YANG
DAPAT DIHARAP DARI RAHMAT ALLAH S.W.T.
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Saya
telah mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Allah
telah menjadikan rahmat dalam seratus bahagian, maka ditahan pada-Nya
yang sembilan puluh sembilan dan diturunkan dibumi satu bahagian, maka dengan
satu bahagian itumasing-masing makhluk berkasih sayang sehingga kuda mengangkat
kakinya kerana khuatir memijak anaknya."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Alhasan berkata: "Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya Allah
mempunyai seratus rahmat, diturunkan kebumi hanya satu rahmat untuk penduduk
dunia, maka mencukupi hingga habis ajal mereka, dan Allah
akan mencabut rahmat itu yang satu pada hari kiamat untuk mengenapkan pada yang
sembilan puluh sembilan, untuk diberikannya kepada para wali dan ahli taat
kepada-Nya."
Abul-Laits berkata: "Rasulullah s.a.w. telah
menerangkan kepada kaum mukmin rahmat Allah s.w.t. supaya
mereka bersyurkur kepada yang telah memuliakan mereka dengan rahmat-Nya
dan rahmat amal soleh, sebab siapa yang mengharapkan rahmat Allah
s.w.t. harus beramal mengikut petunjukNya untuk mencapai rahmatNya.
Allah s.w.t. berfirman:
"Inna rahmatallahi qaribun
minal mukhsinin."
Yang bermaksud: "Sesungguhnya rahmat Allah itu
dekat pada orang-orang yang berbuat baik."
"Faman kana yarju liqa'a
rabbihi fal ya'mal amalan shaliha"
Yang bermaksud: "Maka siapa yang mengharap
mendapat rahmat dan bertemu kepada Tuhan-Nya, maka hendaklah beramal soleh."
Ibn Abbas r.a. berkata: "Ketika turun ayat: "Warahmati
wasi'at kulla syai'i." Yang bermaksud: "Rahmat-Ku
meliputi segala sesuatu.", maka iblis laknatullah
menonjol-nonjolkan diri sambil berkata: Saya termasuk dari sesuatu, tentu saya
akan mendapat bahagian dari rahmat-Nya."
Demikian pula kaum Yahudi dan Nashara (Kristien), kemudian diturunkan
lanjutannya: "Fasa aktubua lilladz ina yattaquna
wayu'tunazzakat walladzina hum biayatina yuminun." Yang
bermaksud: "Maka Aku tetapkan rahmat-Ku pada
orang-orang yang taqwa, jaga-jaga diri dari syirik dan mengeluarkan zakat, dan
mereka percaya pada ayat-ayat Kami."
Iblis laknatullah patah harapan untuk mendapat rahmat tetapi Yahudi dan Nashara
merasa tidak syirik dan sudah mengeluarkan zakat dan percaya pada kitab
Allah s.w.t. Kemudian turun ayat lajutannya: "Alladzina
yattabi Uunarsulan nabiyyal ummiya." Yang bermaksud: "Ialah
mereka yang mengikuti rasul nabi yang ummi yaitu Nabi Muhammad s.a.w."
Sampai disini kaum Yahudia dan Nashara putus dari rahmat Allah
s.w.t. Oleh sebab itu maka kewajipan utama bagi tiap-tiap orang mukmin
memuji syurkur kepada Allah s.w.t. atas kurniaan
nikmat iamn yang diberikan Allah s.w.t. kepadanya,
disamping mengharapkan semoga segala dosa-dosanya diampunkan oleh Allah
s.w.t.
Yahya bin Mu'adz Arrazi dalam doanya berkata: "Ya
Allah, Engkau telah menurunkan satu rahmat dan memuliakan kami dengan
rahmat beragama Islam, apabila melengkapkan rahmat yang merata, bagaimana kami
tidak akan mengharapkan pengampunan-Mu."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Said Al-khudri r.a. berkata:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Ada seorang
masuk syurga tanpa amal kebaikan, hanyaketika ia akan mati berpesan kepada
keluarganya: "Jika saya meninggal bakar mayatku dan tumbuk tulang-tulangku
sampai halus kemudian abunya taburkan separuh didarat dan separuh dilaut, maka
ketika mati, dilaksanakan wasiatnya. Maka Allah menyuruh
darat dan laut supaya mengumpulkan abunya, kemudian ketika ditanya: "Mengapa
kau berbuat sedemikian itu?" Jawabnya: "Kerana takut kepadaMu
Tuhan. Maka Allah mengampunkan baginya
kerana takutnya kepada Tuhan itu."
Abul-Laits meriwayatkan dari Athaa' dari seorang sahabat Rasulullah
s.a.w. berkata: "Rasulullah s.a.w.
datang kepada kami sedang kami tertawa. Lalu Rasulullah
s.a.w. bersabda: "Apakah kamu tertawa sedang api neraka menanti
dibelakangmu. Demi Allah, saya tidak senang melihat
kamu tertawa." Maka Rasulullah s.a.w. pergi
membelakangi kami, sedang kami diam, seolah-oalh ada burung diatas kepala kami,
kemudian kembali berjalan mundur kepada kami lalu bersabda: "Allah
telah berfirman: "Nabbi'ibadi anni anal
ghafuruuahim, wa anna adzabi huwal adzabul aliem" Yang bermaksud:
"Mengapa kau mematahkan hati hambaKu,
beritakan kepada mereka hambaKu
bahawa Aku maha
mengampun dan penyayang dan siksaKu,
siksa yang sangat pedih."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Amr Al-ash berkata:
"Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya
bagi Allah tidak ada dosa yang tidak dapat
diampunkannya, ada pada ummat yang sebelum kamu seorang yang telah membunuh
sembilan puluh sembilan orang kemudian pergi kepada pendeta dan berkata: "Saya
telah membunuh sembilan puluh sembilan jiwa, apakah ada jalan bagiku untuk
bertaubat?" Jawab pendeta: "Tidak ada, sebab perbuatanmu sudah
melampaui batas." Maka segera ia berdiri dan langsung membunuh pendeta itu
sehingga genap yang dibunuh seratus orang. Kemudian pergi ke pendeta yang lain
dan berkata: "saya telah membunuh seratus orang, apakah ada jalan bagiku
untuk bertaubat?" Jawab pendeta itu: "Sebenarnya perbuatan mu sudah
melampau dan saya tidak mengetahui, hanya disana ada dua dusun, yang satu
bernama Bushro dan penduduknya orang-orang baik yang selalu mengerjakan amal
ahli syurga, sedang yang lain bernama Kafrah, penduduknya hanya berbuat derhaka
melakukan amal ahli neraka, maka bila kamu pergi ke Bushro dan mengikuti amal
perbuatan mereka, maka jangan ragu bahawa taubat mu akan diterima." Maka
pergilah ia ke Bushro, dan ketika ia ditengah jalan jatuh mati, maka
bertengkarlah Malaikat Siksa dan Malaikat Rahmat, sehingga bertanya kepada Tuhan.
Maka disuruh: "Ukur saja maka kedusun mana ia lebih dekat, masukkan ia
kegolongan penduduknya." Tiba-tiba terdapat ia lebih dekat kedusun Bushro
sekadar ujung jari, maka ia tercatat dari golongan penduduknya."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdullah bin Mas'ud berkata: "Tiga
macam yang saya berani bersumpah sedang yang keempat bila saya bersumpah pasti
benar:
-
Allah s.w.t. tidak akan memelihara seseorang didunia, kemudian diserahkan kepada lainNya dihari kiamat.
-
Allah s.w.t. tidak akan menyamakan orang yang mempunyai bahagian dalam Islam dengan yang tidak mempunyai bahagian.
-
Tidak seorang yang cinta pada suatu kaum, melainkan akan berkumpul dengan mereka pada hari kiamat.
-
Allah s.w.t. tidak menutupi hamba didunia melainkan pasti akan menutupinya diakhirat.
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibn Mas'ud r.a. berkata: "Empat
ayat surah Annisaa' bagi kaum muslimin lebih
baik dari dunia seisinya."
Ayatnya ialah:
-
Innallaha laa yagh firu an yusy roka bihi wayagh firu maa duna dzalika liman yasaa'u waman yusy rik billahi faqad iftara itsman adziima. Yang bermaksud: Allah tidak akan mengampuni pada orang yang syirik dan dapat mengampuni selain itu bagi siapa yang dikehendaki, dan siapa yang syirik (mempersekutukan Tuhan) maka ia telah berbuat dosa yang sangat besar.
-
Walau annahum idz dhalamu anfusahum jauka fas taghfarullaha was taghfara lahumurraluuhu lawajadullaha tawwaba rahima. Yang bermaksud: Andaikan ketika mereka berbuat zalim itu datang kepadamu (Nabi Muhammad s.a.w.), lalu minta ampun kepada Allah dan dimintakan ampun oleh Rasulullah, pasti mereka akan mendapatkan Allah itu maha pengampun lagi penyayang.
-
In taj tani bu kabaa ira maa tunhauna anhu nukaffir ankum sayyi aatikum wanud khilkum mud kholan kariima. Yang bermaksud: Jika kamu meninggalkan dosa-dosa yang besar yang telah dilarang, maka Allah akan mengampunkan dosa-dosamu yang kecil-kecil dan memasukkan kamu dalam tempat yang mulia.
-
Waman ya mal suu'a au yadh lim nafsahu tsumma yas tagh firillaha yajidillaha ghafuu ra rahima. Yang bermaksud: Dan siapa berbuat kejahatan atau menganiaya diri sendiri kemudian membaca istighfar (minta ampun) kepada Allah, pasti akan mendapatkan Allah maha pengampun dan penyayang.
Jabir bin Abdillah An-Anshari r.a. berkata: "Nabi
Muhammad s.a.w. bersabda: "Syafaatku untuk orang-orang yang berdosa
besar dari ummatku, siapa yang mendustakannya tidak akan mencapainya."
Jabir r.a. berkata: "Orang yang tidak berdosa besar tidak memerlukan
syafaat sebagaimana ayat ketiga diatas."
Muhammad bin Almunkadir dari Jabir r.a. berkata: "Nabi
Muhammad s.a.w. keluar kepada kami dan bersabda: "Malaikat Jibril
tadi datang kepadaku dan berkata: "Ya Muhammad, demi
Allah yang mengutuskan
mu sebagai nabi yang besar, sesungguhnya ada seorang hamba Allah
yang beribadat selama lima ratus tahun diatas sebuah bukit yang lebar,
panjangnya tiga puluh hasta kali tiga puluh hasta dan dikelilingi oleh laut
seluas empat ribu farsakh dari tiap penjuru, disitu Allah
s.w.t. mengeluarkan sumber air yang segar selebar satu jari dari
bawah bukit, juga pohon delima pada tiap hari berbuah sebuah delima, maka bila
siang hari turunlah orang itu untuk wuduk dan memetik delima, lalu dimakannya,
kemudian berdiri sembahyang dan ia minta kepada Tuhan supaya dimatikan dalam
sujud, dan supaya badannya tidak disentuh bumi atau lain-lainnya hingga bangkit
dihari kiamat sambil sujud, maka Allah s.w.t. telah
menerima permintaannya, kerana itu tiap kami naik turun dari langit selalu
melaluinya ia sedang sujud. Jibril berkata: "Kami dapat dalam ilmu, bahawa
ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dan dihadapkan kepada Allah
s.w.t. , lalu Allah s.w.t. menyuruh:
"Masukkanlah hambaKu
itu kedalam syurga dangan rahmatKu."
Maka berkata orang itu: "Dengan amalku." Maka Allah
s.w.t. menyuruh Malaikat supaya menghitung semua amalnya dan nikmatKu
iaitu nikmat melihat (penglihatan), tiba-tiba nikmat penglihatan itu telah
mengelilingi ibadatnya selama lima ratus tahun, sedang nikmat-nikmat Allah
s.w.t. yang lain-lainnya belum. Maka Allah
s.w.t. berfirman: "Masukkan ia
kedalam neraka." dan ketika ditarik menuju keneraka, ia berkata:
"Masukkanlah aku kedalam syurga dengan rahmatMu."
Maka Allah s.w.t. berfirman kepada Malaikat: "Kembalikanlah
ia." Lalu ditanya oleh Allah s.w.t.:
"Hambaku, siapa yang menjadikan kau daripada tidak
ada?" Jawabnya: "Engkau Tuhan." Lalu dutanya: "Apakah
itu kerana amalmu atau rahmatKu?"
Jawabnya: "Dengan RahmatMu." Lalu ditanya:
"Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu untuk
beribadat lima ratus tahun?" jawabnya: "Engkau Tuhanku."
Lalu ditanya lagi: "Dan siapakah yang menempatkan
kau diatas bukit dan ditengah laut dan mengeluarkan air segar yang tawar dari
tengah-tengah laut yang masin getir dan menumbuhkan buah delima tiap pagi,
padahal buah itu hanya berbuah satu tahun satu kali, lalu kau minta kepadaKu
untuk mati sujud, siapakah yang berbuat itu semua?" Jawabnya:
"Engkau Tuhanku." Firman Allah s.w.t. :
"Maka semua itu dengan rahmatKu."
Malaikat Jibril berkata: "Segala sesuatu terjadi dengan rahmat Allah
s.w.t.."
Alhasan r.a berkata: "Nabi Muhammad s.a.w.
bersabda: "Tiada berkumpul dua perasaan berharap pada rahmat Allah
dan takut dari siksa Allah dalam hati seorang
mukmin ketika akan mati melainkan pasti akan diberi oleh Allah
harapannya dan dihindarkan dari ketakutannya."
Abu Said Almaqburi dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi
Muhammad s.a.w. bersabda: "Tiada seorang diantara kamu yang dapat
selamat kerana amalnya sendiri. Seorang sahabat bertanya: "Engkau juga
tidak, ya Rasulullah?" Jawab Nabi
Muhammad s.a.w.: "Saya juga tidak, kecuali Allah
meliputi saya dengan rahmayNya, kerana itu
sedang-sedanglah kamu dan tetapkan segala perbuatanmu dan beramal diwaktu pagi
dan petang dan sedikirt diwaktu malam, sederhanalah supaya sampai dengan selamat."
Anas r.a. berkata: Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
"Permudahkanlah dan jangan mempersukar dan gembirakan dan jangan
menggusarkan."
Ibn Mas'ud r.a. berkata: "Rahmat akan melimpah-limpah pada manusia dihari
kiamat sehingga iblis laknatullah mengangkat kepalanya ingin mendapatkannya
kerana luasnya rahmat Allah dan syafa'at
orang-orang yang diberikan syafa'at oleh Allah s.w.t."
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Pada hari
kiamat akan terdengar seruan dari bawah Arsy: "Ya
ummat Muhammad, adapun
dosa-dosamu terhadap Aku
maka Aku maafkan bagi
kamu dan tinggal yang terjadi diantara sesama kamu, maka maaf memaafkan diantara
kamu dan masuklah kamu kesyurga dengan rahmatKu."
Al-Fudhail bin Iyaadh berkata: "Rasa takut kepada Allah
s.w.t. itu lebih baik bagi orang yang sihat tetapi jika ia sakit dan
lemah (tidak kuat beramal) maka mengharap itu lebih baik, sebab jika sihat kuat
untuk beramal taat dan meninggalkan maksiat sebaliknya bila telah sakit atau
lemah maka mengharapkan rahmat itu yang lebih utama."
Abul-Laits meriwayatkan dengan sanadnya dari Muhammad bin Alfadhel daro Ibn Abi
Ruwad dari ayahnya berkata: "Allah s.w.t. menurunkan
wahyu kepada nabi Daud a.s.: "Hai Daud, gembirakan
orang-orang yang berdosa, dan peringatkan kepada orang-orang siddiq."
Maka Nabi Daud a.s bertanya: "Bagaimana menggembirakan orang-orang
yang berdosa dan mengancam orang-orang yang siddiq?" Allah
s.w.t. berfirman: "Gembirakan orang-orang
yang berdosa bahawa tidak ada dosa yang tidak dapat Aku
ampunkan dan peringatkan pada orang siddiq supaya mereka tidak berbangga (sombong)
dengan amal perbuatan mereka kerana bila Aku
tegakkan keadilanKu
dan perhitunganKu pada
seseorang pasti binasa."
Ibn Abi Ruwad dari ayahnya berkata: "Allah s.w.t berfirman:
"Aku-lah Allah
yang memiliki semua raja, hati raja-raja itu semua ditangan-Ku,
maka tiap kaum yang Aku
ridha. Aku jadikan
hati raja itu rahmat pada mereka dan tiap kaum yang Aku
murka, Aku jadikan
raja itu siksa bagi mereka, kerana itu kamu jangan sibuk mengutuk raja dan
taubatlah kamu kepadaKu
nescaya Aku lunakkan
hati mereka kepadamu."
Al'alaa bin Abdirrahman dari ayahnya dari Abu Hurairah r.a. berkata: "Nabi
Muhammad s.a.w. bersabda: "Andaikan orang mukmin mengetahui siksa
yang disediakan Allah s.w.t. nescaya tidak akan
mengharapkan syurgaNya seorang pun dan andaikata
orang kafir mengetahui kebesaran rahmat Allah s.w.t.
nescaya tidak akan merasa putus dari rahmat Allah s.w.t.
seorangpun."
Abu Ya'la lhusain bin Muhammad Annaisaburi meriwayatkan dengan sanadnya dari
Ahmad bin Sahl berkata: "Saya bermimpi kelihatan Yahya bin Aktsam, maka
saya bertanya kepadanya: "Apakah tang telah kau dapat dari Tuhanmu?
jawabnya: "Saya dipanggil oleh Tuhan: "Hai
orang tua yang jahat, kau telah berbuat ini dan itu." Maka
jawabku: "Ya Tuhan, tidak sedemikian yang saya
dengar tentang Engkau." Tuhan
bertanya: "Apakah yang kau dengar tentang Aku?"
Jawabku: "Saya telah mendengar dari Abdurrazzaq dari Ma'mar dari Azzuhri
dari Urwah dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad s.a.w.
dan Jibril a.s. bahawa Engkau berfirman: "
Tiada seorang muslim yang telah beruban dalam Islam, maka saya akan menyiksanya
melainkan saya malu untuk menyiksanya." Sedang saya seorang yang
telah sangat tua. Maka firman Allah s.w.t: "Benar
Abdurrazzaq, dan benar Ma'mar dan benar Azzuhri dan benar Urwah dan benar Aisyah
dan benar Nabi Muhammad s.a.w.
dan benar Jibril dan benar apa yang Aku firmankan
itu, ya Yahya. Aku
tidak akan menyiksa orang tua yang beruban dalam Islam."
kemudian saya diperintahkan kesebelah kanan ke syurga."
Umar r.a. berkata: "Dia masuk kepada Nabi Muhammad
s.a.w., tiba-tiba ia mendapati Nabi Muhammad s.a.w.
sedang menangis, maka ditanya: "Apakah yang menyebabkan engkau menangis, ya
Rasulullah?" Jawab Nabi Muhammad s.a.w.:
"Saya telah didatangai oleh malaikat Jibril a.s. dan berkata kepadaku:
"Sesungguhnya Allah malu akan menyiksa seorang
yang telah beruban didalam Islam, maka bagaimana orang yang beruban tidak malu
berbuat maksiat kepada Allah s.w.t."
Abul-Laits berkata: "Kerana itu maka wajib bagi orang yang telah tua
menyedari kehormatan ini dan bersyukur kepada Allah s.w.t.
dan malu kepada Allah s.w.t. dan kepada
kedua malaikat yang mencatat amalnya. Dan menghentikan segala maksiat dan selalu
rajin taat kepada Allah s.w.t. sebab tanaman itu
jika sudah dekat musim mengetam, tidak boleh ditunda-tunda dan demikian pula
yang masih muda, harus bertaqwa kepada Allah s.w.t.
dan menjauhkan dari maksiat (dosa) serta rajin kepada taat, sebab dia tidak
mengetahui bilakah tiba ajalnya, sebab bila pemuda itu rajin berbuat taat, ia
akan mendapat naungan Allah s.w.t. pada hari kiamat
dibawah arsy, sebagaimana tersebut didalam hadis yang diceritakan kepada kami
oleh Abulhasan Alqasim bin Muhammad dari Isa bin Khosy Hafash dari Suwaid dari
Malik bin Habib dari Abdurrahman bin Hafash dari Aashim dari Abu Hurairah r.a.
berkata:
"Nabi Muhammad s.a.w.
bersabda:" Tujuh macam orang yang akan dinaungi Allah
pada hari kiamat pada saat tidak ada naungan kecuali naungan Allah:
-
Imam (pemimpin yang adil).
-
Pemuda yang tumbuh dalam ibadat kepada Allah s.w.t.
-
Seorang yang hatinya tergantung pada masjid, jika keluar sehingga kembali (yakni rajin menjaga sembahyang berjama'ah).
-
Dua orang saling menyinta (Kasih sayang) kerana Allah s.w.t. baik ketika berkumpul atau berpisah.
-
Seorang yang ingat kepada Allah s.w.t. ketika bersendirian lalu mencucurkan airmata ketana takut kepada Allah s.w.t.
-
Seorang yang bersedekah dirahsiakan sehingga yang dikirinya tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh kanannya.
-
Seorang lelaki yang dipanggil oleh wanita yang cantik untuk berzina, lalu ia berkata: "Saya takut kepada Allah azza wajalla."
10 AMALAN YANG MENDATANGKAN RAHMAT ALLAH S.W.T.
Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pemberi rahmat (kasih sayang). Bahkan sayangNya terhadap hamba-hambaNya lebih dari sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Dengan kasih sayangNya, Dia menciptakan kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan rezki kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan kesehatan kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan makan dan minum, pakaian serta tempat tinggal kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia menunjukkan kita kepada Islam dan Iman serta amal soleh. Dengan rahmatNya, Dia mengajarkan kepada kita apa yang tidak kita ketahui. Dengan rahmatNya, Dia memalingkan kejahatan musuh-musuh dari diri kita. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. al-Hajj: 38).
