Sedikit yang Mau Bersyukur
Itulah keadaan kita dan itu nyata, sedikit yang mau bersyukur. Telah banyak diberi nikmat malah dikata masih sedikit dan kurang. Padahal sebaik-baik hamba adalah yang mau bersyukur baik yang diberi sedikit atau pun banyak. Namun yang sedikit saja jarang kita mau syukuri, apalagi yang banyak. Kalau kita mau memperhatikan saudara kita yang cacat, tentu kita akan merasa bahwa Allah masih memberi kita nikmat yang banyak. Moga nantinya kita tidak lagi menjadi hamba yang lalai.
Sedikit hamba Allah yang bersyukur …
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (QS. Saba’: 13).Ibnu Katsir berkata,
إخبار عن الواقع
“Yang dikabarkan ini sesuai kenyataan.” Artinya, sedikit sekali yang mau bersyukur.Syaikh As Sa’di berkata,
فأكثرهم، لم يشكروا اللّه تعالى على ما أولاهم من نعمه، ودفع عنهم من النقم.
“Banyak sekali memang yang tidak mau bersyukur pada Allah Ta’ala
atas nikmat harta yang diberi dan juga atas nikmat dihilangkan dari
musibah.”Syaikh Abu Bakr Al Jazairi berkata,
هذا
إخبار بواقع وصدق الله العظيم الشاكرون لله على نعمه قليل وفي كل زمان
ومكان وذلك لإِستيلاء الغفلة على القلوب من جهة ولجهل الناس بربهم وإنعامه
من جهة أخرى
“Ini adalah pengkhabaran yang sesuai kenyataan. Sungguh Maha Benar
Allah. Sungguh yang benar-benar mensyukuri nikmat Allah amatlah sedikit
di setiap waktu dan tempat. Kebanyakan berada dalam hati yang lalai, di
sisi lain karena begitu jahil terhadap Rabbnya.”Berdo’a agar menjadi orang yang bersyukur …
Disebutkan oleh Az Zamakhsyari dalam kitab tafsirnya,
وعن
عمر رضي الله عنه أنه سمع رجلاً يقول : اللَّهم اجعلني من القليل ، فقال
عمر ما هذا الدعاء؟ فقال الرجل : إني سمعت الله يقول : { وَقَلِيلٌ مّنْ
عِبَادِىَ الشكور } فأنا أدعوه أن يجعلني من ذلك القليل ، فقال عمر : كل
الناس أعلم من عمر
Dari ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar seseorang memanjatkan do’a, ‘Ya Allah jadikanlah aku bagian dari orang-orang yang sedikit’.” ‘Umar terheran dan berkata, “Do’a apa ini?” Orang tersebut menjawab, “Aku
pernah mendengar firman Allah (yang artinya): Sedikit di antara
hamba-Ku yang mau bersyukur. Aku pun berdo’a pada Allah agar aku
termasuk yang sedikit.” ‘Umar pun berkata, “Ternyata setiap orang lebih tahu dari ‘Umar.”Kapan disebut bersyukur?
Yang disebut bersyukur sebagaimana disebut dalam tafsir Al Jalalain adalah,
العامل بطاعتي شكرا لنعمتي
“Yang beramal untuk taat pada-Ku, itulah yang dikatakan bersyukur pada-Ku.”Dalam Fathul Qodir karya Asy Syaukani disebutkan,
العامل بطاعتي الشاكر لنعمتي قليل
“Yang beramal untuk taat pada-Ku, itulah yang dikatakan bersyukur pada-Ku, dan itu jumlahnya sedikit.”Memperbanyak shalat termasuk pula bagian dari syukur. Syaikh Abu Bakr Al Jazairi berkata,
وجوب الشكر على النعم ، وأهم ما يكون به الشكر الصلاة والإِكثار منها
“Wajib bagi kita untuk mensyukuri nikmat. Bentuk syukur yang paling utama adalah melaksanakan dan memperbanyak shalat.”Berarti sebaliknya yang memanfaatkan nikmat Allah untuk maksiat dan seringnya meninggalkan shalat, dialah yang tidak tahu bersyukur.
Semoga Allah memberi taufik kepada kita untuk menjadi orang-orang yang bersyukur.
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh, KSA, 6 Dzulqo’dah 1433 H (selepas Isya’)
www.rumaysho.com
Bersyukur dengan yang Sedikit
Alhamdulillah, puji syukur pada Allah pemberi berbagai macam nikmat. Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan pada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Setiap saat kita telah mendapatkan nikmat yang banyak dari Allah, namun kadang ini terus merasa kurang, merasa sedikit nikmat yang Allah beri. Allah beri kesehatan yang jika dibayar amatlah mahal. Allah beri umur panjang, yang kalau dibeli dengan seluruh harta kita pun tak akan sanggup membayarnya. Namun demikianlah diri ini hanya menggap harta saja sebagai nikmat, harta saja yang dianggap sebagai rizki. Padahal kesehatan, umur panjang, lebih dari itu adalah keimanan, semua adalah nikmat dari Allah yang luar biasa.
Syukuri yang Sedikit
Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan
sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667). Hadits ini benar
sekali. Bagaimana mungkin seseorang dapat mensyukuri rizki yang banyak,
rizki yang sedikit dan tetap terus Allah beri sulit untuk disyukuri?
Bagaimana mau disyukuri? Sadar akan nikmat tersebut saja mungkin tidak
terbetik dalam hati.Kita Selalu Lalai dari 3 Nikmat
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa nikmat itu ada 3 macam.
Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba.
Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya.
Ketiga, adalah nikmat yang tidak dirasakan.
Ibnul Qoyyim menceritakan bahwa ada seorang Arab menemui Amirul Mukminin Ar Rosyid. Orang itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin. Semoga Allah senantiasa memberikanmu nikmat dan mengokohkanmu untuk mensyukurinya. Semoga Allah juga memberikan nikmat yang engkau harap-harap dengan engkau berprasangka baik pada-Nya dan kontinu dalam melakukan ketaatan pada-Nya. Semoga Allah juga menampakkan nikmat yang ada padamu namun tidak engkau rasakan, semoga juga engkau mensyukurinya.” Ar Rosyid terkagum-kagum dengan ucapan orang ini. Lantas beliau berkata, “Sungguh bagus pembagian nikmat menurutmu tadi.” (Al Fawa’id, Ibnul Qayyim, terbitan, Darul ‘Aqidah, hal. 165-166).
Itulah nikmat yang sering kita lupakan. Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang bagus, gaji yang wah, dsb. Begitu juga kita senantiasa mengharapkan nikmat lainnya semacam berharap agar tetap istiqomah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya, dsb. Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita rasakan, padahal itu juga nikmat.
Kesehatan Juga Nikmat
Bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah uang, makanan dan harta mewah. Padahal kondisi sehat yang Allah beri dan waktu luang pun nikmat. Bahkan untuk sehat jika kita bayar butuh biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan.
Dua nikmat ini seringkali dilalaikan oleh manusia –termasuk pula hamba yang faqir ini-. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
”Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan waktu senggang”. (HR. Bukhari no. 6412, dari Ibnu ‘Abbas)Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, ”Seseorang tidaklah dikatakan memiliki waktu luang hingga badannya juga sehat. Barangsiapa yang memiliki dua nikmat ini (yaitu waktu senggang dan nikmat sehat), hendaklah ia bersemangat, jangan sampai ia tertipu dengan meninggalkan syukur pada Allah atas nikmat yang diberikan. Bersyukur adalah dengan melaksanakan setiap perintah dan menjauhi setiap larangan Allah. Barangsiapa yang luput dari syukur semacam ini, maka dialah yang tertipu.” (Dinukil dari Fathul Bari, 11/230)
Rizki Tidak Hanya Identik dengan Uang
Andai kita dan seluruh manusia bersatu padu membuat daftar nikmat Allah, niscaya kita akan mendapati kesulitan. Allah Ta’ala berfirman,
وَآتَاكُم
مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ
تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ( إبراهيم
“Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah
dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan
banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).Bila semua yang ada pada kita, baik yang kita sadari atau tidak, adalah rizki Allah tentu semuanya harus kita syukuri. Namun bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya bila ternyata mengakuinya sebagai nikmat atau rejeki saja tidak?
Saudaraku! kita pasti telah membaca dan memahami bahwa kunci utama langgengnya kenikmatan pada diri anda ialah sikap syukur nikmat. Dalam ayat suci Al Qur’an yang barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.”
(QS. Ibrahim: 7). Alih-alih mensyukuri nikmat, menyadarinya saja tidak.
Bahkan dalam banyak kesempatan bukan hanya tidak menyadarinya, akan
tetapi malah mengingkari dan mencelanya. Betapa sering kita mencela
angin, panas matahari, hujan dan berbagai nikmat Allah lainnya?Ibnu Abi Hatim meriwayatkan bahwa Al Fudhail bin ‘Iyadh mengisahkan: “Pada suatu hari Nabi Dawud ‘alaihissalam berdoa kepada Allah: Ya Allah, bagaimana mungkin aku dapat mensyukuri nikmat-Mu, bila ternyata sikap syukur itu juga merupakan kenikmatan dari-Mu? Allah menjawab doa Nabi Dawud ‘alaihissalam dengan berfirman: “Sekarang engkau benar-benar telah mensyukuri nikmat-Mu, yaitu ketika engkau telah menyadari bahwa segala nikmat adalah milikku.” (Dinukil dari Tafsir Ibnu Katsir)
Imam As Syafii berkata, “Segala puji hanya milik Allah yang satu saja dari nikmat-Nya tidak dapat disyukuri kecuali dengan menggunakan nikmat baru dari-Nya. Dengan demikian nikmat baru tersebutpun harus disyukuri kembali, dan demikianlah seterusnya.” (Ar Risalah oleh Imam As Syafii 2)
Wajar bila Allah Ta’ala menjuluki manusia dengan sebutan “sangat lalim dan banyak mengingkari nikmat, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas dan juga pada ayat berikut,
وَهُوَ الَّذِي أَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ إِنَّ الْإِنسَانَ لَكَفُورٌ
“Dan Dialah Allah yang telah menghidupkanmu, kemudian
mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (lagi), sesungguhnya manusia itu,
benar-benar sering mengingkari nikmat.” (QS. Al Hajj: 66)Artinya di sini, rizki Allah amatlah banyak dan tidak selamanya identik dengan uang. Hujan itu pun rizki, anak pun rizki dan kesehatan pun rizki dari Allah.
Surga dan Neraka pun Rizki yang Kita Minta
Sebagian kita menyangka bahwa rizki hanyalah berputar pada harta dan makanan. Setiap meminta dalam do’a mungkin saja kita berpikiran seperti itu. Perlu kita ketahui bahwa rizki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya adalah surga (jannah). Inilah yang Allah janjikan pada hamba-hamba-Nya yang sholeh. Surga adalah nikmat dan rizki yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambarkan dalam benak pikiran. Setiap rizki yang Allah sebutkan bagi hamba-hamba-Nya, maka umumnya yang dimaksudkan adalah surga itu sendiri. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah Ta’ala,
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya
ampunan dan rezki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)
وَمَنْ
يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ
تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ
رِزْقًا
“Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang
saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (QS. Ath Tholaq: 11)Teruslah bersyukur atas nikmat dan rizki yang Allah beri, apa pun itu meskipun sedikit. Yang namanya bersyukur adalah dengan meninggalkan maksiat dan selalu taat pada Allah. Abu Hazim mengatakan, “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.” Mukhollad bin Al Husain mengatakan, “Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.” (‘Iddatush Shobirin, hal. 49, Mawqi’ Al Waroq)
Wallahu waliyyut taufiq.
@ Sabic Lab KSU – Riyadh KSAAfter Zhuhur, 3rd Dzulqo’dah 1432 H (01/10/2011)
www.rumaysho.com
Golongan yang Sedikit
Keistimewaan seorang mukmin adalah selalu ada dalam kondisi kebaikan: sabar dan syukur. Mungkin ada yang mempertanyakan apa perbedaan keduanya bagi seorang mukmin? Lho, emank ga ada bedanya??For example, ada seorang mukmin yang menangis begitu mendapatkan nikmat yang tak disangka-sangka besarnya sebagai ujian kemudian berkata, “Bagaimana lagi aku harus bersabar?” Di sisi lain ada seorang mukmin yang mendapatkan musibah kehilangan harta perniagaan, tetapi ia malah mengatakan, “Segala puji bagi Allah yang telah menitipkan harta dan Dia berhak mengambil titipanNya kapan saja.”
Bagaimana keduanya memandang musibah dan nikmat dengan perspektif yang berbeda dari orang-orang umumnya? Menakjubkan! Hmmm, karena itulah seorang Umar bin Khatthab pernah berkata, “Andai syukur dan sabar adalah dua tunggangan, aku tak peduli naik ke tunggangan yang mana” (syukron buat Wied yang udah reminder this). Tunggangan selain itu? No way!
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Luqman:12)
Yup. Benar, Kawans! Allah sama sekali tak membutuhkan syukur kita. Allah tetap luas karuniaNya, tetap Maha Kaya, meskipun hambaNya tak bersyukur. Yang membutuhkan syukur itu adalah diri kita sendiri. Kita diciptakan untuk beribadah dan secara fitrah (alami) kita memerlukan syukur untuk melapangkan hidup kita. Bahkan, Allah menjanjikan bagi mereka yang bersyukur…
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim:7)
Akan tetapi, tidak banyak manusia yang bersyukur meskipun karuniaNya begitu luas. Pada setiap detik ada saja nikmat yang Dia berikan: udara bersih, kedipan mata, jantung yang berdetak, dan masih banyak lagi. Allah menagih syukur kita dalam sejumlah ayat yang menyebar banyak. Beberapa di antaranya adalah di bawah ini:
- Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia (air minum) asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur? (al-Waqi’ah:70)
- Jika Dia menghendaki, Dia akan menenangkan angin, maka jadilah kapal-kapal itu terhenti di permukaan laut. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaannya) bagi setiap orang yang banyak bersabar dan banyak bersyukur (asy-Syura:33)
- Allah-lah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu beristirahat padanya; dan menjadikan siang terang benderang. Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyal karunia yang dilimpahkan atas manusia, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (al-Mukmin:61)
- Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yasin:72-73)
- Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur[1016]. (al-Mukminun:78)
[1016]. Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini ialah menggunakan alat-alat tersebut untuk memperhatikan bukti-bukti kebesaran dan keesaan Tuhan, yang dapat membawa mereka beriman kepada Allah s.w.t. serta taat dan patuh kepada-Nya. Kaum musyrikin memang tidak berbuat demikian. |
Sesungguhnya Rasulullah bangun untuk shalat sehingga kedua telapak kaki atau kedua betis beliau bengkak. Lalu dikatakan kepada beliau, ‘Allah mengampuni dosa-dosamu terdahulu dan yang kemudian, mengapa engkau masih shalat seperti itu?’ Lalu, beliau menjawab, ‘Apakah tidak sepantasnya bagiku menjadi hamba yang bersyukur?’ (al-Hadits)
Mari qta memperbanyak syukur, Kawans, sebab syukur adalah sumber kebahagiaan. Semoga kita termasuk dari golongan yang sedikit, yaitu yang mensyukuri nikmatNya. Cara bersyukur adalah dengan mengingatNya, memujiNya dan menggunakan nikmat tersebut untuk beribadah dengan mengamalkan kebaikan di jalanNya.
Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri[370] lagi Maha Mengetahui. (an-Nisa:147)
[370]. Allah mensyukuri hamba-hamba-Nya: memberi pahala terhadap amal-amal hamba-hamba-Nya, mema’afkan kesalahannya, menambah nikmat-Nya. |
Refleksi untuk diri sendiri saat kesulitan begitu menghimpit, selalu ada hal yang harus disyukuri. Langitku masih damai dari asap brutal, udara yang kuhirup masih bersih dari asap mesiu, berpakaian muslimah tidak dikejar polisi, bisa bolak-balik kampus dengan aman… ah, masi terlalu banyak jika nikmat itu disebut satu per satu.
Sesungguhnya manusia sangatlah tidak bersyukur...
Menurut ahli kebenaran, syukur merupakan kesadaran akan nikmat dengan
jalan tunduk berserah diri. Allah memberi nama pada dirinya dengan
Syukur yang berarti bahwa Allah membalas mereka yang bersyukur
kepada-Nya. Adapun hakikat syukur menurut Imam Al Qusyairi adalah :
“pujian bagi yang berbuat baik dengan menyebut kebaikannya.” Maka Allah
swt adalah Maha Syukur berarti pujian-Nya atas hamba-Nya yang tidak
terhitung. Melimpahkan syukur itu adalah sifat-Nya dan Dia-lah pemberi
pahala yang tidak terhitung, sekalipun ketaatan hamba-Nya tidak seberapa
memadai.
Para arif berkata : “Hanya sedikit di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur” (QS Saba’ [34] : 13) yang berarti “sedikit sekali orang yang dapat menyaksikan bahwa nikmat itu datang dari Allah; hakikat syukur itu adalah keghaiban dari menyaksikan nikmat karena penyaksian kepada Sang Maha Pemberi Nikmat. Manusia biasanya baru bersyukur ketika ia menerima atau berhadapan denngan kenikmatan yang dirasa istimewa. Tetapi ia melupakan kenikmatan-kenikmatan yang biasa ia terima sehari-hari.
Ketahui olehmu, bermula lafaz 'KURNIA' itu adalah sesuatu yang menunjukkan pemberian atau anugerah yang diberikan oleh pemberi kepada seseorang. Kurnia juga dikaitkan dengan sesuatu yang membawa makna 'nikmat' kerana lazimnya orang yang mendapat pemberian anugerah daripada seseorang akan merasai bahawa itu adalah satu nikmat. Tidak hairanlah kerana kecenderungan untuk mendapat sesuatu nikmat memang dari sifat fitrah makhluk manusia. Biasanya ia akan disusuli dengan ucapan/perbuatan terima kasih atau bersyukur sebagai respon kepada kurnia yang diperolehinya.
Kurnia digunapakaikan mengikut tiga pengertian berdasarkan tingkat kefahaman/keimanan seseorang iaitu;
1. Pengertian mengikut kebanyakan orang
Mereka mentafsirkan Kurnia berdasarkan kepada kebendaan semata-mata. Bila mendapat rezeki harta benda yang banyak, kejayaan dalam usaha, peningkatan dalam status kehidupan seperti pangkat, berupaya memiliki apa yang dihajati mereka akan menyambutnya dengan gembira dan ceria sekali hinggakan ada yang menzohirkan kesyukurannya dengan majlis kenduri, parti dan sebagainya. Sebaliknya bila rezeki kurang, gagal dalam usaha, kehidupan dunia merosot mereka akan menganggap sebagai tiada kurnia dari Allah lagi. Mereka akan rasa sedih, resah dan ada yang menterjemahkannya sebagai satu bala atau musibah.
Golongan ini memahami kurnia mengikut apa yang diburu oleh kebanyakan orang[ahli dunia]. Mereka akan merasa susah dan penat untuk mendapat sesuatu kurnia kerana terikat dengan keinginan nafsu mereka yang sentiasa mendapatkan sesuatu yang lebih. Mereka banyak bergantung kepada syahwat mereka. Jika keyakinannya seperti demikian, maka ia telah menyekutukan Allah secara terang-terangan. Orang yang demikian termasuk orang yang lalai
Firman Allah telah menegaskan kepadanya :
Kemudian apabila mereka melupakan apa yang telah diperingatkan mereka dengannya, Kami bukakan kepada mereka pintu-pintu segala kemewahan dan kesenangan, sehingga apabila mereka bergembira dan bersukaria dengan segala nikmat yang diberikan kepada mereka, Kami timpakan mereka secara mengejut (dengan bala bencana yang membinasakan), maka mereka pun berputus asa (dari mendapat sebarang pertolongan). (QS Al An’aam : 44).
2. Pengertian mengikut sebilangan orang
Mereka akan merasa senang dan bertuah bila dapat merasai manis dalam ibadat. Sebaliknya bila timbul rasa segan dan pahit dalam ibadat mereka, mereka bersedih dan menyesali di atas kesalahan dan taksir mereka.
Golongan ini memahami kurnia dengan menilik kepada apa yang dikurniakan tetapi tidak melihat kepada Yang Mengurniakan. Ini adalah kerana mereka suka pada 'makhluk' [sesuatu selain dari Allah] dengan melupakan Yang Haq. Mereka ini pun akan merasa susah dan perit untuk mendapat sesuatu kurnia dari Allah kerana merasakan banyak pantang larang yang perlu dijaga untuk menjaga ibadat mereka. Mereka masih lagi bergantung dengan amalan mereka(makhluk} sendiri dengan melupakan Allah Yang Maha Pemberi.
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus : 58)
3. Pengertian mengikut beberapa orang.
Golongan ini melihat dan mentafsir sesuatu itu mengikut maksud dan makna yang tersirat. Mereka memandang sesuatu itu dengan pandangan 'Ainul Basyirah' atas jalan "Tafakur" yang seterusnya menterjemahkannya dengan 'Muraqobah'[mengintai-intai perbuatan, sifat, asma Allah] yang hasil daripada gabungan tersebut. Mereka melihat dan memahami kurnia itu adalah semata-mata dari Allah. Umpama seorang petani yang dhoif yang mendapat satu hadiah daripada seorang Raja yang mulia. Hadiah itu bukanlah menjadi nikmat kepadanya tetapi Ingatan Raja itu kepadaNya. Betapa bererti padanya ingatan raja kepadanya.
Pandangan hatinya jelas melihat dan kadang-kadang menyaksikan betapa Allah sentiasa mengurniakannya Nur Makrifat untuk membolehkan dia sentiasa memandang dan melihat betapa hukum Allah sentiasa diluluskan ke atasnya. Sama pandangannya sama ada puji manusia, kutukan manusia,bala, taat, sakit, gembira, takut dan sebagainya semuanya datang dari Kehendak dan Kuasa Allah melalui Tajali(penzhohiran) sifat KurniaNya yang jelas tertancap pada mata hatinya.
Golongan ini melihat atau menyaksikan kurnia Allah dalam bentuk-bentuk penzhohiranNya yang Mutlak. Tidak lepas sesuatu melainkan Allah meliputi tiap-tiap sesuatu. Mereka melihat Allah dalam tiap-tiap sesuatu dan mereka telah sampai kepada hakikat Syukur kerana hakikat Syukur itu ialah melihat kepada yang memberi bukan kepada apa yang diberi.
Katakanlah: "Allah, kemudian biarkanlah mereka berlarut-larut dalam kesesatan mereka." (QS Al An’aam: 91)
“Wahai Daud. katakanlah kepada orang-orang yang jujur : Hendaklah mereka bergembira dengan-Ku, hendaklah mereka merasakan nikmat dengan mengingatku. (Jami’, Nafahat hlm 336)”
Oleh kerana itu tidaklah payah[malahan mudah] untuk mendapatkan kurnia Allah pada orang-orang yang selalu bersyukur bahkan mereka sentiasa tenggelam dalam lautan kurnia Allah Yang Maha Pemberi. Ketika kita bersyukur, maka kebaikanmu sebagai hamba adalah kepatuhanmu kepada Allah, sedangkan kebaikan Allah kepadamu adalah memberikan rahmat kepadamu, dengan menjadikannya mampu bersyukur kepada-Nya. Bersyukur atas kemampuan-untuk-bersyukur adalah lebih lengkap daripada bersyukur saja. Inilah nikmat besar. Bukankah banyak orang yang berlimpah kenikmatan tetapi tidak mampu bersyukur? Mungkin satu hari nanti kita akan sampai di satu tahap, di mana kita bersyukur atas kesyukuran itu, dan kemudian bersyukur terhadap kesyukuran atas kesyukuran itu sampai tak terhingga.
“Dan ingatlah tatkala Tuhan kamu memberitahu : “Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur nescaya aku akan tambahi nikmatku kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabKu amat pedih”. (Ibrahim : 7)
Dan Ia telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan bilangannya. Sesungguhnya manusia (yang ingkar) sangat suka menempatkan sesuatu pada bukan tempatnya lagi sangat tidak menghargai nikmat Tuhannya. (Ibrahim: 34)
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah (yang dilimpahkannya kepada kamu), tiadalah kamu akan dapat menghitungnya satu persatu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Al-Nahl: 18)
Sesungguhnya Allah sentiasa melimpah-limpah kurniaNya kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.(Al- Baqarah: 243)
Dan apakah sangkaan orang-orang yang mengada-adakan kata-kata dusta terhadap Allah, (tidakkah mereka akan diazabkan) hari kiamat kelak? Sebenarnya Allah jualah yang melimpahkan kurnia kepada manusia (meliputi rezeki pemberianNya dan hukum-hukum Syarak yang diturunkanNya), tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur. (Yunus: 60)
Dan demi sesungguhnya! Jika Kami rasakan manusia sesuatu pemberian rahmat dari Kami kemudian Kami tarik balik pemberian itu daripadanya, mendapati dia amat berputus asa, lagi amat tidak bersyukur. (Hud: 9)
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman; sesungguhnya Allah tidak suka kepada tiap-tiap seorang yang khianat, lagi tidak bersyukur. (Al-Hajj: 38)
Dan Dia lah yang menghidupkan kamu, kemudian Ia mematikan kamu, kemudian Ia menghidupkan kamu semula. Sesungguhnya manusia sangatlah tidak bersyukur. (Al-Hajj: 66)
Dan sesungguhnya Tuhanmu (wahai Muhammad) sentiasa melimpah-ruah kurniaNya kepada umat manusia seluruhnya tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur. (An-Naml: 73)
Dan berapa banyak Kami binasakan negeri-negeri yang penduduknya telah berlaku sombong dan tidak bersyukur dalam kehidupannya (yang serba mewah dan senang lenang). Maka itulah dia tempat-tempat tinggal mereka terbiar tidak didiami orang sesudah mereka (dibinasakan), kecuali sedikit sahaja dan sesungguhnya Kamilah yang mewarisi mereka. (Al-Qasas: 58)
Allah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu berehat padanya, dan menjadikan siang terang-benderang (supaya kamu berusaha). Sesungguhnya Allah sentiasa melimpah-limpah kurniaNya kepada manusia seluruhnya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (Ghaffir: 61)
Sesungguhnya manusia sangat tidak bersyukur akan nikmat Tuhannya. (Al-'Aadiyaat: 6)
Bismillahirrahmanirrahim.Assalamualaikum.Alhamdulillah masih diberi nafas hari ini.Walaupun suara tak ada tiba-tiba.Ingat makan madu nak kurangkan batuk,tiba-tiba suara pula yang hilang :) Kene banyak kan minum air la kan.
Ada masa free sikit nak update blog.Tajuk golongan yang sedikit.Saya berharap saya adalah insan yang tergolong dalam golongan yang sedikit yang banyak kali Allah sebut dalam Quran.
Allah swt menegaskan orang-orang yang benar-benar bersyukur adalah sedikit sekali bilangannya. Firman Allah swt dalam surah As-Saba’ , ayat 13 yang bermaksud:
“Sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur”
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Al-Quran, surah Ibrahim: ayat 7)
Teringat bacaan saya pada majalah SOLUSI edisi terbaru.Ustaz Pahrol Juoi tulis, manusia yang rasa bersyukur ni tidak pernah rasa "memiliki" dan "dimiliki" selain Allah.Adakah kita ini tergolong dalam yang bersyukur.Renung-renungkan.
Walaupun Allah memiliki jiwa hamba tapi DIA tidak pernah mengikat hamba itu.Malahan DIA membuka 2 jalan untuk hamba-NYA memilih.Jalan yang baik atau buruk,jalan islam atau kafir,jalan bersyukur atau mengeluh.Subhanallah.Malahan Dia juga melepaskan hamba-Nya untuk berbuat sekehendaknya.Kerana CINTA itu tidak semestinya memiliki.Atau kata lain CINTA itu adalah kita melepaskannya,dan jika ia tetap kembali pada kita,ternyata ia memang untuk kita.Dan fitrah hamba..Allah melepaskan kita..dan bila kita susah dan sakit dengan sendirinya kita akan mencari ALLAH.Bukankah itu yang dinamakan CINTA..??Bersyukurlah dipilih untuk hidup dalam ISLAM.Alhamdulillah merasai nikmat iman dan islam.
Dengan itu,sombong sangatkah kita untuk sujud berteleku dengan rasa bersyukur,menangis penuh syukur kerana CINTA ALLAH...Muhasabah diri.Supaya kita menjadi golongan sedikit yang sering disebutkan Allah didalam al-Furqan.
Para arif berkata : “Hanya sedikit di antara hamba-hamba-Ku yang bersyukur” (QS Saba’ [34] : 13) yang berarti “sedikit sekali orang yang dapat menyaksikan bahwa nikmat itu datang dari Allah; hakikat syukur itu adalah keghaiban dari menyaksikan nikmat karena penyaksian kepada Sang Maha Pemberi Nikmat. Manusia biasanya baru bersyukur ketika ia menerima atau berhadapan denngan kenikmatan yang dirasa istimewa. Tetapi ia melupakan kenikmatan-kenikmatan yang biasa ia terima sehari-hari.
Ketahui olehmu, bermula lafaz 'KURNIA' itu adalah sesuatu yang menunjukkan pemberian atau anugerah yang diberikan oleh pemberi kepada seseorang. Kurnia juga dikaitkan dengan sesuatu yang membawa makna 'nikmat' kerana lazimnya orang yang mendapat pemberian anugerah daripada seseorang akan merasai bahawa itu adalah satu nikmat. Tidak hairanlah kerana kecenderungan untuk mendapat sesuatu nikmat memang dari sifat fitrah makhluk manusia. Biasanya ia akan disusuli dengan ucapan/perbuatan terima kasih atau bersyukur sebagai respon kepada kurnia yang diperolehinya.
Kurnia digunapakaikan mengikut tiga pengertian berdasarkan tingkat kefahaman/keimanan seseorang iaitu;
1. Pengertian mengikut kebanyakan orang
Mereka mentafsirkan Kurnia berdasarkan kepada kebendaan semata-mata. Bila mendapat rezeki harta benda yang banyak, kejayaan dalam usaha, peningkatan dalam status kehidupan seperti pangkat, berupaya memiliki apa yang dihajati mereka akan menyambutnya dengan gembira dan ceria sekali hinggakan ada yang menzohirkan kesyukurannya dengan majlis kenduri, parti dan sebagainya. Sebaliknya bila rezeki kurang, gagal dalam usaha, kehidupan dunia merosot mereka akan menganggap sebagai tiada kurnia dari Allah lagi. Mereka akan rasa sedih, resah dan ada yang menterjemahkannya sebagai satu bala atau musibah.
Golongan ini memahami kurnia mengikut apa yang diburu oleh kebanyakan orang[ahli dunia]. Mereka akan merasa susah dan penat untuk mendapat sesuatu kurnia kerana terikat dengan keinginan nafsu mereka yang sentiasa mendapatkan sesuatu yang lebih. Mereka banyak bergantung kepada syahwat mereka. Jika keyakinannya seperti demikian, maka ia telah menyekutukan Allah secara terang-terangan. Orang yang demikian termasuk orang yang lalai
Firman Allah telah menegaskan kepadanya :
Kemudian apabila mereka melupakan apa yang telah diperingatkan mereka dengannya, Kami bukakan kepada mereka pintu-pintu segala kemewahan dan kesenangan, sehingga apabila mereka bergembira dan bersukaria dengan segala nikmat yang diberikan kepada mereka, Kami timpakan mereka secara mengejut (dengan bala bencana yang membinasakan), maka mereka pun berputus asa (dari mendapat sebarang pertolongan). (QS Al An’aam : 44).
2. Pengertian mengikut sebilangan orang
Mereka akan merasa senang dan bertuah bila dapat merasai manis dalam ibadat. Sebaliknya bila timbul rasa segan dan pahit dalam ibadat mereka, mereka bersedih dan menyesali di atas kesalahan dan taksir mereka.
Golongan ini memahami kurnia dengan menilik kepada apa yang dikurniakan tetapi tidak melihat kepada Yang Mengurniakan. Ini adalah kerana mereka suka pada 'makhluk' [sesuatu selain dari Allah] dengan melupakan Yang Haq. Mereka ini pun akan merasa susah dan perit untuk mendapat sesuatu kurnia dari Allah kerana merasakan banyak pantang larang yang perlu dijaga untuk menjaga ibadat mereka. Mereka masih lagi bergantung dengan amalan mereka(makhluk} sendiri dengan melupakan Allah Yang Maha Pemberi.
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS Yunus : 58)
3. Pengertian mengikut beberapa orang.
Golongan ini melihat dan mentafsir sesuatu itu mengikut maksud dan makna yang tersirat. Mereka memandang sesuatu itu dengan pandangan 'Ainul Basyirah' atas jalan "Tafakur" yang seterusnya menterjemahkannya dengan 'Muraqobah'[mengintai-intai perbuatan, sifat, asma Allah] yang hasil daripada gabungan tersebut. Mereka melihat dan memahami kurnia itu adalah semata-mata dari Allah. Umpama seorang petani yang dhoif yang mendapat satu hadiah daripada seorang Raja yang mulia. Hadiah itu bukanlah menjadi nikmat kepadanya tetapi Ingatan Raja itu kepadaNya. Betapa bererti padanya ingatan raja kepadanya.
Pandangan hatinya jelas melihat dan kadang-kadang menyaksikan betapa Allah sentiasa mengurniakannya Nur Makrifat untuk membolehkan dia sentiasa memandang dan melihat betapa hukum Allah sentiasa diluluskan ke atasnya. Sama pandangannya sama ada puji manusia, kutukan manusia,bala, taat, sakit, gembira, takut dan sebagainya semuanya datang dari Kehendak dan Kuasa Allah melalui Tajali(penzhohiran) sifat KurniaNya yang jelas tertancap pada mata hatinya.
Golongan ini melihat atau menyaksikan kurnia Allah dalam bentuk-bentuk penzhohiranNya yang Mutlak. Tidak lepas sesuatu melainkan Allah meliputi tiap-tiap sesuatu. Mereka melihat Allah dalam tiap-tiap sesuatu dan mereka telah sampai kepada hakikat Syukur kerana hakikat Syukur itu ialah melihat kepada yang memberi bukan kepada apa yang diberi.
Katakanlah: "Allah, kemudian biarkanlah mereka berlarut-larut dalam kesesatan mereka." (QS Al An’aam: 91)
“Wahai Daud. katakanlah kepada orang-orang yang jujur : Hendaklah mereka bergembira dengan-Ku, hendaklah mereka merasakan nikmat dengan mengingatku. (Jami’, Nafahat hlm 336)”
Oleh kerana itu tidaklah payah[malahan mudah] untuk mendapatkan kurnia Allah pada orang-orang yang selalu bersyukur bahkan mereka sentiasa tenggelam dalam lautan kurnia Allah Yang Maha Pemberi. Ketika kita bersyukur, maka kebaikanmu sebagai hamba adalah kepatuhanmu kepada Allah, sedangkan kebaikan Allah kepadamu adalah memberikan rahmat kepadamu, dengan menjadikannya mampu bersyukur kepada-Nya. Bersyukur atas kemampuan-untuk-bersyukur adalah lebih lengkap daripada bersyukur saja. Inilah nikmat besar. Bukankah banyak orang yang berlimpah kenikmatan tetapi tidak mampu bersyukur? Mungkin satu hari nanti kita akan sampai di satu tahap, di mana kita bersyukur atas kesyukuran itu, dan kemudian bersyukur terhadap kesyukuran atas kesyukuran itu sampai tak terhingga.
“Dan ingatlah tatkala Tuhan kamu memberitahu : “Demi sesungguhnya! Jika kamu bersyukur nescaya aku akan tambahi nikmatku kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabKu amat pedih”. (Ibrahim : 7)
Dan Ia telah memberi kepada kamu sebahagian dari tiap-tiap apa jua yang kamu hajati. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah nescaya lemahlah kamu menentukan bilangannya. Sesungguhnya manusia (yang ingkar) sangat suka menempatkan sesuatu pada bukan tempatnya lagi sangat tidak menghargai nikmat Tuhannya. (Ibrahim: 34)
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah (yang dilimpahkannya kepada kamu), tiadalah kamu akan dapat menghitungnya satu persatu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. (Al-Nahl: 18)
Sesungguhnya Allah sentiasa melimpah-limpah kurniaNya kepada manusia (seluruhnya), tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.(Al- Baqarah: 243)
Dan apakah sangkaan orang-orang yang mengada-adakan kata-kata dusta terhadap Allah, (tidakkah mereka akan diazabkan) hari kiamat kelak? Sebenarnya Allah jualah yang melimpahkan kurnia kepada manusia (meliputi rezeki pemberianNya dan hukum-hukum Syarak yang diturunkanNya), tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur. (Yunus: 60)
Dan demi sesungguhnya! Jika Kami rasakan manusia sesuatu pemberian rahmat dari Kami kemudian Kami tarik balik pemberian itu daripadanya, mendapati dia amat berputus asa, lagi amat tidak bersyukur. (Hud: 9)
Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang beriman; sesungguhnya Allah tidak suka kepada tiap-tiap seorang yang khianat, lagi tidak bersyukur. (Al-Hajj: 38)
Dan Dia lah yang menghidupkan kamu, kemudian Ia mematikan kamu, kemudian Ia menghidupkan kamu semula. Sesungguhnya manusia sangatlah tidak bersyukur. (Al-Hajj: 66)
Dan sesungguhnya Tuhanmu (wahai Muhammad) sentiasa melimpah-ruah kurniaNya kepada umat manusia seluruhnya tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur. (An-Naml: 73)
Dan berapa banyak Kami binasakan negeri-negeri yang penduduknya telah berlaku sombong dan tidak bersyukur dalam kehidupannya (yang serba mewah dan senang lenang). Maka itulah dia tempat-tempat tinggal mereka terbiar tidak didiami orang sesudah mereka (dibinasakan), kecuali sedikit sahaja dan sesungguhnya Kamilah yang mewarisi mereka. (Al-Qasas: 58)
Allah yang menjadikan malam untuk kamu supaya kamu berehat padanya, dan menjadikan siang terang-benderang (supaya kamu berusaha). Sesungguhnya Allah sentiasa melimpah-limpah kurniaNya kepada manusia seluruhnya, akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur. (Ghaffir: 61)
Sesungguhnya manusia sangat tidak bersyukur akan nikmat Tuhannya. (Al-'Aadiyaat: 6)
Nasihat Pertama:
BERSYUKUR DENGAN YANG SEDIKIT
Syukuri yang Sedikit:
Ketahuilah wahai saudaraku yang dikasihi lagi dicintai (semoga Allah mengasihi dan menyayangi kamu pula) dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh An-Nu’man bin Basyir, Nabi SAW telah bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Sesiapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278- Hassan)
Saudaraku, hadis yang mulia ini menggambarkan kepada kita, bagaimana mungkin kita dapat mensyukuri rezeki yang banyak, sedangkan rezeki yang sedikit yang Allah SWT kurniakan kepada kita, amat sukar untuk kita syukuri?
3 Nikmat yang Sering Dilupai:
Saudaraku, dalam Kitab Al-Fawaid, Ibnul Qayyim RAH telah mengingatkan kita bahawa nikmat itu ada tiga jenis. Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba. Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya. Ketiga, adalah nikmat yang tidak sedari.
Itulah nikmat yang sering kita lupakan wahai saudaraku. Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang baik, gaji yang mewah. Begitu juga kita sentiasa mengharapkan nikmat yang lainnya seperti berharap agar tetap istiqamah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya. Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita sedari, padahal itu juga nikmat.
Nikmat Sihat dan Masa Lapang:
Sesungguhnya wahai saudaraku, seringkali bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah wang, makanan dan harta mewah. Padahal kesihatan yang Allah beri dan masa lapangpun merupakan nikmat. Bahkan jika kita bayar untuk sihat dan masa lapang, memerlukan biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan. Nabi SAW bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, iaitu nikmat sihat dan waktu lapang”. (HR. Bukhari no. 6412, daripada Ibnu ‘Abbas)
Nikmat Bukanlah Hanya Wang:
Saudaraku yang dikasihi, andai kita dan seluruh manusia bersatu membuat senarai nikmat Allah, nescaya kita akan menjadi susah dan tidak dapat menyipkannya. Sesungguhnya, Allah SWT berfirman menasihati kita semua:
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34).
Bila semua yang ada pada kita, baik yang kita sedari atau tidak, adalah rezeki Allah tentu semuanya wajib kita syukuri ahai saudaraku. Namun bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya, kalaulah kita tidak mengakuinya sebagai rezeki kurniaan Allah SWT?
Saudaraku, kita pasti telah membaca dan memahami bahawa kunci utama kekalnya kenikmatan pada diri kita ialah sikap syukur nikmat. Dalam ayat suci Al Qur’an yang barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (brahim: 7).
Tetapi alangkah sedihnya, tidak mensyukuri nikmat yang amat bernilai. Bahkan dalam banyak kesempatan bukan hanya tidak menyedarinya, bahkan mengingkari dan mencelanya. Betapa sering kita mencela angin, panas matahari, hujan dan berbagai nikmat Allah lainnya?
Sesungguhnya, rezeki Allah itu wahai saudaraku, adalah segala-galanya, bukan sekadar wang, tetapi segala-galanya.
Nikmat Paling Besar:
Saudraku yang dicintai, sebahagian kita menyangka bahawa rezeki hanyalah harta dan makanan. Setiap kali meminta dalam do’a mungkin sering kita berfikiran seperti itu. Perlu kita ketahui bahawa rezeki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya ialah syurga (jannah).
Inilah yang Allah janjikan kepada hamba-hamba-Nya yang soleh. Syurga adalah nikmat yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambar dalam benak fikiran. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah SWT:
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang soleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا
“Dan sesiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang soleh nescaya Allah akan memasukkannya ke dalam syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” (At-Thalaq: 11)
Cara Bersyukur:
Wahai saudaraku yang dikasihi, dalam Kitab ‘Iddatus Sabirin, Abu Hazim berpesan: “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.”
Dalam Kitab Mawqi’ Al-Warak pula, Mukhallad bin Al-Husain berkata: “Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.”
Wahai saudaraku yang dikasihi, teruslah bersyukur atas nikmat yang Allah SWT beri, meskipun sedikit. Yang namanya bersyukur adalah dengan meninggalkan maksiat dan selalu taat pada Allah.
Beseri, Perlis (28/1/2012)
-Nasiruddin Abdul Aziz-
Satu masalah prinsip dalam kaitan dengan syukur tersebut adalah : sadarkah kita mengucapkan kata syukur itu dalam arti mengakui keagungan dan kasih sayang pada Sang Khaliq pemberi nikmat itu ?, atau sekedar basa-basi bahasa pergaulan antar sesama untuk mendpat pengakuan orang lain pada kita? Alhamdulillah kita sadar mengucap kata syukur dengan mengakui keberadaanNya, mentaati petunjukNya, dan memenfaatkan nikmatnNya secra benar sesuai dengan kehendakNya. Hanya saja berapa banyak manusia yang bisa merefleksi kata syukur dalam kehidupannya seperti itu? Harus diakui sejujurnya bahwa orang yang mau bersyukur dengan umurnya, rizkinya, jabatannya, dan semua fasilitas yang diperoleh tidak banyak alias hanya sedikit sekali. Inilah sebabnya Allah SWT mempertanyakan dengan redaksi yang sama dan berulang sampai 31 kali dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? (Fabiayyi aalaairobbikuma tukadzziban) Pertanyaan yang berulang 31 kali itu bukan tanpa makna , melainkan memiliki alasan yang tidak bisa terbantahkan dalam realitas sosialnya. Yaitu kalau diamati secara jujur tentang perilaku manusia dimuka bumi ini maka ditemukan lebih banyak manusia yang kufur nikmat ketimbang manusia yang syukur nikmat. Atau dengan pengertian lain bahwa banyak diantara manusia dimuka bumi ini hanya mendapatkan nikmat yang tidak terhingga dari Sang Khaliq, tidak banyak yang pandai mensyukuri nikmat tersebut, dan itulah yang dimaksudkan dalam firmanNya “Akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur “ (QS:Yusuf 38), demikian juga : “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur” (QS:Saba 13). Ini semua menunjukkan bahwa telah terjadi anomali secara sitemik dan masif perilaku manusia terhadap nikmat pemberian Yang Maha Kuasa.Yaitu: Beramai-ramai, bahkan berbondong-bondong mengingkari nikmat Tuhan dan hanya sedikit sekali yang mensyukurinya.Keadaan seperti ini tidak pernah berubah sejak dahulu kala hingga sekarang, bahkan tingkatan mengkufuri nikmat Tuhan semakin bertambah baik kuantitatif maupun kwalitatifnya. Sungguh ini merupakan tren hidup manusia global dan modern sehingga hal seperti tetap dipandang sebagai bahaya laten dan itu lebih berbahaya virus HIV,Mars, Ebola, Flu burung dan lain sebagainya. Disebut lebih berbahaya dari itu semua karena Allah SWT pasti menurunkan azab yang sangat hina bagi mereka yang mengkufuri nikmatNya. Perhatikan Firman Allah : “Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memakalumkan, jika sesungguhnya kamu bersyukur , pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu) maka sesungguhnya azaku sangat pedih” (QS Ibrahim :7). Persoalan kita adalah : pernahkah kita sadar dengan kebenaran ayat diatas ataukah kita malah menganggap remeh dengan peringatan ayat tersebut ? Padahal kenyataan dimana-mana telah terjadi azab Tuhan yang begitu mengerikan karena juga mengorbankan orang-orang shalih alias mereka yang mensyukuri nikmatNya. Beruntung sekali Allah SWT lebih banyak menampakkan Rahman dan RahimNya kepada kita dari pada murkaNya, sehingga kita masih sempat senyum bahkn tertawa terbahak-bahak menikmati pemberian Tuhan tanpa merasa berdosa kalau tidak mensyukurinya, Na’udzubillahi minzalik. (Kita berlindung dari itu).
BERSYUKUR DENGAN YANG SEDIKIT
Syukuri yang Sedikit:
Ketahuilah wahai saudaraku yang dikasihi lagi dicintai (semoga Allah mengasihi dan menyayangi kamu pula) dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh An-Nu’man bin Basyir, Nabi SAW telah bersabda:
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Sesiapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278- Hassan)
Saudaraku, hadis yang mulia ini menggambarkan kepada kita, bagaimana mungkin kita dapat mensyukuri rezeki yang banyak, sedangkan rezeki yang sedikit yang Allah SWT kurniakan kepada kita, amat sukar untuk kita syukuri?
3 Nikmat yang Sering Dilupai:
Saudaraku, dalam Kitab Al-Fawaid, Ibnul Qayyim RAH telah mengingatkan kita bahawa nikmat itu ada tiga jenis. Pertama, adalah nikmat yang nampak di mata hamba. Kedua, adalah nikmat yang diharapkan kehadirannya. Ketiga, adalah nikmat yang tidak sedari.
Itulah nikmat yang sering kita lupakan wahai saudaraku. Kita mungkin hanya tahu berbagai nikmat yang ada di hadapan kita, semisal rumah yang mewah, motor yang baik, gaji yang mewah. Begitu juga kita sentiasa mengharapkan nikmat yang lainnya seperti berharap agar tetap istiqamah dalam agama ini, bahagia di masa mendatang, hidup berkecukupan nantinya. Namun, ada pula nikmat yang mungkin tidak kita sedari, padahal itu juga nikmat.
Nikmat Sihat dan Masa Lapang:
Sesungguhnya wahai saudaraku, seringkali bayangan kita barangkali, nikmat hanyalah wang, makanan dan harta mewah. Padahal kesihatan yang Allah beri dan masa lapangpun merupakan nikmat. Bahkan jika kita bayar untuk sihat dan masa lapang, memerlukan biaya yang teramat mahal. Namun demikianlah nikmat yang satu ini sering kita lalaikan. Nabi SAW bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
“Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, iaitu nikmat sihat dan waktu lapang”. (HR. Bukhari no. 6412, daripada Ibnu ‘Abbas)
Nikmat Bukanlah Hanya Wang:
Saudaraku yang dikasihi, andai kita dan seluruh manusia bersatu membuat senarai nikmat Allah, nescaya kita akan menjadi susah dan tidak dapat menyipkannya. Sesungguhnya, Allah SWT berfirman menasihati kita semua:
وَآتَاكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَتَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ الإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34).
Bila semua yang ada pada kita, baik yang kita sedari atau tidak, adalah rezeki Allah tentu semuanya wajib kita syukuri ahai saudaraku. Namun bagaimana mungkin kita dapat mensyukurinya, kalaulah kita tidak mengakuinya sebagai rezeki kurniaan Allah SWT?
Saudaraku, kita pasti telah membaca dan memahami bahawa kunci utama kekalnya kenikmatan pada diri kita ialah sikap syukur nikmat. Dalam ayat suci Al Qur’an yang barangkali kita pernah mendengarnya disebutkan:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu.” (brahim: 7).
Tetapi alangkah sedihnya, tidak mensyukuri nikmat yang amat bernilai. Bahkan dalam banyak kesempatan bukan hanya tidak menyedarinya, bahkan mengingkari dan mencelanya. Betapa sering kita mencela angin, panas matahari, hujan dan berbagai nikmat Allah lainnya?
Sesungguhnya, rezeki Allah itu wahai saudaraku, adalah segala-galanya, bukan sekadar wang, tetapi segala-galanya.
Nikmat Paling Besar:
Saudraku yang dicintai, sebahagian kita menyangka bahawa rezeki hanyalah harta dan makanan. Setiap kali meminta dalam do’a mungkin sering kita berfikiran seperti itu. Perlu kita ketahui bahawa rezeki yang paling besar yang Allah berikan pada hamba-Nya ialah syurga (jannah).
Inilah yang Allah janjikan kepada hamba-hamba-Nya yang soleh. Syurga adalah nikmat yang tidak pernah disaksikan oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah tergambar dalam benak fikiran. Hal ini sebagaimana maksud dari firman Allah SWT:
لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
“Supaya Allah memberi Balasan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang soleh. mereka itu adalah orang-orang yang baginya ampunan dan rezeki yang mulia.” (QS. Saba’: 4)
وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ وَيَعْمَلْ صَالِحًا يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا قَدْ أَحْسَنَ اللهُ لَهُ رِزْقًا
“Dan sesiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang soleh nescaya Allah akan memasukkannya ke dalam syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya.” (At-Thalaq: 11)
Cara Bersyukur:
Wahai saudaraku yang dikasihi, dalam Kitab ‘Iddatus Sabirin, Abu Hazim berpesan: “Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.”
Dalam Kitab Mawqi’ Al-Warak pula, Mukhallad bin Al-Husain berkata: “Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.”
Wahai saudaraku yang dikasihi, teruslah bersyukur atas nikmat yang Allah SWT beri, meskipun sedikit. Yang namanya bersyukur adalah dengan meninggalkan maksiat dan selalu taat pada Allah.
Beseri, Perlis (28/1/2012)
-Nasiruddin Abdul Aziz-
SEDIKIT ORANG YANG BERSYUKUR
Walaqod makkannaakum fil ardhi waja alnaa lakum fiihaa ma’aayis, qoliilam maatasykuruun
Sesungguhnya
Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan
bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu
bersyukur.
(Al A’raaf 10)
Dalam pesan singkat pada S Al A’raaf ayat 10 ini Allah mengingatkan tiga hal:
- Allah telah menempatkan manusia untuk hidup dan berkembang biak dimuka bumi ini.
- Allah telah mengadakan berbagai fasilitas dan kebutuhan hidup bagi manusia agar mereka dapat hidup dengan layak dan nyaman dimuka bumi ini.
- Namun demikian sedikit sekali manusia yang menyadari dan mensyukuri semua pemberian Allah tersebut.
Dari 9 planet yang mengitari matahari, hanya bumi yang layak dan dapat didiami oleh manusia. Planet
lain seperti Mars, Yupiter, Venus, Saturnus dan lain lain tidak bisa
dihuni oleh manusia. Kalau tidak terlalu dingin ya… terlalu panas, dan
mengandung gas beracun yang tidak memungkinkan manusia hidup diatasnya.
Allah
telah menjadikan bumi sedemikian rupa terbentang luas, dipenuhi
tumbuh2an, buah2an, binatang ternak sebagai sumber makanan bagi manusia.
Laut yang luas berisi berbagai jenis ikan yang juga menjadi sumber
makanan bagi manusia. Allah telah menjadikan berbagai fasilitas seperti
Rumah, gedung, kendaraan mobil, kereta, pesawat terbang, kapal laut sebagai
alat transfortasi, Berbagai alat elektronik untuk sarana komunikasi,
hiburan, memudahkan pekerjaan kantor, rumah tangga dan lain sebagainya.
Allah
memanjakan manusia dengan berbagai fasilitas yang menunjang kehidupan.
Namun demikian sedikit sekali manusia yang menyadari semua ini. Mereka
merasa bahwa semua itu memang telah menjadi hak mereka. Mereka
tidak ingat pada Allah yang telah memberikan semua fasilitas itu. Tidak
ada ucapan terima kasih, atau rasa syukur pada-Nya. Manusia sibuk
memuaskan hawa nafsunya masing masing, mereka makan dan bersenang
senang, mengumpulkan harta sebanyak banyaknya, seolah olah mereka akan
hidup selama lamanya di bumi ini.
Jangan
heran kalau melihat sebagian besar manusia berperi laku seperti itu,
jangan heran kalau melihat sedikit sekali manusia yang bersyukur dan
berterima kasih pada Allah atas semua pemberian-Nya. Allah telah
mengingatkan hal itu dalam al Qur’an-Nya yang agung. Begitulah kelakuan
sebagian besar manusia
Bagaimana dengan kita??…. akankah kita mengikuti jejak langkah orang yang tidak tahu berterima kasih pada Allah tersebut??. Mari kita instrospeksi diri, mari kita renungkan , sudahkah kita bersyukur pada-Nya?. Sudahkah kita sujud dan
patuh pada semua perintahNya?.Sudahkah kita mengucapkan terima kasih
atas semua pemberianNya? Mari kita nyatakan rasa terima kasih kita
kepada Dia yang telah menempatkan kita di bumi ini dan memberi berbagai
fasilitas kepada kita, dengan mematuhi semua perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Pujilah
Allah sebanyak banyaknya, ingat dan sebut nama-Nya sepanjang hari .
Mari kita rukuk dan sujud pada-Nya dengan ikhlas dan ridho, sebagai
tanda syukur kita pada-Nya.
BERSYUKUR
Kata-kata syukur didalam Al-qur’an ditemukan enam puluh empat kali dengan berbagai bentuknya. Oleh Ahmad Ibnu Faris dalam kitabnya Maqayis Al-Lughah diartikan sebagai pujian karena ada kebaikan diperoleh. Dalam perjalannya kata syukur menjadi sebutan keseharian kita yang paling akrab. Misalnya kita sering berkata : syukur anda lolos dari bencana, syukur putra anda naik kelas, syukur anda bisa sembuh lebih cepat dari perkiraan dokter, syukur anda mendapatkan istri yang setia dan amanah, syukur anda menjadi orang yang beruntung, syukur anda masih mau menolong sesama, syukur mendapat kepercayaan dari atasan anda, syukur anda lebih sehat hari ini dari pada hari sebelumnya, syukur anda bisa tersenyum menerima cobaan, syukur anda ridha terhadap takdirNya, syukur tidak membenci orang yang pernah melukai anda, syukur anda bisa memaafkan orang yang menzalimi anda, syukur anda bisa berubah menjadi orang lebih baik. Pokoknya berbilang kata syukur turut serta menghiasi bibir ketika berkomunikasi dengan sesama Alhasil syukur telah menjadi teman setia kita menyapa dalam suka maupun duka, kapan dan dimanapun kita berada.Satu masalah prinsip dalam kaitan dengan syukur tersebut adalah : sadarkah kita mengucapkan kata syukur itu dalam arti mengakui keagungan dan kasih sayang pada Sang Khaliq pemberi nikmat itu ?, atau sekedar basa-basi bahasa pergaulan antar sesama untuk mendpat pengakuan orang lain pada kita? Alhamdulillah kita sadar mengucap kata syukur dengan mengakui keberadaanNya, mentaati petunjukNya, dan memenfaatkan nikmatnNya secra benar sesuai dengan kehendakNya. Hanya saja berapa banyak manusia yang bisa merefleksi kata syukur dalam kehidupannya seperti itu? Harus diakui sejujurnya bahwa orang yang mau bersyukur dengan umurnya, rizkinya, jabatannya, dan semua fasilitas yang diperoleh tidak banyak alias hanya sedikit sekali. Inilah sebabnya Allah SWT mempertanyakan dengan redaksi yang sama dan berulang sampai 31 kali dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman “Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ? (Fabiayyi aalaairobbikuma tukadzziban) Pertanyaan yang berulang 31 kali itu bukan tanpa makna , melainkan memiliki alasan yang tidak bisa terbantahkan dalam realitas sosialnya. Yaitu kalau diamati secara jujur tentang perilaku manusia dimuka bumi ini maka ditemukan lebih banyak manusia yang kufur nikmat ketimbang manusia yang syukur nikmat. Atau dengan pengertian lain bahwa banyak diantara manusia dimuka bumi ini hanya mendapatkan nikmat yang tidak terhingga dari Sang Khaliq, tidak banyak yang pandai mensyukuri nikmat tersebut, dan itulah yang dimaksudkan dalam firmanNya “Akan tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur “ (QS:Yusuf 38), demikian juga : “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur” (QS:Saba 13). Ini semua menunjukkan bahwa telah terjadi anomali secara sitemik dan masif perilaku manusia terhadap nikmat pemberian Yang Maha Kuasa.Yaitu: Beramai-ramai, bahkan berbondong-bondong mengingkari nikmat Tuhan dan hanya sedikit sekali yang mensyukurinya.Keadaan seperti ini tidak pernah berubah sejak dahulu kala hingga sekarang, bahkan tingkatan mengkufuri nikmat Tuhan semakin bertambah baik kuantitatif maupun kwalitatifnya. Sungguh ini merupakan tren hidup manusia global dan modern sehingga hal seperti tetap dipandang sebagai bahaya laten dan itu lebih berbahaya virus HIV,Mars, Ebola, Flu burung dan lain sebagainya. Disebut lebih berbahaya dari itu semua karena Allah SWT pasti menurunkan azab yang sangat hina bagi mereka yang mengkufuri nikmatNya. Perhatikan Firman Allah : “Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memakalumkan, jika sesungguhnya kamu bersyukur , pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmatKu) maka sesungguhnya azaku sangat pedih” (QS Ibrahim :7). Persoalan kita adalah : pernahkah kita sadar dengan kebenaran ayat diatas ataukah kita malah menganggap remeh dengan peringatan ayat tersebut ? Padahal kenyataan dimana-mana telah terjadi azab Tuhan yang begitu mengerikan karena juga mengorbankan orang-orang shalih alias mereka yang mensyukuri nikmatNya. Beruntung sekali Allah SWT lebih banyak menampakkan Rahman dan RahimNya kepada kita dari pada murkaNya, sehingga kita masih sempat senyum bahkn tertawa terbahak-bahak menikmati pemberian Tuhan tanpa merasa berdosa kalau tidak mensyukurinya, Na’udzubillahi minzalik. (Kita berlindung dari itu).
Menjadi Pribadi Yang Bersyukur
Rubrik: Tazkiyatun Nufus |
Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA - 30/07/07 | 11:23 | 16 Rajab 1428 H
“Mereka
(Para Jin) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang
dikehendakinya, di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi,
patung-patung, piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan
periuk-periuk yang tetap (berada di atas tungku). Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur”. (Saba’:13)
Ayat ini mengabadikan anugerah nikmat yang tiada terhingga kepada keluarga nabi Daud as sebagai perkenan atas permohonan mereka melalui lisan nabi Sulaiman as yang tertuang dalam surah Shaad: 35, “Ia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi”. Betapa nikmat yang begitu banyak ini menuntut sikap syukur yang totalitas yang dijabarkan dalam bentuk amal nyata sehari-hari.
Tampilnya keluarga Daud sebagai teladan dalam konteks bersyukur dalam ayat ini memang sangat tepat, karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:
“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur seperenam malam. Puasa yang paling dicintai oleh Allah juga adalah puasa Daud; ia puasa sehari, kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya”.
Bahkan dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dari Tsabit Al-Bunani dijelaskan bagaimana nabi Daud membagi waktu shalat kepada istri, anak dan seluruh keluarganya sehingga tidak ada sedikit waktupun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang menjalankan shalat. Dalam riwayat lain yang dinyatakan oleh Al-Fudhail bin Iyadh bahwa nabi Daud pernah mengadu kepada Allah ketika ayat ini turun. Ia bertanya: “Bagaimana aku mampu bersyukur kepada Engkau, sedangkan bersyukur itupun nikmat dari Engkau? Allah berfirman, “Sekarang engkau telah bersyukur kepadaKu, karena engkau mengakui nikmat itu berasal daripada-Ku”.
Keteladanan nabi Daud yang disebut sebagai objek perintah dalam ayat perintah bersyukur di atas, ternyata diabadikan juga dalam beberapa hadits yang menyebut tentang keutamaan bekerja. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang itu makan makanan lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”
Bekerja yang dilakukan oleh nabi Daud tentunya bukan atas dasar tuntutan atau desakan kebutuhan hidup, karena ia seorang raja yang sudah tercukupi kebutuhannya, namun ia memilih sesuatu yang utama sebagai perwujudan rasa syukurnya yang tiada terhingga kepada Allah swt.
Secara redaksional, yang menarik karena berbeda dengan ayat-ayat yang lainnya adalah bahwa perintah bersyukur dalam ayat ini tidak dengan perintah langsung “Bersyukurlah kepada Allah”, tetapi disertai dengan petunjuk Allah dalam mensyukuri-Nya, yaitu “Bekerjalah untuk bersyukur kepada Allah”. Padahal dalam beberapa ayat yang lain, perintah bersyukur itu langsung Allah sebutkan dengan redaksi fi’il Amr, seperti dalam firman Allah yang bermaksud, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku”. (Al-Baqarah: 152), juga dalam surah Az-Zumar: 66, “Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.
Redaksi seperti dalam ayat di atas menunjukkan bahwa esensi syukur ada pada perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari. Dalam hal ini, Ibnul Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang sungguh-sungguh, yaitu dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian, dengan hati dalam bentuk kesaksian dan kecintaan, serta dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan.
Sehingga bentuk implementasi dari rasa syukur bisa beragam; shalat seseorang merupakan bukti syukurnya, puasa dan zakat seseorang juga bukti akan syukurnya, segala kebaikan yang dilakukan karena Allah adalah implementasi syukur. Intinya, syukur adalah takwa kepada Allah dan amal shaleh seperti yang disimpulkan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi.
Az-Zamakhsyari memberikan penafsirannya atas petikan ayat, “Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah” bahwa ayat ini memerintahkan untuk senantiasa bekerja dan mengabdi kepada Allah swt dengan semangat motifasi mensyukuri atas segala karunia nikmat-Nya. Ayat ini juga menjadi argumentasi yang kuat bahwa ibadah hendaklah dijalankan dalam rangka mensyukuri Allah swt.
Makna inilah yang difahami oleh Rasulullah saw ketika Aisyah mendapati beliau senantiasa melaksanakan shalat malam tanpa henti, bahkan seakan-akan memaksa diri hingga kakinya bengkak-bengkak. Saat ditanya oleh Aisyah, “Kenapa engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah (jika demikian) aku menjadi hamba Allah yang bersyukur”. (HR. Al-Bukhari).
Pemahaman Rasulullah saw akan perintah bersyukur yang tersebut dalam ayat ini disampaikan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ra dalam bentuk pesannya setiap selesai sholat, “Hai Muaz, sungguh aku sangat mencintaimu. Janganlah engkau tinggalkan setiap selesai sholat untuk membaca do’a, “Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa berzikir (mengingatiMu), mensyukuri (segala nikmat)Mu, dan beribadah dengan baik”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).
Dalam pandangan Sayid Qutb, penutup ayat di atas “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur” merupakan sebuah pernyataan akan kelalaian hamba Allah swt dalam mensyukuri nikmat-Nya, meskipun mereka berusaha dengan semaksimal mungkin, tetapi tetap saja mereka tidak akan mampu menandingi nikmat Allah swt yang dikaruniakan terhadap mereka yang tidak terbilang. Sehingga sangat ironis dan merupakan peringatan bagi mereka yang tidak mensyukurinya sama sekali. Dalam hal ini, Umar bin Khattab ra pernah mendengar seseorang berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit”. Mendengar itu, Umar terkejut dan bertanya, “Kenapa engkau berdoa demikian?” Sahabat itu menjawab, “Karena saya mendengar Allah berfirman, “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur”, makanya aku memohon agar aku termasuk yang sedikit tersebut.
Ciri lain seorang hamba yang bersyukur secara korelatif dapat ditemukan dalam ayat setelahnya bahwa ia senantiasa memandang segala jenis nikmat yang terbentang di alam semesta ini sebagai bahan perenungan akan kekuasaan Allah swt yang tidak terhingga, sehingga hal ini akan menambah rasa syukurnya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Allah swt berfirman diantaranya, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur”. (Saba’:19). Ayat yang senada dengan redaksi yang sama diulang pada tiga tempat, yaitu surah Ibrahim: 5, Luqman: 31, dan surah Asy-Syura’: 33.
Memang komitmen dengan akhlaqul Qur’an, di antaranya bersyukur merupakan satu tuntutan sekaligus kebutuhan di tengah banyaknya cobaan yang menerpa bangsa ini dalam beragam bentuknya. Jika segala karunia Allah swt yang terbentang luas dimanfaatkan dengan baik untuk kebaikan bersama dengan senantiasa mengacu kepada aturan Allah swt, Sang Pemilik Tunggal, maka tidak mustahil, Allah swt akan menurunkan rahmat dan kebaikanNya untuk bangsa ini dan menjauhkannya dari malapetaka, karena demikianlah balasan yang tertinggi yang disediakan oleh Allah swt bagi komunitas dan umat yang senantiasa mampu mensyukuri segala bentuk nikmat Allah swt:
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. (An-Nisa’:147) Allahu A’lam.
Ayat ini mengabadikan anugerah nikmat yang tiada terhingga kepada keluarga nabi Daud as sebagai perkenan atas permohonan mereka melalui lisan nabi Sulaiman as yang tertuang dalam surah Shaad: 35, “Ia berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi”. Betapa nikmat yang begitu banyak ini menuntut sikap syukur yang totalitas yang dijabarkan dalam bentuk amal nyata sehari-hari.
Tampilnya keluarga Daud sebagai teladan dalam konteks bersyukur dalam ayat ini memang sangat tepat, karena dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda:
“Shalat yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat nabi Daud; ia tidur setengah malam, kemudian bangun sepertiganya dan tidur seperenam malam. Puasa yang paling dicintai oleh Allah juga adalah puasa Daud; ia puasa sehari, kemudian ia berbuka di hari berikutnya, dan begitu seterusnya”.
Bahkan dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dari Tsabit Al-Bunani dijelaskan bagaimana nabi Daud membagi waktu shalat kepada istri, anak dan seluruh keluarganya sehingga tidak ada sedikit waktupun, baik siang maupun malam, kecuali ada salah seorang dari mereka sedang menjalankan shalat. Dalam riwayat lain yang dinyatakan oleh Al-Fudhail bin Iyadh bahwa nabi Daud pernah mengadu kepada Allah ketika ayat ini turun. Ia bertanya: “Bagaimana aku mampu bersyukur kepada Engkau, sedangkan bersyukur itupun nikmat dari Engkau? Allah berfirman, “Sekarang engkau telah bersyukur kepadaKu, karena engkau mengakui nikmat itu berasal daripada-Ku”.
Keteladanan nabi Daud yang disebut sebagai objek perintah dalam ayat perintah bersyukur di atas, ternyata diabadikan juga dalam beberapa hadits yang menyebut tentang keutamaan bekerja. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seseorang itu makan makanan lebih baik dari hasil kerja tangannya sendiri. Karena sesungguhnya nabi Daud as senantiasa makan dari hasil kerja tangannya sendiri.”
Bekerja yang dilakukan oleh nabi Daud tentunya bukan atas dasar tuntutan atau desakan kebutuhan hidup, karena ia seorang raja yang sudah tercukupi kebutuhannya, namun ia memilih sesuatu yang utama sebagai perwujudan rasa syukurnya yang tiada terhingga kepada Allah swt.
Secara redaksional, yang menarik karena berbeda dengan ayat-ayat yang lainnya adalah bahwa perintah bersyukur dalam ayat ini tidak dengan perintah langsung “Bersyukurlah kepada Allah”, tetapi disertai dengan petunjuk Allah dalam mensyukuri-Nya, yaitu “Bekerjalah untuk bersyukur kepada Allah”. Padahal dalam beberapa ayat yang lain, perintah bersyukur itu langsung Allah sebutkan dengan redaksi fi’il Amr, seperti dalam firman Allah yang bermaksud, “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)Ku”. (Al-Baqarah: 152), juga dalam surah Az-Zumar: 66, “Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”.
Redaksi seperti dalam ayat di atas menunjukkan bahwa esensi syukur ada pada perbuatan dan tindakan nyata sehari-hari. Dalam hal ini, Ibnul Qayyim merumuskan tiga faktor yang harus ada dalam konteks syukur yang sungguh-sungguh, yaitu dengan lisan dalam bentuk pengakuan dan pujian, dengan hati dalam bentuk kesaksian dan kecintaan, serta dengan seluruh anggota tubuh dalam bentuk amal perbuatan.
Sehingga bentuk implementasi dari rasa syukur bisa beragam; shalat seseorang merupakan bukti syukurnya, puasa dan zakat seseorang juga bukti akan syukurnya, segala kebaikan yang dilakukan karena Allah adalah implementasi syukur. Intinya, syukur adalah takwa kepada Allah dan amal shaleh seperti yang disimpulkan oleh Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi.
Az-Zamakhsyari memberikan penafsirannya atas petikan ayat, “Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur kepada Allah” bahwa ayat ini memerintahkan untuk senantiasa bekerja dan mengabdi kepada Allah swt dengan semangat motifasi mensyukuri atas segala karunia nikmat-Nya. Ayat ini juga menjadi argumentasi yang kuat bahwa ibadah hendaklah dijalankan dalam rangka mensyukuri Allah swt.
Makna inilah yang difahami oleh Rasulullah saw ketika Aisyah mendapati beliau senantiasa melaksanakan shalat malam tanpa henti, bahkan seakan-akan memaksa diri hingga kakinya bengkak-bengkak. Saat ditanya oleh Aisyah, “Kenapa engkau berbuat seperti ini? Bukankah Allah telah menjamin untuk mengampuni segala dosa-dosamu?” Rasulullah menjawab, “Tidakkah (jika demikian) aku menjadi hamba Allah yang bersyukur”. (HR. Al-Bukhari).
Pemahaman Rasulullah saw akan perintah bersyukur yang tersebut dalam ayat ini disampaikan kepada sahabat Mu’adz bin Jabal ra dalam bentuk pesannya setiap selesai sholat, “Hai Muaz, sungguh aku sangat mencintaimu. Janganlah engkau tinggalkan setiap selesai sholat untuk membaca do’a, “Ya Allah, tolonglah aku untuk senantiasa berzikir (mengingatiMu), mensyukuri (segala nikmat)Mu, dan beribadah dengan baik”. (HR. Abu Daud dan Nasa’i).
Dalam pandangan Sayid Qutb, penutup ayat di atas “Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur” merupakan sebuah pernyataan akan kelalaian hamba Allah swt dalam mensyukuri nikmat-Nya, meskipun mereka berusaha dengan semaksimal mungkin, tetapi tetap saja mereka tidak akan mampu menandingi nikmat Allah swt yang dikaruniakan terhadap mereka yang tidak terbilang. Sehingga sangat ironis dan merupakan peringatan bagi mereka yang tidak mensyukurinya sama sekali. Dalam hal ini, Umar bin Khattab ra pernah mendengar seseorang berdo’a, “Ya Allah, jadikanlah aku termasuk golongan yang sedikit”. Mendengar itu, Umar terkejut dan bertanya, “Kenapa engkau berdoa demikian?” Sahabat itu menjawab, “Karena saya mendengar Allah berfirman, “Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur”, makanya aku memohon agar aku termasuk yang sedikit tersebut.
Ciri lain seorang hamba yang bersyukur secara korelatif dapat ditemukan dalam ayat setelahnya bahwa ia senantiasa memandang segala jenis nikmat yang terbentang di alam semesta ini sebagai bahan perenungan akan kekuasaan Allah swt yang tidak terhingga, sehingga hal ini akan menambah rasa syukurnya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Allah swt berfirman diantaranya, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang yang sabar lagi bersyukur”. (Saba’:19). Ayat yang senada dengan redaksi yang sama diulang pada tiga tempat, yaitu surah Ibrahim: 5, Luqman: 31, dan surah Asy-Syura’: 33.
Memang komitmen dengan akhlaqul Qur’an, di antaranya bersyukur merupakan satu tuntutan sekaligus kebutuhan di tengah banyaknya cobaan yang menerpa bangsa ini dalam beragam bentuknya. Jika segala karunia Allah swt yang terbentang luas dimanfaatkan dengan baik untuk kebaikan bersama dengan senantiasa mengacu kepada aturan Allah swt, Sang Pemilik Tunggal, maka tidak mustahil, Allah swt akan menurunkan rahmat dan kebaikanNya untuk bangsa ini dan menjauhkannya dari malapetaka, karena demikianlah balasan yang tertinggi yang disediakan oleh Allah swt bagi komunitas dan umat yang senantiasa mampu mensyukuri segala bentuk nikmat Allah swt:
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui”. (An-Nisa’:147) Allahu A’lam.
Tentang Dr. Attabiq Luthfi, MA
Pria kelahiran Cirebon ini berlatar belakang pendidikan dari Pondok Modern Gontor, Jawa Timur. Setelah itu melanjutkan pendidikan ke S1 di Islamic University, Madinah KSA, S2 di Universitas Kebangsaan Malaysia, dan…Jadilah golongan yang sedikit
Bismillahirrahmanirrahim.Assalamualaikum.Alhamdulillah masih diberi nafas hari ini.Walaupun suara tak ada tiba-tiba.Ingat makan madu nak kurangkan batuk,tiba-tiba suara pula yang hilang :) Kene banyak kan minum air la kan.
Ada masa free sikit nak update blog.Tajuk golongan yang sedikit.Saya berharap saya adalah insan yang tergolong dalam golongan yang sedikit yang banyak kali Allah sebut dalam Quran.
Allah swt menegaskan orang-orang yang benar-benar bersyukur adalah sedikit sekali bilangannya. Firman Allah swt dalam surah As-Saba’ , ayat 13 yang bermaksud:
“Sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur”
Bersyukur diwaktu senang memang ramai yang boleh melakukan tetapi
menerapkan rasa bersyukur dikala diri dilanda kesusahan,sakit dan ujian
masyaAllah sangatlah berat.Benar kata ustaz Asri.Ramai orang boleh
bersabar tetapi tak ramai yang boleh bersyukur.Saya berdoa Allah pilih
saya antara insan golongan sedikit tersebut.
Alhamdulillah kita masih diberi peluang untuk bernafas sehari lagi di bumi Allah swt ini, kita
sudah sepatutnya bersyukur. Kita pula dipilih untuk menerima ujian untuk
menambah darjat keimanan, maka kita harus bersyukur. Dan untuk
segalanya kita mesti bersyukur, kerana hati yang bahagia adalah hati
yang sentiasa bersyukur.
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Al-Quran, surah Ibrahim: ayat 7)
Teringat bacaan saya pada majalah SOLUSI edisi terbaru.Ustaz Pahrol Juoi tulis, manusia yang rasa bersyukur ni tidak pernah rasa "memiliki" dan "dimiliki" selain Allah.Adakah kita ini tergolong dalam yang bersyukur.Renung-renungkan.
Walaupun Allah memiliki jiwa hamba tapi DIA tidak pernah mengikat hamba itu.Malahan DIA membuka 2 jalan untuk hamba-NYA memilih.Jalan yang baik atau buruk,jalan islam atau kafir,jalan bersyukur atau mengeluh.Subhanallah.Malahan Dia juga melepaskan hamba-Nya untuk berbuat sekehendaknya.Kerana CINTA itu tidak semestinya memiliki.Atau kata lain CINTA itu adalah kita melepaskannya,dan jika ia tetap kembali pada kita,ternyata ia memang untuk kita.Dan fitrah hamba..Allah melepaskan kita..dan bila kita susah dan sakit dengan sendirinya kita akan mencari ALLAH.Bukankah itu yang dinamakan CINTA..??Bersyukurlah dipilih untuk hidup dalam ISLAM.Alhamdulillah merasai nikmat iman dan islam.
Dengan itu,sombong sangatkah kita untuk sujud berteleku dengan rasa bersyukur,menangis penuh syukur kerana CINTA ALLAH...Muhasabah diri.Supaya kita menjadi golongan sedikit yang sering disebutkan Allah didalam al-Furqan.
nota kaki: Tuhan,jiwaku milik-Mu,segalanya yang ada padaku adalah
milik-Mu.Hartaku milik-MU,kekuatan dan ketabahanku Milik-MU.Keluargaku
milik-MU.Sahabat handaiku jua milik-MU.CINTAku jua adalah
milik-MU.dengan penuh kerendahan,sudilah Engkau Ya Robb,terima CINTAku
untuk-MU walau ia hanya sekadar setitis dari luasnya lautan
milik-Mu.Jadikan kami ini termasuk dari hamba-hamba yang golongan
sedikit iaitu yang bersyukur dengan nikmat-MU dalam susah dan senang
SENYUM SOKMO DEH..senyum meski derita,kerana itu juga tanda syukur.Aiwah :)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan