Tidak Ada Tuntunan Doa Khusus Akhir dan Awal Tahun Hijriyah
Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Hari ini, Jum’at (2410/2015) hari
terakhir dari tahun 1435 H. Saat Ghurub (matahari tenggelam) sudah masuk
tahun baru 1436 H. Di masyarakat kita ritual doa bersama (berjamaah)
dengan bacaan-bacaan khusus pada akhir dan awal tahun hijriyah sangat
marak. Doa akhir tahun dibaca sesudah shalat ‘Ashar di penghujung bulan
Dzulhijjah, sedangkan awal tahunnya dibaca sesudah shalat Maghrib di
awal Muharram tahun hijriyah yang baru.
Maraknya pelaksanaan ini menjadikannya
seolah amalan sangat istimewa. Bacaan khusus padanya seolah
menjadikannya amal ibadah yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala
dengan landasan dalil syar’i yang shahih. Padahal tidak demikian. Doa
dengan bacaan, tata cara dan waktu tertentu, ba'da Ashar dan ba’da
Maghrib pada akhir dan awal tahun, tidak memiliki dasar perintah khusus.
Maka kita tidak boleh mengikat ibadah doa dengan waktu tersebut karena
Al-Qur’an atau sunnah shahihah tidak ada yang menyebutkan mengenai
perintahnya di akhir dan awal tahun, tentang tata caranya, jumlahnya,
waktu dan tempatnya. [Baca: Jangan Asal Beribadah, Karena Ibadah Bersifat Tauqifiyah!]
Tidak Ada Tuntunan Doa Khusus Akhir dan Awal Tahun Hijriyah
Memang ada riwayat yang dijadikan
sandaran oleh orang-orang yang meyakini adalah ibadah yang utama dengan
pahala dan keutamaan tertentu. Di antara dalil yang dijadikan sandaran
antara lain sebagai berikut:
“Barangsiapa membacanya syaitan akan
berkata: Kami telah penat letih bersamanya sepanjang tahun, tetapi dia
(pembaca doa berkenaan) merusak amalan kami dalam masa sesaat (dengan
membaca doa tersebut).”
Mengenai nas hadits tersebut, Jamaluddin
Al-Qasimy menerangkan riwayat ini tidak terdapat dalam kitab-kitab
hadits shahih, dan tidak juga di dalam kitab-kitab hadits maudhu’
(palsu). (Islahul Masajid: 108). Maka nash di atas tidak pernah diucapkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam. Kenyataannya, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, para shahabat dan para tabiin tidak pernah mengamalkan doa tersebut.
Ini telah diakui oleh beberapa ulama
seperti Abu Syamah (seorang ulama Syafi’iyah wafat pada tahun 665H),
Muhammad Jamaluddin Al-Qasimiy (Islahul Masajid:129), Muhammad Abdus Salam As-Shuqairy (As-Sunan wal-Mubtadaa’at:167), dan DR Bakr Abu Zaid (Tashihhud Do'a:108), yang menegaskan bahwa doa awal dan akhir tahun tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, para shahabat, tabiin, atau tabi’ut tabiin.
Dalam hal ini kita haruslah
berhati-hati, karena seseorang yang telah mengetahui bahwa derajat
hadits itu palsu tetapi tetap meriwayatkannya sebagai hadits, maka ia
akan termasuk dalam ancaman Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam, “Barangsiapa berdusta atasku dengan sengaja, maka hendaknya ia menempati tampat duduknya di neraka.” (HR. Bukhari)
Dalam hadits lain, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Barangsiapa
yang meriwayatkan dariku sepotong hadits sedangkan dia tahu bahwa
hadits itu palsu, maka dia adalah salah seorang pembohong.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah Shahihnya: I/62)
Kemudian, ada sebagian golongan yang
berdalih bahwa doa tersebut sebenarnya adalah sebagian dari amalan para
salafus shalih karena fadilah doa tersebut diterangkan dalam kitab Majmu’ Syarif, tetapi bukan di dalam bentuk hadits.
Perkara ini sangatlah menyesatkan dan
berbahaya karena di antara fadilah doa tersebut diriwayatkan bahwa akan
diampuni dosa-dosanya setahun yang lalu dan konon syaitan akan berkata: “Kami
telah penat letih bersamanya sepanjang tahun, tetapi dia merusak amalan
kami dalam masa sesaat (dengan membaca doa tersebut).”
Ini semua adalah perkara-perkara gaib
yang tidak boleh diimani kecuali yang bersumber dari Al-Qur’an atau
Sunnah. Oleh karena Al-Qur’an dan Sunnah tidak menyebutkan
fadilah-fadilah tersebut, maka bagaimana boleh seseorang yang mengetahui
bahwa syaitan telah berkata demikian dan sebagainya, dan kita tetap
beriman dengannya? [Baca: Mengoreksi Doa Akhir dan Awal Tahun]
Kesimpulan
Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tidak pernah mengajarkan doa akhir tahun atau awal tahun. Yang diajarkan beliau adalah doa awal bulan hijriyah atau ketika melihat hilal.
Karenanya merutinkan doa tersebut dengan berharap janji dalam
riwayat-riwayat yang disebutkan di atas tidak dibenarkan. Apalagi
penggunaan tahun Hijriyah ini baru ditetapkan pada zaman Umar bin
Khatthab pada tahun 16 Hijriyah.
Kita tidak boleh menetapkan adanya
ibadah doa khusus pada akhir dan awal tahun kecuali dengan dalil, karena
itu termasuk ibadah khusus yang terikat dengan waktu. Dan ibadah tidak
ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i dari Al-Qur’an dan Sunnah
shahihah. Wallahu a’lam. [PurWD/may/voa-islam.com]
Bid’ah-bid’ah Menyambut Tahun Baru Hijriyah
Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,
لَوْ كَانَ خَيرْاً لَسَبَقُوْنَا إِلَيْهِ
“Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah mendahului kita melakukannya.” [1]
Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan perbuatan semacam ini sebagai bid’ah. Karena para sahabat tidaklah melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya. [2]
Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan untuk menyambut tahun baru hijriyah. Dan kadang amalan yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam menyambut tahun baru Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.
Berikut adalah beberapa amalan keliru dalam menyambut awal tahun Hijriyah:
• Do’a Awal dan Akhir Tahun
Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali. Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat, tabi’in dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan do’a ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.
Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan do’a ini sebenarnya tidak berasal dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya. Jadi mana mungkin amalan seperti ini diamalkan. [3]
• Puasa Awal dan Akhir Tahun
Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa dalam di akhir bulan Dzulhijah dan awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini,
مَنْ صَامَ آخِرَ يَوْمٍ مِنْ ذِي الحِجَّةِ ، وَأَوَّلِ يَوْمٍ مِنَ المُحَرَّمِ فَقَدْ خَتَمَ السَّنَةَ المَاضِيَةَ بِصَوْمٍ ، وَافْتَتَحَ السَّنَةُ المُسْتَقْبِلَةُ بِصَوْمٍ ، جَعَلَ اللهُ لَهُ كَفَارَةٌ خَمْسِيْنَ سَنَةً
“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Dan Allah ta’ala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.”
Lalu bagaimana penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas?
1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhu’at (181) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan gurunya –Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini termasuk pemalsu hadits.
2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmu’ah (96) mengatakan bahwa ada dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhu’at (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan pemalsu hadits. [4]
Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan. Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena haditsnya jelas-jelas lemah.
• Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah
Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan dzikir jama’i, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, para sahabat lainnya, para tabi’in dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” [5]
Penutup
Menyambut tahun baru hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya waktu, maka semakin dekat pula kematian.
Sungguh hidup di dunia hanyalah sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِى وَمَا لِلدُّنْيَا مَا أَنَا فِى الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.” [6]
Hasan Al Bashri mengatakan, “Wahai manusia, sesungguhnya kalian hanya memiliki beberapa hari. Tatkala satu hari hilang, akan hilang pula sebagian darimu.” [7]
Semoga Allah memberi kekuatan di tengah keterasingan. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Catatan kaki:
[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, tafsir surat Al Ahqof: 11, 7/278-279, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[2] Idem.
[3] Lihat Majalah Qiblati edisi 4/III.
[4] Hasil penelusuran di http://dorar.net
[5] HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ (1/269) mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269.
[6] HR. Tirmidzi no. 2551. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi.
[7] Hilyatul Awliya’, 2/148, Darul Kutub Al ‘Arobi.
(Diambil dari Kekeliruan dalam Menyambut Awal Tahun Baru Hijriyyah, penulis: Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST)
Ahad, 27 November 2011
Sambutan Maal Hijrah, Antara Sunnah dan Bidaah di Bulan Muharram
Allah S.W.T dengan sifat-Nya yang Maha Pemurah (al-Rahmah) lagi Maha Penyayang (al-Rahman) telah menetapkan sesesetengah bulan itu memiliki keutamaan yang lebih berbanding dengan bulan-bulan yang lain agar Dia dapat memberi ganjaran yang lebih kepada hamba-hamba-Nya pada kadar-kadar masa yang tertentu itu. Di antara bulan yang dianggap istimewa itu adalah bulan Muharram yang merupakan bulan yang pertama dalam kalendar hijrah dan ia juga merupakan salah satu dari empat bulan-bulan haram yang penuh berkat.
Firman-Nya:
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِندَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ
حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ
أَنفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ
كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya
bilangan bulan-bulan di sisi (hukum) Allah ialah dua belas bulan, (yang
telah ditetapkan) dalam Kitab Allah semasa Dia menciptakan langit dan
bumi, di antaranya empat bulan yang dihormati. Ketetapan yang demikian
itu ialah agama yang betul lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri
kamu dalam bulan-bulan yang dihormati itu (dengan melanggar
larangan-Nya); dan perangilah kaum kafir musyrik seluruhnya sebagaimana
mereka memerangi kamu seluruhnya; dan ketahuilah sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang bertaqwa. (al-Tawbah (9) : 36 )
Menerusi firman-Nya “maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan-bulan yang dihormati itu (dengan melanggar larangan-Nya)”
ia menunjukkan bahawa pada bulan-bulan haram yang mana Muharram adalah
salah satu darinya kita dilarang dari melakukan perbuatan-perbuatan yang
terlarang kerana dosa melakukan kemungkaran pada bulan-bulan ini adalah
lebih buruk balasannya daripada Allah S.W.T. berbanding dengan
bulan-bulan yang lain. Namun begitu bagi mereka yang melakukan amal-amal
yang soleh ganjaran pahalanya juga adalah lebih tinggi berbanding
dengan bulan-bulan yang lain.
Jika
firman-Nya di atas hanya menunjukkan terdapat empat bulan yang
dihormati dalam setahun maka sabda Nabi s.a.w. ini memperincikan lagi
tentang nama bulan-bulan tersebut:
إِنَّ
الزَّمَانَ قَدْ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ اللَّهُ
السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ثَلاَثٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو
الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِي بَيْنَ جُمَادَى
وَشَعْبَانَ.
Sesungguhnya
zaman itu akan terus berlalu sebagaimana saat Allah menciptakan langit
dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan. Empat di antaranya ialah
bulan-bulan yang haram, tiga di antaranya ialah berturut-turut, iaitu
bulan-bulan Dzulqaedah, Dzulhijjah dan Muharram. Bulan Rejab adalah
bulan Mudhar (nama satu kabilah) yang terletak di antara Jamadilakhir
dan Sya’ban. ( riwayat Imam al-Bukhari, no: 4662)
Oleh
itu hendaklah pada bulan Muharram yang mulia ini kita hindarkan diri
dari melakukan amalan yang dilarang dan mempertingkatkan amal ibadah
yang boleh mendekatkan diri kita kepada Allah S.W.T. terutamanya ibadah
puasa. Ini adalah kerana Rasulullah s.a.w. telah bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلاَةُ اللَّيْلِ.
Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah bulan Allah al-Muharram dan sebaik-baik solat setelah solat fardhu adalah solat malam. (riwayat Imam Muslim, no: 1163.)
Sabda
baginda ‘Bulan Allah al-Muharram” menegaskan lagi betapa mulianya bulan
Muharram ini. Oleh itu hendaklah kita bersungguh-sungguh untuk berpuasa
sebanyak mungkin pada bulan Muharram ini. Namun ini tidak bermakna kita
disyari’atkan untuk berpuasa sepanjang bulan Muharram ini kerana
Rasulullah s.a.w. hanya berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadhan
sahaja. Aisyah r.a berkata:
كَانَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى
نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ فَمَا
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ
صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا
مِنْهُ فِي شَعْبَانَ.
Aku
sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah s.a.w menyempurnakan puasa
sebulan melainkan di bulan Ramadan dan aku tidak pernah melihatnya lebih
banyak berpuasa melainkan pada bulan Sya’ban. (riwayat Imam al-Bukhari, no: 1969.)
Pada
bulan Muharram ini juga terdapat hari yang digelar sebagai Asyura iaitu
hari di mana Nabi Musa a.s. dan pengikutnya diselamatkan oleh Allah
S.W.T. dari tentera Fir’aun.
قَدِمَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَالْيَهُودُ
تَصُومُ عَاشُورَاءَ فَقَالُوا: هَذَا يَوْمٌ ظَهَرَ فِيهِ مُوسَى عَلَى
فِرْعَوْنَ. فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
لأَصْحَابِهِ أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصُومُوا.
Nabi
s.a.w. datang ke Madinah, dan dilihatnya orang-orang Yahudi berpuasa
pada hari Asyura. Menurut mereka: Ini hari baik di saat mana Allah
membebaskan Nabi Musa dari Fir’aun. Maka sabda Nabi s.a.w.: “Kamu lebih
berhak terhadap Musa daripada mereka maka berpuasalah. (riwayat Imam al-Bukhari, no: 4680.)
Melalui
hadith di atas ini juga dapat kita fahami bahawa amal ibadah khusus
sempena hari Asyura yang diiktiraf oleh Rasulullah s.a.w. adalah ibadah
puasa. Disunnahkan juga untuk menambahkan puasa pada hari Asyura
tersebut dengan berpuasa sehari sebelum ataupun sehari sesudahnya.
Rasulullah s.a.w. memerintahkan hal ini bertujuan untuk menyelisihi
amalan orang Yahudi. Rasulullah s.a.w. bersabda:
صُومُوا يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَخَالِفُوا فِيهِ الْيَهُودَ صُومُوا قَبْلَهُ يَوْمًا أَوْ بَعْدَهُ يَوْمًا.
Berpuasalah
kalian pada hari Asyura dan berselisihlah dengan orang Yahudi di
dalamnya, dan berpuasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.(riwayat Imam Ahmad, no: 2047)
.
Kemunculan
bulan Muharram sebagai bulan pertama bagi kalendar umat Islam sentiasa
dihiasai dengan beberapa amal ibadah tertentu. Upacara-upacara tersebut
bermula pada hari terakhir bulan Dzulhijjah iaitu diambang menjelangnya 1
Muharram. Umat Islam digalakkan untuk berpuasa pada hari terakhir bulan
Dzulhijjah dan membaca doa akhir tahun selepas solat Asar. Seterusnya
setelah menjelangnya 1 Muharram iaitu selepas solat Maghrib dibaca pula
doa awal tahun, bacaan Surah Yassin, zikir-zikir tertentu malah ada juga
yang mengerjakan solat sunat sempena 1 Muharram dan berpuasa pada siang
harinya.
Sebenarnya kesemua amalan-amalan yang disebutkan di atas atau apa
jua amalan sempena tibanya tahun baru hijrah tidak memilki dalil-dalil
yang sah daripada Rasulullah s.a.w. bahkan para Imam-Imam mazhab seperti
Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad r.h juga tidak pernah
mengamalknnya. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. tidak
pernah menyambut kehadiran bulan Muharram atau kedatangan tahun baru
dengan upacara yang tertentu. Kalendar Hijrah juga tidak wujud pada
zaman Rasulullah kerana ianya hanya diperkenalkan pada zaman
pemerintahan ‘Umar al-Khaththab r.a iaitu tujuh tahun setelah
baginda wafat. ‘Umar yang memperkenalkan kalendar ini juga tidak pernah
melakukan atau menganjurkan upacara terterntu sempena kedatangan tahun
baru dan begitu juga para sahabat serta para al-Salafussoleh yang lain.
Adapun hadis-hadis yang dijadikan hujjah oleh golongan yang melakukan amalan tertentu sempena kedatangan tahun baru merupakan hadis-hadis lemah (dha’if) dan palsu (mawdhu’). Antara hadis-hadis tersebut adalah:
Daripada Ibn ‘Abbas, dia berkata: Telah bersabda Rasulullah s.a.w.:
Barangsiapa
berpuasa pada hari akhir bulan Zulhijjah dan hari pertama di bulan
Muharam, maka sesungguhnya dia telah menghabiskan tahun yang lalu dan
memulakan tahun baru dengan puasa yang Allah jadikannya sebagai
penghapus dosanya lima puluh tahun”. Menurut Ibnul Jauzi di dalam al-Mawdhu’at bahawa hadis ini palsu (maudhu’)
Rasulullah s.a.w. bersabda: Barangsiapa
berpuasa sembilan hari dari awal Muharram maka Allah membina untuknya
sebuah kubah di udara yang luasnya satu batu persegi dan mempunyai empat
buah pintu. Hadis ini adalah palsu (mawdhu’) menurut Ibnul Jauzi di dalam al-Mawdhu’aat dan Imam al-Suyuthi di dalam La’aali al-Mashnu’ah.
Setiap
kali di ambang munculnya tahun hijrah yang baru seluruh media serta
kebanyakan jabatan-jabatan atau majlis-majlis agama Islam di Malaysia
menganjurkan untuk dibacakan bacaan doa akhir tahun dan doa awal tahun.
Masjid-masjid diseluruh tanah air juga mengadakan upacara-upacara khas
untuk membaca doa-doa awal dan akhir tahun itu. Lafaz doa tersebut
adalah sepeti berikut:
Doa Akhir Tahun
Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyanyang, segala puji bagi Allah,
Tuhan Pentadbir seluruh alam, Semoga Allah cucurkan rahmat dan sejahtera
atas junjungan kami Nabi Muhammad s.a.w., serta keluarga dan
sahabat-sahabat baginda sekalian. Ya Allah wahai Tuhan kami,
perkara-perkara yang telah kami lakukan daripada perbuatan-perbuatan
yang Engkau larang dalam tahun ini maka kami belum bertaubat daripadanya
padahal Engkau tiada meredhainya dan Engkau memang tiada melupakannya
(Tuhan tidak bersifat lupa) dan Engkau berlembut tiada mengazab kami
malah memberi peluang supaya kami bertaubat selepas kami menceburkan
diri melakukan maksiat itu. Maka kami sekalian memohon keampunan Mu. Ya
Allah, ampunilah kami dan mana-mana perbuatan yang telah kami lakukan
sepanjang tahun ini yang Engkau redhai dan yang telah Engkau janjikan
ganjaran pahalanya. Maka kami mohon diperkenankan akan perbuatan (amal
bakti) yang telah kami lakukan itu dan Engkau tidak menghampakan harapan
kami. Ya Allah, Tuhan yang Maha Pemurah.
Doa
ini hendaklah dibaca 3 kali pada akhirnya waktu Asar hari ke 29 atau 30
daripada bulan Dzulhijjah, maka barangsiapa membaca doa ini daripada
waktu yang telah tersebut maka berkatalah syaitan kesusahanlah bagiku
dan sia-sialah pekerjaanku pada setahun ini dibinasakan dengan satu saat
jua dengan sebab membaca doa-doa ini maka diampuni Allah Ta’ala
sekalian dosanya yang setahun ini.
Doa Awal Tahun
Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyanyang, segala puji bagi Allah,
Tuhan Pentadbir seluruh alam, Semoga Allah cucurkan rahmat dan sejahtera
atas penghulu kami Nabi Muhammad s.a.w., serta keluarga dan
sahabat-sahabat baginda sekalian. Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang kekal
selama-lamanya, sedia ada, tiada permulaan. Kelebihan Mu maha besar dan
kemurahan Mu sangat-sangat diharapkan. Tibalah sudah tahun baru, kami
mohon kepada Mu agar terpelihara kami sekalian di dalam tahun baru ini
daripada tipu daya syaitan-syaitan yang terlaknat juga dari
kuncu-kuncunya syaitan dan bala tenteranya. Dan kami mohon daripada Mu
akan pertolongan mengalahkan runtunan nafsu amarah (nafsu yang mendorong
kepada kejahatan). Kami mohon juga kepada Mu ya Allah akan rasa sedia
ingin membuat kerja-kerja kebajikan yang boleh mendampingkan diri kami
kepada Mu. Ya Allah Tuhan yang Maha Agung lagi Mulia. Ya Allah Tuhan
yang sebaik-baik yang mengurniakan rahmat.
Doa
awal tahun iaitu hendaklah dibaca 3 kali setelah solat Maghrib pada
malam 1 haribulan Muharram dan barangsiapa membaca ini maka bahawasanya
syaitan berkata telah amanlah anak adam ini daripada aku barang yang
tinggal dari umurnya pada ini tahun kerana bahawasanya Allah Ta’ala
telah mewakilkan dua malaikat memelihara akan dia daripada fitnah
syaitan.
Pada hakikatnya kedua-dua lafaz doa ini serta fadhilat yang ditetapkan itu tidak
pernah wujud dalam mana-mana kitab-kitab hadis dan tidak ada juga hadis
walaupun yang bertaraf lemah (dha’if) mahupun palsu (mawdhu’)
yang mengkhabarkan tentangnya. Menurut Syeikh Jamaluddin al-Qasimi r.h
doa ini ialah doa yang direka dan tidak berasal daripada Nabi s.a.w.
tidak juga berasal daripada para sahabat, tabi’in dan tidak diriwayatkan
dalam musnad-musnad sehinggakan ianya tidak wujud dalam kitab maudhu’at
(iaitu kitab yang memuatkan hadis-hadis palsu). Doa ini hanya dicipta
oleh syeikh jadi-jadian. Dan perkataan “berkatalah syaitan kesusahanlah
bagiku dan sia-sialah pekerjaanku pada setahun ini dibinasakan dengan
satu saat jua dengan sebab membaca doa-doa ini” merupakan suatu
pembohongan yang sangat besar ke atas Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi
sekiranya sesiapa yang hendak membacanya tanpa beri'tiqad seperti yang
ada di dalam fadhilat yang direka tersebut silakan, kerana ia termasuk
di dalam keumuman doa, dan perlu diingat tidak ada upacara khas atau
dibaca beramai-ramai (untuk membaca doa tersebut).
Hendaklah
kita sentiasa berdoa memohon keampunan daripada Allah S.W.T., memohon
perlindungan dari hasutan syaitan, memohon perlindungan dari mengerjakan
perbuatan maksiat dan memohon agar kita sentiasa terbuka hati untuk
mengerjakan amal-amal soleh. Menetapkan doa-doa tertentu, dibaca pada
waktu tertentu dengan fadhilat-fadhilat yang tertentu tanpa perintah
daripada Allah dan Rasul-Nya merupakan satu perbuatan mencipta hukum
syarak yang baru dan perbuatan ini adalah diharamkan. Firman-Nya:
وَأَنَّ
هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ ۖ وَلَا تَتَّبِعُوا
السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Dan
bahawa sesungguhnya inilah jalan-Ku (agama Islam) yang betul lurus,
maka hendaklah kamu menurutnya; dan janganlah kamu menurut menurut
jalan-jalan (yang lain dari Islam), kerana jalan-jalan (yang lain itu)
mencerai-beraikan kamu dari jalan Allah, Dengan yang demikian itulah
Allah perintahkan kamu, supaya kamu bertaqwa. –(al-An’aam (6) : 153)
Selanjutnya Allah S.W.T. menegaskan lagi hal ini melalui firman-Nya:
فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Maka
hadapkanlah dirimu ke arah agama yang jauh dari kesesatan; (turutlah
terus) agama Allah, iaitu agama yang Allah menciptakan manusia (dengan
keadaan bersedia dari semulajadinya-fitrah) untuk menerimanya; tidaklah
patut ada sebarang perubahan pada ciptaan Allah itu; itulah agama yang
betul lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (al-Rum (30) : 30)
Maksud
melakukan perubahan terhadap ciptaan Allah dalam ayat di atas adalah
mengubah agama Islam seperti menambah-nambah satu upacara ibadah yang
tiada sandarannya dari al-Qur’an dan al-Sunnah iaitu dengan mengamalkan
amalan bidaah seperti mengkhususkan amalan-amalan yang tertentu sempena
kedatangan tahun baru hijrah. Adalah penting bagi kita untuk memastikan
kesahihan sesuatu perkara berkaitan dengan amal ibadah sebelum kita
mengamalkannya. Ini adalah kerana setiap amal ibadah yang tidak
didirikan atas dalil-dalil yang sah maka ianya terbatal. Ini sebagaimana
sabda Rasulullah:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ.
Barangsiapa
yang mengada-adakan di dalam urusan kami (iaitu di dalam perkara
berkaitan agama) apa-apa yang tidak ada padanya, maka tertolaklah ia.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari, no: 2697)
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
Barangsiapa
yang melakukan satu amal yang bukan dari suruhan kami (iaitu di dalam
perkara berkaitan agama), maka tertolaklah ia. (Hadis riwayat Imam Muslim, no: 1718)
Sekiranya
sesuatu ibadah itu tidak wujud pada zaman Rasulullah s.a.w. seperti
ibadah tertentu sempena kedatangan bulan Muharram ini pada hakikatnya ia
bukan sebahagian dari agama pada masa itu. Sekira ianya bukan
sebahagian dari agama pada zaman Rasulullah s.a.w. maka sehingga kini
ibadah itu juga dianggap tidak termasuk sebahagian dari Islam. Imam
Malik r.h berkata:
Sesiapa
yang membuat bidaah dalam Islam dan menganggapnya baik (hasanah) maka
dia telah mendakwa Muhammad s.a.w. mengkhianati risalah. Ini kerana Allah telah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
Pada hari ini aku telah sempurnakan agama kamu. - al-Maaidah (5) : 3
Apa yang
pada hari tersebut bukan sebahagian dari agama, maka ia tidak menjadi
sebahagian dari agama pada hari ini. – Diriwayatkan oleh Imam
al-Syathibi di dalam al-I’tishom, jilid 1, ms. 49
oleh Ustaz Mohd Yaakub bin Mohd Yunus
Dikemas kini oleh pihak WADi
- Amal Dengan Ilmu -
WADi
ISLAM BUKAN IKUT DEMOKRASI...YANG RAMAI ITU BETUL....YANG SIKIT ITU SALAH....YANG BETUL BERDASARKAN QURAN DAN HADIS...ISLAM TAK BOLEH TOLAK DAN TAK BOLEH TAMBAH
WALLAHU'ALAM
ISLAM BUKAN IKUT DEMOKRASI...YANG RAMAI ITU BETUL....YANG SIKIT ITU SALAH....YANG BETUL BERDASARKAN QURAN DAN HADIS...ISLAM TAK BOLEH TOLAK DAN TAK BOLEH TAMBAH
WALLAHU'ALAM
Tiada ulasan:
Catat Ulasan