Islam For Beginner
Sakit dalam Pandangan Islam
Kamis 12 Rabiulakhir 1435 / 13 Februari 2014 07:31Saat Allah menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tertentu yang menjadi penyebab itu semua. Tidak mungkin Allah subhanahu wa ta’ala melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik semua itu. Allah pasti menyimpan hikmah di balik setiap sakit yang kita alami. Karenanya, tidak layak bagi kita untuk banyak mengeluh, menggerutu, apalagi su’udzhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lebih parah lagi, kita sampai mengutuk taqdir. Na’udzu billah…
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam pernah menemui Ummu As-Saa’ib, beliau bertanya : ”Kenapa engkau menggigil seperti ini wahai Ummu As-Saa’ib?” Wanita itu menjawab : “Karena demam wahai Rasulullah, sungguh tidak ada barakahnya sama sekali.” Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Jangan engkau mengecam penyakit demam. Karena penyakit itu bisa menghapuskan dosa-dosa manusia seperti proses pembakaran menghilangkan noda pada besi”. (HR. Muslim)
Sakit adalah Ujian
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Quran, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.” (QS. Al-Baqarah: 155-156). Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Anbiyaa`: 35)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampuryang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (QS. Al-Insaan:2)
Begitulah Allah subhanahu wa ta’ala menguji manusia, untuk melihat siapa di antara hambaNya yang memang benar-benar berada dalam keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman bukanlah sekedar ikrar yang diucapkan melalui lisan, tapi juga harus menghujam di dalam hati dan teraplikasian dalam kehidupan oleh seluruh anggota badan. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa Dia akan menguji setiap orang yang mengaku beriman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabuut: 2-3)
Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih baik di hadapanNya. Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya”. (HR. Bukhari).
Dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan : Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Kalau Allah mencintai seseorang, pasti Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang ridha menerima cobaanNya, maka ia akan menerima keridhaan Allah. Dan barangsiapa yang kecewa menerimanya, niscaya ia akan menerima kermurkaan Allah”. (HR. Tirmidzi)
Sakit adalah Adzab
Bagi seorang mu`min sakit dapat menjadi tadzkirah atau ujian yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Namun bagi sebagian orang, sakit bisa menjadi adzab yang akan membinasakan dirinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimuatau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih bergantiagar mereka memahami(nya)”.” (QS. Al-An’aam: 65)
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang kecil di dunia sebelum adzab yang lebih besar di akhirat, mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. As-Sajdah: 21)
Maka dari itu, pertaubatan adalah langkah nyata menuju kesembuhan. Seseungguhnya, segala macam bencana yang menimpa kita, pada hakikatnya adalah karena perbuatan kita sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan.”[1]
Dari ‘A`isyah radhiyallahu ‘anha ia berkata , “Aku mendengar Rasulallah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah walau hanya tertusuk duri, kecuali Allah akan mencatat baginya kebaikan dan dihapus baginya kesalahan dan dosanya.” (HR.Muslim)
Ingatlah bahwa adzab yang diturunkan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap seseorang di dunia bisa berbagai macam bentuknya. Kekurangan harta, bencana alam, peperangan, sakit, atau bahkan kematian. Cukuplah kiranya pelajaran kaum terdahulu yang diadzab oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan berbagai macam penyakit yang aneh dan sulit disembuhkan. Hal itu dikarenakan mereka tetap bertahan di dalam kekafiran, padahal bukti-bukti dan tanda-tanda kebesaran-Nya telah ditampakkan di hadapan mereka. Firman Allah,
“Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al-Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka” (QS. Thaahaa: 113)
Allah swt. juga berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun” (QS. Ali ‘Imraan: 116)
Sakit adalah Cinta
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menguji hamba-hambaNya untuk menilai siapa yang memang benar-benar memiliki ketulusan iman. Siapa di antara hamba-hambaNya yang sabar, yang sanggup bertahan, baik dalam susah maupun senang. Inilah golongan yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala. Para shahabat berkata saat golongan ini sedang ditimpa sakit, “Demam sehari dapat menghapuskan dosa setahun”.
Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Ath Thibb An Nabawi menafsirkan riwayat atsar ini dalam dua pengertian. Pertama, bahwa demam itu meresap ke seluruh anggota tubuh dan sendi-sendinya. Sementara jumlah tiap sendi-sendi tubuh ada 360. Maka, demam itu dapat menghapus dosa sejumlah sendi-sendi tersebut, dalam satu hari.
Kedua, karena demam itu dapat memberikan pengaruh kepada tubuh yang tidak akan hilang seratus persen dalam setahun. Sebagaimana Sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, “Barangsiapa meminum minuman keras, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” Karena pengaruh minuman keras tersebut masih tetap ada dalam tubuhnya, pembuluh nadi, dan anggota tubuh lainnya selama empat puluh hari. Wallahu a’lam. Beliau mengakhiri perkataannya.
Hal tersebut dapat dipahami dan diterima walaupun beliau (Imam Ibn al-Qayyim) masih belum mengetahui kedudukan atsar tersebut, karena kita senantiasa mengingat do’a yang seringkali diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam saat beliau menjenguk orang sakit. Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam senantiasa mengucapkan, “Laa ba’sa thahuurun, insya Allahu ta’ala” Tidak mengapa, insya Allah menjadi pembersih (atas dosa-dosamu). Inilah yang dimaksud bahwa Islam memandang sakit bisa bermakna cinta. Cinta dari Sang Ilahy agar hambaNya tidak mendapatkan azab di akhirat, maka Dia membersihkan segala noda dan dosanya di dunia. Ma syaa Allah.
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam pernah bersabda : ”Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan jika sekiranya Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji dan memberikan cobaan kepada mereka”. (HR. Tirmidzi dan Baihaqi).
Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai kesalahnnya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-daunya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurayrah radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Cobaan itu akan selau menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada diri anaknya ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)
Begitu pula, Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Tiadalah kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa seorang muslim sampai duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah menghapus dengan itu kesalahan – kesalahannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang wanita datang menemui Nabi shallallahu ’alayhi wasallam, ia berkata : ”Saya mengidap penyakit epilepsi dan apabila penyakitku kambuh, pakaianku tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk diriku”. Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Kalau engkau bersabar, engkau mendapatkan jannah. Tapi kalau engkau mau, aku akan mendoakan agar engkau sembuh”. Wanita itu berkata : ”Aku bersabar saja”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda :” Kalau seorang hamba sakit atau sedang bepergian, pasti Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia mengamalkan ibadah di masa masih sehat dan sedang bermukim.” (HR. Bukhari)
Syaikh Al Faqih Muhammad ibn Shalih Al-‘Utsaymin rahimahullah berkata: ”Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.”
Hendaklah kita bersabar dan ridha terhadap sakit yang menimpa kita. Dengan bersabar, kita akan mendapatkan apa yang dijanjikan Allah terhadap orang yang bersabar : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Selain itu, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa sakit, khususnya demam, sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Karena, menurutnya, orang yang sedang demam akan meninggalkan makanan yang buruk dan kemudian beralih kepada makanan yang baik-baik. Ia pun akan mengonsumsi obat-obatan yang bermanfaat bagi tubuh. Hal ini tentu akan membantu proses pembersihan tubuh dari segala macam kotoran dan kelebihan yang tidak berguna. Sehingga prosesnya mirip api terhadap besi yang berfungsi menghilangkan karat dari inti besi. Proses seperti ini sudah dikenal di kalangan medis. Karenanya tidak heran jika Abu Hurayrah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Tidak ada penyakit yang menimpaku yang lebih aku sukai daripada demam. Karena demam merasuki seluruh organ tubuhku. Sementara Allah akan memberikan pahala pada setiap organ tubuh yang terkena demam.” Allahu alam. [alfadhli]
Sakit Itu Kifarah Dosa
Rasulullah SAW bersabda: “Apabila seorang hamba yang beriman menderita sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada semasa sihat dan pada semasa waktu senangnya.”
Ujaran Rasulullah SAW tersebut diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili. Dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda :
“Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus 4 malaikat untuk datang padanya.”
Allah memerintahkan :
1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.
2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lazatnya makanan dari mulutnya.
3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga
berubahlah wajah pesakit menjadi pucat lesi.
4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya , maka berubahlah pesakit menjadi suci dari dosa.
Tatkala Allah akan menyembuhkan hamba mukmin itu, Allah memerintahkan kepada malaikat 1, 2 dan 3 untuk mengembalikan kekuatannya, rasa lazat, dan cahaya di wajah sang hamba.
Namun untuk malaikat ke 4, Allah tidak memerintahkan untuk mengembalikan dosa-dosanya kepada hamba mukmin. Maka bersujudlah para malaikat itu kepada Allah seraya berkata : “Ya Allah mengapa dosa-dosa ini tidak Engkau kembalikan?”
Allah menjawab: “Tidak baik bagi kemuliaan-Ku jika Aku mengembalikan dosa-dosanya setelah Aku menyulitkan keadaan dirinya ketika sakit. Pergilah dan buanglah dosa-dosa tersebut”
Dengan ini, maka kelak pesakit itu berangkat ke alam akhirat dan keluar dari dunia dalam keadaan suci dari dosa sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Sakit panas dalam sehari semalam, dapat menghilangkan dosa selama setahun.”
“Tiada seorang mukmin yang ditimpa oleh kepenatan atau penyakit atau risau fikiran atau sedih hati, walaupun jika terkena duri, melainkan semua penderitaan itu akan dijadikan penebus dosanya oleh Allah” (HR Bukhari-Muslim).
“Jika sakit seorang hamba hingga tiga hari, maka keluar dari dosa-dosanya sebagaimana keadaannya ketika baru lahir dari kandungan ibunya,” (HR Ath-Thabarani).
“Penyakit panas itu menjaga tiap mukmin dari neraka, dan panas semalam cukup dapat menebus dosa setahun,” (HR Al-Qadha’i).
Bersyukur atas ujian yang satu ini.. Sue buat masa ini memang kurang sihat.. Hari ni pun Sue mc. Terlantar terbaring je.. Langsung tak dapat buat apa-apa. Hopefully esok akan pulih semula.. Namun batuk-batuk ni macam lambat lagi je nak baik..huhu..
Another one is Sue sedang dalam sesi perubatan moden sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan zuriat. Wish me luck! Teringin juga untuk menambahkan zuriat..
Semalam blood test results dah keluar. Hurmmmmm.. memang ada yang tak kena. Dah agak dah.. memang ada something wrong.. So buat masa ini berubat moden dulu.. tengok result another beberapa bulan nanti macam mana.. Then tengoklah macam mana.. cari usaha lain pulak..
Bersyukur menjadi insan terpilih untuk menghadapi ujianNya..
Wassalam.
Sakit Penghapus Dosa
Sakit Penghapus Dosa |
"Tidak
ada kesusahan (atau bala bencana) yang menimpa (seseorang) melainkan
dengan izin Allah; dan sesiapa yang beriman kepada Allah, Allah akan
memimpin hatinya (untuk menerima apa yang telah berlaku itu dengan
tenang dan sabar); dan (ingatlah), Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap
sesuatu".
(At-Tagaabun : 11)
"Tidaklah
seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya melainkan Allah
akan menggugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang
menggugurkan daun-daunnya."
(Hadis riwayat Bukhari dan Muslim)
"Jangan
pandang sakit itu sebagai penderaan dan jangan pula mudah berburuk
sangka kepada Allah. Bahkan sebaiknya kesakitan atau musibah itu
dipandang sebagai nikmat untuk Allah membersihkan diri kita daripada
segala dosa dan noda."
(Ustaz Zaharuddin Abdul Rahman, Penceramah Bebas)
Musibah & Bala Bencana Adalah Teguran Dari Allah
Ahad, 21 Syawwal 1430 H / 11 Oktober 2009 03:03
Ditulis oleh: Abu Jibriel
Dari berbagai rangkaian musibah, ujian dan bala bencana yang menimpa manusia, khususnya negeri ini, adalah karena perbuatan maksiat dan dosa mereka kepada Allah Swt dan RasulNya dalam merespon dakwah para Nabi dan Rasul-rasul Allah Swt. Selain itu mereka juga mendustakan ayat-ayat Allah, mengkufuri nikmat-nikmatNya dan menukarkan kenikmatan itu dengan kekafiran, serta para penguasa dan pembesar-pembesarnya menukar hukum Allah dengan hukum jahiliyah dan kecenderungan masyarakat memilih serta mengikuti tradisi nenek moyang dengan ajaran sesatnya yang bertolak belakang dari hidayah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Al Qur’an menjelaskan, membenarkan hal tersebut, Allah Swt berfirman:
“Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS. Al Qhashash, 28 : 59)
FirmanNya lagi:
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Hud : 117)
FirmanNya lagi:
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nisaa : 147)
FirmanNya lagi:
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al Isra, 17 : 16)
FirmanNya lagi:
“Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al Isra, 17 : 58)
FirmanNya lagi:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu.” (QS. As Syura, 42 : 30)
FirmanNya lagi:
“Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl, 16 : 112)
FirmanNya lagi:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan Itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (QS. Ibrahim, 14 : 28-29)
FirmanNya lagi:
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan dimuka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat yang diderita oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dri merka,mereka telah mengolah bumi dan memakmurkannya lebih banyak dari apa yang mereka makmurkan.Dan telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa keterangan dan bukti-bukti yang nyata.Maka Allah sekali-kali tidak berlaku dzalim kepada mereka ,tetapi merekalah yang berlaku dzalim terhadap dir mereka.Kemudian akibat orang-orang yang melakukan kedurhakaan dan kejahatan adalah azab siksa yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-olok.” (QS. Rum, 30 : 9-10).
Dan firmanNya lagi:
“(ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: “Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya”. (Allah berfirman): “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, Maka Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Kalau kamu melihat ketika Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri), demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya, (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi amat keras siksaan-Nya, (siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri [Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah.], dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui, (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya, maka Kami membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; dan kesemuanya adalah orang-orang yang zalim. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” (QS. Al An fal, 8 : 49-55)
Demikianlah diantara ayat-ayat Allah yang menerangkan sebab-sebab datangnya musibah dan bala bencana.
Rasulullah Saw juga menerangkan akan sebab-sebab musibah dalam haditsnya:
Berkata Ummu Salamah, istri Rasulullah Saw, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Jika timbul maksiat pada ummatku, maka Allah akan menyebarkan azab-siksa kepada mereka.” Aku berkata : Wahai Rasulullah, apakah pada waktu itu tidak ada orang-orang shalih? Beliau menjawab: “ada!”. Aku berkata lagi: Apa yang akan Allah perbuat kepada mereka? Beliau menjawab: “Allah akan menimpakan kepada mereka azab sebagaimana yang ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat maksiat, kemudian mereka akan mendapatkan keampunan dan keredhaan dari dari Rabbnya.” (HR. Imam Ahmad)
Lima Sebab Datangnya Azab dan Siksa Allah
Rasulullah Saw bersabda:
“Bagaimana kalian apabila terjadi lima perkara, dan aku berlindung kepada Allah mudah-mudahan lima perkara itu tidak terjadi pada kamu atau kamu tidak menjumpainya, yaitu,
Tidaklah perbuatan zina itu tampak pada suatu kaum, dikerjakan secara terang-terangan, melainkan tampak dalam mereka penyakit ta’un dan kelaparan yang tidak pernah dijumpai oleh nenek moyang dahulu.
Dan tidaklah kaum itu menahan zakat, melainkan mereka ditahan oleh Allah turunnya hujan dari langit, andai kata tidak ada binatang ternak tentu mereka tidak akan dihujani.
Dan tidaklah kaum itu mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka disiksa oleh Allah dengan kesengsaraan bertahun-tahun dan sulitnya kebutuhan hidup dan nyelewengnya penguasa.
Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka itu menghukumi dengan selain kitab yang diturunkan oleh Allah, melainkan mereka akan dikuasai oleh musuh yang merampas sebagian kekuasaan mereka.
Dan tidaklah mereka itu menyia-nyiakan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah menjadikan bahaya di antara mereka sendiri.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Lima Belas Perkara Mendatangkan Musibah & Bala Bencana
Dari Ali bin Abi Thalib Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila umatku telah melakukan lima belas perkara, maka halal baginya (layaklah) ditimpakan kepada mereka bencana.” Ditanyakan, apakah lima belas perkara itu wahai Rasulullah?
Rasulullah Saw bersabda: “Apabila…
Harta rampasan perang (maghnam) dianggap sebagai milik pribadi,
Amanah (barang amanah) dijadikan sebagai harta rampasan,
Zakat dianggap sebagai cukai (denda),
Suami menjadi budak istrinya (sampai dia),
Mendurhakai ibunya,
Mengutamakan sahabatnya (sampai dia),
Berbuat zalim kepada ayahnya,
Terjadi kebisingan (suara kuat) dan keributan di dalam masjid (yang bertentangan dengan syari’ah),
Orang-orang hina, rendah, dan bejat moralnya menjadi pemimpin umat (masyarakat),
Seseorang dihormati karena semata-mata takut dengan kejahatannya,
Minuman keras (khamar) tersebar merata dan menjadi kebiasaan,
Laki-laki telah memakai pakaian sutera,
Penyanyi dan penari wanita bermunculan dan dianjurkan,
Alat-alat musik merajalela dan menjadi kebanggaan atau kesukaan,
Generasi akhir umat ini mencela dan mencerca generasi pendahulunya;
Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka tunggulah datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya bumi dan apa yang diatasnya ke dalam bumi (gempa bumi dan tananh longsor), dan perubahan-perubahan atau penjelmaan-penjelmaan dari satu bentuk kepada bentuk yang lain.” (HR. Tirmidzi, 2136)
Itulah perkara-perkara yang menyebabkan suatu negeri mengalami kekacauan, kehancuran, kesempitan, kemelaratan, perseteruan, dan perpecahan satu sama lainnya, antara rakyat dengan rakyat dan rakyat dengan penguasa. Korupsi dan ketidakadilan merajalela, segala macam penyakit bermunculan menimpa manusia, yang benar-benar menyulitkan dan membinasakan kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Oleh sebab itulah, Rasulullah Saw berdoa agar sahabat-sahabatnya tidak menjumpai keadaan yang demikian dahsyat dan terpuruknya. Dari semua perkara yang menyebabkan datangnya siksa dan azab itu. Insya Allah akan berakhir jika manusia dan kaum Muslimin khususnya kembali kepada Allah dan Rasul Nya, berpegang teguh kepada Dinullah (Islam yang sebenar-benarnya, menurut Al Qur’an dan As Sunnah) mengikut petunjuk Rasulnya.
Sebagai penutup, renungkanlah firman Allah Swt berikut serbagai introfeksi kita semua:
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri Beriman dan Bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf, 7: 96)
Wallahu’alam bis showab…
Dari berbagai rangkaian musibah, ujian dan bala bencana yang menimpa manusia, khususnya negeri ini, adalah karena perbuatan maksiat dan dosa mereka kepada Allah Swt dan RasulNya dalam merespon dakwah para Nabi dan Rasul-rasul Allah Swt. Selain itu mereka juga mendustakan ayat-ayat Allah, mengkufuri nikmat-nikmatNya dan menukarkan kenikmatan itu dengan kekafiran, serta para penguasa dan pembesar-pembesarnya menukar hukum Allah dengan hukum jahiliyah dan kecenderungan masyarakat memilih serta mengikuti tradisi nenek moyang dengan ajaran sesatnya yang bertolak belakang dari hidayah dan Sunnah Rasulullah Saw.
Al Qur’an menjelaskan, membenarkan hal tersebut, Allah Swt berfirman:
“Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS. Al Qhashash, 28 : 59)
FirmanNya lagi:
“Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Hud : 117)
FirmanNya lagi:
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nisaa : 147)
FirmanNya lagi:
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al Isra, 17 : 16)
FirmanNya lagi:
“Tak ada suatu negeripun (yang durhaka penduduknya), melainkan Kami membinasakannya sebelum hari kiamat atau Kami azab (penduduknya) dengan azab yang sangat keras. yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al Isra, 17 : 58)
FirmanNya lagi:
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari dosa-dosamu.” (QS. As Syura, 42 : 30)
FirmanNya lagi:
“Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. An-Nahl, 16 : 112)
FirmanNya lagi:
“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk kedalamnya; dan Itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (QS. Ibrahim, 14 : 28-29)
FirmanNya lagi:
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan dimuka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat yang diderita oleh orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih kuat dri merka,mereka telah mengolah bumi dan memakmurkannya lebih banyak dari apa yang mereka makmurkan.Dan telah datang kepada mereka Rasul-rasul mereka dengan membawa keterangan dan bukti-bukti yang nyata.Maka Allah sekali-kali tidak berlaku dzalim kepada mereka ,tetapi merekalah yang berlaku dzalim terhadap dir mereka.Kemudian akibat orang-orang yang melakukan kedurhakaan dan kejahatan adalah azab siksa yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka selalu memperolok-olok.” (QS. Rum, 30 : 9-10).
Dan firmanNya lagi:
“(ingatlah), ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya berkata: “Mereka itu (orang-orang mukmin) ditipu oleh agamanya”. (Allah berfirman): “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, Maka Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Kalau kamu melihat ketika Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri), demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya, (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi amat keras siksaan-Nya, (siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu meubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri [Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah.], dan sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui, (keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya, maka Kami membinasakan mereka disebabkan dosa-dosanya dan Kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya; dan kesemuanya adalah orang-orang yang zalim. Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.” (QS. Al An fal, 8 : 49-55)
Demikianlah diantara ayat-ayat Allah yang menerangkan sebab-sebab datangnya musibah dan bala bencana.
Rasulullah Saw juga menerangkan akan sebab-sebab musibah dalam haditsnya:
Berkata Ummu Salamah, istri Rasulullah Saw, aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Jika timbul maksiat pada ummatku, maka Allah akan menyebarkan azab-siksa kepada mereka.” Aku berkata : Wahai Rasulullah, apakah pada waktu itu tidak ada orang-orang shalih? Beliau menjawab: “ada!”. Aku berkata lagi: Apa yang akan Allah perbuat kepada mereka? Beliau menjawab: “Allah akan menimpakan kepada mereka azab sebagaimana yang ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat maksiat, kemudian mereka akan mendapatkan keampunan dan keredhaan dari dari Rabbnya.” (HR. Imam Ahmad)
Lima Sebab Datangnya Azab dan Siksa Allah
Rasulullah Saw bersabda:
“Bagaimana kalian apabila terjadi lima perkara, dan aku berlindung kepada Allah mudah-mudahan lima perkara itu tidak terjadi pada kamu atau kamu tidak menjumpainya, yaitu,
Tidaklah perbuatan zina itu tampak pada suatu kaum, dikerjakan secara terang-terangan, melainkan tampak dalam mereka penyakit ta’un dan kelaparan yang tidak pernah dijumpai oleh nenek moyang dahulu.
Dan tidaklah kaum itu menahan zakat, melainkan mereka ditahan oleh Allah turunnya hujan dari langit, andai kata tidak ada binatang ternak tentu mereka tidak akan dihujani.
Dan tidaklah kaum itu mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka disiksa oleh Allah dengan kesengsaraan bertahun-tahun dan sulitnya kebutuhan hidup dan nyelewengnya penguasa.
Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka itu menghukumi dengan selain kitab yang diturunkan oleh Allah, melainkan mereka akan dikuasai oleh musuh yang merampas sebagian kekuasaan mereka.
Dan tidaklah mereka itu menyia-nyiakan kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya, melainkan Allah menjadikan bahaya di antara mereka sendiri.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Lima Belas Perkara Mendatangkan Musibah & Bala Bencana
Dari Ali bin Abi Thalib Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila umatku telah melakukan lima belas perkara, maka halal baginya (layaklah) ditimpakan kepada mereka bencana.” Ditanyakan, apakah lima belas perkara itu wahai Rasulullah?
Rasulullah Saw bersabda: “Apabila…
Harta rampasan perang (maghnam) dianggap sebagai milik pribadi,
Amanah (barang amanah) dijadikan sebagai harta rampasan,
Zakat dianggap sebagai cukai (denda),
Suami menjadi budak istrinya (sampai dia),
Mendurhakai ibunya,
Mengutamakan sahabatnya (sampai dia),
Berbuat zalim kepada ayahnya,
Terjadi kebisingan (suara kuat) dan keributan di dalam masjid (yang bertentangan dengan syari’ah),
Orang-orang hina, rendah, dan bejat moralnya menjadi pemimpin umat (masyarakat),
Seseorang dihormati karena semata-mata takut dengan kejahatannya,
Minuman keras (khamar) tersebar merata dan menjadi kebiasaan,
Laki-laki telah memakai pakaian sutera,
Penyanyi dan penari wanita bermunculan dan dianjurkan,
Alat-alat musik merajalela dan menjadi kebanggaan atau kesukaan,
Generasi akhir umat ini mencela dan mencerca generasi pendahulunya;
Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka tunggulah datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya bumi dan apa yang diatasnya ke dalam bumi (gempa bumi dan tananh longsor), dan perubahan-perubahan atau penjelmaan-penjelmaan dari satu bentuk kepada bentuk yang lain.” (HR. Tirmidzi, 2136)
Itulah perkara-perkara yang menyebabkan suatu negeri mengalami kekacauan, kehancuran, kesempitan, kemelaratan, perseteruan, dan perpecahan satu sama lainnya, antara rakyat dengan rakyat dan rakyat dengan penguasa. Korupsi dan ketidakadilan merajalela, segala macam penyakit bermunculan menimpa manusia, yang benar-benar menyulitkan dan membinasakan kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Oleh sebab itulah, Rasulullah Saw berdoa agar sahabat-sahabatnya tidak menjumpai keadaan yang demikian dahsyat dan terpuruknya. Dari semua perkara yang menyebabkan datangnya siksa dan azab itu. Insya Allah akan berakhir jika manusia dan kaum Muslimin khususnya kembali kepada Allah dan Rasul Nya, berpegang teguh kepada Dinullah (Islam yang sebenar-benarnya, menurut Al Qur’an dan As Sunnah) mengikut petunjuk Rasulnya.
Sebagai penutup, renungkanlah firman Allah Swt berikut serbagai introfeksi kita semua:
”Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri Beriman dan Bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’raf, 7: 96)
Wallahu’alam bis showab…
Apa itu Kifarah?
Kifarah adalah balasan Allah di dunia akibat dosa yang dilakukan oleh seorang
hambanya, juga ujian-ujian Allah itu boleh berlaku, yang mungkin melibatkan
kematian orang yang dikasihi, kehilangan harta benda ataupun penyakit, tidak kira
sama ada penyakit tersebut berlaku dalam tempoh masa yang lama ataupun
sekejap bergantung kepada ketentuan (qada’) Ilahi atau buat selama-lamanya
sehingga mati. Selagi ketentuan (qada’) bagi sakit itu belum menepati qada’ Allah,
maka sakit (kifarah) tadi tidak akan sembuh biarpun pelbagai usaha dilakukan oleh
manusia jelas di.sini membuktikan bahawa ada di antara penyakit itu akan sembuh
dengan sendiri biarpun tanpa usaha manusia untuk mendapatkan kesembuhan
ataupun tidak akan sembuh biarpun banyak usaha untuk menyembuhkannya telah
dilakukan.
Sesungguhnya, apabila Allah s.w.t. itu mengaishi seseorang hamba Ia akan
mengujinya. Dan apabila Ia mengujinya, sama ada dengan menurunkan penyakit
dan sebagainya, Allah akan memberikan kesabaran. Dalam menghadapi cubaan
seperti ini, kesabaran adalah paling utama. Sesungguhnya orang yang bersabar
akan diberikan pahala mereka tanpa hisab (az-Zumar: 10).
Allah s.w.t. menetapkan martabat seseorang pada maqam-maqam tertentu.
Namun amalan-amalan yang dilakukan olehnya tidak membolehkannya mencapai
martabat yang ditetapkan. Untuk membolehkan hamba berkenaan mencapai
martabat tadi, Allah akan mengujinya, mungkin dengan menurunkan bala ke
atasnya, seperti sakit, kehilangan pancaindera dan sebagainya. Apabila diberi
ujian maka Allah akan memberi kesabaran. Dengan ini hamba berkenaan akan
mencapai martabat tersebut. Demikianlah kehendak Allah terhadap hambanya
yang dikasihi.
Sayyidatina Aishah ada berkata, bahawa baginda Rasulullah ada bersabda yang
bermaksud: Tidak menimpa ke atas seorang mukmin satu kecelakaan, biarpun duri,
ataupun lebih daripada itu, melainkan Allah akan menggugurkan dengannya satu
dosa. (Maksud hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslirn)
Dalam sebuah hadis lain Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda yang bermaksud:
Rintihan orang sakit tercatat sebagai tasbih, kegelisahan dan jeritannya sebagai
tahlil, nafasnya seumpama sedekah, tidurnya sebagai ibadah dan kegelisahannya,
daripada satu,bahagian ke satu bahagian lain adalah bagaikan jihad kerana Allah
s.w.t. dan ditulis baginya sebaik-baik amalan yang pernah dilakukan semasa sihat.
Tidak dinafikan bahawa setiap sesuatu itu berlaku, mempunyai sebab musabab,
dan boleh dikaitkan dengan tingkah laku manusia, namun pada hakikatnya di
sebalik fakta-fakta yang dapat diterima akal rasionalnya, qada’ dan qadar Ilahi itu
mengandungi rahsia-rahsia Ilahiyah yang tidak difahami oleh manusia.
Kifarah adalah balasan Allah di dunia akibat dosa yang dilakukan oleh
seorang hambanya, juga ujian-ujian Allah itu boleh berlaku, yang
mungkin melibatkan kematian orang yang dikasihi, kehilangan harta benda
ataupun penyakit, tidak kira sama ada penyakit tersebut berlaku dalam
tempoh masa yang lama ataupun sekejap bergantung kepada ketentuan
(qada’) Ilahi atau buat selama-lamanya sehingga mati. Selagi ketentuan
(qada’) bagi sakit itu belum menepati qada’ Allah, maka sakit (kifarah)
tadi tidak akan sembuh biarpun pelbagai usaha dilakukan oleh manusia
jelas di.sini membuktikan bahawa ada di antara penyakit itu akan
sembuh dengan sendiri biarpun tanpa usaha manusia untuk mendapatkan
kesembuhan ataupun tidak akan sembuh biarpun banyak usaha untuk
menyembuhkannya telah dilakukan.Sesungguhnya, apabila Allah s.w.t. itu mengaishi seseorang hamba Ia akan mengujinya. Dan apabila Ia mengujinya, sama ada dengan menurunkan penyakit dan sebagainya, Allah akan memberikan kesabaran. Dalam menghadapi cubaan seperti ini, kesabaran adalah paling utama. Sesungguhnya orang yang bersabar akan diberikan pahala mereka tanpa hisab (az-Zumar: 10).
Allah s.w.t. menetapkan martabat seseorang pada maqam-maqam tertentu.Namun amalan-amalan yang dilakukan olehnya tidak membolehkannya mencapai martabat yang ditetapkan. Untuk membolehkan hamba berkenaan mencapai martabat tadi, Allah akan mengujinya, mungkin dengan menurunkan bala ke atasnya, seperti sakit, kehilangan pancaindera dan sebagainya. Apabila diberi ujian maka Allah akan memberi kesabaran. Dengan ini hamba berkenaan akan mencapai martabat tersebut. Demikianlah kehendak Allah terhadap hambanya yang dikasihi.
Sayyidatina Aishah ada berkata, bahawa baginda Rasulullah ada bersabda yang bermaksud: Tidak menimpa ke atas seorang mukmin satu kecelakaan, biarpun duri,ataupun lebih daripada itu, melainkan Allah akan menggugurkan dengannya satu dosa. (Maksud hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslirn)
Dalam sebuah hadis lain Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda yang bermaksud:Rintihan orang sakit tercatat sebagai tasbih, kegelisahan dan jeritannya sebagai tahlil, nafasnya seumpama sedekah, tidurnya sebagai ibadah dan kegelisahannya,daripada satu,bahagian ke satu bahagian lain adalah bagaikan jihad kerana Allah s.w.t. dan ditulis baginya sebaik-baik amalan yang pernah dilakukan semasa sihat.
Tidak dinafikan bahawa setiap sesuatu itu berlaku, mempunyai sebab musabab,dan boleh dikaitkan dengan tingkah laku manusia, namun pada hakikatnya di sebalik fakta-fakta yang dapat diterima akal rasionalnya, qada’ dan qadar Ilahi itu mengandungi rahsia-rahsia Ilahiyah yang tidak difahami oleh manusia.
KIFARAH,UJIAN DAN MUSIBAH
juga ujian-ujian Allah itu boleh berlaku, yang mungkin melibatkan kematian orang yang dikasihi, kehilangan harta benda ataupun penyakit, tidak kira sama ada penyakit tersebut berlaku dalam tempoh masa yang lama ataupun sekejap bergantung kepada ketentuan (qada’) Ilahi atau buat selama-lamanya sehingga mati. Selagi ketentuan (qada’) bagi sakit itu belum menepati qada’ Allah, maka sakit (kifarah) tadi tidak akan sembuh biarpun pelbagai usaha dilakukan oleh manusia jelas di.sini membuktikan bahawa ada di antara penyakit itu akan sembuh dengan sendiri biarpun tanpa usaha manusia untuk mendapatkan kesembuhan ataupun tidak akan sembuh biarpun banyak usaha untuk menyembuhkannya telah dilakukan.
Sesungguhnya, apabila Allah s.w.t. itu mengaishi seseorang hamba Ia akan mengujinya. Dan apabila Ia mengujinya, sama ada dengan menurunkan penyakit dan sebagainya, Allah akan memberikan kesabaran. Dalam menghadapi cubaan seperti ini, kesabaran adalah paling utama. Sesungguhnya orang yang bersabar akan diberikan pahala mereka tanpa hisab (az-Zumar: 10).
Allah s.w.t. menetapkan martabat seseorang pada maqam-maqam tertentu.Namun amalan-amalan yang dilakukan olehnya tidak membolehkannya mencapai martabat yang ditetapkan. Untuk membolehkan hamba berkenaan mencapai martabat tadi, Allah akan mengujinya, mungkin dengan menurunkan bala ke atasnya, seperti sakit, kehilangan pancaindera dan sebagainya. Apabila diberi ujian maka Allah akan memberi kesabaran. Dengan ini hamba berkenaan akan mencapai martabat tersebut. Demikianlah kehendak Allah terhadap hambanya yang dikasihi.
Sayyidatina Aishah ada berkata, bahawa baginda Rasulullah ada bersabda yang bermaksud: Tidak menimpa ke atas seorang mukmin satu kecelakaan, biarpun duri,ataupun lebih daripada itu, melainkan Allah akan menggugurkan dengannya satu dosa. (Maksud hadis riwayat Al-Bukhari dan Muslirn)
Dalam sebuah hadis lain Rasulullah s.a.w. juga pernah bersabda yang bermaksud:Rintihan orang sakit tercatat sebagai tasbih, kegelisahan dan jeritannya sebagai tahlil, nafasnya seumpama sedekah, tidurnya sebagai ibadah dan kegelisahannya,daripada satu,bahagian ke satu bahagian lain adalah bagaikan jihad kerana Allah s.w.t. dan ditulis baginya sebaik-baik amalan yang pernah dilakukan semasa sihat.
Tidak dinafikan bahawa setiap sesuatu itu berlaku, mempunyai sebab musabab,dan boleh dikaitkan dengan tingkah laku manusia, namun pada hakikatnya di sebalik fakta-fakta yang dapat diterima akal rasionalnya, qada’ dan qadar Ilahi itu mengandungi rahsia-rahsia Ilahiyah yang tidak difahami oleh manusia.
Ujian dan Musibah dalam Kaca Mata Sufi
Adapun para sufi menegaskan bahawa, ujian dan musibah merupakan suatu "ta'aruf" atau perkenalan dari Allah s.w.t., di mana setiap kali Allah s.w.t. menguji seseorang hamba tersebut, bererti Dia memperkenalkan diri-Nya kepada para hamba-Nya disamping menilai bagaimana hamba tersebut memperkenalkan dirinya kepada-Nya.
Ujian dari Allah s.w.t. ada dua jenis iaitu:
Pertama:
Ujian berbentuk Musibah.
Ujian ini merupakan suatu bentuk kesusahan yang ditimpakan ke atas manusia seperti kematian, kehilangan, kemiskinan, kesakitan dan sebagianya.
Dalam bentuk ujian ini, Allah s.w.t. memperkenalkan diri-Nya dengan sifat-sifat jalal-Nya (sifat-sifat keagungan-Nya) di mana pada ketika itu, hamba-hamba-Nya akan mendapati bahawa, Allah s.w.t. Maha Berkuasa dan hanya kepada Allahlah, tempat mengadu segala masalah, kerana hanya Dialah yang Maha Membantu dan sebaik-baik Penolong.
Dalam kondisi ini, seseorang hamba yang jujur dalam Ubudiyahnya (pengabdiannya) akan memperkenalkan dirinya kepada Allah s.w.t., sebagai seorang hamba-Nya yang sabar. Maka, ketika diuji dengan musibah, seseorang hamba dapat meningkatkan darjatnya di sisi Allah s.w.t. dengan kesabarannya, di mana setiap kali dia sabar dalam ujian, maka setingkat demi setingkat darjatnya semakin meningkat di sisi Allah s.w.t., di samping mendapat keredhaan Allah s.w.t. dengan izin-Nya..
Di samping itu juga, seseorang hamba yang diuji dengan musibah, perlu redho dengan setiap suratan dan ketentuan Allah s.w.t., yang menimpanya, dan sebagai balasan, Allah s.w.t. juga akan meredhai hamba-Nya yang redha dengan ketetapan-Nya, dengan izin Allah s.w.t..
Hamba yang diuji dengan musibah juga perlulah sentiasa merenung diri sendiri, dan bermuhasabah, kerana boleh jadi, musibah tersebut merupakan natijah dari dosa-dosa dan maksiat yang dikerjakannya, di samping bertaubat dari sebarang kesilapan dan dosa. Inilah adab seseorang hamba yang sentiasa merendahkan dirinya di hadapan Allah s.w.t.
Kedua:
Ujian berbentuk Kesenangan.
Allah s.w.t. juga turut menguji para hamba-Nya dengan nikmat kesenangan, seperti kekayaan, banyak zuriat, kedudukan, dan sebagainya.
Dalam ujian berbentuk kesenangan tersebut, Allah s.w.t. memperkenalkan diri-Nya kepada hama-hamba-Nya yang mendapat kesenangan tersebut, dengan sifat-sifat Jamal-Nya (sifat-sifat kecantikkan dan keindahan-Nya), di mana hamba-hamba-Nya akan dapati pada kondisi tersebut, bahawa mereka mempunyai Tuhan yang Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Adapun hamba-hamba yang menerima kesenangan pula, hendaklah baginya memperkenalkan diri mereka sebagai hamba-hamba yang bersyukur, kerana dalam keadaan kesenangan, kesyukuran merupakan pintu-pintu untuk meningkatkan darjatnya di sisi Allah s.w.t.. Mereka hendaklah sentiasa mengingati bahawa, setiap nikmat tersebut datang dari Allah s.w.t., dan tidak lupa diri, dengan menyangka bahawa, merekalah sebenarnya yang menyebabkan kesenangan tersebut, kerana ia merupakan sikap biadab di hadapan Allah s.w.t.
Hamba-hamba yang dianugerahkan nikmat hendaklah berterima kasih kepada Allah s.w.t., di samping tidak merasa bangga dengan apa yang diterimanya. Mereka juga perlulah mengingatkan diri mereka, bahawa, boleh jadi nikmat yang Allah s.w.t. berikan kepada mereka merupakan suatu istidraj (tipu daya yang menyebabkan seseorang lebih jauh dari Allah s.w.t.) supaya mereka sentiasa meminta ampun dari Allah s.w.t. dan bersikap merendah diri di hadapan Allah s.w.t.
Apabila seseorang hamba itu berterima kasih, maka Allah s.w.t. akan meningkatkan darjat dan kedudukannya di sisi-Nya, di samping menambahkan lagi kenikmatan-kenikmatan yang telahpun diperolehinya.
Kesimpulannya, seluruh yang berlaku dalam kehidupan manusia merupakan ujian dari Allah s.w.t., samada dalam bentuk kesenangan atau dalam bentuk musibah. Apa yang penting, seseorang hamba yang memahami rahsia di sebalik ujian tersebut, maka dia perlulah sentiasa beradab dengan Allah s.w.t., samada di waktu susah atau senang, dengan kesabaran dan kesyukuran, kerana ianya merupakan pintu-pintu untuk meningkatkan darjat seseorang hamba di sisi Allah s.w.t..
Al Fadhil Ustaz Mukhlis @ AlFaqir101
Perbedaan Ujian dan Azab
Asww….pak Ustadz
Dalam kehidupan didunia ini dapatkah kita mengetahui perbedaan suatu kejadian yang tidak kita ingini adalah akibat dari perbuatan kita berbuat dosa kepada Allah atau merupakaan cobaan keimanan kita (bukan karena dosa kepada Allah). Apakah ada azab yang ditimpakan seawaktu masih hidup didunia akibat berbuat dosa kepada Allah?
Waalaikumussalam Wr Wb
Firman Allah swt :
مَّا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِن سَيِّئَةٍ فَمِن نَّفْسِكَ
Artinya : “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan
apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.”
(QS. An Nisaa : 79)Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah” adalah dari karunia dan kasih sayang Allah swt. Sedangkan makna “dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Berarti dari dirimu sendiri dan dari perbuatanmu sendiri, sebagaimana firman-Nya :
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh
perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura : 30)As Suddiy, Hasan al Bashri, Ibnu Juraih dan Ibnu Zaid mengatakan bahwa makna “maka dari dirimu sendiri” adalah karena dosamu. Qatadah mengatakan bahwa makna” “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, Maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Adalah akibat dosamu wahai anak Adam.
Didalam sebuah hadits disebutkan,”Demi yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidaklah seorang mukmin ditimpa kegalauan, kesedihan, kepayahan bahkan duri yang menancap padanya kecuali dengannya Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahannya.” (Tafsir al Qur’an al Azhim juz II hal 363)
Sedangkan bala atau cobaan maupun ujian juga telah disebutkan didalam Al Qur’an diantaranya firman Allah swt :
وَنَبْلُوكُم بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
Artinya : “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan
sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.” (QS. Al Anbiya : 35)Cobaan atau ujian yang menimpa setiap orang dan ia ini isa berupa keburukan atau kebaikan, kesenagan atau kesengsaraan, sebagaimana disebutkan pula didalam firman-Nya yang lain :
Artinya : “Dan kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk.” (QS. Al A’raf : 168)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa makna “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)” adalah terkadang Kami menguji dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan agar kami mengetahui orang-orang yang bersyukur dari orang-orang yang kafir, orang-orang yang bersabar dari orang-orang yang berpuus asa sebagaimana perkataan Ali bin Thalhah dari Ibnu Abbas bahwa makna “Dan Kami menguji kalian” dia mengatakan Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai fitnah (cobaan), dengan kesulitan dan kelapangan, kesehatan dan rasa sakit, kekayaan dan kemiskinan, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan… sedangkan firman-Nya yang berarti “dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan” adalah Kami akan memberikan ganjaran (balasan) atas amal kamu. (Tafsir al Qur’an al Azhim juz V hal 342)
Cobaan atau ujian ini juga terkadang disesuaikan dengan kadar dan kualitas keimanan seseorang serta sebagai sarana untuk menambahkan pahala orang yang terkena ujian ini, karena itu didalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori disebutkan bahwa orang yang paling berat ujiannya adalah para nabi.
Syeikh Al Mubarokhfuriy mengatakan bahwa mereka (para nabi) yang paling berat ujian dan cobaannya karena mereka adalah orang-orang yang merasakan kelezatan semua cobaan itu sebagaimana kebanyakan orang merasakan lezat semua kenikmatan. Karena apabila para nabi tidak diuji maka keimanan kepada Allah yang ada didalam diri mereka hanya akan menjadi khayalan dan melemahkan umat didalam kesabarannya menghadapi suatu cobaan. Hal itu juga dikarenakan orang yang paling berat cobaan adalah yang paling kuat ketaatannya dan paling kuat didalam mengembalikan segala urusannya kepada Allah swt. (Tuhfatul Ahwadzi juz VI hal 185)
Cobaan atau ujian ini bisa juga disebabkan karena kesalahan atau dosa yang dilakukan seseorang, seperti dosa seseorang yang meninggalkan jihad dikarenakan para wanita-wanitanya, sebagaimana firman Allah swt :
وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ ائْذَن لِّي وَلاَ تَفْتِنِّي أَلاَ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُواْ
Artinya : “Di antara mereka ada orang yang berkata: “Berilah saya
keizinan (tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya
terjerumus dalam fitnah.” (QS. At Taubah : 49)Sesungguhnya ujian ataupun cobaan yang ditimpakan kepada orang itu adalah ketika orang itu mengatakan pemohonan izinnya kepada Rasulullah saw disebabkan kelemahan iman mereka untuk ikut berperang di jalan Allah melawan pasukan Romawi dengan mencari-cari alasan kecantikan para wanita Romawi yang bisa membuat mereka tidak tahan dan akan mempengaruhi jihad mereka.
Dengan demikian bisa difahami bahwa cobaan atau ujian adalah lebih luas atau lebih umum daripada musibah. Dikarenakan tidaklah disebut musibah kecuali untuk sesuatu yang tidak menyenangkan bagi seorang yang mendapatkannya sementara ujian atau cobaan bisa berupa kesenangan atau kesengsaraan. Dan terkadang efek dari bala’ ini lebih berat daripada musibah. Orang terkadang sanggup bertahan didalam keimanan saat mendapatkan kesulitan akan tetapi hilang imannya tatkala mendapatkan kesenangan.
Dan apapun yang diterima seorang muslim baik ia berupa ujian maupun cobaan baik berupa kesenangan ataupun kesengsaraan, kelapangan atau kesempitan, kekayaan atau kemiskinan maka semuanya adalah baik baginya karena mereka adalah orang-orang yang bersyukur ketika dirimpa kesenangan dan bersabar ketika ditimpa kesengsaraan.
Dan tidaklah suatu musibah atau ujian itu ditimpakan kepada seorang mukmin kecuali adalah sebagai pembersih dosa dan kesalahannya di dunia sehingga tidak ada lagi baginya siksa atas dosa itu di akhrat, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Tirmidzi disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang mukmin atau mukminah yang ditimpa suatu bala’ (cobaan) sehingga ia berjalan di bumi tanpa membawa kesalahan.”
Sementara musibah atau ujian yang diberikan kepada orang-orang kafir adalah bagian dari adzab Allah kepada mereka di dunia sementara adzab yang lebih besar telah menantinya di akherat, sebagaimana firman-Nya :
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الْأَدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الْأَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya : “Dan Sesungguhnya kami merasakan kepada mereka sebahagian
azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat),
Mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. As Sajdah :
21)Artinya : “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan. (QS. Huud : 16)
Didalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya Allah tidaklah menzhalimi seorang mukmin, diberikan kepadanya kebaikan di dunia dan disediakan baginya pahala di akherat. Adapun orang yang kafir maka ia memakan dengan kebaikan-kebaikan yang dilakukannya di dunia sehingga ketika dia kembali ke akherat maka tidak ada lagi satu kebaikan pun sebagai ganjaran baginya. “ (HR. Muslim)
Wallahu A’lam
Ustadz Sigit Pranowo
Berbahagia Dengan Musibah Sakit
Orang
yang sedang ditimpa sakit tidak perlu dicekam rasa takut selama ia
mentauhidkan Allah dan menjaga shalatnya. Bahkan, meskipun di masa
sehatnya ia banyak berkubang dalam dosa dan maksiat, karena Allah itu
Maha Penerima taubat sebelum ruh seorang hamba sampai di kerongkongan.
Dan sesungguhnya di balik sakit itu terdapat hikmah dan pelajaran bagi
siapa saja yang mau memikirkan-nya, di antaranya adalah:
1. Mendidik dan menyucikan jiwa dari keburukan
Allah Ta'ala berfirman, artinya, “Apa
saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari
kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Dalam ayat
ini terdapat kabar gembira sekaligus ancaman jika kita mengetahui bahwa
musibah yang kita alami adalah merupakan hukuman atas dosa-dosa kita.
Imam Al Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallaahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ”Tidak
ada penyakit, kesedihan dan bahaya yang menimpa seorang mukmin hinggga
duri yang menusuknya melain-kan Allah akan mengampuni
kesalahan-kesalahannya dengan semua itu.”
Dalam hadits lain beliau bersabda: “Cobaan
senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya
hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.”
Sebagian ulama salaf berkata, “Kalau bukan karena musibah-musibah yang
kita alami di dunia, niscaya kita akan datang di hari kiamat dalam
keadaan pailit.”
“Cobaan senantiasa akan menimpa seorang mukmin, keluarga, harta dan anaknya hingga dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” al Hadits
2. Mendapatkan kebahagiaan (pahala) tak terhingga di akhirat
Itu
merupakan balasan dari sakit yang diderita sewaktu di dunia, sebab
kegetiran hidup yang dirasakan seorang hamba ketika di dunia akan
berubah menjadi kenikmatan di akhirat dan sebaliknya.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Dunia
adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.” Dan dalam
hadits lain disebutkan, ”Kematian adalah hiburan bagi orang beriman.” (HR. Ibnu Abid Dunya dengan sanad hasan).
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Jabir secara marfu’, ”Manusia
pada hari kiamat menginginkan kulitnya dicabik-cabik ketika di dunia
karena iri melihat pahala orang-orang yang tertimpa cobaan.”
”Manusia pada hari kiamat menginginkan kulitnya dicabik-cabik ketika di dunia karena iri melihat pahala orang-orang yang tertimpa cobaan.” al Hadits
3. Allah dekat dengan orang sakit
Dalam hadits qudsi Allah berfirman: ”Wahai
manusia, si fulan hamba-Ku sakit dan engkau tidak membesuknya. Ingatlah
seandainya engkau membesuknya niscaya engkau mendapati-Ku di sisinya.” (HR Muslim dari Abu Hurairah)
4. Sebagai parameter kesabaran seorang hamba
Sebagaimana
dituturkan, bahwa kalau seandainya tidak ada ujian maka tidak akan
tampak keutamaan sabar. Apabila ada kesabaran maka akan muncul segala
macam kebaikan yang menyertainya, namun jika tidak ada kesabaran maka
akan lenyap pula kebaikan itu.
Anas radliyallah 'anhu meriwayatkan sebuah hadits secara marfu’, “Sesungguhnya
besarnya pahala tergantung pada besarnya cobaan. Jika Allah mencintai
suatu kaum maka Dia akan mengujinya dengan cobaan. Barang siapa yang
ridha atas cobaan tersebut maka dia mendapat keridhaan Allah dan barang
siapa yang berkeluh kesah (marah) maka ia akan mendapat murka Allah.”
Apabila
seorang hamba bersabar dan imannya tetap tegar maka akan ditulis namanya
dalam daftar orang-orang yang sabar. Apabila kesabaran itu memunculkan
sikap ridha maka ia akan ditulis dalam daftar orang-orang yang ridha.
Dan jikalau memunculkan pujian dan syukur kepada Allah maka dia akan
ditulis namanya bersama-sama orang yang bersyukur. Jika Allah
mengaruniai sikap sabar dan syukur kepada seorang hamba maka setiap
ketetapan Allah yang berlaku padanya akan menjadi baik semuanya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Sungguh
menakjubkan kondisi seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah
baik baginya. Jika memperoleh kelapangan lalu ia bersyukur maka itu
adalah baik baginya. Dan jika ditimpa kesempitan lalu ia bersabar maka
itupun baik baginya (juga).”
5. Dapat memurnikan tauhid dan menautkan hati kepada Allah
Wahab bin
Munabbih berkata, “Allah menurunkan cobaan supaya hamba memanjatkan do’a
dengan sebab bala’ itu.” Dalam surat Fushilat ayat 51 Allah berfirman,
artinya, “Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia
berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka maka
ia banyak berdo’a.”
Musibah
dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal,
dan ikhlas dalam memohon. Dengan kembali kepada Allah (inabah) seorang
hamba akan merasakan manisnya iman, yang lebih nikmat dari lenyapnya
penyakit yang diderita.
Musibah dapat menyebabkan seorang hamba berdoa dengan sungguh-sungguh, tawakkal, dan ikhlas dalam memohon.
Apabila
seseorang ditimpa musibah baik berupa kefakiran, penyakit dan lainnya
maka hendaknya hanya berdo’a dan memohon pertolongan kepada Allah saja
sebagiamana dilakukan oleh Nabi Ayyub 'alaihis salam yang berdoa, “Dan
(ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Rabbnya, ”(Ya Rabbku),
sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Yang Maha
Penyayang di antara semua penyayang”. (QS. Al Anbiyaa :83)
6. Memunculkan berbagai macam ibadah yang menyertainya
Di antara ibadah yang muncul adalah ibadah hati berupa khasyyah (rasa
takut) kepada Allah. Berapa banyak musibah yang menyebabkan seorang
hamba menjadi istiqamah dalam agamanya, berlari mendekat kepada Allah
menjauhkan diri dari kesesatan.
Amat banyak
hamba yang setelah di timpa sakit ia mau memulai bertanya persoalan
agamanya, mulai mengerjakan shalat dan berbuat kebaikan, yang kesemua
itu tak pernah ia lakukan sebelum menderita sakit. Maka sakit yang dapat
memunculkan ketaatan-ketaatan pada hakekatnya merupakan kenikmatan
baginya.
Maka sakit yang dapat memunculkan ketaatan-ketaatan pada hakekatnya merupakan kenikmatan baginya.
7. Dapat mengikis sikap sombong, ujub dan besar kepala
Jika
seorang hamba kondisinya serba baik dan tak pernah ditimpa musibah,
biasanya akan bertindak melampaui batas, lupa awal kejadiannya dan lupa
tujuan akhir dari kehidupannya. Tetapi ketika ia ditimpa sakit,
mengeluarkan berbagai kotoran, bau tak sedap, dahak dan terpaksa harus
lapar, kesakitan bahkan mati, maka ia tak mampu memberi manfaat dan
menolak bahaya dari dirinya. Dia tak akan mampu menguasai kematian,
terkadang ia ingin mengetahui sesuatu tetapi tak kuasa, ingin mengingat
sesuatu namun tetap saja lupa. Tak ada yang dapat ia lakukan untuk
dirinya, demikian pula orang lain tak mampu berbuat apa-apa untuk
menolongnya. Maka apakah pantas baginya menyombongkan diri di hadapan
Allah dan sesama manusia?
8. Memperkuat harapan (raja’) kepada Allah
Harapan
atau raja’ merupakan ibadah yang sangat utama, karena menyebabkan
seorang hamba hatinya tertambat kepada Allah dengan kuat. Apalagi pada
penderita sakit yang telah sekian lama berobat kesana kemari namun tak
kunjung sembuh. Maka dalam kondisi seperti ini satu-satunya yang jadi
tumpuan harapan hanyalah Allah semata, sehingga ia mengadu: “Ya Allah
tak ada lagi harapan untuk sembuhnya penyakit ini kecuali hanya
kepada-Mu.” Dan banyak terbukti ketika seseorang dalam keadaan kritis,
ketika para dokter sudah angkat tangan namun dengan permohonan yang
sungguh-sungguh kepada Allah ia dapat sembuh dan sehat kembali. Dan
ibadah raja’ ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika
seseorang tidak dalam keadaan kritis.
Ibadah raja’ (berharap) ini tak akan bisa terwujud dengan utuh dan sempurna jika seseorang tidak dalam keadaan kritis.
9. Merupakan indikasi bahwa Allah menghendaki kebaikan
Diriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’ bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ”Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan maka Allah akan menimpakan musibah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari).
Seorang mukmin meskipun hidupnya sarat dengan ujian dan musibah namun hati dan jiwanya tetap sehat.
10. Allah tetap menulis pahala kebaikan yang biasa dilakukan oleh orang yang sakit
Meskipun ia
tidak lagi dapat melakukannya atau dapat melakukan namun tidak dengan
sempurna. Hal ini dikarenakan seandainya ia tidak terhalang sakit tentu
ia akan tetap melakukan kebajikan tersebut, maka sakinya tidaklah
menghalangi pahala meskipun menghalanginya untuk melakukan amalan. Hal
ini akan terus berlanjut selagi dia (orang yang sakit) masih dalam niat
atau janji untuk terus melakukan kebaikan tersebut.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Abdullah bin Amr dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ”Tidak
seorangpun yang ditimpa bala pada jasadnya melainkan Allah
memerintahkan kepada para malaikat untuk menjaganya, Allah berfirman
kepada malaikat itu, “Tulislah untuk hambaKu siang dan malam amal shaleh
yang (biasa) ia kerjakan selama ia masih dalam perjanjian denganKu.”
11. Sakit dapat menghantarkan ke manzilah (kedudukan) tertentu di Surga
Terkadang
seorang hamba memiliki manzilah di Surga, akan tetapi amalnya tidak
dapat mengantarkannya ke sana maka Allah menimpakan kepadanya berbagai
ujian secara bertubi-tubi sehingga sampailah ia kepada manzilah tadi,
sebagaimana dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Ibnu Hibban
dari Abu Hurairah.
12. Dengan sakit akan diketahui besarnya makna sehat
Jika
seseorang selalu dalam keadaan sehat maka ia tidak akan mengetahui
derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu
pula besarnya nikmat yang ia peroleh. Maka ketika seorang hamba sakit,
ia ingin agar bisa segera pulih sebagaimana kondisi semula ketika sehat,
sebab setelah sakit itulah ia akan tahu apa artinya sehat.
Hendaknya
seorang hamba bersabar dan memuji Allah ketika tertimpa musibah, sebab
walaupun ia sedang sakit maka tentu masih ada orang lain yang lebih
parah, dan jika tertimpa kefakiran maka pasti ada yang lebih fakir lagi.
Hendaknya ia melihat sakit yang diderita dengan nikmat yang telah
diterima dan dengan memikirkan faedah dan manfaat dari sakitnya.
Dalam
urusan agama seseorang harus memandang yang di atasnya agar tidak merasa
bahwa dirinyalah orang yang terbaik, sedang dalam urusan dunia ia harus
memandang orang yang ada di bawahnya agar menimbulkan rasa syukur dan
melahirkan pujian kepada Allah.
Jika seseorang selalu dalam keadaan sehat maka ia tidak akan mengetahui derita orang yang tertimpa cobaan dan kesusahan, dan ia tidak akan tahu pula besarnya nikmat yang ia peroleh.
13. Bagi seorang hamba (muslim) sakit merupakan rahmat bukan siksa
Firman Allah, artinya. “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Menge-tahui.” (QS. an Nisaa:147)
Akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengenal Allah dan hikmahNya, meskipun
demikian Allah tetap menyayanginya karena itu semua disebabkan ketidak
tahuan, kelemahan dan kekurangannya.
(PurWD/voa-islam)
• Dari Nasyrah Darul Wathan, Min fawaidil Maradh, Subakir Ahmad, dari Buletin Al-Sofwah.Ujian Itu Hadiah Dari Allah
Ujian Dari Allah Buat Hambanya
Hari terus berganti hari. Kehidupan manusia juga terus berjalan pantas seiring dengan masa yang pantas berlari. Di celah-celah hari berwarna-warni yang di jalani dan ditelusuri, tanpa disedari atau tidak, manusia sebenarnya telahpun menempuh pelbagai ujian dan dugaan duniawi. Ujian-ujian yang diberi oleh Allah itu datang menyapa silih berganti dalam pelbagai bentuk dan rupa. Setiap orang diuji olah Allah berbeza-beza mengikut tahap kemampuannya.“ Allah tidak membebani seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya, ia mendapat pahala kebajikan yang diusahakannya dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang dilakukannya… ( Al-Baqarah: 286)ALLAH telah menyatakan dengan jelas di dalam Al-Quran bahawa DIA tidak akan sekali-kali menguji hambaNya diluar kemampuan hambaNya. ALLAH mengetahui kita kuat dalam menghadapi ujianNya, oleh kerana itu ALLAH memberikan ujian itu ke atas diri kita. Di sini kita dapat lihat betapa sayang dan kasihnya ALLAH kepada kita sebagai hambaNya. ALLAH menguji seseorang bukan kerana ALLAH benci kepada kita tetapi percayalah ALLAH menguji kita kerana DIA sangat kasih kepada kita. Cuma kita sebagai hambaNya, adakala tidak mampu bertahan dan bersabar dalam menghadapi ujianNya.
Hakikatnya saat ini, saat kita sedang mengecapi bahagia, ada berjuta manusia di luar sana yang sedang dihujani ujian atau dihimpit pelbagai derita. Ada di kalangan manusia di luar sana yang saat ini sedang diuji dengan kehilangan orang tersayang. Tidak kurang juga ada manusia yang diuji apabila apa yang diingini dan diharapkan tidak terjadi dan diberi.
“ Kenapa aku yang diuji ? “
“ Mengapa aku diuji sebegini ?”
“ Ujian ini sangat berat. Aku tak mampu…”
Mungkin ini adalah antara persoalan dan keluhan yang meniti di bibir atau berlegar di fikiran kita sebagai seorang hamba saat dihimpit dengan secebis ujian. Kadangkala tanpa sedar dan niat kita juga terlanjur marah pada DIA kerana menghujani kita dengan pelbagai ujian.
Tetapi, apabila kita menenangkan diri dan bermuhasabah kembali, tenyata sebenarnya dengan ujian yang diberi kita adalah hamba yang beruntung . Mengapa saya katakan begitu? Kerana ujian hanyalah diberi oleh Allah kepada hamba-hambanya yang terpilih. Hamba-hambanya yang dikasihi dan disayangiNya. Dan jangan kita lupa bersama ujian itu juga ada pertolongan dari Allah sepertimana yang dinyatakan di dalam Al-Quran:
Adakah patut kamu menyangka bahawa kamu akan masuk syurga, padahal belum sampai kepada kamu (ujian dan cubaan) seperti yang telah berlaku kepada orang-orang yang terdahulu sebelum kamu? mereka telah ditimpa kepapaan (kemusnahan harta benda) dan serangan penyakit, serta digoncangkan (dengan ancaman bahaya musuh), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman yang ada bersamanya: “Bilakah (datangnya) pertolongan Allah?” Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat (asalkan kamu bersabar dan berpegang teguh kepada agama Allah). ( Al-Baqarah: 214)
Sebagai manusia biasa, kita pastinya tidak akan mampu menjangka bilakah ujian itu akan muncul tiba. Walaubagaimanapun, jika kita mengetahuinya, apalah kudrat kita sebagai seorang hamba yang kerdil lagi penuh dosa untuk menolak ujian-ujian yang bakal menyapa itu. Jika direnungkan kembali, kita semua pastinya pernah dan akan ditimpa ujian dari yang Maha Esa, tetapi saat ujian itu tiba, mampukah kita menjadi manusia yang bersyukur dengan ujian itu dan memandangnya sebagai hadiah pemberian Allah?
Manusia itu sifatnya pelupa, Ada masanya dalam melayari kehidupan di dunia, kita lalai dan leka pada hakikat yang nyata bahwa kita hanyalah hamba DIA yang Esa. Jadi apakah sebenarnya yang mampu membangkitkan manusia dari kelalaian dan kealpaan ini? UJIAN. Ya, Ujian. Ujian atau mehnah yang menjengah dalam kehidupan kita itulah sebenarnya yang mampu mengejutkan kita dari mimpi dunia yang panjang.
Allah Tuhan yang Maha Mengetahui. Mungkin tanpa ujian-ujian dan dugaan yang dikirimkan khas oleh DIA untuk kita, kita masih lagi menjadi seorang hamba yang hanyut dan lemas dalam lautan kelalaian. Apa yang paling utama sebenarnya adalah “ hadiah ” itu dikirimkan oleh Allah bertujuan untuk menilai sejauh mana keimanan kita terhadapNya sepertimana yang dijelaskannya di dalam Al-Quran:
Patutkah manusia menyangka bahawa mereka akan dibiarkan dengan hanya berkata: “Kami beriman”, sedang mereka tidak diuji (dengan sesuatu cubaan)? (Al-Ankabut: 2)Justeru, marilah kita sama-sama bermuhasabah dan menilai kembali segala prasangka buruk yang mungkin pernah bermain di fikiran kita saat kita diuji. Inilah saatnya bagi kita, saya dan anda yang sedang membaca, merubah fikiran kita dan mula memandang ujian-ujian yang telah dan akan kita lalui sebagai sebuah ‘ hadiah’ dari Allah dan bukan lagi satu bebanan. Apabila kita benar-benar menyedari hakikat ini, maka kita akan menjadi seorang hamba yang bersyukur dengan segala ujian yang diberi.
Pembaca yang dikasihi oleh Allah,
Jika anda saat ini sedang diuji, ingin saya sampaikan sesungguhnya bersyukur dan berbahagialah anda kerana
UJIAN itu HADIAH dari ALLAH
Nur Hafizah Binti Mohd Saleh
Tiada ulasan:
Catat Ulasan