Ahad, 24 Januari 2016

MENUNTUT ILMU FARDHU AIN ADALAH WAJIB....MENINGGALKANNYA BERERTI BERDOSA



HADIST TENTANG KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU
1. Hadits “Keutamaan Mempelajari Al Qur’an”
خَـيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاآنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya : ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari)
2. Hadits “Keutamaan Membaca Al Qur’an”
إِقْرَؤُالْقُرْاآنَ، فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهْ
Artinya : ”Bacalah kamusekalian Al Qur’an, karena sesungguhnya Al Qur’an itu akan datang pada Hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya”. (HR. Ahmad dan Muslim)
3. Hadits “Kewajiban Mencari Ilmu”
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
4. Hadits “Menginginkan Kebahagiaan Dunia-Akhirat Harus Wajib dengan Ilmu”
مَنْ أَرَا دَالدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَالْاآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)
5. Hadits “Keutamaan Mencari Ilmu”
مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبُ الْعِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ
Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang”. (HR. Turmudzi)
6. Hadits “Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu”
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى
الْجَنَّةِ
Artinya : ”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu. Niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR. Turmudzi)
7. Hadits “Menuntut Ilmu”
أُطْلُبِ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى الَّلحْدِ
Artinya : ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. (Al Hadits)
8. Hadits “Keutamaan Kalimat Tahlil”
مَنْ قَالَ لَآإِلَهَ إِلَّا اللهُ مُخْلِصًا دَخَلَ الْجَنّةَ
Artinya : ”Barang siapa yang mengucapkan ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ dengan ikhlas pasti masuk surga”.
9. Hadits “Allah tidak suka orang yang suka bertengkar”
أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ الْأَلَدُّ الْخِصَامْ
Artinya : ”Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah yang suka bertengkar”. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Hadits “Tiga Macam Dosa Besar”
أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ أَلْإِشْرَاكُ بِاللهِ, وَقَتْلُ النَّفْسِ, وَعُقُوْقُ الْوَا لِدَيْنِ
وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ
Artinya : ”Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dan membunuh manusia dan berani kepada orang tua dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari)
11. Hadits “Tiga Tanda Orang Munafiq”
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثُ؛ إِذَاحَدَّثَ كَذَبَ, وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ, وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Artinya : ”Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: bila berbicara dusta dan apabila berjanji ingkar dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari & Muslim)
12. Hadits “Pengadu Domba Tidak Masuk Surga”
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةُ نَمَّامٌ
Artinya : ”Tidak Akan masuk surga pengadu domba”. (HR. Bukhari dan Muslim)
13. Hadits “Menyambung Silaturrahim/ Persaudaraan”
إِتَّقُوْااللهَ وَصِلُوْا أَرْحَامَكُمْ
Artinya : ”Bertaqwalah kepada Allah dan sambunglah tali persaudaraan diantara kamu sekalian”. (HR. Ibnu ‘Asakir)
14. Hadits “Keutamaan Kebersihan”
أَلنَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ
Artinya : ”Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Turmudzi)
15. Hadits “Dua Warisan Rasul”
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّ أَبَدًا مَاإِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ.
Artinya : ”Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara kamu tidak akan tersesat selamanya, selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul”. (HR. Hakim dan Lain-lain)
16. Hadits “Kesempurnaan Iman”
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaqnya”. (HR.Ahmad)
17. Hadits “Hamba yang paling dicintai Allah SWT”
أَحَبُّ عِبَادِ اللهِ إِلَى اللهِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya : ”Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling baik akhlaqnya”. (HR. Thabrani)
18. Hadits “Orang mukmin bagai bangunan kokoh”
أَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Artinya : ”Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya adalah bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagiannya kepada sebagian yang lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
19. Hadits “Sikap Orang Beriman/ Islam tidak akan menyakiti”
أَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya : ”Orang islam sejati adalah apabila orang islam yang lain merasa aman dari ucapan dan tangannya”. (HR. Muslim)
20. Hadits “Yang Muda Menghormati yang lebih tua”
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا
Artinya : ”Bukan termasuk golongan kita orang yang tidak menyayangi generasi muda dan tidak menghormati generasi tua”. (HR. Turmudzi)
21. Hadits “Perintah Sholat”
صَلُّوْا كَمَارَأَيْتُمُوْنِى أُصَلِّى
Artinya : ”Shalatlah kamu sekalian seperti kamu melihatku melakukan shalat”. (HR. Bukhari)
22. Hadits “Keutamaan Menunjukkan kepada kebenaran”
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِفَاعِلِهِ
Artinya : ”Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan maka baginya pahala seperti pahala pelakunya”. (HR.Muslim)
23. Hadits “Amal yang paling dicintai oleh Allah SWT”
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَ
Artinya : ”Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus walaupun sedikit”. (HR. Bukhari & Muslim)
24. Hadits “Larangan Membuka Aurat”
إِنَّانُهِيْنَا أَنْ تُرَى عَوْرَاتُنَا
Artinya : ”Sesungguhnya kita dilarang memperlihatkan aurat kita”.
25. Hadits “Perintah Kasih Sayang”
إِرْحَمْ مَنْ فِى الْأَرْضِ يَرْحَمْكَ مَنْ فِى السَّمَاءِ
Artinya : ”Sayangilah siapa saja yang ada di gmuka bumi niscaya akan menyayangi kamu siapa saja yang ada di langit”. (HR. Thabrani & Hakim)
26. Hadits “Hak dan Kewajiban Sesama Muslim”
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ؛ رَدُّالسَّلَامِ, وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ, وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ, وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ, وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ
Artinya : ”Kewajiban seorang muslim kepada muslim yang lainnya ada lima hal:
1. Menjawab salam
2. Menengok orang sakit
3. Mengiring jenazah
4. Menghadiri undangan
5. Dan mendoakan orang yang bersin”. (HR. Ibnu Majah)
27. Hadits “Senyum Adalah Shodaqoh”
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
Artinya : ”Senyummu kepada saudaramu adalah shodaqoh”. (HR. Ibnu Hibban)
28. Hadits “Kedudukan Ibu Dalam Islam”
أَلْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الْأُمَّهَاتِ
Artinya : ”Surga itu di bawah telapak kaki ibu”. (HR. Ahmad)
29. Hadits “Kedudukan Orang Tua Dalam Agama Islam”
رِضَ اللهِ فِى رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ
Artinya : ”Ridho Allah tergantung pada kerelaan kedua orang tua dan murka Allah tergantung pada kemarahan orang tua”. (HR. Turmudzi)
30. Hadits “Wanita Sholehah Adalah Hiasan Dunia”
أَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُمَتَاعِ الْدُّنْيَا أَلْمَرْءَةُ الصَّالِحَةُ
Artinya : ”Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah”.
31. Hadits “Allah Maha Indah”
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ وَيُحِبُّ الْجَمَالَ
Artinya : ”Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan”. (HR. Muslim)

Setiap Muslim Wajib Mempelajari Agama

Wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari agamanya, apapun profesinya. Karena Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

menuntut_ilmu
Salah satu fenomena yang cukup memprihatinkan pada zaman kita saat ini adalah rendahnya semangat dan motivasi untuk menuntut ilmu agama. Ilmu agama seakan menjadi suatu hal yang remeh dan terpinggirkan bagi mayoritas kaum muslimin. Berbeda halnya dengan semangat untuk mencari ilmu dunia. Seseorang bisa jadi mengorbankan apa saja untuk meraihnya. Kita begitu bersabar menempuh pendidikan mulai dari awal di sekolah dasar hingga puncaknya di perguruan tinggi demi mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak. Mayoritas umur, waktu dan harta kita, dihabiskan untuk menuntut ilmu dunia di bangku sekolah. Bagi yang menuntut ilmu sampai ke luar negeri, mereka mengorbankan segala-galanya demi meraih ilmu dunia: jauh dari keluarga, jauh dari kampung halaman, dan sebagainya. Lalu, bagaimana dengan ilmu agama? Terlintas dalam benak kita untuk serius mempelajarinya pun mungkin tidak. Apalagi sampai mengorbankan waktu, harta dan tenaga untuk meraihnya. Tulisan ini kami maksudkan untuk mengingatkan diri kami pribadi dan para pembaca bahwa menuntut ilmu agama adalah kewajiban yang melekat atas setiap diri kita, apa pun latar belakang profesi dan pekerjaan kita.
Kewajiban Menuntut Ilmu Agama
Sebagian di antara kita mungkin menganggap bahwa hukum menuntut ilmu agama sekedar sunnah saja, yang diberi pahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi siapa saja yang meninggalkannya. Padahal, terdapat beberapa kondisi di mana hukum menuntut ilmu agama adalah wajib atas setiap muslim (fardhu ‘ain) sehingga berdosalah setiap orang yang meninggalkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya wajib atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.
Sebagai contoh, berkaitan dengan firman Allah Ta’ala,
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. (QS. Thaaha [20] : 114)
maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
( وَقَوْله عَزَّ وَجَلَّ : رَبّ زِدْنِي عِلْمًا ) وَاضِح الدَّلَالَة فِي فَضْل الْعِلْم ؛ لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَمْ يَأْمُر نَبِيّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَلَبِ الِازْدِيَاد مِنْ شَيْء إِلَّا مِنْ الْعِلْم ، وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته ، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ ، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض
“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, 1/92)
Dari penjelasan Ibnu Hajar rahimahullah di atas, jelaslah bawa ketika hanya disebutkan kata “ilmu” saja, maka yang dimaksud adalah ilmu syar’i. Oleh karena itu, merupakan sebuah kesalahan sebagian orang yang membawakan dalil-dalil tentang kewajiban dan keutamaan menuntut ilmu dari Al Qur’an dan As-Sunnah, namun yang mereka maksud adalah untuk memotivasi belajar ilmu duniawi. Meskipun demikian, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena hukum mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila digunakan dalam kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam kejelekan, maka jelek. (Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14)
Ilmu Apa Saja yang Wajib Kita Pelajari?
Setelah kita mengetahui bahwa hukum menuntut ilmu agama adalah wajib, maka apakah kita wajib mempelajari semua cabang ilmu dalam agama? Tidaklah demikian. Kita tidak diwajibkan untuk mempelajari semua cabang dalam ilmu agama, seperti ilmu jarh wa ta’dil sehingga kita mengetahui mana riwayat hadits yang bisa diterima dan mana yang tidak. Demikian pula, kita tidak diwajibkan untuk mempelajari rincian setiap pendapat dan perselisihan ulama di bidang ilmu fiqh. Meskipun bisa jadi ilmu semacam itu wajib dipelajari sebagian orang (fardhu kifayah), yaitu para ulama yang Allah Ta’ala berikan kemampuan dan kecerdasan untuk mempelajarinya demi menjaga kemurnian agama.
Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Hajar rahimahullah di atas, kita “hanya” wajib mempelajari sebagian dari ilmu agama, yaitu ilmu yang berkaitan dengan ibadah dan muamalah, sehingga kita dapat beribadah kepada Allah Ta’ala dengan benar. Kita juga wajib mempelajari ilmu tentang aqidah dan tauhid, sehingga kita menjadi seorang muslim yang beraqidah dan mentauhidkan Allah Ta’ala dengan benar dan selamat dari hal-hal yang merusak aqidah kita atau bahkan membatalkan keislaman kita.
Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menjelaskan ilmu apa saja yang wajib dipelajari oleh setiap muslim. Artinya, tidak boleh ada seorang muslim pun yang tidak mempelajarinya. Ilmu tersebut di antaranya:
Pertama, ilmu tentang pokok-pokok keimanan, yaitu keimanan kepada Allah Ta’ala, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir.
Ke dua, ilmu tentang syariat-syariat Islam. Di antara yang wajib adalah ilmu tentang hal-hal yang khusus dilakukan sebagai seorang hamba seperti ilmu tentang wudhu, shalat, puasa, haji, zakat. Kita wajib untuk mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan ibadah-ibadah tersebut, misalnya tentang syarat, rukun dan pembatalnya.
Ke tiga, ilmu tentang lima hal yang diharamkan yang disepakati oleh para Rasul dan syariat sebelumnya. Kelima hal ini disebutkan dalam firman Allah Ta’ala,
ö قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah,’Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui’”. (QS. Al-A’raf [7]: 33)
Kelima hal ini adalah haram atas setiap orang pada setiap keadaan. Maka wajib bagi kita untuk mempelajari larangan-larangan Allah Ta’ala, seperti haramnya zina, riba, minum khamr, dan sebagainya, sehingga kita tidak melanggar larangan-larangan tersebut karena kebodohan kita.
Ke empat, ilmu yang berkaitan dengan interaksi yang terjadi antara seseorang dengan orang lain secara khusus (misalnya istri, anak, dan keluarga dekatnya) atau dengan orang lain secara umum. Ilmu yang wajib menurut jenis yang ke empat ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan dan kedudukan seseorang. Misalnya, seorang pedagang wajib mempelajari hukum-hukum yang berkaitan dengan perdagangan atau transaksi jual-beli. Ilmu yang ke empat ini berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing. (Lihat Miftaah Daaris Sa’aadah, 1/156)
Dari penjelasan Ibnul Qoyyim rahimahullah di atas, jelaslah bahwa apa pun latar belakang pekerjaan dan profesi kita, wajib bagi kita untuk mempelajari ilmu-ilmu tersebut di atas. Menuntut ilmu agama tidak hanya diwajibkan kepada ustadz atau ulama. Demikian pula kewajiban berdakwah dan memberikan nasihat kepada kebaikan, tidak hanya dikhususkan bagi para ustadz atau para da’i. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَوَاللَّهِ لأَنْ يَهْدِىَ اللَّهُ بِكَ رَجُلاً خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُونَ لَكَ حُمْرُ النَّعَمِ
“Demi Allah, jika Allah memberikan petunjuk kepada satu orang saja melalui perantaraanmu, itu lebih baik bagimu dibandingkan dengan unta merah (yaitu unta yang paling bagus dan paling mahal, pen.)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan tidak diragukan lagi, bahwa untuk berdakwah sangat membutuhkan dan harus disertai dengan ilmu. Bisa jadi, karena kondisi sebagian orang, mereka tidak terjangkau oleh dakwah para ustadz. Sebagai contoh, betapa banyak saudara kita yang terbaring di rumah sakit dan mereka meninggalkan kewajiban shalat? Di sinilah peran penting tenaga kesehatan, baik itu dokter, perawat, atau ahli gizi yang merawat mereka, untuk menasihati dan mengajarkan cara bersuci dan shalat ketika sakit. Demikian pula seseorang yang berprofesi sebagai sopir, hendaknya mengingatkan penumpangnya misalnya untuk tetap menunaikan shalat meskipun di perjalanan. Tentu saja, semua itu membutuhkan bekal ilmu agama yang memadai.
Terahir, jangan sampai kita menjadi orang yang sangat pandai tentang seluk-beluk ilmu dunia dengan segala permasalahannya, namun lalai terhadap ilmu agama. Hendaknya kita merenungkan firman Allah Ta’ala,
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآَخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat”. (QS. Ar-Ruum [30]: 7)

Penulis: dr. M. Saifudin Hakim, MSc.
Artikel Majalah Muslim.Or.Id


Dahulukan Ilmu Fardhu ‘Ain dalam Mencari Ilmu

“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, dan orang yang meletakkan ilmu pada selain yang ahlinya bagaikan menggantungkan permata mutiara dan emas pada babi hutan,” ucap Rasulullah saw sebagai disampaikan dalam HR. Ibnu Majah.

Dalam sebah hadits lain, Rasulullah bersabda. “Barangsiapa yang kedatangan ajal, sedang ia masih menuntut ilmu, maka ia akan bertemu dengan Allah di mana tidak ada jarak antara dia dan antara para nabi kecuali satu derajat kenabian.” (HR. Thabrani).

Mencari ilmu adalah amal yang mulia dan terpuji dalam Islam. Sebab dengan ilmu-lah seseorang dapat menghindari larangan Allah, menjalankan perintah-Nya dan mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil. Karena itulah, dalam banyak hadits disebutkan, para malaikat selalu melindungi orang-orang yang sedang menuntut ilmu. Dan kelak di hadapan Allah mereka mendapat kemuliaan yang hanya terpaut satu derajat dengan para nabi.

Mencari ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Akan tetapi, akhlaq mencari ilmu kaum Muslim berbeda dengan kaum yang lain. Orang mukmin, perlu mengetahui adab-adabnya, sehingga ilmu yang diperoleh berbarakah dan mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala. Berikut, beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh para penuntut ilmu.

1. Ikhlas

Sabda Rasulullah Shallallah Alaiahi Wasallam (SAW),”Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung niatnya…” (Riwayat Bukhari). Imam Nawawi menyatakan bahwa para ulama memiliki kebiasaan menulis hadits tersebut di awal pembahasan, guna mengingatkan para pencari ilmu agar meluruskan niat mereka sebelum menelaah kitab tersebut.

2. Mengutamakan Ilmu wajib, baru ilmu lain

Handaknya penuntut ilmu mengutamakan ilmu yang hukumnya fardhu ain (wajib yang tidak boleh diganti orang lain) untuk dipelajari terlebih dahulu, khususnya masalah agama. Semisal masalah akidah, halal-haram, kewajiban yang dibebankan kepada muslim, maupun larangannya. Sebab itulah, orang tua harus mengajarkan hal itu kepada anak mereka, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala, yang artinya,”Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At Tahrim [66]:6 ).

Setelah mempelajari ilmu yang hukumnya fardhu ain, boleh mempelajari ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti mengahafal Al Qur`an dan Hadits, nahwu, ushul fikih dan lainnya. Selanjutnya ilmu-ilmu yang bersifat sunnah, seperti penguasaan salah satu cabang ilmu secara mendalam.

3. Meninggalkan Ilmu yang Tidak Bermanfaat

Tidak semua ilmu boleh dipelajari, karena ada ilmu-ilmu yang tidak bermanfaat, atau bahkan ilmu yang bisa menjerumuskan orang yang mempelajarinya kepada keburukan. Oleh sebab itu, dilarang bagi seorang Muslim mempelajari sihir, karena bisa menjadi jalan menuju kekufuran. Firman Allah, yang maknanya, “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman, padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut...” (Al Baqarah [2]: 102).

4. Menghormati Ulama dan Guru

Rasulullah (SAW) bersabda,”Barang siapa menyakiti waliku, maka Aku telah mengumandangkan perang kepadanya.” (Riwayat Bukhari). Imam As Syafi’i dan Abu Hanifah pernah mengatakan,”Jika para fuqaha bukan wali Allah, maka Allah tidak memiliki wali.” Begitulah akhlaq mulia Islam menghormati guru-guru kita.

5. Tidak Malu dalam Menuntut Ilmu

Sifat malu dan gengsi, bisa menjadi penghalang seseorang untuk memperoleh ilmu. Oleh karena itu, para ulama menasehati agar kedua sifat itu ditanggalkan, hingga pengetahuan yang bermanfaat bisa didapat. Aisyah (RA) pernah mengatakan dalam As Shahih,”Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshar, rasa malu tidak menghalangi mereka mencari ilmu.”

6. Memanfaatkan Waktu dengan Baik

Hendaknya pencari ilmu tidak menyia-nyiakan waktu, hingga terlewatkan kesempatan belajar.Ulama besar seperti Imam Bukhari, bisa dijadikan contoh tauladan dalam hal ini. Diriwayatkan bahwa beliau menyalakan lentera lebih dari 20 kali dalam semalam, untuk menyalin hadits yang telah beliau peroleh. Artinya, beliau amat menghargai waktu, malam hari pun tidak beliau lewatkan, kecuali untuk menimba ilmu.

7. Bermujahadah dalam Mencari Ilmu

Para ulama terdahulu, tidaklah berantai-santai dalam mencari ilmu, sebab itulah, saat ini kita bisa memanfaatkan karya-karya mereka yang amat berbobot. Tentu, kalau kita menginginkan memiliki ilmu sebagaimana ilmu yang mereka miliki, maka kita juga harus bersungguh-sungguh, seperti kesungguhan yang telah mereka lakukan.

Ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad, saat beliau terlihat tidak kenal lelah dalam mencari ilmu,”Apakah engkau tidak beristirahat?”. Apa jawab Imam Ahmad? Beliau hanya mengatakan,”Istirahat hanya di Surga.”

8. Menjaga Ilmu dengan Menghindari Maksiat

Bagi para pencari ilmu, nasihat Imam Al Waqi’ kepada Imam As Syafi’i mengenai sulitnya menghafal, amatlah berharga. Imam Waqi’ menjelaskan bahwa ilmu adalah cahaya dari Allah, sehingga tidak akan pernah bersatu dengan jiwa yang suka bermaksiat.

9. Mengamalkan Apa yang Telah Diketahui

Karena ilmu dipelajari untuk diamalkan, maka pencari ilmu hendaknya bersegera mengamalkan apa yang telah ia ketahui dan pahami, jika itu berkenaan amalan-amalan yang bisa segera dikerjakan. Ali bin Abi Thalib mengatakan,”Wahai pembawa ilmu, beramallah dengan ilmu itu, barang siapa yang sesuai antara ilmu dan amalannya maka mereka akan selalu lurus.” (Riwayat Ad Darimi).


Fadhilah Ilmu

Itulah rahasia yang telah diberikan Allah atas orang-orang yang berilmu. Dalam sebuah cerita dikisahkan, suatu hari Rosulullah Saw datang ke masjid. Di muka pintu masjid itu beliau melihat setan yang ragu ragu akan masuk. Lalu beliau menegurnya, “Hai setan, apa yang sedang kamu kerjakan di sini ?” Maka setan menjawab, “Saya akan masuk masjid untuk menggaggu orang yang sedang sholat. Tetapi aku takut kepada orang lelaki yang sedang tidur.” Segera baliau menjawab, “Hai Iblis, mengapa kamu tidak takut kepada orang yang sedang sholat menghadap Tuhannya, tetapi justru takut kepada orang yang sedang tidur ?.” Setan menjawab, “Betul, sebab orang yang sedang sholat itu bodoh sehingga mengganggunya lebih mudah. Sebaliknya orang yang sedang tidur itu adalah orang ‘alim, hingga saya kuatir seandainya saya ganggu orang yang sedang sholat itu, maka orang ‘alim itu terbangun dan segera membetulkan sholatnya.” Sebab peristiwa itu maka Rosulullah Saw bersabda, “Tidurnya orang ‘alim lebih baik dari pada ibadahnya orang bodoh.”

Dalam sebuah hadits lain, Nabi bersabda, "Duduk di sisi 'Ulama selama satu jam lebih kugemari, dibanding ibadah selama 1000 tahun."

Nabi Muhammad S.A.W juga pernah bersabda dalam haditsnya, “Memandang wajah seorang 'alim adalah ibadah."



Ilmu Fardhu Ain Imam Al Gazali

Dalam kesempatan ini kami mencoba meberikan pejelasan singkat tentang ilmu yang terpuji dan tercela menurut imam al Gazali, pembahagiannya serta hukum yang tercakup pada pembahasan ini. Secara global, hukum penuntutan ilmu menurut Hujjatul islam imam al Gazali itu bisa terbagi dua menajdi fardhu ain dan fardhu kifaya.
Apa yang dimaksud ilmu yang fardhu ain?
Imam Al Gazali menjelaskan, sesuai hadits Rasulullah saw. “Menuntut Ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim” menunjukkan penuntutan ilmu itu wajib bagi setiap muslim. Namun kini muncul pertanyaan, apakah semua cabang ilmu itu wajib untuk dipelajari? Ataukah hanya ilmu tertentu saja? Yang fardhu ain dalam hadits ini sebenarnya yang mana? Al Gazali menjelaskan dalam ihya Ulumuddin dalam memaknai hadits ini manusia banyak berbeda pendapat. Menurut al Gazali ilmu yang fardhu ain (setiap orang wajib mempelajarinya) terdapa sampai lebih duapuluh lebih pendapat. Berbeda menurut bidangnya masing masing.
Para ahli kalam mengatakan bahwa yang fardhu ain itu adalah ilmu kalam. Karena dengan ilmu ini kita bisa memahami makna tauhid. Mengetahui dzat dan sifat-sifat Allah SWT. Ahli fiqh mengatakan bahwa yang fardhu ain itu adalah ilmu fiqh. Karena dengan ilmu fiqh ini ibadah, halal, haram, apa yang diharamkan dan dihalalkan dari interaksi sosial itu bisa diketahui. Ahli tafsir dan ahli hadits bahwa yang wajib ain itu adalah ilmu tentang al quran dan hadits. Karena dengan ilmu ini kita bisa sampai ke ilmu secara keseluruhan.
Ahli tasawwuf mengatakan bahwa ini adalah ilmu mukasyafah atau ilmu tasawwuf itu sendiri namun alhi tasawwuf dendiri berbeda beda lagi memaknai maksud dengan ilmu yang fardhu ain ini. Sebahagian mengatakan itu adalah ilmu untuk mengetahui hal dan maqam seorang hamba disisi Allah. Sebahagian berkata adalah ilmu ikhlas. Pendalaman jiwa, membadakan atara millah syaitan dan millah malaikat. Dan sebahagian mengatakan ilmu batin dan wajibnya ini khusus untuk kaum-kaum tertentu.
Abu Thalib Al Makky mengatakan yang dimaksud dengan fardhu ain itu adalah mengetahui lima pondasi islam yang tertera dalam hadits nabi.
“Islam dibangun atas lima hal: Syahadat bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasulullah. Mendirikan shalat. Menunaikan zakat. Puasa ramadhan dan haji bagi orang yang mampu”. (HR Bukhari Muslim)
Lebih lanjut dijelaskan, meski yang diwajibkan itu hanya seputar yang lima tadi namun menjadi wajib pula ilmu tentang bagaima sampai untuk penerapan hal yang lima ini. Al Gazali menyambungkan pembahasan ilmu fardu ain ini dengan menjelaskan pembahagian ilmu dari segi interaksi kepada Allah dan kepada manusia. Dalam Ihya beliau menulis “Ilmu sebagaimana yang telah kami kemukakakan sebelumnya itu terbagi kepada ilmu mu’amalah dan ilmu mukasyafahah. Dan tidaklah yang wajib dipelajari seorang muslim itu kecuali imu muamalah saja. Sedangkan pembahagian ilmu muamalah yang dibebankan kepada seorang muslim yang akil balik itu ada tiga: I’tiqad, melaksankan perintah dan menjauhi larangan.
Tatkala seorang telah mencapai baliq baik itu dari usia atau ditandai dengan bermimpi, maka diwajibkan kepadanya untuk mempelajari dua kalimat syahahdat serta memahami maknanya. Yaitu perkataan “asyhadu an laa ilaha illallah wa asyahdu anna muhammadan rasulullah” saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Tidak wajib baginya untuk megetahui penjelasan penjelasannya lebih rinci. Melainkan cukup meyakininya tanpa kebimbangan dan keraguan. Walau melalui taklid dan sima’. Sebagaimana yang dilakukan oleh rasulullah terhadap sahabat yang masuk Islam tanpa mengajarkan dalil. Ketika itu sudah terlaksana maka gugurlah kewajiban pada masa tersebut dan tidak ada lagi tuntutan setelahnya buktinya, ketiak seseorang meninggal dunia setelah membaca dua kalimat syahdat tadi maka matinya dianggap mati orang yang taat dan tidak bermaksiat kepada Allah SWT.
Setelah i’tiqad tersebut maka akan adalagi kewajiban melaksakan perinta dan menjauhi larangan. Tidak dharuri tapi dituntut dalam bentuk uraian saja. Seperti shalat. Untuk mengetahui perintah tersebut maka ia mempelajarinya sebelum tiba masa kewajibannya. Demikian pula puasa. Zakat. Haji. Tidak harus tergesa gesa mempelajarinya. dan wajib juga untuk mengetahui apa yang harus di jauhi atau ditinggalkan berupa perbuatan-perbuatan kemaksiatan atas berlalunya waktu berdasarkan kebutuhan. Apabila terlintas dipikirannya keraguan dalam akidahnya, maka ia harus belajar dan megkaji sebatas menghilangkan keraguan itu, dan mempelajari ilmu yang dapat menyelamatkan diri dari kebinasaan dan memperoleh derajat yang tinggi dalam fardhu ain. Sementara ilmu-ilmu yang lebih dari itu adalah fardhu kifayah, bukan fardhu ain.
Ketahuilah bahwa tingkatan-tingkatan ilmu adalah berdasarkan kadar kedekatannya dengan ilmu akhirat. Sebagaimana ilmu syariat lebih utama dari pada ilmu-ilmu lainnya. Maka ilmu yang berkaitan dengang hakikat-hakikat syariat lebih utama daripada ilmu yang berkaitan dengan hukum hukum lahiriah. Maka ahli fiqih menghukumi bentuk lahir dengan sah dan batil. Di balik itu ada ilmu untuk mengetahui bentuk ibadah yang diterima atau di tolak. Hal itu termasuk ilmu-ilmu sufistik.

Jumaat, 15 Januari 2016

RINDUKANLAH SYURGA ALLAH SWT




Empat Golongan yang Dirindukan Surga




Oleh : Rahmat Kurnia Lubis*
Rindu nya surga kepada empat golongan tak kalah hebat dengan seorang pemuda yang sedang kasmaran, rindu ingin bertemu dengan orang yang dirindukan nya. Dimana saja, kapan saja yang diingat adalah sang pujaan hati, siang jadi kenangan, malam jadi bayangan, tidur pun jadi impian, begitu juga surga, surga selalu merindukan empat golongan, padahal kalau kita tanya setiap orang pasti ingin masuk surga, walaupun dia seorang pendosa atau ahli maksiat sekalipun, siapapun kita, pada strata sosial manapun, apapun prosfesi nya, dibumi manapun berpijak pasti ingin menjadi orang yang dirindukan oleh surga nya Allah SWT. Tempat yang di idam-idam kan oleh seluruh makhluk Allah, tempat yang tidak terdengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna, sia-sia dan dusta, di dalam nya ada mata air yang mengalir, takhta-takhta yang ditinggikan, gelas-gelas berisi minuman yang terletak dekat, bantal-bantal sandaran yang tersusun, permadani-permadani yang terhampar, kebun-kebun dan buah anggur, gadis-gadis remaja yang sebaya. Tidak ada kesusahan karena itu hanya tempatnya kesenangan atas balasan yang kita lakukan di alam dunia, semuanya setiap keinginan kita tercipta. Sudah bisa kita bayangkan tentang surga?, dan hasilnya itu belum lah apa-apa, alias belum mampu menggambarkan surga yang sesungguhnya, karena apa yang kita bayangkan hanyalah pikiran manusia saja, surga itu tidak pernah bisa di bayangkan, karena sesuatu hal yang bisa di bayangkan bukanlah surga. Yang kita pikirkan itu adalah gambaran mini dari pada sebuah kesenangan, karena pikiran dan logika kita hanya mampu menampung suatu hal yang bisa di gambarkan, dan surga itu  jauh dari pada itu semua. Itulah hakikat tempat yang paling indah bagi kehidupan.
Surga itu adalah tempat kenikmatan yang kekal sempurna, yang tidak ada di dalamnya kekurangan sama sekali, ia disediakan Allah SWT bagi mereka yang mentaati perintah-Nya, Allah SWT dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh imam Al Bukhari dan Abu Khurairah menyampaikan “ Aku sediakan bagi hamba-hamba ku yang shaleh segala sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam hati manusia”. Itulah sejatinya surga yang di abadikan oleh Allah SWT. Dan Allah pun berfirman dalam Al-Qur'an.
الجنة أعدت للمتقين
"Surga disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”
Walaupun orang itu wajahnya jelek, hidupnya miskin, pakaiannya murah, rumahnya gubuk lagi butut, tapi kalau bertakwa dia akan masuk syurga, karena syurga rindu, ingin dimasuki oleh empat golongan ini, Rasulallah saw di dalam kitab Durrathun Naashihin menyampaikan.
الجنة مشتقة الى اربعة نفر : تالى القران وصوم رمضان وحفظ اللسان ومطعم الجيئان
"Syurga itu rindu kepada empat golongan, yaitu orang yang membaca Al-Qur'an, orang yang puasa di bulan Ramadhan, orang yang menjaga lisan, dan orang yang memberi makanan kepada yang kelaparan".
Pertama, orang yang senantiasa membaca al-Quran. Al Quran sebagai wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada baginda nabi Muhammad Saw yang menjadi pedoman bagi setiap umat manusia. Jika satu buku memiliki suatu nilai manfaat dari setiap isinya, maka al Quran jauh lebih banyak memiliki manfaat dan menjadi tuntunan hidup atau pegangan manusia. Apakah kita menyadari di antara deretan huruf yang jumlahnya , lebih kurang 6666, 30 juz dan 114 surat, yang  jika di bacakan hati menjadi tenang, bisa dengan mudah di hafal oleh semua kalangan bahkan anak-anak sekalipun, mempunyai nilai sastra yang sangat indah, mengandung peristiwa masa lalu, begitupun masa depan, tuntunan ibadah berupa syariat yang di tetapkan oleh Allah SWT, bahkan banyak rahasia science terungkap karenanya. Jika bukan campur tangan Allah SWT yang menyampaikan kalimat dan maknanya niscaya ia akan usang di telan waktu. Tapi bahkan sampai saat ini al Quran kitab yang sudah belasan abad ini masih tetap utuh, tidak ada perubahan akan isinya. Karena ia memang di jaga oleh Allah SWT melalaui lidah nya para huffaz (penghafal al Quran).
Dr. Al Qadhi, melalui penelitian nya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat al-Qur’an, seorang muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar. Memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitian nya. Penelitian ini berikutnya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji coba nya ia berkesimpulan, bacaan Al-Qur’an berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit.
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Qur’an terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkan nya. Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitian nya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberitahu bahwa yang akan diperdengarkan nya adalah Al-Qur’an. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Al-Qur’an dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulan nya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Alquran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an.
Secara keduniawian bahwa tidak ada sesungguhnya hal yang membuat seseorang sulit untuk membaca al Quran, bahkan efek dari al Quran itu sendiri yang mampu memberikan nilai positif baik dalam hal kesehatan fisik, ketenangan jiwa, kemampuan berpikir, dan penemuan penelitian yang tiada akhirnya dari kitab bernama al Quran ini.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“Tidak berkumpul suatu kaum di salah satu rumah Allah Taala, sedang mereka membaca kitab-Nya dan mengkaji nya, melainkan mereka akan dilimpahi ketenangan, dicurahkan rahmat, di kelilingi para malaikat, dan di puji oleh Allah di hadapan para makhluk dan di sisi-Nya.” (HR. Abu Dawud)
Al Quran adalah kitab yang disampaikan oleh Allah SWT sebagai pedoman menyimpan banyak kebaikan dari dunia sampai akhirat,  jika kita menjadi orang yang berbangga dengan Allah, mengkaji kitab-Nya, dan mengajarkan nya maka itu adalah sebaik-baik manusia. Dengan membaca dan mempelajari al Quran berarti kita telah menjalankan syiar Islam. Al Quran tentu nya bukan untuk dipajang dalam rak saja, atau di butuhkan saat kematian saja, tapi ia adalah sesuatu hal yang seharusnya hidup di setiap waktu di rumah setiap muslim. "Perumpamaan rumah yang didalamnya ada dzikrullah.. dan rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara yang hidup dengan yang mati". Bukan hanya sebatas identitas sebagai seorang beragama, tapi ia merupakan kebutuhan jiwa manusia, dan ketika sesering mungkin dari mulut seorang hamba keluar bacaan al Quran maka Allah akan senantiasa mencintai-Nya dan surga pun merindukannya.
Kedua, penjaga lidah. Memang lidah tak bertulang tapi ia lebih tajam dari sebilah pedang, dampaknya bisa mengakibatkan peperangan yang semula damai menjadi konflik. Efek negatifnya akan membuat orang menjadi sengsara, akan melenyapkan pahala kebaikan yang kita buat seperti api memakan kayu bakar, akan membuat puasa jadi hampa dan sia-sia. Namun bila kita menjaga nya, begitu banyak kenikmatan akan kita raih, dengan lisan kita berdakwah, dengan lisan kita bertilawah, dengan lisan kita berdo'a. Lisan yang baik adalah ketika ia berkata-kata yakni dengan kata yang penuh dengan ‘ibrah, santun dan penuh dengan ajakan kebaikan serta jauh dari ghibah, fitnah, menggunjing dan berbohong. Maka benar kata-kata bijak dari ulama bahwa :
 ألسّلامة الإنسان في حفظ اللّسان
Artinya: “Keselamatan manusia terletak pada penjagaan lisan nya”.
Lisan yang baik senantiasa tahu bagaimana harus berbicara baik, terhadap lawan bicara nya,  tidak pernah membuat orang merasa tersakiti dengan bahasa kita, terkadang orang menyampaikan bahwa bicaranya memang keras, tapi perlu kita garis bawahi bahwa keras ataupun kuat belum tentu menyakitkan, dan suara yang hanya sekedar keras mungkin bisa saja karena bawaan lingkungan geografis, namun jika suara sudah menyinggung perasaan, mencela, dan menghinakan orang lain, maka itu tragedi bagi kehidupan manusia, tragedi tersebut adalah di dunia tidak akan selamat, senantiasa di jauhkan orang lain, tidak di berikan kesempatan, apalagi di akhirat yaitu balasan karena prilaku manusia itu sendiri. Bahkan dalam tataran sebuah birokrasi pemerintahan di butuhkan juru bicara yang menyampaikan pesan dengan santun. Orang yang berbicara santun, mampu mendamaikan, berdiplomasi untuk sebuah kemakmuran akan lebih di cintai dari pada mulut yang menimbulkan fitnah dan perkataan kotor, semakin orang sering berkata kotor semakin menumpulkan hati, dan membuat manusia jauh dari kebaikan.
Ketiga, pemberi makan orang yang kelaparan (dermawan). Sungguh, Allah yang Maha rahman, rahim, maha pemberi , dan hakim yang paling adil itu akan membalas sekecil apapun kebaikan kita kepada orang lain. Bila kita memberi minum kepada saudara kita yang kehausan maka Allah akan memberi kita minum pada hari kiamat nanti di saat orang-orang sedang dilanda dahaga, Bila kita memberi makan kepada saudara kita yang sedang kelaparan, niscaya Allah akan memberi kita makan di saat orang-orang kelaparan pada hari akhir nanti, Bila kita memberi pakaian kepada saudara kita di dunia ini, niscaya Allah akan memberi kita pakaian yang indah di saat orang-orang telanjang pada hari perhitungan nanti, bila kita memudahkan urusan saudara kita yang sedang kesulitan dan dihimpit permasalahan, maka  Allah akan memudahkan urusan kita sejak di dunia ini. Pertolongan Allah akan datang kepada seorang hamba manakala sang hamba menolong saudara nya. Hal ini merupakan akhlak yang sering di contohkan oleh para sahabat-sahabat nabi, yaitu memberi kepada orang yang lapar, orang yang butuh, dan orang yang kesusahan.  Mereka para rasul, para nabi, para Khalifah, dan Imam dalam Islam  memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap semua golongan, karena bagi mereka membantu, memberi, dan bersikaf bijak adalah bagian yang menjadi karakteristik sejati seorang muslim beragama.
Keempat, Orang-orang yang berpuasa di bulan ramadhan. Di bulan yang mulia yang penuh berkah, rahmat, ampunan , Allah menjanjikan kepada kita akan pembebasan dari panasnya api neraka, Puasa menjadi tolak ukur keberadaan seorang hamba, karena dengan puasa yang benar, Ramadhan yang di manfaatkan, akan banyak kebaikan yang di peroleh di dalamnya, dalam puasa melatih kejujuran, antara manusia dengan manusia lainnya, antara seorang hamba kepada Tuhan-Nya, dan di bulan puasa menjadi tempat yang baik untuk beramal karena setiap amal di lipat gandakan, bahkan malam lailatul qadr ada di antaranya. Melatih kepekaan sebagaimana yang dirasakan orang-orang yang kurang mampu agar kita bisa hidup saling berbagi, bagaimana menahan lapar dan haus, serta bagaimana implikasi iman tersebut di luar ramadhan bisa bertahan dan di jalankan, ramadhan adalah tempat melatih semua kepekaan yaitu emosional, kecerdasan, dan spiritual di didik untuk menjadi manusia yang lebih manfaat. Jadi orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan memiliki semangat, motivasi, dan perubahan berarti menuju arah yang lebih baik dalam hidupnya maka tentunya Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pengorbanan dan perjuangan hamba tersebut.
Namun pada akhirnya secara konkrit Allah SWT kembali menyampaikan dalam al Quran berdasarkan surat Al-Mukminun ayat 1-11 sebagai penghuni surga nya yaitu:
  1. Pegawai yang jujur.
  2. Pemimpin yang adil.
  3. Orang yang mempunyai ilmu, lalu ilmunya tersebut dibagikan kepada orang lain.
  4. Orang kaya yang pemurah/dermawan
  5. Orang miskin yang sabar.
  6. Orang kuat yang melindungi orang lemah.
  7. Anak yang berbakti kepada orang tua dan guru.
  8. Istri yang taat kepada suaminya.
  9. Suami yang bertanggung jawab.
  10. Orang yang mencintai Masjid, senang berpuasa dan membaca Al-Qur'an.
Sebenarnya cukup mudah menilai diri kita sendiri, apakah kemudian sudah adil, sudah khusyu, sudah ikhlas, sudah mau berkorban, dan mencintai al Quran?. Yang paling mengetahui itu tentunya diri kita sendiri dengan Allah SWT. jika kita sudah ikhlas dan mau beramal surga maka tentunya surga pun akan merindukan kita. surga itu bukan hanya untuk satu orang, milik kelompok tertentu atau golongan tertentu, tapi Allah memperuntukkan nya bagi manusia dari timur hingga ke barat dari manusia pertama hingga terakhir. Syarat nya hanya tunduk patuh kepada perintah Allah SWT, beramal sholeh, bermanfaat buat orang lain, dan ikhlas kepada-Nya. Hanya tiga syarat menuju surga tersebut.
*Penulis Adalah Alumni Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Kisah Pemuda Diperebutkan Bidadari

16 Mei
Bismillahirrohmanirrohiim.,.
“Dalam kebebasan yang begitu indah bersama Tuhan apalah artinya surga” (Rabi’ah Adawiyah).
Di sudut kota Madinah, tinggallah seorang pemuda bernama Zulaibib. Dikenal sebagai pemuda yang baik di kalangan para sahabat. Juga dalam hal ibadahnya termasuk orang yang rajin dan taat. dari sudut ekonomi dan finansial, ia pun tergolong melarat. Sebagai seorang yang telah dianggap mampu, ia hendak melaksanakan sunnah Rasul yaitu menikah. Beberapa kali ia meminang gadis di kota itu, namun selalu ditolak oleh pihak orang tua ataupun sang gadis dengan berbagai alasan.
Zulaibib kemudian mengutarakan isi hatinya kepada Baginda Nabi. Sambil tersenyum beliau berkata:”Maukah engkau saya nikahkan dengan putri dari kalangan Ansyar? ”
“saya belum berani ya Rasul, putri sahabat itu terkenal akan kecantikan dan kesholihannya, dan hingga kini ayahnya selalu menolak lamaran dari siapapun.”
Tapi hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaibib, Rasulullah menanyakan hal yang sama. “Zulaibib, tidakkah engkau menikah?”. Dan Zulaibib menjawab dengan jawaban yang sama. Begitu, begitu, dan begitu. Tiga kali. Tiga hari berturut-turut.
Dan di hari ketiga itulah, Rasulullah menarik lengan Zulaibib dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar. “Aku ingin menikahkan putri kalian.” kata Rasulullah pada tuan rumahnya.
“Betapa indahnya dan betapa barakahnya rumah kita”, begitu tuan rumah menjawab berseri-seri, mengira bahwa sang Nabilah calon menantunya. ” Ooh.. Ya Rasulullah,ini sungguh akan menjadi cahaya yang menyinari di rumah kami.”
” Bukan untukku, tetapi ku pinang putrimu untuk Zulaibib” jawab Rasulullah.
“Zulaibib?”, sahut pemimpin ansyar tak percaya.
“Ya. Untuk Zulaibib.” Rasulullah menyakinkan.
” Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas panjang. “Saya harus meminta pertimbangan istri dan putri saya tentang hal ini”
“wahai suamiku?’, istrinya berseru, “Bagaimana bisa? Zulaibib berwajah jelek, tak bernasab, tak berkabilah, tak berpangkat, dan tak berharta. Demi Allah tidak. Tidak akan pernah putri kita menikah dengan Zulaibib”
Perdebatan itu tidak berlangsung lama. Dan akhirnya sang putri dari balik tirai berkata anggun, “Siapa yang meminta?”
“Rasulullah wahai putriku” jawab mereka.
“Ayah dan bunda, jika memang ia didatangkan karena permintaan Rasulullah saw, maka terimalah lamarannya, dan aku ikhlas menjadi istrinya. Demi Allah, kirim aku padanya. Dan demi Allah, karena Rasulullah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku”.
Putri yang shalehah itu lalu membaca sebait ayat: “Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan RasulNya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah mereka telah sesat, sesat yang nyata” (QS. Al Ahzab : 36)
Mendengar kata2 gadis itu Rasulullah dengan tertunduk berdoa untuk gadis shalihah tersebut, ” Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Jangan Kau jadikan hidupnya susah dan bermasalah..” (Doa yang indah.)
Akhirnya peminpin ansyar dan istrinya menyetujui. pagi itu juga pernikahan diselenggarakan dengan sederhana. Zulebid kemudian memboyong istrinya ke rumahnya.
Sambil memandangi wajah istrinya, ia berkata,” duhai Adinda di wajahmu terlukiskan kecantikan bidadari, apakah ini yang engkau idamkan selama ini? Bahagiakah engkau dengan memilihku menjadi suamimu? dan apakah kita termasuk suatu tanda pasangan surga”
“maksud kakanda..??” istrinya balik bertanya.
” Bukankah syukur dan sabar adlh ciri2 yg dirindu suga, aku selalu bersyukur telah mendapatkan istri seperti adinda, dan adinda selalu bersabar telah mendapatkan suami spt aku”.
Dengan tersipu malu istrinya menyela ” engkau adalah lelaki pilihan rasul yang datang meminangku. Tentu Allah telah menakdirkan yang terbaik darimu untukku. Tak ada kebahagiaan selain menanti tibanya malam ini yang dinantikan para pengantin.”
Zulaibib tersenyum. Dipandanginya wajah indah itu berkali-kali seakan kejadian ini hanyalah mimpi belaka. Tiba-tiba terdengar pintu rumah diketuk. Segera ia bangkit dan membuka pintu. Seorang laki-laki mengabarkan bahwa ada panggilan untuk berkumpul di masjid, panggilan berjihad dalam perang.
Zulaibib masuk kembali masuk rumah dan menemui istrinya. “Duhai istriku yang senyumnya mempesona hingga ke relung jiwa, begitu besar cintaku kepadamu, namun panggilan Allah untuk berjihad melebihi semua kecintaanku padamu. Aku mohon keridhoanmu sebelum keberangkatanku ke medan perang. sekiranya Allah mengetahui semua tujuan jalan hidup kita ini.”
Istrinya menyahut, ” Pergilah wahai suamiku, betapa besar pula kecintaanku kepadamu, namun hak Yang Maha Adil lebih besar kepemilikannya terhadapmu. Doa dan ridhoku menyertaimu”
***
Zulaibib lalu bersiap dan bergabung bersama tentara muslim menuju ke medan perang. Gagah berani ia mengayunkan pedangnya, berkelebat dan berdesing hingga beberapa musuh pun tewas ditangannya. Ia bertarung merangsek terus maju sambil senantiasa mengumandangkan kalimat Tauhid…tak disangka sebuah anak panah dari arah depan tak sempat dihindarinya. Menancap tepat di dadanya. Zulaibib terjatuh, berusaha menghindari anak panah lainnya yang bertebangan di udara. Ia merasa dadanya mulai sesak, nafasnya tersenggal, pedangnya pun mulai terkulai terlepas dari tangannya. Sambil bersandar di antara tumpukan korban, ia merasa panggilan Allah sudah begitu dekat. Terbayang wajah kedua orangtuanya yang begitu dikasihinya. Berganti bayangan wajah Rasulullah yang begitu dihormati, dijunjung dan dikaguminya. Hingga akhirnya bayangan rupawan istrinya. Istrinya yang baru dinikahinya pagi tadi, belum sempat menikamati malam pertamanya. Senyum yang begitu manis menyertainya tatkala ia berpamitan. Wajah cantik itu demikian sejuk memandangnya sambil mendoakannya. Detik demi detik, syahadat pun terucapkan dari bibir Zulebid. Perlahan-lahan matanya mulai memejam, senyum menghiasinya….Zulebid pergi menghadap Ilahi, gugur sebagai syuhada.
***
Senja datang..perang sudah usai
Angin mendesah, sepi…
Gemerlap alunan doa mengiris hati..
Rasulullah dan para sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur dalam perang. Ketika perang telah usai, Rasulallah Saw bertanya kepada para sahabat: “Siapa diantara sahabat kalian yang sekarang tidak keliatan dan mungkin menjadi syahid?” Para sahabat pun menyebutkan beberapa nama, tetapi tidak menyebut nama Zulaibib karena dia belum banyak dikenal.” Sepertinya kalian kehilangan seseorang?” Tanya Rasulullah.
“Tidak Ya Rasulullah!”, jawab para sahabat .
“Sepertinya kalian kehilangan seseorang?”, Rasul bertanya lagi. Kali ini lebih tegas lagii.
“Tidak Ya Rasulullah!”. sebagian menjawab dengan terbata-bata dan tak seyakin tadi. Beberapa sahabat menengok ke kiri dan ke kanan.
Rasulullah menghela nafasnya. “Sepertinya aku justru kehilangan Zulaibiib, marilah kita bersama mencarinya!”
Maka para sahabat sadar dan mereka pun mencarinya, ternyata mereka menjumpainya dalam keadaan telah gugur. sedang di sebelahnya terdapat tujuh mayat musuh yang berhasil di bunuhnya sebelum dia gugur semoga Allah SWT melimpahkan ridho-NYA kepada Zulaibib
Rasulullah mengusap tanah dari wajah dan mencium serta menangis dan bersbda: “engkau adalah bagian dariku dan aku bagian darimu”.( HR.muslim dan Ahmad)”
Rasulullah tertunduk di samping jasad Zulaibib. Para sahabat terdiam membisu. Sejenak kemudian terdengar suara Rasulullah seperti kmbali menahan isak tangis. Air mata berlinang di dari pelupuk mata beliau kemudian beliau seolah-olah menengadah ke atas sambil tersenyum. Wajah beliau berubah menjadi cerah. Belum hilang keheranan shahabat, tiba-tiba Rasulullah menolehkan pandangannya ke samping seraya menutupkan tangan menghalangi arah pandangan mata beliau. Para shahabat lalu bertanya-tanya, ada apa dengan Rasulullah.
” Wahai Rasulullah, mengapa engkau menanigis ketika melihat jasad Zulaibib?
Jawab Rasulullah “Aku menangis karena mengingat Zulaibib. Oo.. Zulaibib, pagi tadi engkau datang kepadaku minta restuku untuk menikah dan engkau pun menikah hari ini juga. Ini hari bahagia. Seharusnya saat ini Engkau sedang menantikan malam pertama, malam yang ditunggu oleh para pengantin.”
“Lalu mengapa kemudian Engkau menengadah dan tersenyum?” Tanya sahabat lagi.
“Aku menengadah karena kulihat beberapa bidadari turun dari langit dan udara menjadi wangi semerbak dan aku tersenyum karena mereka datang hendak menjemput Zulaibib,” Jawab Rasulullah.
“Dan lalu mengapa kemudian Engkau memalingkan pandangannya dan menoleh ke samping?” Tanya mereka lagi.
“Aku mengalihkan pandangan menghindar karena sebelumnya kulihat, saking banyaknya bidadari yang menjemput Zulaibib, beberapa diantaranya berebut memegangi tangan dan kaki Zulaibib. Hingga dari salah satu gaun dari bidadari tersebut ada yang sedikit tersingkap betisnya…”
*** Tapi jauh sekali dari tempat itu, di atas tanah yang berbeda dan di dalam udara yang tak sama, sebuah lampu di teras menyala. Sebuah halaman kamar seorang wanita duduk ditemani bunga-bunga di sekelilingnya. Dengan menyandarkan punggung di tiang beranda, istri Zulaibib menanti sang suami yang tak kunjung datang. Ketika terdengar kabar suaminya telah menghadap sang ilahi Rabbi, Pencipta Segala Maha Rasa.
Malam menjelang… Terlelap ia, sejenak berada dalam keadaan setengah mimpi dan dan nyata. Lambat-laun ia seperti melihat Zulaibib datang dari kejauhan. Tersenyum, namun wajahnya menyiratkan kesedihan.
Terdengar Zulebid berkata, “Istriku, aku baik-baik saja. Aku menunggumu disini. Engkaulah bidadari sejatiku. Semua bidadari disini bila aku menyebut namamu akan mengguman cemburu padamu…dan kan kubiarkan engkau yang tercantik di hatiku..”.
Istri Zulaibib, terdiam. Tak lama setelah itu, matanya mulai berkaca-kaca dan airmata kasih yang teramat dalam itupun segeralah tumpah. Ada sesuatu yang mengingang disana.. Sepertinya tak ingin lepas ia dari mengingat acara pernikahan tadi pagi.. Dan bayangan suaminya yang baru saja hadir.. Ia menggerakkan bibirnya..
Tak lama, mengalirlah sebuah doa yang terdengar sayup dan lembut. Suara yang teramat pilu menembus, menusuk hingga ke dinding hati.
“Suamiku doaku selalu menyertaimu, aku sangat mencintaimu… dan dengan semua ketentuan Allah ini bagi kita.. aku ikhlas….”
*******Selamat Zulaibib, selamat bagi orang2 yang shiddiq, selamat bagi orang-orang yang ikhlas dan selamat bagi orang-orang yang menempuh jalan Allah.



Umat Yang Dirindukan Rasulullah SAW

Rabu, 13 November 2013

.......Mereka tidak pernah melihat wajahku. Mereka hidup tidak dekat dengan aku seperti kalian. Tapi mereka begitu rindu kepadaku...... 

Dalam sebuah riwayat hadith dikisahkan. Ketika itu baginda Rasulullah SAW tengah duduk berkumpul bersama sahabat-sahabatnya. Di situ ada saidina Ali, Uthman, Abu Bakar, Umar dan lainnya. Lalu kemudian baginda bertanya,: "Wahai sahabatku, tahukah kalian siapa hamba Allah yang mulia di sisi Allah?"

Para sahabat terdiam. Lalu ada seorang sahabat berkata, : "Para malaikat, Rasulullah, merekalah yang mulia." 

Rasulullah menjawab,: "Ya, para malaikat itu mulia, mereka dekat dengan Allah dan mereka sentiasa bertasbih dan beribadah kepada Allah, tentulah merekalah mulia tapi bukan itu yang aku maksudkan." 

Lalu para sahabat kembali terdiam, tiba-tiba seorang sahabat kembali berkata,: "Ya Rasulullah, tentu para nabi, merekalah yang mulia itu." 

Nabi Muhammad SAW tersenyum. Baginda berkata,: "Ya, para nabi itu mulia, mereka adalah utusan Allah di muka bumi, bagaimana mungkin mereka tidak mulia, mereka mulia. Tapi ada lagi yang lain."

Para sahabat terdiam, tertanya siapalah lagi mereka itu. Lalu salah seorang sahabat berkata,: "Apakah kami sahabatmu, ya Rasulullah? Apakah kami yang mulia itu?"

Baginda memandang wajah mereka semua satu persatu, Baginda tersenyum melihat para sahabat. Baginda berkata,: "Tentulah kalian mulia, kalian dekat denganku, kalian membantu perjuanganku, mana mungkin kalian tidak mulia, Tentulah kalian mulia, tetapi ada yang lain yang mulia." 

Para sahabat terdiam kesemuanya, mereka tidak mampu berkata apa-apa lagi. Lalu Baginda Nabi Muhammad SAW menundukkan wajahnya. Tiba-tiba Baginda Mulia menangis di hadapan sahabat-sahabat. 

Para sahabat tertanya,: "Mengapa engkau menangis ya Rasulullah?"

Lalu Rasulullah mengangkat wajahnya, terlihat bagaimana air mata berlinang membasahi pipi dan janggutnya. 

Lalu baginda berkata,: "Wahai sahabatku, tahukah kalian siapa yang mulia itu. Mereka adalah manusia-manusia. Mereka akan lahir jauh setelah wafatku nanti. Mereka begitu mencintai Allah, dan tahukah kalian, mereka tak pernah memandangku. Mereka tidak pernah melihat wajahku. Mereka hidup tidak dekat dengan aku seperti kalian. Tapi mereka begitu rindu kepadaku. Dan saksikanlah wahai sahabatku semuanya, aku pun rindu kepada kepada mereka, mereka yang mulia itu, merekalah itulah UMATKU."

 



KISAH 7 PEMUDA





Kisah 7 Pemuda Ashabul Kahfi Ditidurkan Selama 309 Tahun Di Dalam Gua

بِسۡـــــــــمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡـمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّد وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ

kisah ashabul kahfi.
Kisah Ashabul Kahfi (أصحاب الكهف‎) merupakan suatu kisah benar mengenai 7 orang pemuda yang tertidur di dalam sebuah gua. Di dalam Al-Quran, dari ayat 9 hingga 26; Surah Al-Kahfi, diceritakan kisah beberapa orang pemuda beriman yang telah melarikan diri ke sebuah gua dan bagaimana Allah سبحانه وتعالى tidurkan mereka selama 309 tahun.
Jika difikir secara logik akal, maka kisah dan cerita tentang Ashabul Kahfi termasuk suatu kejadian pelik, luar biasa dan menakjubkan. Tiada manusia yang dapat menjelaskan bagaimana ada orang yang boleh tidur sehingga ratusan tahun tanpa makan dan minum. Namun bagi orang yang beriman dan meyakini Allah سبحانه وتعالى bahawa tiada yang mustahil jika Allah سبحانه وتعالى mengkehendakinya demikian.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman;

أَمْ حَسِبْتَ أَنَّ أَصْحَابَ الْكَهْفِ وَالرَّقِيمِ كَانُوا مِنْ آيَاتِنَا عَجَبًا ﴿٩

“Adakah kamu menyangka (wahai Muhammad), bahawa kisah ‘Ashabul Kahfi’ (penghuni gua) dan ‘Ar-Raqiim’ termasuk antara tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan?” (Surah Al-Kahfi; Ayat 9)
.
.

Dimanakah Terletaknya Gua Ashabul Kahfi

.
Telah menjadi perdebatan daripada zaman berzaman mengenai gua dan tempat persembunyian Ashabul Kahfi. Banyak tempat mendakwa dimana berlakunya kisah ini seperti di Gua di Jabal Qassiyyun, Syria dan  Gua di Ephesus (Tarsus), Turki. Namun Gua Ashabul Kahfi (Kahf Ahlil Kahf) yang terletak di Abu Alanda, kira-kira 7 km dari pusat bandar Amman, Jordan, merupakan lokasi sejarah yang lebih menepati ciri-ciri yang dikisahkan di dalam Al-Quran.
Kawasan ini suatu ketika dahulu dikenali sebagai ‘Ar-Raqim’ kerana terdapat kesan tapak arkeologi yang bernama Khirbet Ar-Raqim di kawasan tersebut. Perkataan ‘Ar-Raqim’ juga disebut di dalam Al-Quran dan Ahli Tafsir menafsirkan ‘Ar-Raqim’ sebagai nama anjing dan ada menyatakannya sebagai batu bersurat.
Walau bagaimanapun,  Allah سبحانه وتعالى tidak menunjuk dan menyatakan dengan jelas di mana tempat sebenar mereka bersembunyi. Sebab utamanya adalah kerana ia tidak memberi manfaat bagi umat Islam kerana Allah سبحانه وتعالى hanya mahu hamba-Nya mengambil iktibar kisah pejuangan tujuh pemuda mempertahankan akidah mereka.
.
Namun begitu berdasarkan ayat 17 surah al-Kahfi, dapat kita ketahui kedudukan sebenar pintu gua yang menjadi tempat persembunyian ketujuh-tujuh pemuda tersebut berada di sebelah utara.  Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّـهِۗ مَن يَهْدِ اللَّـهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِۖ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا ﴿١٧

“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong ke kanan dari gua mereka; dan apabila ia terbenam, meninggalkan mereka ke arah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Yang demikian ialah dari tanda-tanda (yang membuktikan kekuasaan) Allah. Sesiapa yang diberi hidayah petunjuk oleh Allah, maka dia lah yang berjaya mencapai kebahagiaan; dan sesiapa yang disesatkanNya maka engkau tidak sekali-kali akan beroleh sebarang penolong yang dapat menunjukkan (jalan yang benar) kepadanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 17)
.
.

Kisah Pembuktian

.
Ashabul Kahfi bukanlah kisah epik jenaka, dongeng atau suatu cerita rekaan manusia. Sejarah kejadian tersebut sebenarnya mempunyai hubungan erat dengan kegelisahan Nabi Muhammad ﷺ. Iaitu semasa ditanya oleh beberapa orang Yahudi untuk membuktikannya bahawa Baginda memang seorang Nabi Utusan Allah سبحانه وتعالى.
.
Orang-orang Yahudi bertanya Rasulullah ﷺ, “Wahai Muhammad! Tolong ceritakan kepada kami tentang kisah 7 pemuda yang rela mengasingkan diri untuk mempertahankan keyakinannya kepada Allah سبحانه وتعالى. Jika engkau sanggup menceritakan dengan benar, maka kami juga akan mengikuti ajaranmu dan menjadi sebahagian daripada orang Islam.”
Lalu Nabi Muhammad ﷺ memohon pertolongan pada Allah سبحانه وتعالى dan selepas 15 hari kemudian baginda mendapat wahyu tentang penjelasan kisah Ashabul Kahfi atau cerita mengenai 7 pemuda yang ditanyakan oleh orang Yahudi tersebut. Penjelasan mengenai kisah Ashabul Kahfi ini terdpat pada Surah Kahfi mulai ayat 9 hingga 26, di dalam kitab suci Al-Quran.
.
.

Kisah Ashabul Kahfi

.
Sebagaimana yang telah dikisahkan turun-temurun. Pada asalnya penduduk sebuah negeri itu beriman kepada Allah سبحانه وتعالى dan beribadat mengEsakanNya. Namun keadaan berubah selepas kedatangan seorang raja bernama Diqyanus (Decius).
Raja kufur dari Rom ini, memerintah secara kejam dan kuku besi. Sesiapa yang menentang keinginan raja, maka samalah seperti ingin mengakhiri hidupnya lebih awal. Dia memaksa rakyat di bawah pemerintahannya supaya murtad dari agama Allah سبحانه وتعالى serta bertukar kepada agama kufur dan menyembah batu berhala yang dianutinya. Rakyat yang takut dengan ancaman dan seksaan raja tersebut terpaksa akur dengan arahan yang zalim itu.
.
Dalam pada itu terdapat sekumpulan pemuda beriman enggan tunduk dengan tekanan Raja Diqyanus yang kafir. Di tengah-tengah kekufuran raja, bangsa dan kaum mereka, kesemua tujuh pemuda tersebut secara sembunyi-sembunyi tetap beriman kepada Allah سبحانه وتعالى. Mereka teguh mempertahankan aqidah mereka walaupun menyedari nyawa dan diri mereka mungkin terancam dengan berbuat demikian.
.
Pengesahan keberimanan pemuda-pemuda ini dinyatakan oleh Allah سبحانه وتعالى dalam firmanNya;

نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِالْحَقِّۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى ﴿١٣

Kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad) perihal mereka dengan benar; Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka hidayah petunjuk.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 13)
.
Kepercayaan dan keyakinan 7 pemuda ini terus bertahan sehingga kemudiannya sampai ke pengetahuan raja dan akhirnya mereka dipanggil mengadap Raja Diqyanus.
Di hadapan raja yang zalim itu, mereka dengan penuh berani dan bersemangat, petah berhujah mempertahankan iman dan prinsip aqidah yang mereka yakini. Pemuda-pemuda tersebut mengakui bahawa hanya ada satu Tuhan yang layak disembah dan diminta pertolongan. DIA-lah Allah سبحانه وتعالى yang Esa, Yang Maha Menguasai alam beserta isinya yang kekal abadi dan tidak akan ada sebarang kekurangan, DIA-lah tempat kita meminta pertolongan dalam susah atau senang, suka mahupun duka.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman dan menceritakan peristiwa mereka berhujjah;

وَرَبَطْنَا عَلَىٰ قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَن نَّدْعُوَ مِن دُونِهِ إِلَـٰهًاۖ لَّقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا ﴿١٤﴾ هَـٰؤُلَاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ آلِهَةًۖ لَّوْلَا يَأْتُونَ عَلَيْهِم بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍۖ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَىٰ عَلَى اللَّـهِ كَذِبًا ﴿١٥

“Dan Kami telah meneguhkan hati mereka sewaktu mereka berdiri (di hadapan raja) lalu mereka berkata (membentangkan dan menegaskan tauhid): “Tuhan kami adalah Tuhan (yang mencipta dan mentadbirkan) langit dan bumi; kami tidak sekali-kali akan menyembah Tuhan selain Dia, sesungguhnya jika kami menyembah yang lainnya bermakna kami memperkatakan dan mengakui sesuatu yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah سبحانه وتعالى?” (Surah Al-Kahfi; Ayat 14-15)
.
Raja Decius dan pengikut-pengikutnya terkejut dan gagal menjawabnya. Walaupun tidak mampu membalas hujah-hujah yang mantap dari pemuda-pemuda beriman tersebut, raja yang kufur dan zalim itu tetap berkeras mahu mereka murtad daripada agama mereka.
Raja Diqyanus menggunakan kekuasaan yang ada padanya untuk mengancam dan memaksa para pemuda meninggalkan agama mereka, jika dalam tempoh 2 hari para pemuda tersebut gagal membuat demikian dan tidak mahu mengubah keyakinan mereka dengan segera, maka mereka akan dimurtadkan secara paksa atau akan dijatuhi hukum mati.
.
Ramai ‘mufassirin’ (ahli tafsir) generasi salaf dan ‘khalaf’ (generasi awal Islam dan generasi yang terkemudiannya) yang menyebutkan, para pemuda tersebut terdiri daripada anak-anak raja Rom dan orang-orang terhormat mereka yang bersatu kerana iman. Mereka tidak takut dengan ancaman itu dan telah bertekad untuk saling bantu-membantu dan mempertahankan keimanan mereka hingga titisan darah terakhir. Bagi mereka lebih baik mati menggenggam iman daripada mengikuti jejak raja yang menyekutukan Allah سبحانه وتعالى.
.
Oleh kerana sayangkan aqidah dan agama mereka, pemuda-pemuda tersebut bermesyuarat sesama sendiri untuk mencari satu keputusan muktamad. Kumpulan pemuda itu akhirnya membuat kesepakatan untuk bersembunyi.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman ;

 وَإِذِ اعْتَزَلْتُمُوهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ إِلَّا اللَّـهَ فَأْوُوا إِلَى الْكَهْفِ يَنشُرْ لَكُمْ رَبُّكُم مِّن رَّحْمَتِهِ وَيُهَيِّئْ لَكُم مِّنْ أَمْرِكُم مِّرْفَقًا ﴿١٦

“Dan oleh kerana kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah سبحانه وتعالى, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari rahmat-Nya kepada kamu dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk menjayakan urusan kamu dengan memberi bantuan yang berguna.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 16)
.
Akhirnya mereka memutuskan untuk lari bersembunyi dan berlindung ke suatu tempat tersorok di kawasan pendalaman. Berangkatlah mereka bertujuh ke kawasan pergunungan bernama Nikhayus. Di situ terdapat sebuah gua untuk dijadikannya tempat bersembunyi dan di pintu gua itulah mereka berdoa sebelum memasukinya.
Allah سبحانه وتعالى berfirman pada ayat 10, Surah Al-Kahfi;

إِذْ أَوَى الْفِتْيَةُ إِلَى الْكَهْفِ فَقَالُوا

(Ingatkanlah peristiwa) ketika sekumpulan pemuda pergi ke gua, lalu mereka berdoa:
doa ashabul kahfi
.
Menurut para ulama’ Ashabul kahfi (penghuni gua) yang dimaksudkan dalam ayat di atas, terdiri daripada tujuh orang pemuda bernama;
  1. Tamlikha (تمليخا)
  2. Maksalmina (مكسلمينا)
  3. Marthunus (مرطونس)
  4. Nainunus (نينونس)
  5. Saryunus (ساريونس)
  6. Zunuwanus (ذونوانس)
  7. Falyastathyunus (فليستطيونس)
.
Dan semasa dalam perjalanan ke gua itu, ketujuh-tujuh mereka telah ditemani oleh seekor anjing bernama Qithmir (قطمير). Diriwayatkan juga bahawa Qitmir adalah anjing milik Tamlikha iaitu salah seorang daripada tujuh orang pemuda tersebut.
Anjing itu turut bersama-sama dengan mereka berlindung dan bersembunyi di dalam gua tersebut. Oleh kerana keletihan, ketujuh pemuda ini tertidur sementara si anjing berada di sekitar pintu gua.
.
Keesokan harinya raja memerintahkan agar segera membawa para pemuda untuk dihukum mati, tetapi arahan raja kejam ini menemui kegagalan kerana para pemuda telah menghilangkan diri dan sukar ditemui. Seluruh rakyat dikerahkan untuk mencari para pemuda yang dianggap menderhaka itu.
.
.

Pencarian

.
Pencarian pun bermula, mereka diburu oleh para pembantu setia raja. Mereka bukan sahaja diburu oleh tentera Rom bahkan turut diberi tekanan oleh penduduk tempatan yang berpegang kuat terhadap agama nenek moyang mereka. Sesiapa di kalangan mereka yang mampu mencari dan membawa pemuda-pemuda tersebut ke hadapan, raja telah berjanji untuk memberikan hadiah dan kenaikan pangkat.
Ada sekumpulan pencari dan pegawai kerajaan yang akhirnya menemui sebuah gua di kawasan pedalaman. Tetapi oleh kerana gua itu dianggap sangat menggerunkan, mereka takut untuk memasukinya.
FirmanNya lagi;

 وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا ﴿١٨

“…dan anjing mereka menghulurkan dua kaki depannya dekat pintu gua. Dan jika kamu melihat mereka, tentulah kamu akan berpaling melarikan (diri) dari mereka, dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi rasa gerun takut kepada mereka.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 18)
.
Demi menyenangkan hati raja, para pegawai kerajaan melaporkan bahawa mereka telah menyusuri semua tempat di negeri tersebut dan telah menutup sebuah gua dengan tujuan sekiranya para pemuda tersebut berada di dalam, maka mereka tidak akan boleh keluar dan akan mati kelaparan.
Itulah batas logik manusia yang mempunyai kuasa dan merasa paling hebat berbanding dengan yang lain, padahal kita semua mengetahui bahawa terdapat suatu kekuatan yang tidak mungkin boleh ditakluki oleh kuasa akal dan fikir manusia. Dialah Allah سبحانه وتعالى yang tak akan membiarkan orang-orang membuat kerosakan dan penderitaan kepada hamba-hamba yang dikasihiNya.
.
.

Jasad Terpelihara

.
Sementara itu di dalam gua, kesemua tujuh pemuda tersebut diberi ketenangan dan keselamatan oleh Allah سبحانه وتعالى. Mereka telah ditidurkan oleh Allah سبحانه وتعالى dengan nyenyaknya dalam gua tersebut untuk sekian lama.
.
Allah سبحانه وتعالى berfirman tentang mereka di dalam gua;

فَضَرَبْنَا عَلَىٰ آذَانِهِمْ فِي الْكَهْفِ سِنِينَ عَدَدًا ﴿١١

“Lalu Kami tidurkan mereka dengan nyenyaknya di dalam gua itu bertahun-tahun lamanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 11).
.
Allah سبحانه وتعالى ingin menzahirkan bukti-bukti kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya melalui peristiwa ini. Maka Allah سبحانه وتعالى telah mentakdirkan pemuda-pemuda ini tidur dalam jangka masa yang sangat lama iaitu selama 309 tahun: tiga ratus tahun (dengan kiraan ahli kitab / Tahun Masihi) dan tambah sembilan tahun lagi (dengan kiraan kamu / Tahun Hijrah).
Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلَاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا ﴿٢٥

“Dan mereka telah tinggal tidur dalam gua mereka selama tiga ratus tahun (dengan kiraan ahli Kitab), dan hendaklah kamu tambah sembilan tahun lagi (dengan kiraan kamu) (yakni menjadi 309 tahun).” (Surah Al-Kahfi; Ayat 25)
.
Walaupun mereka tidur amat lama dan tanpa makan dan minum, tetapi dengan kuasa Allah سبحانه وتعالى, badan dan jasad mereka tidak hancur atau rosak. Dengan kuasaNya juga, kedudukan gua tempat persembunyian ketujuh-tujuh pemuda yang berada di sebelah utara secara tidak langsung telah memelihara pencahayaan, pengudaraan dan kesegaran tubuh mereka sepanjang 3 abad itu.
Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَتَرَى الشَّمْسَ إِذَا طَلَعَت تَّزَاوَرُ عَن كَهْفِهِمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَإِذَا غَرَبَت تَّقْرِضُهُمْ ذَاتَ الشِّمَالِ وَهُمْ فِي فَجْوَةٍ مِّنْهُۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّـهِۗ مَن يَهْدِ اللَّـهُ فَهُوَ الْمُهْتَدِۖ وَمَن يُضْلِلْ فَلَن تَجِدَ لَهُ وَلِيًّا مُّرْشِدًا ﴿١٧

“Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong ke kanan dari gua mereka; dan apabila ia terbenam, meninggalkan mereka ke arah kiri, sedang mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Yang demikian ialah dari tanda-tanda (yang membuktikan kekuasaan) Allah. Sesiapa yang diberi hidayah petunjuk oleh Allah, maka dia lah yang berjaya mencapai kebahagiaan; dan sesiapa yang disesatkanNya maka engkau tidak sekali-kali akan beroleh sebarang penolong yang dapat menunjukkan (jalan yang benar) kepadanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 17)
.
Allah سبحانه وتعالى sengaja memberi ilham kepada ketujuh-tujuh pemuda tersebut untuk menemui gua tersebut sedangkan mereka sendiri tidak mengetahui bahawa Allah سبحانه وتعالى telah menetapkan aturannya. Bahkan Allah سبحانه وتعالى menyatakan bahawa; jika kita lihat keadaan mereka di dalam gua itu, nescaya kita tidak akan percaya bahawa mereka sedang tidur. Maha Suci Allah Yang Maha Bijaksana.
FirmanNya lagi;

 وَتَحْسَبُهُمْ أَيْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌۚ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِۖ وَكَلْبُهُم بَاسِطٌ ذِرَاعَيْهِ بِالْوَصِيدِۚ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَيْهِمْ لَوَلَّيْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا ﴿١٨

“Dan engkau sangka mereka sedar padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka dalam tidurnya ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri (supaya badan mereka tidak dimakan tanah), sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 18)
.
.

Kebangkitan

.
Masa terus berlalu, zaman pun telah berganti dari beberapa generasi. Kini kerajaan yang dahulu dipimpin oleh raja kejam dan musyrik telah berubah menjadi sebuah negeri yang maju dan bebas dalam menjalani keyakinan agama masing-masing.
Apabila sampai tempoh yang ditetapkan Allah سبحانه وتعالى (300 + 9 tahun), mereka pun dibangunkan. Pemuda-pemuda tersebut telah terjaga kerana perut mereka terasa lapar, dan ketika bangun mereka saling bertanya tentang berapa lama mereka tertidur. Para pemuda menyangka mereka hanya tertidur dalam masa sehari atau separuh hari sahaja, tanpa menyedari bahawa mereka telah tidur dalam jangka masa yang amat lama di dalam gua.
.
Firman Allah سبحانه وتعالى;

قَالَ قَآئِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْ ۖ قَالُوا۟ لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ

“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari….. (Surah Al-Kahfi; Ayat 19)
.
Atas rasa lapar itu, lalu sebahagian daripada mereka mencadangkan agar dihantar seorang wakil untuk ke bandar bagi mencari sesuatu untuk di makanan. Akhirnya mereka memilih pemuda bernama Tamlikha untuk ke kota Afsus. Kebetulan semasa mereka melarikan diri dulu mereka membawa bersama bekalan wang perak.
Firman Allah سبحانه وتعالى menceritakan cadangan sebahagian dari mereka itu;

وَكَذَٰلِكَ بَعَثْنَاهُمْ لِيَتَسَاءَلُوا بَيْنَهُمْۚ قَالَ قَائِلٌ مِّنْهُمْ كَمْ لَبِثْتُمْۖ قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍۚ قَالُوا رَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَا لَبِثْتُمْ فَابْعَثُوا أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمْ هَـٰذِهِ إِلَى الْمَدِينَةِ فَلْيَنظُرْ أَيُّهَا أَزْكَىٰ طَعَامًا فَلْيَأْتِكُم بِرِزْقٍ مِّنْهُ وَلْيَتَلَطَّفْ وَلَا يُشْعِرَنَّ بِكُمْ أَحَدًا ﴿١٩﴾ إِنَّهُمْ إِن يَظْهَرُوا عَلَيْكُمْ يَرْجُمُوكُمْ أَوْ يُعِيدُوكُمْ فِي مِلَّتِهِمْ وَلَن تُفْلِحُوا إِذًا أَبَدًا ﴿٢٠

“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa wang perak kamu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang paling baik (yakni yang bersih dan halal), maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kamu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kamu kepada seseorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, nescaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian nescaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 19-20)
.
Lihatlah betapa bersihnya hati dan akhlak mereka. Walaupun dalam keadaan yang cemas dan sukar serta kelaparan, mereka masih berpesan kepada sahabat mereka yang ditugaskan ke kota mencari makanan itu supaya mencari dan memilih makanan yang bersih lagi halal. Ini menandakan bahawa mereka adalah pemuda-pemuda yang bertakwa kepada Allah سبحانه وتعالى.
Walaupun Allah سبحانه وتعالى menyatakan dalam ayat di atas bahawa para pemuda tadi amat berhati-hati dan berjaga-jaga agar jangan diketahui orang lain kerana mereka menyangka raja yang memerintah negeri masih lagi raja kafir yang dahulu, namun Allah سبحانه وتعالى telah mentakdirkan supaya berita tentang mereka diketahui oleh hamba-hambaNya yang lain bagi menunjukkan akan keagungan kekuasaan dan kehebatanNya.
.
Semasa pemuda-pemuda Ashabul Kahfi itu dibangkitkan Allah سبحانه وتعالى selepas tidur selama 309 tahun, suasana negeri telah banyak berubah. Kebetulan Raja dan pemerintah negeri merupakan orang yang beriman kepada Allah سبحانه وتعالى, begitu juga dengan kebanyakan rakyatnya.
Namun masih terdapat segelintir rakyat dalam negeri itu yang masih ragu-ragu dan mempertikaikan tentang kebenaran kiamat; mereka masih ragu-ragu bagaimana Allah سبحانه وتعالى boleh menghidupkan orang yang telah mati? Apatah lagi yang telah beribu malah berjuta tahun lamanya dimakan tanah. Maka bertepatanlah masanya Allah سبحانه وتعالى membangkitkan Ashabul Kahfi pada zaman tersebut dan menzahirkan kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya yang masih lagi ragu-ragu.
.
Firman Allah سبحانه وتعالى;

 وَكَذَٰلِكَ أَعْثَرْنَا عَلَيْهِمْ لِيَعْلَمُوا أَنَّ وَعْدَ اللَّـهِ حَقٌّ وَأَنَّ السَّاعَةَ لَا رَيْبَ فِيهَا إِذْ يَتَنَازَعُونَ بَيْنَهُمْ أَمْرَهُمْ

“Dan demikianlah Kami dedahkan hal mereka kepada orang ramai supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah سبحانه وتعالى menghidupkan orang mati adalah benar, dan bahawa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 21)
.
Pendedahan ini berlaku semasa orang ramai bertelagah sesama sendiri mengenai perkara hidupnya semula orang mati. Allah سبحانه وتعالى telah mendedahkan perihal pemuda-pemuda Ashabul Kahfi semasa wakil mereka itu datang ke kota hendak membeli makanan.
Pemuda yang keluar menuju ke pasar mencari makanan. Dengan perasaan khuatir dan takut, akhirnya sampai ke kota. Dia berasa hairan melihat keadaan kota tersebut dan penduduknya yang berubah sama sekali, tidak seperti ketika ditinggalkan dahulu.
.
Dalam terpinga-pinga itu, akhirnya sampai juga dia ke pasar dan menemui salah seorang penjaja makanan. Namun penjual hairan dan pelik dengan wang yang digunakan oleh pemuda ini. Penduduk kota yang telah kehairanan melihat keadaan dia dan mereka semakin syak apabila melihat wang perak yang dibawanya ialah wang yang sudah berzaman tidak digunakan lagi.
Dia telah disyaki menjumpai harta karun lalu dipanggil penguasa pasar yang sangat bijak. Dalam perbualannya, maka terbuktilah kepada orang ramai bahawa pemuda itu adalah pemuda yang lari dari kepungan raja pada tiga abad yang silam. Mereka mengetahui akan peristiwa itu, daripada cerita yang masyhur dan telah disedia maklum oleh orang ramai. Larinya pemuda-pemuda itu kerana tidak rela menjual agama mereka kepada raja yang zalim dan memaksa mereka untuk menyembah batu.
.
Lalu salah seorang di antara mereka berkata kepada pemuda tersebut: “Janganlah kamu khuatir kepada raja ganas yang kamu katakan tadi. Raja itu sudah mati 300 tahun yang lalu. Raja yang memerintah sekarang ini adalah seorang raja mukmin yang soleh juga baik hati. Raja kami yang sekarang ini orangnya beriman seperti mana yang kamu imani.”
Barulah pemuda itu sedar dan insaf akan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Dengan ketenangan yang amat jelas serta dengan alasan dan bukti-bukti yang cukup terang, maka terbuktilah bahawa mereka berada dalam gua bukan semalam atau setengah hari tetapi sudah tiga abad lamanya.
.
Orang ramai kemudiannya membawa pemuda tersebut mengadap raja beriman yang mengambil berat hal agama itu. Betapa terkejutnya raja ketika pemuda menceritakan siapa dia sebenarnya, raja memeluk pemuda dengan juraian air mata yang tak terhingga. Seketika suasana istana menjadi sangat hening dan terharu oleh kehadiran pemuda yang luar biasa tersebut.
Raja yang soleh ini kemudian menjelaskan kepada pemuda itu bahawa raja kejam Diqyanus telah mati 309 tahun yang lalu. Selepas mendengar kisah menakjubkan itu, raja lalu mengajak para pembesarnya dan semua orang yang hadir berangkat ke Gua Ashabul Kahfi bersama wakil pemuda itu, untuk menjemput dan bertemu dengan kesemua pemuda tersebut, apalagi mereka sedang menunggu dengan kelaparan dalam gua, di samping ingin mengetahui keadaan di gua dan untuk mendengar kisah sebenar mereka.
.
Setelah mereka keluar dari gua itu, mereka disambut raja dan penduduk negeri. Raja membawa mereka ke dalam istana dan diberinya tempat di istana yang indah itu. Tidak lama kemudian walaupun raja berkali-kali meminta agar para pemuda ini tetap tinggal di istana, tapi kumpulan pemuda tersebut menolak dengan baik dan tetap memilih untuk kembali ke gua semula.
Para pemuda tadi lalu berkata kepada raja: “Kami ini sudah tidak mengharap hidup yang lebih panjang lagi kerana kami sudah melepasi beberapa keturunan dan kesemuanya telah meninggal dunia, malah negeri dan binaan besar yang dahulu pun sudah runtuh semuanya; yang kami lihat sekarang ini adalah serba baru. Kami pun puas hati melihat raja dan penduduk yang hidup di negeri ini sudah sama-sama beriman kepada Allah سبحانه وتعالى.”
Di hadapan orang ramai, para pemuda ini menyarankan supaya mereka hendaklah sentiasa beriman kepada Allah سبحانه وتعالى, jangan sesekali tunduk kepada sesiapa yang mengajak pada jalan kesesatan dan kemusyrikan.
.
Tidak lama kemudian selepas mereka memberi ucapan selamat tinggal kepada raja dan rakyatnya yang beriman itu. Para pemuda lalu sama-sama bersujud dan berdoa ke hadhrat Allah سبحانه وتعالى agar menurunkan rahmatNya dan agar Allah سبحانه وتعالى mengizinkan mereka pulang ke rahmatullah. Sejurus selepas mengucapkan doa itu mereka merebahkan badan di tempat pembaringan lalu menghembuskan nafas mereka yang terakhir dengan tenang dan tenteram. Termaklumlah bahawa Allah سبحانه وتعالى telah mengambil roh pemuda-pemuda itu dan kembali kepadaNya untuk selama-lamanya.
Keadaan dan kejadian itu, menjadi asas yang amat kuat bagi mereka untuk tetap beriman dan tunduk kepada Allah سبحانه وتعالى, Tuhan yang Maha Kuasa. Mereka makin percaya bahawa janji Allah سبحانه وتعالى itu benar belaka dan Hari Qiamat serta akhirat itupun benar semuanya.
.
Sepeninggalan para pemuda itu, orang ramai lalu berbincang bagaimana cara untuk memberi penghormatan sewajarnya agar mereka sentiasa dapat memperingati pemuda-pemuda suci itu. Ada yang mencadangkan supaya didirikan sebuah bangunan atau tugu sebagai kenangan. Manakala Raja mencadangkan agar sebuah masjid (rumah ibadat) dibinakan di sisi gua itu supaya dari dalam masjid itu orang ramai dapat sama-sama menyembah dan membesarkan nama Allah dan sentiasa insaf akan kebesaran Allah سبحانه وتعالى.
.
Hal ini diceritakan Allah سبحانه وتعالى dengan firmanNya;

 فَقَالُوا ابْنُوا عَلَيْهِم بُنْيَانًاۖ رَّبُّهُمْ أَعْلَمُ بِهِمْۚ قَالَ الَّذِينَ غَلَبُوا عَلَىٰ أَمْرِهِمْ لَنَتَّخِذَنَّ عَلَيْهِم مَّسْجِدًا ﴿٢١

“Setelah itu maka (sebahagian dari mereka) berkata: “Dirikanlah sebuah bangunan di sisi (gua) mereka, Allah سبحانه وتعالى jualah yang mengetahui akan hal ehwal mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (pihak raja) pula berkata: “Sesungguhnya kami hendak membina sebuah masjid di sisi gua mereka.” (Surah Al-Kahfi; Ayat 21)
.
.

Penutup

.
Allah سبحانه وتعالى menerangkan kisah Ashab al-Kahfi ini bukanlah sesuatu yang ganjil dan menghairankan jika dibandingkan dengan ayat-ayat lain. Banyak lagi kejadian lain seumpamanya yang menunjukkan kekuasaan Allah سبحانه وتعالى, Yang Maha Kuasa mengatur alam menurut kehendak-Nya tanpa ada yang mampu menandinginya seperti penciptaan langit dan bumi serta segala yang ada di alam ini lebih mengagumkan lagi.
Sepertimana dikatakan Prof. Hamka; Maksud ayat al-Kahfi ini adalah apakah engkau menyangka atau manusia menyangka bahawa manusia yang dicipta Allah tertidur beratus tahun di dalam gua yang sunyi terpencil itu sudah sebahagian daripada kuasa Allah سبحانه وتعالى? Padahal banyak lagi takdir Allah سبحانه وتعالى di dalam alam ini yang lebih menakjubkan dan lebih ganjil.
Pada hakikatnya, kisah yang penuh pengajaran ini masih belum cukup untuk menarik perhatian umum. Justeru marilah kita melakukan amal kebaikan dan menjadikan kehidupan sebagai suatu cita-cita luhur bagi meraih kebaikan dunia atau akhirat. Insya‘Allah…
.
.
والله أعلم بالصواب
WAllah سبحانه وتعالىu A’lam Bish Shawab
(Hanya Allah سبحانه وتعالى Maha Mengetahui apa yang benar)
.
.
Artikel Berkaitan:
Fadhilat Doa Ashabul Kahfi (Klik Di Sini)






KISAH ASHABUL KAHFI ~ 7 PEMUDA TERTIDUR 309 TAHUN
man
E-mail Print PDF

Lokasi Gua Ashabul Kahfi terletak kira-kira 7km dari pusat bandar Amman, Jordan. Kawasan ini suatu ketika dahulu dikenali dengan Ar-Raqim kerana terdapat kesan tapak arkeologi yang bernama Khirbet Ar-Raqim di kawasan tersebut. Perkataan Ar-Raqim juga disebut di dalam Al-Quran dan Ahli Tafsir menafsirkan Ar-Raqim sebagai nama anjing dan ada yang menyatakan ia sebagai batu bersurat.
Kahf Ahlil Kahf merupakan lokasi sejarah yang membuktikan kebenaran kisah di dalam Al-Quran iaitu di dalam Surah Kahfi mulai ayat 9 hingga 26. Ayat di dalam Surah tersebut menceritakan bagaimana 7 orang pemuda yang beriman kepada Allah melarikan diri ke sebuah gua dan Allah menidurkan mereka selama 309 tahun Qamariah (300 tahun Shamsiah) sehingga mereka tidak dapat dibangunkan oleh suara apa sekalipun.
Firman Allah; “Adakah engkau menyangka (wahai Muhammad), bahawa kisah ‘ashabul kahfi’ (penghuni gua) dan ‘ar-raqiim’ (anjing mereka) termasuk antara tanda-tanda-tanda kekuasaan Kami yang menakjubkan? (Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. (al-Kahfi: 9)

Ashabul kahfi (penghuni-penguni gua) yang dimaksudkan dalam ayat di atas, menurut para ulama’- terdiri dari tujuh orang pemuda iaitu;
Maksalmina
Tamlikha
Martunus
Bainunus atau Nainunus
Sarbunus
Dzunuanus
Kasyfitatanunus

Bersama mereka seekor anjing bernama Qitmir mengekori mereka. Pemuda-pemuda ini beriman kepada Allah di tengah kekufuran kaum dan bangsa mereka. Identiti mereka sebagai pemuda yang beriman diakui oleh Allah dengan firmanNya;
“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk”. (al-Kahfi: 13)

Menurut ahli sejarah, kisah ini berlaku pada zaman sebelum kedatangan Islam di satu negeri bernama Afsus yang terletak di Turki (ada pendapat menyatakan di Jordan, dan ada juga mengatakan di Syria). Asalnya penduduk negeri itu beriman kepada Allah dan beribadat mengesakanNya.
Namun keadaan berubah selepas kedatangan seorang raja bernama Diqyanus. Raja ini menganut fahaman kufur/berhala dan dia memaksa rakyat di bawah pemerintahannya supaya murtad dari agama Allah yang dibawa Nabi Isa a.s. dan bertukar kepada agama kufur/berhala yang dianutinya. Rakyat yang takut dengan ancaman dan seksaan raja itu terpaksa akur dengan arahan yang zalim itu. Namun tujuh pemuda beriman tadi tidak mahu tunduk dengan tekanan raja kafir itu. Mereka tetap teguh mempertahankan aqidah mereka walaupun menyedari nyawa dan diri mereka mungkin terancam dengan berbuat demikian. Akhirnya mereka dipanggil mengadap raja itu.
Di hadapan raja yang zalim itu, mereka dengan penuh berani dan bersemangat berhujjah mempertahankan iman dan prinsip aqidah Ilahi yang mereka yakini. Allah berfirman menceritakan peristiwa mereka berhujjah;
“Dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri (di hadapan raja) lalu mereka berkata (membentangkan hujjah kepada raja): ”Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?”. (al-Kahfi: 14-15)

Walaupun tidak mampu menjawab hujjah-hujjah yang mantap dari pemuda-pemuda beriman ini, raja yang kufur dan zalim itu tetap berkeras mahu mereka murtad dari agama mereka. Ia memberikan tempoh beberapa hari kepada mereka. Jika selepas tempoh itu pemuda-pemuda ini tetap berkeras, maka mereka akan dimurtadkan secara paksa atau akan dibunuh. Kerana sayangkan aqidah dan agama mereka, pemuda-pemuda ini bermesyuarat sesama mereka untuk mencari keputusan yang muafakat. Apakah tindakan yang sepatutnya diambil untuk mempertahankan diri dan juga agama mereka? Akhirnya mereka memutuskan untuk lari bersembunyi dan berlindung di dalam gua di kawasan pedalaman/kampung.

Firman Allah; “Dan oleh kerana kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah selain Allah, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari rahmat-Nya kepada kamu dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk menjayakan urusan kamu dengan memberi bantuan yang berguna”. (al-Kahfi: 16)

Mereka lari ke pedalaman di kawasan pergunungan bernama Nikhayus. Di situ terdapat sebuah gua dan di situlah mereka bersembunyi dan berlindung. Kebetulan semasa perjalanan mereka ke situ mereka telah diekori oleh seekor anjing bernama ar-raqiim. Maka anjing itu turut bersama-sama dengan mereka berlindung dan menetap di gua itu. Di dalam gua itu mereka diberi ketenangan dan ketenteraman oleh Allah.Allah telah menidurkan mereka dengan nyenyak dalam gua tersebut.
Firman Allah menceritakan tentang mereka di dalam gua;
“Lalu Kami tidurkan mereka dengan nyenyaknya di dalam gua itu bertahun-tahun lamanya”. (al-Kahfi: 11).
Allah ingin menzahirkan bukti-bukti kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya melalui peristiwa ini. Maka Allah telah mentakdirkan pemuda-pemuda ini tidur dalam jangka masa yang amat lama iaitu selama 300 tahun (mengikut perkiraan tahun Masihi) atau 309 tahun (mengikut tahun Hijrah).
“Dan mereka telah tinggal tidur dalam gua mereka selama tiga ratus tahun (dengan kiraan ahli Kitab), dan hendaklah kamu tambah sembilan tahun lagi (dengan kiraan kamu) (yakni menjadi 309 tahun)”. (al-Kahfi: 25)
Walaupun mereka tidur amat lama dan tanpa makan dan minum, tetapi dengan kuasa Allah, badan dan jasad mereka tidak hancur dan musnah. Bahkan Allah menyatakan bahawa; jika kita lihat keadaan mereka di dalam gua itu nescaya kita tidak akan percaya bahawa mereka sedang tidur.
“Dan engkau sangka mereka sedar padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka dalam tidurnya ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri (supaya badan mereka tidak dimakan tanah), sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka”. (al-Kahfi: 18)
Setelah sampai tempoh yang ditetapkan Allah (iaitu 300 tahun atau 309 tahun), mereka dibangunkan. Ketika mereka bangun mereka sendiri tidak menyedari bahawa mereka tidur dalam jangka masa yang amat lama. Mereka menyangka mereka hanya tidur dalam masa sehari atau separuh hari sahaja.“Berkatalah salah seorang di antara mereka: “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari….”. (al-Kahfi: 19)
Sebaik bangun dari tidur mereka, mereka terasa lapar. Maka sebahagian dari mereka mencadangkan agar dihantar seorang wakil untuk ke Bandar bagi mencari sesuatu untuk di makanan. Akhirnya mereka memilih Tamlikha untuk ke kota Afsus. Kebetulan semasa mereka melarikan diri dulu mereka membawa bersama bekalan wang perak.
Firman Allah menceritakan cadangan sebahagian dari mereka itu;
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perak kamu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang paling baik (yakni yang bersih dan halal), maka hendaklah dia membawa makanan itu untuk kamu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan hal kamu kepada seseorangpun. Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melempar kamu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”. (al-Kahfi: 19-20)
Lihatlah betapa bersihnya hati dan akhlak mereka. Walaupun dalam keadaan yang gawat dan susah serta kelaparan, tetapi mereka masih berpesan kepada sahabat mereka yang ditugaskan ke kota mencari makanan itu supaya mencari dan memilih makanan yang bersih dan halal. Ini menandakan bahawa mereka adalah pemuda-pemuda yang bertakwa kepada Allah. Di dalam al-Quran, Allah memerintahkan kita supaya bertakwa kepadaNya sedaya yang kita mampu, dalam keadaan mana sekalipun, sama ada senang atau susah.
FirmanNya; “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu”. (at-Taghabun: 16)
Walaupun Allah menceritakan dalam ayat tadi bahawa pemuda-pemuda amat berhati-hati dan berjaga-jaga agar jangan diketahui orang lain–kerana mereka menyangka raja yang memerintah negeri masih raja yang dulu dan kafir kepada Allah, namun Allah telah mentakdirkan supaya berita tentang mereka diketahui oleh hamba-hambaNya yang lain bagi menunjukan kekuasaan dan kehebatanNya. Kebetulan semasa pemuda-pemuda ashabul kahfi ini dibangkitkan Allah setelah tidur 300 tahun lamanya, suasana negeri telah banyak berubah. Raja dan pemerintah negeri merupakan orang yang beriman kepada Allah. Begitu juga dengan kebanyakan rakyatnya.Namun masih terdapat segelintir rakyat dalam negeri itu yang masih ragu-ragu tentang kebenaran kiamat; mereka masih ragu-ragu; bagaimana Allah boleh menghidupkan orang yang telah mati? Apatah lagi yang telah beribu bahkan berjuta tahun lamanya dimakan tanah. Maka bertepatanlah masanya Allah membangkitkan ashabul kahfi pada zaman tersebut dan menzahirkan kekuasaanNya kepada hamba-hambaNya yang masih ragu-ragu lagi.
“Dan demikianlah Kami dedahkan hal mereka kepada orang ramai supaya mereka mengetahui bahwa janji Allah menghidupkan orang mati adalah benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya”. (al-Kahfi: 21)
Allah mendedahkan perihal pemuda-pemuda ashabul kahfi itu semasa wakil mereka itu datang ke kota hendak membeli makanan. Ia merasa hairan melihat keadaan kota dan penduduknya berubah sama sekali. Penduduk kota pula merasa hairan melihat keadaan wakil itu dan mereka semakin syak apabila mereka melihat wang perak yang dibawanya ialah wang zaman dahulu yang sudah tidak laku lagi. Ia dituduh menjumpai harta karun lalu dibawa mengadap raja yang beriman dan mengambil berat hal agama. Setelah mendengar kisahnya, raja dan orang-orangnya berangkat ke gua ashabul kahfi bersama wakil itu, lalu berjumpa dengan pemuda-pemuda itu sekeliannya dan mendengar kisah mereka.
Sejurus kemudian pemuda-pemuda itu pun dimatikan Allah sesudah memberi ucapan selamat tinggal kepada raja yang beriman itu dan orang-orangnya. Raja mencadangkan supaya sebuah masjid didirikan di sisi gua itu. Sementara itu ada yang mencadangkan supaya mendirikan sebuah bangunan atau tugu sebagai kenangan.
Hal ini diceritakan Allah dengan firmanNya;
“Setelah itu maka (sebahagian dari mereka) berkata: “Dirikanlah sebuah bangunan di sisi (gua) mereka, Allah jualah yang mengetahui akan hal ehwal mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka (yakni pihak raja) pula berkata: “Sesungguhnya kami hendak membina sebuah masjid di sisi gua mereka”. (al-Kahfi: 21)