Rabu, 7 Oktober 2015

(5) SYARRUL KALAM@BANYAK CAKAP

Bahaya Banyak Bicara

Banyak bicara merupakan sikap berlebihan yang paling banyak terjadi dan paling besar pengaruhnya. Tidak ada yang selamat dari sikap ini kecuali hanya sedikit.
Dalil-dalil yang menganjurkan untuk menjaga lisan dari banyak bicara
Allah Ta'ala berfirman:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (Qaaf: 18)
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata dalam menukil perkataan Ibnu ‘Abbas: “Malaikat tersebut mencatat setiap perkataan hamba, yang baik maupun yang buruk hingga mereka menulis perkataan; saya berkata, saya minum, saya pergi, saya datang, dan saya melihat.”
Ibnu Katsir juga berkata: “Disebutkan bahwa Imam Ahmad mengeluh ketika sakit. Kemudian ia mendengar Thawus berkata, Malaikat mencatat segala sesuatu hingga suara keluhan. Imam Ahmad pun tidak pernah mengeluh lagi hingga meninggal dunia, semoga Allah merahmatinya.” [Tafsir Ibnu Katsir 4/225]
Demi Allah, jika Imam Ahmad tidak mau mengeluh padahal rasa sakit mendorongnya untuk mengeluh, mengapa kita tidak menahan diri perkataan-perkataan yang tidak ada dorongan untuk mengucapkannya kecuali ingin bercanda dan melucu.
Dinukil dari sebagian ulama: “Jikalau seandainya kalian yang membelikan kertas untuk malaikat yang mencatat amalan, sesungguhnya kalian akan memilih lebih banyak diam dari pada banyak bicara.”
Allah juga berfirman:

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ

“Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia.”  (an-Nisaa’: 114)
Syekh as-Sa’di Rahimahullah berkata: “Maksudnya tidak ada kebaikan dalam pembicaraan dan perbincangan yang banyak dilakukan manusia. Hal itu kemungkinan karena pembicaraan tersebut tidak ada manfaatnya, seperti berlebihan dalam membicarakan yang mubah. Bisa juga karena pembicaraan tersebut benar-benar jelek dan menimbulkan madharat, seperti pembicaraan yang diharamkan dengan semua bentuknya. [Tafsir as-Sa’di hal. 165]
Dari Abu Hurairah Rådhiyallåhu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia berkata yang baik atau diam.” [HR. Al-Bukhari dalam al-Adab hadits (6018) dan Muslim hadits (47).]
Ibnu Hajar Rahimahullah berkata: “Hadits ini termasuk jawami’ al kalim (perkataan ringkas tapi mengandung makna yang luas -pent.), karena perkataan itu kalau tidak baik pasti jelek atau bermuara kepada salah satunya. Yang termasuk perkataan yang baik, segala perkataan yang dianjurkan dalam syariat baik yang wajib maupun sunnah, sehingga perkataan jenis ini dengan segala bentuknya diperbolehkan. Begitu pula semua perkataan yang mengarah kepadanya. Selain hal itu, berupa perkataan yang buruk dan segala perkataan yang mengarah kepada keburukan, seseoarang diperintahkan untuk diam ketika hendak mengatakannya.”[Fath al-Bari 12/60]
An Nawawi Rahimahullah berkata: “Apabila salah seorang diantara kalian hendak berbicara dan pembicaraan tersebut benar-benar baik dan berpahala, baik membicarakan perkara yang wajib maupun sunnah silakan ia mengatakkannya. Jika belum jelas baginya, apakah perkataan tersebut baik dan berpahala atau perkataan itu tampak samar baginya antara haram, makruh dan mubah, hendaknya ia tidak mengucapkannya. Berdasarkan hal ini, sesungguhnya perkataan yang mubah dianjurkan untuk ditinggalkan dan disunnahkan menahan diri untuk tidak mengatakannya, karena khawatir akan terjerumus ke dalam perkataan yang haram dan makruh, dan inilah yang sering terjadi.”[Syarh an-Naw awi untuk Shahih Muslim 2/209]
Diriwayatkan, bahwa Tsa’labah berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di akhirat nanti adalah orang yang paling jelek akhlaknya, orang yang banyak bicara, orang yang berbicara dengan mulut yang dibuat-buat dan orang yang sombong…” [Shahih al-Jami’ash-Shaghir no. 1531]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang sangat penyayang dan pengasih mengkhawatirkan umatnya terkena bahaya lidah, dan beliau memperingatkan mereka akan hal tersebut.
Suatu kali Sufyan bin Abdillah at-Tsaqafi Radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dengan berkata: “Wahai rasulullah, beritahukan kepadaku sesuatu yang dapat aku jadikan sebagai pegangan hidupku! Beliau berkata: “Katakanlah, Tuhanku adalah Allah kemudian beristiqamahlah!” Aku berkata lagi: “Wahai rasulullah apa yang paling engkau takutkan terhadap diriku?’ Beliau mengeluarkan lidahnya kemudian berkata, Ini.” [HR at-Tirmidzi dalam az-Zuhd hadits (2410) dan Ahmad 3/413]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak berkata sesuai hawa nafsunya memohon kepada Rabbnya dan berdo’a kepadanya agar tidak berkata kecuali dengan benar.
Diriwayatkan, bawha Ibnu Abbas Radhiyallu ‘anu berkata: “Nabi Shallallahu ‘alai wasallam berdo’a.” “Ya Allah terimalah taubatku, terimalah do’aku, kuatkanlah hujjahku, tunjukilah hatiku, jagalah lisanku dan hilangkan rasa dengki dari hatiku.” [HR Abu Dawud dalam ash-Shalah hadits (1510) dan Ahmad 1/227.]
Dalam Aunul Ma’bud, sang pengarang berkata: “Sadidid lisani, maksudnya ialah luruskan dan benarkan lisanku sehingga tidak berucap kecuali dengan jujur dan tidak berkata kecuali yang benar.” [Aun al-Ma’bud 3/264]
Pembaca yang dilindungi Allah, perhatikanlah hadits berikut! Perhatikanlah pintu-pintu kebaikan paling agung yang ditunjukkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam secara satu persatu pada hadits berikut ini. Setelah itu beliau menyebutkan pokok dan inti pintu kebaikan tersebut. Kemudian pada akhir hadits, beliau (yang sangat tulus dalam menasihati umatnya) menjelaskan satu perkara yang memudahkan seorang muslim untuk memasuki semua pintu-pintu kebaikan itu dan mendapatkan kemenangan berupa pahala dan ganjaran yang besar.
Diriwayatkan, Mu’adz bin Jabal Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Aku sering bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjalanan. Suatu hari ketika kami sedang dalam perjalanan, aku berjalan berdekatan dengan Rasulullah.” Aku berkata kepadanya: “Wahai rasulullah, beritahukan kepadaku tentang suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka!” Beliau menjawab: “Kamu telah menanyakan perkara yang besar. Sesungguhnya ia sangat mudah bagi orang yang diberi kemudahan oleh Allah. Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya, dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, puasalah d ibulan Ramadhan dan tunaikan haji!” Kemudian beliau berkata, “Maukah kamu aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan? Puasa itu perisai, shadaqah itu akan menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api, shalatnya seseorang pada tengah malam, beliau membaca ayat, تَتَجَافَى جُنُوبُهُمْ عَنِ الْمَضَاجِعِ “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” (as-Sajdah 16) hingga firman Allah, جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (as-Sajdah 17) Beliau melanjutkan sabdanya: “Maukah kamu aku tunjukkan pokok dan inti perkara (agama ini)? Ia adalah Jihad.” Rasulullah bersabda lagi: “Maukah kamu aku tunjukkan perkara yang dapat mempermudah kamu untuk melakukan itu semua?” aku menjawab: “Ya.” Beliau mengeluarkan lidahnya lalu berkata: “Jagalah ini!” Aku berkata: “Wahai Nabi Allah! Apakah kami akan di siksa karena apa yang kami bicarakan?" Beliau menjawab: ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ, وَهَلْ يُكِبُّ النَّاسَ عَلَى وُجُوْهِهِمْ فِي النَّارِ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ “Celakalah engkau wahai Mu’adz! Tidak ada yang melemparkan manusai ke neraka kecuali hasil yang dipetik dari lidah mereka.” [HR. Ibnu Majah dalam al-Fitan hadits (3973) dengan lafazzh beliau, dan diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam al-Iman hadits (2616)]
Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Semoga Allah merahmati orang yang menahan diri dari banyak berbicara dan lebih mengutamakan banyak beramal.” [‘Uyun al-Akhbar, Ibnu Taimiyyah 1/380]
Jika kita mau memperhatikan keadaan kita sekarang ini, niscaya kita dapati yang sebaliknya kecuali orang yang dirahmati Allah.
Mutiara Nasehat Dari Salafush Shalih
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata: 
“Jauhilah oleh kalian berlebihan dalam berbicara, cukup bagi seseorang umtuk berbicara seperlunya.” [Jami’ al - ‘Ulum wa al-Hikam, Ibnu Rajab al-Hambali hal 134]

Beliau berkata kepada anaknya: 
“Wahai anakku, berleluasalah di rumahmu dan jagalah lisanmu serta menangislah mengingat dosamu!” [Az-Zuhd, Imam Ahmad hal. 134]

Beliau juga berkata: 
“Demi Allah, Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia! Tidak sesuatu pun di dunia ini yang lebih berhak untuk ditahan dalam waktu yang lama daripada lidah.” 
[Az-Zuhd, Imam Ahmad hal. 227]

Abu Darda’ Radhiyallahu ‘anhu berkata: 
“Lebih berlaku adillah terhadap telingamu dari pada lidahmu! Karena tidaklah diciptakan telinga itu dua kecuali agar kamu lebih banyak mendengar dari pada berbicara.” [Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi]

Malik bin Anas mencela orang yang banyak bicara dengan mengatakan:  “(Banyak berbicara) hanyalah kebiasaan wanita dan orang lemah.” [Al-Adab Asy-Syar’iyyah , Ibnu Muflih 1/66]

Perhatikanlah!

Atha’ berkata: “Kaum salaf membenci sikap berlebihan dalam berbicara. Mereka menganggap selain membaca al-Qur’an, beramar ma’ruf nahi munkar, atau berbicara tentang kehidupan yang harus dibicarakan sebagai sikap berlebihan dalam berbicara.”  [Al-Adab Asy-Syar’iyyah , Ibnu Muflih 1/62]

Al-Qaim bin Muhammad Rahimahullah berkata: “Aku telah bertemu dengan orang-orang yang tidak suka bicara tetapi mereka suka beramal.” [Bahjat al Mujalis, Ibnu Abd al-Barr 2/343]

Orang-orang bijak mengatakan: “Apabila akal seseorang telah sempurna maka akan berkurang bicaranya.” [Bahjat al Mujalis, Ibnu Abd al-Barr 1/87]
Hal ini menunjukkan bahwa jika seseorang berbicara melampaui batas maka akalnya akan berkurang.
Sufyan ats-Atsauri Rahimahullah berkata: “Ibadah yang pertama kali adalah diam, kemudian menuntut ilmu, mengamalkan, menghafal dan menyampaikannya.” [Raudhat al-‘Uqala’ wa nazhat l-Fudlala’, Ibnu Hibban hal. 43]
Hayatilah hal ini, wahai saudaraku penuntut ilmu agar tercapai cita-citamu!
Abu Hatim Muhammad bin Hibban Rahimahullah berkata:  “Yang harus dilakukan bagi orang yang berakal adalah diam sampai ada hal yang harus dibicarakan. Betapa banyak orang yang menyesal ketika berbicara, dan betapa sedikit orang yang menyesal ketika diam. Orang yang paling lama kesedihannya dan orang yang paling besar ujiannya, adalah orang yang diuji dengan lisan yang banyak bicara dan kurang bermanfaat.” [Raudhat al-‘Uqala’ wa nazhat l-Fudlala’, Ibnu Hibban hal. 43]
(Ada sebuah sya’ir yang indah) 
"Jika engkau menyukai sikap diam, Sesungguhnya orang-orang mulia sebelum kamu telah menyukainya. Jika kamu menyesal satu kali karena diam Sesungguhnya kamu akan menyesal berulangkali karena berbicara".  [Raudhat al-‘Uqala’ wa nazhat al-Fudlala’, Ibnu Hibban hal. 43]
Abu Hatim bin Hibban Rahimahullah berkata:  “Diantara kesalahan paling besar yang dapat merusak kesehatan jiwa dan merusak kebagusan hati, adalah banyak bicara walaupun perkataaan tersebut boleh dibicarakan. Seseorang tidak akan bisa memiliki sifat diam kecuali dengan meninggalkan perkataan yang boleh untuk dibicarakan.” [Raudhat al-‘Uqala’ wa nazhat al-Fudlala’, Ibnu Hibban hal. 48]
Abu adz-Dziyal berkata Rahimahullah berkata: “Belajarlah diam sebagaimana kamu belajar berbicara! Jika bicara itu memberikan petunjuk kepadamu sesungguhnya diam itu menjaga dirimu. Dalam diam kamu mendapatkan dua hal, yaitu dengan diam kamu dapat mengambil ilmu dari orang yang lebih tahu dari pada kamu, dan dengan diam kamu dapat menolak kebodohan orang yang lebih bodoh daripada kamu.” [Jami’ al-Ulum wa al-Hikam, Ibnu Abd al-Barr 167]
(Ada sebuah sya’ir yang indah) 
"Orang diam itu tidak tercela Tidak ada orang yang banyak bicara kecuali akan terpeleset Dan tidak akan dicela orang yang diam. Jika berbicara itu adalah perak Maka diam adalah emas yang dihiasi dengan mutiara." [Raudhat al-‘Uqala’ wa nazhat al-Fudlala’, Ibnu Hibban hal. 48]
Berkata al-Imam Ibnu Hibbbaan: “Suatu hal yang wajib dilakukan oleh orang yang memiliki akal sehat bahwa ia lebih banyak mempergunakan telinganya dari pada mulutnya, untuk ia ketahui kenapa dijadikan untuknya dua buah telinga satu buah mulut,supaya ia lebih banyak mendengar dari pada berbicara.. Karena apabila berbicara ia akan menyesalinya, tapi bila ia diam ia tidak akan menyesal, sebab menarik apa yang belum diucapkannya lebih mudah dari pada menarik perkataan yang telah diucapkannya.. Perkataan yang telah diucapkannya akan mengikutinya selalu, sedangkan perkataan yang belum diucapkannya, (maka) ia mampu mengendalikannya..” [Raudhatul 'uqalaa' halaman (47)]
Beliau juga berkata: Orang yang berakal sehat lidahnya dibelakang hatinya, apabila ia ingin berbicara, ia kembalikan kepada hatinya, jika hal itu baik untuknya baru ia bicara, jikalau tidak maka ia tidak bicara. (Sedangkan) Orang yang dungu, hatinya dipenghujung lidahnya, apa saja yang lewat diatas lidahnya ia ucapkan, tidaklah paham tentang agama orang yang tidak bisa menjaga lidahnya. [Raudhatul 'uqalaa' halaman (47)]
Seorang laki-laki menulis surat kepada seorang hakim, dia berkata : 
“Janganlah kamu pelit untuk berbicara kepada manusia” 
Maka dijawab: 
“Sesunggunya al-Khaliq Subhanah telah menciptakan bagimu dua telinga dan satu lisan, untuk lebih banyak mendengarkan apa-apa yang banyak dari perkataanmu, bukan untuk lebih banyak berkata dari apa yang kamu dengar.”

Berkata al-Imam Ibnu Rajab: “Barangsiapa yang menabur kebaikan baik berupa perkataan ataupun perbuatan ia akan menuai kemulian, sebaliknya barangsiapa yang menabur kejelekkan baik berupa perkataan ataupun perbuatan ia akan menuai penyesalan.” [Jami'ul 'Ulum wal Hikam (2/147)]

Kemudian Ibnu Rajab menukil sebuah perkataan dari Yunus bin Ubaid, “Sesungguhnya ia berkata: 
"‘Tidak seorangpun yang aku lihat yang lidahnya selalu dalam ingatannya, melainkan hal tersebut berpengaruh baik terhadap seluruh aktivitasnya’.”

Diriwayatkan dari Yahya bin Abi Katsrir, bahwa ia berkata: “Tidak aku temui seorangpun yang ucapannya baik melainkan hal tersebut terbukti dalam segala aktivitasnya, dan tidak seorangpun yang ucapannya jelek melainkan terbukti pula hal tersebut dalam segala aktivitasnya.”

Imam Syafi’I pernah ditanya: 
“Mengapa engkau tidak menjawab pertanyaan?”
Beliau menjawab: 
“Agar aku dapat memahami mana yang lebih utama, diam atau menjawab pertanyaan”

Ibrahim bin adhim melewati seorang laki-laki yang sedang berbicara yang tak ada gunanya, maka belaiu berhenti dan bertanya : “Apakah kamu mengira akan mendapatkan pahala dengan ucapanmu itu?”
Maka orang ini menjawab : “Tidak”
Maka beliau bertanya lagi : “Apakah kamu akan merasa aman dari siksaan akibat ucapanmu tadi?”
Dia menjawab: “Tidak”
Maka beliau menimpali: "Maka kenapa kamu berkata dan berbicara yang tidak mendapat pahala dan belum tentu selamat dari dosa!? Maka hendaklah kamu berdzikir kepada Allah!"
Dari Thahir az-Zuhriy dia berkata: “Ada seorang laki-laki duduk di samping abu yusuf, dan orang ini diam terus.Maka bertanya abu yusuf kepadanya: 
“Kenapa engkau tidak berbicara?”
Orang ini menjawab : 
“Tentu aku akan bicara… kapan waktunya berbuka puasa?”
Maka abu yusuf menjawab :
“Jika tengelam matahari”
Laki-laki ini bertanya : 
“(bagaimana) jika sampai pertengahan malam tidak tenggelam (juga)?
Maka tertawalah abu yusuf sambil berkata: 
“Kamu benar dalam diammu, dan aku salah telah menyuruh kamu berbicara.”
_________

Banyak Cakap Banyak Kelemahan

Ketika melayari FB beberapa hari ini, saya terbaca Pentadbir Punang.com berkempen memerangi fitnah dan mengumpat dalam internet. Jiwa dan perasaan saya terpanggil untuk sama-sama berkempen dan menyokong apa yang diserukan oleh Pentadbir Punang.com itu.
Sebagai insan biasa pastinya kita tidak boleh lari melakukan kesalahan dan kesilapan, kerana manusia bukanlah malaikat yang Allah jadikan cukup sempurna. Namun begitu Rasulullah s.a.w. telah mewariskan kepada kita Al-Quran dan As-Sunnah sebagai panduan hidup kita, maka jika kita tersesat, terlalai, terlupa, tersilap dan sebagainya maka kembalilah kepada Al-Quran dan Hadis Nabi s.a.w.

Islam amat menuntut umatnya supaya berhati-hati ketika berkata-kata kerana jika kita banyak bercakap banyaklah kesalahan yang mungkin kita luahkan. Menjaga lidah daripada menuturkan kata-kata tidak berfaedah, cakap kosong, mengumpat keji dan mengadu-domba, amatlah dituntut dalam Islam. Bukanlah kita tidak dibenarkan bercakap, tetapi jika terlalu banyak bercakap, tentulah banyak juga kesalahan yang bakal terkeluar daripada percakapan itu, dan natijahnya, banyaklah juga dosa.

Pesan Rasulullah yang bermaksud:

“ Sesiapa yang banyak bercakap banyaklah kesalahannya, sesiapa yang banyak kesalahannya banyaklah dosanya dan siapa yang banyak dosanya, api nerakalah paling layak untuk dirinya.”
(riwayat At-Tarmizi)

Imam Nawawi juga ada perpesan, kita wajar menjaga lidah daripada sebarang cakap sia-sia, kecuali jika cakap itu mendatangkan kebaikan, apabila bercakap dan berdiam diri adalah sama saja hasilnya, maka lebih baiklah berdiam diri.

Yang pasti, jika tidak ada lagi yang hendak diperkatakan, eloklah berdiam diri saja. Rasulullah bersabda bermaksud: “Sesiapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik dan kalau tidak hendaklah diam”.

( riwayat Bukhari dan Muslim).


Sebagai umat Islam kita mesti ingat tentang 5 perkara yang patut disebut selalu untuk memberi kesedaran kepada kita sepanjang menjalani kehidupan ini. Nabi Muhammad S.A.W. pernah mengingatkan umat-umatnya tentang kelima-lima perkara ini iaitu:-

1. Perbanyakkan menyebut Allah daripada menyebut makhluk: sudah menjadi kebiasaan bagi kita menyebut atau memuji orang yang berbuat baik kepada kita sehingga kadang-kadang kita terlupa hakikat bahawa terlampau banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. Lantaran itu, kita terlupa memuji dan menyebut-nyebut nama Allah. Makhluk yang berbuat baik sedikit, kita puji habis-habisan tapi nikmat yang terlalu banyak Allah berikan, kita langsung tak ingat. Sebaik-baiknya elok dibasahi lidah kita dengan memuji Allah setiap ketika, bukan ucapan Alhamdulillah hanya apabila sudah kekenyangan hingga sendawa. Pujian begini hanya di lidah saja tak menyelerekan hingga ke hati.

2. Perbanyakkan menyebut akhirat daripada menyebut urusan dunia: Dunia terlalu sedikit dibandingkan akhirat. 1000 tahun di dunia setimpal dengan ukuran masa sehari di akhirat. Betapa kecilnya nisbah umur di dunia ini berbanding akhirat. Nikmat dunia juga 1/100 daripada nikmat akhirat. Begitu juga seksa dan kepayahan hidup di dunia hanya 1/100 daripada akhirat. Oleh itu perbanyakkanlah menyebut-nyebut perihal akhirat supaya timbul keghairahan menanam dan melabur saham akhirat.

3. Perbanyakkan menyebut dan mengingat hal-hal kematian daripada hal-hal kehidupan: kita sering memikirkan bekalan hidup ketika tua dan bersara tapi jarang memikirkan bekalan hidup semasa mati. Memikirkan mati adalah sunat kerana dengan berbuat demikian kita akan menginsafi diri dan kekurangan amalan yang perlu dibawa ke sana. Perjalanan yang jauh ke akhirat sudah tentu memerlukan bekalan yang amat banyak. Bekalan itu hendaklah dikumpulkan semasa hidup di dunia ini. Dunia ibarat kebun akhirat. Kalau tak diusahakan kebun dunia ini masakan dapat mengutip hasilnya di akhirat? Dalam hubungan ini eloklah sikap Saidina Ali bin Abi Thalib dicontohi. Meskipun sudah terjamin akan syurga baginya. Saidina Ali masih mengeluh dengan hebat sekali tentang kurangnya amalan untuk dibawa ke akhirat yang jauh perjalanannya. Betapa pula dengan diri kita yang kerdil dan bergelumang dengan dosa ini.

4. Jangan menyebut-nyebut kebaikkan diri dan keluarga: Syaitan memang sentiasa hendak memerangkap diri kita dengan menyuruh atau membisikkan kepada diri kita supaya sentiasa mengingat atau menyebut-nyebut tentang kebaikan yang kita lakukan sama ada kepada diri sendiri, keluarga atau masyarakat amnya. Satu kebaikan yang kita buat, kita sebut-sebut selalu macam rasmi ayam ‘bertelur sebiji riuh sekampung’. Kita terlupa bahawa dengan menyebut dan mengingat kebaikkan kita itu sudah menimbulkan satu penyakit hati iaitu ujub. Penyakit ujub ini ibarat api dalam sekam boleh merosakkan pahala kebajikan yang kita buat. Lebih dahsyat lagi jika menimbulkan riya’ atau bangga diri yang mana Allah telah memberi amaran sesiapa yang memakai sifat-Nya (riya’) tidak akan mencium bau syurga. Riya’ adalah satu unsur dari syirik (Khafi). Oleh itu eloklah kita berhati-hati supaya menghindarkan diri daripada mengingat kebaikan diri kita kepada orang lain. Kita perlu sedar bahawa perbuatan buat baik yang ada pada diri kita itu sebenarnya datang dari Allah. Allah yang menyuruh kita buat baik, jadi kita patut bersyukur kepada Allah kerana menjadikan kita orang yang baik. Bukannya mendabik dada mengatakan kita orang yang baik. Kita terlupa kepada Allah yang mengurniakan kebaikan itu.
5. Jangan sebut-sebut dan nampak-nampakkan keaiban atau keburukan diri orang lain: kegelapan hati ditokok dengan rangsangan syaitan selalu menyebabkan diri kita menyebut-nyebut kesalahan dan kekurangan orang lain. Kita terdorong melihat keaiban orang sehingga terlupa melihat keaiban dan kekurangan diri kita sendiri. Bak kata orang tua-tua ‘kuman diseberang lautan nampak, tapi gajah di depan mata tak kelihatan’. Islam menuntut kita melihat kekurangan diri supaya dengan cara itu kita dapat memperbaiki kekurangan diri kita. Menuding jari mengatakan orang lain tak betul sebenarnya memberikan isyarat bahawa diri kita sendiri tidak betul. Ibarat menunjuk jari telunjuk kepada orang: satu jari ke arah orang itu tapi empat jari lagi menuding ke arah diri kita. Bermakna bukan orang itu yang buruk, malahan diri kita lebih buruk daripadanya. Oleh sebab itu, biasakan diri kita melihat keburukan diri bukannya keburukan orang lain. Dalam Islam ada digariskan sikap positif yang perlu dihayati dalam hubungan sesama manusia iaitu lihatlah satu kebaikan yang ada pada diri seseorang, meskipun ada banyak kejahatan yang ada pada dirinya. Apabila melihat diri kita pula, lihatlah kejahatan yang ada pada diri kita walaupun kita pernah berbuat baik. Hanya dengan cara ini kita terselamat dari bisikan syaitan yang memang sentiasa mengatur perangkap untuk menjerumuskan kita ke dalam api neraka.

