TEKS AYAT
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ {1} حَتَّى
زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ {2} كَلاَّ سَوْفَ تَعْلَمُونَ {3} ثُمَّ كَلاَّ
سَوْفَ تَعْلَمُونَ {4} كَلاَّ لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ {5}
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ {6} ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ{7}
ثُمَّ لَتُسْئَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ {8}
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,[1] sampai
kamu masuk ke dalam kubur.[2] Janganlah begitu, kelak kamu akan
mengetahui (akibat perbuatanmu itu),[3] dan janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui. [4] Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan
pengetahuan yang yakin,[5] niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka
Jahannam,[6] dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan
‘ainul yakin,[7] kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang
kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu ).[8]”
TAFSIR AYAT 1. Allah SWT berfirman mencela hamba-hamba-Nya atas kelalaian mereka dari tujuan penciptaan mereka, yaitu untuk beribadah hanya kepada-Nya, tanpa sekutu bagi-Nya, mengenal dan tunduk kepada-Nya, mendahulukan cinta-Nya di atas segala sesuatu. Dia berfirman, telah menjadikan kalian lalai dari menaati-Ku sikap berbangga-bangga kalian dengan banyaknya harta, anak, pembantu, bala tentara, kehormatan dan lain sebagainya yang dimaksudkan untuk saling berlomba banyak.
2. Kelengahan kalian ini berlanjut terus hingga datang ajal kalian, dan kalianpun menjadi penghuni kubur. Pada saat itulah, baru tabir tersingkap oleh kalian, tetapi setelah tidak mungkin lagi kalian kembali ke dunia.
3. Oleh karena itu, Allah SWT mengancam mereka dengan firman-Nya, tidak seharusnya demikian, kalian tidak melaksanakan taat kepada Allah karena dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak harta benda dan anak, dan kalian akan tahu akibat dari kelalaian kalian itu.
3. Kemudian ancaman itu diulangi lagi sebagai penegasan.
4. Kemudian duulangi lagi untuk yang ketiga kali. Allah SWT berfirman, jika kalian benar-benar meyakini apa yang ada di depan kalain, kalian tidak akan dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak harta dan anak itu, dan pasti akan bergegas melakukan amal shaleh.
5. Tetapi ketidakyakinan kalian telah menjadikan kalian seperti yang kalian lihat sendiri.
6. Sungguh kalian kelak benar-benar menyaksikan terjadinya kiamat dan kalian pasti benar-benar akan melihat al-Jahim, yaitu neraka yang telah disediakan oleh Allah SWT bagi orang-orang kafir.
7. Kemudian kalian benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala kalian sendiri, maka kalian menjadi yakin tanpa ragu sedikitpun.
8. Kemudian pada hari kiamat itu, Allah akan meminta pertanggungan jawab kalian atas semua nikmat yang telah Allah SWT curahkan kepada kalian di dunia, seperti: pendengaran, mata, kesehatan, rasa aman, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Apakah kalian telah mensyukurinya dan tidak menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya, yang menjadikan kalian akan diberi nikmat yang lebih baik dari itu? Atau kalian tidak mensyukurinya dan bahkan kalian menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya sehingga kalian akan disiksa oleh-Nya.?
SUMBER: at-Tafsir al-Yasir karya Yusuf bin Muhammad al-Owaid
LOGIKA SEORANG MUKMIN DAN LARANGAN BERMEGAH - MEGAHAN DALAM HIDUP
Assalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh.
Lazimnya bila kita hendak melakukan suatu perjalanan yang cukup jauh, maka kita akan mempersiapkan bekal yang cukup agar perjalanan dan kegiatan di tempat tujuan berjalan aman dan lancar, meskipun keberadaan kita di tempat tujuan tersebut hanya sebentar saja. Jika demikian, maka sudah selayaknya jika kita hendak berpindah tempat tinggal, kita akan mempersiapkan dengan lebih matang , kira-kira apa yang akan kita butuhkan di tempat tinggal yang baru.
Nah...., analogi di atas bisa kita pakai sebagai dasar bagaimana seharusnya kita menyikapi perjalanan hidup ini. Dunia ini adalah tempat tinggal kita yang sementara. Bahwa
kita semua pasti akan meninggalkan dunia ini melalui proses kematian.
Pada dasarnya kematian adalah sebuah daftar panggil, dimana kita berada
dalam urutan tertentu dari daftar tersebut. Bila demikian adanya , maka
apapun yang kita upayakan di dunia ini, pasti akan kita tinggalkan ,
kecuali apa yang kita upayakan, kita belanjakan di jalan yang diridhoi
ALLAH. Dalam hal Ilmu misalnya, carilah ilmu yang bermanfaat bagi
kelangsungan hidup manusia untuk diamalkan dan diajarkan, dalam hal
harta misalnya, semua harta
yang kita kumpulkan siang dan malam akan kita tinggalkan dengan sia-sia ,
kecuali harta yang telah kita belanjakan di jalan ALLAH , semua itulah
yang akan kita bawa sebagai amal dalam menghadap ALLAH.
Di
jaman moderen sekarang ini, banyak kita saksikan fenomena manusia yang
siang malam mencari harta hanya untuk dikumpulkan sebagai kebanggaan dan
kemegahan, sungguh ini adalah perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam, sebagaimana larangan yang tercantum dalam Al Qur’an :
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
2. Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4. Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui .
5. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin,
8. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
(QS AT TAKAATSUR AYAT : 1 – 8)
ALLAH tidaklah melarang manusia untuk mencari harta sebanyak-banyaknya , namun
dengan niat yang benar, yakni untuk dibelanjakan di jalan ALLAH yang
antara lain untuk menegakkan agama ALLAH (syiar agama) , menjamin
terlaksananya hak-hak kaum miskin dsb. Sikap bermegah-megahan sama
sekali bukan sikap yang mencerminkan LOGIKA SEORANG MUKMIN yang benar
dalam menjalani hidup ini. Jika kita sadari bahwa kita akan berpindah
tempat dari dunia menuju ke akherat yang abadi, maka
logika yang benar adalah kita akan lebih memikirkan bekal kita kelak di
tempat yang baru, yaitu akherat , dan bukannya malah sibuk membenahi
tempat tinggal yang sementara kita tempati yaitu dunia yang kira-kira
hanya kita huni selama -+ 70 tahun. Dengan cara pandang seperti ini maka
kita akan lapang dada menyedekahkan harta demi mencari ridho ALLAH.
Masa yang 70 tahun ini bila dibanding dengan akherat yang abadi sungguh
tidak ada artinya, sehingga pantaslah jika ALLAH berfirman dalam Al
Qur’an sbb :
20. Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu
yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi
kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan
yang menipu.
21. Berlomba-lombalah
kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya
seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman
kepada
Allah
dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
22. Tiada
suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
23. (Kami
jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap
apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai
setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
24. (yaitu)
orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka
sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
(QS AL HADIID AYAT : 20 – 24)
Seharusnya seperti itulah LOGIKA SEORANG MUKMIN dalam menyikapi kehidupan dunia ini, yaitu :
· Menjadikan dunia yang sementara ini sebagai ladang untuk beramal mencari ridho ALLAH
· Menjadikan
dunia yang sementara ini sebagai tempat berjuang, dan bukan sebagai
tempat kesenangan, karena jika kita menganggap dunia ini sebagai tempat
bersenang-senang, maka dengan mudah syaitan akan menggelincirkan kita
dari jalan yang diridhoi ALLAH.
Akhirnya,
marilah kita senantiasa berusaha dan berdoa agar kita semua diberi
kekuatan ALLAH, untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang sesat
dari jalan ALLAH.
Wassalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh
Hawa Nafsu dan Hidup Bermegah-megahan
Hawa Nafsu dan Hidup Bermegah-megahan
(Surat At-Takatsur)
Wahai orang-orang yang tertidur dan terlena! Wahai orang-orang yang lalai dan bermegah-megahan dengan harta, anak-anak, dan kekayaan duniawi yang akan kelak kamu tinggalkan! Wahai orang-orang yang ttertipu oleh sesuatu hingga melalaikan apa yang akan kalian hadapi! Wahai orang-orang yang akan meninggalkan apa yang dikumpulkannya banyak-banyak dan dibangga-banggakan untuk menuju lubang yang sangat sempit yang di sana tidak ada lagi berbanyak-banyakan harta dan bermegah-megahan kekayaan dan segala hak milik! Sadarlah dan perhatikanlah! Sesungguhnya, “Kamu telah dilalaikan oleh sikap bermegah-megahan sehingga kamu masuk kedalam kubur”. (1)
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)” (At-Takatsur:3).
Kemudian dilanjutkan oleh kalimat penegasan yang serta merta menakutkan dan menyangkal segala prasangka yang ada dalam benak orang-orang akan suatu perkara yang telah mereka lupakan.
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu akan benar-benar akan melihat Neraka Jahim. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (At-Takatsur:4-8).
Pada ayat-ayat yang lain Allah telah mengulang-ngulang sebanyak 12 kali mengingatkan kepada manusia dengan kalimat “Nikmat-Ku mana lagi yang akan kamu dustakan” salah satu nikmat yang Allah berikan terhadap manusia ialah nikmat duniawi namun nikmat ini akan terasa hampa bila tidak adanya hawa nafsu dan karenanya Allah memberikan manusia Hawa Nafsu. Namun problematika kekinian orang-orang malah tersesat akan hawa nafsunya, terlena akan hawa nafsunya hingga dijadikannya Illah (hawa nafsu) pada diri mereka, padahal telah jelas Allah berfirman:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya (Illah) dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan Ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya?Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Surat Al-Jathiya:23)
Jelas apabila orang-orang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya maka Allah akan mengunci mati mata, pendengaran serta hati mereka akan hawa nafsunya itu dan Allah akan senantiasa memberikan tangguh kepada mereka tetap sesat karenanya. Kecondongan hawa nafsu manusia tidak lain hanyalah yang bersifat materi, sementara, fatamorgana, dan dekat. Kebutuhan-kebutuhan materi yang diperlukan orang-orang kekinian telah melampaui batas, gaya hidup glamour dan bermegah-megahan telah menjauhkan diri mereka dengan Allah melupakan mereka untuk senantiasa beribadat kepada-Nya. Padahal segala bentuk nikmat kehidupan duniawi yang Allah turunkan dari langit tidak lain hanyalah untuk mempermudah dan menguji mereka dalam beribadat, menjadikan mereka umat yang paling bertaqwa. Terlenanya manusia akan kehidupan duniawi merupakan bentuk pembeda anatara manusia yang disesatkan dan yang diberikan petunjuk.
Allah sama-sama memberikan tangguh kepada masing-masing orang untuk mendapatkan apa yang diingininya dan tentu Allah pun akan membalas kepada mereka atas apa yang mereka cita-citakan dan mereka usahakan. Pada ayat lain, Allah berfirman:
“Barang siapa mengkehendaki kehidupan duniawi, maka Kami akan mensegerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang mengkehendaki kehidupan akhirat dab berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik”. (Surat Al-Isra:18-19).
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa yang dingininya, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat yang baik (surga).” (Al-Imran:14)
“…….. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang kepada mereka petunjuk dari Allah Mereka” (Surat An-Najm; 23).
Allah mengingatkan dalm Al-Quran kepada manusia untuk senantiasa tidak hidup dibawah naungan hawa nafsunya, menjadikan kehidupan duniawi sebagai orientasi hidupnya, bermegah-megahan sebagai satu-satunya pekerjaanya. Kesemua ini tidaklah sesuai dengan tujuan awal manusia diciptakan karena Allah hanyalah menginginkan manusia untuk senantiasa beribadat, bekerja kepada Allah bukan kepada sesuatupun yang dapat melalaikan hingga melupakan kita kepada sang Khalik. Sebagaimana Allah berfirman
“Tidakkah Ku ciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk Menyembah-Ku” (Az-Zariayat: 76).
Sungguhlah manusia menjadi mahkluk yang paling merugi bila pola hidup yang dilakukannya sehari-hari hanyalah seperti ini karena secara tidak sadar manusia telah mengadakan tandingan-tandingan kepada selain Allah, mengadakan Raja selain daripada Allah.
Kesemua ini merupakan beban yang manusia anggap enteng ketika manusia tenggelam menikmatinya dan bersenang-senang dengannya, padahal dibelakangnya terdapat kesedihan yang berat dan dalam.
Padahal pada syariatnya menurut hukum fiqih islam standar hidup sejahtera yang sederhana di Islam yaitu hanya sekedar makan 3 kali sehari dengan karbohidrat (nasi) serta protein (tahu atau telor atau tempe) dan mengkonsumsi daging 1 kali dalam setahun.
Kisah-kisah teladan yang mengilhami:
v Abu Bakar As-Shidiq
Dikisahkan atas seorang Amirul Mukminin Abu Bakar As-Shidiq, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang tergolong sebagai salah seorang hartawan, bangsawan dan terkemuka di bangsa quraisy pada zamannya. Atas izin Allah dan perintah Rasulullah Abu Bakar merelakan kemegahan hartanya untuk menyelamatkan manusia dari perbudakan yang merajalela pada kaum Quraisy. Ia membayar semua ganti rugi untuk membebaskan manusia yang tengah menjadi budak hingga hartanya menipis dan hampir habis. Begitu mudahnya Abu Bakar menghabiskan hartanya untuk sesuatu yang seolah-olah kita tidak anggap penting. Padahal perbudakan pada zaman itu sudah menjadi hal yang tabu, biasa dan wajar.
v Abu Dzar Al Ghifari
Jundab bin Junadah atau yang kita kenal Abu Dzar Al-Ghifari salah seorang kepala kabilah Bani Ghifar. Ia ialah salah satu tokoh besar, hidup mewah, dan memiliki banyak harta namun baginya Allah dan Rasul-Nya ialah lebih dari segalanya. Ia berdakwah kesana-kemari mengitari suku ghifar hanya untuk menegakan Islam dibawah naungan Rasul. Kehidupannya sangat berbeda ketika ia belum memeluk islam, kini ia hidup sederhana dan jauh dari kegelimpangan materi hingga di akhir hayat hidupnya ia hanya meninggalkan sebilah kain kafan yang dipersiapkannya untuk menghadap sang Khalik.
v Sa’ad bin Abi Waqqash
Seorang pemuda mekah dari keturunan terhormat, seorang pemuda yang bernama Sa’ad ibn Abi Waqqash. Kala cahaya nubuwat memancar di Mekah, Saad adalah seorang anak muda yang gagah, lembut hati, dan sangat bakti kepada orang tua, terutama kepada ibunya. Dalam kemudaan usianya, Sa’ad punya jalan pemikiran yang dewasa. Sa’ad merupakan anak satu-satunya, hingga ia selalu dimanja oleh kedua orang tuanya serta segala bentuk kebutuhannya pasti dipenuhi. Sa’ad seorang pemuda intelektual tampan yang rapih, bersih, dan pintar. Semua wanita menginginkan sebagai kekasihnya.
Namun keberangkatannya ia menjadi seorang muslim Ibuknya sangat marah ketika mendengar keislamanku. Mengingat karena ia seorang anak yang berbakti dan sayang padanya, dia langsung mengelurkan ancaman keras, “Ya, Sa’ad, agama apa yang kau anut sehingga mampu memalingkanmu dari agama ayah bundamu?!! Demi Allah tinggalkan agama barumu atau aku akan mogok makan sampai mati. Hatimu akan hancur karena sedih dan menyesal dan engkau akan dihinakan orang selama-lamanya.!”
Aku berusaha melunaknya. “Ibu jangan lakukan itu. Aku benar-benar tak bisa menukarkan agamaku dengan apa saja”
Namun ternyata ibuku sungguh-sungguh. Dia mulai bermogok makan dan minum sehingga dalam beberapa hari saja kondisi kesehatannya menurun drastis dan tubuhnya menjadi kurus.
