Jumaat, 17 April 2015

ADA YANG MENOLAK PERINGATAN@TAZKIRAH...MASALAH IKHLAS RAHSIA ALLAH...KERJA KITA SEBAGAI MAHKLUK MECARI KEAMPUNAN DAN KERAHMATAN ALLAH SWT...ITU SAJA


YANG DAPAT DIHARAP DARI RAHMAT ALLAH S.W.T.
                            Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Saya telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah telah menjadikan rahmat dalam seratus bahagian, maka ditahan pada-Nya yang sembilan puluh sembilan dan diturunkan dibumi satu bahagian, maka dengan satu bahagian itumasing-masing makhluk berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana khuatir memijak anaknya."
                        Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Alhasan berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah mempunyai seratus rahmat, diturunkan kebumi hanya satu rahmat untuk penduduk dunia, maka mencukupi hingga habis ajal mereka, dan Allah akan mencabut rahmat itu yang satu pada hari kiamat untuk mengenapkan pada yang sembilan puluh sembilan, untuk diberikannya kepada para wali dan ahli taat kepada-Nya."
                        Abul-Laits berkata: "Rasulullah s.a.w. telah menerangkan kepada kaum mukmin rahmat Allah s.w.t. supaya mereka bersyurkur kepada yang telah memuliakan mereka dengan rahmat-Nya dan rahmat amal soleh, sebab siapa yang mengharapkan rahmat Allah s.w.t. harus beramal mengikut petunjukNya untuk mencapai rahmatNya. Allah s.w.t. berfirman:
"Inna rahmatallahi qaribun minal mukhsinin."                                                                                                          Yang bermaksud: "Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat pada orang-orang yang berbuat baik."
"Faman kana yarju liqa'a rabbihi fal ya'mal amalan shaliha"                                                                                 Yang bermaksud: "Maka siapa yang mengharap mendapat rahmat dan bertemu kepada Tuhan-Nya, maka hendaklah beramal soleh."
                            Ibn Abbas r.a. berkata: "Ketika turun ayat: "Warahmati wasi'at kulla syai'i." Yang bermaksud: "Rahmat-Ku meliputi segala sesuatu.", maka iblis laknatullah menonjol-nonjolkan diri sambil berkata: Saya termasuk dari sesuatu, tentu saya akan mendapat bahagian dari rahmat-Nya." Demikian pula kaum Yahudi dan Nashara (Kristien), kemudian diturunkan lanjutannya: "Fasa aktubua lilladz ina yattaquna wayu'tunazzakat walladzina hum biayatina yuminun." Yang bermaksud: "Maka Aku tetapkan rahmat-Ku pada orang-orang yang taqwa, jaga-jaga diri dari syirik dan mengeluarkan zakat, dan mereka percaya pada ayat-ayat Kami."
                            Iblis laknatullah patah harapan untuk mendapat rahmat tetapi Yahudi dan Nashara merasa tidak syirik dan sudah mengeluarkan zakat dan percaya pada kitab Allah s.w.t. Kemudian turun ayat lajutannya: "Alladzina yattabi Uunarsulan nabiyyal ummiya." Yang bermaksud: "Ialah mereka yang mengikuti rasul nabi yang ummi yaitu Nabi Muhammad s.a.w." Sampai disini kaum Yahudia dan Nashara putus dari rahmat Allah s.w.t. Oleh sebab itu maka kewajipan utama bagi tiap-tiap orang mukmin memuji syurkur kepada Allah s.w.t. atas kurniaan nikmat iamn yang diberikan Allah s.w.t. kepadanya, disamping mengharapkan semoga segala dosa-dosanya diampunkan oleh Allah s.w.t.
                            Yahya bin Mu'adz Arrazi dalam doanya berkata: "Ya Allah, Engkau telah menurunkan satu rahmat dan memuliakan kami dengan rahmat beragama Islam, apabila melengkapkan rahmat yang merata, bagaimana kami tidak akan mengharapkan pengampunan-Mu."
                            Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Said Al-khudri r.a. berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang masuk syurga tanpa amal kebaikan, hanyaketika ia akan mati berpesan kepada keluarganya: "Jika saya meninggal bakar mayatku dan tumbuk tulang-tulangku sampai halus kemudian abunya taburkan separuh didarat dan separuh dilaut, maka ketika mati, dilaksanakan wasiatnya. Maka Allah menyuruh darat dan laut supaya mengumpulkan abunya, kemudian ketika ditanya: "Mengapa kau berbuat sedemikian itu?" Jawabnya: "Kerana takut kepadaMu Tuhan. Maka Allah mengampunkan baginya kerana takutnya kepada Tuhan itu."
                            Abul-Laits meriwayatkan dari Athaa' dari seorang sahabat Rasulullah s.a.w. berkata: "Rasulullah s.a.w. datang kepada kami sedang kami tertawa. Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda: "Apakah kamu tertawa sedang api neraka menanti dibelakangmu. Demi Allah, saya tidak senang melihat kamu tertawa." Maka Rasulullah s.a.w. pergi membelakangi kami, sedang kami diam, seolah-oalh ada burung diatas kepala kami, kemudian kembali berjalan mundur kepada kami lalu bersabda: "Allah telah berfirman: "Nabbi'ibadi anni anal ghafuruuahim, wa anna adzabi huwal adzabul aliem" Yang bermaksud: "Mengapa kau mematahkan hati hambaKu, beritakan kepada mereka hambaKu bahawa Aku maha mengampun dan penyayang dan siksaKu, siksa yang sangat pedih."
                            Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Amr Al-ash berkata: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya bagi Allah tidak ada dosa yang tidak dapat diampunkannya, ada pada ummat yang sebelum kamu seorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang kemudian pergi kepada pendeta dan berkata: "Saya telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, apakah ada jalan bagiku untuk bertaubat?" Jawab pendeta: "Tidak ada, sebab perbuatanmu sudah melampaui batas." Maka segera ia berdiri dan langsung membunuh pendeta itu sehingga genap yang dibunuh seratus orang. Kemudian pergi ke pendeta yang lain dan berkata: "saya telah membunuh seratus orang, apakah ada jalan bagiku untuk bertaubat?" Jawab pendeta itu: "Sebenarnya perbuatan mu sudah melampau dan saya tidak mengetahui, hanya disana ada dua dusun, yang satu bernama Bushro dan penduduknya orang-orang baik yang selalu mengerjakan amal ahli syurga, sedang yang lain bernama Kafrah, penduduknya hanya berbuat derhaka melakukan amal ahli neraka, maka bila kamu pergi ke Bushro dan mengikuti amal perbuatan mereka, maka jangan ragu bahawa taubat mu akan diterima." Maka pergilah ia ke Bushro, dan ketika ia ditengah jalan jatuh mati, maka bertengkarlah Malaikat Siksa dan Malaikat Rahmat, sehingga bertanya kepada Tuhan. Maka disuruh: "Ukur saja maka kedusun mana ia lebih dekat, masukkan ia kegolongan penduduknya." Tiba-tiba terdapat ia lebih dekat kedusun Bushro sekadar ujung jari, maka ia tercatat dari golongan penduduknya."
                            Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Mas'ud berkata: "Tiga macam yang saya berani bersumpah sedang yang keempat bila saya bersumpah pasti benar:
  • Allah s.w.t. tidak akan memelihara seseorang didunia, kemudian diserahkan kepada lainNya dihari kiamat.
  • Allah s.w.t. tidak akan menyamakan orang yang mempunyai bahagian dalam Islam dengan yang tidak mempunyai bahagian.
  • Tidak seorang yang cinta pada suatu kaum, melainkan akan berkumpul dengan mereka pada hari kiamat.
  • Allah s.w.t. tidak menutupi hamba didunia melainkan pasti akan menutupinya diakhirat.
                             Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Mas'ud r.a. berkata: "Empat ayat surah Annisaa' bagi kaum muslimin lebih baik dari dunia seisinya."
Ayatnya ialah:
  • Innallaha laa yagh firu an yusy roka bihi wayagh firu maa duna dzalika liman yasaa'u waman yusy rik billahi faqad iftara itsman adziima. Yang bermaksud: Allah tidak akan mengampuni pada orang yang syirik dan dapat mengampuni selain itu bagi siapa yang dikehendaki, dan siapa yang syirik (mempersekutukan Tuhan) maka ia telah berbuat dosa yang sangat besar.
  • Walau annahum idz dhalamu anfusahum jauka fas taghfarullaha was taghfara lahumurraluuhu lawajadullaha tawwaba rahima. Yang bermaksud: Andaikan ketika mereka berbuat zalim itu datang kepadamu (Nabi Muhammad s.a.w.), lalu minta ampun kepada Allah dan dimintakan ampun oleh Rasulullah, pasti mereka akan mendapatkan Allah itu maha pengampun lagi penyayang.
  • In taj tani bu kabaa ira maa tunhauna anhu nukaffir ankum sayyi aatikum wanud khilkum mud kholan kariima. Yang bermaksud: Jika kamu meninggalkan dosa-dosa yang besar yang telah dilarang, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosamu yang kecil-kecil dan memasukkan kamu dalam tempat yang mulia.
  • Waman ya mal suu'a au yadh lim nafsahu tsumma yas tagh firillaha yajidillaha ghafuu ra rahima. Yang bermaksud: Dan siapa berbuat kejahatan atau menganiaya diri sendiri kemudian membaca istighfar (minta ampun) kepada Allah, pasti akan mendapatkan Allah maha pengampun dan penyayang.
                        Jabir bin Abdillah An-Anshari r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Syafaatku untuk orang-orang yang berdosa besar dari ummatku, siapa yang mendustakannya tidak akan mencapainya." Jabir r.a. berkata: "Orang yang tidak berdosa besar tidak memerlukan syafaat sebagaimana ayat ketiga diatas."
                        Muhammad bin Almunkadir dari Jabir r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. keluar kepada kami dan bersabda: "Malaikat Jibril tadi datang kepadaku dan berkata: "Ya Muhammad, demi Allah yang mengutuskan mu sebagai nabi yang besar, sesungguhnya ada seorang hamba Allah yang beribadat selama lima ratus tahun diatas sebuah bukit yang lebar, panjangnya tiga puluh hasta kali tiga puluh hasta dan dikelilingi oleh laut seluas empat ribu farsakh dari tiap penjuru, disitu Allah s.w.t.  mengeluarkan sumber air yang segar selebar satu jari dari bawah bukit, juga pohon delima pada tiap hari berbuah sebuah delima, maka bila siang hari turunlah orang itu untuk wuduk dan memetik delima, lalu dimakannya, kemudian berdiri sembahyang dan ia minta kepada Tuhan supaya dimatikan dalam sujud, dan supaya badannya tidak disentuh bumi atau lain-lainnya hingga bangkit dihari kiamat sambil sujud, maka Allah s.w.t.  telah menerima permintaannya, kerana itu tiap kami naik turun dari langit selalu melaluinya ia sedang sujud. Jibril berkata: "Kami dapat dalam ilmu, bahawa ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan dihadapkan kepada Allah s.w.t. , lalu Allah s.w.t. menyuruh: "Masukkanlah hambaKu itu kedalam syurga dangan rahmatKu." Maka berkata orang itu: "Dengan amalku." Maka Allah s.w.t. menyuruh Malaikat supaya menghitung semua amalnya dan nikmatKu iaitu nikmat melihat (penglihatan), tiba-tiba nikmat penglihatan itu telah mengelilingi ibadatnya selama lima ratus tahun, sedang nikmat-nikmat Allah s.w.t.  yang lain-lainnya belum. Maka Allah s.w.t.  berfirman: "Masukkan ia kedalam neraka." dan ketika ditarik menuju keneraka, ia berkata: "Masukkanlah aku kedalam syurga dengan rahmatMu."
                            Maka Allah s.w.t. berfirman kepada Malaikat: "Kembalikanlah ia." Lalu ditanya oleh Allah s.w.t.: "Hambaku, siapa yang menjadikan kau daripada tidak ada?" Jawabnya: "Engkau Tuhan." Lalu dutanya: "Apakah itu kerana amalmu atau rahmatKu?" Jawabnya: "Dengan RahmatMu." Lalu ditanya: "Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu untuk beribadat lima ratus tahun?" jawabnya: "Engkau Tuhanku." Lalu ditanya lagi: "Dan siapakah yang menempatkan kau diatas bukit dan ditengah laut dan mengeluarkan air segar yang tawar dari tengah-tengah laut yang masin getir dan menumbuhkan buah delima tiap pagi, padahal buah itu hanya berbuah satu tahun satu kali, lalu kau minta kepadaKu untuk mati sujud, siapakah yang berbuat itu semua?" Jawabnya: "Engkau Tuhanku." Firman Allah s.w.t. : "Maka semua itu dengan rahmatKu." Malaikat Jibril berkata: "Segala sesuatu terjadi dengan rahmat Allah s.w.t.."
                            Alhasan r.a berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tiada berkumpul dua perasaan berharap pada rahmat Allah dan takut dari siksa Allah dalam hati seorang mukmin ketika akan mati melainkan pasti akan diberi oleh Allah harapannya dan dihindarkan dari ketakutannya."
                            Abu Said Almaqburi dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Tiada seorang diantara kamu yang dapat selamat kerana amalnya sendiri. Seorang sahabat bertanya: "Engkau juga tidak, ya Rasulullah?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Saya juga tidak, kecuali Allah meliputi saya dengan rahmayNya, kerana itu sedang-sedanglah kamu dan tetapkan segala perbuatanmu dan beramal diwaktu pagi dan petang dan sedikirt diwaktu malam, sederhanalah supaya sampai dengan selamat."
                            Anas r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Permudahkanlah dan jangan mempersukar dan gembirakan dan jangan menggusarkan."
                            Ibn Mas'ud r.a. berkata: "Rahmat akan melimpah-limpah pada manusia dihari kiamat sehingga iblis laknatullah mengangkat kepalanya ingin mendapatkannya kerana luasnya rahmat Allah dan syafa'at orang-orang yang diberikan syafa'at oleh Allah s.w.t."
                            Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Pada hari kiamat akan terdengar seruan dari bawah Arsy: "Ya ummat Muhammad, adapun dosa-dosamu terhadap Aku maka Aku maafkan bagi kamu dan tinggal yang terjadi diantara sesama kamu, maka maaf memaafkan diantara kamu dan masuklah kamu kesyurga dengan rahmatKu."
                            Al-Fudhail bin Iyaadh berkata: "Rasa takut kepada Allah s.w.t. itu lebih baik bagi orang yang sihat tetapi jika ia sakit dan lemah (tidak kuat beramal) maka mengharap itu lebih baik, sebab jika sihat kuat untuk beramal taat dan meninggalkan maksiat sebaliknya bila telah sakit atau lemah maka mengharapkan rahmat itu yang lebih utama."
                            Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Alfadhel daro Ibn Abi Ruwad dari ayahnya berkata: "Allah s.w.t. menurunkan wahyu kepada nabi Daud a.s.: "Hai Daud, gembirakan orang-orang yang berdosa, dan peringatkan kepada orang-orang siddiq."  Maka Nabi Daud a.s bertanya: "Bagaimana menggembirakan orang-orang yang berdosa dan mengancam orang-orang yang siddiq?" Allah s.w.t. berfirman: "Gembirakan orang-orang yang berdosa bahawa tidak ada dosa yang tidak dapat Aku ampunkan dan peringatkan pada orang siddiq supaya mereka tidak berbangga (sombong) dengan amal perbuatan mereka kerana bila Aku tegakkan keadilanKu dan perhitunganKu pada seseorang pasti binasa."
                            Ibn Abi Ruwad dari ayahnya berkata: "Allah s.w.t berfirman: "Aku-lah Allah yang memiliki semua raja, hati raja-raja itu semua ditangan-Ku, maka tiap kaum yang Aku ridha. Aku jadikan hati raja itu rahmat pada mereka dan tiap kaum yang Aku murka, Aku jadikan raja itu siksa bagi mereka, kerana itu kamu jangan sibuk mengutuk raja dan taubatlah kamu kepadaKu nescaya Aku lunakkan hati mereka kepadamu."
                            Al'alaa bin Abdirrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Andaikan orang mukmin mengetahui siksa yang disediakan Allah s.w.t. nescaya tidak akan mengharapkan syurgaNya seorang pun dan andaikata orang kafir mengetahui kebesaran rahmat Allah s.w.t. nescaya tidak akan merasa putus dari rahmat Allah s.w.t. seorangpun."
                            Abu Ya'la lhusain bin Muhammad Annaisaburi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ahmad bin Sahl berkata: "Saya bermimpi kelihatan Yahya bin Aktsam, maka saya bertanya kepadanya: "Apakah tang telah kau dapat dari Tuhanmu? jawabnya: "Saya dipanggil oleh Tuhan: "Hai orang tua yang jahat, kau telah berbuat ini dan itu." Maka jawabku: "Ya Tuhan, tidak sedemikian yang saya dengar tentang Engkau." Tuhan bertanya:  "Apakah yang kau dengar tentang Aku?" Jawabku: "Saya telah mendengar dari Abdurrazzaq dari Ma'mar dari Azzuhri dari Urwah dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad s.a.w. dan Jibril a.s. bahawa Engkau berfirman: " Tiada seorang muslim yang telah beruban dalam Islam, maka saya akan menyiksanya melainkan saya malu untuk menyiksanya." Sedang saya seorang yang telah sangat tua. Maka firman Allah s.w.t: "Benar Abdurrazzaq, dan benar Ma'mar dan benar Azzuhri dan benar Urwah dan benar Aisyah dan benar Nabi Muhammad s.a.w. dan benar Jibril dan benar apa yang Aku firmankan itu, ya Yahya. Aku tidak akan menyiksa orang tua yang beruban dalam Islam." kemudian saya diperintahkan kesebelah kanan ke syurga."
                            Umar r.a. berkata: "Dia masuk kepada Nabi Muhammad s.a.w., tiba-tiba ia mendapati Nabi Muhammad s.a.w. sedang menangis, maka ditanya: "Apakah yang menyebabkan engkau menangis, ya Rasulullah?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.: "Saya telah didatangai oleh malaikat Jibril a.s. dan berkata kepadaku: "Sesungguhnya Allah malu akan menyiksa seorang yang telah beruban didalam Islam, maka bagaimana orang yang beruban tidak malu berbuat maksiat kepada Allah s.w.t."
                            Abul-Laits berkata: "Kerana itu maka wajib bagi orang yang telah tua menyedari kehormatan ini dan bersyukur kepada Allah s.w.t.  dan malu kepada Allah s.w.t. dan kepada kedua malaikat yang mencatat amalnya. Dan menghentikan segala maksiat dan selalu rajin taat kepada Allah s.w.t. sebab tanaman itu jika sudah dekat musim mengetam, tidak boleh ditunda-tunda dan demikian pula yang masih muda, harus bertaqwa kepada Allah s.w.t. dan menjauhkan dari maksiat (dosa) serta rajin kepada taat, sebab dia tidak mengetahui bilakah tiba ajalnya, sebab bila pemuda itu rajin berbuat taat, ia akan mendapat naungan Allah s.w.t. pada hari kiamat dibawah arsy, sebagaimana tersebut didalam hadis yang diceritakan kepada kami oleh Abulhasan Alqasim bin Muhammad dari Isa bin Khosy Hafash dari Suwaid dari Malik bin Habib dari Abdurrahman bin Hafash dari Aashim dari Abu Hurairah r.a. berkata: 
"Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:" Tujuh macam orang yang akan dinaungi Allah pada hari kiamat pada saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah: 
  1. Imam (pemimpin yang adil).
  2. Pemuda yang tumbuh dalam ibadat kepada Allah s.w.t.
  3. Seorang yang hatinya tergantung pada masjid, jika keluar sehingga kembali (yakni rajin menjaga sembahyang berjama'ah).
  4. Dua orang saling menyinta (Kasih sayang) kerana Allah s.w.t. baik ketika berkumpul atau berpisah.
  5. Seorang yang ingat kepada Allah s.w.t. ketika bersendirian lalu mencucurkan airmata ketana takut kepada Allah s.w.t.
  6. Seorang yang bersedekah dirahsiakan sehingga yang dikirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh kanannya.
  7. Seorang lelaki yang dipanggil oleh wanita yang cantik untuk berzina, lalu ia berkata: "Saya takut kepada Allah azza wajalla."


10 AMALAN YANG MENDATANGKAN RAHMAT ALLAH S.W.T.
Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pemberi rahmat (kasih sayang). Bahkan sayangNya terhadap hamba-hambaNya lebih dari sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Dengan kasih sayangNya, Dia menciptakan kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan rezki kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan kesehatan kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan makan dan minum, pakaian serta tempat tinggal kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia menunjukkan kita kepada Islam dan Iman serta amal soleh. Dengan rahmatNya, Dia mengajarkan kepada kita apa yang tidak kita ketahui. Dengan rahmatNya, Dia memalingkan kejahatan musuh-musuh dari diri kita. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. al-Hajj: 38).
Dengan rahmatNya, Dia menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan,. Dengan rahmatNya, Dia memasukkan hamba-hambaNya yang beriman dan yang beramal soleh ke dalam surga. Dengan rahmatNya, Dia menyelamatkan mereka dari neraka.Segala sesuatu semuanya adalah berkat rahmat Allah Ta’ala. Oleh kerananya seorang muslim perlu mengetahui faktor penyebab, Allah Ta’ala memberikan rahmat kepada makhlukNya, iaitu:
1. Berbuat Ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menyempurnakan ibadah kepadaNya dan merasa diperhatikan (diawasi) oleh Allah Ta’ala, bahawasanya kamu beribadah kepada Allah Ta’ala, seolah-olah kamu melihatNya, maka jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu, dan berbuat baik kepada manusia semaksima mungkin, baik dengan ucapan, perbuatan, harta, dan kedudukan. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’raf: 56)
2. Dan di antara sebab-sebab yang paling utama untuk mendapatkan rahmat Allah Ta’ala adalah bertakwa kepadaNya dan mentaatiNya dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, seperti mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Mustahiq), beriman dengan ayat-ayat Allah swt, dan mengikuti RasulNya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Iaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi.” (QS. al-A’raf: 156, 157)
3. Kasih sayang kepada makhluk-makhlukNya baik manusia maupun binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang-orang yang penyayang, maka Allah Ta’ala akan menyayangi mereka (memberikan rahmat kepada mereka), sayangilah / kasihanilah penduduk bumi, nescaya penduduk langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)
Dan hal itu lebih ditekankan lagi kepada orang-orang fakir dan miskin yang sangat memerlukan. Sedangkan balasan (ganjarannya) sesuai dengan perbuatan, sebagaimana kita berbuat baik, maka kita akan mendapatkan balasan dari kebaikan tersebut.
4. Beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 218). Maka orang-orang yang beriman selalu mengharapkan rahmat Allah Ta’ala setelah mereka melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rahmat iaitu iman, hijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Adapun hijrah meliputi berpindah dari negri syirik ke negri Islam dan meninggalkan apa yang dilarang Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Ta’ala.” (Muttafaq ‘alaih).
Sedang jihad mencakup jihad melawan hawa nafsu dalam mentaati Allah Ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Orang yang berjihad adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dalam menaati Allah Ta’ala.” (HR. al-Baihaqi). Sebagaimana jihad meliputi pula jihad melawan syaitan dengan menyelisihinya dan bersungguh-sungguh untuk mendurhakainya dan jihad dalam memerangi orang-orang kafir dan jihad terhadap orang-orang munafik dan pelaku-pelaku maksiat baik dengan tangan, kemudian (jika tidak mampu) dengan lisan, kemudian (jika tidak mampu juga), maka dengan hati.
5. Mendirikan solat, menunaikan zakat, dan menaati Rasulullah Ta’ala, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan dirikanlah solat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. an-Nur: 56).
6. Berdo’a kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkannya dengan bertawasul dengan nama-namaNya yang Maha Pengasih (ar-Rahman) lagi Maha Penyayang (ar-Rahim) atau yang lainnya dari nama-namaNya yang Agung / Indah, seperti kamu mengatakan, “Ya Rahman Wahai Yang Maha Penyayang), sayangilah aku (rahmatilah aku), ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan rahmatMu yang luas yang meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampuni dosaku dan menyayangiku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Allah Ta’ala berfirman, ertinya,“Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. al-Kahfi: 10). Dan Allah Ta’ala juga berfirman, ertinya, “Hanya milik Allah asma`u al-Husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma`u al-Husna itu.” (QS. al-A’raf: 180). Maka hendaklah seseorang memohon setiap permintaannya dengan nama yang sesuai dengan permintaannya itu untuk mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdo’alah kepadaKu, nescaya akan Kuperkenankan bagimu’.” (QS. al-Mu’min: 60). Dan firman Allah Ta’ala lainnya, ertinya, “Dan katakanlah, ‘Ya Rabbku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik.” (QS. al-Mu’minun: 118). Sungguh Allah Ta’ala telah menyuruh (kita) berdo’a dan menjamin ijabah (mengabulkan do’a tersebut) dan Dia Maha Suci yang tidak pernah mengingkari janji.
7. Mengikuti al-Qur`an al-Karim dan mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan Al-Qur`an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. al-An’am: 155).
8. Menaati Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya,“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali ‘Imran: 132).
9. Mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang ketika dibacakan al-Qur`an al-Karim. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan apabila dibacakan Al-Qur`an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf: 204).
10. Istighfar, memohon ampunan dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agarkamu mendapat rahmat.” (QS. an-Naml: 46).
Wallahu a’lam.
Sumber: Diterjemahkan dari Kitab “An-Nuqath al-’Asyarah adz-Dzahabiyah”, Syaikh Abdur Rahman ad-Dusari.

Masuk surga: karena rahmat Allah atau karena amal?

Allah berfirman:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
orang-orang yang diwafatkan DALAM KEADAAN BAIK oleh para malaikat mengatakan kepada mereka (dihari kiamat kelak): “Salaamun’alaikum, MASUKLAH kamu ke dalam SURGA itu DISEBABKAN APA YANG KAMU KERJAKAN”.
(QS an Nahl: 32)
Sedangkan Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعَمَلِهِ قِيْلَ وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ
Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Alloh telah memberikan rahmat kepadaku.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Bagaimana mengkompromikannya?
Pertama, yang harus kita ketahui, adalah al Qur-aan dan al Hadits (yang shahiih) TIDAK AKAN PERNAH BERTENTANGAN.
Karena al Qur-aan, datangnya dari Allah; demikian juga as Sunnah, datangnya dari Allah1. Apa-apa yang datang dari sisi Allah, tidak akan mengalami pertentangan; sebagaimana firmanNya:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
“Apakah engkau tidak men-tadabburi Al Qur’an? Andaikan Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentu akan banyak pertentangan di dalamnya”
(QS. An Nisa: 82)
Kedua, al Qur-aan dan al Hadits (yang shahiih); tidak akan bertentangan dengan akal
Karena akal pun datang dari Allah, segala yang datang dariNya tidaklah akan mengalami pertentangan. Lantas bagaimana jika akal kita menganggap bahwa hal tersebut bertentangan? Maka yang kita salah-kan adalah akal kita! “kok akalnya para shahabat, tabi’in dan para ulama TIDAK MEMPERMASALAHKAN hal ini; tapi kok akal kita mempermasalahkannya?! jadi yang salah mereka atau kita?!” Maka kita mengembalikan pemhamannya kepada para ulamaa’ dan bagaimana mereka mengkompromikan hal tersebut.
“Jika seseorang mengetahui dengan akalnya bahwa ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ada berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ternyata berita tersebut menyelisihi akal. Pada saat ini, akal harus pasrah dan patuh. Akal harus menyelesaikan perselisihan ini dengan menyerahkan pada orang yang lebih tahu darinya yaitu dari berita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada saat ini, akal tidaklah boleh mendahulukan hasil pemikirannya dari berita Rasul. Karena sebagaimana diketahui bahwa akal manusia itu memiliki kekurangan dibandingan dengan berita Rasul. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu saja lebih mengerti mengenai Allah Ta’ala, nama dan sifat-sifat-Nya, serta lebih mengetahui tentang berita hari akhir daripada akal.”
(Dar-ut Ta’arudh, 1/80; dipetik dari: rumaysho)
Ketiga, diancara CIRI-CIRI PENGIKUT HAWA NAFSU adalah menyelaraskan al Qur-aan dan as Sunnah untuk sesuai dengan hawa nafsunya (akal/perasaannya), bukan sebaliknya
Yaitu misalkan kita SUDAH TAHU akan ke-SHAHIIH-an hadits, tapi akal/perasaan kita menganggap hal ini bertentangan dengan al Qur-aan atau bertentangan dengan akal. Maka bukan hadits-nya yang serta merta kita salahkan (langsung kita katakan “dha’if” atau “palsu”) tanpa ilmu!! Jika tidak bisa dilakukan, maka ia akan MENAFSIRKAN HADITS tidak sebagaimana ditafsirkan oleh para shahabat/tabi’in/para ulamaa’ untuk dicocokkan kepada hawa nafsunya!
Al-Imam Al-Barbahari mengatakan:
“Bila kamu melihat seorang mencela hadits atau menolak atsar /hadits atau menginginkan selain hadits, maka curigailah keislamnnya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah ahli bid’ah (pengikut hawa nafsu)”
Beliau berkata:
“Bila kamu mendengar seorang dibacakan hadits di hadapannya tetapi ia tidak menginginkannya dan ia hanya mengingnkan al-Quran maka janganlah kamu ragu bahwa dia seorang yang telah dikuasai oleh kezindikan (kemunafikan). Berdirilah dari sisinya dan tinggalkanlah ia!”
Lantas bagaimana pengkompromian ulamaa’ akan masalah ini?
Ada dua pendapat tentang hal ini,
1. Pendapat pertama: Menempatkan penafsiran ayat dan hadits diatas dengan penafsiran benar.
Alloh Ta’ala berfirman:
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. (QS. az-Zukhruf: 72)
Dan Alloh juga berfirman:
ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. an-Nahl: 32)
Huruf ب (ba’) dalam ayat di atas disebut ba’ sababiyah (yang menunjukkan arti sebab). Artinya, dengan sebab amal-amal kalian.
Adapun hadits Nabi -shallallallahu ‘alahi wa sallam- bahwa beliau bersabda:
لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعَمَلِهِ قِيْلَ وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ
Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Alloh telah memberikan rahmat kepadaku.”
(HR. Bukhari 5673, Muslim 2816)
Huruf ب (ba’) pada hadits ini disebut ba’ iwadh wal muqabalah (yang menunjukkan sebagai ganti). Seperti orang mengatakan (misalnya), “Aku membeli kitab dengan seribu rupiah.” Jadi, maksud hadits ini amal hamba itu bukanlah sebagai ganti harga surga, namun karena kemurahan, rahmat, dan karunia Alloh.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (8/70), muridnya –al-Hafizh Ibnul Qayyim– dalam Miftah Dar as-Sa’adah (1/119-120), al-Allamah Ibnu Abil Izzi al-Hanafi dalam Syarah Aqidah Thahawiyah (hal. 438), al-Allamah Ahmad bin Ali al-Miqrizi dalam Kitab Tajrid Tauhid Mufid (hal. 108-109).
[sumber: Mungkinkah Kita Masuk Surga karena Amal yang Telah Kita Lakukan?]
2. Pendapat Kedua, menggabungkan ayat dan hadits diatas kepada makna yang benar
Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Baariy (secara makna):
“Seseorang itu tidak masuk surga karena amalnya; akan tetapi karena rahmat Allah kepadanya. Sehingga apabila Allah merahmati hambaNya, maka ia akan memberinya taufiq untuk BERIMAN serta BERAMAL SHALIH, istiqamah diatasnya, dan sehingga mematikannya diatasnya; sehingga dengan sebab itu ia masuk surga.”
Karena Allah berfirman:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Orang-orang yang diwafatkan DALAM KEADAAN BAIK oleh para malaikat mengatakan kepada mereka (dihari kiamat kelak): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu DISEBABKAN APA YANG KAMU KERJAKAN”.
(QS an Nahl: 32)
dan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ
Jika Allah menginginkan kebaikan atas seorang hamba maka Ia akan membuatnya beramal sebelum kematiannya”
para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membuatnya beramal?”
beliau bersabda:
يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ
“Memberinya taufik untuk beramal kebaikan, setelah itu Dia mewafatkannya.”
(HR. Ahmad, haitsamiy; shahiih)
Maka apabila seseorang yang beriman dan beramal shalih; istiqamah diatasnya, dan mati diatasnya, sehingga ia masuk surga karenanya; maka ini semua disebabkan karena RAHMAT ALLAH kepadanya.
Seandainya Allah tidak memberi taufiq kepada hambaNya untuk beriman, beramal shalih, dan mati diatasnya (malah mati diatas kekufuran, na’uudzubillah); maka selamanya ia tidak akan masuk surga, bahkan akan kekal di neraka.2 Maka kita sangat membutuhkan rahmatNya ini.. yang senantiasa kita minta kepadaNya, pada setiap shalat lima waktu..
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus…
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka (para nabi, shiddiqin, syuhada, serta shalihin)
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
bukan (jalan) mereka yang dimurkai [yaitu: yahudi, dan yang menyerupainya] dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat [yaitu: nashara dan yang menyerupainya]
(al Faatihah: 6-7)
Allah berfirman:
وَقُل رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
Dan katakanlah: “Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik”.
(al Mu’minuun: 118)]
Dan kedua pendapat ini tidaklah kondradiktif, tapi saling menguatkan. Pendapat pertama, menguatkan dari sisi menafsirkan ayat (agar tidak dipahami, bahwa “bayaran surga adalah amal”); sedangkan pendapat kedua, adalah menempuh jalan dalam mengkompromikan antara ayat dan hadits, karena justru antara ayat dan hadits diatas saling menjelaskan satu dan lainnya. Alhamdulilaah.

Catatan Kaki

  • Allah berfirman: وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى
    “Apa yang diucapkan olehnya (Muhammad) itu bukanlah dari hawa nafsu, melainkan wahyu”
    (QS. An Najm: 3-4)

    1. Bahkan diakhirat pun, Allah memberi rahmat kepada kaum muslimin (yang jatuh kedalam neraka, karena dosa-dosa mereka); DISEBABKAN KEIMANAN yang ada mereka.. Seandainya diwaktu didunia dahulu Allah tidak memberi taufiq kepada mereka; sehingga mereka mati diatas kekafiran, maka pastilah mereka orang-orang yang kekal di neraka.. Akan tetapi Allah mematikan mereka, sedangkan pada mereka masih ada keimanan, meskipun sebesar biji atom.. dan dimatikannya mereka dalam keadaan seperti ini pun masih “TERBILANG BAIK” daripada mati dalam keadaan TIDAK ADA KEIMANAN dalam hatinya, sehingga mereka kekal di neraka.. dan dimatikan mereka dalam keadaan seperti inipun adalah RAHMAT DARI-NYA.. sehingga kelak mereka dihari kiamat, diselamatkan dari kekekalan api neraka, yang mana ini pun RAHMAT dariNya..




      10: IKHLAS ADALAH  ROH IBADAT

    AMALAN ZAHIR ADALAH KERANGKA SEDANGKAN ROHNYA ADALAH IKHLAS YANG TERDAPAT DENGAN TERSEMBUNYI DALAM AMALAN ITU. Amal lahiriah digambarkan sebagai batang tubuh dan ikhlas pula digambarkan sebagai nyawa yang menghidupkan batang tubuh itu. Sekiranya kita kurang mendapat kesan yang baik daripada latihan kerohanian hendaklah kita merenung dengan mendalam tubuh amal apakah ia bernyawa atau tidak.
    Hikmat 10 ini menghubungkan amal dengan ikhlas.  Hikmat 9 yang lalu telah menghubungkan amal dengan hal. Kedua-dua Kalam Hikmat ini membina jambatan yang menghubungkan hal dengan ikhlas, kedua-duanya ada kaitan dengan hati, atau lebih tepat jika dikatakan ikhlas sebagai suasana hati dan hal sebagai Nur Ilahi yang menyinari hati yang ikhlas. Ikhlas menjadi persediaan yang penting bagi hati menyambut kedatangan sinaran Nur Ilahi. Apabila Allah s.w.t berkehendak memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka dipancarkan Nur-Nya kepada hati hamba tersebut. Nur yang dipancar kepada hati ini dinamakan Nur Sir atau Nur Rahsia Allah s.w.t. Hati yang diterangi oleh nur akan merasai hal ketuhanan atau mendapat tanda-tanda tentang Tuhan. Setelah mendapat pertandaan dari Tuhan maka hati pun mengenal Tuhan. Hati yang memiliki ciri atau sifat begini dikatakan hati yang mempunyai ikhlas tingkat tertinggi. Tuhan berfirman bagi menggambarkan ikhlas dan hubungannya dengan makrifat:
    Dan sebenarnya perempuan itu telah berkeinginan sangat kepadanya, dan Yusuf pula (mungkin timbul) keinginannya kepada perempuan itu kalaulah ia tidak menyedari kenyataan Tuhannya (tentang kejinya perbuatan zina itu). Demikianlah (takdir Kami), untuk menjauhkan dari Yusuf perkara-perkara yang tidak baik dan perbuatan yang keji, kerana sesungguhnya ia dari hamba-hamba Kami yang dibersihkan dari segala dosa. ( Ayat 24 : Surah Yusuf )  Nabi Yusuf a.s adalah hamba Allah s.w.t yang ikhlas. Hamba yang ikhlas berada dalam pemeliharaan Allah s.w.t. Apabila dia dirangsang untuk melakukan kejahatan dan kekotoran, Nur Rahsia Allah s.w.t akan memancar di dalam hatinya sehingga dia menyaksikan dengan jelas akan tanda-tanda Allah s.w.t dan sekaligus meleburkan rangsangan jahat tadi. Inilah tingkat ikhlas yang tertinggi yang dimiliki oleh orang arif dan hampir dengan Allah s.w.t. Mata hatinya sentiasa memandang kepada Allah s.w.t, tidak pada dirinya dan perbuatannya. Orang yang berada di dalam makam ikhlas yang tertinggi ini sentiasa dalam keredaan Allah s.w.t baik semasa beramal ataupun semasa diam. Allah s.w.t sendiri yang memeliharanya. Allah s.w.t mengajarkan agar hamba-Nya berhubung dengan-Nya dalam keadaan ikhlas.
    Dia Yang Tetap Hidup; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah kamu akan Dia dengan mengikhlaskan amal agama kamu kepada-Nya semata-mata. Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan  sekalian alam. ( Ayat 65 : Surah al-Mu’min ) Allah s.w.t jua Yang Hidup. Dia yang memiliki segala kehidupan. Dia jualah Tuhan sekalian alam. Apa sahaja yang ada dalam alam ini adalah ciptaan-Nya. Apa sahaja yang hidup adalah diperhidupkan oleh-Nya. Jalan dari Allah s.w.t adalah nikmat dan kurniaan sementara jalan dari hamba kepada-Nya pula adalah ikhlas. Hamba dituntut supaya mengikhlaskan segala  aspek kehidupan untuk-Nya. Dalam melaksanakan tuntutan mengikhlaskan kehidupan untuk Allah s.w.t ini hamba tidak boleh berasa takut dan gentar kepada sesama makhluk.
    Oleh itu maka sembahlah kamu akan Allah dengan mengikhlaskan ibadat kepada-Nya (dan menjauhi bawaan syirik), sekalipun  orang-orang kafir tidak menyukai (amalan yang demikian). ( Ayat 14 : Surah al-Mu’min ) Allah s.w.t telah menetapkan kod etika kehidupan yang perlu dijunjung, dihayati, diamalkan, disebarkan dan diperjuangkan oleh kaum muslimin dengan sepenuh jiwa raga dalam keadaan ikhlas kerana Allah s.w.t, meskipun ada orang-orang yang tidak suka, orang-orang yang menghina, orang-orang yang membangkang dan mengadakan perlawanan. Keikhlasan yang diperjuangkan dalam kehidupan dunia ini akan dibawa bersama apabila menemui Tuhan kelak.
    Katakanlah: “Tuhanku menyuruh berlaku adil (pada segala perkara), dan (menyuruh supaya kamu) hadapkan muka (dan hati) kamu (kepada Allah) dengan betul pada tiap-tiap kali mengerjakan sembahyang, dan beribadatlah dengan mengikhlaskan amal agama kepada-Nya semata-mata; (kerana) sebagaimana Ia telah menjadikan kamu pada mulanya, (demikian pula) kamu akan kembali (kepada-Nya)”. ( Ayat 29 : Surah al-A’raaf )  Sekali pun sukar mencapai peringkat ikhlas yang tertinggi namun, haruslah diusahakan agar diperolehi keadaan hati yang ikhlas dalam segala perbuatan sama ada yang lahir mahu pun yang batin. Orang yang telah tumbuh di dalam hatinya rasa kasihkan Allah s.w.t akan berusaha membentuk hati yang ikhlas. Mata hatinya melihat bahawa Allah jualah Tuhan Yang Maha Agung dan dirinya hanyalah hamba yang hina. Hamba berkewajipan tunduk, patuh dan taat kepada Tuhannya. Orang yang di dalam makam ini beramal kerana Allah s.w.t: kerana Allah s.w.t yang memerintahkan supaya beramal, kerana Allah s.w.t berhak ditaati, kerana perintah Allah s.w.t wajib dilaksana, semuanya kerana Allah s.w.t tidak kerana sesuatu yang lain. Golongan ini sudah dapat menawan hawa nafsu yang rendah dan pesona dunia tetapi dia masih melihat dirinya di samping Allah s.w.t. Dia masih melihat dirinya yang melakukan amal. Dia gembira kerana menjadi hamba Allah s.w.t yang beramal kerana Allah s.w.t. Sifat kemanusiaan biasa masih mempengaruhi hatinya.
    Setelah kerohaniannya meningkat hatinya dikuasai sepenuhnya oleh lakuan Allah s.w.t, menjadi orang arif yang tidak lagi melihat kepada dirinya dan amalnya tetapi melihat Allah s.w.t, Sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Apa sahaja yang ada dengannya adalah anugerah Allah s.w.t. Sabar, reda, tawakal dan ikhlas yang ada dengannya semuanya merupakan anugerah Allah s.w.t, bukan amal yang lahir dari kekuatan dirinya.
     Tingkat ikhlas yang paling rendah ialah apabila amal perbuatan bersih daripada riak yang jelas dan samar tetapi masih terikat dengan keinginan kepada pahala yang dijanjikan Allah s.w.t. Ikhlas seperti ini dimiliki oleh orang yang masih kuat bersandar kepada amal, iaitu hamba yang  mentaati Tuannya kerana mengharapkan upah daripada Tuannya itu.
     Di bawah daripada tingkatan  ini tidak dinamakan ikhlas lagi. Tanpa ikhlas seseorang beramal kerana sesuatu muslihat keduniaan, mahu dipuji, mahu menutup kejahatannya agar orang percaya kepadanya dan bermacam-macam lagi muslihat yang rendah. Orang dari golongan ini walaupun banyak melakukan amalan namun, amalan mereka adalah umpama tubuh yang tidak bernyawa, tidak dapat menolong tuannya dan di hadapan Tuhan nanti akan menjadi debu yang tidak mensyafaatkan orang yang melakukannya. Setiap orang yang beriman kepada Allah s.w.t mestilah mengusahakan ikhlas pada amalannya kerana tanpa ikhlas syiriklah yang menyertai amalan tersebut, sebanyak ketiadaan ikhlas itu.
    (Amalkanlah perkara-perkara itu) dengan tulus ikhlas kepada Allah, serta tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan-Nya. (Ayat 31 : Surah al-Hajj )
    “Serta (diwajibkan kepadaku): ‘Hadapkanlah seluruh dirimu menuju (ke arah mengerjakan perintah-perintah) agama dengan betul dan ikhlas, dan janganlah engkau menjadi dari orang-orang musyrik’”. Dan janganlah engkau (wahai Muhammad) menyembah atau memuja yang lain dari Allah, yang tidak dapat mendatangkan manfaat kepadamu dan tidak juga dapat mendatangkan mudarat kepadamu. Oleh itu, sekiranya engkau mengerjakan yang demikian, maka pada saat itu menjadilah engkau dari orang-orang yang berlaku zalim (terhadap diri sendiri dengan perbuatan syirik itu). ( Ayat 105 & 106 : Surah Yunus )
    Daging dan darah binatang korban atau hadiah itu tidak sekali-kali akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya ialah amal yang ikhlas yang berdasarkan takwa dari kamu. (Ayat 37 : Surah al-Hajj ) Allah s.w.t menyeru sekaligus supaya berbuat ikhlas dan tidak berbuat syirik. Ikhlas adalah lawan kepada syirik. Jika sesuatu amal itu dilakukan dengan anggapan bahawa ada makhluk yang berkuasa mendatangkan manfaat atau mudarat, maka tidak ada ikhlas pada amal tersebut. Bila tidak ada ikhlas akan adalah syirik iaitu sesuatu atau seseorang yang kepadanya amal itu ditujukan. Orang yang beramal tanpa ikhlas itu dipanggil orang yang zalim, walaupun pada zahirnya dia tidak menzalimi sesiapa.
     Intisari kepada ikhlas adalah melakukan sesuatu kerana Allah s.w.t semata-mata, tidak ada kepentingan lain. Kepentingan diri sendiri merupakan musuh ikhlas yang paling utama. Kepentingan diri lahir daripada nafsu. Nafsu inginkan kemewahan, keseronokan, kedudukan, kemuliaan, puji-pujian dan sebagainya. Apa yang lahir daripada nafsu itulah yang sering menghalang atau merosakkan ikhlas.

    Ikhlas Itu Rahsia

    Syukur atas nikmat Iman dan Islam. Moga2 beroleh kejayaan untuk taat kepada Allah, dapat tekun beribadah, istiqamah melakukan amal soleh dan mencapai matlamat takwa hingga memberi kejayaan di dunia dan akhirat.

    Kita tahu kita ini lemah bangat, maka atasi kelemahan ini. Kita sedar kita ini selalu lalai, maka tepuk dahi dan celik minda berubah supaya tidak lalai lagi. Kita tahu kita ini banyak dosa, maka apa tunggu lagi untuk taubat pada Allah, mohon keampunannya? Apa boleh buat saya ini bodoh. Buang sifat bodoh itu, kena mengaji kena belajar. Jangan lagi ikut lemah diri. Kena jadi kuat.

    Kena ada ilmu. Ibadah tanpa ilmu ibarat tanam pokok buah tapi tak keluar buah.  Ibadah tanpa ilmu ditakuti ditolak. Ilmu itu ibarat baja yang memberi hasil kepada ibadah, menyubur pokok dan melebatkan buah. Sebab ibadah orang alim orang berilmu ini walaupun nampak sikit tapi besar di sisi Allah. Ibadah membuka jalan untuk ke Syurga.

    Bila ada ilmu mestilah beramal lakukan ibadah dan janakan usaha dakwah hinggalah tahap tertinggi berjihad menegakkan agama Allah. Kita tahu dah mengaji itu wajib belajar itu wajib, tapi tak nak mengaji tak nak belajar tu apa hal? Maka marilah sama2 suloh diri supaya dapat memelihara, mendidik dan membimbing diri memandu secara berhemah di jalan yang lurus.

    Kita doa dalam bacaan surah al-Fatihah tidak kurang 17 kali sehari dalam solat2 fardu supaya Allah “Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.”

    Sebelum wajib ada wajib. Contohnya sebelum wajib solat maka kenalah wajib belajar solat. Kita belajar tauhid dah lama dah tapi yang sadisnya masih gagal mentauhidkan Allah. Kena ubah. Belajar itu jalan kita. Jangan membesarkan tidur sebab tidur hanya dapat taik mata. Ada orang yang tidur tapi hatinya celik. Sehingga boleh mebezakan antara dosa dan pahala, nafsu dan syaitan.

    Ikhlas itu rahsia. Jika diberitahu orang maka ia bukan ikhlas lagi. Ikhlas di hati ialah kosongkan hati selain Allah. Penuhi hati dengan Allah semata. Nawaitu kerana Allah. Ikhlas ialah menunggalkan Allah iaiatu mengesakan Allah. Qur’an sahaja yang benar. Allah sahaja yang Esa. Tiada sesuatu perihal makhluk dapat disamakan dengan Allah. Melihat Allah tidak dengan perantaraan makhluk. Jika Allah itu digambarkan sekian-sekian, maka itu bukan Allah.

    Pelajaran perihal tauhid mesti di ulang-ulang sampai dapat faham. Bila difikir hebatnya barang yang dijadi maka kena fikir apatah lagi hebatnya penjadi. Maka kena fikir hebat pencipta kepada penjadi. Contoh kita tengok penduduk Malaysia seramai 28 juta ini, cop jari dia unik satu pun tak ada yang sama. Barang jadi yang hebat. Apa lagi penjadinya,tentulah Maha Hebat.

    Barang buatan makhluk ni ada tempoh masa, lama-lama jemu. Tapi ciptaan Allah tak jemu kita.  Untuk jadi hamba Allah ini kena di mana-mana. Bukan setakat di masjid atau di depan orang. Di masjid aku ini hamba Allah, di rumah pun aku ini hamba Allah. Bila orang tak nampak pun, aku tetap hamba Allah.

    Bersihkan hati daripada segala sifat tercela yang dikeji sehingga suci. Pencuci hati ini pun kenalah ada bahan pencucinya. Antara lain bahan pencuci yang efektif ialah taubat, zikir dan selawat. Setiap yang bersih tak semestinya cuci dan setiap yang suci sudah semestinya bersih. Maka pilihlah yang suci.

    Ibarat nak potong rambut, kenalah cari jari jemari yang suci pegang kepala kita yang mulia. Kalau pemotong rambut orang kafir, mungkin tangannya bersih sebab basuh dengan sabun tapi tidak semestinya suci sebab mungkin dia pegang daging babi atau sentuh anjing atau berak tak basuh. Maka afdal lagi pilih tukang gunting rambut yang Islam.

    Suloh diri aku ini umat Nabi? Dah cukup 1,000 kali aku selawat kepada Nabi hari ini? Kalau belum layakkah nak mengaku aku ini umat Nabi? Di Akhirat besok katanya nak bersama di sisi Nabi. Maka kenalah usaha dan menzahirkan kecintaan kepada Nabi. InsyaAllah sempena Maulid Nabi ini marilah azam untuk istiqamah selawat 1,000 kali sehari.

    Ciri ikhlas ialah tidak mengharap pujian. Boleh puji tapi jangan lebih2. Kembalikan pujian kepada Allah. “Ish sedap bacaan Imam.” Alhamdulillah. Di hina sama di puji sama. Setiap kepandaian yang kita ada ini, semuanya daripada Allah belaka. Bila2 masa Allah boleh tarik balik.

    Dunia ini ibarat syurga kecil. Semuanya bersifat sementara. Sedap yang dirasa itu bersifat sementara. Kalau tak ada sifat rasa maka tiada lagi nikmat makan itu. Rasa masam atau rasa manis, kedua-dunya nikmat. Maka syurga besar itu ialah di Akhirat. Nikmat yang kekal. Maka carilah bekal supaya dapat bawa ke Akhirat.

    Kena faham bahawa setiap amal soleh yang dilakukan ini, yang terimanya Allah. Maka kenalah consisten dan istiqamah iaitu di depan orang pun sama di belakang orang pun sama. Di sini sempurna di rumah pun sempurna. Kena rasa kamu dilihat. Jangan jadi hamba Allah yang meragui aku ini hamba Allah.

    Seseorang yang menuntut redha Allah maka dunia pun dia dapat akhirat pun dia dapat manfaatnya. Contoh bila saya khidmat kepada ayah saya dan niat saya untuk mendapat redha Allah. Maka saya akan dapat kedua-duanya iaitu redha ayah dan redha Allah.  Sekiranya kamu mengajar agama jangan mengharap upahnya. Tapi kalau orang bagi ambil. Rezki Allah sudah tentukan.

    Kenapa berubah? Kerana Allah. Jika dulu kaki perempuan, sekarang tidak lagi kaki perempuan. Kerana apa? Kerana cacat sebab accident. Kenapa bukan lagi jadi kaki maksiat? Kerana uzur. Maka itulah yang kamu dapat. Tiada nilaian di sisi Allah. Jangan sampai ada tersirat niat lain selain kerana Allah. Nak hijrah kepada kebaikan mesti nawaitu kerana Allah.

    Nak sampai kosongkan hati memang susah. Kena latih. Banyak sebut Allah. Ikhlas itu rahsia. Lupakan kebaikan kamu kepada orang dan lupakan kejahatan orang kepada kamu. Ingat hanya Allah dan kematian. Ulamak bedah hati kita dan kita rasa sakit sebab kita ini berpenyakit.  Apa jua yang Nabi kasih maka Syaitan akan benci. Sama2lah kita suloh diri masing2. Semoga jalan kita benar.

    Ikhlas Rahsia Allah

    Demikian ketentuan Allah. Satu ketentuan yang pasti kita akan hadapi satu hari nanti. Batas di mana manusia tidak dapat berdalih lagi. Hari di mana kita terpaksa menerima akibat dari usaha kita di dunia. Di hari itu orang yang tidak ikhlas akan melolong, memekik dan menyesal amalannya tertolak. Dia sangka dapat membohongi Allah, rupanya tidak. Allah lebih tahu darinya tentang gerak hatinya sendiri. Marilah kita insaf dari sekarang, betulkan niat kita ketika melakukan suatu amalan. Mohon dari Allah agar diberiNya hati yang ikhlas, sebab ikhlas anugerah daripada Allah. Dalam satu hadis Qudsi Allah berfirman yang bermaksud:

    “Ikhlas adalah satu rahsia dalam rahsia-rahsia-Ku. Aku titiskan ia dalam hati hamba-hambaku yang Aku mangasihinya” (Riwayat Abu Hasan Al Basri)

    Kerana ikhlas satu rahsia Allah tentu tidak mungkin kita dapat mengetahui siapa yang ikhlas dan siapa yang tidak. Malah diri kita sendiri pun mungkin kadang-kadang susah untuk dipastikan apakah amalan kita itu ikhlas atau sebaliknya. Kita tidak boleh mengatakan diri kita ikhlas “saya ikhlas”.

    Walaupun ikhlas adalah rahsia Allah namun islam membuat satu garis panduan unutk mengukur hati kita dan membentuknya supaya benar-benar ikhlas. Di antara tanda-tanda ikhlas dalam satu amalan apabila orang memuji atau mencaci amalan kita, kita rasa sama saja. Pujian tidak membanggakan kita dan kejian tidak menyusahkan. Itulah tanda ikhlas. Maknanya amalan itu betul-betul dibuat kerana Allah. Kerana itu kalau manusia cerca, caci atau hina, hati pun tidak cacat, tidak timbul perasaan marah, dendam atau ingin membela diri atau melawan orang yang menghina itu.

    Begitu juga, kalau orang puji, pujian itu tidak membekas di hatinya. Tidak timbul rasa bangga, puas hati dan juga dan juga tidak bertambah kasih sayangnya pada orang yang memuji itu, disebabkan oleh pujiannya. Bagi orang-orang yang ikhlas, pujian dan kejian tidak pernah difikirkan apalagi hendak di harapkan. Mereka sangat takut kalau-kalau Allah menolak amalan dan memurkai mereka. Sebaliknya mereka sangat ingin Allah menerima baik amalan-amalan mereka serta meredhai mereka. Mereka sanggup mengetepikan kepentingan sendiri dalam usaha mencari keredaan Allah. Mereka tidak bimbang nasib diri, rugi atau untung, orang keji atau puji, menang atau kalah, yang penting supaya Allah menerima baik amalan mereka. Rasulullah SAW kerana menganjurkan sifat ikhlas telah bersabda yang bermaksud:

    “Berbuat baiklah pada orang yang berbuat jahat kepada kamu”

    Seseorang yang mencari keredaan Allah, akan sentiasa mencari peluang untuk berbakti kepada-Nya. Ketika orang lain bertindak jahat pada mereka, mereka akan merasa berpeluang untuk mendapat pahala dan kasih sayang Allah. Sebab itu kejahatan orang diterima baik dan dibalas dengan kebaikan pula.

    Hal itu benar-benar berlaku di kalangan orang-orang soleh dan muqarrobin. Ketika mendengar orang menghina mereka, langsung dihantarnya hadiah pada orang itu. Bila di Tanya apa tujuan hadiah itu,jawapan mereka adalah, ”Orang yang menghina kita sebenarnya memberi pahala kepada kita. Memberi pahala sama seperti memberi syurga. Jadi untuk membalas pemberian yang begitu besar pada kita,memang patutlah kita menghadiahkan sesuatu kepadanya”. Begitulah hati yang ikhlas. Dia tidak melatah kalau orang menggugat,malah gugatan itu mendekatkan dirinya pada Allah Taala.

    Berusaha untuk Ikhlas


    Posting kali ini adalah posting berseri dari judul “Berusaha untuk Ikhas“. Kita nanti akan memulai mengenal definisi ikhas, tanda-tanda ikhlas dan beberapa point ikhlas lainnya. Semoga Allah memudahkan.
    ***
    Allah akan senantiasa menolong kaum muslimin karena keikhlasan sebagian orang dari umat ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ
    Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan mereka dalam beramal.[1]
    Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa-id memberikan nasehat yang sangat indah tentang ikhlas, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa.”
    Perintah untuk Ikhlas
    Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
    Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.[2]
    Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
    وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
    Allah pun mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati hamba. Allah Ta’ala berfirman,
    قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
    Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”.” (QS. Ali Imran: 29)
    Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya riya’ –yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam firman-Nya,
    لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
    Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az Zumar: 65)
    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
    Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.[3] An Nawawi mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.”[4]
    Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
    مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
    Barangsiapa yang menutut  ilmu yang sebenarnya harus ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga pada hari kiamat nanti.[5]
    Pengertian Ikhlas Menurut Para Ulama
    Para ulama menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian, namun sebenarnya hakikatnya sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut.[6]
    Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”
    Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”
    Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.
    Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya’. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.
    Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:
    1. Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
    2. Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
    3. Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
    Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.”
    Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari perkataan ulama di atas.
    1. Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.
    2. Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
    3. Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
    4. Mengharap balasan dari amalannya di akhirat.
    Nantikan pembahasan selanjutnya mengenai tanda-tanda ikhlas. Semoga Allah memudahkan dalam setiap urusan.
    Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
    Artikel http://rumaysho.com


    [1] HR. An Nasa-i no. 3178. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
    [2] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Khattab.
    [3] HR. Muslim no. 2985, dari Abu Hurairah.
    [4] Syarh Muslim, An Nawawi, 9/370, Mawqi’ Al Islam.
    [5] HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
    [6] Kami ambil perkataan-perkataan ulama tersebut dari kitab At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H.

    Tiga Ciri Orang Ikhlas

    Ilustrasi
    Ilustrasi
    dakwatuna.com – Jika ada kader dakwah merasakan kekeringan ruhiyah, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati, hasad, perselisihan, friksi, dan perbedaan pendapat yang mengarah ke permusuhan, berarti ada masalah besar dalam tubuh mereka. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Butuh solusi tepat dan segera.
    Jika merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46). Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, “Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,” Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”
    Karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik. Hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.
    Kedudukan Ikhlas
    Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162). Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” Rasulullah saw. bersabda, “Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.”
    Tatkala Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, “Engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”
    Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt. di surat Al-Kahfi ayat 110.
    Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”
    Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau berkata, “Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”
    Makna Ikhlas
    Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
    Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
    Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.
    Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.
    Buruknya Riya
    Makna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
    Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?'” (HR Ahmad).
    Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw., “Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir.” (HR Abu Dawud)
    Ciri Orang Yang Ikhlas
    Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:
    1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”
    Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.
    Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”
    2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)
    Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
    3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.
    Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.

    Arti Makna Ikhlas

    Ikhlas adalah salah satu hal yang bisa menyebabkan suatu amalan ibadah kita diterima Allah Ta'ala. Yang dimaksud dengan pengertian ikhlas adalah memurnikan ibadah atau amal shalih hanya untuk Allah dengan mengharap pahala dari Nya semata. Jadi dalam beramal kita hanya mengharap balasan dari Allah, tidak dari manusia atau makhluk-makhluk yang lain. Demikian adalah pengertian Ikhlas dalam Islam.

    Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa makna ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: "Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan."

    Arti Makna Ikhlas

    Berhati-hatilah bila dalam beramal dalam hati kita menginginkan sesuatu dari tujuan-tujuan duniawi. Karena hal tersebut bisa menjadi pertanda kebinasaan karena Allah tidak akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang berterbangan sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam QS Al-Furqan: 23 yang artinya: "Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan"

    Ikhlas memang tidak mudah. Akan tetapi kita harus belajar dan mempraktekkan keihlasan itu sendiri. Demikian pula seperti yang tercantum dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya" (HR. Muslim).

    Ada beberapa hal yang merusak keikhlasan seseorang yaitu :
    1. Riya’. Pengertian riya adalah seseorang menampakan amalnya dengan tujuan orang lain melihatnya dan memujinya. Dan hal inilah yang termasuk pembatal ikhlas dalam islam. Sehingga kita harus berhati-hati terhadap ikhlas dan menanyakan pada diri kita sendiri Sudah Ikhlaskah Kita ?. Dan ini termasuk dalam perbuatan syirik dan dikategorikan syirik kecil. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya : ‘Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya’, ‘Pergilah kalian kepada apa-apa yang membuat kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mandapat balasan dari mereka’"(HR. Ahmad ).
    2. Ujub. Yang dimaksud dengan pengertian ujub adalah adalah seseorang berbangga diri dengan amal-amalnya. Para ulama menerangkan bahwa ujub merupakan sebab terhapusnya pahala seseorang, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ujub sebagai hal-hal yang membinasakan. Beliau bersabda yang artinya: "Hal-hal yang membinasakan ada tiga yaitu: berbangganya seseorang dengan dirinya, kikir yang dituruti, dan hawa nafsu yang diikuti"(HR. Al-Bazzar ).
    3. Sum’ah. Pengertian sumah adalah adalah seseorang beramal dengan tujuan agar orang lain mendengar amalnya tersebut lalu memujinya. Maka bahaya sum’ah sama dengan bahaya riya’ dan pelakunya terancam tidak akan mendapatkan balasan dari Allah, bahkan Allah akan membuka semua keburukannya di hadapan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya : "Barangsiapa yang memperdengarkan amalannya maka Allah akan memperdengarkan kejelekan niatnya dan barang siapa yang beramal karena riya’ maka Allah akan membuka niatnya di hadapan manusia"(HR. Bukhari dan Muslim).
    DOSA: Sejarah, Kesan Dan Cara Memohon Keampunan

     Posted by Sueozana Labels:

    Pedoman Hidup Sejarah Dosa Sejarah bermulanya dosa berlaku dari penentangan iblis di syurga terhadap perintah Allah s.w.t tehadapnya dan malaikat agar tunduk dan sujud kepada Nabi Adam a.s. Keengganan iblis telah menyebabkan kemurkaan Allah s.w.t. Sifat sombong dan takbur iblis itu telah menyebabkan Allah s.w.t. menghalaunya keluar dari syurga sebagaimana firman Allah s.w.t: "Turunlah kamu dari syurga itu kerana kamu tidak sepatutnya menyombong diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk golongan yang hina" (Al-A'raf :13). Sementara itu, Nabi Adam a.s telah melakukan dosa pertama sebagai manusia apabila tertipu dengan helah iblis supaya cintakan nafsu, harta dan keabadian hidup dengan memakan buah Khuldi (di dalam syurga) yang telahpun dilarang Allah s.w.t. dari memakannya. Sebagaimana firman Allah s.w.t: "Kemudian syaitan membisikkan fikiran jahat kepadanya dengan berkata: Hai Adam, mahukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (pohon kekekalan) dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (Taha:120) Ternyata iblis sendiri tidak berani memakan buah larangan tersebut dan dia hanya berbohong kepada Adam dan isterinya semata-mata agar mereka melanggar perintah Allah s.w.t. Ia menjadi pengajaran kepada umat manusia seterusnya supaya berwaspada dengan cara syaitan dan iblis menyesatkan manusia pada saat hati manusia kosong dari iman, sedangkan manusia terlalu menginginkan kesenangan dan kehidupan abadi. Dengan melanggar syari'at Allah s.w.t, Adam a.s dan Hawa isterinya telah dimurkai Allah s.w.t. dan diturunkan ke bumi dan melalui kehidupan yang derita dan sengsara, berbanding kehidupan mereka yang bahagia dan penuh kemuliaan di syurga. Menyedari kemurkaan Allah s.w.t, Adam a.s telah bertaubat nasuha dan dan taubatnya diterima Allah s.w.t sebagaimana firmanNya: "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah:37) Dosa pertama di dunia telah berlaku apabila iblis berjaya menyesatkan anak lelaki Adam a.s iaitu Qabil, supaya membunuh saudaranya Habil. Qabil membunuh Habil apabila ia tidak puas hati dan cemburu dengan Habil yang akan dikahwinkan dengan saudara kembar Qabil yang rupawan. Peristiwa ini tersebut dalam firman Allah s.w.t. dalam surah Al-Maidah:27-31. Sesungguhnya syaitan atau iblis sentiasa menjalankan tipu daya dan berusaha bersungguh-sungguh untuk menyesatkan umat manusia, sebagaimana janjinya kepada Allah s.w.t, kecuali mereka yang patuh kepada Allah s.w.t seperti firmanNya yang bermaksud: "Kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas di antara mereka." (Shad:83) Manusia yang engkar pada perintah Allah s.w.t. dan terus menerus bergelumang dalam kesesatan, kezaliman, kefasikan akan mudah dikuasai oleh syaitan, dan menjadi sebahagian dari tentera iblis yang amat setia dalam mempengaruhi menusia lain ke arah jalan yang menyesatkan. Tokoh-tokoh "manusia syaitan" ini terlalu ramai dalam kehidupan masyarakat hari ini. Di antaranya para ulama yang berbuat bid'ah, dukun yang penipu, pemerintah yang zalim dan sebagainya. Mereka mencari keuntungan dunia dan memperjuangkan kepentingan peribadi semata-mata. Manusia sering diperingatkan agar menjauhi dosa kerana azab dan siksaan dari Allah s.w.t bagi yang melakukannya teramat pedih. Di antara Firman Allah s.w.t ialah: "Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa akan diberi pembalasan (pada hari kiamat) disebabkan apa yang telah mereka kerjakan" (Al-An'am:120) "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, nescaya kami hapuskan kesalahanmu (dosa-dosa kecil), dan kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (syurga)" (An-Nisa':31) "Maka bersabarlah kamu dalam melaksanakan ketetapan Tuhanmu dan jangan kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka" (Al-Insan:24) Jenis-jenis dosa Berdasarkan keterangan dari Al-Quran dan hadis, dosa terbahagi kepada dua,iaitu dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil. Ini berdasarkan berat atau ringannya siksaan yang diterima apabila melakukan dosa tersebut. Bagaimanapun, dosa-dosa kecil itu jika dibiarkan, ia akan sering dilakukan dan menjadi perangsang untuk melakukan dosa-dosa besar yang amat berat siksaannya. Sekecil-kecil dosa adalah perkataan yang lahir di dalam hati. Manakala dosa-dosa besar pula di antaranya adalah menyekutukan (menduakan) Allah s.w.t, membunuh manusia dengan sengaja, meninggalkan solat, meninggalkan puasa di bulan Ramadhan, berzina, meminum arak, homoseks, memakan harta anak yatim, berjudi, membunuh diri, anak yang mendurhakai ibu bapanya, isteri yang mendurhakai suaminya, memakan makanan yang diharamkan Allah, lelaki yang mengahwini kembali isterinya setelah ditalaq tiga sebelum isterinya berkahwin lain dan diceraikan oleh suami barunya, lelaki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya, membuat patung dan banyak lagi. Kesan dari perlakuan dosa Bagi orang yang melakukan dosa, mereka telah melanggar perjanjian awalnya dengan Allah s.w.t. sewaktu masih di alam roh dahulu. Kepastian janji ini di sebut oleh Allah dalam firmanNya yang berbunyi: "Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah s.w.t. mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (sambil berfirman) 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab, 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.' Kami lakukan yang demikian itu agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan 'Sesungguhnya kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (KeEsaan Tuhan)." (Al-Alaf:172) Apabila manusia dilahirkan ke dunia, dengan senang mereka melupai janji-janji pada Allah s.w.t. yang mencipta mereka kerana mereka mempunyai sifat pelupa. Hanya mereka yang mengikut ajaran nabi dan rasul sahaja yang akan mengingati kembali perjanjian mereka serta sujud menyembah Allah s.w.t. kerana mereka inilah yang membawa pengajaran dan peringatan dari Allah kepada hambaNya supaya tidak sesat atau berbuat dosa. Firman Allah s.w.t: "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum mu, agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah:21) Semakin banyak seseorang itu melakukan dosa, semakin nipislah darjat keimanannya serta semakin kuranglah rahmat yang diterimanya dari Allah Yang Maha Pencipta. Sedangkan nur iman dalam diri seseorang manusia itu sentiasa berubah-ubah mengikut tahap amalan yang dilakukannya. Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Barangsiapa yang berzina atau meminum arak, maka Allah mencabut imannya sebagaimana seseorang melepaskan bajunya melalui kepalanya" (Hadis riwayat Hakim) Sesungguhnya Islam adalah agama yang benar di sisi Allah s.w.t. Ia mengatur kehidupan manusia dengan cara yang lebih sempurna baik dari segi hubungannya dengan Tuhannya Yang Maha Mencipta mahupun sesama manusia. Walau sehebat manapun seseorang manusia itu, segala keuntungan dan nikmat adalah dari Allah Yang Maha Pemurah. Justeru semuanya bersifat fana' (sementara). Dia sentiasa memerlukan perhubungan dengan Penciptanya Allah s.w.t. untuk memohon rezeki dan menyatakan kesyukurannya. Dalam mengadakan hubungan dengan Allah s.w.t. manusia diseru supaya bersolat. Sedekat-dekat manusia pada Allah s.w.t. adalah sewaktu mereka sujud dan diwaktu inilah kita digalakkan berdoa. Namun, bagi mereka yang sering kelalaian, mengingkari perintahNya dan melakukan dosa tanpa bertaubat, maka terputuslah hubungannya dengan Allah s.w.t. Mereka akan diliputi kehinaan dan kemurkaan Allah s.w.t. Manusia yang berdosa tidak akan diterima doanya oleh Allah s.w.t. kerana mereka tergolong dalam golongan orang-orang yang derhaka dan melampaui batas. Hati orang yang berdosa akan keresahan dan tidak tenteram. Penyakit rohani ini akan mengganggunya dari merasai kebahagiaan dan ketenangan hidup. Mereka membiarkan diri berada di dalam genggaman syaitan dengan membiarkan nafsu menguasai jiwa mereka. Manakala syaitan pula mengambil kesempatan ini untuk mendorong mereka melakukan dosa-dosa kecil dan besar. Allah s.w.t. berfirman yang maksudnya: "Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruhku kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yussuf:53) Manusia adalah makhluk yang tidak mampu hidup sendirian, baik dari segi kejiwaan mahupun hubungan sosial. Allah s.w.t. mencipta manusia dalam bentuk sendiri, kemudian diciptakanNya pasangan lalu berkembang dan menjadi ramai sehingga membentuk institusi keluarga dan masyarakat global. Manusia perlu saling berkait dan bantu membantu dalam membentuk peradaban mereka. Namun hasil dari desakan jiwa orang-orang yang berdosa ini, mereka sentiasa mencari jalan ke arah perpecahan sesama manusia, menganiaya serta menindas di antara satu sama lain. Merekalah yang mencipta kerosakan di bumi Allah ini. Walaupun Allah s.w.t. telah mencipta manusia dengan mertabat yang tinggi, namun disebabkan keangkuhan mereka serta ketaksuban mereka dengan hasutan syaitan, mereka telah menjadi hina dan Allah s.w.t. telah merendahkan golongan yang berdosa ini lebih rendah dari mertabat binatang! Firman Allah s.w.t: "Sesungguhnya Kami telah mencipta manusia itu dalam sebaik-baik kejadian, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya" (At-Tin:4-5) Allah s.w.t. akan memperingati dan menghukum hambaNya dengan berbagai cara. Di antara peringatan dan hukuman yang amat ditakuti oleh manusia yang masih hidup adalah bencana seperti bencana alamdan wabak penyakit. Banjir, taufan, kebakaran, gempa bumi, tsunami dan berbagai lagi, sering diturunkan Allah s.w.t. kepada hamba-hambaNya agar insaf dan menyedari kekuasaan Allah s.w.t. Bukan sedikit nyawa dan harta yang telah musnah, namun manusia hanya mengambil iktibar dalam masa yang singkat dan semakin lama mereka mula melupakanNya. Cara Memohon Keampunan: 1-Bertaubat Allah s.w.t. telah memerintahkan hambaNya agar segera bertaubat sekiranya melakukan sebarang dosa. Firman Allah s.w.t: "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar (dengan penuh keinsafan dan tidak mengulangi dosa tersebut-p)." (At-Tahrim:8) "Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya serta memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan." (As-Syura:25) Allah s.w.t. menyeru umat manusia agar berusaha menyelamatkan diri dari siksaan azab kubur dan api neraka sebelum maut datang menjemput sebagaimana firmanNya: "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan kerana kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima oleh Allah taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima oleh Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka barulah ia mengatakan 'sesungguhnya saya bertaubat sekarang.' Tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati sedangkan mereka dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksaan yang pedih." (An-Nisa'17-18) Allah s.w.t. juga memerintahkan manusia supaya memohon keampunan dariNya, memperbanyakkan amal kebajikan serta mendekatkan diri kepadaNya. Firman Allah s.w.t: "Dan bersegeralah kamu kepada keampunan Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, iaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik pada waktu lapang mahupun pada waktu sempit (kesusahan-p) dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan orang. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. Balasan untuk mereka itu ialah keampunan dari Tuhan mereka dan syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal." (Al-Imraan:133-136) Nabi Muhammad s.a.w. telah menyeru umatnya agar sentiasa bertaubat kepada Allah s.w.t, di antara sabdanya ialah: "Wahai sekelian manusia, bertaubat dan memohon ampunlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya aku sendiri bertaubat setiap hari sebanyak 100 kali." (Hadis riwayat Muslim) "Sesungguhnya Allah s.w.t. sentiasa membuka kekuasaanNya pada malam hari supaya orang yang melakukan dosa pada siang hari mahu bertaubat dan juga membuka kekuasaanNya pada siang hari supaya orang yang melakukan dosa pada malam hari mahu bertaubat. Hal yang demikian itu terus berlangsung sehingga matahari terbit dari barat (pintu taubat tertutup-p)." (Hadis riwayat Muslim) Syarat-syarat diterima taubat Taubat bagi dosa yang dilakukan oleh MANUSIA TERHADAP TUHAN,serta tidak melibatkan hubungannya dengan manusia lain, terdapat 3 syarat baginya: 1-Tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu lagi 2-Benar-benar menyesal di atas perbuatan dosa yang dilakukan 3-Bertekad di dalam hati TIDAK akan melakukan dosa itu lagi selama-lamanya. Taubat bagi dosa yang dilakukan oleh manusia terhadap SESAMA MANUSIA, terdapat 4 syarat baginya iaitu 3 syarat di atas dan ditambah lagi dengan syarat ke 4, iaitu mesti dapat membebaskan diri dari HAK orang yang punya. Bermakna dia harus mengembalikan harta orang tersebut atau jika ia bebbentuk hukuman, dia harus menyerahkan diri kepada orang tersebut untuk menerima hukuman atau memohon dimaafkan. 2-Solat Tasbih Melakukan solat Tasbih adalah satu cara memohon keampunan dari Allah s.w.t dari segala dosa-dosa yang kita lakukan. Ia merupakan cara bertaubat yang amat afdhal yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Ia adalah solat sunat 4 rakaat. Bacaannya sama seperti solat fardhu 4 rakaat cuma niatnya berbeza dan ditambah dengan bacaan tasbih pada waktu tertentu. Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saudaranya Abbas bin Abdul Muttalib: "Wahai bapa saudaraku! Sukakah jika aku berikan hadiah istimewa untukmu? Aku ajarkan sepuluh perbuatan yang dapat menghapuskan sepuluh jenis dosa. Jika kau melakukannya, maka Allah mengampuni dosa-dosamu, baik yang awal mahupun yang akhir, baik yang lama mahupun yang baru, baik yang tidak sengaja mahupun yang sengaja, yang kecil dan yang besar, yang tersembunyi dan yang nyata. Sepuluh kelakuan itu ialah solat sebanyak 4 rakaat. Setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surah, selesai membaca itu dalam rakaat pertama, lalu bacalah ketika masih berdiri: 'Subhanallahi walhamdulilahi walaa ilaa ha illallahu Allahu akbar' sebanyak 15 kali kemudian rukuk,dan semasa rukukini bacalah seperti di atas 10 kali. kemudian 'iktidal dari rukuk dan baca lagi 10 kali kemudian turun untuk sujud dan baca lagi 10 kali, angkat kepala dari sujud dan bacalah 10 kali, kemudian sujud dan bacalah 10 kali kemudian angkat kepala dari sujud, di waktu duduk istirehat bacalah 10 kali. Kesemuanya berjumlah 75 kali dalam setiap rakaat. Demikianlah yang harus di kerjakan pada setiap rakaat dalam ke semua 4 rakaat itu. Jika dapat mengerjakannya sekali sehari, kerjakanlah. Jika tidak dapat,boleh sejumaat sekali. Jika tidak dapat sebulan sekali, jika tidak dapat, kerjakanlah setahun sekali. jika tidak dapat jugak, maka kerjakanlah sekali seumur hidup." (Hadis riwayat Abu Daud, Ibn Majah dan Tabrani) Cara solat tasbih: ~Bacaan: sebagaimana terkandung dalam sabda Nabi Muhammad s.a.w di atas. ~Niat solat tasbih: "Usolli sunnatan Tasbih, arba 'aa rokaataini lillahi ta'ala." 3-Berselawat i- "Allahumma solli 'alaa sayyidinaa muhammadin abdika wa nabiyyika wa rosuulikannabiyyi al umyyi" Ertinya:Ya Allah, limpahkanlah rahmat ke atas sayidina Muhammad seorang hamba, Nabi dan utusanMu yang Ummi. Selawat di atas dikatakan dapat menghapus dosa selama 80 tahun. Ia diamalkan selepas Asar di hari Jumaat dan dibaca sebanyak 80 kali. ii-"Allahumma solli 'alaa sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihi wasallam" Ertinya:Ya Allah, semoga Engkau berikan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad dan para keluarga dan limpahkanlah keselamatan." 4-Berdoa Doa adalah senjata orang-orang mukmin. Berdoalah semoga kita diberi keampunan setiap kali kita melakukan dosa dan kesilapan. Di antara saat- saat mustajab doa adalah sewaktu sujud solat fardhu, sewaktu hujan, sewaktu azan, selepas solat 'Asar, sepanjang bulan Ramadhan, Rejab, semasa Nisfu Sya'aban, selepas menunaikan solat sunat di masjid Nabawi, dan sewaktu menunaikan Haji di Makkah. Semoga kita dapat mengelakkan diri dari berbuat dosa-dosa besar. Mohonlah keampunan dari Allah s.w.t. sepanjang masa, kerana manusia tidak dapat lari dari melakukan kesilapan dan dosa. Berdoalah agar Allah s.w.t. melindungi kita dan keturunan kita dari hasutan syaitan dan iblis laknatullah. Semoga Allah s.w.t. merahmati kita sebagai hambaNya yang solih di dunia dan akhirat. Semoga kita selamat dari segala bencana, selamat dari segala azab kubur dan api neraka. Mudah-mudahan kita tergolong sebagai hambaNya yang dapat menghuni syurgaNya yang indah dan penuh rahmat. Maha Suci Allah, sesungguhnya Engkaulah Tuhan Yang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pemurah, ampunilah dosa-dosa kami serta berkatilah perjalanan hidup kami di dunia dan akhirat. Amiin Yaa Rabbal 'aalamiin... Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt

    Apa Itu Ibadah Yang Ikhlas? Senin, 28 Januari, 2008

    Posted by Quito Riantori in Artikel, Bilik Renungan.
    trackback
    ibadah-ikhlas.jpg
    Allah Swt berfirman :
    Al-Ikhlas itu adalah salah satu dari rahasia-rahasia-Ku,
    yang telah Aku titipkan ke dalam hati
    orang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku.

    (Hadits Qudsi,
    Bihar al-Anwar 70 : 249)
    Menurut bahasa, kata ikhlash berasal dari akar kata : khalasha – yakhlushu – khulushan – khalashan, yang artinya : murni, atau tidak bercampur (dengan unsur lainnya). Dari akar kata ini banyak makna lainnya di antaranya : bersih, jernih, khusus, menyendiri, yang dipilih, sampai, lepas, bebas, terhindar, selamat, memisahkan, habis, mencintai, tulus, membalas, selesai, inti, sari, jalan keluar, penolong, dan jujur. 16]
    Keikhlasan adalah anugerah misterius yang dikaruniakan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang berhati suci, dan selalu meningkatkan dan memperdalam iman serta penghambaannya. 17]
    Di dalam irfan atau tasawwuf, ikhlas memiliki istilah tersendiri. Khwajah Abdullah al-Anshari qs mengatakan, ”Arti ikhlas adalah membersihkan perbuatan dari segala ketidakmurnian” Dan ketidakmurnian di sini adalah ketidakmurnian umum, termasuk apa yang timbul dari keinginan untuk menyenangkan diri sendiri dan makhluk lain.” 18]
    Ikhlash juga berarti : membebaskan perbuatan dari selain Tuhan yang berperan dalam perbuatan tersebut, atau suatu motivasi perbuatan yang tidak menginginkan balasan dunia mau pun akhirat. 19]
    Penulis Gharaib al-Bayan menyebutkan bahwa : orang ikhlas itu adalah orang yang beribadah kepada Allah sedemikian rupa sehingga tidak memperhatikan kalau dirinya itu sedang beribadah, juga tidak memperhatikan dunia atau penghuninya, juga tidak melebihi batas-batas hamba dalam melihat Tuhan.
    Syaikh al-Muhaqqiq Muhyiddin Ibn al-‘Arabi mengatakan, ”Bagi Allah-lah kesetiaan yang tulus, yang bersih dari semua noda dan egoisme. Dan kamu harus sepenuhnya sirna (fana) dalam Dia agar Dia tersambung dengan esensi, perbuatan dan agamamu. Selama kesetiaan belum disucikan secara hakiki, kesetiaan itu bukanlah untuk Allah.” 20]
    Ibadah orang-orang yang tulus merupakan jejak manifestasi (tajaliyyat) Sang Kekasih, dan yang senantiasa ada di hatinya hanyalah Zat Allah.
    Imam Ali as mengatakan, “Beruntunglah orang yang telah memurnikan (akhlash) penghambaan dan do’anya hanya kepada Allah dan hatinya tidak disibukkan oleh apa-apa yang dilihat matanya, dan ia tidak lupa dari berzikir kepada Allah karena apa-apa yang didengar telinganya, dan hatinya tidak sedih karena karunia yang diberikan kepada selain dirinya.” 21]
    Rasulullah saww bersabda, “Semua orang yang berilmu itu (al-‘ulama) celaka kecuali yang beramal dan semua orang yang beramal itu celaka kecuali orang yang ikhlas dan orang ikhlas itu senantiasa dalam kekhawatiran.” 22]

    Manusia tidak pernah aman dari kejahatan setan dan egonya sampai akhir hayatnya. Dia tidak boleh membayangkan bahwa setelah ia berbuat ikhlas semata-mata demi Allah tanpa adanya keinginan untuk menyenangkan makhluk, kemurniann perbuatannya akan selalu aman dari kejahatan godaan setan, lintasan-lintasan ego dan hawa nafsu.

    Jika ia tidak senantiasa waspada, niscaya suatu waktu ia akan tergelincir ke dalam bentuk riya atau ‘ujub yang sedemikian halus sehingga ia tidak menyadarinya. Sebentar saja manusia lalai, maka kendali egonya pun akan terlepas dan menyeretnya kepada perbuatan buruk dan tercela.
    Sesungguhnya nafs (ego) manusia itu senantiasa mengajak kepada kejahatan, kecuali kalau Tuhan mengasihi” (QS 12 : 53)

    HAKIKAT IKHLAS
    Rasulullah saww bersabda, ”Setiap kebenaran itu ada hakikatnya dan tidaklah seorang hamba dapat mencapai hakikat keikhlasan sampai ia merasa tidak suka dipuji atas amal (ibadah) yang ditujukannya kepada Allah.” 23]

    Imam Ali as berkata, ”Barangsiapa yang tidak bertentangan apa yang ada dalam hatinya dengan apa yang ia nyatakan, dan tidak bertentangan pula perbuatan dan perkataannya, maka sungguh ia telah menunaikan amanah dan telah memurnikan (akhlas) penghambaannya.” 24]

    Amal yang bernilai dalam pandangan Allah adalah amal yang dilakukan semata-mata untuk ‘menyenangkan’-Nya, betapa pun kecilnya amal itu. Amal sedikit yang dilakukan dengan ikhlas lebih disukai-Nya ketimbang banyak tetapi tidak ikhlas.
    Rasulullah saww bersabda, ”Ikhlas-kanlah hatimu, niscaya mencukupimu walau dengan sedikit amal.” 25]

    Amal perbuatan merupakan gambaran yang tidak hidup, namun keikhlasan di dalamnya memberikan ruh kehidupan padanya. 26]

    Secara lahiriah, shalat Ali bin Abi Thalib as tidak berbeda dengan shalat orang-orang munafik. Namun secara batini, shalat Ali bin Abi Thalib memiliki nilai spiritual tertinggi yang mampu mengangkat ruhnya terbang ke langit, bermi’raj menghadap Tuhan.

    Orang yang hatinya dibangkitkan oleh keikhlasan tidak peduli apakah orang lain akan mencela atau menyanjung amalnya atau tidak. Ia benar-benar tidak peduli bahkan apakah amal ibadahnya itu akan diberikan ganjaran atau tidak.

    Perhatian orang yang ikhlas tidak pernah berubah, baik ia berada dalam keadaan susah mau pun senang. Hatinya hanya tertuju kepada Sang Kekasih, tidak kepada yang lain.

    Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan (mukhlishina) ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS 98 : 5)

    Mereka tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah. Namun ibadah yang dicelup dengan warna ikhlas. Orang yang memberikan tempat kedua bagi Tuhan dalam hatinya sebenarnya ia tidak memberikan tempat sama sekali bagi Tuhan. 27]

    Jika amal dan keikhlasan kita umpamakan sebagai sepasang sayap, maka takkan mungkin kita dapat terbang tanpa sepasang sayap. Rumi mengatakan :

    Engkau mesti ikhlas dalam beramal,
    agar Tuhan Yang Maha Agung menerimanya.
    ikhlash adalah sayap amal ibadah,
    tanpa sayap, bagaimana engkau dapat
    terbang ke tempat bahagia?

    Laa hawla wa laa quwwata illa billah.

    Tiada ulasan: