Bahaya Memuji Orang Lain dan Gila Pujian
Sebagian orang mungkin gila akan pujian sehingga yang diharap-harapkan adalah komentar baik orang lain. Padahal pujian seringkali menipu. Begitu pula kita pun sering berperilaku memuji orang lain di hadapannya. Dari satu sisi kala menimbulkan sisi negatif, ini adalah suatu hal yang tidak baik. Coba baca hadits-hadits berikut yang dibawakan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod dengan beberapa tambahan bahasan lainnya.
Memuji Orang Lain di Hadapannya Sama dengan Menyembelihnya
Dari Abu Bakrah, ia menceritakan bahwa ada seorang pria yang disebutkan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang hadirin memuji orang tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
ويحك قطعت عنق صاحبك، (يقوله مراراً)، إن كان أحدكم مادحاً لا محالة، فليقل: أحسِبَ كذا وكذا- إن كان يرى أنه كذلك – وحسيبه الله، ولا يزكي على الله أحداً
“Celaka engkau, engkau telah memotong leher temanmu (berulang kali beliau mengucapkan perkataan itu). Jika salah seorang di antara kalian terpaksa/harus memuji, maka ucapkanlah, ”’Saya kira si fulan demikian kondisinya.”
-Jika dia menganggapnya demikian-. Adapun yang mengetahui kondisi
sebenarnya adalah Allah dan janganlah mensucikan seorang di hadapan
Allah.” (Shahih): [Bukhari: 52-Kitab Asy Syahadat, 16-Bab Idza Dzakaro Rojulun Rojulan]Abu Musa berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang pria berlebih-lebihan dalam memuji seorang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,
أهْلَكْتُم- أو قطعتم ظهرَ – الرجل
”Kalian telah membinasakan atau mematahkan punggung orang itu.”(Shahih): [Bukhari: 78-Kitab Al Adab, 54-Bab Maa Yukrohu Minat Tamaduh. Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 67]Dari Ibrahim At Taimiy dari ayahnya, ia berkata, “Kami duduk bersama Umar [ibnul Khaththab radliallahu ‘anhu]. Lalu ada seorang pria memuji orang lain yang berada di hadapannya. Umar lalu berkata,
عقرت الرجل، عقرك الله
“Engkau telah menyembelih orang itu, semoga Allah menyembelihmu.”(Hasan secara sanad)’Umar berkata,
المدح ذبح
“Pujian itu adalah penyembelihan.”(Shahih secara sanad)Muhammad (guru imam Bukhari-ed) berkata,
يعني إذا قبلها
“(Hal itu berlaku) apabila ia senang akan pujian yang diberikan kepadanya.”Boleh Memuji Jika Aman dari Fitnah (Sisi Negatif)
Dari Abu Hurairah, ia menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نعم الرجل أبو بكر، نعم الرجل عمر، نعم الرجل أبو عبيدة، نعم الرجل أسيد بن حُضير، نعم الرجل ثابت بن قيس بن شماس، نعم الرجل معاذ بن عمرو بن الجموح، نعم الرجل معاذ بن جبل
“Pria terbaik adalah Abu Bakr, ‘Umar, Abu ‘Ubaidah, Usaid bin
Hudhair, Tsabit bin Qais bin Syammas, Mu’adz bin Amru ibnul Jamuh dan
Mu’adz bin Jabal.” Kemudian beliau mengatakan,
وبئس الرجل فلان، وبئس الرجل فلان
“Pria terburuk adalah fulan dan fulan.” Beliau menyebutkan tujuh nama. (Shahih) Ash
Shahihah (875): [Saya tidak mendapatkannya di salah satu kitab induk
hadits yang enam]. Saya (Syaikh Al Albani) berkata: “Bahkan hadits ini
diriwayatkan oleh At Tirmidzi. Silakan lihat Ash Shahihah.”Menyiramkan (pasir) ke Wajah Orang–orang yang Doyan Memuji
Dari Abu Ma’mar, ia berkata, “Ada seorang pria berdiri memuji salah seorang gubernur. Miqdad [ibnul Aswad] lalu menyiramkan pasir ke wajahnya dan berkata,
أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نحثي في وجوه المداحين التراب
“Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk menyiramkan pasir ke wajah orang-orang yang memuji.” (Shahih) Ash Shahihah (912), [Muslim: 53-Kitab Az Zuhd, hal. 68]Dari Atha’ ibnu Abi Rabah bahwa ada seorang pria memuji orang lain di hadapan Ibnu Umar. Ibnu Umar lalu menyiramkan pasir pada mulutnya dan berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا رأيتم المداحين، فاحثوا في وجوههم التراب
“Jika kalian melihat orang-orang yang doyan memuji maka siramkanlah pasir ke wajahnya .”(Shahih) Ash Shahihah (912)Dari Mihjan Al Aslamy berkata, “Raja’ berkata,
أقبلت
مع محجن ذات يوم حتى انتهينا إلى مسجد أهل البصرة، فإذا بريدة على باب من
أبواب المسجد جالسٌ، قال: وكان في المسجد رجل يقال له: سكبة، يطيل الصلاة،
لما انتهينا إلى باب المسجد – وعليه بردة- وكان بريدة صاحب مزاحاتٍ. فقال:
يا محجن! أتصلي كما يصلي سكبة؟ فلم يرد عليه محجن،ورجع،
”Saya berjalan bersama Mihjan pada suatu hari hingga kami sampai di
masjid milik penduduk Basrah. Pada saat itu Buraidah [ibnul Hushaib]
sedang duduk di salah satu pintu masjid. Pada masjid itu terdapat
seorang pria bernama Sukbah sedang melaksanakan shalat dalam tempo yang
terhitung lama. Ketika kami tiba di pintu masjid –di mana Buraidah
sedang duduk disana-, Buraidah berkata -Buraidah adalah seorang yang
suka bergurau-,
يا محجن! أتصلي كما يصلي سكبة؟
“Wahai Mihjan, apakah engkau shalat seperti shalatnya Sukbah?” Mihjan tidak menjawabnya tetapi dia lalu pulang.Raja’ berkata, ”Mihjan lalu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang tanganku lalu kami pergi bersama hingga menaiki gunung Uhud. Kemudian beliau menatap kota Madinah, beliau lalu bersabda,
ويل أمها من رية، يتركها أهلها كأعمر ما تكون؛ يأتيها الدجال، فيجد على باب كل من أبوابها ملكاً، فلا يدخلها
”Kota ini (Madinah) terancam bahaya. Dia ditinggalkan oleh
penghuninya dalam keadaan makmur. Dajjal mendatanginya lalu mendapati
malaikat pada setiap pintunya, maka dia tidak dapat memasukinya.”Beliau lalu turun kembali. Ketika kami sampai di masjid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat seorang pria melaksanakan shalat, sujud dan ruku’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya kepadaku,
من هذا؟
”Siapa dia?”Saya berkata dengan nada memujinya,
يا رسول الله ! هذا فلان، وهذا
”Wahai Rasulullah, dia adalah fulan dan kondisinya demikian …” Beliau lalu bersabda,
أمسك، لا تُسمعه فتهلكه
“Cukup jangan engkau memperdengarkan pujianmu sehingga engkau membinasakannya.”Mihjan berkata, ”Beliau lalu pergi. Ketika sampai di kamarnya beliau seolah meniup dua tangannya sambil bersabda,
إن خير دينكم أيسره، إن خير دينكم أيسره
“Sesungguhnya sikap beragama yang terbaik adalah mengerjakan kewajiban agama sesuai dengan kemampuan.” Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. (Hasan) Ash Shahihah (1635)Jangan Tertipu dengan Pujian Orang Lain
Ibnu ‘Ajibah mengatakan, “Janganlah engkau tertipu dengan pujian orang lain yang menghampirimu. Sesungguhnya mereka yang memuji tidaklah mengetahui dirimu sendiri kecuali yang nampak saja bagi mereka. Sedangkan engkau sendiri yang mengetahui isi hatimu. Ada ulama yang mengatakan, “Barangsiapa yang begitu girang dengan pujian manusia, syaithon pun akan merasuk dalam hatinya.” (Lihat Iqozhul Himam Syarh Matn Al Hikam, Ibnu ‘Ajibah, hal. 159, Mawqi’ Al Qaroq, Asy Syamilah)
Doa yang Diucapkan Ketika Dipuji Orang Lain
Lihatlah apa yang dilakukan oleh Abu Bakr Ash Shidiq tatkala beliau dipuji oleh orang lain. Beliau–radhiyallahu ‘anhu- pun berdo’a,
اللَّهُمَّ
أَنْتَ أَعْلَمُ مِنِّى بِنَفْسِى وَأَنَا أَعْلَمُ بِنَفْسِى مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ اجْعَلْنِى خَيْرًا مِمَّا يَظُنُّوْنَ وَاغْفِرْ لِى مَا لاَ
يَعْلَمُوْنَ وَلاَ تُؤَاخِذْنِى بِمَا يَقُوْلُوْنَ
Allahumma anta a’lamu minni bi
nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khoirom
mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy
bimaa yaquuluun.
[Ya Allah, Engkau lebih mengetahui
keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan
diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih
baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka
tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka] ( Diriwayatkan
oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4/228, no.4876. Lihat Jaami’ul
Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25/145, Asy Syamilah)
Selalu Raih Ikhlas dan Jangan Cari Muka (Cari Pujian)Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”
Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:
1. Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
2. Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
3. Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
(Lihat At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H)
Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.
Semoga yang sederhana ini bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.
@ Ummul Hamam – Riyadh KSA, 14 Dzulqo’dah 1432 H (12/10/2011)
www.rumaysho.com
Larangan Memuji Berlebihan
October 31st 2010 by Abu Muawiah |
23 Dzulqa’dah
Larangan Memuji Berlebihan
Dari Abu Bakrah radhiallahu anhu dia berkata: Ada seseorang yang
memuji temannya di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam maka beliau
bersabda:وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ، قطعت عنق صاحبك – مرارا-. إِذا كانِ أَحَدُكُمْ مادِحاً صَاحِبَهُ لاَ مَحالَةَ فَلْيَقُلْ: أَحْسِبُ فُلاناً وَاللهُ حَسِيْبُهُ وَلا أُزَكِّي عَلَى اللهِ أَحَداً
“Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
Maksud kalimat ‘kamu telah memenggal leher temanmu’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu anhu dia berkata: Nabi shallallahu alaihi wasallam mendengar seseorang memuji temannya dan berlebihan dalam memujinya maka beliau bersabda:
لَقَدْ أَهْلَكْتُمْ – أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهْرَ – الرَّجُلِ
“Sungguh kamu telah mencelakakan -atau mematahkan punggung- lelaki itu.” (HR. Muslim no. 3001)
Kalimat ‘mematahkan punggung’ adalah kiasan dari mencelakakan.
Dari Al-Miqdad bin Al-Aswad radhiallahu anhu dia berkata:
أَمَرَنَا رسولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَنْ نَحْثُوَ فِي وُجُوْهِ الْمَدَّاحِيْنَ التُّرَابَ
“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)
Penjelasan ringkas:
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melarang berlebihan dan kelewat batas dalam memuji karena hal itu akan menimbulkan fitnah dan membahayakan orang yang dipuji. Dia akan merasa tersanjung yang kemudian akan melahirkan ‘ujub (berbangga diri), lalu akan melahirkan kesombongan, lalu akan melahirkan sikap memandang rendah orang lain, dan pada akhirnya akan menganggap semua tindakannya adalah kebenaran, wal ‘iyadzu billah, dosa besar yang melahirkan dosa besar berikutnya. Karenanya, selain melarang orang yang memuji untuk memuji berlebihan, Nabi shallallahu alaihi wasallam juga memerintahkan kepada yang dipuji untuk melindungi dirinya dari semua bahaya tersebut, yaitu dengan cara melemparkan tanah kepada orang yang berlebihan dalam memujinya agar dia berhenti dan tidak mengulanginya.
Tapi semua ini bukan berarti Islam melarang memuji orang yang pantas untuk dipuji. Karenanya kalaupun seseorang itu harus atau patut memuji orang lain maka hendaknya dia mengucapkan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam hadits Abu Bakrah di atas.
HUKUM ORANG YANG MEMUJI IBNU SINA AR-ROFIDHY
HUKUM ORANG YANG MEMUJI IBNU SINA AR-ROFIDHY
Ditanya Fadlilatus Syekh Sholeh bin Fauzan Al Fauzan hafizhohullahu Ta’ala :
Soal :
Apa pendapatmu terhadap orang yang memuji Ibnu Sina dan menjadikannya sebagai Ulama kaum muslimin?
Apa pendapatmu terhadap orang yang memuji Ibnu Sina dan menjadikannya sebagai Ulama kaum muslimin?
Jawab :
hal ini antara dua keadan :
hal ini antara dua keadan :
Bisa keadannya jahil dan tidak tahu tentang keadaan Ibnu
Sina, dan (orang) semacam ini tidak berhak untuk berbicara bahkan wajib
baginya diam.
Bisa keadaannya dia tahu tentang Ibnu Sina dan kekufuranya
maka dia menyetujuinya diatas itu (kekufuran) maka hukumnya seperti Ibnu
Sina – wal ‘iyadzu billah – karena dia menyetujuinya diatas itu dan
mentazkiyahnya. Dan perkaranya berbahaya sekali.
Akan tetapi sebagian manusia memuji Ibnu Sina dilihat dari
sisi bahwa dia adalah seorang dokter saja, dan ini profesi duniawi, dia
seorang dokter, dan dari orang-orang kafir ada yang lebih cerdas dari
dia dalam ilmu medis, lalu mengapa mengkhususkan Ibnu Sina?
Mereka mengatakan : Karena dia dari islam, dan ini merupakan kebanggaan islam.
Kita katakan : islam berlepas diri darinya, dan islam tidak
membutuhkannya, kesimpulannya bahwa dia tidak dipuji dan tidak
ditazkiah, karena dia seorang tokoh sekte bathiniyyah filosof mulhid dia
berpendapat alam ini azali (sebagamana azalinya Allah.pent)
Alih bahasa : ust. Abul Baro’ Sirojudin Abbas
حكم من يثني على ابن سينا الرافضي
سئل فضيلة الشيخ صالح بن فوزان الفوزان _ حفظه الله
ما رأيكم فيمن يثني على ابن سينا ويجعله من علماء المسلمين؟
الجواب :
هذا بين أمرين :
إما أنه جاهل ولا يدري عن حال ابن سينا، وهذا لا يحق له أن يتكلم، بل يجب عليه أن يسكت.
وإما أنه عالم بحال ابن سينا
وكفرياته، فيكون مقرًّا له على ذلك، فيكون حكمه مثل حكم ابن سينا، والعياذ
بالله؛ لأنه أقره على ذلك وزكاه. والأمر خطير جدًّا.
لكن بعض الناس يثني على ابن سينا
من ناحية أنه طبيب فقط، وهذه حرفة دنيوية، هو طبيب، وفي الكفار من هو أحذق
منه في الطب، فلماذا يخص ابن سينا؟
يقولون : لأنه ينتسب للإسلام، وهذا مفخرة للإسلام.
نقول : الإسلام بريء منه، والإسلام غني عنه. والحاصل أنه لا
يُمدح ولا يزكَّى؛ لأنه باطني من الباطنية، فيلسوف ملحد، يقول بجواز قدم
العالم.
المصدر : التعليق المختصر على القصيدة النونية (3/1328)
============
جزى الله خيراً من قرأها وساعدنا على نشرها .
————————————
مع تحيات
الملتقى السلفي بمكة
============
جزى الله خيراً من قرأها وساعدنا على نشرها .
————————————
مع تحيات
الملتقى السلفي بمكة
لمتابعتنا على تويتر
راجِع @ff1ffy’s تغريدة:
———————-
راجِع @ff1ffy’s تغريدة:
———————-
أصحاب السنة
Ashhaabus Sunnah10 tanda hati yang rusak
أًلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم
Segala puji bagi Allah, Tuhan sekelian alam. Selawat serta salam buat junjungan mulia Nabi Muhammad S.A.W. keluarga serta para sahabat dan pengikut yang istiqamah menuruti baginda hingga ke hari kiamat.
Sahabat yang dirahmati Allah,
Allah SWT akan mempersoal hati manusia ketika dia datang bertemu dengan-Nya pada hari kiamat mengenai apa dilakukan semasa di dunia. Hal ini ditegaskan Allah SWT menerusi firman-Nya yang bermaksud : "Dan janganlah engkau mengikut apa yang engkau tidak mempunyai pengetahuan mengenainya; Sesungguhnya pendengaran dan penglihatan serta hati, semua anggota-anggota itu tetap akan ditanya tentang apa yang dilakukannya. "
(Surah al-Israa ayat 36)
Ini kerana hati manusia ibarat seorang raja yang boleh mengeluarkan arahan terhadap bala tenteranya. Dia boleh bertindak untuk menerus atau memberhentikan sesuatu peperangan jika dia melihatnya tidak memberi apa-apa keuntungan.
Nabi SAW menganggap hati manusia sebagai perkara yang utama dalam diri manusia, jika ia baik, maka baiklah seluruhnya anggota manusia, tetapi jika sebaliknya ia jahat, maka jahatlah seluruh anggotanya.
Nabi SAW bersabda maksudnya :
"Sesungguhnya dalam diri manusia itu ada seketul daging. Jika daging itu baik, maka baiklah seluruh anggota badannya tetapi seandainya daging itu rosak dan kotor, maka kotor dan rosaklah seluruh anggota badannya. Daging yang dimaksudkan ini adalah hati."
(Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim daripada Nu'man bin Basyir)
Paling penting, setiap muslim perlu mencari jalan bagaimana mereka dapat meluruskan hati mereka daripada terkena penyakit berbahaya yang boleh mencacatkan hubungan mereka dengan Allah SWT pada hari kiamat nanti.
Ini kerana sesungguhnya hati yang hidup adalah hati yang menjadi pangkal hidupnya iman, akhlak Islam dan mendapat hidayah daripada Allah SWT.
Sahabat yang dimuliakan,
Allah SWT telah mengingatkan kita sebagai hamba-Nya agar membawa hati kita untuk bertemu-Nya pada hari kiamat dengan hati yang sejahtera.
Firman Allah SWT yang bermaksud: "Iaitu pada hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna. Melainkan mereka yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (sejahtera). " (Surah as-Suy'araa ayat 88-89)
Hati yang bersih itu adalah hati yang sejahtera dan selamat daripada penglibatan dalam perkara syirik, nifaq atau tidak mempercayai akan kebesaran Allah SWT.
Setelah kita mengenal hati yang bersih dan sejatera, maka apakah pula ciri-ciri hati yang rosak?.
Terdapat 10 perkara tanda-tanda hati yang rosak. Perkara-perkara tersebut adalah seperti berikut :
1. Hati tidak merasa bersalah apabila terlibat melakukan dosa dan maksiat.
2. Tidak terasa untuk melakukan taubat apabila melakukan kesalahan.
3. Merasa seronok bergelumang dalam dosa.
4. Tidak mempedulikan perintah Allah, malah suka terbabit pada larangan-Nya.
5. Benci kepada kebenaran dan cuba menghalang kemaraannya.
6. Benci kepada orang-orang soleh atau mereka yang suka melakukan kebaikan.
7. Suka bertengkar pada perkara yang tidak memberi manfaat untuk agama.
8. Menerima rasuah, sogokan, riba dan perkara haram serta merasakan keseronokannya.
9. Takut kepada orang yang gagah, tetapi sedikit pun tidak takut kepada Allah.
10. Benci kepada perkara makruf dan suka kepada perkara mungkar.
Huraiannya :
1. Hati tidak merasa bersalah apabila terlibat melakukan dosa dan maksiat.
Daripada Ibnu Masu’d radiallahu anhu berkata : Sesungguhnya orang mukmin itu memandang dosa-dosanya seperti orang yang berdiri di bawah gunung,yang mana dia (sentiasa) rasa takut yang gunung itu nanti akan menghempapnya,dan orang yang keji pula memandang dosa-dosa mereka seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, yang berkata : dengan hanya begini sahaja (iaitu dengan hanya ditepis dengan tangan sahaja) maka dengan mudah sahaja lalat itu terbang » (Hadis Riwayat Bukhari)
2. Tidak terasa untuk melakukan taubat apabila melakukan kesalahan.
Orang yang telah rosak hatinya tidak mahu bertaubat kepada Allah SWT, sedangkan Rasulullah SAW sentiasa bertaubat 100 kali sehari.
Nabi SAW bersabda yang bermaksud : "Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah,sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah setiap hari sebanyak 100 kali (Hadis Riwayat Muslim)
3. Merasa seronok bergelumang dalam dosa.
Hati yang telah rosak adalah hati yang merasa seronok dengan maksiat dan dosa seperti orang-orang kafir. Sedangkan dunai ini syurga untuk orang kafir dan penjara untuk orang Islam.
Nabi SAW bersabda maksudnya : " Dunia itu penjara bagi orang yang beriman dan syurga bagi orang kafir."(Hadis Riwayat Ahmad, Muslim, dan At-Tirmidzi dari Abu Hurairah. Sahih Al-Jami' - 3412)
Orang-orang kafir berseronok melakukan maksiat dan kemungkaran. Mereka buru harta dunia siang dan malam, Mereka berhibur dengan muzik, menonton filem, meminum arak, bermain judi, memiliki wanita-wanuta cantik, dan makan-minum apa saja yg mereka suka dan memuaskan hawa nafsu mereka sepenuhnya maka itu adalah syurga untuk mereka. Sekiranya umat Islam terikut-ikut dengan cara hidup mereka dan menjadikan dunia ini seperti syurga maka di hari akhirat nanti mereka akan dijauhi dari syurga oleh Allah SWT.
4. Tidak mempedulikan perintah Allah, malah suka terbabit pada larangan-Nya.
Orang mukmin sentiasa mematuhi segala perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya . Sedangkan orang fasik, munafik dan kafir tiadak akan memperdulikan perintah Allah SWT dan sentiasa melakukan larangan-Nya dan berseronok-seronok dengan maksiat.
Firman Allah SWT maksudnya : "Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melampau batas, yang membuat kerosakan di bumi dan tidak mengadakan perbaikan." (Surah Asy-Syuaara ayat 151-152)
5. Benci kepada kebenaran dan cuba menghalang kemaraannya.
Firman Allah SWT maksudnya ; "Mereka (orang munafik) menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halang (manusia) dari jalan Allah. Sungguh betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan."
Sifat orang munafik suka menghalang manusia dari jalan Allah, tidak suka tarbiah, tazkirah dan menarik balik tauliah para ulama yang berilmu dan menyampaikan dakwah. Hati golongan ini telah rosak dan ditambah lagi kerosakkan hati-hati mereka, nanti di akhirat mereka akan dihumbankan kedalam neraka.
6. Benci kepada orang-orang soleh atau mereka yang suka melakukan kebaikan.
Sesiapa yang membenci orang soleh sebenarnya dia menjauhkan dirinya kepada rahmat Allah SWT dan mendatangkan kemurkaan Allah SWT.
Nabi SAW juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
مَثَلُ
الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ
، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا
تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ
بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang solih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan tukang besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak wangi olehnya, engkau boleh membeli darinya atau sekurang-kurangnya dapat baunya. Adapun berteman dengan tukang besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, paling kurang engkau dapat baunya yang tidak elok.” (Hadis Riwayat Bukhari dari Abu Musa.)
7. Suka bertengkar pada perkara yang tidak memberi manfaat untuk agama.
Suka bertengkar pada perkara yang tidak bermanfaat akan mematikan hati dan menimbulkan kebencian sesama muslim. Salah satu sifat orang munafik adalah suka bertengkar dan mempertahankan kebatilan dan pendapat yang menyalahi agama.
Sabda Nabi SAW yang bermaksud ; "Mahukah kamu semua aku beritahu( sifat-sifat) ahli syurga? Para sahabat menjawab . "Ya", baginda bersabda," Setiap orang lemah dilemahkan, andainya dia meminta kepada Allah, nescaya Allah mengkabulkannya. Mahukah aku beritahu (sifat-sifat) ahli neraka? Setiap orang yang suka bertengkar dengan kasar ('utul) , berlagak (jawwaz) dan sangat sombong (mustakbir) (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim)
8. Menerima rasuah, sogokan, riba dan perkara haram serta merasakan keseronokannya.
Sabda Rasulullah SAW. maksudnya : “ Pemberi rasuah dan penerima rasuah akan masuk ke dalam api neraka”. (Hadis Riwayat at-Tabrani)
Firman Allah SWT yang bermaksud :
“Hai orang-orang yang beriman , bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah , bahawa Allah dan RasulNya akan memerangimu . Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
(Surah Al- Baqarah ayat 278-279)
Berdasarkan pemerhatian, punca-punca menyebabkan berlaku rasuah ialah bernafsu besar atau sifat tamak haloba, sikap mahu hidup mewah, memburu kekayaan dengan cepat, tidak bersyukur serta terikut-ikut dengan rakan-rakan sekerja. Orang yang suka mengambil riba pula sebenarnya melanggar hukum Allah SWT yang jelas mengharamkan riba seksaannya cukup berat dihari akhirat nanti.
9. Takut kepada orang yang gagah, tetapi sedikit pun tidak takut kepada Allah.
Orang yang telah rosak hatinya dia takut kepada manusia, jin dan syaitan lebih daripada Allah SWT. Orang mukmin hanya bertawakal dan berserah diri kepada Allah SWT. Semua makhluk tidak boleh mendatangkan mudarat kepada kita melainkan dengan izin Allah SWT.
Firman Allah SWT maksudnya : "Jika Allah menyentuhkan kemudharatan bagi mu, tidak ada yang boleh menghilangkannya selain Allah, Jika Allah memberikan kebaikan pada-Mu maka tidak ada yang boleh menolaknya, Allah memberikan kepada siapa saja diantara hamba yang Dia kehendaki, Dialah Allah Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang ..." (Surah Yunus ayat 107)
10. Benci kepada perkara makruf dan suka kepada perkara mungkar.
Sifat orang fasik dan hatinya telah rosak adalah benci pada makruf dan suka kepada kemungkaran. Sedangkan Allah SWT berfirman dalam surah Ali-Imran, ayat 110 yang bermaksud: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan kepada manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah daripada yang mungkar, dan beriman kepada Allah…”
Sahabat yang dikasihi,
Marilah sama-sama kita meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT. Jagalah hati-hati kita supaya sentiasa sihat, sejahtera dan menjaganya supaya tidak rosak binasa. Jauhilah 10 perkara yang menyebabkan hati kita akan rosak . Jika dah rosak makan masa hendak dipulihkan, maka dari itu teruskan kita mendekati orang soleh, banyakkan berdakwah dan bekerja untuk Islam supaya hati kita sentiasa dekat dengan Allah SWT dan sentiasa mendapat rahmat-Nya.
Carilah Rezeki Yang Halal dan Jauhi Yang Haram
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا
وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ
وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
.
أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ عِبَادَ اللهِ : اِتَّقُوْا اللهَ ؛
فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ
دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ .
Ibadallah,Sesungguhnya nikmat Allah kepada kita sangat banyak tak terhingga. Dan di antara nikmat-nikmat tersebut adalah Allah memberikan anugerah kepada para hamba-Nya berupa banyak jalan yang baik dalam menjemput rezeki, rezeki yang akan digunakan para hamba untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Para hamba yang shaleh mereka memperoleh kenikmatan berupa sesuatu yang baik dan halal, kemudian mereka memuji Allah dan bersyukur atas karunia yang diberikan kepada mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ مَكَّنَّاكُمْ فِي الْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَايِشَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan
Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah
kamu bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 10)Wajib bagi setiap muslim untuk memahami hakikat dari permasalahan rezeki ini dan meyakini bahwa Allah Yang Maha Dermawan, Maha Pemberi rezeki, dan Maha Baik telah menyediakan berbagai macam bentuk profesi yang halal sebagai alat untuk mendapatkan rezeki dan Dia menyediakan banyak jalan bagi manusia. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)Perhatikan firman Allah “Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan” kalimat ini menjelaskan bahwa kehidupan kita ini adalah kehidupan yang fana dan waktu yang kita miliki terbatas, kita akan menuju kepada Allah, berdiri di hadapan-Nya, dan Dia akan menanyakan tentang segala sesuatu yang telah kita lakukan.
Di antara hal yang akan ditanyakan oleh Allah kepada kita adalah tentang harta, tentang makanan dan minuman. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدِمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ
أَرْبَعِ وذكر منها وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا
أَنْفَقَهُ؟
“Tidak akan bergeser kaki seorang hamba di hari kiamat kelak, hingga
ia ditanya tentang empat permasalahan… (disebutkan di antaranya) ditanya
tentang hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia keluarkan?”Wahai umat Islam yang lurus pemikirannya, wahai orang-orang beriman yang ingin memperbaiki diri, nasehatilah diri-diri kita di dunia ini sebelum kita berdiri di hadapan Allah Jalla wa ‘Ala. Persiapkanlah jawaban untuk pertanyaan yang akan diberikan kepada kita, persiapkanlah jawaban yang benar, karena kita semua pasti ditanya dan dimintai pertanggung-jawaban di sisi Allah Jalla wa ‘Ala kelak.
Ma’asyiral mukminin,
Sesungguhnya di antara nikmat Allah untuk para hamba-Nya adalah Dia telah menyediakan berbagai bentuk mata pencarian yang baik, yang menguntungkan, dan halal. Dia telah menjadikan perkara yang halal itu jelas demikian pula yang haram itu jelas. Coba renungkan hadits berikut ini, dari Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu –yang saat meriwayatkan hadits ini beliau masih kecil- mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا
مُشْتَبِهَاتٌ لَا يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ ، فَمَنْ اتَّقَى
الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِي
الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ؛كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى
يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ ، أَلَا وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى ، أَلَا
وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ ، أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ
مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan
di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak
diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari syubhat itu
berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Dan
siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke
dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang
menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang,
hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di
daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah
terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah
perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal
daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk
menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.”
(Riwayat al-Bukhari dan Muslim).Ibadallah,
Betapa agungnya hadits ini dan betapa mendalam makna yang dikandungnya dan muatan nasihat di dalamnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengelompokkan setiap perkara ke dalam tiga golongan:
Pertama, sesuatu yang halal yaitu setiap muslim mengetahui dan dapat memastikan bahwa hal itu halal dengan senyatanya tidak ada kerancuan di dalamnya.
Kedua, sesuatu yang haram yaitu suatu hal yang dapat dipastikan dengan yakin akan keharamannya, tidak ada seorang pun yang merasa bingung tentang status haramnya. Keharamannya telah dijelaskan di dalam Alquran dan sunnah secara gamblang dan lugas.
Ketiga, sesuatu yang mutasyabihat (yang masih samar). Namun kesamaran ini tidak berlaku bagi setiap muslim, hanya saja berlaku bagi sebagian besar umat Islam. Nabi bersabda “perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia”. Maksudnya, orang-orang awam dari umat Islam tidak mengetahuinya dan di sinilah kita bisa melihat kedudukan para ulama, sebuah kemuliaan yang Allah berikan kepada mereka, mereka mampu mengungkap hakikat sesuatu yang samar tersebut, sosok mereka sangat dibutuhkan umat, dan umat tidak pernah merasa kenyang akan petuah mereka. Inilah keagungan mereka sebagai pewaris para nabi.
Ibadallah,
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi pengajaran yang jelas tentang bagaimana sikap kita ketika berhadapan dengan permasalahan yang masih samar. Beliau bersada, “Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya”. Orang-orang yang menjauhi perkara yang samar beliau katakan telah membersih diri untuk agama dan kehormatannya.
Dari sini kita mengetahui untuk memperoleh kehormatan diri dan agama diperoleh dengan cara menjauhkan diri dari perkara yang masih samar (syubhat). Apabila seseorang bermudah-mudahan dan sering menganggap remeh permasalah syubhat, maka suatu hari nanti ia akan terjatuh pada perkara yang sudah jelas keharamannya. Sebagaimana sabda nabi “siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram”.
Sabda beliau “siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram”. Daerah terlarang Allah ‘Azza wa Jalla adalah segala sesuatu yang Dia haramkan dan larang untuk para hamb-Nya. Dengan demikian, orang yang cerdas adalah mereka yang berusaha keras menjauhi daerah terlarang Allah tersebut dan berhati-hati agar tidak terjatuh ke dalamnya gara-gara mendekati perkara-perkara yang samar.
Ibadallah,
Pemahaman dalam permasalahan rezeki yang halal merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk hidup di zaman sekarang ini dimana begitu banyak perkara samar yang memiliki kerancuan. Wajib bagi setiap muslim, dimanapun dan kapanpun untuk mejaga kehormatan dan agama mereka sehingga ketika kelak berjumpa dengan Allah mereka dikenal sebagai orang yang menjauhi perkara-perkara yang haram dan wasilah-wasilah yang mengantarkan menuju kesana.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya dari Wabishah bin Ma’bad radhiallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Aku mendatangai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
جِئْتَ تَسْأَلُ عَنْ الْبِرِّ وَالْإِثْمِ فَقُلْتُ وَالَّذِي بَعَثَكَ
بِالْحَقِّ مَا جِئْتُكَ أَسْأَلُكَ عَنْ غَيْرِهِ فَقَالَ الْبِرُّ مَا
انْشَرَحَ لَهُ صَدْرُكَ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَإِنْ
أَفْتَاكَ عَنْهُ النَّاسُ
“Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan dan dosa?” Aku
menjawab, “Demi Yang mengutusmu dengan kebenaran, tidaklah aku datang
menemui Anda kecuali untuk bertanya tentang hal itu.” Beliau bersabda,
“Kebaikan itu segala sesuatu yang membuat dada terasa lapang, sedangkan
dosa adalah sesuatu yang terasa meragukan jiawamu (mengganjal di dada)
meskipun orang-orang mengatakan hal itu kebaikan.” (HR. Ahmad).Diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari an-Nawas bin Sam’an radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي نَفْسِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
“Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah apa saja
yang meragukan jiwamu dan kamu tidak suka memperlihatkannya pada orang
lain.” (HR. Muslim).Ketika tampak samar bagi kita suatu permasalahan, apakah ia merupakan sesuatu yang halal ataukah sesuatu yang haram, maka prinsip yang harus selalu kita ingat adalah kita tinggalkan apa yang meragukan menuju sesuatu yang kita lebih yakini. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dari jalur cucu dan kesayangan Nabi, Hasan bin Ali bin Abi Thalib ‘alaihissalam radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
“Tinggalkan apa yang meragukanmu menuju apa yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi).Hasan bin Ali bin Abi Thalib adalah seorang sahabat yang masih kecil, namun beliau sudah meriwayatkan dan member perhatian terhadap pesan kakeknya ini. Hal ini menunjukkan betapa semangat dan perhatiannya sahabat terhadap sunnah Nabi dan keingintahuan mereka terhadap hal yang halal dan haram. Sementara kita melihat pemuda dan anak-anak muslim pada hari ini tidak peduli terhadap perkara yang demikian. Dan ini adalah sebuah musibah, wajib bagi kita mencontoh para sahabat dan sikap mereka dalam beragama.
Para sahabat baik kecil maupun besar, tua atau muda, mereka sangat perhatian terhadap permasalahan ini. Mereka memiliki keinginan yang sangat kuat untuk menjaga kehormatan dan agama mereka dan mempersiapkan diri untuk hari perjumpaan dengan Allah ‘Azza wa Jalla kelak dengan cara menjauhkan diri dari hal-hal yang diharamkan. Mereka menjaga diri dari syubhat, mengerjakan sesuatu yang dibolehkan, mereka memuji dan bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas nikmat yang tidak terhingga jumlahnya. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
(QS. Ibrahim: 7).
اَللَّهُمَّ فَقِّهْنَا فِي دِيْنِكَ وَبَصِّرْنَا بِسُنَّةِ نَبِيِّكَ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَوَفِّقْنَا اَللَّهُمَّ لِلْماَلِ
الطَّيِّبِ وَالْكَسْبِ المُبَاحِ وَبَاعِدْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ
المُحَرَّمَاتِ ، وَوَفِّقْنَا لِاِتْقَاءِ المُشْتَبِهَاتِ ، وَاجْعَلْنَا
إِلَهَنَا مِمَّنْ يَأْكُلُوْنَ الطَّيِّبَاتِ وَيَحْمَدُوْنَكَ عَلَى
نِعَمِكَ وَيَشْكُرُوْنَكَ عَلَى آلَائِكَ وَمَنَنِكَ إِنَّكَ سَمِيْعُ
الدُّعَاءِ وَ أَنْتَ أَهْلُ الرَجَاءِ وَأَنْتَ حَسْبُنَا وَنِعْمَ
الوَكِيْلِ .
Khutbah Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ
وَالاِمْتِنَانِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى
اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ .
Amma ba’du, ibadallah,Teladan-teladan sahabat dalam permasalahan membersihkan diri untuk agama dan kehormatan mereka dan menjaga dari perkara yang haram dan syubhat sangat banyak sekali. Di antara contoh yang menarik yang patut kita teladani adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam Bukahri dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, ia menuturkan,
كَانَ لِأَبِي بَكْرٍ غُلَامٌ يُخْرِجُ لَهُ الْخَرَاجَ وَكَانَ أَبُو
بَكْرٍ يَأْكُلُ مِنْ خَرَاجِهِ فَجَاءَ يَوْمًا بِشَيْءٍ فَأَكَلَ مِنْهُ
أَبُو بَكْرٍ فَقَالَ لَهُ الْغُلَامُ أَتَدْرِي مَا هَذَا فَقَالَ أَبُو
بَكْرٍ وَمَا هُوَ قَالَ كُنْتُ تَكَهَّنْتُ لِإِنْسَانٍ فِي
الْجَاهِلِيَّةِ وَمَا أُحْسِنُ الْكِهَانَةَ إِلَّا أَنِّي خَدَعْتُهُ
فَلَقِيَنِي فَأَعْطَانِي بِذَلِكَ فَهَذَا الَّذِي أَكَلْتَ مِنْهُ
فَأَدْخَلَ أَبُو بَكْرٍ يَدَهُ فَقَاءَ كُلَّ شَيْءٍ فِي بَطْنِهِ
“Abu Bakar Ash Shiddiq memiliki budak laki-laki yang senantiasa
mengeluarkan kharraj (setoran untuk majikan) padanya. Abu Bakar biasa
makan dari kharraj itu. Pada suatu hari ia datang dengan sesuatu, yang
akhirnya Abu Bakar makan darinya. Tiba-tiba sang budak berkata: ‘Apakah
anda tahu dari mana makanan ini?’. Abu Bakar bertanya : ‘Dari mana?’ Ia
menjawab : ‘Dulu pada masa jahiliyah aku pernah menjadi dukun yang
menyembuhkan orang. Padahal bukannya aku pandai berdukun, namun aku
hanya menipunya. Lalu si pasien itu menemuiku dan memberi imbalan
buatku. Nah, yang anda makan saat ini adalah hasil dari upah itu.
Akhirnya Abu Bakar memasukkan tangannya ke dalam mulutnya hingga
keluarlah semua yang ia makan” (HR. Bukhari).Ibadallah,
Perhatikanlah kisah ini!! Sesuatu makanan yang hukum asalnya halal masuk ke mulut Abu Bakar, namun ketika ia mengetahui hal itu berasal dari harta yang haram, maka Abu Bakar memasukkan jarinya ke mulutnya agar ia dapat memuntahkan makanan tersebut.
Ibadallah,
Pada hari ini kita melihat ada orang-orang yang meneguk makanan dari harta yang jelas-jelas haramnya, siang dan malam hasil dari yang haram itu selalu melewati tenggorokannya, ia penuhi perutnya, perut istri dan anaknya, tidakkah orang-orang yang demikian ini takut kepada Allah!! Tidakkah kita bertakwa kepada Allah wahai hamba Allah sekalian.
Ya Allah, perbaikilah mata pencarian kami. Ya Allah, perbaikilah mata pencarian kami. Ya Allah, perbaikilah mata pencarian kami. Ya Allah, perbaikilah hati dan amalan kami. Ya Allah sucikanlah harta-harta kami wahai Tuhan kami. Ya Allah, jauhkanlah kami dari perkara yang haram dan syubhat. Berilah kami taufik agar tidak terjatuh dalam perkara syubhat, terlebih lagi ke dalam perkara yang haram. Ya Allah, jangan Engkau serahkan diri kami kepada diri kami sendiri walaupun hanya sekejap. Kepada-Mu lah kami berserah diri. Jauhkanlah kami dari memakan yang haram, karena Nabi-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ جَسَدٍ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka nerakalah yang pantas untuknya.”
اَللَّهُمَّ إِلَهَنَا أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا اَلَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ
أَمْرِنَا ، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا اَلَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا ،
وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِيْ فِيْهَا مَعَادُنَا ، وَاجْعَلْ
الحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا
مِنْ كُلِّ شَرٍّ . اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى
وَالعَفَّةَ وَالْغِنَى . اَللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْماً نَافِعًا
وَعَمَلاً صَالِحًا وَرِزْقاً طَيِّبًا . اَللَّهُمَّ وَبَارِكْ لَنَا
فِيْمَا رَزَقْتَنَا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا . اَللَّهُمَّ وَاغْفِرْ
ذُنُوْبَ المُذْنِبِيْنَ مِنَ المُسْلِمِيْنَ وَتُبْ عَلَى التَائِبِيْنَ ،
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوْبَنَا كُلَّهَا دِقَّهَا وَجَلِّهَا
أَوَّلَهَا وَآخِرَهَا سِرَّهَا وَعَلَنَهَا . اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَ المُؤْمِنِيْنَ
وَالمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى محمد وَعَلَى آل محمد كَمَا صَلَيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آل إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ،
وَبَارِكْ عَلَى محمد وَعَلَى آل محمد كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آل إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ ، وَآخِرُ دَعْوَانَا
أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ .
Diterjemahkan dari khotbah Jumat Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-AbbadOleh tim KhotbahJumat.com
Artikel www.KhotbahJumat.com
Tidak Masuk Syurga Jika Putuskan Silaturahim
Rasulullah SAW bersabda dalam hadis riwayat Abu Daud: “Tidak halal seorang Muslim menjauhi kawannya lebih dari tiga hari. Sekiranya telah berlalu waktu tiga hari itu, maka berbicaralah dengan dia dan berilah salam. Jika dia telah menjawab salam, maka keduanya bersama-sama mendapat pahala. Dan jika dia tidak membalasnya, maka sesungguhnya dia kembali dengan membawa dosa. Sedangkan orang yang memberi salam telah keluar daripada dosa menjauhi itu.”
Lebih hebat lagi, haram memutuskan silaturahim terhadap keluarga yang Islam wajibkan untuk menyambung dan melindungi kehormatannya.
Berbuat baik kepada orang lain
Firman Allah SWT: “Dan takutlah kamu kepada Allah yang pada-Nya kamu meminta dan jagalah keluarga kerana sesungguhnya Allah Maha mengawasi atas kamu.” (Surah an-Nisa’, ayat 1)
Rasulullah SAW menggambarkan silaturahim ini dalam sabdanya: “Kekeluargaan bergantung di ‘Arasy. Ia akan berkata: Sesiapa menghubungi aku, maka Allah pun akan menghubunginya dan sesiapa yang memutuskan aku, maka Allah akan memutuskannya.” (Riwayat Muslim)
Sabda Baginda SAW lagi: “Tidak masuk syurga orang yang memutus.” (Riwayat al-Bukhari) Ulama mentafsirkan kalimat ‘memutus’ itu iaitu memutuskan silaturahim dan lainnya mentafsirkan dengan memotong jalan atau penyamun.
Silaturahim yang wajib bukan sekadar seorang kerabat menghubungi dan berbuat baik kepada yang lain kerana ia perkara biasa. Tetapi yang dimaksudkan silaturahim yang wajib ialah tetap menghubungi keluarga sekalipun mereka menjauhinya.
Sabda Nabi SAW: “Bukanlah orang yang menghubungi keluarga itu ialah orang yang menjamin tetapi dinamakan orang yang menyambung kekeluargaan ialah apabila keluarganya itu memutuskan dia, maka dia tetap menghubunginya.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Rasulullah SAW pernah menjauhi tiga orang sahabatnya yang tidak mahu turut dalam peperangan Tabuk selama 50 hari sehingga bumi ini layaknya sempit dan hatinya merasa kebingungan, tidak ada seorang pun mahu bergaul dengan mereka, berbicara atau memberi salam.
Rahmat Ilahi
Begitulah sehingga Allah menurunkan ayat mengenai diterimanya taubat mereka. Dan pernah juga Rasulullah SAW menjauhi sebahagian isterinya selama 40 hari.
Memutuskan hubungan akan menghalang pengampunan dosa dan rahmat Allah seperti diterangkan dalam hadis riwayat Muslim (yang bermaksud): “Pintu-pintu syurga akan dibuka pada hari Isnin dan Khamis, kemudian Allah akan memberi keampunan kepada setiap orang yang tidak menyekutukan Allah sedikit pun kecuali seorang lelaki yang ada berpisah antara dia dan saudaranya. Maka Allah berkata: ‘Tangguhkanlah kedua orang ini sehingga mereka berdamai, tangguhkan keduanya sehingga mereka berdamai, tangguhkanlah keduanya sehingga mereka berdamai’.”
Jika dia berada di pihak yang benar, maka cukup kiranya pihak yang bersalah datang dan minta maaf dan dia hendaklah memberi maaf. Dengan demikian selesailah persengketaan dan haram hukumnya dia menolak permintaan maaf saudaranya.
Terhadap orang yang demikian, Rasulullah SAW memberikan ancaman bahawa pada hari kiamat kelak dia tidak akan masuk syurga.
Oleh: Ustaz
Taubat Dari Pelanggaran Terhadap Hak-Hak Manusia
Karena beratnya hak-hak manusia, dan biasanya ia terjadi diiringi pertengkaran dan permusuhan, maka taubat dari dosa ini dilakukan dengan dua cara: pertama ia mengembalikan hak itu kepada orangnya, jika orang itu masih haidup, atau kepada pewarisnya, jika ia telah mati. Cara kedua adalah dengan meminta dihalalkan olehnya, setelah ia memberitahukannya, jika itu adalah hak harta, aniaya atas tubuhnya atau tubuh orang yang ia warisi. Seperti disabdakan oleh Rasulullah Saw:"Barangsiapa yang telah melakukan kezaliman kepada saudaranya, baik harta maupun harga diri, maka pada hari ini hendaklah ia meminta dibebaskan, sebelum datang hari tidak berguna padanya dinar dan dirham, kecuali amal kebaikan dengan tanggungan dosa keburukan. (Hadits diriwayatkan oleh Bukhari)
Taubat Orang yang Tidak Dapat Mengembalikan Hak-hak Harta
Orang yang memegang hak harta orang lain, ia harus mengembalikan harta itu kepada mereka, atau kepada ahli warisnya. Jika ia tidak memiliki harta yang cukup untuk itu, hendaklah ia berusaha untuk mencari gantinya, sepanjang hidupnya, sesuai kemampuannya. Tiap kali ia mendapatkan suatu harta, hendaklah ia segera membayarkan sebagian dari kewajibannya itu. Setiap orang sesuai dengan haknya. Barangsiapa yang menanggung hutang harta, kemudian ia bertaubat dan menyesal dari perbuatannya itu, maka ia harus mengembalikannya kepada para pemiliknya, atau kepada ahli warisnya.Kemudian, jika ia tidak mengetahui mereka, atau mereka telah wafat, atau karena masalah lain, maka taubat dalam kasus seperti ini berbeda aturannya:
Satu kelompok ulama berpendapat: tidak ada taubat baginya, kecuali dengan mengembalikan kezaliman ini kepada para pemiliknya. Jika ia tidak dapat melakukan itu maka taubatnya pun tidak dapat ia raih. Dan nantinya pada hari kiamat, menanti balasan dengan diambilnya kebaikannya untuk menebus keburukannya itu. Tidak ada jalan lain.
Mereka berkata: ini adalah hak manusia yang tidak sampai kepadanya. Dan Allah SWT tidak membiarkan satu hak hamba untuk dilanggar oleh orang lain sedikitpun. Dan Dia menyampaikan hak masing-masing orang kepada orang tersebut. Dia sama sekali tidak membiarkan suatu kezaliman manusia kepada manusia lain terjadi tanpa konsekwensi. Maka Dia akan mengambil hak orang yang dizalimi dari orang yang menzaliminya, meskipuin itu sebuah tamparan, kata-kata atau satu lemparan batu.
Mereka berkata: tindakan yang paling mudah dilakukan untuk menutupi kesalahannya itu adalah dengan memperbanyak kebaikan, sehingga ia dapat membayar kejahatannya pada hari kiamat nanti dengan kebaikannya itu. Dan tindakan yang paling bermanfaat baginya adalah bersabar atas kezaliman dan aniaya yang dilakukan orang lain kepadanya, serta ghibah dan qadzaf (tuduhan zina) yang dilontarkan mereka kepadanya. Hendaklah ia tidak meminta haknya dari mereka di dunia, serta tidak menemuinya, sehingga musuhnya itu akan menutupi kekurangan timbangannya nanti di akhirat, jika memang kebaikannya telah habis. Karena jika ia akan diambil kebaikannya untuk membayar kezaliman yang telah ia lakukan kepada orang lain, maka iapun akan dibayarkan dari orang lain atas kezaliman yang dilakukan mereka kepadanya. Sehingga diharapkan itu dapat memenuhi kekurangannya, atau malah akan menambah timbangannya.
Kemudian mereka berselisih pendapat tentang orang yang memegang uang yang didapatkan dari hasil kezaliman.
Sekelompok ulama berkata: hendaknya ia tetap menyimpan uang itu, dan tidak boleh menggunakannya sama sekali.
Sekelompok ulama yang lain berkata: hendaknya ia berikan uang tersebut kepada imam atau pejabat yang berwenang, karena ia adalah wakil dari rakyatnya, sehingga ia menyimpankannya untuk mereka. Dan hukum harta itu menjadi harta yang ditemukan dijalan (luqathah).
Sementara sekelompok ulama yang lain berkata: pintu taubat masih terbuka bagi orang ini, dan tidak ditutup oleh Allah SWT baginya serta bagi orang yang berdosa. Taubat orang ini adalah dengan mensedekahkan harta itu kepada orang-orang yang berhak, seperti kepada para fakir-miskin, orang-orang yang membutuhkan, lembaga-lembaga sosial, dan untuk kepentingan kaum muslimin.
Di antaranya adalah untuk: pasukan jihad fi sabilillah dan pusat-pusat dakwah. Jika nanti datang hari pembalasan hak-hak, maka para pemilik uang dapat memilih antara memaafkan apa yang diperbuatnya itu, dan pahala sedekah itu untuk mereka. Atau mereka tidak memaafkannya, sehingga mereka mengambil dari kebaikannya menurut jumlah uang mereka, dan pahala sedekah itu untuknya sendiri. Karena Allah SWT tidak membatalkan pahala sadaqahnya itu. Dan Allah SWT tidak menyatukan antara pengganti dan yang digantikan. Kemudian dimintakan kepadanya, dan Allah SWT menjadikan pahala sedekah itu bagi mereka, atau juga dengan mengambil dari kebaikannya sesuai dengan kadarnya untuk diberikan kepada orang yang pernah dizhaliminya itu.
Ibnu Qayyim berkata:
Ini adalah mazhab sekelompok shahabat, seperti diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Mu'awiyah dan Hajjaj bin Sya'ir.Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud membeli seorang hamba sahaya wanita dari seseorang, kemudian ia masuk untuk menimbang harganya, namun ketika ia kembali pemilik budak itu telah pergi, dan iapun menunggunya hingga ia lemas menunggu, maka iapun mensadaqahkan harga itu dan berkata: ya Allah, sadaqah ini bagi pemilik hamba sahaya ini, jika ia merelakannya maka pahala sadaqah itu untuk saya, dan jika ia tidak rela maka pahalanya untuk saya, dan ia dapat mengambil dari kebaikan saya sesuai dengan haknya.
Seorang laki-laki telah berlaku curang terhadap ghanimah, kemudian ia bertaubat, dan membawa ghanimah yang telah ia curi itu kepada kepala tentara, namun ia menolak untuk menerimanya, dan berkata: "bagaimana aku dapat menyampaikannya kepada seluruh tentara itu, padahal mereka telah berpencar dan pulang ke rumah masing-masing?" Kemudian orang itu mendatangi Hajjaj bin Sya'ir, dan ia pun berkata kepadanya: "Hai bung, sesungguhnya Allah SWT mengetahui tentara itu serta nama mereka dan keturunan mereka. Maka berikanlah seperlima harta itu kepada orang-orang yang berhak atasnya, kemudain sedekahkan sisanya dan pahalanya diniatkan untuk mereka, karena Allah SWT akan menyampaikan itu kepada mereka", dan orang itupun melakukan nasehat itu. Ketika Mu'awiyah diberitahukan tentang hal itu ia berkata: "aku berfatwa dengan fatwa itu lebih aku senangi dari pada setengah kerajaanku!"
Mereka berkata: demikian juga halnya dengan barang temuan jika tidak ditemukan pemiliknya, setelah diumumkan, sementara ia tidak ingin memilikinya, maka ia dapat mensedekahkannya, dan jika kemudian datang pemiliknya ia dapat memberikan pilihan antara mendapatkan pahalanya atau diganti.
Mereka berkata: hal ini karena, dalam syari'ah, orang yang tidak diketahui dianggap seperti orang yang tidak ada. Jika pemiliknya tidak ada maka itu seperti tidak ada pemiliknya. Ini berkaitan dengan harta yang tidak diketahui siapa pemiliknya dengan pasti. Sementara harta itu tidak boleh disia-siakan. Karena itu akan menciptakan mudarat bagi pemiliknya, para fakir-miksin, dan orang yang berada dalam tanggungannya. Bagi pemiliknya, itu akan membuat mudarat baginya karena manfaatnya tidak sampai kepadanya. Demikian juga bagi para fakir miskin. Sedangkan bagi orang yang berada dalam tanggungannya: karena ia tidak dapat membebaskannya dari dosanya, sehingga ia dituntut diakhirat tanpa mengambil manfaat darinya, dan itu tidak dibenarkan oleh syari'ah, apalagi sampai memerintahkannya dan mewajibkannya. Karena syari'ah berdasarkan pada "menghasilkan" kemaslahatan sedapat mungkin dan menyempurnakannya. Serta menahan kemafsadatan sedapat dan sedikit mungkin. Dengan menyia-nyiakan uang itu, tidak memanfaatkannya dan melarang orang untuk mempergunakannya adalah kemafsadatan yang jelas, dan tidak ada kemaslahatan sama sekali.
Seperti diketahui --sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Qayyim-- orang yang tidak mendapatkan hartanya yang seharusnya menjadi miliknya di dunia, tentu ia akan amat senang ketika mendapatkan manfaat dari hartanya itu di akhirat. Tentu ia akan amat tidak senang jika ia kemudian tidak dapat memanfaatkan hartanya itu di dunia dan akhirat. Jika pahala hartanya itu sampai di akhirat, tentu kebahagiaannya akan lebih dari pada kebahagiaannya saat mendapatkannya di dunia. Maka mengapa ada yang berpendapat: maslahat tidak mempergunakan harta ini -- bagi orang yang telah meninggal, orang-orang miskin dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya-- lebih besar dari maslahat menginfakkannya secara syar'i? Bahkan apa maslahatnya bagi agama atau dunia dalam penyia-nyiaan harta tersebut? Bukankah tindakan penyia-nyiaan itu semata suatu kemafsadatan?
Ibnu Taimiah pernah ditanya seorang tua: "aku lari dari tuanku saat aku berusia kecil, dan hingga saat ini aku tidak mendengar khabarnya lagi. Aku adalah seorang hamba sahaya, dan takut terhadap azab Allah SWT atas perbuatanku itu. Aku ingin terbebas dari hak tuanku atas diriku. Aku telah bertanya kepada sekelompok mufti, dan mereka berkata kepadaku: pergilah dan duduklah di gudang!" Mendengar hal itu Ibnu Taimiah tertawa dan berkata: "hendaklah engkau bersedekah --sebisa dan sedapat mungkin -- dan pahalanya untuk tuanmu itu, dan engkau tidak perlu ke gudang, duduk tanpa menghasilkan manfaat, serta memberi mudarat bagi engkau, serta menghalangi maslahat engkau. Sedangkan tuanmu juga tidak mendapatkan manfaat dari tindakanmu berdiam di gudang itu, juga tidak bagimu dan bagi kaum muslimin. Wallahu a'lam." (Lihat: Madarij as Salikin: 1/387 - 390).
Orang-orang yang Mendapatkan Uang dari Transaksi yang Haram
Masalah ketiga: jika ia memperoleh uang dari orang lain dengan cara yang haram, dan saat itu ia memegang uang tersebut -&endash;seperti uang yang didapatkan oleh seorang pelacur dari langganannya, seorang penyanyi dari hasil nyanyiannya, penjual khamar dari pembelinya, orang yang memberikan saksi palsu dari penyogoknya, dan semacamnya-- kemudian ia taubat, dan uang yang ia dapatkan dengan cara haram itu masih berada pada dirinya; kemana seharusnya ia berikan uang tersebut?Satu kelompok ulama berkata: uang agar dikembalikan kepada orang yang memberikannya semula, karena itu memang hartanya, dan ia tidak dapat memilikinya dengan izin dari Allah SWT, dan pemberinya pun tidak mendapatkan manfaat yang halal dari uang yang ia berikan itu.
Satu kelompok ulama lainnya berkata: taubatnya adalah dengan bersedekah dengan harta itu, dan ia tidak memberikannya kepada orang yang telah memberikannya. Pendapat ini adalah pendapat yang dipilih oleh syeikh IbnuTaimiah, dan itu adalah pendapat yang paling bagus. Karena jika ia tetap memegangnya, seharusnya uang itu ia dapatkan dari pemberinya sebagai pemberian tanpa pamrih dan suka rela, bukan sebagai pembayaran sesuatu yang haram. Lantas bagaimana mungkin ia mengembalikan uang itu kepada si pemberinya, yang nantinya dapat dipergunakan oleh orang itu untuk bermaksiat kepada Allah SWT, dan mengembalikannya uangnya itu kepadanya akan membantunya untuk melakukannya untuk kedua dan ketiga kalinya? Bukankah itu berarti membantunya untuk melakukan dosa dan pelanggaran syari'at? Apakah sesuai dengan kebaikan syari'at jika: para pelacur diperintahkan untuk mengembalikan seluruh penghasilannya yang ia dapatkan dari pelacuran kepada para lelaki hidung belang yang pernah mengajaknya tidur dan membayarnya, dan si hidung belang diperbolehkan untuk mengambil kembali uang itu dari si pelacur dengan cara baik-baik maupun paksaan?
Katakanlah harta itu tidak dimiliki orang yang mengambilnya, namun kepemilikan si pemiliknya yang pertama telah hilang ketika ia memberikannya kepada orang yang bertransaksi dengannya secara haram itu, dan ia pun sudah mendapatkan apa yang ditransaksikan itu. Lantas bagaimana mungkin setelah itu ada yang mengatakan bahwa kepemilikkan si orang pertama itu masih tetap ada dalam harta itu, dan uang itu harus dikembalikan kepadanya? Ini berbeda halnya jika ia mensedekahkan uang tersebut. Karena ia mendapatkan uang itu dari pemiliknya dengan suka rela, dan pemiliknya itu pun bisa tidak keberatan jika uang itu kemudian ia sedekahkan, dan tidak dikembalikan kepadanya. Dengan demikian, dalam kasus seperti ini, cara yang paling benar adalah: agar harta tersebut dipergunakan untuk suatu kemaslahatan yang dapat diambil manfaatnya oleh orang yang memegangnya, dan dapat mengurangi dosanya, yakni dengan mensedekahkannya, dan tidak digunakan untuk membantu si pembuat dosa untuk melakukan perbuatan dosanya. Dengan begitu, berarti ia telah mencapai dua kemaslahatan sekaligus.
Demikianlah taubat orang yang hartanya bercampur antara yang halal dan haram, yang keduanya tidak dapat ia bedakan: yaitu dengan mensedekahkan kadar harta yang haram yang berada padanya, dan menggunakan harta sisanya yang halal untuk dirinya. Wallahu a'lam.
Baik-Buruknya Jasad Seseorang
Baik-Buruknya Jasad SeseorangSenin, 21 Maret 2011
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
(صحيح البخاري)
Sabda Rasulullah saw: “Ketahuilah bahwa pada jasad terdapat segumpal daging, jika ia baik maka baiklah seluruh jasadnya, jika ia buruk maka buruklah seluruh jasadnya, ketahuilah itu adalah hati” (Shahih Bukhari)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang telah menyambungkan kita untuk melangkah dan hadir ke majelis yang langsung berhubungan dengan rantai terkuat, sang pemimpin luhur, yang dikenal sebagai Imam Qubbah Al Khadraa’ ( Kubah Hijau ) dialah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Setiap penziarah yang mengunjungi Madinah Al Munawwarah akan melihat di sisi kanan dan kiri bangunan yang mewah, jalan-jalan yang indah dan pernak-pernik keindahan, namun ketika matanya terbentur melihat pada Kubah Hijau Masjid An Nabawy maka bergetarlah jiwa dengan mahabbah dan kerinduan kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, air mata tak terbendung ketika memandang Qubbah Al Khadhra’ ( Kubah Hijau ) yang dibawahnya dimakamkan jasad luhur sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang selalu menjawab hamba-hamba yang mengucapkan salam kepada beliau. Diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” Jika seseorang dalam shalatnya mengucapkan ” Assalamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillahi as shaalihin ( salam sejahtera bagi kita sekalian dan hamba-hamba Allah yang shalih )”, maka Allah subhanahu wata’ala akan menyampaikannya kepada seluruh hamba yang shalih di langit dan di bumi “. Hal ini menunjukkan bahwa hamba yang shalih bukan hanya di alam barzakh atau alam dunia yang hidup, namun juga berada di langit diantara mereka adalah para malaikat, para shiddiqin ( orang-orang yang benar) dan para muqarrabin ( yang mendekat kepada Allah). Dan juga terbukti dari riwayat Shahih Al Bukhari dimana ketika salah seorang syuhada’ Badr, ketika ia wafat maka ibunya menangisinya kemudian datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan berkata : “wahai Rasulullah, jika seandainya anakku masuk ke dalam surga maka aku akan tenang, namun jika kematiannya sia-sia dan belum jelas kemana ruhnya maka sungguh aku tidak akan pernah merasa tenang hingga aku wafat”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab :
إِنَّ ابْنَكِ فِي فِرْدَوْسِ اْلأَعْلَى
“ Sungguh putramu berada di surga Firdaus yang tertinggi ”
Kecintaaan para sahabat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melebihi kecintaan mereka kepada semua makhluk yang dicintainya, dan cinta kepada Allah tiada akan pernah tercapai kecuali dengan cinta kepada kekasih Allah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana sabda beliau riwayat Shahih Al Bukhari:
لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“Belum sempurna iman salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya dari ayah ibunya, anaknya, dan seluruh manusia”
Dalam riwayat lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَايُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَمَالِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ
“ Belum sempurna iman salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya dari dirinya sendiri, keluarganya, dan seluruh manusia ”
Hadirin hadirat, hal itu merupakan derajat yang sulit untuk kita capai namun kita telah memasuki pintunya dengan hadirnya kita di majelis ini, karena tidak ada satu pun yang hadir di majelis ini yang membenci sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan tidak ada satu pun yang tidak ingin melihat wajah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak seorang pun yang tidak rindu untuk melihat wajah yang paling indah, wajah yang paling ramah dan paling baik yang tidak ingin mengecewakan perasaan orang lain, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan manusia selain beliau pastilah mempunyai banyak kesalahan, siapa pun dia selama dia bukan nabi atau rasul maka dia tidaklah ma’sum, dan pasti memiliki kesalahan. Maka yang menjadi dalil bahwa di langit ada para shalihin adalah perkataan Rasulullah kepada seorang ibu yang anaknya wafat dalam perang Badr, beliau mengatakan bahwa putranya berada di surga Firdaus yang tertinggi, semoga Allah jadikan aku dan kalian berada di antara mereka, dimana ketika wafat hanya melewati alam barzakh sebentar kemudian lansung ke Firdaus Al A’laa, amin allahumma amin. Ketika surga Firdaus terbuka maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk kedalamnya bersama orang-orang yang didizinkan Allah, dan semoga kita yang menyambutnya, amin allahumma amin. Hadirin hadirat, cita-cita yang luhur akan mendapatkan pahala yang luhur pula, sedangkan cita-cita yang hina akan membuat kehidupan masa depan kita menjadi hina, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda agar berhati-hati terhadap lintasan pemikiran, karena bisa saja Allah memberi apa-apa yang sedang terlintas di dalam pemikiranmu, ketika pemikiranmu baik maka bisa saja Allah memberikan kebaikan itu kepadamu tanpa engkau memintanya. Jika tiba-tiba lintasan pemikiranmu menghina si fulan maka dalam sekejap bisa saja dalam waktu selanjutnya engkau akan melewati nasib yang serupa dengan si fulan.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
لَا أُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيَامَةِ ، وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ ، أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَلَّنْ نَجْمَعَ عِظَامَهُ ، بَلَى قَادِرِينَ عَلَى أَنْ نُسَوِّيَ بَنَانَهُ ، بَلْ يُرِيدُ الْإِنْسَانُ لِيَفْجُرَ أَمَامَهُ ، يَسْأَلُ أَيَّانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ ، فَإِذَا بَرِقَ الْبَصَرُ ، وَخَسَفَ الْقَمَرُ ، وَجُمِعَ الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ، يَقُولُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ أَيْنَ الْمَفَرُّ ، كَلَّا لَا وَزَرَ ، إِلَى رَبِّكَ يَوْمَئِذٍ الْمُسْتَقَرُّ ، يُنَبَّأُ الْإِنْسَانُ يَوْمَئِذٍ بِمَا قَدَّمَ وَأَخَّرَ ، بَلِ الْإِنْسَانُ عَلَى نَفْسِهِ بَصِيرَةٌ ، وَلَوْ أَلْقَى مَعَاذِيرَهُ
( القيامة : 1- 15 )
“ Aku bersumpah demi hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri), Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya?, bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya dengan sempurna, bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus, Ia berkata: “Bilakah hari kiamat itu?”, Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan, pada hari itu manusia berkata: “Ke mana tempat berlari?”, sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung!, hanya kepada Tuhanmu sajalah pada hari itu tempat kembali, pada hari itu diberitakan kepada manusia apa yang telah dikerjakannya dan apa yang dilalaikannya, Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri , meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya” . ( QS. Al Qiyamah : 1-15 )
Manusia berani berbuat dosa dan maksiat di hadapan Allah, padahal tiada satu makhluk pun kecuali kesemuanya berada dalam penglihatan dan pemantaun Allah subhanahu wata’ala. Jika engkau menghayati dan mengulang-ulang ayat ini dimana engkau setiap detik dan waktu selalu dalam penglihatan-Nya. Tanpa malu mereka yang banyak melakukan dosa di hadapan Allah bertanya tentang hari kiamat kapan terjadi. Ingatlah ketika semua mata terbelalak karena takut akan ledakan yang muncul dari dalam bumi, lahar dan air lautan berpadu dan semua planet di angkasa raya satu persatu berbenturan dengan planet yang lainnya, bulan tiada lagi bercahaya dan ketika itu digabungkan menjadi satu dengan matahari, maka disaat itulah manusia bertanya dimanakah tempat berlindung, sungguh ketika itu tidak ada lagi tempat berlindung namun semua akan kembali kepada Allah dan mempertanggungjawabkan kehidupannya di dunia, dan ketika itu akan diberitahukan kepada manusia apa yang telah dia perbuat semasa di dunia dan apa yang akan dia terima sebagai balasannya. Semoga syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kita. Ya Allah, bagaimana keadaan kami kelak disaat Engkau tanyakan tentang satu kenikmatan melihat yang tidak akan terbayar meskipun dengan ribuan tahun ibadah, disaat itu diberitahukan semua dosa-dosa kami, dan ketika itu pula diberitahukan amal ibadah kami yang mungkin di dalamnya terdapat riya’, sombong, atau makanan syubhat dan lainnya. Al Imam Ghazali berkata bahwa ada orang-orang yang mendapatkan dosa riya’ padahal dia dalam keadaan sendiri, tidak ada orang yang melihatnya namun ia terkena dosa riya’, mengapa? Misalnya seseorang shalat sendiri namun dalam hatinya ia berkata jika ada orang yang melihat aku beribadah pastilah dia akan memujiku, maka terkenalah dia dosa riya’. Maka disaat itu (di hari kiamat) manusia akan menerima apa yang akan didapatkan setelah pertimbangan itu. Ya Allah berilah kami syafaat nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Sampailah kita pada hadits luhur, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أَلاَ إِنَّ فِي الجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ القَلْبُ
“Ketahuilah bahwa di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging, bila ia baik niscaya seluruh jasad akan baik, dan bila ia rusak, niscaya seluruh jasad akan rusak pula, ketahuilah segumpal daging itu ialah hati “
Kalimat “qalb” dalam bahasa Indonesia artinya adalah yang berdetak yaitu jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh, namun hadits ini mempunyai makna yang dalam, makna yang pertama adalah makna yang zhahir yaitu jika segumpal darah itu baik maka baiklah seluruh tubuhnya, dan jika segumpal darah itu buruk maka buruklah seluruh tubuhnya, maksudnya jika jantung itu memompa darah kurang baik maka akan berantakan seluruh tubuhnya. Namun secara bathin berarti bahwa jika segumpal darah itu baik yaitu penuh dengan sifat-sifat yang luhur maka ucapan, penglihatan, pendengaran, dan perbuatannya pun akan luhur, dan segala-galanya penuh dengan rahmat Allah, dan jika dia dipenuh dengan rahmat maka dia akan menjadi matahari rahmat Ilahi, sebagai pewaris dari para penyebar rahmat Ilahi, pewaris dari segala sumber rahmat Ilahi, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang Allah sebut sebagai “Sirajan Muniira” yaitu pelita yang terang benderang, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah menjaga matahari-matahari hidayah, pewaris nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang datang dari Allah subhanahu wata’ala. Semua dari para nabi dan rasul ingin bersama dengan kelompok para shalihin, sebagaimana doa nabi Ibrahim AS, firman Allah subhanahu wata’ala dalam surat As Syu’araa :
رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
( الشعراء : 83 )
“ Ya Allah, berikanlah kepadaku ilmu dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang shalih”. ( QS. As Syu’araa : 83 )
Dalam surat yang sama Allah subhanahu wata’ala berfirman :
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ ، إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
( الشعراء : 88-89 )
” (yaitu) pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih “ ( QS. As Syu’araa : 88 – 89 )
Nabi Ibrahim AS tidak memohon untuk dijadikan sebagai orang shalih, namun meminta untuk dipertemukan dengan para shalihin karena beliau merasa sangat jauh dengan mereka, seakan-akan orang yang tertinggal dan berpisah dengan rombongannya dan ingin dipertemukan dengan menyusul mereka, demikianlah doa nabiyullah Ibrahim AS Abu Al Anbiyaa, beliau digelari demikian karena banyak keturunannya dari bani Israil yang menjadi nabi. Kemudian nabi Ibrahim juga memohon kepada Allah untuk diselamatkan di hari dimana tidak ada lagi gunanya harta dan keluarga, kecuali yang datang menghadap Allah dengan hati yang baik dan indah, hati yang indah adalah hati yang penuh cinta kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hati yang dipenuhi dengan cinta kepada Rasulullah itulah hati yang akan dituangi cinta kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah menjadikan kita diantara mereka. Jika kita tidak mampu untuk mencapai derajat itu namun kita telah mendengarnya, maka semoga Allah tidak mewafatkan kita kecuali kita telah mencapai derajat itu, amin.
Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling ingin agar kita selamat, maka ummatnya ditolong di dunia, di alam barzakh, dan di hari kiamat . Pertolongan rasulullah ketika hari kiamat, hal itu sudah sangat sering kita bahas di majelis-majelis dan dimana-mana. Adapun pertolongan Rasulullah di barzakh sebagaimana dalam riwayat Shahih Muslim Ketika Rasulullah bertanya tentang seorang wanita yang dalam kebiasaannya selalu menyapu masjid, dan ketika itu tidak lagi pernah kelihatan dan ternyata wanita itu wafat, maka Rasulullah marah dan berkata kepada para sahabat : ” mengapa kalian tidak memberi tahu aku “, maka sahabat menjawab : ” Wahai Rasulullah disaat itu kami menguburkannya sudah larut malam ,dan kami tidak ingin mengganggumu dengan membangunkanmu “, Rasulullah berkata : ” Tunjukkan aku kuburnya “, kemudian sahabat mengantar beliau ke kuburan wanita itu lalu Rasulullah melakukan shalat ghaib di depan kuburnya bersama para sahabat, maka setelah selesai melakukan shalat Rasulullah berkata : ” Perkuburan disini penuh dengen kegelapan, namun Allah menerangi kubur mereka semua karena aku menshalati mereka”. Maka syafaat Rasulullah juga terdapat di alam kubur sebagaimana riwayat Shahih Muslim. Dan syafaat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam juga untuk para pendosa di dunia, sebagaimana riwayat Shahih Muslim ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah hijrah ke Madinah maka ada dua orang sahabat ingin menyusul Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk Hijrah dari Makkah, di tengah perjalanan salah seorang teman itu sakit parah, karena tidak bisa lagi menahan sakitnya maka ia mengambil pisau dan memotong urat nadinya, hal ini merupakan dosa besar karena telah melakukan bunuh diri, setelah dimakamkan temannya melanjutkan perjalanannya, dan di tengah perjalanan ia bermimpi bertemu temannya yang telah wafat kemudian ia berkata : ” bagaimana keadaanmu?, kini aku melanjutkan perjalananku seorang diri menuju ke Madinah untuk berjumpa Rasulullah”, maka temannya yang telah wafat menjawab : “Aku telah diampuni oleh Allah karena aku ingin hijrah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun tangan yang aku gunakan untuk memotong urat nadiku ini tidak diampuni oleh Allah”, maka setelah bangun tidur ia melanjutkan perjalanan ke Madinah dan sesampainya di Madinah ia bercerita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang mimpi itu. Dalam ilmu hadits jika sudah diceritakan maka bukan lagi termasuk mimpi, bahkan setelah diceritakan kepada Rasulullah, beliau pun telah membenarkannya, kemudian Rasulullah berdoa berkali-kali : ” Wahai Allah ampunilah tangannya”. Demikianlah akhlak nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ
”
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat ”
Kita tidak melihat langsung shalatnya Rasulullah, tetapi kita mempunyai guru dan sanad, namun tidak semua orang bisa melihat atau mengikuti guru-guru mereka secara mutlak, karena terkadang kita hanya mengikutinya saja dan ternyata guru kita lagi kurang sehat, misalnya diantara kita ada yang berkata : “guru saya kalau shalat duduk tahiyyat nya kok berbeda dengan yang lain, maka lebih baik saya mengikuti guru saya saja”, tidak demikian namun harus kita tanyakan terlebih dahulu mungkin saja beliau pernah kecelakaan sehingga cara duduk nya berbeda dengan yang lain, maka jangan terburu-buru mentaqlid tanpa ilmu tapi tanyakanlah terlebih dahulu kepada guru kita. Dan kebetulan ada buku yang bagus tentang sifat-sifat shalat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang ditulis oleh sayyid Al Habib Ali Hasan As Saqqaf dari Jordan, dan buku itu sudah kita tarik kurang lebih 10.000 buku dan bisa didapatkan di kios nabawi bagi yang menginginkannya. Dalam buku itu dijelaskan bagaimana tata cara shalat nabi, rukuknya, sujudnya, duduknya dan lain serta dalil-dalinya, pengarangnya adalah termasuk Ahlu sunnah wal jamaah dan bermadzhab Syafi’i. Hadirin hadirat, saya mohon maaf dalam seminggu kemarin saya tidak bisa hadir majelis, mungkin karena banyaknya dosa sehingga Allah tidak mengizinkan saya untuk memandang wajah-wajah orang yang indah dengan niat-niat yang suci, tetapi Alhamdulillah malam hari ini Allah mengizinkan untuk hadir di Majelis Rasulullah.
Hadirin hadirat, ada beberapa pesan dari guru mulia Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafizh, ada hal-hal yang bisa saya sampaikan kepada jamaah ada ada yang tidak bisa saya sampaikan. Diantara hal yang bisa saya sampaikan adalah bahwa beliau menghimbau dan menginginkan kita semua untuk membuat halaqah-halaqah ( perkumpulan ) ibadah di rumah-rumah, mushalla atau di masjid. Misalnya si fulan sangat gemar membaca Al Qur’an maka buatlah halaqah Al Qur’an dengan mengajak teman-temannya ngaji 5 atau 6 orang atau lebih dengan cara berpindah-pindah dari rumah ke rumah setiap malam atau setiap minggu. Atau jika si fulan sukanya Ilmu Fiqh, maka carilah guru yang bisa mengajar Fiqh dan adakan pertemuan di rumah dengan berpindah-pindah dari rumah ke rumah, mengapa harus berpindah-pindah dari rumah ke rumah? supaya penduduk rumah itu yang tinggal di rumah itu atau yang kebetulan datang berkunjung, mereka juga ikut mendengarkannya. Begitu juga yang suka dzikir atau maulid maka buatlah perkumpulan antara 5, 10 atau 20 rumah, dan ketahuilah asal muasal majelis malam Selasa ini dimulai dengan halaqah-halaqah kecil seperti itu, berpindah dari rumah ke rumah yang semakin hari semakin banyak dan semakin besar. Dan beliau ( Al Habib Umar ) mengatakan jika hal ini terus berakar ke masyarakat dengan terus mengenalkan ibadah dan kedamaian maka akan muncul generasi-generasi yang gemar dzikir dan beribadah, politikus yang suka beribadah, pedagang yang suka beribadah, maka generasi-generasi selanjutnya adalah orang-orang yang tarbiyah ibadahnya hidup kembali seperti masa-masa yang lalu, maka tidak hanya hidup untuk dunia saja namun akhirat juga diperhatikan. Beliau berkata dengan gerakan-gerakan seperti ini akan banyak kebaikan yang muncul, insyaAllah. Dan selanjutnya beliau juga menyampaikan kepada kita untuk bersatu dan tidak berpecah belah dengan kelompok yang berbeda pendapat dengan kita, untuk terus menjalin persatuan antara kita dengan ulama’ atau dengan majelis ta’lim yang lain, persatuan antar sesama muslim dan jauhkan bentrokan dengan ummat yang berbeda agama, juga jauhkan benturan dengan pemerintah dan lainnya, kecuali ada yang mengganggu kita maka dalam hal ini sudah ada instruksi dari Allah yaitu jika kita diperangi maka kita tidak boleh hanya diam saja, namun jika kita tidak diganggu dan tidak diperangi maka jangan sampai kita yang memulainya. Beliau menyampaikan salam ta’zhim untuk kita semua karena beliau tidak bisa datang ke Indonesia di tahun ini kecuali di Bulan Muharram tahun yang akan datang Insyaallah. Dan kita doakan beliau semoga selamat dalam perjalanan, perjalanan kali ini adalah perjalanan yang terlama dalam hidup beliau selama kurang lebih 3 bulan beliau akan keluar dari Hadramaut mengelilingi benua Eropa, Amerika dan Australia untuk menyebarkan dakwah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam . Semoga Allah melimpahkan untuk beliau ketenangan dan kesuksesan dalam dakwahnya, Allah jadikan dakwah yang penuh dengan keluhuran dan kedamaian, dan selalu dalam lindungan Allah subhanahu wata’ala. Dan kita berdoa bersama semoga Allah memuliakan kita dan melimpahkan kepada kita kebahagiaan, kedamaian dan keluhuran, dan semua hajat dunia dan hajat akhirah kita dikabulkan oleh Allah subhanahu wata’ala, maka sebutkanlah semua hajatmu di dalam hati disaat menyebut nama Allah, dan tenggelamkan di samudera nama-Nya…
Cara Taubat Nasuha
Taubat adalah kembalinya seseorang dari perilaku dosa ke perilaku yang baik yang dianjurkan Allah. Taubat nasuha adalah taubat yang betul-betul dilakukan dengan serius atas dosa-dosa besar yang pernah dilakukan di masa lalu. Pelaku taubat nasuha betul-betul menyesali dosa yang telah dilakukannya, tidak lagi ada keinginan untuk mengulangi apalagi berbuat lagi, serta menggantinya dengan amal perbuatan yang baik dalma bentuk ibadah kepada Allah dan amal kebaikan kepada sesama manusia. Dosa ada macam: dosa pada Allah saja dan dosa kepada Allah dan manusia (haqqul adami). Cara tobat karena dosa pada Allah cukup meminta ampun kepada Allah sedang menyangkut kesalahan pada sesama manusia harus meminta maaf langsung kepada orang yang bersangkutan disamping kepada Allah.
Seorang muslim wajib bertaubat nasuha atas dosa yang dilakukannya.
DAFTAR ISI
- Dalil Dasar Taubat Nasuha
- Definisi Taubat Nasuha
- Syarat dan Tata Cara Taubat Nasuha
- Taubat Dosa pada Allah (Haqqullah)
- Taubat Dosa padad Sesama Manusia (haqqul Adami)
- Hukum Memberitahu dan Meminta Maaf pada yang Dizalimi
- Hukum Memberi Maaf: Wajib atau Sunnah?
- Hukum Taubat Nasuha
- Tanda Taubat yang Diterima
- CARA KONSULTASI SYARIAH ISLAM
DALIL DASAR TAUBAT NASUHA
- QS Al-Maidah : 39
فمن تاب من بعد ظلمه وأصلح فإن الله يتوب عليه , إن الله غفور رحيم
Artinya: Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- QS Al-An'am : 54
وإذا
جاءك الذين يؤمنون بآياتنا فقل سلام عليكم , كتب ربكم على نفسه الرحمة ,
أنه من عمل منكم سوءا بجهالة ثم تاب من بعده وأصلح فأنه غفور رحيم
Artinya: Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah: "Salaamun alaikum. Tuhanmu telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang, (yaitu) bahwasanya barang siapa yang berbuat kejahatan di antara kamu lantaran kejahilan, kemudian ia bertaubat setelah mengerjakannya dan mengadakan perbaikan, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- QS At-Taubah : 118
وعلى الثلاثة الذين خلفوا حتى إذا ضاقت عليهم الأرض بما رحبت وضاقت عليهم أنفسهم وظنوا أن لا ملجأ من الله إلا إليه ثم تاب عليهم ليتوبوا , إن الله هو التواب الرحيم
Artinya: dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
QS At-Tahrim :8
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).
Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungaiQS Al-Baqarah 2:222
إِنَّ اللَّـهَ يُحِبُّ التَّوّٰبِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
QS Ali Imran 3: 133-134
وَسَارِعُوٓا۟
إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ
وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِي الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى السَّرَّآءِ
وَالضَّرَّآءِ وَالْكٰظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ
وَاللَّـهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا۟ فٰحِشَةً
أَوْ ظَلَمُوٓا۟ أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا۟ اللَّـهَ فَاسْتَغْفَرُوا۟
لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُالذُّنُوبَ إِلَّااللَّـهُ وَلَمْ يُصِرُّوا۟
عَلَىٰ مَا فَعَلُوا۟ وَهُمْ يَعْلَمُونَ
Artinya: Bersegaralah kepada ampunan dari tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.
QS An-Nisa' 4:17
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً
QS At-Taubat 9:104
أَلَمْ
يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ هُوَ يَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ
وَيَأْخُذُ الصَّدَقَاتِ وَأَنَّ اللَّهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
Artinya: Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah
menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat dan bahwasanya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang? Hadits diriwayatkan oleh Jamaah (sekelompok perawi hadits):
كلُّ بَني آدمَ خطَّاء، وخيرُ الخطَّائين التوَّابون
Artinya: Setiap anak Adam (cenderung) berbuat kesalahan. Dan sebaik-baik orang yang salah adalah yang bertaubat.DEFINISI TAUBAT NASUHA
Taubat Nasuha adalah bertaubat dari dosa yang diperbuat saat ini dan menyesal atas dosa-dosa yang dilakukannya di masa lalu dan berniat sepenuh hati untuk tidak melakukannya lagi di masa medatang. Apabila dosa atau kesalahan tersebut terhadap esama manusia (haqqul adami), maka caranya adalah dengan meminta maaf yang dizalimi selain hal-hal yang disebut.
SYARAT DAN TATA CARA TAUBAT NASUHA
Ada 2 (dua) tipe dosa kesalahan yang dilakukan oleh manusia yaitu dosa kepada Allah dan dosa atau salah kepada sesama manusia (haqqul adami). Rincian tata tacara tobatnya sebagai berikut:
TAUBAT ATAS DOSA KEPADA ALLAH
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 mengatakan bahwa ada 3 (tiga) syarat dalam melaksanakan taubat nasuha atas dosa yang dilakukan kepada Allah:
اعلم أن كل من ارتكب معصية لزمه المبادرة إلى التوبة منها ، والتوبة من حقوق الله تعالى يشترط فيها ثلاثة أشياء : أن يقلع عن المعصية في الحال . وأن يندم على فعلها . وأن يعزم ألا يعود إليها .
Ketahuilah bahwa setiap orang yang melaksanakan dosa maka wajib baginya segera melakukan taubat (nasuha). Adapun taubat dari dosa kepada Allah (haqqullah) ada tiga syarat:
Pertama, berhenti dari perbuatan dosa itu seketika itu juga.
Kedua, menyesali perbuatannya.
Ketiga, berniat tidak mengulangi lagi.
Apabila tidak terpenuhi ketiga syarat di atas, maka tidak sah taubatnya.
TAUBAT DARI DOSA PADA SESAMA MANUSIA (HAQQUL ADAMI)
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 menyatakan cara taubat dari dosa yang bersifat haqqul adami atau pada manusia adalah sebagai berikut:
Pertama, meninggalkan perilaku dosa itu sendiri
Kedua, menyesali perbuatan maksiat yang telah dilakukan.
Ketiga, berniat tidak melakukannya lagi selamanya.
Keempat, membebaskan diri dari hak manusia yang dizalimi dg cara sbb:
(a) Apabila menyangkut harta dengan cara mengembalikan harta tersebut;
(b) Apabila menyangkut non-materi seperti pernah memfitnah, ngerasani (ghibah), dll maka hendaknya meminta maaf kepada yang bersangkutan.
Bertaubat pada sebagian dosa tertentu adalah sah pada dosa tersebut sedang dosa yang lain masih tetap demikian pendapat ahlul haq.
Selain itu, taubat nasuha hendaknya diiringi dengan amal perbuatan yang baik sebagai penebus dosa seperti memperbanyak infaq dan sedekah kepada fakir miskin, yatim piatu atau yayasan sosial Islam seperti masjid dan pesantren serta amal ibadah sunnah yang lain.
HARUSKAH MEMBERI TAHU DAN MENYEBUT JENIS KESALAHAN SAAT MEMINTA MAAF PADA SESAMA MANUSIA?
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 menyebutkan ada dua pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi'i sebagai berikut:
فيه وجهان لأصحاب الشافعي رحمهم الله :
أحدهما : يشترط بيانه ، فإن أبرأه من غير بيانه ، لم يصح كما لو أبرأه عن مال مجهول .
والثاني : لا يشترط ، لأن هذا مما يتسامح فيه ، فلا يشترط علمه ، بخلاف المال .
والأول أظهر ، لأن الإنسان قد يسمح بالعفو عن غيبة دون غيبة .
فإن كان صاحب الغيبة ميتاً أو غائباً ، فقد تعذر تحصيل البراءة منها ، لكن قال العلماء : ينبغي أن يكثر الاستغفار له ، والدعاء ، ويكثر من الحسنات .
أحدهما : يشترط بيانه ، فإن أبرأه من غير بيانه ، لم يصح كما لو أبرأه عن مال مجهول .
والثاني : لا يشترط ، لأن هذا مما يتسامح فيه ، فلا يشترط علمه ، بخلاف المال .
والأول أظهر ، لأن الإنسان قد يسمح بالعفو عن غيبة دون غيبة .
فإن كان صاحب الغيبة ميتاً أو غائباً ، فقد تعذر تحصيل البراءة منها ، لكن قال العلماء : ينبغي أن يكثر الاستغفار له ، والدعاء ، ويكثر من الحسنات .
Artinya: Ada dua pendapat di kalangan ulama mazhab Syafi'i.
Pertama, disyaratkan menyebutkan jenis kesalahan yang dilakukan. Apabila yang dizalimi memaafkan tanpa perlu, maka tidak sah sebagaimana orang membebaskan hutang dari harta yang tidak diketahui.
Kedua, tidak disyaratkan menyebut kesalahannya karena hal ini termasuk dari perkara yang diminta maaf, maka tidak disyaratkan tahunya yang dizalimi, beda halnya dengan harta.
Pendapat pertama adalah lebih jelas karena manusia terkadang memaafkan dari suatu ghibah tapi tidak dari ghibah yang lain.
Apabila orang yang digosipi itu meninggal atau tidak diketahui tempatnya, maka tidak perlu meminta maaf darinya. Akan tetapi ulama berkata: Sebaiknya memperbanyak memintakan maaf buat dia, mendoakannya dan memperbanyak beruat baik.
Ibnu Muflih dalam Al-Adab Al-Syar'iyah 1/92 menyatakan:
"Menurut satu pendapat (yang wajib meminta maaf) apabila orang yang dizalimi itu diketahui keberadaannya, apabila tidak diketahui, maka si penggosip hendaknya mendoakannya, dan meminta pengampunan atasnya. Menurut Syaikh Taqiuddin ini adalah pendapat kebanyakan ulama.
Apabila seseorang bertaubat dari perbuatan gosip (ghibah) atau menuduh zina, apakah disyaratkan memberitahu orang digosipi atau yang dituduh dan meminta maaf? Ada dua pendapat. Menurut Al-Qadhi tidak wajib memberitahu dan meminta maaf (a) berdasarkan sebuah hadis dari riwayat Abu Muhammad Al-Khilal dengan sanad dari Anas bin Malik; (b) dan karena memberitahu orang yang digosipi akan menimbulkan rasa sedih padanya.
Ulama mazhab Hanbali memilih pendapat kedua yakni tidak perlu memberitahu orang yang digosipi dan hendaknya didoakan baik sebagai ganti atas kezaliman yang dilakukan sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah atsar (perkataan Sahabat)."
HUKUM MEMBERI MAAF KESALAHAN ORANG LAIN
Imam Nawawi dalam kitab Al-Adzkar 2/845 berkata:
واعلم أنه يستحب لصاحب الغيبة أن يبرئه منها ، ولا يجب عليه ذلك لأنه تبرع وإسقاط حق ، فكان إلى خيرته ، ولكن يستحب له استحباباً متأكداً الإبراء ، ليخلص أخاه المسلم من وبال المعصية ، ويفوز هو بعظيم ثواب الله تعالى ومحبة الله سبحانه وتعالى . انتهى وهو قول الشافعي
Artinya: Ketahuilah bahwa hukumnya sunnah bagi orang yang digosipi (sohibul ghibah) untuk memaafkan kesalahan orang yang menggosipinya. Namun hal itu tidak wajib karena hal itu adalah perbuatan baik yang merupakan hak baginya. Maka hal itu menjadi kebaikannya. Akan tetapi disunnahkan baginya untuk memaafkan kesalahan orang lain dengan sunnah muakkad (sangat dianjurkan) supaya dia dapat menyucikan saudaranya sesama muslim dari perbuatan maksiat. Apabila memaafkan, maka dia akan beruntung mendapatkan pahala besar dan cinta dari Allah. Ini adalah pernyataan Imam Syafi'i.
HUKUM TAUBAT NASUHA
Hukum taubat nasuha adalah wajib berdasarkan pada perintah dalam beberapa ayat Quran di atas seperti dalam QS At-Tahrim :8; Ali Imron :133-134 dan ulama sepakat (ijmak) atas wajibnya seorang muslim bertaubat atas dosa yang dilakukannya.
TANDA TAUBAT YANG DITERIMA
Taubat yang diterima dapat ditandai dengan perubahan perilaku orang yang bertaubat dalam segi meninggalkan perbuatan dosa dan taat menjalankan perintah Allah. Selain itu, ia semakin meningkat ghirah atau spirit Islamnya dengan mendasarkan segala perbuatannya pada pertimbangan syariah Islam.
BACA JUGA
>> Shalat Taubat
>> Dosa-dosa Besar dalam Islam
BAHAYA ORANG YANG SUKA
MEMUJI MUJI. Perbuatan memuji hingga ke peringkat membodek dan memuja
sesama manusia adalah di larang Tuhan.Memuji manusia pun ada hadnya
yaitu sekadar memberi penghormatan."Pujian" adalah hak Allah, hanya
Allah sahaja yang layak di puji. Ulama berpendapat ada pujian kepada
manusia yang di haruskan.Namun demikian,sikap suka memuji ini ada
bahayanya kepada diri sendiri dan pihak yang di puji. Ada pemuji memuji
pihak yang dia suka hingga ke tahap melampau.Ada yang memuji kerana
muslihat politik.Sampai sanggup berbohong atau berdusta asalkan dapat
menaikkan status pihak yang dia puji.Seorang ulama bernama Khalid bin
Mi'dan berkata: "Sesiapa yang suka memuji penguasa (orang yang
memerintah) atau sesuatu pihak yang dia suka dengan perkara yang tidak
benar di hadapan orang ramai, nescaya dibangkitkan Allah pada hari
kiamat kelak dalam keadaan jatuh tersungkur kerana lidahnya (berdusta)."
Orang yang mempunyai sikap suka memuji sesuatu pihak boleh timbul riak
dalam dirinya kerana menunjuk nunjuk seolah olah dia penyokong
kuat,suka, sayang dan mencintai pihak yang dia puji.Kadang kadang
pujiannya adalah mainan hati atau mainan politik semata mata.Mungkin dia
sendiri pun tak yakin dan ragu akan kebenaran pujian nya itu.Orang
saperti ini adalah orang yang riak dan pendusta. Dalam berpolitik
terdapat juga golongan yang suka memuji muji pihak yang fasiq dan
zalim.Pihak yang suka menghalalkan cara,memfitnah, mengumpat,mengaibkan
orang lain dalam berpolitik pun termasuk dalam golongan pendusta,fasiq,
munafiq dan zalim.Orang Islam tidak seharusnya memuji dan memberi
"markah" kepada pihak yang pendusta,fasiq, munafiq dan zalim. Bagi pihak
yang di puji dan menerima pujian akan terasa gembira dan bangga hingga
dia menganggap diri nya mulia.Dia akan rasa dirinya sempurna dan pihak
lain terutama pihak lawan sentiasa tidak benar.Maka akan timbul perasaan
ujub yang membawa kepada perasaan bongkak dan sombong hingga tidak
boleh di sentuh dan tegur oleh sesiapa. Wallahu'alam.
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Tiada ulasan:
Catat Ulasan