Dengan rahmatNya, Dia menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan,. Dengan rahmatNya, Dia memasukkan hamba-hambaNya yang beriman dan yang beramal soleh ke dalam surga. Dengan rahmatNya, Dia menyelamatkan mereka dari neraka.Segala sesuatu semuanya adalah berkat rahmat Allah Ta’ala. Oleh kerananya seorang muslim perlu mengetahui faktor penyebab, Allah Ta’ala memberikan rahmat kepada makhlukNya, iaitu:
1. Berbuat Ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menyempurnakan ibadah kepadaNya dan merasa diperhatikan (diawasi) oleh Allah Ta’ala, bahawasanya kamu beribadah kepada Allah Ta’ala, seolah-olah kamu melihatNya, maka jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu, dan berbuat baik kepada manusia semaksima mungkin, baik dengan ucapan, perbuatan, harta, dan kedudukan. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’raf: 56)
2. Dan di antara sebab-sebab yang paling utama untuk mendapatkan rahmat Allah Ta’ala adalah bertakwa kepadaNya dan mentaatiNya dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, seperti mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Mustahiq), beriman dengan ayat-ayat Allah swt, dan mengikuti RasulNya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Iaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi.” (QS. al-A’raf: 156, 157)
3. Kasih sayang kepada makhluk-makhlukNya baik manusia maupun binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang-orang yang penyayang, maka Allah Ta’ala akan menyayangi mereka (memberikan rahmat kepada mereka), sayangilah / kasihanilah penduduk bumi, nescaya penduduk langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)
Dan hal itu lebih ditekankan lagi kepada orang-orang fakir dan miskin yang sangat memerlukan. Sedangkan balasan (ganjarannya) sesuai dengan perbuatan, sebagaimana kita berbuat baik, maka kita akan mendapatkan balasan dari kebaikan tersebut.
4. Beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 218). Maka orang-orang yang beriman selalu mengharapkan rahmat Allah Ta’ala setelah mereka melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rahmat iaitu iman, hijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Adapun hijrah meliputi berpindah dari negri syirik ke negri Islam dan meninggalkan apa yang dilarang Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Ta’ala.” (Muttafaq ‘alaih).
Sedang jihad mencakup jihad melawan hawa nafsu dalam mentaati Allah Ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Orang yang berjihad adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dalam menaati Allah Ta’ala.” (HR. al-Baihaqi). Sebagaimana jihad meliputi pula jihad melawan syaitan dengan menyelisihinya dan bersungguh-sungguh untuk mendurhakainya dan jihad dalam memerangi orang-orang kafir dan jihad terhadap orang-orang munafik dan pelaku-pelaku maksiat baik dengan tangan, kemudian (jika tidak mampu) dengan lisan, kemudian (jika tidak mampu juga), maka dengan hati.
5. Mendirikan solat, menunaikan zakat, dan menaati Rasulullah Ta’ala, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan dirikanlah solat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. an-Nur: 56).
6. Berdo’a kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkannya dengan bertawasul dengan nama-namaNya yang Maha Pengasih (ar-Rahman) lagi Maha Penyayang (ar-Rahim) atau yang lainnya dari nama-namaNya yang Agung / Indah, seperti kamu mengatakan, “Ya Rahman Wahai Yang Maha Penyayang), sayangilah aku (rahmatilah aku), ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan rahmatMu yang luas yang meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampuni dosaku dan menyayangiku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Allah Ta’ala berfirman, ertinya,“Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. al-Kahfi: 10). Dan Allah Ta’ala juga berfirman, ertinya, “Hanya milik Allah asma`u al-Husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma`u al-Husna itu.” (QS. al-A’raf: 180). Maka hendaklah seseorang memohon setiap permintaannya dengan nama yang sesuai dengan permintaannya itu untuk mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdo’alah kepadaKu, nescaya akan Kuperkenankan bagimu’.” (QS. al-Mu’min: 60). Dan firman Allah Ta’ala lainnya, ertinya, “Dan katakanlah, ‘Ya Rabbku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik.” (QS. al-Mu’minun: 118). Sungguh Allah Ta’ala telah menyuruh (kita) berdo’a dan menjamin ijabah (mengabulkan do’a tersebut) dan Dia Maha Suci yang tidak pernah mengingkari janji.
7. Mengikuti al-Qur`an al-Karim dan mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan Al-Qur`an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. al-An’am: 155).
8. Menaati Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya,“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali ‘Imran: 132).
9. Mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang ketika dibacakan al-Qur`an al-Karim. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan apabila dibacakan Al-Qur`an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf: 204).
10. Istighfar, memohon ampunan dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agarkamu mendapat rahmat.” (QS. an-Naml: 46).
Wallahu a’lam.
Sumber: Diterjemahkan dari Kitab “An-Nuqath al-’Asyarah adz-Dzahabiyah”, Syaikh Abdur Rahman ad-Dusari.
Sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Pemberi rahmat (kasih sayang). Bahkan sayangNya terhadap hamba-hambaNya lebih dari sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Dengan kasih sayangNya, Dia menciptakan kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan rezki kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan kesehatan kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia memberikan makan dan minum, pakaian serta tempat tinggal kepada kita. Dengan rahmatNya, Dia menunjukkan kita kepada Islam dan Iman serta amal soleh. Dengan rahmatNya, Dia mengajarkan kepada kita apa yang tidak kita ketahui. Dengan rahmatNya, Dia memalingkan kejahatan musuh-musuh dari diri kita. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya Allah Ta’ala membela orang-orang yang telah beriman.” (QS. al-Hajj: 38).
Dengan rahmatNya, Dia menurunkan hujan dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan,. Dengan rahmatNya, Dia memasukkan hamba-hambaNya yang beriman dan yang beramal soleh ke dalam surga. Dengan rahmatNya, Dia menyelamatkan mereka dari neraka.Segala sesuatu semuanya adalah berkat rahmat Allah Ta’ala. Oleh kerananya seorang muslim perlu mengetahui faktor penyebab, Allah Ta’ala memberikan rahmat kepada makhlukNya, iaitu:
1. Berbuat Ihsan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala dengan menyempurnakan ibadah kepadaNya dan merasa diperhatikan (diawasi) oleh Allah Ta’ala, bahawasanya kamu beribadah kepada Allah Ta’ala, seolah-olah kamu melihatNya, maka jika kamu tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu, dan berbuat baik kepada manusia semaksima mungkin, baik dengan ucapan, perbuatan, harta, dan kedudukan. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. al-A’raf: 56)
2. Dan di antara sebab-sebab yang paling utama untuk mendapatkan rahmat Allah Ta’ala adalah bertakwa kepadaNya dan mentaatiNya dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, seperti mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Mustahiq), beriman dengan ayat-ayat Allah swt, dan mengikuti RasulNya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan rahmatKu meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmatKu untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami. (Iaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi.” (QS. al-A’raf: 156, 157)
3. Kasih sayang kepada makhluk-makhlukNya baik manusia maupun binatang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Orang-orang yang penyayang, maka Allah Ta’ala akan menyayangi mereka (memberikan rahmat kepada mereka), sayangilah / kasihanilah penduduk bumi, nescaya penduduk langit akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi)
Dan hal itu lebih ditekankan lagi kepada orang-orang fakir dan miskin yang sangat memerlukan. Sedangkan balasan (ganjarannya) sesuai dengan perbuatan, sebagaimana kita berbuat baik, maka kita akan mendapatkan balasan dari kebaikan tersebut.
4. Beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Baqarah: 218). Maka orang-orang yang beriman selalu mengharapkan rahmat Allah Ta’ala setelah mereka melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rahmat iaitu iman, hijrah, dan berjihad di jalan Allah Ta’ala. Adapun hijrah meliputi berpindah dari negri syirik ke negri Islam dan meninggalkan apa yang dilarang Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana Rasululullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Ta’ala.” (Muttafaq ‘alaih).
Sedang jihad mencakup jihad melawan hawa nafsu dalam mentaati Allah Ta’ala, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Orang yang berjihad adalah orang yang memerangi hawa nafsunya dalam menaati Allah Ta’ala.” (HR. al-Baihaqi). Sebagaimana jihad meliputi pula jihad melawan syaitan dengan menyelisihinya dan bersungguh-sungguh untuk mendurhakainya dan jihad dalam memerangi orang-orang kafir dan jihad terhadap orang-orang munafik dan pelaku-pelaku maksiat baik dengan tangan, kemudian (jika tidak mampu) dengan lisan, kemudian (jika tidak mampu juga), maka dengan hati.
5. Mendirikan solat, menunaikan zakat, dan menaati Rasulullah Ta’ala, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan dirikanlah solat, tunaikanlah zakat, dan ta’atlah kepada Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. an-Nur: 56).
6. Berdo’a kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkannya dengan bertawasul dengan nama-namaNya yang Maha Pengasih (ar-Rahman) lagi Maha Penyayang (ar-Rahim) atau yang lainnya dari nama-namaNya yang Agung / Indah, seperti kamu mengatakan, “Ya Rahman Wahai Yang Maha Penyayang), sayangilah aku (rahmatilah aku), ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan rahmatMu yang luas yang meliputi segala sesuatu agar Engkau mengampuni dosaku dan menyayangiku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Allah Ta’ala berfirman, ertinya,“Wahai Rabb kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini).” (QS. al-Kahfi: 10). Dan Allah Ta’ala juga berfirman, ertinya, “Hanya milik Allah asma`u al-Husna, maka bermohonlah kepadaNya dengan menyebut asma`u al-Husna itu.” (QS. al-A’raf: 180). Maka hendaklah seseorang memohon setiap permintaannya dengan nama yang sesuai dengan permintaannya itu untuk mendapatkannya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan Rabbmu berfirman, ‘Berdo’alah kepadaKu, nescaya akan Kuperkenankan bagimu’.” (QS. al-Mu’min: 60). Dan firman Allah Ta’ala lainnya, ertinya, “Dan katakanlah, ‘Ya Rabbku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik.” (QS. al-Mu’minun: 118). Sungguh Allah Ta’ala telah menyuruh (kita) berdo’a dan menjamin ijabah (mengabulkan do’a tersebut) dan Dia Maha Suci yang tidak pernah mengingkari janji.
7. Mengikuti al-Qur`an al-Karim dan mengamalkannya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan Al-Qur`an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (QS. al-An’am: 155).
8. Menaati Allah Ta’ala dan RasulNya shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Allah Ta’ala berfirman, ertinya,“Dan taatilah Allah dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali ‘Imran: 132).
9. Mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang ketika dibacakan al-Qur`an al-Karim. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Dan apabila dibacakan Al-Qur`an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. al-A’raf: 204).
10. Istighfar, memohon ampunan dari Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, ertinya, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agarkamu mendapat rahmat.” (QS. an-Naml: 46).
Wallahu a’lam.
Sumber: Diterjemahkan dari Kitab “An-Nuqath al-’Asyarah adz-Dzahabiyah”, Syaikh Abdur Rahman ad-Dusari.
Masuk surga: karena rahmat Allah atau karena amal?
Senin 18 Ramadhaan 1433
Allah berfirman:الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
orang-orang yang diwafatkan DALAM KEADAAN BAIK oleh para malaikat mengatakan kepada mereka (dihari kiamat kelak): “Salaamun’alaikum, MASUKLAH kamu ke dalam SURGA itu DISEBABKAN APA YANG KAMU KERJAKAN”.
(QS an Nahl: 32)
Sedangkan Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعَمَلِهِ قِيْلَ وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ
Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Alloh telah memberikan rahmat kepadaku.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Bagaimana mengkompromikannya?
Pertama, yang harus kita ketahui, adalah al Qur-aan dan al Hadits (yang shahiih) TIDAK AKAN PERNAH BERTENTANGAN.
Karena al Qur-aan, datangnya dari Allah; demikian juga as Sunnah, datangnya dari Allah1. Apa-apa yang datang dari sisi Allah, tidak akan mengalami pertentangan; sebagaimana firmanNya:
أَفَلا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلافًا كَثِيرًا
“Apakah engkau tidak men-tadabburi Al Qur’an? Andaikan Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah tentu akan banyak pertentangan di dalamnya”
(QS. An Nisa: 82)
Kedua, al Qur-aan dan al Hadits (yang shahiih); tidak akan bertentangan dengan akal
Karena akal pun datang dari Allah, segala yang datang dariNya tidaklah akan mengalami pertentangan. Lantas bagaimana jika akal kita menganggap bahwa hal tersebut bertentangan? Maka yang kita salah-kan adalah akal kita! “kok akalnya para shahabat, tabi’in dan para ulama TIDAK MEMPERMASALAHKAN hal ini; tapi kok akal kita mempermasalahkannya?! jadi yang salah mereka atau kita?!” Maka kita mengembalikan pemhamannya kepada para ulamaa’ dan bagaimana mereka mengkompromikan hal tersebut.
“Jika seseorang mengetahui dengan akalnya bahwa ini adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ada berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun ternyata berita tersebut menyelisihi akal. Pada saat ini, akal harus pasrah dan patuh. Akal harus menyelesaikan perselisihan ini dengan menyerahkan pada orang yang lebih tahu darinya yaitu dari berita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada saat ini, akal tidaklah boleh mendahulukan hasil pemikirannya dari berita Rasul. Karena sebagaimana diketahui bahwa akal manusia itu memiliki kekurangan dibandingan dengan berita Rasul. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu saja lebih mengerti mengenai Allah Ta’ala, nama dan sifat-sifat-Nya, serta lebih mengetahui tentang berita hari akhir daripada akal.”
(Dar-ut Ta’arudh, 1/80; dipetik dari: rumaysho)
Ketiga, diancara CIRI-CIRI PENGIKUT HAWA NAFSU adalah menyelaraskan al Qur-aan dan as Sunnah untuk sesuai dengan hawa nafsunya (akal/perasaannya), bukan sebaliknya
Yaitu misalkan kita SUDAH TAHU akan ke-SHAHIIH-an hadits, tapi akal/perasaan kita menganggap hal ini bertentangan dengan al Qur-aan atau bertentangan dengan akal. Maka bukan hadits-nya yang serta merta kita salahkan (langsung kita katakan “dha’if” atau “palsu”) tanpa ilmu!! Jika tidak bisa dilakukan, maka ia akan MENAFSIRKAN HADITS tidak sebagaimana ditafsirkan oleh para shahabat/tabi’in/para ulamaa’ untuk dicocokkan kepada hawa nafsunya!
Al-Imam Al-Barbahari mengatakan:
“Bila kamu melihat seorang mencela hadits atau menolak atsar /hadits atau menginginkan selain hadits, maka curigailah keislamnnya dan jangan ragu-ragu bahwa dia adalah ahli bid’ah (pengikut hawa nafsu)”
Beliau berkata:
“Bila kamu mendengar seorang dibacakan hadits di hadapannya tetapi ia tidak menginginkannya dan ia hanya mengingnkan al-Quran maka janganlah kamu ragu bahwa dia seorang yang telah dikuasai oleh kezindikan (kemunafikan). Berdirilah dari sisinya dan tinggalkanlah ia!”
Lantas bagaimana pengkompromian ulamaa’ akan masalah ini?
Ada dua pendapat tentang hal ini,
1. Pendapat pertama: Menempatkan penafsiran ayat dan hadits diatas dengan penafsiran benar.
Alloh Ta’ala berfirman:
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan. (QS. az-Zukhruf: 72)
Dan Alloh juga berfirman:
ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. an-Nahl: 32)
Huruf ب (ba’) dalam ayat di atas disebut ba’ sababiyah (yang menunjukkan arti sebab). Artinya, dengan sebab amal-amal kalian.
Adapun hadits Nabi -shallallallahu ‘alahi wa sallam- bahwa beliau bersabda:
لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعَمَلِهِ قِيْلَ وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ
Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. Ditanyakan, “Sekalipun engkau wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Sekalipun saya, hanya saja Alloh telah memberikan rahmat kepadaku.”
(HR. Bukhari 5673, Muslim 2816)
Huruf ب (ba’) pada hadits ini disebut ba’ iwadh wal muqabalah (yang menunjukkan sebagai ganti). Seperti orang mengatakan (misalnya), “Aku membeli kitab dengan seribu rupiah.” Jadi, maksud hadits ini amal hamba itu bukanlah sebagai ganti harga surga, namun karena kemurahan, rahmat, dan karunia Alloh.
Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (8/70), muridnya –al-Hafizh Ibnul Qayyim– dalam Miftah Dar as-Sa’adah (1/119-120), al-Allamah Ibnu Abil Izzi al-Hanafi dalam Syarah Aqidah Thahawiyah (hal. 438), al-Allamah Ahmad bin Ali al-Miqrizi dalam Kitab Tajrid Tauhid Mufid (hal. 108-109).
[sumber: Mungkinkah Kita Masuk Surga karena Amal yang Telah Kita Lakukan?]
2. Pendapat Kedua, menggabungkan ayat dan hadits diatas kepada makna yang benar
Sebagaimana dijelaskan Imam Ibnu Hajar dalam Fathul Baariy (secara makna):
“Seseorang itu tidak masuk surga karena amalnya; akan tetapi karena rahmat Allah kepadanya. Sehingga apabila Allah merahmati hambaNya, maka ia akan memberinya taufiq untuk BERIMAN serta BERAMAL SHALIH, istiqamah diatasnya, dan sehingga mematikannya diatasnya; sehingga dengan sebab itu ia masuk surga.”
Karena Allah berfirman:
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ طَيِّبِينَ ۙ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Orang-orang yang diwafatkan DALAM KEADAAN BAIK oleh para malaikat mengatakan kepada mereka (dihari kiamat kelak): “Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu DISEBABKAN APA YANG KAMU KERJAKAN”.
(QS an Nahl: 32)
dan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ
Jika Allah menginginkan kebaikan atas seorang hamba maka Ia akan membuatnya beramal sebelum kematiannya”
para sahabat bertanya; “Wahai Rasulullah, bagaimana Allah membuatnya beramal?”
beliau bersabda:
يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ
“Memberinya taufik untuk beramal kebaikan, setelah itu Dia mewafatkannya.”
(HR. Ahmad, haitsamiy; shahiih)
Maka apabila seseorang yang beriman dan beramal shalih; istiqamah diatasnya, dan mati diatasnya, sehingga ia masuk surga karenanya; maka ini semua disebabkan karena RAHMAT ALLAH kepadanya.
Seandainya Allah tidak memberi taufiq kepada hambaNya untuk beriman, beramal shalih, dan mati diatasnya (malah mati diatas kekufuran, na’uudzubillah); maka selamanya ia tidak akan masuk surga, bahkan akan kekal di neraka.2 Maka kita sangat membutuhkan rahmatNya ini.. yang senantiasa kita minta kepadaNya, pada setiap shalat lima waktu..
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus…
صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka (para nabi, shiddiqin, syuhada, serta shalihin)
غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ
bukan (jalan) mereka yang dimurkai [yaitu: yahudi, dan yang menyerupainya] dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat [yaitu: nashara dan yang menyerupainya]
(al Faatihah: 6-7)
Allah berfirman:
وَقُل رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ
Dan katakanlah: “Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik”.
(al Mu’minuun: 118)]
Dan kedua pendapat ini tidaklah kondradiktif, tapi saling menguatkan. Pendapat pertama, menguatkan dari sisi menafsirkan ayat (agar tidak dipahami, bahwa “bayaran surga adalah amal”); sedangkan pendapat kedua, adalah menempuh jalan dalam mengkompromikan antara ayat dan hadits, karena justru antara ayat dan hadits diatas saling menjelaskan satu dan lainnya. Alhamdulilaah.
Catatan Kaki
“Apa yang diucapkan olehnya (Muhammad) itu bukanlah dari hawa nafsu, melainkan wahyu”
(QS. An Najm: 3-4) ↩
- Bahkan diakhirat pun, Allah memberi rahmat kepada kaum muslimin (yang jatuh kedalam neraka, karena dosa-dosa mereka); DISEBABKAN KEIMANAN yang ada mereka.. Seandainya diwaktu didunia dahulu Allah tidak memberi taufiq kepada mereka; sehingga mereka mati diatas kekafiran, maka pastilah mereka orang-orang yang kekal di neraka.. Akan tetapi Allah mematikan mereka, sedangkan pada mereka masih ada keimanan, meskipun sebesar biji atom.. dan dimatikannya mereka dalam keadaan seperti ini pun masih “TERBILANG BAIK” daripada mati dalam keadaan TIDAK ADA KEIMANAN dalam hatinya, sehingga mereka kekal di neraka.. dan dimatikan mereka dalam keadaan seperti inipun adalah RAHMAT DARI-NYA.. sehingga kelak mereka dihari kiamat, diselamatkan dari kekekalan api neraka, yang mana ini pun RAHMAT dariNya.. ↩
10: IKHLAS ADALAH ROH IBADAT
Hikmat 10 ini menghubungkan amal dengan ikhlas. Hikmat 9 yang lalu telah menghubungkan amal dengan hal. Kedua-dua Kalam Hikmat ini membina jambatan yang menghubungkan hal dengan ikhlas, kedua-duanya ada kaitan dengan hati, atau lebih tepat jika dikatakan ikhlas sebagai suasana hati dan hal sebagai Nur Ilahi yang menyinari hati yang ikhlas. Ikhlas menjadi persediaan yang penting bagi hati menyambut kedatangan sinaran Nur Ilahi. Apabila Allah s.w.t berkehendak memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-Nya maka dipancarkan Nur-Nya kepada hati hamba tersebut. Nur yang dipancar kepada hati ini dinamakan Nur Sir atau Nur Rahsia Allah s.w.t. Hati yang diterangi oleh nur akan merasai hal ketuhanan atau mendapat tanda-tanda tentang Tuhan. Setelah mendapat pertandaan dari Tuhan maka hati pun mengenal Tuhan. Hati yang memiliki ciri atau sifat begini dikatakan hati yang mempunyai ikhlas tingkat tertinggi. Tuhan berfirman bagi menggambarkan ikhlas dan hubungannya dengan makrifat:
Setelah kerohaniannya meningkat hatinya dikuasai sepenuhnya oleh lakuan Allah s.w.t, menjadi orang arif yang tidak lagi melihat kepada dirinya dan amalnya tetapi melihat Allah s.w.t, Sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Apa sahaja yang ada dengannya adalah anugerah Allah s.w.t. Sabar, reda, tawakal dan ikhlas yang ada dengannya semuanya merupakan anugerah Allah s.w.t, bukan amal yang lahir dari kekuatan dirinya.
Tingkat ikhlas yang paling rendah ialah apabila amal perbuatan bersih daripada riak yang jelas dan samar tetapi masih terikat dengan keinginan kepada pahala yang dijanjikan Allah s.w.t. Ikhlas seperti ini dimiliki oleh orang yang masih kuat bersandar kepada amal, iaitu hamba yang mentaati Tuannya kerana mengharapkan upah daripada Tuannya itu.
Di bawah daripada tingkatan ini tidak dinamakan ikhlas lagi. Tanpa ikhlas seseorang beramal kerana sesuatu muslihat keduniaan, mahu dipuji, mahu menutup kejahatannya agar orang percaya kepadanya dan bermacam-macam lagi muslihat yang rendah. Orang dari golongan ini walaupun banyak melakukan amalan namun, amalan mereka adalah umpama tubuh yang tidak bernyawa, tidak dapat menolong tuannya dan di hadapan Tuhan nanti akan menjadi debu yang tidak mensyafaatkan orang yang melakukannya. Setiap orang yang beriman kepada Allah s.w.t mestilah mengusahakan ikhlas pada amalannya kerana tanpa ikhlas syiriklah yang menyertai amalan tersebut, sebanyak ketiadaan ikhlas itu.
Intisari kepada ikhlas adalah melakukan sesuatu kerana Allah s.w.t semata-mata, tidak ada kepentingan lain. Kepentingan diri sendiri merupakan musuh ikhlas yang paling utama. Kepentingan diri lahir daripada nafsu. Nafsu inginkan kemewahan, keseronokan, kedudukan, kemuliaan, puji-pujian dan sebagainya. Apa yang lahir daripada nafsu itulah yang sering menghalang atau merosakkan ikhlas.
Ikhlas Itu Rahsia
Syukur atas nikmat Iman dan Islam. Moga2 beroleh kejayaan
untuk taat kepada Allah, dapat tekun beribadah, istiqamah melakukan amal soleh
dan mencapai matlamat takwa hingga memberi kejayaan di dunia dan akhirat.
Kita tahu kita ini lemah bangat, maka atasi kelemahan ini.
Kita sedar kita ini selalu lalai, maka tepuk dahi dan celik minda berubah
supaya tidak lalai lagi. Kita tahu kita ini banyak dosa, maka apa tunggu lagi
untuk taubat pada Allah, mohon keampunannya? Apa boleh buat saya ini bodoh.
Buang sifat bodoh itu, kena mengaji kena belajar. Jangan lagi ikut lemah diri.
Kena jadi kuat.
Kena ada ilmu. Ibadah tanpa ilmu ibarat tanam pokok buah tapi
tak keluar buah. Ibadah tanpa ilmu
ditakuti ditolak. Ilmu itu ibarat baja yang memberi hasil kepada ibadah,
menyubur pokok dan melebatkan buah. Sebab ibadah orang alim orang berilmu ini
walaupun nampak sikit tapi besar di sisi Allah. Ibadah membuka jalan untuk ke
Syurga.
Bila ada ilmu mestilah beramal lakukan ibadah dan janakan
usaha dakwah hinggalah tahap tertinggi berjihad menegakkan agama Allah. Kita
tahu dah mengaji itu wajib belajar itu wajib, tapi tak nak mengaji tak nak
belajar tu apa hal? Maka marilah sama2 suloh diri supaya dapat memelihara, mendidik
dan membimbing diri memandu secara berhemah di jalan yang lurus.
Kita doa dalam bacaan surah al-Fatihah tidak kurang 17 kali
sehari dalam solat2 fardu supaya Allah “Tunjukilah
kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan
nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai dan
bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.”
Sebelum wajib ada wajib.
Contohnya sebelum wajib solat maka kenalah wajib belajar solat. Kita belajar
tauhid dah lama dah tapi yang sadisnya masih gagal mentauhidkan Allah. Kena
ubah. Belajar itu jalan kita. Jangan membesarkan tidur sebab tidur hanya dapat
taik mata. Ada orang yang tidur tapi hatinya celik. Sehingga boleh mebezakan
antara dosa dan pahala, nafsu dan syaitan.
Ikhlas itu rahsia. Jika diberitahu orang maka ia bukan ikhlas lagi. Ikhlas di hati ialah kosongkan hati
selain Allah. Penuhi hati dengan Allah semata. Nawaitu kerana Allah. Ikhlas ialah
menunggalkan Allah iaiatu mengesakan Allah. Qur’an sahaja yang benar. Allah
sahaja yang Esa. Tiada sesuatu perihal makhluk dapat disamakan dengan Allah.
Melihat Allah tidak dengan perantaraan makhluk. Jika Allah itu digambarkan
sekian-sekian, maka itu bukan Allah.
Pelajaran perihal tauhid
mesti di ulang-ulang sampai dapat faham. Bila difikir hebatnya barang yang
dijadi maka kena fikir apatah lagi hebatnya penjadi. Maka kena fikir hebat pencipta
kepada penjadi. Contoh kita tengok penduduk Malaysia seramai 28 juta ini, cop
jari dia unik satu pun tak ada yang sama. Barang jadi yang hebat. Apa lagi
penjadinya,tentulah Maha Hebat.
Barang buatan makhluk ni
ada tempoh masa, lama-lama jemu. Tapi ciptaan Allah tak jemu kita. Untuk jadi hamba Allah ini kena di mana-mana.
Bukan setakat di masjid atau di depan orang. Di masjid aku ini hamba Allah, di
rumah pun aku ini hamba Allah. Bila orang tak nampak pun, aku tetap hamba
Allah.
Bersihkan hati daripada
segala sifat tercela yang dikeji sehingga suci. Pencuci hati ini pun kenalah
ada bahan pencucinya. Antara lain bahan pencuci yang efektif ialah taubat,
zikir dan selawat. Setiap yang bersih tak semestinya cuci dan setiap yang suci sudah
semestinya bersih. Maka pilihlah yang suci.
Ibarat nak potong rambut,
kenalah cari jari jemari yang suci pegang kepala kita yang mulia. Kalau
pemotong rambut orang kafir, mungkin tangannya bersih sebab basuh dengan sabun
tapi tidak semestinya suci sebab mungkin dia pegang daging babi atau sentuh
anjing atau berak tak basuh. Maka afdal lagi pilih tukang gunting rambut yang Islam.
Suloh diri aku ini umat
Nabi? Dah cukup 1,000 kali aku selawat kepada Nabi hari ini? Kalau belum
layakkah nak mengaku aku ini umat Nabi? Di Akhirat besok katanya nak bersama di
sisi Nabi. Maka kenalah usaha dan menzahirkan kecintaan kepada Nabi. InsyaAllah
sempena Maulid Nabi ini marilah azam untuk istiqamah selawat 1,000 kali sehari.
Ciri ikhlas ialah tidak
mengharap pujian. Boleh puji tapi jangan lebih2. Kembalikan pujian kepada
Allah. “Ish sedap bacaan Imam.” Alhamdulillah. Di hina sama di puji sama.
Setiap kepandaian yang kita ada ini, semuanya daripada Allah belaka. Bila2 masa
Allah boleh tarik balik.
Dunia ini ibarat syurga kecil.
Semuanya bersifat sementara. Sedap yang dirasa itu bersifat sementara. Kalau
tak ada sifat rasa maka tiada lagi nikmat makan itu. Rasa masam atau rasa
manis, kedua-dunya nikmat. Maka syurga besar itu ialah di Akhirat. Nikmat yang
kekal. Maka carilah bekal supaya dapat bawa ke Akhirat.
Kena faham bahawa setiap
amal soleh yang dilakukan ini, yang terimanya Allah. Maka kenalah consisten dan
istiqamah iaitu di depan orang pun sama di belakang orang pun sama. Di sini
sempurna di rumah pun sempurna. Kena rasa kamu dilihat. Jangan jadi hamba Allah
yang meragui aku ini hamba Allah.
Seseorang yang menuntut
redha Allah maka dunia pun dia dapat akhirat pun dia dapat manfaatnya. Contoh
bila saya khidmat kepada ayah saya dan niat saya untuk mendapat redha Allah.
Maka saya akan dapat kedua-duanya iaitu redha ayah dan redha Allah. Sekiranya kamu mengajar agama jangan mengharap
upahnya. Tapi kalau orang bagi ambil. Rezki Allah sudah tentukan.
Kenapa berubah? Kerana
Allah. Jika dulu kaki perempuan, sekarang tidak lagi kaki perempuan. Kerana
apa? Kerana cacat sebab accident. Kenapa bukan lagi jadi kaki maksiat? Kerana
uzur. Maka itulah yang kamu dapat. Tiada nilaian di sisi Allah. Jangan sampai
ada tersirat niat lain selain kerana Allah. Nak hijrah kepada kebaikan mesti
nawaitu kerana Allah.
Ikhlas Rahsia Allah
“Ikhlas adalah satu rahsia dalam rahsia-rahsia-Ku. Aku titiskan ia dalam hati hamba-hambaku yang Aku mangasihinya” (Riwayat Abu Hasan Al Basri)
Kerana ikhlas satu rahsia Allah tentu tidak mungkin kita dapat mengetahui siapa yang ikhlas dan siapa yang tidak. Malah diri kita sendiri pun mungkin kadang-kadang susah untuk dipastikan apakah amalan kita itu ikhlas atau sebaliknya. Kita tidak boleh mengatakan diri kita ikhlas “saya ikhlas”.
Walaupun ikhlas adalah rahsia Allah namun islam membuat satu garis panduan unutk mengukur hati kita dan membentuknya supaya benar-benar ikhlas. Di antara tanda-tanda ikhlas dalam satu amalan apabila orang memuji atau mencaci amalan kita, kita rasa sama saja. Pujian tidak membanggakan kita dan kejian tidak menyusahkan. Itulah tanda ikhlas. Maknanya amalan itu betul-betul dibuat kerana Allah. Kerana itu kalau manusia cerca, caci atau hina, hati pun tidak cacat, tidak timbul perasaan marah, dendam atau ingin membela diri atau melawan orang yang menghina itu.
Begitu juga, kalau orang puji, pujian itu tidak membekas di hatinya. Tidak timbul rasa bangga, puas hati dan juga dan juga tidak bertambah kasih sayangnya pada orang yang memuji itu, disebabkan oleh pujiannya. Bagi orang-orang yang ikhlas, pujian dan kejian tidak pernah difikirkan apalagi hendak di harapkan. Mereka sangat takut kalau-kalau Allah menolak amalan dan memurkai mereka. Sebaliknya mereka sangat ingin Allah menerima baik amalan-amalan mereka serta meredhai mereka. Mereka sanggup mengetepikan kepentingan sendiri dalam usaha mencari keredaan Allah. Mereka tidak bimbang nasib diri, rugi atau untung, orang keji atau puji, menang atau kalah, yang penting supaya Allah menerima baik amalan mereka. Rasulullah SAW kerana menganjurkan sifat ikhlas telah bersabda yang bermaksud:
“Berbuat baiklah pada orang yang berbuat jahat kepada kamu”
Seseorang yang mencari keredaan Allah, akan sentiasa mencari peluang untuk berbakti kepada-Nya. Ketika orang lain bertindak jahat pada mereka, mereka akan merasa berpeluang untuk mendapat pahala dan kasih sayang Allah. Sebab itu kejahatan orang diterima baik dan dibalas dengan kebaikan pula.
Hal itu benar-benar berlaku di kalangan orang-orang soleh dan muqarrobin. Ketika mendengar orang menghina mereka, langsung dihantarnya hadiah pada orang itu. Bila di Tanya apa tujuan hadiah itu,jawapan mereka adalah, ”Orang yang menghina kita sebenarnya memberi pahala kepada kita. Memberi pahala sama seperti memberi syurga. Jadi untuk membalas pemberian yang begitu besar pada kita,memang patutlah kita menghadiahkan sesuatu kepadanya”. Begitulah hati yang ikhlas. Dia tidak melatah kalau orang menggugat,malah gugatan itu mendekatkan dirinya pada Allah Taala.
Berusaha untuk Ikhlas
Posting kali ini adalah posting berseri dari judul “Berusaha untuk Ikhas“. Kita nanti akan memulai mengenal definisi ikhas, tanda-tanda ikhlas dan beberapa point ikhlas lainnya. Semoga Allah memudahkan.
***
Allah akan senantiasa menolong kaum muslimin karena keikhlasan sebagian orang dari umat ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ وَإِخْلَاصِهِمْ
“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin, karena
do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan
mereka dalam beramal.”[1]Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di samping amalan tersebut harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul Qayyim dalam Al Fawa-id memberikan nasehat yang sangat indah tentang ikhlas, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak membawa manfaat apa-apa.”
Perintah untuk Ikhlas
Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.”[2]Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا
الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)Allah pun mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati hamba. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
“Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”.” (QS. Ali Imran: 29)Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya riya’ –yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam firman-Nya,
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah amalmu.” (QS. Az Zumar: 65)Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ
وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ
عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak butuh
pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku
dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak
menerima amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.”[3]
An Nawawi mengatakan, “Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak
ikhlas), itu adalah amalan batil yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia
akan mendapatkan dosa.”[4]Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا
مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ
إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ
الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus ditujukan
hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya untuk
mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga
pada hari kiamat nanti.”[5]Pengertian Ikhlas Menurut Para Ulama
Para ulama menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian, namun sebenarnya hakikatnya sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut.[6]
Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”
Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan dari komentar manusia.”
Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah, bukan komentar dan pujian manusia.
Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan dengan riya’. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara lahiriyah dan batin.
Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:
- Tetap merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
- Melupakan amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
- Mengharap balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari perkataan ulama di atas.
- Meniatkan suatu amalan hanya untuk Allah.
- Tidak mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
- Kesamaan antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
- Mengharap balasan dari amalannya di akhirat.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel http://rumaysho.com
[1] HR. An Nasa-i no. 3178. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907, dari ‘Umar bin Khattab.
[3] HR. Muslim no. 2985, dari Abu Hurairah.
[4] Syarh Muslim, An Nawawi, 9/370, Mawqi’ Al Islam.
[5] HR. Abu Daud no. 3644 dan Ibnu Majah no. 252, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[6] Kami ambil perkataan-perkataan ulama tersebut dari kitab At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, An Nawawi, hal. 50-51, Maktabah Ibnu ‘Abbas, cetakan pertama, tahun 1426 H.
Tiga Ciri Orang Ikhlas
dakwatuna.com
– Jika ada kader dakwah merasakan kekeringan ruhiyah, kegersangan
ukhuwah, kekerasan hati, hasad, perselisihan, friksi, dan perbedaan
pendapat yang mengarah ke permusuhan, berarti ada masalah besar dalam
tubuh mereka. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Butuh solusi tepat dan
segera.
Jika merujuk kepada Al-Qur’an dan
Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak
karena kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang
buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46).
Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal
daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka
seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati.”
(Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, “Apa mungkin para
ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,” Mereka akan
berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”
Karena
itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik.
Hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang
paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.
Kedudukan Ikhlas
Ikhlas
adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama
dengan benar jika tidak ikhlas. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku,
ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.”
(Al-An’am: 162). Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, “Padahal mereka
tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” Rasulullah saw.
bersabda, “Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.”
Tatkala
Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, “Engkau beribadah
kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya,
maka sesungguhnya Allah melihatmu.” Rasulullah saw. bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas
dan mengharap ridha-Nya.”
Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu
(yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan
ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar
tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus
ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan
benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini disandarkan
pada firman Allah swt. di surat Al-Kahfi ayat 110.
Imam
Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu
Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk
membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika
demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”
Karena
itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, “Amal
tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil
pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain
beliau berkata, “Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin
Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa
keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”
Makna Ikhlas
Secara
bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu
bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan
agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak
menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan
secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam
beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari
kotoran yang merusak.
Seseorang yang
ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari
kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang
dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor,
ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah
keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan
segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan
dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah
menyerah dan selalu kecewa.
Karena itu,
bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh
perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap
ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia,
tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian
si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan
kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan
matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya;
dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter
seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.
Buruknya Riya
Makna
riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan
harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan
lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik.
Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, “Sesungguhnya orang-orang
munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan
apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah
mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Riya
juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw.
bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik
kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?”
Rasulullah saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika
membalas amal-amal hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di
dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?'” (HR
Ahmad).
Dan orang yang berbuat riya pasti
mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan
amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa
berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas
kepada Allah. Kata Rasulullah saw., “Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak
menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak
akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir.” (HR Abu Dawud)
Ciri Orang Yang Ikhlas
Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:
1.
Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam
keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun
celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki
beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak
orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang
jika dicela.”
Perjalanan
waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam
beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka
maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam
beribadah, berdakwah, dan berjihad.
Al-Qur’an
telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat
orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik
dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat
At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad
dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang
bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah
orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati
mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam
keragu-raguannya.”
2.
Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama
manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan
bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan
seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti
debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan
kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi
mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.”
(HR Ibnu Majah)
Tujuan yang
hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha
manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal,
baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak,
mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat
setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
3.
Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa
senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai,
sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.
Para
dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena
itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa
menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah.
Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih
popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.
Arti Makna Ikhlas
Imam Ibnul Qayyim menjelaskan arti ikhlas yaitu mengesakan Allah di dalam tujuan atau keinginan ketika melakukan ketaatan, beliau juga menjelaskan bahwa makna ikhlas adalah memurnikan amalan dari segala yang mengotorinya. Inilah bentuk pengamalan dari firman Allah dalam surat Al-Fatihah ayat 5 yang artinya: "Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami memohon pertolongan."
Berhati-hatilah bila dalam beramal dalam hati kita menginginkan sesuatu dari tujuan-tujuan duniawi. Karena hal tersebut bisa menjadi pertanda kebinasaan karena Allah tidak akan menerima amal tersebut dan hanya menjadikannya seperti debu yang berterbangan sebagaimana firman Allah yang tercantum dalam QS Al-Furqan: 23 yang artinya: "Dan kami perlihatkan segala amal yang mereka kerjakan lalu kami jadikan amal itu seperti debu yang berterbangan"
Ikhlas memang tidak mudah. Akan tetapi kita harus belajar dan mempraktekkan keihlasan itu sendiri. Demikian pula seperti yang tercantum dalam hadits qudsi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Sesunggunhnya Allah telah berfirman: Aku sangat tidak butuh kepada sekutu, barang siapa yang mengerjakan suatu amalan yang dia menyekutukanKu di dalamnya maka akan Aku tinggalkan dia dan sekutunya" (HR. Muslim).
Ada beberapa hal yang merusak keikhlasan seseorang yaitu :
- Riya’. Pengertian riya adalah seseorang menampakan amalnya dengan tujuan orang lain melihatnya dan memujinya. Dan hal inilah yang termasuk pembatal ikhlas dalam islam. Sehingga kita harus berhati-hati terhadap ikhlas dan menanyakan pada diri kita sendiri Sudah Ikhlaskah Kita ?. Dan ini termasuk dalam perbuatan syirik dan dikategorikan syirik kecil. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil, maka para sahabat bertanya : ‘Apakah syirik kecil itu wahai Rasulullah?’. Beliaupun bersabda: ‘Syirik kecil itu adalah riya’. Pada hari kiamat ketika manusia dibalas dengan amal perbuatannya Allah akan berkata kepada orang-orang yang berbuat riya’, ‘Pergilah kalian kepada apa-apa yang membuat kalian berbuat riya’, maka lihatlah apakah kalian mandapat balasan dari mereka’"(HR. Ahmad ).
- Ujub. Yang dimaksud dengan pengertian ujub adalah adalah seseorang berbangga diri dengan amal-amalnya. Para ulama menerangkan bahwa ujub merupakan sebab terhapusnya pahala seseorang, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ujub sebagai hal-hal yang membinasakan. Beliau bersabda yang artinya: "Hal-hal yang membinasakan ada tiga yaitu: berbangganya seseorang dengan dirinya, kikir yang dituruti, dan hawa nafsu yang diikuti"(HR. Al-Bazzar ).
- Sum’ah. Pengertian sumah adalah adalah seseorang beramal dengan tujuan agar orang lain mendengar amalnya tersebut lalu memujinya. Maka bahaya sum’ah sama dengan bahaya riya’ dan pelakunya terancam tidak akan mendapatkan balasan dari Allah, bahkan Allah akan membuka semua keburukannya di hadapan manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya : "Barangsiapa yang memperdengarkan amalannya maka Allah akan memperdengarkan kejelekan niatnya dan barang siapa yang beramal karena riya’ maka Allah akan membuka niatnya di hadapan manusia"(HR. Bukhari dan Muslim).
Posted by Sueozana Labels:
Pedoman Hidup Sejarah Dosa Sejarah bermulanya dosa berlaku dari penentangan iblis di syurga terhadap perintah Allah s.w.t tehadapnya dan malaikat agar tunduk dan sujud kepada Nabi Adam a.s. Keengganan iblis telah menyebabkan kemurkaan Allah s.w.t. Sifat sombong dan takbur iblis itu telah menyebabkan Allah s.w.t. menghalaunya keluar dari syurga sebagaimana firman Allah s.w.t: "Turunlah kamu dari syurga itu kerana kamu tidak sepatutnya menyombong diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk golongan yang hina" (Al-A'raf :13). Sementara itu, Nabi Adam a.s telah melakukan dosa pertama sebagai manusia apabila tertipu dengan helah iblis supaya cintakan nafsu, harta dan keabadian hidup dengan memakan buah Khuldi (di dalam syurga) yang telahpun dilarang Allah s.w.t. dari memakannya. Sebagaimana firman Allah s.w.t: "Kemudian syaitan membisikkan fikiran jahat kepadanya dengan berkata: Hai Adam, mahukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (pohon kekekalan) dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (Taha:120) Ternyata iblis sendiri tidak berani memakan buah larangan tersebut dan dia hanya berbohong kepada Adam dan isterinya semata-mata agar mereka melanggar perintah Allah s.w.t. Ia menjadi pengajaran kepada umat manusia seterusnya supaya berwaspada dengan cara syaitan dan iblis menyesatkan manusia pada saat hati manusia kosong dari iman, sedangkan manusia terlalu menginginkan kesenangan dan kehidupan abadi. Dengan melanggar syari'at Allah s.w.t, Adam a.s dan Hawa isterinya telah dimurkai Allah s.w.t. dan diturunkan ke bumi dan melalui kehidupan yang derita dan sengsara, berbanding kehidupan mereka yang bahagia dan penuh kemuliaan di syurga. Menyedari kemurkaan Allah s.w.t, Adam a.s telah bertaubat nasuha dan dan taubatnya diterima Allah s.w.t sebagaimana firmanNya: "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah:37) Dosa pertama di dunia telah berlaku apabila iblis berjaya menyesatkan anak lelaki Adam a.s iaitu Qabil, supaya membunuh saudaranya Habil. Qabil membunuh Habil apabila ia tidak puas hati dan cemburu dengan Habil yang akan dikahwinkan dengan saudara kembar Qabil yang rupawan. Peristiwa ini tersebut dalam firman Allah s.w.t. dalam surah Al-Maidah:27-31. Sesungguhnya syaitan atau iblis sentiasa menjalankan tipu daya dan berusaha bersungguh-sungguh untuk menyesatkan umat manusia, sebagaimana janjinya kepada Allah s.w.t, kecuali mereka yang patuh kepada Allah s.w.t seperti firmanNya yang bermaksud: "Kecuali hamba-hambaMu yang ikhlas di antara mereka." (Shad:83) Manusia yang engkar pada perintah Allah s.w.t. dan terus menerus bergelumang dalam kesesatan, kezaliman, kefasikan akan mudah dikuasai oleh syaitan, dan menjadi sebahagian dari tentera iblis yang amat setia dalam mempengaruhi menusia lain ke arah jalan yang menyesatkan. Tokoh-tokoh "manusia syaitan" ini terlalu ramai dalam kehidupan masyarakat hari ini. Di antaranya para ulama yang berbuat bid'ah, dukun yang penipu, pemerintah yang zalim dan sebagainya. Mereka mencari keuntungan dunia dan memperjuangkan kepentingan peribadi semata-mata. Manusia sering diperingatkan agar menjauhi dosa kerana azab dan siksaan dari Allah s.w.t bagi yang melakukannya teramat pedih. Di antara Firman Allah s.w.t ialah: "Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang-orang yang mengerjakan dosa akan diberi pembalasan (pada hari kiamat) disebabkan apa yang telah mereka kerjakan" (Al-An'am:120) "Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, nescaya kami hapuskan kesalahanmu (dosa-dosa kecil), dan kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (syurga)" (An-Nisa':31) "Maka bersabarlah kamu dalam melaksanakan ketetapan Tuhanmu dan jangan kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antara mereka" (Al-Insan:24) Jenis-jenis dosa Berdasarkan keterangan dari Al-Quran dan hadis, dosa terbahagi kepada dua,iaitu dosa-dosa besar dan dosa-dosa kecil. Ini berdasarkan berat atau ringannya siksaan yang diterima apabila melakukan dosa tersebut. Bagaimanapun, dosa-dosa kecil itu jika dibiarkan, ia akan sering dilakukan dan menjadi perangsang untuk melakukan dosa-dosa besar yang amat berat siksaannya. Sekecil-kecil dosa adalah perkataan yang lahir di dalam hati. Manakala dosa-dosa besar pula di antaranya adalah menyekutukan (menduakan) Allah s.w.t, membunuh manusia dengan sengaja, meninggalkan solat, meninggalkan puasa di bulan Ramadhan, berzina, meminum arak, homoseks, memakan harta anak yatim, berjudi, membunuh diri, anak yang mendurhakai ibu bapanya, isteri yang mendurhakai suaminya, memakan makanan yang diharamkan Allah, lelaki yang mengahwini kembali isterinya setelah ditalaq tiga sebelum isterinya berkahwin lain dan diceraikan oleh suami barunya, lelaki yang menyerupai perempuan dan sebaliknya, membuat patung dan banyak lagi. Kesan dari perlakuan dosa Bagi orang yang melakukan dosa, mereka telah melanggar perjanjian awalnya dengan Allah s.w.t. sewaktu masih di alam roh dahulu. Kepastian janji ini di sebut oleh Allah dalam firmanNya yang berbunyi: "Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah s.w.t. mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (sambil berfirman) 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?' Mereka menjawab, 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.' Kami lakukan yang demikian itu agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan 'Sesungguhnya kami Bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap hal ini (KeEsaan Tuhan)." (Al-Alaf:172) Apabila manusia dilahirkan ke dunia, dengan senang mereka melupai janji-janji pada Allah s.w.t. yang mencipta mereka kerana mereka mempunyai sifat pelupa. Hanya mereka yang mengikut ajaran nabi dan rasul sahaja yang akan mengingati kembali perjanjian mereka serta sujud menyembah Allah s.w.t. kerana mereka inilah yang membawa pengajaran dan peringatan dari Allah kepada hambaNya supaya tidak sesat atau berbuat dosa. Firman Allah s.w.t: "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelum mu, agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah:21) Semakin banyak seseorang itu melakukan dosa, semakin nipislah darjat keimanannya serta semakin kuranglah rahmat yang diterimanya dari Allah Yang Maha Pencipta. Sedangkan nur iman dalam diri seseorang manusia itu sentiasa berubah-ubah mengikut tahap amalan yang dilakukannya. Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Barangsiapa yang berzina atau meminum arak, maka Allah mencabut imannya sebagaimana seseorang melepaskan bajunya melalui kepalanya" (Hadis riwayat Hakim) Sesungguhnya Islam adalah agama yang benar di sisi Allah s.w.t. Ia mengatur kehidupan manusia dengan cara yang lebih sempurna baik dari segi hubungannya dengan Tuhannya Yang Maha Mencipta mahupun sesama manusia. Walau sehebat manapun seseorang manusia itu, segala keuntungan dan nikmat adalah dari Allah Yang Maha Pemurah. Justeru semuanya bersifat fana' (sementara). Dia sentiasa memerlukan perhubungan dengan Penciptanya Allah s.w.t. untuk memohon rezeki dan menyatakan kesyukurannya. Dalam mengadakan hubungan dengan Allah s.w.t. manusia diseru supaya bersolat. Sedekat-dekat manusia pada Allah s.w.t. adalah sewaktu mereka sujud dan diwaktu inilah kita digalakkan berdoa. Namun, bagi mereka yang sering kelalaian, mengingkari perintahNya dan melakukan dosa tanpa bertaubat, maka terputuslah hubungannya dengan Allah s.w.t. Mereka akan diliputi kehinaan dan kemurkaan Allah s.w.t. Manusia yang berdosa tidak akan diterima doanya oleh Allah s.w.t. kerana mereka tergolong dalam golongan orang-orang yang derhaka dan melampaui batas. Hati orang yang berdosa akan keresahan dan tidak tenteram. Penyakit rohani ini akan mengganggunya dari merasai kebahagiaan dan ketenangan hidup. Mereka membiarkan diri berada di dalam genggaman syaitan dengan membiarkan nafsu menguasai jiwa mereka. Manakala syaitan pula mengambil kesempatan ini untuk mendorong mereka melakukan dosa-dosa kecil dan besar. Allah s.w.t. berfirman yang maksudnya: "Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan kerana sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruhku kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yussuf:53) Manusia adalah makhluk yang tidak mampu hidup sendirian, baik dari segi kejiwaan mahupun hubungan sosial. Allah s.w.t. mencipta manusia dalam bentuk sendiri, kemudian diciptakanNya pasangan lalu berkembang dan menjadi ramai sehingga membentuk institusi keluarga dan masyarakat global. Manusia perlu saling berkait dan bantu membantu dalam membentuk peradaban mereka. Namun hasil dari desakan jiwa orang-orang yang berdosa ini, mereka sentiasa mencari jalan ke arah perpecahan sesama manusia, menganiaya serta menindas di antara satu sama lain. Merekalah yang mencipta kerosakan di bumi Allah ini. Walaupun Allah s.w.t. telah mencipta manusia dengan mertabat yang tinggi, namun disebabkan keangkuhan mereka serta ketaksuban mereka dengan hasutan syaitan, mereka telah menjadi hina dan Allah s.w.t. telah merendahkan golongan yang berdosa ini lebih rendah dari mertabat binatang! Firman Allah s.w.t: "Sesungguhnya Kami telah mencipta manusia itu dalam sebaik-baik kejadian, kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya" (At-Tin:4-5) Allah s.w.t. akan memperingati dan menghukum hambaNya dengan berbagai cara. Di antara peringatan dan hukuman yang amat ditakuti oleh manusia yang masih hidup adalah bencana seperti bencana alamdan wabak penyakit. Banjir, taufan, kebakaran, gempa bumi, tsunami dan berbagai lagi, sering diturunkan Allah s.w.t. kepada hamba-hambaNya agar insaf dan menyedari kekuasaan Allah s.w.t. Bukan sedikit nyawa dan harta yang telah musnah, namun manusia hanya mengambil iktibar dalam masa yang singkat dan semakin lama mereka mula melupakanNya. Cara Memohon Keampunan: 1-Bertaubat Allah s.w.t. telah memerintahkan hambaNya agar segera bertaubat sekiranya melakukan sebarang dosa. Firman Allah s.w.t: "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang sebenar (dengan penuh keinsafan dan tidak mengulangi dosa tersebut-p)." (At-Tahrim:8) "Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya serta memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan." (As-Syura:25) Allah s.w.t. menyeru umat manusia agar berusaha menyelamatkan diri dari siksaan azab kubur dan api neraka sebelum maut datang menjemput sebagaimana firmanNya: "Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan kerana kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima oleh Allah taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima oleh Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka barulah ia mengatakan 'sesungguhnya saya bertaubat sekarang.' Tidak pula diterima taubat orang-orang yang mati sedangkan mereka dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksaan yang pedih." (An-Nisa'17-18) Allah s.w.t. juga memerintahkan manusia supaya memohon keampunan dariNya, memperbanyakkan amal kebajikan serta mendekatkan diri kepadaNya. Firman Allah s.w.t: "Dan bersegeralah kamu kepada keampunan Tuhanmu dan kepada syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, iaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik pada waktu lapang mahupun pada waktu sempit (kesusahan-p) dan orang-orang yang menahan marahnya dan memaafkan kesalahan orang. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedangkan mereka mengetahui. Balasan untuk mereka itu ialah keampunan dari Tuhan mereka dan syurga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal." (Al-Imraan:133-136) Nabi Muhammad s.a.w. telah menyeru umatnya agar sentiasa bertaubat kepada Allah s.w.t, di antara sabdanya ialah: "Wahai sekelian manusia, bertaubat dan memohon ampunlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya aku sendiri bertaubat setiap hari sebanyak 100 kali." (Hadis riwayat Muslim) "Sesungguhnya Allah s.w.t. sentiasa membuka kekuasaanNya pada malam hari supaya orang yang melakukan dosa pada siang hari mahu bertaubat dan juga membuka kekuasaanNya pada siang hari supaya orang yang melakukan dosa pada malam hari mahu bertaubat. Hal yang demikian itu terus berlangsung sehingga matahari terbit dari barat (pintu taubat tertutup-p)." (Hadis riwayat Muslim) Syarat-syarat diterima taubat Taubat bagi dosa yang dilakukan oleh MANUSIA TERHADAP TUHAN,serta tidak melibatkan hubungannya dengan manusia lain, terdapat 3 syarat baginya: 1-Tidak akan mengulangi perbuatan dosa itu lagi 2-Benar-benar menyesal di atas perbuatan dosa yang dilakukan 3-Bertekad di dalam hati TIDAK akan melakukan dosa itu lagi selama-lamanya. Taubat bagi dosa yang dilakukan oleh manusia terhadap SESAMA MANUSIA, terdapat 4 syarat baginya iaitu 3 syarat di atas dan ditambah lagi dengan syarat ke 4, iaitu mesti dapat membebaskan diri dari HAK orang yang punya. Bermakna dia harus mengembalikan harta orang tersebut atau jika ia bebbentuk hukuman, dia harus menyerahkan diri kepada orang tersebut untuk menerima hukuman atau memohon dimaafkan. 2-Solat Tasbih Melakukan solat Tasbih adalah satu cara memohon keampunan dari Allah s.w.t dari segala dosa-dosa yang kita lakukan. Ia merupakan cara bertaubat yang amat afdhal yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Ia adalah solat sunat 4 rakaat. Bacaannya sama seperti solat fardhu 4 rakaat cuma niatnya berbeza dan ditambah dengan bacaan tasbih pada waktu tertentu. Rasulullah s.a.w. bersabda kepada saudaranya Abbas bin Abdul Muttalib: "Wahai bapa saudaraku! Sukakah jika aku berikan hadiah istimewa untukmu? Aku ajarkan sepuluh perbuatan yang dapat menghapuskan sepuluh jenis dosa. Jika kau melakukannya, maka Allah mengampuni dosa-dosamu, baik yang awal mahupun yang akhir, baik yang lama mahupun yang baru, baik yang tidak sengaja mahupun yang sengaja, yang kecil dan yang besar, yang tersembunyi dan yang nyata. Sepuluh kelakuan itu ialah solat sebanyak 4 rakaat. Setiap rakaat membaca Al-Fatihah dan surah, selesai membaca itu dalam rakaat pertama, lalu bacalah ketika masih berdiri: 'Subhanallahi walhamdulilahi walaa ilaa ha illallahu Allahu akbar' sebanyak 15 kali kemudian rukuk,dan semasa rukukini bacalah seperti di atas 10 kali. kemudian 'iktidal dari rukuk dan baca lagi 10 kali kemudian turun untuk sujud dan baca lagi 10 kali, angkat kepala dari sujud dan bacalah 10 kali, kemudian sujud dan bacalah 10 kali kemudian angkat kepala dari sujud, di waktu duduk istirehat bacalah 10 kali. Kesemuanya berjumlah 75 kali dalam setiap rakaat. Demikianlah yang harus di kerjakan pada setiap rakaat dalam ke semua 4 rakaat itu. Jika dapat mengerjakannya sekali sehari, kerjakanlah. Jika tidak dapat,boleh sejumaat sekali. Jika tidak dapat sebulan sekali, jika tidak dapat, kerjakanlah setahun sekali. jika tidak dapat jugak, maka kerjakanlah sekali seumur hidup." (Hadis riwayat Abu Daud, Ibn Majah dan Tabrani) Cara solat tasbih: ~Bacaan: sebagaimana terkandung dalam sabda Nabi Muhammad s.a.w di atas. ~Niat solat tasbih: "Usolli sunnatan Tasbih, arba 'aa rokaataini lillahi ta'ala." 3-Berselawat i- "Allahumma solli 'alaa sayyidinaa muhammadin abdika wa nabiyyika wa rosuulikannabiyyi al umyyi" Ertinya:Ya Allah, limpahkanlah rahmat ke atas sayidina Muhammad seorang hamba, Nabi dan utusanMu yang Ummi. Selawat di atas dikatakan dapat menghapus dosa selama 80 tahun. Ia diamalkan selepas Asar di hari Jumaat dan dibaca sebanyak 80 kali. ii-"Allahumma solli 'alaa sayyidina Muhammadin wa 'alaa aalihi wasallam" Ertinya:Ya Allah, semoga Engkau berikan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad dan para keluarga dan limpahkanlah keselamatan." 4-Berdoa Doa adalah senjata orang-orang mukmin. Berdoalah semoga kita diberi keampunan setiap kali kita melakukan dosa dan kesilapan. Di antara saat- saat mustajab doa adalah sewaktu sujud solat fardhu, sewaktu hujan, sewaktu azan, selepas solat 'Asar, sepanjang bulan Ramadhan, Rejab, semasa Nisfu Sya'aban, selepas menunaikan solat sunat di masjid Nabawi, dan sewaktu menunaikan Haji di Makkah. Semoga kita dapat mengelakkan diri dari berbuat dosa-dosa besar. Mohonlah keampunan dari Allah s.w.t. sepanjang masa, kerana manusia tidak dapat lari dari melakukan kesilapan dan dosa. Berdoalah agar Allah s.w.t. melindungi kita dan keturunan kita dari hasutan syaitan dan iblis laknatullah. Semoga Allah s.w.t. merahmati kita sebagai hambaNya yang solih di dunia dan akhirat. Semoga kita selamat dari segala bencana, selamat dari segala azab kubur dan api neraka. Mudah-mudahan kita tergolong sebagai hambaNya yang dapat menghuni syurgaNya yang indah dan penuh rahmat. Maha Suci Allah, sesungguhnya Engkaulah Tuhan Yang Maha Pencipta, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Pemurah, ampunilah dosa-dosa kami serta berkatilah perjalanan hidup kami di dunia dan akhirat. Amiin Yaa Rabbal 'aalamiin... Copy and WIN : http://ow.ly/KfYkt
Apa Itu Ibadah Yang Ikhlas? Senin, 28 Januari, 2008
Posted by Quito Riantori in Artikel, Bilik Renungan.trackback
Allah Swt berfirman :
“Al-Ikhlas itu adalah salah satu dari rahasia-rahasia-Ku,
yang telah Aku titipkan ke dalam hati
orang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku.”
(Hadits Qudsi, Bihar al-Anwar 70 : 249)
“Al-Ikhlas itu adalah salah satu dari rahasia-rahasia-Ku,
yang telah Aku titipkan ke dalam hati
orang yang Aku cintai dari hamba-hamba-Ku.”
(Hadits Qudsi, Bihar al-Anwar 70 : 249)
Menurut bahasa, kata ikhlash berasal dari akar kata : khalasha – yakhlushu – khulushan – khalashan,
yang artinya : murni, atau tidak bercampur (dengan unsur lainnya). Dari
akar kata ini banyak makna lainnya di antaranya : bersih, jernih,
khusus, menyendiri, yang dipilih, sampai, lepas, bebas, terhindar,
selamat, memisahkan, habis, mencintai, tulus, membalas, selesai, inti,
sari, jalan keluar, penolong, dan jujur. 16]
Keikhlasan
adalah anugerah misterius yang dikaruniakan Allah kepada
hamba-hamba-Nya yang berhati suci, dan selalu meningkatkan dan
memperdalam iman serta penghambaannya. 17]
Di dalam irfan atau tasawwuf, ikhlas memiliki istilah tersendiri. Khwajah Abdullah al-Anshari qs mengatakan, ”Arti
ikhlas adalah membersihkan perbuatan dari segala ketidakmurnian” Dan
ketidakmurnian di sini adalah ketidakmurnian umum, termasuk apa yang
timbul dari keinginan untuk menyenangkan diri sendiri dan makhluk lain.” 18]
Ikhlash
juga berarti : membebaskan perbuatan dari selain Tuhan yang berperan
dalam perbuatan tersebut, atau suatu motivasi perbuatan yang tidak
menginginkan balasan dunia mau pun akhirat. 19]
Penulis Gharaib al-Bayan menyebutkan
bahwa : orang ikhlas itu adalah orang yang beribadah kepada Allah
sedemikian rupa sehingga tidak memperhatikan kalau dirinya itu sedang
beribadah, juga tidak memperhatikan dunia atau penghuninya, juga tidak
melebihi batas-batas hamba dalam melihat Tuhan.
Syaikh al-Muhaqqiq Muhyiddin Ibn al-‘Arabi mengatakan, ”Bagi
Allah-lah kesetiaan yang tulus, yang bersih dari semua noda dan
egoisme. Dan kamu harus sepenuhnya sirna (fana) dalam Dia agar Dia
tersambung dengan esensi, perbuatan dan agamamu. Selama kesetiaan belum
disucikan secara hakiki, kesetiaan itu bukanlah untuk Allah.” 20]
Ibadah orang-orang yang tulus merupakan jejak manifestasi (tajaliyyat) Sang Kekasih, dan yang senantiasa ada di hatinya hanyalah Zat Allah.
Imam Ali as mengatakan, “Beruntunglah
orang yang telah memurnikan (akhlash) penghambaan dan do’anya hanya
kepada Allah dan hatinya tidak disibukkan oleh apa-apa yang dilihat
matanya, dan ia tidak lupa dari berzikir kepada Allah karena apa-apa
yang didengar telinganya, dan hatinya tidak sedih karena karunia yang
diberikan kepada selain dirinya.” 21]
Rasulullah saww bersabda, “Semua
orang yang berilmu itu (al-‘ulama) celaka kecuali yang beramal dan
semua orang yang beramal itu celaka kecuali orang yang ikhlas dan orang
ikhlas itu senantiasa dalam kekhawatiran.” 22]
Manusia
tidak pernah aman dari kejahatan setan dan egonya sampai akhir
hayatnya. Dia tidak boleh membayangkan bahwa setelah ia berbuat ikhlas
semata-mata demi Allah tanpa adanya keinginan untuk menyenangkan
makhluk, kemurniann perbuatannya akan selalu aman dari kejahatan godaan
setan, lintasan-lintasan ego dan hawa nafsu.
Jika ia tidak senantiasa waspada, niscaya suatu waktu ia akan tergelincir ke dalam bentuk riya atau ‘ujub
yang sedemikian halus sehingga ia tidak menyadarinya. Sebentar saja
manusia lalai, maka kendali egonya pun akan terlepas dan menyeretnya
kepada perbuatan buruk dan tercela.
“Sesungguhnya nafs (ego) manusia itu senantiasa mengajak kepada kejahatan, kecuali kalau Tuhan mengasihi” (QS 12 : 53)
HAKIKAT IKHLAS
Rasulullah saww bersabda, ”Setiap
kebenaran itu ada hakikatnya dan tidaklah seorang hamba dapat mencapai
hakikat keikhlasan sampai ia merasa tidak suka dipuji atas amal (ibadah)
yang ditujukannya kepada Allah.” 23]
Imam Ali as berkata, ”Barangsiapa
yang tidak bertentangan apa yang ada dalam hatinya dengan apa yang ia
nyatakan, dan tidak bertentangan pula perbuatan dan perkataannya, maka
sungguh ia telah menunaikan amanah dan telah memurnikan (akhlas)
penghambaannya.” 24]
Amal
yang bernilai dalam pandangan Allah adalah amal yang dilakukan
semata-mata untuk ‘menyenangkan’-Nya, betapa pun kecilnya amal itu. Amal
sedikit yang dilakukan dengan ikhlas lebih disukai-Nya ketimbang banyak
tetapi tidak ikhlas.
Rasulullah saww bersabda, ”Ikhlas-kanlah hatimu, niscaya mencukupimu walau dengan sedikit amal.” 25]
Amal perbuatan merupakan gambaran yang tidak hidup, namun keikhlasan di dalamnya memberikan ruh kehidupan padanya. 26]
Secara
lahiriah, shalat Ali bin Abi Thalib as tidak berbeda dengan shalat
orang-orang munafik. Namun secara batini, shalat Ali bin Abi Thalib
memiliki nilai spiritual tertinggi yang mampu mengangkat ruhnya terbang
ke langit, bermi’raj menghadap Tuhan.
Orang
yang hatinya dibangkitkan oleh keikhlasan tidak peduli apakah orang
lain akan mencela atau menyanjung amalnya atau tidak. Ia benar-benar
tidak peduli bahkan apakah amal ibadahnya itu akan diberikan ganjaran
atau tidak.
Perhatian
orang yang ikhlas tidak pernah berubah, baik ia berada dalam keadaan
susah mau pun senang. Hatinya hanya tertuju kepada Sang Kekasih, tidak
kepada yang lain.
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan
memurnikan (mukhlishina) ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama
yang lurus.” (QS 98 : 5)
Mereka
tidak diperintahkan kecuali untuk beribadah. Namun ibadah yang dicelup
dengan warna ikhlas. Orang yang memberikan tempat kedua bagi Tuhan dalam
hatinya sebenarnya ia tidak memberikan tempat sama sekali bagi Tuhan. 27]
Jika
amal dan keikhlasan kita umpamakan sebagai sepasang sayap, maka takkan
mungkin kita dapat terbang tanpa sepasang sayap. Rumi mengatakan :
Engkau mesti ikhlas dalam beramal,
agar Tuhan Yang Maha Agung menerimanya.
ikhlash adalah sayap amal ibadah,
tanpa sayap, bagaimana engkau dapat
terbang ke tempat bahagia?
Tiada ulasan:
Catat Ulasan