Semoga lima perkara yang disebutkan di atas dapat kita hayati dan diterapkan dalam kehidupan kita seharian. Dengan menghayati dan menyematkan dalam hati lima perkara itu insyaAllah kita akan dapat menghindari diri kita mengeluarkan perkataan yang sia-sia dan tidak berfaedah serta menjaga tingkahlaku dan perbuatan kita. Sama-samalah kita berdoa semoga terselamat dari kemurkaan Allah semasa di dunia hingga ke akhirat. Amin…..

Apa yang Rasulullah SAW Ajar Tentang Diam?

This Article Checked By Akademi Tarbiyah Dewan Pemuda PAS Malaysia (DPPM) on Thursday, 31 January 2013


Bicara dan diam laksana dua sisi dari sekeping mata wang, yang tidak mungkin dipisahkan. Kedua-duanya adalah nikmat Allah yang amat besar yang diberikan kepada umat manusia. Dengan berbicara, manusia boleh berinteraksi sesama mereka dan menjadi makhluk yang termulia di antara makhluk-makhluk Allah yang lainnya. Oleh kerana itu, secara jelas Allah Taala berfirman di dalam al Quran :
عَلَّمَهُ الْبَيَانَ
“(Allah) Mengajarkannnya (kepada manusia) pandai menerangkan (berbicara).” (Rahman:4)
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda;
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetamunya.” (riwayat Bukhari)
Kalimah, “...Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat”, maksudnya adalah sesiapa beriman dengan keimanan yang sempurna, yang (keimanannya itu) menyelamatkannya dari azab Allah dan membawanya mendapatkan redha Allah, “...Maka hendaklah ia berkata baik atau diam” kerana orang yang beriman kepada Allah dengan sebenar-benarnya tentu takut kepada ancaman-Nya, mengharapkan pahala-Nya, bersungguh-sungguh melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Dan yang terpenting dari semuanya itu ialah mengendalikan gerak-geri seluruh anggota badannya kerana kelak dia akan dipertanggungjawabkan atas perbuatan ke semua anggota badannya, sebagaimana tersebut pada firman Allah:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً
“Dan janganlah kamu menurut sesuatu yang tiada dalam pengetahuan (ilmu). Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati semuanya kelak pasti akan dimintai tanggung jawabnya.” (al-Israk:36)
Dan firman-Nya lagi:
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Apapun kata yang terucap pasti disaksikan oleh Raqib dan ‘Atid.” (Qaff:18)
Rasulullah saw pernah ditanya tentang siapakah sebaik-sebaik seorang Muslim itu, maka jawab baginda Nabi:
مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“(Mereka) yang memberikan rasa aman kepada saudara Muslim-nya daripada gangguan lisan dan tangannya.” (riwayat Bukhari)
Sebenarnya di sebalik sebuah ucapan itu tersimpan sebuah tanggungjawab besar yang bakal dipersoalkan Allah di akhirat kelak. Oleh kerana itu, kita harus berwaspada dalam setiap tutur kata, ia boleh sahaja menjadi faktor yang mampu mengangkat darjat seseorang hamba di sisi Allah, ia juga boleh menyebabkan kecelakaan besar kepada pengungkapnya. Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ
“Seorang hamba yang berbicara mengenai sesuatu perbicaraan yang termasuk dalam keredhaan Allah, sedang dia tidak sedarinya; namun dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkan martabatnya beberapa darjat. Adapun mereka yang berbicara mengenai suatu perkara yang termasuk dalam kemurkaan Allah, sedang dia tidak sedarinya; dengan sebab satu kalimat itu buruk itu dia dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.” (riwayat Bukhari)
Terdapat athar menyebutkan:
أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فىِ لِسَانِهِ
“Kebanyakan dosa anak-anak Adam itu ada pada lisannya.” (riwayat al-Tabarani)
Apabila Rasulullah saw bersabda:
فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“...Maka hendaklah ia berkata baik atau diam”, ini menunjukkan bahawa perkatan yang baik itu lebih utama daripada diam, dan diam itu lebih utama daripada berkata buruk. Berkata baik dalam hadis ini mencakup menyampaikan ajaran Allah dan Rasul-Nya dan memberikan pengajaran kepada kaum Muslimin, amar makruf dan nahi mungkar berdasarkan ilmu, mendamaikan orang yang berselisih pendapat, berkata yang baik kepada orang lain. Dan yang terbaik dari semuanya itu adalah menyampaikan perkataan yang benar di hadapan orang yang ditakuti kekejamannya atau diharapkan pemberiannya.
Islam menjelaskan bagaimana seharusnya memanfaatkan kedua-dua potensi itu, iaitu bercakap dan diam, agar manusia benar-benar mampu memanfaatkan untuk berbicara sehari-hari sehingga ia menjadi jalan kebaikan bagi penuturnya. Dan kalau tidak mampu, maka lebih baik diam. Dan bagi yang mampu untuk diam pula, tetapi menolak untuk mengucapkan kebenaran, ia adalah “Syaitan yang bisu”. Kata Abu Ali al-Daqqaq rhm:
الْمُتَكَلِّمُ بِالْبَاطِلِ شَيْطَانٌ نَاطِقٌ وَالسَّاكِتُ عَنِ الْحَقِّ شَيْطَانٌ أَخْرَسُ
“Orang yang berkata batil adalah Syaitan yang berbicara, sedangkan orang yang diam dari mengatakan kebenaran adalah Syaitan yang bisu.”
Oleh kerana itu, sikap berdiam juga boleh memberikan kesan sampingan yang bermacam-macam dan nilai impaknya mampu memberikan petanda murka daripada Allah Taala. Ada yang dengan diam ia menjadi emas, tetapi ada pula dengan diam ia menjadi masalah. Semua bergantung kepada niat cara situasi dikendalikan pada diri dan lingkungannya. Kata Imam Ahmad ibn Hanbal di dalam Bayna Mehnah al-Din wa Mehnah al-Dunya:
إذا سكت العالم تقية، والجاهل يجهل، فمتى يظهر الحق
“Kalau diam orang alim kerana taqiyah (playsafe), dan orang jahil terus jahil, maka bilakah kebenaran itu akan tertegak?”
Untuk mencapai kebaikan Islam, seseorang tidak cukup hanya berdiam sedangkan anggota tubuhnya yang lain melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah Taala. Namun, ia harus juga harus “diam” yakni meninggalkan perkara-perkara yang tidak bermanfaat dan diltegah Allah baginya. Rasulullah saw bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan Islam seseorang itu iaitu meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya.” (riwayat al-Tirmizi)
Bagi orang yang beriman, lidah yang dikurniakan untuk menyampaikan tujuan-tujuan komunikasi sesama manusia tidak akan digunakan untuk berbicara sesuka hati dan sia-sia. Sebaliknya digunakan untuk mengeluarkan mutiara-mutiara yang berhikmah, nasihat-nasihat yang membetulkan perjalanan hidup manusia. Manakala, peranan diam pula dijadikan benteng bagi lidah manusia daripada mengucapkan perkataan yang sia-sia atau yang tiada keperluannya. Diam memiliki faedah dan syarat kondisionalnya tersendiri. Apa yang penting adalah kita mengetahui waktu-waktu yang tepat untuk mengambil diam sebagai sikap ketika berinteraksi dengan orang lain. Diam boleh menjadi kebiasaan efektif yang apabila ia diterapkan dalam diri, ia mampu menjadikan kita lebih produktif. Iaitu membiasakan diam, lebih banyak mendengar daripada berbicara dengan memperbanyakkan kerja. Sabda Rasulullah saw:
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا؛ قِيلَ وَقَالَ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
“Sesungguhnya Allah membenci kalian tentang tiga perkara, iaitu; mengatakan sesuatu yang tidak jelas sumbernya, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya (tanpa ada keperluan).” (riwayat Muslim)

1
Hikmah Berdiam
Sebagai ibadah tanpa bersusah payah. Menjadi perhiasan tanpa berhias. Memiliki kehebatan tanpa kerajaan. Membina benteng tanpa pagar. Mempunyai kekayaan budi tanpa meminta maaf kepada orang. Memberi istirehat bagi kedua Malaikat pencatat amal. Menutupi segala aib dan masalah.

Antara hadis mengenai kelebihan diam diriwayatkan oleh Abu Nuaim di dalam Hilyat al-Auliya:
وَمَنْ كَثُرَ كَلَامُهُ كَثُرُ سَقَطُهُ، وَمَنْ كَثُرَ سَقَطُهُ كَثُرَتْ خَطَايَاهُ، وَمَنْ كَثُرَتْ خَطَايَاهُ كَانَتِ النَّارُ أَوْلَى بِهِ
“Dan siapa yang banyak perkataannya nescaya banyaklah silapnya. Siapa yang banyak silapnya, nescaya banyaklah salah (dosanya). Siapa yang banyak berlaku salah, neraka lebih utama baginya.” (al-Iraqi menyebut bahawa hadis ini dhaif)
Bersikap diam juga suatu kebijaksanaan dan keadilan, ilmu dan pengetahuan, bahkan merupakan akhlak yang mampu mendidik masyarakat awam daripada terjerumus ke dalam lembah kekeliruan yang lebih parah. Rasulullah saw pernah menyatakan kepada Abu Zar ra:
عَلَيْكَ بِطُولِ الصَّمْتِ فَإِنَّهُ مَطْرَدَةٌ لِلشَّيْطَانِ، وَعَوْنٌ لَكَ عَلَى أَمْرِ دِينِكَ
“Hendaknya engkau diam, sebab diam itu menyingkirkan syaitan dan penolong bagimu dalam urusan agamamu.” (riwayat al-Baihaqi)
Semoga Allah merahmati Khalifah Umar bin Abdul Aziz ra, ketika beliau berkata:
إن السابقين عن علم وقفوا، وببصر نافذ قد كفوا، وكانوا هم أقوى على البحث لو بحثوا
“Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu (Salaf al-Soleh) itu berhenti (tidak bersikap melampau) di atas dasar ilmu, mereka memiliki penelitian yang tajam (menembus) namun adakalanya mereka menahan dirinya (dari meneruskan sesuatu perbahasan) sekalipun mereka lebih mampu dalam membahas sesuatu perkara jika mereka ingin membahasnya.” - Bayan Fadhli Ilmi Salaf

2
Diam Juga Boleh Mengundang Fasad
Terdapat dalam sebuah hadis yang berbunyi (terjemahannya), “Barangsiapa melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dan mencegahnya dengan menggunakan tangannya (kuasa), sekiranya ia tidak mampu maka hendaklah ia menggunakan mulutnya, sekiranya ia tidak mampu juga maka hendaklah ia menggubah dengan menggunakan hatinya. Sesungguhnya mengubah dan mencegah perbuatan mungkar dengan menggunakan hati itu adalah tanda selemah-lemah iman.” (riwayat Muslim) Justeru, tidak mengubah dan mencegah sesuatu kemungkaran adalah tanda tiada iman atau hampir kepada kekufuran. Jika dilihat daripada hadis di atas, Nabi Muhammad saw menggunakan pendekatan yang sangat berhemah dalam mengkategorikan seseorang Muslim itu kepada tiga peringkat. Bagaimanapun, selalu sangat disalah-tafsirkan kategori yang terakhir itu sebagai mendiamkan diri atau tidak melakukan apa-apa usaha untuk mengubah kemungkaran tersebut. Maka mengatakan kategori yang terakhir dalam melunaskan kerja untuk mencegah kemungkaran sebagai “diam” adalah suatu kesilapan, kerana diam tidak boleh dijadikan ukuran salah atau betul.
3
Mendengar & Melaksanakan Apa yang Baik itu Lebih Utama
Lazimnya, orang yang terlalu banyak berbicara (berkata-kata) adalah orang yang lemah keperibadiannya. Ciri-ciri orang cerdik menurut Islam yang disebutkan al Quran adalah orang yang mendengarkan perkataan orang lain dan melaksanakan apa yang terbaik daripada perkataan itu (al-Zumar:18):
الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ أُولَئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ وَأُولَئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ


Orang pandai yang suka mengambil perhatian yakni mendengar dengan baik apa yang dikatakan oleh orang lain akan disukai. Sebahagian manusia lebih gemar untuk perkataannya didengar, diambil peduli daripada dia mendengar bicara orang lain. Ada orang yang mempunyai kebiasaan berbicara dahulu, baru berfikir. Kerana itu, diam menunjukkan kekuatan keperibadian seseorang. Kemampuan mendengar adalah kekuatan keperibadian yang luar biasa besarnya. Kata Jaafar al-Sadiq ra:
لِسَانُ الْعَاقِلِ وَرَاءَ قَلْبِهِ، وَقَلْبُ الْأَحْمَقِ وَرَاءَ لِسَانِهِ
“Lisan orang yang berakal itu ada di belakang hatinya, dan hati orang bodoh itu ada di belakang lisannya.”
Orang yang berakal selalu mempertimbangkan terlebih dahulu apa yang akan dilontarkan dalam bicaranya, sedang orang yang bodoh sering memperkatakan apa sahaja yang terlintas di dalam hatinya tanpa memikirkan akibat yang mungkin timbul daripada ucapannya itu. Sebaiknya kita harus benar-benar yakin bahawa apa yang akan disampaikan adalah sesuatu yang sudah difikirkan. Kurangilah perkataan-perkataan yang muncul secara refleks. Biasakanlah diam atau merenung, maka kita akan menjadi produktif dalam hidup. Diam bukan dalam erti kita sama sekali tidak berbicara, melainkan diam dalam erti hanya berbicara jika ada keperluan untuk itu. Ada mekanisme lain juga yang telah ditunjukkan di dalam al Quran :
وَقُولُواْ لِلنَّاسِ حُسْنًا

“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (al-Baqarah:83)
فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُواْ لَهُمْ قَوْلاً مَّعْرُوفًا

“Berilah mereka dari harta itu (kepada anak-anak yatim) dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (al-Nisa':8)

فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُواْ قَوْلاً سَدِيدًا
“Oleh itu hendaklah bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mengatakan perkataan yang betul (menepati kebenaran).” (al-Nisa':9)
أُوْلَئِكَ الَّذِينَ يَعْلَمُ اللَّهُ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ وَقُل لَّهُمْ فِي أَنفُسِهِمْ قَوْلاً بَلِيغًا
“Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Kerana itu berpalinglah dari mereka, dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas dalam jiwanya.” (al-Nisa':63)
وَقُل لَّهُمَا قَوْلاً كَرِيمًا

“Dan katakanlah kepada mereka (kedua ibu bapa) perkataan yang mulia (yang bersopan santun).” (al-Israk:23)
فَقُل لَّهُمْ قَوْلاً مَّيْسُورًا

“Maka katakanlah kepada mereka kata-kata yang menyenangkan hati.” (al-Israk:28)
وَقُل لِّعِبَادِى يَقُولُواْ ٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِنَّ ٱلشَّيْطَـٰنَ يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ ٱلشَّيْطَـٰنَ كَانَ لِلإِنْسَـٰنِ عَدُوًّا مُّبِينًا

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku; Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (al-Israk:53)
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ إِنَّ أَنكَرَ الأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ

“Dan sederhanakanlah langkahmu semasa berjalan, juga rendahkanlah suaramu (semasa berkata-kata), sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keldai.” (Luqman:19)
Al-Quran menunjukkan kepada kita tentang pilihan dalam berbicara, qaulan makrufan, qaulan kariman, qaulan maysuran, qaulan sadidan dan qaulan balighan, yakni pembicaraan yang disertakan perkataan-perkataan yang baik, tepat dan membekas dalam jiwa. Justeru, mekanisme mana lagi yang lebih baik dibandingkan dengan anjuran menguruskan sebarang perbicaraan sebagaimana yang dinyatakan di dalam al-Quran?


Biodata Penulis

Mohd Azmir bin Maideen mendapat pendidikan di Universiti Al Azhar Fakulti Usuluddin Jabatan Dakwah wa Thaqafah Islamiyah, Kaherah. Pernah bertugas sebagai Pegawai Pembangunan dan Penyelidikan Dewan Pemuda PAS Malaysia. Beliau memilih PAS sebagai platform perjuangan Islam di Malaysia.

Bicara Baik atau Diam

Sungguh beruntung orang yang banyak diam Ucapannya dihitung sebagai makanan pokok Tidak semua yang kita ucapkan ada jawabnya Jawaban yang tidak disukai adalah diam Sungguh mengherankan orang yang …

616 8
Sungguh beruntung orang yang banyak diam
Ucapannya dihitung sebagai makanan pokok
Tidak semua yang kita ucapkan ada jawabnya
Jawaban yang tidak disukai adalah diam
Sungguh mengherankan orang yang banyak berbuat aniaya
Sementara meyakini bahwa ia akan mati

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,
Seseorang mati karena tersandung lidahnya
Dan seseorang tidak mati karena tersandung kakinya
Tersandung mulutnya akan menambah (pening) kepalanya
Sedang tersandung kakinya akan sembuh perlahan
.”
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya (hadits no. 6474) dari Sahl bin Sa’id bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ يَضْمَنَّ لِي مَابَيْنَ لِحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ
Barang siapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) sesuatu yang ada di antara dua janggutnya dan dua kakinya, kuberikan kepadanya jaminan masuk surga.”
Yang dimaksud dengan “sesuatu yang ada di antara dua janggutnya” adalah mulut, sedangkan “sesuatu yang ada di antara dua kakinya” adalah kemaluan.
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)
Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna; semua perkataan bisa berupa kebaikan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya. Segala perkataan yang berorientasi kepadanya (kepada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori perkataan baik. (Perkataan) yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan. Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan) hendaklah diam.” (lihat Al-Fath, 10:446)
Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).”
Sebagian ulama berkata, “Seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”
Imam Abu Hatim Ibnu Hibban Al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala wa Nazhah Al-Fudhala, hlm. 45, “Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat bagian musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan”.
Beliau berkata pula di hlm. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua telinga, sedangkan diberi hanya satu mulut, supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali orang menyesal pada kemudian hari karena perkataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan itu lebih mudah daripada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mampu mengontrol perkataan-perkataannya.”
Beliau menambahkan di hlm. 49, “Lisan seorang yang berakal berada di bawah kendali hatinya. Ketika dia hendak berbicara, dia akan bertanya terlebih dahulu kepada hatinya. Apabila perkataan tersebut bermanfaat bagi dirinya maka dia akan bebicara, tetapi apabila tidak bermanfaat maka dia akan diam. Sementara orang yang bodoh, hatinya berada di bawah kendali lisannya. Dia akan berbicara apa saja yang ingin diucapkan oleh lisannya. Seseorang yang tidak bisa menjaga lidahnya berarti tidak paham terhadap agamanya.”
Diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahih-nya, hadits no.10; dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.”
Hadits di atas juga diriwayatkan oleh Muslim, no. 64, dengan lafal,
إِنَّ رَجُلاً سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيِّ الْمُسْلِمِيْنَ خَيْرً قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Ada seorang laki-laki yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Siapakah orang muslim yang paling baik?’ Beliau menjawab, ‘Seseorang yang orang-orang muslim yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.’
Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir, hadits no. 65, dengan lafal seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Umar.
Al-Hafizh (Ibnu Hajar Al-Asqalani) menjelaskan hadis tersebut. Beliau berkata, “Hadits ini bersifat umum bila dinisbatkan kepada lisan. Hal itu karena lisan memungkinkan berbicara tentang sesuatu yang telah berlalu, yang sedang terjadi sekarang, dan juga yang akan terjadi pada masa mendatang. Berbeda dengan tangan; pengaruh tangan tidak seluas pengaruh lisan. Walaupun begitu, tangan bisa juga mempunyai pengaruh yang luas sebagaimana lisan, yaitu melalui tulisan. Dan pengaruh tulisan juga tidak kalah hebatnya dengan pengaruh lisan.”
Oleh karena itu, dalam sebuah syair disebutkan,
Aku menulis dan aku yakin pada saat aku menulisnya
Tanganku kan lenyap, namun tulisan tanganku kan abadi
Bila tanganku menulis kebaikan, kan diganjar setimpal
Jika tanganku menulis kejelekan, tinggal menunggu balasan.”
Tentang hadits (yang artinya), “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam,” Imam Ibnu Daqiqil ‘Id rahimahullah mengatakan dalam Syarah Hadits Arbain, “‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir‘, maknanya: siapa saja yang beriman dengan keimanan yang sempurna, yang menyelamatkan dari azab Allah dan mengantarkan kepada keridhaan Allah maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dengan keimanan yang sebenarnya, ia takut ancaman-Nya, mengharap pahala-Nya, berusaha mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya, dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Kemudian memelihara seluruh anggota tubuhnya yang menjadi gembalaannya, dan ia bertangung jawab terhadapnya, sebagaimana firman-Nya,
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوولًا
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung-jawaban.’ (QS. Al-Isra’:36)
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu kalimat pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.’ (QS. Qaf :18)
Yakni selalu mengawasinya dan menyaksikan hal ihwalnya, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya,
وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ( )كِرَامًا كَاتِبِينَ( )يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ
Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah), dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu). Mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS. Al-Infithar:10–12)”
Demikian pula, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada yang menyungkurkan leher manusia di dalam neraka melainkan hasil lisan mereka.” (Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’, no. 5136)
Siapa pun yang mengetahui hal itu dan mengimaninya dengan keimanan yang sebenarnya maka ia bertakwa kepada Allah berkenaan dengan lisannya, sehingga ia tidak berbicara kecuali kebaikan atau diam.” (Tafsir As-Sa’di)
Semoga Allah selalu menjaga lisan kita dari hal-hal yang tidak berguna, agar tidak menuai sesal di hari akhir dengan tidak membawa amal sedikit pun dari jerih payah amal kita di dunia.
عن أبي هريرة : أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوْاالْمُفْلِسُ فِيْنَا يَا رَسُو لَ اللَّهِ مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ قَالَ رَسُو لَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُفْلِسُ مِنْ أُمَّيِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَتِهِ وَصِيَامِهِ وِزَكَاتِهِ وَيَأتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَاَكَلاَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَيَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُحِذَ مِنْ خَطَايَاهُم فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرحَ فِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu; bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?
Para shahabat pun menjawab, ”Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak memiliki uang dirham maupun harta benda.”
Beliau menimpali, ”Sesungguhnya orang yang bangkrut di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga datang membawa dosa berupa perbuatan mencela, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah, dan memukul orang lain. Kelak kebaikan-kebaikannya akan diberikan kepada orang yang terzalimi. Apabila amalan kebaikannya sudah habis diberikan, sementara belum selesai pembalasan tindak kezalimannya, maka diambillah dosa-dosa orang yang terzalimi itu, lalu diberikan kepadanya. Kemudian dia pun dicampakkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya, no. 2581)
Wallahul Musta’an.
Wahai Rabb, ampunilah dosa-dosa hamba, bimbinglah hamba untuk senantiasa taat kepada-Mu dan masukkanlah kami kedalam golongan orang-orang yang Engkau beri Rahmat.
Bandung, 18 Dzulhijjah 1434 H (1 November 2013 M).
Maraji’:
  • Taisir Karimir Rahman, karya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
  • Syarah Arbain An-Nawawi, karya Sayyid bin Ibrahim Al-Huwaithi.
  • Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah.
  • Tazkiyatun Nafs, karya: Ibnu Rajab Al-Hambali, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, dan Imam Al-Ghazali.
  • Catatan pribadi kajian islam ilmiah “Waspada Bahaya Lisan” yang disampaikan oleh Al-Ustadz Muhammad Nuzul Dzikri, Lc. Hafidzahullah; Masjid Habiburrahman PT. DI, Bandung; Ahad, 27 0ktober 2013; diselenggarakan oleh Yayasan Ihya’us Sunnah Bandung bekerja sama dengan DKM Masjid Habiburrahman PT. DI.
  • Almanhaj.or.id

Penulis: Umi Romadiyani (Ummu ‘Afifah)
Muraja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel Muslimah.Or.Id

Berbicara Seperlunya

keep quiet copy

Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin, yakni orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan al-laghwu (perkataan dan perbuatan yang tidak berguna)
–QS al-Mukminun ayat 3–


Di antara adab berbicara yang dituntunkan Rasulullah Saw adalah berbicara seperlunya, tidak berlebihan. Kita diperintahkan untuk berbicara hanya yang baik. Beliau melarang kita banyak bicara dengan pembicaraan yang tidak terkait dengan dzikir kepada Allah. Kemampuan seseorang untuk meninggalkan apa saja yang tidak berguna baginya menjadi salah satu tanda bagusnya keislaman dia [HR Tirmidzi] dan Allah menjadikannya sebagai ciri orang mukmin yang beruntung.
Kemampuan tersebut membawa seorang mukmin hanya akan berbicara apabila ia yakin pembicaraannya baik dan diam apabila ada dorongan untuk berkata yang tidak baik [HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad]. Ia berusaha sekuat tenaga agar tidak ada seorangpun di antara kaum muslimin yang celaka akibat perkataan dan perbuatannya, memenuhi sabda Rasulullah Saw: “Seorang muslim adalah yang keselamatan kaum muslimin terjaga dari lisan dan perbuatannya” [HR Bukhari]
Banyak berbicara selain untuk hal yang terkait dengan dzikir kepada Allah membuka peluang terjerumusnya manusia ke dalam urusan-urusan yang tidak berfaedah. Di antara bahan pembicaraan yang mendorong seseorang banyak bicara adalah pembicaraan yang tidak penting.
Larangan banyak bicara
Kita dilarang banyak bicara antara lain berdasarkan dalil-dalil sebagai berikut:
  1. Hadits dari Ibnu Umar:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُكْثِرُوا الْكَلَامَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلَامِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنْ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي
Dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda:
“Janganlah kalian banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah, karena banyak bicara tanpa berdzikir kepada Allah membuat hati menjadi keras, dan orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang berhati keras.”  [HR Tirmidzi]

  1. Hadits dari Al Mughirah ia berkata:
عَنْ الْمُغِيرَةِ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ وَأْدِ الْبَنَاتِ وَعُقُوقِ الْأُمَّهَاتِ وَعَنْ مَنْعٍ وَهَاتِ وَعَنْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةِ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةِ الْمَالِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang mengubur anak perempuan hidup-hidup, durhaka kepada ibu, tidak memberi tapi mau menerima, banyak bicara, banyak bertanya dan menyia-nyiakan harta”.[HR Ad-Darimi]
  1. Hadits dari Abu Umamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَيَاءُ وَالْعِيُّ شُعْبَتَانِ مِنْ الْإِيمَانِ وَالْبَذَاءُ وَالْبَيَانُ شُعْبَتَانِ مِنْ النِّفَاقِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ إِنَّمَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ أَبِي غَسَّانَ مُحَمَّدِ بْنِ مُطَرِّفٍ قَالَ وَالْعِيُّ قِلَّةُ الْكَلَامِ وَالْبَذَاءُ هُوَ الْفُحْشُ فِي الْكَلَامِ وَالْبَيَانُ هُوَ كَثْرَةُ الْكَلَامِ مِثْلُ هَؤُلَاءِ الْخُطَبَاءِ الَّذِينَ يَخْطُبُونَ فَيُوَسِّعُونَ فِي الْكَلَامِ وَيَتَفَصَّحُونَ فِيهِ مِنْ مَدْحِ النَّاسِ فِيمَا لَا يُرْضِي اللَّهَ
“Sifat malu dan al ‘iyyu adalah dua cabang dari cabang-cabang keimanan. Sedangkan Al Badza` dan Al Bayan adalah dua cabang dari cabang-cabang kemunafikan.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits Hasan Gharib. Ia berkata, Al ‘Iyy adalah sedikit bicara dan Al Badza` adalah kata-kata yang keji, sedangkan Al Bayan adalah banyak bicara seperi para khatib-khatib yang memperpanjang dan menambah-nambahkan isi pembicaraan guna memperoleh pujian publik dalam hal-hal yang tidak diridlai Allah. [HR Tirmidzi]
  1. Hadits dari Abu Hurairah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلَاثًا وَيَسْخَطُ لَكُمْ ثَلَاثًا يَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَأَنْ تَنَاصَحُوا مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ أَمْرَكُمْ وَيَسْخَطُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah meridlai kalian karena tiga perkara dan membenci dari kalian tiga perkara. Meridhai kalian jika: kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, kalian berpegang teguh terhadap tali agama Allah secara bersama-sama dan saling menasehati terhadap orang yang Allah beri perwalian urusan kalian. Membenci kalian jika; Banyak bicara, menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya.”  [HR Malik]

Banyak bicara yang dibolehkan
Kita boleh banyak bicara apabila pembicaraan yang kita lakukan merupakan bagian dari dzikir kepada Allah, yakni berbicara tentang kebenaran serta amar makruf nahi mungkar sebagaimana dituntunkan Allah dan Rasul-Nya.
Rasulullah Saw bersabda: “Semoga Allah memberikan keindahan kepada seseorang yang mendengar sesuatu dari kami, lalu ia menyampaikannya sebagaimana ia dengar. Betapa banyak orang yang menyampaikan lebih paham dari yang mendengar”[HR Abu Daud dari Anas bin Malik]. Beliau bersabda pula: “Barangsiapa yang mengajarkan suatu ilmu, maka baginya pahala orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan sedikitpun”.[HR Ibnu Majah, dari Sahal bin Mu’adz bin Anas] “Orang yang menunjukkan kebaikan seperti orang yang mengerjakannya” [HR Al Bazzar, dishahihkan Ibnu Hibban]
Akibat Banyak Bicara
Tersebutlah seorang remaja menemui ajalnya pada perang Uhud. Ia ditemukan dalam keadaan di mana perutnya diikat dengan batu untuk menahan lapar. Ibunya mengusap debu di wajahnya seraya berkata: “Anakku, selamat bagimu karena kau telah mendapatkan surga”. Rasulullah bersabda: “Apa yang membuatmu yakin? Barangkali saja ia berbicara tentang hal yang tidak penting dan mencegah sesuatu yang tidak merugikannya” [HR Tirmidzi]
Rasulullah Saw bersabda: “Siapapun yang banyak bicara, maka dia akan banyak keliru. Orang yang banyak keliru, maka dosanya akan berlimpah. Orang yang dosanya berlimpah, akan masuk neraka” [HR Tahbrani]
Itulah barangkali kenapa orang yang banyak bicara hatinya menjadi keras. Setiap dosa yang dilakukan menyebabkan hati menjadi keras, semakin banyak dosa semakin keras pula hatinya.
Betapa banyak manusia yang senang melibatkan diri dalam urusan yang tidak berfaedah. Kita bisa mengevaluasi pembicaraan yang ada di radio, televisi, kumpulan orang, rapat, pasar, terminal, pelabuhan dan lain-lain. Cobalah simak, yang lebih banyak pembicaraan baik, sia-sia, atau pembicaraan buruk?
Ternyata pembicaraan sia-sia dan tidak baik lebih dominan. Apalagi dalam sinetron, infotainmen, berita, percakapan, dan lain sebagainya; lebih sedikit perkataan baik kita dengarkan. Kepada kita banyak diperlihatkan dan diperdengarkan kata-kata caci maki, perbincangan aib, ghibah, kecurigaan, pertentangan, penghinaan, dan pembicaraan buruk lainnya yang seharusnya kita hindari jauh-jauh.
Membiarkan diri menyukai acara-acara tersebut dan menyempatkan duduk berlama-lama menikmatinya membuat hati tidak peka terhadap kebenaran. Kita akan dibuat toleran terhadap perbincangan negatif dan sia-sia, dan menjadi semakin parah ketika ikut terlibat mengomentarinya. Diam tanpa komentarpun membawa kita terlibat dalam perbuatan sia-sia (al-laghwu), bahkan dapat menjadi mungkar karena meningkatkan rating acara. Semakin tinggi rating acara televisi atau radio, semakin lama bertahan, semakin banyak ditonton orang.

Menjaga Lisan
Rasulullah Saw mewanti-wanti kita semua untuk menjaga lisan, nikmat besar Allah yang dianugerahkan kepada manusia. Lisanlah alat komunikasi terpenting manusia, melahirkan apa yang ia pikirkan dan yakini. Kemampuan seseorang menjaga lisan untuk mengucapkan hanya yang baik dan benar merupakan prestasi luar biasa yang menjamin keseluruhan anggota tubuh dalam keadaan baik.
Dari Uqbah bin Amir ia berkata: “Saya bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu beliau bersabda kepadaku: “Wahai Uqbah bin Amir, sambunglah (hubungan silaturahim) terhadap orang yang memutuskannya, berikanlah (sesuatu) kepada orang yang telah mengharamkannya untukmu dan maafkanlah orang yang telah menzhalimi kamu.” Uqbah berkata, “Kemudian saya mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau lalu bersabda kepadaku: “Wahai Uqbah, jagalah lisanmu, menangislah atas dosa-dosamu dan hendaklah rumahmu memberikan kelapangan untukmu.” [HR Ahmad]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah Saw bersabda: “Bila manusia berada di waktu pagi, seluruh anggota badan menutupi (kesalahan) lisan lalu berkata: Takutlah pada Allah tentang kami, kami bergantung padamu, bila kau lurus kami lurus dan bila kamu bengkok kami bengkok.” [HR Tirmidzi]
Dari Sahl bin Sa’d dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Barangsiapa dapat menjamin bagiku sesuatu yang berada di antara jenggotnya (mulut) dan di antara kedua kakinya (kemaluan), maka aku akan menjamin baginya surga.”[HR Bukhari]
Cobalah evaluasi, dalam 24 jam terakhir perbuatan dan pembicaraan apa saja yang kita lakukan yang tidak berguna? Apakah ada obrolan ngalor ngidul atau ke sana ke mari yang tidak jelas juntrungnya sekedar berbicara beria-ia berbukan-bukan? Yakinkah bicara kita baik-baik?
Marilah kita yakinkan diri untuk berkata hanya yang baik!

Bantul, 9 Dzulhijjah 1432 H/5 Nopember 2011
Agus Sukaca

TATA TERTIB BICARA DALAM ISLAM. (by. Mas Iman)

TATA TERTIB BICARA DALAM ISLAM.(by. Mas Iman)

Bismillahirrahmaniraahim...

Assalamu”alaikumuWarohamtullaahi Wabarokaatuhu ,

(Prepared by Mas Iman.)

=======================================


أَعُوْذُبِاللّهِمِنَالشَّيْطَانِالرَّجِيْم

بِسْــــــمِاﷲِالرَّحْمَنِاارَّحِيم


ذٰلِكَ   بِأَنَّ    اللّٰـهَ    هُوَ    الْحَقُّ    وَأَنَّ    مَا    يَدْعُونَ    مِن    دُونِهِۦ    هُوَ    الْبٰطِلُ    وَأَنَّ    اللّٰـهَ    هُوَ    الْعَلِىُّ    الْكَبِيرُ   

dzaalika bi-anna allaahahuwaalhaqqu wa-anna maa yad'uuna min duunihi huwa albaathiluwa-anna allaaha huwaal'aliyyualkabiiru

“ Demikianlah karenasesungguhnya Allah DIA-lah yang benar , dan sesungguhnya APA – APA YANG MEREKASERU SELAIN ALLOH , itulah yang batil ,dan sesungguhnya , Allah DIA-lah YangMaha Tinggi lagi Maha Besar.”  ( Al Hajj, 22 : 62 ) ,

وَمَنْ    أَصْدَقُ   مِنَ   اللّٰـهِ   قِيلًا

waman ashdaqu minaallaahiqiilaan

 “ Dan siapakah yang lebih benar perkataan-nyadari ( perkataan ) Allah ?  ( An Nisaa” ,4 : 122)

“ Sesungguhnya ucapan yangpaling benar adalah Kitabullah  ( AlQur’an ) dan sebaik-baik jalan hidup ialah Jalan hidup Muhammad “  (HR. Muslim )

Orang kebanyakan adalah orangyang sering berbicara tentang dirinya  ,keluarganya , masa lalunya yang hebat , kariernya , kelebihan2 nya etc , Ataumembicarakan (keburukan) orang lain.