Setiap saat aku datang dan menanyakan apakah dia sudah makan atau minum. Berulang kali kutawarkan agar dia mau makan dan minum, tetapi dia tetap membandel, bahkan bersumpah tidak akan makandan minum sampai mati kalau aku tidak meninggalkan agamaku.
Akhirnya, aku berkata, “Ibu aku amat mencintaimu, tetapi cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar. Demi Allah seandainya ibu punya seribu nyawa keluar satu persatu dari tubuh, aku tetap tidak akan melepaskan agamaku.
Melihat kesungguhanku, ibu pun menyerah dan mau makan serta minum walaupun dengan terpaksa. Lalu turunlah ayat Al-Quran;
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku dengan sesuatu tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan bergaulah dengan keduanya di dunia dengan baik…” (Qs. Luqman: 15).
v “Sa’id ibn Amir al-Jumahiy
Ia telah membeli kehidupan di akhirat dengan kehidupan dunia, dia menguramakan Allah dan Rasul-Nya di atas yang lain”
Salah seorang Gubernur pada zaman Khalifah Umar yang jauh dari kegelimpahan materi, dan bentuk seorang pemimpin yang tanggung jawab sederhana dan mendahulukan umat. Berbeda dengan zaman kekinian seorang bangsawan yang memiliki pangkat luhur pastilah ia bergelimangan harta dan materi, namun kisah ini dilukiskan bagaimana seorang pemimpin umat yang begitu sederhana dan jauh dari kegelimpangan materi yaitu Sa’id ibn Amir Al-Jumahiy. Dikisahkan ketika Khalifah Umar tengah berkunjung ke negeri Khismash tempat dimana Sa’id memimpin, Al-Furuk berbincang dengan warga mengenai kepemimpinan Sa’id. Ternyata Sa’id merupakan salah saorang yang tergolongkan miskin di nerginya, sekelas pemimpin dengan kategori miskin. Al-Furuk terheran-heran hingga ia berkunjung ke kediaman Sa’id. Melihat keadaan rumah yang tidak layak dan tidak memiliki tempat untuk tamu akhirnya Al-Furuk memberikan setali uang dan emas untuk memperbaiki kehidupannya sebagai seorang pemimpin. Sa’id terus menolak pemberian Umar, namun pada akhirnya Sa’id menerima pemberian Umar. Sepulang Umar nyatanya Sa’id malah membagikan pemberian Umar itu kepada keluarga yang miskin pula sedang ia tidak mengambil separuhnya sedkitpun. Hingga pada akhir hayatnya ia hanya meninggalkan kain kafan yang ia persiapkan untuk menemui sang Khalik.
(1) Tafsir Fi Zilalil Qur’an karya Sayyid Qutb
(Surat At-Takatsur)
Wahai orang-orang yang tertidur dan terlena! Wahai orang-orang yang lalai dan bermegah-megahan dengan harta, anak-anak, dan kekayaan duniawi yang akan kelak kamu tinggalkan! Wahai orang-orang yang ttertipu oleh sesuatu hingga melalaikan apa yang akan kalian hadapi! Wahai orang-orang yang akan meninggalkan apa yang dikumpulkannya banyak-banyak dan dibangga-banggakan untuk menuju lubang yang sangat sempit yang di sana tidak ada lagi berbanyak-banyakan harta dan bermegah-megahan kekayaan dan segala hak milik! Sadarlah dan perhatikanlah! Sesungguhnya, “Kamu telah dilalaikan oleh sikap bermegah-megahan sehingga kamu masuk kedalam kubur”. (1)
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)” (At-Takatsur:3).
Kemudian dilanjutkan oleh kalimat penegasan yang serta merta menakutkan dan menyangkal segala prasangka yang ada dalam benak orang-orang akan suatu perkara yang telah mereka lupakan.
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu akan benar-benar akan melihat Neraka Jahim. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (At-Takatsur:4-8).
Pada ayat-ayat yang lain Allah telah mengulang-ngulang sebanyak 12 kali mengingatkan kepada manusia dengan kalimat “Nikmat-Ku mana lagi yang akan kamu dustakan” salah satu nikmat yang Allah berikan terhadap manusia ialah nikmat duniawi namun nikmat ini akan terasa hampa bila tidak adanya hawa nafsu dan karenanya Allah memberikan manusia Hawa Nafsu. Namun problematika kekinian orang-orang malah tersesat akan hawa nafsunya, terlena akan hawa nafsunya hingga dijadikannya Illah (hawa nafsu) pada diri mereka, padahal telah jelas Allah berfirman:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya (Illah) dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan Ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya?Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Surat Al-Jathiya:23)
Jelas apabila orang-orang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya maka Allah akan mengunci mati mata, pendengaran serta hati mereka akan hawa nafsunya itu dan Allah akan senantiasa memberikan tangguh kepada mereka tetap sesat karenanya. Kecondongan hawa nafsu manusia tidak lain hanyalah yang bersifat materi, sementara, fatamorgana, dan dekat. Kebutuhan-kebutuhan materi yang diperlukan orang-orang kekinian telah melampaui batas, gaya hidup glamour dan bermegah-megahan telah menjauhkan diri mereka dengan Allah melupakan mereka untuk senantiasa beribadat kepada-Nya. Padahal segala bentuk nikmat kehidupan duniawi yang Allah turunkan dari langit tidak lain hanyalah untuk mempermudah dan menguji mereka dalam beribadat, menjadikan mereka umat yang paling bertaqwa. Terlenanya manusia akan kehidupan duniawi merupakan bentuk pembeda anatara manusia yang disesatkan dan yang diberikan petunjuk.
Allah sama-sama memberikan tangguh kepada masing-masing orang untuk mendapatkan apa yang diingininya dan tentu Allah pun akan membalas kepada mereka atas apa yang mereka cita-citakan dan mereka usahakan. Pada ayat lain, Allah berfirman:
“Barang siapa mengkehendaki kehidupan duniawi, maka Kami akan mensegerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang mengkehendaki kehidupan akhirat dab berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik”. (Surat Al-Isra:18-19).
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa yang dingininya, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat yang baik (surga).” (Al-Imran:14)
“…….. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang kepada mereka petunjuk dari Allah Mereka” (Surat An-Najm; 23).
Allah mengingatkan dalm Al-Quran kepada manusia untuk senantiasa tidak hidup dibawah naungan hawa nafsunya, menjadikan kehidupan duniawi sebagai orientasi hidupnya, bermegah-megahan sebagai satu-satunya pekerjaanya. Kesemua ini tidaklah sesuai dengan tujuan awal manusia diciptakan karena Allah hanyalah menginginkan manusia untuk senantiasa beribadat, bekerja kepada Allah bukan kepada sesuatupun yang dapat melalaikan hingga melupakan kita kepada sang Khalik. Sebagaimana Allah berfirman
“Tidakkah Ku ciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk Menyembah-Ku” (Az-Zariayat: 76).
Sungguhlah manusia menjadi mahkluk yang paling merugi bila pola hidup yang dilakukannya sehari-hari hanyalah seperti ini karena secara tidak sadar manusia telah mengadakan tandingan-tandingan kepada selain Allah, mengadakan Raja selain daripada Allah.
Kesemua ini merupakan beban yang manusia anggap enteng ketika manusia tenggelam menikmatinya dan bersenang-senang dengannya, padahal dibelakangnya terdapat kesedihan yang berat dan dalam.
Padahal pada syariatnya menurut hukum fiqih islam standar hidup sejahtera yang sederhana di Islam yaitu hanya sekedar makan 3 kali sehari dengan karbohidrat (nasi) serta protein (tahu atau telor atau tempe) dan mengkonsumsi daging 1 kali dalam setahun.
Kisah-kisah teladan yang mengilhami:
v Abu Bakar As-Shidiq
Dikisahkan atas seorang Amirul Mukminin Abu Bakar As-Shidiq, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang tergolong sebagai salah seorang hartawan, bangsawan dan terkemuka di bangsa quraisy pada zamannya. Atas izin Allah dan perintah Rasulullah Abu Bakar merelakan kemegahan hartanya untuk menyelamatkan manusia dari perbudakan yang merajalela pada kaum Quraisy. Ia membayar semua ganti rugi untuk membebaskan manusia yang tengah menjadi budak hingga hartanya menipis dan hampir habis. Begitu mudahnya Abu Bakar menghabiskan hartanya untuk sesuatu yang seolah-olah kita tidak anggap penting. Padahal perbudakan pada zaman itu sudah menjadi hal yang tabu, biasa dan wajar.
v Abu Dzar Al Ghifari
Jundab bin Junadah atau yang kita kenal Abu Dzar Al-Ghifari salah seorang kepala kabilah Bani Ghifar. Ia ialah salah satu tokoh besar, hidup mewah, dan memiliki banyak harta namun baginya Allah dan Rasul-Nya ialah lebih dari segalanya. Ia berdakwah kesana-kemari mengitari suku ghifar hanya untuk menegakan Islam dibawah naungan Rasul. Kehidupannya sangat berbeda ketika ia belum memeluk islam, kini ia hidup sederhana dan jauh dari kegelimpangan materi hingga di akhir hayat hidupnya ia hanya meninggalkan sebilah kain kafan yang dipersiapkannya untuk menghadap sang Khalik.
v Sa’ad bin Abi Waqqash
Seorang pemuda mekah dari keturunan terhormat, seorang pemuda yang bernama Sa’ad ibn Abi Waqqash. Kala cahaya nubuwat memancar di Mekah, Saad adalah seorang anak muda yang gagah, lembut hati, dan sangat bakti kepada orang tua, terutama kepada ibunya. Dalam kemudaan usianya, Sa’ad punya jalan pemikiran yang dewasa. Sa’ad merupakan anak satu-satunya, hingga ia selalu dimanja oleh kedua orang tuanya serta segala bentuk kebutuhannya pasti dipenuhi. Sa’ad seorang pemuda intelektual tampan yang rapih, bersih, dan pintar. Semua wanita menginginkan sebagai kekasihnya.
Namun keberangkatannya ia menjadi seorang muslim Ibuknya sangat marah ketika mendengar keislamanku. Mengingat karena ia seorang anak yang berbakti dan sayang padanya, dia langsung mengelurkan ancaman keras, “Ya, Sa’ad, agama apa yang kau anut sehingga mampu memalingkanmu dari agama ayah bundamu?!! Demi Allah tinggalkan agama barumu atau aku akan mogok makan sampai mati. Hatimu akan hancur karena sedih dan menyesal dan engkau akan dihinakan orang selama-lamanya.!”
Aku berusaha melunaknya. “Ibu jangan lakukan itu. Aku benar-benar tak bisa menukarkan agamaku dengan apa saja”
Namun ternyata ibuku sungguh-sungguh. Dia mulai bermogok makan dan minum sehingga dalam beberapa hari saja kondisi kesehatannya menurun drastis dan tubuhnya menjadi kurus.
Setiap saat aku datang dan menanyakan apakah dia sudah makan atau minum. Berulang kali kutawarkan agar dia mau makan dan minum, tetapi dia tetap membandel, bahkan bersumpah tidak akan makandan minum sampai mati kalau aku tidak meninggalkan agamaku.
Akhirnya, aku berkata, “Ibu aku amat mencintaimu, tetapi cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar. Demi Allah seandainya ibu punya seribu nyawa keluar satu persatu dari tubuh, aku tetap tidak akan melepaskan agamaku.
Melihat kesungguhanku, ibu pun menyerah dan mau makan serta minum walaupun dengan terpaksa. Lalu turunlah ayat Al-Quran;
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku dengan sesuatu tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan bergaulah dengan keduanya di dunia dengan baik…” (Qs. Luqman: 15).
v “Sa’id ibn Amir al-Jumahiy
Ia telah membeli kehidupan di akhirat dengan kehidupan dunia, dia menguramakan Allah dan Rasul-Nya di atas yang lain”
Salah seorang Gubernur pada zaman Khalifah Umar yang jauh dari kegelimpahan materi, dan bentuk seorang pemimpin yang tanggung jawab sederhana dan mendahulukan umat. Berbeda dengan zaman kekinian seorang bangsawan yang memiliki pangkat luhur pastilah ia bergelimangan harta dan materi, namun kisah ini dilukiskan bagaimana seorang pemimpin umat yang begitu sederhana dan jauh dari kegelimpangan materi yaitu Sa’id ibn Amir Al-Jumahiy. Dikisahkan ketika Khalifah Umar tengah berkunjung ke negeri Khismash tempat dimana Sa’id memimpin, Al-Furuk berbincang dengan warga mengenai kepemimpinan Sa’id. Ternyata Sa’id merupakan salah saorang yang tergolongkan miskin di nerginya, sekelas pemimpin dengan kategori miskin. Al-Furuk terheran-heran hingga ia berkunjung ke kediaman Sa’id. Melihat keadaan rumah yang tidak layak dan tidak memiliki tempat untuk tamu akhirnya Al-Furuk memberikan setali uang dan emas untuk memperbaiki kehidupannya sebagai seorang pemimpin. Sa’id terus menolak pemberian Umar, namun pada akhirnya Sa’id menerima pemberian Umar. Sepulang Umar nyatanya Sa’id malah membagikan pemberian Umar itu kepada keluarga yang miskin pula sedang ia tidak mengambil separuhnya sedkitpun. Hingga pada akhir hayatnya ia hanya meninggalkan kain kafan yang ia persiapkan untuk menemui sang Khalik.
(1) Tafsir Fi Zilalil Qur’an karya Sayyid Qutb
Pandangan Islam terhadap Harta, Kaya dan Kesederhanaan
Saya
membaca satu tulisan dari seorang ustad yang cukup terkenal tentang
“Pandangan Islam terhadap Harta.” Isinya cukup bagus, di antaranya
mengajarkan pembaca untuk jadi kaya sehingga bisa menggunakannya untuk
kebaikan.
Meski
demikian ada beberapa hal yang sepertinya kurang pas dan mengganjal di
hati saya. Misalnya karena ingin kaya akhirnya begitu melihat rumah dan
mobil bagus lalu mengelus-elus rumah dan mobil bagus milik orang lain
yang diinginkannya (syukur-syukur kalau pagar rumah itu tidak dialiri
listrik atau dipanggil satpam oleh yang punya) atau gaya hidup mewah
seperti punya pesawat jet pribadi, naik pesawat first class, mobil
mewah, dan makan makanan enak. Begitu pula dengan beberapa bacaan
penulis Barat seperti Robert Kiyosaki yang meski sempat saya baca cukup
bagus, namun tidak semuanya bisa jadi pegangan karena akhirnya mengarah
pada spekulasi saham dan MLM (Buku-buku seperti itu memang jadi pegangan
aktivis MLM).
Beberapa
panutan yang ditonjolkan juga merupakan orang-orang kaya yang
bermasalah di mana ada yang merupakan penghutang BLBI trilyunan rupiah
dan juga keluarganya melakukan penundaan pembayaran hutang ganti rugi
rumah dan tanah kepada warga Porong yang mereka rugikan, serta menjual
media TV yang mereka miliki kepada konglomerat media Yahudi, Rupert
Murdoch. Padahal ini tidak sesuai ajaran Islam:
Orang kaya yang menunda-nunda (mengulur-ulurkan waktu) pembayaran hutangnya adalah kezaliman. (HR. Bukhari)
Seorang
ulama harusnya mewarnai ummatnya dengan sibghatullah. Bukan justru
diwarnai ummatnya terutama dengan hal-hal yang kurang sesuai dengan
ajaran Islam.
Sebagai
orang Islam, pedoman kita adalah Kitabullah Al Qur’an dan Sunnah Nabi.
Insya Allah, Al Qur’an itu Haq dan Nabi itu maksum terjaga dari dosa dan
kesalahan. Ada pun manusia biasa termasuk ulama tidak lepas dari salah dan lupa.
Dari
berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits yang saya baca, saya mengambil
kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya untuk memberi. Bukan
untuk menjadi kaya. Contohnya kita disuruh membayar zakat dan juga
bersedekah.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa bedanya ”Memberi” dengan ”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus kaya?”
Meski
sekilas ”Memberi” sama dengan ”Menjadi Kaya”, tapi tidak serupa. Betapa
banyak orang yang kaya tapi tidak mau bayar zakat atau bersedekah?
Sebaliknya berapa banyak orang miskin atau yang hidupnya biasa saja tapi
justru rajin berzakat dan sedekah? Banyak orang yang kaya tapi tidak
berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan seperti TKI dan TKW
malah bisa naik haji.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa iya orang miskin atau pas-pasan bisa sedekah/bayar zakat?” Jawabnya bisa:
Dari
Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya: Wahai Rasulullah,
sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Sedekah orang yang
tak punya, dan mulailah memberi sedekah atas orang yang banyak
tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih
menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Bukan cuma dari hadits, ini pengalaman saya sendiri. Sebagai
Ketua sebuah organisasi, beberapa orang menyumbang melalui saya.
Ternyata penyumbang terbesar itu bukanlah orang yang kaya menurut
pandangan ustad tersebut. Luas rumahnya paling tidak lebih dari 30 m2,
mobil dan motor dia tidak punya. Namun dia menyumbang laptop dan palmtop
(paling tidak nilainya Rp 3 juta) untuk ummat sambil memberi uang cash
Rp 200 ribu. Dia jamu saya dengan makanan dan teh botol. Anggota-anggota
lain yang punya mobil dan rumah bagus belum tentu bisa begitu. Ustad
yang menerima laptop tersebut rumahnya dan sofanya jauh lebih bagus
daripada rumah teman saya yang menyumbang. Teman saya bahkan tak punya
sofa/kursi dan meja di ruang tamunya.
Sebalik
ketika saya bersama teman-teman berkunjung ke rumah orang kaya di
bilangan Jakarta Selatan, masya Allah. Meski lewat waktu makan malam
cuma dihidangi minum saja sehingga perut kelaparan. Sampai di rumah
sekitar jam 23:30 malam saya makan malam sambil gemetaran…Padahal orang
kaya ini (Direktur Utama berbagai perusahaan besar di Indonesia)
rumahnya sangat besar, mobilnya mewah dan banyak.
Kalau
disuruh memilih harus bertamu ke siapa, saya tidak akan ragu untuk
memilih bertamu ke rumah teman saya yang biasa saja tapi gemar memberi
ketimbang ke rumah orang kaya namun ”hematnya” minta ampun…
Dalam
Islam, yang diperintahkan adalah membelanjakan harta untuk kebaikan.
Bukan menjadi kaya. Misalnya dalam rukun Islam tidak ada perintah jadi
orang kaya. Yang ada adalah membayar zakat dan pergi berhaji JIKA mampu.
Saat ini saya melihat sebagian orang menganggap bahwa Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya dengan alasan Nabi dulu kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji, Sedekah mensyaratkan adanya kekayaan.
Meski
sekilas kelihatan benar, namun kiranya hal itu kurang tepat. Apalagi
jika akhirnya untuk menjadi kaya semua cara dihalalkan dan
membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta memandang hina orang
miskin.
”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” [Al Baqarah:43]
”Dan
(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu):
Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada
ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta
ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali
sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” [Al
Baqarah:83]
”Dan
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang
kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi
Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al
Baqarah:110]
Ayat-ayat
Al Qur’an di atas cukup jelas bahwa Islam memerintahkan ummatnya untuk
membayar zakat dan bersedekah kepada kerabat dan fakir miskin. Bukan
menjadi kaya karena berapa banyak orang yang kaya tapi tidak bayar zakat
dan bersedekah.
Hadits
Nabi ”Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” adalah
himbauan untuk memberi. Artinya orang yang memberi lebih mulia daripada
orang yang meminta. Bukan orang kaya lebih mulia dari pada orang miskin. Berapa banyak orang yang kaya tapi dari hasil minta-minta suap atau komisi dan enggan bersedekah.
Menjadi
kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Berapa banyak orang yang kaya, tapi
dilaknat Allah dalam Al Qur’an. Contohnya Karun. Kekayaannya sangat
besar, namun karena sombong dan enggan menolong, dia mati dibenamkan ke
dalam bumi oleh Allah SWT.
Saking kayanya Karun, kunci-kunci gudang hartanya saja sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat macam Ade Rai…:
”Sesungguhnya
Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap
mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta
yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang
kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu
terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
terlalu membanggakan diri” [Al Qashash:76]
Bukan hanya Karun orang kaya yang disiksa Allah. Sebelumnya banyak orang-orang yang lebih kaya juga dibinasakan oleh Allah SWT:
Karun
berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah
membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan
lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” QS 28.78
Mengharap kaya seperti Karun bukanlah ajaran Islam:
”Maka
keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Berkatalah
orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu,
pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang
sabar”.[Al Qashash:79-80]
Allah membenamkan Karun beserta hartanya ke dalam bumi dan orang yang ingin kaya seperti Karun menyesal:
”Maka
Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan
tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata:
“Aduhai.
benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari
hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan
karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).
Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat
Allah)”. [Al Qashash:81-82]
Ayat di atas jelas bahwa menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Untuk memperjelas saya tampilkan lagi ayat yang lain:
”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]
Harta/kekayaan tidak ada manfaatnya jika dari yang haram atau tidak digunakan di jalan Allah:
”Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]
Dalam
hal mencari kekayaan, orang sering lupa sehingga yang haram menjadi
halal. Indonesia adalah merupakan satu negara terkorup di dunia padahal
mayoritasnya ummat Islam. Karena ingin kaya, banyak ummat Islam memilih
jalan pintas dengan korupsi, mendapat komisi, dan sebagainya.
Banyak
pejabat yang tidak mau kerja kecuali jika diberi uang padahal
sebetulnya itu memang pekerjaan yang harus dia kerjakan. Sebagai contoh
baru-baru ini ada berita Gubernur BI memberikan uang milyaran rupiah
kepada DPR agar DPR membuat UU tentang BLBI. Untuk apa DPR diberi uang
padahal membuat UU memang tugas mereka? Anggota DPR yang sebagian
berasal dari Parpol Islam kan sudah digaji besar untuk membuat UU,
mengapa harus diberi uang lagi? Inilah akibatnya jika kekayaan jadi
tujuan utama seorang Muslim.
Rasulullah
SAW berkata: ”Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap
kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia
dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada
orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba
mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu
membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Shahih Muslim No.5261)
Dalam
surat Al Maa’uun disebut bahwa orang yang enggan menolong anak yatim
dan fakir miskin dengan barang berguna sebagai pendusta agama meski dia
sholat:
”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya,
orang-orang yang berbuat ria.
dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [Al Maa’uun:1-7]
Ciri Golongan Kiri yang disiksa di neraka di antaranya Hidup Mewah:“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?
Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih,
dan dalam naungan asap yang hitam.
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
Dan mereka selalu mengatakan: “Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?”
[Al Waaqi’ah 41-47]
Allah tidak memandang apakah orang itu kaya atau banyak harta:
”Dan
orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka
orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan
mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu
sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.”[Al A’raaf:48]
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan:
”Makanlah
dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada
fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al An’aam:141]
Orang
yang hidup mewah secara berlebih sulit untuk bersedekah. Sebagai
contoh, orang yang hartanya Rp 10 milyar, jika dia hemat dia hanya
memakai Rp 1 milyar untuk kebutuhan hidupnya dan Rp 9 milyar
dibelanjakan di jalan Allah. Tapi orang yang hidup boros, misalnya ada
orang yang barang-barang melekat di badannya (pakaian, sepatu, jam
tangan) saja sudah Rp 2 milyar, bisa menghabiskan Rp 10 milyar untuk
bermewah-mewahan sehingga tidak ada lagi uang tersisa untuk zakat dan
sedekah. Bahkan bisa jadi pengeluarannya berlebih hingga terbelenggu
hutang.
Mengenai
pandangan hidup mewah untuk ”meningkatkan kualitas hidup”, adakah itu
sesuai Al Qur’an dan Sunnah Nabi? Allah melarang kita
menghambur-hamburkan harta secara boros. Sebaliknya memerintahkan kita
untuk bersedekah:
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Nabi
Muhammad sendiri selaku Nabi dan pimpinan negara di mana kerajaan
Romawi dan Persia sudah hampir jatuh di tangannya meski kaya menolak
hidup mewah. Pada
zaman Sahabat kedua kerajaan besar itu takluk di tangan Islam. Tidak
seperti Raja Romawi dan Persia yang hidup mewah bergelimang harta,
beliau hidup sederhana. Nabi tidur hanya beralaskan pelepah kurma
sementara perabot rumahnya sedikit sekali sehingga membuat Umar ra
menangis terharu:
Kisah
Umar ra: Aku (Umar) lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang
sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau
menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi
beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di
tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar
beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu
sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai
kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku
meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah
yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab? Aku menjawab: Wahai
Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di
pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang
telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia)
bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah utusan
Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan
seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah
kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi
bagian mereka? [Muslim]
Keluarga Nabi tidak pernah 3 hari berturut-turut makan dengan kenyang. Selalu ada saat kelaparan setiap 3 hari.
‘Aisyah
melaporkan: Tidak pernah keluarga Muhammad (SAW) makan sampai kenyang
dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan
mereka di Medina hingga wafatnya” [Muslim]
Inilah sunnah Nabi kita. Kaya,
tapi memilih menyumbangkan kekayaannya untuk kejayaan Islam. Bukan
menumpuk-numpuk kekayaannya untuk bermegah-megahan seperti dalam surat
At Takatsuur.
Para sahabat seperti Usman
bin Affan menyumbang sepertiga hartanya untuk jihad di jalan Allah.
Umar bin Khothob menyumbang separuh hartanya. Dan Abu Bakar menyumbang
seluruh hartanya. Mereka menggunakan hartanya untuk memperkuat
Islam sehingga persenjataan ummat Islam kuat dan lengkap dan bisa
membiayai tentara yang tidak mampu secara finansial. Bukan untuk
kepentingan pribadi secara berlebihan. Nah, semangat memberi, semangat berinfak inilah yang harus kita tiru.
Sempat
para sahabat dalam 7 peperangan sampai makan belalang karena lapar.
Pernah juga mereka makan seekor kambing yang dimakan beramai-ramai.
Meski hidup prihatin, namun Nabi dan para sahabat dalam berjihad justru
luar biasa hebatnya sehingga dua super power dunia waktu itu, Romawi dan
Persia tidak dapat menaklukkan pasukan Islam. Justru
merekalah yang tunduk. Harta yang ada digunakan bukan untuk kepentingan
pribadi atau hidup mewah, tapi digunakan untuk melengkapi kendaraan,
senjata, dan juga logistik untuk jihad.
Coba
bayangkan pasukan mana yang akan menang? Jenderal yang memilih dana
yang ada untuk membeli mobil mercy dan jaguar sementara panser amfibinya
dibiarkan tua (buatan tahun 1962) dan bisa tenggelam dilaut dengan
sendirinya atau jenderal yang memilih mobil yang sederhana dan membeli
mobil tank yang canggih untuk anak buahnya?
Mana
yang lebih baik? Jenderal yang memakai uang yang ada untuk beli pesawat
pribadi yang mewah sementara anak buahnya naik pesawat tua Hercules
yang umurnya hampir setengah abad sehingga belum kena peluru lawan sudah
jatuh dengan sendirinya atau jenderal yang sederhana dan naik pesawat
terbang dinas yang dipakai bersama-sama rekannya kemudian menggunakan
sisa uangnya untuk pesawat tempur yang canggih?
Banyak
orang-orang Arab yang kaya, tapi mereka tidak mampu mengalahkan Israel
karena mereka lebih memilih menggunakan kekayaannya untuk hidup mewah.
Bukan untuk membeli persenjataan yang bagus dan lengkap guna berjihad di
jalan Allah. Orang-orang Arab yang jumlahnya 200 juta orang tak mampu
mengalahkan orang Israel yang hanya 4 juta orang.
Satu penyebab mundurnya ummat Islam adalah Wahn: Cinta Dunia dan Takut Mati:
Tsaubah
ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Nyaris orang-orang kafir
menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas
piring. Berkata seseorang: Apakah karena jumlah kami sedikit waktu itu?
Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi
kamu seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut
musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu
penyakit wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn itu?
Beliau bersabda: Cinta dunia dan takut mati”. (Riwayat Abu Dawud no.
4297. Ahmad V/278. Abu Na’im dalam Al-Hilyah)
Di
Indonesia banyak orang miskin dan senjatanya sedikit serta antik-antik.
Apakah kita kekurangan uang? Tidak juga. Para pejabat kita umumnya
tidak mempergunakan uang yang ada untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi
untuk memperkaya pribadi. Tak heran jika hartanya puluhan milyar rupiah
dan sering tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima. Banyak yang
menghabiskan Rp 2-3 milyar rupiah untuk satu pernikahan anaknya. Jumlah
ini sebenarnya cukup untuk memberi rumah tempat berteduh 80 orang.
Tentu
saja ini bukan berarti ummat Islam harus malas mencari rezeki dan hidup
miskin. Sebagaimana Sunnah Nabi dan contoh para sahabat, Nabi bisa kaya
dan hidup mewah jika mau. Tapi beliau lebih memilih untuk bersedekah
dan membelanjakan hartanya di jalan Allah:
Istri
Nabi, ’Aisyah berkata bahwa pernah Nabi pagi-pagi mendapat hadiah yang
banyak. Namun sebelum petang tiba harta tersebut sudah habis dibagikan
untuk fakir miskin. Itulah akhlak Nabi sesuai ayat Al Qur’an di bawah:
Allah
SWT berkata, ”Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga
kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian
cintai.Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti
mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).
”Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al
Baqarah:195]
Nabi
memiliki rumah untuk berteduh, kendaraan untuk dakwah dan jihad, baju
zirah dan pedang untuk berperang. Idealnya para Muslim memiliki hal itu.
Nabi memilih yang terbaik manfaatnya, tapi bukan yang termewah/mahal.
Sebagai contoh Nabi memilih cincin perak untuk stempel ketimbang cincin
emas. Nabi juga memilih baju zirah dan pedang dari baja yang kuat
ketimbang emas 24 karat yang lunak.
Bukankah
ketika kita mencari rezeki, akan terlihat perbedaannya antara orang
yang niatnya hanya untuk kaya sehingga bisa punya rumah dan mobil mewah
serta makan enak dengan orang yang ingin membelanjakan hartanya di jalan
Allah lillahi ta’ala?
Jadi
luruskan niat kita lillahi ta’ala. Masih banyak orang miskin di sekitar
kita, bahkan banyak yang bunuh diri karena kemiskinan. Bantu mereka.
Jangan habiskan harta kita karena gaya hidup kita yang boros.
Dari Umar bin Khottob ra dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh SAW bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal tergantung kepada niat,
dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu,
barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya
kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk
mendapatkan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’”
(Bukhari-Muslim)
Jadi niatkan semua untuk Lillahi ta’ala. Bukan yang lainnya seperti dunia atau harta.
HIDUP BERSAHAJA DAN TIDAK BERMEGAH-MEGAHAN
Diriwayatkan dari Anas r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Didatangkan penduduk neraka yang paling megah hidupnya di dunia. Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka sekali celup. Kemudian dikatakan, 'Wahai anak Adam, pernahkan engkau melihat suatu kebaikan?' Maka ia menjawab, 'Tidak, demi Allah wahai Rabb-ku.' Dan didatangkan penduduk surga yang paling sengsara hidupnya di dunia lalu dicelupkan sekali celup ke dalam surga. Lalu dikatakan kepadanya, 'Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kesusahan? Apakah engkau pernah merasakan kesengsaraan?' Dia menjawab, 'Tidak demi Allah, aku tidak pernah merasakan kesusahan dan tidak pula kesengsaraan'," (HR Muslim [2807]).
Kandungan Bab:
- Kenikmatan dunia dan kesengsaraannya akan sirna dan fana. Oleh karena itu, ucapan yang paling bagus yang diucapkan orang Arab adalah syair yang digubah oleh Labid, "Ketahuilah, bahwasanya segala sesuatu selain Allah adalah bathil."
- Celaan tenggelam ke dalam kemewahan dan kemegahan. sesungguhnya seorang mukmin itu selalu bersahaja karena nikmat itu tidaklah abadi. Oleh karena itu, telah dinukil secara shahih dari Umar, dia berkata, "Hindarilah bermegah-megahan dan model orang-orang ajam. Hendaklah kalian berpanas terik. Karena itulah kamar mandinya orang-orang Arab. Hendaklah kalian bersahaja, sederhana dan apa adanya."
Memang hidup mewah dan megah saat ini merupakan gaya hidup yang diinginkan oleh siapa saja. Orang akan mengorbankan semuanya untuk mencapai kemewahan hidupnya dan mempertahankan gaya hidup tersebut. Bahkan kadang seseorang harus melakukan hutang yang besar dan meghalalkan segala cara...... untuk dapat memenuhi gaya hidup tersebut. Namun apakah mereka bahagia...?
Sekilas memang kelihatannya orang yang hidupnya mewah dan megah itu....bahagia. Namun sebenarnya dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada sebuah jurang yang amat dalam yang nggak bakalan terisi dengan semua materi yang dia miliki. Jurang itu adalah "perasaan hampa". Ingin mencari sesuatu yang lebih baik dan lebih membahagiakan.
Semua itu ujian...
Sebenarnya, kesenangan ataupun kesedihan yang kita alami itu... adalah ujian yang diberikan Allah kepada kita. Apakah kita akan lupa..atau kita akan menjadi hamba yang selalu ingat kepada Tuhan nya. Nah disinilah letak keadilan Tuhan. Setiap diri akan diberikan ujian sesuai kemampuannya.
Banyak orang yang berhasil diuji dengan kesulitan hidup dan kesedihan. Dia tetap sabar dan tawakal kepada Allah. Namun begitu diuji dengan kesenangan dan kemewahan...mereka gagal. Mereka lupa kepada Tuhannya.
Mengapa Allah melarang manusia hidup bermegah-megahan...?
Saya teringat akan suatu surat daam Al Qur'an surat At Takatsur (Bermegah-megah). Begini bunyi dan artinya:
- Al hakumut takatsur : Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
- Hatta zurtumul maqobir : Sampai kamu masuk ke dalam liang kubur
- Kalla saufata'lamun : Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
- Tsumma kalla saufata'lamun : Dan Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
- Kalla lauta'lamuna ilmal yaqin : Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.
- Latarowunnal jahim : Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim.
- Tsumma latarowunnaha 'ainal yakin: dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yakin( penglihatan yang sebenarnya).
- Tsumma latus alunna yauma idzin 'anin na'im: kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu entang kenikmatan( yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
Kita dianjurkan untuk tidak bermegah-megahan dalam hidup di dunia ini. Kalau kita diberikan rejeki berlebih gunakanlah untuk membantu mereka yang miskin dan yang membutuhkan. Selebihnya kita hidup sederhana saja. Karena semua itu akan di hisab oleh Allah.
Karena dengan gaya hidup yang sederhana....justru akan membuat kita lebih bahagia dan selalu bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan nikmat Nya.
Wallahu A'lam....
Bahayanya pamer dan bermegah-megahan
Leave a reply
Tidaklah
dilarang memiliki barang yang mahal, bagus dan mewah, namun kalau
akhirnya itu memperbudak diri atau menjadi sulit perlu untuk
dipertimbangkan kembali memilikinya. Memiliki benda itu sudah pasti akan
menjadikan diri takut kehilangan, takut kalau rusak, minimal itu jadi
memperbudak diri.
Memamerkannya
juga tiada habisnya, bila berada dilingkungan orang yang berprilaku
yang sama. Tidak ada prilaku seseorang yang berlebih-lebihan atau
bermegah-megahan itu kecuali kerugian karena adanya kelalaian diri. (1)
Nabi Saw menyebut prilaku pamer dan bermegah-megahan itu sebagai jalan
setan (Fisabili syaiton) (2)
Takut
kehilangan dan rusaknya barang itu akan mengarah kepada kecintaan. Bila
kecintaan sudah berlebihan secara otomatis diri akan menjadi tawanan
dan budaknya, sebagaimana diucapkan Ali bin Abi Thalib.(3) Disitulah
awal hidup mulai tidak bebas dan merdeka karena diri menjadi tidak
tenang karena waktu dan pikiran tersita pada sesuatu itu, berpaling dari
mengingat Allah.
Nabi juga bersabda bahwa siapa yang mencintai sesuatu, niscaya akan menjadi tawananya. Lebih terpedaya lagi bila diri memiliki cinta harta sebagaimana Qarun seperti dikutip dalam Surat Al Qasas 78-79. (4).
Jadi
pola setan penggoda selalu awalnya manis, namun ujung-ujungnya adalah
berisi perangkap diri. Bila diri tidak dapat mengendalikan diri muncul
pemaksaan diri untuk dapat memilikinya, sehingga mengada-adakannya dan
diri terjerumus dengan mendapatkan dengan cara terlarang, misalnya
korupsi. Diri akan menjadi rakus atau bakhil dan tiada prilaku bakhil
yang paling dekat adalah hilangnya akal dan rasa malu.
Setan
akan secara halus membujuk : “lihatlah pandangan orang lain yang akan
takjub dan memuji kepadamu dengan memiliki barang mahal bagus dan mewah
dan lihatlah bagaimana status sosial kamu terangkat dengan memiliki
itu”.
Setan
tahu bahwa seseorang yang berkecenderungan dan gemar tampil pamer
barang bagus mahal mewah adalah ciri-ciri orang yang kurang percaya diri
terhadap kekuatan dan kemampuan pribadinya. Status sosialnya kuatir
sekali jatuh dalam pandangan orang bila tidak menuruti hal demikian.
Ada
satu hal lagi bila membiasakan diri dengan pamer barang bagus mahal dan
mewah, yaitu secara tidak langsung diri telah memancing iri dan
kecemburuan orang lain. (5) Dalam beberapa hal kejahatan tidaklah selalu
dilakukan sengaja.
Namun
karena dia menampilkan kelebihan rezekinya secara terang-terangan di
hadapan orang lain, maka ini sering menimbulkan dengki dan munculnya
kejahatan bagi orang yang melihatnya. (6) Nabi saw menganjurkan untuk
hati-hati agar diri dan keluarga dapat membawa diri tidak memperlihatkan
kelebihan rezeki apalagi kemewahan kepada orang lain (7)
Karena
itu orang mukmin akan bersikap biasa, berpikir dua kali untuk memiliki
apalagi pamer terkait barang bagus, mahal dan mewah itu. Barang yang
digunakan hanyalah sebatas mendukung atau memberi manfaat / kontinuitas
ibadahnya kepada Allah. Jiwanya menjadi lebih bebas dan merdeka karena
waktu dan pikiran tidak tersita / tidak diperbudak dengan itu.
Hiduppun
menjadi tenang dan ringan, karena dirinya menjadi ikhlash, tidak
diperbudak adanya keinginan untuk dipuji, dihargai, dihormati, budinya
dibalas orang lain. Hidup bersahaja selalu saja mempesona karena itu
cermin dari pribadi yang tidak diperbudak harta dari bermegah-megahan
dan tidak ditipu oleh hawa nafsu.
Wallahu ‘alam
- Firman Allah: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.(Atakatsur 1-2).
- Sabda Nabi : …..Jikalau ia bekerja
untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain,
itupun Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk keluarganya, maka ia
Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk
bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu
jalan Syaithan.” (HR Thabrani)
- Sabda Nabi : …..Jikalau ia bekerja
untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain,
itupun Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk keluarganya, maka ia
Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk
bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu
jalan Syaithan.” (HR Thabrani)
- Ali Bin Abi Thalib: “Siapa yang mencintai atau cenderung kepada sesuatu, maka dia akan menjadi tawanan atau budaknya.
- Firman Allah : Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.(al Qasas 78-79)
- Firman Allah:
Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada
sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi
orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan
bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (Annisa 32)
- Sabda Nabi : Sesungguhnya bagi nikmat yang Allah berikan terselubung musuh-musuh . Sahabat lalu bertanya: Siapakah mereka itu ya Rasul?. Jawabnya: Yaitu orang yang mendendam / mendengki kepada orang lain atas pemberian rezeki / kelebihan dari Allah kepada mereka.
- Sabda nabi saw : mohonlah pertolongan supaya kebutuhan terpenuhi semua secara diam-diam, sebab setiap orang yang diberi kenikmatan, pasti ada orang dengki dan dendam kepadanya.
JANGAN HIDUP BERMEGAH-MEGAHAN
Dikirim pada 15 November 2010 di Uncategories
Sekilas memang kelihatannya orang yang hidupnya mewah dan megah itu....bahagia. Namun sebenarnya dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada sebuah jurang yang amat dalam yang nggak bakalan terisi dengan semua materi yang dia miliki. Jurang itu adalah "perasaan hampa". Ingin mencari sesuatu yang lebih baik dan lebih membahagiakan.
Semua itu ujian...
Sebenarnya, kesenangan ataupun kesedihan yang kita alami itu... adalah ujian yang diberikan Allah kepada kita. Apakah kita akan lupa..atau kita akan menjadi hamba yang selalu ingat kepada Tuhan nya. Nah disinilah letak keadilan Tuhan. Setiap diri akan diberikan ujian sesuai kemampuannya.
Banyak orang yang berhasil diuji dengan kesulitan hidup dan kesedihan. Dia tetap sabar dan tawakal kepada Allah. Namun begitu diuji dengan kesenangan dan kemewahan...mereka gagal. Mereka lupa kepada Tuhannya.
Mengapa Allah melarang manusia hidup bermegah-megahan...?
Saya teringat akan suatu surat daam Al Qur�an surat At Takatsur (Bermegah-megah). Begini bunyi dan artinya:
1. Al hakumut takatsur : Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
2. Hatta zurtumul maqobir : Sampai kamu masuk ke dalam liang kubur
3. Kalla saufata�lamun : Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
4. Tsumma kalla saufata�lamun : Dan Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
5. Kalla lauta�lamuna ilmal yaqin : Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.
6. Latarowunnal jahim : Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim.
7. Tsumma latarowunnaha �ainal yakin: dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yakin( penglihatan yang sebenarnya).
8. Tsumma latus alunna yauma idzin �anin na�im: kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu entang kenikmatan( yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
Hikmah yang terkandung dalam surat At Takatsur:
Kita dianjurkan untuk tidak bermegah-megahan dalam hidup di dunia ini. Kalau kita diberikan rejeki berlebih gunakanlah untuk membantu mereka yang miskin dan yang membutuhkan. Selebihnya kita hidup sederhana saja. Karena semua itu akan di hisab oleh Allah.
Karena dengan gaya hidup yang sederhana....justru akan membuat kita lebih bahagia dan selalu bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan nikmat Nya.
salam 165
Pantaskah ulama bermegah2 dengan harta dalam kehidupannya,di antara kaum yang masih banyak fakir,miskin,dan terlantar. Apakah akan slamanya berkomitmen bahwa mereka adalah tanggung jawab pemerintah,atau memang sudah tak ada malu lagi pada sang pencipta.
Ingatlah pemimpin terdahulu dalam kezuhudannya,dan juga Rasulullah shollahu alaihi wasallam,yang beliau uswatun hasanah. Laailaaha Illallaah.
Bicara Sara Ali : Perlu ke kita bermegah2 dengan pangkat?
Alhamdulillah,
Selesai
sudah soal jawab dengan pihak P******s. Boleh jadi huru hara juga lah
kehidupan aku hari itu. Semua orang atasan dari P******s datang
melawat. Al-maklum lah kes 'datin' katakan.
Eee, terasa geram pun ada juga.
Kenapalah orang suka ambil kesempatan dengan status/pangkat? Tak
habis-habis, terasa meluat juga. Nak kata dia itu stupid tak boleh juga
sebab orang berpangkat 'datin' sure tahap kepandaian lebih tinggi dari
kami.
Tapi lepas habis soal siasat
dari sapa ntah, aku sendiri pun tak tahu. Dan dia beri kata putus,
betul-betul buat aku gelak tak henti-henti. 'Datin' tu nak salahkan kami
pun tak boleh sebab satu dunia mengunakan sistem macam tu. So 'datin'
nak saman sapa? Saman kami? Or nak saman orang yang buat sistem yang
telah diluluskan tu. Bertahun-tahun sistem tu digunakan tapi kenapa baru
sekarang 'datin' nak pertikaikan.
Sudah la 'datin', jangan terlalu
gunakan pangkat nak tunjukkan kamu lebih berkuasa. Kamu salah. Allah
lebih berkuasa pada hambanya. Bak kata seseorang pada saya, bila kita
sudah meninggal dunia, kita tetap sama. Kita tetap dikapankan dengan
kain putih. bukan dikapankan dengan kain emas.
p/s
Jangan terlalu asyik mencari kesalahan orang lain, sedangkan diri kita belum 100% betul.
Bermegah2 dalam membangun Masjid (part1)
Ada
yang beranggapan bahwa menghiasi masjid sehingga indahnya melebihi
gereja atau sinagog itu adalah syiar Islam/dakwah, padahal Nabi mengecam
hal itu sebagai mengikuti kaum Yahudi dan Kristen:
Ibnu
Abbas berkata, “Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi
masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi
gereja dan rumah ibadah mereka.” [HR Bukhari]
Aku
tidak menyuruh kamu membangun masjid untuk kemewahan (keindahan)
sebagaimana yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani. (HR. Ibnu Hibban dan
Abu Dawud)
Semakin hari semakin prihatin ketika saya mengamati proyek2 yang masuk ke perushaan terutama proyek tempat ibadah Masjid.Hampir diseluruh wilayah Indonesia.memiliki kesamaan Menginginkan Bangunan masjid yang begitu Megahnya...
Begitu Wahhhnya....Masyaallah
Tak lain maksud dan tujuannya menjadikan Bangunan tersebut menjadi trand Mark/ciri khas dan kebanggaan suatu Daerah/Provinsi, maka berlomba-lombalah disetiap daerah dari tingkat Instansi,RT/RW Kecamatan,Kabupaten, Provinsi.MENGHIASI..masjid-masjid. Sungguh konyol sekali Hanya menginginkan sebuah design yang Megah, harus mengeluarkan uang ber juta-juta hingaa bermilliar. dan pada kenyataanya masjid-masjid tersebut sepi ketika dikumandangkan adzan, lenggang....dan senyap.
Sementara banyak saudara2 sesama muslim yang hidupnya masih miskin,makan serba kekurangan, kebodohan, kejahilan, apakah ada korelasinya antara Masjid yang Megah dan indah dengan keindahan akhlak, semangat untuk beribadah,kemuliaan umat di lingkungan masjid tersebut...?
Dan sebuah kebanggann tersendiri ketika Sang Juragan menerima orderan2 tersebut.
dan sebuah kebanggaan tersendiri ketika sang juru gambar menggambar designya yang aduhaiii sunggguh sungguh engkau tidak nyunahhhhh akhi.......!!!!!kau...benar...benar benar SALAH.....BESAR