalam segala pekerja- annya, maka tidaklah
terlepas dari adanya yang dengki dan musuh, yang berjabat sangka. Dan
menduga bahwa dia mengadakan persi- apan untuk memusuhinya, menegakkan
penipuan terhadapnya dan menanamkan marabahaya di belakangnya.
Maka
manusia, betapapun bersangatan lobanya kepada suatu hal, mengira setiap
suara keras ditujukan kepadanya. Mereka adalah musuh, maka hendaklah
engkau mawas diri terhadap mereka!. Sesungguhnya bersangatan lobanya
mereka kepada dunia, lalu mereka tiada menyangka orang lain, melainkan
loba juga kepada dunia.
Al-Mutanabbi bermadah:
Apabila jahat perbuatan manusia,
maka jahatlah sangka-sangkanya.
Dan benarlah apa yang dibiasakannya,
selalu dari sangka-waham saja.
Ia memusuhi pencinta-pencintanya,
disebabkan perkataan musuh-musuhnya.
Maka ia berada dalam malam syak-wasangka,
yang amat gelap-gulita
Dan ada yang mengatakan : "Bergaul dengan orang-orang jahat, mewarisi jahat sangka kepada orang yang baik-baik". Macam-macam
kejahatan yang banyak, yang ditemui manusia dari kenalannya dan dari
orang yang ia bercampur-baur dengan dia. Dan kami tidak memanjangkan
uraiannya. Dan pada apa yang telah kami sebutkan, adalah menunjukkan
kepada kumpularmya. Dan dengan mengasingkan diri, terlepaslah dari
semuanya.
485
|
Dan kepada inilah diisyaratkan oleh kebanyakan ulama dari orang orang yang memilih uzlah itu. Abu'd-Darda' berkata : "Ceriterakanlah, sedikitkanlah yang diceriterakan itu!".
Ucapkan dari Abu'd-Darda' tadi, ada yang meriwayatkan itu hadits marfu
Bermadahlah penya'ir:
Orang yang memuji manusia,
dan tidak mencoba manusia yang dipuji itu.
Maka kemudian, manusia itu dicoba,
oleh cela dan orang yang memuji itu.
Dan jadilah ia berjinak-jinakan dengan sendirian saja
Hatinya diliarkan oleh orang yang berdekatan dan yang berjauhan juga. ..............
Umar ra. berkata : "Pada 'uzlah itu memperoleh istirahat dari teman jahat".
Ada orang yang bertanya kepada Abdullah bin Az-Zubair: "Tidak- kah tuan datang ke Madinah?".
Maka
beliau menjawab : "Tidak ada lagi di Madinah, selain orang yang dengki
kepada nikmat orang atau gembira kepada kesusahan orang".
Ibnus-Sammak berkata : "Seorang teman menulis surat kepada kami, yang isinya sebagai berikut:
"Amma
ba-du — adapun kemudian, sesungguhnya manusia itu- adalah obat yang
diperobatkan dengan dia. Lalu jadilah mereka itu penyakit, yang tak ada
obat bagi penyakit itu. Maka larilah dari mereka itu, sebagaimana
larinya engkau dari singa! Adalah setengah Arab dusun selalu berada pada
se pohon kayu dan mengatakan: "Pohon kayu itu adalah teman. Padanya
tiga perkara: jikalau ia mendengar daripadaku, niscaya ia tidak
menyebut-nyebut- kan sebagai lalat merah atasku. Jikalau aku meludah
pada muka-nya, niscaya ia menanggung yang demikian daripadaku. Dan
jikalau aku berakhlaq buruk kepadanya, niscaya ia tidak marah".
Perkataan itu didengar oleh Harunurrasyid, lalu beliau berkata :
"Jadikaniah aku ini dzuhud pada teman-teman itul". Adalah setengah
mereka selalu pada kumpulan lembaran-lembaran buku dan pekuburan. Lalu
ia ditanyakan tentang yang demikian.
486
|
Maka ia menjawab: "Aku tiada melihat yang lebih menyelamatkan, selain dan sendirian. Tiada yang lebih memberi pengajaran, selain . dari pekuburan. Dan tiada teman duduk yang lebih menyedapkan,; selain dari lembaran-lembaran buku".
Al-Hasan ra. berkata : "Aku
bermaksud menunaikan hajji. Lalu didengar yang demikian oleh Tsabit
Al-Bannani. Beliau juga termasuk waliullah (aulia Allah)
Maka beliau berkata : "Telah sampai kepadaku berita, bahwa engkau bermaksud menunaikan hajji. Maka aku suka benar menemani engkau.
Lalu Al-Hasan menjawab : "Celaka!
Biarkanlah kami bergaul dengan tabir Allah kepada kami! Aku
sesungguhnya takut bahwa kami mempunyai teman. Lalu dilihat oleh satu
sama lain dari kami, apa yang kami caci-mencaci terhadap dia".
Ini
menunjukkan kepada faedah yang lain lagi pada uzlah. Yaitu kekalnya
tabir atas Agama, kepribadian, akhlaq, kemiskinan dan hal-hal lain, yang
perlu ditutup (yang menjadi aurat). Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa
Ta'aala memuji orang-orang yang menutupi hal-hal tadi. Allah Ta'ala
berfirman :
يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ
(Yahsabuhumul-jaahilu aghniyaa-a minatta-'affuf).Artinya : "Orang-orang yang tidak tahu, mengira bahwa mereka orang-orang kaya, karena suci jiwanya (tidak mau minta-minta)".(S. Al-Baqarah, ayat 273).
Seorang penyair bermadah :
Tidaklah malu jikalau hilang
kenikmatan dari orang merdeka.
Tetapi yang malu ialah hilang keelokan budi bahasa,.......
Tidaklah
manusia itu terlepas tentang Agama, dunia, akhlaq, dan
perbuatan-perbuatannya dari aurat (yang memalukan kalau ter buka). Yang
utama pada Agama dan dunia, ialah menutupi aurat : itu. Dan tidak ada
keselamatan dengan membukakannya. Abu'd-Darda' berkata : "Adalah manusia
itu dahulu ibarat datang yang tidak beiduri. Maka manusia itu sekarang,
adalah ibarat duti yang tidak berdaun".
487
|
Apabila
ini keadaannya masa Abu'd-Darda-, yaitu : pada akhir abad pertama
hijriah, maka tiada seyogialah untuk diragukan, bahwa pada masa yang
kemudian dari itu adalah lebih buruk. Sufyan bin. 'Uyaynah berkata :
"Berkata kepadaku Sufyan Ats- Tsuri, tentang bangun pada hidupnya dan
tentang tidur sesudah meninggalnya : 'Sedikitkanlah mengenai manusia!
Karena melepaskan diri daripada mereka itu sukar. Dan aku tiada mengira
akan melihat apa yang tiada aku sukai, selain dari orang yang aku
kenal'". Setengah mereka berkata : "Aku datang kepada Malik bin Dinar
dan beliau,sedang duduk sendirian. Tiba-tiba seekor anjing meletak- kan
dagunya atas lututnya. Lalu aku pergi mengusirkan anjing itu. Maka
beliau berkata : 'Biarkanlah anjing itu, wahai saudara! Dia tidak
mendatangkan melarat dan tidak menyakitkan. Dan dia lebih baik dari
teman duduk yang jahat' ".
Ditanyakan kepada setengah mereka : "Apakah yang membawa mengasingkan diri dari manusia ramai?"
Lalu orang itu menjawab : "Aku takut, bahwa aku mencabut aga- maku dan aku tiada merasa".
Ini adalah isyarat kepada curi-mencurikan tabi'at (karakter) dari budi-pekerti teman yang jahat.
Abu'd-Darda'
berkata : "Bertaqwalah kepada Allah dan takutilah manusia! Karena
manusia itu tiada mengendarai punggung unta, melainkan membelakangi unta
itu. Tiada mengendarai punggung kuda yang cepat lari, melainkan
melukainya. Dan tiada mengendarai hati mu'min, melainkan merobohkannya".
Berkata
setengah mereka : "Sedikitkanlah kenalan! Sesungguhnya yang demikian
lebih menyelamatkan agamamu dan hatimu. Dan lebih meringankan untuk
gugurnya hak-hak daripada kamu. Karena manakala telah banyak kenalan,
niscaya banyaklah hak-hak kenalan itu. Dan sukarlah melaksanakan
semuanya". Berkata setengah mereka : "Tantanglah orang yang engkau
kenal! Dan janganlah berkenalan dengan orang yang tiada engkau kenal!.
488
|
FAEDAH KELIMA :
Bahwa terputuslah harapan manusia daripada engkau dan terputus lah harapan engkau daripada manusia.Adapun
terputusnya harapan manusia daripada engkau, maka padanya banyak
faedah. Karena kerelaan manusia (ingin memperoleh kerelaannya) adalah
suatu maksud yang tiada akan tercapai.
Maka mempergunakan waktu untuk memperbaiki diri sendiri adalah lebih utama.
Seenteng-enteng
dan semudah-mudahnya, hak kenalan itu ialah menghadliri janazah,
mengunjungi orang sakit, mendatangi pesta dan orang kawin. Dan pada
semuanya itu menghilangkan waktu dan mendatangkan bencana. Kemudian,
kadang-kadang dihalangi dari sebahagiannya oleh penghalang-penghalang.
Dan dihadapi rintangan-rintangan padanya. Dan tidaklah mungkin
melahirkan tiap-tiap rintangan itu. Lalu mereka mengatakan kepadanya :
"Engkau telah laksanakan hak si Anu dan engkau lalaikan tentang hak
kami". Dan jadilah yang demikian sebab permusuhan. Ada yang mengatakan,
bahwa barangsiapa tiada mengunjungi orang sakit pada waktu " kunjungan,
niscaya ia suka matinya orang itu, karena takut diberi malu, apabila
benar ia teledor. Barangsiapa meratakan semua orang dengan tidak
memberi, niscaya semuanya senang kepadanya. Dan jikalau ditentukannya
sebahagian dengan memberi, niscaya mereka merasa liar hati daripadanya.
Dan meratakan semua mereka dengan segala hak itu, tiada akan sanggup
dilaksanakan oleh orang yang menjuruskan perhatiannya untuk itu
sepanjang malam dan siang. Maka betapatah lagi bagi orang yang mempunyai
kepentingan yang dikeijakannya, mengenai agama dan dunia.
Amr bin Al-'Ash berkata : "Banyaknya teman maka banyaklah orang-orang yang memperhutangkan kita (al-ghurama')".
Ibnur
Rumi berkata:Musuhmu mengambil faedah dari temanmu, mak a janganlah
engkau memperbanyak teman! Karena kebanyakan penyakit engkau
temu, adalah dari makanan dan minuman.
Asy-Syafi-'i ra. berkata : "Asalnya
tiap-tiap permusuhan, ialah berbuat baik kepada orang-orang yang
berjiwa kotor. Memutuskan harapanmu dari orang-orang yang berjiwa kotor
itu, besar juga faedahnya. Karena orang yang memandang kepada kembang
dan perhiasan dunia, niscaya tergeraklah keinginannya dan membangkitlah
kelobaannya dengan kuatnya keinginan itu. Dan ia tiada melihat selain
kekiecewaan pada kebanyakan hal. Lalu ia menderita dengan yang
demikian".
Dan
manakala ia mengasingkan diri (ber-'uzlah), niscaya ia tiada
menyaksikannya. Dan apabila ia tiada menyaksikannya, nisbaya ia tiada
merindui dan mengharapkannya.
Karena itulah, Allah Ta'ala berfirman :
وَلا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ
(Wa laa tamuddanna 'ai-nai-ka ilaa maa matta'-naa bihii azwaajan minhum).
Artinya : "Dan
janganlah engkau tujukan pemandangan engkau kepada kesenangan sebagai
bunga kehidupan -dunia yang telah Kami berikan kepada) beberapa golongan
diantara mereka (S. Thaha, ayat 131),
489
|
Dan Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
انظروا إلى من هو دونكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم فإنه أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم
(Undhuruu
ilaa man huwa duunakum, wa laa tandhuruu ilaa man huwa fau-qakum
fa-innahu ajdaru ah laa tazdaruu ni'matallaahi 'alaikum).Artinya : "Lihatlah
kepada orang yang kurang daripada kamu dan jangan kamu melihat kepada
orang yang di atas kamu! Karena yang demikian adalah lebih layak untuk
kamu tidak menghinakan nikmat Allah kepadamu". (1)
Aun bin 'Abdullah berkata : "Adalah
aku duduk-duduk dengan orang-orang kaya. Maka selalulah aku bersedih
hati. Aku melihat kainnya lebih bagus daripada kainku dan kendaraannya
lebih rajin daripada kendaraanku. Lalu aku duduk-duduk dengan
orang-orang fakir-miskin. Maka aku merasa tenteram".
Diceriterakan
bahwa Al-Mazani ra. keluar dari pintu masjid jami Al-Fusthath. Dan
datanglah di depannya Ibnu Abdil Hakam dalam rombongannya. Maka amatlah
tercengang Al-Mazani akan apa yang dilihatnya dari kebagusan keadaan dan
bentuknya dari rombongan itu. Lalu beliau membaca firman Allah Ta'ala :
(Wa ja-'alnaa ba'-dlakum liba'-dlin fitnatan a-tashbiruun). Artinya : "Dan Kami jadikan sebahagian kamu menjadi ujian kepada yang lain. Sabarkah kamu (S. Al-Furqan, ayat 20).
1. Dirawikan Muslim dan Abu Hurairah.
|
490
|
Kemudian
Al-Mazani berkata : "Ya, saja sabar dan rela". Dan adalah Al-Mazani
seorang fakir yang sedikit sekali mempunyai harta. Maka orang dalam
rumahnya, tidaklah mendapat percobaan seperti percobaan-percobaan ini.
Maka
sesungguhnya orang yang menyaksikan perhiasan dunia, adakalanya untuk ia
menguatkan agama dan keyakinannya. Lalu ia bersabar. Maka ia memerlukan
kepada meneguk kepahitan sabar. Dan itu adalah lebih pahit dari sabar
itu sendiri. Atau membangkit keinginannya. Lalu ia berdaya-upaya mencari
dunia. Maka binasa- lah ia untuk selama-lamanya.
Adapun di dunia, maka
dengan kelobaan yang mengecewakan dalam kebanyakan waktu. Maka tidaklah
tiap-tiap orang yang mencari dunia itu, mudah baginya jalan yang
ditempuh.
Adapun di akhirat, maka
dengan dipilihnya mata-benda dunia daripada berdzikir kepada Allah
Ta'ala dan mendekatkan diri kepada- Nya. Dan karena itulah Ibnul A'-rabi
bermadah :Apabila pintu kehinaan, diperoleh dari segi kekayaan.
Maka engkau meninggi kepada ketinggian, dari segi kemiskinah. ... . ....... ...
Beliau isyaratkan kepada kelobaan itu mengharuskan kehinaan pada waktu sekarang juga.
FAEDAH KE-ENAM :
Terlepas
daripada menyaksikan orang-orang yang berat perangainya dan kurang akal
pikirannya. Dan terlepas daripada kekasaran kebo dohan dan budi pekerti orang-orang itu. Karena melihat orang yang berat perangainya itu, adalah buta kecil.
Ditanyakan Al-A'-masy : "Dari apakah yang membutakan kedua matamu?".
Al-A'-masy menjawab : "Dari karena memandang kepada orang- orang yang berat perangainya".
Diceriterakan,
bahwa Imam Abu Hanifah masuk ke tempat Al-A'-masy. Lalu beliau
mengatakan, bahwa tersebut pada hadits : "Sesungguhnya barangsiapa
dicabut oleh Allah kedua matanya, niscaya digantikan oleh Allah kedua
matanya itu dengan yang lebih baik dari kedua mata itu . Maka apakah
yang digantikan oleh Allah pada engkau?
491
|
Al-A'-masy menjawab : "Pada
mengemukakan yang baik-baik itu maka Allah Ta'ala m enggan mengantikan
kepadaku dan kedua mata itu, dengan mencukupkan bagiku melihat
orang-orang yang berat perangainya. Dan" engkau adalah setengah dari
orang-orang itu". Ibnu Sirin berkata : "Aku mendengar seorang laki-laki
berkata : 'Pada suatu kali aku memandang kepada orang yang berat
perangainya, maka pitamlah aku".
Jalinus
berkata: "Tiap-tiap sesuatu itu ada demamnya. Dan demam jiwa ialah
memandang kepada orang-orang yang berat perangainya". Asy-Syafi-'i ra.
berkata : "Tiada aku duduk-duduk dengan orang yang berat perangainya,
melainkan aku dapati bahagian badanku yang lebih dekat kepadanya,
seakan-akan lebih berat kepadaku dari pada bahagian yang lain' ".
Faedah-faedah
ini, selain dari dua yang pertama, adalah bersang- kutan dengan
maksud-maksud keduniaan yang sekarang. Tetapi juga menyangkut dengan
agama. Karena manusia itu manakala merasa disakiti dengan melihat orang
yang berat perangainya, niscaya tidak akan merasa aman, bahwa orang itu
akan mengupatinya. Dan akan mengingkari apa yang dijadikan oleh Allah.
Maka apabila ia merasa sakit dari orang lain, dengan upatan atau jahat
sangkaan atau dengki-mendengki atau lalat-merah atau lain dari itu,
niscaya ia tidak akan dapat bersabar daripada membalasinya. Dan semua
yang demikian itu menghela kepada kerusakan agama. Dan dengan
mengasingkan diri (ber-'uzlah) memperoleh keselamatan dari semua itu.
Maka hendaklah dipahami!.
BAHAYA UZLAH
Ketahuilah,
bahwa setengah daripada maksud-maksud keagamaan dan keduniaan, ialah
apa yang diperoleh faedahnya dengan mendapat pertolongan orang lain.
Dan tidaklah berhasil yang demikian itu, selain dengan bercampur-baur.
Maka tiap-tiap yang diperoleh faedahnya daripada bercampur-baur, akan
hilang dengan mengasingkan diri ('uzlah). Dan hilangnya itu adalah
setengah daripada bahaya 'uzlah.
Maka
perhatikanlah kepada faedah-faedah bercampur-baur dan apa-apakah yang
memanggil kepadanya. Yaitu : mengajar dan belajar, memberi manfa'at dan
mengambil manfa'at. Mengajar adab sopan-santun (ta'dib) dan belajar.
adab sopan santun (ta-addub). Memperoleh kejinakan hati dan menjinakkan
hati. Memperoleh pahala dan menghasilkan pahala pada menegakkan hak-hak
orang.
492
|
Membiasakan
kerendahan diri. Dan mengambil faedah dari pengalaman-pengalaman,
dengan menyaksikan hal-hal dan mengambil: ibarat dengan hal-hal itu.
Maka
marilah kami uraikan yang demikian! Sesungguhnya semua itu termasuk
sebahagian dari faedah-faedah bercampur-baur. Yaitu : tujuh :
FAEDAH PERTAMA : mengajar dan belajar.
Sesungguhnya
telah kami sebutkan keutamaan keduanya itu pada "Kitab Ilmu" dahulu.
Dan keduanya itu ibadah yang terbesar dalam dunia. Dan tidaklah
tergambar yang demikian itu,selain dengan bercampur-baur.
Kecuali
bahwa ilmu pengetahuan itu banyak. Sebahagiannya luas dan sebahagiannya
penting di dunia. Maka orang yang memerlukan kepada mempelajari apa
yang wajib ke atas dirinya, adalah menjadi orang ma'shiat (berdosa)
dengan mengasingkan diri. Jikalau ia telah mempelajari yang fardlu (yang
wajib) dan tidak mungkin ia mencempelungkan diri ke dalam bidang ilmu
pengetahuan dan ia melihat akan kegunaan waktunya dengan ibadah, maka
hendaklah ia ber'uzlah (mengasingkan diri). Dan jikalau ia sanggup
muncul dalam lapangan ilmu syari'at dan ilmu akal (eksak), maka
pengasingan diri terhadap dirinya sebelum belajar, adalah rugi sekali. :
Dan
karena inilah, An-Nakha-'i dan lainnya berkata : "Belajarlah
fiqh’(tuntutlah ilmu), kemudian asingkanlah diri! Dan barangsiapa
mengasingkan diri sebelum belajar, maka orang itu pada kebanyak annya,
menyianyiakan waktu dengan tidur atau berfikir pada tepian gila".
Dan
kesudahannya, ia menghabiskan waktu dengan wirid-wirid yang
dilengkapinya. Dan senantiasalah ia pada segala amalannya dengan tubuh
dan hati, dengan berbagai macam tipu-daya yang menyia-nyiakan usahanya.
Dan membatalkan amalannya, di mana ia tiada mengetahuinya. Dan
senantiasalah keimanannya (i'tiqad- nya) mengenai Allah dan sifat-Nya
dengan sangkaan-sangkaan yang disangkainya. Dan hatinya jinak dengan
sangkaan-sangkaan itu. Dan dengan gurisan-gurisan yang buruk yang
menimpa dirinya. Maka adalah ia dalam kebanyakan halnya itu, tertawaan
bagi sethan. Dan ia melihat dirinya setengah daripada orang-orang yang
beribadah kepada Allah.
493
|
Jadi, ilmu itu adalah pokok agama. Maka tiadalah kebajikan pada mengasingkan diri bagi orang-orang awam dan orang-orang bodoh.
Ya'ni :
orang yang tiada pandai beribadah pada tempat khilwah. . Dan ia tiada
mengetahui semua yang harus baginya pada tempat khilwah itu.
Maka
jiwa itu adalah seperti orang sakit, yang memerlukan kepada dokter yang
lemah-lembut, yang akan mengobatinya. Maka orang sakit yang bodoh,
apabila bersemadi sendirian dari dokter, sebelum mempelajari ilmu
kedokteran, maka tidaklah inustahil penyakitnya bertambah
berlipat-ganda.
Dari
itu, maka tidaklah layak mengasingkan diri, kecuali orang yang berilmu.
Adapun mengajar, maka padanya pahala besar, manakala benarlah niat yang
mengajar dan yang belajar. Manakala maksudnya itu menegakkan kemegahan
dan memperbanyakkan teman dan pengikut, maka itu membinasakan agama. Dan
sudah kami sebut- kan cara yang demikian itu pada "Kitab Ilmu" dahulu
Dan hukumnya orang yang berilmu pada masa ini, ialah mengasingkan diri
jikalau ia menghendaki keselamatan agamanya. Karena ia tiada akan
melihat orang yang memperoleh faedah, yang mencari faedah itu untuk
agamanya. Tetapi tak adalah pelajar itu, melainkan untuk kata-kata yang
berhias, untuk menarik orang awam (orang kebanyakan) pada penonjolan
pengajaran. Atau untuk jter- tengkaran, yang berbelit-belit, yang
menyampaikannya kepada mengalahkan teman dan mendekatkannya kepada
sultan (penguasa). Dan mempergunakannya pada penonjolan berlomba-lombaan
dan bermegah-megahan. Dan yang terdekat ilmu pengetahuan yang
di-ingini, ialah mhdzhab. Dan biasanya tidak dicari, kecuali untuk
menyampaikan kepada penampilan ke depan di atas teman-teman sebaya,
memerintahi wilayah-wilayah dan menarik harta kekayaan. Maka mereka itu
semua, menurut apa yang dikehendaki oleh Agama dan penjagaan diri dari
kebinasaan, ialah mengasingkan diri dari mereka itu. Jikalau dijumpai
seorang pelajar karena Allah dan yang mendekatkan dirinya kepada Allah
dengan ilmu pengetahuannya, maka dosa yang terbesarlah mengasingkan diri
daripadanya dan menyembunyikan ilmu daripadanya.
494
|
Dan ini tiada akan dijumpai pada suatu negeri besar, lebih banyak dari seorang atau dua. Itupun kalau dijumpai. Dan tiada seyogialah manusia itu tertipu dengan ucapan Sufyan : "Kami mempelajari ilmu karena selain Allah, maka ilmu itu enggan untuk ada ia, kecuali karena Allah". Maka sesungguhnya para ulama fiqh (fuqaha') itu mempelajari ilmu karena selain Allah. Kemudian mereka itu kembali kepada Allah. Dan lihatlah akhir usia kebanyakan mereka
Dan
ambillah ibarat bahawa mereka itu meninggal, bahawa mereka itu binaisa
mencari dunia! Dan sangatlah lobanya kepada dunia atau benci kepada
dunia dari zuhud pada dunia. Dan tidaklah berita itu seperti disaksikan
dengan mata kepala!. Ketahuilah, bahwa ilmu yang di-isyaratkan oleh
Sufyan tadi, ialah" : ilmu hadits, tafsir Al-Qur-an, mengenai sejarah
nabi-nabi dan para shahabat. Karena padanya membawa kepada penakutan dan
peringatan. Dan itu adalah sebab untuk mengobar-ngobarkan takut kepada
Allah. Jikalau tidak membekas pada masa sekarang, niscaya akan membekas
pada masa yang akan datang.
Adapun
ilmu kalam dan fiqh yang semata-mata berhubungan dengan fatwa-fatwa
bahagian mu 'amalah dan penyelesaian persengketaan itu adalah madzhab
daripadanya dan perbedaan pendapat. Tidaklah kembali orang yang gemar
padanya karena dunia, kepada Allah. Tetapi senantiasalah terus-menerus
pada kelobaannya sampai kepada akhir usianya;
Semoga
apa yang kami simpan itu ialah Kitab ini. Jikalau dipelajari oleh
pelajarnya karena mengingini dunia, maka bolehlah ia diberi kesempatan
karena diharapkan memperoleh peringatan (pengajaran) dengan Kitab ini
pada akhir usianya. Karena Kitab ini penuh dengan menakutkannya kepada
Allah, menggemarkannya kepada akhirat dan memperingatkannya dari bahaya
dunia. Dan yang demikian, adalah setengah daripada apa yang dijumpai
dalam hadits-... hadits dan tafsir Al-Qur-an. Dan tidak dijumpai pada
ilmu kalam, pada masalah khilafiah dan pada madzhab.
Maka
tiada seyogialah manusia itu menipu dirinya sendiri. Sesungguhnya orang
yang teledor, yang mengetahui dengan keteledoran nya itu, berkeadaan
yang lebih berbahagia, dari seorang bodoh yang. terpedaya atau
berbuat-buat bodoh yang berpikiran lemah. Dan setiap orang yang berilmu
yang bersangatan kelobaannya kepada mengajar, hampirlah dapat dikatakan,
bahwa maksudnya itu, untuk diterima orang dan kemegahan. Dan
bahagiannya ialah memperoleh kelezatan jiwa pada masa sekarang, dengan
bersem- boyankan dapat menunjuk orang-orang bodoh dan menyombongkan diri
terhadap orang-orang bodoh itu.
(1) Dirawikan Muthayyan dari 'Ali bin Abi Thalib dengan sanad dla'if.
|
495
|
Maka bahaya ilmu ialah : kesombongan, sebagaimana dikatakan oleh Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (1) Dan karena itulah, diceriterakan dari Bisyr, bahwa Bisyr menanamkan tujuh belas peti kitab-kitab hadits, yang didengarinya dan tidak dihaditskannya (diriwayatkannya);Dan Bisyr mengatakan: ''Saya bernafsu meriwayatkan hadits itu kepada orang lain. Maka karena itulah, saya tiada meriwayatkannya. Dan jikalau saya bernafsu untuk tiada meriwayatkannya, niscaya saya riwayatkan".
Dan
karena itulah Bisyr berkata : "Diriwayatkan hadits kepada kami oleh
suatu pintu dari pintu-pintu dunia. Dan apabila orang mengatakan :
'Riwayatkan hadits kepada kami!', maka sesungguhnya orang itu
mengatakan : 'Lapangkanlah jalan dunia bagi kami! ". Rabi'ah Al-'Adawiah
berkata kepada Sufyan Ats-Tsuri: "Sebaik- baik orang adalah engkau,
jikalau tidaklah keinginan engkau pada dunia".
Maka Sufyan bertanya : ''Pada apakah aku inginkan?". Rabi'ah menjawab : "Pada hadits!".
Dan
karena itulah Abu Sulaiman Ad-Darani berkata : "Barangsiapa kawin atau
mempelajari hadits atau menghabiskan waktunya dengan bermusyafir, maka
sesungguhnya ia telah cenderung kepada dunia".
Maka
inilah bahaya-bahaya, yang telah kami mintakan perhatian kepadanya pada
"Kitab Ilmu " dahulu. Berhati-hati, ialah menjaganya dengan 'uzlah. Dan
meninggalkan berbanyak teman sedapat mungkin. Bahkan orang yang mencari
dunia dengan memberi pelajaran dan mengajarinya, maka yang betul
baginya, jikalau ia orang yang berakal, pada zaman yang seperti ini,
ialah meninggalkannya. Sesungguhnya benarlah Abu Sulaiman Al-Khaththabi,
di mana beliau berkata : "Tinggalkanlah orang-orang yang gemar pada
menemanimu dan belajar padamu! Maka tiadalah bagimu daripada mereka itu
harta dan keelokan. Teman-teman dzahir itu musuh- musuh secara rahasia.
Apabila mereka menjumpai kamu, niscaya mereka berminyak-minyak air
kepada kamu (tamalluq). Dan apabila kamu jauh dari mereka, niscaya
mereka menyakitkan kamu. Siapa saja yang datang dari mereka kepada kamu,
adalah dia itu pengintip. Dan apabila ia keluar, niscaya ia menjadi
juru pidato orang munafiq, lalat merah, dengki dan tipu. Maka janganlah
kamu tertipu dengan berhimpunnya mereka kepada kamu! Tidaklah maksud
mereka itu ilmu pengetahuan, tetapi kemegahan dan harta. Mereka
mengambilkan kamu menjadi tangga kepada keperluan dan maksud mereka. Dan
menjadi keledai pada hajat keperluan mereka. Jikalau engkau teledor
pada suatu maksud dari maksud-maksud mereka, niscaya mereka menjadi
musuh yang terbesar bagi engkau.
496
|
Kemudian
mereka hitung puiang-perginya kepada engkau, sebagai dalil yang
menunjukkan atas engkau. Dan mereka memandang yang demikian itu suatu
hak yang wajib pada sisi engkau. Dan mereka mengharuskan di atas engkau
menyerahkan kehormatan engkau, kemegahan dan agama engkau bagi mereka.
Maka engkau bermusuh dengan musuh mereka. Engkau menolong kerabat, pela-
yan dan wali mereka. Dan engkau bangkit untuk kepentingari mereka
selaku orang bodoh, padahal engkau adalah seorang yang mengerti. Dan
jadilah engkau seorang pengikut yang hina bagi mereka, sesudah engkau
berada selaku orang yang di-ikuti, yang mengepalai.
Dan
karena itulah dikatakan, bahwa mengasingkan diri dari orang awam adalah
suatu kehormatan diri (muru-ah) yang sempurna. Maka inilah maksudnya
perkataan Abu Sulaiman Al-Khaththabi itu. Walaupun ia menyalahi dengan
sebahagian dari kata-katanya. Dan itu adalah hak dan benar. Sesungguhnya
engkau melihat guru- guru itu dalam perbudakan yang berkekalan, di
bawah hak yang lazim dan omelan yang berat, dari orang-orang yang pulang
pergi kepada mereka. Seakan-akan orang itu menghadiahkan hadiah- hadiah
yang berharga kepada guru-guru itu. Dan melihat haknya menjadi suatu
kewajiban di atas pundak guru-guru. Dan kadang- kadang orang itu tidak
pulang-pergi kepada guru, selama ia tidak menanggung perbelanjaannya
dengan terus-menerus. Kemudian guru yang miskin, kadang-kadang lemah
daripada melaksanakan yang demikian itu dari hartanya. Maka
senantiasalah ia pulang- pergi ke pintu-pintu rumah penguasa dan merasa
pedihnya kehinaan dan kesulitan, sebagaimana dirasakan oleh seorang
hina-dina. Sehingga dituliskan baginya di atas setengah cara-cara harta
haram : akan harta haram. Kemudian senantiasalah pegawai penguasa itu
memperbudakkannya, menggunakannya untuk pelayan, menghinakannya dan
melecehkannya, sampai kepada diserahkan oleh pegawai itu, kepada guru
tadi, apa yang ditentukan jumlahnya sebagai nikmat yang berulang-ulang
daripadanya yang menjadi tanggungan nya.
Kemudian
berkekalan pula guru itu dalam menghadapi kesulitan membagi dari apa
yang diterimanya itu, kepada teman-temannya. Jikalau disamakannya
pembahagian diantara mereka, niscaya ia dikutuk oleh teman-temannya yang
memperoleh hak-hak istimewa. Dan mereka itu menggolongkan guru itu
kepada kedunguan, kurang dapat membeda-bedakan dan keteledoran daripada
dapat melaksanakan kelebihan dan menegakkan bahagian-bahagian hak
497
|
dengan
keadilan; Dan jikakudilebih-kurangkarinya diantara- teman- temannya
itu, niscaya ia disakiti oleh orang-orang bodoh dengan lidah-lidah
tajam. Dan mereka bangkit kepadanya, sebagai bangkit- nya sosok-sosok
tubuh dan singa-singa. Maka senantiasalah guru itu -dalam kekasaran
mereka di dunia ini dan dalam tuntutan apa yang diambilnya dan
dibagikannya kepada mereka di akhirat. Dan yang mengherankan, bahwa
bersama bencana ini semua, guru itu membahayakan dirinya dengan segala
kebatilan dan mengikatkannya dengan tali ketipuan. Dan ia mengatakan
kepada dirinya : "Jangan engkau ada-adakan dari perbuatanmu!
Sesungguhnya engkau dengan apa yang engkau kerjakan itu adalah
menghendaki Wajah Allah Ta'ala.
Dan menyiarkan syari'at Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Mengembangkan
pengetahuan Agama Allah dan menegakkan kepentingan para penuntut ilmu
dari hamba-hamba Allah. Dan harta sultan-sultan itu tak ada pemiliknya.
Dan adalah tempat pengintipan bagi kepentingan umum. Dan manakah
kepentingan umum yang lebih besar daripada memperbanyak ahli ilmu
pengetahuan? Maka dengan ahli ilmu pengetahuanlah, Agama itu muncul dan
bertaqwa ahlinya.
Dan
jikalau tidaklah guru itu menjadi bahan tertawaan syaitan, niscaya ia
mengetahui dengan sedikit saja pemikiran, bahwa kerusakan masa sekarang,
tidaklah sebabnya, selain karena banyaknya orang- orang seperti
ahli-ahli fiqh (fuqaha') itu, yang memakiji apa saja yang diperolehnya.
Dan tidak memperbedakannya diantara halal dan haram. Lalu mereka itu
diperhatikan oleh mata orang-orang bodoh. Dan orang-orang bodoh itu
menjadi berani melakukan kema'shiatan, disebabkan keberanian mereka.
Karena mengikuti mereka dan menuruti jejak mereka. Dan karena itulah,
dikatakan bahwa tidaklah rusak rakyat, melainkan disebabkan rusaknya
raja-raja (penguasa-penguasa). Dan tidaklah rusak raja-raja, melainkan
disebabkan rusaknya para ulama. Maka berlindunglah kita dengan Allah,
dari ketipuan dan kebutaan. Karena itu adalah penyakit yang tak ada
obatnya.
498
|
FAEDAH KEDUA : memberi manfa'at dan mengambil manfa'at.
Adapun
mengambil manfa'at dengan manusia, adalah dengan usaha dan mu'amalah
(mengadakan hubungan dengan jual-beli dan lain- lain). Yang
demikian itu, tidak mungkin, kecuali dengan bercampur-baur. Dan orang
yang memerlukan kepada yang demikian itu, memerlukan kepada
meninggalkan pehgasingan diri Lalu beradalah ia dalam jihad
(perjuangan) dari bercampur-baur itu, jikalau ia mencari penyesuaian
Agama padanya, sebagaimana telah kami terangkaii dahuhi pada "Kitab
Usaha".
Maka
jikalau ada padanya harta, jikalau ia merasa cukup puas dengan harta
itu, niscaya puaslah ia dengan harta itu. Maka mengasingkan diri
('uzlah) adalah lebih utama baginya, apabila tertutup dalam kebanya kan
hal, segala jalan usaha, selain dari yangv ma'shiat. Kecuali adalah maksudnya berusaha itu untuk bersedekah.
Apabila ia berusaha dari cara yang tersebut dan ia mengeluarkan sedekah dengan usahanya itu, maka itu lebih utama daripada mengasingkan diri. Karena menggunakan waktunya itu dengan amalan sunat.
Dan
tidaklah itu yang lebih utama daripada mengasingkan diri, karena
menghabiskan waktunya untuk mencari dalil (tahaqquq) tentang mengenai
Allah dan ilmu-ilmu Agama. Dan tidaklah yang: lebih utama, daripada
menghadapkan jiwa dengan seluruh cita-cita kepada Allah Ta'ala. Dan
menjuruskannya untuk mengingati Allah. Ya'ni siapa yang berhasil
memperoleh kejinakan hati dengan munajah dengan Allah, dengan kasyaf
(terbuka hijab) dan dengan mata hati. Tidak dengan sangka-waham dan
khayalan-khayalan yang batil. '
Adapun
memberi manfa'at, yaitu : memberi manfaat kepada manusia. Adakalanya
dengan hartanya atau dengan tenaga badannya. Ia bangun menunaikan hajat
keperluan manusia itu, di atas' jalan mengharapkan pahala. Maka pada
bangkit menunaikan hajat keperluan kaum muslimin, ada pahalanya. Dan
yang demikian, tidaklah tercapai, selain dengan bercampur-baur. Dan
orang yang sanggup bercampur-baur dengan manusia, serta dapat menegakkan
batas-batas hukum syari'at, maka bercampur-baur itu lebih utama baginya
dari 'uzlah, jikalau dalam 'uzlahnya itu, ia tidak mengerjakan selain
shalat-shalat sunnat dan amalan-amalan yang dilaksanakan dengan badan (aymal
badaniah). Dan jikalau ia termasuk orang yang terbuka baginya jalan
amalan dengan hati, dengan berkekalan dzikir atau tafakkur, maka yang
demikian, tidaklah sekali-kali dapat disamakan oleh yang lain.
499
|
FAIDAH KETIGA : mengajar adab sopan-santun (ta'dib) dan belajar adab (ta-addub).
Kami maksudkan dengan yang demikian, ialah memperoleh latihan disebabkan kekasaran manusia.
Dan berjuang menahan kesakitan dari manusia, untuk menghancurkan nafsu
dan memaksakan segala keinginan (nafsu syahwat). Dan itu adalah setengah
dari faedah- faedah yang diperoleh dengan bercampur-baur. Dan
bercampur- baur itu, lebih utama daripada mengasingkan diri, terhadap
orang yang tidak terdidik budi-pekertinya dan tidak tunduk hawa nafsu-
nya kepada batas-batas Agama.
Dan
karena inilah, diperkenankan pelayan-pelayan kaum shufi di pondok-pondok
(langgar-langgar). Lalu kaum shufi itu bercampur-baur dengan manusia,
dengan pelayanan mereka. Dan dengan orang-orang pasar, untuk meminta
sesuatu dari mereka. Untuk menghancurkan kebebalan diri dan mencari
pertolongan dari barakah do'a orang-orang shufi, yang mengarahkan seluruh cita-citanya kepada Allah swt.
Dan
ini adalah pangkal bertolak (mabda*) pada masa-masa yang lampau.
Sekarang sesungguhnya telah dicampur-baurkan oleh maksud-maksud yang
batil. Dan telah mereng yang demikian itu, dari undang-undang (qanun),
sebagaimana telah mereng simbul- simbul agama yang lain. Lalu jadilah,
dicari daripada merendahkan diri (tawadlu') itu dengan pelayanan, akan
memperbanyak ikutan, bersangatan mengumpulkan harta dan menampakkan
dengan banyak pengikut.
Jikalau
inilah yang menjadi niat, maka mengasingkan diri ('uzlah) itu lebih
baik daripada yang demikian, walau kepekuburan sekalipun. Dan jikalau
adalah niat itu melatih jiwa, maka itu adalah lebih baik daripada
'uzlah, terhadap orang yang memerlukan kepada latihan. Dan yang demikian
adalah termasuk setengah daripada yang dihajati pada permulaan kehendak
tadi. Maka setelah berhasil latihan, seyogialah dipahami bahwa hewan
tidaklah dicari dari latihannya itu, akan diri latihan. Tetapi yang
dimaksudkan daripadanya, ialah untuk membuat hewan itu menjadi
kendaraan, yang dapat menempuh perjalanan berhari-hari dan memendekkan
jalan di atas punggung kendaraan itu.
Dan
badamadalah hewan kendaraan bagi hati, yang dikendarainya untuk berjalan
ke jalan akhirat. Dan pada kendaraan itu ada hawa- nafsu. Jikalau tidak
dihancurkan, niscaya ia akan melawan dijalanan.
Orang
yang menggunakan waktunya sepanjang umur dengan latihan, niscaya adalah
seperti orang yang menggunakan waktu sepamjang umur hewan kendaraannya
itu dengan melatihkannya. Dan tidak pemah mengendarainya. Maka ia tidak
mengambil faedah daripada hewan kendaraan itu, selain terlepasnya pada
waktu itu dari gigitan, sepakan dan terjangan hewan kendaraan tersebut.
500
|
Demi sebenarnya, itu adalah faedah yang dimaksudkan! Tetapi faedah yang seperti itu dapat diperoleh dari binatang mati. Dan sesungguhnya hewan kendaraan itu dimaksudkan untuk faedah yang dihasilkan dari hidupnya.
Maka
seperti itu pula, terlepasnya dari kepedihan nafsu-syahwat di waktu itu,
dapat dihasilkan dengan tidur dan mati. Dan tiada seyogialah dicukupkan
dengan yang demikian. Seperti pendeta yang dikatakan kepadanya : "Hai
pendeta!". Lalu ia menjawab : "Bukanlah aku ini pendeta. Sesungguhnya
aku adalah anjing galak. Aku penjarakan diriku, sehingga aku tidak
menggigit manusia". Dan ini adalah baik, dibandingkan dengan orang yang
melukakan manusia. Tetapi tidak seyogialah, disingkatkan kepada itu
saja. Karena orang yang membunuh diri, juga tidak melukakan manusia.
Tetapi seyogialah menoleh kepada tujuan yang dimaksudkan dengan
demikian. Dan siapa yang memahami akan demikian dan mendapat petunjuk
kepada jalan dan sanggup kepada menjalani jalan itu, niscaya teranglah
baginya bahwa 'uzlah itu, lebih menolong kepadanya, dibandingkan dengan
bercampur-baur (mukhalathah), Maka yang lebih utama bagi orang yang
seperti ini ialah mukhalathah pada awalnya dan 'uzlah pada akhirnya.
Adapun mengajar adab sopan-santun (ta'dib), maka sesungguhnya yang kami
kehendaki dengan ta’dib itu, ialah melatih orang lain.' Dan itu adalah keadaan guru (syaikh) kaum shufi bersama kaum shufi. Guru itu tidak sanggup mendidik mereka, kecuali dengan bercampur-baur dengan mereka. Dan
hal-ikhwal syaikh itu ialah hal-ikhwal guru. Dan kedudukannya pun
adalah kedudukan guru. Dan berjalanlah padanya pada yang berjalan pada
penyiaran ilmu, dari bahaya-bahaya yang halus dan ria. Kecuali
bahwa tempat- tempat sangkaan mencari dunia dari murid-murid yang
belajar untuk memperoleh latihan itu, adalah lebih jauh dari bahaya-
bahaya dari para penuntut ilmu.
Karena
itulah tampak pada mereka itu sedikit orangnya dan pada penuntut ilmu
itu banyak. Maka seyogialah, bahwa dibandingkan apa yang mudah baginya
dari khilwah (bersemadi), dengan apa yang mudah baginya dari mukhalathah
(bercampur-baur) dan mendidik orang banyak. Dan hendaklah dihadapkan
yang satu dengan lain- nya. Dan hendaklah dipilih yang lebih utama
(al-afdlal). Dan yang demikian dapat diketahui dengan ijtihad yang halus
dan berlainan menurut keadaan dan orang. Maka tidaklah mungkin
menetapkah. hukumnya secara mutlak, dengan tidak (nafi) dan ya (istbat).
501
|
FAEDAH KEEMPAT : memperoleh kejinakan dan menjinakkan hati.
Itu
adalah maksud orang yang menghadliri peralatan, undangan, tempat-tempat
pergaulan dan kejinakan hati. Dan ini pada waktu itu juga, kembali
kepada bahagian jiwa.
'Terkadang
ada yang demikian itu, di atas jalan haram, dengan ber jinak-jinakan
hati dengan orang yang tidak boleh berjinak-jinakan hati. Atau di atas
jalan muhah (cara yang diperbolehkan). Dan terkadang disunnahkan yang
demikian, karena urusan agama. Dan yang demikian, mengenai orang yang
diperoleh kejinakan hati, dengan menyaksikan hal-ikhwalnya dan
perkataan-perkataannya tentang Agama. Seperti kejinakan hati dengan
syaikh-syaikh yang selalu menuruti jalan taqwa. Dan terkadang cara itu
bersangkutan dengan bahagieji jiwa. Dan disunatkan, apabila maksudnya
adalah menyenangkan hati untuk menggerakkan panggilan kerajinan pada
ibadah. Sesungguhnya hati itu apabila dipaksakan, niscaya ia buta. Dan
manakala di waktu sendirian merasa kesepian dan waktu duduk-duduk
dengan teman, merasa kejinakan yang menenteramkan hati, maka duduk-duduk
itu lebih utama. Karena pelan-pelan pada ibadah adalah setengah dari
kehati-hatian bagi ibadah. Dan karena itulah,
Nabi saw bersabda :
إن الله لا يمل حتى تملواNabi saw bersabda :
(Innallaaha laa yamallu hattaa tamalluu).Artinya : "Sesungguhnya Allah tidak bosan, sehingga kamu bosan (l)
(1) Hadits ini sudah dibicaxakan dahulu.
|
502
|
Ini'adalah
keadaan yang tidak dapat dilepaskan. Karena jiwa itu, tidaklah merasa
jinak dengan kebenaran terus-menerus, selama ia tidak ditenteramkan
(di-istirahatkan). Dan pada memberatkan jiwa yang terus-menerus itu,
meminta sejenak waktu untuk istirahat. Dan inilah yang dimaksudkan
dengan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
إن هذا الدين متين فأوغل فيه برفق
(Inna haadzad-diina matiinun fa aughil fiihi birifqin). |
Artinya : "Bahwa Agama ini kokoh-kuat, maka masukkanlah kedalamnya dengan pelan-pelan
Memasukkan ke dalamnya dengan pelan-pelan, adalah sifat orang- orang yang bermata-hati. Dan karena itulah Ibnu 'Abbas berkata;: "Jikalau tidaklah takut kepada was-was, niscaya tidaklah aku duduk-duduk dengan manusia".
Sekali Ibnu 'Abbas mengatakan : "Sesungguhnya
aku masuki negeri-negeri, yang tidak ada orang yang menjinakkan hati
padanya. Adakah yang merusakkan manusia, selain dari manusia?".
Jadi,
maka tidaklah. merasa cukup orang yang ber'uzlah itu, tanpa teman yang
merasa kejinakari hati dengan melihat dan bercakap- cakap sesa'at dalam
sehari semalam. Maka hendaklah bersungguh- sungguh mencari orang yang
tidak akan merusakkannya pada sa'atnya itu, akan sa'at-sa'atnya yang
lain!. Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda :
المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل
(Al-mar-u 'alaa diini khaliilihi fal-yandhur ahadukum man yukhaa- lil). ..
Artinya : Manusia itu menurut agama temannya. Maka: hendaklah seseorang kamu melihat akan orang yang mau diambil menjadi teman!". (1)
Dan
hendaklah berusaha supaya adalah pembicaraannya ketika bertemu, mengenai
urusan Agama, menceritakan hal-ikhwal hati, pengaduan dan keteledoran
hati dari ketetapan di atas kebenaran dan petunjuk kepada jalan yang
benar.
Maka
pada yang demikian, memperoleh kelegaan dan menenteramkan bagi jiwa. Dan
padanya itu jalan yang lapang bagi tiap-tiap orang yang sibuk dengan
memperbaiki dirinya. Sesungguhnya, tidaklah terputus pengaduan hati,
walaupun diberi usia yang panjang. Dan orang yang rela tentang
dirinya,sudah pasti tertipu,
Maka
kejinakan hati yang semacam ini, pada sebagian waktu siang,
kadang-kadang lebih utama daripada 'uzlah terhadap sebahagian orang.
Maka carilah padanya pertama-tama hal-ikhwal hati dan : hal-ikhwal teman
duduk!. Kemudian barulah duduk-duduk bersama!.
(1) Hadits ini sudah dipaparkan pada "Adab bershahabat".
|
503
|
FAEDAH KELIMA : tentang memperoleh pahala dan menghasil kan pahala bagi orang lain.
Adapun
memperoleh pahala, ialah dengan menghadliri janazah, mengunjungi oiang
sakit dan datang pada shalat dua hari Raya (hari raya 'Idil-nthri dan
hari raya 'Idil-adlha). Adapun datang pada shalat Jum'ah, adalah tak
boleh tidak. Dan menghadliri shalat jama'ah pada shalat-shalat yang
Iain juga, tidak diberi kelonggaran untuk meninggalkannya. Kecuali
karena takut kepada kesukaran yang nyata, yang menggantikan pahala
jama'ah yang hilang bahkan menambahkan lagi di atas yang hilang itu. Dan
yang demikian, tidaklah terjadi, kecuali jarang sekali.
Dan
seperti itu pula, pada menghadliri perkawinan dan undangan, akan
memperoleh pahala, di mana pada kehadliran tersebut mema- sukkan
kegembiraan pada hati muslim.
Adapun
menghasilkan pahala bagi orang lain, maka yaitu : bahwa ia membuka
pintu supaya manusia berkunjung kepadanya. Atau supaya manusia,
berta'ziah (berbela-sungkawa) kepadanya, waktu mendapat musibah. Atau
menyampaikan ucapan tahniah (ucapan selamat) waktu ia memperoleh nikmat.
Sesungguhnya dengan demikian, orang itu akan memperoleh pahala.
Dan
seperti itu pula, apabila ia dari golongan ulama dan meng- izinkan bagi
orang banyak berziarah kepadanya, niscaya orang banyak akan memperoleh
pahala berkunjung. Dsn dengan memungkinkan yang demikian, ia menjadi
sebab pada pahala itu. Maka seyogialah ditimbang akan pahala
bercampur-baur ini dengan bahaya-bahayanya yang telah kami sebutkan
dahulu. Dan ketilca itu, kadang-kadang 'uzlah yang kuat. Dan
kadang-kadang mukhalathah (bercampur-baur) yang kuat.
Diceriterakan
dari segolongan salaf (ulama terdahulu), seperti Malik dan lainnya,
tidak mau memperkenankan undangan, mengunjungi orang sakit dan
menghadliri janazah: Bahkan, adalah mereka selalu di rumahnya. Mereka
tidak keluar, kecuali ke Jum'ah atau ziarah kubur. Dan setengahny a
meninggalkan kota dan menuju ke puncak-puncak bukit, untuk menyelesaikan
diri bagi ibadah. Dan lari dari segala yang menyibukkan.
504
|
FAIDAH KE-ENAM :
Dari
mukhalathah (bercampur-baur) itu lahirlah tawadlu* (merendahkan diri).
Sifat tawadlu' adalah setengah dari tingkat yang paling utama. Dan tidak
sanggup melaksanakan tawadlu' pada waktu sendirian. Kadang-kadang
adalah takabur (kesombongan) itu, menjadi sebab memilih 'uzlah.
Diriwayatkan dalam ceritera orang-orang Bani Isra'il, bahwa seorang ahli
hikmat dari para ahli hikmat, mengarang tiga ratus enam puluh buku
tentang hikmat (filsafah). Sehingga ia menyangka* bahwa ia telah
memperoleh suatu tempat (derajat) pada sisi Allah". Maka Allah Ta'ala
mewahyukan kepada nabi-Nya : "Katakanlah kepada si Anu : 'Bahwa engkau
telah memenuhkan bumi ini dengan nifaq (kemunafiqan). Dan Aku tidak
menerima dari kemunafiqanmu akan sesuatu '". Nabi tersebut berkata :
"Lalu ahli hikmat itu menyembunyikan diri dan tinggal sendirian dalam
suatu lobang di bawah tanah. Dan berkata : 'Sekarang sampailah aku
kepada kerelaan Tuhanku' ". Maka Allah mewahyukan kepada nabi-Nya :
"Katakanlah kepadanya : 'Bahwa engkau belum sampai kepada kerelaan-Ku,
sehingga engkau bercampur-baur dengan manusia dan sabar atas kesakitan
yang diperbuat mereka'
Maka
ahli hikmat itu keluar. Lalu masuk ke pasar-pasar, bercampur-baur
dengan manusia, duduk-duduk dengan mereka, bantu- membantu sesama
mereka, memakan makanan diantara mereka dan berjalan di pasar-pasar
bersama mereka.Maka Allah Ta'ala mewahyukan kepada Nabi-Nya : "Sekarang ia telah sampai kepada kerelaan-Ku".
Maka
berapa banyak orang yang ber-'uzlah (mengasingkan diri) dalam rumahnya
dan yang menjadi penggeraknya ialah : takabur. Dan yang mencegahnya
untuk datang keperayaan-perayaan, ialah bahwa : ia tidak dimuliakan atau
tidak didahulukan..Atau ia melihat dengan tidaknya bercampur-baur
dengan orang banyak itu, lebih meninggikan tempatnya (derajatnya). Dan
lebih mengekalkan kebaikan sebutannya diantara manusia. Kadang-kadang ia
mengasingkan diri, karena takut daripada diperlihatkan
keburukan-keburukannya, jikalau ia bercampur-baur. Maka janganlah engkau
berkeyakinan, bahwa padanya zuhud dan sibuk dengan ibadah. Ia mengambil
rumahnya untuk menutupi segala keburukannya, untuk mengekalkan
keyakinan manusia tentang kezuhudannya dan banyak ibadahnya, tanpa
menghabiskan waktu dalam khilwah, dengan dzikir atau tafakkur.
Dan
tanda orang-orang tersebut tadi, ialah, bahwa mereka suka dikunjungi.
Dan tidak suka mengunjungi. Mereka merasa gembira dengan mendekatnya
orang-orang awam dan sultan-sultan kepada mereka. Mengumpulnya
orang-orang itu pada pintu dan jalan mereka. Dan orang-orang itu mencium
tangan mereka atas jalan barakah.
Jikalau
kesibukan sendiri yang tidak menyukakannya untuk bercampur-baur dan
berkunjung kepada orang lain, niscaya kunjungan orang lain pun kepadanya
tidak menyukakannya. Sebagaimana telah kami
ceriterakan. hal Al-Fudlail, di mana ia berkata : "Adakah engkau datang
kepadaku, kecuali untuk aku berhias bagimu dan kamu berhias bagiku?".
505
|
Dari
Hatim Al-Ashamm, bahwa beliau mengatakan kepada 'amir yang berkunjung
kepadanya : "Hajatku ialah : bahwa aku tiada melihat engkau dan engkau
tiada melihat aku". Maka orang yang tiada sibuk beserta jiwanya dengan
berdzikir kepada Allah, maka pengasingan dirinya dari manusia banyak,
sebabnya ialah bersangatan terganggu pikirannya dengan orang banyak itu.
Karena hatinya menjurus kepada menoleh kepada pandangan mereka
kepadanya, dengan pandangan kemuliaan dan kehormatan.
Mengasingkan diri dengan sebab ini, adalah bodoh, dari beberapa segi :
Pertama : bahwa merendahkan diri dan bercampur-baur, tiadalah mengurangkan kedudukan orang yang menyombongkan diri, dengan ilmunya atau agamanya. Karena 'Ali ra. membawa kurma kering (tamar) dan garam pada kain dan tangannya. Dan beliau bermadah :
Tidaklah kurang orang sempurna,
dari kesempurnaannya ................
oleh apa yang ia bawa,
yang berguna kepada keluarganya......................
Abu Hurairah, Hudzaifah, Ubai dan Ibnu Mas'ud, -diridlai Allah kiranya mereka sekalian- membawa ikatan kayu api dan karung tepung
di atas bahu mereka. Adalah Abu Hurairah ra. berkata dan ia adalah wali
negeri Madinah dan kayu api di atas kepalanya : "Berilah jalan bagi
amirmu!". Dan penghulu segala rasul صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ raembeli
sesuatu, lalu dibawanya sendiri ke rumahnya. Maka berkata shahabatnya
kepadanya : "Berilah kepadaku untuk aku bawa". Lalu menjawab Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :
صاحب الشيء أحق بحمله
(Shaahibusy-syai-i ahaqqu bihamlih).Artinya: "Yang punya barang itu, lebih berhak membawanya". (1)
Al-Hasan
bin 'Ali ra. lalu di suatu tempat untuk menanyakan sesuatu. Dan di
tangan orang-orang yang dilalui itu, daging yang sedang dimakan. Maka
mereka itu mengajak makan : "Marilah makan siang, wahai putera
Rasulullah!
(1) Dirawikan Abu Yu'la dari Abu Hurairah dengan sanad dla'if
| ||
506
| ||
Segi kedua : bahwa
orang yang menyibukkan dirinya mencari kerelaan manusia kepada dirinya
dan membaguskan kepercayaan mereka kepadanya, adalah tertipu. Karena,
jikalaulah ia mengenal Allah dengan sebenar-benar ma'rifah, niscaya ia
tahu bahwa makhluq itu, tiada mencukupi baginya sesuatu, selain dari
Allah. Bahwa kemelaratan dan kemanfa'atannya adalah di tangan Allah
.Tiadalah yang mendatangkan manfa'at dan melarat selain dari Allah. Bahwa
orang yang mencari kerelaan dan kecintaan manusia dengan kemarahan
Allah, niscaya ia dimarahi Allah. Dan Allah mendatangkan kemarahan
manusia kepadanya. Bahkan kerelaan manusia itu adalah suatu maksud yang
tidak akan tercapai. Maka kerelaan Allah yang lebih utama dicari.
Karena
itulah, Asy-Syafi-'i ra. berkata kepada Yunus bin 'Abdul A'la : "Demi
Allah; aku tiada mengatakan kepadamu, melainkan nasehat. Sesungguhnya
tiada jalan kepada keselamatan dari manusia. Maka perhatikanlah apa
yang membaikkan kepadamu, lalu kerjakanlah!".
Dan karena itulah, bermadah seorang penya'ir :
Barangsiapa mengintip-intip orang,
niscaya ia mati kesedihan.
Dan dengan kelezatan, menang
orang yang penuh keberanian.
Sahl
melihat kepada salah seorang shahabatnya, lalu berkata kepadanya :
"Berbuatlah begini-begini untuk sesuatu yang aku suruhkan!".
Maka shahabatnya itu menjawab : "Wahai Ustadz! Saya tidak sanggup karena manusia".
Lalu
Sahl menoleh kepada teman-temannya dan berkata : "Tidaklah seorang
hamba itu memperoleh hakikat dari pekerjaan ini sehingga ia mempunyai
salah satu dari dua sifat : hamba yang jatuhlah manusia
daripandangannya. Laluia tidak melihat di dunia, selain Penciptanya
(khaliqnya). Dan sesungguhnya seorangpun tiada sanggup mendatangkan
melarat dan manfa'at kepadanya. Dan hamba yang jatuhlah nafsunya dari
hatinya. Lalu ia tiada memperdulijdan keadaan apapun yang dilihat mereka
padanya". ,
507
|
Asy-Syafi-'i
ra. berkata :"Tiadalah seorangpun, melainkan mempunyai yang
menyukainya dan yang memarahinya. Apabila ada yang demikian, maka
hendaklah engkau berada bersama orang yang ta'at kepada Allah ! ".
Ada
orang yang berkata kepada Al-Hasan : "Hai Abu Sa'id! Sesungguhnya orang
banyak (kaum) itu datang ke majelismu. Tiadalah tujuan mereka, selain
mencari ketelanjuran perkataanmu dan memberatkanmu dengan pertanyaan".
Maka
Al-Hasan tersenyum dan berkata kepada yang berkata tadi : "Ringankanlah
atas dirimu sendiri! Maka sesungguhnya aku memperkataan akan diriku
sendiri dengan penempatan sorga dan ber— dekatan dengan Tuhan Yang Maha
Pengasih. Maka aku amat meng- harapkan. Dan tidak aku memperkatakan akan
diriku dengan keselamatan dari manusia. Karena aku sesungguhnya
mengetahui- bahwa Yang Menjadikan mereka, Yang Menganugerahkan Rezeki
kepada mereka, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan mereka, tidak
selamat dari mereka".
Musa as. berdo'a : "Wahai Tuhanku! Tahankanlah dariku lidah manusia!".
Maka Tuhan berfirman : "Hai Musa! Itu adalah hal yang tidak Aku pilihkan untuk diri-Ku sendiri. Maka bagaimanakah Aku memperbuatkannya dengan kamu?".
Dan Allah swt. mewahyukan kepada 'Uzair : "Jikalau
tidak engkau membaguskan jiwa engkau, dengan Aku jadikan engkau karet
dalam mulut penggigit-penggigit, niscaya tidak Aku tuliskan engkau
pada-Ku dari orang-orang yang tawadlu' (yang merendahkan diri)'. Jadi,
orang yang menahankan dirinya dalam rumah, untuk membaguskan anggapan
dan perkataan manusia kepadanya, maka dia adalah dalam tanggungan yang
berat sekarang di dunia dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih
besar jikalau mereka mengetahui-(1))
Jadi, tidaklah disunatkan 'uzlah, kecuali bagi orang yang mengha-
biskan waktu dengan Tuhannya, dengan berdzikir, bertafakkur, beribadah
dan berilmu, di mana jikalau orang banyak bercampur- baur dengan dia,
niscaya hilanglah waktunya dan banyaklah baha- yanya. Dan kacau-balaulah
ibadah-ibadahnya. Inilah marabahaya-marabahaya yang tersembunyi dalam
memilih 'uzlah itu, yang seyogialah dijaga. Karena dia adalah :
membinasakan (muhlikat) dalam bentuk : melepaskan (munjiat) dari
kebinasaan.
(1) Petikan dari Al-Qur-an Suci S. Az-Zumar, ayat 26.
|
508
|
FAEDAH KETUJUH : percobaan (perigalaman)
Percobaan
,(pengalaman) itu diperoleh dari bercampur-baur dengan manusia dan dari
jalan berlakunya hal-ikhwal mereka. Dan 'aqal- gharizi (buah-pikiran
yang merupakan sifat asli) tidaklah mencu- kupi pada memahami
kepentingan-kepentingan Agama dan dunia. Dan kepentingan-kepentingan itu
dapat diperoleh dengan pengala- man dan pelaksanaan. Dan tak adalah
kebajikan pada 'uzlahnya orang yang tidak diperkuatkan oleh
pengalaman-pengalaman. Maka anak kecil apabila mengasingkan diri,
niscaya tinggallah ia dalam kebodohan. Tetapi seyogialah ia menuntut
ilmu pengetahuan. Dan dapatlah ia menghasilkan pada masa belajar itu,
apa yang dihajati- nya, dari percobaan-percobaan
(pengalaman-pengalaman). Dan mencukupilah baginya yang demikian itu. Dan
pengalaman-pengalaman yang lain berhasil, dengan mendengar bermacam
hal. Dan tidak memerlukan kepada bercampur-baur.
Setengah
dari percobaan-percobaan yang terpenting, ialah mencoba dirinya
sendiri, tingkah-laku (akhlaqnya) dan sifat-sifat bathiniah- nya. Yang
demikian itu, tidak dapat disanggupi dalam khilwah (persemadian). Maka
sesungguhnya, bahwa tiap-tiap orang yang melakukan percobaan dalam
kesepian itu, ia akan rahasiakan. Dan tiap-tiap orang yang marah atau
yang busuk hati atau yang dengki, apabila ia bersemadi sendirian,
tidaklah tersaring daripadanya kekejiannya.
Sifat-sifat
tersebut itu membinasakan menurut sifat-sifat itu sendiri, yang wajib
dijauhkan dan dipaksakan. Dan tidaklah memadai menenangkannya dengan
menjauhkan daripada apa yang mengge rakkan sifat-sifat itu.
Hati
yang dipenuhi dengan sifat-sifat keji tersebut, adalah seumpama bisul
yang berisi penuh dengan nanah bercampur darah dan nanah. Kadang-kadang
yang sakit itu sendiri tidak merasa dengan kesakitannya, selama ia tidak
bergerak atau disentuh oleh orang lain. Jikalau tidak ada baginya
tangan yang menyentuhkannya atau mata yang melihat bentuknya dan tidak
ada bersama orang yang sakit itu, orang yang menggerakkannya, niscaya
kadang- kadang ia 'menyangka sendiri selamat. Dan tidak merasa dengan
bisul itu pada dirinya. Dan ia berkeyakinan dengan tidak adanya bisul
itu.
509
|
Tetapi
jikalau digerakkan oleh suatu penggerak atau dikenakan pisau pembekam,
niscaya terpancarlah daripadanya nanah. Dan Terbitlah nanah itu seperti
terbitnya sesuatu yang tertutup apabila ditahan daripada terlepas. Maka
begitu pula, hati yang dipenuhi dengan kebusukan hati, kebakhilan,
kedengkian, kemarahan dan budi-pekerti tercela lainnya. Terpancarlah
dari hati itu, kekejian-kekejiannya apabila digerakkan.
Dan
dari inilah, orang-orang yang berjalan ke jalan akhirat, yang mencari
pensucian hati, mencoba dirinya. Barangsiapa merasa pada dirinya sifat
takabur, niscaya ia berusaha menjauhkannya. Sehingga setengah mereka
membawa ember air di atas punggungnya dihadapan manusia. Atau ikatan
kayu api di atas kepalanya dan ia bulak-balik di pasar. Untuk mencoba
dirinya dengan yang demikian. Karena marabahaya-marabahaya nafsu dan
tipuan-tipuan syaitan itu tersembunyi. Sedikitlah orang yang
memperhatikannya. Karena itulah, diceriterakan dari setengah mereka, di
mana ia berkata : "Telah menjadi kebiasaan bagiku mengerjakan shalat
tiga puluh tahun lamanya, di mana aku mengerjakannya pada baris pertama
(shaf pertama). Tetapi pada suatu hari, aku terkebelakang disebabkan
suatu halangan. Maka aku tiada mendapat tempat pada shaf pertama. Lalu
aku berdiri pada shaf kedua. Maka aku dapati pada diriku perasaan malu,
dilihat orang banyak kepadaku. Dan orang sudah mendahului aku kepada
shaf pertama. Maka tahulah aku bahwa semua shalatku yang aku kerjakan,
adalah bercampur dengan ria. Bercampur dengan kesenangan, dilihat orang
banyak kepadaku. Dan mereka melihat aku dalam rombongan orang-orang yang
mendahului kepada kebajikan".
Maka
bercampur-baur itu mempunyai faedah yang jelas dan besar pada
mengeluarkan segala kekejian dan mendzahirkannya. Dan karena itulah, ada
orang yang mengatakan : "Bermusyafir ialah bermusyafir dari akhlaq* Karena
bermusyafir itu semacam dari bercampiur-baur yang terus-menerus. Dan
akan diterangkan marabahaya-marabahaya dan yang halus-halus dari
pengertian-pengertian tersebut pada Rubu * Muhlikat (Bahagian Yang
Membinasakan). Maka sesungguhnya, disebabkan kebodohan tentang segala
yang merusakkan itu, membatalkan banyak amalan. Dan dengan
mengetahuinya, sucilah amalan yang sedikit. Jikalau tidak demikian,
niscaya tidaklah dilebihkan ilmu dari amal. Karena mustahil, bahwa
pengetahuan mengenai shalat dan pengetahuan itu tidak dimak- sudkan,
selain untuk shalat itu, lebih utama daripada shalat sendiri. Pan kita
mengetahui, bahwa apa yang dimaksudkan untuk lainnya, maka yang lain
itu, adakalanya lebih mulia daripadanya. Dan syara (agama) telah
menetapkan, dengan melebihkan orang berilmu ('alim) daripada orang
beribadah ('abid).
510
|
Nabi ; saw:! Bersabda
فضل العالم على العابد كفضلى على أدنى رجل من أصحابي
(Fadl-lul-'aalimi 'alal-'aabidi kafadl-lii 'alaa adnaa rajulin min ash- haabii).
Artinya : "Kelebihan orang berilmu (alim) dari orang beribadah ('abid) adalah seperti kelebihanku dari orang yang paling rendah dari shahabat-shahabatku (1) ;
Pengertian melebihkan ibnu itu, kembali kepada tiga segi: Pertama : apa yang telah kami sebutkan;
Kedua :
meratanya manfa'at, karena menjalar faedahnya. Dan perbuatan (amal)
itu, tiada menjalar faedahnya. Ketiga ; bahwa yang dimaksudkan dengan
pengetahuan itu ialah pengetahuan tentang Allah, sifat-sifat-Nya dan
af'al-Nya. (perbuatan-Nya). Maka yang demikian itu, lebih utama dari
tiap-tiap amal (perbuatan). Bahkan yang dimaksud dari segala perbuatan
itu, ialah memalingkan hati dari makhluq, kepada khaliq. Supaya hati itu
bangkit sesudah berpaling kepada-Nya, untuk mengenai dan men-
cintai-Nya. Maka amal dan ilmu bagi amal itu, keduanya dimaksudkan bagi
ilmu ini. Dan ilmu ini adalah tujuan bagi murid-murid, Dan amal adalah
seperti syarat baginya. Dan kepadanyalah di-isya- ratkan dengan firman
Allah Ta'ala :
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ
(Ilaihi yash-'adul-kalimuth-thayyibu wal-'amalush-shaalihu yarfa- 'uh).Artinya : "Kepada-Nya naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang baik itu dimuliakan oleh Allah". (S. Fathir, ayat 10).
(1) Hadits ini telah diterangkan dahulu pada "Bab Ilmu".
|
511
|
Maka
perkataan yang baik, yaitu : ilmu ini. Dan amal adalah seperti :
pembawa yang' mengangkatkannya kepada maksudnya. Maka yangdiangkat
adalah lebih utama daripada yang mengangkat. Dan ini adalah perkataan
yang diselipkan (interupsi), yang tidak layak dengan perkataan ini.
Marilah kita kembali kepada yang dimaksud. Maka kami berkata :
Apabila
anda telah mengetahui faedah-faedah 'uzlah dan marabahaya-marabahaya,
niscaya anda mendapat bukti bahwa menetap kan 'uzlah itu secara mutlak,
dengan melebihkannya, dengan nafi (tidak) dan itsbat (ya), adalah salah.
Tetapi, seyogialah dipandang (diperhatikan) kepada orang dan hal
ikhwalnya. Kepada yang dicampur-bauri dan hal-ikhwalnya. Kepada
penggerak untuk bercampur-baur dengan dia. Dan kepada yang hilang,
disebabkan percampur-bauran itu, dari faedah-faedah yang tersebut. Dan
dibandingkan yang hilang dengan yang berhasil, Maka ketika itu, nyatalah
yang hak (yang benar) dan jelaslah yang lebih utama.
Dan
ucapan Asy-Syafi-'i ra. itu menguraikan apa yang ditujukan itu. Karena
beliau berkata : "Hai Yunus! Berhijrah (meninggalkan bergaul) dengan
manusia itu us;tha permusuhan. Dan mengulurkan tangan kepada mereka
(merapatkan pergaulan) itu, menghela kepada teman-teman jahat. Maka
hendaklah engkau diantara meninggalkan pergaulan dan merapatkan
pergaulan itu!". Karena itu, haruslah itidal (dalam keadaan di tengah)
diantara mukhalathah (bercampur-baur) dan "uzlah (mengasingkan diri).
Dan berbedalah yang demikian itu, menurut keadaan. Dan dengan
memperhatikan faedah-faedah dan bahaya-bahaya, maka jelaslah yang lebih
utama. Dan inilah kebenaran yang tegas. Dan semua yang telah disebutkan
selain dari ini, adalah tidak lengkap. Yaitu : menerangkan tiap sesuatu
dari keadaan khusus yang ada padanya. Dan tidaklah boleh menetapkan
keadaan khusus itu, kepada yang lain, yang berbeda keadaannya.
Dan
perbedaan antara orang 'alim (orang berilmu) dan orang shufi tentang
ilmu dhahir, adalah kembali kepada yang disebutkan tadi. Yaitu, bahwa
orang shufi, tidak berkata-kata, selain dari keadaannya sendiri. Maka
tidaklah disangsikan, bahwa jawaban-jawaban mereka itu berbeda dalam
segala persoalan. Dan orang 'alim, ialah orang yang mengetahui kebenaran
menurut hakikat yang sebenarnya. Dan ia tidak memandang kepada keadaan
dirinya sendiri. Maka terbukalah kebenaran padanya.
Dan
yang demikian, termasuk hal yang tidak diperselisihkan lagi. Karena
kebenaran (al-haq) itu satu untuk selama-lamanya. Dan yang tidak sampai
kepada kebenaran adalah banyak, tidak terhing- ga. Karena itulah,
ditanyakan pada orang-orang shufi, tentang kemiskinan. Maka tiada
seorang pun, melainkan menjawab dengan jawaban yang berlainan dengan
jawaban yang lain. Dan semua itu benar, berdasarkan kepada keadaannya.
Dan tidaklah benar menurut yang sebenarnya. Karena kebenaran itu
tidaklah ada, selain satu. Dan karena itulah, Abu 'Abdillah 'Al-Jalla
berkata dan beliau itu ditanyakan tentang kemiskinan. Lalu menjawab :
"Pukulkanlah dengan kedua lengan bajumu akan dinding! Dan katakanlah 'Tuhanku Allah'. Maka itulah kemiskinan (kefakiran)".
512
|
Al Junaid mengatakan , Orang fakir ialah orang yang tidak meminta kepada seseorang dan tidak tatang menatang, jikalau orang menatang maka ia DIAM.
Sahl
bin-Abdullah berkata. : "Orang faqir ialah orang yang tidak meminta dan
tidak menyimpan. Dan orang lain mengatakan .: 'Tidaklah itu untuk
engkau. Jikalau untuk engkau, maka.tidaklah untuk engkau, di mana
tidaklah itu untuk engkau"'. Ibrahim Al-Khawwash berkata : "Kemiskinan,
ialah meninggalkan mengadu dan mendzahirkan bebas bela beneara
(bebas-percobaan)": Maksudnya, ialah kalau ditanyakan kepada mereka
seratus pertanyaan, niscaya didengar dari mereka seratus penjawaban
yang berlainan. Sedikitlah kesesuaian dua daripada jawaban-jawaban itu.
Dan itu semua adalah benar dari satu segi. Sesungguhnya itu, berita
masing-masing tentang keadaannya dan apa yang menguasai hati- nuraninya.
Dan karena itulah, kita tidak melihat dua orang pun dari mereka, yang
salah seorang dari keduanya mengakui temannya , berdiri teguh dalam
tashawwuf. Atau memujikannya. Tetapi masing-masing mereka menda'wakan, bahwa dia yang sampai kepada kebenaran.
Dan yang berdiri di atas kebenaran. Karena banyak-nya keragu-raguan
mereka, menurut kehendak keadaan yang datang kepada hati mereka. Maka
mereka tiada berbuat, selain dengan diri mereka itu sendiri. Dan tiada
menoleh kepada orang lain. Dan sinar ilmu itu apabila terbit, niscaya
meliputi semua. Menyingkap- kan tutup dan membuangkan perselisihan.
Dan
contoh pandangan orang-orang shufi itu, adalah apa yang anda lihat dari
pandangan suatu kaum tentang dalil yang menunjukkan zawal
(tergelincirnya matahari) dengan memandang pada bayang-bayang: Setengah
mereka berkata, bahwa pada musim panas, bayang-bayang itu dua tapak kaki
panjangnya. Dan diceriterakan dari orang lain, bahwa bayang-bayang itu
setengah tapak kaki. Dan yang lain menolak yang demikian. Dan bahwa
bayang-bayang itu, pada musim dingin, tujuh tapak kaki panjangnya. Dan
diceriterakan dari-yang lain, bahwa bayang-bayang itu, lima tapak kaki.
Dan yang lain menolak yang demikian.
513
|
Maka
ini, menyerupai jawaban-jawaban dan perselisihan pendapat orang-orang
shufi. Sesungguhnya masing-masing mereka, menerangkan keadaan
bayang-bayang yang dilihatnya di negerinya sendiri. Maka benarlah ia
tentang perkataannya itu. Dan salahlah ia tentang menyalahkan temannya.
Karena ia menyangka bahwa Dunia itu semua ialah seperti negerinya
sahaja,Atau seperti yang negerinya sahaja Sebagaimana orang shufi tidak
menetapkankeadaan orang lain yang berilmu (orang 'alim), kecuali menurut
keadaan dirinya sendiri. Dan orang 'alim, yang berilmu tentang zawal,
ialah orang yang mengetahui sebab panjang dan pendeknya bayang-bayang
dan sebab perbedaannya di masing-masing negeri. Lalu ia menerangkan
hukum-hukum yang berlainan, pada negeri-negeri yang berlainan. Ia
mengatakan pada setengah negeri-negeri itu„ bayang-bayangnya tidak
tetap. Pada setengahnya panjang dan pada setengahnya pendek.
Maka inilah apa yang kami maksudkan menyebutkannya dari keutamaan uzlah dan mukhalathah!:
Jikalau
anda bertanya : "Bagi orang yang memilih 'uzlah dan memandangnya lebih
utama dan lebih menyelamatkan baginya, maka apakah adabnya mengenai
'uzlah itu,?''. Kami menjawab, bahwa sesungguhnya panjanglah pandangah
tentang adab-mukha- lathah. Dan kami telah sebutkan pada "kitab Adab
Berteman'*, dahulu.
Adapun
Adab-'uzlah, maka tidaklah diperpanjangkan. Maka seyogialah bagi orang
yang ber'uzlah, bahwa berniat dengan 'uzlah- nya itu, pertaina, mencegah
kejahatan dirinya dari manusia. Kedua, mencari keselamatan dari
kejahatan orang-orang jahat. Kemudian ketiga, melepaskan diri daripada
bahaya keteledoran daripada menegakkan hak-hak kaum muslimin. Kemudian
ke-empat, men- jiiruskan diri dengan hakikat cita-cita bagi beribadah
kepada Allah. Inilah adab-adaib niatnya! Kemudian, hendaklah dalam
persema- diannya itu rajin kepada ilmu, amal, dzikir dan tafakkur!.
Supaya dapat memetik buah (hasil) dari 'uzlah. Dan hendaklah melarang
orang banyak, mendatangi dan mengunjunginy a! Maka akan meng- gaiiggu
kebanyakan waktunya. Dan hendaklah ia mencegah dirinya daripada
menanyakan tentang berita mereka itu dan daripada mendengar berbagai
berita bohong yang tidak baik di dalam negeri dan apa yang membawa
manusia sibuk dengan dia! Sesungguhnya semua itu akan tertanam dalam
hati. Sehingga membangkit pada waktu sedang shalat atau tafakkur, di
mana ia tiada menyangka sama sekali.
Jatuhnya
berita dalam pendengaran, adalah seperti jatuhriya bibit dalain tanah.
Maka tak dapat tidak akan tumbuh dan bercabang urat dan rantingnya. Dan
sambung-menyambung satu sama lain. Dan salah satu yang pentirig bagi
orang ber'uzlah, ialah menghilang- kan segala was-was hati, yang
memalingkannya daripada berdzikir kepada Allah. Dan berita-berita itu
adalah sumber dan pokok dari segala was-was hati.
514
|
Dan hendaklah ia mencukupkan dengan yang sedikit dari penghidupan ,jikalau tidak nescaya ia memerlukan kepada berlapang lapang dengan manusia. Dan ia berhajat kepada ber campur-baur dengan; mereka:
Dan
hendaklah ia penyabar di atas apa yang dijumpainya, daripada kesakitan
oleh tetangga! Dan hendaklah ia menyumbat pende-;j ngarannya daripada
mendengar apa yang diperkatakan orange! tentang pujian
kepadanya disebabkan 'uzlah itu! Atau cacian kepadanya disebabkan
meninggalkan mukhalathah. Karena tiap tiap yang demikian, membekas dalam
hati, walaupun pada masa yang sedikit saja.
Dan
keadaan terpengaruhnya hati dengan yang tadi,. tak dapat tidak, membawa
ia berhenti,. daripada perjalanan ke jalan akhirat. Sesungguhnya
perjalanan itu, adakalanya dengan rajin mengerjakan wirid dan dzikir,
bersama dengan kehadliran hati. Adakalanya1 dengan tafakkur
tentang keagungan Allah, sifat-sifat-Ny a, af'al-Nya, kerajaan langit
dan bumi-Nya. Dan adakalanya dengan memperhatikan amal-perbuatan yang
halus-halus, perbuatan-perbuatan. yang merusakkan hati dan mencari jalan
penjagaan daripadanya. Semuanya itu meminta kekosongan waktu. Dan
mendengar dengaai ' penuh perhatian sekalian yang tersebut itu, adalah
setengah 'daripada yang terus mengganggukan hati.
Dan
kadang-kadang baru-membaru ingatannya itu dalam berkekar Ian berdzikir,
di mana ia tiada menduga sama sekali. Dan hendaklah orang yang
ber-'uzlah itu, mempunyai isteri yang shalih atau teman duduk yang
shalih! Supaya tenteramlah hatinya dalam sehari sejam, daripada
kepayahan rajinnya beribadahl Maka pada' yang demikian itu, menolong
kepada jam-jam selebihnya.; Dan tidaklah sempuma kesabaran
dalam 'uzlah itu, selain dengan menghilangkan kerakusan kepada dunia.
Dan tidaklah manusia itu bersungguh-sungguh pada sabar. Dan tidaklah
hilang kerakusannya, selain dengan memendekkan (mengecilkan)
angan-angan, dengan tidak mehtakdirkan dirinya berumur panjang. Tetapi
ia berpagi-hari - dengan tidak memikirkan akan bersore nariti. Dan ia
bersore hari dengan tidak akan berpagi hari lagi. Maka mudahlah baginya
bersa: bar sehari. Dan tidaklah mudah baginya ber-'azam
(bercita-cita) untuk sabar dua puluh tahun, jikalau ia mentakdirkan
ajalnya akan lambat
tiba. .
Hendaklah membanyakkan ingatan kepada mati dan sendirian di dalam kubur.
515
|
Dan
hendaklah ia membuktikan dengan keyakinan bahawa orang yang tidak
berhasil dalam hatinya ingatan(dzikir) kepada Allah dan mengetahui apa
yang menjinakkan hatinya dengan dzikir itu, .maka ia tidak akan sanggup
menahan keliaran seridiriari sesudah mati. Dan orang yang merasa
kejinakan hati dengan dzikir dan ma'rifah kepada Allah, maka tidaklah
mati itu menghilangkan kejinakan hatinya. Karena tidaklah mati itu
merobohkan tempat kejina kan hati dan ma'rifah (mengenai Allah). Tetapi
kejina kan' hati itu kekal hidup dengan ma'rifah dan kejina kannya.
Karena geinbira dengan kurnia dan rahmat Allah kepadanya. Sebagaimana
Allah Ta'ala berfirman tentang orang-orang syahid
وَلا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
(Wa
laa tahsabannal-ladziina qutiluu fii sabiilillaahi amwaatan, bal
ahyaa-un 'inda rabbihim yurzaquuna, farihiina bimaa aataahu- mullaahu
min fadl-lih). Artinya : "Janganlah kamu menganggap mati
orang-orang yang terbunuh di jalan Allah itu! Tidak! Mereka itu hidup,
mereka mendapat rezeki dari sisi Tuhan. Mereka gembira karena kumia
yang- telah-diberikan oleh Allah kepada mereka". (S. 'Ali Imran, ayat
169 - 170). .
وكل متجرد لله في جهاد نفسه فهو شهيد مهما أدركه الموت مقبلا غير مدبر فالمجاهد من جاهد نفسه وهواه حديث المجاهد من جاهد نفسه وهواه أخرجه الحاكم من حديث فضالة بن عبيد وصححه دون قوله وهواه وقد تقدم في الباب الثالث من آداب الصحبة كما صرح به رسول الله صلى الله عليه وسلم والجهاد الأكبر جهاد النفس كما قال بعض الصحابة رضي الله عنهم رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر يعنون جهاد النفس تم كتاب العزلة ويتلوه كتاب آداب السفر والحمد لله وحده
وكل متجرد لله في جهاد نفسه فهو شهيد مهما أدركه الموت مقبلا غير مدبر فالمجاهد من جاهد نفسه وهواه حديث المجاهد من جاهد نفسه وهواه أخرجه الحاكم من حديث فضالة بن عبيد وصححه دون قوله وهواه وقد تقدم في الباب الثالث من آداب الصحبة كما صرح به رسول الله صلى الله عليه وسلم والجهاد الأكبر جهاد النفس كما قال بعض الصحابة رضي الله عنهم رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر يعنون جهاد النفس تم كتاب العزلة ويتلوه كتاب آداب السفر والحمد لله وحده
Dan
tiap-tiap orang yang semata-mata karena Allah dalam perjuangan dirinya,
maka dia itu syahid, manakala ia menemui mati, menghadapkan hati kepada
Allah, bukan membelakang. Maka orang. yarig berjihad (berjuang), ialah
orang yang berjuang melawan nafsu dan keinginannya, sebagaimana
ditegaskan oleh Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (1)Dan
perjuangan besar (jihad-akbar) ialah jihad melawan hawa-nafsu,
sebagaimana dikatakan oleh setengah shahabat ra.: "Kami kembali dari
jihad kecil kepada jihad besar". Mereka maksudkan : jihad melawan
hawa-nafsu.
Telah tammat "Kitab 'Uzlah" dan di-iringi oleh "Kitab Adab Berjalan-jauh". Dan segala pujian bagi Allah Tuhan Yang Maha Esa. '
(1) Dirawikan Al-Hakim dari Fudlalah bin 'Ubaid dan dipandangnya shahih.
|
516
|
Tiada ulasan:
Catat Ulasan