• PU Azman PU Azman
1 / 1
SEREMBAN – Juara Pencetus Ummah musim kedua, Azman Syah Alias, 34, atau PU Azman mengakui beliau tidak mempunyai tauliah untuk memberi ceramah dan mengajar agama di negeri ini.
Bagaimanapun, katanya, beliau masih boleh memberi ceramah atau mengajar agama menerusi budi bicara Jabatan Mufti Negeri Sembilan.
“Pihak yang ingin menjemput saya boleh keluarkan surat jemputan makluman kepada Jabatan Mufti sebagai syarat sementara menunggu permohonan tauliah saya diluluskan.
“Saya pun sudah buat permohonan mendapatkan tauliah minggu lalu dan telah berjumpa sendiri dengan Mufti Negeri Sembilan (Datuk Mohd Yusof Ahmad) bagi membincangkan perkara itu yang nampaknya positif,” katanya kepada Sinar Harian di sini, semalam.
Mengenai isu Negeri Sembilan tidak membenarkan beliau memberi ceramah, Azman berkata, perkara itu bukan satu isu yang serius, sebaliknya lebih kepada prosedur ditetapkan sesuatu negeri.
Namun, katanya, buat masa ini beliau tidak menolak sebarang jemputan diterima daripada pelbagai pihak.
"Cuma, saya berharap perkara ini tidak disensasikan bagi mengelakkan sebarang persepsi buruk orang ramai kepada kedua-dua belah pihak,” katanya.
Dalam perkembangan lain, Azman melahirkan rasa terkilan apabila ada mengatakan beliau mengamalkan fahaman Wahabi.
“Bagi saya isu paling serius ialah fitnah mengatakan saya Wahabi. Ia tuduhan yang dilemparkan pihak tidak bertanggungjawab.
“Saya tidak pasti motif mereka dan ibarat baling batu sorok tangan. Saya tidak tahu siapa yang menyebarkannya,” katanya.
Beliau, bagaimanapun, tidak berhasrat membuat laporan polis berhubung tuduhan itu tetapi sudah melantik peguam sebagai langkah berjaga-jaga.
Untuk rekod, Azman yang sudah mendirikan rumahtangga, adalah anak jati Negeri Sembilan dan menjadi pakar motivasi.
Beliau pernah menetap di Mesir selama 11 tahun dan terkenal sebagai pemidato sekolah.


 Bilakah lahirnya nama Ahlus Sunnah Waljamaah ?
 
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu, tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan tidak ada syiah itu, semua dibawah pimpinan dan komando Rasulullah SAW.
Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah  yang membuat para sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah, maupun dalam urusan duniawi.
Kemudian setelah  Rasulullah SAW. wafat, benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik, sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibin Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham Syiah (Rawafid).
Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW.
Saat itu muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya.
Golongan yang terakhir inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-sahabatku.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah  dan golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah umat Islam.  Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah(Rawafid) dan lain-lain, adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang berarti menyimpang dari ajaran Islam.
Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum timbulnya kelompok-kelompok sempalan.
Akhirnya yang perlu diperhatikan adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus Sunnah.
Demikian sekilas lahirnya nama Ahlus Sunnah Waljamaah.

BEDA SUNNI DGN SYIAH DAN BEDA SUNNI DGN WAHABI

17 PERBEDAAN SUNII (ASWAJA) DGN SYIAH DAN BEDA SUNNI DGN WAHABI



INFO ADMIN :

Menyikapi sebagian wahaber yang suka memfitnah..jika sunni  berdalil tentang kejahatan mereka maka wahaber mengatakan    Syiah.waspada syiah dan macam macam guna membelokan arah pembeicaraan..maka kami wajib menjelaskan bahwa Suni Dan syiah itu sangat beda.namun walau beda syiah juga menganggap sesat wahabi.dan khusus bagi SUNNI maka keduanya SAMA SAJA.sesat akidah semua !!

Jadi berhentilah wahaber muter muter cerita lucu bin majhul !!

Berikut Kami ambil salah satu keterangan tentang perbedaaan SUNNI VS SYIAH .Wahabi mesti ngaca TAK USAH NIPU NIPU ORG AWAM  !!
______________________________


17 PERBEDAAN SUNII (ASWAJA) DGN SYIAH


Oleh Von Edison Alouisci (Islam Sunii Madzab Syafi`i)


Banyak orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah(Ja’fariyah) dianggap sekedar dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah, antara Madzhab Syafi’i dengan Madzhab Maliki.

Karenanya dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu dibesar-besarkan.

Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah(Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa yang mereka ketahui.

Semua itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.

Sedangkan apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i.

Padahal perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.

Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).

Apabila ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda dan berlainan.
Sehingga tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama tersendiri.

Melihat pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).

1. Rukun Islam
Rukun Islam Ahlussunnah kita ada 5:
1.    Syahadatain
2.    As-Sholah
3.    As-Shoum
4.    Az-Zakah
5.    Al-Haj
Rukun Islam Syiah juga ada 5 tapi berbeda:
1.    As-Sholah
2.    As-Shoum
3.    Az-Zakah
4.    Al-Haj
5.    Al wilayah

2. Rukun Iman
Rukun Iman Ahlussunnah ada enam:
1.    Iman kepada Allah
2.    Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
3.    Iman kepada Kitab-kitab Nya
4.    Iman kepada Rasul Nya
5.    Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
6.    Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Rukun Iman Syiah ada 5 :
1.    At-Tauhid
2.    An Nubuwwah
3.    Al Imamah
4.    Al Adlu
5.    Al Ma’ad
3. Syahadat

3. Syahadat
.Ahlussunnah mempunyai Dua kalimat syahada, yakni: “Asyhadu An La Ilaha Illallah wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah”.
Syiah mempunyai tiga kalimat syahadat, disamping “Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, masih ditambah dengan menyebut dua belas imam-imam mereka.

4. Imamah
Ahlussunnah meyakini bahwa para imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah meyakini dua belas imam-imam mereka, dan termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.

5. Khulafaur Rasyidin
Ahlussunnah mengakui kepemimpinan khulafaurrosyidin adalah sah. Mereka adalah: a) Abu Bakar, b) Umar, c) Utsman, d) Ali radhiallahu anhum
Syiah tidak mengakui kepemimpinan tiga Khalifah pertama (Abu Bakar, Umar, Utsman), karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).

6. Kemaksuman Para Imam
Ahlussunnah berpendapat khalifah (imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum. Mereka dapat saja berbuat salah, dosa dan lupa, karena sifat ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi. Sedangkan kalangan syiah meyakini bahwa 12 imam mereka mempunyai sifat maksum dan bebas dari dosa.

7. Para Sahabat
Ahlussunnah melarang mencaci-maki para sahabat. Sedangkan Syiah mengangggap bahwa mencaci-maki para sahabat tidak apa-apa, bahkan berkeyakinan, bahwa para sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at  Sayyidina Abu Bakar sebagai Khalifah.

8. Sayyidah Aisyah
Sayyidah Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai oleh Ahlussunnah. Beliau adalah termasuk ummahatul Mu’minin. Syiah melaknat dan  mencaci maki Sayyidah Aisyah, memfitnah bahkan mengkafirkan beliau.

9. Kitab-kitab hadits
Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah : Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Dawud, Sunan At-Tirmidz, Sunan Ibnu Majah dan Sunan An-Nasa’i. (kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Kitab-kitab hadits Syiah hanya ada empat : a) Al Kaafi, b) Al Istibshor, c) Man Laa Yah Dhuruhu Al Faqih, dan d) Att Tahdziib. (Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).

10. Al-Quran
Menurut Ahlussunnah Al-Qur’an tetap orisinil dan tidak pernah berubah atau diubah. Sedangkan syiah menganggap bahwa Al-Quran yang ada sekarang ini tidak orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).

11. Surga
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya. dan Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya. Menurut Syiah, surga hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah. Dan neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.

12. Raj’ah
Aqidah raj’ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah ialah besok di akhir zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Raj’ah adalah salah satu aqidah Syiah, dimana diceritakan bahwa nanti diakhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah serta Ahlul Bait yang lain. Setelah mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib, sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai  ribuan kali, sebagai balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri, yang berlainan dengan Imam Mahdi yang diyakini oleh Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.

13. Mut’ah
Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram. Sementara Syiah sangat dianjurkan mut’ah dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.

14. Khamr
Khamer (arak) najis menurut Ahlussunnah. Menurut Syiah, khamer itu suci.

15. Air Bekas Istinjak
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci, menurut ahlussunnah (sesuai dengan perincian yang ada). Menurut Syiah air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.

16. Sendekap
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah. Menurut Syiah meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri sewaktu shalat dapat membatalkan shalat. (jadi shalatnya bangsa Indonesia yang diajarkan Wali Songo oleh orang-orang Syiah dihukum tidak sah dan batal, sebab meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri).

17. Amin Sesudah Fatihah
Mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah. Menurut Syiah mengucapkan Amin diakhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah dan batal shalatnya. (Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).
Demikian telah kami nukilkan beberapa perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Harapan kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).

Masihkah mereka akan dipertahankan sebaga Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).
Sebenarnya yang terpenting dari keterangan-keterangan diatas adalah agar masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu, disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/ dasar agama).

Apabila tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut, serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah, terkecuali apabila disesatkan (ditipu). Oleh karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh Syiah.

Akhirnya, setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau gerakan Syiah didaerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.

Selanjutnya kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di luar negri, terulang di negara kita. Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.

Sumber: Albayyinat


_________________________________________________


SEBAGIAN  CONTOH PERBEDAAN ANTARA ASWAJA DENGAN WAHABI


                                               

                                                      Penulis : Von Edison Alouisci


Mungkin org org  yang awam tidak begitu menyadari perbedaan  besar antara akidah yang dijalani Ahlusunnah wal jamaah dengan Akidah Ala wahabi. Sehingga sebagian diantarnya ada yang berhujah dengan keduanya karna tidak bisa membedakannya dan akibatnya..terjadi kerancuan bahkan menimbulkan kesalah pahaman yang makin besar.org org semacam ini..hanya mengikuti saja pendapat sebagian org  tanpa berfikir jauh jika ada hal yang salah dalam pemahamnnya.

Lucunya lagi ada yang mengaku Ahlusunnah wal jama`ah..namun apa yang ia sampaikan..justru paham paham wahabi. Ada pula wahabi wahabian..alias pengikut taglid yang sebenarnya tidak byk paham akidah wahabi namun kemudian malah apa yang ia utarakan..justru paham paham Ahlususnnah wal jama`ah...yang dia anggap itu ajaran wahabi.dan celakanya lagi ia ngotot mempertahankannya dgn mengatakan “ Inilah akidah wahabi yang benar.

Untuk memahami apa sebenarnya yang menjadi pokok persoalan antara ahlusunnah wal jam`ah dgn wahabi,berikut ini penulis mencoba menjelaskan sebagian dari permasalahan itu


1 Persoalan : Maha Suci Allah daripada bersifat duduk atau bersemayam

Pendapat Aswaja : Menganggap atau mengatakan bahwa Allah duduk atau bersemayam di atas arasy atau di atas kursi Adalah suatu hal yang keliru karna yang demikian itu adalah sifat makhluk Allah bukan sipat Allah.
DALILNYA  : Firman Allah Ta’ala: "Dia(Allah) tidak menyerupai sesuatu pun daripada makhlukNya,baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya"(Asyura ayat:11)

 pendapat Wahabi : Wahabi menyamakan Allah dengan manusia dan juga binatang.Mereka berkata:“Allah duduk di atas kursi”
RUJUKANNYA :  lihat  Kitab mereka: Fathul Majid,Karangan Abdul Rahman bin Hasan bin Mohd bin Abdul wahab,m/s:356,Cetakan Darul Salam,Riyadh. (Arab saudi)


2. Persoalan :  Maha suci Allah daripada anggota dan jisim

Pendapat Aswaja : Allah Ta’ala tidak sama dengan makhlukNya, Dia tidak mempunyai anggota dan jisim sebagaimana Yang dimiliki oleh makhluk.
DALILNYA  :. Firman Allah Ta’ala:_ ليس كمثله شى
Maksudnya: "Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidakada sesuatu pun yang menyerupaiNya".(Asyura ayat:11)

Pendapat Wahabi : Ibnu Baz berkata: “penafian jisim dan anggota bagi Allah adalah suatu yang dicela”
Rujukannya : lihat Kitabnya : Tanbihat Fi Rod Ala Man Taawwal Sifat,m/s: 19, karangan Ibnu Baz, terbitan :Riasah Ammah lilifta'Riyadh. (Arab saudi)


3.Persoalan : Maha suci Allah dari tempat

Pendapat Aswaja : Allah Ta’ala wujud tanpa tempat, karena Dia yang menjadikan tempat yang mempunyai  batasan batasan,kadar tertentu dan bentuk sedangkan Allah tidak  bisa disifatkan sedemikian.
Dalilnya : Sabda Nabi: "Allah wujud pada azal(adaNya tanpa permulaan),dan belum wujud sesuatu selainNya"H.R al-Bukhari,isnad sahih

Pendapat Wahabi  : Ibnu Baz mengatakan bahwa zat Allah Ta’ala itu di atas arasy
 salah satu rujukannya : Lihat  Majalah Haji, Nomor 49, juzuk 11 tahun 1415 hijrah,m/s :73 -74 Makkah. (Arab saudi)


4. Persoalan : tentang  Abu jahal dan Abu lahab

Pendapat Aswaja : Abu jahal dan Abu lahab bukanlah dari kalangan orang Islam sebagaimana di jelaskan dalam Alquranul kariim dan tidak bisa terbantahkan kekuatan firman Allah.
Dalilnya : Firman Allah Ta’ala mengenai Abu lahab:Maksudnya: kelak dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala.(Almasad ayat: 3

Pendapat Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa Abu jahal lebih mulia dan mengamalkan serta  peng-ESA-an tauhid mereka kepada Allah daripada orang Islam  umumnya yang mengucap dua kalimah syahadah. ( yang dimaksudkan dengan orang Islam di sini ialah mereka yang bertawassul dengan wali-wali dan para solihin dimana pengertian tawasul menurut wahabi seperti menyembah berhala,Batu,org mati atau sejenisnya )
Rujukan mereka : Lihat  Kitab mereka: Kaifa Nafham Attauhid,Karangan Mohd Basmir,m/s: 16 Riyadh. (Arab saudi)


5.Persoalan : tentang Ulama Asya’irah dan Maturidiah

 Pendapat Aswaja : Pengikut Asya’irah dan Maturidiah adalah golongan (Ahlus Sunnah wal jama'ah)
Rujukannya : Al hafiz Murtadha Azzabidi.berkata:“ jika disebut Ahlus sunnah wal- jamaah yang dimaksudkannya ialah Asyairah dan Maturidiah kitab: Ithaf sadatil Muttaqin

Pendapat Wahabi : Sholeh bin Fauzan (wahabi) berkata:“pengikut Asya’irah dan Maturidi tidak layak digelar sebagai Ahlussunnah wal jamaah
Rujukannya : Kitabnya: Min Masyahir Almujaddidin Fil Islam,m/s: 32, terbitan:Riasah ‘Ammah lilifta’Riyadh. (Arab saudi)


6.persoalan : Nabi Adam

Pendapat Aswaja : Ijma' ulama mengatakan bahawa Adam adalah nabi
Dalilnya :"dari Abi umamah, seorang lelaki bertanya nabi: "wahai
rasulullah adakah Adam itu seorang nabi"? Beliau menjawap: "ya, diturunkan wahyu kepadanya”H.R Ibnu Hibban.

Pendapat Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa Adam bukanlah nabi ataupun rasul
Rujukannya : kitab mereka: Al-iman Bil Anbiya’ Jumlatan,Karangan: Abdullah bin Zaid,cetakan Maktabah Islami, Beirut.

7.Persoalan : Pengikut pengikut Imam Asy’ari

Pendapat Aswaja : Pengikut-pengikut Imam Asy’ari adalah golongan umat Islam
dalilnya : Ahlus Sunnah wal Jama'’ah di kalangan umat Islam di seluruh dunia adalah golongan asy’ari dan maturidi dan tidak dkatakan Islam jika mereka tidak mengucapkan dua kalimah shahadat sebagi tanda keislaman.sedangkan perkara  kadar  keIman mereka hanya Allah yang memutuskan.


Pendapat Wahabi : Wahabi berdusta dengan mengatakan bahawa kebanyakan Ahlus Sunnah
mengkafirkan pengikut asya’irah.
Rujukannya: Kitab mereka: Fathul Majid,Karangan: Abdul Rahman m/s 353 Terbitan maktabah Darul Salam, Riyadh. (Arab saudi)

8.Persoalan : Bersholawat  atas Nabi

Pendapat Aswaja : Boleh melafazkan selawat  atas Rasulullah.dan  hal lain yang perlu diketahui, tidak sempurna Sholat seorang hamba Allah tanpa sholawat dan salam ketika duduk tahyat awal/akhir dan ketika mengakhiri sholat.
Dalilnya : Lafaz selawat ini tidak  terbantahkan  dengan penjelasan  Al-quran dan hadist

Pendapat wahabi : Ibnu Baz berkata: "lafaz selawat itu adalah syirik"
Rujukan mereka :  lihat Kitab mereka: Kaifa Ihtadaitu Ila Tauhid,Karangan: Mohd Jamil Zainu, m/s: 83 dan 89,Terbitan:Darul Fatah

9. Api neraka dan orang orang yang sunguh kafir.

Pendapat Aswaja : Api neraka tidak akan fana' ( binasa), dan azab siksaan terhadap orang-orang kafir akan berkekalan selama lamanya
Dalilnya : Firman Allah:
 “Sesungguhnya Allah melaknati orang-orang kafir dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala,mereka kekal di dalamnya selamalamanya,mereka tidak memperolehi perlindungan maupun penolong”.(al Ahzab ayat: 65)

Pendapat Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa api neraka itu akan binasa dan orang-orang kafir itu tidak diazab selama-lamanya.
Rujukannya :  Kitab mereka Qaulul Mukhtar Li Fanainnar,Karangan: Abdul karim alhamid,m/s : 8, (Arab saudi)


10.Persoalan : Allah Ta’ala  tidak sama dengan sesuatu yang baru

Pendapat Aswaja : Allah Ta'ala tidak menyerupai manusia kerana Dia pencipta mereka, dan pencipta itu tidak menyamai apa yang diciptakan ( makhluk), Dia bukanlah zat yang bergambar, berbentuk dan tidak mempunyai kadar yang tertentu.

Dalilnya : Firman Allah :_ ليس كمثله شى
Maksudnya: "Dia (Allah)tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi mahupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya".(Asyura ayat:11)

Pendapat Wahabi : Wahabi mendakwa bahwa Allah mencipta manusia sama dengan rupa bentukNya.
Rujukannya : lihat asli Kitab mereka: ‘Aqidah Ahlul Iman Fi Khalq Adam Ala Suratir Rahman,Karangan: Mahmud Al Tuwaijiri,m/s: 76(Arab saudi)

(kitab ini dipuji oleh Ibnu baz)

11.  Persoalan : Lafaz Laila Ha illallah

Pendapat Aswaja : Berzikir dengan lafaz  ini sebanyak byknya   adalah diharuskan karna tercantum dalam printahNya.
Dalilnya : "Wahai orangorang yang beriman berzikirlah dengan menyebut nama Allah, zikir yang sebanyak banyaknya".
(al Ahzab ayat: 41)

 Pendapat: Wahabi berkata:“ini adalah bid’ah dari golongan yang jahil yang keluar daripada landasan syariat kepada zikir yang mensyirikan Allah”
Dalilnya : Kitab mereka Halaqat Mamnu’ah,Karangan: Husam ‘Aqod, m/s: 25,terbitan Darul Sahabah, Tonto.


12.  Persoalan : Tarikat – tarikat sufi

Pendapat Aswaja : Tarikat-tarikat sufi adalah benar kecuali yang menyeleweng dari  Al quran dan Sunnah
Dalilnya : Nabi bersabda:: "Barangsiapa yang mengadakan dalam Islam perkara yang baik baginya pahala dan pahala bagi mereka yang beramal dengannya"H.R Muslim isnad sahih

Pendapat Wahabi : Wahabi berkata: “perangilah golongan sufi sebelum kamu memerangi yahudi,sesungguhnya sufi itu adalah roh yahudi.
Rujukannya : Kitab mereka:Majmu’ul Mufid Min’ Aqidatit Tauhid, m/s:102, Maktabah Darul Fikr, Riyadh(Arab saudi)


13.persoalan : Makna istiwa'

Pendapat Aswaja : Allah Ta’ala tidak disifatkan duduk di atas arasy

dalilnya : Setiap yang bersifat duduk di atas sesuatu  itu sama sipat makhlukNya baik lebih besar atau kecil dari, semua itu adalah sifat-sifat jisim yang mempunyai kadar yang tertentu, sedangkan Allah Ta’ala maha suci dari perkara-Perkara tersebut. Dan tiadk mungkin sama dgn MakhlukNya . Allah berfirman “Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatu pun dari makhlukNya baik dari satu segi maupun dari semua segi, dan tidak ada sesuatu pun yang menyerupaiNya".(Asyura ayat:11)
Imam al-Syafi‘iyy rahimahullah yang wafat pada 204 Hijriyyah pernah berkata:
“Dalil bahawa Allah wujud tanpa tempat adalah Allah Ta’ala telah wujud dan tempat pula belum wujud, kemudian Allah mencipta tempat dan Allah tetap pada sifat-Nya yang azali sebelum terciptanya tempat, maka tidak harus berlaku perubahan pada zat-Nya dan begitu juga tiada pertukaran pada sifat-Nya.”Kenyataan Imam al-Syafi‘iyy ini dinyatakan oleh Imam al-Hafiz Murtadha al-Zubaydiyy di dalam kitab beliau berjudul Ithaf al-Sadah al-Muttaqin ( نيقتملا ةداسلا فاحتإ ), juzuk kedua, mukasurat 36, cetakan Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.


Pendapat Wahabi : Wahabi beriktikad bahwa Allah Ta’ala duduk di atas arasy.
Rujukan mereka : Kitab mereka:Nazarot Wa Ta’aqubat Ala Ma Fi kitab Assalafiah,Karangan: Soleh Fauzan, m/s: 40 Darul Watan Riyadh.


14.Persoalan : Al Kursi

Pendapat Aswaja : Al Kursi adalah jisim yang besar berada di atas arasy, dicipta oleh Allah tanpa berhajat kepadanya
dalilnya : “Dan kursi milik Allah itu seluas langit dan bumi”

Pendapat Wahabi : Kata Usaimin (wahabi): "Al Kursi itu adalah tempat letak kedua kaki Allah".
dalilnya Kitabnya: Tafsir Ayat, Kursi,m/s: 19, Maktabah Ibnu Jauzi. (Arab saudi)


15. Persoalan : tentang  Alam

Pendapat Aswaja : Alam itu jenisnya dan afradnya (benda-benda yang terdiri daripadanya)semua itu adalah ciptaan Allah

dalilnya : Firman Allah:_ لله خالق كل شى _
Maknannya: “ Allah pencipta segala sesuatu”.(Azzumar ayat: 62)

Pendapat Wahabi : sama dengan tanggapan ahli falsafah yang mengatakan bahawa jenis alam itu adalah azali (tidak ada permulaan). Anggapan mereka ini memberi arti bahwa sebelum kewujudan makhluk ini ada makhluk dan sebelumnya ada makhluk yang lain dan begitulah seterusnya tanpa permulaan.
dalilnya : Kitab: Syarah Attohawiah,Karangan: Ibnu Abil Iz,m/s132, Maktabah Islami,Beirut (kitab ini dipuji oleh Ibnu Baz)

16.Persoalan : Bertawasul dengan kemulian nabi

Pendapat Aswaja : Orang Islam dibolehkan berdoa dengan doa ini: “Ya Allah dengankemulianا nabi Muhammad sembuhkanlah penyakitku”
dalilnya : Hadis doa keluar masjid: : “Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dengan berkat kebenaran orang-orang yang meminta kepada Mu"H.R Ibnu Majah

pendapat wahabi : Soleh bin Fauzan dan selainnya dari golongan wahabi mengatakan bahawa tidak boleh betawasul dengan kemulian nabi.
Dalilnya : Kitabnya: Attauhid,m/s: 70,Riyadh. (Arab saudi)


17. Persoalan : pernikahan

Pendapat Aswaja : Perempuan muslimah boleh Menikah dengan lelaki muslim walaupun lalai dalam Sholat.
Dalilnya : Tidak menjadi kafir mereka yang meninggalkan sembahyang berjemaah (selagi mereka tidakmengatakan sembahyang itu tidak wajib),  dan mereka  boleh tetap menikah dengan sesama mereka sesama muslim.

Pendapat Wahabi : Ibnu Baz berkata:”tidak boleh menikah dgn mereka yang meninggalkan sembahyang berjema’ah”
dalilnya : Kitab: Fatawal Mar’ah,m/s: 103,Darul Watan, Riyadh. (Arab saudi)

18. Persoalan : Melafazkan bismillah ketika makan..

Pendapat Aswja : tidak ada larangan mengucapkan bismillah ketika mulai makan atau memulai suatu pekerjaan.
dalilnya : tidak ada satupun hadist yang menghramkan hal demikian

Pendapat Wahabi : membaca dengan sempurna bismillahi rokhmanirokhim..
adalah salah dan adalh  bida’h yang dicela dan harus dicegah.
Dalilnya : Kitab mereka:Akhto Syaiah,Karangan Mohd Zaino,m/s: 68 (Arab saudi)


19. Persoalan : Mentakwil ayatayat mutasyabihah  nnas-nas Al quran yang tidak diketahui maknanya atau mengandungi lebih dari satu makna
tetapi perlu dilihat makna yang sesuai dengan ayat tersebut)

Pendapat Aswja : Boleh mentakwilkan ayat-ayat Al quran dan hadis-hadis Nabi yang berbentuk mutasyabihat selagi  takwil tersebut tidak menyimpang dengan Al Quran dan  bahasa quran itu sendiri.
Dalilnya : Ya Allah alimkanlah dia hikmah dan takwil Al quran"H.R Ibnu Majah.(Sebahagian ulama salaf termasuk Ibnu Abbas mentakwil ayat-ayat mutasyabihah)

Pendapat Wahabi : Wahabi menyifatkan Ahlus Sunnah  sebagai golongan  kafir karena mentakwil ayat-ayat mutasyabihah
dalilnya : Kitab:Qawaidul Mithly,Karangan Usaimin,m/s : 45, Riyadh (Arab saudi)

20 Persoalan : Gerak Allah

pendapat Aswaja : Allah Ta’ala tidak disifatkan dengan bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.aswaja tidak boleh menduga duga hal demikian.
dalilnya : telah bersepakat  para ulama non wahabi bahwa pergerakan itu adalah dari sifat makhlukNya.

Pendapat wahabi : Wahabi mengatakan bahawa Allah bergerak. bergerak dari
sudut atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Dalilnya : Kitab mereka: Fatawa Aqidah,Karangan Usaimin,m/s: 742. (Arab saudi)


21.Persoalan : Menziarahi kubur Nabi dan kubur muslimin bagi wanita

Pendapat Aswaja :  tidak ada larangan bagi wanita menziarahi kubur nabi dan kubur orang –orang Islam
Dalilnya : Saidatuna Aisyah bertanya kepada Rasulullah: “Apakah yang perlu dia (Aisyah)katakan ketika menziarahi
kubur”, maka Rasulullah menjawab: "katakanlah          مسلمين __ لمؤمنين _ م   _ لديا _ هل .. على .. لسلا _H.R Muslim

Pendapat wahabi : Usaimin ( wahabi) berkata:“perbuatan menziarahi kubur bagi perempuan itu adalah haram,dosa besar dan kafir walaupun menziarahi kubur nabi”
Dalilnya : Lihat kitab:Fatwa Muhimmah,m/s: 149-150, cetakan Riyadh. (Arab saudi)


22.Allah Ta’ala tidak diliputi oleh enam arah penjuru (atas,bawah,kiri kanan,depan dan belakang)

Pendapat Aswaja : Allah Ta’ala ada tanpa diliputi oleh arah penjuru, adaNya tanpa bertempat tidak di arasy dan tidak dilangit
Dalilnya :Rasulullah bersabda “Engkau al zohir (setiap sesuatu menunjukan akan wujudNya), tidak ada sesuatu di atasMu, dan engkau Al Batin ( yang tidak dapat dibayangkan),tidak ada sesuatu dibawahMu”.H.R Muslim.Jadi jikalau tidak ada sesuatu di atasNya dan di bawahNya berarti Allah tidak berada di tempat.
Imam yang terkenal dengan karangan kitab aqidah beliau berjudul ‘Aqidah al-Tahawiyyah ( ةيواحطلا ةديقع ) bernama Imam al-Hafiz Abu Ja‘far al-Tahawiyy wafat pada 321 Hijriyyah (merupakan ulama Salaf) telah menyatakan dalam kitab beliau tersebut pada halaman 15, cetakan Dar al-Yaqin yang bermaksud:
“Allah tidak berada (tidak diliputi) pada enam penjuru (atas, bawah, kanan, kiri, depan, belakang) seperti sekalian makhluk.”.


Pendapat Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa zat Allah berada di atas arasy
Dalilnya : Kitab mereka:Fatawa Aqidah,Karangan Usaimin,m/s: 75.Ryad. (Arab saudi)


23 Jenggot laki laki

 Pendapat Aswaja : Memendekkan janggut yang panjang agar kelihatan rapi adalah dibolehkan.
dalilnya : Ibnu Omar (sahabat Nabi) pernah suatu ketika dia menggenggamkan janggutnya dan memotong janggut yang melebihi genggamannya itu.Riwayat: Abu Daud

Pendapat Wahabi : Wahabi mengatakan bahwa haram memotong janggut walaupun sedikit pada semua keadaan,sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu pemimpin mereka mereka Ibnu Baz.
dalilnya : lihat Kitabnya:Tahqiq Wal Idhoh Likasir Min Masail Alhaj Wal Umrah wazziarah,m/s: 16. (Arab saudi)


24. Meletakkan pelepah tamar di atas kubur

Pendapat Aswaja : Meletakan pelepah tamar atas kubur orang Islam adalah dibolehkan
Dalilnya : Dalam riwayat Bukhari terdapat hadis yang menceritakan bahawa pernah satu ketika nabi lalu di tepi dua kubur, kemudian
mengambil pelepah tamar lalu mematahkannya dan meletakkan setiap pelepah ke atas dua kubur itu lalu bersabda:له يخفف عنهما - لع
"mudah-mudahan diringankan azab mereka" H.R Bukhari  isnad sahih(wahabi menghukum kafir Bukhari maka hadis ini di anggap Dlaif oleh Muhammad bin Abdul wahab pendiri wahabi)

Pendapat wahabi : Ibnu Baz berkata:”meletakan pelepah tamar di atas kubur bukanlah suatu perkara yang disyariatkan”
dalilnya : Lihat ktab aslinya “ Ta'liq Ibnu Baz dalam kitab Fathul Bari,Darul Ma’rifah, Beirut

25.persoalan : Madzab

Pendapat Aswaja : 4 madzab adalah generasi penerus akidah  Ulama Salaf sebagaimana  penjelasn sunnah Rasullullah yang menjadi pembimbing umat islam kearah yang benar menurut sunnah Rasulullah.dan  bukan syirik
dalil : ijma  kebanyakan ulama sepakat

Pendapat wahabi : “Mengikut mana-mana mazhab adalah syirik.”
Dalilnya : kitabnya al-Din al-Khalis ( صلاخلا نيدلا ), juzuk 1, halaman  140 dan 160, cetakan Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.

26.Persoalan.Siti hawa Istri nabi Adam

Pendapat Aswaja : Istri nabi Adam adanlah ibu seluruh bani adam dan bukan pelaku syirik
Dalilnya : Sunnah rasulullah dan Alquran Sudah jelas.

Pendapat Wahabi :  “Sesungguhnya syirik itu berlaku kepada Hawwa.”.
Rujukannya : kitabnya al-Din al-Khalis ( صلاخلا نيدلا ), juzuk 1, .140 dan 160, cetakan Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah

27.Persoalan apakah umat muslim terhukum kafir

Pendapat Aswaja : Tidak  semua bisa dihukum kafir musyrik karna lalai dalam ibadah atau karna kesalahan yang tidak disengaja sesungguhnya manusia itu tidak luput dari sipat lalai dan salah.kecuali dia keluar dari islam atau mendustakan Allah.

Pendapat Wahabi : Muhammad bin ‘Abd al-Wahhab berkata: Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik.”
 dalilnya : kitabnya al-Durar al-Saniyyah Fi al-Radd ‘Ala al-Wahhabiyyah ( ةيباهولا ىلع درلا يف ةينسلا رردلا ), surat 42“


Demikian sebagian contoh yang dapat penulis kemukakan. ada  byk sekali perbedaan antara keduanya..terutama memahami perkara Bid`ah walaupun keduanya  sama sama sepakat mengakui adanya Bid`ah dan pada uraian ini hanya sekedar bahan renungan kita atas hujah hujah para Ulama Ahlsuunnah wal jama`ah dan Wahabi.dan pada Akhirnya..silahkan anda analisa sendiri apa yang anda anggap benar dan menyimpang dan  dari uraian diatas sbenarnya cukup terlihat.perbedaannya dalam hujah satu sisi..dgn hadist dan qur`an, disisi lain dgn kitab Ulama pemimpin mereka yang bisa anda lihat sendiri kitab Aslinya.jika anda berada di Arab silahkan kunjungi Perpustakaan kerajaan saudi dan buku buku agama golongan wahabi di pusat perbelanjaan di jeddah dan syukur jika terdapat di indonesia.

Salam Ukhuwah.


Sejarah Dan Fahaman Syiah


Menurut etimologi (lughah) Bahasa Arab,Syiah (شيعة) bermaksud :
Pengikut dan pembela seseorang.[1]
Adapun mengikut terminologi (istilah) syariat Islam : Mereka yang berpendapat bahawa Saidina Ali bin Abi Thalib lebih berhak untuk memegang tampuk pemerintahan dan lebih utama daripada sahabat-sahabat lain.[2]
Asalnya, Syiah terpecah daripada Islam disebabkan persoalan Siasah (Politik). Begitulah juga dengan firqah Khawarij[3], namun ketika peristiwa kematian Sayyidina Hussin bin Ali di Karbala[4], pengaruh Syiah makin meluas lalu dikenali sebagai satu fahaman dan mazhab aqidah.
Oleh itu, pelbagai fahaman dan fatwa ganjil daripada Syiah yang dikeluarkan sehingga membawa kepada percanggahan dalam masalah aqidah (pegangan) dan pelbagai masalah fiqh.Asalnya mereka ingin mempertahankan Ahli Bait Rasulullah s.a.w. namun semangat kecintaan tersebut telah diseleweng oleh beberapa ideologi sesat yang telah dibawa masuk.
Antara pendapat ulama’ menyatakan, pengasas utama Syiah adalah Abdullah bin Saba’[5] yang berpura-pura menganut Islam semata-mata menjadi duri dalam daging umat Islam.Ini disokong oleh kebanyakan ulama’ Sunni dan Syiah sendiri kerana antara puak-puak Syiah ada yang dinisbahkan kepada namanya iaitu puak “al-Sabaiah” (السبائية).
Satu peristiwa terjadi ketika Abdullah bin Saba’ pernah sekali berjumpa dengan Saidina Ali bin Abi Thalib :“Kamulah (Ali) kamulah (Tuhan) , lalu diulang-ulang beberapa kali, maka Saidina Ali berkata : Celakalah kamu (dengan perkataanmu itu), Saidina Ali bertanya : Siapakah aku yang sebenarnya? Lalu Abdullah bin Saba’ berkata lagi : Kamulah Allah !!! ”.[6]
Disebabkan perkataan tersebut, maka Saidina Ali telah memerintahkan menterinya untuk membakar golongan Syiah Saba’iah tersebut[7]. Syiah selepas zaman Saidina Ali berpecah kepada empat kumpulan yang terbesar yang akan dinyatakan nanti.
Syiah pada zaman sekarang yang dianggap benar-benar mu’tadil adalah Zaidiah[8].Adapun Imamiah Isna ‘Asyar, ulamak khilaf. Kebanyakan daripada para syeikh Al-Azhar mengambil pendekatan yang wasatiah (pertengahan) mengatakan mereka dikalangan mu’tadil (masih boleh diajak berbincang dalam proses taqrib).
Antara ulama’ yang berpendapat sedemikian seperti Syeikhul Azhar Mahmud Shaltut, Mufti Mesir Syeikh Nuruddin Ali Jumaat, Syeikh ‘Atiah Saqar, Syeikh Yusoff al-Qardhawi, Syeikh Ibrahim al-Bayumi dan lain-lain.
Namun ada juga pendapat yang lebih keras mengatakan Imamiah Isna ‘Asyar ini telah keluar daripada Islam kerana sampai kelampauan mereka kepada sahabat-sahabat Nabi, berpegang kepada pentahrifan(ditokok tambah) Quran, merendahkan martabat Rasul, menolak dan tidak berhujjah dengan sebahagian besar hadith-hadith sahih melainkan yang selari dengan aqidah mereka, mempercayai imam mereka maksum sebagaimana Rasulullah, menyangka imam mereka belum wafat lalu diangkat oleh Tuhan dan akan diturunkan sebagai Imam Mahdi kelak, imam mereka mengetahui perkara-perkara ghaib dan lain-lain.
Pendapat kedua ini kebanyakannya dipegang oleh ulama-ulama yang berfahaman Salafi antaranya Ibn Taimiyyah, ibn Qayyim al-Jauzi, Abdullah bin Abd Wahab, Mufti Saudi Syeikh Muhammad bin Ibrahim, Syeikh al-Bani dan lain-lain[9].
Namun secara konklusi apa yang pasti, sekiranya kelampauan yang ditunjukkan oleh kelompok Syiah Imamiah tersebut tidak sampai kepada had ghulah[10], maka mereka masih lagi dalam Islam namun dalam keadaan fasiq dan ahli bidaah. Itupan sekiranya mereka tidak memusuhi Ahli Sunnah wal Jamaah lebih daripada mereka memusuhi golongan kafir seperti Yahudi, Nasrani dan selainnya.
Namun apa yang berlaku, kebencian yang amat sangat ditunjukkan dikalangan mereka terhadap Sunni sehingga sanggup bersama melakukan perkomplotan bersama kaum kuffar semata-mata menghancurkan golongan Sunni.
Inilah yang dirakamkan kebimbangan dan penjelasan oleh Syeikh Said Hawwa dalam buku kecilnya “al-Khomeinisma : Ganjil dari sudut pegangan dan pendirian”.

PUAK-PUAK DALAM SYIAH[11]

1. Imamiah (الإمامية): Dikenali dengan Imamiah kerana menjadikan persoalan Imamah (melantik dan beriman kepada mereka) sebagai perkara Usul dalam agama yang wajib dipercayai. Ianya merupakan puak yang paling utama dalam Syiah.
Dinamakan juga sebagai al-Rafidah (الرافضة) kerana “ingkar dan menolak” kelayakan Abu Bakar, Umar dan Uthman sebagai Khalifah selepas kewafatan Rasulullah s.a.w.
Ianya dipanggil juga dengan nama Isna ‘Asyariah (اثنى عشرية) kerana berpendapat bahawa 12 daripada imam-imam mereka maksum[12] sebagaimana Nabi Muhammad s.a.w. (dijaga daripada melakukan dosa, lalai, lupa, tersalah dengan sengaja ataupun tidak sengaja).

12 imam mereka adalah sebagaimana berikut :

1. Ali bin Abi Thalib (al-Murtadha)
2. Hasan bin Ali (al-Mujtaba)
3. Husin bin Ali (al-Syahid)
4. Ali Zainal Abidin (al-Sajjad)
5. Muhammad (al-Baqir)
6. Ja’afar (al-Sadiq)
7. Musa (al-Kazim)
8. Ali (al-Redha)
9. Muhammad (al-Jawwad)
10. Ali (al-Hadi)
11. Hassan (al-Askari)
12. Muhammad (al-Mahdi al-Muntazor)[13]

Syiah Imamiah ini terbahagi pula kepada 15 kelompok :

Muhammadiah, Baqiriah, Nawuusiah, Syumaitiah, ‘Ammariah, Ismailiah, Mubarakiah, Musawiah, Qat’iah, Isna ‘Asyariah, Hasyimiah, Zurariah, Yunusiah, Syaithaniah, Kamiliah.
2. Zaidiah (الزيدية): Mereka adalah pengikut kepada Zaid bin Ali Zainal Abidin bin Husin bin Ali bin Abi Thalib[14]. Beliau terkesan dengan pemikiran Wasil bin Ata’ (pengasas fahaman Muktazilah) dan ulama’ mengklasifikasikan pengikut Zaidiah dalam golongan yang mu’tadil kerana yang paling hampir kepada Ahli Sunnah wal Jamaah, lebih-lebih lagi dalam persoalan ibadat.
Pendapatnya tidaklah sampai mendewa-dewakan Ali dan mencerca sahabat-sahabat yang lain melainkan hanya mengatakan bahawa Ali lebih layak memegang tampuk khilfah selepas kewafatan baginda Rasulullah s.a.w. daripada Abu Bakar dan Umar.
Kebanyakan kelompok ini berada di Yaman. Syiah Zaidiah terbahagi kepada 3 kelompok :
Jarudiah, Jaririah, Solihiah.
3. Kaisaniah (الكيسانية): Pengasasnya adalah Mukhtar bin Ubai al-Thaqafi yang merupakan khadam kepada Muhammad bin Ali bin Abu Thalib (anak Saidina Ali dengan isterinya Haulah dari bani Hanifah lalu dikenali Muhammad al-Hanafiah sempena nama kabilah ibunya).
Adapun Kaisan merupakan khadam kepada Saidina Ali bin Abi Thalib. Setelah kewafatan Ali, dia lalu menjadi khadam kepada Muhammad al-Hanafiah. Dia bersungguh-sungguh mempertahankan Hasan dan Husin dalam mendapatkan hak kekhalifahan.
Selepas kematian keduanya, mereka pula mempertahankan hak terhadap Muhammad bin al-Hanafiah. Lalu ada dikalangan mereka yang ghuluw (melampau) lalu menjadi buruan pemerintah ketika itu.

Terdapat 2 kelompok daripada Kaisaniah :

1. Yang mendakwa bahawa Muhammad al-hanafiah masih belum mati kerana beliau menyelamatkan diri ke sebuah daerah Radhwa (sebuah kawasan pergunungan) ketika diburu pemerintah kerana disebabkan oleh pengikut-pengikutnya yang melampau. Beliau dipercayai masih lagi hidup dan bersembunyi disana. Beliau akan keluar pada hari kiamat sebagai Imam Mahdi.
2. Mereka yang memperjuangkan hak kekhilafahan Muhammad al-Hanafiah semasa beliau masih lagi hidup. Dan hak tersebut berpindah-pindah kepada orang lain selepas kematiannya.
4. Ghulah (الغلاة) : Mereka yang melampaui had dalam persoalan aqidah. Bukan sahaja berpandangan bahawa Saidina Ali lebih mulia dan layak daripada sahabat-sahabat lain dalam persoalan Khilafah bahkan lebih agung daripada Rasulullahs.a.w.
Mereka juga berpendapat Rasulullah s.a.w. hamper sama wajahnya dengan Ali, oleh sebab itu malaikat Jibril tersalah sampaikan wahyu kepada Rasulullah sedangkan asalnya disampaikan kepada Saidina Ali. Ada juga yang menyatakan Jibril sengaja melakukan sedemikian lalu mengkafirkan Jibril.
Mereka percaya kepada konsep perpindahan ruh (tanasukh al-arwah) dari satu jasad kepada jasad yang lain,apabila sesorang melakukan kejahatan maka pada kebangkitan lain ruh mereka akan menjelma dalam keadaan yang menghinakan, jika mereka melakukan kebaikan maka ruh tersebut akan menjelma dalam keadaan yang mulia dan dihormati.
Kerana itulah golongan ini menyatakan bahawa Abu Bakar dan Umar akan dibangkitkan pada dekatnya Kiamat dalam rupa keldai dan baghal dan imam-imam mereka akan menjadi pengembala serta memukul-hinakan Abu Bakar dan Umar ketika itu dalam keadaan keldai dan baghal.
Mereka sampai kepada batas ketaasuban dan kelampauan sehingga mengatakan Saidina Ali bin Abi Thalib dan imam-imam mereka sebagai Tuhan. Samada Tuhan hulul (menjelma masuk) dalam badan mereka atau mereka bersifat dengan sifat-sifat ketuhanan.
Walaupun mereka mendakwa bahawa pegangan mereka daripada agama Islam namun jumhur ulama’ berpendapat mereka telah terkeluar daripada acuan Islam.
Syiah Ghulah ini terbahagi kepada Saba’iah, Bayaniah, Mughiriah, Mansuriah, Ghurabiah, Khattabiah, Janahiah, Hululiah, Syari’iah, Numairiah.

GERAKAN KEBATINAN [15]

Banyak daripada kumpulan dan agen parasit daripada luar yang ingin merosakkan Islam. Mereka mula menyerang agama Islam dengan mencipta beberapa ideologi berbentuk harakah batiniah (gerakan kebatinan) lalu diserap masuk kedalam Islam dengan menjadikan cinta kepada Ahli Bait Nabi sebagai hujjah mereka. Ada juga yang menjadikan persoalan falsafah, ilmu kalam, tasawuf ,perbandingan agama dan kebebasan mutlak terhadap manusia sebagai fokus utama dalam menyebarkan fahaman kebatinan ini.
Golongan ini digelarkan dengan nama al-Batiniah (الباطنية) kerana mereka berkata :
“Syariat Allah itu ada lahir dan batinnya, begitu juga dengan ayat-ayat al-Quran dan hadis-hadis Nabi Muhammad”[16]
Mereka menggunakan kaedah takwil[17]sebagai manhaj utama menyebarkan fahaman ini.
Sebagai contoh :
“Sesiapa yang mengetahui makna hakikat ibadah, gugur fardu ibadah daripadanya”. Ini diambil daripada Firman Allahdalam Surah al-Hijr, ayat 99 berbunyi :“Sembahlah Tuhanmu sehingga kamu yakin.”
Mereka bergerak samada dalam keadaan jelas atau tersembunyi dalam mana-mana kelompok. Antara gerakan mereka yang dapat dikenal pasti oleh para ulama iaitu gerakan Yazidiah, Qaramitah, Ismailiah, Druze, Nusairiah, Hashsyasyin, Babiah, Baha’iah, Qadianiah, Hizbul Jumhuri, Ahbash, Ansar, Khumainiah dan Harakah Amal.
Pengasas awalnya adalah Maimun bin al-Ahwazi[18], Muhammad bin Hussin (al-Dandan)[19] bersama satu kumpulan yang dinamakan al-Jarabijah[20] yang pernah berkumpul sekali dalam penjara di kawasan Iraq, lalu bersepakat mengasaskan gerakan kebatinan. Selepas bebas daripada penjara, mereka mula menyebarkan fahaman dan doktrin-doktrin tersebut yang diceduk daripada Islam, Majusi, Yahudi, Nasrani, Mesir Kuno, Parsi, Yunani, Anamisma dan Buddha.
Gerakan mereka ini terlebih bahaya daripada Yahudi, Nasrani, Majusi dan Dahriah kerana mereka bergerak dengan menyalurkan doktrin mereka secara halus dan dengan penggunaan nama Islam sebagai tipu muslihat.
Modus operandi sebagaimana dinyatakan oleh Dr. Anwar Hamid Isa ada beberapa peringkat dalam meniupkan ruh tipu daya mereka :
1. Al-Tafarras : Memerhati daripada jauh mangsa yang sepatutnya
2. Al-Ta’nis : Mula berdamping dan tunjukkan keramahan untuk berkawan
3. Al-Tasykik : Timbulkan persoalan dan keraguan tentang Islam
4. Al-Ta’liq : Cuba memberi ulasan dan komentar yang salah tentang Islam
5. Al-Rabt : Akan sentiasa cuba berhubung dan menarik dengan lebih rapat
6. Al-Tadlis : Meresap-masukkan doktrin-doktrin pelik lalu menipu dan perdaya
7. Al-Ta’sis : Mula melakukan proses pembentukan menjadi ahli gerakan bersama
8. Al-Khulu’ wal Salakh: Memisah dan mencabut. Mula-mula menjauhkan umat Islam
daripada pengamalan spiritual mereka sehari-hari dan seterusnya kepada gugurnya keimanan kepada Allah.

FAHAMAN NUSAIRIAH (النصيرية)
(GERAKAN KEBATINAN)

Salah satu daripada ideologi sesat yang dicipta untuk memesongkan ajaran Islam yang tulen. Mereka adalah pengikut kepada Muhammad bin Nusair al-Basri al-Namiri.[21]
Selepas kematian Hassan al-Askari, Muhammad bin Nusair menyatakan bahawa Hassan al-Askari ada menyembunyikan seorang anaknya (Muhammad al-Mahdi) didalam sebuah bilik bawah tanah.
Tujuannya adalah mendapatkan nama dengan mengutip zakat daripada orang ramai sebagai pengeluaran zakat untuk disalurkan kepada anak Hassan yang tersembunyi itu.
Dia menggunakan hujjah البابية dengan menggelarkan dirinya sebagai PINTU atau sebagai orang tengah untuk menyampaikan sesuatu pemberitaan dan menyampaikan sesuatu hajat yang diinginkan oleh masyarakat. Kerana hasratnya ingin menjadi penguasa dengan menggunakan Imam yang Ghaib tersebut, dia akhirnya menggelarkan dirinyasebagai Tuhan.
Kelompok ini juga dinamakan dengan Namiriah, Alawiyun,Hattabun dan lain-lain. Tersebarnya Nusairiah hari ini disekitar pinggir Syria, kepulauan kecil, Lubnan, Iraq dan lain-lain.
Imam ibn Kathir penah menyatakan bahawa kelompok Nusairiah ini menganggap Saidina Ali sebagai Tuhan.Mereka juga mengkafirkan umat Islam keseluruhannya. Mereka telah meruntuhkan masjid-masjid lalu ditukar dan dibina kilang-kilang dan kedai penjualan arak.[22]

Antara aqidah mereka adalah [23] :

1. Menganggap Saidina Ali sebagai Tuhan kerana Allah taala telah hulul (menjelma masuk) ke dalam jasad Saidina Ali, bahkan mereka juga beranggapan bahawa Ali sudah wujud sebelum bumi dan langit belum dicipta.
2. Mereka berpegang dengan konsep ketuhanan Trinity (3 dalam 1) sebagaimana Kristian. Kristian beranggapan adanya Tuhan Bapa, Tuhan Anak, Ruhul Quds (Jibril).
Bagi Nusairiah, mereka beranggapan bahawa adanya tiga gabungan daripada المعنى (Saidina Ali) sebagai Yang Paling Agung dan Berkuasa, الإسم (Rasulullah s.a.w.) sebagai hijab Nurani dan الباب (Salman al-Farisi) sebagai wasilah untuk menyampaikan kepada hijab Nurani.
2. Menganggap bahawa imam Hassan al-Askari sebagai Nabi yang diutuskan Tuhan. Bahkan mengetahui akan setiap perkara-perkara yang ghaib dan terzahir mukjizat disisinya[24].
Begitulah juga yang berlaku kepada Syeikh-syeikh mereka yang Tuhan hanya khususkan kepada mereka dengan mengetahui setiap maksud batin (tersirat) daripada al-Quran dan Hadith.
Mereka tidak memakai-guna ayat al-Quran secara zahir dan mengubah makna tersebut kepada makna yang tidak layak untuk ditakwilkan.
3. Berpegang dengan konsep Karma sebagaiman agama Buddha yang akan ada perpindahan ruh serta pembalasan amalan dimuka dunia. Ketika itu berpindahnya ruh kepada jasad-jasad manusia lain sebagai balasan baik ataupun buruk. Bahkan ada juga ruh yang berpindah ke jisim-jisim tumbuhan dan haiwan-haiwan.
4. Mengecam bagi sesiapa yang mencela dan menghina Abdul Rahman bin Maljam (pembunuh Saidina Ali) kerana beranggapan telah melakukan kebaikan. Mereka beanggapan, telah menjelma sepenuhnya ruh Allah daripada العالم اللاهوت (alam ketuhanan) kepada العالم الناسوت (alam manusia) untuk menyelesaikan fitnah yang berlaku dikalangan sahabat Nabi ketika itu.
5. Beriman bahawa Saidina Ali mencipta Rasulullah s.a.w. lalu Rasulullah mencipta Salman al-Farisi, lalu Salman mencipta 5 orang yang lain iaitu :
- al-Miqdad bin Aswad :
mengawasi dan menjadi Tuhan bagi manusia dalam mentadbir mereka
– Abu Dzar al-Ghifari :
menjadi pemantau peredaran falak, planet-planet dan bintang dilangit
– Abdullah bin Rawahah:
penjaga peredaran udara alam dan meniupkan ruh bagi manusia
– Uthman bin Maz’un:
mengawal situasi, perihal kelakuan dan sifat manusia
– Qinbar bin Kadan :
sebagai peniup ruh kehidupan kepada seluruh makhluk Tuhan
6. Beranggapan Saidina Ali tidak mati tetapi naik ke langit lalu bersemayam di bulan, matahari, awan dan lain-lain.Kerana itulah mereka menyembah benda-benda tersebut kerana Ali ada disana.
7. Tidak mengiktiraf pensyariatan Haji kerana pada pandangan mereka, menunaikan Haji ke Mekah merupakan perbuatan kufur dan melakukan penyembahan berhala (dinisbahkan kepada Kaabah).
8. Tidak solat Jumaat, tidak bersuci dengan wudhu’, mengangkat janabah (hadas besar) sebelum menunaikan solat lima waktu. Solat lima waktu mereka tidak perlu berwudu’ dan tidak ada sujud kerana ianya termasuk dalam rukun Rukuk dalam solat.Solat mereka berbeda dengan rakaat yang diamalkan oleh Sunni.
9. Tidak mengiktiraf pensyariatan zakat tetapi mereka mengeluarkan wang saku mereka (untuk menggantikan zakat) dengan memberi cukai kepada Syeikh-syeikh mereka.
10. Melakukan upacara-upacara kemenyan dan membakar wangi-wangian ketika melakukan upacara sebagaimana yang dilakukan Kristian dan Buddha.
11. Puasa hanyalah menahan diri daripada isteri-isteri mereka sepanjang bulan Ramadhan.
Begitula reality sebenar fahaman Nusairiah, sebuah gerakan kebatinan yang bergerak dalam denyut nadi umat untuk menghancurkannya secara tersembunyi.
Para ulama telah bermuafakat, mereka yang menganut fahaman Nusairiah ini diharamkan berkahwin dengannya, diharamkan makan sembelihannya, dilarang daripada mengkafan, solat jenazah dan dilarang untuk dikebumikan bersama kubur-kubur orang Islam.
Namun apa yang kita dapati, apa yang berlaku di Syria sekarang, tampuk kepimpinan negara dikuasai oleh puak Syiah al-Nusairiah ini. Walaupun mereka mengkafirkan kelompok Syiah Imamiah Isna ‘Asyar namun kerajaan Iran (yang menganut fahama Syiah Imamiah Isna ‘Asyar) tetap menolong mereka dalam memerangi kelompok Ahli Sunnah wal Jamaah di bumi Syria yang mulia.
Mungkin disana kenyataan yang dikeluarkan oleh Yusoff al-Qardhawi dan Syeikh Ali al-Sobuni serta para ulama’ yang anti-Asad secara zahir berhujjahkan wajib menentang kezaliman yang dilakukan mereka, namun tidak dinafikan bahawa kebarangkalian besar perkomplotan Iran membantu Syria dengan menghantar tenteranya Hizbullah untuk melepaskan dendam kesumat mereka terhadap kelompok Sunni.
Inilah yang dibimbangkan oleh Syeikh Saied Hawwa selama ini yang melihat sendiri pasca kebangkitan Islam di Iran secara revolusioner ada agenda yang tersendiri. Bahkan beliau sendiri tidak mengiktiraf bahawa kebangkitan yang berlaku di Iran adalah sebuah “kebangkitan Islam” النهضة الإسلامية di akhir zaman.
Wallahu a’lam
Sumbar Rujukkan
[1] Kamus Lisanul Arab karangan ibn Manzur
[2] Kitab al-Milal wal Nihal karangan Imam al-Syahrastani : m/s 146
[3]Khawarij adalah firqah yang pertama keluar daripada Islam pada tahun 36 Hijrah selepas peristiwa peperangan Siffin antara Saidina Ali bin Abi Thalib dengan Saidina Mu’awiah.
[4]Peristiwa ini terjadi pada 10 Muharram 61 Hijrah di Karbala, Iraq. Setiap tahun mereka akan mengadakan perayaan bagi memperingati kematiannya dengan memukul-mukul anggota tubuh dengan benda tajam.
[5]Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi Yaman. Dikenali ketika itu dengan panggilan Ibn Sauda’.
[6] Kitab Mujmal ‘Aqaiedul Syiah karangan Syeikh Mamduh al-Harabi : ms 12
[7] Kitab al-Farqu bainal Firaq karangan Syeikh Abdul Qahir al-Baghdadi : m/s 25
[8]Disisi pendapat jumhur ulama’ mengatakan mereka dikalangan yang mu’tadil.
[9] Kitab Mujmal Aqa’ied al-Syiah karangan Syeikh Mamduh al-Harabi : m/s 173
[10]Akan disebut pegangan Syiah Ghulah dihadapan nanti.
[11] Kitab Al-Syiah bainal I’tidal wal Ghuluw karangan Dr. Anwar Hamid Isa : m/s 51
[12]Maksum : Allah taala menjaga seseorang yang mukallaf (Nabi-nabi dan malaikat) daripada melakukan dosa dan mustahil akan berlaku perbuatan dosa tersebut. Rujuk :Tuhfatul Murid ‘ala Jauharah Tauhid karangan Syeikh Ibrahim Baijuri m/s 315 .
[13]Lahir pada 256 Hirah. Pengikut Imamiah percaya beliau tidak mati dan akan diturun menjadi Imam Mahdi pada akhir zaman menolong Nabi Isa menegakkan kalimah Allah taala.
[14]Beliau lahir pada tahun 80 Hijrah dan syahid pada 122 Hijrah.Beliau seorang yang soleh, cerdik, kuat ingatan, berani, amanah, pakar dalam agama.Mempunyai sebuah kitab al-Majmu’ al-Kabir fil Fiqh wal Hadith.
[15]Kitab Mausu’ah al-Muyassarah fil Adyan wal Mazahib wal Ahzab al-Mu’asarah (WAMY)
[16] Kitab al-Syiah bainal I’tidal wal Ghuluw karangan Dr. Anwar Hamid Isa : m/s 191
[17]Takwilyang dimaksudkan adalah mengubah setiap makna asal daripada lafaz-lafaz Al-Quran dan Hadith dengan makna yang tidak sah dan tidak sesuai ditanggung akan maknanya.
[18]Dr. Anwar Hamid Isa menyebut beliau adalah seorang pemeluk agama Majusi. Dia pernah berkata :“Sesungguhnya Sang Pencipta telah menciptakan seorang manusia, lalu mereka berdua bergandingan bahu menjadi pentadbir alam”.Ini samalah dengan aqidah yang dipegang Majusi bahawa Azdan (Tuhan Cahaya) telah menciptakan Ahraman (Tuhan Kegelapan) lalu bergandingan mentadbir alam sejagat.
[19]Dalam kitab al-Fahrasat ibn Nadim ada menyatakan bahawa beliau adalah seorang lelaki yang mempunyai keintelektualan tinggi (ahli falsafah), sangat mahir dalam bidang ilmu astronomi dan amat memusuhi Daulah Islamiah ketika itu.
[20]Disebut oleh Imam Abdul Qahir al-Baghdadi, mereka adalah satu kumpulan yang beragama Majusi. Mereka cuba menyelewengkan intipati ajaran Islam dengan menta’wilkan Al-Quran dan Hadith Nabi s.a.w. supaya selari dengan agama mereka melalui cara kebatinan.
[21]Beliau wafat pada tahun 270 Hijrah ketika zaman Imam Hassan al-Askari (imam ke-11 Syiah).
[22]Kitab al-Bidayah wal Nihayah karangan Imam ibn Kathir : jilid 14 m/s 73
[23] Kitab al-Syiah bainal Mu’tadil wal Ghuluw karangan Dr. Muhammad Anwar Hamid isa : m/s 243
[24]Kitab al-Harakat al-Batinah fil Islam karangan Dr. Mustafa Ghalib : m/s 289
Ustaz Muhammad Zuhairi bin Zainal Abidin

Sabtu, Mei 15, 2010

Kajian Ilmu Kalam (Qadariah dan Jabariah)

ALIRAN KALAM QODARIAH DAN JABARIAH
(Studi Analisis Upaya Titik Temu dengan Pendekatan Komprehensif)
By : Asrowi, MA.
A. Pendahuluan
Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu aliran teologi yang berkembang. Aliran-aliran tersebut ada yang bersifat liberal, tradisional dan antara aliran liberal dan tradisional. Kondisi demikian mem-bawa hikmah bagi umat Islam. Oleh karena itu, bagi merekayang berpikiran liberal dapat menyesuaikan dirinya dengan aliran yang liberal tersebut, sementara bagi mereka yang berpikiran tradisional atau antara liberal dan tradisional, mereka akan menyesuaikan dirinya dengan aliran-aliran yang cocok dengan pikirannya.[1]
Salah satu pokok persoalan yang menjadi bahan perbincangan para teolog adalah tentang ketergantungan manusia terhadap Tuhan dalam hal menentukan perjalanan hidupnya. Adakah manusia dalam segala aktifitas-nya terikat pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan, atau Tuhan telah berkenan memberi kemerdekaan kepada manusia dalam mewujudkan per-buatan-perbuatannya serta mengatur perjalanan hidupnya?
Oleh karena kebanyakan sikap bangsa Arab yang merasa lemah dan tak berkuasa menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh suasana padang pasir,[2] serta berpegang teguhnya terhadap ayat-ayat al-Qur'an yang dianggap dapat mendukung pendapatnya,[3] maka aliran Jabariyah yang diprakarsai oleh al-Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan berpendapat, bahwa manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat sesuatu, dia tidak mempunyai kesanggupan dan hanya terpaksa dalam semua perbuatannya.[4] Perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia-baik yang terpuji maupun yang tercela-pada hakikatnya bukan pekerjaan manusia sendiri,melainkan hanyalah ciptaan Tuhan yang dilaksanakan-Nya melalui tangan manusia. Dengan demikian maka manusia itu tiadalah mempunyai kodrat untuk berbuat. Sebab itu orang-orang mukmin tidak akan menjadi kafir, lantaran dosa-dosa besar yang dilakukannya, sebab dia melakukannya karena semata-mata terpaksa.[5]
Sementara masyarakat sedang memperbincangkan paham/aliran Jabariyah, muncul pulalah paham/aliran yang lain, yang justru bertentangan dengan aliran tersebut. Paham/aliran baru tersebut adalah aliran Qadariyah.
Salah satu pembicaraan penting dalam teologi Islam adalah ma-salah perbuatan manusia (af'al ai-'ibad). Dalam kajian ini dibicarakan ten-tang kehendak (masyi'ah) dan daya (istitha'ah) manusia. Hal ini karena setiap perbuatan berhajat kepada daya dan kehendak. Persoalannya, apa-kah manusia bebas menentukan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kehendak dan dayanya sendiri, ataukah semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh qadha dan qadhar Tuhan? Dalam sejarah pemikiran Islam, persoalan inilah yang kemudian melahirkan paham Jabariyah dan Qadariyah.[6]
Menurut Ahmad Amin, persoalan ini timbul karena manusia-dari satu segi-melihat dirinya bebas berkehendak, melakukan apa saja yang ia suka, dan ia bertanggung jawab atas perbuatannya itu. Namun, dari segi lain, manusia melihat pula bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu, llmuTuhan meliputi segala sesuatu yang terjadi dan yang akan terjadi. Tuhan juga mengetahui kebaikan dan keburukan yang akan terjadi pada diri manusia. Hal demikian menimbulkan asumsi bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa, kecuali sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah. Maka muncullah persoalan jabar dan ikhtiyar, yakni apakah manusia itu terpaksa atau bebas memilih?
Persoalan apakah manusia terpaksa atau bebas memilih merupakan masalah klasik yang banyak menyita perhatian para pemikir.[7] Jauh sebelum datang Islam, para filosof Yunani telah membicarakannya. Demikian pula pemikir-pemikirSuryaniyang mempelajarifilsafat Yunani. Bahkan pengikut-pengikut Zoroaster dan kaum Kristiani pernah pula membahas persoalan yang serupa. Di kalangan umat Islam, pembicaraan mengenai masalah ini terjadi setelah selesai masa penaklukan.[8]
Tulisan ini secara umum akan membicarakan paham Qodariyah dan Jabariyah. Di sini akan dijelaskan pengertian Qodariyah dan Jabariyah, sejarah timbulnya, Prinsip ajaran masing-masing dan tokoh-tokohnya.
B. Aliran Qodariah
1. Pengertian Qodariyah
Ditinjau dari segi llmu Bahasa, kata Qadariyah berasal dari akar kata[9] Sedang menurut pengertian terminologi, al-Qadariyah adalah : Suatu kaum yang tidak mengakui adanya qadar bagi Tuhan. Mereka menyatakan, bahwa tiap-tiap hamba Tuhan adalah pencipta bagi segala perbuatannya; dia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Golongan yang melawan pendapat mereka ini adalah al-Jabariyah.[10]
Kiranya timbul keraguan bagi ahli sejarah, mengapa aliran ini disebut dengan aliran al-Qadariyah, padahal mereka meniadakan (menafikan) qa-dar Tuhan? Sebagian ahli sejarah mengatakan, penyebutan demikian tidaklah mengapa, sebab banyak juga terjadi menyebutkan sesuatu justru dengan sebutan kebalikannya. Sebagian ahli yang lain mengatakan, bahwa karena mereka meniadakan qadar Tuhan dan menetapkannya pada ma-nusia serta menjadikan segala perbuatan manusia tergantung pada kehen-dak dan kekuasaan manusia sendiri, maka mereka disebut dengan kaum atau aliran al-Qadariyah.[11] Dalam istilah Inggrisnya paham ini dikenal dengan Free Will atau Free Act.[12]
2. Sejarah timbulnya Qodariyah
Sebagaimana tidak jelasnya kapan paham Jabariyah itu mulai dibicarakan dalam teologi Islam, paham Qadariyah pun mengalami hal seperti itu. Muhammad ibn Syu'aib yang memperoleh informasi dari al-Auza'i mengatakan, bahwa mula pertama orang yang memperkenalkan paham Qadariyah dalam kalangan orang Islam adalah "SUSAN". Dia penduduk Irak, beragama Nasrani yang masuk Islam kemudian berbalik Nasrani lagi. Dari orang inilah untuk pertama kalinya Ma'bad ibn Khalif al-Juhani al-Basri dan Ghailan al-Dimasyqi memperoleh paham tersebut.[13]
Dari penjelasan di atas, kiranya dapat dikatakan, bawah lahirnya paham Qadariyah dalam Islam dipengaruhi oleh paham bebas yang berkembang dikalangan pemeluk agama Masehi (Nestoria). Dalam hal ini Max Hortan berpendapat, bahwa teologi Masehi di dunia Timur pertama-tama menetapkan kebebasan manusia dan pertanggungan jawabnya yang penuh dalam segala tindakannya. Karena dalil-dalil mengenai pendapat ini memuaskan golongan bebas Islam (Qadariyah), maka mereka merasa perlu mengambilnya.[14]
Menurut al-Zahabi dalam kitab Mizan al-l'tidal yang dikutip oleh Ahmad Amin, bahwa Ma'bad al-Juhani adalah seorang tabi'in yang dapat dipercaya (baik), tetapi dia telah memberi contoh dengan hal yang tidak terpuji, yaitu mengatakan tentang tidak adanya qadar bagi Tuhan.[15] Dialah penyebar paham Qadariyah di Irak. Suatu kali dia memasuki lapangan politik untuk menentang kekuasaan Bani Umayah dengan cara memihak kepada Abdurrahman ibn Asy'as, Gubernur Sajistan. Hal ini mengakibatkan peris-tiwa yang tragis baginya, sebab ketika dia bertempur dengan al-Hajjaj dia terbunuh. Hal ini terjadi pada tahun sekitar 80 H.[16] Sebagian orang men­gatakan kematiannya disebabkan oleh masalah politik, tetapi banyak juga orang yang mengatakan bahwa kematiannya disebabkan oleh kezindikan-nya (paham Qadariyahnya).[17]
Adapun Ghailan al-Dimasyqi (Abu Marwan Gailan ibn Muslim) adalah penyebar paham Qadariyah di Damaskus. Dia seorang orator, maka tidak heranlah jika banyak orang yang tertarik untuk mengikuti pahamnya.[18] Dalam menyebarkan pahamnya, dia mendapatkan tantangan dari Khalifah al-Adil Umar ibn Abd al-Aziz, Setelah khalifah mangkat dia meneruskan penyebaran pahamnya hingga pada akhirnya dia dihukum bunuh oleh Khalifah Hisyam ibn Abd al-Malik ibn Marwan.[19] Sebelum dilaksanakan hukum bunuh, sempat diadakan perdebatan antara Ghailan dengan al-Auza'i yang dihadiri dan disaksikan oleh Khalifah Hisyam.[20]
Motif timbulnya paham Qadariyah ini, menurut hemat penulis disebab-kan oleh 2 faktor. Pertama, faktor extern yaitu agama Nasrani, dimana jauh sebelumnya mereka telah memperbincangkan tentang qadar Tuhan dalam kalangan mereka. Kedua, faktor intern, yaitu merupakan reaksi terhadap paham Jabariyah dan merupakan upaya protes terhadap tindakan-tindakan penguasa Bani Umayah yang bertindak atas nama Tuhan dan berdalih kepada takdir Tuhan.
Paham Qadariyah yang disebarluaskan oleh dua sekawan ini banyak mendapat tantangan. Selain penganut paham Jabariyah, penguasa yang berwenang ketika itu, juga oleh generasi terakhir dari para sahabat, seperti Abdullah ibn Umar, Jabir ibn Abdullah, Abu Hurairah, ibn Abbas, Anas ibn Malik dkk. Bahkan mereka menghimbau kepada generasi penerusnya, agar tidak mengikuti paham Qadariyah, tidak usah menyembahyangkan jenazah-jenazahnya dan tidak perlu membesuknya jika mereka sakit.[21] Hal demikian dapat dimaklumi, sebab menurut pendapat mereka, berdasarkan hadis/ atsar yang diterimanya, bahwa kaum Qadariyah merupakan majusi umat Islam, dalam art! golongan yang tersesat.
Apakah dengan kematian tokoh-tokohnya dan besarnya gelombang tantangan terhadapnya, kemudian paham Qadariyah ini mati atau terhenti? Memang benar secara organisasi/aliran mereka tidak berwujud lagi, tetapi existensi ajarannya masih tetap berkembang, yaitu dianut oleh kaum Mu'tazilah.[22]
3. Tokoh-tokoh Qodariyah dan Ajarannya
Ghailan al-Dimasyqi berpendapat, bahwa manusia sendirilah yang berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Manusia melakukan perbuatan-perbuatan balk atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pulalah yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.[23]
AI-Nazam salah seorang pemuka Qadariyah mengatakan, bahwa manusia hidup itu mempunyai istitha'ah. Selagi manusia hidup, dia mem-punyai istitha'ah (day a), maka dia berkuasa atas segala perbuatannya.[24] Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, Sebab itu, dia berhak mendapat-kan pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan sebaliknya dia juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya. Di sini nyatalah bahwa nasib manusia tidak ditentukan oleh Tuhan terlebih dahulu dan ditetapkan sejak zaman azali seperti pendapat yang dipegangi oleh paham Jabariyah.[25]
Pembahasan ajaran ini, kiranya lebih luas dikupas oleh kalangan Mu'tazilah; sebab sebagaimana diketahui paham Qadariyah ini juga dijadikan salah satu ajaran Mu'tazilah. Sehingga ada yang menyebut al-Mu'-tazilah itu dengan sebutan al-Qadariyah.
AI-Jubba'i mengatakan, bahwa manusialah yang menetapkan per­buatan-perbuatannya, manusia berbuat baik dan buruk, patuh dan tidak patuh kepada Tuhan atas kehendak dan kemauannya sendiri. Daya untuk mewujudkan kehendak itu telah terdapat dalam diri manusia, sebelum adanya perbuatan.[26] Pendapat yang sama juga diberikan oleh Abd al-Jab-bar,
Untuk memperkuat pendapatnya, Abd al-Jabbar mengemukakan beberapa argumen, baik bersifat rasional maupun nas, Salah satu argumen yang dikemukakan adalah, bahwa perbuatan manusia akan terjadi sesuai dengan kehendaknya. Jika seseorang ingin berbuat sesuatu, perbuatan tersebut terjadi, sebaliknya jika dia tidak ingin berbuat sesuatu, maka tidak -lah terjadi perbuatan itu. Jika sekiranya perbuatan tersebut perbuatan Tuhan, maka perbuatan tersebut tidak akan terjadi, sungguhpun dia meng-inginkannya, dan sebaliknya perbuatan tersebut tetap akan terjadi.sungguh-pun dia sangat tidak menginginkannya.[27]
Di antara ayat yang digunakan untuk memperkuat pendapatnya ada-lah ayat 17 surat al-Sajadah yang berbunyi sebagai berikut:
Abd. al-Jabbar menyatakan, sekiranya perbuatan manusia perbuatan Tuhan, maka ayat ini tidak ada artinya, sebab ini berarti bahwa Tuhan memberi pahala atas dasar perbuatan seseorang yang pada hakikatnya perbuatan Tuhan sendiri. Oleh karena itu, agar ayat ini tidak membawa kepada kebohongan, maka perbuatan tersebut harus dipastikan sebagai perbuatan manusia dalam arti yang sebenarnya, bukan dalam arti majazi.
Selain ayat tersebut, masih banyak ayat yang digunakan oleh kaum Qadariyah (Mu'tazilah) untuk memperkuat argumennya. Sebagian ayat-ayat al-Qur'an tersebut adalah sebagai berikut:
Artinya: Tiap-tiap jiwa terikat dengan apa yang telah diperbuatnya.(Q.S.AL-Mudassir:38)
Artinya: Sesungguhnya ini adalah peringatan, maka siapa yang ingin, tentu ia mengambil jalan kepada Tuhannya.(Q.S AL-MUZAMMIL:19)
Artinya: Dan barangsiapa melakukan suatu dosa, maka sesungguhnya ia melakukannya untuk merugikan dirinya sendiri.(Q.S an-Nisa:111)
Ajaran al-Qadariyah dan berbagai argumen yang telah dipaparkan yang baru lalu memberi kesan, bahwa manusia dalam mewujudkan segala perbuatannya bebas sebebas-bebasnya. Apakah benar demikian? kiranya tidak. Sebab pada kenyataannya kebebasan dan kekuasaan manusia itu dibatasi oleh hal-hal yang tak dapat dikuasai oleh manusia sendiri.
Sesungguhnya dalam paham Qadariyah atau Mu'tazilah, manusia bebas dalam berkehendak dan berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, kebebasan manusia tidaklah mutlak. Kebebasan dan kekuasaan manusia sendiri, umpama saja manusia datang ke dunia ini bukanlah atas kemauan dan kekuasaannya. Seorang dengan tak disadari dan diketahuinya telah mendapatkan dirinya berada di bumi ini. Demikian pula menjauhi maut, tiap orang pada dasarnya ingin terus hidup dan tidak ingin mati. Tetapi bagaimanapun, sekarang atau besok maut datang juga.
Kebebasan dan kekuasaan manusia, sebenarnya dibatasi oleh hukum alam. Pertama-tama manusia tersusun dari materi. Materi adalah terbatas, dan mau tak mau manusia sesuai dengan unsur materinya, bersifat terbatas. Manusia hidup dengan diliputi oleh hukum-hukum alam yang diciptakan Tuhan. Hukum alam ini tak dapat dirubah oleh manusia. Manusia harus tunduk kepada hukum alam itu. Api, nalurinya adalah membakar. Manusia tak dapat merubah naluri ini. Yang dapat dibuat manusia adalah membuat atau menyusun sesuatu yang tak dapat dimakan api
Kebebasan dan kekuasaan manusia, sebenarnya terbatas dan terikat pada hukum alam. Kebebasan manusia sebenarnya, hanyalah me-milih hukum alam mana yang akan ditempuh dan diturutinya. Hal ini perlu ditegaskan, karena paham Qadariyah bisa disalah artikan meng-andung paham, bahwa manusia bebas sebebas-bebasnya dan dapat melawan kehendak dan kekuasaan Tuhan. Hukum alam pada haki-katnya merupakan kehendak dan kekuasaan Tuhan, yang tak dapat dilawan dan ditentang manusia.[28]
C. Aliran Jabariah
1. Pengertian Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata yabara, berarti memaksa atau terpaksa. Menurut al-Syahrastani, al-jabr berarti meniadakan perbuatan manusia da-lam arti yang sesungguhnya (nafy al-fi'l 'an al'abd haqiqah) dan menyan-darkan perbuatan itu kepada Tuhan.[29] Menurut paham ini, manusia tidak kuasa atas sesuatu. Karena itu, manusia tidak dapat diberi sifat "mampu" (istitha'ah). Manusia sebagai dikatakan Jahm ibn Shafwan, terpaksa atas perbuatan-perbuatannya, tanpa ada kuasa (qudrah), kehendak, (iradah), dan pilihan bebas (al-ikhtiyar). Tuhanlah yang menciptakan perbuatan ma­nusia, sebagaimana perbuatan Tuhan atas benda-benda mati. Oleh karena itu, perbuatan yang disandarkan kepada manusia harus dipahami secara majazy, seperti halnya perbuatan yang disandarkan pada benda-benda. Misalnya ungkapan, "Pohon berbuah, air mengalir, dan batu bergerak.[30]
Jadi nama Jabariah diambil dari kata jabara yang mengandung arti terpaksa. Memang dalam aliran ini, sebagai dijelaskan Harun Nasution, terdapat paham bahwa manusia mengerjakan perbuatan nya dalam keadaan terpaksa. Dalam istilah Inggris, paham ini disebut fatalisme atau predistina-tion. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan sejak semula oleh qada dan qadarTuhan.[31]
Al-Syahrastani membagi Jabariyah ke dalam dua kelompok yaitu Jabariyah ekstrim (al-khalisah) dan Jabariyah moderat (al-Mutawassitah). Jabariyah ekstrim tidak menetapkan perbuatan kepada manusia sama sekali, tidak pula kekuasaan atau daya untuk menimbulkan perbuatan. Sementara Jabariyah moderat mengakui andil manusia atas perbuatannya.[32]
Orang-orang yang tidak mengakui kebebasan manusia inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan "Kaum Jabariyah". Para penulis Mu'-tazilah memasukkan aliran Ahlal-Sunah dan Asy'ariyah ke dalam kelompok Jabariyah. Akan tetapi, para penulis dari pihak Asy'ariyah, termasuk al-Syahrastani, menolak pengelompokan itu.[33] Bagi al-Syahrastani, orang yang menetapkan kasb pada manusia tidak dapat disebut Jabariyah. Anehnya, al-Syahrastani sendiri memasukkan kelompok al-Najjariyah dan al-Dirariyah ke dalam aliran Jabariyah. Padahal, aI-Najjar maupun al-Dirar termasuk orang yang memajukan teori kasb itu.
2. Sejarah timbulnya Jabariyah
Pola pikir Jabariyah kelihatannya sudah dikenal bangsa Arab sebelum Islam. Keadaan mereka yang bersahaja dengan lingkungan alam yang gersang dan tandus, menyebabkan mereka tidak dapat melakukan perubahan-perubahan sesuai dengan kemauan mereka. Akibatnya, mereka lebih bergantung pada kehendak alam. Keadaan ini membawa mereka pada sikap pasrah dan fatalistik.[34]
Pada masa Nabi, benih-benih paham Jabariyah itu sudah ada. Perdebatan di antara para sahabat di seputar masalah qadar Tuhan merupakan salah satu indikatornya. Rasulullah saw. menyuruh umat Islam beriman kepada takdir, tetapi beliau melarang mereka membicarakannya secara mendalam. Pada masa sahabat (Khulafa at-Rasyidin) kelihatannya sudah ada orang yang berpikir Jabariyah. Diceritakan bahwa Umar ibn al-Khatab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika diintrogasi, pencuri itu berkata, "Tuhan telah menentukan aku mencuri." Umar menghukum pencuri itu dan mencambuknya berkali-kali. Ketika keputusan itu ditanyakan kepada Umar, ia menjawab: "Hukum potong tangan untuk kesalahannya mencuri, sedang cambuk (jilid) untuk kesalahannya menyandarkan perbuatan dosa kepada Tuhan.[35]
Sebagian sahabat memandang iman kepada takdir dapat menia-dakan rasatakut dan waspada. Ketika Umar menolak masuk suatu kotayang di dalamnyaterdapat wabah penyakit, mereka berkata, "Apakah Anda mau lari dari takdir Tuhan?" Umar menjawab: "Aku lari dari takdir Tuhan ke takdir Tuhan yang lain." Perkataan Umar ini menunjukkan bahwa takdir Tuhan melingkupi manusia dalam segala keadaan. Akan tetapi, manusia tidak boleh mengabaikan sebab-sebabterjadinyasesuatu, karena setiap sesuatu yang memiliki sebab berada di bawah kekuasaan manusia (maqdurah)[36]
Pada masa pemerintahan Bani Umayah, pandangan tentang jabar semakin mencuat kepermukaan. Abdullah ibn Abbas dengan suratnya,memberi reaksi keras kepada penduduk Siria yang diduga berpaham Jabariyah. Hal yang sama dilakukan pula oleh Hasan Basri kepada penduduk Basrah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pada waktu itu sudah mulai banyak orang yang berpaham Jabariyah.[37]
Dari bukti-bukti di atas dapat dikatakan bahwa cikal-bakal paham Jabariyah sudah muncul sejak awal periode Islam. Namun, Jabariyah sebagai suatu pola pikir (mazhab) yang dianut, dipelajari, dan dikembangkan terjadi pada akhir pemerintahan Bani Umayah.[38] Paham ini ditimbulkan buat pertama kalinya oleh Ja'ad ibn Dirham. Akan tetapi yang menyebarkannya adalah Jahm ibn Shafwan. Ja'ad sendiri menerima paham ini dari orang Yahudi di Siria. Pendapat lain menyatakan bahwa Ja'ad menerimanya dari Aban ibn Syam'an, dan yang terakhir ini menerimanya dari Thalut ibn Ashamal-Yahudi.Dengan demikian, paham Jabariyah berasal dari pemikiran asing, Yahudi maupun Persia. Sungguh-pun demikian, di dalam al-Qu'ran sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat dibawa pada paham Jabariyah. Misalnya, ayat-ayat berikut ini:
Artinya: Mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya Allah tidak menghendaki. (QS. al-An'am: 112).
Artinya: Bukanlah engkau yang melontar ketika engkau melontar (musuh), tetapi Allahlah yang melontar (mereka). (QS. al-Anfal: 17),
Artinya: Kamu tidak menghendaki, kecuali Allah menghendaki. (Q.S. al-lnsan: 30).
Ayat-ayat ini jelas dapat dibawa pada alam pikiran Jabariyah. Mungkin inilah sebabnya, mengapa hingga kini pola pikir Jabariyah itu masih tetap terdapat di kalangan umat Islam sungguhpun para penganjurnya yang pemula telah lama tiada.
3. Tokoh-tokoh dan Ajaran Jabariyah
Sebagai telah dijelaskan sebelumnya, di antara tokoh penting aliran Jabariyah adalah Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan. Keduanya termasuk pemuka Jabariyah ekstrim. Tokoh lainnya adalah Husain dan Dirar. Kedua tokoh yang terakhir ini termasuk pemuka Jabariyah moderat. Berikut ini akan dijelaskan tokoh-tokoh tersebut serta ajaran masing-masing secara lebih terinci.
a. Ja'ad ibn Dirham
Sebagai telah disebutkan, Ja'ad adalah orang pertama yang mengenalkan paham Jabariyah di kalangan umat Islam, la seorang bekas budak (mawla) Bani Hakam. Ia tinggal di Damsyik sampai muncul pendapatnya tentang al-Qur'an sebagai makhluk. Karena pendapatnya ini, ia dibenci oleh Bani Umayah. Sejak itu, ia pergi ke Kufah. Di tempat ini ia bertemu dengan Jahm ibn Shafwan yang kemudian mengambil pendapat-pendapat-nya dan menjadi pengikutnya yang setia.[39]
Sewaktu di Damsyik, Ja'ad menjadi guru Marwan ibn Muhammad, salah seorang Khalifah Bani Umayah, sehingga Marwan mendapat julukan "al-Ja'dy". Namun, pada akhir hayatnya, Marwan tidak menyukai Ja'ad. la bahkan menyuruh Khalid al-Qasari untuk membunuhnya. Khalid menghukum bunuh Ja'ad pada Hari Raya led al-Adhha. Namun, kematian Ja'ad bukan semata-mata karena pendapat-pendapatnya yang dianggap bid'ah itu, melainkan karena persoalan politik. la pernah memberontak kepada Hakam al-Amawi.[40]
Pendapat yang dimajukan Ja'ad meliputi masalah kalam Tuhan, sifat-sifat Tuhan, dan masalah takdir. Menurut Ja'ad, al-Qur'an adalah makhluk, la merupakan orang pertama yang memajukan pendapat itu di Damsyik. la juga berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat. Artinya, Tuhan tidak dapat diberikan sifat-sifat yang dapat disandarkan kepada makhluk, seperti sifat kalam atau lawannya (bisu). Sebab, kedua sifat ini dapat disandang oleh manusia. Dalam hal takdir atau perbuatan manusia, Ja'ad berpendapat bahwa segala perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Tuhan. Manusia terpaksa atas perbuatan-perbuatannya.[41] Semua pendapat ini diambil oleh Jahm ibn Shafwan. Jahm lah yang mengembangkan lebih lanjut dan menyiarkannya secara lebih luas.
b. Jahm ibn Shafwan
Sebagai Ja'ad, Jahm termasuk muslim non Arab (mawali). la berasal dari Khurasan. Mula-mula ia tinggal di Tirmidz, lalu di Balkh. Namanya terkadang dinisbatkan ke Samarkand, terkadang pula ke Tirmidz. la dikenal ahli pidato dan pandai berdialog. la pernah terlibat perbedaan dengan Muqatil. Muqatil termasuk orang yang mengakui sifat-sifat Tuhan, sedang Jahm tidak. Keduanya terlibat perbedaan sengit. Hal ini dapat dilihat dari komentar Abu Hanifah berikut ini:[42]
Jahm sangat berlebihan dalam meniadakan tasybih sehingga ia menyatakan Tuhan bukan apa-apa Sementara lawannya, Muqatil, berlebih-lebihan pula dalam menetapkan sifat-sifat Tuhan sehingga ia menyerupakan Tuhan dengan makhluk.
Jahm juga menjabat sebagai sekretaris Harits ibn Syuraih di Khu­rasan, ia turut serta dalam gerakan melawan Bani Umayah. Bahkan Jahm menjadi "tangan kanan" Harits dalam melakukan propaganda baik dengan lisan maupun tulisan.[43] Dalam pemberontakan ini, Jahm tertangkap dan kemudian dihukum bunuh oleh Salam al-Mazani. Sebelum dibunuh, Jahm meminta maaf kepada Salam, tetapi yang terakhir ini menolaknya seraya berkata, "Demi Tuhan sekiranya engkau ada dalam perutku, niscaya aku membedahnya agar aku dapat membunuhmu. Demi Tuhan, tak ada pemberontak dari Yamamah yang lebih berbahaya dari dirimu.[44] Dengan begitu, kematian Jahm berlatar belakang persoalan politik, bukan karena ajaran yang dibawanya.[45]
Menurut Jahm, manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa-apa. la tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak, dan tidak mempunyai pilihan bebas. Manusia dalam perbuatan-perbuatannya dipaksa dengan tidak ada kekuasaan dan kemauan baginya. Pandangan ini ter­masuk dalam pola pikir Jabariyah ekstrim. Selain masalah keterpaksaan manusia ini, Jahm juga memajukan pendapat-pendapatnya dalam masalah konsep iman, sifat-sifat Tuhan, surga dan neraka, dan masalah melihat Tuhan di akhirat.
Menurut Jahm, iman adalah mengetahui Allah dan Rasul-Nya dan segala sesuatu yang diterimanya dari Tuhan. Pengakuan dengan lisan, tunduk dengan hati, dan mengerjakan dengan anggota badan bukan bagian dari iman. Sebaliknya, kufur adalah tidak mengetahui Tuhan. Dalam pan-dangan Jahm, bila seseorang sudah mengenal Allah (ma'rifah), lalu ingkar dengan lidahnya, tidaklah menyebabkan ia menjadi kafir, Iman tidak ber-kurang dan bertambah. Dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara orang-orang yang beriman. Iman dan kufur bertempat dalam hati bukan pada anggota badan lainnya.[46]
Jahm juga berpendapat bahwa Tuhan tidak memiliki sifat. Sebagai mana Ja'ad, Jahm juga berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat disifati dengan sifat-sifat makhluk. Sebab, hal ini dapat menimbulkan keserupaan Tuhan dengan makhluk (tasybih). la meniadakan sifat hayat dan ilmu Tuhan, tetapi ia mengakui bahwa Tuhan Mahakuasa, Pelaku, dan Pencipta. Sifat-sifat yang terakhir ini diterima Jahm karena menurut pendapatnya, tidak ada makhluk yang memiliki sifat-sifat seperti itu.[47] Selain sifat-sifat di atas, Jahm, menurut al-Bagdadi, juga mengakui bahwa Tuhan adalah Pemberi wujud (al-mujid), Memberi hidup (al-muhyi), dan Mematikan (al-mumit).[48] Konsisten dengan pendapatnya tentang nafy al-shifat, Jahm berusaha menakwilkan ayat-ayat al-Qur'an yang memberi pengertian adanya sifat-sifat Tuhan. Jahm cenderung pada penyucian Tuhan dari sifat-sifat makhluk (tanzih).[49]
Jahm juga berpendapat bahwa surga dan neraka tidak kekal. Bagi Jahm tidak ada sesuatu yang kekal selain Allah. Kata khulud dalam al-Qur'an tidak berarti kekal abadi (al-baqa al-mutlak), tetapi berarti lama sekali (thul al-muks). Dengan demikian, penghuni surga dan penghuni neraka tidak pula kekal. Keadaan mereka di surga maupun di neraka akan terputus karena tidak ada gerak yang tidak berakhir. Jahm memperkuat pendapatnya dengan ayat:
Artinya: Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki. (QS. Hud: 107).
Menuruf Jahm, kekekalan yang tersebut dalam ayat ini mengandung persyaratan dan pengecualian. Kekal dan keabadian yang sesungguhnya tidak boleh ada persyaratan dan pengecualian di dalamnya.[50]
Sebagai terlihat di atas, pendapat Jahm tentang konsep iman serupa dengan paham Murji'ah. Memang Jahm yang terdapat dalam aliran Jabariah ini sama dengan Jahm yang mendirikan golongan Jahmiyah dalam kalangan Murji'ah.[51] Dalam masalah nafy al-sifah, al-Qur'an makhluk, dan Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat, pendapat Jahm sama dengan pendapat kaum Mu'tazilah. Atau lebih tepatnya pendapat Mu'tazilah sama dengan pendapat Jahm.[52] Karena itu, tidak heran bila golongan Mu'tazilah terkadang mendapat julukan "Jahmiyah" (pengikut Jahm). Sebagai contoh, Imam Bukhari dan Ahmad ibn Hanbal pernah menulis buku sebagai kritik terhadap kaum Jahmiyah, tetapi yang mereka maksud dengan Jahmiyah di sini adalah golongan Mu'tazilah. Abu al-Hasan al-Asy'ari sendiri dalam buku Al-Ibanah 'an Ushul al-Diyanah, mengkritik Mu'tazilah dengan nama al-Jah-miyah.[53] Namun, kaum Mu'tazilah sendiri tidak menerirna sebutan itu. Bisyr ibn Muktamir, salah seorang pemuka Mu'tazilah menolak keras penamaan itu.[54]
Jahm sendiri dengan berbagai pendapatnya menyandang serangan dari berbagai pihak. Kaum Mu'tazilah mengafirkan Jahm karena ia me-niadakan kemampuan (daya) manusia. Sedang Ahl al-Sunah, mengafirkan Jahm karena ia meniadakan sifat-sifat Tuhan, menganggap al-Qur'an makh­luk, dan menganggap Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat.[55]
Sungguhpun demikian, sepeninggal Jahm, para pengikutnya tetap bertahan hingga abad ke11H.didaerah Tirmidz dan sekitarnya.Selanjutnya mereka menganut paham Asy'ariyah.[56]
c. Husain al-Najjar
Husain al-Najjar merupakan salah seorang tokoh Jabariah moderat. Pengikut-pengikutnya dikenal dengan sebutan "Al-Najjariyah". Menurut Hu­sain, Tuhan berkehendak dan mengetahui karena diri-Nya sendiri. la menghendaki kebaikan dan keburukan, manfaat dan madarat. Yang dimaksud berkehendak di sini ialah bahwa Tuhan tidak terpaksa atau dipaksa.[57] Husain juga berpendapat bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil bagian dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu, suatu bagian yang efektif dan bukan bagian yang tidak efektif.. Inilah yang dinamakan kasb dalam teori al-Asy'ari.[58] Dari sini terlihat bahwa manusia dalam pandangan Husain tidak lagi seperti wayang yang geraknya bergantung pada gerak dalang. Sebab, tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Dalam masalah ru'yah, Husain berpendapat bahwa Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi,Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma'rifah) pada mata sehingga dengannya manusia dapat melihat Tuhan.[59]
d. Dirar ibn 'Amr
Dirar juga salah seorang pemuka Jabariyah moderat. Sebagai Hu­sain, ia berpendapat bahwa manusia punya andil dalam mewujudkan per­buatan-perbuatannya. Dalam pandangan Dirar satu perbuatan dapat timbul dari dua pelaku, yaitu Tuhan dan manusia. Tuhan menciptakan perbuatan, dan manusia memperolehnya. Tuhan adalah Pencipta hakiki dari perbuatan manusia. Dalam pada itu, manusia juga pelaku hakiki dari perbuatannya. Daya manusia menurut Dirar diberikan Tuhan sebelum dan bersamaan dengan perbuatan [60]
Berbeda dengan Husain, Dirar berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat, tetapi bukan dengan mata kepala seperti dalam paham Asy'ariyah, melainkan dengan apa yang ia sebut sebagai "indera keenam" (al-Hassah al-Sadisah). la juga berpendapat bahwa argumen (hujjah) yang dapat diterima setelah wafat Nabi hanyalah konsensus (al-ijm'). Hadis ahad (tidak mufawatir) tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum-hukum agama. [61]
D. Evaluasi dan kompromi Aliran Kalam
Jika paham Qadariyah dan Jabariyah kita hadapkan satu sama lain secara diametral, akan kita jumpai dua paham yang saling bertentangan. Anehnya, masing-masing mendapat dukungan ayat-ayatAl-Qur'an yang kita yakini memiliki nilai kebenaran mutlak. Dari fakta ini permasalahan yang segera muncul adalah jika kedua paham itu dinilai benar karena memperoleh dukungan Al-Qur'an berarti ada pengakuan tentang per-tentangan di dalam Al-Qur'an. Padahal Al-Qur'an sendiri telah memus-tahilkan adanya pertentangan-pertentangan di dalamnya, sebagaimana ditegaskan Allah dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa' Ayat 82:
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an? Jika sekiranya Al-Qur'an bukan dari sisi Allah tentulah mereka mendapatkan perten­tangan-pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS An-Nisa': 82)
Bertolak dari ayat ini, ayat-ayat qadar yang sepintas lalu bertentangan dengan ayat-ayat Jabr harus dicarikan jalan keluamya agar mendapatkan titik temu.
1. Ayat-ayat Qadar dalam konteks tanggung jawab
Ayat-ayat Qadar yang menggambarkan adanya kekuasaan dan kebebasan berbuat bagi manusia harus dipahami bahwa manusia memang dianugerahi kemampuan dan kebebasan untuk menentukan jalan hidup yang baik atau buruk dengan maksud agar manusia dapat dimintai tanggung jawab atas pilihannya. Sebab, berbeda dengan makhluk lain yang secara otomatis menaati perintah Allah SWT, yaitu bertingkah laku sesuai dengan hukum-hukum yang telah ditentukan kepadanya(sunnah Allah), manusia adalah satu-satunya kekecualian di dalam hukum universal ini karena di antara semuanya manusialah satu-satunya ciptaan Allah SWT yang memiliki kebebasan untuk me­naati atau mengingkari perintah-Nya. Kenyataan ini merupakan ke-istimewaan sekaligus risiko bagi manusia.
Dengan demikian, dalam batas-batas kadar dan potensi atau ukuran kemandirian dan kedaulatan yang telah ditetapkan Allah SWT, manusia berkuasa dan berdaulat atas tingkah laku, perbuatan, kecen-derungan hati, dan pilihannya.
2. Ayat-ayat Jabr dipahami dalam konteks moralitas
Agar ayat-ayat Jabr yang menggambarkan ketidakberdayaan ma­nusia tidak menimbulkan pertentangan dengan ayat-ayat qadar yang mencerminkan manusia sebagai makhluk yang harus bertanggung jawab atas segala perilaku dan perbuatannya, hal ini harus dipahami dalam konteks moralitas. Maksudnya, walaupun mempunyai keman­dirian dan kedaulatan sebatas yang diberikan Allah SWT, manusia harus menyadari bahwa dirinya senantiasa terkait dengan qada' dan qadar Allah SWT. Oleh karena itu, manusia tidak boleh berputus asa terhadap sesuatu yang luput dan lepas dari keinginannya, tetapi juga tidak boleh terialu gembira terhadap segala sesuatu yang dapat dicapai sehingga menimbulkan sikap congkak, sombong, dan lupa daratan, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. Al-Qur'an sendiri telah mengajarkan bahwa musibah yang terjadi di bumi dan menimpa jiwa atau diri manusia pada hakikatnya telah menjadi ketetapan Allah di Lauh al-Mahfu.
Artinya : Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bwni (tidak pula) pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh al-Mahfu^) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kamijelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu dan supaya kamu jangan terlalu gembira (yang melampaui batas dan menyebabkan kesombongan) terhadap apa yang diberikannya ke-padamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS :Al-Hadid: 22-23)
Dengan kata lain, ajaran qada' dan qadar atau takdir yang dite-kankan kaum Jabariyah yang tercermin dalam ayat-ayat Jabr hams dapat mendidik manusia agar berakhlak karimah kepada Allah SWT, yaitu mau bersyukur pada nikmat Allah SWT ketika usahanya ber-hasil serta tidak berputus asa dan bersabar terhadap ketentuan ketika usahanya tidak berhasil sebab dia meyakini bahwa ketentuan itulah yang terbaik bagi dirinya dan merupakan pilihan dari Allah SWT.
Jelasnya, ajaran takdir mendidik manusia agar dalam menempuh hi dupnya jangan sampai melepaskan diri dari hubungannya dengan takdir Allah SWT sehingga ia selalu merasa ada ketergantungan dengan Allah SWT dan senantiasa memerlukan bimbingan dan pertolongan-Nya. Jika sikap mental demikian telah terbentuk, doa selalu dipanjatkan kepada Allah SWT, syukur selalu disampaikan kepada-Nya dan sifat tawadu', sabar, tawakal, dan ridd akan menghiasi jiwanyajika mengalami kegagalan terhadap sesuatu yang diinginkan.
Dengan menempuh jalan pemahaman ayat-ayat qadar dalam konteks tanggungjawab dan ayat-ayat Jabr dalam konteks moralitas, kedua macam pandangan tersebut dapat dicari titik temunya sekaligus dapat terhindar dari pemahaman kontradiktif karena secara teologis hal tersebut mustahil.
3. Ayat-ayat Jabr dipahami secara kontekstual dan integral
Seperti dikemukakan di atas, untuk mengokohkan pandangannya kaum Jabariyah menggunakan ayat-ayat Jabr yang secara umum memberi kesan tentang kekuasaan mutlak Tuhan dan ketidakber-dayaan manusia untuk berbuat sesuatu. Untuk menghindari kesan yang demikian, ayat-ayat tersebut harus dipahami sesuai dengan konteksnya dengan cara dikelompokkan, kemudian ditarik pema­haman integral atau utuh. Pengelompokan tersebut antara lain sebagai berikut.
a. Ayat-ayat ampunan dan siksaan
Artinya: ... maka (Dia) mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa saja yang Dia kehendaki karena Allah kuasa berbuat apa saja. (QS. Al-Baqarah: 284)
Artinya: ... Dia mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki dan menyiksa yang Dia kehendaki... (QS. Al-Maidah : 18)
Artinya: Kepunyaan Allah apa saja yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, Dia mengampuni yang Dia kehendaki dan menyiksa yang Dia kehendaki. (QS. Ali 'Imran: 129)
b. Ayat-ayat tentang bimbingan
Artinya: ... Allah menyesatkan siapa yang Did kehendaki dan membuat siapa yang Dia kehendaki berjalan dijalan yang lurus. (QS. Al-An'am: 39)
Artinya: ... katakanlah, " Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan membimbing siapa yang bertaubat kepada-Nya." (QS Ar-Ra'd: 27)
Artinya: ... maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan mem­bimbing siapa yang Dia kehendaki... (QS. Ibrahim: 4)
Artinya: Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepada-nya bimbingan, niscaya Dia melapangkan dadanya menerima Islam. Dan barangsiapa yang dikehenduki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia mendaki ke langit... (QS. Al-An'am: 125)
Ayat-ayat di atas mempunyai konteks dengan kekuasaan dan kemandirian Allah SWT yang mutlak sehingga manusia harus sadar dan tahu bahwa siapa saja tidak boleh sembarangan dalam membawakan dirinya untuk mengarungi hidup dan kehidupan. Allah SWT sungguh Mahakuasa atas segala sesuatu.
Pertanyaan yang segera muncul adalah siapakah yang dikehendaki Allah untuk diberi ampunan atau siksaan, dan bimbingan (hidayah) atau kesesatan.
c. Ayat-ayat bagi yang menghendaki ampunan
Artinya: Hai orang-orang yang beriman jika kamii bertakwa kepada A llah, Dia akan memberimu pemisah yang benar dari yang salah dan menghapuskan segala kesalahan dan mengampuni [dosa-dosamu). (QS. Al-Anfal: 29)
Artinya: Hal orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan berinianlah kepada Rasul-Nya, Dia akan memberimu dua bagian (yaitu) rahmat-Nya dan cahaya yang dapat kamu pergunakan dalam perjalanan dan mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hadid: 28)
Artinya: Barangsiapa melakukan kejahatan atau menganiaya din sendiri dan kamu memohon ampun kepada Allah, orang itu akan men-dapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QSAn-Nisa': 110)
Artinya: Katakanlah kepada orang kafir jika mereka menghentikan kekafirannya, akan diampuni (dosanya) yang telah lampau.... (QS Al-Anfal: 38)
Ayat-ayat di atas secara kontekstual menunjukkan bahwa mereka yang dikehendaki diampuni dosa-dosanya adalah orang yang bertakwa, beriman, mau memohon ampun, dan tidak kafir. Sasarannya sangat jelas dan tidak serampangan.
d. Ayat-ayat bagi yang menghendaki siksaan atau azab
Artinya: Allah akan menyiksa orang-orang munafik laki-laki danperem-puan, musyrik laki-laki dan perempuan, orang yang berburuk sangka kepada Allah. Mereka akan ditimpa bencana dan Allah murka kepada mereka, Allah melaknat mereka dan Allah siapkan Jahanam untuk mereka, dan itulah sejahat-jahat tempat kembali. (QS. Al-Fath: 6)
Artinya: Kecuali orang yang berpaling dan mengingkari (Allah), Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang mengerikan. (QS. Al-Gasyiyah: 23-24)
Artinya: ... adapun orang yang enggan (iman dan beramal saleh) dan ta-kabur, Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat me-nyakitkan dan tidak akan pernah memperoleh pelindung selain Allah. (QSAn-Nisd': 173)
Artinya: ... orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, tetapi siapayang berpaling (dari Allah), Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang amat pedih. (QS. Al-Fath: 17)
Artinya: Adapun orang-orang yang kafir, Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang berat di dunia maupun di akhirat dan mereka tidak mempunyai penolong. (QS. Ali 'Imran: 56)
Ayat-ayat di atas jelas sekali menunjukkan bahwa orang-orang yang dikehendaki disiksa atau diazab adalah orang munafik, musyrik, berburuk sangka kepada Allah, dan mengingkari-nyaJuga orang yang enggan beriman, takabur, dan kafir. Dengan demikian, aturannya begitu jelas dan tidak sembarangan. Artinya, berdasar firman Allah bahwa menyiksa atau menyesatkan orang yang beriman dan beramal saleh sangat mustahil bagi Allah karena bertentangan dengan sifat rahman, rahim, dan adil-Nya.
e. Ayat-ayat bagi yang hendak Allah sesatkan
Artinya: ... Allah tidak akan menyesatkan kecuali orang yangfasik. (QS. Al-Baqarah: 26)
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, Allah tidak akan membimbingnya dan bagi mereka siksa yang menyakitkan. (QS. An-Nahl: 104)
Artinya: ... Allah tidak akan membimbing orang yang zaiim. (QS. Al-Baqarah: 258
Artinya: ...sungguh Allah tidak akan pernah membimbing pendusta dan kafir. (QS. Az-Zumar: 3)
Ayat-ayat di atas memberikan penegasan bahwa Allah tidak akan berkenan memberikan bimbingan atau akan menyesatkan orang yang fasik, tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, zalim, pendusta, kafir, dan para pendosa di berbagai bidang.
Tentang faktor-faktor yang menyesatkan manusia, Allah menyatakan dalam berbagai ayat Al-Qur'an.
Artinya: ... dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.... (QS. Sad: 26)
Artinya: ... ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang jelas-jelas menyesatkan. (QS. Al-Qasas: 15)
Dari kedua contoh di atas, menjadi jelas bahwa yang menye­satkan manusia adalah hawa nafsu dan setan, bukan Allah sebagai-mana yang dipahami kaum Jabari.
f. Ayat-ayat bagi yang hendak dibimbing Allah
Artinya: ... dan Allah akan membimbing orang yang bertaubat kepada-Nya.(QS. Ar-Ra'd:27)
Artinya: Allah membimbing dengannya (Al-Qur'an) orang yang mengikuti keridaan-Nya lewatjalan damai dan mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya terang-benderung serta membimbing mereka kejalanyang lurus. (QS. Al-Maidah: 16)
Ayat-ayat di atas menginformasikan kepada kita bahwa orang yang beriman, bertaubat, yang mengikuti keridaan Allah, dan sifat terpuji lainnya itulah yang akan memperoleh bimbingan atau hidayah dari Allah. Menjadi jelas bahwaAllah berkuasa secara mutlak dan tidak ada kekuatan apa pun yang dapat menghalangi untuk menye-satkan atau membimbing orang-orang yang Dia kehendaki, tetapi ada klasifikasi tertentu yang ditetapkan Allah sendiri untuk menjadi petunjuk bagi manusia, siapakah yang akan disesatkan Allah dan siapa pula yang akan memperoleh bimbingan Allah. Dengan demikian, Allah tidak akan menggunakan kekuasaan mutlak-Nya secara semena-mena sebagaimana firman-Nya:
Artinya: Sungguh Allah tidak menganiaya manusia sedikit pun, tetapi ma-nusialah yang menganiaya dirinya sendiri. (QS Yunus: 44)
Artinya: Sungguh Allah tidak pemah menganiaya (siapa-siapa) sekecil zarrah pun, bahkan jika ada kebaikan (dilakukan orang) Dia melipat-gandakannya dan didatangkan dari hadirat-Nya pahala yang besar. (QS An-Nisa': 40)
Dari uraian di atas, jelas bahwa tidak ada kontradiksi sedikit pun antara ayat-ayat qadar dan ayat-ayat jabr, sepanjang ayat-ayat tersebut kita pahami secara konstektual dan integral bukan secara parsial atau sepotong-potong.
E. Penutup
Dari pembahasan makalah ini dapat disimpulkan, bahwa al-Qadariyah adalah salah satu paham yang menyatakan bahwa manusia dalam menentukan perbuatannya, memiliki kebebasan kekuasaan. Perbuatannya tersebut diwujudkan atas kehendak dan dayanya sendiri. Oleh karena itu pantaslah kiranya, jika orang mendapat pahala atau siksa. Namun demikian, manusia tidak bebas sebebas-bebasnya dalam menentukan perbuatan-per-buatannya, Sebab justru mereka dibatasi oleh adanya hukum alam (sunatullah), dan tak dapat disangkal lagi bahwa hukum alam itu adalah kehendak dan kekuasaan Tuhan,
Paham Qadariyah ini mulai pertama dicetuskan oleh Ma'bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi. Paham ini digelarkan sebagai sanggahan ter-hadap paham Jabariyah yang dibina oleh Ja'ad ibh Dirham dan Jahm ibn Shafwan.
Paham Jabariyah memandang manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak berdaya. Manusia tidak sanggup mewujudkan perbuatan-perbuatannya sesuai dengan kehendak dan pilihan bebasnya. Pendeknya, perbuatan-perbuatan itu hanyalah dipaksakan Tuhan kepada manusia. Pa-ham Jabariyah terpecah ke dalam dua kelompok, ekstrim dan moderat. Ja'ad ibn Dirham dan Jahm ibn Shafwan mewakili kelompok eksirim. Sedang Husain al-Najjar dan Dirar ibn 'Amr mewakii kelompok moderat. Dalam perkembangannya, paham Jabariyah dengan kedua cabangnya berinte-grasi dengan paham Asy'ariyah.
Betapapun hebatnya perbandingan antara aliran (paham) Jabariyah dengan Qadariyah, menurut hemat penulis mereka masih dalam bingkai keluarga besar Islam. Tepatnya dalam hal ini Prof. Dr. Harun Nasution menyatakan sebagai berikut: "Kedua corak teologi ini liberal dan tradisional, tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam. Dengan demikian orang yang memilih aliran-aliran itu sebagai teologi yang dianutnya, tidaklah pula menyebabkan ia menjadi keluar dari Islam, dan ayat-ayat yang dipergunakan sebagai argumennya merupakan ayat-ayat mutasyabihat.
DAFTAR PUSTAKA
A Salabi, Sejarah dan kebudayaan Islam II, (penerjemah ; Muktar Yahya), Jakarta : Pustaka AI-Husna, 1983
Ahmad Hanafi, Pengantar Teologi Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1974
Abdul Qahir bin Tahir bin Muhammad al-Bagdadi, Al-Farq Baina al-Firaq, Bairut: Dar al-Ma'rifah al-Uttahidah, t.th.
Abu al-Hasan al-Asy'ari, Maqalat al-lslamiyin wa ikhtilaf al-Mushallln, Kairo : Maktabah Nahdiyah al-Misriyah, 1969, Juz 1
Abu al-Qasim bin Muhammad az-Zamakhsyari, Tafsir al-Kasysyaf, Beiru : Dar al-Ma'rifah, t.th., jilid II
Abu Zahrah, al-Mazahib al-lslamiyah, Mesir : Maktabah al-Namudzajiyah, 1987
Abual wa faal Taftazani, llm al-Kalam wa Ba'd Musykilatih, Kairo : Daral-Tsaqafah, 1979
Ahmad Amin, Fajr al-lslam, Beirut Lebanon : Dar al-Kitab al-Araby, 1969
AI-Bagdadi, al-Farq bain al-Firaq, Kairo : Maktaubah Subeih, 1980
AI-Santanawi (et. all), Dairat al-Ma'arif al-lslamiyah, (Bairut : Dar al-Islam, t.th.
Al-Bagdadi, AI-Farq Bain al-Firaq, Mesir : Dar al-Malayyin, t.th.
Ali Musthafaal Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-lslamiyah, Muhammad Ali Shubaih, Mesir, t.th.
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta : Ul Pres, 1987
Ibn Abi al-'Izz at-Tabawi al-Hanafi, Syarl} al-'Aqidah al-Yahawiyah, Beirut : Maktabah al-Islam, 1939
Jalal Muhammad Musa, Nasy'at al-Asy'ariyah wa Tathawuruha, Beirut : Dar al-Kitab at-Lubnani, 1975
Jamaluddin al-Qasimi, Tarikh al-Jahmiyah wa al-Mu'tazilah, Beirut : Muassasah al-Risalah, 1979
Luwais Ma'luf al-Yasu'i, AI-Munjid, Beirut : al-Kathulikiyah, , 1945
Syahrastani, AI-Milal wa al-Nihal, Beirut : Dar al-Fikr, t.th.
Abu Zahara, Tarikh al-Mazahib al-lslamiyah, Bairut : Daral-Fikr, t.th.
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam, (Penerjemah ; Hartono Hadikusumo), Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990


[1] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta : Ul Pres, 1987, h. 30
[2] Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta : Ul Pres, 1987, h. 31
[3] Di antara ayat-ayat yang dijadikan argumentasi aliran Jabariyah adalah al-Shafat 96, al-Hadid 22, al-Anfal 17, al-Qashas 56, Hud 34, al-lnsan 30 dll.
[4] Ahmad Amin, Fajr al-lslam, Singapura : Sulaeman Maraghi, 1965, h. 286.
[5] A Salabi, Sejarah dan kebudayaan Islam II, terjemahan Muktar Yahya, Pustaka AI-Husna, Jakarta, 1983, hat. 379
[6] Ahmad Amin, Fajr al-lslam, Dar al-Kitab al-Araby, Beirut Lebanon, 1969, hal. 285
[7] Abual wa faal Taftazani, llm al-Kalam wa Ba'd Musykilatih, Daral-Tsaqafah, Kairo, 1979,hal.135
[8] Ahmad Amin, op. cit., hal. 284
[9] Luwais Ma'luf al-Yasu'i, AI-Munjid, al-Kathulikiyah, Beirut, 1945, hal. 436
[10] Ibid., ha). 436
[11] 'Abu Zahrah, al-Mazahib al-lslamiyah, Maktabah al-Namudzajiyah, Mesir, hal. 186
[12] Harun Nasution, op. cit., hal. 29
[13] AI-Bagdadi, al-Farq bain al-Firaq, Maktaubah Subeih, Kairo, hal. 18. Pendapat ini bersesuaian dengan pendapat al-Nabatah dalam Syarh al-Uyun
[14] A. Hanafi, Theologi Islam (llmu Kaiam), Bulan Bintang, 1962, ha), 41
[15] Ahmad Amin, op. cit., hal. 285
[16] Harun Nasution, op. cit., hal. 30
[17] Ahmad Amin, toe. Cit. 285
[18] Ahmad Amin, toe. Cit. 286
[19] al-Bagdadi, op. cit., hal. 19
[20] Abu Zahrah, op. cit., hal. 189-190
[21] al-Bagdadi, op. cit., hal. 19-20
[22] Abu Zahrah, op, cit, hal. 193
[23] Harun Nasution, op. cit., h. 31
[24] al-Ghurabi, All Mustafa, Tarikh al-Flraq al-lstamiyah, Maktabah Muhammad All Subaeih Waaladuhu, Mesir, hal. 201
[25] Ahmad Amin, op. cit., hal. 287
[26] Harun Nasution, op. cit., hal. 97
[27] Ibid, hal. 99
[28] Ibid, hal. 110-111
[29] Syahrastani, AI-Milal wa al-Nihal, Dar al-Fikr, Beirut, Tanpa tahun, hal. 115
[31] Syahrastani, op. cit., hal. 87 lihat pula Abu Zahara, Tarikh al-Mazahib al-lslamiyah, Daral-Fikr, hal, 115
[32] ''Harun Nasution, Teologi Islam, Cet, ke 2, Ul Press, Jakarta, 1978, hal. 31
[33] Syahrastani, op. cit, hal. 85
[34] Ibid.
[35] Harun Nasution, op. cit., hal. 32
[36] Abu Zahrah, op, cit., hal. 110
[37] Ibid., hal. 116
[38] Ibid., hal. 117
[39] Jamaluddin al-Qasimi, Tarikh al-Jahmiyah wa al-Mu'tazilah, Muassasah al-Risalah, Beirut, 1979, hal. 38
[40] Jalal Muhammad Musa, Nasy'at al-Asy'ariyah wa Tathawuruha, Dar al-Kitab at-Lubnani,
Beirut, 1975, hal. 100
[41] Ali Musthafaal-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-lslamiyah, Muhammad AliShubaih, Mesir, t.t, hal. 29
[42] Ibid., hal.22. Lihat, Jamaluddin al-Qasim, op. cit., hal. 12
[43] AliMusthafaal-Ghurabi, Tarikh al-Firaq al-lslamiyah, Muhammad AliShubaih, Mesir, t.t, hal. 29
[44] Ali Musthafa al-Ghurabi, Loc. cit
[45] Ahmad Amin, op. cit., hal. 286
[46] Abu al-Hasan al-Asy'ari, Maqalat al-lslamiyin wa ikhtilaf al-Mushallln, Juz 1, Maktabah Nahdiyah al-Misriyah, Kairo, 1969, hal. 213-214
[47] Abu al-Wafa al-Taftazani, op. cit., hal. 145
[48] Al-Bagdadi, AI-Farq Bain al-Firaq, Muhammad All Shubalh wa Awladih, Mesir, t.t, hal. 211-212
[49] Jamaluddin al-Qasimi, op, cit., hal. 17
[50] AI-Syahrastani, op, cit., hal. 88
[51] Harun Nasution, op. cit., hal. 33
[52] Ahmad Amin, op. cit., hal. 287
[53] Jalal Muhammad Musa, op. cit., hal. 105
[54] Ahmad Amin, toe. cit
[55] Abu al-Wafa al-Taftazani, op. cit., 148
[56] AI-Santanawi (et. all), Dairat al-Ma'arif al-lslamiyah, t.t, hal. 195
[57] AI-Syahrastani, op. cit., hal. 89
[58] Ibid
[59] Ibid
[60] Abu al-Hasan al-Asy'ari, op. cit., hal. 339
[61] AI-Syahrastani, op. cit., hal. 91

CIRI-CIRI GOLONGAN SALAFIYYAH WAHHABIYYAH 

AQIDAH

1.Membahagikan Tawhid kepada 3 Kategori

(i)Tawhid Rububiyyah: Dengan tawhid ini, mereka mengatakan bahawa kaum musyrik Mekah dan orang-orang kafir juga mempunyai tawhid.
(ii)Tawhid Uluhiyyah: Dengan tawhid ini, mereka menafikan tawhid umat Islam yang bertawassul, beristigathah dan bertabarruk sedangkan ketiga-tiga perkara tersebut diterima oleh majoriti ulama’ Islam khasnya ulama’ empat mazhab.
(iii)Tawhid Asma’ dan Sifat: Tawhid versi mereka ini boleh menjerumuskan seseorang ke lembah tashbih dan tajsim

i. Menterjemahkan istawa sebagai bersemayam/bersila
ii. Merterjemahkan yad sebagai tangan
iii. Menterjemahkan wajh sebagai muka
iv. Menisbahkan jihah (arah) kepada Allah (arah atas – jihah ‘ulya)
v. Menterjemah janb sebagai lambung/rusuk
vi. Menterjemah nuzul sebagai turun dengan zat
vii. Menterjemah saq sebagai betis
viii. Menterjemah asabi’ sebagai jari-jari, dll
ix. Menyatakan bahawa Allah SWT mempunyai "surah" atau rupa.
x. Menambah bi zatihi haqiqatan [dengan zat secara hakikat] di akhir setiap ayat-ayat mutashabihat, sedangkan penambahan itu tidak ada di dalam al-Qur'an dan al-Sunnah. Imam al-Zahabi sendiri mengkritik gurunya, Ibnu Taymiyyah berkenaan masalah ini di dalam Siyar A'lam al-Nubala' [Rujuk kitab yang ditahqiq oleh bukan Wahhabi kerana Wahhabi membuang kritikan ini dalam terbitan mereka]
xi. Sebahagian golongan Mujassimah menyatakan bahawa Allah (Rujuk Kitab Ibthal al-Ta'wilat oleh Abu Ya'la al-Farra' yang telah diterbitkan semula oleh "tangan-tangan Tajsim dan Tashbih" - Penulis mempunyai buku seorang alim Al-Azhari yang mengarang kitab menolak kitab tersebut):
  • mempunyai gusi (اللثة) dan gigi gerham (الأضراس) 
  • akan "duduk" bersama Nabi Muhammad SAW di atas arash
  • mempunyai mulut (الفم)
2.Tafwidh yang digembar-gemburkan oleh mereka adalah bersalahan dengan tafwidh yang dipegang oleh ulama’ Asha’irah.
3.Memahami ayat-ayat mutashabihat secara zahir tanpa huraian terperinci dari ulama’ mu’tabar
4.Menolak Asha’irah dan Maturidiyyah yang merupakan majoriti ulama’ Islam dalam perkara Aqidah
5.Sering mengkrititik Asha’irah bahkan sehingga mengkafirkan Asha’irah
6.Menyamakan Ashai’rah dengan Mu’tazilah dan Jahmiyyah atau Mua’ththilah dalam perkara mutashabihat
7.Menolak dan menganggap pengajian sifat 20 sebagai satu konsep yang bersumberkan falsafah Yunani dan Greek
8.Berselindung di sebalik mazhab Salaf
9.Golongan mereka ini dikenali sebagai al-Hashwiyyah, al-Karramiyyah, al-Mushabbihah, al-Mujassimah atau al-Jahwiyyah dikalangan ulama’ Ahli Sunnah wal Jama’ah
10.Sering menjaja kononnya Abu Hasan Al-Ash’ari telah kembali ke mazhab Salaf setelah bertaubat dari mazhab Asha’irah
11.Mendakwa kononnya ulama’ Asha’irah tidak betul-betul memahami fahaman Abu Hasan al-Asha’ri, bahkan sering mendakwa kononnya mereka adalah pengikut Imam Abu al-Hasan al-'Ash'ari yang sebenar. Sungguh lucu dakwaan sebegini.
12.Menolak ta’wil dalam bab Mutashabihat
13.Sering mendakwa bahawa ramai umat Islam telah jatuh ke kancah syirik
14.Mendakwa bahawa amalan memuliakan Rasulullah SAW boleh membawa kepada syirik
15.Tidak mengambil berat kesan-kesan sejarah para anbiya’, ulama’ dan solihin dengan dakwaan menghindari syirik
16.Kefahaman yang salah berkenaan syirik sehingga mudah menghukum orang sebagai membuat amalan syirik
17.Menolak tawassul, tabarruk dan istighathah dengan para anbiya’ serta solihin
18.Mengganggap tawassul, tabarruk dan istighathah sebagai sebagai cabang-cabang syirik
19.Memandang remeh karamah para awliya’
20. Menyatakan bahawa ibu bapa dan datuk Rasulullah SAW tidak terselamat dari azab api neraka.
21. Mengharamkan mengucap "radiallahu anha" bagi ibu Rasulullah SAW, Sayyidatuna Aminah
22. Menamakan Malaikat Maut sebagai 'Izrail adalah bid'ah - Fatwa Soleh Uthaymin

SIKAP

1.Sering membid’ahkan amalan umat Islam bahkan sampai ke tahap mengkafirkan mereka
2.Mengganggap diri sebagai mujtahid atau berlagak sepertinya (walaupun tidak layak)
3.Sering mengambil hukum secara langsung dari al-Quran dan hadis (walaupun tidak layak)
4.Sering memperlekehkan ulama’ pondok dan golongan agama yang lain.
5.Ayat-ayat al-Quran dan Hadis yang ditujukan kepada orang kafir sering ditafsir ke atas orang Islam.
6.Memaksa orang lain berpegang dengan pendapat mereka walaupun pendapat itu shazz (janggal).
7. Bersikap "taqiyyah" apabila dirasakan perlu. Fatwa mereka berbeza apabila bercakap di hadapan masyarakat umum dengan pengajian khusus bersama mereka.
8. Apabila mereka sedikit dan tidak berkuasa, mereka melaungkan slogan "Berlapang dada", namun apabila mereka ramai dan berkuasa mereka melaungkan slogan "Meghilangkan Bid'ah" [Sikap ini diambil berdasarkan kata-kata para ulama' Mekah yang memerhatikan sikap Wahhabi di Mekah sewaktu ia mula-mula berkembang sampai kini.]
9. Apabila mereka menerima tentangan daripada majoriti ulama', mereka menyatakan itu adalah asam garam dalam perjuangan. Sedangkan para ulama' menyatakan bahawa apabila sesuatu itu ditolak olej majoriti para ulama', maka itu adalah tanda-tanda kesesatan, kepelikan dan kejanggalan (shazz) atau ketergelinciran (zallah) kerana para ulama' umat Nabi Muhammad SAW tidak akan bersepakat di dalam kesesatan sepertimana yang disebut di dalam hadis Rasulullah SAW.

ULUM HADIS

1.Menolak beramal dengan hadis dhaif
2.Penilaian hadis yang tidak sama dengan ulama’ hadis yang lain
3.Mengagungkan Nasiruddin al-Albani di dalam bidang ini [walaupun beliau tidak mempunyai sanad bagi menyatakan siapakah guru-guru beliau dalam bidang hadis. Bahkan umum mengetahui bahawa beliau tidak mempunyai guru dalam bidang hadis dan diketahui bahawa beliau belajar hadis secara sendiri dan ilmu jarh dan ta’dil beliau adalah mengikut Imam al-Dhahabi].
4.Sering menganggap hadis dhaif sebagai hadis mawdhu’ [mereka melonggokkan hadis dhaif dan palsu di dalam satu kitab atau bab seolah-olah kedua-dua kategori hadis tersebut adalah sama]
5.Perbahasan hanya kepada sanad dan matan hadis, dan bukan pada makna hadis. Oleh kerana itu, perbincangan syawahid tidak diambil berat
6.Perbincangan hanya terhad kepada riwayah dan bukan dirayah.

ULUM QURAN
1.Menganggap tajwid sebagai menyusahkan dan tidak perlu (Sebahagian Wahhabi Malaysia yang jahil) [dan menurut sahabat penulis yang ada membuat penyelidikan di dalam bidang ini, sememangnya terdapat beberapa "ulama' Saudi" yang menyatakan tajwid itu bukanlah sunnah, tetapi bid'ah. Namun majoriti "ulama' Saudi" tidak bersetuju dengan kata-kata mereka].
2. Mendakwa ayat-ayat mutashabihat sebagai ayat muhkamat.

FIQH

1.Menolak fahaman bermazhab kepada imam-imam yang empat; pada hakikatnya mereka bermazhab “TANPA MAZHAB”
2.Mengadunkan amalan empat mazhab dan pendapat-pendapat lain sehingga membawa kepada talfiq yang haram
3.Memandang amalan bertaqlid sebagai bid’ah; kononnya mereka berittiba’
4.Sering mengungkit soal-soal khilafiyyah
5.Sering menggunakan dakwaan ijma’ ulama dalam masalah khilafiyyah
6.Sering bercanggah dengan ijma’ ulama’
7.Menganggap apa yang mereka amalkan adalah sunnah dan pendapat pihak lain adalah bid’ah
8.Sering mendakwa orang yang bermazhab sebagai taksub mazhab, sedangkan mereka taksub kepada Ibnu Taymiyyah, Ibnu al-Qayyim al-Jawziyyah dan Muhammad Ibn Abdul Wahhab.
9.Salah faham makna bid’ah yang menyebabkan mereka mudah membid’ahkan orang lain
10.Sering berhujah dengan al-tark, sedangkan al-tark bukanlah satu sumber hukum
11.Mempromosikan mazhab fiqh baru yang dinamakan sebagai Fiqh al-Taysir, Fiqh al-Dalil, Fiqh Musoffa, dll [yang jelas terkeluar daripada fiqh empat mazhab]
12.Sering mewar-warkan agar hukum ahkam fiqh dipermudahkan dengan menggunakan hadis “Yassiru wa la tunaffiru” sehingga menjadi lebih parah daripada tatabbu’ al-rukhas
13.Sering mengatakan bahawa fiqh empat mazhab telah ketinggalan zaman

Najis
1. Sebahagian daripada mereka sering mempertikaikan dalil bagi kedudukan babi sebagai najis mughallazah
2. Menyatakan bahawa bulu babi itu tidak najis kerana tidak ada darah yang mengalir.

Wudhu’ & Tayammum
1. Tidak menerima konsep air musta’mal
2. Bersentuhan lelaki dan perempuan tidak membatalkan wudhu’
3. Membasuh kedua belah telinga dengan air basuhan rambut dan tidak dengan air yang baru.
4. Kaifiyyat Tayammum yang mereka pilih ialah: Tepuk sekali dan sapu muka serta kedua pergelangan tangan sahaja (tanpa perlu sampai ke siku).


Azan
1. Azan juma’at sekali; azan kedua ditolak


Solat
1. Mempromosi “Sifat Solat Nabi SAW’, dengan alasan kononnya solat berdasarkan fiqh mazhab adalah bukan sifat solat Nabi SAW yang sebenar
2. Menganggap lafaz usolli sebagai bid’ah yang keji
3. Berdiri secara terkangkang  ataupun seperti huruf Y terbalik yang menyalahi konsep berdiri secara iktidal (lurus dan sederhana)
4. Tidak membaca ‘Basmalah’ secara jahar
5. Menggangkat tangan sewaktu takbir pada paras bahu
6. Meletakkan tangan di atas dada sewaktu qiyam
7. Menganggap perbezaan antara lelaki dan perempuan dalam solat sebagai perkara bid’ah (sebahagian Wahhabiyyah Malaysia yang jahil)
8. Menganggap qunut Subuh sebagai bid’ah
9. Menggangap penambahan “wa bihamdihi” pada tasbih ruku’ dan sujud adalah bid’ah
10. Menganggap menyapu muka selepas solat sebagai bid’ah - Fatwa Soleh Uthaymin
11. Solat tarawih hanya 8 rakaat; yang lebih teruk lagi, mengatakan solat tarawih itu sebenarnya adalah solat malam (solatul-lail) seperti yang dibuat pada malam-malam biasa.
12. Zikir jahar di antara rakaat-rakaat solat tarawih dianggap bid’ah
13. Tidak ada qadha’ bagi solat yang sengaja ditinggalkan
14. Menganggap amalan bersalaman selepas solat adalah bid’ah - Fatwa Soleh Uthaymin
15. Menggangap lafaz sayyiduna (taswid) dalam solat sebagai bid’ah
16. Menggerak-gerakkan jari sewaktu tahiyyat awal dan akhir
17. Boleh jama’ dan qasar walaupun kurang dari dua marhalah
18. Memakai jubah dengan singkat yang melampau
19. Menolak sembahyang sunat qabliyyah sebelum Jumaat
20. Menolak konsep sembahyang menghormati waktu [li hurmah al-waqt]
21. Menolak konsep fidyah sembahyang walaupun umum mengetahui ia adalah pendapat mazhab Hanafi dan pendapat dhaif di dalam mazhab Shafie.


Doa, Zikir dan Bacaan al-Quran
1. Menggangap doa beramai-ramai selepas solat sebagai bid’ah
2. Menganggap zikir dan wirid beramai-ramai selepas sembahyang atau pada bila-bila masa sebagai bid’ah
3. Mengatakan bahawa membaca “Sodaqallahul-‘azim” selepas bacaan al-Quran adalah bid’ah - Fatwa Ibn Baz
4. Menyatakan bahawa doa, zikir dan selawat yang tidak ada dalam al-Quran dan Hadis sebagai bid’ah. Sebagai contoh mereka menolak Dala’il al-Khayrat, Selawat al-Syifa’, al-Munjiyah, al-Fatih, Nur al-Anwar, al-Taj, dll, bahkan dikatakan semua itu bertentengan dengan Aqidah Islam
5. Menganggap amalan bacaan Yasin pada malam Jumaat sebagai bid’ah yang haram - dengan alasan "Jangan diiktikadkan wajib"
6. Mengatakan bahawa sedekah atau pahala tidak sampai kepada orang yang telah wafat
7. Mengganggap penggunaan tasbih adalah bid’ah
8. Mengganggap zikir dengan bilangan tertentu seperti 1000 (seribu), 10,000 (sepuluh ribu), dll sebagai bid’ah, tetapi kalau tidak berzikir atau lalai (al-ghaflah) tak mengapa pulak??!!!
9. Menolak amalan ruqiyyah shar’iyyah dalam perubatan Islam seperti wafa’, azimat, dll
10. Menolak zikir isim mufrad: Allah Allah
11. Melihat bacaan Yasin pada malam nisfu Sya’ban sebagai bid’ah yang haram
12. Sering menafikan dan mempertikaikan keistimewaan bulan Rajab dan Sya’ban
13. Sering mengkritik kelebihan malam Nisfu Sya’ban
14. Mengangkat tangan sewaktu berdoa’ adalah bid’ah
15. Mempertikaikan kedudukan solat sunat tasbih
16. Berusaha mengharamkan wirid-wirid yang terkandung di dalam "Majmu' Sharif."
17. Menyatakan bahawa mencium al-Quran adalah bid'ah terkeji  - Fatwa Soleh Uthaymin

Pengurusan Jenazah dan Qubur
1. Menganggap amalan menziarahi maqam Rasulullah SAW, para anbiya’, awliya’, ulama’ dan solihin sebagai bid’ah dan solat tidak boleh dijama’ atau qasar dalam ziarah seperti ini
2. Mengharamkan wanita menziarahi kubur
3. Menganggap talqin sebagai bid’ah
4. Mengganggap amalan tahlil dan bacaan Yasin bagi kenduri arwah sebagai bid’ah yang haram
5. Tidak membaca doa’ selepas solat jenazah
6. Sebahagian ulama’ mereka menyeru agar Maqam Rasulullah SAW dikeluarkan dari masjid nabawi atas alasan menjauhkan umat Islam dari syirik
7. Menganggap kubur yang bersebelahan dengan masjid adalah bid’ah yang haram
8. Doa dan bacaan al-Quran di perkuburan dianggap sebagai bid’ah

Munakahat
1. Talak tiga (3) dalam satu majlis adalah talak satu (1)


Majlis Sambutan Beramai-ramai
1. Menolak sambutan Mawlid Nabi; bahkan menolak cuti sempena hari Mawlid Nabi; bahkan yang lebih teruk lagi menyamakan sambutan Mawlid Nabi dengan perayaan Kristian bagi nabi Isa a.s.
2. Menolak amalan marhaban
3. Menolak amalan barzanji.
4. Berdiri ketika bacaan mawlid adalah bid’ah
5. Menolak sambutan Ma’al Hijrah, Isra’ Mi’raj, dll.
Haji dan Umrah
1. Cuba mengalihkan "Maqam Ibrahim a.s." namun usaha tersebut telah dipatahkan oleh al-Marhum Sheikh Mutawalli Sha'rawi apabila beliau pergi bertemu dengan Raja Faisal ketika itu.
2. Menghilangkan tanda telaga zam-zam untuk dielak oleh orang yang bertawaf ketika bertawaf [Dengar khabar, sekarang tanda tersebut hendak dibuat semula]
3. Mengubah tempat sa'ie di antara Sofa dan Marwah yang mendapat tentangan ulama' Islam dari seluruh dunia [Terbaru - dan Khilafiyyah di antara para ulama' kontemporari].
4. Nama "Hajar Ismail" bagi bahagian sisi Ka'bah adalah bid'ah dan tidak harus - Fatwa Soleh Uthaymin

PEMBELAJARAN DAN PENGAJARAN

1. Ramai para professional menjadi ‘ustaz-ustaz’ mereka (di Malaysia)
2. Ulama’ yang sering menjadi rujukan mereka adalah:
a. Ibnu Taymiyyah
b. Ibnu al-Qayyim
c. Muhammad Abdul Wahhab [Perbezaan yang ketara di antara pendekatan Ibnu Taymiyyah dan Muhammad Ibn Abdul Wahhab ialah: (i) Ibnu Taymiyyah tidak memaksa orang lain mengikut pendapatnya dengan pedang dan kuasa, ini adalah berbeza dengan pendekatan Muhammad Ibn Abdul Wahhab; (ii) Ibnu Taymiyyah juga tidak bersepakat dengan bukan Muslim untuk menjatuhkan saudara Islamnya]
d. "Sheikh" Abdul Aziz Ibn Bazz
e. Nasiruddin al-Albani
f. "Sheikh" Soleh Ibn Uthaimin
g. "Sheikh" Soleh Fawzan al-Fawzan [Secara peribadi, penulis mendengar dengan telinga dan melihat dengan mata sendiri di Madinah, Dr. Soleh Fawzan al-Fawzan, Rektor, Universiti Islam Madinah pada waktu tersebut menyatakan bahawa ulama' Al-Asha'irah dan al-Maturidiyyah bukanlah daripada "golongan yang terselamat dari api neraka" (al-firqah al-najiyah)."]
3. Sering mewar-warkan untuk kembali kepada al-Quran dan Hadis (tanpa menyebut para ulama’, sedangkan al-Quran dan Hadis sampai kepada umat Islam melalui para ulama’ dan para ulama’ jua yang memelihara al-Quran dan Hadis untuk umat ini)
4. Sering mengkritik Imam al-Ghazali dan kitab “Ihya’ Ulumiddin”
5. Masih lagi menggunakan kitab al-Tawhid oleh Imam Ibnu Khuzaimah walaupun Imam al-Bayhaqi telah menyatakan bahawa Imam Ibnu Khuzaimah telah pun menarik semula dan bertaubat daripada penulisannya itu. Ini dinyatakan oleh Imam al-Bayhaqi di dalam Kitab al-Asma' dan al-Sifat.

PENGKHIANATAN MEREKA KEPADA UMAT ISLAM

1. Bersepakat dengan Inggeris dalam menjatuhkan kerajaan Islam Turki Usmaniyyah
2. Melakukan perubahan kepada kitab-kitab turath yang tidak sehaluan dengan mereka
3. Ramai ulama’ dan umat Islam dibunuh sewaktu kebangkitan mereka
4. Memusnahkan sebahagian besar kesan-kesan sejarah Islam seperti tempat lahir Rasulullah saw, jannat al-Baqi’ dan al-Ma’la [makam para isteri Rasulullah SAW di Baqi’, Madinah dan Ma’la, Mekah], tempat lahir Sayyiduna Abu Bakr dll, dengan hujah perkara tersebut boleh membawa kepada syirik.
5. Di Malaysia, sebahagian mereka dahulu dikenali sebagai Kaum Muda atau Mudah [kerana hukum fiqh mereka yang mudah, ia merupakan bentuk ketaatan bercampur dengan kehendak hawa nafsu].
6. Antara nama/seruan yang pernah digunakan/dilaungkan oleh mereka di Malaysia dahulu ini ialah Ittiba’ Sunnah. Pihak Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan Kali Ke-14 yang bersidang pada 22-23 Oktober 1985 telah pun mengeluarkan fatwa menyatakan kesesatan ajaran Ittiba’ al-Sunnah ini.

TASAWWUF DAN TAREQAT

1. Sering mengkritik aliran Sufi dan kitab-kitab sufi yang mu’tabar
2. Sufiyyah dianggap sebagai terkesan dengan ajaran Budha dan Nasrani
3. Tidak dapat membezakan antara amalan sufi yang benar dan amalan bathiniyyah yang sesat

Perhatian:

Sebahagian daripada ciri-ciri di atas adalah perkara khilafiyyah. Namun sebahagiannya adalah bercanggah dengan ijma’ dan pendapat mu’tamad empat mazhab. Sebahagian yang lain adalah perkara yang sangat kritikal dalam masalah usul (pokok) dan patut dipandang dengan serius.Ini adalah sebahagian daripada ciri-ciri umum golongan Wahhabiyyah yang secara sedar atau tidak diamalkan dalam masyarakat kita. Sebahagian daripada ciri-ciri ini adalah disepakati di antara mereka dan sebahagiannya tidak disepakati oleh mereka. Ini adalah kerana di dalam golongan Wahhabiyyah ada berbagai-bagai pendapat dan mazhab dalam berbagai peringkat. Apatah lagi apabila setiap tokoh Wahhabiyyah cuba berijtihad dan mengenengahkan pendapat masing-masing sehingga sebahagiannya terpesong terlalu jauh dari aliran Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.











Saturday, December 29, 2012

15 Ciri-Ciri Orang Syiah

Penganut Syiah  di Malaysia atau di Indonesia selalu bersembunyi dalam segala hal, terutama mereka mendakwa bahawa Syiah merupakan bahagian mazhab dalam Islam. Padahal sebenarnya tidak. Dalam istilah Syiah, hal itu disebut "Taqiyah". Namun sebenarnya ada beberapa yang boleh kita perhatikan dari penganut Syiah dari 15 ciri-cirinya yang berikut ini:

1) Mengenakan songkok hitam dengan bentuk tertentu. Tidak seperti songkok yang dikenali umumnya songkok mereka seperti songkok orang arab hanya saja warnanya hitam.

2) Tidak solat Jumaat. Meskipun solat Jumaat bersama jamaah, tetapi dia langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam. Orang-orang akan menyangka dia mengerjakan solat sunat, padahal dia menyempurnakan solat Zuhur empat rakaat, kerana pengikut Syiah tidak meyakini kesahihan solat Jumaat kecuali bersama Imam yang ma'sum atau wakilnya.

3) Pengikut Syiah juga tidak akan mengakhiri solatnya dengan mengucapkan salam yang dikenali kaum Muslimin, tetapi dengan memukul kedua pahanya beberapa kali.

4) Pengikut Syiah jarang solat jemaah kerana mereka tidak mengakui solat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga waktu sahaja.

5) Majoriti pengikut Syiah selalu membawa At-Turbah Al-Husainiyah iaitu batu / tanah yang digunakan menempatkan kening ketika sujud apabila mereka solat tidak di dekat orang lain.

6) Jika anda perhatikan caranya berwuduk maka anda akan dapati bahawa wudhunya sangat berlainan, tidak seperti yang dilakukan oleh kaum Muslimin.

7) Anda tidak akan mendapati penganut Syiah hadir dalam kajian dan ceramah Ahlussunnah.

8) Anda juga akan melihat penganut Syiah banyak mengingat Ahlul Bait; Ali, Fathimah, Hasan dan Husein radhiyallahu anhum.

9) Mereka juga tidak akan menunjukkan penghormatan kepada Abu Bakar, Umar, Uthman, majoriti sahabat dan Ummahatul Mukminin radhiyallahu anhum.

10) Pada bulan Ramadhan penganut Syiah tidak terus berbuka puasa setelah azan maghrib. Dalam hal ini Syiah berkeyakinan seperti Yahudi iaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah kelihatan di langit. Dengan kata lain mereka berbuka apabila benar-benar sudah masuk waktu malam. Mereka juga tidak solat terawih bersama kaum Muslimin, kerana menganggapnya sebagai bid'ah.

11) Mereka berusaha sekuat tenaga untuk menanam dan menimbulkan fitnah antara jamaah salaf dengan jemaah lain, sementara itu mereka mendakwa tidak ada perselisihan antara mereka dengan jamaah lain selain salaf. Ini tentu tidak benar.

12) Anda tidak akan melihat seorang penganut Syiah memegang dan membaca Al-Quran kecuali jarang sekali, itu pun sebagai bentuk taqiyyah  kerana Al-Qur'an yang benar menurut mereka iaitu al-Quran yang berada di tangan al-Mahdi yang ditunggu kedatangannya.

13) Orang Syiah tidak berpuasa pada hari Asyura, dia hanya menunjukkan kesedihan di hari tersebut.

14) Mereka juga berusaha keras mempengaruhi kaum wanita khususnya para mahasiswi di universiti atau di perkampungan sebagai langkah awal untuk memenuhi keinginannya melakukan mut'ah dengan para wanita tersebut apabila nantinya mereka menerima agama Syiah. 

15) Orang-orang Syiah tekun mendakwah orang-orang tua yang mempunyai anak perempuan dengan harapan anak perempuannya juga turut menganut Syiah sehingga dengan selesa dia boleh melakukan zina mut'ah dengan wanita tersebut baik dengan pengetahuan ayahnya ataupun tidak. Pada hakikatnya ketika ada seorang yang ayah yang menerima agama Syiah, maka para pengikut Syiah yang lain automatik telah mendapatkan anak gadisnya untuk dimut'ah. Tentunya setelah mereka berjaya meyakinkan bolehnya mut'ah. Semua kemudahan, kelebihan, dan kesenangan terhadap syahwat ini ada dalam diri para pemuda sehingga dengan mudah para pengikut Syiah menjerat mereka bergabung dengan agama Syiah.

Kesimpulannya, ciri-ciri mereka sangat banyak. Selain yang kami sebutkan di atas masih banyak ciri-ciri yang lain sehingga tidak mungkin bagi kita untuk menjelaskan semuanya di sini. Namun cara yang paling praktikal ialah dengan memerhatikan raut wajah. Wajah mereka merah padam jika anda mencela Khomeini dan Sistani, tapi bila anda mengutuk Abu Bakar, Umar, Usman, Aisyah dan Hafshah, atau sahabat-sahabat yang lain radhiyallahu anhum tidak ada sedikit pun tanda-tanda kebimbangan di wajahnya

Akhirnya, dengan hati yang terang Ahlussunnah dapat mengenali pengikut Syiah dari wajah hitam mereka kerana tidak mempunyai keberkatan, jika anda perhatikan wajah mereka maka anda akan membuktikan kebenaran kadar ini dan inilah hukuman bagi siapa saja yang mencela dan meremehkan para sahabat Nabi sallallahu alaihi wasallam dan para ibunda kaum Muslimin radhiyallahu anhunn yang dijanjikan syurga oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Diterjemahkan dari sumber lppimakassar

Qadariah Jabariah dan Muktazilah



Penghujung abad pertama Hijrah berlaku beberapa fahaman menyebabkan kafir mengkafirkan sesama islam dan sehingga menimbulkan perpecahan di kalangan umat islam serta muncul beberapa mazhab yang cuba mentajsimkan atau mentasyhbihkan sifat ALLAH sehingga terpesong dari akidah islam, beberapa mazhab yang dapat penulis kongsi disini antaranya:

Qadariah
Qadariah dinisbahkan dari perkataan Qudrat. Golongan ini beriktikad bahawa segala perbuatan manusia itu samada baik atau buruk adalah lahir dari usaha dan ikhtiar manusia itu sendiri, tiada hubung kait dengan kuasa ALLAH, pengasas mazhab ini ialah Ma’bad ibn Khalid al Juhani dan Ghailan al-Dimasyqi. Mazhab ini lahir di Basrah oleh sebab pertikaian umat islam tentang persoalan qada dan qadar ALLAH, nama mazhab ini diambil dari al-qadar. Mereka mengatakan bahawa segala usaha dan perbuatan manusia itu terjadi dengan kehendak mereka sendiri. Antara lain mengenai iktikad qadariah ini ialah:
a. Manusia bebas melakukan sesuatu mengikut kemahuan yang kesannya adalah dari manusia, akan tetapi dengan qudrat yang diberikan ALLAH kepada manusia.
b. Percaya ALLAH tidak membuat apa-apa takdir kepada manusia
Iktikad ini tidak tepat kerana setiap perbuatan manusia kebanyakan tidak tercapai dimana jika manusia itu berkuasa mestilah tiada yang sakit, hidup kemiskinan sengsara dan sebagainya. Fahaman ini adalah melampau sama sekali.
Jabariah
Berasal dari perkataan al-jabr atau jabrun yang bermaksud tergagah atau digagahi. Muncul di Kufah pada zaman pemerintahan Umaiyah yang dibawa oleh seorang lelaki bernama Jaham ibn Safuan dari Khurasan, mazhab ini beriktikad bahawa manusia itu dipaksa dan digagahi sepenuhnya oleh ALLAH, manusia itu langsung tidak berkemampuan melainkan ALLAH dan manusia seperti kapas dan debu yang ditiup angin. Segala buruk dan baik itu ALLAH yang melakukannya ke atas manusia. Antara lain mazhab Jabariah mengatakan:
a. Syurga dan neraka tidak kekal kerana yang kekal adalah zat ALLAH sahaja, kekal yang di dalam al-Quran itu bermaksud lama sahaja
b. Kitab ALLAH baru
c. Allah tidak dapat dilihat pada hari akhirat kelak
Ini kerana mereka berpegang kepada firman ALLAH:
اللهُ خَلِقُ كُل شَيْء ٍ(الزمر 62)
Terjemahan : ALLAH yang menciptakan tiap-tiap sesuatu….
Muktazilah
Berasal dari perkataan I’tazlaa yang bermaksud mengasingkan diri dari puak, lahir semasa kurun kedua Hijrah dan diasaskan oleh Wasil ibn ‘Ata’ yang keluar dari halaqah imam Hasan al- Basri yang tidak sependapat dengan gurunya tentang masalah dosa besar, bagi Wasil orang yang melakukan dosa besar tidak mukmin dan tidak kafir, akan tetapi mereka berada di satu tempat di antara dua tempat al-manzilah baina manzilatain atas dasar tersebut mereka menubuhkan mazhab baru dan bergantung kepada 5 prinsip mereka iaitu:
a. al tauhid
b. al-Adl
c. al-Wa’ad wa al-Wa’id (janji baik atau buruk)
d. satu tempat di antara dua tempat al-manzilah baina manzilatain
e. al-Amr bi al-ma’ruf dan Nahy ‘an al-Munkar.
Prinsip pertama (tauhid)
- menafikan sifat azali ALLAH mengatakan semua sifat ALLAH itu baru
- menafikan azali kalam ALLAH dan al-quran itu baru
- ALLAH tidak dapat dilihat di hari akhirat
Prinsip kedua (al-Adl)
-manusia betanggungjawab ke atas perbuatan mereka dan ALLAH tidak mencipta perbuatan manusia samada baik atau buruk, hanya kudrat diberi kepada manusia untuk membuat pilihan melakukan atupun tidak, segala keburukan ALLAH tidak bertanggungjawab,dengan prinsip ini mereka menggelarkan diri mereka ahli tauhid dan keadilan.
Prinsip ketiga (al-Wa’ad wa al-Wa’id (janji baik atau buruk)
- golongan ini yakin bahawa ALLAH wajib tunaikan janjinya, amalan baik akan mendapat pahala, amalan buruk akan mendapar dosa dan ditempatkan di neraka,tuhan tidak boleh memungkiri janji, bagi mereka yang melakukan dosa besar mereka tidak diampun melainkan bertaubat,orang yang baik tidak boleh dihalang dari mendapat pahala.
Prinsip keempat (satu tempat di antara dua tempat al-manzilah baina manzilatain)
Prinsip yang paling penting dalam Muktazilah,golongan ini beriktikad bahawa melakukan dosa besar selain syirik tidak mukmin dan tidak kafir tetapi mereka mengambil jalan tengah dengan mengatakan ‘fasik’. Maksiat bagi mereka terbahagi dua iaitu 1. Syirik: hukumnya kafir 2. Melakukan dosa besar hukumnya fasik
Prinsip kelima (al-Amr bi al-Alma’ruf dan Nahy ‘an al-Munkar.)
Berkait rapat dengan taklif hukum fiqh dan kepercayaan atau tauhid, mereka berdakwah kepada orang yang jahil dan sesat serta tanpa segan silu mereka melakukan hukuman bunuh walaupun sesama islam jika orang menyalahi pendirian mereka.
Pengaruh dari ahli falsafah Yunani menyebabkan golongan ini melampau dalam tauhid dan tanzih dalam ajaran islam yang sebenar.

  • 1. KELOMPOK 1  FARIHATUN NISA  YUNITA SARI  ZAKI LATIFATUL NURHANISA  ZAKIYA MARDHOTILLAH
  • 2. ALIRAN MUKTAZILAH
  • 3. MUNCULNYA GOLONGAN ATAU KELOMPOK MU’TAZILAH  Sejarah munculnya aliran mu’tazilah oleh para kelompok pemuja dan aliran mu’tazilah tersebut muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar masih
  • 4. berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya golongan mu’tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah).
  • 5. Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri secara teknis, istilah Mu’tazilah menunjuk ada dua golongan. Golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebahai kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Muawiyah, Aisyah, dan Abdullah bin Zubair. Menurut penulis, golongan inilah yang mula-mula disebut kaum Mu’tazilah karena mereka menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Kelompok ini bersifat netral politik tanpa stigma teologis seperti yang ada pada kaum Mu’tazilah yang tumbuh dikemudian hari. Golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Mur’jiah tentang pemberian status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Mu’tazilah II inilah yang akan dikaji dalam bab ini yang sejarah kemunculannya memiliki banyak versi.
  • 6. PENGERTIAN ALIRAN MUKTAZILLAH  Aliran m’tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah samarkand. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama bertemu dikota ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak pula musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis.
  • 7. TOKOH-TOKOH ALIRAN MU’TAZILAH Wasil bin Atha.  Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar ajaran Muktazilah. Adatiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu paham al-manzilah bain al-manzilatain, paham Kadariyah (yang diambilnya dari Ma’bad dan Gailan, dua tokoh aliran Kadariah), dan paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian menjadi doktrin ajaran Muktazilah, yaitu al-manzilah bain al-manzilatain dan peniadaan sifat-sifat Tuhan. Abu Huzail al-Allaf.  Abu Huzail al-‘Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin Atha, mendirikan sekolah Mu’tazilah pertama di kotaBashrah. Lewat sekolah ini, pemikiran Mu’tazilah dikaji dan dikembangkan. Sekolah ini menekankan pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek pemikiran dan hukum Islam.
  • 8. Al-Jubba’i. Al-Jubba’I adalah guru Abu Hasan al-Asy’ari, pendiri aliran Asy’ariah. Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah SWT, sifat Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai sifat Allah SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke dalam dua kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui manusia melalui akalnya (wãjibah ‘aqliah) dan kewajiban-kewajiban yang diketahui melaui ajaran-ajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wãjibah syar’iah). An-Nazzam An-Nazzam : pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk berlaku zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-Allaf. Kalau Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim kepada hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal yang mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya dikerjakan oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari keadaan yang demikian. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai mukjizat al-Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran terletak pada kandungannya, bukan pada uslūb (gaya bahasa) dan balāgah (retorika)- Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah SWT. Kalam adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat didengar. Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru dan tidak kadim. [1]
  • 9. Al- jahiz Al- jahiz : dalam tulisan-tulisan al-jahiz Abu Usman bin Bahar dijumpai paham naturalism atau kepercayaan akan hukum alam yang oleh kaum muktazilah disebut Sunnah Allah. Ia antara lain menjelaskan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan oleh manusia itu sendiri, malainkan ada pengaruh hukum alam.  Mu’ammar bin Abbad Mu’ammar bin Abbad : Mu’ammar bin Abbad adalah pendiri muktazilah aliran Baghdad. pendapatnya tentang kepercayaan pada hukum alam. Pendapatnya ini sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan bahwa Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi. Adapun al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam. Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka gelombang yang dihasilkan oleh lemparan batu itu adalah hasil atau kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Tuhan.
  • 10. Bisyr al-Mu’tamir Bisyr al-Mu’tamir : Ajarannya yang penting menyangkut pertanggungjawaban perbuatan manusia. Anak kecil baginya tidak dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat kelak karena ia belum *mukalaf. Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat, lalu mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat siksa ganda, meskipun ia telah bertobat atas dosa besarnya yang terdahulu. Abu Musa al-Mudrar Abu Musa al-Mudrar : al-Mudrar dianggap sebagai pemimpin muktazilah yang sangat ekstrim, karena pendapatnya yang mudah mengafirkan orang lain.Menurut Syahristani,ia menuduh kafir semua orang yang mempercayai kekadiman Al-Quran. Ia juga menolak pendapat bahwa di akhirat Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala. Hisyam bin Amr al-Fuwati Hisyam bin Amr al-Fuwati : Al-Fuwati berpendapat bahwa apa yang dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada wujudnya sekarang. Alas$an yang dikemukakan adalah tidak ada gunanya menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang memasuki surga dan neraka.
  • 11. AJARAN-AJARAN POKOK ALIRAN MU,TAZILA Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah ( lima landasan pokok ) yaitu Tauhid, Al - ‘Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina Manzilatain, dan Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al Munkar.
  • 12. 1. TAUHID Tauhid merupakan prinsip utama dari intisari ajaranMuhtazillah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini.Namun bagi mu’tazilah ,tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya.Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat. Sebagai konsekuensinya memiki pandagan, yaitu :  Peniadaan sifat bagi Allah  Kemakhlukan Al-Qur’an  Penolakan melihat Allah di akhirat
  • 13. 2. AL-’ADLU Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjinya. Sebagai konsekuensinya memiki pandagan, yaitu :  Pemberian beban serta janji dan ancaman  Pengutusan rasul  Peniadaan sifat zalim bagi Allah
  • 14. 3. JANJI DAN ANCAMAN (AL-WA’DU WA AL-WA’ID) Ajaran ini berisi tentang janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri. Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang ta’at dan menyiksa orang yang berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan dosa.
  • 15. 4. TEMPAT DIANTARA DUA TEMPAT ( AL-MANZILAH BAINA AL-MUNZILATAINI )  Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu’tazilah. Ajaran ini terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam sejarah, khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan murji’ah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan dosanya sepenuhnya di serahkan kepada Tuhan.  Menurut pandangan Mu’tazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara keduanya. Mereka itu dinamakan orangg fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu tempat diantara keduanya
  • 16. 5. AMAR MAHRUF NAHI MUNKAR  Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu’tazilah jika memang diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut.
  • 17. KESIMPULAN Secara harfiah Mu’tazilah adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah. Aliran Mu’taziliyah (memisahkan diri) muncul di basra, irak pada abad 2 H. Kelahirannya bermula dari tindakan Wasil bin Atha (700-750 M) berpisah dari gurunya Imam Hasan al- Bashri karena perbedaan pendapat. Wasil bin Atha berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin bukan kafir yang berarti ia fasik Imam Hasan al-Bashri berpendapat mukmin berdosa besar aliran Mu’tazilah yang menolak pandangan-pandangan kedua aliran di atas. Bagi Mu’tazilah orang yang berdosa besar tidaklah kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka menyebut orang demikian dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi). Aliran ini lebih bersifat rasional bahkan liberal dalam beragama. Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional dan cenderung liberal ini mendapat tantangan keras dari kelompok tradisonal Islam, terutama golongan Hambali, pengikut mazhab Ibn Hambal. Sepeninggal al-Ma’mun pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 833 M., syi’ar Mu’tazilah berkurang, bahkan berujung pada dibatalkannya sebagai mazhab resmi negara oleh Khalifah al-Mutawwakil pada tahun 856 M. Perlawanan terhadap Mu’tazilah pun tetap berlangsung. Mereka (yang menentang) kemudian membentuk aliran teologi tradisional yang digagas oleh Abu al-Hasan al- Asy’ari (935 M) yang semula seorang Mu’tazilah. Aliran ini lebih dikenal dengan al- Asy’ariah. Di Samarkand muncul pula penentang Mu’tazilah yang dimotori oleh Abu Mansyur Muhammad al-Maturidi (w.944 M). aliran ini dikenal dengan teologi al-Maturidiah. Aliran ini tidak setradisional al-Asy’ariah tetapi juga tidak seliberal Mu’tazilah.
  • 18.  Aliran mu’tazilah merupakan aliran teologi islam yang terbesar dan tertua. Kaum mu’tazilah secara teknis terdiri dari dua golongan dan masing-masing golongan mempunyai pandangan yang berbeda. Golongan tersebut ialah Golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I) muncul sebagai respon politik murni dan golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II) muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan Mur’jiah akibat adanya peristiwa tahkim. Banyak sebutan mengenai kaum mu’tazilah salah satunya Ahlul ‘Adl Wa at-Tauhid (golongan yang mempertahankan keadilan dan keesaan Allah). Sedangkan ajaran pokok mu’tazilah yakni tentang : Keesaan (at-Tauhid), Keadilan Tuhan (Al-Adlu), Janji dan ancaman (al- Wa’du wal Wa’idu), Tempat di antara dua tempat (Al manzilatu bainal manzilatain), Menyuruh kebaikan dan melarang keburukan (‘amar ma’ruf nahi munkar). Dan yang paling penting yakni kegiatan orang-orang mu’tazilah baru hilang sama sekali setelah terjadi serangan orang-orang mongolia atas dunia islam. Meskipun demikian, paham dan ajaran aliran mu’tazilah yang penting masih hidup sampai sekarang dikalangan syiah zaidiah. 


WALLAHU'ALAM