سُوۡرَةُ بنیٓ اسرآئیل / الإسرَاء
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
إِنَّ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَہۡدِى لِلَّتِى هِىَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرً۬ا كَبِيرً۬ا (٩) وَأَنَّ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأَخِرَةِ أَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمً۬ا (١٠) وَيَدۡعُ ٱلۡإِنسَـٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُ ۥ بِٱلۡخَيۡرِۖ وَكَانَ ٱلۡإِنسَـٰنُ عَجُولاً۬ (١١)
Surah Al-Isra
Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani
Sesungguhnya Al-Quran
ini memberi petunjuk ke jalan yang amat betul (agama Islam) dan
memberikan berita yang menggembirakan orang-orang yang beriman yang
mengerjakan amal-amal soleh, bahawa mereka beroleh pahala yang besar.
(9) Dan bahawa
orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, Kami sediakan bagi
mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya. (10) Dan
manusia berdoa dengan (memohon supaya dia ditimpa) kejahatan
sebagaimana dia berdoa dengan memohon kebaikan dan sememangnya manusia
itu (bertabiat) terburu-buru. (11) Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani
ISLAM BUKAN IKUT DEMOKRASI...YANG RAMAI ITU BETUL....YANG SIKIT ITU SALAH....YANG BETUL BERDASARKAN QURAN DAN HADIS...ISLAM TAK BOLEH TOLAK DAN TAK BOLEH TAMBAH
WALLAHU'ALAM
Apabila ada yang bertanya kepada kita: "Apakah agama Islam ini masih butuh kepada penyempurnaan dan masukan akal pikiran dan pendapat generasi umat Islam?
Jawabannya adalah: "Islam adalah agama yang telah sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan sehingga sama sekali tidak perlu lagi kepada ide-ide dan inovasi baru untuk mengkritisi dan menyempurnakan agama Allah yang terakhir ini."
Dalilnya adalah firman Allah ta'ala:
"Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian bagi kalian,
menyempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan meridhai Islam sebagai agama
kalian." [QS Al Maidah: 3]
Dalil lainnya adalah hadits Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
"Barangsiapa yang membuat hal baru (muhdats) di dalam urusan kami
(syariat) ini yang tidak ada ada asalnya darinya, maka hal itu
tertolak." [HR Al Bukhari (2697) dan Muslim (1718)]
Makna tertolak adalah amalan tersebut tidak diterima oleh Allah dan pelakunya mendapatkan dosa.
Amalan-amalan "baru" di dalam agama ini diistilahkan dengan nama bid'ah. Bid'ah ini sangatlah banyak dan akan terus bermunculan hingga akhir zaman kelak. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya ulama rabbani dan semakin bertambahnya orang-orang jahil yang berfatwa di dalam urusan agama.
sape kita......ini harus difikir serta perlu sedar
ulamak dahulu
1. hafaz quran
2. hafaz ribuan hadis
3. fahami segala mazhab dan pegangan
4. mengarang kitab2 besar
5. zuhud
6. tidak terlibat dengan riba
7. tak tengok TV sebab dulu belum ada TV
mungkin radio sekali tk dengar
8. belajar dalam sistem Islam@pondok bukan sekular ...serta bercampur gaul lelaki perempuan
9. mengajar...tok guru
10. mahir bahasa arab serta nahu
11. bijak ilmu mantik
12. menghormati pandangan ulamak2 tak sependapat
13.dan banyak lagi kelebihan mereka nak dibandingkan kita...
kita pula
1. tak hafaz quran
2. tak banyak hafaz hadis
3. tak fahami semua mazhab
4. tak banyak mengarang buku...ada tak de langsung
5. ada yang hidup bermewah2
6. ada yang terlibat dengan riba...kurang2 berhutang
7. ada yang kerap tengok TV...siap ada astro...radio biasa lah
8. belajar tak ikut tahap...ada tapi sekular...ada yang universiti bercampur lelaki perempuan
9. mengajar...berceramah...fardzu ain mudah2...cakap petah
10. bahasa arab tak mahir sangat
11. ilmu mantik..ni tak tahu lah...mungkin tak pernah belajar
12. tak setuju...tak dapat berhujah...terus kata sesat
13. tu belum kejar dunia...makan gaji
yang tukang komen...
1..solat tak tahu la
2. janggut pun tak de
3. ilmu agama pun tak abis tuntut...ada yang zero
4. riba...pergaulan bebas...hisap rokok...ni tak tahu lah
5. pendik kata diri...anak bini pun tak setel lagi
ceramah penuh
Imam Malik bin Anas (93 – 179 H) رحمه الله تعالى berkata, “Barangsiapa yang mengadakan suatu bid’ah dalam Islam yang ia pandang hal itu baik (bid’ah hasanah), maka sungguh dia telah menuduh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati risalah agama ini. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agama-mu untukmu…” [Al-Maa-idah:[3]. (Imam Malik rahimahullah selanjutnya berkata), “Maka sesuatu yang pada hari itu bukanlah ajaran agama, maka hari ini pun sesuatu itu bukanlah ajaran agama” [Al-I’tisham (I/ 64-65) tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly cet. I, th. 1412 H, Daar Ibni Affan]
Islam Telah Sempurna, Tak Usah Buat Bid’ah
Abu Numair
www.ilmusunnah.com
1, Islam telah sempurna.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (Surah Al-Maidah, 5: 3)
Di antara faedah yang dapat diambil dari ayat ini: Islam adalah agama yang sempurna, padanya tidak mengandungi kekurangan dari sisi mana pun, segala yang diperlukan makhluk untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat telah diajarkan dalam Islam, dan semua sisi kehidupan makhluk diatur dalam Islam, sehingga kita tidak memerlukan yang lain lagi.
Baca selengkapnya di website kami, http://www.ilmusunnah.com/islam-telah-sempurna-tak-usah-buat-bidah/
Jumat, 17 Februari 2012
Islam Telah Sempurna
بسم الله الرحمن الرحيم
Apabila ada yang bertanya kepada kita: "Apakah agama Islam ini masih butuh kepada penyempurnaan dan masukan akal pikiran dan pendapat generasi umat Islam?
Jawabannya adalah: "Islam adalah agama yang telah sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan sehingga sama sekali tidak perlu lagi kepada ide-ide dan inovasi baru untuk mengkritisi dan menyempurnakan agama Allah yang terakhir ini."
Dalilnya adalah firman Allah ta'ala:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ
نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
Dalil lainnya adalah hadits Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا
هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
Makna tertolak adalah amalan tersebut tidak diterima oleh Allah dan pelakunya mendapatkan dosa.
Amalan-amalan "baru" di dalam agama ini diistilahkan dengan nama bid'ah. Bid'ah ini sangatlah banyak dan akan terus bermunculan hingga akhir zaman kelak. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya ulama rabbani dan semakin bertambahnya orang-orang jahil yang berfatwa di dalam urusan agama.
وبالله التوفيق
sape kita......ini harus difikir serta perlu sedar
ulamak dahulu
1. hafaz quran
2. hafaz ribuan hadis
3. fahami segala mazhab dan pegangan
4. mengarang kitab2 besar
5. zuhud
6. tidak terlibat dengan riba
7. tak tengok TV sebab dulu belum ada TV
mungkin radio sekali tk dengar
8. belajar dalam sistem Islam@pondok bukan sekular ...serta bercampur gaul lelaki perempuan
9. mengajar...tok guru
10. mahir bahasa arab serta nahu
11. bijak ilmu mantik
12. menghormati pandangan ulamak2 tak sependapat
13.dan banyak lagi kelebihan mereka nak dibandingkan kita...
kita pula
1. tak hafaz quran
2. tak banyak hafaz hadis
3. tak fahami semua mazhab
4. tak banyak mengarang buku...ada tak de langsung
5. ada yang hidup bermewah2
6. ada yang terlibat dengan riba...kurang2 berhutang
7. ada yang kerap tengok TV...siap ada astro...radio biasa lah
8. belajar tak ikut tahap...ada tapi sekular...ada yang universiti bercampur lelaki perempuan
9. mengajar...berceramah...fardzu ain mudah2...cakap petah
10. bahasa arab tak mahir sangat
11. ilmu mantik..ni tak tahu lah...mungkin tak pernah belajar
12. tak setuju...tak dapat berhujah...terus kata sesat
13. tu belum kejar dunia...makan gaji
yang tukang komen...
1..solat tak tahu la
2. janggut pun tak de
3. ilmu agama pun tak abis tuntut...ada yang zero
4. riba...pergaulan bebas...hisap rokok...ni tak tahu lah
5. pendik kata diri...anak bini pun tak setel lagi
ceramah penuh
Islam Telah Sempurna
بسم الله الرحمن الرحيم
Berkata Alloh ta’ala:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا (٣)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi
agama bagimu.” (Al-Maaidah: 3)
حدثنا الحسن بن الصباح، سمع جعفر بن عون،
حدثنا أبو العميس، أخبرنا قيس بن مسلم، عن طارق بن شهاب، عن عمر بن الخطاب،
أن رجلا من اليهود قال له: يا أمير المؤمنين، آية في كتابكم تقرؤونها، لو
علينا معشر اليهود نزلتـ لاتخذنا ذلك اليوم عيدا. قال: أي آية؟ قال: {اليوم
أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا}. قال عمر: قد
عرفنا ذلك اليوم، والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى الله عليه وسلم،
وهو قائم بعرفة يوم جمعة.
(Dengan sanadnya) dari Umar ibnul-Khaththab rodhiallohu ‘anhu
mengatakan bahwa seorang Yahudi berkata kepadanya, “Wahai Amirul
Mu’minin suatu ayat di dalam kitabmu yang kamu baca seandainya ayat itu
turun atas golongan kami golongan Yahudi, niscaya kami jadikan hari
raya.” Umar bertanya, “Ayat mana itu?” Ia menjawab, “Al-yauma akmaltu
lakum diinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’matii waradhiitu lakumul
islaamadiinan” (Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku
sempurnakan atasmu nikmat-Ku dan Aku rela Islam sebagai agamamu).” Umar
berkata, “Kami telah mengetahui hari itu dan tempat turunnya
atas Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yaitu beliau sedang berdiri di
Arafah pada hari Jumat.” (Shohih Al-Bukhory no. 45, 4145، 4330، 6840)Imam Malik bin Anas (93 – 179 H) رحمه الله تعالى berkata, “Barangsiapa yang mengadakan suatu bid’ah dalam Islam yang ia pandang hal itu baik (bid’ah hasanah), maka sungguh dia telah menuduh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati risalah agama ini. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agama-mu untukmu…” [Al-Maa-idah:[3]. (Imam Malik rahimahullah selanjutnya berkata), “Maka sesuatu yang pada hari itu bukanlah ajaran agama, maka hari ini pun sesuatu itu bukanlah ajaran agama” [Al-I’tisham (I/ 64-65) tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly cet. I, th. 1412 H, Daar Ibni Affan]
197 - Islam Telah Sempurna, Tak Usah Buat Bid’ah
Abu Numair
www.ilmusunnah.com
1, Islam telah sempurna.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (Surah Al-Maidah, 5: 3)
Di antara faedah yang dapat diambil dari ayat ini: Islam adalah agama yang sempurna, padanya tidak mengandungi kekurangan dari sisi mana pun, segala yang diperlukan makhluk untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat telah diajarkan dalam Islam, dan semua sisi kehidupan makhluk diatur dalam Islam, sehingga kita tidak memerlukan yang lain lagi.
Baca selengkapnya di website kami, http://www.ilmusunnah.com/islam-telah-sempurna-tak-usah-buat-bidah/
Islam Adalah Agama Yang Sempurna
Minggu, 4 Februari 2007 10:54:52 WIB
Kategori : Kitab : Dasar Islam
Kategori : Kitab : Dasar Islam
Kesepuluh
ISLAM ADALAH AGAMA YANG SEMPURNA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba’.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, “Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya. Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا
“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil ...” [Al-An’aam: 115]
Maksudnya benar dalam kabar yang disampaikan, dan adil dalam seluruh perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]
Maka ridhailah Islam untuk diri kalian, karena ia merupakan agama yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla. Karenanya Allah mengutus Rasul yang paling utama dan karenanya pula Allah menurunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur-an).
Mengenai firman-Nya : اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu.” ‘Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, “Maksudnya adalah Islam. Allah telah mengabarkan Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah tidak akan pernah menguranginya, bahkan Allah telah meridhainya, sehingga Allah tidak akan memurkainya, selamanya.”
Asbath mengatakan, dari as-Suddi, “Ayat ini turun pada hari ‘Arafah, dan setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal dan haram. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dan setelah itu beliau wafat.”
Ibnu Jarir dan beberapa ulama lainnya mengatakan, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia setelah hari ‘Arafah, yaitu setelah 81 hari.” Keduanya telah diriwayatkan Ibnu Jarir. Selanjutnya ia menceritakan, Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dari Harun bin Antarah, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika turun ayat: اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” Yaitu pada haji akbar (besar), maka ‘Umar Radhiyallahu anhu menangis, lalu Nabi Shalalllahu 'alaihi wa salalm bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” ‘Umar Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku menangis disebabkan selama ini kita berada dalam penambahan agama kita. Tetapi jika telah sempurna, maka tidak ada sesuatu yang sempurna melainkan akan berkurang.” Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau benar.”
Pengertian tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang menegaskan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ.
“Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang asing.” [1]
Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, lalu berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai Hari Raya.’ ‘Ayat yang mana?’ tanya ‘Umar Radhiyallahu anhu. Orang Yahudi itu berkata, ‘Yaitu firman-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
‘… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...’ [Al-Maa-idah: 3]
Maka ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku telah mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu di ‘Arafah pada hari Jum’at.’”[2]
Demikianlah akhir dari penjelasan Imam Ibnu Katsir.[3]
A. Allah Azza wa Jalla Telah Menjelaskan Ushul dan Furu’ Agama Dalam al-Qur-an [4]
Anda tentu tahu bahwa Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur-an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu’ (cabang-cabang) agama Islam. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul dengan sesama manusia seperti adab (tata krama) pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu...” [Al-Mujaadilah: 11]
Dan firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Dan jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘’Kembalilah !’ Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An-Nuur: 27-28]
Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan pula kepada kita dalam Al-Qur-an tentang kewajiban wanita muslimah untuk memakai jilbab (busana muslimah) yang sesuai dengan syari’at.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab: 59]
Juga firman-Nya:
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“… Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ...” [An-Nuur : 31]
Allah juga telah menjelaskan kepada kita tentang adab masuk rumah, sebagaimana firman-Nya:
ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
“… Dan bukanlah suatu kebajikan itu memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa, dan masukilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya ...” [Al-Baqarah: 189]
Dan masih banyak lagi ayat seperti ini. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak boleh ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ
“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu ...” [An-Nahl: 89]
Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik yang menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di dunia, kecuali telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla di dalam Al-Qur-an secara tegas atau dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.
Adapun firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Rabb-lah mereka dikumpulkan.” [Al-An’aam: 38]
Ada yang menafsirkan “Al-Kitab” di sini adalah Al-Qur-an, padahal sebenarnya yang dimaksud yaitu “Lauh Mahfuzh”. Karena apa yang dinyatakan oleh Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an dalam firman-Nya: “Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu,” lebih tegas daripada yang dinyatakan dalam firman-Nya: “Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab”.
Mungkin ada orang yang bertanya: “Adakah ayat di dalam Al-Qur-an yang menjelaskan jumlah shalat lima waktu berikut bilangan raka’at tiap-tiap shalat? Bagaimanakah dengan firman Allah Azza wa jalla yang menjelaskan bahwa Al-Qur-an diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal kita tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan raka’at tiap-tiap shalat ?”
Jawabnya: Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan di dalam Al-Qur-an bahwasanya kita diwajibkan mengambil dan mengikuti segala apa yang telah disabdakan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah…” [An-Nisaa’: 80]
Juga firman-Nya:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah ...” [Al-Hasyr: 7]
Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya al-Qur-an telah menunjukkannya pula. Karena Sunnah termasuk juga wahyu yang diturunkan dan diajarkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan al-Kitab (Al-Qur-an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) kepadamu ...” [An-Nisaa’: 113]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ...
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang sepertinya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.” [5]
Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam Sunnah, maka sebenarnya telah disebutkan pula dalam Al-Qur-an.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim dalam Kitabul Iman (no. 145 (232)) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 45, 4407, 4606, 7268) dan Muslim (no. 3017 (5)), dari Thariq bin Shihab Radhiyallahu anhu.
[3]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam th. 1413 H.
[4]. Sub bahasan ini dinukil dari kutaib al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah.
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131), dari Shahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib.
ISLAM ADALAH AGAMA YANG SEMPURNA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba’.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, “Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya. Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا
“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil ...” [Al-An’aam: 115]
Maksudnya benar dalam kabar yang disampaikan, dan adil dalam seluruh perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]
Maka ridhailah Islam untuk diri kalian, karena ia merupakan agama yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla. Karenanya Allah mengutus Rasul yang paling utama dan karenanya pula Allah menurunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur-an).
Mengenai firman-Nya : اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu.” ‘Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, “Maksudnya adalah Islam. Allah telah mengabarkan Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah tidak akan pernah menguranginya, bahkan Allah telah meridhainya, sehingga Allah tidak akan memurkainya, selamanya.”
Asbath mengatakan, dari as-Suddi, “Ayat ini turun pada hari ‘Arafah, dan setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal dan haram. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dan setelah itu beliau wafat.”
Ibnu Jarir dan beberapa ulama lainnya mengatakan, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia setelah hari ‘Arafah, yaitu setelah 81 hari.” Keduanya telah diriwayatkan Ibnu Jarir. Selanjutnya ia menceritakan, Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dari Harun bin Antarah, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika turun ayat: اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” Yaitu pada haji akbar (besar), maka ‘Umar Radhiyallahu anhu menangis, lalu Nabi Shalalllahu 'alaihi wa salalm bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” ‘Umar Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku menangis disebabkan selama ini kita berada dalam penambahan agama kita. Tetapi jika telah sempurna, maka tidak ada sesuatu yang sempurna melainkan akan berkurang.” Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau benar.”
Pengertian tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang menegaskan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :
بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ.
“Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang asing.” [1]
Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, lalu berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai Hari Raya.’ ‘Ayat yang mana?’ tanya ‘Umar Radhiyallahu anhu. Orang Yahudi itu berkata, ‘Yaitu firman-Nya:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
‘… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...’ [Al-Maa-idah: 3]
Maka ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku telah mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu di ‘Arafah pada hari Jum’at.’”[2]
Demikianlah akhir dari penjelasan Imam Ibnu Katsir.[3]
A. Allah Azza wa Jalla Telah Menjelaskan Ushul dan Furu’ Agama Dalam al-Qur-an [4]
Anda tentu tahu bahwa Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur-an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu’ (cabang-cabang) agama Islam. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul dengan sesama manusia seperti adab (tata krama) pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu...” [Al-Mujaadilah: 11]
Dan firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Dan jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘’Kembalilah !’ Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An-Nuur: 27-28]
Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan pula kepada kita dalam Al-Qur-an tentang kewajiban wanita muslimah untuk memakai jilbab (busana muslimah) yang sesuai dengan syari’at.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab: 59]
Juga firman-Nya:
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ
“… Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ...” [An-Nuur : 31]
Allah juga telah menjelaskan kepada kita tentang adab masuk rumah, sebagaimana firman-Nya:
ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا
“… Dan bukanlah suatu kebajikan itu memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa, dan masukilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya ...” [Al-Baqarah: 189]
Dan masih banyak lagi ayat seperti ini. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak boleh ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ
“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu ...” [An-Nahl: 89]
Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik yang menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di dunia, kecuali telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla di dalam Al-Qur-an secara tegas atau dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.
Adapun firman Allah Azza wa Jalla :
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Rabb-lah mereka dikumpulkan.” [Al-An’aam: 38]
Ada yang menafsirkan “Al-Kitab” di sini adalah Al-Qur-an, padahal sebenarnya yang dimaksud yaitu “Lauh Mahfuzh”. Karena apa yang dinyatakan oleh Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an dalam firman-Nya: “Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu,” lebih tegas daripada yang dinyatakan dalam firman-Nya: “Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab”.
Mungkin ada orang yang bertanya: “Adakah ayat di dalam Al-Qur-an yang menjelaskan jumlah shalat lima waktu berikut bilangan raka’at tiap-tiap shalat? Bagaimanakah dengan firman Allah Azza wa jalla yang menjelaskan bahwa Al-Qur-an diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal kita tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan raka’at tiap-tiap shalat ?”
Jawabnya: Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan di dalam Al-Qur-an bahwasanya kita diwajibkan mengambil dan mengikuti segala apa yang telah disabdakan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barangsiapa yang mentaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah…” [An-Nisaa’: 80]
Juga firman-Nya:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا
“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah ...” [Al-Hasyr: 7]
Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya al-Qur-an telah menunjukkannya pula. Karena Sunnah termasuk juga wahyu yang diturunkan dan diajarkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:
وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ
“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan al-Kitab (Al-Qur-an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) kepadamu ...” [An-Nisaa’: 113]
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ...
“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang sepertinya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.” [5]
Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam Sunnah, maka sebenarnya telah disebutkan pula dalam Al-Qur-an.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim dalam Kitabul Iman (no. 145 (232)) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 45, 4407, 4606, 7268) dan Muslim (no. 3017 (5)), dari Thariq bin Shihab Radhiyallahu anhu.
[3]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam th. 1413 H.
[4]. Sub bahasan ini dinukil dari kutaib al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah.
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131), dari Shahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib.
Islam, Agama Sempurna dan Paripurna
Di antara nikmat terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada umat ini adalah disempurnakannya agama ini sebagaimana dalam firman-Nya:
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama
bagimu. (QS al-Ma‘idah [5]: 3)Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ini merupakan kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terbesar kepada umat ini, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama mereka sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya. Dan (tidak pula membutuhkan) nabi selain nabi mereka; oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) sebagai penutup para nabi dan mengutusnya kepada jin dan manusia, maka tidak ada sesuatu yang halal selain apa yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang beliau haramkan, tidak ada agama selain apa yang beliau syari’atkan, dan setiap apa yang beliau beritakan adalah benar dan jujur, tiada kedustaan di dalamnya.”[1]
Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan dunia ini melainkan telah meninggalkan kaum muslimin dalam jalan yang terang-benderang, malamnya seperti siangnya. Semua permasalahan yang dibutuhkan oleh hamba telah dijelaskan dalam syari’at Islam, sampai-sampai permasalahan yang dipandang remeh oleh kebanyakan manusia, seperti adab buang hajat.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، قَالَ : تَرَكْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي
الْهَوَاءِ ، إِلا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا ، قَالَ : فَقَالَ :
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ
الْجَنَّةِ ، ويُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ ، إِلا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ.
Abu Dzar al-Ghifari a\ pernah mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
meninggalkan kita, sedangkan tidak ada seekor burung pun yang
mengepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau telah menjelaskan
kepada kami. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, ‘Tidak ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian ke surga dan
menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian.’”[2]Dan alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala tatkala mengatakan:
فَلَيْسَتْ تَنْزِلُ فِيْ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ دِيْنِ اللَّهِ
نَازِلَةٌ إِلَّا وَفِيْ كِتَابِ اللَّهِ الدَّلِيْلُ عَلَى سَبِيْلِ
الْهُدَى فِيْهَا
“Tidak ada suatu masalah baru pun yang menimpa seorang yang memiliki
pengetahuan agama kecuali dalam al-Qur‘an telah ada jawaban dan
petunjuknya.”[3]Berikut ini adalah beberapa contoh kesempurnaan agama Islam. Kami akan memaparkannya agar kita semua mengetahui betapa indahnya agama Islam dan alangkah relevannya untuk setiap waktu dan setiap tempat:
1. Tauhid
Ini adalah masalah yang sangat penting sebab tauhid adalah kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sungguh mustahil, Islam menjelaskan masalah adab buang hajat tetapi tidak mengajarkan masalah tauhid.Tauhid berarti mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur‘an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para ulama menyimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga:
1. Tauhid Rububiyyah
2. Tauhid Uluhiyyah
3. Tauhid Asma‘ wa Shifat
Agar semakin jelas, maka kami akan memaparkan lebih luas macam-macam tauhid ini:
1. Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Pencipta, Penguasa, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, dan sebagainya.
Di antara dalil tentang tauhid rububiyyah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ
يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّۢ وَلَا
نَصِيرٍۢ ﴿١١٦﴾
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia
menghidupkan dan mematikan. dan sekali-kali tidak ada pelindung dan
penolong bagimu selain Allah. (QS at-Taubah [9]: 116)Tauhid ini diyakini oleh semua orang baik muslim maupun kafir, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ
وَٱلْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۚ قُلِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ
أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٢٥﴾
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang
menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.”
Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (QS Luqman [31]: 25)Tidak ada yang mengingkari tauhid rububiyyah kecuali orang yang sombong saja, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَحَدُوا۟ بِهَا وَٱسْتَيْقَنَتْهَآ أَنفُسُهُمْ ظُلْمًۭا وَعُلُوًّۭا ۚ فَٱنظُرْ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُفْسِدِينَ ﴿١٤﴾
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka)
padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa
kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS an-Naml [27]: 14)2. Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah adalah memurnikan segala macam ibadah hanya untuk Allah semata, baik ibadah lisan, hati, dan anggota badan. Tauhid inilah yang berisi kandungan La Ilaha Illallah yang berarti “tidak ada sembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja”. Maka tidak boleh menyerahkan ibadah seperti do’a, menyembelih, nadzar, dan sebagainya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekalipun dia adalah malaikat atau nabi.
Di antara dalil tauhid ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selalu dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.[4]Tauhid inilah yang menjadi medan pertempuran antara para nabi dan kaumnya. Dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya. Karena tauhid inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia, mengutus para nabi dan rasul, dan menurunkan kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ ۖ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS an-Nahl [16]: 36)Tauhid jenis inilah pembeda antara muslim dan kafir dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya.
3. Tauhid Asma‘ wa Shifat
Tauhid asma‘ wa shifat adalah mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disebutkan al-Qur‘an dan hadits shahih tanpa tahrif (pengubahan), tanpa ta’thil (pengingkaran), tanpa takyif (membagaimanakan/menjelaskan tata caranya), dan tanpa tamtsil (penyerupaan).
Di antara dalil yang menunjukkan tentang sifat ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ
وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَـٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا
كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ﴿١٨٠﴾
Hanya milik Allah asma‘ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma‘ul husna
itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap
apa yang telah mereka kerjakan. (QS al-A’raf [7]: 180)
وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ ﴿١١﴾
Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (QS asy-Syura [42]: 11)2. Syarat Diterimanya Amal
Setiap muslim dan muslimah pasti mendambakan agar ibadahnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, bagaimanakah caranya agar amal ibadah kita diterima oleh-Nya, berpahala, dan tak sia-sia belaka?! Seluruh ibadah manusia akan sia-sia belaka kecuali apabila telah memenuhi dua syaratnya:Syarat Pertama: Ikhlas. Seorang harus benar-benar memurnikan niatnya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena pamrih kepada manusia, bangga terhadap dirinya, atau penyakit hati lainnya. Syarat ini, memang berat—bahkan lebih sulit dari syarat kedua—. Namun, barangsiapa yang berusaha dan bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat ini (yakni: ikhlas), niscaya akan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ
لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ
ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus. (QS al-Bayyinah [98]: 5)Oleh karenanya, marilah kita ikhlaskan seluruh ibadah kita murni hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata sehingga kita tidak mengharapkan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah bahwa sebesar apa pun ibadah yang kita lakukan tetapi bila tidak ikhlas mengharapkan wajah Allah maka sia-sia belaka tiada berguna.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim no. 1905 dikisahkan bahwa tiga golongan yang pertama kali dicampakkan oleh Allah adalah mujahid, pemberi shadaqah, dan pembaca al-Qur‘an. Perhatikanlah bukanlah jihad merupakan amalan yang utama?! Bukankah shadaqah dan membaca al-Qur‘an merupakan amalan yang sangat mulia? Namun, kenapa mereka malah dicampakkan ke neraka?! Jawabannya, karena mereka kehilangan keikhlasan dalam beramal.
Syarat Kedua: Al-Ittiba’. Seorang harus berupaya untuk beribadah sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى
يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ
رَّحِيمٌۭ ﴿٣١﴾
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran [3]: 31)Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim bagi orang-orang yang mengaku cinta kepada Allah tetapi dia tidak mengikuti jalan yang ditempuh Nabi, dia dusta dalam pengakuannya sehingga dia mengikuti syari’at dan agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam setiap ucapannya, perbuatannya, dan keadaannya.”[5]
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.” (HR Muslim: 3243)Oleh karena itu, dalam setiap ibadah, marilah kita berusaha untuk meniru dan mencontoh praktik Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar ibadah kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam supaya amal ibadah kita tidak sia-sia belaka. Tentu saja, hal ini menuntut kita untuk semakin giat mempelajari agama dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam guna mengetahui mana yang benar-benar ajaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mana yang tidak. Dari sini kami menghimbau kepada segenap jama’ah untuk bersemangat dalam mengkaji dan mempelajari agama Islam lebih mendalam.
3. Sosial
Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Dia pasti membutuhkan untuk interaksi dan berhubungan dengan sesama lainnya. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah menata dengan baik aturan interaksi antar sesama. Perhatikanlah bagaimana Islam menganjurkan kepada pimpinan terhadap bawahannya:
وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ﴿٢١٥﴾
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS asy-Syu’ara‘ [26]: 215)
فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ
فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ
وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ
فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ
﴿١٥٩﴾
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,
maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali Imran [3]: 159)Dan perhatikanlah bagaimana Islam memerintahkan kepada bawahan agar bersikap kepada atasannya:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ
وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن
تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن
كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌۭ
وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur‘an) dan Rasul (sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS an-Nisa‘
[4]: 59)Perhatikanlah bagaimana Islam mengatur hubungan antar sesama:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌۭ
مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًۭا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌۭ
مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًۭا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا
تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَـٰبِ ۖ بِئْسَ
ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَـٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ
فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ﴿١١﴾ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ
إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا
فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ
رَّحِيمٌۭ ﴿١٢﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang
beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian
dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara
kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS al-Hujurat [49]:
11–12)Islam bukan hanya membahas hubungan antara manusia dengan Rabbnya, tetapi Islam juga memerintahkan agar kita membaguskan hubungan dan akhlak dengan sesama, hablun minallah wa hablun minan nas.
4. Ekonomi
Al-Qur‘an telah menjelaskan kaidah-kaidah dalam masalah ekonomi, sebab perekonomian itu kembali kepada dua permasalahan:1. Pintar dalam mencari harta
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka lebar-lebar segala pintu untuk mencari harta selagi tidak melanggar agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ
وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا
لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٠﴾
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung. (QS al-Jumu’ah [62]: 10)2. Pintar dalam membelanjakan harta
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk hemat dan tidak boros dalam membelanjakan harta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman:
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًۭا ﴿٦٧﴾
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian. (QS al-Furqan [25]: 67)5. Politik
Al-Qur‘an telah menjelaskan masalah-masalah politik secara gamblang. Hal itu karena politik yang bermakna pengaturan negara terbagi menjadi dua macam:1. Politik Luar Negeri
Politik ini kembali kepada dua sumber utama:
Pertama: Mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi serangan musuh/penjajah. Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍۢ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. (QS al-Anfal [8]: 60)Kedua: Persatuan yang kuat dalam kekuatan tersebut. Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS Ali Imran [3]: 103)2. Politik Dalam Negeri
Politik ini kembali kepada penyebaran keamanan dalam negeri, membasmi kezaliman dan memberikan hak kepada pemiliknya. Dan sumber politik dalam negeri ada dalam enam perkara yang semuanya telah dijelaskan dalam Islam secara terperinci:
a. Agama. Oleh karenanya, Islam memerintahkan tauhid dan melarang syirik serta menghukum orang yang murtad karena agama bukan permainan.
b. Jiwa. Oleh karenanya, Islam melarang pembunuhan dan bunuh diri serta memberikan hukuman dan ancaman yang keras bagi pelakunya.
c. Akal. Oleh karenanya, Islam melarang minum khamar (setiap yang memabukkan) karena hal itu merusak akal.
d. Nasab. Oleh karenanya, Islam menganjurkan pernikahan dan melarang perzinaan.
e. Harta. Oleh karenanya, Islam melarang pencurian, perampokan, dan mengambil harta orang lain.
f. Kehormatan. Oleh karenanya, Islam melarang untuk menuduh orang lain tanpa bukti.[6]
Dengan penjelasan contoh-contoh di atas, dapatlah kita mengambil kesimpulan betapa indah dan sempurnanya agama Islam. Oleh karenanya, hendaknya kita semakin bangga dengan agama Islam dan semangat dalam menerapkan dan menyebarkannya dalam kehidupan ini, sebab kita yakin seyakin-yakinnya bahwa jika kita mengikuti aturan agama Islam maka kita akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka kami menyeru kepada semuanya:
Wahai kaum muslimin; Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beribadahlah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunaikanlah perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya.
Wahai para orang tua; Perhatikanlah anak-anak kalian, jaga dan bimbinglah mereka dengan pendidikan Islam.
Wahai para suami; Didiklah istri dan anak-anak kalian dan jagalah mereka dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan bebatuan.
Wahai para istri dan wanita muslimah, jadilah wanita-wanita shalihah yang taat beragama, melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya, jagalah jilbab kalian dan jangan pamerkan aurat kalian, janganlah kalian tertipu dengan propaganda-propaganda setan yang semua berupa kebebasan, emansipasi, gender, dan lain sebagainya.
Wahai para pemerintah; Tunaikanlah kewajiban kalian dan hak rakyat dengan penuh amanah dan kejujuran, perhatikanlah kebutuhan mereka dengan penuh kasih sayang.
Wahai para rakyat; Jadilah kalian sebagai rakyat yang baik, jalankan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hak makhluk, bantulah dan do’akanlah pemimpin kalian dengan kebaikan.
Wahai para ustadz, kiai, mubaligh, guru, da’i; Tunaikanlah kewajiban kalian untuk menjelaskan agama ini kepada umat dengan penuh keikhlasan, jelaskanlah kepada umat tentang tauhid dan peringatkan umat dari syirik, sampaikan kepada umat tentang sunnah dan peringatkanlah umat dari bid’ah, ajaklah umat kepada ketaatan dan jauhkanlah dari kemaksiatan; semua tanpa rasa takut kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wahai para pemuda dan anak; Sibukkanlah diri kalian untuk menuntut ilmu agama dan hal-hal yang bermanfaat, milikilah akhlak yang indah kepada sesama, karena kalian adalah masa depan umat.
Wahai para pemilik media baik cetak maupun elektronik; Jadilah kalian pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu kejelekan, janganlah kalian menjadikan media sebagai sarana untuk memenuhi kemauan setan.
Marilah kita tutup tulisan ini dengan do’a kepada Allah secara khusyuk dan menghadirkan hati.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa keluarga kami, orang tua kami, istri dan anak-anak kami serta saudara-saudara kami semuanya.
Ya Allah, berikanlah kepada kami sinar ilmu dan hidayah agar kami dapat mengetahui kebenaran dan menangkis virus-virus pemikiran sesat yang sangat merajalela pada zaman sekarang. Ya Allah, berikanlah kepada kami kekuatan untuk itu.
Ya Allah, perbaikilah keadaan kami, perbaikilah hati kami, dan perbaikilah keadaan negara kami.
Ya Allah, berikanlah kekuatan dan hidayah kepada para pemimpin kami dalam menjalankan amanah-Mu dengan sebaik-baiknya.
Ya Allah, turunkanlah barokah-Mu dari langit dan bumi. Ya Allah, luaskanlah rezeki untuk kami dengan rezeki yang halal.
Ya Allah, janganlah Engkau sisakan sebuah dosa seorang dari kami kecuali Engkau telah mengampuninya, dan suatu hutang kecuali Engkau melunasinya, sakit kecuali Engkau menyembuhkannya, dan kesusahan kecuali Engkau memudahkannya.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi
Maksud 'Islam Sudah Sempurna dan Tidak Perlu Adanya Hal-hal Baru' ?
Muslimedianews.com ~ assalamu'alaikum
Semoga kemuliaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat daripada Allah selalu bersama kita dan semoga kita semua bisa berkumpul dan bersama habibana Munzir bin Fuad al Musawa kelak di dunia, di alam kubur, di alam arwah dan akhirat kelak di hadirat Allah dan Rasulullah kelak amin..amin....amin
Beberapa saudara kita yang berbeda aqidah selalu mengandalkan hadist sabda Rasulullah bahwa Islam telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau hal-hal baru dalam Islam. lalu dengan mudah mereka membid'ahkan (sesat) tanpa memandang bid'ah hasanah itu ada dengan apa yang kita lakukan seperti maulid, haul dan lain-lain karena itu saya memohon dengan sangat petunjuknya apa maksud yang tersimpan daripada hadist ini.
demikian. wasalam
Jawaban :
Habib Ahmad Novel bin Jindan
Wa alaikum salam warohmatullahi wabaraktuh
Amiiin ya robbal 'alamin...
Kecintaan antum kepada Habibana mundzir Insyaallah akan menjadi penyebab kebersamaan antum dengan beliau di dunia dan di akhirat insyaallah..
Mengenai ungkapan bahwa "Islam telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau hal-hal baru dalam Islam". Ungkapan ini sering di salah artikan karena memang Islam itu sudah sempurna tetapi adanya perbuatan atau amalan baru selagi ia termasuk dalam perbuatan yang dianjurkan maka hukumnya boleh.
Karena Sabda Rasulullah SAW secara jelas melarang ‘amalan yang tidak termasuk bagian dari ajaran Islam’ ;
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
وفي رواية لمسلم: من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Siapa yang melakukan perbuatan (amalan) baru dalam urusan (agama) kita yg tidak termasuk bagian darinya (agama Islam) maka perbuatan itu di tolak.” (Hadis riwayat Bukhori dan Muslim)
Para Ulama menyatakan bahwa hadits ini menjelaskan tentang semua amalan yang baru tanpa dilandasi dasar dari ajaran Alqur’an dan As-sunnah maka amalan tersebut ditolak.
Semoga kemuliaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat daripada Allah selalu bersama kita dan semoga kita semua bisa berkumpul dan bersama habibana Munzir bin Fuad al Musawa kelak di dunia, di alam kubur, di alam arwah dan akhirat kelak di hadirat Allah dan Rasulullah kelak amin..amin....amin
Beberapa saudara kita yang berbeda aqidah selalu mengandalkan hadist sabda Rasulullah bahwa Islam telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau hal-hal baru dalam Islam. lalu dengan mudah mereka membid'ahkan (sesat) tanpa memandang bid'ah hasanah itu ada dengan apa yang kita lakukan seperti maulid, haul dan lain-lain karena itu saya memohon dengan sangat petunjuknya apa maksud yang tersimpan daripada hadist ini.
demikian. wasalam
Jawaban :
Habib Ahmad Novel bin Jindan
Wa alaikum salam warohmatullahi wabaraktuh
Amiiin ya robbal 'alamin...
Kecintaan antum kepada Habibana mundzir Insyaallah akan menjadi penyebab kebersamaan antum dengan beliau di dunia dan di akhirat insyaallah..
Mengenai ungkapan bahwa "Islam telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau hal-hal baru dalam Islam". Ungkapan ini sering di salah artikan karena memang Islam itu sudah sempurna tetapi adanya perbuatan atau amalan baru selagi ia termasuk dalam perbuatan yang dianjurkan maka hukumnya boleh.
Karena Sabda Rasulullah SAW secara jelas melarang ‘amalan yang tidak termasuk bagian dari ajaran Islam’ ;
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
وفي رواية لمسلم: من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Siapa yang melakukan perbuatan (amalan) baru dalam urusan (agama) kita yg tidak termasuk bagian darinya (agama Islam) maka perbuatan itu di tolak.” (Hadis riwayat Bukhori dan Muslim)
Para Ulama menyatakan bahwa hadits ini menjelaskan tentang semua amalan yang baru tanpa dilandasi dasar dari ajaran Alqur’an dan As-sunnah maka amalan tersebut ditolak.
Para Ulama dari berbagai disiplin ilmu juga menyatakan bahwa hadits tersebut juga menjelaskan bahwa segala amal perbuatan yang baru dalam agama namun memiliki landasan dari Al-kitab dan As-sunah maka amalan tersebut diterima dan tidak ditolak.
Hal ini dikuatkan dengan hadits lain yang berbunyi:
من سن سنة حسنة له أجره و أجر من عمل به من غير أن ينقص من أجورهم شيئا
Artinya: “Barangsiapa yang membuat tradisi baru yang baik, maka baginya pahala atas pekerjaannya dan pahala setiap orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi,dan lainya)
Dan semua yang antum tanyakan tentang Maulid, Haul, dsb, itu semua memiliki landasan dan dasar yang kuat dari Alquran dan Assunnah. Para ulama telah mengupas tuntas tentang perihal itu semua. Diantara kitab yang sangat bagus untuk dibaca tentang dalil-dalil yang membolehkan maulid, haul, tahlil dsb adalah kitab ‘Al-Ajwibah Al-Gholiyah’ karya guru kami Al-Allamah Al-Faqih Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumait, dan kitab-kitab karya guru kami yang mulia Al-Imam Muhadits Al-haramain As-sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, seperti ‘Al-Mafahiim’ dsb. Beliau banyak mengarang kitab membahas tuntas tentang perihal yang sering dipertanyakan itu.
Demikian jawaban kami, mudah-mudahan bermanfaat. Dan semoga Allah senantiasa membimbing kita semua ke jalan yang diridhoiNya.
Wassalam
jika tambah juga bermakna...hilanglah atau menolak 4 sifat Rasullullah saw
1..shiddiq
2. tabligh
3. amanah
4. fathonah
4 Sifat Nabi: Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌۭ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا
“Sesungguhnya telah ada pada
diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang
mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.” [Al Ahzab 21]
Nabi Muhammad memiliki akhlaq dan
sifat-sifat yang sangat mulia. Oleh karena itu hendaklah kita
mempelajari sifat-sifat Nabi seperti Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan
Tabligh. Memang banyak sifat-sifat baik Nabi lainnya seperti sabar,
rendah hati, lemah-lembut, dsb. Namun di sini kita fokus pada sifat yang
4 di atas. Mudah-mudahan dengan memahami sifat-sifat itu, selain kita
bisa terhindar dari mengikuti orang-orang yang mengaku sebagai Nabi,
kita juga bisa meniru sifat-sifat Nabi sehingga kita juga jadi orang
yang mulia.
Shiddiq
Shiddiq artinya benar. Bukan hanya
perkataannya yang benar, tapi juga perbuatannya juga benar. Sejalan
dengan ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang kebanyakan
hanya kata-katanya yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan
ucapannya.
Mustahil Nabi itu bersifat pembohong/kizzib, dusta, dan sebagainya.
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌۭ يُوحَىٰ
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” [An Najm 4-5]
Amanah
Amanah artinya benar-benar bisa
dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya
bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena
itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al
Amin” yang artinya terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi.
Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Mekkah mempercayainya karena
beliau bukanlah orang yang pembohong.
“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.” [Al A’raaf 68]
Mustahil Nabi itu khianat terhadap orang yang memberinya amanah.
Ketika Nabi Muhammad SAW
ditawari kerajaan, harta, wanita oleh kaum Quraisy agar beliau
meninggalkan tugas ilahinya menyiarkan agama Islam, beliau menjawab:
”Demi Allah…wahai paman,
seandainya mereka dapat meletakkan matahari di tangan kanan ku dan bulan
di tangan kiri ku agar aku meninggalkan tugas suci ku, maka aku tidak
akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan (Islam) atau aku hancur
karena-Nya”……
Meski kaum kafir Quraisy mengancam membunuh Nabi, namun Nabi tidak gentar dan tetap menjalankan amanah yang dia terima.
Seorang Muslim harusnya bersikap amanah seperti Nabi.
Tabligh
Tabligh artinya menyampaikan. Segala
firman Allah yang ditujukan oleh manusia, disampaikan oleh Nabi. Tidak
ada yang disembunyikan meski itu menyinggung Nabi.
لِّيَعْلَمَ أَن قَدْ أَبْلَغُوا۟ رِسَٰلَٰتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَىٰ كُلَّ شَىْءٍ عَدَدًۢا
“Supaya Dia mengetahui, bahwa
sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah
Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada
mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” [Al Jin 28]
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
karena telah datang seorang buta kepadanya” [‘Abasa 1-2]
karena telah datang seorang buta kepadanya” [‘Abasa 1-2]
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa
firman Allah S.80:1 turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta
yang datang kepada Rasulullah saw. sambil berkata: “Berilah petunjuk
kepadaku ya Rasulullah.” Pada waktu itu Rasulullah saw. sedang
menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy, sehingga Rasulullah
berpaling daripadanya dan tetap mengahadapi pembesar-pembesar Quraisy.
Ummi Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?”
Rasulullah menjawab: “Tidak.” Ayat ini (S.80:1-10) turun sebagai teguran
atas perbuatan Rasulullah saw.
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Ya’la yang bersumber dari Anas.)
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Ya’la yang bersumber dari Anas.)
Sebetulnya apa yang dilakukan Nabi itu
menurut standar umum adalah hal yang wajar. Saat sedang berbicara di
depan umum atau dengan seseorang, tentu kita tidak suka diinterupsi oleh
orang lain. Namun untuk standar Nabi, itu tidak cukup. Oleh karena
itulah Allah menegurnya.
Sebagai seorang yang tabligh, meski ayat
itu menyindirnya, Nabi Muhammad tetap menyampaikannya kepada kita.
Itulah sifat seorang Nabi.
Tidak mungkin Nabi itu Kitman atau menyembunyikan wahyu.
Fathonah
Fathonah artinya Cerdas. Mustahil Nabi
itu bodoh atau jahlun. Dalam menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian
menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang
luar biasa.
Nabi harus mampu menjelaskan
firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk ke dalam
Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan
cara yang sebaik-baiknya.
Apalagi Nabi mampu mengatur ummatnya
sehingga dari bangsa Arab yang bodoh dan terpecah-belah serta saling
perang antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan
dalam 1 negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas Eropa.
Negara tersebut membentang dari Spanyol dan Portugis di Barat hingga
India Barat.
Itu semua membutuhkan kecerdasan yang luar biasa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan