Jumaat, 26 Jun 2015

BILA KITA GAGAL DALAM UJIAN ALLAH...MUNGKIN ADA PIHAK TERLIBAT AKAN MENYESAL SEUMUR HIDUP JUGA MUNGKIN MENJADI PANDUAN HIDUP YANG MENDATANG






Posted by gio akram Jumat, 22 Maret 2013 0 komentar
Apa sebenarnya maksud Allah memberi ujian kepada kita ?
السـلام عليكم ورحمة الله وبركاته
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Bagian I
Setiap manusia yang hidup pasti pernah mengalami sebuah kondisi yang secara manusiawi berat untuk menerimanya। Dalam tuntunan Islam, keadaan itu dinamakan ujian atau cobaan dari Allah Ta’ala.
Beberapa pertanyaan dalam hati…atau juga terkadang sering terlontar dari mulut kita : “ Kenapa cabaan datang kepadaku bertubi-tubi….Ada apa ini?”….atau “ Aku sudah sholat….sudah sedekah….kenapa kesuksesanku belum juga datang??” …….atau “Ya Allah ….orang yang aku kasihi…aku cintai…..telah Engkau putuskan ….Engkau ambil!!”……..atau yang lebih ekstrim, “ Kenapa Allah tidak sayang aku….Dimanakan Dia berada?”….dll.
Subhanallah……Maha Suci Allah, marilah kita jauhkan prasangka buruk kepada-Nya। Allah Ta’ala Maha Tahu akan keadaan hamba-hamba-Nya. Banyak ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan, bahwa Allah Ta’ala tidak akan memberikan cobaan kepada hamba-Nya diluar batas kemampuannya. Kita musti iman hal itu dan mesti meyakini hal itu.
Sebuah kesalahan kolektif telah dilakukan oleh umat Muslim, setiap hari minimal dalam surat yang dinamakan ‘Tujuh yang Di ulang-ulang’…..atau juga sering disebut ‘Ummul Qitab’…. Atau juga disebut ‘Al Fatehaah’ ……dimana minimal dibaca 17 kali dalam sehari terdapat ayat yang berbunyi :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
1.5 Hanya Paduka yang kami sembah, dan hanya kepada Padukalah kami meminta pertolongan.
Hanya kita lafalkan sebagai sebuah rutinitas saja ? Dikala rutinitas itu sudah kita laksanakan…menurut kita sudah lunas pula kewajiban kita ? Kenapa tidak kita baca dengan benar….kemudian kita hayati…kemudian kita amalkan ayat tersebut ? Kenapa pula kita lebih senang dengan cara-cara Instan untuk mendapatkan sesuatu ? Bahkan….kita lebih mempercayai pertolongan dan daya upaya orang lain daripada Tuhannya sendiri ? Padahal setiap hari kit abaca ayat-Nya itu? Tidak sadarkah kita bahwa segala sesuatu yang akan terjadi …telah terjadi…dan sedang terjadi….semuanya adalah atas ijin dan perkenan-Nya ?
Dibawah ini kami sampaikan pula beberapa dalil dan nash yang Insya Allah dapat menambahkan keimanan kita, dan membuka wawasan kita …… Kenapa sampai cobaan dari Allah itu hadir untuk kita ?
Menurut Hadits Qudsi :
“Yaquwlu Allahu Ta’alaa Limalaa ‘Ikatihii : In Tholiquw Liyaa ‘Abdii Fashubbuw ‘Alayhil Balaa’a Shobba Fa Inni Uhibbu An Asma’a Showtaru.”
Terjemahannya : Allah berfirman kepada Malaikat-Nya : “Pergilah kepada hamba-Ku। Lalu timpakanlah bermacam-macam ujian kepadanya karena Aku hendak mendengar suaranya.” ( HQR Thabarani yang bersumber dari Abu Umamah r.a. )
Berdasarkan Hadits Qudsi tersebut, Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada para malaikat-Nya, yang tidak pernah durhaka dan selalu melaksanakan perintah-Nya, untuk melakukan berbagai ujian dan cobaan kepada hamba-hamba-Nya, dengan salah satu tujuan yaitu : terdengar suara hamba-Nya yang sedang diuji tersebut। Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan yang tergores dalam hati hamba-hamba-Nya.
Hidup ini tidak akan pernah sunyi akan : senang dan susah….atau suka dan duka. Keduanya berjalan silih berganti, sebagai sebuah sunatullah….ketetapan-Nya. Hidup ini penuh dengan cobaan, karena segala sesuatu jika tidak diuji, tidak pula nampak keasliannya. Seorang pelajar ….untuk bisa dikatakan naik tingkat, dia harus menjalani ujian terlebih dahulu. Seorang Karyawan pun demikian pula, bila akan naik pangkat. Para pedagang pun akan menguji barang dagangannya untuk mengetahui keasliannya, supaya dia tidak tertipu. Bukankah demikian ? Kenapa untuk urusan duniawiah kita tidak protes ? Tidak unjuk rasa ? Tapi tatkala ujian datang dari Allah …kita menggerutu….buruk sangka kepada-Nya? Astaghfirullahal’adzim……marilah kita perbanyak istighfar।
Firman Allah dalam surat Al Ankabut (29) : 2-3 :
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? 
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.
Marilah kita simak dan hayati pula Firman Allah dalam Surat Al-Kahfi (18) : 7-8 :
إِنَّا جَعَلْنَا مَا عَلَى الْأَرْضِ زِينَةً لَّهَا لِنَبْلُوَهُمْ أَيُّهُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
  Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya.
وَإِنَّا لَجَاعِلُونَ مَا عَلَيْهَا صَعِيداً جُرُزاً
Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.
Bagian II
Ujian tidak hanya berupa kesusahan, kesulitan, dan kesakitan saja, akan tetapi dapat pula berbentuk kesenangan, seperti : kedudukan, harta, dsb। Sebagaimana Firman Allah dalam Surat Al Anbiyaa (21) : 35 :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Ujian dari Allah yang berupa nikmat harta dan berbagai kesenangan, pada hakekatnya lebih berat daripada ujian dalam wujud kesusahan dan bencana। Orang akan cenderung ingat …dan kembali kepada agamanya….beribadah kembali dengan giat….memohon kembali kepada Tuhannya sambil menangis tersedu-sedu….bila ia tertimpa kesusahan dan bencana. Kebanyakan orang tidaklah demikian bila ia sedang dalam kegembiraan dan kesenangan. Bukankah demikian ? Batapa tidak adilnya kita ….betapa tidak malunya kita !!! Astaghfirullahal’adzim…॥marilah kita perbanyak istighfar.
Bagaimana seandainya kondisi itu dibalik…॥tatkala kita menjadi seorang pempimpin, kemudian anak buah kita berperilaku demikian…।dia ingat kita pada saat dirinya menderita …. Dikala senang ‘lupa-lupa ingat’….seperti judul sebuah lagu. Apa yang akan kita lakukan terhadapnya ? Marah ? Menegurnya ? Memecatnya ? Mungkin hal-hal yang berbau nafsu lainnyalah yang akan kita lakukan….akan tetapi Allah Ta’ala ?? Allah Ta’ala tetap Maha Rahman dan Rahiim bukan ? Maha Pengasih dan Penyayang bukan ?
Kekayaan, harta, pangkat, kemegahan, kekuasaan adalah ujian terberat bagi seorang manusia, apabila dia sadar dan mengetahuinya Hal itu pun merujuk pada firman Allah Ta’ala dalam Surat Al ‘Alaq (96) : 6-8 :
كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى
Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,
أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى
karena dia melihat dirinya serba cukup.
إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu).
Rasulullah SAW pernah pula bersabda :
“ Wa Allahi Maal Faqru Akhsyaa ‘Alaykum Walaakinni Akhsya An Tubsathaad Dunyaa ‘Alaykum Kamaa Busithot ‘Ala Man Kaana Qoblakum, Fanunaa Fisuwhaa, Kamaa Tanaa Fasuwhaa Fatahlikakum Kamaa Ahlakathum.” Terjemahannya :
Demi Allah, bukanlah kefakiran atau kemiskinan yang aku khawatirkan atas kalian, akan tetapi justru aku kuatir ( kalau-kalau) kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana yang telah diberikan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga binasa, sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula ( HR. Bukhari )
Ujian dan Cobaan dari Allah itu bermacam-macam dan bertingkat-tingkat pula। Ada ujian yang menimpa tubuh (kesehatan), anak (kenakalan), harta kekayaan (miskin atau kaya), kekuasaan ( diberi amanat atau dikhianati), jabatan (promosi atau degradasi), aqidah (murtad atau mu’allaf), dsb. Demikian pula perintah dan larangan dalam Agama Islam sendiri termasuk juga sebuah ujian dan cobaan. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ‘Agama adalah Ujian dan Cobaan’.
Pada bagian terdahulu telah kita bahas tentang ujian yang terberat yang menimpa seorang manusia adalah kesenangan dan kemewahan dunia। Pada bagian ini akan kita bahas ujian yang teringan yang akan menimpa manusia.
Ujian teringan adalah yang menimpa pada tubuh (mis। penyakit, kecelakaan, dll). Ujian pada tubuh ini mempunyai tujuan untuk menguji kesabaran, kerelaan dalam menerima qodlo’ dan qodar dari Allah Ta’ala. Jika memang lulus, dengan indikator : sabar, msks ditetapkan-Nya lah pahala dan dihapuskan dari sebagian dosa atau pun diangkat derajatnya, hingga ujian itu menjadi sebuah rasa nikmat baginya.
Sebagaimana Hadits Rasulullah SAW berikut :
“Maa Min Muslimin Yushiybuhu Aza, Syaw Katun Famaa Fawqohaa Illaa Kaffaro Allahu Bihaa Sayyi’aa Nihi, Wa Huththon ‘Anhu Dzunuubuhu Kamaa Tahuththusy Syajarotu Wa Ro Fahaa.”, terjemahannya :
Tidak ada seorang Muslim pun yang ditimpa gangguan semacam tusukan duri atau yang lebih berat daripadanya melainkan dengan ujian itu dihapuskan Allah perbuatan buruknya serta digugurkan dosa-dosanya sebagaimana pohon kayu yang menggugurkan daun-daunnya. 
(HR. Muttafaq’alaih)
“ Maa Yazaalul Balaa’u Bil Mu’mini Wal Mu’minati Fiy Nafsihi Wamaalihi Wa Waladihi Hatta Balqo Allaha Wamaa ‘Alayhi Khothiy’at.” Terjemahannya :
Ujian yang tiada henti-hentinya menimpa Kaum Mu’minin pria atau pun wanita, yang mengenai dirinya, hartanya, anaknya, tetapi ia tetap sabar, ia akan menemui Allah dalam keadaan tiada berdosa. (HR. Turmudzi)
“Maa Yushiybu Min Nashobin Walaa Hamin Walaa Hazhanin Walaa ‘Adzan Walaa Ghomin, Hattasy Syawkati Yusyaa Kuhaa Illaa Kaffaro-Allahu Bihaa Min Khothooyaahu.” Terjemahannya :
Tidak ada mushibat yang menimpa seperti keletihan, kelesuan, sakit, duka, susah atau gangguan sekedar tusukan duri sekalipun, melainkan dihapuskan oleh Allah sebagian dari dosanya.
(HR. Bukhori dan Muslim )
“Inna Likulli Ummatin Fitnatan, Wa Fitnatu Ummatiyl Maalu”, terjemahannya : Sesungguhnya bagi setiap umat ada ujian, dan ujian bagi umatku ialah harta kekayaan. (HR Turmudzi)  
 Dalam sebuah Hadits Qudsi dikemukakan :
“Ibnaa Aadama, ‘Indaka Maa Yakfiyka, Wa Anta Tathlubu Maa Yuthghiyka. Ibna Aadama, Laa Bi Qoliylin Taqna’u, Wa Laa Bikatsiyrin Tasyba’u. Ibna Aadama, Idzaa Ashbahta Mu’aafa Fiy Jasadika, Aamina Fiy Sirbika, ‘Indaka Quwtu Yawmika, Fa’alaad Dunyaal ‘Afaa’u.” terjemahannya :
Wahai Anak Adam ! Padamu telah ada kecukupan, namun engkau masih saja mencari-cari apa yang nantinya akan menjadikan engkau melampaui batas. Wahai Anak Adam ! Engkau ini tidak puas dengan yang sedikit dan tidak kenyang dengan yang banyak. Wahai Anak Adam ! Apabila pagi-pagi jasadmu telah diberi sehat dan afiat, merasa aman dalam lingkungannya dan mamiliki makanan untuk hari itu, tak perlu kau pedulikan lagi apa yang terjadi terhadap dunia.
Bagian III
Ujian berupa cinta akan melampiaskan hafa nafsunya dan dalam rangka fitrah manusia melanjutkan keturunannya, dapat kita pelajari dari firman Allah Ta’ala :
زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak [l86] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Dalam kisah para Nabi dilukiskan bahwa Nabi Ibrohim a।s. mendapatkan ujian untuk menyembelih anak kandungya sendiri (beliau Nabi Isma’il a.s). Berkat kepatuhan, ketaatan, dan keimanannya kepada Allah Ta’ala, beliau Nabi Ibrohim a.s. lulus dari ujian tersebut, sehingga nabi Isma’il selamat dari pisau ayahnya sendiri dan digantikan oleh Allah Ta’ala dengan biri-biri sebagai korban yang sebenar-benarnya. Disamping itu kita ketahui bersama, dan sejarah pun membuktikan, betapa karunia yang diberikan kepada Allah Ta’ala sungguh sangat besar dan luar biasa kepada beliau, dimana anak keturunan beliau banyak yang menjadi Nabi dan Rasul, sehingga beliau dijuluki sebagai Bapak Nabi. Sungguh kenikmatan dunia dan akhirat yang sangat besar, dan merupakan cita-cita setiap orang yang beriman di dunia ini.
Demikian pula, ujian berat bagi kaum laki-laki adalah ujian kaum perempuan, ujian si rambut panjang, sebagaimana Hadits Nabi SAW berikut :
“Maa Taroktu Ba’diy Fitnatan Adhorro ‘Alar Rijaali Minan Nisaa’i.” terjemahannya :
Sepeninggalku tiadalah ujian yang lebih berbahaya bagi kaum lelaki kecuali godaan kaum perempuan. (HR. Bukhori)  
 Adapun ujian yang menyebabkan manusia mudah tergelincir adalah ujian mengenai AQIDAH dan Agama। Banyak orang yang mengaku Muslim, Beriman, termasuk pula …॥ maaf : Alim ‘Ulama didalamnya, setelah diuji Iman dan Agamanya oleh Allah SWT dengan berbagai cobaan, ternyata lemah dan terjerumus dalam lembah syahwat serta keinginannya menjadi sesat.
Marilah kita renungkan dan pahami bersama ayat-ayat-Nya yang tedapat pada Surat Al Ankabut (29) : 10 – 11 sebagaimana berikut :
مِنَ النَّاسِ مَن يَقُولُ آمَنَّا بِاللَّهِ فَإِذَا أُوذِيَ فِي اللَّهِ جَعَلَ فِتْنَةَ النَّاسِ كَعَذَابِ اللَّهِ وَلَئِن جَاء نَصْرٌ مِّن رَّبِّكَ لَيَقُولُنَّ إِنَّا كُنَّا مَعَكُمْ أَوَلَيْسَ اللَّهُ بِأَعْلَمَ بِمَا فِي صُدُورِ الْعَالَمِينَ
 
Dan di antara manusia ada orang yang berkata: "Kami beriman kepada Allah", maka apabila ia disakiti (karena ia beriman) kepada Allah, ia menganggap fitnah manusia itu sebagai azab Allah . Dan sungguh jika datang pertolongan dari Tuhanmu, mereka pasti akan berkata: "Sesungguhnya kami adalah besertamu". Bukankah Allah lebih mengetahui apa yang ada dalam dada semua manusia?
وَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْمُنَافِقِينَ Dan sesungguhnya Allah benar-benar mengetahui orang-orang yang beriman: dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang munafik.
Dijelaskan pula dalam Hadits Rasulullah SAW sebagai berikut :
“ Asyaddunnaasi Balaa’al Anbiyaa’u Tsummal Amtsalu Faal Amtsalu.Yubtalar Rojulu ‘Alaa Hasabi Diynihi. Fa Inkaana Syadiyda Fiy Diynihi Shulbasytada Balaa’uhu Wa Inkaana Fiy Diynihi Riqqotub Talaahu-Allahu ‘Alaa Hasabi Diynihi, Famaa Yab Rohul Balaa’u Bil ‘Abdi Hatta Bayrukahu Yamsyiy ‘Alaal Ardhi Wa Laysa ‘Alayhi Khothiy’atun.” Terjemahannya :
(Tingkat berat ringannya ujian disesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri)। Orang yang sangat banyak mendapat ujian itu adalah para Nabi, kemudian baru orang-orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat. Orang diuji menurut tingkat ketaatannya kepada Agama. Jika ia sangat kukuh dan kuat dalam agamanya, sangat kuat pula ujian kepadanya dan jika lemah agamanya, diuji pula oleh Allah sesuai dengan tingkat ketaatan kepada agamanya. Demikianlah bala dan ujian itu senantiasa ditimpakan kepada seorang hamba sampai ia dibiarkan berjalan dimuka bumi tanpa dosa apa pun. (HR. Turmudzi)
Dari keterangan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa bala’, ujian, dan cobaan kepada seorang hamba Allah adalah bertujuan :
1. Membersihkan dan memilih serta menggolongkan tingkat kesabaran, keimanan, ketaatan, atau bahkan kemunafikan seseorang.
2. Bila kita dapat lulus dari ujian tersebut, dapat mengkangkat derajat dan menghapuskan dosa serta kekhilafan yang pernah kita lakukan.
3. Mambentuk dan menempa kepribadian seorang Mukmin, agar menjadi pribadi yang benar-benar tahan ujian serta melahirkan umat yang memiliki budi pekerti luhur.
4. Latihan dan pembiasaan sehingga setiap manusia yang diuji dan dicoba akan bertambah sabar, kuat cita-citanya dan tetap pendiriannya. (Ringkasan tulisan M Ali As-Shabuni, Rabithah Alam Islami No. 4 tahun IV Bulan September 1966)  
 Sebagai penutup marilah kita senantiasa mengingat, merenungkan, dan mengamalkan ayat-ayat-Nya yang berbunyi dalam Surat Ash-Sharh (94) :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,
وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ
dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu,
الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ
yang memberatkan punggungmu ?
وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ
Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu ,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانصَبْ
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain ,
وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.
Maha Benar Allah dengan segala macam firman-Nya
والسـلام عليكم ورحمة الله وبركات
Semoga bermanfaat
Sumber : http://sakamadani.blog.ekonomisyariah.net/

Arti Sebuah Ujian dan Cobaan

Arti Ujian dan Cobaan Arti Sebuah Ujian dan Cobaan– Abu Al Haitsam berkata: ” ujian dapat menjadikan kebaikan dan dapat menjadikan keburukan. Asalnya adalah mihnah (cobaan). Alloh ‘Azza wa jalla mengunji hambanya dengan kebaikan yang membahagiakan,  agar diselidiki rasa syukurnya serta di uji dengan bencana tidak disukai agar diselidiki kesabarannya kemudian terbuktikan.
 Seringkali kebanyakan manusia tidak bisa memahami suatu kenyataan yang bergulir disepanjang perjalanan hidupnya. Padahal kenyataan tersebut senantiasa menyertai setiap tarikan nafas dan ayunan langkah kehidupan. Kadangkala kenyataan itu berArti Ujian dan Cobaanbentuk suatu hal yang membahagiakan dirinya ataupun sebaliknya justru membuat dirinya sangat kecewa. Maka pada kondisi tertentu ketika manusia mendapatkan suatu kenyataan yang menyenangkan, sedangkan dirinya tidak bisa memhami hal itu akan membuat dirinya menjadi manusia yang takabur tidak pernah bisa mau untuk bersyukur. Jika kali lain dia mengecap suatu kepahitan yang tak pernah dia bisa memahaminya itu akan menjadikan dirinya menjadi manusia yang mudah berputus asa. Dari sini kita bisa menyimpulkan akan pentingnya duduk sejenak merenungi berbagai lika-liku perjalanan hidup kita, yang pada hakikatnya itu semua merupakan suatu kenyataan dalam hidup, sering orang menyebutnya sebagai ujian.
Nilai urgensi (pentingnya) yang bisa kita raih dari mencoba memahami arti sebuah ujian diataranya:
Pertama, mengobati jiwa yang sedang mengeluh karena tertundanya kesuksesan yang didamba, jiwa yang sedang goncang menanggung pahitnya kesabaran serta beratnya ujian dan dahsyatnya tipu daya lawanya. Abu Abdulloh khobab bin Al Art berkata saat Rasululloh saw sedang berbaring beralaskan burdah di dalam naungan Ka’bah, kami mengeluh kepada beliau, kami katakan; “cobalah mintakan pertolongan kepada Alloh swt untuk kami, cobalah berdoa untuk kami…” beliau saw bersabda: “sesungguhnya ada di antara orang-orang sebelum kalian seseorang yang di tangkap, digalikan lubang untuknya dan dikuburkan di dalamnya. Kemudian diambilkan gergaji besar yang diletakkan untuk membelah kepalanya menjadi dua bagian serta dicincang dengan sisir terbuat dari besi yang menyayat-nyayat danging dan tulang belulangnya untuk memalingkan dia dari agama Alloh swt. Demi Alloh , sesungguhnya Dia swt akan menyempurnakan kemenangan  agama ini, sampai- sampai seorang musafir melakukan perjalanan dari Shan’a ke Hadra maut tanpa merasa takut kepada siapapun kecuali Alloh swt, padahal srigala selalu mengintai kambingnya. Akan tetapi kalian terlalu tergesa-gesa”(tidak sabar). ( Al Bukhari . ‘Alamt an nubuwwah, 7/126) pada riwayat lain; ” saat beliau saw beralaskan burdah, dan kami saat itu selalu mendapatkan siksa kaum musyrikin”.
Kedua,  mempersiapkan dan memperkokoh diri serta menentramkan hati guna menghadapi rintangan-rintangan, kesulitan dan kepahitan yang di temui dalam medan dakwah, dimana hal ini semua merupakan jalan yang dapat menghantarkan pelakunya ke dalam Surga. Rasululloh saw bersabda:
” ( jalan untuk meraih surga ) Jannah itu diliputi oleh kepahitan sedangkan (jalan yang menuju neraka) Naar) diliputi oleh banyak kesenangan”.
Ketiga, meluruskan jalan dan memotivasi jiwa menuju yang lebih sempurna setelah kita mendapatkan faidah dari memahami ujian dan kemudian menjauhi berbagai kesalahan. Karena Alloh swt  telah menjelaskan tentang kisah ujian yang dialami oleh generasi pendahulu kaum muslimin, kemudian menjelaskan berbagai kesalahan yang dilakukan oleh para pelakunya serta mendorong mereka agar tidak mengulanginya. Firman-Nya:
Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman, (QS. 24:17).
      Keempat, mengetahui sunnah ilahiyyah (ketentuan Alloh swt yang pasti) dalam kehidupan, mengenal hikmah dan rahasia  yang terkandung di dalamnya. Di antaranya adalah sunnah Ibtila’ (keharusan adanya ujian), sunnah ini berlaku tanpa pengecualian menimpa orang-orang yang taat dan durhaka, baik mu’min maupun kafir.
    Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul). (QS. 3:137)
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. (Qs 67/2).
Ujian adalah sebuah kemestian (sunnatulloh)
Bila kita membaca ayat-ayat Al qur’an dan hadits Rosululloh saw secara seksama kita akan dapat menemukan tentang penjelasan bahwa Ibtila’ (ujian) merupakan ketentuan dalam dakwah yang tidak mungkin di tolak. Bahkan terjadi kepada seluruh manusia tanpa terkecuali. Firman-Nya:
Kamu sungguh-sungguh akan diuji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan dari orang-orang yang mempersekutukan Allah, gangguan yang banyak yang menyakitkan hati…(Qs. 3:186 )
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadam, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (QS. 2:155)
Ujian (ibtila’) pasti terjadi pada harta, jiwa, anak atau keluarga, bahkan lebih nyata terjadi bagi kehidupan orang beriman, Rosululloh saw bersabda:
“manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi (kemudian orang-orang yang shalih) kemudian orang yang seperti mereka dan seperti mereka(dalam keimanan). Seseorang diuji menurut kadar agamanya, semakin kuat dalam agamanya semakin berat ujiannya. Semakin lemah agamanya, maka dia pun diuji sesuai dengan kadar agamanya. Ujian akan terus melekat kepada seorang hamba, sampai dibiarkannya dia berjalan dipermukaan bumi dalam keadaan tidak memiliki kesalahan.(Shahih Al Jami’ no 922 ) 
juga dalam Al qur’an:
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS. 29:2)
Ibnu katsir rmh berkata: “istifham inkar (ini bentuk pertanyaan yang sudah jelas jawabanya) maksudnya, Alloh swt pasti menguji hamba-hambanya yang beriman sesuai dengan iman yang ada pada mereka.”
Saudaraku, mengapa demikian? Karena iman bukan hanya sekedar kalimat yang terucap, akan tetapi ia adalah hakikat yang memiliki konsekkuensi, amanah yang mengandung tanggung jawab, jihad yang membutuhkan kesabaran dan perbuatan yang terdapat banyak kepenatan. Tidak cukup seseorang mengucapkan kami beriman, lalu mereka dibiarkan begitu saja dengan pengakuan itu, sampai mereka menghadapi ujian, maka ketika mereka tegar dan kokoh dalam menghadapi ujian, mereka pun keluar dari ujian itu dalam keadaan bersih jiwa-jiwa mererka dan menjadi suci qolbu (hati) mereka. Sebagaimana api memanaskan biji-biji emas, agar terpisahkan emas yang murni dari kotoran-kotoranya, maka berarti ujian terhadap iman adalah suatu pokok yang pasti dan sunnah (ketentuan) yang berlaku menurut mizan (timbangan Alloh swt.
Ya Alloh berilah kami ketegaran dalam menghadapi ujian.
Oleh Ust. Abu Jundi (Al Raaid Durus fi tarbiyyah wa Al Da’wah. Syaikh Maazin bin abdul karim Al furaih)

Ujian Itu Hadiah Dari Allah

ujian Allah

Ujian Dari Allah Buat Hambanya

Hari terus berganti hari. Kehidupan manusia juga terus berjalan pantas seiring dengan masa yang pantas berlari. Di celah-celah hari  berwarna-warni  yang di jalani dan ditelusuri, tanpa  disedari atau tidak, manusia sebenarnya  telahpun menempuh pelbagai ujian dan dugaan duniawi. Ujian-ujian yang diberi oleh Allah itu datang menyapa silih berganti dalam pelbagai bentuk dan rupa. Setiap orang diuji olah Allah berbeza-beza mengikut tahap kemampuannya.

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya, ia mendapat pahala kebajikan yang diusahakannya dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang dilakukannya…     ( Al-Baqarah: 286)
ALLAH telah menyatakan dengan jelas di dalam Al-Quran bahawa DIA tidak akan sekali-kali menguji hambaNya diluar kemampuan hambaNya. ALLAH  mengetahui kita kuat dalam menghadapi ujianNya, oleh kerana itu  ALLAH memberikan  ujian itu ke atas diri kita. Di sini kita dapat lihat betapa sayang dan kasihnya ALLAH kepada kita sebagai hambaNya. ALLAH menguji seseorang bukan kerana ALLAH benci kepada kita tetapi percayalah  ALLAH menguji kita kerana DIA sangat kasih kepada kita. Cuma kita sebagai hambaNya, adakala tidak mampu bertahan dan bersabar dalam menghadapi ujianNya.

Hakikatnya saat ini, saat kita sedang mengecapi bahagia, ada berjuta manusia di luar sana yang sedang dihujani ujian atau dihimpit pelbagai derita. Ada di kalangan  manusia di luar sana yang saat ini sedang diuji dengan kehilangan orang tersayang. Tidak kurang juga ada manusia yang diuji apabila apa yang diingini dan diharapkan tidak terjadi dan diberi.

“ Kenapa aku yang diuji ? “
“ Mengapa aku diuji sebegini ?”
“ Ujian ini sangat berat. Aku tak mampu…”

Mungkin ini adalah antara persoalan dan keluhan yang meniti di bibir atau berlegar di fikiran kita sebagai seorang hamba saat dihimpit dengan secebis ujian. Kadangkala  tanpa sedar dan niat  kita juga  terlanjur marah pada DIA kerana menghujani kita dengan pelbagai ujian.

Tetapi, apabila kita menenangkan diri dan bermuhasabah  kembali, tenyata sebenarnya dengan ujian yang diberi kita adalah hamba yang beruntung . Mengapa saya katakan begitu? Kerana ujian hanyalah diberi oleh Allah kepada hamba-hambanya yang terpilih. Hamba-hambanya yang dikasihi dan disayangiNya. Dan jangan kita lupa bersama ujian itu juga ada pertolongan dari Allah sepertimana yang dinyatakan di dalam Al-Quran:

Adakah patut kamu menyangka bahawa kamu akan masuk syurga, padahal belum sampai kepada kamu (ujian dan cubaan) seperti yang telah berlaku kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kamu? mereka telah ditimpa kepapaan (kemusnahan harta benda) dan serangan penyakit, serta digoncangkan (dengan ancaman bahaya musuh), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman yang ada bersamanya: “Bilakah (datangnya) pertolongan Allah?” Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat (asalkan kamu bersabar dan berpegang teguh kepada agama Allah). ( Al-Baqarah: 214)

Sebagai manusia biasa, kita pastinya tidak akan mampu menjangka bilakah ujian itu akan muncul tiba. Walaubagaimanapun, jika kita mengetahuinya, apalah kudrat kita sebagai seorang hamba yang kerdil lagi penuh dosa untuk menolak ujian-ujian yang bakal menyapa  itu. Jika direnungkan kembali, kita semua pastinya pernah dan akan ditimpa ujian dari yang Maha Esa, tetapi saat ujian itu tiba, mampukah kita menjadi manusia yang bersyukur dengan ujian itu dan memandangnya sebagai hadiah pemberian Allah?

Manusia itu sifatnya pelupa, Ada masanya dalam melayari kehidupan di dunia, kita lalai dan leka pada hakikat yang nyata bahwa kita hanyalah hamba DIA yang Esa. Jadi apakah sebenarnya yang mampu membangkitkan manusia dari kelalaian dan kealpaan ini? UJIAN. Ya, Ujian. Ujian atau mehnah yang menjengah dalam kehidupan kita itulah sebenarnya yang mampu mengejutkan kita dari mimpi dunia yang panjang.

Allah Tuhan yang Maha Mengetahui. Mungkin tanpa ujian-ujian dan dugaan yang dikirimkan khas oleh DIA untuk kita, kita masih lagi menjadi seorang hamba yang hanyut dan lemas dalam lautan kelalaian. Apa yang paling utama sebenarnya adalah “ hadiah ” itu dikirimkan oleh Allah bertujuan untuk menilai sejauh mana keimanan kita terhadapNya sepertimana yang dijelaskannya di dalam Al-Quran:

Patutkah manusia menyangka bahawa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: “Kami beriman”, sedang mereka tidak diuji (dengan sesuatu cubaan)? (Al-Ankabut: 2)
Justeru, marilah kita sama-sama bermuhasabah dan menilai kembali segala prasangka buruk yang mungkin pernah bermain di fikiran kita saat kita diuji. Inilah saatnya bagi kita, saya dan anda yang sedang membaca, merubah fikiran kita dan mula memandang ujian-ujian yang telah dan akan kita lalui sebagai sebuah ‘ hadiah’ dari Allah dan bukan lagi satu bebanan. Apabila kita benar-benar menyedari hakikat ini, maka kita akan menjadi seorang hamba yang bersyukur dengan segala ujian yang diberi.

Pembaca yang dikasihi oleh Allah,

Jika anda saat ini sedang diuji, ingin saya sampaikan sesungguhnya bersyukur dan berbahagialah anda kerana
UJIAN  itu HADIAH  dari  ALLAH

Nur Hafizah Binti Mohd Saleh

Bertabahlah duhai diri! Ujian itu adalah tanda Allah peduli!

ujian itu adalah
Ujian itu adalah tanda Allah sedang pedulikan kita!
Wahai Jiwa Yang Tenang,
Apa khabar imanmu duhai diri? Moga-moga imanmu masih kukuh dan teguh walau acapkali dirempuh.
Bertahanlah. Bertabahlah.
Sememangnya dugaan demi dugaan yang kamu lalui itu sebenarnya adalah pemangkin kepada kekuatanmu sayang.
.

Ujian itu adalah lumrah dalam kehidupan.

Walau sebagaimana ombak badai melanda, pasakkan iman di dada. Jangan lemah duhai diri. Jangan beranggapan bahawa kamu sedang bersendiri.
Jangan beranggapan bahawa tiada yang sudi menemani. Jangan gusar, jangan cepat mengalah duhai diri.
Pasti kamu sendiri menjadi sangsi. Mengapakah perjalanan hidupmu ini terlalu berliku dan berduri?
Pabila semakin kamu ingin mendekati-Nya, semakin banyak tujahan demi tujahan yang merintangi laluanmu. Seolah-olah ia sengaja meremukkan azam yang tertanam di dalam diri.
Sehinggakan kamu acapkali menangisi setiap yang terjadi!
Allah, jangan membiarkan ujian-ujian itu membunuh keinginanmu untuk berada di jalan-Nya.
Ketahuilah duhai diri, ujian itu adalah tanda Dia  peduli. Ujian itu adalah bukti kasih sayang  dari Ilahi. Masakan Dia bisa membiarkan kamu berlapang dada serta bersenang-lenang tanpa ujianNya?
DIA rindukan suaramu duhai diri. DIA memilihmu di antara jutaan manusia-manusia lain kerna DIA ingin mendengar tiap rintihan dan doamu. Betapa sayangNYa DIA akan kamu. Betapa peduliNya DIA akan kamu.
Bersyukurlah duhai diri. Kamu masih bernafas dengan sendiri. Kamu masih mampu mengorak langkah dan berlari.
Dan kamu masih bisa menjalani hari demi hari walau segala yang berlaku mengocak tenang di dalam diri.
Aduhai jiwa yang sarat dengan cinta,
Mengapa memilih untuk terseksa dan menderita? Andai ia cinta, mengapa perlu ada kisah-kisah airmata yang berjela-jela berbanding kisah-kisah gelak dan tawa. Cinta itu halus dan rapuh sifatnya.
Jika dirimu sandarkan cinta itu tanpa pegangan iman, pasti ia musnah dan hilang dari genggamanmu sayang. Cinta pada manusia itu tidak menjamin kepada kehidupan berumahtangga kelak.
Pasti akan rapuh. Pasti akan remuk. Pasti akan runtuh.
Lepaskan ia pergi dari hati. Benarkan ia terbang mencari pegangannya sendiri. Andai ia tertulis bahawa kamu tidak akan memiliki, usah ditangisi ketentuan ilahi.
Pasti punya hikmah yang tersembunyi. Pasti ada rencanaNya yang lebih membahgiakan dirimu nanti.
Percayalah duhai diri, bahagia itu pasti ada untuk dirimu yang tak pernah berhenti mencari.
Bukan Allah tidak tahu akan deritanya batinmu itu, sakitnya hatimu itu dan tercalarnya perasaanmu yang halus itu.
Tapi sayang, kepedihan dan kesakitan itulah yang akan membawa kamu mendekati Tuhanmu.
Pada DIA ada penawar segala beban dan duka. Bukankah 99 sifatNya itu sudah cukup meyakinimu untuk menyerahkan segala harapan dan keinginanmu sayang.
Bebaskan ia terbang untuk mencari arahnya sendiri sayang.
Jangan berterusan menganggap dirimu telah dilukakan, sebaliknya lihatlah dari sudut pandang yang berlainan. Mungkin ini teguran dari Tuhan. Mungkin juga ini peringatan agar kamu tersedar dari mimpi yang panjang.
Cinta sesama manusia itu melalaikan iman dan mengundang kemurkaan demi kemurkaan dari Tuhan.
Dan teguran dariNya itu adalah bukti cinta yang sejati dari Ilahi.
Duhai diri yang tenang riaknya,
Apa mahumu? Apa keinginanmu? Apa hendakmu sayang?
Luahkan, lontarkan dan tuturkan agar semuanya bisa faham. Usah dipendam segala rasa hatimu itu. Biarkan semua tahu. Biarkan semesta alam mengerti akan apa yang sebenar-benarnya tersirat di hati
Aduhai diri, andai bahagia yang dicari selama ini, bersyukurlah kerna dirimu telah ketemui. Bahagia itu tidak terletak pada sesuatu perkara sahaja. Bahagia itu universal sifatnya. Pejamkan mata duhai diri.
Dan cubalah mengingati setiap senyum dan tawa yang kamu rasai semenjak kedewasaan kamu ini. Pasti cukup banyak duhai diri. Pasti!
Akhir kalam, tersenyumlah duhai diri. Tertawalah, bergembiralah, berbahagialah dan bersyukurlah untuk segala yang terjadi pada masa kini dan pada masa hadapan nanti.
Walau hidup ini dirasakan terlalu sukar untuk dilalui, usah gentar duhai diri. Sang Rabbul Izzati ada menemani untuk disetiap keadaan dan situasi.

UJIAN DAN DUGAAN: TANDA ALLAH SAYANG





 Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah kapal-kapal (yang besar tinggi) seperti gunung, belayar laju merempuh lautan.  Jika Ia kehendaki, Ia menghentikan tiupan angin, maka tinggalah kapal-kapal itu terapung-apung di muka lautan. Sesungguhnya yang demikian mengandungi tanda-tanda (yang besar pengajarannya) bagi tiap-tiap seorang (mukmin) yang sentiasa bersikap sabar, lagi sentiasa bersyukur. (As-Shuraa, 42: 32-33)



DI DALAM al-Qur'an, ujian dan dugaan disebut oleh Allah sebagai البلاء (bala’) serta الفتنة (fitnah). Menurut kamus المحيط (al-Muhit), kedua-duanya berkongsi maksud yang sama. [1]

Menjalani liku-liku hidup sebagai seorang manusia, kita tidak akan dapat lari daripada diuji oleh Allah Azza wa Jalla. Ujian yang mendatang selalunya menjadikan diri kita lebih tegar dan kuat. Masakan tidak. Ujian mengajar seseorang untuk jadi lebih lasak dalam menggalas setiap bebanan kehidupan.

Menurut Ibn Manzur dalam Lisanu al-‘Arb, bala’ itu adalah ujian yang terdiri daripada yang baik juga yang buruk. Seperti mana yang diberitakan pada surah al-Anbiyaa’ iaitu;
    ونبلوكم بالشر والخير فتنة وإلينا ترجعون
    ”Dan Kami menguji kamu dengan kesusahan dan kesenangan sebagai dugaan; dan kepada Kami-lah kamu semua akan dikembalikan.”[Al-Anbiyaa’: 35]
Al-Hafiz Ibn Katsir dalam memberikan penerangan terhadap ayat ini menyatakan bahawa Allah menguji hambanya dengan musibah pada satu waktu, dan kemudian dengan nikmat pada waktu yang lain, untuk melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur, siapa pula yang sabar, dan siapa yang putus harap.

Dan al-Hafiz ada menukilkan kata-kata Ibnu ‘Abbas dalam menafsirkan ayat ini, bahawa Allah menguji hambanya dengan kecelakaan dan kesenangan, dengan kesihatan dan kesakitan, dengan kemewahan serta kemiskinan, dengan perkara yang halal dan apa yang haram, dengan ketaatan dan kemaksiatan, serta dengan hidayah dan kesesatan. [Tafsir al-Quran al-‘Adzim, Ibn Katsir, Abu al-Fida’]



Berdasarkan tafsiran Ibnu ‘Abbas tersebut, dapat kita ketahui bahawa pada setiap orang, berbeza tahap ujian yang dikenakan ke atasnya. Ini adalah selari dengan ayat pada surah al-Baqarah apabila Allah menyatakan;
    لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
    ”Allah tidak memberi kesusahan seseorang hamba melainkan apa yang terdaya olehnya.“ [Al-Baqarah: 286]
Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahawa ujian yang dikenakan kepada setiap hamba, adalah bersesuaian dengan apa yang mampu ditanggungnya. Dan setiap orang pula berbeza tahap tanggungannya dan penerimaan mereka terhadap ujian serta dugaan

Ujian yang diberikan juga adalah untuk mengukur tahap keimanan seorang hamba. Ini telah dibuktikan secara jelas berdasarkan ayat 2-3 surah al’-Ankabut;
    أحسب الناس أن يتركوا أن يقولوا آمنا وهم لا يفتنون. ولقد فتنا الذين من قبلهم فليعلمن الله الذين صدقوا وليعلمن الكاذبين
    ”Patutkah manusia menyangka bahawa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: “Kami beriman”, sedang mereka tidak diuji (dengan sesuatu dugaan)?Dan demi sesungguhnya! Kami telah menguji orang-orang yang terdahulu sebelum mereka, maka (dengan ujian yang demikian), nyata apa yang diketahui Allah tentang orang-orang yang benar-benarnya beriman, dan nyata pula apa yang diketahui-Nya akan orang-orang yang berdusta.” [al-Ankabut: 2-3]



Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wassalam menyifatkan bahawa ujian yang diberikan kepada kaum manusia adalah tanda kecintaan Allah kepada mereka. Dan semakin besar dugaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, menandakan besar juga pahala yang diperoleh. Ini sebagaimana hadith yang datang dari Anas bin Malik, yang menyatakan Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wassalam bersabda;
    إن عظم الجزاء مع عظم البلاء ، وإن الله تعالى إذا أحب قوما ابتلاهم ، فمن رضي فله الرضا ، ومن سخط فله السخط
    ’Sesungguhnya besarnya ganjaran itu dinilai pada besarnya bala’ yang menimpa. Dan sesungguhnya Allah itu apabila mencintai sesuatu kaum, maka akan mereka itu diberi dugaan. Oleh sebab itu barangsiapa yang redha – dengan ujian yang menimpa, dia akan memperoleh keredhaan Allah dan barangsiapa yang tidak maka padanya kemurkaan Allah.“ [Riwayat al-Tirmidzi, al-Albani menyatakannya sebagai hasan dalam Sahih dan Dha’if Sunan al-Tirmidzi.]
Jelas bahawa ujian yang diberikan adalah untuk menguji keimanan seorang manusia. Jika dia beriman, maka dia akan menerimanya dengan keredhaan. Dan padanya rahmat Allah Azza wa Jalla serta keredhaan-Nya. Namun bagi manusia yang lalai serta tidak meredhai ujian yang diberikan ke atasnya. Maka dia sekadar mendapat kemurkaan daripada Allah.
Hadith di atas termasuk dalam bab Sabar (الصبر) oleh Imam al-Nawawi dalam karya beliau dalam bidang hadith; iaitu Riyadh al-Salihin. Di sini dapat dijelaskan bahawa, bagi orang-orang yang beriman dengan Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah bersabar dengan segala dugaan serta mehnah yang diberikan oleh Allah kepadanya.

Jelas juga, daripada hadith tersebut bahawa semakin besar dugaan yang diperoleh oleh seorang manusia, maka semakin besar ganjara pahala yang akan dia dapati.

Dalam ayat ke-214 surah al-Baqarah, ada dinyatakan bahawa orang yang diuji itu akan mendapat pertolongan daripada Allah serta akan diganjari dengan syurga;
    أم حسبتم أن تدخلوا الجنة ولما يأتكم مثل الذين خلوا من قبلكم مستهم البأساء والضراء وزلزلوا حتى يقول الرسول والذين آمنوا معه متى نصر الله ألا إن نصر الله قريب
    ”Adakah patut kamu menyangka bahawa kamu akan masuk syurga, padahal belum sampai kepada kamu (ujian dan cubaan) seperti yang telah berlaku kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kamu? mereka telah ditimpa kepapaan (kemusnahan harta benda) dan serangan penyakit, serta digoncangkan (dengan ancaman bahaya musuh), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman yang ada bersamanya: “Bilakah (datangnya) pertolongan Allah?” Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat (asalkan kamu bersabar dan berpegang teguh kepada agama Allah).” [Al-Baqarah: 214]



Di dalam al-Quran, ada disebutkan ujian-ujian yang diberikan oleh Allah kepada kaum manusia hambanya. Antaranya adalah;
    1.         Dugaan yang diberikan kepada kaum Nabi Musa dan Harun adalah dengan anak lembu, yang mana mereka jadikan sembahan. (al-A’raf: 148, Thohaa: 90)
    2.         Unta betina sebagai ujian buat kaum Tsamud (al-Qamar: 27)
    3.         Bangunan-bangunan tinggi (yang mewah) buat kaum ‘Ad (al-Fajr: 7-8)
    4.         Dugaan yang diberikan ke atas pemilik kebun-kebun dari kalangan kaum Musyrik dengan kebakaran. (al-Qalam: 17)
    5.         Ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa serta buah-buahan. (al-Baqarah: 155)
    6.         Anak-anak serta harta benda sebagai dugaan. (al-Taghabun: 15)
    7.         Jihad sebagai ujian bagi orang yang beriman (al-‘Ankabut: 6)
    8.         Nikmat duniawi sebagai ujian buat para manusia. (al-Zumar: 49)
    9.         Kekayaan dan kemiskinan sebagai ujian. (al-Fajr: 15-16)
    10.       Kehidupan serta kematian sebagai ujian. (al-Mulk: 2)



Para Nabi juga diuji. Dan ujian yang dikenakan kepada para Nabi adalah lebih berat berbanding manusia biasa. Hal ini adalah seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam;
    إن أشد الناس بلاء الانبياء ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم ثم الذين يلونهم
    “Sesungguhnya, manusia yang menerima ujian yang paling berat adalah para Nabi, kemudian orang yang mengikuti mereka, kemudian orang yang mengikuti mereka, dan kemudian orang yang mengikuti mereka.” [al-Silsilah al-Sahihah, al-Albani]
    1.         Nabi Adam diuji dengan pohon yang terdapat dalam Syurga Allah. (al-Baqarah: 34)
    2.         Nabi Nuh menghadapi ujian dari anak yang tidak mahu taat kepada Allah. (Huud: 11)
    3.         Nabi Soleh menerima ujian melalui kaum Tsamud. (al-A’raf:73)
    4.         Nabi Ibrahim adalah antara Rasul Allah yang menerima banyak ujian, antaranya, penyembelihan anaknya Ismail. (as-Saffat: 102)
    5.         Nabi Luth diuji dengan kaumnya, (al-A’raf: 80)
    6.         Nabi Yusuf diuji dengan wanita (Yusuf: 23)
    7.         Nabi Musa diuji dengan Fira’un yang angkuh. (Thoha: 59-60)
    8.         Nabi Sulaiman diuji dengan kerajaan yang besar dan mewah. (Sad: 35)
    9.         Nabi Isa diuji dengan pengikut-pengikutnya. (al-Ma’idah: 112-113)
    10.       Nabi Muhammad Sallallahu ‘Alaihi Wasallam juga Rasul yang dikenakan dengan banyak, antaranya diuji dengan bapa saudaranya, Abu Talib. (al-Qasas: 56)



Mehnah dan tribulasi dalam konteks kehidupan hari ini dapat dilihat di sekeliling kita. Bahawa setiap orang akan diuji dan tiada yang akan terlepas daripada ujian Allah. Perkara yang ringan pada seorang, adalah berat pada satu orang yang lain pula. Dan cara kita berinteraksi dengan dugaan yang mendatang adalah manifestasi keimanan kita kepada Allah. Pada kaca mata orang yang miskin, ujian buatnya adalah dengan kemiskinan. Namun buat orang yang kaya pula, kekayaannya menjadi ujian buat dirinya.

Manusia juga diuji dengan anak-anak. Ada orang yang mendapat anak yang cacat, menjadi dugaan kepada mereka. Ada orang yang mendapat anak yang tenggelam dalam jenayah. Juga menjadi ujian buat dirinya. Ada orang pula mendapat anak yang baik serta bijak. Namun itu juga boleh jadi dugaan buat dirinya.

Lain orang, lain kesusahan yang tertanggung.

Ada orang yang diberikan dengan kesakitan. Sebagai satu peringatan samada dia ingat serta beriman kepada Allah atau tidak. Ada orang pula diuji dengan kesihatan, yang mana jika dia lalai sewaktu sihatnya. Maka itu akan jadi liabiliti padanya. Ada orang diuji dengan kehidupan. Ada orang diuji dengan kematian yang terdekat.

Pendek kata, setiap orang akan, telah, atau mungkin sedang diuji. Namun dengan cara yang berbeza, dengan perasaan yang berlainan. Inilah kebijaksanaan Allah Azza wa Jalla yang menjadikan sesuatu pada takaran yang tersendiri.



Orang yang beriman, telah diperingatkan oleh Allah Azza wa Jalla supaya bersabar dalam menghadapi masalah. Telah datang petunjuk buat orang beriman apabila diuji;
    يا أيها الذين آمنوا اصبروا وصابروا ورابطوا واتقوا الله لعلكم تفلحون
    ”Hai orang-orang yang beriman! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersedia dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” [Ali Imran: 200]
Menurut al-Baghawi, al-Qurtubi menafsirkan arahan supaya bersabar itu adalah merujuk kepada; bersabar di atas ketaatan kepada Allah.

Kesabaran mesti dijana dengan ketaatan sebagai dasar untuk mengelakkan goyah iman serta berputus asa. Bahkan, kerana ketaatan jugalah, manusia akan menjadi redha atas ujian yang berlaku.

Sabar itu juga adalah sunnah para Nabi dan Rasul. Ini jelas sebagaimana dikhabarkan oleh Allah;
    وإسماعيل وإدريس وذا الكفل كل من الصابرين
    ”Dan (demikianlah pula) Nabi-nabi Ismail dan Idris serta ZulKifli; semuanya adalah dari orang-orang yang sabar. “[Al-Anbiya’: 85]
Rasulullah Sallahu ‘Alaihi Wasallam menyatakan bahawa Allah menyukai orang yang bersabar. Ini adalah sebagaimana yang datang di dalam hadith yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas;
    قال رسول الله صلى الله عليه و سلم للأشج أشج عبدالقيس إن فيك خصلتين يحبهما الله الحلم والأناة
Rasulullah Sallahu ‘Alaihi Wasallam berkata kepada al-A-syaj Abdul Qays;
    “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai oleh Allah, iaitu kesabaran serta lemah lembut.” [Riwayat Muslim]



Rasulullah melalui satu hadith mengisyaratkan bersabar itu perlulah pada awal kejadian atau pada kejadian yang pertama.
    الصبر عند الصدمة الأولى
    ”Bersabar itu adalah pada pukulan yang pertama.” [Riwayat Muslim]
Jika dilihat pada sudut logik akal, manusia ini diukur pada peringkat yang awal. Peringkat pertama adalah yang paling penting dalam menghadapi sesuatu hal. Seandainya dia tidak mampu bertahan pada ujian yang awal. Nescaya, pada yang seterusnya dia mungkin saja rebah. Jadi, di sini, bilamana dikenakan ujian, maka penting sekali untuk kita membina ketahanan diri. Bukan atas faktor ‘alah bisa tegal biasa’, akan tetapi, apabila seorang manusia sudah mempunyai pengalaman pada yang awal tentu sekali dia sudah mula bersedia dan menjadi lebih rasional dalam menghadapi ujian lain yang sama takaran dengannya.



Maka bersabarlah. Bersabarlah dalam menghadapi dugaan dan ujian daripada Allah dengan mencontohi sikap para Nabi. Dan ketahuilah, bahawa untuk setiap ujian yang diberikan oleh Allah pasti akan ada perkara yang lebih baik menanti.

Maka, jadikanlah, atsar dari ‘Umar al-Khattab ini sebagai panduan. Umar berkata,
    “Alangkah baiknya mendapat separuh beban pada dua sisi binatang tunggangan. Alangkah baiknya apa yang ada di antara beban dua sisi itu, “iaitu, orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, ‘Sesungguhnya kami kepunyaan Allah, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Nya.’ Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (al-Baqarah: 156-157). Juga firman-Nya, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu.” (al-Baqarah: 45) [2]
Wajib untuk kita bersabar, dan selain itu, untuk bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla. Kerana orang yang diberikan musibah, atau ujian, pasti akan mendapat ganjaran dari Allah Azza wa Jalla, sebagaimana hadith yang datang pada awal tadi.

Dan bersabarlah! Kerana Allah bersama-sama orang yang sabar!
    يا أيها الذين آمنوا استعينوا بالصبر والصلاة إن الله مع الصابرين
    ”Wahai orang-orang yang beriman! Mintalah pertolongan dengan sabar dan solat, sesungguhnya Allah bersama-sama orang yang sabar.” [al-Baqarah: 153]

✫✫✫✫ Khamis, 11 Jamadil Awal 1432 | Khamis, 14 April 2011 ✫✫✫✫
[ Semua Gambar Adalah Hiasan ]



إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat (memuji dan berdoa) ke atas Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu ke atasnya serta ucapkanlah salam dengan penghormatan. “ [Al-Ahzab: 56]

Tiada ulasan: