Hukum bagi wanita yang tidak menutup Aurat !
Azab bagi Perempuan Tidak Menutup Aurat
"Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya." (HR. Abu Daud)
Rasulullah bersabda,
"Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab)." (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
10 ALASAN WANITA ENGGAN MEMAKAI JILBAB
Banyak alasan kenapa wanita enggan berjilbab. Padahal banyak manfaatnya yang bisa kita petik pada saat kita berjilbab atau kita mengenakan jilbab.
Berikut sepuluh alasan mengapa seorang wanita enggan memakai Jilbab :
1. Jilbab tidak menarik.
Jawabnya seorang wanita muslimah harus sudi menerima kebenaran agama Islam, dan tidak mempermasalahkan senang atau tidak senang. Sebab rasa senangnya itu diukur dengan barometer hawa nafsu yang menguasai dirinya.
2. Takut durhaka kepada orang tuanya yang melarangnya berpakaian jilbab.
Jawabnya adalah Rasulullah SAW telah mengatakan agar tidak mematuhi seorang makhluk dalam durhaka kepada-Nya.
3. Tidak bisa membeli pakaian yang banyak memerlukan kain.
Jawabannya, orang yang mengatakan alasan seperti itu adalah karena (pertama) ia benar-benar sangat miskin sehingga tidak mampu membeli pakaian Islami.
Atau (kedua) karena dia cuma alasan saja, sebab ia lebih menyukai pakaian yang bugil sehingga tampak lekuk tubuhnya atau paha mulusnya bisa kelihatan orang.
4. Karena merasa gerah dan panas.
Jawabannya, wanita muslimah di Arab yang udaranya lebih panas saja mampu mengenakan pakaian Islami, mengapa di negara lainnya tidak? Dan orang yang merasa gerah dan panas mengenakan pakaian Islami, mereka tidak menyadari tentang panasnya api neraka bagi orang yang membuka aurat.
Syetan telah menggelincirkan, sehingga mereka terasa bebas dari panasnya dunia, tetapi mengantarkannya kepada panas api neraka.
5. Takut tidak istiqamah.
Mereka melihat contoh wanita muslimah yang kurang baik ‘Buat apa mengenakan jilbab sementara, Cuma pertama saja rajin, nanti juga dilepas’. Jawabannya adalah mereka mengambil sample (contoh) yang tidak cocok, bukan wanita yang ideal (yang istiqamah) menjalankannya. Ia mengatakan hanya untuk menyelamatkan dirinya. Dan ia tidak mau mengenakan jilbab karena takut tidak istiqamah. Kalau saja semua orang berfikir demikian, tentunya mereka akan meninggalkan agama secara keseluruhan. Orang tidak akan shalat sama sekali karena takut tidak istiqamah, begitu pula puasa dan ibadah lainnya.
6. Takut tidak "laku", jadi selama ia belum menikah, maka ia tidak mengenakan jilbab.
Jawabannya, adalah ucapan itu sebenarnya bukan hal yang sebenarnya. Justru berakibat buruk pada dirinya sendiri. Sesungguhnya pernikahan adalah nikmat dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki. Sebagian besar orang sudah meyakini bahwa jodoh di tangan Tuhan. Betapa banyak gadis yang berjlbab dan menutup aurat dalam berbusana tetapi lebih cepat mendapatkan jodoh dibandingkan mereka yang berpakaian seksi. Karena wanita yang menyukai pakaian seksi akan dijadikan permainan bagi laki-laki iseng.
Gadis-gadis berpakaian seksi dipandang sebagai gadis murahan. Sesungguhnya suami-suami yang menyukai wanita-wanita yang berpakaian ‘berani’, setengah bugil atau beneran, membuka aurat dan bermaksiat kepada Allah adalah bukan tipe suami yang baik, yang shalih dan berjiwa besar. Ia tidak punya rasa cemburu sama sekali terhadap larangan-larangan Allah dan tidak dapat memberikan pertolongan kepada isterinya kelak. Jadi jika wanita yang menyukai pakaian seksi atau melepaskan jilbab dengan tujuan mendapatkan jodoh yang baik, maka hal itu sungguh merupakan suatu kebodohan.
7. Menampakkan anugerah tubuh yang indah atau ingin menghargai kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.
Jawabnya menghargai atau bersyukur itu dengan porsi yang benar. Bersyukur itu dengan mengahrgai perintah-Nya, yakni menjaga aurat, bukan dengan mengobralnya.
8. Belum mendapat hidayah, jilbab itu ibadah.
Jika Allah memberi hidayah, pasti kami akan mengenakannya.
Jawabnya, Allah menciptakan segala sesuatu itu ada sebab-sebabnya. Misalnya orang yang sakit jika ingin sembuh hendaknya menempuh sebab-sebab bagi kesembuhannya. Adapun sebab yang harus ditempuh adalah berikhtiar dan berobat. Sebab orang kenyang karena makan, dsb. Maka demikian pula orang yang ingin mendapatkan hidayah itu harus menempuh sebab-sebab datangnya hidayah yakni dengan mematuhi perintah-Nya mengenakan jilbab.
9. Belum waktunya.
Sebagian ada yang berkata bahwa mengenakan jilbab itu harus tepat waktunya, misalnya karena masih anak-anak atau masih remaja. Ada yang akan mengenakannya jika sudah tua. Atau jika sudah menunaikan ibadah haji.
Jawabnya adalah alasan mengulur-ulur waktu itu hanyalah sebagai sekedar dalil pembenaran saja. Itu sama artinya dengan orang yang menunda-nunda shalat, menunggu sampai ia berusia tua. Apakah kita tahu kapan kita akan meninggal dunia? Sedangkan mati itu tidak mengenal usia, tua maupun muda.
10. Tidak mau dianggap sebagai orang yang mengikuti golongan tertentu.
Jawabannya, bahwa anggapan ini karena dangkalnya pemahaman terhadap Islam atau karena dibuat-buat untuk menutupi diri agar tidak dituduh melanggar syari’at. Sesungguhnya di dalam Islam itu hanya ada dua golongan, yaitu golongan Hizbullah, golongan yang senantiasa menaati perintah Allah dan golongan Hizbus Syaithan, yakni golongan yang melanggar perintah Allah.
AURAT DAN JILBAB
Rasululloh SAW bersabda:
“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mirip ekor sapi untuk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Wanita-wanita yang digambarkan Rasul dalam hadis di atas sekarang banyak sekali kita lihat. Bahkan itu sudah menjadi sesuatu yang mentradisi dan dianggap lumrah. Mereka adalah wanita-wanita yang memakai pakaian tapi telanjang. Sebab pakaian yang mereka kenakan tak dapat menutupi apa yang ALLOH SWT perintahkan untuk ditutupi.
Budaya barat adalah penyebab fenomena ini. Sebab pakaian yang “tak layak” tersebut bukanlah merupakan budaya masyarakat Islam dan tidak pula dikenal dalam tradisi masyarakat kita. Namun itu adalah hal baru yang lantas diterima tanpa dikritisi. Tidak pula itu diuji dengan pertanyaan, bolehkah ini menurut agama, atau baikkah ini bagi kita dan pertanyaan lain yang senada. Boleh jadi karena perasaan rendah diri yang akut dan silau terhadap kemajuan barat dalam beberapa hal akhirnya banyak di antara kita yang menerima budaya barat dengan mata tertutup (atau sengaja menutup mata).
Namun di sana kita juga melihat fajar yang mulai terbit. Kesadaran untuk kembali kepada budaya kita sendiri (baca: budaya berpakaian islami) mulai tumbuh. Betapa sekarang kita banyak melihat indahnya kibaran jilbab di mana-mana. Di kampus, di sekolah, di pasar dan bahkan di terminal-terminal. Malah di beberapa negara barat (Inggris dan Jerman misalnya) muslimah-muslimah pemakai jilbab tak lagi sulit ditemukan. (tambahan dariku) Meski di Perancis malah terjadi sebaliknya, ada pelarangan penggunaan jilbab walau sudah tidak terlalu banyak perdebatan lagi.
Jelasnya saat ini sudah tak ada lagi larangan untuk mengenakan busana dan pakaian yang menutup aurat. Permasalahannya, apakah jaminan kebebasan ini kemudian segera disambut oleh para muslimah kita dengan segera kembali mengenakan pakaian takwa itu atau tidak. Yang pasti alasan dilarang oleh si ini dan si itu kini tak berlaku lagi.
AURAT WANITA DAN HUKUM MENUTUPNYA
Aurat wanita yang tak boleh terlihat di hadapan laki-laki lain (selain suami dan mahramnya) adalah seluruh anggota badannya kecuali wajah dan telapak tangan. Yang menjadi dasar hal ini adalah:
1. Al-Qur’an surat Annur (24):31
“Dan katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman: ’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan khumur (Ind: jilbab)nya ke dadanya…’”
Keterangan :
Ayat ini menegaskan empat hal:
a. Perintah untuk menahan pandangan dari yang diharamkan oleh ALLOH SWT.
b. Perintah untuk menjaga kemaluan dari perbuatan yang haram.
c. Larangan untuk menampakkan perhiasan kecuali yang biasa tampak.
Para ulama mengatakan bahwa ayat ini juga menunjukkan akan haramnya menampakkan anggota badan tempat perhiasan tersebut. Sebab jika perhiasannya saja dilarang untuk ditampakkan apalagi tempat perhiasan itu berada. Sekarang marilah kita perhatikan penafsiran para sahabat dan ulama terhadap kata “…kecuali yang biasa nampak…” dalam ayat tersebut. Menurut Ibnu Umar RA. yang biasa nampak adalah wajah dan telapak tangan. Begitu pula menurut ‘Atho,’ Imam Auzai dan Ibnu Abbas RA. Hanya saja beliau (Ibnu Abbas) menambahkan cincin dalam golongan ini. Ibnu Mas’ud RA. mengatakan maksud kata tersebut adalah pakaian dan jilbab. Said bin Jubair RA. mengatakan maksudnya adalah pakaian dan wajah. Dari penafsiran para sahabat dan para ulama ini jelaslah bahwa yang boleh tampak dari tubuh seorang wanita adalah wajah dan kedua telapak tangan. Selebihnya hanyalah pakaian luarnya saja.
d. Perintah untuk menutupkan khumur ke dada. Khumur adalah bentuk jamak dari khimar yang berarti kain penutup kepala. Atau dalam bahasa kita disebut jilbab. Ini menunjukkan bahwa kepala dan dada adalah juga termasuk aurat yang harus ditutup. Berarti tidak cukup hanya dengan menutupkan jilbab pada kepala saja dan ujungnya diikatkan ke belakang. Tapi ujung jilbab tersebut harus dibiarkan terjuntai menutupi dada.
2. Hadis riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasululloh SAW dengan pakaian yang tipis, lantas Rasululloh SAW berpaling darinya dan berkata:
"Hai Asma, seseungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haid (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini,” sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan." (HR. Abu Daud dan Baihaqi).
Keterangan :
Hadis ini menunjukkan dua hal:
a. Kewajiban menutup seluruh tubuh wanita kecuali wajah dan telapak tangan.
b. Pakaian yang tipis tidak memenuhi syarat untuk menutup aurat.
Dari kedua dalil di atas jelaslah batasan aurat bagi wanita, yaitu seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan. Dari dalil tersebut pula kita memahami bahwa menutup aurat adalah wajib. Berarti jika dilaksanakan akan menghasilkan pahala dan jika tidak dilakukan maka akan menuai dosa. Kewajiban menutup aurat ini tidak hanya berlaku pada saat solat saja namun juga pada semua tempat yang memungkinkan ada laki-laki lain bisa melihatnya.
Selain kedua dalil di atas masih ada dalil-dalil lain yang menegaskan akan kewajiban menutup aurat ini:
1. Dari Al-Qur’an:
a. “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu melakukan tabarruj sebagaimana tabarrujnya orang-orang jahiliyyah dahulu…” (Qs. Al-Ahzab: 33).
Keterangan:
Tabarruj adalah perilaku mengumbar aurat atau tidak menutup bagian tubuh yang wajib untuk ditutup. Fenomena mengumbar aurat ini adalah merupakan perilaku jahiliyyah. Bahkan diriwayatkan bahwa ritual haji pada zaman jahiliyyah mengharuskan seseorang thawaf mengelilingi ka’bah dalam keadaan bugil tanpa memandang apakah itu lelaki atau perempuan.
Konteks ayat di atas adalah ditujukan untuk istri-istri Rasululloh SAW. Namun keumuman ayat ini mencakup seluruh wanita muslimah. Kaidah ilmu ushul fiqh mengatakan: “Yang dijadikan pedoman adalah keumuman lafadz sebuah dalil dan bukan kekhususan sebab munculnya dalil tersebut (al ibratu bi umumil lafdzi la bikhususis sabab).
b. “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang-orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal dan oleh karenanya mereka tidak diganggu. Dan ALLOH SWT Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzab: 59).
Keterangan:
Jilbab dalam bahasa Arab berarti pakaian yang menutupi seluruh tubuh (pakaian kurung), bukan berarti jilbab dalam bahasa kita (lihat arti kata khimar di atas). Ayat ini menjelaskan pada kita bahwa menutup seluruh tubuh adalah kewajiban setiap mukminah dan merupakan tanda keimanan mereka.
2. Hadis Rasululloh SAW, bahwasanya beliau bersabda:
“Ada dua golongan penghuni neraka yang aku belum pernah melihatnya: Laki-laki yang tangan mereka menggenggam cambuk yang mrip ekor sapi untk memukuli orang lain dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang dan berlenggak lenggok. Kepalanya bergoyang-goyang bak punuk onta. Mereka itu tidak masuk surga dan tidak pula mencium baunya. Padahal sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Kisah Nyata Akibat Membuka Aurat di Facebook (bahan renungan)
Kisah
ini mengenai seorang hamba Allah. Dia merupakan seorang wanita yang
aktif berfacebook.Dalam facebook nya mempunyai banyak koleksi foto yang
tidak menutup aurat.Selepas dia meninggal dunia, ibunya sentiasa
bermimpi dia merayu kepada ibunya supaya menghapus foto-fotonya yang
tidak menutup auratnya di Facebook.Malangnya tiada siapa yang mengetahui
password Facebooknya.
Jadi, kemungkinan besar, rohnya tidak tenang dengan dosa auratnya yang dibiarkan begitu saja menjadi tatapan umum….dan ingatlah, azab untuk kita yg sengaja membiarkan aurat kita dilihat oleh lelaki bukan mahram adalah dosa yang besar dan dapat membawa ke dalam Api Neraka Allah SWT.
Cerita ini menjadi ikhtibar dan pelajaran buat kita, supaya tidak mengupload gambar kita yang tidak menutup aurat dengan sempurna, kita tak tahu bila kita akan Mati…Jadi, tolonglah kalau anda Sayangkan diri anda, Hapuslah gambar yang tidak sepatutnya.
Sebarkan suara Islam yang benar,Inilah penjajahan yang dibawa oleh Globalisasi Dajjalism.Sehingga Yang WAJIB ini kita main-mainkan dan Dosa ini kita lakukan tanpa RASA APA-APA.Ingatlah aurat laki-laki yang harus dijaga diantara lutut dan pusar sedangkan madzhab syafii ada keringanan bagi wanita yg bekerja untuk membuka wajah dan kedua telapak tangannya.Sadarlah ,WALAU IKHLAS ATAU TIDAK YANG NAMANYA MENUTUP AURAT WAJIB DILAKUKAN,Jika Ikhlas maka Berpahala tetapi jika tidak Ikhlas maka sekurang-kurangnya TERHINDAR DARI DOSA.
Jangan dijadikan Ikhlas sebagai Alasan untuk menghalalkan yang Haram.
Ingat ini Saham dosa kita yg ditatap oleh ribuan orang bahkan lebih dari jutaan saat yang dengan mudahnya melihat foto kita.
Apabila telah sampai masanya – baru lah Penyesalan Sudah Tidak Berguna.
Akhir kalam, semoga roh dia dicucuri rahmat Ilahi.(Ust.Reza Assegaf)
Terlepas benar atau salah cerita di atas, menurut aurat memang menjadi kewajiban (wallahu a'lam )
Jadi, kemungkinan besar, rohnya tidak tenang dengan dosa auratnya yang dibiarkan begitu saja menjadi tatapan umum….dan ingatlah, azab untuk kita yg sengaja membiarkan aurat kita dilihat oleh lelaki bukan mahram adalah dosa yang besar dan dapat membawa ke dalam Api Neraka Allah SWT.
Cerita ini menjadi ikhtibar dan pelajaran buat kita, supaya tidak mengupload gambar kita yang tidak menutup aurat dengan sempurna, kita tak tahu bila kita akan Mati…Jadi, tolonglah kalau anda Sayangkan diri anda, Hapuslah gambar yang tidak sepatutnya.
Sebarkan suara Islam yang benar,Inilah penjajahan yang dibawa oleh Globalisasi Dajjalism.Sehingga Yang WAJIB ini kita main-mainkan dan Dosa ini kita lakukan tanpa RASA APA-APA.Ingatlah aurat laki-laki yang harus dijaga diantara lutut dan pusar sedangkan madzhab syafii ada keringanan bagi wanita yg bekerja untuk membuka wajah dan kedua telapak tangannya.Sadarlah ,WALAU IKHLAS ATAU TIDAK YANG NAMANYA MENUTUP AURAT WAJIB DILAKUKAN,Jika Ikhlas maka Berpahala tetapi jika tidak Ikhlas maka sekurang-kurangnya TERHINDAR DARI DOSA.
Jangan dijadikan Ikhlas sebagai Alasan untuk menghalalkan yang Haram.
Ingat ini Saham dosa kita yg ditatap oleh ribuan orang bahkan lebih dari jutaan saat yang dengan mudahnya melihat foto kita.
Apabila telah sampai masanya – baru lah Penyesalan Sudah Tidak Berguna.
Akhir kalam, semoga roh dia dicucuri rahmat Ilahi.(Ust.Reza Assegaf)
Terlepas benar atau salah cerita di atas, menurut aurat memang menjadi kewajiban (wallahu a'lam )
Hukum Membuka Aurat di Hadapan Dokter Nasrani
Fatwa Syekh Khalid Abdul Mun’im Ar-Rifa’i
Pertanyaan:
Saya seorang pemudi. Selama beberapa tahun ini, saya mengalami sakit akibat adanya sesuatu yang turun/jatuh pada daerah kemaluan. Saya merasakan sakit yang sangat di daerah ini. Ditemani ibu saya, saya mendatangi seorang dokter agar saya mendapat ketenangan. Tapi sangat disayangkan, dokter itu lelaki dan dia nasrani. (Sewaktu memeriksa pasien), dia di dampingi perawat wanita yang juga beragama nasrani. Setelah pemeriksaan itu – dan saya merasa baikan – saya ditimpa kesedihan. Saya sangat menyesal karena telah membiarkan seorang dokter lelaki nasrani melihat aurat saya!
Kini saya didera rasa takut kepada Allah dan penyesalan yang dalam. Bagaimana caranya agar dosa ini terhapus?
Jawaban:
Alhamdulillah. Salawat serta salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, segenap sahabatnya, dan setiap orang yang setia mengikutinya. Amma ba’du.
Saudari yang mulia, kita semua beriman dengan rahmat Allah Ta’ala yang begitu luas, dan kita juga beriman bahwa Dia menerima taubat hamba-Nya bahkan Dia bergembira dengan bertaubatnya seorang hamba kepada-Nya! Kita juga beriman bahwa Dia mengampuni semua perbuatan buruk dan dosa, maha menerima taubat dan kita juga beriman bahwa siksaan-Nya amatlah keras.
Sebesar apa pun dosa dan sekeras apa pun kekufuran maka sesungguhnya taubat dapat menghapusnya. Allah yang maha suci tidak merasa berat untuk mengampuni dosa. Dia mengampuni dosa kesyirikan dan kekufuran bagi orang-orang yang bertaubat. Allah berfirman,
{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى
أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ
الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ}
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah
yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Az-Zumar: 53)Para imam telah menjelaskan bahwa ayat tersebut berlaku umum secara mutlak bagi setiap orang yang bertaubat.
Saudari yang mulia, apa pun yang telah engkau lakukan maka taubat akan menghapusnya insya Allah. Taubat itu wajib dilakukan setiap hamba dalam setiap waktu. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam – yang merupakan penghulu bani Adam – beristigfar kepada Allah dalam setiap denting waktu. Sebagaimana telah diriwayatkan secara shahih dari Al-Aghar Al-Muzanay radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنه لَيُغَانُ على قلبي، وإني لأستغفر الله في اليوم مائة مرة
“Sesungguhnya hatiku terkadang tertutup, dan aku beristigfar kepada Allah seratus kali dalam sehari.” (HR. Muslim)Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
يا أيها الناس، توبوا إلى الله, فإني أتوب إليه في اليوم مائة مرةٍ
“Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kepada Allah. Sungguh aku bertaubat kepadanya seratus kali dalam sehari.” (HR. Muslim)Dari Abu Hurairah; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
واللهِ، إني لأستغفر اللهَ وأتوب إليه في اليوم أكثر مِن سبعين مرةً
“Demi Allah, sungguh aku beristigfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya lebih dari 70 kali dalam sehari.” (HR. Al-Bukhari)Renungkanlah perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di (Majmu’ Fatawa, 15:54), “Dosa yang merugikan pelakunya adalah dosa yang tak diakhiri dengan taubat. Adapun dosa yang diakhiri dengan taubat maka bisa jadi setelah bertaubat pelakunya malah menjadi lebih mulia dibandingkan sebelum dia berbuat dosa meskipun taubatnya dari kekufuran atau dosa besar. Sebagaimana kata sebagian salaf, ‘Setelah bertaubat, keadaan Dawud menjadi lebih baik dibandingkan sebelum dia melakukan dosa’. Orang-orang yang terdahulu dari kalangan muhajirin dan anshar adalah orang-orang terbaik setelah para nabi. Mereka menjadi lebih mulia tidak lain karena taubat mereka dari kekufuran dan dosa. Kesalahan pada masa lampau sebelum taubat tidaklah menjadi kekurangan atau aib bahkan ketika mereka bertaubat dari hal tersebut jadilah mereka orang-orang yang memiliki keimanan yang lebih kuat, ibadah yang lebih lebih giat serta ketaatan yang lebih hebat dibandingkan generasi manusia sepeninggal mereka. Orang yang hidup belakangan tidak mengenali perkara jahiliyah sebagaimana mereka memahaminya.
Karena itulah, Umar bin Al-Khaththab berucap, ‘Ikatan Islam akan terlepas seikat demi seikat, jika tumbuh dalam Islam generasi yang tidak mengenali perkara jahiliyah.Allah telah berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ
وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا * يُضَاعَفْ لَهُ
الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا * إِلَّا مَنْ
تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ
سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمً
‘Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta
Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang
melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan)
dosa(nya). (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat
dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Al-Furqan: 68–70)Termaktub dalam Ash-Shahih, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
«أن الله يحاسب عبده يوم القيامة، فيعرض عليه صغار الذنوب،
ويخبئ عنه كبارها، فيقول: فعلت يوم كذا كذا وكذا؟ فيقول: نعم يا رب، وهو
مُشفقٌ مِن كبارها أن تظهرَ، فيقول: إني قد غفرتها لك، وأبدلتك مكان كل
سيئةٍ حسنةً، فهنالك يقول: رب إنَّ لي سيئاتٍ ما أراها بعدُ»
“Sesungguhnya Allah akan menghisab hamba-Nya pada hari kiamat,
lalu Dia tunjukkan padanya dosa-dosa kecilnya dan Dia sembunyikan
dosa-dosa besarnya. Kemudian Dia berkata, ‘Engkau telah melakukan
perbuatan demikian dan demikian pada hari demikian?’ Dia (si hamba)
menjawab, ‘Benar, wahai Rabbku.’ Hamba tersebut takut bila dosa-dosa
besarnya ditampakkan, maka Allah berkata, ‘Sungguh telah Kuampuni kamu!
Dan setiap dosamu Kuganti dengan kebaikan.’ Maka di sanalah dia (si
hamba) berkata, ‘Tuhanku, aku punya dosa-dosa yang belum kulihat.’”Ketika hamba yang mukmin bertaubat dan Allah mengganti dosa-dosanya dengan kebaikan-kebaikan, maka keburukan-keburukan yang memudhorotkannya(membahayakannya) akan berbalik menjadi kebaikan-kebaikan yang bermanfaat yang diberikan oleh Allah untuknya. Selepas taubat, tidak ada lagi sisa dosa yang membahayakannya. Bahkan taubatnya menjadi salah satu hal yang sangat bermanfaat untuknya. Yang menjadi ibrah adalah akhir yang sempurna bukan permulaan yang penuh kekurangan.
Barang siapa yang lupa (hafalan) Al-Quran kemudian dia menghafalnya kembali dengan hafalan yang lebih baik dari hafalannya sebelumnya maka lupanya tersebut tidaklah memudhorotkannya. Barang siapa yang sakit kemudian dia sembuh dan bugar kembali maka sakitnya yang dulu datang tidaklah memudhorotkannya. Allahu Ta’ala menguji hamba-Nya yang mukmin dengan perkara yang akan membuatnya bertaubat. Agar dengan sebab itu seorang hamba mewujudkan penyempurnaan penghambaan, ketundukan dan kekhusyu’an kepada Allah dan juga sikap kembali kepada-Nya serta kewaspadaan yang sempurna di kemudian hari (dari terjerumus pada dosa yang sama -pen) dan kesungguhan dalam ibadah, yang mana hal-hal ini tidak dia peroleh seandainya dia tidak bertaubat.
Disarikan dari http://ar.islamway.net/fatwa/55675?ref=w-new
—
Hukum wanita Islam mendedahkan aurat kepada wanita non- muslim
Soalan
Saya
pelajar sebuah IPT yang menetap di asrama yang bercampur denga wanita
bukan Islam. Menjadi satu bebanan bagi saya dan kawan-kawan saya untuk
memelihara aurat dalam keadaan orang kafir tinggal sebilik dangan kami.
Jadi
saya ingin mendapat penjelasan dari ustazah tentang hukumnya jika kami
mendedahkan aurat zahir kami kerana keadaan terpaksa.
Ustazah Shahidah Sheikh Ahmad
Jawapan:
Saya
sering ditanyakan masalah ini, terutamanya melibatkan mahasiswa dan
pelajar yang tinggal sebilik dengan wanita bukan Islam.Kerana ini
sedikit sebanyak akan mendatangkan kesukaran pergerakan seharian mereka.
Menutup
aurat bagi wanita muslimah merupakan sesuatu yang diwajibkan oleh
syarak. Ianya merupakan suatu ketetapan yang pasti berdasarkan dalil
daripada al-Quran dan sunnah. Seorang wanita muslimah itu dibenarkan
menampakkan aurat mereka hanya kepada golongan-golongan tertentu seperti
yang dijelaskan secara terperinci di dalam al-Quran Surah al-Nur ayat
31 yang bermaksud :
“Dan
katakanlah kepada perempuan-perempuan yang beriman supaya menyekat
pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara
kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh
mereka kecuali yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup
belahan leher bajunya dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka
memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka,
atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau
anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi
saudara-saudara mereka yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara
mereka yang perempuan, atau perempuan-perempuan mereka, atau …………” .hingga akhir ayat.
Berdasarkan
ayat di atas, terdapat khilaf para ulama dalam hal ini. Allah tidak
menyebut lafaz “an-nisaa” bermaksud wanita-wanita. Tetapi Ia menyebut
“nisaaihinna” bermaksud wanita-wanita mereka.Lafaz “nisaaihinna”
bermakna Allah menghadkan kebebasan perempuan Islam dalam ruang lingkup
tertentu. Apakah ruang lingkup tersebut? Di sinilah terdapat
perselisihan pendapat di antara para ulama’.
Ada
yang mengatakan bahawa boleh bagi wanita Muslimah membuka aurat hanya
kepada wanita Muslimah sahaja. Pendapat ini menurut mazhab Syafie yang
menyatakan auratnya sama sahaja dengan lelaki bukan mahram. Begitu juga
keterangan yang dilihat seperti mana yang dihuraikan oleh Imam Ibn
Kathir di dalam Tafsir al-Quran al-Azhim katanya :
“Firman
Allah SWT ‘nisaa`ihinna’, maksudnya adalah, seorang wanita Muslimah
dibolehkan menampakkan perhiasannya (auratnya) kepada wanita-wanita
Muslimah yang lain. Namun ia tidak dibenarkan kepada ahlu zimmah
(wanita-wanita kafir ahlu zimmah). Ini bertujuan agar wanita-wanita
kafir itu tidak menceritakan aurat wanita-wanita Muslimah kepada
suami-suami mereka. Walaupun hal ini mesti dihindari pada semua wanita,
akan tetapi ianya lebih ditekankan lagi kepada wanita ahlu zimmah.
[Tafsir Ibnu Katsir, juz 6, hal. 48]
Imam
Ibn Kathir menganggap wanita bukan muslim ahlu zimmah tidak memahami
larangan Rasulullah SAW berkenaan menceritakan aurat wanita lain kepada
suami mereka. Ini kerana wanita bukan Islam tidak boleh dipercayai
kerahsiaan mereka (dalam menjaga amanah). Ditakuti aib dan aurat wanita
muslim dihebah-hebahkan.
Disebabkan
alasan tersebut, beliau mendatangkan pendapat yang melarang secara
terus dari menampakkan aurat kepada wanita bukan Islam.
Begitu
juga pandangan Syeikh ‘Atiyyah Saqqar yang menguatkan dalil dgn
kata-kata Ibn Abbas yg mengharamkan aurat perempuan Islam dilihat oleh
perempuan Yahudi atau Kristian. kerana takut perempuan kafir akan
menceritakan atau mendedahkan kepada lelaki lain atau suami mereka
tentang apa yg mereka lihat. Pendapat ini juga dipegang oleh Imam
al-Qurtubi di dalam tafsir beliau dengan berdalilkan al-Athar (kata-kata
sahabat) daripada Umar RA yg bermaksud:
“Dan
Umar RA menulis kepada gabenornya Abi Ubaidah bin al-Jarrah: “Bahawa
telah sampai berita kepadaku perempuan ahli zimmah memasuki tempat
mandian wanita islam. Maka tegahlah daripada demikian itu dan halalkan
selain mereka (perempuan ahli zimmah).” Dan pendapat ini merupakan
pendapat Jumhur Ulama.
Jika
dilihat kepada alasan beberapa pandangan Ulama ini, mereka mendatangkan
hukum ini adalah berdasarkan adanya alasan tertentu. ‘Illah (alasan)
tersebut ialah ‘agar aurat wanita muslimah tidak diceritakan kepada
suami mereka’. Menurut kaedah fiqh, Ianya dikategorikan sebagai ‘illah
ba’ithah. Iaitu hukum tersebut dibina berdasarkan kepada kewujudan dan
ketiadaan illah. Apabila illah/alasan tersebut hilang maka gugurlah
hukum asal tersebut. Namun apabila illah/alasan itu kembali, maka hukum
asal digunapakai semula.
Di
dalam isu ini, sekiranya wanita bukan Islam diyakini tidak akan
menceritakan aurat wanita Muslimah kepada lelaki lain, maka harus bagi
wanita Muslimah menampakkan aurat kepada mereka.
Ini
bersesuaian dengan pandangan sebahagian ulama. Mereka tidak memandang
bahawa menampakkan aurat kepada wanita bukan Islam akan membuatkan
wanita bukan Islam tersebut secara pasti akan menceritakannya kepada
suami mereka. Lalu mereka mengharuskan wanita Muslimah membuka aurat
dihadaan wanita bukan Islam diatas keperluan dan syarat-syarat
tertentu. Antara syarat-syaratnya ialah dipastikan wanita bukan Islam
(khusus kepada ahlu zimmah) tersebut dapat dipercayai ia tidak
menceritakan perihal aurat wanita muslimah kepada lelaki lain. Lalu
mereka membahagikan wanita bukan Islam itu samada ianya boleh
dipercayai, ataupun tidak boleh dipercayai.
Ini
seperti mana yang dinyatakan oleh pandangan yang agak berlainan dari
pandangan jumhur seperti Ibn al-Arabi al-Maliki didalam kitab beliau
Ahkamul Qur’an, Jld 3, hal. 326, yang mengatakan boleh bagi wanita
Muslimah membuka aurat kepada semua wanita yang baik akhlaknya dan baik
hubungannya dengan wanita muslimah. Ini bermakna wanita Islam boleh
membuka auratnya kepada wanita yang baik akhlaknya dan menjalin hubunan
baik dengan mereka. Ia termasuk wanita bukan Islam. Jika wanita itu
buruk akhlaknya termasuk wanita Islam sendiri, maka wanita Islam tidak
boleh membuka auratnya. Pendapat ini juga disokong oleh Imam
Fakhrurrazzi dan mufassir kontemporari dari Saudi iaitu Syeikh Ali
Al-Shabuni.
Apa
yang ingin dijelaskan oleh mereka disini adalah, aurat atau tidak
bukanlah dinilai pada perbezaan agama, tetapi dinilai pada perbezaan
akhlak dan budi pekerti. Maka harus bagi perempuan Islam mendedahkan
aurat di hadapan perempuan lain yang elok budi pekerti dan akhlaknya
walaupun bukan Islam. Dan pandangan ini dipersetujui oleh Fatwa Negeri
Kedah dengan merujuk kepada kitab Hasyiyah Qalyubi juz. 3, hal. 211
mendatangkan alasan berbezanya keadaan zaman kini jika dilihat pergaulan
wanita yang berlainan agama begitu meluas di sekolah-sekolah, di
pusat-pusat pengajian tinggi, di asrama, di tempat bekerja dan
lain-lain.
Jika
perihal menceritakan aurat terbatas hanya kepada agama, bagaimana
dengan perempuan Islam yang rosak akhlak dan tidak bermoral seperti
golongan lesbian? Maka sudah semestinya wajib menutup aurat di hadapan
mereka kerana bergaul dengan mereka mendedahkan kepada bahaya dan
mudarat sebagaimana bergaul dengan lelaki bukan muhrim.
Disebabkan
itulah Islam melarang seseorang wanita muslimah itu menceritakan kepada
rakan-rakan yang bukan mahramnya perihal aurat mereka. Seperti
menceritakan rupa bentuk tubuh badannya, kedudukan rambut, mahupun warna
kulit anggota-anggota tertentu yang terselindung disebalik
batasan-batasan aurat yang digariskan oleh Islam.
Kesimpulannya
di sini, mana-mana wanita Muslimah dilarang mendedahkan atau
menceritakan aurat mereka kepada yang bukan mahram dan wanita bukan
Islam tanpa keperluan tertentu yang mendesak. Mereka dibolehkan membuka
aurat mereka kepada wanita bukan Islam hanya sekiranya terdapat
keperluan dan meyakini wanita bukan Islam tersebut mampu merahsiakan
aurat wanita Muslimah dari dihebahkan kepada lelaki lain. Namun harus
diingat bahawa anggota zahir sahaja yg boleh dibuka spt lengan,kaki,
rambut,leher dsb. Tetapi tidak boleh membuka yang sulit2 kpd mereka. Ini
adalah juga untuk menjaga maruah diri wanita muslimah.
Islam tidak menyusahkan wanita. Tetapi ia memuliakan dan memelihara maruah wanita.
WALLAHU ‘A’LAM
Batasan Aurat Yang Boleh Dilihat Saat Pengobatan
Saya mohon Anda menjelaskan tentang masalah memilih
dokter. Guru saya mengatakan bahwa untuk memeriksakan penyakitnya seorang
wanita harus memilih dokter wanita muslimah, jika tidak ada maka dokter wanita
non muslimah, jika tidak ada maka dokter pria muslim, jika tidak ada juga
maka boleh diperiksa oleh dokter pria non muslim. Katanya kita boleh memeriksakan
diri kepada dokter pria kecuali jika tidak ada dokter wanita dan di saat kita
sangat butuh dokter spesialis.
Salah seorang temanku mengatakan bahwa gurunya menyarankan agar mencari dokter muslim, wanita ataupun pria sama saja. Kalau tidak ada baru boleh mencari dokter non muslim, pria maupun wanita.
Saya jadi bingung, saya yakin bahwa dokter-dokter muslim lebih dapat dipercaya daripada dokter non muslim. Akan tetapi bukankah menjaga aurat dan menjauhi fitnah lebih penting?
Sebagian teman-teman wanitaku lebih memilih dokter pria muslim untuk memeriksakan kehamilan mereka. Demikian pula saat melahirkan. Sementara di sana banyak bidan-bidan wanita yang muslimah mapun non muslimah.
Mohon beri kami nasihat, semoga Allah memberi Anda balasan yang baik.
Salah seorang temanku mengatakan bahwa gurunya menyarankan agar mencari dokter muslim, wanita ataupun pria sama saja. Kalau tidak ada baru boleh mencari dokter non muslim, pria maupun wanita.
Saya jadi bingung, saya yakin bahwa dokter-dokter muslim lebih dapat dipercaya daripada dokter non muslim. Akan tetapi bukankah menjaga aurat dan menjauhi fitnah lebih penting?
Sebagian teman-teman wanitaku lebih memilih dokter pria muslim untuk memeriksakan kehamilan mereka. Demikian pula saat melahirkan. Sementara di sana banyak bidan-bidan wanita yang muslimah mapun non muslimah.
Mohon beri kami nasihat, semoga Allah memberi Anda balasan yang baik.
Alhamdulillah Rabbil 'Alamin, Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi
yang diutus sebagai rahmat sekalian alam, Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam,
kepada segenap keluarga dan para sahabat. Wa ba'du,
Berikut ini akan kami sebutkan beberapa kaidah dan batasan tentang masalah batasan aurat yang boleh dilihat saat pengobatan.
Pertama: Aurat lelaki adalah anggota tubuh antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam : "Apa-apa yang berada diantara pusar dan lutut adalah aurat"
(Hadits hasan riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Daraquthni) dan ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Kedua: Tubuh wanita seluruhnya aurat bagi lelaki bukan mahramnya. Berdasarkan firman Allah:
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir."
(QS. An-Nuur :53)
Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam :
"Tubuh wanita itu seluruhnya aurat."
(H.R Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Inilah pendapat yang benar dalam madzhab Hambali dan salah satu pendapat dalam madzhab Maliki serta salah satu pendapat juga dalam madzhab Syafi'i.
Ketiga: Sengaja melihat aurat yang dilarang dilihat merupakan perkara yang sangat diharamkan, wajib menundukkan pandangan darinya, berdasarkan firman Allah:
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka,. (QS. 24:30-31)
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya dan janganlah juga seorang wanita melihat aurat wanita lainnya."
(H.R Muslim)
Beliau juga pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib:
"Janganlah melihat kepada paha orang yang masih hidup ataupun yang sudah mati."
(H.R Abu Dawud dan hadits ini shahih)
Keempat: Setiap aurat yang tidak boleh dilihat maka tidak boleh juga disentuh walaupun memakai penghalang. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan wanita."
(H.R Malik dan Ahmad, hadits ini shahih)
Beliau juga berkata:
"Sekiranya kepala salah seorang kamu ditusuk dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
(H.R Ath-Thabrani dan hadits ini shahih)
An-Nawawi berkata: Menurut prioritas hukum, menyentuh wanita yang bukan mahram haram hukumnya sebagaimana juga haram melihatnya. Sebab menyentuh tentunya lebih lezat daripada sekedar melihat.
Kelima: Ada beberapa jenis dan tingkatan aurat, diantaranya aurat yang vital. Yaitu qubul dan dubur. Dan aurat yang tidak vital, seperti paha (antara sesama lelaki).
Aurat anak-anak yang masih berusia dibawah tujuh tahun tidak termasuk dalam cakupan hukum. Adapun aurat anak kecil yang telah mumayyiz (baligh) -antara tujuh sampai sepuluh tahun- adalah kemaluannya. Aurat anak perempuan yang masih kecil dan sudah baligh auratnya dari pusar sampai ke lutut. Demikian pula dalam kondisi aman. Aurat mayit sama seperti aurat orang yang masih hidup. Dan lebih amannya menggolongkan aurat banci (banci alami) sebagaimana aurat wanita, sebab berat dugaan ia seorang wanita.
Keenam: Keadaan darurat membolehkan perkara yang terlarang. Para ulama sepakat bahwa seorang dokter boleh melihat bagian tubuh wanita yang sakit untuk kebutuhan pemeriksaan dan pengobatan dengan memperhatikan batasan-batasan syar'inya. Demikian pula para ulama membolehkan para dokter melihat bagian tubuh lelaki yang sakit. Ia boleh melihat bagian tubuh yang sakit sebatas kebutuhan. Dalam hal ini dokter wanita sama halnya dengan dokter pria. Hukum ini di dasarkan atas kaidah mendahulukan maslahat menyelamatkan jiwa daripada maslahat menjaga aurat jika kedua maslahat itu bertabrakan.
Ketujuh: Kaidah selanjutnya adalah: "Darurat harus diukur sesuai batasnya." Meskipun melihat, menyingkap, menyentuh dan sebagainya dibolehkan karena darurat dan kebutuhan yang sangat mendesak, tetapi tidak dibolehkan melampaui dan melanggar batasa-batas syariat. Batas-batas itu sebagai berikut:
1. Pengobatan kaum lelaki hendaklah ditangani oleh dokter pria, dan pengobatan kaum wanita hendaklah ditangani dokter wanita. Jika seorang wanita terpaksa menyingkap auratnya untuk keperluan pengobatan, maka dianjurkan agar ditangani oleh dokter wanita muslimah. Jika tidak ada maka ditangani oleh dokter non muslimah, jika tidak ada maka ditangani oleh dokter pria muslim, jika tidak ada maka ditangani oleh dokter pria non muslim.
Demikian pula jika bisa ditangani oleh dokter umum wanita muslimah maka tidak perlu ditangani oleh dokter spesialis pria. Jika diperlukan dokter spesialis wanita dan ternyata tidak ada, maka boleh ditangani oleh dokter spesialis pria. Jika dokter spesialis wanita tidak mencukupi dan sangat perlu ditangani oleh dokter spesialis pria yang mahir maka boleh ditangani oleh dokter pria tersebut.
Jika terdapat dokter spesialis pria yang lebih mahir daripada dokter spesialis wanita, maka tetap tidak boleh ditangani oleh dokter pria kecuali jika spesialisasi dokter pria itu sangat dibutuhkan. Demikian pula halnya dalam proses pengobatan pria, yaitu tidak boleh ditangani oleh dokter wanita jika masih ada dokter pria yang mampu menanganinya.
2. Tidak diperkenankan melampaui batas aurat yang lazim untuk dibuka. Cukup membuka anggota tubuh yang perlu diperiksa saja. Dan hendaknya berusaha menundukkan pandangan semampunya. Dan hendaknya ia sesalu merasa melakukan sesuatu yang pada dasarnya diharamkan dan senantiasa minta ampun kepada Allah atas perbuatan melampaui batas yang mungkin terjadi.
3.Jika pengobatan bisa dilakukan hanya dengan mengidentifikasi penyakit saja (tanpa harus membuka aurat), maka tidak diperkenankan membuka aurat. Jika hanya dibutuhkan melihat tempat yang sakit saja maka tidak perlu menyentuhnya, jika cukup menyentuh dengan memakai penghalang saja maka tidak perlu menyentuhnya tanpa penghalang.
4. Jika yang menangani pasien wanita terpaksa harus dokter pria maka disyaratkan tidak dalam keadaan khalwat. Pasien wanita itu harus disertai suaminya, atau mahramnya atau wanita lain yang dapat dipercaya.
5. Hendaknya dokter yang menanganinya adalah seorang yang terpercaya, tidak cacat moral dan agamanya. Dalam hal ini cukuplah menilainya secara zhahir.
6. Makin vital aurat tersebut makin keras pula larangan melihat dan menyentuhnya. Penulis buku Kifayatul Akhyar berkata: "Ketahuilah bahwa kebutuhan yang sangat mendasar untuk dilihat adalah wajah dan dua telapak tangan. Adapun bagian-bagian tubuh lainnya hanya boleh dilihat sesuai dengan kadar kebutuhan, terutama alat kelamin vital. Oleh sebab itu hal ini sangat perlu dijaga, terutama pada saat membantu kelahiran dan mengkhitan anak perempuan yang mulai tumbuh dewasa.
7. Kebutuhan pengobatan memang sangat mendesak. Seperti penyakit yang tidak dapat ditahankan lagi atau penurunan stamina dikhawatirkan akan membahayakan jiwanya. Adapun jika tidak begitu sakit atau tidak begitu mendesak maka janganlah membuka aurat (hanya untuk pengobatannya), sebagaimana dalam perkara-perkara yang bersifat dugaan dan perkara-perkara sekunder lainnya (yang mana tidak mesti membuka aurat).
8. Seluruh perkara di atas berlaku jika tidak menimbulkan fitnah dan tidak membangkitkan syahwat kedua belah pihak (yakni pasien dan dokternya).
Terakhir, segala sesuatunya harus di dasari ketakwaan kepada Allah. Karena syariat telah menggariskan hukum-hukum yang jelas dan tegas bagi perkara-perkara sensitif seperti ini. Salah satu penyebab timbulnya musibah pada zaman ini adalah memandang remeh masalah membuka aurat di tempat-tempat kunjungan dan rumah-rumah sakit. Sepertinya para dokter-dokter tersebut boleh melakukan segala sesuatu dan dihalalkan baginya segala yang terlarang. Demikian pula yang berlaku dalam program-program pendidikan yang seratus persen ditiru dari program-program pendidikan yang ada di negara-negara kafir. Hal ini termasuk kelengahan dalam berbagai pola pendidikan, latihan dan ujian.
Kaum muslimin wajib mengajarkan berbagai keterampilan khusus bagi kaum wanita agar mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dan hendaknya menyusun jadwal yang rapi dan teratur di klinik-klinik dan rumah-rumah sakit agar wanita-wanita muslimah tidak jatuh dalam kesulitan. Dan hendaknya tidak menelantarkan wanita-wanita muslimah yang sakit atau merasa keberatan jika mereka meminta di tangan oleh dokter wanita.
Hanya kepada Allah sajalah kita memohon agar menganugrahkan bagi kita pemahaman dalam agama dan menolong kita dalam melaksanakan hukum-hukum syariat dan dalam memelihara hak-hak kaum muslimin. Sesungguhnya Dia-lah yang kuasa memberi taufiq dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Berikut ini akan kami sebutkan beberapa kaidah dan batasan tentang masalah batasan aurat yang boleh dilihat saat pengobatan.
Pertama: Aurat lelaki adalah anggota tubuh antara pusar dan lutut, berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam : "Apa-apa yang berada diantara pusar dan lutut adalah aurat"
(Hadits hasan riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Daraquthni) dan ini merupakan pendapat jumhur ulama.
Kedua: Tubuh wanita seluruhnya aurat bagi lelaki bukan mahramnya. Berdasarkan firman Allah:
Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir."
(QS. An-Nuur :53)
Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu 'Alaihi Wassalam :
"Tubuh wanita itu seluruhnya aurat."
(H.R Tirmidzi dengan sanad yang shahih)
Inilah pendapat yang benar dalam madzhab Hambali dan salah satu pendapat dalam madzhab Maliki serta salah satu pendapat juga dalam madzhab Syafi'i.
Ketiga: Sengaja melihat aurat yang dilarang dilihat merupakan perkara yang sangat diharamkan, wajib menundukkan pandangan darinya, berdasarkan firman Allah:
Katakanlah kepada laki-laki yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman:"Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka,. (QS. 24:30-31)
Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Janganlah seorang lelaki melihat aurat lelaki lainnya dan janganlah juga seorang wanita melihat aurat wanita lainnya."
(H.R Muslim)
Beliau juga pernah berkata kepada Ali bin Abi Thalib:
"Janganlah melihat kepada paha orang yang masih hidup ataupun yang sudah mati."
(H.R Abu Dawud dan hadits ini shahih)
Keempat: Setiap aurat yang tidak boleh dilihat maka tidak boleh juga disentuh walaupun memakai penghalang. Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam bersabda:
"Sesungguhnya aku tidak pernah menjabat tangan wanita."
(H.R Malik dan Ahmad, hadits ini shahih)
Beliau juga berkata:
"Sekiranya kepala salah seorang kamu ditusuk dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya."
(H.R Ath-Thabrani dan hadits ini shahih)
An-Nawawi berkata: Menurut prioritas hukum, menyentuh wanita yang bukan mahram haram hukumnya sebagaimana juga haram melihatnya. Sebab menyentuh tentunya lebih lezat daripada sekedar melihat.
Kelima: Ada beberapa jenis dan tingkatan aurat, diantaranya aurat yang vital. Yaitu qubul dan dubur. Dan aurat yang tidak vital, seperti paha (antara sesama lelaki).
Aurat anak-anak yang masih berusia dibawah tujuh tahun tidak termasuk dalam cakupan hukum. Adapun aurat anak kecil yang telah mumayyiz (baligh) -antara tujuh sampai sepuluh tahun- adalah kemaluannya. Aurat anak perempuan yang masih kecil dan sudah baligh auratnya dari pusar sampai ke lutut. Demikian pula dalam kondisi aman. Aurat mayit sama seperti aurat orang yang masih hidup. Dan lebih amannya menggolongkan aurat banci (banci alami) sebagaimana aurat wanita, sebab berat dugaan ia seorang wanita.
Keenam: Keadaan darurat membolehkan perkara yang terlarang. Para ulama sepakat bahwa seorang dokter boleh melihat bagian tubuh wanita yang sakit untuk kebutuhan pemeriksaan dan pengobatan dengan memperhatikan batasan-batasan syar'inya. Demikian pula para ulama membolehkan para dokter melihat bagian tubuh lelaki yang sakit. Ia boleh melihat bagian tubuh yang sakit sebatas kebutuhan. Dalam hal ini dokter wanita sama halnya dengan dokter pria. Hukum ini di dasarkan atas kaidah mendahulukan maslahat menyelamatkan jiwa daripada maslahat menjaga aurat jika kedua maslahat itu bertabrakan.
Ketujuh: Kaidah selanjutnya adalah: "Darurat harus diukur sesuai batasnya." Meskipun melihat, menyingkap, menyentuh dan sebagainya dibolehkan karena darurat dan kebutuhan yang sangat mendesak, tetapi tidak dibolehkan melampaui dan melanggar batasa-batas syariat. Batas-batas itu sebagai berikut:
1. Pengobatan kaum lelaki hendaklah ditangani oleh dokter pria, dan pengobatan kaum wanita hendaklah ditangani dokter wanita. Jika seorang wanita terpaksa menyingkap auratnya untuk keperluan pengobatan, maka dianjurkan agar ditangani oleh dokter wanita muslimah. Jika tidak ada maka ditangani oleh dokter non muslimah, jika tidak ada maka ditangani oleh dokter pria muslim, jika tidak ada maka ditangani oleh dokter pria non muslim.
Demikian pula jika bisa ditangani oleh dokter umum wanita muslimah maka tidak perlu ditangani oleh dokter spesialis pria. Jika diperlukan dokter spesialis wanita dan ternyata tidak ada, maka boleh ditangani oleh dokter spesialis pria. Jika dokter spesialis wanita tidak mencukupi dan sangat perlu ditangani oleh dokter spesialis pria yang mahir maka boleh ditangani oleh dokter pria tersebut.
Jika terdapat dokter spesialis pria yang lebih mahir daripada dokter spesialis wanita, maka tetap tidak boleh ditangani oleh dokter pria kecuali jika spesialisasi dokter pria itu sangat dibutuhkan. Demikian pula halnya dalam proses pengobatan pria, yaitu tidak boleh ditangani oleh dokter wanita jika masih ada dokter pria yang mampu menanganinya.
2. Tidak diperkenankan melampaui batas aurat yang lazim untuk dibuka. Cukup membuka anggota tubuh yang perlu diperiksa saja. Dan hendaknya berusaha menundukkan pandangan semampunya. Dan hendaknya ia sesalu merasa melakukan sesuatu yang pada dasarnya diharamkan dan senantiasa minta ampun kepada Allah atas perbuatan melampaui batas yang mungkin terjadi.
3.Jika pengobatan bisa dilakukan hanya dengan mengidentifikasi penyakit saja (tanpa harus membuka aurat), maka tidak diperkenankan membuka aurat. Jika hanya dibutuhkan melihat tempat yang sakit saja maka tidak perlu menyentuhnya, jika cukup menyentuh dengan memakai penghalang saja maka tidak perlu menyentuhnya tanpa penghalang.
4. Jika yang menangani pasien wanita terpaksa harus dokter pria maka disyaratkan tidak dalam keadaan khalwat. Pasien wanita itu harus disertai suaminya, atau mahramnya atau wanita lain yang dapat dipercaya.
5. Hendaknya dokter yang menanganinya adalah seorang yang terpercaya, tidak cacat moral dan agamanya. Dalam hal ini cukuplah menilainya secara zhahir.
6. Makin vital aurat tersebut makin keras pula larangan melihat dan menyentuhnya. Penulis buku Kifayatul Akhyar berkata: "Ketahuilah bahwa kebutuhan yang sangat mendasar untuk dilihat adalah wajah dan dua telapak tangan. Adapun bagian-bagian tubuh lainnya hanya boleh dilihat sesuai dengan kadar kebutuhan, terutama alat kelamin vital. Oleh sebab itu hal ini sangat perlu dijaga, terutama pada saat membantu kelahiran dan mengkhitan anak perempuan yang mulai tumbuh dewasa.
7. Kebutuhan pengobatan memang sangat mendesak. Seperti penyakit yang tidak dapat ditahankan lagi atau penurunan stamina dikhawatirkan akan membahayakan jiwanya. Adapun jika tidak begitu sakit atau tidak begitu mendesak maka janganlah membuka aurat (hanya untuk pengobatannya), sebagaimana dalam perkara-perkara yang bersifat dugaan dan perkara-perkara sekunder lainnya (yang mana tidak mesti membuka aurat).
8. Seluruh perkara di atas berlaku jika tidak menimbulkan fitnah dan tidak membangkitkan syahwat kedua belah pihak (yakni pasien dan dokternya).
Terakhir, segala sesuatunya harus di dasari ketakwaan kepada Allah. Karena syariat telah menggariskan hukum-hukum yang jelas dan tegas bagi perkara-perkara sensitif seperti ini. Salah satu penyebab timbulnya musibah pada zaman ini adalah memandang remeh masalah membuka aurat di tempat-tempat kunjungan dan rumah-rumah sakit. Sepertinya para dokter-dokter tersebut boleh melakukan segala sesuatu dan dihalalkan baginya segala yang terlarang. Demikian pula yang berlaku dalam program-program pendidikan yang seratus persen ditiru dari program-program pendidikan yang ada di negara-negara kafir. Hal ini termasuk kelengahan dalam berbagai pola pendidikan, latihan dan ujian.
Kaum muslimin wajib mengajarkan berbagai keterampilan khusus bagi kaum wanita agar mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Dan hendaknya menyusun jadwal yang rapi dan teratur di klinik-klinik dan rumah-rumah sakit agar wanita-wanita muslimah tidak jatuh dalam kesulitan. Dan hendaknya tidak menelantarkan wanita-wanita muslimah yang sakit atau merasa keberatan jika mereka meminta di tangan oleh dokter wanita.
Hanya kepada Allah sajalah kita memohon agar menganugrahkan bagi kita pemahaman dalam agama dan menolong kita dalam melaksanakan hukum-hukum syariat dan dalam memelihara hak-hak kaum muslimin. Sesungguhnya Dia-lah yang kuasa memberi taufiq dan memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Islam Tanya & Jawab
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid
Syeikh Muhammad Sholih Al-Munajid
(Surah An Nur Ayat 31)
Yang bermaksud:
Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya.
(Surah An Nur Ayat 31)
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang bermaksud:
"Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian."
(Riwayat Muslim)
Balasan bagi orang yang melanggar larangan Allah, ialah azab yang amat pedih, antaranya:
* Balasan wanita yang membuka rambut kepalanya selain suaminya, akan digantung dengan rambutnya di atas api neraka sehingga menggelegak otaknya, berterusan selama ia tidak menutupnya.
* Dada yang sengaja dibuka atau ditonjolkan supaya kelihatan seksi, akan di gantung atas api neraka dengan pusat dan buah dadanya diikat dengan rantai neraka sebagai penggantungnya.
* Betis dan paha yang terselak-selak, sedia untuk dipanggang..pedihnya tidak terkira.
Wanita di luar rumah di tuntut supaya memakai pakaian seperti pakaian dalam sembahyang. bezanya, mungkin pendek sedikit bagi tujuan memudahkan pergerakkan. Tidak boleh terlalu ketat, sehingga menampakkan gerak punggung. sekalipun tebal seperti seluar jeans, tidak nipis atau jarang sehingga memperlihatkan apa yang di dalam. berseluar panjang boleh tetapi hendaklah dilabuhkan pakaian luarnya.
Yang bermaksud:
Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya.
(Surah An Nur Ayat 31)
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang bermaksud:
"Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh perjalanan demikian dan demikian."
(Riwayat Muslim)
Balasan bagi orang yang melanggar larangan Allah, ialah azab yang amat pedih, antaranya:
* Balasan wanita yang membuka rambut kepalanya selain suaminya, akan digantung dengan rambutnya di atas api neraka sehingga menggelegak otaknya, berterusan selama ia tidak menutupnya.
* Dada yang sengaja dibuka atau ditonjolkan supaya kelihatan seksi, akan di gantung atas api neraka dengan pusat dan buah dadanya diikat dengan rantai neraka sebagai penggantungnya.
* Betis dan paha yang terselak-selak, sedia untuk dipanggang..pedihnya tidak terkira.
Wanita di luar rumah di tuntut supaya memakai pakaian seperti pakaian dalam sembahyang. bezanya, mungkin pendek sedikit bagi tujuan memudahkan pergerakkan. Tidak boleh terlalu ketat, sehingga menampakkan gerak punggung. sekalipun tebal seperti seluar jeans, tidak nipis atau jarang sehingga memperlihatkan apa yang di dalam. berseluar panjang boleh tetapi hendaklah dilabuhkan pakaian luarnya.
Hukum – Hukum Berkaitan dg ‘Aurat
Musibah besar yg menimpa umat Islam dewasa ini
adalah banyaknya ketidakpedulian lagi dengan perintah dan larangan Allah
SWT. Salah satu musibah ini adalah berkaitan dengan masalah berpakaian.
Rasulullah bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“…Ada dua golongan manusia yang menjadi penghuni
neraka, yang sebelumnya aku tak pernah menduga. Yakni sekelompok orang
yang memiliki cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti
umat manusia. Dan wanita yang berpakaian namun telanjang (berpakaian
tipis/transparan/ketat), berlenggang lenggok dan berlagak, kepalanya
(dihias) seperti punuk onta. Mereka tidak dapat masuk surga dan tidak
mencium baunya. Padahal bau surga dapat tercium dari jarak perjalanan
demikian dan demikian (relatif jauh)” (HR. Muslim no. 3971 dan no. 5098 dari Abu Hurairah ra)
Berkaitan dengan aurat, terdapat beberapa rincian hukum dalam berbagai kondisi yang disebutkan oleh para ahli Fiqh yakni :
1. Aurat Wanita Terhadap Lelaki Asing (Bukan Mahram & Bukan Suami)
Mayoritas Ahli Fiqh menyatakan bahwa berkaitan dengan
lelaki asing, seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali muka dan dua
telapak tangan.
Allah menyatakan dalam surat an Nûr : 31
وَلاَ يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إلاَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا
.. dan janganlah mereka (wanita yg beriman) menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa nampak darinya.
Maksud yang biasa nampak darinya (مَا ظَهَرَ
مِنْهَا) bukan berarti yang biasa nampak seperti sekarang ini — yakni
nampak betis, leher, dst (tdk usah dibayangkan ya), atau tergantung
daerah, kalau di Jawa dada diatas ‘buah pikiran’ masih biasa nampak, di
AS bahkan lebih lagi– namun maksudnya apa yang biasa nampak di kalangan
wanita muslimah pada masa turunnya ayat ini, yakni wajah dan telapak
tangan (ini pemahaman mayoritas, dan pendapat yang saya pilih).
Sedangkan menurut riwayat yang lain, yang biasa nampak maksudnya adalah baju (الثياب) dalam riwayat lain celak dan cincin juga gelang[1], dan ini tidak bertentangan dengan pendapat bahwa yang biasa nampak adalah muka & telapak tangan.
Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan ‘sesuatu yang biasa nampak’
adalah muka dan kedua telapak tangan, ini juga pendapat Ibnu ‘Umar,
‘Atha’, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Abu Sya’tsa, Adl Dhahhak, Ibrahim An
Nakha’i dll[2].
Imam Ibnu Jarir Ath Thabari menyatakan, pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah muka dan dua telapak tangan.
Rasulullah menegaskan hal ini dalam sebuah hadits:
أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ رضي الله تعالى عنهما , دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ فَأَعْرَضَ عَنْهَا , وَقَالَ : يَا أَسْمَاءُ إنَّ الْمَرْأَةَ إذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إلاَ هَذَا وَهَذَا , وَأَشَارَ إلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ
“Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar masuk ke rumah
Nabi SAW dengan menggunakan pakaian yang tipis, maka Rasulullah
berpaling daripadanya dan berkata : ‘Hai Asma, sesungguhnya jika seorang
wanita telah menginjak dewasa (haid), maka tak boleh terlihat dari
tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil beliau menunjuk muka dan telapak
tangannya”. (HR. Abu Dawud, Hadits Hasan Lighairihi[3], mempunyai saksi yang dikeluarkan oleh Al Baihaqi dari jalan Ibnu Lahi’ah dari ‘Iyadl bin Abdillah[4])
Adapun tampaknya separo tangan dibolehkan menurut riwayat Qatadah sbb[5]
قال قَتادة: وبلغني أن النبيّ صلى الله عليه وسلم قال: "لا يحِلُّ لامْرأةٍ تُؤْمِنُ بالله واليَوْمِ الآخِرِ، أنْ تخْرجَ يَدَها إلا إلى هاهنا". وقبض نصف الذراع.
Qatadah berkata: telah sampai kepadaku bahwa Nabi SAW berkata: “Tidak
halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhit untuk
mengeluarkan tangannya (dari bajunya) kecuali sampai sini” dan beliau SAW menggenggam setengah hasta.
Ada riwayat bahwa Abu Hanifah membolehkan menampakkan
dua telapak kaki, sebaliknya Ibnu ‘Abidin menyatakan bahwa punggung
tangan termasuk aurat[6].
Riwayat dari Abu Yusuf bolehnya menampakkan kedua siku[7].
Madzhab Imam Ahmad: segala sesuatu dari wanita
berkaitan dengan lelaki asing adalah aurat termasuk kukunya. Al Qadli yg
bermadzhab Hanbali mengatakan: diharamkan lelaki asing memandang wanita
asing selain wajah dan telapak tangan, boleh (makruh) memandang dua
anggota ini (wajah dan telapak tangan) jika aman dari fitnah. Yang
dijadikan dasar adalah hadits:
يا علي لا تتبع النظرة النظرة فإن لك الأولى وليست لك الآخرة
Wahai Ali, jangan engkau ikuti pandangan dengan
pandangan berikutnya, karena bagi engkau adalah pandangan yg pertama,
dan bukan hak engkau pandangan berikutnya. (HR. At Tirmidzi, ia berkata hadits ini hasan gharib, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ahmad, Al Baihaqi dan Al Hakim).
أَنَّ الْفَضْلَ بْنَ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما كَانَ رَدِيفَ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فِي الْحَجِّ فَجَاءَتْهُ الْخَثْعَمِيَّةُ تَسْتَفْتِيهِ , فَأَخَذَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إلَيْهَا وَتَنْظُرُ هِيَ إلَيْهِ , فَصَرَفَ عليه الصلاة والسلام وَجْهَ الْفَضْلِ عَنْهَا
Suatu ketika, al-Fadhl ibn ‘Abbâs membonceng Nabi SAW pada saat
haji, lalu datang seorang wanita dari Khats‘am. Al-Fadhl lantas
memandang wanita itu dan wanita itu pun memandangnya. Maka Rasulullah
memalingkan wajah Fadhl ke arah yang lain. (HR. al-Bukhârî dari Ibn Abbas)
Hadits ini tidak melarang untuk menampakkan muka,
justru menjadi dalil bahwa muka bukanlah aurat (karena Rasul tidak
memerintahkan wanita tsb untuk menutup mukanya). Namun walaupun bukan
aurat, memandang muka dengan syahwat termasuk diharamkan sebagaimana
sabda Rasul yg diriwayatkan oleh ‘Alî ibn Abî Thâlib RA yg menambahkan:
Al-‘Abbâs RA kemudian bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, mengapa engkau memalingkan leher sepupumu?” Rasulullah SAW menjawab, “Karena aku melihat seorang pemuda dan seorang pemudi yang tidak aman dari gangguan setan.”
Sedangkan berkaitan dengan apa harus menutup
auratnya, As Syarbiniy Al Khatib menyatakan: Syarat penutup aurat adalah
menghalangi terlihatnya warna kulit, bukan besar kecilnya tubuh (hajm),
sehingga tidak cukup dengan pakaian tipis.
Suara wanita bukanlah aurat menurut ulama madzhab Syafi’i, jika aman dari fitnah.
2. Aurat Wanita Terhadap Wanita Non Muslim
Mayoritas ahli Fiqh (Madzhab Hanafi, Maliki, dan yg
lebih shahih menurut Syafi’i) bahwa wanita non muslim dianggap seperti
lelaki asing, sehingga tidak boleh nampak badannya kecuali yang boleh
nampak pada lelaki asing pada pembahasan no. 1. Karena Firman Allah SWT:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau
putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam,
atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. (An Nûr : 31).
Seandainya boleh memperlihatkan aurat kepada wanita
non muslim, niscaya takhsis (pengkhususan) dalam ayat tersebut (yang
bergaris bawah) tidak ada gunanya. Juga diriwayatkan secara sahih dari
Umar r.a bahwa beliau melarang wanita ahli kitab untuk masuk hammâm
(pemandian) bersama para muslimat.
Namun ada pendapat sebaliknya di kalangan Syafi’iyyah
bahwa boleh menampakkan aurat kepada wanita non muslim sebatas yang
biasa nampak pada pakaian kerja didalam rumah (mihnah), yakni
kepala, dua tangan dan dua kaki. Ada juga pendapat lain bahwa boleh
kelihatan auratnya sebagaimana muslimah terhadap muslimah (poin 3).
3. Aurat Wanita Terhadap Wanita Muslimah
Para ahli Fiqh berpendapat bahwa aurat wanita berkaitan dg wanita muslimah adalah seperti aurat laki-laki terhadap laki-laki, yakni antara pusat dan lutut.
4. Aurat Wanita Terhadap Lelaki Mahram
Yang dimaksud mahram dalam hal ini adalah yg haram
dinikahinya secara permanen, baik karena nasab, perkawinan (misalnya
mertua) ataupun karena penyusuan.
Madzhab Maliki & Hanbali: aurat wanita di depan
mahramnya adalah selain wajah, kepala, dua tangan dan dua kaki, sehingga
tetap haram membuka dada, punggung, perut dst. Dan diharamkan bagi
mahramnya untuk melihat auratnya walaupun tanpa syahwat.
Sedangkan al Qadhi dari madzhab Hanbali menyatakan aurat wanita terhadap mahramnya seperti aurat lelaki terhadap lelaki.
Menurut madzhab Hanafiy & Syafi’iy: auratnya
antara pusat dan lutut, sehingga boleh melihatnya jika aman dari fitnah
(syahwat).
Al Hanabilah (ulama madzhab Hanbali): lelaki non
muslim yg merupakan mahrom bagi wanita muslimah juga tetap dianggap
mahrom, sebagaimana Abu Sufyan sebelum masuk Islam terhadap Ummu Habibah
istri Rasulullah.
5. Aurat Lelaki Terhadap Lelaki
Aurat lelaki terhadap lelaki, baik muslim atau tidak adalah antara pusat dan lutut
اذا زوج احدكم عبده او اماته او اجيره فلا ينظر الى شيئ من عورته فانما تحت السرة الى الركبة عورة
“Jika salah seorang diantara kamu menikahkan hamba
sahaya atau pembantunya, maka jangan melihat sesuatu yang termasuk
aurat. Adapun apa-apa yang ada dibawah pusar hingga lutut adalah aurat”. (HR. Ahmad, Abi Dawud, Daruquthni, dan Baihaqi, di hasankan oleh Al Albani).
Hanafiyyah : pusat bukan aurat, lutut termasuk aurat, menurut hadits dari ‘Uqbah bin Al qamah:
الرُّكْبَةُ مِنْ الْعَوْرَةِ
Lutut termasuk aurat (namun ‘Uqbah di dlo’ifkan oleh abu Hatim Ar Razi[8])
Syafi’iyyah & Hanabilah : pusat dan lutut bukan aurat, aurat adalah antara pusat dan lutut saja.
Paha termasuk aurat menurut pendapat yg masyhur, Rasulullah SAW bersabda :
الفخذ عورة
“Paha adalah aurat”. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Thurmudzi)
Muhammad bin Jahsy meriwayatkan bahwa “Rasulullah
SAW lewat kepada Ma’mar, sedangkan kedua pahanya terbuka. Maka
Rasulullah SAW menegur : ‘Hai Ma’mar tutuplah pahamu, sebab kedua paha
itu adalah aurat”. (HR. Bukhari, Hakim dan Ahmad).
Adapun riwayat Aisyah r.a. dan Anas bin Malik r.a.: “Dari
Aisyah r.a. menerangkan : ‘Bahwasanya Rasulullah SAW duduk pada suatu
hari dengan membuka pahanya. Abu Bakar meminta izin masuk, Rasul
mengizinkan, sedangkan pahanya masih terbuka. Sesudah itu datang Umar,
meminta izin masuk dan Rasul mengizinkannya. Sedangkan paha beliau masih
terbuka. Sesudah itu datanglah Utsman, maka barulah Nabi menutupi
pahanya. Ketika mereka telah pulang, aku (Aisyah) bertanya : ‘Wahai
Rasulullah, di kala Abu Bakar dan Umar masuk, paha tuan tetap terbuka,
tetapi di kala Utsman masuk, tuan menurunkan kain. Maka Nabi menjawab :
‘Wahai Aisyah, tiadakah aku merasa malu dari seseorang, yang demi Allah,
malaikat pun merasa malu darinya”. (HR. Bukhari dan Muslim).
“Bahwa Nabi SAW waktu perang Khaibar menyingsingkan kain dari pahanya, hingga kelihatan olehku paha yang putih itu”. (HR. Ahmad dan Bukhari).
Ada yg memahaminya makruh, namun yg lebih tepat itu adalah kekhususan Rasulullah SAW.
6. Aurat Lelaki Terhadap Wanita Asing
Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan yg rajih dari Hanabilah: aurat nya antara pusat dan lutut
Hanabilah : seperti aurat wanita thd mahramnya, yakni selain muka, kepala, kedua kaki dan tangan.
7. Aurat Anak -Anak
Hanafiyyah: tidak ada aurat bagi anak-anak, dan yg
mereka maksud anak-anak adalah yg berumur 4 tahun kebawah. Ibnu ‘Abidin:
yg dianggap anak-anak adalah 7 tahun kebawah.
Malikiyyah : anak lelaki dibawah 8 tahun tidak ada auratnya, anak perempuan sampai 2 tahun 8 bulan tidak ada auratnya.
Syafi’iyyah (pendapat yg ter sahih dari
Syafi’iyyah—krn ada beberapa pendapat dalam madzhab Syafi’i): boleh
memandang anak-anak selain kemaluannya. Pendapat lainnya: auratnya
seperti aurat org baligh terhadap mahramnya.
8. Aurat Suami Terhadap Istrinya dan Sebaliknya
Tidak ada perbedaan diantara ahli fiqh bahwa tidak ada aurat antara suami istri, dengan atau tanpa syahwat.
Syafi’iyyah dan Hanabilah: makruh memandang kemaluan.
Hanafiyyah : merupakan adab adalah tidak memandang kemaluan istri/suaminya.
Adapun hadits :
إَذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ زَوْجَتَهُ أَوْ جَارِيَتَهُ، فَلاَ يَنْظُرْ إِلَى فَرْجِهَا فَإِنَّ ذَلِكَ يُوْرِثُ اْلعَمَى
Jika salah seorang di antara kamu menyetubuhi
isteri atau budaknya, maka janganlah ia memandang/melihat farji
(kemaluan)-nya, sebab hal itu dapat menyebabkan kebutaan. Adalah hadits maudhu’ (palsu), dikeluarkan oleh Ibn al-Jauzi di dalam al-Maudhu’at (II/1).
9. Aurat Banci (Khuntsa)
As Syafi’iyyah : berkaitan dengan lelaki ia dianggap
perempuan, berkaitan dengan perempuan ia dianggap laki-laki. Sehingga
lelaki dilarang berkhalwat (berduaan) dengannya, begitu juga perempuan
dilarang berkhalwat dengannya.
Hanabilah : aurat banci dianggap seperti aurat lelaki.
10. Aurat Dalam Shalat
Wajib menutup aurat bagi laki laki maupun perempuan,
aurat laki-laki yg wajib di tutup adalah antara pusat dan lutut, bagi
wanita semua tubuh kecuali muka dan telapak tangan.
11. Aurat Wanita Saat Ihram
Menurut para ahli fiqh, wanita saat ihram tidak boleh
menutup wajahnya dan tidak boleh mengenakan sarung tangan. Adapun warna
pakaian boleh apa saja, walaupun lebih utama warna putih.
Janganlah wanita bercadar, dan janganlah dia memakai kaos tangan" [Hadits Riwayat Bukhari dalam shahihnya]
12. Aurat Mayat
Aurat mayat sama seperti aurat saat masih hidup menurut para ahli fiqh. Rasul bersabda:
لاَ تَنْظُرْ إلَى فَخِذِ حَيٍّ وَلاَ مَيِّتٍ فإن الفخذ عورة
Janganlah engkau melihat paha orang hidup atau orang mati karena paha adalah aurat. (Riwayat Ibnu ‘Asyâkir dari Ali kw)[9].
Adapun berkaitan tentang memandikan mayat, adalah persoalan lain.
13. Memandang Aurat Untuk Kesaksian
Diperbolehkan memandang ‘aurat untuk kesaksian
sebatas yang diperlukan dalam kesaksian tersebut, semisal memandang
kemaluan untuk kesaksian tentang zina, mengetahui sudah baligh/belum
dll.
عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رضي الله تعالى عنه أَنَّهُ أُتِيَ بِغُلاَمٍ قَدْ سَرَقَ فَقَالَ : اُنْظُرُوا إلَى مُؤْتَزَرِهِ , فَنَظَرُوا وَلَمْ يَجِدُوهُ أَنْبَتَ الشَّعْرَ فَلَمْ يَقْطَعْهُ
Diriwayatkan dari ‘Utsmân ibn ‘Affân bahwa pernah
dihadapkan kepadanya seorang anak yang telah melakukan pencurian (sampai
nishab). Ia berkata, ‘Periksalah kain penutup tubuhnya’. Orang-orang
mendapati anak itu belum tumbuh rambut (pada kemaluannya). Maka Utsman
tidak memotong tangannya. (HR al-Bayhaqî). Apa yang dilakukan
‘Utsmân ini dilihat dan didengar oleh para sahabat dan tidak seorang pun
di antara mereka yang mengingkarinya, sehingga menjadi ‘ijma dikalangan
sahabat.
14. Membuka Aurat Untuk Keperluan Mendesak (Al Hâjat Al Mulji’ah)
Jumhur ‘ulama berpendapat boleh membuka aurat untuk
keperluan mendesak, semisal melahirkan, boleh bagi dokter laki-laki
(jika tidak ada dokter perempuan) untuk mengobati wanita (tentang
khalwat baca di pembahasan khalwat).
15. Membuka Aurat Saat Mandi
Boleh membuka aurat saat mandi jika mandi sendirian
(atau bersama istri) dan ditempat yang tidak dilihat orang lain,
berdasarkan hadits:
كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ يَغْتَسِلُونَ عُرَاةً يَنْظُرُ بَعْضُهُمْ إِلَى سَوْأَةِ بَعْضٍ وَكَانَ مُوسَى – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – يَغْتَسِلُ وَحْدَهُ
Adalah Bani Israil mandi telanjang, mereka saling melihat (aurat) antara satu dg yg lain, dan adalah Musa a.s mandi sendirian… (HR Bukhari dan Muslim)
16. Salam Kepada yg Membuka Aurat
Makruh hukumnya mengucapkan salam kepada orang yg membuka aurat walaupun membukanya dalam kondisi darurat.
أَنَّ رَجُلًا مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ يَبُولُ فَسَلَّمَ عَلَيْهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ
Sesungguhnya seorang lelaki melewati Nabi Saw saat
beliau buang hajat, lelaki tsb mengucapkan salam kepada beliau, maka
beliau tidak menjawab salamnya. (HR. Jama’ah kecuali Bukhariy)
17. Pengingkaran Atas Orang Yang Membuka Aurat
Berkata Ibnu ‘Abidin: jika seseorang melihat orang
lain membuka lututnnya maka hendaklah ia mengingkari dengan halus dan
tidak bertengakar jika ia ngeyel. Jika membuka paha maka pengingkarannya
dengan keras jika ia mampu, dan tidak boleh memukulnya jika ia
membangkang, sedangkan kalau membuka kemaluan maka hendaklah diberi
pelajaran jika ia membangkang. Intinya wajib mengingkari orang yang
membuka aurat karena itu termasuk amar makruf nahyi munkar, bukan malah
menikmatinya (semoga Allah menolong kita dalam hal ini).
18. Aurat Wanita Terhadap Peminang/Pelamarnya
Siapa saja yang ingin menikahi seorang wanita, ia
boleh melihat wanita tersebut dengan tidak berkhalwat dengannya.
Rasulullah bersabda:
إذا خطب أحدكم المرأة فإن استطاع أن ينظر إلى ما يدعوه إلى نكاحها فليفعل
“Jika salah seorang di antara kalian melamar
seorang wanita, maka jika ia mampu untuk melihat apa yang mendorongnya
untuk menikahi wanita itu, hendaklah ia melakukannya.” (HR. Abu Dawud dan di hasankan oleh Ibnu Hajar)
Jâbir (perowi hadits) berkata,
فخطبت امرأةً فكنت أتخبأ لها حتى رأيت منها ما دعاني إلى نكاحها فتزوجتها
“Aku melamar seorang wanita. Aku pun bersembunyi
untuk melihat wanita itu hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku
untuk menikahinya. Lalu aku pun menikahinya” (HR al-Hâkim dan beliau berkata, ”Hadits ini sahih menurut syarat Imam Muslim).
Seorang pria boleh melihat wanita yang hendak
dinikahinya, baik seizin wanita itu atau pun tidak. Hal itu karena Nabi
SAW telah memerintahkan kepada kita untuk melihat secara mutlak. Di
dalam hadits Jâbir di atas terdapat lafal yang maknanya, “Maka aku bersembunyi untuk melihat wanita itu.” Hanya saja, tidak diperbolehkan berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang akan /telah dilamar. Hal itu karena NabiSAW telah bersabda: “Janganlah
seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dia disertai
mahramnya, karena yang ketiga di antara keduanya adalah setan.” (HR Muslim, dari jalur Ibnu ‘Abbâs).Hadits tersebut bersifat umum, mencakup pelamar.
Adapun dalam masalah melihat, Ia boleh melihat wajah
dan kedua telapak tangan, juga selain wajah dan kedua telapak tangan,
sebab, kebolehan melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita, bersifat
umum baik bagi pelamar atau pun bukan. Maka pengecualian bagi pelamar
tidak memiliki makna selain bahwa pengecualian itu diarahkan kepada
selain wajah dan kedua telapak tangan.
Sedangkan frasa “Maka aku bersembunyi untuk melihat wanita itu”, menunjukkan
bahwa cara melihatnya adalah tanpa sepengetahuan wanita tersebut, dan
yang dilihat boleh lebih dari muka dan telapak tangan.
Adapun wanita yang dilamar tetap tidak boleh membuka auratnya
dengan sengaja didepan yang bukan mahramnya, termasuk pelamarnya,
karena hadits tentang wajibnya menutup aurat didepan yg bukan mahram
berlaku umum, tidak ada pengkhususan untuk pelamar.
Penutup
Jelas bahwa menutup aurat adalah kewajiban, semua
ahli fiqh sepakat bahwa bagi wanita haram membuka leher, rambut,
telinga, bahu, ketiak … . Yang diperselisihkan oleh para ulama sebatas
apakah cadar (menutup muka) itu wajib atau tidak, apakah tapak kaki
merupakan aurat atau bukan, apakah tangan sampai siku aurat atau bukan.
Adapun yang membolehkan membuka kepala, tidak kami
temukan sandarannya baik dari Al Qur’an, Al Hadits, perkataan sahabat,
tabi’in, maupun ‘ulama yang mu’tabar, semisal pemikiran seorang pemikir
liberal Mesir, Muhammad Asymawi yang banyak di copy-paste orang yang
mengatakan aurat itu menurut adat dan kondisi.
Pernyataan ini bertentangan dengan apa yang dilakukan Rasulullah ketika melakukan futuhat, yang meliputi
7 negara saat ini yakni ARAB SAUDI, YAMAN UTARA/SELATAN, UNI EMIRAT
ARAB, QATAR, OMAN dan BAHRAIN (Luasnya lebih luas dari 4 kali luas
gabungan Jerman dan Perancis) mereka mempunyai adat, kebiasaan dan
budaya berbeda namun Rasulullah tidak membedakan syari’at yang
diberlakukan atas mereka. Allahu A’lam. -–diterjemahkan, diringkas dan
di edit dari Mausu’ah Al Fiqhiyyah dan literatur lain–[M. Taufik N.T].
[1] Ibnu Jarir At Thabary, جامع البيان في تأويل القرآن, 19/157 dst
[2] Ibnu Katsir, تفسير القرآن العظيم, 6/45
[3] Al Albaniy, Irwa’ul Ghalil, 6/203
[4] التلخيص الحبير في تخريج أحاديث الرافعي الكبير, 3/455
[5]
Ibnu Jarir At Thabary, idem (saya belum ketemu takhrij haditsnya, saya
search di kitab2 takhrij maktabah syamilah tidak ketemu, kitab2 matan
dan syarah juga tidak ketemu)
[6] Mausu’ah Al Fiqhiyyah, bab aurat
[7] Mausu’ah Al Fiqhiyyah, bab aurat
[8] At Tahqîq fi Ahâdîtsil Khilaf, 1/171
[9] Jâmi’il Ahâdits, 16/358, Jam’ul Jawâmi’, no. 1056
Hukum Wanita Muslimah Menampakkan Auratnya Di Depan Wanita Kafir
HTI-Press. Pada dasarnya para ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan wanita Muslimah menampakkan auratnya di depan wanita-wanita kafir. Jumhur ulama berpendapat, seorang wanita Muslimah dilarang terlihat auratnya di depan wanita-wanita kafir. Sedangkan ulama lain berpendapat, sebaliknya, yakni bolehnya seorang wanita Muslimah terlihat auratnya di depan wanita kafir.[1]
Perbedaan pendapat di antara mereka disebabkan karena perbedaan pendapat dalam menafsirkan frase ”nisaa`ihinna” pada surat An Nuur (24) ayat 31. Sebagian
ulama mengkhususkan wanita pada konteks ayat tersebut pada
wanita-wanita Mukminat saja, atau wanita-wanita yang memiliki hubungan shuhbah (pertemanan yang akrab) dan wanita-wanita yang menjadi budak atau pembantunya. Sedangkan ulama lain mengartikan frase ”nisaa`ihinna” pada ayat itu secara mutlak, sehingga berlaku untuk semua wanita, baik Mukminat maupun kaafirah (wanita kafir), tanpa ada pengkhususan.
Imam Ar Raziy di dalam Tafsirnya menyatakan; juz 11, 307
قوله
تعالى : { أَوْ نِسَائِهِنَّ } وفيه قولان : أحدهما : المراد والنساء
اللاتي هن على دينهن ، وهذا قول أكثر السلف . قال ابن عباس رضي الله عنهما :
ليس للمسلمة أن تتجرد بين نساء أهل الذمة ولا تبدي للكافرة إلا ما تبدي
للأجانب إلا أن تكون أمة لها لقوله تعالى : { أَوْ مَا مَلَكَتْ أيمانهن }
وكتب عمر إلى أبي عبيدة أن يمنع نساء أهل الكتاب من دخول الحمام مع
المؤمنات وثانيهما : المراد بنسائهن جميع النساء ، وهذا هو المذهب وقول
السلف محمول على الاستحباب والأولى
”Adapun firman Allah swt ”au nisaa`ihinna”, ada dua penafsiran terhadap frase ini; pertama : yang dimaksud wanita-wanita di sini yang seagama. Ini adalah pendapat mayoritas ulama salaf. Ibnu ‘Abbas ra berkata, “Seorang
wanita Muslimah tidak boleh menyendiri di antara ahlu dzimmah, dan ia
tidak boleh menampakkan auratnya di hadapan wanita kafir, sebagaimana ia
tidak boleh menampakkannya di hadapan laki-laki asing, kecuali wanita
kafir itu adalah budak miliknya; berdasarkan firman Allah swt, ”au maa
malakat aimaanihinna” [kecuali kepada budak-budak yang mereka miliki]. Dan
Umar pernah mengirim surat kepada Abu ’Ubaidah ra untuk melarang
wanita-wanita ahlul Kitab masuk ke pemandian umum bersama dengan
wanita-wanita Mukminat. Kedua, yang dimaksud dengen wanita-wanita di sini adalah semua wanita. Ini adalah pendapat yang terpilih dan pendapat ulama salaf harus dibawa kepada ”sesuatu yang dipandang baik”.[Imam Abu Abdullah Mohammad bin ’Umar bin al-Hasan bin Husain al-Taimiy al-Raaziy (Imam Fakhrud Diin Ar Raaziy), Mafaatiih al-Ghaib, juz 11, hal. 307]
Imam An Nasafiy dalam Tafsir An Nasafiy menyatakan;
{ أَوْ نِسَائِهِنَّ } أي الحرائر لأن مطلق هذا اللفظ يتناول الحرائر
“[Au Nisaa`ihinna], yakni al-haraair (wanita-wanita merdeka), disebabkan kemutlakan lafadz ini mencakup wanita-wanita merdeka”.[Imam An Nasaafiy, Tafsir An Nasafiy, juz 2, hal. 411]
Imam Asy Syaukaniy di dalam Kitab Fath al-Qadir menyatakan;
ومعنى
{ أَوْ نِسَائِهِنَّ } هنّ : المختصات بهنّ الملابسات لهنّ بالخدمة ، أو
الصحبة ، ويدخل في ذلك الإماء ، ويخرج من ذلك نساء الكفار من أهل الذمة ،
وغيرهم ، فلا يحل لهنّ أن يبدين زينتهنّ لهنّ لأنهن لا يتحرّجن عن وصفهنّ
للرجال . وفي هذه المسألة خلاف بين أهل العلم ، وإضافة النساء إليهن تدل
على اختصاص ذلك بالمؤمنات
“Makna
dari frase (au nisaa`ihinna) : adalah khusus bagi wanita-wanita yang
memiliki pergaulan erat dengan wanita tersebut karena hubungan
al-khidmah (perbantuan: menjadi pembantu wanita itu) atau shuhbah
(pershahabatan); masuk ke dalam pengertian frase ini adalah al-imaa’ (budak wanita-wanita). Dan dan keluar dari makna frase ini, wanita-wanita kafir dari golongan ahlu dzimmah, dan wanita-wanita kafir lainnya. Tidak
halal bagi wanita Muslimah menampakkan perhiasannya kepada mereka
(wanita-wanita kafir), supaya wanita-wanita kafir itu tidak menceritakan
aurat wanita Muslimah kepada kaum laki-laki. Dalam
masalah ini terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli ilmu. Namun,
penisbahan (peng-idlafahan) kepada ilaihinna menunjukkan bahwa hal itu
khusus untuk wanita-wanita Mukminat”.[Imam Asy Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 5, hal. 209]
Imam Al Baghawiy di dalam Tafsir al-Baghawiy menyatakan;
قوله
تعالى: { أَوْ نِسَائِهِنَّ } أراد أنه يجوز للمرأة أن تنظر إلى بدن
المرأة إلا ما بين السرة والركبة كالرجل المحرم، هذا إذا كانت المرأة
مسلمة، فإن كانت كافرة فهل يجوز للمسلمة أن تنكشف لها؟ اختلف أهل العلم
فيه، فقال بعضهم: يجوز كما يجوز أن تنكشف للمرأة المسلمة لأنها من جملة
النساء، وقال بعضهم: لا يجوز لأن الله تعالى قال: “أو نسائهن” والكافرة
ليست من نسائنا ولأنها أجنبية في الدين، فكانت أبعد من الرجل الأجنبي. كتب
عمر بن الخطاب إلى أبي عبيدة بن الجراح أن يمنع نساء أهل الكتاب أن يدخلن
الحمام مع المسلمات
”Firman
Allah swt [au nisaa`ihinna], maksudnya, sesungguhnya Allah membolehkan
seorang wanita melihat badan wanita lain, selain antara pusat dan lutut,
sebagaimana laki-laki yang menjadi mahram. Ketentuan ini berlaku jika wanita tersebut Muslimah. Namun
jika wanita itu adalah wanita kafir, bolehkah seorang wanita Muslimah
menampakkan auratnya di hadapan mereka (wanita kafir)? Ahli ilmu berselisih pendapat dalam masalah ini. Sebagian mereka berpendapat, boleh sebagaima bolehnya wanita Muslimah menampakkan auratnya di hadapan wanita Muslimah lainnya. Sebab, wanita kafir termasuk wanita (nisaa`ihinna). Sebagian yang lain berpendapat tidak boleh. Sebab,
Allah swt berfirman, ”Nisaa`ihinna”, sedangkan wanita kafir bukan
termasuk wanita-wanita kami; dan selain itu mereka berbeda agama. Oleh karena itu, wanita kafir justru lebih jauh dibandingkan laki-laki asing. Umar
bin Khaththab ra pernah berkirim surat kepada Abu ’Ubaidah bin Jarah
untuk melarang wanita-wanita Ahlul Kitab masuk ke dalam pemandian umum
bersama wanita-wanita Muslimah”.[Imam Al Baghawiy, Tafsir al-Baghawiy, juz 6, hal. 35]
Imam Ibnu Katsir di dalam Tafsir Ibnu Katsir menyatakan;
وقوله:
{ أَوْ نِسَائِهِنَّ } يعني: تُظهر زينتها أيضًا للنساء المسلمات دون نساء
أهل الذمة؛ لئلا تصفهن لرجالهن، وذلك -وإن كان محذورًا في جميع النساء
-إلا أنه في نساء أهل الذمة أشدّ، فإنهن لا يمنعهن من ذلك مانع، وأما
المسلمة فإنها تعلم أن ذلك حرام فتنزجر عنه. وقد قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: “لا تباشر المرأةَ المرأةَ، تنعتها لزوجها كأنه ينظر إليها”.
أخرجاه في الصحيحين، عن ابن مسعود.
“Firman Allah swt [au nisaa`ihinna],
maksudnya adalah, seorang wanita Muslimah juga diperbolehkan
menampakkan perhiasaannya (auratnya) kepada wanita-wanita Muslimah,
namun tidak boleh kepada ahlu dzimmah (wanita-wanita kafir ahlu
dzimmah); agar wanita-wanita kafir itu tidak menceritakan aurat
wanita-wanita Muslimah kepada suami-suami mereka. Walaupun hal ini mesti dihindari (mahdzuuran) pada semua wanita, akan tetapi kepada wanita ahlu dzimmah lebih ditekankan lagi. Sesungguhnya tidak ada larangan mengenai masalah ini (menceritakan aurat wanita lain) bagi wanita ahlu dzimmah. Adapun
untuk wanita Muslimah, sesungguhnya, ia memahami bahwa hal ini
(menceritakan aurat wanita lain kepada suaminya) adalah haram. Oleh karena itu, hendaknya ia menjaga diri dari hal tersebut. Rasulullah saw bersabda, ”Janganlah
seorang wanita menampakkan auratnya di hadapan wanita lain, yang
kemudian ia menceritakannya kepada suaminya, sehingga seakan-akan
suaminya melihat aurat wanita itu”.[HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’uud]..”[Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 6, hal. 48]. Selanjutnya
Imam Ibnu Katsir mengetengahkan beberapa riwayat yang menyatakan bahwa
Umar bin Khaththab ra pernah berkirim surat kepada Abu ’Ubaidah ra
melarang wanita-wanita kafir masuk ke pemandian-pemandian umum bersama
wanita Muslimah. Mujahid, dan Ibnu ’Abbas juga melarang wanita Muslimah menampakkan auratnya di hadapan wanita-wanita kafir. [Ibidem, juz 6, hal. 48]
Prof. Mohammad Ali As Saayis di dalam Kitab Tafsiir Ayaat al-Ahkaam menyatakan, “Wanita
Muslimah diperbolehkan menampakkan sebagian perhiasannya kepada wanita
kafir, sebagaimana ia diperbolehkan menampakkannya di hadapan wanita
Muslimah. Ini adalah salah satu pendapat dari dua pendapat dari kalangan Hanafiyyah dan Syafiyyah. Imam Ghazaliy membenarkan pendapat ini dari ulama Syafi’iyyah dan Imam Abu Bakar Ibnu al-’Arabiy. Sedangkan ulama-ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ”nisaa`ihinna”, adalah khusus untuk wanita-wanita Mukminat. Oleh
karena ”idlafah” ditujukan untuk mengkhususkan; maksudnya khusus untuk
wanita-wanita yang memiliki hubungan shuhbah (pershahabatan) dan ikhwah
(persaudaraan) dalam agama. Dengan demikian, wanita Muslimah tidak boleh menampakkan sebagian perhiasannya yang tertutup kepada wanita kafir. Pendapat ini disandarkan kepada mayoritas ulama Syafi’iyyah. Abu Sa’ud berkata dari ulama Hanafiyyah, bahwa ia menshahihkan (membenarkan) dua pendapat ini di dalam madzhabnya…”[Prof Mohammad Ali al-Saayis, Tafsiir Ayaat al-Ahkaam, hal. 164]
Demikianlah,
para ulama telah berbeda pendapat mengenai hukum seorang wanita
Muslimah menampakkan auratnya di hadapan wanita kafir. Lalu, pendapat mana yang rajih.
Pendapat Yang Rajih
Pendapat
yang rajih dalam masalah ini adalah pendapat yang dinyatakan oleh Imam
Ibnu al-’Arabiy, Imam Al-Ghazali, menyatakan bahwa seorang wanita
Muslimah diperkenankan memperlihatkan atau terlihat auratnya di hadapan
wanita kafir.
Pasalnya, dlamir (kata ganti) pada ayat ini berfungsi sebagai lil ittibaa’ (untuk mengikuti) dan menggantikan kedudukan al-niswah atau al-nisaa’ (wanita). Syaikhul
Mufassiriin, Imam Ibnu Al ’Arabiy menyatakan bahwa pada ayat di atas
(surat An Nuur : 31) memiliki lebih dari 25 dlamir (kata ganti) yang di
dalam al-Quran tidak diketahui apakah ia punya kesamaan. Oleh karena itu, dlamir ini disebut kembali untuk tujuan ”ittibaa’”.
Selain itu, idlaafah pada frase ”nisaa`ihinna” bukan ditujukan kepada penyeru maknawiy (daa’ ma’nawiy), akan tetapi ditujukan untuk penyeru lafdziy (daa’ lafdziy) untuk menjamin kefasihannya. Kasus ini sama dengan dua dlamir (dua kata ganti) yang di-idlafah-kan kepada dua dlamirnya; seperti firman Allah swt, ”
فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا
” maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”. (TQS Asy Syams (91): 8). Maksud ayat ini adalah; “alhamahaa al-fujuur wa al-taqway” (Allah mengilhamkan kefasikan dan dosa”). Atas dasar itu peng-idlafah-an keduanya kepada dua dlamir untuk mengikuti (ittibaa’) dlamir-dlamir yang terdapat di awal surat tersebut, yakni ”wasy syamsi wa dluhahaa”. (TQS Asy Syams (91):1). Kasus lain yang sama, terdapat dalam firman Allah swt;
كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَاهَا
”(Kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka melampaui batas”.[TQS Asy Syams (91): 11]. Maksud frase ”bithaghwaahaa” pada ayat ini adalah, ”bi al-thughway” atau ”al-thughyaani”. Oleh karena itu, penyebutan dlamiir Tsamuud tidaklah perlu, akan tetapi, ia tetap disebutkan ”li muhsin al-muzaawijah” (memperbagus pasangannya).
Adapun riwayat-riwayat yang diketengahkan para fuqaha seperti riwayat-riwayat berikut ini;
عن
ابن عباس: { أَوْ نِسَائِهِنَّ } ، قال: هن المسلمات لا تبديه ليهودية ولا
نصرانية، وهو النَّحْر والقُرْط والوٍشَاح، وما لا يحل أن يراه إلا محرم. وأخرج سعيد بن منصور ، وابن المنذر ، والبيهقي في سننه
“Dari
Ibnu ‘Abbas ra : [au nisaa`ihinna], ia berkata, “Dia adalah
wanita-wanita Muslimaat yang tidak boleh menampakkan auratnya kepada
wanita-wanita Yahudi dan Nashraniy, yakni leher, anting-anting, dan,
selempang, dan bagian-bagian yang tidak boleh dilihat kecuali mahramnya
saja”.[HR. Sa’id bin Manshuur, Ibnu Mundzir, dan Imam Baihaqiy di dalam Sunannya]
وروى سعيد: حدثنا جرير، عن ليث، عن مجاهد قال: لا تضع المسلمة خمارها عند مشركة؛ لأن الله تعالى يقول: { أَوْ نِسَائِهِنَّ } فليست من نسائهن.
“Sa’id
meriwayatkan, “Jarir telah meriwayatkan kepada kami, dari Laits, dari
Mujahid, bahwasanya ia berkata, “Janganlah seorang wanita Muslimah
melepaskan kerudungnya di depan wanita musyrik. Sebab, Allah swt berfirman, “au nisaa`ihinna”, dan wanita musyrik bukanlah termasuk “nisaa`ihinna”.
وعن مكحول وعبادة بن نُسَيّ: أنهما كرها أن تقبل النصرانيةُ واليهودية والمجوسية المسلمة.
“Dari
Makhuul dan ‘Ubadah bin Nusayyi dituturkan bahwasanya keduanya membenci
jika seorang wanita Nashraniy, Yahudi, atau Majusiy mencium wanita
muslimah”.
عن
عمر بن الخطاب : أنه كتب إلى أبي عبيدة : أما بعد ، فإنه بلغني أن نساء من
نساء المسلمين يدخلن الحمامات مع نساء أهل الشرك ، فانه من قبلك عن ذلك ،
فإنه لا يحلّ لامرأة تؤمن بالله واليوم الآخر أن ينظر إلى عورتها إلاّ أهل
ملتها . وأخرج ابن أبي شيبة ، وابن المنذر
”Dari Umar bin Khaththab ra dituturkan bahwasanya ia pernah mengirim surat kepada Abu ’Ubaidah ra, ”Amma ba’du. Sesungguhnya,
telah sampai kabar kepadaku, bahwasanya ada sebagian wanita Muslim
masuk ke dalam pemandian-pemandian umum bersama dengan wanita musyrik,
laranglah orang-orang yang ada di bawah tanggungjawabmu dari hal itu. Sesungguhnya,
tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari
akhir untuk dilihat auratnya, kecuali oleh wanita yang seagama”.[HR. Ibnu Abi Syaibah, dan Ibnu Mundzir]; sesungguhnya riwayat-riwayat semacam ini tidak absah digunakan sebagai hujjah. Pasalnya, semua riwayat di atas mauquf tidak marfu’. Padahal, berhujjah dengan hadits mauquf jelas-jelas tertolaknya.
Dengan
demikian, pendapat rajih dalam masalah ini adalah pendapat yang
dinyatakan oleh Imam Ibnu al-’Arabiy, dan ulama-ulama lain yang sejalan
dengan pendapatnya.
Batasan Aurat Yang Boleh Dilihat
Pada
dasarnya, surat An Nuur (24): 31 tidak memberikan batasan yang tegas
mana aurat wanita yang boleh terlihat di hadapan wanita-wanita kafir. Hanya
saja, seorang wanita Muslimah mesti menjaga kehormatan dirinya dengan
tidak membuka aurat yang tabu (semacam payudara, kemaluan, paha, dan
lain sebagainya) di hadapan wanita-wanita kafir. Hendaknya ia mengenakan
pakaian yang sopan, dan tidak merendahkan dirinya.
Jika seorang wanita berada di kehidupan umum, maka ia wajib menutup auratnya, dan mengenakan jilbab dan kerudung (khimar). Pasalnya,
syariat telah mewajibkan wanita Muslim menutup aurat dan mengenakan
pakaian Islamiy (jilbab dan kerudung) di kehidupan umum; tanpa memandang
lagi dengan siapa ia berinteraksi. Ketentuan ini didasarkan firman Allah swt;
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya..” (TQS. al-Nuur:31)
Ayat ini berisi perintah dari Allah swt agar wanita mengenakan khimar (kerudung), yang bisa menutup kepala, leher, dan dada.
Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisaan al-’Arab menuturkan; al-khimaar li al-mar`ah : al-nashiif (khimar bagi perempuan adalah al-nashiif (penutup kepala). Ada pula yang menyatakan; khimaar adalah kain penutup yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Bentuk pluralnya adalah akhmirah, khumr atau khumur. [2]
Sedangkan perintah mengenakan jilbab disebutkan dengan sharih di dalam firman Allah swt;
يَاأَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang”. (TQS. al-Ahzab:59)
Ayat ini merupakan perintah yang sangat jelas kepada wanita-wanita Mukminat untuk mengenakan jilbab. Adapun yang dimaksud dengan jilbab adalah milhafah (baju kurung) dan mula’ah (kain panjang yang tidak berjahit). Di dalam kamus al-Muhith dinyatakan, bahwa jilbab itu seperti sirdaab
(terowongan) atau sinmaar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar
bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup
pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.”[Kamus al-Muhith]. Sedangkan dalam kamus al-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, “jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung).”[Kamus al-Shahhah, al-Jauhariy]
Selain harus mengenakan kerudung (khimar) dan jilbab, wanita Muslimah juga dilarang ”tabarruj” ketika berada di kehidupan umum. Tabarruj adalah bersolek yang berlebihan untuk memperlihatkan kecantikan dirinya. Allah swt telah melarang tabarruj. Allah swt berfirman;
وَالْقَوَاعِدُ
مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ
جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
“Perempuan-perempuan
tua yang telah berhenti haidl dan kehamilan yang tidak ingin menikah
lagi, tidaklah dosa atas mereka menanggalkan pakaian mereka tanpa
bermaksud menampakkan perhiasannya (tabarruj).” (TQS. al-Nuur: 60)
Jika wanita tua dilarang untuk tabarruj, lebih-lebih lagi wanita yang belum tua dan masih mempunyai keinginan untuk menikah.
Imam Ibnu Mandzur, dalam Lisaan al-’Arab menyatakan, “Wa al-tabarruj : idzhaar al-mar`ah ziinatahaa wa mahaasinahaa li al-rijaal (tabarruj adalah menampakkan perhiasan dan anggota tubuh untuk menaruh perhiasan kepada laki-laki non mahram.”[3]
Inilah batasan-batasan yang harus dipahami oleh wanita Muslimah ketika ia berada di kehidupan umum. Wallahu a’lam bish Shawab. [SR]
[1] Imam Ibnu ‘Asyuur, al-Tahriir wa al-Tanwiir, juz 9, hal. 471; Imam Asy Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 5, hal. 209; Imam al-Baghawiy, Tafsir al-Baghawiy, juz 6, hal. 35; Imam al-Mawardiy, al-Naktu wa al-‘Uyuun, juz 3, hal. 169; Imam al-Khazin, Lubaab al-Ta’wiil fi Ma’aaniy al-Tanziil, juz 4, hal. 500; dan sebagainya.
[2] Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-’Arab, juz 4/257
[3] Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-’Arab, juz 2/212; Tafsir Qurthubiy, juz 10/9; Imam al-Raaziy, Mukhtaar al-Shihaah, hal.46; Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 3/125; Imam Suyuthiy, Tafsir Jalalain, juz 1/554; al-Jashshash, Ahkaam al-Quran 2, juz 5/230; Imam al-Nasafiy, Tafsir al-Nasafiy, juz 3/305; Ruuh al-Ma’aaniy, juz 22/7-8; dan sebagainya.
Azab Tidak Menutup
Aurat Dengan Sempurna
Labels: Aurat, Azab, Azab Tidak Menutup Aurat, Siksaan, Tutup Aurat,
Wanita
BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
Maksudnya:
Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat
pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara
kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh
mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup
belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka
memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka,
atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau
anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi
saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara
mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba
mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak
berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti
lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki
untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka;
dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang
beriman, supaya kamu berjaya.
(Surah An Nur Ayat 31)
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, yang bermaksud:
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya
itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai
buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang
berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan
mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar
punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat
akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh
perjalanan demikian dan demikian.”
(Riwayat Muslim)
Balasan bagi orang yang melanggar larangan Allah, ialah azab yang amat
pedih, antaranya:
Balasan wanita yang membuka rambut kepalanya selain suaminya, akan
digantung dengan rambutnya di atas api neraka sehingga menggelegak
otaknya, berterusan selama ia tidak menutupnya.
Dada yang sengaja dibuka atau ditonjolkan supaya kelihatan seksi,
akan di gantung atas api neraka dengan pusat dan buah dadanya diikat
dengan rantai neraka sebagai penggantungnya.
Betis dan paha yang terselak-selak, sedia untuk dipanggang..pedihnya
tidak terkira.
Wanita di luar rumah di tuntut supaya memakai pakaian seperti pakaian
dalam sembahyang. bezanya, mungkin pendek sedikit bagi tujuan memudahkan
pergerakkan. Tidak boleh terlalu ketat, sehingga menampakkan gerak
punggung. sekalipun tebal seperti seluar jeans, tidak nipis atau jarang
sehingga memperlihatkan apa yang di dalam. berseluar panjang boleh
tetapi hendaklah dilabuhkan pakaian luarnya.
Gambaran Siksaan
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Samurah bin Jundub : "Pada suatu hari
Rasulullah SAW sesudah solat mengadapkan muka beliau kepada kami dan
berkata : "Siapa di antara kamu yang bermimpi malam tadi ?" Orang yang
bermimpi menerangkan mimpinya. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda
:"Masha Allah !" Di hari yang lain, tiada siapapun yang bermimpi.
Rasulullah SAW berkata kepada kami, kebetulan saya bermimpi malam tadi.
"Saya melihat dua orang lelaki datang kepadaku, kedua orang itu memegang
kedua tanganku, membawa aku keluar ke bumi suci. Tiba-tiba saya melihat
seorang lelaki duduk sementara seorang lagi berdiri. Dia memegang alat
yang dibuat dari besi dan mecocokkanya ke mulut hingga ke kerongkong
kemudian dicabut kembali dan diulangi semula. Begitulah yang dikerjakan
oleh keduanya silih berganti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka
ini". Kedua orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah
menyuruhku terus berjalan.
"Sambil berjalan, tiba-tiba saya melihat seorang lelaki sedang berbaring
terlentang dan seorang lagi lelaki berdiri di sampingnya memegang batu
sebesar penumbuk. Lalu dihempapkannya batu itu ke kepala pemuda
berbaring tadi sehingga berkecai kepalanya. Setelah itu digulingkannya
batu itu lalu diambil oleh pemuda yang dihempap batu tadi dan kepalanya
normal semula. Kemudian diserahkan kebali batu itu kepada lelaki tadi
dan dia menghempap semula kepala lelaki terlantang tadi dengan tidak
berhenti-henti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang
(malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus
berjalan.
"Tiba-tiba kami sampai ke sebuah jurang seperti tungku yang sempit di
bahagian atasnya, tengahnya luas dengan nyalaan api dengan 2 orang yang
telanjang dibakar api, seorang lelaki dan seorang perempuan.
Kedua-duanya hampir tercampak keluar akibat dari gelojakan api tersebut,
tiba-tiba api terpadam dan kedua-dua terjatuh ke dasar jurang tersebut.
Kemudian api dinyalakan semula dan hal ini terus berlaku
berulang-ulangkali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua
orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus
berjalan.
"Kemudian kami sampai ke sebuah sungai darah. Terdapat 2 lelaki di dalam
sungai tersebut di mana lelaki yang pertama memegang seketul batu
berada di tengah-tengah sungai. Sementara lelaki yang kedua mengadap
lelaki yang pertama, dia mahu keluar dari sungai itu. Namun setiap kali
dia cuba keluar dia dilempar dengan batu oleh lelaki yang pertama tadi
dan terjatuh semula ke dalam sungai. Keadaan ini terjadi berulang-ulang
kali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang (malaikat)
yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus berjalan.
"Tiba-tiba saya sampai di taman yang hijau dan terdapat sebatang pohon
yang besar. Di bawah pohon itu terdapat seorang lelaki tua yang sedang
menyalakan api bersama-sama dengan beberapa orang anak. Kedua-dua
malaikat yang membawaku, lalu membawaku naik ke atas pohon itu. Kemudian
keduanya membawaku memasuki gedung yang amat indah yang belum pernah
aku lihat. Di dalamnya ada golongan tua dan ada yang masih muda."
Aku dibawa naik lagi. Tiba-tiba aku memasuki gedung yang lebih indah
lagi. Ketika itu aku bertanya kepada kedua lelaki yang membawa aku:
"Kamu telah membawa aku jauh mengembara pada malam ini, terangkan
kepadaku apa yang telah aku lihat"
Keduanya menjawab : "Orang yang engkau lihat memasukkan alat besi sampai
ke kerongkongnya adalah pembohong yang sedang berbohong. Ia disiksa
begitu hingga hari qiamat." "Orang yang dipecahkan kepalanya dengan batu
adalah orang yang pandai membaca al-Quran, tetapi dia tidur dengan
al-Quran di malam hari (tidak membacanya) dan tidak mengamalkannya di
siang hari. Begitulah siksaannya hingga hari qiamat". Orang yang engkau
lihat di dalam jurang adalah penzina dan di dalam sungai adalah pemakan
riba. Orang tua yang berada di bawah pohon adalah Nabi Ibrahim sedangkan
anak-anak yang berada di sisinya adalah anak-anak manusia. Yang
menyalakan api adalah Malik, penjaga Neraka. Gedung indah yang pertama
ialah untuk semua orang-orang beriman sementara gedung yang lebih indah
adalah untuk para syuhada'. Saya adalah Jibril dan ini Mikail."
Kemudian mereka menyuruh aku mengangkat kepala lalu aku melihat mahligai
seperti awan tingginya. Kedua maliakat itu berkata : "Itulah tempat
bagimu" Lalu aku berkata : "Biarkan aku memasukui mahligaiku" Jawab
mereka : "Umurmu masih ada, sesudah engkau wafat, barulah engkau
dibenarakan masuk"
Berikut adalah gambaran siksaan dan pembalasan yang diperlihatkan kepada
Rasulullah SAW semasa peristiwa Isra' dan Mikraj.
Peristiwa Isra'
1. Orang yang bercucuktanam mengeluarkan hasil yang banyak dan
cepat.Gambaran orang yang membelanjakan harta di jalan Allah
2. mencium bau yang wangi iaitu bau tukang sikat Firaun yang beriman
kepada Allah
3. Sekumpulan manusia menghempap kepala masing-masing dengan batu
berulangkali. Gambaran orang yang berat melakukan solat fardhu.
4. Kumpulan manusia telanjang memakan rumput berduri, buah zakkum yang
sangat pahit dan makan bara api Jahannam. Balasan orang yang tidak suka
menderma, bersedeqah dan tidak mengeluarkan zakat.
5. Orang yang mengguntingkan lidah tidak berhenti-henti. Balasan orang
yang bercakap tetapi tidak mengamalkannya.
6. Ssekumpulan manusia makan daging busuk sedangkan ada daging baik,
balasan orang yang berzina sedangkan dirinya ada isteri yang sah.
7. Orang yang tenggelam timbul dalam lautan darah dan dilemparkan dengan
batu. Balasan orang yang makan riba.
8. Kumpulan manusia mencakar-cakar muka dan dada dengan kuku yang tajam.
Balasan orang yang suka mengumpat.
9. Orang yang membawa berkas kayu yang banyak tidak terangkat olehnya.
Balasan oarang yang menerima amanah tetapi tidak sanggup
melaksanakannya.
10. Seekor lembu keluar dari lubang kecil tetapi tidak dapat masuk
semula ke dalam lubang tersebut. Gambaran orang yang suka bercakap
besar.
Peristiwa Mi'raj
1. Wanita menangis sambil meminta pertolongan tetapi tiada yang sanggup
membantu. Gambaran balasan wanita yang berhias bukan kerana suaminya.
2. Wanita tergantung pada rambutnya, otaknya menggelegak dalam periuk.
Balasan wanita yang tidak menutup auratnya (rambut)
3. Wanita berkepala seperti babi, badannya seperti kaldai dan menerima
berbagai balasan wanita yang suka membuat fitnah, bermusuh dengan jiran
dan membuat dusta.
4. Wanita yang mukanya hitam dan memamah isi perutnya sendiri. Balasan
wanita yang mengoda dan menghairahkan lelaki.
5. Lelaki dan wanita yang ditarik kemaluannya ke depan dan ke belakang
serta dilontar mukanya ke api neraka. Kemudian ditarik dan dipukul
hingga keluar api dari badannya. Balasan orang yang membesarkan diri dan
takabur kepada orang ramai.
6. Lelaki dan wanita dimasukkan besi pembakar daging dari duburnya,
keluar hingga ke mulutnya. Balasan orang yang membuat fitnah, mengejek
dan mencaci.
7) Wanita tergantung rambutnya di pohon Zakkum, api neraka membakarnya
lalu kering kecut dagingnya terbakar. Balasan wanita yang minum ubat
untuk membunuh janin.
8. Wanita dibelenggu dengan api neraka, mulutnya terbuka luas, keluar
api dari perutnya. Balasan wanita yang menjadi penyanyi tidak sempat
bertaubat.
9. Lelaki dan wanita yang masuk api ke dalam perut dari duburnya lalu
keluar dari mulut. Balasan orang yang makan harta anak yatim.
10. Lelaki dan wanita kepalanya terbenam dalam api, dituang pula air
panas ke badannya lalu melecur seluruh tubuhnya. Balasan orang yang
berusaha ke arah pergaduhan sesama manusia.
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Azab Tidak Menutup
Aurat Dengan Sempurna
Labels: Aurat, Azab, Azab Tidak Menutup Aurat, Siksaan, Tutup Aurat,
Wanita
BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
Maksudnya:
Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat
pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara
kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh
mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup
belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka
memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka,
atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau
anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi
saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara
mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba
mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak
berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti
lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki
untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka;
dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang
beriman, supaya kamu berjaya.
(Surah An Nur Ayat 31)
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, yang bermaksud:
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya
itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai
buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang
berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan
mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar
punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat
akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh
perjalanan demikian dan demikian.”
(Riwayat Muslim)
Balasan bagi orang yang melanggar larangan Allah, ialah azab yang amat
pedih, antaranya:
Balasan wanita yang membuka rambut kepalanya selain suaminya, akan
digantung dengan rambutnya di atas api neraka sehingga menggelegak
otaknya, berterusan selama ia tidak menutupnya.
Dada yang sengaja dibuka atau ditonjolkan supaya kelihatan seksi,
akan di gantung atas api neraka dengan pusat dan buah dadanya diikat
dengan rantai neraka sebagai penggantungnya.
Betis dan paha yang terselak-selak, sedia untuk dipanggang..pedihnya
tidak terkira.
Wanita di luar rumah di tuntut supaya memakai pakaian seperti pakaian
dalam sembahyang. bezanya, mungkin pendek sedikit bagi tujuan memudahkan
pergerakkan. Tidak boleh terlalu ketat, sehingga menampakkan gerak
punggung. sekalipun tebal seperti seluar jeans, tidak nipis atau jarang
sehingga memperlihatkan apa yang di dalam. berseluar panjang boleh
tetapi hendaklah dilabuhkan pakaian luarnya.
Gambaran Siksaan
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Samurah bin Jundub : "Pada suatu hari
Rasulullah SAW sesudah solat mengadapkan muka beliau kepada kami dan
berkata : "Siapa di antara kamu yang bermimpi malam tadi ?" Orang yang
bermimpi menerangkan mimpinya. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda
:"Masha Allah !" Di hari yang lain, tiada siapapun yang bermimpi.
Rasulullah SAW berkata kepada kami, kebetulan saya bermimpi malam tadi.
"Saya melihat dua orang lelaki datang kepadaku, kedua orang itu memegang
kedua tanganku, membawa aku keluar ke bumi suci. Tiba-tiba saya melihat
seorang lelaki duduk sementara seorang lagi berdiri. Dia memegang alat
yang dibuat dari besi dan mecocokkanya ke mulut hingga ke kerongkong
kemudian dicabut kembali dan diulangi semula. Begitulah yang dikerjakan
oleh keduanya silih berganti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka
ini". Kedua orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah
menyuruhku terus berjalan.
"Sambil berjalan, tiba-tiba saya melihat seorang lelaki sedang berbaring
terlentang dan seorang lagi lelaki berdiri di sampingnya memegang batu
sebesar penumbuk. Lalu dihempapkannya batu itu ke kepala pemuda
berbaring tadi sehingga berkecai kepalanya. Setelah itu digulingkannya
batu itu lalu diambil oleh pemuda yang dihempap batu tadi dan kepalanya
normal semula. Kemudian diserahkan kebali batu itu kepada lelaki tadi
dan dia menghempap semula kepala lelaki terlantang tadi dengan tidak
berhenti-henti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang
(malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus
berjalan.
"Tiba-tiba kami sampai ke sebuah jurang seperti tungku yang sempit di
bahagian atasnya, tengahnya luas dengan nyalaan api dengan 2 orang yang
telanjang dibakar api, seorang lelaki dan seorang perempuan.
Kedua-duanya hampir tercampak keluar akibat dari gelojakan api tersebut,
tiba-tiba api terpadam dan kedua-dua terjatuh ke dasar jurang tersebut.
Kemudian api dinyalakan semula dan hal ini terus berlaku
berulang-ulangkali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua
orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus
berjalan.
"Kemudian kami sampai ke sebuah sungai darah. Terdapat 2 lelaki di dalam
sungai tersebut di mana lelaki yang pertama memegang seketul batu
berada di tengah-tengah sungai. Sementara lelaki yang kedua mengadap
lelaki yang pertama, dia mahu keluar dari sungai itu. Namun setiap kali
dia cuba keluar dia dilempar dengan batu oleh lelaki yang pertama tadi
dan terjatuh semula ke dalam sungai. Keadaan ini terjadi berulang-ulang
kali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang (malaikat)
yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus berjalan.
"Tiba-tiba saya sampai di taman yang hijau dan terdapat sebatang pohon
yang besar. Di bawah pohon itu terdapat seorang lelaki tua yang sedang
menyalakan api bersama-sama dengan beberapa orang anak. Kedua-dua
malaikat yang membawaku, lalu membawaku naik ke atas pohon itu. Kemudian
keduanya membawaku memasuki gedung yang amat indah yang belum pernah
aku lihat. Di dalamnya ada golongan tua dan ada yang masih muda."
Aku dibawa naik lagi. Tiba-tiba aku memasuki gedung yang lebih indah
lagi. Ketika itu aku bertanya kepada kedua lelaki yang membawa aku:
"Kamu telah membawa aku jauh mengembara pada malam ini, terangkan
kepadaku apa yang telah aku lihat"
Keduanya menjawab : "Orang yang engkau lihat memasukkan alat besi sampai
ke kerongkongnya adalah pembohong yang sedang berbohong. Ia disiksa
begitu hingga hari qiamat." "Orang yang dipecahkan kepalanya dengan batu
adalah orang yang pandai membaca al-Quran, tetapi dia tidur dengan
al-Quran di malam hari (tidak membacanya) dan tidak mengamalkannya di
siang hari. Begitulah siksaannya hingga hari qiamat". Orang yang engkau
lihat di dalam jurang adalah penzina dan di dalam sungai adalah pemakan
riba. Orang tua yang berada di bawah pohon adalah Nabi Ibrahim sedangkan
anak-anak yang berada di sisinya adalah anak-anak manusia. Yang
menyalakan api adalah Malik, penjaga Neraka. Gedung indah yang pertama
ialah untuk semua orang-orang beriman sementara gedung yang lebih indah
adalah untuk para syuhada'. Saya adalah Jibril dan ini Mikail."
Kemudian mereka menyuruh aku mengangkat kepala lalu aku melihat mahligai
seperti awan tingginya. Kedua maliakat itu berkata : "Itulah tempat
bagimu" Lalu aku berkata : "Biarkan aku memasukui mahligaiku" Jawab
mereka : "Umurmu masih ada, sesudah engkau wafat, barulah engkau
dibenarakan masuk"
Berikut adalah gambaran siksaan dan pembalasan yang diperlihatkan kepada
Rasulullah SAW semasa peristiwa Isra' dan Mikraj.
Peristiwa Isra'
1. Orang yang bercucuktanam mengeluarkan hasil yang banyak dan
cepat.Gambaran orang yang membelanjakan harta di jalan Allah
2. mencium bau yang wangi iaitu bau tukang sikat Firaun yang beriman
kepada Allah
3. Sekumpulan manusia menghempap kepala masing-masing dengan batu
berulangkali. Gambaran orang yang berat melakukan solat fardhu.
4. Kumpulan manusia telanjang memakan rumput berduri, buah zakkum yang
sangat pahit dan makan bara api Jahannam. Balasan orang yang tidak suka
menderma, bersedeqah dan tidak mengeluarkan zakat.
5. Orang yang mengguntingkan lidah tidak berhenti-henti. Balasan orang
yang bercakap tetapi tidak mengamalkannya.
6. Ssekumpulan manusia makan daging busuk sedangkan ada daging baik,
balasan orang yang berzina sedangkan dirinya ada isteri yang sah.
7. Orang yang tenggelam timbul dalam lautan darah dan dilemparkan dengan
batu. Balasan orang yang makan riba.
8. Kumpulan manusia mencakar-cakar muka dan dada dengan kuku yang tajam.
Balasan orang yang suka mengumpat.
9. Orang yang membawa berkas kayu yang banyak tidak terangkat olehnya.
Balasan oarang yang menerima amanah tetapi tidak sanggup
melaksanakannya.
10. Seekor lembu keluar dari lubang kecil tetapi tidak dapat masuk
semula ke dalam lubang tersebut. Gambaran orang yang suka bercakap
besar.
Peristiwa Mi'raj
1. Wanita menangis sambil meminta pertolongan tetapi tiada yang sanggup
membantu. Gambaran balasan wanita yang berhias bukan kerana suaminya.
2. Wanita tergantung pada rambutnya, otaknya menggelegak dalam periuk.
Balasan wanita yang tidak menutup auratnya (rambut)
3. Wanita berkepala seperti babi, badannya seperti kaldai dan menerima
berbagai balasan wanita yang suka membuat fitnah, bermusuh dengan jiran
dan membuat dusta.
4. Wanita yang mukanya hitam dan memamah isi perutnya sendiri. Balasan
wanita yang mengoda dan menghairahkan lelaki.
5. Lelaki dan wanita yang ditarik kemaluannya ke depan dan ke belakang
serta dilontar mukanya ke api neraka. Kemudian ditarik dan dipukul
hingga keluar api dari badannya. Balasan orang yang membesarkan diri dan
takabur kepada orang ramai.
6. Lelaki dan wanita dimasukkan besi pembakar daging dari duburnya,
keluar hingga ke mulutnya. Balasan orang yang membuat fitnah, mengejek
dan mencaci.
7) Wanita tergantung rambutnya di pohon Zakkum, api neraka membakarnya
lalu kering kecut dagingnya terbakar. Balasan wanita yang minum ubat
untuk membunuh janin.
8. Wanita dibelenggu dengan api neraka, mulutnya terbuka luas, keluar
api dari perutnya. Balasan wanita yang menjadi penyanyi tidak sempat
bertaubat.
9. Lelaki dan wanita yang masuk api ke dalam perut dari duburnya lalu
keluar dari mulut. Balasan orang yang makan harta anak yatim.
10. Lelaki dan wanita kepalanya terbenam dalam api, dituang pula air
panas ke badannya lalu melecur seluruh tubuhnya. Balasan orang yang
berusaha ke arah pergaduhan sesama manusia.
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Azab Tidak Menutup
Aurat Dengan Sempurna
Labels: Aurat, Azab, Azab Tidak Menutup Aurat, Siksaan, Tutup Aurat,
Wanita
BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM
DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
Maksudnya:
Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan Yang beriman supaya menyekat
pandangan mereka (daripada memandang Yang haram), dan memelihara
kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan tubuh
mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup
belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka
memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka,
atau bapa mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau
anak-anak tiri mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi
saudara-saudara mereka Yang lelaki, atau anak bagi saudara-saudara
mereka Yang perempuan, atau perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba
mereka, atau orang gaji dari orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak
berkeinginan kepada perempuan, atau kanak-kanak Yang belum mengerti
lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah mereka menghentakkan kaki
untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari perhiasan mereka;
dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai orang-orang Yang
beriman, supaya kamu berjaya.
(Surah An Nur Ayat 31)
Rasulullah s.a.w. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, yang bermaksud:
“Ada dua golongan dari ahli neraka yang belum pernah saya lihat keduanya
itu: (l) Kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi yang mereka pakai
buat memukul orang (penguasa yang kejam); (2) Perempuan-perempuan yang
berpakaian tetapi telanjang, yang cenderung kepada perbuatan maksiat dan
mencenderungkan orang lain kepada perbuatan maksiat, rambutnya sebesar
punuk unta. Mereka ini tidak akan boleh masuk syurga, serta tidak dapat
akan mencium bau syurga, padahal bau syurga itu tercium sejauh
perjalanan demikian dan demikian.”
(Riwayat Muslim)
Balasan bagi orang yang melanggar larangan Allah, ialah azab yang amat
pedih, antaranya:
Balasan wanita yang membuka rambut kepalanya selain suaminya, akan
digantung dengan rambutnya di atas api neraka sehingga menggelegak
otaknya, berterusan selama ia tidak menutupnya.
Dada yang sengaja dibuka atau ditonjolkan supaya kelihatan seksi,
akan di gantung atas api neraka dengan pusat dan buah dadanya diikat
dengan rantai neraka sebagai penggantungnya.
Betis dan paha yang terselak-selak, sedia untuk dipanggang..pedihnya
tidak terkira.
Wanita di luar rumah di tuntut supaya memakai pakaian seperti pakaian
dalam sembahyang. bezanya, mungkin pendek sedikit bagi tujuan memudahkan
pergerakkan. Tidak boleh terlalu ketat, sehingga menampakkan gerak
punggung. sekalipun tebal seperti seluar jeans, tidak nipis atau jarang
sehingga memperlihatkan apa yang di dalam. berseluar panjang boleh
tetapi hendaklah dilabuhkan pakaian luarnya.
Gambaran Siksaan
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Samurah bin Jundub : "Pada suatu hari
Rasulullah SAW sesudah solat mengadapkan muka beliau kepada kami dan
berkata : "Siapa di antara kamu yang bermimpi malam tadi ?" Orang yang
bermimpi menerangkan mimpinya. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda
:"Masha Allah !" Di hari yang lain, tiada siapapun yang bermimpi.
Rasulullah SAW berkata kepada kami, kebetulan saya bermimpi malam tadi.
"Saya melihat dua orang lelaki datang kepadaku, kedua orang itu memegang
kedua tanganku, membawa aku keluar ke bumi suci. Tiba-tiba saya melihat
seorang lelaki duduk sementara seorang lagi berdiri. Dia memegang alat
yang dibuat dari besi dan mecocokkanya ke mulut hingga ke kerongkong
kemudian dicabut kembali dan diulangi semula. Begitulah yang dikerjakan
oleh keduanya silih berganti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka
ini". Kedua orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah
menyuruhku terus berjalan.
"Sambil berjalan, tiba-tiba saya melihat seorang lelaki sedang berbaring
terlentang dan seorang lagi lelaki berdiri di sampingnya memegang batu
sebesar penumbuk. Lalu dihempapkannya batu itu ke kepala pemuda
berbaring tadi sehingga berkecai kepalanya. Setelah itu digulingkannya
batu itu lalu diambil oleh pemuda yang dihempap batu tadi dan kepalanya
normal semula. Kemudian diserahkan kebali batu itu kepada lelaki tadi
dan dia menghempap semula kepala lelaki terlantang tadi dengan tidak
berhenti-henti". Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang
(malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus
berjalan.
"Tiba-tiba kami sampai ke sebuah jurang seperti tungku yang sempit di
bahagian atasnya, tengahnya luas dengan nyalaan api dengan 2 orang yang
telanjang dibakar api, seorang lelaki dan seorang perempuan.
Kedua-duanya hampir tercampak keluar akibat dari gelojakan api tersebut,
tiba-tiba api terpadam dan kedua-dua terjatuh ke dasar jurang tersebut.
Kemudian api dinyalakan semula dan hal ini terus berlaku
berulang-ulangkali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua
orang (malaikat) yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus
berjalan.
"Kemudian kami sampai ke sebuah sungai darah. Terdapat 2 lelaki di dalam
sungai tersebut di mana lelaki yang pertama memegang seketul batu
berada di tengah-tengah sungai. Sementara lelaki yang kedua mengadap
lelaki yang pertama, dia mahu keluar dari sungai itu. Namun setiap kali
dia cuba keluar dia dilempar dengan batu oleh lelaki yang pertama tadi
dan terjatuh semula ke dalam sungai. Keadaan ini terjadi berulang-ulang
kali." Lalu aku bertanya : "Siapakah mereka ini". Kedua orang (malaikat)
yang membawaku tidak menjawab, malah menyuruhku terus berjalan.
"Tiba-tiba saya sampai di taman yang hijau dan terdapat sebatang pohon
yang besar. Di bawah pohon itu terdapat seorang lelaki tua yang sedang
menyalakan api bersama-sama dengan beberapa orang anak. Kedua-dua
malaikat yang membawaku, lalu membawaku naik ke atas pohon itu. Kemudian
keduanya membawaku memasuki gedung yang amat indah yang belum pernah
aku lihat. Di dalamnya ada golongan tua dan ada yang masih muda."
Aku dibawa naik lagi. Tiba-tiba aku memasuki gedung yang lebih indah
lagi. Ketika itu aku bertanya kepada kedua lelaki yang membawa aku:
"Kamu telah membawa aku jauh mengembara pada malam ini, terangkan
kepadaku apa yang telah aku lihat"
Keduanya menjawab : "Orang yang engkau lihat memasukkan alat besi sampai
ke kerongkongnya adalah pembohong yang sedang berbohong. Ia disiksa
begitu hingga hari qiamat." "Orang yang dipecahkan kepalanya dengan batu
adalah orang yang pandai membaca al-Quran, tetapi dia tidur dengan
al-Quran di malam hari (tidak membacanya) dan tidak mengamalkannya di
siang hari. Begitulah siksaannya hingga hari qiamat". Orang yang engkau
lihat di dalam jurang adalah penzina dan di dalam sungai adalah pemakan
riba. Orang tua yang berada di bawah pohon adalah Nabi Ibrahim sedangkan
anak-anak yang berada di sisinya adalah anak-anak manusia. Yang
menyalakan api adalah Malik, penjaga Neraka. Gedung indah yang pertama
ialah untuk semua orang-orang beriman sementara gedung yang lebih indah
adalah untuk para syuhada'. Saya adalah Jibril dan ini Mikail."
Kemudian mereka menyuruh aku mengangkat kepala lalu aku melihat mahligai
seperti awan tingginya. Kedua maliakat itu berkata : "Itulah tempat
bagimu" Lalu aku berkata : "Biarkan aku memasukui mahligaiku" Jawab
mereka : "Umurmu masih ada, sesudah engkau wafat, barulah engkau
dibenarakan masuk"
Berikut adalah gambaran siksaan dan pembalasan yang diperlihatkan kepada
Rasulullah SAW semasa peristiwa Isra' dan Mikraj.
Peristiwa Isra'
1. Orang yang bercucuktanam mengeluarkan hasil yang banyak dan
cepat.Gambaran orang yang membelanjakan harta di jalan Allah
2. mencium bau yang wangi iaitu bau tukang sikat Firaun yang beriman
kepada Allah
3. Sekumpulan manusia menghempap kepala masing-masing dengan batu
berulangkali. Gambaran orang yang berat melakukan solat fardhu.
4. Kumpulan manusia telanjang memakan rumput berduri, buah zakkum yang
sangat pahit dan makan bara api Jahannam. Balasan orang yang tidak suka
menderma, bersedeqah dan tidak mengeluarkan zakat.
5. Orang yang mengguntingkan lidah tidak berhenti-henti. Balasan orang
yang bercakap tetapi tidak mengamalkannya.
6. Ssekumpulan manusia makan daging busuk sedangkan ada daging baik,
balasan orang yang berzina sedangkan dirinya ada isteri yang sah.
7. Orang yang tenggelam timbul dalam lautan darah dan dilemparkan dengan
batu. Balasan orang yang makan riba.
8. Kumpulan manusia mencakar-cakar muka dan dada dengan kuku yang tajam.
Balasan orang yang suka mengumpat.
9. Orang yang membawa berkas kayu yang banyak tidak terangkat olehnya.
Balasan oarang yang menerima amanah tetapi tidak sanggup
melaksanakannya.
10. Seekor lembu keluar dari lubang kecil tetapi tidak dapat masuk
semula ke dalam lubang tersebut. Gambaran orang yang suka bercakap
besar.
Peristiwa Mi'raj
1. Wanita menangis sambil meminta pertolongan tetapi tiada yang sanggup
membantu. Gambaran balasan wanita yang berhias bukan kerana suaminya.
2. Wanita tergantung pada rambutnya, otaknya menggelegak dalam periuk.
Balasan wanita yang tidak menutup auratnya (rambut)
3. Wanita berkepala seperti babi, badannya seperti kaldai dan menerima
berbagai balasan wanita yang suka membuat fitnah, bermusuh dengan jiran
dan membuat dusta.
4. Wanita yang mukanya hitam dan memamah isi perutnya sendiri. Balasan
wanita yang mengoda dan menghairahkan lelaki.
5. Lelaki dan wanita yang ditarik kemaluannya ke depan dan ke belakang
serta dilontar mukanya ke api neraka. Kemudian ditarik dan dipukul
hingga keluar api dari badannya. Balasan orang yang membesarkan diri dan
takabur kepada orang ramai.
6. Lelaki dan wanita dimasukkan besi pembakar daging dari duburnya,
keluar hingga ke mulutnya. Balasan orang yang membuat fitnah, mengejek
dan mencaci.
7) Wanita tergantung rambutnya di pohon Zakkum, api neraka membakarnya
lalu kering kecut dagingnya terbakar. Balasan wanita yang minum ubat
untuk membunuh janin.
8. Wanita dibelenggu dengan api neraka, mulutnya terbuka luas, keluar
api dari perutnya. Balasan wanita yang menjadi penyanyi tidak sempat
bertaubat.
9. Lelaki dan wanita yang masuk api ke dalam perut dari duburnya lalu
keluar dari mulut. Balasan orang yang makan harta anak yatim.
10. Lelaki dan wanita kepalanya terbenam dalam api, dituang pula air
panas ke badannya lalu melecur seluruh tubuhnya. Balasan orang yang
berusaha ke arah pergaduhan sesama manusia.
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Ancaman Bagi Wanita yang Membuka Auratnya
Definisi Aurat
Menurut
pengertian bahasa (literal), aurat adalah al-nuqshaan wa al-syai’
al-mustaqabbih (kekurangan dan sesuatu yang mendatangkan celaan).
Diantara bentuk pecahan katanya adalah ‘awara`, yang bermakna qabiih
(tercela); yakni aurat manusia dan semua yang bisa menyebabkan rasa
malu. Disebut aurat, karena tercela bila terlihat (ditampakkan).
Imam al-Raziy, dalam kamus Mukhtaar al-Shihaah hal 461, menyatakan, “‘al-aurat: sau`atu al-insaan wa kullu maa yustahyaa minhu (aurat adalah aurat manusia dan semua hal yang menyebabkan malu.”
Dalam Syarah Sunan Ibnu Majah juz 1/276, disebutkan, bahwa aurat adalah kullu
maa yastahyii minhu wa yasuu`u shahibahu in yura minhu (setiap yang
menyebabkan malu, dan membawa aib bagi pemiliknya jika terlihat)”.
Imam Syarbiniy dalam kitab Mughniy al-Muhtaaj, berkata,” Secara literal, aurat bermakna al-nuqshaan (kekurangan) wa al-syai`u al-mustaqbihu (sesuatu yang menyebabkan celaan). Disebut seperti itu, karena ia akan menyebabkan celaan jika terlihat.“
Dalam kamus Lisaan al-‘Arab juz 4/616, disebutkan, “Kullu ‘aib wa khalal fi syai’ fahuwa ‘aurat (setiap aib dan cacat cela pada sesuatu disebut dengan aurat). Wa syai` mu’wirun au ‘awirun: laa haafidza lahu (sesuatu itu tidak memiliki penjaga (penahan)).”
Imam Syaukani, di dalam kitab Fath al-Qadiir, menyatakan;
“Makna asal dari aurat adalah al-khalal (aib, cela, cacat). Setelah
itu, makna aurat lebih lebih banyak digunakan untuk mengungkapkan aib
yang terjadi pada sesuatu yang seharusnya dijaga dan ditutup, yakni tiga
waktu ketika penutup dibuka. Al-A’masy membacanya dengan huruf wawu difathah; ‘awaraat. Bacaan seperti ini berasal dari bahasa suku Hudzail dan Tamim.”
Batasan Aurat bagi Wanita
Batasan Aurat Menurut Madzhab Syafi’iy
Di dalam kitab al-Muhadzdzab juz 1/64, Imam al-Syiraaziy berkata;
“Hadits
yang diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khuduriy, bahwasanya Nabi saw
bersabda, “Aurat laki-laki adalah antara pusat dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Mohammad bin Ahmad al-Syasyiy, dalam kitab Haliyat al-‘Ulama berkata;
“.. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badan, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Haitsamiy, dalam kitab Manhaj al-Qawiim juz 1/232, berkata;
“..Sedangkan
aurat wanita merdeka, masih kecil maupun dewasa, baik ketika sholat,
berhadapan dengan laki-laki asing (non mahram) walaupun di luarnya,
adalah seluruh badan kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Dalam kitab al-Umm juz 1/89 dinyatakan;
” ….Aurat perempuan adalah seluruh badannya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.”
Al-Dimyathiy, dalam kitab I’aanat al-Thaalibiin, menyatakan;
“..aurat wanita adalah seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan”.
Di dalam kitab Mughniy al-Muhtaaj, juz 1/185, Imam Syarbiniy menyatakan;
” …Sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Batasan Aurat Menurut Madzhab Hanbaliy
Di dalam kitab al-Mubadda’, Abu Ishaq menyatakan;
“Aurat laki-laki dan budak perempuan adalah antara pusat dan lutut. Hanya saja, jika warna kulitnya yang putih dan merah masih kelihatan, maka ia tidak disebut menutup aurat. Namun,
jika warna kulitnya tertutup, walaupun bentuk tubuhnya masih kelihatan,
maka sholatnya sah. Sedangkan aurat wanita merdeka adalah seluruh
tubuh, hingga kukunya. Ibnu Hubairah menyatakan, bahwa inilah pendapat yang masyhur. Al-Qadliy
berkata, ini adalah pendapat Imam Ahmad; berdasarkan sabda Rasulullah,
“Seluruh badan wanita adalah aurat” [HR. Turmudziy, hasan shahih]….Dalam
madzhab ini tidak ada perselisihan bolehnya wanita membuka wajahnya di
dalam sholat, seperti yang telah disebutkan. di dalam kitab al-Mughniy, dan lain-lainnya.”[1]
Di dalam kitab al-Mughniy, juz 1/349, Ibnu Qudamah menyatakan, bahwa
” Mayoritas
ulama sepakat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan mereka juga
sepakat; seorang wanita mesti mengenakan kerudung yang menutupi
kepalanya. Jika seorang wanita sholat, sedangkan kepalanya
terbuka, ia wajib mengulangi sholatnya….Abu Hanifah berpendapat, bahwa
kedua mata kaki bukanlah termasuk aurat..Imam Malik, Auza’iy, dan
Syafi’iy berpendirian; seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali muka
dan kedua telapak tangan. Selain keduanya (muka dan telapak tangan) wajib untuk ditutup ketika hendak mengerjakan sholat…”
Di dalam kitab al-Furuu juz 1/285′, karya salah seorang ulama Hanbaliy, dituturkan sebagai berikut;
“Seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali muka, dan kedua telapak tangan –ini dipilih oleh mayoritas ulama…..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab Malikiy
Dalam kitab Kifayaat al-Thaalib juz 1/215, Abu al-Hasan al-Malikiy menyatakan, ““Aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh, kecuali muka dan kedua telapak tangan..”.
Dalam Hasyiyah Dasuqiy juz 1/215, dinyatakaN, “Walhasil, aurat haram untuk dilihat meskipun tidak dinikmati. Ini jika aurat tersebut tidak tertutup. Adapun
jika aurat tersebut tertutup, maka boleh melihatnya. Ini berbeda dengan
menyentuh di atas kain penutup; hal ini (menyentuh aurat yang tertutup)
tidak boleh jika kain itu bersambung (melekat) dengan auratnya, namun
jika kain itu terpisah dari auratnya, …sedangkan aurat wanita muslimah
adalah selain wajah dan kedua telapak tangan…”
Dalam kitab Syarah al-Zarqaaniy, disebutkan, “Yang demikian itu diperbolehkan.Sebab, aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan…”
Mohammad bin Yusuf, dalam kitab al-Taaj wa al-Ikliil, berkata, “….Aurat
budak perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan kedua telapak
tangan dan tempat kerudung (kepala)…Untuk seorang wanita, boleh ia
menampakkan kepada wanita lain sebagaimana ia boleh menampakkannya
kepada laki-laki –menurut Ibnu Rusyd, tidak ada perbedaan pendapat dalam
hal ini-, wajah dan kedua telapak tangan..”
Batasan Aurat Menurut Madzhab Hanafiy
Abu al-Husain, dalam kitab al-Hidayah Syarh al-Bidaayah mengatakan;
“Adapun
aurat laki-laki adalah antara pusat dan lututnya…ada pula yang
meriwayatkan bahwa selain pusat hingga mencapai lututnya. Dengan
demikian, pusat bukanlah termasuk aurat. Berbeda dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Syafi’iy ra, lutut termasuk aurat. Sedangkan seluruh tubuh wanita merdeka adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak tangan…”[2]
Dalam kitab Badaai’ al-Shanaai’ disebutkan;
“Oleh karena itu, menurut madzhab kami, lutut termasuk aurat, sedangkan pusat tidak termasuk aurat. Ini berbeda dengan pendapat Imam Syafi’iy. Yang benar adalah pendapat kami, berdasarkan sabda Rasulullah saw, “Apa yang ada di bawah pusat dan lutut adalah aurat.” Ini menunjukkan bahwa lutut termasuk aurat.”[3]
Aurat Wanita; Seluruh Tubuh Selain Muka dan Kedua Telapak Tangan
Jumhur
‘ulama bersepakat; aurat wanita meliputi seluruh tubuh, kecuali muka
dan kedua telapak tangan. Dalilnya adalah firman Allah swt:
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ
فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ
الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ
النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا
الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan
kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.
Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang
beriman supaya kamu beruntung.”[al-Nuur:31]
Menurut
Imam Thabariy dalam Tafsir al-Thabariy, juz 18/118, makna yang lebih
tepat untuk “perhiasan yang biasa tampak” adalah muka dan telapak
tangan. Keduanya bukanlah aurat, dan boleh ditampakkan di kehidupan
umum. Sedangkan selain muka dan telapak tangan adalah
aurat, dan tidak boleh ditampakkan kepada laki-laki asing, kecuali suami
dan mahram. Penafsiran semacam ini didasarkan pada sebuah
riwayat shahih; Aisyah ra telah menceritakan, bahwa Asma binti Abu Bakar
masuk ke ruangan wanita dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw.
pun berpaling seraya berkata;
يَا
أَسْمَاءُ إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتْ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ
أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ
وَكَفَّيْهِ
“Wahai Asma’ sesungguhnya perempuan itu jika telah baligh tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.”[HR. Muslim]
Imam
Qurthubiy Tafsir Qurthubiy, juz 12/229; Imam Al-Suyuthiy, Durr
al-Mantsuur, juz 6/178-182; Zaad al-Masiir, juz 6/30-32; menyatakan,
bahwa ayat di atas merupakan perintah dari Allah swt kepada wanita
Mukminat agar tidak menampakkan perhiasannya kepada para laki-laki
penglihat, kecuali hal-hal yang dikecualikan bagi para laki-laki
penglihat. Selanjutnya, Allah swt mengecualikan perhiasan-perhiasan yang boleh dilihat oleh laki-laki penglihat, pada frase selanjutnya. Hanya saja, para ulama berbeda pendapat mengenai batasan perhiasan yang boleh ditampakkan oleh wanita. Ibnu Mas’ud mengatakan, bahwa maksud frase “illa ma dzahara minha” adalah dzaahir al-ziinah” (perhiasan dzahir), yakni baju. Sedangkan menurut Ibnu Jabir adalah baju dan wajah. Sa’id bin Jabiir, ‘Atha’ dan Auza’iy berpendapat; muka, kedua telapak tangan, dan baju.
Menurut
Imam al-Nasafiy, yang dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) adalah
semua yang digunakan oleh wanita untuk berhias, misalnya, cincin,
kalung, gelang, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan “al-ziinah” (perhiasan) di sini adalah “mawaadli’ al-ziinah” (tempat menaruh perhiasan). Artinya,
maksud dari ayat di atas adalah “janganlah kalian menampakkan anggota
tubuh yang biasa digunakan untuk menaruh perhiasan, kecuali yang biasa
tampak; yakni muka, kedua telapak tangan, dan dua mata kaki”[4].
Syarat-syarat Menutup Aurat
Menutup aurat harus dilakukan hingga warna kulitnya tertutup. Seseorang
tidak bisa dikatakan melakukan “satru al-‘aurat” (menutup aurat) jika
auratnya sekedar ditutup dengan kain atau sesuatu yang tipis hingga
warna kulitnya masih tampak kehilatan. Dalil yang
menunjukkan ketentuan ini adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dari
‘Aisyah ra, ra bahwasanya Asma’ binti Abubakar telah masuk ke ruangan
Nabi saw dengan berpakaian tipis/transparan, lalu Rasulullah saw.
berpaling seraya bersabda, “Wahai Asma sesungguhnya seorang wanita
itu apabila telah baligh (haidl) tidak pantas baginya untuk menampakkan
tubuhnya kecuali ini dan ini.”
Dalam
hadits ini, Rasulullah saw. menganggap bahwa Asma’ belum menutup
auratnya, meskipun Asma telah menutup auratnya dengan kain transparan.
Oleh karena itu lalu Nabi saw berpaling seraya memerintahkannya menutupi
auratnya, yaitu mengenakan pakaian yang dapat menutupi . Dalil lain yang menunjukkan masalah ini adalah hadits riwayat Usamah, bahwasanya ia ditanyai oleh Nabi saw tentang kain tipis. Usamah menjawab, bahwasanya ia telah mengenakannya terhadap isterinya, maka Rasulullah saw. bersabda kepadanya:
“Suruhlah isterimu melilitkan di bagian dalam kain tipis, karena sesungguhnya aku khawatir kalau-kalau nampak lekuk tubuhnya.”
Qabtiyah dalam lafadz di atas adalah sehelai kain tipis. Oleh
karena itu tatkala Rasulullah saw. mengetahui bahwasanya Usamah
mengenakan kepada isterinya kain tipis, beliau memerintahkan agar kain
itu dikenakan pada bagian dalam kain supaya tidak kelihatan warna
kulitnya. Beliau bersabda,”Suruhlah isterimu melilitkan di bagian dalamnya kain tipis.” Kedua
hadits ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwasanya aurat harus
ditutup dengan sesuatu, hingga warna kulitnya tidak tampak.
Khimar (Kerudung) dan Jilbab; Busana Wanita Di Luar Rumah
Selain
memerintahkan wanita untuk menutup auratnya, syariat Islam juga
mewajibkan wanita untuk mengenakan busana khusus ketika hendak keluar
rumah. Sebab, Islam telah mensyariatkan pakaian tertentu yang harus dikenakan wanita ketika berada depan khalayak umum. Kewajiban
wanita mengenakan busana Islamiy ketika keluar rumah merupakan
kewajiban tersendiri yang terpisah dari kewajiban menutup aurat. Dengan
kata lain, kewajiban menutup aurat adalah satu sisi, sedangkan
kewajiban mengenakan busana Islamiy (jilbab dan khimar) adalah kewajiban
di sisi yang lain. Dua kewajiban ini tidak boleh dicampuradukkan, sehingga muncul persepsi yang salah terhadap keduanya.
Dalam konteks “menutup aurat” (satru al-‘aurat), syariat Islam tidak mensyaratkan bentuk pakaian tertentu, atau bahan tertentu untuk dijadikan sebagai penutup aurat. Syariat hanya mensyaratkan agar sesuatu yang dijadikan penutup aurat, harus mampu menutupi warna kulit. Oleh
karena itu, seorang wanita Muslim boleh saja mengenakan pakaian dengan
model apapun, semampang bisa menutupi auratnya secara sempurna. Hanya
saja, ketika ia hendak keluar dari rumah, ia tidak boleh pergi dengan
pakaian sembarang, walaupun pakaian itu bisa menutupi auratnya dengan
sempurna. Akan tetapi, ia wajib mengenakan khimar (kerudung) dan jilbab yang dikenakan di atas pakaian biasanya. Sebab,
syariat telah menetapkan jilbab dan khimar sebagai busana Islamiy yang
wajib dikenakan seorang wanita Muslim ketika berada di luar rumah, atau
berada di kehidupan umum.
Walhasil,
walaupun seorang wanita telah menutup auratnya, yakni menutup seluruh
tubuhnya, kecuali muka dan kedua telapak tangan, ia tetap tidak boleh
keluar keluar dari rumah sebelum mengenakan khimar dan jilbab.
Perintah Mengenakan Khimar
Pakaian yang telah ditetapkan oleh syariat Islam bagi wanita ketika ia keluar di kehidupan umum adalah khimar dan jilbab. Dalil yang menunjukkan perintah ini adalah firman Allah swt;
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya..”[al-Nuur:31]
Ayat ini berisi perintah dari Allah swt agar wanita mengenakan khimar (kerudung), yang bisa menutup kepala, leher, dan dada.
Imam Ibnu Mandzur di dalam kitab Lisaan al-‘Arab menuturkan; al-khimaar li al-mar`ah : al-nashiif (khimar bagi perempuan adalah al-nashiif (penutup kepala). Ada pula yang menyatakan; khimaar adalah kain penutup yang digunakan wanita untuk menutup kepalanya. Bentuk pluralnya adalah akhmirah, khumr atau khumur. [5]
Khimar (kerudung) adalah ghitha’ al-ra’si ‘ala shudur (penutup kepala hingga mencapai dada), agar leher dan dadanya tidak tampak.[6]
Dalam Kitab al-Tibyaan fi Tafsiir Ghariib al-Quran dinyatakan;
“Khumurihinna, bentuk jamak (plural) dari khimaar, yang bermakna al-miqna’ (penutup kepala). Dinamakan seperti itu karena, kepala ditutup dengannya (khimar)..”[7]
Ibnu al-‘Arabiy di dalam kitab Ahkaam al-Quran menyatakan, “Jaib” adalah kerah baju, dan khimar adalah penutup kepala . Imam
Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah ra, bahwasanya ia
berkata, “Semoga Allah mengasihi wanita-wanita Muhajir yang pertama. Ketika
diturunkan firman Allah swt “Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kerudung mereka ke dada mereka”, mereka membelah kain selendang mereka”.
Di dalam riwayat yang lain disebutkan, “Mereka membelah kain mereka,
lalu berkerudung dengan kain itu, seakan-akan siapa saja yang memiliki
selendang, dia akan membelahnya selendangnya, dan siapa saja yang
mempunyai kain, ia akan membelah kainnya.” Ini menunjukkan, bahwa leher dan dada ditutupi dengan kain yang mereka miliki.”[8]
Di dalam kitab Fath al-Baariy, al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan, “Adapun
yang dimaksud dengan frase “fakhtamarna bihaa” (lalu mereka berkerudung
dengan kain itu), adalah para wanita itu meletakkan kerudung di atas
kepalanya, kemudian menjulurkannya dari samping kanan ke pundak kiri. Itulah yang disebut dengan taqannu’ (berkerudung). Al-Farra’ berkata,”Pada masa jahiliyyah, wanita mengulurkan kerudungnya dari belakang dan membuka bagian depannya. Setelah itu, mereka diperintahkan untuk menutupinya. Khimar (kerudung) bagi wanita mirip dengan ‘imamah (sorban) bagi laki-laki.” [9]
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir menyatakan;
“Khumur adalah bentuk jamak (plural) dari khimaar; yakni apa-apa yang bisa menutupi kepala. Khimaar
kadang-kadang disebut oleh masyarakat dengan kerudung (al-miqaana’),
Sa’id bin Jabir berkata, “wal yadlribna : walyasydadna bi khumurihinna
‘ala juyuubihinna, ya’ni ‘ala al-nahr wa al-shadr, fa laa yara syai`
minhu (walyadlribna : ulurkanlah kerudung-kerudung mereka di atas kerah
mereka, yakni di atas leher dan dada mereka, sehingga tidak terlihat
apapun darinya).”[10]
Imam Syaukaniy dalam Fath al-Qadiir, berkata;
“Khumur
adalah bentuk plural dari khimar; yakni apa-apa yang digunakan penutup
kepala oleh seorang wanita..al-Juyuub adalah bentuk jamak dari jaib yang
bermakna al-qath’u min dur’u wa al-qamiish (kerah baju)..Para ahli
tafsir mengatakan; dahulu, wanita-wanita jahiliyyah menutupkan
kerudungnya ke belakang, sedangkan kerah baju mereka bagian depan
terlalu lebar (luas), hingga akhirnya, leher dan kalung mereka terlihat. Setelah
itu, mereka diperintahkan untuk mengulurkan kain kerudung mereka di
atas dada mereka untuk menutup apa yang selama ini tampak”.[11]
Dalam kitab Zaad al-Masiir, dituturkan;
“Khumur
adalah bentuk jamak dari khimar, yakni maa tughthiy bihi al-mar`atu
ra`sahaa (apa-apa yang digunakan wanita untuk menutupi kepalanya). Makna ayat ini (al-Nuur:31) adalah hendaknya para wanita itu menjulurkan kerudungnya (al-miqna’) di atas dada mereka; yang dengan itu, mereka bisa menutupi rambut, anting-anting, dan leher mereka.”[12]
Perintah Mengenakan Jilbab
Adapun kewajiban mengenakan jilbab bagi wanita Mukminat dijelaskan di dalam surat al-Ahzab ayat 59. Allah swt berfirman :
يَاأَيُّهَا
النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ
يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ
يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai
Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha
pengampun lagi Maha penyayang”.[al-Ahzab:59]
Ayat ini merupakan perintah yang sangat jelas kepada wanita-wanita Mukminat untuk mengenakan jilbab. Adapun yang dimaksud dengan jilbab adalah milhafah (baju kurung) dan mula’ah (kain panjang yang tidak berjahit). Di dalam kamus al-Muhith dinyatakan, bahwa jilbab itu seperti sirdaab
(terowongan) atau sinmaar (lorong), yakni baju atau pakaian longgar
bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang dapat menutup
pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.”[Kamus al-Muhith]. Sedangkan dalam kamus al-Shahhah, al-Jauhari mengatakan, “jilbab adalah kain panjang dan longgar (milhafah) yang sering disebut dengan mula’ah (baju kurung).”[Kamus al-Shahhah, al-Jauhariy]
Di dalam kamus Lisaan al-‘Arab dituturkan; al-jilbab ; al-qamish (baju);
wa al-jilbaab tsaub awsaa’ min al-khimaar duuna ridaa’ tughthi bihi
al-mar`ah ra’sahaa wa shadrahaa (baju yang lebih luas daripada khimar,
namun berbeda dengan ridaa’, yang dikenakan wanita untuk menutupi kepala
dan dadanya.” Ada pula yang mengatakan al-jilbaab: tsaub al-waasi’ duuna milhafah talbasuhaa al-mar`ah (pakaian luas yang berbeda dengan baju kurung, yang dikenakan wanita). Ada pula yang menyatakan; al-jilbaab : al-milhafah (baju kurung).[13]
Al-Zamakhsyariy, dalam tafsir al-Kasysyaf menyatakan, “Jilbab adalah pakaian luas, dan lebih luas daripada kerudung, namun lebih sempit daripada rida’ (juba).[14]
Imam Qurthubiy di dalam Tafsir Qurthubiy menyatakan, “Jilbaab adalah tsaub al-akbar min al-khimaar (pakaian yang lebih besar daripada kerudung). Diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud, jilbaab adalah ridaa’ (jubah atau
mantel). Ada pula yang menyatakan ia adalah al-qanaa’ (kerudung). Yang benar, jilbab adalah tsaub yasturu jamii’ al-badan (pakaian yang menutupi seluruh badan). Di
dalam shahih Muslim diriwayatkan sebuah hadits dari Ummu ‘Athiyyah,
bahwasanya ia berkata, “Ya Rasulullah , salah seorang wanita diantara
kami tidak memiliki jilbab. Nabi menjawab,”Hendaknya, saudaranya meminjamkan jilbab untuknya”.[15]
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Imam Ibnu Katsir menyatakan, “al-jilbaab huwa al-ridaa` fauq al-khimaar (jubah yang dikenakan di atas kerudung). Ibnu
Mas’ud, ‘Ubaidah, Qatadah, al-Hasan al-Bashriy, Sa’id bin Jabiir,
Ibrahim al-Nakha’iy, ‘Atha’ al-Khuraasaniy, dan lain-lain, berpendapat
bahwa jilbab itu kedudukannya sama dengan (al-izaar) sarung pada saat
ini. Al-Jauhariy berkata, “al-Jilbaab; al-Milhafah (baju kurung).”[16]
Imam Syaukani, dalam Tafsir Fathu al-Qadiir, mengatakan;
“Al-jilbaab wa huwa al-tsaub al-akbar min al-khimaar (pakaian yang lebih besar dibandingkan kerudung). Al-Jauhari berkata, “al-Jilbaab; al-milhafah (baju kurung). Ada yang menyatakan al-qanaa’ (kerudung), ada pula yang menyatakan tsaub yasturu jamii’ al-badan al-mar`ah.”[17]
Al-Hafidz al-Suyuthiy dalam Tafsir Jalalain berkata;
”
Jilbaab adalah al-mulaa`ah (kain panjang yang tak berjahit) yang
digunakan selimut oleh wanita, yakni, sebagiannya diulurkan di atas
wajahnya, jika seorang wanita hendak keluar untuk suatu keperluan,
hingga tinggal satu mata saja yang tampak”[18]
Ancaman Bagi Orang yang Membuka Auratnya
Imam Muslim menuturkan sebuah riwayat, bahwasanya Rasulullah saw bersabda;
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ
الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ
مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ
لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا
لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
“Ada
dua golongan manusia yang menjadi penghuni neraka, yang sebelumnya aku
tidak pernah melihatnya; yakni, sekelompok orang yang memiliki cambuk
seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia; dan
wanita yang membuka auratnya dan berpakaian tipis merangsang
berlenggak-lenggok dan berlagak, kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka tidak akan dapat masuk surga dan mencium baunya. Padahal, bau surga dapat tercium dari jarak sekian-sekian.”[HR. Imam Muslim].
Di dalam Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawiy berkata, “Hadits ini termasuk salah satu mukjizat kenabian. Sungguh, akan muncul kedua golongan itu. Hadits ini bertutur tentang celaan kepada dua golongan tersebut. Sebagian
‘ulama berpendapat, bahwa maksud dari hadits ini adalah wanita-wanita
yang ingkar terhadap nikmat, dan tidak pernah bersyukur atas karunia
Allah. Sedangkan ulama lain berpendapat, bahwa mereka
adalah wanita-wanita yang menutup sebagian tubuhnya, dan menyingkap
sebagian tubuhnya yang lain, untuk menampakkan kecantikannya atau karena
tujuan yang lain. Sebagian ulama lain berpendapat, mereka
adalah wanita yang mengenakan pakaian tipis yang menampakkan warna
kulitnya (transparan)…Kepala mereka digelung dengan kain kerudung,
sorban, atau yang lainnya, hingga tampak besar seperti punuk onta.”
Imam Ahmad juga meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah dengan redaksi berbeda.
صِنْفَانِ
مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَا أَرَاهُمَا بَعْدُ نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ
عَارِيَاتٌ مَائِلَاتٌ مُمِيلَاتٌ عَلَى رُءُوسِهِنَّ مِثْلُ أَسْنِمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَرَيْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا
وَرِجَالٌ مَعَهُمْ أَسْوَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا
النَّاسَ
“Ada
dua golongan penghuni neraka, yang aku tidak pernah melihat keduanya
sebelumnya. Wanita-wanita yang telanjang, berpakaian tipis, dan
berlenggak-lenggok, dan kepalanya digelung seperti punuk onta. Mereka
tidak akan masuk surga, dan mencium baunya. Dan laki-laki yang memiliki
cambuk seperti ekor sapi yang digunakan untuk menyakiti umat manusia “[HR. Imam Ahmad]
Hadits-hadits
di atas merupakan ancaman yang sangat keras bagi wanita yang
menampakkan sebagian atau keseluruhan auratnya, berbusana tipis, dan
berlenggak-lenggok.
Kesimpulan
Syariat Islam telah mewajibkan wanita untuk menutup anggota tubuhnya yang termasuk aurat. Seorang
wanita diharamkan menampakkan auratnya di kehidupan umum, di hadapan
laki-laki non mahram, atau ketika ia melaksanakan ibadah-ibadah tertentu
yang mensyaratkan adanya satru al-‘aurat (menutup aurat).
Aurat
wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan kedua telapak tangan.
Seseorang baru disebut menutup aurat, jika warna kulit tubuhnya tidak
lagi tampak dari luar. Dengan kata lain, penutup yang
digunakan untuk menutup aurat tidak boleh transparan hingga warna
kulitnya masih tampak; akan tetapi harus mampu menutup warna kulit.
Ancaman
bagi yang tidak menurut aurat adalah tidak mencium bau surge alias
neraka, karena tidak amanah, tidak tunduk kepada aturan sang Kholik.[Arief Adiningrat]
[1] Abu Ishaq, al-Mubadda’, juz 1/360-363. Diskusi masalah ini sangatlah panjang. Menurut Ibnu Hubairah dan Imam Ahmad, dalam satu riwayat; aurat wanita adalah seluruh tubuh, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Sedangkan dalam riwayat lain Imam Ahmad menyatakan, bahwa seluruh badan wanita adalah aurat.[Ibnu Hubairah, al-Ifshaah ‘an Ma’aaniy al-Shihaah, juz 1/86
[2] Abu al-Husain, al-Hidaayah Syarh al-Bidaayah, juz 1/43
[3] al-Kaasaaniy, Badaai’ al-Shanaai’, juz 5/123
[4] Imam al-Nasafiy, tafsir al-Nasaafiy, juz 3/143. Dalam kitab Ruuh al-Ma’aaniy, juz 18/140, dituturkan, “Diungkapkan
dengan perkataan “al-ziinah” (perhiasan), bukan “anggota tubuh tempat
menaruh perhiasan”, ditujukan untuk memberikan kesan penyangatan dalam
hal perintah untuk menutup aurat.. Sedangkan yang boleh ditampakkan adalah muka dan kedua telapak tangan.. Imam Ibnu Katsir, dalam Tafsir Ibnu Katsir, juz 3/285, menyatakan; menurut jumhur ulama tafsir, “illa ma dzahara minhaa” diartikan muka dan kedua telapak tangan.
[5] Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-‘Arab, juz 4/257
[6] Imam Ali al-Shabuniy, Shafwaat al-Tafaasir, juz 2/336
[7] al-Tibyaan fi Tafsiir Ghariib al-Quran, juz 1/311
[8] Ibnu al-‘Arabiy, Ahkaam al-Quraan, jilid III/1369
[9] al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 10/106
[10] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsiir, juz 3/285; lihat juga Imam Thabariy, Tafsir al-Thabariy, juz 18/120; Durr al-Mantsur, juz 6/182
[11] Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 4/23
[12] Ibnu Jauziy, Zaad al-Masiir, juz 6/32; Imam Nasafiy, Tafsir al-Nasaafiy, juz 3/143; Ruuh al-Ma’aaniy, juz 18/142
[13] Imam Ibnu Mandzur, Lisaan al-‘Arab, juz 1/272
[14] Imam Zamakhsyariy, Tafsir al-Kasysyaf, juz
[15] Imam Qurthubiy, Tafsir al-Qurthubiy, juz 14/243
[16] Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, juz 3/519
[17] Imam Syaukaniy, Fath al-Qadiir, juz 4/304
[18] Imam al-Suyuthiy, Tafsir Jalalain, juz 1/560
Tiada ulasan:
Catat Ulasan