Orang- Orang Pilihan ( NYA)adalah orang yang sering berbicara tentang Tuhan-nya ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA dan Nabi nya Muhammad ShallallahuAlaihi Wasallam ATAU BERBICARA TENTANG KEMANFAATAN UMAT / ORANG LAIN ,  ,bagaimana dengan kita ??

HAL BERBICARA. (WASPADALAH!!/HATI2)

1." (ALLOH)Yang MahaPemurah , Yang telah mengajarkan Al Qur’an. Dia menciptakan manusia . Mengajarkannya pandai berbicara." ( Ar Rahman,  55: 1 -  4 ) 

2.  “ Musa berkata ( berdoa ) , “ Wahai Tuhan-ku, lapangkanlah bagiku dada-ku , dan mudahkanlah bagiku pekerjaan-ku ,danbukakanlah ikatan dari lidahku, (agar) mereka memahami ucapan-ku .” (Thaahaa,20 : 25 – 28)

3. “ Hai orang yang beriman ,bertaqwa -lah kamu kepada Allah , dan katakanlah perkataan yang benar ; niscayaAllah memperbaiki bagim uamal-amal-mu dan mengampuni bagi-mu dosa-dosa-mu , … “( S. Al – Ahzab , 33: 70 - 71 ) , 
4.  “ ( Muhammad )berkata , “ Tuhan-ku mengetahuipembicaraan di langit dan di bumi. Dan DIA Maha Mendengar lagi MahaMengetahui.”   ( Al Ambiyaa’ , 21 : 4 ) 

5. “ Sesungguhnya DIAmengetahui perkataan yang jelas dan mengetahui apa yang kamu sembunyikan.” ( AlAmbiyaa’ ,21 : 110 ) 

6. Hai Orang yang berimanbertaqwalahkamu kepada ALLAH , dan katakanlah perkataan yang benar , nicayaALLAHmemperbaiki bagi mu amal amal mu dan mengampuni bagi mu dosa dosa-mu.” (AlAhzab , 33 : 70 – 71 ) 

7. “Fitnatu asyaddu minal qatli= Fitnah itu lebih berbahaya dari pembunuhan.” ( Al Baqarah , 2 : 191 , AlBuruuj ,85 : 11 , An Nuur ,  24 : 11 -15  dan 23 - 24)

8. Berbicara Tentang Kebenaran, atau Kebaikan Tetapi Sendirinya tidak Melakukan :

a. “ Hai orang – orang yangberiman ,mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat ? Amat besarkemurkaan disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat. “ (Ash Shaaff ,61 : 2 – 3 )

b. “ Mengapa kamu menyuruh manusiamengerjakan kebaikan sedang kamu melupakan dirimu sendiri ( terhadap kewajiban), padahal kamu membaca Alkitab .Tiadakah kamu berfikir ? ( Al Baqrah , 2 : 44)

c. “ Dan diantara manusia adayang sangat menakjubkan-mu perkataannya tentang kehidupan dunia dandipersaksikannya kepada Allah apa yang ada dalam hatinya , padahal dia adalahpenentang yang palingkeras.” ( Al Baqarah , 2 : 204 )

d. Akan datang sesudahkupenguasa –penguasa yang memerintahmu , diatas mimbar mereka memberi petunjukdan ajaran dengan bijaksana , tetapi bila telah turun mimbar mereka melakukantipu daya dan pencurian. Hati mereka lebih busuk dari bangkai.” ( HR. Athabrani, AtTaubah, 9 : 67-70  >< At Taubah, 9 : 71-72 )

e. Usama Bin zaid berkata , akumendengarRasululloh saw. bersabda , “ Akan didatangkan seorang alim pada harikiamat ,lalu dilemparkan kedalam neraka. Usus – ususnya menjadi terburai , laludia berkeliling dengan menyeretnya , sebagaimana seekor keledai berputarmembawa penggilingan. Para penghuni neraka menjadi mengerumuni -nya dan berkata,“ Mengapa anda ini ? , “ Dia berkata , “ Aku telah memerintahkan kebaikan danaku sendiri tidak melakukan - nya. Sesungguhnya orang alim yangmelakukanmaksiat siksanya dilipat gandakan karena dia melakukan maksiatsementara diamengetahui. Karenanya , Allah Azza wa Jalla berfirman , “Sesungguhnya orang –orang munafik itu ( ditempatkan ) pada tingkatan yangpaling bawah dari neraka.“ =>  ( AnNisaa’ , 4 : 145 )

9. Hal Berkata Berbohong.

a. Tidak ada akhlaq yang palingdibenci Rasulullah saw. Yang lebih dari pada bohong. ( HR. Ahmad , Al Atsar =Hadistsahabat HR. Ibnu Hiban )

b.  “ Barang siapa yang berkata kepadaanak kecil, mari kemari, saya beri ini , Kemudian tidak memberi , maka itubohong.” ( HR.Ahmad )

c.  Dihati mereka ada penyakit. Allah SWT.menambah penyakit-nya .  Mereka mendapatazap yang pedih (berat ) karena mereka ber-dusta ( berbohong ) (Al Baqarah , 2: 10)

d.  “ Terkutuklah orang-orang pembohong , (yaitu)orang-orangyang  (hanyut) dalam kelalaian dankebodohan ” . (AdzDzaariyaat , 51 : 10 –11)

e.  “ Celakalah bagi orang yang berbicara supayaorang tertawa , maka berkata bohong-lah ia , Sungguh celakalah baginya ,Sungguhcelaka-lah baginya.” ( HR. Turmudzi )

f. 1. “ Ada tiga perkara ,barang siapaberada dalam perkara tsb , maka dia akan munafik , sekalipun diaberpuasa , sembahyang, sudah haji dan umrah , bahkan mengatakan  Sesungguhnya aku orang islam .Orang tsb.yaitu : (1) Apabila ia berbicara ia berdusta , (2) apabila  berjanji mungkir , dan(3)  apabila diberi amanat berhianat. ” ( H.R.Muslim HR. Bukhari  )

f.2.  “ Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusiaadalah orang-orang fasik.” ( Al Maa-idah , 5 : 49 ) ,  “ Sesungguhnya orang-orang munafik itumerekalah orang yang fasik.” ( At Taubah , 9 : 67 – 70  >< At Taubah , 9 : 71 – 72  ,  )

f. 3. “ Tidakkah mereka tahusesungguhnya Allah mengetahui rahasia dan bisikkan mereka. Sesungguhnya Allahamat mengetahui segala yang ghaib. “ ( At taubah , 9 : 78 )  =  “Bukankah Allah lebih mengetahui apa-apa yang didalam dada manusia ? ,Dan sungguh Allah mengetahui orang-orang yang beriman dan sungguh Diamengetahui orang-orang yang munafik.” (Al’Ankabuut , 29 : 10 – 11 ) ( QS. 57 :13 – 15 ,QS.4 : 145 – 147 , QS. 48 : 6 ) ,  ( At Taubah , 9 : 73 – 85 )



g.Dll.

10.  Yang mendengarkan perkataan lalu mengikutiapa yang paling baik diantaranya , Mereka itulah  orang-orang yang telah diberi Allah petunjukdan mereka itulah yang mempunyai akal (berfikiran sehat) ( Az Zumar , 39 : 18 )

11. “ Barang siapaberiman kepadaAllah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik ataudiam. “ ( HR. ALBukhari )

12. Kuncilah lidah-mu kecualiuntuk segala hal yang baik dengan demikian kamu dapatmengalahkan setan. ( HR.Athabrani )

13.  “ Tiada lurus imanseorang hamba sehinggalurus hatinya , & tiada lurus hatinya sehingga luruslidahnya“( H.R.Ahmad )

14. Barang siapa banyak bicaramaka banyakpula salahnya dan barang siapa banyak salah maka banyak pula dosanya, danbarang siapa banyak dosanya maka api neraka lebih utama baginya. ( HR.Athabrani) , Sesungguhnya Allah melarang kamu banyak omong , yang diomongkandanmenyia-nyiakan harta serta banyak bertanya. ( HR. Asysyihaab )

15. “ Dan hamba-hamba yang baikdari TuhanYang Maha Penyayang itu ( ialah ) orang-orang yang berjalan diatasbumi denganrendah hati  ( tidak sombong )dan apabila orang-orang jahil menyapamereka , mereka mengucapkan kata-kata (yang mengan - dung ) keselamatan “ (AlForqan , 25 : 63 )

16. “ Dan bicaralah dengan dia( fir’aun )dengan lemah lembut (bijaksana) , mudah-mudahan dia sadar atau takut (Thaahaa , 20 : 44)(dengan fir’aun saja halus lemah-lembut apalagi kepadakeluarga, saudara dll )

17. “ Orang laki-laki yangpaling dibenciAllah  , ialah orang yangpaling buruk perteng karannya. “( H.R. Bukharidan Muslim )

 18. “ Sesungguhnya  seseorang yangmengucapkan kata-kata , iatidak mengatakan - nya kecuali  hanyauntuk menarik orang ( kumpulan / hadirin’ / majlis ) agar mereka tertawa , makaiameluncur kepada kehinaan lebih jauh antara jarak langit dan bumi . Dansesungguhnyalidah seseorang yang tergelincir lebih berbahaya dari tergelin -cirnya kaki. (H.R. Baihaqi )

19. HAL PERDEBATAN



a.“ Allah tidak suka kepadaorang yangsemacam ini  kalau berbicaratidak mau kalah hanya mau menangnya sendiri )bagaikan sapi ditempatpenggembalaan-nya . Demi - kianlah Allah memasukan lidahdan muka mereka kedalamneraka “ ( H.R. Tabhrani )

b.    , . . . . ..  Jauhilah perdebatan sebab cukup berdosa  bila senantiasa berdebat. jauhilah berdebatkarena berdebat itu tidak akan menolong di hari kiamat ,Jauhilah perdebatansebab larangan yang pertama kali disampaikan kepadakusetelah menyembah berhalaadalah larangan perdebatan. ( H.R. Thabrani )

c.“ Barang siapa yangmeninggalkanperdebatan sedangkan ia sedang menghapus  kebatilan , maka didirikanbaginya suatu gedung di tengah-tengah surga , Dan barangsiapa yangmeninggalkan perdebatan sedangkan ia membenarkannya, maka didirikangedungbaginya  ditengah surga.“ (  HR. Abi Dawud)

*  “ Hai orang – orang yang beriman ,apabila kamumengadakan pembicaraan rahasia , maka janganlah kamu berbicara rahasia dengandosa , permusuhan  dan mendurhakai Rosul, tetapi berbicaralah tentang kebaikan dan taqwa , dan bertaqwalah kepada Allahyang kepada-Nya kamu akan dikumpulkan. Sesungguh-nya pembicaraan rahasia ituadalah dari setan supaya orang-orang beriman berduka cita dan tiadalah iamembahayakan mereka sedikitpun melainkan dengan izin Allah. Dan hendaklahbertawakalorang-orang mukmin.” ( Al Mujaadilah , 58 : 9 – 10 ) ( gossip  , GHIBAH , , menceritakan aib orang ,berencana jahat , adu – domba , fitnah dll ) ,

*  “ Dan katakan-lah kepada hamba-hambaKu supayamereka mengucapkan perkataan yang lebih baik. Sesungguhnya syaitan itumenimbulkan perselisihan antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu musuh yangterang bagi manusia .  ( Al Israa’ ,17 :53 )

* ( Terkadang dua manusia ,atau 2 kelompok manusia tidak sadar danmenyadarinya bahwa mereka sudah diadudomba oleh setan (jin & manusia)lewat hawa nafsu dan keegoisan  diantara mereka sendiri sehingga mereka salingbermusuhan , bahkan bisa saling membunuh , sementara ada diantara merekamempunyai keimanan yang sama , percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa , percayaterhadap kitab yang dibawa nabinya , percaya bahwa Tuhannya dan Nabi-nyamengajar kan saling mengasihi dan menyayangi antara mereka , manusia yang beriman.,  , sungguh tragis memang , Itu-lahlihainya setan /jin/manusia, itulah lemahnya manusia beriman yang hanyamenurutkan hawa nafsunya dari padahukum – hukum Tuhannya ! ) (Sdr/i-ku sempattidak berteguran dengan orang yangsdr//sdri-ku kenal siapa yang menegur memberisalam dan meminta maaf , dia-lahyang lebih baik amalnya disisi Allah )

20.   (Ingatlah) ketika mencatat dua (malaikat)yang mencatat , duduk disebelah kanan dan disebelah kiri. “ Tidaksebuah katapunyangdiucapkan oleh manusia itu , melainkan didekatnya ada pengawas , (malaikatRaqib/pencatat amal kebaikan )serta ‘Atid ( pencatat amal kejahatan ) “( Qaaf ,  50 : 17 – 18 ) ,


Renungkan kembali danintropeksi serta  perbaikilah lahdiri   (hal berbicara ) apabila kitabanyak bicara yang tidak perlu , mengejek ,berkata porno & lain-lainsebagainya yang buruk ! )

Perlakukanlah ( perbuatan burukorang ) dengan cara yang lebih baik  (bijaksana) . (Jika kamu lakukan demikian) maka orang yang bermusuhan dengankamu akan menjaditeman akrab.(Fussilat ,41:34 )

21.   HAL MARAH

a. Bila seorang dari kamusedang marahhendaklah diam.( HR. Ahmad )

b. “ Marah itu bermula darisyetan ,dan sesungguhnya setan itu tercipta dari api , dan api dapat dipadamkandenganair . Maka apabila salah seorang diantara kamu sedang marah hendaknyasegeraberwudhu. “ ( HR. Abu Dawud ) ( untuk langsung shalat wajib atau sunnah ),

c. “ Bukanlah orang yang kuatitu adalah orang yang menang bergulat  ,bahkan sesungguhnya orang yang kuatitu adalah orang yang dapat menahanmarahnya.”   ( HR. Bukhari danMuslim )

d. Diriwayatkan dari AbuHurairoh r.a.sesungguhnya ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi saw. , “Berkenanlah kiranya Baginda berpesan kepada-ku ! Jawabnya , “ Janganlah kamumarah !.” ,Lalu lelaki tersebut senantiasa mengulangi permintaannya ituberulang kali.Jawabnya , “ Janganlah kamu marah ! “    ( HR. Bukhari )

 (Marah yang dilarang oleh Nabi ShallallahuAlaihi Wasallam adalah marah yang disebabkan karena hanya mengikuti hawa nafsudan kehendak setan , yang akhirnya keluar kata – kata yangmenyakitkan  buat orang lain , memaki , menghina dllsebagaianya )

e. Dll.

22. Hai orang-orang beriman ! ,Janganlah satu kaum mengejek kaum yang lain , karena boleh jadi yang diejek itulebih baik dari yang mengejek dan tidak pula wanita-wanita mengejekwanita-wanitalain , karena boleh jadi wanita-wanita yang diejek itu lebih baikdariwanita-wanita yang mengejek. Dan janganlah kamu menyela dirimu sendiri. Danjangan panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Sebutan yang buruksesudah iman ialah fasik. Barang siapa yang tidak bertobat(sesudahejek-mengejek) , maka merekalah orang-orang yang Zalim. ( Al Hujuraat ,49 : 11)

23. Tahukah kamu apa ghibah itu? , Para sahabat menjawab , “ Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” , Beliaubersabda ,“ Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudara-mu hal-hal yang tidak diasukai.”(HR.Muslim ) ( memakan daging/ bangkai saudaranya sendiri )

 24. Abu Hurairah r.a. berkata : ‘ BersabdaNabiMuhammad saw : “ Siapa yang tidak suka meninggalkan kata-kata dusta , danperbuatan yang palsu, maka Allah tidak membutuhkan dari padanya , puasameninggalkan makan dan minumnya. ( H.R. Bukhari )

25. Yang paling aku takutkanbagi umatkuadalah orang munafik yang pandai bersilat lidah.  (HR. Abu Ya’li )

26. Tutur kata yang sopan danpemberian maaf jauh lebih baik dari pada pemberian  yang menimbulkan sakit hati (yang menerimanya) . Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun. (AlBaqarah , 2 : 263 )

27. Kebanyakan dosa anak Adamkarena lidah-nya.  ( HR.  Athabrani & Al baihaqi )

28. Taburkanlah pasir ke wajahorang-orang yang suka memuji dan menyanjung-njanjung. HR. Muslim)        ( Penjilat ! )

29. Berhati-hatilah dalam (memuji )menyanjung sesungguh-nya itu adalah penyembelihan. (HR. Al Bukhari )

30. Ada 3 ( tiga ) hal yangtermasuk pusaka kebajikan , yaitu : merahasiakan keluhan , merahasiakan musibahdan merahasiakan sodaqoh (yang kita keluarkan) (HR. Athabrani)

31. Anas ra  berkata : “ Adalah Nabisaw., jika berkatadiulanginya tiga kali supaya dimengerti dari padanya. Jugajika ia datang padasuatu kaum memberi salam tiga kali.   (HR. Bukhari)

32. Aisyah ra berkata : “ Biasaperkataan( bicara ) Rasulullah saw cukup jelas dapat dimengerti oleh tiappendengarnya.( HR. Abu Dawud )

33.a.“ Seorang Muslim adalahsaudara bagimuslim lainnya. Tidak menzalimi -nya dan tidak mengecewakan-nya (membiarkannyamenderita ) dan tidak merusaknya. ( kehor matan dan nama baik-nya) ( HR.Muslim ) ,

b.“ Perumpamaan dua orang yangbersaudara adalah sebagaimana duatangan , ia saling membersihkan antara yangsatu dengan yang lain-nya.” (HR.Abu Na’im ) ,

c. Rasulullah saw. Bersabda , “Orang mukmin terhadap mukminyang lain tak ubah sebagai suatu bangunan yangbagian-bagiannya (satu samalain) saling kuat menguatkan.” ( HR. Muslim)

d. “ Kamu akan melihatkepadaorang-orang mukmin itu dalam hal kasih-sayang  diantara mereka , dalamkecintaan dan belaskasihan diantara mereka - adalah seperti satu tubuh. Jikasatu anggota tubuh itumerasa sakit maka akan menjalarlah kesakitan itu padaanggota tubuh yang laindengan menyebabkan tidak dapat tidur dan merasakandemam. “ (HR. Bukhari)

 34. a. Janganlah kamu putus-memutuskanhubungan ,belakang-membelakangi , benci-membenci , hasut-menghasut.  Hendak-lah kamumenjadi hamba Allah yangbersaudara satu sama lain   ( yangmuslim)

b. Dan tidaklah halal bagi(setiap) muslim mendiamkansaudaranya lebih dari tiga hari  ( H.R. Bukhari &Muslim ) ,

c. “ Tidak halal  (haram) bagi seorang muslim tidakbertegursapa dengan saudaranya lebih dari tiga malam . Mereka berdua bertemu,lalu yangseorang berpaling dan yang lain-pun berpaling pula. Dan yang lebih baik darimereka berdua itu adalah yang mendahului menyampaikan salam .” (  HR. Bukhori dan Muslimdari Abu Ayyup Al Anshorir.a. )

35. DLL.

Catatan :

1. Wajib bagi kita memeliharamulut kita dari ucapan – ucapan yang tidak membawa manfaat , sebab diantaraanggota badan dan panca indra mulut lah yang paling usil dan yang paling banyakmenimbulkan perselisihan / pertengkaran kemudian kerusa - kan dan kehancuran.Mulut adalah alat hawa nafsu yang paling berbahaya. “ Sufyan bin Abdullahbertanya kepada Rasulullah saw, “ Ya Rasulullah , apa yang paling ditakutkandari-ku ? “ , “ Inilah ! “ , jawab Rasulullah seraya memegang mulutnya.”

2. “ Allah berfirman , “ Tiadasuatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat pengawasyang selalu hadir    ( mencatat ) ( Qaaf, 50 : 17 – 18 , Yunuus , 10: 21 )  ”(baca juga Al Infithar , 82 : 10-12 , Al Jaatsiyah , 45 : 29)  , “ Dan segala sesuatu yang telah merekaperbuat tercatat dalam buku-buku catatan. Dan segala (urusan) yang kecil maupunyang besar adalahtertulis.” (Al Qamar, 54 : 52-53)

3.  Apapun yang kita ucapkan lewat mulut kitasama dengan mendiktekan kepada Malaikat untuk dicatat , dancatatan itudikirimkannya kepada Allah. ( Berhati-hatilah dengan ucapan – musaudara – ku )Jadilah arif dengan menjaga & ucapan. !

4.   Pada hari ini Kami tutup  mulut mereka dan berbicaralah kepada Kamitangan-tangan-nya danbersaksi kaki-kakinya dengan apa yang mereka perbuat.” (yaasiin, 36 : 65), ( Fushshilat , 41 :18-20 )

5. Salah satu Syair IbnuMubarak r.a ,“ jagalah mulut-mu , sesungguh -nya mulut itu memper -cepatkematian. Dan lisan merupakan cerminkan hati seseorang yang bisa menunjukan kadarrasio seseorang. “   ( Dengan  menjaga hati makaakan terjaga pula mulut ! ,dengan terjaga mulut akan terjaga pulacelaka. /  pen. )

6. “ Sesungguhnya Allahsangatberbelas kasihan  dan sukakasih-sayang , lemah lembut dalam segala hal“ (HR. Bukhari & Muslim) ( At Taubah , 9 : 128 )

 7.  Ketahuilah bahwa keramahan itu terpuji . Keramah – tamahan itu merupakanbuah dari akhlak yang baik . Kebalikan dari keramah tamahan  adalah kata – kata kasar , kotor ,kebengisandan kekejaman. Rasulullah saw berkata kepada Siti ‘ Aisyah ,  “Barang siapa yang diberikan kepada nyakeramahan  , maka telah diberikan bagi-nya kebaikan dunia dan akhirat. Barang siapa yang diharamkan bagi-nyakerama-han , maka telah diharamkan bagi-nya kebaikan dunia & akhirat “( AlHadits) , Diriwayatkan dari Siti Aisyah RA. , “ Sesungguhnya Allah Maha Lemah– Lembut, mencintai kelemah – lembutan  danmemberi orang yang lemah –lembut apa yang tidak diberikan kepada orang yangkeras dan apa yang tidak diberikankepada orang lain. “  (Al Hadits )

8.   Barang siapa banyakbicara maka banyak pulasalahnya dan barang siapa banyak salah maka banyak puladosanya , dan barang siapabanyak dosanya maka api neraka lebih utama baginya.( HR. Athabrani ) ,Sesungguhnya Allah melarang kamu banyak omong , yang diomongkan danmenyia-nyiakan harta serta banyak bertanya. ( HR. Asysyihaab ) ,Kebanyakanmanusia senang berbicara tetntang dirinya sendiri atau keluarganya,dibandingkan ia berbicara tentang Allah dan Rosul-Nya ( as sunnah ) , karenaia masih senang pujian dari manusia ( yang sebenarnya bisa menyesatkan dirinyadan membawa dirinya dari keriyaan ) dari pada pujian dari Allah SWT.

ADAB BICARA DALAM ISLAM

 Walaupun yang pintar berbicara cukupbanyak,namun adab berbicara masih perlu kita baca dan kita ulang-ulang, sehinggaadab Islam dalam berbicara dapat kitapraktikkan. Berbicara adalah kebutuhansetiap manusia dan merupakan nikmat AllahTa’ala yang besar untuk manusia.

Diantara adab berbicara yangdiajarkan oleh Islam adalah:

1.Berbicara yang Baik

Semuapembicaraan harusmengandung kebaikan dan disampaikan dengan cara yang baikpula. Jangan sampaipembicaraan kita penuh dengan hal-hal yang munkar,menjijikkan, menyakiti hati orang lain dan merusak. Seharusnyadiusahakan untukberbicara dengan sesuatu yang bermanfaat, memberikankegembiraan kepada oranglain, memotivasi untuk berbuat kebaikan, memberikankesadaran dan mengajakorang untuk menegakkan kebenaran.

AllahTa’ala berfirman:

“Tidakada kebaikan padakebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikandari orang yangmenyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, ataumengadakanperdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikiankarenamencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yangbesar.”(QS. An-Nisa’: 114).

 RasulullahShallallahu ‘alaihi wasallammengarahkan kita  dengan sabdanya:

“Barangsiapayang beriman denganAllah dan hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebihbaik diam.” (HR.Bukhari dan Muslim).

2.Berbicara Harus Jelas danBenar

Ketikakita berbicara harusdengan bahasa yang jelas, sehingga orang yang mendengartidak salah paham ataukesulitan menafsirkan apa yang dimaksud. Walaupun adaanekdot yang mengatakanbahwa tambah sulit untuk dipahami sebuah tulisan atausebuah pembicaraan makaitu dianggap semakin ilmiah. Anekdot itu tidak bisadibenarkan, karena pembicarayang baik adalah yang dapat memahamkan pendengarnya dengan mudah dan dapatmemotivasi pendengarnya untuk merenungkandan mengamalkan apa yangdisampaikannya. Dalam hadits Aisyah Radhiallahu ‘anhadisebutkan:
“BahwasanyaperkataanRasululullah Shallallahu ‘alaihi wasallam itu selalu jelassehingga bisa difahami oleh semua yang mendengar.” (HR.Abu Daud).

3.Seimbang dan MenjauhiBerlarut-larutan

SabdaNabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wasallam:

“Sesungguhnyaorang yang palingaku benci dan paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialahorang yang banyakbercakap dan berlagak dalam berbicara.” Maka dikatakan: WahaiRasulullah kamitelah mengetahui arti ats-tsartsarun dan mutasyaddiqun, laluapa maknaal-mutafayhiqun? Maka jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:“Orang-orang yangsombong.” (HR. Tirmidzi dan dihasankannya).

4.Menghindari Banyak Berbicara,Khawatir Membosankan yang Mendengar.

Dalamhadits yang diriwayatkanoleh Abu Wa’il disebutkan:

“AdalahIbnu Mas’ud Radhiallahu‘anhu senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, makaberkata seorang lelaki:Wahai abu Abdurrahman (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainyaanda mau mengajari kamisetiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud: Sesungguhnya tidakada yang menghalangikumemenuhi keinginan -mu, hanya aku khawatir membosankankalian, karena akupunpernah meminta yang demikian pada Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam dan Beliaumenjawab khawatir membosankan kami.” (HR. Muttafaq‘alaih).

5.Mengulangi Kata-kata yangPenting Jika Dibutuhkan.

“DariAnas Radhiallahu ‘anhubahwa adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam jikaberbicara maka Beliaumengulanginya tiga kali sehingga semua yangmendengarkannya menjadi faham, danapabila Beliau mendatangi rumah seseorangmaka Beliaupun mengucapkan salam tigakali.” (HR. Bukhari).

6.Menghindari Mengucapkan yangBathil.

Berdasarkanhadits Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam:

“Sesungguhnyaseorang hambamengucapkan satu kata yang diridhai Allah Ta’ala yang iatidak mengira yang akan mendapatkan demikian sehinggadicatat oleh Allah Ta’alakeridhaan-Nya bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat.Dan seorang lelakimengucapkan satu kata yang dimurkai Allah Ta’ala yang tidakdikiranya akandemikian, maka Allah Ta’ala mencatatnya yang demikian itu sampaihari Kiamat.”(HR. Tirmidzi dan ia berkata hadits hasan shahih, jugadiriwayatkan oleh IbnuMajah).

Seorangpembicara harusmenghindari penyampaian kata-kata yang bathil, karena jika apayang diucapkannyaitu diambil dan diamalkan pendengarnya maka ia akanmendapatkan dosanya. Apalagiseorang dosen, ustadz atau peneliti yang ucapandan tulisannya akan didengar dandibaca banyak orang, tentu ini akan bisamerusak banyak orang dan bisa menjadidosa turun temurun.

7.Menjauhi Perdebatan Sengit.

Berdasarkanhadits disebutkansabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Akujamin rumah di dasar surgabagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar,dan aku jamin rumah di tengahsurga bagi yang menghindari dusta walaupun dalambercanda, dan aku jamin rumahdi puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR.Abu Daud).

8.Menjauhi Kata-kata Keji,Mencela, dan Melaknat.

 Berdasarkanhadits Nabi Shallallahu ‘alaihiwasallam:

“Bukanlahseorang mukmin jikasuka mencela, melaknat dan berkata-kata keji.” (HR.Tirmidzi dengan sanadshahih).

9.Menghindari Banyak Canda.

Berdasarkanhadits NabiShallallahu ‘alaihi wasallam:

“Sesungguhnyaseburuk-burukorang di sisi Allah Ta’ala di hari Kiamat kelak ialah orang yangsuka membuatmanusia tertawa.” (HR. Bukhari).

10.Menghindari Menceritakan AibOrang dan Saling Memanggil Dengan Gelar yangBuruk.

FirmanAllah Ta’ala:

“Haiorang-orang yang beriman,janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkankumpulan yang lain, boleh jadiyang ditertawakan itu lebih baik dari mereka.Dan jangan pula sekumpulanperempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadiyang direndahkan itu lebihbaik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri danjangan memanggil dengangelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilanadalah (panggilan) yangburuk sesudah iman dan barangsiapa yang tidakbertaubat, maka mereka itulahorang-orang yang zalim.” (QS. Al-Hujurat: 11).

11.Menghindari Dusta.

 Berdasarkanhadits Nabi Shallallahu ‘alaihiwasallam:

“Tanda-tandamunafik itu adatiga, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari danjika diberiamanah ia khianat.” (HR. Bukhari).

12.Menghindari Ghibah danMengadu Domba.

 Berdasarkanhadits Nabi Shallahu ‘alaihiwasallam: “Janganlahkalian saling mendengki, dan janganlah kalian salingmembenci, dan janganlahkalian saling berkata-kata keji, dan janganlah kaliansaling menghindari, danjanganlah kalian saling meng-ghibah satu dengan yanglain, dan jadilahhamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muttafaq ‘alaih).

13.Berhati-hati dan Adil dalamMemuji.

Berdasarkanhadits NabiShallallahu ‘alaihi wasallam dari Abdurrahman bin Abi Bakrah daribapaknyaberkata:

Adaseorang yang memuji oranglain di depan orang tersebut, maka kata nabiShallallahu ‘alaihi wasallam:“Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu!Kamu telah mencelakakansaudaramu!” (dua kali), lalu kata Beliau: “Jika adaseseorang ingin memuji oranglain di depannya maka katakanlah: Cukuplah sifulan, semoga Allahmencukupkannya, kami tidak mensucikan seorangpun di sisiAllah, lalu barulahkatakan sesuai kenyataannya.” (HR. Muttafaq ‘alaih dan iniadalah lafazhMuslim).

Dandari Mujahid dari Abu Ma’marberkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabatdi depan Miqdad bin Aswadsecara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasirdan menaburkannya di wajahorang itu, lalu berkata: Nabi Shallallahu ‘alaihiwasallam memerintahkan kamiuntuk menaburkan pasir di wajah orang yang gemarmemuji.” (HR. Muslim).

Itulahbeberapa adab berbicarayang dapat penulis uraikan, semoga pembaca dapatmemahami dan mempraktikkannya.Semoga menjadi pembicara yang baik dan pembicarayang memberikan manfaat,motivasi dan kebaikan dalam setiap tutur kata yangdiucapkan.

MULUTMU ADALAH HARIMAU-MU

Menjadi insan, sebagaibagiandari anggota masyarakat, dibutuhkan kejelian untuk menempatkan kata demikata.Kata yang meluncur dari mulut, tentu akan menjadi konsumsi publik, yangdapatmenjadi boomerang bagi si pembicara, jika pembicaraan itu kemudianmenyakitihati dan perasaan orang yang mendengar.

Tidak semua orang mampumenerimabegitu saja, segala ucapan yang keluar tanpa etika. Tidak adasalahnya, menegurorang lain atas kekhilafannya, asal saja teguran itudisampaikan dengan baik dantepat pada situasi yang baik pula. Bukanmengeluarkan ucapan secara membabibuta, sehingga perkataan demi perkataan,disadari atau tidak telah melukai hatidan perasaan orang lain.

Menjatuhkan tuduhan kepadaoranglain, tanpa mempertimbangkan efek baik dan buruknya, makaperkataan-perkatan itubisa menjadi boomerangberupa palu godam, yang menghantam si pembicara,  menghancurkan semua sisi kehidupannyadanmembawa si pembicara kedalam derita yang sungguhmenyakitkan.

Mulutmu adalah harimau-mu.Artinya, apapun yang keluar dari mulutseorang pembicara, bisa sajaperkataan-perkataan itu akan memakan sipembicaraitu sendiri. Berusahalahmemelihara dahulu kata yang akan dirangkai menjadikalimat, yang akandisampaikan pada khalayak ramai, agar perkataan demiperkataan menjadi konsumsiyang enak bagi publik yang menikmatinya.

Maka itu, ber hati-hatilahdalam berbicara.

Wallahuta’ala a’lam bish shawab

 Semoga bermanfaat

Wassalamu”alaikumuwarohamtullaahiwabarokaatuhu ,

Ttd. Mas Iman

NB.

Hendaknya pembicaran selalu didalam kebaikan. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Tidak adakebaikan pada kebanyakan bisik-bisikan mereka, kecuali bisik-bisikan dari orangyang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma`ruf, atau mengadakanperdamaian diantara manusia”. (An-Nisa: 114).

Hendaknya pembicaran dengansuara yang dapat didengar, tidak terlalu keras dan tidak pula terlalu rendah,ungkapannya jelas dapat difahami oleh semua orang dan tidak dibuat-buat ataudipaksa-paksakan.

Jangan membicarakan sesuatuyang tidak berguna bagimu. Hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salammenyatakan: “Termasuk kebaikan islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatuyang tidak berguna”. (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Janganlah kamu membicarakansemua apa yang kamu dengar. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu di dalam hadisnyamenuturkan : Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda: ”Cukuplahmenjadi suatu dosa bagi seseorang yaitu apabila ia membicarakan semua apa yangtelah ia dengar”.(HR. Muslim)

Menghindari perdebatan dansaling membantah, sekalipun kamu berada di fihak yang benar dan menjauhiperkataan dusta sekalipun bercanda. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salambersabda: “Aku adalah penjamin sebuah istana di taman surga bagi siapa sajayang menghindari bertikaian (perdebatan) sekalipun ia benar; dan (penjamin)istana di tengah-tengah surga bagi siapa saja yang meninggalkan dusta sekalipunbercanda”. (HR. Abu Daud dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Tenang dalam berbicara dan tidaktergesa-gesa. Aisyah ra. telah menuturkan: “Sesungguhnya Nabi Shallallaahualaihi wa Salam apabila membi-carakan suatu pembicaraan, sekiranya ada orangyang menghitungnya, niscaya ia dapat menghitungnya”. (Mutta-faq’alaih).

Menghindari perkataan jorok(keji). Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Seorang mu’min itupencela atau pengutuk atau keji pembicaraannya”. (HR. Al-Bukhari di dalamAl-Adab Mufrad, dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Menghindari sikap memaksakandiri dan banyak bicara di dalam berbicara. Di dalam hadits Jabir Radhiallaahuanhu disebutkan: “Dan sesungguhnya manusia yang paling aku benci dan yangpaling jauh dariku di hari Kiamat kelak adalah orang yang banyak bicara, orangyang berpura-pura fasih dan orang-orang yang mutafaihiqun”. Para shahabatbertanya: Wahai Rasulllah, apa arti mutafaihiqun? Nabi menjawab: “Orang-orangyang sombong”. (HR. At-Turmudzi, dinilai hasan oleh Al-Albani).

Menghindari perbuatanmenggunjing (ghibah) dan mengadu domba. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirmanyang artinya: “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yanglain”.(Al-Hujurat: 12).

Mendengarkan pembicaraan oranglain dengan baik dan tidak memotongnya, juga tidak menampakkan bahwa kamumengetahui apa yang dibicarakannya, tidak menganggap rendah pendapatnya ataumendustakannya.

Jangan memonopoli dalamberbicara, tetapi berikanlah kesempatan kepada orang lain untuk berbicara.

Menghindari perkataan kasar,keras dan ucapan yang menyakitkan perasaan dan tidak mencari-cari kesalahan pembicaraanorang lain dan kekeliruannya, karena hal tersebut dapat mengundang kebencian,permusuhan dan pertentangan.

Menghindari sikap mengejek,memperolok-olok dan memandang rendah orang yang berbicara. Allah Subhannahu waTa’ala berfirman yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatukaum mengolok-olokan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yangdiolok-olokan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokan), dan jangan pulawanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadiwanita-wanita (yang diperolok-olokan) lebih baik dari wanita (yangmengolok-olokan)”. (Al-Hujurat: 11

Sumber Tulisan :

*  Al Qur’an& Al hadits
* Buku : “JALANKEBENARAN HIDUP (AL QUR’AN) UNTUK KEHIDUPAN BENAR. (AS SUNNAH) karya mas Iman.
* Dariberbagai sumber lierattur . . .

Tiada ulasan: