Hal-Hal Yang Bisa Membuat Orang Menjadi Kafir
Posted on 8 Juni 2009 by Abdul Ghofur
Allah telah mewajibkan bagi seluruh hambanya untuk masuk ke dalam Islam dan berpegang teguh dengan ajaran-Nya dan menjauhi segala sesuatu yang menyimpang darinya. Ia juga telah mengutus Muhammad untuk berdakwah terhadap hal tersebut, dan juga telah mengabarkan bahwa barang siapa yang mengikutinya maka dia telah mendapatkan hidayah, namun barang siapa yang menolak dakwahnya maka ia telah tersesat. Dan Allah telah memperingatkan dalam banyak ayat-ayat Al-qur’an tentang hal-hal yang menyebabkan segala jenis kesyirikan, kemurtadan dan kekafiran.
Para ulama telah menerangkan dan membahas hukum seorang muslim yang murtad dari agamanya dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab yang membatalkan keislamannya, yang menyebabkan darah dan hartanya menjadi halal dan Ia dinyatakan keluar dari Islam. Namun yang lebih berbahaya dan sering terjadi adalah 10 hal yang dapat membatalkan keislaman yang disebutkan oleh Syeik Muhammad Bin Abdul Wahab serta ulama lainnya. Dan saya akan menjelaskan secara singkat akan hal ini, agar kita berhati-hati dan mengingatkan orang lain dengn harapan agar kita selamat dari hal-hal tersebut.
1. Syirik dalam beribadah kepada Allah. Firman Allah,
“sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain dari syirik itu bagi siapa yang di kehendaki-Nya.” (an Nisa’: 116).
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan padanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang dzalim itu seseorang penolongpun.” (Al Maidah: 72).
Termasuk dalam poin ini adalah berdo’a kepada orang yang sudah mati dan minta bantuan kepada mereka atau bernadzar dan berkurban untuk mereka.
2. Menjadikan sesuatu sebagai perantara dengan Allah dimana seseorang berdo’a dan meminta syafaat serta bertawakal kepada sesuatu tersebut, orang yang berbuat hal seperti ini telah kafir secara ijma’.
3. Siapa yang tidak mengafirkan orang-orang musrik atau meragukan kekafiran mereka atau membenarkan ajaran mereka. Maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
4. Siapa yang meyakini bahwa petunjuk selain Rasulullah saw lebih sempurna dari petunjuk beliau, atau meyakini bahwa hukum selain hukum beliau lebih baik dari selain hukumnya, seperti orang-orang yang lebih mengutamakan hukum thagut dari hukum Allah, maka orang yang berkeyakinan seperti ini juga telah kafir.
5. Siapa yang membenci sebagian dari ajaran Rasulullah, meskipun ia tetap mengamalkannya, maka ia telah kafir. Berdasarkan firman Allah,
“yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur’an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka.”
6. Siapa yang memperolok-olok salah satu ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw. Atau memperolok-olok pahala dan siksaan yang diperoleh maka ia juga kafir. Dan dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah,
“Katakanlah wahai (Muhammad), ‘Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian selalu berolok-olok?’ tidak usah kalian minta ma’af, karena kalian kafir sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)
7. Perbuatan sihir dengan segala bentuknya. Maka barang siapa yang melakukan perbuatan ini dan meridhainya, maka ia telah kafir. Sebagaimana firman Allah,
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syetan-syetan itulah yang kafir (mengerjakan syihir). Mereka mengajarkan syihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan, ‘Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kalian kafir’. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudlarat dengan sihirnya kepada seorangpun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudlarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnyaa mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah keuntungan baginya diakhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Al Baqoroh: 102)
8. Mendukung dan membantu orang-orang musrik untuk mencelakakan kaum muslimin. Hal ini dilandasi oleh firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (kalian), sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa diantara kalian mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.”
(Al Maidah: 51)
9. Orang yang meyakini bahwa ada golongan manusia tertentu yang dibolehkan keluar dari syari’ah Muhammad. Maka orang yang meyakini hal ini telah kafir, berdasarkan firman Allah,
“Di antara ahli kitab ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepada kalian dan diantara mereka ada orang yang jika kalian mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepada kalian, kecuali jika kalian selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan, ‘tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi.’ Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.” (Al Imran: 75)
10. Berpaling dari agama Allah dengan wujud tidak mempelajarinya dan tidak mengamalkannya. Didasarkan pada firman Allah,
“Dan siapakah yang lebih zhalim dari pada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat tuhan-Nya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (As Sajdah: 32).
Dan tidak ada perbedaan antara pelaku-pelaku sepuluh hal tersebut diatas, baik ia dalam keadaan main-main, bersungguh-sungguh, atau karena takut ketika melakukannya -kecuali orang yang dipaksa untuk melakukannya-. Semuanya adalah bahaya yang sangat besar dan sangat sering terjadi. Maka hendaknya setiap muslim dapat menghindarinya dan selalu menghawatirkan dirinya dari hal-hal tersebut. Kita kemudian berlindung kepada Allah dari segala sesuatu yang dapat mendatangkan kemurkaan dan adzabnya yang sangat pedih. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah atas manusia terbaik, Muhammad serta atas para kerabat dan sahabatnya
Apa yang Bisa Membuat MURTAD?
Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali), sehingga apabila dikatakan irtadda ‘an diinihi maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam (lihat Mu’jamul Wasith, 1/338). Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah: menjadi kafir sesudah berislam. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa diantara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan akhirat. Dan mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” (QS. al-Baqarah : 217) (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32)
Penjatuhan vonis kafir/murtad
Vonis hukum kafir/takfir dapat dibagi menjadi dua kategori: takfir muthlaq dan takfir mu’ayyan. Yang dimaksud dengan takfir muthlaq adalah kaidah umum yang diberlakukan bagi orang yang melakukan suatu jenis perbuatan yang dimasukkan dalam kategori kekafiran (kufur akbar). Seperti misalnya ucapan para ulama, “Barang siapa yang meyakini al-Qur’an adalah makhluk maka dia kafir.” Ungkapan semacam ini bisa dilontarkan oleh siapa saja selama dilandasi dalil al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman yang benar serta tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau individu tertentu. Adapun takfir mu’ayyan maka ia merupakan bentuk penjatuhan vonis kafir kepada individu atau kelompok orang tertentu. Jenis takfir yang kedua ini bukan hak setiap orang, namun wewenang para ulama yang benar-benar ahlinya atau badan khusus (ulama) yang ditunjuk oleh penguasa muslim setempat. Untuk menjatuhkan vonis kafir kepada perorangan diperlukan tahapan-tahapan yang tidak mudah dan syarat-syarat, sampai benar-benar terbukti bahwa yang bersangkutan benar-benar telah melakukan kekafiran yang mengeluarkannya dari agama (lihat Mujmal Masa’il Iman al-’Ilmiyah fi ushul al-’Aqidah as-Salafiyah, hal. 17-18).
Macam-macam riddah/kemurtadan
[1] Riddah dengan sebab ucapan. Seperti contohnya ucapan mencela Allah ta’ala atau Rasul-Nya, menjelek-jelekkan malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai Nabi, membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah, beristighotsah kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai Allah atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.
[2] Riddah dengan sebab perbuatan. Seperti contohnya melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan dan menyembelih hewan untuk diperembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang kotor, melakukan praktek sihir, mempelajari sihir atau mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini kebolehannya.
[3] Riddah dengan sebab keyakinan. Seperti contohnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina dan riba sebagai sesuatu yang halal. Atau meyakini roti itu haram. Atau meyakini bahwa sholat itu tidak diwajibkan dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya.
[4] Riddah dengan sebab keraguan. Seperti meragukan sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan diharamkannya syirik, khamr dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para Nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran Nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan kecocokan Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32-33)
Sepuluh Pembatal Keislaman
Berikut ini sepuluh perkara yang digolongkan sebagai pembatal keislaman. Walaupun sebenarnya pembatal keislaman itu tidak terbatas pada sepuluh perkara ini saja. Hanya saja sepuluh perkara ini merupakan pokok-pokoknya, yaitu:
[1] Melakukan kemusyrikan dalam beribadah kepada Allah. Yaitu menujukan salah satu bentuk ibadah kepada selain Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga, dan tempat kembalinya adalah neraka…” (QS. al-Ma’idah: 72).
[2] Mengangkat perantara dalam beribadah kepada Allah yang dijadikan sebagai tujuan permohonan/doa dan tempat meminta syafa’at selain Allah.
[3] Tidak meyakini kafirnya orang musyrik, meragukan kekafiran mereka, atau bahkan membenarkan keyakinan mereka.
[4] Keyakinan bahwa ada petunjuk dan hukum selain tuntunan Nabi yang lebih sempurna dan lebih baik daripada petunjuk dan hukum beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[5] Membenci ajaran Rasul, meskipun dia juga ikut melakukan ajaran itu.
[6] Mengolok-olok ajaran agama Islam, pahala atau siksa.
[7] Sihir.
[8] Membantu kaum kafir dalam menghancurkan umat Islam.
[9] Keyakinan bahwa sebagian orang boleh tidak mengikuti syari’at Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menganalogikannya dengan Nabi Khidr bersama Nabi Musa ‘alaihimas salam.
[10] Berpaling total dari agama, tidak mau mempalajari maupun mengamalkannya (lihat Nawaqidh al-Islam, karya Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah hal. 2-4 software Maktabah asy-Syamilah).
Hukum yang terkait dengan orang murtad
[1] Orang yang murtad harus diminta bertobat sebelum dijatuhi hukuman. Kalau dia mau bertobat dan kembali kepada Islam dalam rentang waktu tiga hari maka diterima dan dibebaskan dari hukuman.
[2] Apabila dia menolak bertobat maka wajib membunuhnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengganti agamanya maka bunuhlah dia.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud).
[3] Kemurtadannya menghalangi dia untuk memanfaatkan hartanya dalam rentang waktu dia diminta tobat. Apabila dia bertobat maka hartanya dikembalikan. Kalau dia tidak mau maka hartanya menjadi harta fai’ yang diperuntukkan bagi Baitul Maal sejak dia dihukum bunuh atau sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang berpendapat hartanya diberikan untuk kepentingan kebaikan kaum muslimin secara umum.
[4] Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan dari kerabatnya, dan juga mereka tidak bisa mewarisi hartanya.
[5] Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad maka mayatnya tidak dimandikan, tidak disholati dan tidak dikubur di pekuburan kaum muslimin akan tetapi dikubur di pekuburan orang kafir atau di kubur di tanah manapun selain pekuburan umat Islam (lihat at-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 33). Demikian penjelasan yang ringkas ini, semoga bermanfaat.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa sallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.
Penulis: Ari Wahyudi
Menjadi Kafir Tanpa Sadar (2)
Jangan sampai ber KTP Islam, berpenampilan Islam tapi paling depan memusuhi Islam
lanjutan artikel PERTAMA
SYEIKH Abdul Majid Az Zandani, menyebut 4 faktor membatalkan keimanan seseorang (Nawaqidhul Iman). Di antaranya adalah nifaq.Pelakunya nifaq disebut munafiq. Nifaq adalah kondisi yang berbeda antara apa yang diyakini dengan apa yang ditampakkan dalam perbuatan.
Munafiq ada banyak jenisnya, di antanya;
Pertama, menolak berhukum dengan syariat Allah. Sekalipun manampakkan diri sebagai orang Muslim (bersongkok, berjilbab) tetapi mereka tidak mau berhukum dengan syari’at Allah. Sikap mereka ini dicatat dalam Al Qur’an:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُوداً
“Apabila dikatakan kepada mereka: Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul ! Niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS:An-Nisa’: 61).
Kedua, mengambil orang kafir sebagai wali.
Ciri orang-orang munafik menjadikan orang kafir sebagai pelindung dan pembela serta penguat mereka dalam kehidupan keseharian. Mereka meninggalkan orang-orang yang beriman dan lebih cenderung dan condong kepada kekafiran.
Allah berfirman: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang beriman.” (QS.An-Nisa’: 138-139).
Ketiga, memusuhi orang beriman
Karena orang-orang munafik lebih dekat kepada orang-orang kafir, maka wajar kalau sikap yang muncul kemudian adalah memusuhi orang-orang beriman. Allah berfirman:
“Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir , saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (Al-Mujadilah: 22).
Banyak terjadi di sekitar kita, berwajah Muslim, namun dia justru memusuhi orang mukmin dan hukum-hukum Islam. Berwajah Islam, tapi berbagai pendapat dan pernyataannya justru memberatkan Islam.
Ia mengaku Muslim, justru menjadi pembela pemimpin-pemimpin kafir atau pemimpin yang jelas-jelas disokong dan disetir orang-orang kafir. Bahkan ia menjadi pembela utama memusuhi orang mukmin bahkan ulama. Jika disodorkan Al-Quran dan nasehat ulama, mereka mengingkari dan memilikih beragam dalih. “Sudah, jangan campurkan politik dan agama”, “Simbol penting, tapi isi lebih penting dari simbol’. Jika simbol tak penting, mengapa Nabi melarang penggunaan lonceng dan terompet dan menggantinya menjadi Adzan?
Model Muslim seperti ini rawan menjadi munafik, sebab model seperti ini sangat berbahaya karena tidak jelas identitasnya. Berbeda dengan orang kafir yang terang-terangan menentang Islam.
Jauh sebelum ini, 1400 tahun lalu, Rasulullah Muhammad bersabda:
بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
“Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan paginya menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Ahmad, No. 8493)
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran [3] : 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3] : 85)
Sebagaimana contoh kuda putih dan kuda belang-belang, di manakah posisi kita? Jangan sampai kita ini ber KTP Islam, berpenampilan Islam, bahkan pendidikannya dulu di lembaga Islam namun justru paling depan memusuhi Islam dan ujungnya menjadi “kafir tanpa sadar”.*/AU Shalahuddin Z
SYEIKH Abdul Majid Az Zandani, menyebut 4 faktor membatalkan keimanan seseorang (Nawaqidhul Iman). Di antaranya adalah nifaq.Pelakunya nifaq disebut munafiq. Nifaq adalah kondisi yang berbeda antara apa yang diyakini dengan apa yang ditampakkan dalam perbuatan.
Munafiq ada banyak jenisnya, di antanya;
Pertama, menolak berhukum dengan syariat Allah. Sekalipun manampakkan diri sebagai orang Muslim (bersongkok, berjilbab) tetapi mereka tidak mau berhukum dengan syari’at Allah. Sikap mereka ini dicatat dalam Al Qur’an:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْاْ إِلَى مَا أَنزَلَ اللّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنكَ صُدُوداً
“Apabila dikatakan kepada mereka: Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul ! Niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu.” (QS:An-Nisa’: 61).
Kedua, mengambil orang kafir sebagai wali.
Ciri orang-orang munafik menjadikan orang kafir sebagai pelindung dan pembela serta penguat mereka dalam kehidupan keseharian. Mereka meninggalkan orang-orang yang beriman dan lebih cenderung dan condong kepada kekafiran.
Allah berfirman: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapatkan siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang beriman.” (QS.An-Nisa’: 138-139).
Ketiga, memusuhi orang beriman
Karena orang-orang munafik lebih dekat kepada orang-orang kafir, maka wajar kalau sikap yang muncul kemudian adalah memusuhi orang-orang beriman. Allah berfirman:
“Kamu tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir , saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka” (Al-Mujadilah: 22).
Banyak terjadi di sekitar kita, berwajah Muslim, namun dia justru memusuhi orang mukmin dan hukum-hukum Islam. Berwajah Islam, tapi berbagai pendapat dan pernyataannya justru memberatkan Islam.
Ia mengaku Muslim, justru menjadi pembela pemimpin-pemimpin kafir atau pemimpin yang jelas-jelas disokong dan disetir orang-orang kafir. Bahkan ia menjadi pembela utama memusuhi orang mukmin bahkan ulama. Jika disodorkan Al-Quran dan nasehat ulama, mereka mengingkari dan memilikih beragam dalih. “Sudah, jangan campurkan politik dan agama”, “Simbol penting, tapi isi lebih penting dari simbol’. Jika simbol tak penting, mengapa Nabi melarang penggunaan lonceng dan terompet dan menggantinya menjadi Adzan?
Model Muslim seperti ini rawan menjadi munafik, sebab model seperti ini sangat berbahaya karena tidak jelas identitasnya. Berbeda dengan orang kafir yang terang-terangan menentang Islam.
Jauh sebelum ini, 1400 tahun lalu, Rasulullah Muhammad bersabda:
بَادِرُوا فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا وَيُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيعُ دِينَهُ بِعَرَضٍ مِنْ الدُّنْيَا
“Bersegeralah beramal sebelum datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore beriman dan paginya menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Ahmad, No. 8493)
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imran [3] : 19)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran [3] : 85)
Sebagaimana contoh kuda putih dan kuda belang-belang, di manakah posisi kita? Jangan sampai kita ini ber KTP Islam, berpenampilan Islam, bahkan pendidikannya dulu di lembaga Islam namun justru paling depan memusuhi Islam dan ujungnya menjadi “kafir tanpa sadar”.*/AU Shalahuddin Z
Rep: Admin Hidcom
BAHAYA GEGABAH DALAM KAFIR-MENGKAFIRKAN [Bantahan Bagi Kaum Khawarij]
Orang yang
mudah mengkafirkan kaum muslimin adalah orang yang sedikit wara’ dan
agamanya, dangkal ilmu dan bashirahnya, karena mengkafirkan mempunyai
konskwensi yang agung dan mengharuskan hukuman dan ancaman yang berat
terhadap orang yang dikafirkan diantaranya adalah wajibnya mendapatkan
laknat dan kemurkaan, dibatalkan seluruh amalnya, tidak diampuni
dosanya, mendapatkan kehinaan dan kebinasaan, kekal dalam api Neraka selama-lamanya,
disamping ia harus mencerai istri atau suaminya, berhak dibunuh, tidak
mendapat warisan, haram dishalatkan jenazahnya, tidak boleh dikuburkan
di pemakaman kaum muslimin dan hukum-hukum lainnya sebagaimana tertera
dalam kitab-kitab fiqih.
Munculnya
pemboman, teror, dan pembunuhan adalah hasil dari mengkafirkan, karena
orang kafir menurut mereka halal darah dan hartanya, sehingga islam
terkesan sebagai agama teroris yang tidak mengenal kasih sayang. Oleh
karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan bahaya
mengkafirkan seorang muslim, beliau bersabda :
وَلَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ.
“Dan
melaknat seorang mukmin sama dengan membunuhnya, dan menuduh seorang
mukmin dengan kekafiran adalah sama dengan membunuhnya.” (HR
Bukhari).[1]
أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لِأَخِيْهِ : يَا كَافِرَ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ.
“Siapa saja
yang berkata kepada saudaranya,” Hai Kafir”. Maka akan terkena salah
satunya jika yang vonisnya itu benar, dan jika tidak maka akan kembali
kepada (orang yang mengucapkan)nya.” (HR Bukari dan Muslim).[2]
لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ.
“Tidaklah
seseorang memvonis orang lain sebagai fasiq atau kafir maka akan kembali
kepadanya jika yang divonis tidak demikian.” (HR Bukhari).[3]
Imam Al
Qurthubi berkata,”Bab takfir (kafir mengkafirkan) adalah bab yang
berbahaya, banyak orang berani mengkafirkan, merekapun jatuh (dalam
kesalahan) dan para ulama besar bersikap tawaquf (hati-hati) merekapun
selamat, dan kita tidak dapat membandingkan keselamatan dengan apapun
juga.”[4]
Syaikhul
islam ibnu Taimiyah berkata,” Tidak boleh bagi seorangpun untuk
mengkafirkan salah seorang dari kaum muslimin sehingga ditegakkan
kepadanya hujjah dan diterangkan padanya mahajjah, barang siapa yang
telah eksis keislamannya secara yakin, tidak boleh dihilangkan (nama
islam) darinya dengan sebatas dugaan, bahkan tidak hilang keislamannya
kecuali setelah ditegakkan hujjah dan dihilangkan syubhatnya.”[5]
Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab berkata,”Wajib atas orang yang menasehati
dirinya agar tidak berbicara dalam masalah ini kecuali dengan ilmu dan
burhan dari Allah, hendaklah ia waspada dari mengeluarkan seseorang dari
islam dengan sebatas pemahamannya, dan penganggapan baik akalnya,
karena mengeluarkan seseorang dari islam atau memasukkannya termasuk
perkara agama yang paling agung, dan setan telah menggelincirkan
kebanyakan manusia dalam masalah ini.”[6]
Kaidah yang harus di fahami dalam masalah ini adalah “Salah dalam memaafkan lebih baik daripada salah dalam memberikan sangsi”
sebagaimana yang dikatakan oleh ibnul Wazir ketika mengingkari orang
yang mengkafirkan ahli bid’ah[7], maka salah ketika kita tidak
mengkafirkan karena adanya syubhat lebih ringan dari pada salah dalam
mengkafirkan.
Peringatan !
Yang harus
diperhatikan adalah bahwa kafir mengkafirkan bukanlah pekerjaan yang
boleh dilakukan oleh setiap orang, Syaikh Sholeh Fauzan hafidzahullah
berkata,” Takfir adalah perkara yang berbahaya, tidak boleh setiap orang
berbicara (mengkafirkan) orang lain, sesungguhnya ini hanyalah tugas
mahkamah syari’at, tugas para ahli ilmu yang telah kokoh keilmuannya,
yang memahami hakikat islam, memahami pembatal-pembatal islam, memahami
keadaan-keadaannya, dan mempelajari realita manusia dan masyarakat
mereka, merekalah yang berhak mengkafirkan.
Adapun
orang-orang jahil (bodoh) dan para pelajar, bukan hak mereka untuk
mengkafirkan individu-individu atau jama’ah atau negara, karena mereka
bukan ahlinya dalam menghukumi.”[8]
Memahami hakikat kufur.[9]
Baiknya kita
membahas terlebih dahulu seputar kufur dan macam-macamnya disertai
pembahasan mengenai batasan dan kaidah-kaidah kafir mengkafirkan,
sehingga kita berada diatas bashirah dan ilmu.
Kufur
menurut bahasa artinya menutupi, oleh karena itu Allah menamai petani
dengan kuffar, karena mereka menutupi benih dengan tanah, dan orang
kafir disebut kafir karena ia menutupi kebenaran.
Adapun kufur
secara istilah terbagi menjadi dua yaitu kufur akbar (besar) dan kufur
ashgar (kecil). Kufur ashgar adalah kufur yang tidak mengeluarkan
pelakunya dari islam selama tidak istihlal (meyakini bahwa Allah menghalalkannya), tidak pula karena juchud, atau bersombong dan enggan, seperti zina, minum arak dan semua maksiat, dan kufur ini menghilangkan kesempurnaan iman yang wajib.
Sedangkan
Kufur akbar adalah kufur yang mengeluarkan pelakunya dari islam dan ia
ada enam macam sebagaimana yang dijelaskan oleh ibnu Qayyim rahimahullah
dalam kitab madarijussalikin 1/337-338 yaitu :
Pertama
: Kufur takdzib yaitu orang yang kafir dengan lisan dan hatinya,
meyakini bahwa para Rosul adalah dusta sebagaimana yang ditunjukkan oleh
surat An Naml ayat 83-84.
Kedua
: Kufur juchud yaitu orang yang meyakini kebenaran para Rosul namun
lisannya mendustakan bahkan memerangi dengan anggota badannya seperti
kufurnya fir’aun kepada Nabi Musa dan kafirnya orang Yahudi kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kufur jenis ini ada dua macam
:
juchud mutlak yaitu mengingkari apa yang Allah turunkan secara umum.
juchud
muqoyyad yaitu mengingkari salah satu kewajiban islam atau
keharaman-keharamannya atau salah satu sifat Allah atau kabar-Nya baik
secara sengaja maupun karena lebih mendahulukan orang yang
menyelisihinya karena tujuan tertentu. Namun bila ia juchud karena bodoh
atau adanya takwil yang diberikan udzur untuk pelakunya maka tidak
dikafirkan.
Ketiga
: kufur sombong dan enggan seperti kufurnya iblis, karena ia tidak
mengingkari perintah Allah akan tetapi ia sombong dan enggan, artinya ia
menetapkan dengan hati dan lisannya kebenaran para Rosul, akan tetapi
ia tidak mau tunduk dan menerima karena kesombongan dan enggan, juga
seperti kufurnya Abu thalib, kufur ini disebut juga kufur ‘Inad.
Syaikhul
islam ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan tentang kufur ‘inad, beliau
berkata,” Sesungguhnya seorang hamba apabila melakukan dosa disertai
keyakinan bahwa Allah telah mengharamkannya dan meyakini bahwa
ketundukan hanya kepada Allah dalam apa yang Dia haramkan dan mewajibkan
untuk tunduk kepadanya, maka orang seperti ini tidak dihukumi kafir.
Adapun
apabila ia meyakini bahwa Allah tidak mengharamkannya, atau mengharamkan
akan tetapi ia tidak mau menerima pengharaman tersebut dan ia enggan
untuk tunduk dan patuh maka ia jachid (mengingkari) atau mu’anid
(menentang)
Oleh karena
itu mereka (para ulama) berkata,” Barang siapa yang memaksiati Allah
karena sombong seperti iblis maka ia kafir dengan kesepakatan ulama,
karena orang yang berbuat maksiat karena sombong walaupun ia meyakini
bahwa Allah adalah Rabbnya, namun penentangan dana pengingkarannya
meniadakan keyakinan tersebut. Dan barang siapa yang berbuat maksiat
karena mengikuti syahwatnya maka ia tidak kafir menurut ahlussunnah,
namun dikafirkan oleh firqah khawarij.
Penjelasannya adalah : Barang siapa yang melakukan keharaman karena istihlal,
ia kafir dengan kesepakatan ulama, karena tidak beriman kepada Al
Qur’an orang yang meyakini halal apa-apa yang diharamkan oleh Al Qur’an,
demikian pula jika ia istihlal dengan tanpa berbuat, dan istihlal
maknanya “adalah meyakini halal apa yang Allah haramkan atau meyakini
haram apa yang Allah halalkan” hal itu terjadi karena adanya cacat dalam
keimanannya kepada rububiyah Allah, dan cacat dalam keimanannya kepada
risalah dan menjadi juchud yang murni tanpa dibangun diatas pendahuluan.
Terkadang ia
mengetahui bahwa Allah mengharamkannya dan ia mengetahui bahwa Rosul
hanyalah mengharamkan apa yang Allah haramkan, kemudian ia tidak mau
beriltizam[10] dengan pengharaman ini dan menentang yang
mengharamkannya, maka ini lebih kafir dari yang sebelumnya, terkadang
disertai keyakinan bahwa Allah akan mengadzab orang yang tidak iltizam
(mewajibkan diri untuk mengharamkan) pengharaman ini.
Kemudian
keengganan ini terkadang karena adanya cacat dalam meyakini hikmah Allah
dan kekuasaannya, sehingga keengganan tersebut karena tidak mempercayai
salah satu dari sifat Allah Ta’ala. Dan terkadang disertai pengetahuan
tentang seluruh apa-apa yang harus dipercayai (namun ia enggan) karena
durhaka dan mengikuti tujuan nafsunya dan hakikatnya adalah kafir. Ini
dikarenakan ia mengakui bahwa milik Allah dan Rosul-Nya lah semua apa
yang dikabarkan, dan mempercayai apa yang dipercayai oleh kaum mukminin,
akan tetapi ia tidak menyukainya, benci dan marah karena tidak sesuai
dengan keinginannya, ia berkata,”Saya tidak mau menetapkan hal itu,
tidak mau beriltizam, dan saya benci kepada kebenaran dan lari darinya.”
Maka jenis kufur ini berbeda dengan jenis pertama dan mengkafirkan
orang seperti ini adalah sesuatu yang dlarurat (pasti) dalam agama
islam, dan Al Qur’an dipenuhi pengkafiran jenis ini dan siksanya lebih
keras..”[11]
Maksud
membawakan perkataan syaikhul islam adalah menjelaskan tentang hakikat
kufur sombong dan enggan (‘inad), dimana orang yang tidak mau
melaksanakan perintah atau meninggalkan larangan padahal ia meyakini
wajib atau haramnya tidak termasuk ke dalam kufur ini, dan pelakunya
tidak dikafirkan. Namun bila disertai dengan kebencian kepada kebenaran,
lari darinya dan bersombong diri maka inilah hakikat kufur sombong dan
enggan.
Keempat
: Kufur I’radl yaitu berpaling dengan pendengaran dan hatinya dari
Rosul, tidak membenarkan tidak juga mendustakan, tidak memberikan
loyalitas tidak pula memusuhi, tidak mau memperhatikan apa yang di bawa
oleh Rosul sebagaimana yang dikatakan oleh seseorang dari Bani Abdu
Yalail kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,” Demi Allah, aku akan
mengatakan kepadamu suatu kalimat : Jika engkau benar, engkau lebih
agung dimataku untuk menolakmu, dan jika engkau dusta, engkau lebih hina
untuk aku ajak bicara.”
Kelima
: Kufur nifaq yaitu memperlihatkan keimanan dan menyembunyikan
kekafiran seperti kufurnya Abdullah bin Ubayy bin Salul tokoh munafiq di
zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keenam
: Kufur Syak(ragu) yaitu ragu kepada kebenaran Rosul dan tidak
memastikan. Dan keraguannya tersebut berlangsung apabila ia mewajibkan
dirinya untuk tidak mau melihat tanda-tanda kebenaran Rosul secara
global, tidak mau mendengar tidak pula menengoknya.
Adapun
apabila ia memperhatikan tanda-tandanya, tidak akan ada lagi keraguan
karena tanda-tanda tersebut menunjukkan kepada kebenaran sebagaimana
matahari menunjukkan kepada siang.
Kufur menurut murji’ah.
Murji’ah
meyakini bahwa iman itu hanya sebatas tashdiq (pembenaran) saja, maka
orang yang membenarkan Rosul menurut mereka imannya tetap sempurna
walaupun ia mencaci maki Allah dan Rosul-Nya, hal ini juga karena mereka
meyakini bahwa apabila sebagian iman ada maka ada semua iman, dan
keyakinan ini berasal dari keyakinan mereka yang sesat bahwa iman tidak
bertambah dan tidak berkurang. Sehingga menurut murji’ah kufur itu hanya
sebatas kufur takdzib saja, dan ini bertentangan dengan ahlsussunnah
yang membagi kufur akbar menjadi enam jenis.
Sebab-sebab kufur.
Syaikh
Mar’iyy bin Yusuf Al karmiyy Al Maqdisi Al Hanbali dalam kitab dalil
thalib hal 317 berkata,” Kufur terjadi dengan empat perkara :
Dengan perkataan seperti mencaci maki Allah dan Rosul-Nya atau malaikat atau mengaku Nabi, atau berkata syirik.
Dengan perbuatan seperti sujud kepada berhala atau melempar mushaf Al Qur’an ke tinja dan lain-lain.
Dengan
keyakinan seperti meyakini adanya sekutu bagi Allah atau meyakini bahwa
zina dan arak adalah halal, atau meyakini bahwa roti itu haram dan lain
sebagainya dalam perkara yang telah disepakati oleh para ulama secara
pasti.
Dengan meragukan sesuatu dari itu.”[12]
Kaidah-kaidah dan batasan seputar kafir mengkafirkan.
Tidak boleh
seorang mukmin untuk tenggelam dalam masalah kafir mengkafirkan sebelum
ia memahami kaidah-kaidahnya, dan merealisasikan syarat-syarat dan
batasannya, jika tidak maka ia telah menjerumuskan dirinya dalam dosa
dan kebinasaan, karena masalah kafir mengkafirkan termasuk masalah agama
yang paling agung, tidak ada yang menguasainya kecuali para ulama besar
yang luas dan tajam pemahamannya. Berikut ini adalah kaidah-kaidah
penting yang harus diketahui oleh seorang mukmin seputar takfir :
Kaidah pertama:
Kafir mengkafirkan adalah hukum syari’at dan hak murni bagi Allah
Ta’ala bukan milik paguyuban atau kelompok tertentu dan tidak diserahkan
kepada akal dan perasaan, tidak boleh dimasuki oleh semangat membabi
buta tidak pula permusuhan yang nyata. Maka tidak boleh dikafirkan
kecuali orang yang Allah dan Rosul-Nya telah kafirkan.
Syaikhul
islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,” Berbeda dengan apa yang
dikatakan oleh sebagian orang seperti Abu ishaq Al Isfiroyini dan para
pengikutnya yang berkata,” Kita tidak mengkafirkan kecuali orang yang
telah kita kafirkan”. Karena sesungguhnya kufur itu bukan hak mereka,
akan tetapi ia adalah hak Allah…”[13]
Karena
mengkafirkan maknanya adalah menghalalkan darahnya dan menghukuminya
kekal dalam api Neraka, dan ini tidak bisa diketahui kecuali dengan nash
atau kiyas kepada nash tersebut.
Kaidah kedua : orang yang masuk islam secara yakin tidak boleh dikafirkan sebatas dengan dugaan saja.
Kaidah ini
ditunjukkan oleh sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim,
Usamah berkata,” Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus kami
dalam sebuah pasukan, maka kami menyerang musuh di pagi hari dan aku
mengejar seseorang lalu ia berkata ”Laa ilaaha illallah” namun aku tetap
membunuhnya, maka hatiku merasa tidak tenang sampai aku sebutkan hal
itu kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda,”Apakah ia
mengucapkan laa ilaaha illallah engkau membunuhnya? Aku berkata,’ Wahai
Rosulullah, sesungguhnya ia mengucapkannya karena takut dari pedang”.
Beliau bersabda,” Mengapa engkau tidak membedah hatinya saja supaya
mengetahui apakah ia mengucapkannya karena itu atau tidak ?! beliau
terus mengulang-ulang perkataan itu sampai aku berharap baru masuk islam
pada hari itu.”
Dalam kisah
ini Usamah membunuh orang tersebut dengan sebatas dugaan bahwa ia
mengucapkannya karena takut pedang, namun Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam mengingkari perbuatan Usamah dan menyuruhnya untuk menghukumi
sesuai dengan apa yang tampak.
Kaidah ketiga
: Orang yang jatuh ke dalam perbuatan kufur walaupun kufur akbar karena
ketidak tahuannya, belum bisa dikafirkan sampai ditegakkan padanya
hujjah dan dihilangkan syubhat darinya.
Syaikhul
islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,” Kafir mengkafirkan itu
termasuk ancaman, karena sesungguhnya walaupun sebuah perkataan itu
mendustakan apa yang diucapkan oleh Rosul akan tetapi bisa jadi orang
yang mengucapkannya itu baru masuk islam atau tinggal di pedalaman, maka
orang seperti ini tidak dikafirkan karena juchud yang
ia lakukan sampai ditegakkan padanya hujjah. Boleh jadi orang tersebut
belum mendengar nash-nash (yang menyatakan bahwa perbuatan tersebut
kufur), atau mendengarnya namun tidak shahih, atau adanya dalil lain
yang mengharuskan ia mentakwilnya walaupun takwilnya tersebut salah.
Saya selalu
mengingat hadits yang ada dalam shahihain mengenai orang yang berkata,”
Jika aku mati bakarlah mayatku kemudian kumpulkan debunya dan buanglah
ke laut, demi Allah kalau memang Allah mampu atasku, Dia akan
mengadzabku dengan adzab yang tidak ada seorangpun diadzab dengannya.”
Lalu mereka pun melakukannya, maka Allah berfirman kepadanya,” Apa yang
membawamu berbuat seperti itu ? ia berkata,” Karena takut kepada-Mu.”
Maka Allah mengampuni dosanya.
Orang ini
telah meragukan kemampuan Allah untuk menghidupkannya setelah menjadi
tulang belulang, bahkan ia meyakini tidak akan dikembalikan ! ini kufur
dengan kesepakatan kaum muslimin, akan tetapi ia bodoh tidak mengetahui
dan ia seorang mukmin yang takut kepada Allah, maka Allah pun mengampuni
dosanya. Dan orang yang salah dari ahli ijtihad yang bersungguh-sungguh
mengikuti Rosul shallallahu ‘alaihi wasallam lebih layak mendapat
ampunan dari orang itu.”[14]
Diantara
hujjah yang kuat yang menunjukkan kepada kaidah ini adalah hadits yang
dikeluarkan oleh Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf (9/462 no 18032) dari
Ma’mar dari Az Zuhri dari Urwah dari Aisyah sesungguhnya Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus Abu Jahm bin Hudzaifah untuk
mengambil zakat, lalu ada seseorang yang bertengkar dengannya dalam
urusan zakatnya, Abu Jahmpun memukulnya sehingga melukai kepalanya. Lalu
mereka mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,”
Qishash wahai Rosulullah ! Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”
Buat kalian begini dan begini” namun mereka tidak rela. Beliau bersabda
lagi,” Buat kalian begini dan begini” Mereka tetap tidak rela. Beliau
bersabda,” Buat kalian begini dan begini” Merekapun rela menerimanya.
Nabi
bersabda,” Sesungguhnya aku akan berkhutbah kepada manusia untuk
mengabarkan keridloan kalian ? mereka menjawab,”Ya”. Maka Rosulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam berkhutbah,”Sesungguhnya orang-orang Bani
Laits ini mendatangiku meminta qishash, dan aku menawarkan kepada mereka
begini dan begini dan merekapun ridlo, apakah kalian ridlo ? mereka
menjawab,”Tidak”.
Melihat itu
kaum Muhajirin geram kepada mereka dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
menyuruh mereka untuk menahan diri, kemudian beliau memanggil mereka
dan memberi tambahan dan bersabda,”Apakah kalian ridla ? mereka
menjawab,”Ya”. Beliau bersabda,”Sesungguhnya aku akan berkhutbah kepada
manusia untuk mengabarkan keridloan kalian.” Mereka menjawab “ya”. Maka
Nabi berkhutbah dan bersabda,”Apakah kalian ridla? Mereka menjawab “Ya”.
Abu Muhammad
bin Hazm berkata,” Dalam hadits ini terdapat pemberian udzur kepada
orang yang bodoh, dan bahwasannya ia tidak dikeluarkan dari islam yang
apabila dilakukan oleh orang yang telah tegak hujjah kepadanya
menjadikannya ia kafir, karena orang-orang bani Laits itu mendustakan
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan pendustaan mereka itu adalah
kufur yang murni tanpa ada perselisihan ulama, akan tetapi karena
kebodohan dan kebaduian mereka tidak dikafirkan.”[15]
Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,” Apabila kami tidak
mengkafirkan orang yang menyembah berhala yang berada di atas kuburan
Ahmad Al badawi karena kebodohan mereka dan tidak ada yang
memperingatkan mereka, bagaimana kami akan mengkafirkan orang yang tidak
mempersekutukan Allah jika tidak hijrah kepada kami.”[16]
Beliau juga berkata,” Sesungguhnya yang kami kafirkan adalah orang yang mempersekutukan Allah dalam uluhiyyah-Nya setelah kami tegakkan kepadanya hujjah tentang kebatilan syirik.”[17]
Kaidah keempat
: Harus dibedakan antara takfir mutlak dengan takfir mu’ayyan dimana
takfir mutlak tidak mengharuskan takfir mu’ayyan kecuali apabila
terpenuhi syarat-syaratnya dan hilang penghalang-penghalangnya baik
dalam masalah ushul maupun parsial.
Takfir
mutlak artinya mengkafirkan secara umum tanpa menentukan individu
tertentu, seperti perkataan imam Ahmad,” Barangsiapa yang mengatakan Al
Qur’an itu makhluk maka ia kafir.”
Adapun
takfir mu’ayyan artinya mengkafirkan individu tertentu, seperti
mengatakan,” si anu kafir.” Dan takfir mutlak tidak mengharuskan takfir
mu’ayyan, oleh karena itu imam Ahmad tidak mengkafirkan Khalifah makmun
dan pengikutnya yang dengan terang mengatakan bahwa Al Qur’an itu
makhluk bahkan memaksakan pendapat tersebut kepada rakyatnya, beliau
tidak mengkafirkan karena belum terpenuhi padanya syarat-syarat takfir
dan masih adanya penghalang.
Syaikhul
islam ibnu Taimiyah berkata,”Aku telah menjelaskan kepada mereka bahwa
apa yang dinukil dari para ulama salaf yang memutlakkan kafir untuk
orang yang mengatakan begini dan begitu adalah benar, namun harus
dibedakan antara (takfir) mutlak dan mu’ayyan…
Karena sesungguhnya nash-nash Al Qur’an dalam ancaman bersifat mutlak seperti firman Allah Ta’ala :
إِنَّ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُوْنَ فِي بُطُوْنِهِمْ نَارًا.
“Sesungguhnya
orang yang memakan harta anak-anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api dalam perutnya.” (An Nisaa : 10).
Demikian
pula semua yang dikatakan padanya : Barang siapa yang melakukan begini
maka bagi dia begini, ini bersifat mutlak dan umum dan sama dengan apa
yang dikatakan oleh ulama salaf : Barang siapa yang mengatakan begini
maka dia begini. Namun individu yang divonis itu tidak terkena ancaman
karena adanya taubat, atau kebaikan yang menghapus dosanya atau musibah
yang menimpa atau syafa’at yang diterima.
Dan kafir
mengkafirkan itu termasuk ancaman, karena sesungguhnya walaupun sebuah
perkataan itu mendustakan apa yang diucapkan oleh Rosul akan tetapi bisa
jadi orang yang mengucapkannya itu baru masuk islam atau tinggal di
pedalaman, maka orang seperti ini tidak dikafirkan karena juchud
yang ia lakukan sampai ditegakkan padanya hujjah. Boleh jadi orang
tersebut belum mendengar nash-nash (yang menyatakan bahwa perbuatan
tersebut kufur), atau mendengarnya namun tidak shahih, atau adanya dalil
lain yang mengharuskan ia mentakwilnya walaupun takwilnya tersebut
salah.”[18]
Syarat-syarat takfir mu’ayyan.
Untuk
mengkafirkan invidu harus terpenuhi padanya syarat dan hilang
penghalangnya. Syaikh Dr Ibrahim Ar Ruhaili hafidzahullah dalam kitabnya
mauqif Ahlussunnah menyebutkan empat syarat yang wajib dipenuhi, yaitu :
Orang yang melakukan kekafiran telah baligh dan berakal.
Berdasarkan
hadits yang terkenal “Diangkat pena dari tiga orang : anak kecil sampai
baligh, orang yang tidur sampai bangun dan orang gila sampai waras.” (HR
Abu Dawud).[19]
Ia melakukannya bukan dengan paksaan.
Karena orang yang dipaksa dimaafkan oleh Allah sebagai firman-Nya :
مَنْ كَفَرَ بِاللهِ مِنْ بَعْدِ إِيْمَانِهِ إِلاَّ مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإِيْمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِاْلكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ.
“Barang
siapa kafir kepada Allah setelah ia beriman (dia mendapat kemurkaan
Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya
untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan
mendapat adzab yang besar.”(An Nahl : 106).
Sudah tegak padanya hujjah.
Imam Syafi’I
rahimahullah berkata,”Allah mempunyai nama-nama dan sifat yang tidak
boleh ditolak, barang siapa yang menyelisihi setelah tegak hujjah
kepadanya maka ia kafir, adapun sebelum tegak hujjah maka diberi udzur
karena kebodohannya.”[20]
Syaikhul
islam rahimahullah berkata,”Barang siapa yang beriman kepada Allah dan
Rosul-Nya secara mutlak dan belum sampai kepadanya ilmu yang menjelaskan
kebenaran kepadanya, tidak boleh dihukumi kafir sampai tegak padanya
hujjah yang siapa menyelisihinya menjadi kafir, karena banyak manusia
salah dalam menafsirkan Al Qur’an dan banyak tidak tahu makna-makna Al
Qur’an dan Sunnah sedangkan kesalahan yang tidak disengaja dan lupa
dimaafkan dari umat ini, dan kufur tidak jatuh kecuali setelah adanya
penjelasan.”[21]
Dan syarat
tegaknya hujjah adalah memahami hujjah yang disampaikan kepadanya, maka
orang yang belum memahami hujjah yang sampai kepadanya belum tegak
hujjah kepadanya seperti apabila orang jawa menegakkan hujjah kepada
orang cina dengan bahasa jawa, maka sangat lucu bila ada orang
menganggap sudah tegak hujjah kepadanya. Syaikh Ibrahim Ar ruhaili
menyebutkan banyak dalil yang menunjukkan kepada hal ini dalam kitab
beliau mauqif Ahlussunnah 1/206-221.
Hilang darinya syubhat atau tidak muta’awwil.
Muta’awwil
adalah orang yang salah dalam memahami nash Al Qur’an atau hadits atau
kaidah agama atau suatu alasan yang ia aggap kuat padahal tidak
demikian, dan dengan syarat maksud tujuannya adalah mengikuti Rosul
shallallahu ’alaihi wasallam bukan mengikuti hawa nafsu.
Muta’awwil
tidak boleh dikafirkan tidak pula dianggap fasiq, bahkan ia dimaafkan
karena ta’wil adalah salah satu jenis kesalahan dalam berijtihad, firman
Allah Ta’ala :
رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَّسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا.
“Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.” (Al Baqarah : 286).
Syaikhul
islam ibnu Taimiyah berkata,”Sesungguhnya muta’awwil yang bermaksud
mengikuti Rosul shallallahu ‘alaihi wasallam tidak dikafirkan tidak pula
dianggap fasiq apabila ia salah dalam berijtihad, dan ini masyhur pada
manusia dalam masalah-masalah amaliyah, adapun dalam masalah aqidah
kebanyakan manusia mengkafirkan orang yang salah (dalam ta’wilnya), namun
pendapat ini tidak pernah dikenal dari para shahabat dan tabi’in
seorang pun, tidak pula dari para imam kaum muslimin, ia hanyalah
berasal dari ahli bid’ah yang membuat-buat bid’ah dan
mengkafirkan orang yang menyelisihinya seperti firqah khawarij,
mu’tazilah dan jahmiyyah, dan sebagian pengikut madzhab Malik, Syafi’I,
Ahmad dan selain mereka.”[22]
Diantara
dalil yang menunjukkan kepada kaidah ini adalah kisah Hathib bin Abi
Balta’ah ketika Rosulullah hendak mengirimkan pasukan besar dalam rangka
fathu makkah, beliau merahasiakan pengiriman pasukan ini namun Hathib
mengirim surat lewat seorang wanita untuk memberitahukan saudaranya
disana perihal pengiriman pasukan tersebut, dalam kisah tersebut
disebutkan bahwa Umar berkata,” Wahai Rosulullah, orang ini telah
mengkhianati Allah dan Rosul-Nya, biarkan aku memenggal lehernya !”
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Wahai Hathib, apa yang
membawamu melakukan perbuatan tersebut ? ia menjawab,”Wahai Rosulullah,
Aku masih beriman kepada Allah dan Rosul-Nya, akan tetapi saya ingin
keluarga dan harta saya terlindungi disana.” Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,”Benar, jangan kalian berkata kepadanya kecuali
kebaikan.” Umar kembali berkata,”Wahai Rosulullah, ia telah mengkhianati
Allah dan Rosul-Nya dan kaum mukminin, biarkan aku memenggal lehernya!”
beliau bersabda,”Bukankah ia termasuk orang yang ikut perang badar ?
Apa pengetahuanmu, sesungguhnya Allah telah mengetahui mereka dan
berfirman,” Silahkan kamu berbuat apa yang kamu suka karena sesungguhnya
Aku telah mewajibkan kamu masuk surga.” Air mata Umar berlinang dan
berkata,” Allah dan Rosul-Nya lebih mengetahui.” (HR Bukhari dan
Muslim).[23]
Dalam hadits
ini, Umar menganggap perbuatan Hathib sebagi pengkhianatan terhadap
Allah, Rosul-Nya dan kaum mukminin yang termasuk kufur akbar, dan
pemahaman Umar ini tidak disanggah oleh Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, namun Nabi memaafkan Hathib dan tidak mengkafirkan tidak pula
memenggal lehernya, karena Hathib melakukkan itu disebabkan oleh ta’wil
yang salah dan bukan bermaksud menentang Allah dan Rosul-Nya tidak pula
berniat untuk berkhianat.
Saudaraku,
demikianlah islam agama yang dipenuhi kasih sayang kepada manusia bukan
agama yang mengajarkan sikap ekstrim tidak pula sikap arogan, Nabi kita
tidak mengajarkan untuk mudah mengkafirkan dan memfasikkan seseorang,
bukankah mendakwahi mereka agar kembali kepada jalan yang lurus lebih
baik dari pada kita sibuk mengkafirkan kaum muslimin yang bodoh tersebut
?! bukankah bila mereka mendapat hidayah melalui tangan kita lebih baik
dari unta merah yang mahal harganya ??
catatan kaki:
[1] Bukhari no 6105. Dari Tsabit bin Dlohhak.
[2] Bukhari no 6104, dan Muslim no. 111 dari Abdullah bin Umar.
[3] Bukhari no 6045. Dari Abu Dzarr.
[4] Lihat Fathul bari 12/314.
[5] Majmu’ fatawa 12/468.
[6] Ad Douror Assunniyyah 8/217.
[7] Lihat kitab itsarul haq ‘alal kholq.
[8] Al Muntaqo min fatawa Syaikh Fauzan 1/112.
[9] Syaikh
Dr Ibrahim Ar ruhaili telah berbicara tentang hakikat kufur dan kafir
mengkafirkan dalam kitab beliau yang mengagumkan yang berjudul At Takfir
wa dlowabithuhu, silahkan pembaca merujuknya.
[10] Peringatan !
Iltizam menurut istilah para ulama dan fuqoha artinya mewajibkan kepada
diri atau idz’an (tunduk dan tidak sombong). Lihat Mu’jam lughah fuqoha
hal 86. Makna inilah yang dimaksud oleh syaikhul islam ibnu Taimiyah,
diantara perkataan beliau yang menunjukkan kepada makna ini adalah
beliau ketika membahas permasalahan kafirnya orang yang meninggalkan
sholat berkata,” Dan poros perselisihan para ulama adalah mengenai orang
yang menetapkan wajibnya sholat dan iltizam melakukannya (artinya :
mewajibkan kepada dirinya untuk melakukannya.pen) namun ia tidak
melaksanakannya.” (majmu’ fatawa 20/97-98).
Sedangkan
orang yang terkena pemikiran takfiri di zaman ini memahami istilah
iltizam dengan pemahaman yang salah, mereka memahami iltizam artinya
berpegang teguh, sehingga jatuh kepada sikap mudah mengkafirkan
berdalilkan perkataan beliau diatas.
[11] Ibnu Taimiyah, Ash Sharimul maslul hal 521-522.
[12] Lihat At Tabshir bi qowa’id attakfir karya Syaikh Ali Hasan Al halabi hal 63-64.
[13] Ibnu Taimiyah, Minhajussunnah 5/244.
[14] Majmu’ fatawa 3/231.
[15] Al Muhalla 10/410-411.
[16] Minhaj Ahlil haq wal ittiba’ hal 56 karya Syaikh ibnu Sahman.
[17] Muallafat syaikh Muhammad bin Abdul wahhab bagian kelima/60.
[18] Majmu’ fatawa 3/229-231.
[19] Abu Dawud 4/558 dengan sanad shahih sesuai dengan syarat Muslim.
[20] Lihat fathul bari 13/407.
[21] Majmu’ fatawa 12/523-524.
[22] Minhajussunnah 5/239-240. Lihat mauqif ahlussunnah 1/229.
[23] Bukhari no 6939, dan Muslim 4/1941 no 2494.
Sumber: http://abuyahyabadrusalam.com
Hadis 40 Imam Nawawi - Hadis 4 - Manusia Awal Dan Akhirnya
HADIS KEEMPAT
Daripada
Abu Abdul Rahman Abdullah ibn Mas'uud r.a. beliau berkata: Rasulullah
SAW telah bersabda, dan Baginda adalah seorang yang benar lagi
dibenarkan (iaitu dipercayai): Sesungguhnya setiap orang di kalangan
kamu dihimpunkan kejadiannya dalam perut ibunya selama 40 hari berupa
air mani, kemudian menjadi segumpal darah selama tempoh yang sama,
kemudian menjadi seketul daging selama tempoh yang sama, kemudian
dikirimkan kepadanya seorang malaikat lalu dia menghembuskan padanya ruh
dan dia diperintahkan dengan 4 kalimat; iaitu supaya menulis rezekinya,
ajalnya, amalannya dan adakah dia celaka atau bahagia. Demi Allah Yang
tiada Tuhan melainkanNya, sesungguhnya salah seorang dari kalangan kamu
akan beramal dengan amalan ahli syurga, sehingga jarak antaranya dan
syurga tidak lebih dari sehasta, lalu dia didahului oleh ketentuan
tulisan kitab lantas dia mengerjakan amalan ahli neraka lalu dia
memasuki neraka. Dan sesungguhnya salah seorang dari kalangan kamu akan
beramal dengan amalan ahli neraka, sehingga jarak antaranya dengan
neraka tidak lebih dari sehasta, lalu dia didahului oleh ketentuan
tulisan kitab lantas dia mengerjakan amalan ahli syurga lalu dia
memasuki syurga.
(Riwayat al-Bukhari no. 3208 dan Muslim no. 2643(1))
10 Perkara Batal Islam dan Apa itu Syirik
06
Mar
Aqidah adalah teras Islam, pintu masuk kepada Islam…Salah faham aqidah=Salah faham tentang hakikat ajaran Islam…eg.ramai
orang start faham Islam melalui fekahnnya,tasawuf,ekonomi tetapi tidak
faham apa itu aqidah Islam kerana ianyabukan sahaja tentang kewujudan
tuhan.
Akibat
daripada orang Islam tidak memahami akidah Islam yang
sebenar..kadangkala mereka melakukan perkara-perkara yang boleh
membatalkan Islam mereka..sedangkan dalam masa yang sama mereka tidak
faham ataupun mereka tidak tahu..
Maka kita
dapati dalam masyarakat kita, sekalipun ramai orang yang mengetahui apa
itu perkara yang membatalkan wudhu’..apa itu perkara membatalkan
solat..yang membatalkan haji..yang membatalkan puasa, tetapi malangnya
mereka tidak tahu apakah perkara yang membatalkan dua kalimah syahadah
yang telah mereka ucapkan ataupun membatalkan Islam itu sendiri.
Jika dilihat
dari segi aturan- haji,zakat,puasa,solat, semuanya itu berada selepas
daripada ucapan syahadah. Bagaimana mungkin seorang muslim memahami
perkara-perkara yang membatalkan solatnya..membatalkan zakatnya..atau
membatalkan puasanya atau hajinya, tetapi dalam masa yang sama dia tidak
mempelajari apakah perkara yang membatalkan dua kalimah syahadahnya
yang sekali gus boleh meyebabkan terbatal kesuluruhan Islamnya.
Inilah
penjajahan pemikiran yang diterima oleh kita. Di masjid dan
surau..guru-guru lebih menumpukan kepada soal feqah..soal-soal batalnya
solat..soal2-soal batalnya puasa sehingga kadangkala mereka terlupa
untuk mengajar murid-murid mereka ataupun orang ramai apakah perkara
yang boleh membatalkan Islam seseorang..
Dan kesan
batalnya Islam itu lebih besar daripada batalnya sembahyang ataupun
batalnya puasa kerana batalnya sembahyang atau puasa boleh
diganti..tetapi batalnya Islam menyebabkan seseorang itu murtad dan
terkeluar daripada Islam!
Ramai para
pemikir Islam memikirkan hal ini..sehingga maulana Abul Hasan ‘Ali
An-Nadwi menulis sebuah buku atau risalah yang mengigatkan orang
Islam..sehingga beliau menamakan risalah itu sebagai Riddah la Abu Bakrin laha (”Murtad yang tidak ada Abu Bakar menghadapinya”).
Pada zaman dahulu..apabila berlakunya murtad..Allah
SWT telah membangkitakan Abu Bakar as-Siddiq yang merupakan khalifah
Rasulullah saw yang bertanggungjawab menghadapi golongan murtad. Pada
zaman in ramai orang Islam yang murtad dan tiada siapa pun yang
peduli..bahkan murtad itu dilakukan secara terang-terangan.
Apabila kita
menyedari hal itu..maka semua para ulama dan semua kita yang sedar
hendaklah berusaha memahami aqidah Islam. Saya begitu tertarik dengan
apa yang dilakukan oleh bekas mufti Arab Saudi iaitu Sheikh Abd Aziz
Abdillah bin Baz (rahimuhullah) yang sudahpun meninggal..
Apabila
mereka mengeluarkan risalah untuk jemaah haji dan umrah yang datang
menunaikan haji dan umrah yang dinamakan sebagai Dalilul
Hajjiwal-mu’tamir (”Panduan Haji dan Umrah”), beliau memasukkan
didalamnya terlebih dahulu perkara-perkara yang membatalkan Islam kerana
menyedari bahawasanya seseorang apabila menunaikan haji..sedangakan
Islamnya batal, hajinya tidak memberi sebarang manfaat kepadanya..kerana
syarat kepada kesahihan amal ataupun syarat diterimanya sesuatu amal
soleh yang pertama hendaklah betul aqidahnya..kedua ikhlas kepada Allah SWT..dan ketiga menepati apa yang diajar oleh Rasulullah saw.
Saya akan
menyebut sepintas lalu perkara2 yang menjadi penyebab utama di zaman
ini..yang disenaraikan didalam risalah tersebut..yang menyebabkan batal
Islamnya, yang dinamakan sebagai nawaiqidul Islam (perkara-perkara yang
membatalkan Islam).
____________________________________________________________________________________________________
PERKARA-PERKARA YANG MEMBATALKAN ISLAM
1.Syirik dalam beribadah kepada Allah swt, yakni mempersekutukan Allah dengan sesuatu selain daripadaNya.
Firman Allah
swt yang bermaksud : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan dosa
syirik mempersekutukan-Nya (Menurut sesuatu apa jua) dan akan
mengampunkan dosa yang lain dari itu bagi sesiapa yang dikehendaki-Nya
(Menurut aturan syariat-Nya). Dan sesiapa yang mempersekutukan Allah
(dengan sesuatu yang lain), maka sesungguhnya ia telah melakukan dosa
yang besar. An-nisa ayat 48.
2.
Sesiapa yang menjadikan di antara dia dan Allah swt akan sesuatu sebagai
perantaraan, seperti meminta pertolongan dan berserah diri kepada
sesuatu selain dari Allah swt, maka dia telah kafir. Seperti
apa yang berlaku pada agama Kristian, mereka telah mengangkat nabi Isa
a.s daripada apa yang sepatutnya, akhirnya nabi Isa diangkat sebagai
tuhan. Padahal nabi Isa adalah manusia seperti kita semua.
Firman Allah
swt yang bermaksud : Katakanlah : Sesungguhnya aku hanyalah seorang
manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahawa tuhan kamu hanyalah
tuhan yang satu, oleh itu, sesiapa yang percaya akan pertemuan dengan
tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal soleh, dan janganlah ia
mempersekutukan sesiapa pun dalam ibadatnya kepada tuhannya. (Al-kahfi
ayat 110.)
Kesan
daripada perantaraan juga ialah seperti apa yang berlaku pada kaum
musyrikin Makkah dahulu, mereka percaya bahawa Allah swt itu ada, tetapi
mereka mengambil berhala-berhala sebagai perantara dengan Allah swt,
seperti firmannya :
“Padahal
mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah swt dengan
mengikhlaskan ibdat kepada-Nya, lagi tetap teguh di atas tauhid, dan
supaya mereka mendirikan solat serta memberi zakat. Dan demikian itulah
agama yang benar.”(Al-bayyinah ayat 5)
Sama juga
seperti hari ini, ramai manusia telah beriktiqod bahawa guru-guru ada
kuasa, gelang yang boleh melindung serta menyembuhkan, ubat yang
menyembuhkan penyakit, adanya sakit berjangkit, percaya terhadap
ramalan-ramalan ahli sihir, pergi ke kubur-kubur para wali untuk
meminta-minta pertolongan, dan banyak lagi perkara khurafat yang
menjalar di dalam masyarakat. Perkara ini harus di ambil perhatian yang
serius oleh semua orang, kerana dengan kesesatan dan iktiqod yang sesat
ini menyebabkan amalan-amalan kita yang lain tidak diterima oleh Allah
swt. Perkara khurafat inilah yang telah menyebabkan umat islam menjadi
mundur dan tidak bertamadun.
3.Sesiapa yang mendakwa dan meyakini bahawa golongan musyrikin itu tidak kufur, maka ia keluar dari islam.
Tidak mahu
mengkafirkan yang orang musyrik(yang terang kafir) ataupun ragu-ragu
dengan kekufuran mereka atau membenarkan fahaman mereka.contohnya
seorang muslim enggan menyatakan seorang Buddha,hindu itu kafir,anggap
semua agama sama..kerana yang kafir telah dikafirkan oleh Allah,telah
dihukum kufur oleh Allah dan RasulNya. Perbuatan ini seolah-olah
Membantah Allah dan Rasulnya
4.
Sesiapa yang beriktiqad bahawa bukan Nabi Muhammad saw sebagai pelengkap
pembawa risalah dan petunjuk daripada nabi-nabi sebelumnya, dan
menganggap bahawa apa yang dibawa oleh nabi Muhammad saw itu tidak elok,
seperti ketinggalan zaman, mundur dan hina. Dia menganggap pula bahawa
apa yang dibawa oleh taghut adalah baik seperti hukum perundangan dan
lainnya. Maka ia telah kafir.
Eg.anggap hukum islam lapuk,islam tidak sesuai zaman kini,jumud
5. Sesiapa yang tidak suka dengan apa yang dibawa oleh nabi Muhammad saw walaupun satu perkara, maka ia kafir.
Sebagai contoh pada hari ini, ada orang telah menyatakan bahawa hukum
potong tangan adalah hukum yang kolot, ini telah membawa satu fahaman
akidah yang sangat tergelincir. Hukum ini bukanlah sistem yang dibawa
oleh manusia dan bukan juga kempen-kempen oleh parti politik, bahkan ia
adalah satu sistem perundangan yang dibawa dan diwajibkan oleh pencipta
manusia dan alam ini yakni Allah swt kepada pemerintah sepert firman
Allah swt :
Membenci sesuatu yang ditetapkan oleh Rasulullah walaupun dia buat eg.benci solat,Nabi suruh makan dengan tangan kanan
“Sesungguhnya
mereka tidak menyukai apa yang diturunkan oleh Allah swt (Mengenai
ajaran tauhid dan hukum-hukum syarak yang jelas diterangkan di dalam
a-quran) , lalu Allah menggugurkan amal-amal mereka.” Muhammad ayat 9.
6. Sesiapa yang mempersendakan Allah,kitabnya,rasulNya,balasan baik dan balasan buruk atau pahala dan dosa, maka ia kafir.
Sebagai contoh, ada orang menyatakan bahawa apabila dia membuat
maksiat, dia yakin yang dia akan terlepas dari sebarang akibat
perbuatannya sama ada di dunia dan akhirat.
Main-main dengan hukum-hakam alQuran,syariat…disisi Allah dia telah kafir
Firman Allah
swt : Dan jika engkau bertanyakan kepada mereka (tentang ejek-ejekan
itu), tentulah mereka akan menjawab : ” Sesungguhnya kami hanyalah
berbual-bual dan bermain-main”. Katakanlah : ” Patutkah nama Allah dan
ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kamu memperolok-olok dan mengejeknya?”.
Janganah kamu berdalih (Dengan alasan-alasan yang dusta), kerana
sesungguhnya kamu telah kufur sesudah kamu (Melahirkan) iman. Jika kami
maafkan sepuak dari kamu (kerana mereka bertaubat), maka kami akan
menyeksa puak yang lain, kerana mereka adalah orang-orang yang terus
bersalah. “(At-taubah ayat 65 dan 66)
7. Melakukan sihir, menyokong perbuatan sihir, dan ingin cenderong ke arahnya.
Maka sesiapa yang melakukan dan merelakan perbuatan sihir, ia kafir.
Pada hari ini, terlalu ramai manusia yang mengamalkan sihir, mereka
sanggup menyihir orang semata-mata untuk memikat hati seorang perempuan.
Semata-mata untuk merebut tanah dan harta yang ditinggalkan oleh
pewaris, sanggup sihirkan saudara kandung sendiri. Disebabkan ada orang
yang berniaga di sebelah tempat perniagaannya, dia sanggup menggunakan
sihir untuk merosakkan perniagaannya. Ini adalah satu fenomena sihir
yang berlaku dalam masyarakat, perbuatan inilah yang telah membawa
manusia kepada pergaduhan, fitnah, dan huru hara. membenarkan tukang
sihir.
Tentang harut dan marut:
Firman Allah swt : Sedang mereka berdua tidak mengajar seseorang setelah mereka menasihatinya dengan berkata: “Sesungguhnya kami ini hanyalah cubaan (Untuk menguji imanmu) oleh itu janganlah engkau menjadi kafir (dengan mempelajarinya)”. Al-Baqarah ayat 102.
Firman Allah swt : Sedang mereka berdua tidak mengajar seseorang setelah mereka menasihatinya dengan berkata: “Sesungguhnya kami ini hanyalah cubaan (Untuk menguji imanmu) oleh itu janganlah engkau menjadi kafir (dengan mempelajarinya)”. Al-Baqarah ayat 102.
8.
Menyatakan sokongan terhadap golongan kafir/musyrikin dan membantu
golongan ini dalam perjuangan mereka menyerang golongan muslimin yang
tidak zalim.
Firman Allah
swt : “Dan sesiapa di antara kamu yang menjadikan mereka sebagai teman
rapatnya(kafir sebagai pemimpin), maka sesungguhnya ia adalah dari
golongan mereka itu. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada
kaum yang berlaku zalim.”
(Al-maaidah ayat 51)
-dalam dunia Islam,benarkan pihak lawan/kafir menyerang umat Islam
9. Sesiapa yang beriktiqad bahawa ada agama lain selain daripada agama islam, maka ia kafir.
Pada hari ini, ramai manusia ingin mencari persamaan dalam beragama,
mereka menganggap bahawa agama lain juga adalah benar, iktiqad ini telah
menyimpang jauh daripada akidah agama yang sebenar. Mereka juga
menyatakan bahawa agama lain juga menganjurkan amalan yang baik kepada
umatnya, ini akan menimbulkan kekeliruan yang besar dalam masyarakat,
akhirnya masyarakat yang jahil sewenang-wenangnya keluar daripada agama
islam seperti apa yang berlaku pada hari ini.
Firman Allah
swt : “Dan sesiapa yang mencari agama selain agama islam, maka tidak
akan diterima daripadanya, dan ia pada hari akhirat kelak dari
orang-orang yang rugi.” (Ali-Imran ayat 85.)
eg. anggap syeikh mereka tak perlu ikut syariat,ada ilmu hakikat,makrifat
10.
Sesiapa yang berpaling daripada agama Islam dengan tidak mempelajarinya
dan tidak pula mengamalkannya, maka batal keislamannya. Banyak
umat islam pada hari ini menganggap bahawa apabila dia berbangsa Melayu,
maka dia Islam, padahal dia tidak mengamalkan dan mempelajari ajaran
islam yang betul dalam kehidupan seharian. Ramai juga yang mengaku
bahawa dia Islam kerana nama dan ibu bapanya Islam, padahal dia tidak
beramal dan mendalami ilmu islam. Inilah salah faham yang menyebabkan
mereka tenang dan tidak rasa bersalah terhadap Allah swt kerana mereka
menganggap bahawa mereka masih islam.
Firman Allah
swt : Dan tidakkah ada yang lebih zalim daripada orang yang diberi ingat
dengan ayat-ayat tuhannya, kemudian ia berpaling kepadanya,
sesungguhnya kami tetap membalas pada orang – orang yang berdosa (
zalim). (As-sajadah ayat 22)
Kesimpulannya,
ilmu akidah adalah ilmu yang asas terhadap ilmu-ilmu syariah. Kesahihan
akidah adalah kunci terhadap sahnya amalan-amalan yang lain seperti
solat, puasa, haji, dan lainnya. Jika salah pegangan akidahnya, maka
semua perbuatan amalannya tidak diterima. Semoga Allah mengurniakan ilmu
yang bermanfaat kepada kita semua.
____________________________________________________________________________________________________
Aqidah rosak: 4 punca
- Ucapan/perkataan seseorang mukmin
- Perbuatannya
- Keyakinan-contoh keyakinan kekufuran
- Syak-ragu2
Rosak aqidah
dengan perkataan-menghina/memperlekehkan/mempersekutukan Allah,mencerca
al-Quran dan sunnah,menghina al-Quran,berkata cara Rasulullah tidak
sesuai.
Memperlekehkan/menghina/mempersendakan
- Perbuatan mencemar Allah swt eg.menenung nasib,mencabut sesuatu untuk mengetahui masa depannya dan meyakini makhluk tahu masa depan,pijak quran,menuding secara biadab kepada quran dan sunnah,membuat mimic muka bila dibaca quran,minta permintaan para wali-kubur,bayar nazar-sembelih kerana wali sekian-sekian,untuk dapat keramat
- Iqtikad-terhimpun dalam dirinya satu keyakinan sekalipun dia tak ucap,menghina dan memperlekehkan Allah eg.memperlekehkan quran dalam hati,kata quran ni xbagus,rasa /undang-undang islam itu zalim,nabi tak releven,syurga neraka tak wujud. Allah Maha Mengetahui—di sisi Allah dia kafir.walaupun ditanam di perkuburan islam,tapi ada keyakinan kafir,di sisi Allah dia telah kafir.—ramai orang islam jadi macam ni kerana kempen serangan pemikiran barat.rasa quran itu mitos.tapi tak keluarkan rasa tu sebab dia muslim
- Syak-syak keagungan Allah… eg.tak pasti quran ni benar atau tidak…tak pasti Muhammad ni benar atau …..tidak syak Allah ni Adil atau tidak
Kesimpulanya,semua Muslim kena berhati-hati kerana rosaknya aqidah akan mengalihkannya dari daerah iman ke daerah kufur.
____________________________________________________________________________________________________
Syirik
- ramai fikir syirik itu hanya apabila sembah berhala,sembah batu
- Syirik itu lebih luas,ianya berlawanan kepada aqidah.eg surah luqman berpesan kepada anaknya yang dalam tarbiyyah.Syirik adalah kezaliman yang paling besar.
- “Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah s.w.t.. Sesungguhnya mempersekutukan Allah s.w.t. itu adalah kezaliman yang amat besar.”Surah Luqman ayat 13
- Mengadakan sekutu kepada penciptanya….misalannya seperti seorang anak tidak mengiktiraf ibu yang telah melahirkannya.
- Syirik-apabila melakukan meletakkan perbandingan,dia menyamakan atau melebihkan sesuatu kepada Allah
Syirik ada dua:
- Syirik akbar(besar)—kalu buat terkeluar dari Islam
- Syirik asghar(syirik paling kecil tapi dosa paling besar), tak keluar Islam tetapi menghampiri kepada daerah kekafiran.
Iktiqad yang Syirik
- Syirik berlaku kepada iktikad(keyakinan)—tak yakin kekuasaan Allah, rasa ada kuasa lain lagi berkuasa dari Allah SWT.eg percaya kepada nasib,sial majal.
- Iqtikad dengan mencampurkan kekuasaan Allah.eg. menjadikan paderi-paderi sekutu-sekutu selain dari Allah seperti kata ok bila paderi halalkan tetapi tolak apa yang Allah haramkan,terima paderi tetapi tolak Allah
- “Demi Allah! Sesungguhnya kami (semasa di dunia dahulu) adalah di dalam kesesatan yang jelas nyata, Kerana kami menyamakan kamu dengan Tuhan sekalian alam. “(Asy-Syuaraa-97-98)
- Iktikad sesetengah orang sama dengan Allah, orang itu tahu hal-hal perkara ghaib.
Perbuatan Syirik
- Amalan-amalan Syirik=amalan yang Menyamakan kedaulatan Allah SWT dengan selain-NYA….eg.kata tangkal ,azimat boleh menunaikan hajat,bagi keselamatan.kalu percaya mentera boleh bagi kuasa dengan sendirinya,dia telah syirik akbar
- Jika pakai tangkal,eg.letak tangkal pada baby baru lahir,tapi anggap tangkal itu ikhtiar=syirik asghar(melakukan dosa yang besar,berdusta kepada Allah sebab Allah tak pernah janji bagi perlindungan kepada sesiapa pakai tangkal.
- Sembah-sembah,puja memuja berlebih-lebihan kepada makhluk eg.”jika tuanku bekehendakan demikian,nescaya akan terlaksana juga”
- Percaya kepada wahjatul wujud(tarikat)-eg.bila sampai tingkatan tertentu begabung dengan tuhan
- Menyeru selain dari Allah swt...eg.seru wali di kubur,percaya wali itu penghubung mereka kepada Allah sama seperti Quraisy percaya berhala sebagai penghubung mereka kepada Allah
- Menyamakan makhluk dengan Allah…eg.menyamakan hukum barat sama dengan hukum Allah,samakan system barat dengan system islam,sama undang-undang jahiliyyah dengan undang-undang Allah…Perkataan-perkataan ini sama dengan menyamakan ilmu-ilmu makhluk dengan ilmu-ilmu Allah,menyamakan kebijaksanaan makhluk dengan Allah, lebih teruk jika berkata ilmu makhluk lebih baik dari ilmu Allah…..eg.anggap ilmu guru/pemimpin lebih bagus dari ilmu/nasihat/hadis Rasul
Syak Wasangka yang Menyirikkan
Syak wasangka…. “Allah berkuasa ke tak” ,”Patutkah aku menyembah kepada Allah” ,”Adil ke Allah ni”
Jangan
jatuhkan diri kita ke lembah kesyirikan,kerana disisi Allah ia amatlah
berat.Aqidah adalah penyelamat kita. Syeikh Muhammad Qutb berkata, “Kemunduran umat Islam dalam aqidahlah yang menyebabkan kemunduran kita dalam perkara-perkara lain.” Kerana
kebulatan kejelasan aqidah mereka(para sahabat), tiada yang
mempertikaikan arahan Rasulullah, maka mereka menjadi generasi yang
paling cemerlang
Semoga Allah menyelamatkan kita dari syak,iktikad,perbuatan,kata-kata yg boleh menyebabkan kita syirik kepaada Allah SWT
Diambil dari video DrMAZA: Syirik, dan perkara yang membatalkan iman di youtube.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan