Selasa, 29 Disember 2015

DENGAR...TENGOK DAN CUBA HAYATI DAN FAHAM



 https://www.facebook.com/suaraassunnah/videos/533010993535027/?theater


Al-Fadhil Ustaz Khairul Ikhwan Zaki Al-Muqri~Teguran Ikhlas kepada Ustaz² sampul.


















Jumaat, 25 Disember 2015

HATI YANG MATI




Hati yang Mati


Setelah kita mengetahui hati yang hidup atau hati yang sehat, kita mesti tahu pula bagaimanakah hati yang mati. Hati yang mati itulah lawan dari hati yang sehat. Ringkasnya kami sarikan dari penjelasan Ibnul Qayyim berikut ini.
Hati yang mati adalah lawan dari hati yang hidup. Hati yang mati adalah hati yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Hati seperti ini tidak mengenal Rabbnya, tidak menyembah-Nya dengan menjalankan perintah-Nya sesuai ia cintai dan ridhoi. Bahkan hati seperti ini hanya mau menuruti syahwat dan keinginannya walau sampai membuat Allah murka dan marah. Ia tidak ambil pusing apakah Rabbnya peduli ataukah tidak. Hakikatnya ia beribadah pada selain Allah dalam hal cinta, takut, harap, ridho, murka, pengagungan dan penghinaan diri. Jika ia mau mencinta, maka ia mencintai karena hawa nafsunya (bukan karena Allah). Begitu pula ketika ia membenci, maka ia membenci karena hawa nafsunya (bukan karena Allah). Sama halnya ketika ia memberi atau menolak, itu pun dengan hawa nafsunya. Hawa nafsunya lebih ia cintai daripada ridho Allah. Hawa nafsu, syahwat dan kebodohan adalah imamnya. Kendaraannya adalah kendaraannya.
Hati yang mati ini adalah hati yang tidak mau menerima kebenaran dan juga tidak mau patuh. Berbeda halnya dengan hati yang sehat yang mengetahui kebenaran, patuh dan menerimanya.
Demikian penjelasan Ibnul Qayyim yang kami sarikan dari kitab Ighotsatul Lahfan, hal. 44, 46.
Semoga Allah menjauhkan kita dari hati yang mati dan memberikan kita hati yang hidup. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Tanda-Tanda Hati yang Mati

.

بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ

HATI YANG MATI BUKANLAH KEMATIAN BIOLOGIS

Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika ludes harta bendanya. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.
Mati bukan hanya ketika seseorang telah mengembus kan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati secara biologis.
Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda,
Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan.” (At-Thabrani dari Ammar RA)
Alangkah banyak manusia sudah mati, tapi masih memberikan manfaat bagi yang hidup, yakni masjid atau madrasah yang mereka bangun, buku yang mereka tulis, anak saleh yang ditinggalkan, dan ilmu bermanfaat yang telah diajarkan. Meraka mati jasad, tapi pahala terus hidup (QS.2 Al-Baqarah :154)
|
Sesungguhnya yang perlu diwaspadai adalah mati hakiki, yakni matinya hati pada orang yang masih hidup. Tak ada yang bisa diharapkan dari manusia yang hatinya telah mati.
Boleh jadi dia hanya menambah jumlah bilangan penduduk dalam sensus. Hanya ikut membuat macet jalanan dan mengurangi jatah hidup manusia lain. Itu pun kalau tak merugikan orang lain.
Bagaimana halnya dengan koruptor, orang yang merusak, dan menebar kejahatan di muka bumi?
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain, kurang berinteraksi dengan kebaikan, kurang kasih sayang kepada orang lain, mendahulukan dunia daripada akhirat, tak mengingkari kemungkaran, menuruti syahwat, lalai, dan senang berbuat maksiat.
|

3 hal yang bila kita tinggalkan
akan menyebabkan kematian hati

Pertama,

MENINGGALKAN SHALAT, itu akan membuat jiwa kalut. Kita akan terjerumus ke dalam perbuatan keji, terseret ke lembah kemungkaran dan kesesatan (QS.29 Al-Ankabut :45) dan (QS.19 Maryam :59), dan bisa menyusahkan serta merugikan orang lain.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab [Al Qur’an] dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah [shalat] adalah lebih besar [keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain]. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.29 Al-Ankabut :45)
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti [yang jelek] yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS.19 Maryam :59)

Kedua,

MENINGGALKAN SEDEKAH, Itu berarti kita egois, individualis, dan enggan berbuat baik. Kepedulian sosial seperti sedekah adalah bukti keimanan.
Orang yang suka bersedekah hatinya lapang dan dijauhkan dari penyakit, khususnya kekikiran, sedangkan para dermawan selalu menebar kebajikan sehingga dekat dengan manusia, Allah, dan surga.

Ketiga,

MENINGGALKAN ZIKRULLAH, adalah awal kematian hati. Hatinya akan membatu sehingga tak bisa menerima nasihat dan ajaran agama. Zikir akan menimbulkan ketenangan hati (QS.13 Ar-Ra’d :28). Orang yang tenang hatinya akan berperilaku positif dan tak mau berbuat jahat.
Mukmin yang selalu shalat, senang bersedekah, dan memperbanyak zikrullah akan menjadi orang yang paling baik, memiliki hati yang hidup, dan menebar kebaikan kepada sesama. Bila kita merasa rajin shalat, sedekah, dan zikir, tetapi hatinya mati, kemungkinan besar shalat, sedekah, dan zikirnya cenderung formalitas tanpa jiwa.
[yaitu] orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.13 Ar-Ra’d  :28)
|
Sesungguhnya hati yang telah mati, mengeras, adalah hati yang tidak bisa memahami, dan mengambil nasehat-nasehat yang disampaikan kepadanya, yang berasal dari Al-Quran maupun As-Sunnah, yakni hadits Rosulullullah Shallallahu’alayhi Wa Sallam.
Hatinya tidak tergerak sedikitpun. Ya karena Allah telah mengunci hatinya disebabkan dosa-dosa yang terus-menerus dia perbuat di muka bumi ini.  Allah Ta’ala berfirman:
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(QS. Al-Qiyaamah :75)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.(QS. Al Muthoffifin: 14)
Rosulullah bersabda:
Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititik kan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.
Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya.Itulah yang diistilahkan “Ar-Raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
Mujahid berkata:
Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari jemari.
Bukanlah disebabkan mereka itu tuli, dan bukan pula disebabkan oleh penglihatan yang rusak. Akan tetapi Ar-Raan telah menutupi hati, sehingga dia tidak mampu lagi untuk memahami syari’at-syari’at Allah.  Allah Ta’ala berfirman:
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Qs. Al-Hajj: 46)
Akan tetapi kebutaan itu, kebutaan mata hati, sekalipun penglihatan dia luar biasa tajamnya, akan tetapi yang demikian itu tidak mampu untuk mengambil sebuah pelajaran, dan tidak mampu mengetahui apa yang terkandung di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Wallahul musta’an
Alangkah indahnya apa yang dikatakan seorang ahli syi’ir Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Hayyan al-Andalusi
Hai manusia yang mendengarkan seruan kecelakaan. Telah memanggilmu dua tanda kematian; Uban dan Kerentaan.
Jika engkau tak mau mendengar peringatan, apa saja yang engkau lihat dari kepalamu yang mempunyai dua pancaindra, Pendengaran dan Penglihatan.
Ibnu Abid Dun-ya berkata, Sebagian ahli hikmah berkata:
  • Hidupkanlah hatimu dengan berbagai nasehat,
  • Sinarilah dengan tafakkur,
  • Matikanlah dengan zuhud,
  • Kuatkanlah dengan keyakinan,
  • Hinakanlah dengan kematian,
  • Tetapkanlah dengan fana,
  • Pandanglah bencana dunia,
  • Waspadalah dengan permainan masa,
  • Berhati-hatilah dengan perubahan hari,
  • Tampilkanlah kepadanya kisah-kisah orang terdahulu,
  • Berjalanlah pada negeri-negeri peninggalan mereka,
  • Serta lihatlah apa yang mereka lakukan,
  • Dimana mereka berada dan karena apa mereka berubah.
Yaitu telitilah apa yang menimpa ummat-ummat yang mendustakan, berupa bencana dan kehancuran.
Saudaraku, hendaklah kita muhasabah diri, lihatlah diri kita, bagaimana kondisi kita ketika disampaikan ayat dan hadits kepada kita, apakah kita merasakan sesuatu yang bermanfaat darinya, ataukah kita tidak mampu merasakan apa-apa?
|

TANDA-TANDA HATI YANG MATI

  • “Tarkush sholah” Berani meninggalkan Sholat Fardhu,
  •  “Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal melakukan dosa besar.
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran [daripadanya].
(QS.7 Al-Araf :3)
  • “Karhul Qur’an” Tdk mau membaca bahkan menjauih dg ayat2 Alqur’an,
  • “Hubbul ma’asyi” Terus menerus melakukan ma’siyat,
  • “Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing, buruk sangka, merasa dirinya lebih suci,
  • “Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik & ulama,
  • “Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, kuburan & akhirat,
  • “Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya,
  • “Anaaniyyun” sama sekali masa bodoh keadaan orang lain, saudara bahkan bisa jadi keluarganya sekalipun menderita,
  • “Al intiqoom” Pendendam hebat,
  • “Albukhlu” sangat pelit,
  • “Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan & dengki.
|

HIDUPKAN HATI DENGAN

  • Banyak dzikir,
  • Banyak baca kisah para shalihin terdahulu,
  • Kisah ibadah keshalihan bagaimana Islam diterapkan dizaman kenabian, para shahabat tabiin,
  • Merenung kejadian dalam kehidupan yang merupakan tanda keberadaan Allah SWT yang mutlak brada diatas smuanya,
  • Banyak nyebut “Laa ilaaha ilallaah”
  • Akrab dengan ilmu,
  • Penyampai ilmu Risalah Agama yang mulia ini,
  • Perbanyak do’a
  • Dekat dengan orang shalih dan lingkungan shalih bukan lingkungan salah, atau lingkungan maksiat,

Tanda-tanda Hati Yang Mati Dan Cara Untuk Merawatnya

Info Agama. Suatu hari, Imam Fath Al-Musili berkata kepada murid-muridnya, "Bukankah seorang pesakit jika tidak diberi makan, minum dan ubat selama tiga hari ia akan mati?"

Murid-muridnya menjawab: "Ya."

Tanda-tanda Hati Yang Mati Dan Cara Untuk Merawatnya

Guru yang bijak ini melanjutkan: "Begitu juga hati kita. Jika tidak diberikan ilmu dan hikmah selama tiga hari, ia akan mati."

Tanda-tanda Hati Yang Mati Dan Cara Untuk Merawatnya

Setiap amalan bersumber daripada hati. Hati yang baik akan melahirkan perbuatan yang baik. Dan hati yang rosak hanya akan melahirkan perbuatan yang buruk.

Meskipun ia melakukan kebaikan, namun tersimpan niat buruk di sebaliknya. Oleh itu, hati sangat menentukan kualiti amalan seseorang.

Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada seketul daging. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Dan apabila ia rosak, maka rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah, daging itu adalah hati". (riwayat Al-Bukhari dan Muslim)

Hati manusia sangat ajaib. Ia selalu berubah-ubah. Ia juga sangat mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor luaran. Apa-apa yang dilihat ataupun didengar dapat merubah suasana hati. Oleh yang demikian, seorang mukmin wajib selalu menjaga pancainderanya daripada maksiat agar terjaga kejernihan hati.

Sebagaimana tubuh badan, hati boleh sihat ataupun sakit. Tanda hati yang sihat adalah ia giat melakukan ibadat dan amalan kebajikan. Setiap amalan ibadah dan zikir terasa nikmat untuk dikecapi. Sama seperti seseorang yang tengah sihat tubuhnya, ia akan nikmat menyantap makanan dan minuman.

Adapun tanda hati tengah sakit adalah ia tidak dapat merasakan manisnya ibadat. Ia tidak tahan berlama-lama dalam aktiviti ibadah. Sebaliknya, ia sangat seronok melakukan maksiat. Seperti orang yang tengah sakit kulit, perkara yang paling nikmat adalah menggaruk gatalnya hingga melukai diri sendiri.

Imam Tabiin di Basrah yang bernama Hasan Al-Basri pernah mengajarkan teknik semak kesihatan hati. Beliau berkata: "Rasakanlah kemanisan dalam tiga perkara: ketika melakukan solat, membaca al-Quran dan ketika berzikir. Jika engkau merasakannya, maka bergembiralah. Namun jika kau tidak merasakannya, maka ketahuilah bahawa pintu hatimu telah tertutup."

Hati orang kebanyakan seperti kita tidak berapa sihat. Kita sedari ataupun tidak, pelbagai penyakit tersimpan di dalam hati kita seperti hasad dengki, dendam, tamak, kedekut, meragukan janji Allah dan lain-lain. Tingkatan sakit itu berbeza-beza. Ada yang masih ringan, ada juga yang sudah parah.

Oleh itu, kita perlu segera mengubati hati kita. Ubat hati adalah hikmah dan ilmu yang memperkenalkan tuhannya, hakikat dirinya dan tugasan yang mesti ia lakukan di dunia sebagai hamba Allah. Semua itu boleh didapatkan apabila kita bercampur dengan orang-orang yang "berhati sihat."

Berkata Ibrahim Al-Khawas, "Ubat hati lima perkara: Membaca al-Quran sambil memahami maknanya, mengosongkan perut, solat malam, berdoa pada waktu fajar dan bergaul dengan orang-orang saleh."

Jika kita tidak segera mengubati hati yang sakit, ia akan terus sakit. Suatu hari nanti, ia bahkan boleh mati. Orang yang mati hati lebih berbahaya daripada mati jasad. Sebab orang yang mati jasad boleh segera dikuburkan.

Namun orang yang mati hati akan menjadi sampah masyarakat. Ia sangat mengganggu kehidupan masyarakat, namun tidak boleh dibuang ataupun ditanam.

Sumber: Utusan.com.my

TANDA MATINYA HATI
SEBAHAGIAN DARIPADA TANDA MATINYA HATI  IALAH APABILA TIDAK BERASA SEDIH JIKA TERLEPAS SESUATU AMAL KEBAIKAN DARIPADANYA DAN TIDAK MENYESAL JIKA TERJADI PERBUATAN YANG TIDAK BAIK OLEHNYA. Kita telah dinasihatkan supaya jangan meninggalkan zikir walaupun tidak hadhir hati ketika berzikir. Begitu juga dengan ibadat dan amal kebaikan. Janganlah meninggalkan ibadat lantaran hati tidak khusyuk ketika beribadat dan jangan meninggalkan amal kebaikan lantaran hati belum ikhlas dalam melakukannya. Khusyuk dan ikhlas adalah sifat hati yang sempurna. Zikir, ibadat dan amal kebaikan adalah cara-cara untuk membentuk hati agar menjadi sempurna. Hati yang belum mencapai tahap kesempurnaan dikatakan hati itu berpenyakit. Jika penyakit itu dibiarkan, tidak diambil langkah mengubatinya, pada satu masa, hati itu mungkin boleh mati. Mati hati berbeza daripada mati tubuh badan. Orang yang mati tubuh badan ditanam di dalam tanah. Orang yang mati hatinya, tubuh badannya masih sihat dan dia masih berjalan ke sama ke mari di atas muka bumi ini.
 Jika kita renungi kembali kepada diri zahir manusia, kita akan dapat menyusunnya sebagai tubuh, nyawa, naluri-naluri dan akal fikiran. Bila dibandingkan dengan haiwan, kita akan mendapati susunan haiwan seperti susunan manusia juga.. Haiwan mempunyai tubuh badan, nyawa dan naluri-naluri. Bezanya adalah haiwan tidak mempunyai akal fikiran. Oleh sebab manusia memiliki akal fikiran maka manusia boleh diistilahkan sebagai haiwan yang cerdik.
 Haiwan yang cerdik (manusia), dipanggil nafsu natiqah menurut istilah tasauf . Pemilikan akal tidak mengubah manusia dari status kehaiwanan. Jika ada haiwan berbangsa monyet, harimau, kuda dan lain-lain, maka ada haiwan berbangsa manusia. Haiwan berbangsa manusia menjadi raja memerintah semua haiwan yang lain. Akal fikiran yang ada pada mereka membuat mereka boleh membentuk kehidupan yang lebih sempurna dari haiwan  lain yang tidak berakal. Akal fikiran juga mampu membuat haiwan bangsa manusia menawan daratan, lautan dan udara. Walaupun mereka berjaya menawan daratan dengan kenderaan mereka namun, itu tidak membezakan mereka daripada kuda dan haiwan lain yang mampu juga menawan daratan. Walaupun mereka berjaya menawan lautan namun, itu tidak membezakan mereka daripada haiwan ikan yang juga menggunakan lautan. Walaupun mereka berjaya menawan udara namun, itu tidak membezakan mereka daripada haiwan burung yang juga menggunakan udara. Kemampuan yang ditunjukkan oleh akal fikiran tidak mengubah status haiwan yang ada pada manusia. Apakah yang menjadikan manusia sebagai insan, bukan haiwan?
 Manusia menjadi istimewa kerana memiliki hati rohani. Hati mempunyai nilai yang mulia yang tidak dimiliki oleh akal fikiran. Semua anggota dan akal fikiran menghala kepada alam benda sementara hati rohani menghala kepada Pencipta alam benda. Hati mempunyai persediaan untuk beriman kepada Tuhan. Hati yang menghubungkan manusia dengan Pencipta. Hubungan dengan Pencipta memisahkan manusia daripada daerah haiwan dan mengangkat darjat mereka menjadi makhluk yang mulia. Hati yang cergas, sihat dan dalam keasliannya yang murni, berhubung erat dengan Tuhannya. Hati itu menyuluh akal fikiran agar akal fikiran dapat berfikir tentang Tuhan dan kejadian Tuhan. Hati itu menyuluh juga kepada anggota tubuh badan agar mereka tunduk kepada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Hati yang berjaya menaklukkan akal fikiran dan anggota tubuh badannya serta mengarahkan mereka berbuat taat kepada Allah s.w.t adalah  hati yang sihat.
 Hati yang sihat melahirkan takwa, iaitu pengabdian kepada Allah s.w.t. Takwalah yang membezakan kedudukan seseorang hamba pada sisi Tuhan. Semakin tinggi darjat ketakwaan semakin hampir seorang hamba dengan Tuhannya. Semakin rendah darjat takwa semakin hampir seseorang dengan daerah kehaiwanan. Jika takwa tidak ada jadilah manusia itu haiwan yang pandai berfikir dan berkata-kata.
Haiwan yang pandai berfikir inilah yang dikatakan manusia yang mati hatinya. Dia tidak dapat menggerakkan fikiran dan anggotanya menuju kepada Allah s.w.t. Bahagian yang menghala kepada Pencipta tidak berfungsi, hanya bahagian yang menghala kepada alam benda merupakan bahagian yang aktif. Manusia yang mati hatinya atau manusia yang berbangsa haiwan ini tidak berasa sedih jika terlepas peluang baginya untuk melakukan amalan yang mendekatkan diri dengan Tuhan dan dia tidak berasa kesal jika dia berbuat dosa dan maksiat yang menjauhkan dirinya daripada Allah s.w.t.
 Kematian hati tidak dapat dikenal jika seseorang itu mengambil daya nilai keduniaan sebagai piawaian. Ramai orang yang menurut pengertian tasauf  sudah mati hatinya tetapi mereka mencapai berbagai-bagai kecemerlangan dalam kehidupan dunia. Mereka menjadi pemimpin kepada orang ramai. Mereka menciptakan berbagai-bagai benda keperluan manusia. Mereka berjaya mendaki Gunung Everest. Mereka memegang bermacam-macam rekod kejohanan. Mereka menguasai kekayaan dan berbagai-bagai lagi kejayaan dan kecemerlangan.
 Apa juga kejayaan dan kecemerlangan yang diperolehi hendaklah diletakkan di atas neraca akhirat. Jika kejayaan dan kecemerlangan itu mampu menambahkan berat dacing kebaikan, maka kejayaan dan kecemerlangan itu adalah benar. Jika tidak ia hanyalah fatamorgana.

Tanda-tanda Hati yang Mati

Ahad 21 Jamadilawal 1435 / 23 Maret 2014 05:00
kepercayaan_hati
SETIAP insan dianugerahi hati, salah satu organ tubuh manusia yang sangat penting. Berbicara tentang hati, mari kita bedakan hati secara fisik dan hati secara makna (kiasan). Menurut Rasulullah, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, ketahuilah di adalah hati,” (Muttafaqun alaih).
Hati yang rusak, tentu saja hati yang mati. Mendeteksi hati yang mati tidaklah sulit, berikut beberapa tandanya.
1.”Tarkush sholah” Berani meninggalkan sholat fardhu.
2. “Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar (QS al A’raf 3).
3. “Karhul Qur’an” Tidak mau membaca Al-Qur’an.
4. “Hubbul ma’asyi” Terus menerus ma’siyat.
5. “Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing dan buruk sangka, serta merasa dirinya selalu lebih suci.
6. “Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik dan ulama.
7, “Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian,kuburan dan akhirat.
8. “Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya.
10. “Anaaniyyun” tidak mau tau, “cuek” atau masa bodoh keadaan orang lain,bahkan pada keluarganya sendiri sekalipun menderita.
11. “Al intiqoom “Pendendam hebat.
12. “Albukhlu” sangat pelit.
13. “Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan dan dengki.
14. “Asysyirku” syirik dan percaya sekali kepada dukun & prakteknya.
Semoga ALLAH menghiasi hati kita dengan keindahan iman dan kemuliaan akhlak. [Sumber: Kajian Islam]

Tanda-Tanda Hati yang Sehat dan Hati yang Sakit

Tanda-tanda hati yang sehat Hati yang sehat memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui, di antaranya adalah: Hati yang sehat selalu mengutamakan hal yang bermanfaat Imam Ibnul Qayyim rahimahullah …

674 5
Tanda-tanda hati yang sehat
Hati yang sehat memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui, di antaranya adalah:
  • Hati yang sehat selalu mengutamakan hal yang bermanfaat
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Hati yang sehat lebih mengutamakan hal bermanfaat daripada hal berbahaya.” Tanda-tanda hati yang sehat adalah selalu mengutamakan yang bermanfaat seperti beriman kepada Allah Ta’ala, belajar, dan menuntut ilmu syar’i, membaca dan mentadabburi Al-Quran, membaca buku-buku yang bermanfaat, dan sebagainya.
  • Mengutamakan akhirat daripada dunia
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Dan termasuk di antara tanda-tanda hati yang sehat adalah berpindah dari dunia ini hingga singgah di akhirat dan diam di dalamnya.” Orang yang hatinya sehat akan mengutamakan akhirat daripada kehidupan dunia yang fana, tujuannya adalah akhirat, dan ia menjadikan dunia ini sebagai tempat berlalu serta mencari bekal untuk akhirat yang kekal. Orang yang hatinya sehat juga akan selalu mempersiapkan diri dengan melakukan ketaatan dan mengerjakan amal-amal shaleh dengan ikhlas karena Allah Ta’ala serta menjauh dari larangan-larangan-Nya.
  • Bertaubat kepada Allah dan menggantungkan hidupnya kepada-Nya
Orang yang hatinya sehat akan menyadari dan meyakini bahwa tidak ada kehidupan, kebahagiaan, kesenangan, dan kenikmatan melainkan dalam beribadah hanya kepada Allah Ta’ala serta bertawakal kepada-Nya. Orang yang hatinya sehat akan selalu menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah dan selalu bertaubat kepada-Nya.
  • Selalu ingat kepada Allah dan tidak bosan dalam beribadah kepada-Nya
Orang-orang yang hatinya sehat akan selalu ingat kepada Allah Ta’ala. Mereka meneladani pribadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Orang yang hatinya sehat akan selalu beribadah kepada Allah Ta’ala, tidak pernah bosan dan selalu berdzikir kepada Allah dengan zikir dan sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang hatinya sakit hanya beribadah kepada Allah Ta’ala secara musiman, sedangkan orang yang hatinya sehat akan selau beribadah kepada Allah Ta’ala secara kontinyu dan terus-menerus meski sedikit.
  • Bersedih apabila terluput dari wirid, lebih sedih daripada kehilangan harta
“Wirid” secara bahasa artinya “juz”. Beberapa ulama salaf membagi Al-Quran menjadi beberapa juz yang sama panjangnya. Mereka menamakannya al-aurad (wirid). (An-Nihayah fi Gharib Al-Hadits, Ibnul Atsir, 5:173)
Dalam perkembanganya, kata wirid digunakan untuk istilah yang lebih umum, yaitu suatu amal ketaatan yang rutin dilakukan, seperti berzikir setiap pagi dan petang, membaca Al-Quran, shalat malam, menuntut ilmu, dan sebagainya. Orang yang hatinya sehat akan merasa sedih apabila terluput dari wirid-wiridnya. Berbeda dengan orang yang hatinya sakit; antara berdzikir sama saja, tidak ada perbedaan; tidak bersedih, dan tidak menyesal. Bahkan orang yang hatinya sakit selalu membuang-buang waktu, tidak banyak beramal, selalu bersantai, dan lalai dari zikir kepada Allah Ta’ala.
Tanda-tanda hati yang sakit
Hati yang sakit juga memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui dengannya, di antaranya adalah:
  • Tidak mengenal Allah, tidak mencintai-Nya, tidak merindukan perjumpaan dengan-Nya, dan tidak mau kembali ke jalan-Nya, serta lebih suka mengikuti hawa nafsu
Ia lebih suka mendahulukan kepentingan pribadi dan syahwatnya daripada taat dan cinta kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلاً
Sudahkan engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?” (Q.S. Al-Furqan: 43)
Tidak merasakan sakitnya hati dengan sebab luka-luka maksiat
Seperti ungkapan pepatah, ”Luka tidak terasa sakit bagi orang mati.” Hati yang sehat pasti merasa sakit dan tersiksa dengan perbuatan maksiat. Hal itulah yang membuatnya tergerak untuk kembali bertaubat kepada Rabb-nya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).” (Q.S. Al-A’raf: 201)
Adapun orang yang hatinya sakit, dia selalu mengikuti keburukan dengan keburukan juga. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, ”Itu adalah dosa di atas dosa sehingga membuat hati menjadi buta, lalu mati.” Sementara hati yang sehat selalu mengikuti keburukan dengan kebaikan dan mengikuti dosa dengan taubat.
  • Tidak merasa sakit (tidak merasa tersiksa) dengan kebodohannya (ketidaktahuannya) akan kebenaran. Berbeda dengan hati yang sehat, yang akan merasa sakit dengan datang syubhat (ketidak-jelasan) pada dirinya
Seorang ulama mengatakan, “Tidak ada dosa yang lebih buruk selain kebodohan.” Imam Sahl pernah ditanya, “Wahai Abu Muhammad, apa yang lebih buruk daripada kebodohan?” Ia menjawab, “Kebodohan akan kebodohan (tidak tahu bahwa dirinya bodoh).” Lalu ada yang berkomentar, ”Dia benar, karena hal itu menutup pintu ilmu secara total.”
  • Hati yang sakit meninggalkan makanan yang bermanfaat dan memilih racun yang berbahaya
Seperti keengganan sebagian besar orang untuk mendengarkan Al-Quran yang dikabarkan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَاراً
Dan Kami turunkan dari Al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (Al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian.” (Q.S. Al-Isra’: 82)
Mereka lebih mendengarkan lagu-lagu yang menimbulkan kemunafikan di dalam hati, membangkitkan birahi dan mengandung kekufuran kepada Allah Ta’ala. Seseorang mengerjakan perbuatan maksiat karena kecintaannya pada apa yang dibenci oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Keberanian berbuat maksiat adalah buah dari pennyakit yang bersarang di dalam hati dan bisa memperparah penyakit yang ada di dalam hati tersebut.
  • Hati yang sakit cinta pada dunia, senang tinggal di dunia, tidak merasa asing di dunia, dan tidak merasa rindu kepada akhirat
Allah Ta’ala berfirman,
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
Bahkan kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Q.S Al-A’laa: 16-17)
Ia tidak pernah mengharapkan akhirat dan tidak berusaha untuk menyiapkan bekal menuju ke sana. Ia sibuk dengan dunia dan waktunya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan untuk hal-hal yang haram.

Disarikan dari buku Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tazkiyatun Nufus (hlm. 79-100). Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Bogor: Pustaka At-Taqwa.
Disusun oleh: Dwi Pertiwi Ummu Maryam
Muroja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.muslimah.or.id


Rabu, 09 Oktober 2013

Tanda-Tanda Hati yang Mati serta Obatnya


Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika ludes harta bendanya. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.
Mati bukan hanya ketika seseorang telah mengembus kan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati secara biologis.
Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda,
“Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan.” (At-Thabrani dari Ammar RA)
Alangkah banyak manusia sudah mati, tapi masih memberikan manfaat bagi yang hidup, yakni masjid atau madrasah yang mereka bangun, buku yang mereka tulis, anak saleh yang ditinggalkan, dan ilmu bermanfaat yang telah diajarkan. Meraka mati jasad, tapi pahala terus hidup (QS.2 Al-Baqarah :154)
|
Sesungguhnya yang perlu diwaspadai adalah mati hakiki, yakni matinya hati pada orang yang masih hidup. Tak ada yang bisa diharapkan dari manusia yang hatinya telah mati.
Boleh jadi dia hanya menambah jumlah bilangan penduduk dalam sensus. Hanya ikut membuat macet jalanan dan mengurangi jatah hidup manusia lain. Itu pun kalau tak merugikan orang lain.
Bagaimana halnya dengan koruptor, orang yang merusak, dan menebar kejahatan di muka bumi?
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain, kurang berinteraksi dengan kebaikan, kurang kasih sayang kepada orang lain, mendahulukan dunia daripada akhirat, tak mengingkari kemungkaran, menuruti syahwat, lalai, dan senang berbuat maksiat.
|
3 hal yang bila kita tinggalkan
akan menyebabkan kematian hati
Pertama,
MENINGGALKAN SHALAT, itu akan membuat jiwa kalut. Kita akan terjerumus ke dalam perbuatan keji, terseret ke lembah kemungkaran dan kesesatan (QS.29 Al-Ankabut :45) dan (QS.19 Maryam :59), dan bisa menyusahkan serta merugikan orang lain.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab [Al Qur’an] dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah [shalat] adalah lebih besar [keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain]. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.29 Al-Ankabut :45)
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti [yang jelek] yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS.19 Maryam :59)
Kedua,
MENINGGALKAN SEDEKAH, Itu berarti kita egois, individualis, dan enggan berbuat baik. Kepedulian sosial seperti sedekah adalah bukti keimanan.
Orang yang suka bersedekah hatinya lapang dan dijauhkan dari penyakit, khususnya kekikiran, sedangkan para dermawan selalu menebar kebajikan sehingga dekat dengan manusia, Allah, dan surga.
Ketiga,
MENINGGALKAN ZIKRULLAH, adalah awal kematian hati. Hatinya akan membatu sehingga tak bisa menerima nasihat dan ajaran agama. Zikir akan menimbulkan ketenangan hati (QS.13 Ar-Ra’d :28). Orang yang tenang hatinya akan berperilaku positif dan tak mau berbuat jahat.
Mukmin yang selalu shalat, senang bersedekah, dan memperbanyak zikrullah akan menjadi orang yang paling baik, memiliki hati yang hidup, dan menebar kebaikan kepada sesama. Bila kita merasa rajin shalat, sedekah, dan zikir, tetapi hatinya mati, kemungkinan besar shalat, sedekah, dan zikirnya cenderung formalitas tanpa jiwa.
[yaitu] orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.13 Ar-Ra’d :28)
|
Sesungguhnya hati yang telah mati, mengeras, adalah hati yang tidak bisa memahami, dan mengambil nasehat-nasehat yang disampaikan kepadanya, yang berasal dari Al-Quran maupun As-Sunnah, yakni hadits Rosulullullah Shallallahu’alayhi Wa Sallam.
Hatinya tidak tergerak sedikitpun. Ya karena Allah telah mengunci hatinya disebabkan dosa-dosa yang terus-menerus dia perbuat di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman:
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(QS. Al-Qiyaamah :75)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (QS. Al Muthoffifin: 14)
Rosulullah bersabda:
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititik kan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.
Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya.Itulah yang diistilahkan “Ar-Raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
Mujahid berkata:
“Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari jemari.”
Bukanlah disebabkan mereka itu tuli, dan bukan pula disebabkan oleh penglihatan yang rusak. Akan tetapi Ar-Raan telah menutupi hati, sehingga dia tidak mampu lagi untuk memahami syari’at-syari’at Allah. Allah Ta’ala berfirman:
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Qs. Al-Hajj: 46)
Akan tetapi kebutaan itu, kebutaan mata hati, sekalipun penglihatan dia luar biasa tajamnya, akan tetapi yang demikian itu tidak mampu untuk mengambil sebuah pelajaran, dan tidak mampu mengetahui apa yang terkandung di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Wallahul musta’an
Alangkah indahnya apa yang dikatakan seorang ahli syi’ir Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Hayyan al-Andalusi
Hai manusia yang mendengarkan seruan kecelakaan. Telah memanggilmu dua tanda kematian; Uban dan Kerentaan.
Jika engkau tak mau mendengar peringatan, apa saja yang engkau lihat dari kepalamu yang mempunyai dua pancaindra, Pendengaran dan Penglihatan.
Ibnu Abid Dun-ya berkata, Sebagian ahli hikmah berkata:
Hidupkanlah hatimu dengan berbagai nasehat,
Sinarilah dengan tafakkur,
Matikanlah dengan zuhud,
Kuatkanlah dengan keyakinan,
Hinakanlah dengan kematian,
Tetapkanlah dengan fana,
Pandanglah bencana dunia,
Waspadalah dengan permainan masa,
Berhati-hatilah dengan perubahan hari,
Tampilkanlah kepadanya kisah-kisah orang terdahulu,
Berjalanlah pada negeri-negeri peninggalan mereka,
Serta lihatlah apa yang mereka lakukan,
Dimana mereka berada dan karena apa mereka berubah.
Yaitu telitilah apa yang menimpa ummat-ummat yang mendustakan, berupa bencana dan kehancuran.
Saudaraku, hendaklah kita muhasabah diri, lihatlah diri kita, bagaimana kondisi kita ketika disampaikan ayat dan hadits kepada kita, apakah kita merasakan sesuatu yang bermanfaat darinya, ataukah kita tidak mampu merasakan apa-apa?
|
TANDA-TANDA HATI YANG MATI
“Tarkush sholah” Berani meninggalkan Sholat Fardhu,
“Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal melakukan dosa besar.
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran [daripadanya].
(QS.7 Al-Araf :3)
“Karhul Qur’an” Tdk mau membaca bahkan menjauih dg ayat2 Alqur’an,
“Hubbul ma’asyi” Terus menerus melakukan ma’siyat,
“Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing, buruk sangka, merasa dirinya lebih suci,
“Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik & ulama,
“Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, kuburan & akhirat,
“Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya,
“Anaaniyyun” sama sekali masa bodoh keadaan orang lain, saudara bahkan bisa jadi keluarganya sekalipun menderita,
“Al intiqoom” Pendendam hebat,
“Albukhlu” sangat pelit,
“Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan & dengki.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ
Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim)
Dari Amr bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَوالله مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ
Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka dibinasakan olehnya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وفِتْنَةُ أُمَّتِي : المَالُ
Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ
Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian -dalam hal dunia- dan janganlah kalian melihat orang yang lebih di atasnya. Karena sesungguhnya hal itu akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat yang Allah berikan kepada kalian” (HR. Muslim)
Dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَباً لأمْرِ المُؤمنِ إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خيرٌ ولَيسَ ذلِكَ لأَحَدٍ إلاَّ للمُؤْمِن : إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكانَ خَيراً لَهُ ، وإنْ أصَابَتْهُ ضرَاءُ صَبَرَ فَكانَ خَيْراً لَهُ
Sangat mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak didapatkan kecuali pada diri orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia bersyukur. Dan apabila dia mendapatkan kesusahan maka dia akan bersabar” (HR. Muslim)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلاَّ عَيْشَ الآخِرَةِ
Ya Allah tidak ada kehidupan yang sejati selain kehidupan akhirat” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإنَّ الله تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ
Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah ta’ala menyerahkannya kepada kalian untuk diurusi kemudian Allah ingin melihat bagaimana sikap kalian terhadapnya. Maka berhati-hatilah dari fitnah dunia dan wanita” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ في الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيبٌ ، أَو عَابِرُ سَبيلٍ
Jadilah kamu di dunia seperti halnya orang asing atau orang yang sekedar numpang lewat/musafir” (HR. Bukhari)
Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا في الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Ada apa antara aku dengan dunia ini? Tidaklah aku berada di dunia ini kecuali bagaikan seorang pengendara/penempuh perjalanan yang berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian dia beristirahat sejenak di sana lalu meninggalkannya” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ
Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim)
Dari Amr bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَوالله مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ، فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ
Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa sebagaimana mereka dibinasakan olehnya” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وفِتْنَةُ أُمَّتِي : المَالُ
Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ
Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian -dalam hal dunia- dan janganlah kalian melihat orang yang lebih di atasnya. Karena sesungguhnya hal itu akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat yang Allah berikan kepada kalian” (HR. Muslim)
Dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَباً لأمْرِ المُؤمنِ إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خيرٌ ولَيسَ ذلِكَ لأَحَدٍ إلاَّ للمُؤْمِن : إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكانَ خَيراً لَهُ ، وإنْ أصَابَتْهُ ضرَاءُ صَبَرَ فَكانَ خَيْراً لَهُ
Sangat mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak didapatkan kecuali pada diri orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia bersyukur. Dan apabila dia mendapatkan kesusahan maka dia akan bersabar” (HR. Muslim)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلاَّ عَيْشَ الآخِرَةِ
Ya Allah tidak ada kehidupan yang sejati selain kehidupan akhirat” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإنَّ الله تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ
Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah ta’ala menyerahkannya kepada kalian untuk diurusi kemudian Allah ingin melihat bagaimana sikap kalian terhadapnya. Maka berhati-hatilah dari fitnah dunia dan wanita” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ في الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيبٌ ، أَو عَابِرُ سَبيلٍ
Jadilah kamu di dunia seperti halnya orang asing atau orang yang sekedar numpang lewat/musafir” (HR. Bukhari)
Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا في الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
Ada apa antara aku dengan dunia ini? Tidaklah aku berada di dunia ini kecuali bagaikan seorang pengendara/penempuh perjalanan yang berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian dia beristirahat sejenak di sana lalu meninggalkannya” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)

TIMBANGAN....MIZAN




TIMBANGAN AMAL DI ATAS MIZAN (DI AKHIRAT)




Rasulullah S.A.W. bersabda:
"Daun timbangan kebaikan itu dari Nur sedangkan daun timbangan keburukan itu dari Kegelapan".



At-Tarmizi merawikan bahawa: 
Rasulullah S.A.W. bersabda: "Syurga itu diletakkan dari sebelah kanan Arasy dan neraka di sebelah kirinya, juga daun timbangan kebaikan itu dari sebelah kanannya dan daun timbangan keburukan itu dari sebelah kirinya. Oleh kerananya syurga berhadapan dengan kebaikan dan neraka berhadapan dengan keburukan".

 
Ibnu Abbas berkata: "Kebaikan dan keburukan ditimbang dalam sebuah timbangan yang mempunyai dua daun dan lisan". Dia berkata lagi, " Jika Allah S.W.T. menghendaki menimbang amal hamba, menggantikannya dengan jisim lalu menimbangnya pada hari kiamat".



At-Tarmizi meriwayatkan, dari Anas bin Malik r.a. berkata:
"Aku bermohon kepada Rasulullah S.A.W. agar memberiku syafaat pada hari kiamat", 
maka Rasulullah S.A.W bersabda:
"Insya-Allah aku akan melakukannya".
Aku bertanya: "Di manakah aku mesti mencarimu wahai Rasulullah S.A.W?".
Baginda menjawab: "Pertama kali kau cari aku pada titian Sirat".
Aku bertanya lagi: "Jika aku tidak menemuimu di Sirat?".
Baginda menjawab: "Carilah aku di Mizan".
Ku tanya lagi: "Bila aku tidak menemuimu di Mizan?".
Baginda lalu berkata: "Carilah aku di telaga. Sungguh aku akan berada di tiga tempat ini".



Al-Hakim merawikan,
"Pada hari kiamat, Mizan diletakkan. 
Kalau saja langit dan bumi ditimbang dan diletakkan tentulah boleh memuatkannya. 
Kemudian Malaikat bertanya: "Ya Tuhanku, untuk menimbang siapa ini?"
Allah S.W.T. berfirman, "Untuk makhluk-Ku yang Aku kehendaki".
Malaikat berkata, " Maha Suci Engkau, ibadahku telah menjadi hak Engkau".
Kemudian Titian diletakkan bagaikan tajamnya pisau. 
Malaikat bertanya, "Siapakah yang akan selamat meniti titian ini?".
Allah S.W.T. berfirman, "Makhluk-Ku yang Aku kehendaki".
Malaikat berkata, " Maha Suci Engkau, ibadahku telah menjadi hak Engkau".


AL-MIZAN (NERACA TIMBANGAN)DI HARI KIAMAT MENURUT AL-QUR'AN DAN HADITS

بِسْـــــــــــــــــــــ ـمِ اﷲِارَّتْمَنِ ارَّتِيم





▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
         
                DEFINISI TIMBANGAN MENURUT AHLUS SUNNAH. 

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬










Timbangan menurut Ahlus Sunnah adalah timbangan hakiki,amal manusia di timbang dengannya. Dalam masalah ini kelompok mu'tazilah dan sebagian kecil dari Ahlus Sunnah berpendapat berbeda.Ibnu Hajar berkata: Abu Ishaq Az-Zajjaj berkata: Ahlus Sunnah telah Ijma (konsesus/bersepakat) beriman terhadap adanya timbangan,dan bahwa amal manusia di timbang dengannya pada hari kiamat,dan bahwa timbangan tersebut mempunyai lisan dan dua bandul yang bisa miring karena amalnya.  



Kelompok Mu'tazilah mengingkari adanya timbangan tersebut,mereka berkata: " itu adalah ungkapan keadilan." Mereka menentang Al-Qur'an dan Hadits karena Allah memberi tahu bahwa DIA memasang timbangan untuk menimbang amal hamba-hamba-Nya,agar manusia melihat amal mereka tampak sehingga mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri.









Ibnu Faufak berkata: Mu'tazilah mengingkari adanya timbangan,berdasarkan pendapat mereka yang menegaskan,bahwa sesuatu yang "ABSTRAK" mustahil untuk di timbang,karena tidak berdiri dengan sendirinya. ia berkata: Sebagian orang ahli kalam meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Allah merubah sesuatu yang Abstrak menjadi sesuatu benda lalu di timbang. Sebagaimana ulama terdahulu berpendapat bahwa makna timbangan adalah keadilan dan pengadilan. 


Ath-Thabari menisbatkan pendapat ini kepada mujahid yang kuat adalah jumhur ulama. Al-Hasan ditanya tentang Al-Mizan, ia berkata: Ia mempunyai lisan dan dua bandul. Al-Qurthubi menisbatkan penafsiran timbangan dengan keadilan kepada Mujahid, Adh-Dhahhak dan Al-A' masy.  



Barangkali para ulama tersebut menafsirkan timbangan dengan keadilan. 

Sebagaimana firman-Nya,
وَالسَّماءَ رَفَعَها وَوَضَعَ الميزانَ

أَلّا تَطغَوا فِى الميزانِ

الوَزنَ بِالقِسطِ وَلا تُخسِرُوا الميزانَ
"DAN ALLAH TELAH MENINGGIKAN LANGIT DAN DIA MELETAKKAN NERACA [KEADILAN]. SUPAYA KAMU JANGAN MELAMPAUI BATAS TENTANG NERACA ITU. DAN TEGAKKANLAH TIMBANGAN ITU DENGAN ADIL DAN JANGANLAH KAMU MENGURANGI NERACA ITU."  

[ QS. AR-RAHMAN: 7-9 ]











Timbangan dalam ayat ini adalah keadilan. 
Allah memerintahkan hamba-Nya agar mereka bermu'amalat di antara mereka dengan adil.Adapun timbangan yang di pasang pada hari kiamat,maka hadits-hadits mutawatir telah menyebutkannya, dan bahwasanya ia adalah timbangan hakiki,itulah makna DHAHIR AL-QUR'AN. 

Imam Ahmad telah membantah orang-orang yang mengingkari timbangan,bahwa Allah telah menyebutkan timbangan dalam firman-Nya


.وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ 

KAMI AKAN MEMASANG TIMBANGAN YANG TEPAT PADA HARI KIAMAT."
 [QS.Al-Anbiya : 47 ] 


Dan Nabi telah menyebutkan timbangan di hari kiamat,barangsiapa membantah Nabi,maka ia telah membantah ALLAH azza wa jalla. Syaikh al-Islam menegaskan bahwa maksud dari timbangan bukan keadilan,dan bahwasanya ia adalah timbangan hakiki yang di pakai menimbang amal. Penegasan ini berdasarkan pada AL-QUR'AN dan Hadits,dan beliau berkata: "Mizan" adalah yang di pakai untuk menimbang amal,BUKAN KIASAN TENTANG KEADILAN, sebagaimana di tujukan oleh AL-QUR'AN dan Hadits seperti firman ALLAH :("BARANGSIAPA YANG BERAT TIMBANGAN-TIMBANGANNYA) (DAN BARANGSIAPA YANG RINGAN TIMBANGAN AMAL KEBAIKANNYA)

Dan firman-Nya .
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنا حَاسِبِينَ 

"KAMI AKAN MEMASANG TIMBANGAN YANG TEPAT PADA HARI KIAMAT "


[Qs. Al-Anbiya : 47 ] 











Dalam Shahih Bukhari dan Muslim dari Nabi bahwasanya beliau bersabda : " Dua kalimat yang ringan di lisan ,berat dalam timbangan,disukai oleh ALLAH Yang Maha Pengasih : (" SUBHANALLAH WABIHAMDIHI,SUBHANALLAH AL-AZHIM." )Dan bersabda tentang kedua kaki Abdullah bin Mas'ud : Sungguh,keduanya dalam timbangan lebih berat dari pada gunung Uhud." [HR.Bukhari dan Muslim ]

Dalam Sunan Tirmidzi,Hakim dan lainnya yang dinyatakan Shahih oleh Tirmidzi tentang seseorang yang di datangkan,LALU DI BUKA BAGINYA SEMBILAN PULUH SEMBILAN BUKU CATATAN.
Setiap catatan sepanjang PENGLIHATAN,lalu di letakan di salah satu anak timbangan dan di datangkan kartu yang di dalamnnya KESAKSIAN bahwa TIADA TUHAN SELAIN ALLAH.
Rasulullah bersabda:" Buku-buku catatan terangkat dan kartu (yang di dalamnnya terdapat "LAA ILAHA ILLA ALLAH" lebih berat timbangannya.











Ini dan semisalanya menjelaskan bahwa amal-amal di timbang dengan neraca timbangan,sehingga menjadi jelas dengannya lebih berat amal kebaikan dari pada amal keburuk dan sebaliknya.
Dengan demikian jelaslah keadilan dan maksud dengan di adakannya timbangan adalah untuk menegakkan keadilan,seperti timbangan-timbangan di dunia. Adapun bagaimana timbangan tersebut,itu sama dengan bagaimana semua urusan gaib yang di beritahukan kepada kita. 


Al-Qurthubi  membantah orang-orang yang mengingkari adanya timbangan dan orang-orang yang menakwilkan nash-nash tentang timbangan dan mengartikan dengan selain arti zahirnya,dengan berkata: Para ulama tidak berkata kalau boleh mengartikan timbangan sebagaimana katakan maka boleh mengartikan al-shirat (jembatan)dengan agama yang haq,surga dan neraka dengan kesedihan dan kesenangan yang di dapatkan oleh ruh,setan dan jin dengan akhlak yang buruk,malaikat dengan kekuatan yang terpuji, dan semua ini adalah salah. Karena ini jelas sebagai pembantahan bagi yang di bawa oleh Nabi yang jujur. Dalam shahih bukhari dan muslim,maka ia di berikan catatan amal kebaikannya, perkataannya: maka dikeluarkan kartu baginya. Ini  menunjukkan atas timbangan yang sesungguhnya dan bhawasanya yang di timbang adalah lembaran amal sebagaimana telah jelaskan di atas. .wabillah taufik.











                                                      ▲
                                                      ▼








▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
               
                                 APAKAH YANG DI TIMBANG ?    

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬



Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang di timbang pada hari itu,ada beberapa pendapat Pertama: yang di timbang pada hari itu adalah amal itu sendiri, ia dijadikan dalam bentuk benda lalu di letakkan di timbangan. Hal  ini di tunjukkan oleh hadits Abu Hurairah dalam kitab Shahih berkata: Rasulullah bersabda  " Dua kalimat yang di sukai ALLAH YANG MAHA PENGASIH,sebuah sebutan yang ringan di mulut,tetapi berat di timbangan yaitu : "Subhanallah Wa Bihamdihi Subhanallahil Adzim "  [HR.Bukhari ] dlm Fathul Bari , (13/537 ) Banyak nas yang menunjukkan bahwa pada hari kiamat amal-amal datang dengan suatu bentuk.











Allah yang lebih mengetahuinya, di antaranya datangnya AL-QUR'AN  memberi syafaat pada pembacanya di hari kiamat,dan  bahwasanya surah  AL-BAQARAH DAN AL-IMRAN  datang seakan-akan dua awan atau mendung atau sekelompok burung yang berbaris membela para pembacanya.Dalam Shahih Muslim  dari Abu Umamah berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda :" Bacalah AL-QUR'AN ,karena dia datang pada hari kiamat memberi syafaat pada para pembacanya,BACALAH DUA  SURAH AL-BAQARAH DAN AL-IMRAN,karena keduannya datang  pada hari kiamat seakan-akan dua awan ,atau sekelompok burung yang berbaris membela para pembacanya."  [ HR. Muslim ]  


Imam Muslim juga meriwayatkan dari An-Nawwas ibn Sam'an berkata. Aku mendengar Rasulullah bersabda :"Pada hari kiamat AL-QUR'AN di datangkan bersama-sama orang yang mengamalkannya,di pimpin oleh surah AL-BAQARAH DAN AL-IMRAN, seakan keduannya dua awan atau dua naungan di antara keduannya ada cahaya,atau seakan keduanya dua kawanan burung yang berbaris membela pembacanya."  [HR. Muslim ]


Pendapat yang di dukung oleh ibnu Hajar dan dikuatkannya, beliau berkata: Yang benar adalah yang di timbang amalnya. Abu Daud,Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dari Abu Darda dari Nabi bersabda :" Tidak ada yang di letakkan di atas timbangan pada hari kiamat yang lebih berat dari akhlak yang baik."  [HR. Abu Daud,Tirmidzi  dan Ibnu Hibban ]









Kedua : Yang di timbang adalah orang yang beramal itu sendiri . Banyak nash yang menunjukkan bahwa manusia ditimbang pada hari kiamat,mereka berat atau ringan dalam timbangan  sesuai dengan iman mereka. Bukan karena besarnya badan mereka. Dalam Shahih Bukhari dari Abu Hurairah dari Rasulullah bersabda : " Sungguh akan datang orang yang besar dan gemuk pada hari kiamat,di sisi Allah tidak sebanding dengan berat sayap nyamuk, dan bersabda " bacalah ":
Firman-Nya
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلَا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا

DAN KAMI TIDAK MENGADAKAN SUATU PENILAIAN BAGI [AMALAN] MEREKA PADA HARI KIAMAT."  

[QS. Al-Kahfi : 105 ]

Dan di datangkan orang yang kurus dan lemah,kedua betisnya kecil,ternyata timbangannya sama dengan GUNUNG ." [HR. Bukhari ]

Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari Zir bin Hubaisy dari Ibnu Mas'ud tentang kedua betis beliau yang kecil, sehingga angin pun menipunya,maka orang-orang mentertawainya , maka Rasulullah bersabda :" Apa yang kalian tertawakan ? ___mereka berkata : " Wahai Nabiullah, karena betisnya kecil. Rasulullah bersabda:" Demi yang jiwaku di tangan-Nya,sungguh keduannya lebih berat timbangannya dibandingkan dengan Gunung Uhud....[HR. Ahmad]  Ibnu Katsir berkata: Ahmad meriwayatkannya sendiri,dan sanadnya baik dan kuat.



Alangkah baiknya apa yang di katakan oleh seorang penyair " Engkau melihat orang kurus lalu engkau menghinannya,padahal di dalam bajunya terpendam singa yang buas. Dan engkau kagum pada orang yang gemuk lalu engkau puji, akan tetapi engkau salah sangka terhadap orang gemuk."  










Ketiga: Yang di timbang adalah lembaran-lembaran amal.
Tirmidzi meriwayatkan dalam (sunannya) dari Abdullah bin Amr bin Ash ra. Bahwasanya Rasulullah bersabda :" Sesungguhnya Allah akan menyelamatkan seseorang dari umatku di depan orang banyak,maka dibeberkan baginya sembilan puluh sembilan buku,setiap buku seperti  sepanjang pandangan, kemudian berkata :" Apakah ada yang kamu bantah dari ini semua ?___Apakah para penulis amal menzalimimu ?___ia berkata " tidak wahai Tuhanku, Allah berkata :" Apakah engkau punya alasan ?___ ia berkata " Tidak wahai Tuhanku. Maka Allah berkata:" Benar, sesungguhnya engkau mempunyai kebaikan di sisi  KAMI,dan sesungguhnya pada hari ini tidak ada kezaliman,lalu dikeluarkan kartu yang isinya Asyhadu an Laa Ilaaha Illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadan Rasuulullah,Allah berkata  : Hadiri timbanganmu, ia berkata :" wahai Tuhanku,apa kartu ini bersama buku-buku tersebut ?___Allah berkata: engkau tidak akan di zalimi ,maka buku-buku tersebut di letakan di salah satu anak timbangan,dan kartu di letakkan di atas timbangan yang lain, maka buku-buku tersebut naik,dan kartu itu menjadi lebih berat,dan tidak ada yang lebih berat dari nama Allah. Al-Qurthubi cenderung kepada pendapat ini,beliau berkata: Yang benar bahwa timbangan menjadi berat dengan buku-buku yang di  dalamnya di tulis amal manusia,dan dengannya ia menjadi ringan....Ibnu Umar berkata : Lembaran-lembaran amal ditimbang,kalau memang demikian, maka lembaran-lembaran itu berbentuk benda,dan Allah menjadikan lebih beratnya salah satu anak timbangan dibandingkan yang lain sebagai dalil atas banyaknya amal dengan memasukkannya ke surga atau neraka.



As-Safariyani berkata : "Yang benar bahwa yang ditimbang adalah lembaran-lembaran amal,dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Abdil Barr, Al-Qurthubi dan lainnya,dan dibenarkan oleh Syaikh Mar'i dalam bukunya (al-bahjah) dan Jumhur ahli tafsir juga berpendapat demikian,dan ini dikisahkan oleh Ibnu Athiyah dari Abil Ma'ali."  








Barangkali pendapat yang benar adalah yang di timbang adalah orang yang beramal ,amalannya dan lembaran-lembaran amal tersebut. Nash-nash yang telah di kemukakan menunjukkan bahwa ketiga-tiganya ditimbang,dan nash-nash yang mengatakan ditimbangnya salah satu dari  yang tiga tersebut tidak menafikan bahwa yang lain tidak di timbang.


Jadi cara mengkompromikan antara nash-nash adalah menetapkan timbangannya bagi ketiga unsur tersebut. Dan ini yang di kuatkan oleh Syaikh Al-Hafid Al-Hakami, beliau berkata:" Yang saya pahami dari nash-nash adalah orang yang beramal. Amalan dan lembaran-lembaran amal tersebut semuanya ditimbang,karena hadits-hadits yang menjelaskan Al-Qur'an menyebutkan semua itu. Tidak ada pertentangan antara hadits-hadits tersebut,dan yang menunjukkan juga atas hal ini adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad rahimahullah dari Abdullah bin Amr tentang kisah orang yang punya kartu (yang terdapat di dalamnya " Laa ilaha illa Allah".

Rasulullah bersabda:" Timbangan-timbangan di pasang pada hari kiamat,lalu di datangkan seseorang dan di letakkan di salah satu anak timbangan,dan di letakkan amal buruknya sehingga timbangan miring kepadanya."  kemudian Rasulullah bersabda:"Lalu orang tersebut dikirim ke neraka ." Rasulullah melanjutkan :"Saat ia pergi,tiba-tiba ada yang berteriak dari sisi Allah Yang Maha Pengasih berkata: Jangan buru-buru,masih ada yang tersisa,lalu di datangkan kartu yang di dalamnnya ada "Laa ilaha illa Allah" lalu di letakkan bersama orang tersebut dalam satu anak timbangan,sehingga timbangan miring lebih berat kepadanya. [HR. Ahmad ]

Ini menujukkan bahwa seorang hamba,kebaikan dan lembaran-lembarannya di letakkan di satu sisi,dan keburukan-keburukannya bersama lembaran-lembarannya di letakkan di sisi yang lain,ini cara mengkompromikan antara apa yang telah disebutkan secara terpisah-pisah oleh semua hadits-hadits tentang timbangan. Alhamdulillah. [Ma'arij al Qabul: 2/272 ]



                                                      ▲
                                                      ▼






▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

             AMAL-AMAL YANG  MEMBERATKAN TIMBANGAN

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬ஜ۩۞۩ஜ▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬











Paling berat ukuran amal yang di letakkan di timbangan manusia adalah akhlak yang baik. Dari Abu Darda dari Nabi  bersabda: " Sesungguhnya amal paling berat yang di letakkan di timbangan seorang hamba pada hari kiamat adalah akhlak yang baik,dan sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang berkata kotor."  [HR. Tirmidzi]

Dalam Shahih Bukhari dan Muslim dan Sunan Tirmidzi dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda : " Dua kalimat yang ringan di lisan,berat di timbangan,disukai oleh Ar-Rahman : Subhanallah wabihamdihi,Subhanallah al-azhim."  [HR. Bukhari ]


Dalam Shahih Muslim dari Abu Malik al-Asy'ari berkata, " Rasulullah bersabda :"Suci itu sebagian iman,alhamdu lillah memenuhi timbangan,dan subhanallah wal hamdulillah memenuhi antara langit dan bumi." [HR. Muslim ]Bukhari,Nasa'i dan Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi, bersabda:" Barangsiapa yang mewakafkan kuda di jalan Allah karena IMAN kepada ALLAH,mempercayai janji-Nya,maka kenyangnya dari makanan dan minuman,kotorannya,dan kencingnya menjadi kebaikan dalam timbangannya pada hari kiamat." [HR. Bukhari,Nasa'i,dan Ahmad ] 












Ϡღ♥ Semogah bermanfaat dalam meningkatkan iman dan takwa,....wabillahi taufik wal hidayah,,,Assalamu'alaikum warrahmatullahi wa barakaatuh.....Salam Ukhuwah.♥Ϡღ♥



























LikeComment

Minggu, 01 Desember 2013

DALIL-DALIL ADANYA TIMBANGAN MIZAN


Tentang Adanya Mizan / Timbangan Pada Hari Kiyamat.
.
Setelah manusia dibangkitkan pada hari kiyamat, maka manusia akan di kumpulkan di padang mahsyar, Padang Mahsyar adalah tempat berkumpulnya seluruh manusia, di sana banyak proses-proses yang harus dilalui oleh manusia, seperti didekatkannya matahari di Padang Mahsyar, setelah tahapan pertama selesai, lalu menuju tahapan kedua yaitu di timbangnya amalan manusia di Yaumul mizan,
.
setelah selesai lalu di tunjukkannya catatan amal di Yaumul hisab (di perlihatkan catatan amal), setelah proses itu selesai lalu di suruh melewati jembatan siroth yang di pasang diatas neraka, jika lulus dan bisa melewatinya , lalu yang paling terakhir adalah berjalan melalui jembatan Qantharah menuju ke surga.
.
Dalil Al-Qur’an Tentang Adanya Mizan / Timbangan:
.
. Allah Ta’ala berfirman:
.
وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ (47)
Artinya:
“Dan Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji sawipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat  perhitungan. (QS. Al-Anbiya’: 47)
.
Dalam ayat lain:
.
Allah Ta’ala berfirman:
(فمن ثقلت موازينه فأولئك هم المفلحون ومن خفت موازينه فأولئك الذين خسروا أنفسهم في جهنم خالدون)- ) [المؤمنون: 102-103[
Artinya:
“Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung, Dan barangsiapa yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal didalam neraka jahannam.” (QS. Al-Mukminun: 102-103)
Dalam ayat lain juga: Allah Ta’ala berfirman:
.
وَالْوَزْنُ يَوْمَئِذٍ الْحَقُّ فَمَنْ ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (8) وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ بِمَا كَانُوا بِآيَاتِنَا يَظْلِمُونَ (9)-  (الأعراف: 8-9)
Artinya:
“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran, barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung, Dan barangsiapa yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, karena mereka  mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS. Al-A’raf: 8-9)
.
Bagaimana Bentuk Timbangan:
.
Dalam hadits Nabi di sebutkan:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «قَالَ مُوسَى: يَا رَبِّ عَلِّمْنِي شَيْئًا أَذْكُرُكَ بِهِ، وَأَدْعُوكَ بِهِ، قَالَ: قُلْ يَا مُوسَى: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، قَالَ: يَا رَبِّ كُلُّ عِبَادِكَ يَقُولُ هَذَا، قَالَ: قُلْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، قَالَ: إِنَّمَا أُرِيدُ شَيْئًا تَخُصُّنِي بِهِ، قَالَ: يَا مُوسَى لَوْ أَنَّ أَهْلَ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَالْأَرَضِينَ السَّبْعِ فِي كِفَّةٍ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ فِي كِفَّةٍ، مَالَتْ بِهِمْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ»-اخرجه ابن حبان والحاكم وغيره
Artinya:
Dari Abu Sa’id al-Khudzri Radhiyallahu Anhu berkata: Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
Nabi Musa pernah berkata kepada Tuhannya, Wahai Rabbku, Ajarkanlah kepadaku sesuatu yang aku senantiasa menyebut-Mu dengannya, memberikan pujian kepada-Mu dengannya, dan berdo’a kepada-Mu dengan menggunakan sesuatu itu, maka Allah mengatakan kepada Musa, Wahai Musa, ucapkanlah La ilaha illallah.
.
Nabi Musa menjawab; semua hamba-Mu bisa mengucapkan ini, Maka Allah berkata kepada Musa; Wahai Musa, kalau sekiranya tujuh langit dan segala penghuninya selain Aku, dan juga tujuh lapis bumi, dan semua itu di letakkan pada suatu daun timbangan [Mizan], dan kalimat La ilaha illallahu di letakkan pada satu daun timbangan yang lainnya, maka akan lebih berat kalimat La ilaha illallah.”
(Shahih, HR. Ibnu Hibban dan Al-Hakim, di shahihkan oleh ibnu Hibban, Al-Hakim, Adz-Dzahabi, ibnu Hajar (Fathul Bari (/11/208)).  
Jadi, Mizan yang Allah ciptakan tersebut memiliki dua daun timbangan / dua mata timbangan sebagaimana dalam hadits diatas dan juga dalam hadits tentang kartu (bithoqoh) yang akan kami sampaikan haditsnya nanti.
.
Berapa Jumlah Timbangan:
.
Pendapat pertama:
Sebagian ulama’ berpendapat: Jumlah Timbangan / mizan ada banyak, sebagaimana dzahirnya ayat diatas, dengan lafadz: وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ,  lafadz الْمَوَازِيْنَ (artinya: “Timbangan-timbangan”) adalah jama’ dari الميزان (artinya satu timbangan).
.
Ulama’ yang lain berpendapat: Jumlahnya hanya satu, karena yang di maksud الْمَوَازِيْنَ (Timbangan-timbangan) adalah seluruh amalan-amalan manusia yang akan di timbang di satu Mizan / satu timbangan tersebut. Pendapat Yang kuat insya Allah adalah pendapat pertama. Wallahu A’lam.
.
Berapa Besar Ukuran Timbangan.
.
Mizan di hari Kiamat adalah sesuatu yang hakiki dan benar-benar ada. Ukurannya sangat besar, melebihi besarnya langit dan bumi. Seandainya langit dan bumi diletakkan dalam daun timbangannya, niscaya mizan tersebut akan tetap lapang / longgar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
.
يُوْضَعُ الْمِيْزَانُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَلَوْ وُزِنَ فِيْهِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ لَوَسِعَتْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: يَا رَبِّ! لِمَنْ يَزِنُ هَذَا؟ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: لِمَنْ شِئْتُ مِنْ خَلْقِيْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: سُبْحَانَكَ مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ.
.
“Pada hari Kiamat, mizan akan ditegakkan. Andaikan ia digunakan untuk menimbang langit dan bumi, niscaya ia akan tetap lapang. Maka Malaikat pun berkata, “Wahai Rabb-ku, untuk siapa timbangan ini?” Allah berfirman: “Untuk siapa saja dari hamba-hamba-Ku.” Maka Malaikat berkata, “Maha suci Engkau, tidaklah kami dapat beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benarnya.” (Shahih, HR.  al-Hakim dan dinilai shohih oleh imam Al-Hakim, Adz-Dzahabi, al-Albani, dll. (Silsilah As-Silsilah Ash-Shohihah, no. 941).
.
Komentar para Ulama’:
.
قال أهل العلم : فمن رجحت حسناته على سيئاته فهو من أهل الجنة ومن رجحت سيئاته على حسناته استحق أن يعذَب في النار ومن تساوت حسناته وسيئاته كان من أهل الأعراف الذَين يكونون بين الجنة والنار لمدة على حسب ما يشاء الله عز وجل وفي النهاية يدخلون الجنة
Artinya:
Sebagian para Ulama’ berkata: “Barangsiapa yang kebaikannya lebih berat daripada keburukannya, maka ia termasuk ahlul Jannah, barangsiapa yang keburukannya lebih berat daripada kebaikannya maka ia termasuk ahli Neraka. Dan barangsiapa yang kebaikan dan keburukannya sama ketika di timbang, maka ia termasuk ahlul A’raf yaitu orang yang kemungkinan di masukkan ke Surga bisa jadi di masukkan ke Neraka, jika di Neraka maka ia akan disiksa dalam jangka waktu yang di kehendaki oleh Allah, namun pada akhirnya ia akan dimasukkan ke Surga.” (di sebutkan oleh Imam Thabari dalam Tafsirnya).
.
Mizan atau timbangan adalah alat untuk mengukur sesuatu berdasarkan berat dan ringan. Adapun mizan di akherat adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat untuk menimbang amalan hamba-Nya. (Syarah Lum’atul I’tiqaad, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal. 120)
.
Apa Saja Yang Akan Di Timbang Di Hari Kiyamat: 
.
Pertama, Yang Ditimbang Adalah Amal 
.
Pendapat ini didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
.
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ، حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
.
“Ada dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, tetapi berat dalam timbangan (pada hari Kiamat), dan dicintai oleh ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): Subhaanallohi wa bihamdihi dan Subhanallohil ‘Azhim.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6406, 6682, dan Muslim, 2694).
.
Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Hajar al-Ashqolani rahimahullah. Beliau berpendapat bahwa yang ditimbang adalah amal, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
.
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
.
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat ketika ditimbang (di hari Kiamat) daripada akhlak yang mulia.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, no. 270 dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shahiih al-Adab al-Mufrad, no. 204).
.
Kedua, Yang Ditimbang Adalah Orangnya
.
Ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah orangnya. Berat atau ringannya timbangan tergantung pada keimanannya, bukan berdasarkan ukuran tubuh, berat badannya, atau banyaknya daging yang ada di tubuh mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
.
إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيْمُ السَّمِيْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ
.
“Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti ada seorang laki-laki yang besar dan gemuk, tetapi ketika ditimbang di sisi Allah, tidak sampai seberat sayap nyamuk.”  Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Bacalah..
فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (105)
.
“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785)
.
‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat betisnya kecil. Tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang dan menyingkap pakaiannya, sehingga terlihatlah kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil. Para sahabat yang melihatnya pun tertawa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apa yang sedang kalian tertawakan?” Para sahabat menjawab, “Kedua betisnya yang kecil, wahai Nabiyullah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ أُحُدٍ
Artinya:
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu di mizan nanti lebih berat dari pada gunung uhud.” (Shahih, HR. Ahmad dalam Musnad-nya, I/420-421 dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir, IX/75. Hadits ini dinilai shohih oleh Imam Al-Arna’ut dalam Tahqiq Musnad Ahmad, Al-Haitsami dalam Majma’ Zawa’id, dan al-Albani dalam Silsilah Ash-Shohihah, no. 3192).
.
Pendapat Ketiga, Yang Ditimbang Adalah Lembaran Catatan Amal
.
وروى أحمد وغيره عن عبد الله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إن الله سيخلص رجلاً من أمتي على رؤوس الخلائق يوم القيامة، فينشر عليه تسعةً وتسعين سجلاً، كل سجل مدّ البصر، ثم يقول له أتنكر من هذا شيئاً؟ أظلمتك كتبتي الحافظون؟ قال: لا يارب، فيقول ألك عذر أو حسنة؟ فيبهت الرجل، فيقول: لا، يارب، فيقول: بلى، إن لك عندنا حسنة واحدة، لا ظلم اليوم عليك، فتخرج له بطاقة فيها: أشهد أن لا إله إلا الله، وأن محمداً رسول الله. فيقول أحضروه، فيقول: يارب وما هذه البطاقة مع هذه السجلات؟ فقال: إنك لا تظلم، قال: فتوضع السجلات في كفه، والبطاقة في كفة، قال: فطاشت السجلات، ولا يثقل شيء بسم الله الرحمن الرحيم".
Artinya:
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah menganiayamu?,’
.
Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya: ‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di dalamnya terdapat kalimat:
.
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
.
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya.’
.
Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya terdapat Nama Allah.”
.
(Hadits diatas sanadnya Shahih, HR. Imam Tirmidzi, no. 2639, Ibnu Majah, no. 4300, Al-Hakim, 1/6, 529, dan Ahmad, no. II/213. Hadits ini dinilai shohih oleh Imam Al-Hakim, Adz-Dzahabi, Al-Arna’ut, al-Albani, dll. (Silsilah Ahaadiits ash-Shahiihah, no. 135)
.
--------------
.
Pendapat terakhir inilah yang dipilih oleh al-Qurthubi. Beliau mengatakan, “Yang benar, mizan menimbang berat atau ringannya buku-buku yang berisikan catatan amal…” (At-Tadzkirah, hal. 313)
.
Adapun yang shahih bahwasanya ketiga-tiganya diatas adalah benar, karena semuanya terdapat didalam hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Tiga pendapat di atas tidak saling bertentangan satu sama lain. Sebagian orang ada yang ditimbang amalnya, sebagian yang lain ditimbang buku catatannya, dan sebagian yang lain ditimbang dirinya.
.
Syaikh Muhammad bin sholih al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa secara umum yang ditimbang adalah amal perbuatannya, karena kebanyakan dalil-dalil menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah amal perbuatan. Adapun timbangan buku catatan amal dan pelakunya, maka itu khusus untuk sebagian orang saja. (Syarah al-’Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 390)
Wallahu A’lam Bis Showab.
Referensi:
Syarah Aqidah Wasitiyyah Karya Syeikh Utsaimin Rahimahullah
Syarah Lum’atul I’tiqaad, Karya Syeikh Utsaimin Rahimahullah
Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah Karya Syeikh Nashiruddin Al-Albani
At-Tadzkirah Karya Imam Al-Qurtubi
Fathul Bari Fi Syarhi Shahihil Bukhari Karya Ibnu Hajar Al-Asqalani
.
[Lilik IbadurR (Abu Utsman)]



Yaumul Mizan

Mizan di akherat adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat untuk menimbang amalan hamba-Nya. Mizan di hari Kiamat adalah sesuatu yang hakiki dan benar-benar ada

5541 5
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari kiamat.
Mizan atau timbangan adalah alat untuk mengukur sesuatu berdasarkan berat dan ringan. Adapun mizan di akherat adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat untuk menimbang amalan hamba-Nya. (Syarah Lum’atul I’tiqaad, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, hal. 120)
Mizan di hari Kiamat adalah sesuatu yang hakiki dan benar-benar ada. Hanya Allah Ta’ala yang mengetahui seberapa besar ukurannya. Seandainya langit dan bumi diletakkan dalam daun timbangannya, niscaya mizan tersebut akan tetap lapang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يُوْضَعُ الْمِيْزَانُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَلَوْ وُزِنَ فِيْهِ السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ لَوَسِعَتْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: يَا رَبِّ! لِمَنْ يَزِنُ هَذَا؟ فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: لِمَنْ شِئْتُ مِنْ خَلْقِيْ، فَتَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ: سُبْحَانَكَ مَا عَبَدْنَاكَ حَقَّ عِبَادَتِكَ.
“Pada hari Kiamat, mizan akan ditegakkan. Andaikan ia digunakan untuk menimbang langit dan bumi, niscaya ia akan tetap lapang. Maka Malaikat pun berkata, “Wahai Rabb-ku, untuk siapa timbangan ini?” Allah berfirman: “Untuk siapa saja dari hamba-hamba-Ku.” Maka Malaikat berkata, “Maha suci Engkau, tidaklah kami dapat beribadah kepada-Mu dengan sebenar-benarnya.” (Diriwayatkan oleh al-Hakim dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah As-Silsilah Ash-Shohihah, no. 941).
Kaum muslimin rahimakumullah, mizan ini sangat akurat dalam menimbang, tidak lebih dan tidak kurang sedikitpun. Allah Ta’ala berfirman:
وَنَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ (47)
“Dan Kami akan tegakkan timbangan yang adil pada hari Kiamat, sehingga tidak seorang pun yang dirugikan walaupun sedikit. Jika amalan itu hanya seberat biji sawipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
Mizan ini memiliki dua daun timbangan sebagaimana diceritakan dalam hadits tentang kartu (bithoqoh) yang akan kami sampaikan haditsnya nanti. Lalu, apakah yang ditimbang di hari Kiamat kelak? Para ulama kita berbeda pendapat tentang apa yang ditimbang di hari Kiamat. Ada tiga pendapat dalam masalah ini.

Pendapat Pertama, Yang Ditimbang Adalah Amal

Pendapat ini didukung oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
كَلِمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيْزَانِ، حَبِيْبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيْمِ
“Ada dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, tetapi berat dalam timbangan (pada hari Kiamat), dan dicintai oleh ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih): Subhaanallohi wa bihamdihi dan Subhanallohil ‘Azhim.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 6406, 6682, dan Muslim, 2694).
Pendapat ini yang dipilih oleh Ibnu Hajar al-Ashqolani rahimahullah. Beliau berpendapat bahwa yang ditimbang adalah amal, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat ketika ditimbang (di hari Kiamat) daripada akhlak yang mulia.” (Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab al-Adab al-Mufrad, no. 270 dan dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shahiih al-Adab al-Mufrad, no. 204)

Kedua, Yang Ditimbang Adalah Orangnya

Ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah orangnya. Berat atau ringannya timbangan tergantung pada keimanannya, bukan berdasarkan ukuran tubuh, berat badannya, atau banyaknya daging yang ada di tubuh mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّهُ لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيْمُ السَّمِيْنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوْضَةٍ
“Sesungguhnya pada hari Kiamat nanti ada seorang laki-laki yang besar dan gemuk, tetapi ketika ditimbang di sisi Allah, tidak sampai seberat sayap nyamuk.”  Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda: ”Bacalah..
فَلاَ نُقِيْمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا (105)
“Dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat.” (QS. Al-Kahfi: 105). (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 4729 dan Muslim, no. 2785)
‘Abdullah ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu adalah seorang sahabat betisnya kecil. Tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak, tiba-tiba angin berhembus dengan sangat kencang dan menyingkap pakaiannya, sehingga terlihatlah kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil. Para sahabat yang melihatnya pun tertawa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Apa yang sedang kalian tertawakan?” Para sahabat menjawab, “Kedua betisnya yang kecil, wahai Nabiyullah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ أُحُدٍ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu di mizan nanti lebih berat dari pada gunung uhud.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, I/420-421 dan ath-Thabrani dalam al-Kabiir, IX/75. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah, no. 3192).

Pendapat Ketiga, Yang Ditimbang Adalah Lembaran Catatan Amal

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini? Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah menganiayamu?,’ Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya: ‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di dalamnya terdapat kalimat:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya.’ Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya terdapat Nama Allah.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2639, Ibnu Majah, no. 4300, Al-Hakim, 1/6, 529, dan Ahmad, no. II/213. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Silsilah Ahaadiits ash-Shahiihah, no. 135)
Pendapat terakhir inilah yang dipilih oleh al-Qurthubi. Beliau mengatakan, “Yang benar, mizan menimbang berat atau ringannya buku-buku yang berisikan catatan amal…” (At-Tadzkirah, hal. 313)

Kesimpulan

Tiga pendapat di atas tidak saling bertentangan satu sama lain. Sebagian orang ada yang ditimbang amalnya, sebagian yang lain ditimbang buku catatannya, dan sebagian yang lain ditimbang dirinya.
Syaikh Muhammad bin sholih al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa secara umum yang ditimbang adalah amal perbuatannya, karena kebanyakan dalil-dalil menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah amal perbuatan. Adapun timbangan buku catatan amal dan pelakunya, maka itu khusus untuk sebagian orang saja. (Syarah al-‘Aqidah al-Wasithiyyah, hal. 390)
Apa yang disampaikan oleh syaikh ‘Utsaimin inilah yang nampaknya lebih menentramkan hati. Wallahu Ta’ala a’lam. Semoga sedikit sajian yang kami sampaikan ini bisa menjadi pendorong bagi kita untuk beramal sholih. Dan sekecil apapun amalan yang kita lakukan, tidak akan disia-siakan walaupun sebesar semut kecil. Dan di hari Kiamat kelak, setiap manusia pasti akan melihat  setiap amal yang telah dia usahakan di dunia ini.
Kita memohon kepada Allah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala menutup umur kita dengan kebaikan dan keselamatan. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Penulis: dr. Muhaimin Ashuri
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar, MA
Artikel www.muslim.or.id


Minggu, 12 Juni 2011

Ayat Qur'an dan Hadist tentang Mizan ( Timbangan Amal )



MIZAN ( TIMBANGAN AMAL )
Ayat Al Qur’an mengenai Mizan adalah sebagai berikut :
1.      Surah Al Mukminun  ayat 101-118
“ Apabila sangkakala ditiup maka tidaklah ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula mereka saling bertanya. Barangsiapa yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. Dan barangsiapa yang ringan timbangannya, maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. Bukankah ayat-ayat-Ku telah dibacakan kepadamu sekalian, tetapi kamu selalu mendustakannya? Mereka berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah dikuasai oleh kejahatan kami, dan adalah kami orang-orang yang sesat. Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami daripadanya (dan kembalikanlah kami ke dunia), maka jika kami kembali (juga kepada kekafiran), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim." Allah berfirman: "Tinggallah dengan hina di dalamnya, dan janganlah kamu berbicara dengan Aku. Sesungguhnya, ada segolongan dari hamba-hamba-Ku berdoa (di dunia): "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik. Lalu kamu menjadikan mereka buah ejekan, sehingga (kesibukan) kamu mengejek mereka, menjadikan kamu lupa mengingat Aku, dan adalah kamu selalu mentertawakan mereka, Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang." Allah bertanya: "Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?" Mereka menjawab: "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung." Allah berfirman: "Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui" Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung. Dan katakanlah: "Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik." ( Q.S. Al Mukminun : 101-118).
2.      Surah Al A’raf ayat 8-9
“ Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barangsiapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.”
3.      Surah Al Anbiya  ayat 47
“ Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.”
4.      Surah Al Qari’ah ayat 6-11
“ Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.”
Hadist-hadist Nabi tentang Mizan (Timbangan Amal ) :
  1.  “Ada dua kalimat yang ringan di lidah, berat dalam timbangan dan disenangi oleh Yang Maha Pengasih, (yaitu) Subhanallahi wa bihamdih subhanallahil’adzim.” ( H.R. Bukhari Muslim )
  2.   “ Bersuci itu adalah separuh iman, dan Al Hamdulillah itu memenuhi timbangan.” ( H.R. Muslim).
  3. “ Sungguh benar-benar akan datang seorang lelaki yang gemuk dan besar, namun timbangannya di sisi Alloh tidak dapat menyamai sebelah sayap nyamuk.” ( H.R. Bukhari )“ 
  4. Bahwa Rasululloh Saw telah bersabda, “ Sesungguhnya Alloh SWT akan menyelamatkan seorang lelaki dari umatku pada hari kiamat di depan seluruh manusia. Maka di bukakan baginya sembilan puluh sembilan daftar catatan amal. Setiap satu catatan amal panjangnya sejauh mata memandang. Kemudian Alloh Berfirman, “ Apakah kamu mengingkari sesuatu dari catatan ini ? Apakah para malaikat pencatat menganiaya kamu?” Dia berkata,” Tidak, Wahai Tuhanku,” Alloh Berfirman,” Apakah kamu mau menyampaikan sembarang alasan?” Orang itu berkata,” Tidak wahai Tuhanku.” Lalu Alloh berfirman,” Ya, sesungguhnya kamu punya satu kebaikan di sisi-Ku. Dan sesungguhnya kamu tidak akan dirugikan pada hari ini.” Kemudian dikeluarkan sehelai kertas yang di dalam terdapat syahadat, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya,”. Alloh berfirman, bawalah ini dan timbanglah!” Lelaki itu berkata,”Wahai tuhanku apakah arti sehelai kertas ini dibandingkandengan catatan amal yang berlembar-lembar ?” Alloh berfirman “ Sesungguhnya kamu tidak akan dirugikan.” Rasululloh Saw bersabda,” Lalu lembaran-lembaran itu diletakkan dalam satu daun timbangan dan kertas itu diletakkan dalam daun timbangan yang lain, maka ringanlah lembaran-lembaran catatan amal itu dan beratlah sehelai kertas itu. Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dari asma Alloh SWT.” ( H.R. Tirmidzi).
  5. Ibnul Jauzi dalam kitabnya Bustaan al waa'idzin wa Riyaadh al Saami'in menyebutkan Abu Hurairah Ra berkata : Rasululloh Saw Bersabda ," Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di Mizan dan dicintai al Rahman, ( kalimat itu adalah) Maha Suci Alloh dan dengan segala pujian kepada-Nya. Maha Suci Dzat yang Maha Agung."
  6. Ibnul Jauzi dalam kitabnya Bustaan al waa'idzin wa Riyaadh al Saami'in menyebutkan Diriwayatkan pula bahwa ada seorang lelaki datang kepada Rasululloh Saw. lantas dia berkata," Wahai Rasululloh, aku datang kepadamu agar kamu mau mengajari sebuah ilmu yang bisa memasukkan aku ke dalam sorga dan menyelamatkan aku dari neraka." Maka rasululloh Saw bersabda kepadanya," maukah kamu aku beritahu tentang dua buah kalimat yang bisa memberatkan mizan, ringan dilisan, membuat al Rahman menjadi ridha dan menyebabkan setan murka? (Hendaklah) kamu mengatakan Subhanallah Walhamdulillah. sesungguhnya kedua kalimat tersebut dapat mendekatkan (seseorang yang mengucapkannya) ke Sorga dan menjauhi neraka."
Daftar pustaka
Al Qur'an Terjemahan Depag RI
Al Khalifi, Abdul Adzim bin Badawi. 2008.Rahlah fi Rihabi Al Yaumil Akhir ( Menjelang hari Akhir). Citra Risalah. Yogyakarta
Ibnul Jauzi. 1996. Menuai Taman Surga ( taman orang memberi dan mendengar nasihat). Pustaka Azzam. Jakarta




Mizan, yang Kita Nantikan

(2633 Views) April 26, 2012 3:38 am | Published by | Komentar Dinonaktifkan pada Mizan, yang Kita Nantikan (ditulis oleh: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan)
Makna Mizan
Mizan secara etimologi (bahasa) adalah alat yang digunakan untuk mengukur (bobot) segala sesuatu, sehingga benda tersebut dapat diketahui beratnya.
Adapun makna mizan menurut syariat adalah timbangan yang Allah l letakkan pada hari kiamat nanti untuk menimbang amalan para hamba-Nya. (Syarh Lum’atul I’tiqad hlm. 120)
Dalil-Dalil Adanya Mizan
Dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah yang menunjukkan adanya mizan pada hari kiamat cukup banyak jumlahnya. Tidak mungkin disebutkan semuanya di sini. Di antara dalil-dalil tersebut adalah:
1. Allah l berfirman:
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (al-Anbiya: 47)
2. Allah l juga berfirman:
“Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (al-A’raf: 8)
3. Rasulullah n mengisahkan dalam hadits bithaqah (selembar kartu) yang masyhur, yang beliau n bersabda:
Sesungguhnya Allah l akan menyelamatkan/membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, yang dipampangkan kepadanya 99 catatan amalannya, setiap catatan amalan panjangnya sejauh mata memandang.
Dia (Allah l) berkata kepadanya, “Apakah engkau akan mengingkari sesuatu dari catatan-catatan ini? Apakah para malaikat-Ku yang bertugas mencatat amal menzalimimu?”
Dia menjawab, “Tidak, wahai Rabbku.”
Allah l berkata, “Apakah engkau memiliki uzur (alasan) atau kebaikan?”
Orang tersebut bingung, kemudian dia menjawab, “Tidak, wahai Rabbku.”
Allah l kemudian berkata, “Justru engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku. Tidak ada sedikit pun kezaliman yang akan menimpamu pada hari ini.”
Kemudian dikeluarkan satu kartu (bithaqah) miliknya yang ada padanya ucapan syahadatnya. Allah l berkata, “Datangkanlah kartu itu!”
Orang itu berkata, “Wahai Rabbku, apa artinya kartu ini dibandingkan dengan lembaran catatan amalan itu?”
Allah l menjawab, “Sesungguhnya engkau tidak akan dizalimi.”
Kemudian diletakkan lembaran-lembaran tersebut di salah satu sisi timbangan, sedangkan kartu itu diletakkan di sisi timbangan lainnya. Sisi timbangan yang ada lembaran-lembaran naik dan bagian lain yang berisi kartu turun. (HR. at-Tirmidzi)
Rasulullah n juga bersabda:
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ
“Bersuci itu setengah dari iman, ucapan ‘alhamdulillah’ itu memenuhi mizan….” (HR. Muslim dari Abu Malik al-Asy’ari z)
Jumlah Mizan untuk Menimbang Amalan
Kalau kita perhatikan seluruh dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang menunjukkan adanya mizan, kita akan mendapatkan bahwa lafadz mizan kadang disebutkan jamak (banyak) dan kadang disebutkan mufrad (tunggal). Bagaimana cara mendudukkan masalah ini?
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin t berkata, “Penyebutan lafadz mizan dalam bentuk jamak adalah berdasarkan amalan yang akan ditimbang. Amalan yang ditimbang banyak jumlahnya. Adapun penyebutan dalam bentuk tunggal adalah berdasarkan jumlah mizan (timbangan), yaitu satu.” (Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah 2/139)
Demikian pula arahan al-Imam Ibnu Katsir t tatkala menafsirkan ayat ke-47 dari surat al-Anbiya. Beliau berkata, “Kami (Allah l) meletakkan timbangan amal yang adil nanti pada hari kiamat. Mayoritas ulama berpendapat bahwa jumlah mizan hanya satu. Hanya saja, disebut dalam bentuk jamak berdasarkan jumlah amalan yang akan ditimbang.” (Tafsir Ibnu Katsir 3/161)
Ciri-Ciri Mizan
Berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah, para ulama menjelaskan ciri-ciri mizan tersebut.
Di antara ulama yang menjelaskan ciri-ciri mizan adalah asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah.
Beliau berkata, “Penimbangan amalan-amalan hamba benar-benar akan terjadi dengan mizan hakiki yang memiliki dua daun timbangan, sebagaimana yang disebutkan oleh hadits-hadits. Akan tetapi, Allah lebih tahu tentang kaifiahnya (bentuknya), karena hal ini termasuk perkara gaib yang akan terjadi di akhirat. Adapun makna yang jelas, yaitu mizan hakiki memiliki dua daun timbangan. Amalan kebaikan akan diletakkan pada satu sisi, sedangkan amalan kejelekan diletakkan pada sisi yang lain. Pemiliknya akan mendapatkan balasan yang baik atau buruk sesuai dengan amalan yang lebih berat.” (Syarhul Lum’ah hlm. 205)
Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata bahwa Abu Ishaq az-Zajjaj t mengatakan, “Ahlus Sunnah bersepakat mengimani adanya mizan dan bahwa amalan para hamba akan ditimbang dengannya pada hari kiamat. Mizan tersebut memiliki lisan (neraca) dan dua daun timbangan. Salah satunya akan turun karena amalan-amalan (yang diletakkan padanya).” (Fathul Bari 13/548)
Yasin bin Ali al-‘Adni berkata di dalam catatan kakinya terhadap Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah karya Muhammad Khalil Harras t, “Di antara dalil yang menunjukkan bahwa mizan memiliki dua daun timbangan adalah hadits bithaqah yang diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi (2639) dan lainnya. Hadits ini disebutkan dalam kitab ash-Shahihul Musnad dari sahabat Abdullah bin ‘Amr c.”
Adapun dalil yang menunjukkan bahwa mizan tersebut memiliki “lisan”, sebatas kemampuan kami dalam meneliti rujukan-rujukannya, kami belum menemukannya selain riwayat dari Ibnu Abbas c dalam kitab Syu’abul Iman lil Baihaqi (1/263).
Akan tetapi, (riwayat tersebut) dari jalan al-Kalbi, dari Abu Shalih, dari Ibnu Abbas c. Al-Kalbi bernama Muhammad bin as-Sa’ib, seorang perawi yang muttaham bil kadzib (dituduh berdusta).
Adapun riwayat Abu Shalih dari Ibnu Abbas adalah riwayat yang terputus sanadnya. Nama beliau adalah Badam.
Apa Saja yang Ditimbang?
Allah Maha Mengetahui amalan para hamba secara rinci sebelum Dia menciptakannya dengan ilmu-Nya yang sempurna, walaupun tanpa hisab dan mizan. Hanya saja, Allah l dengan hikmah-Nya yang sempurna berkehendak menunjukkan keadilan-Nya di hadapan seluruh makhluk-Nya.
Berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah n, yang akan ditimbang dengan mizan itu di akhirat adalah:
1. Amalan yang baik dan yang buruk
Allah l berfirman:
“Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) perbuatan mereka. Barang siapa yang melakukan kebaikan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Barang siapa yang melakukan kejahatan seberat zarah, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula.” (az-Zalzalah: 6—8)
Rasulullah n bersabda:
كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيمِ
“Dua kalimat yang dicintai ar-Rahman yang keduanya ringan dalam ucapan, tetapi berat di dalam timbangan (di akhirat); yaitu, ‘Subhanallah wa bihamdihi dan subhanallahil ‘azhim’.” (Muttafaqun alaih dari Abu Hurairah z)
2. Catatan-Catatannya
Hal ini berdasarkan hadits bithaqah yang masyhur yang telah disebutkan sebelumnya.
3. Orangnya
Al-Imam al-Bukhari t meriwayatkan di dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah z, dari Rasulullah n, beliau bersabda:
“Sungguh, pada hari kiamat akan datang seseorang yang gemuk dan besar. (Kemudian dia ditimbang), ternyata beratnya di sisi Allah l tidak lebih dari berat sehelai sayap nyamuk.” Beliau n berkata, “Bacalah, ‘Maka Kami tidak akan menegakkan bagi mereka timbangan pada hari kiamat.’ (al-Kahfi: 105).”
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin t berkata, “Ada tiga hal yang akan ditimbang: amal, orang yang beramal, dan catatan amal.
Sebagian ulama berkata, ‘Untuk mendudukkan riwayat itu semua, bisa dikatakan bahwa untuk sebagian orang, yang ditimbang adalah amalannya. Orang yang lain ditimbang catatan amalannya. Yang lain lagi ditimbang dirinya/pemiliknya.’
Sebagian ulama berpendapat, ‘Untuk mendudukkan riwayat itu semua, dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan ditimbang amalannya adalah amalan yang dicatat di dalam lembaran-lembaran catatan amal itu. Adapun ditimbangnya pemilik amalan hanya terjadi pada sebagian orang’.”
Kemudian beliau t berkomentar, “Akan tetapi, ketika diteliti, kita akan mendapati bahwa mayoritas dalil menunjukkan bahwa yang ditimbang adalah amalan dan sebagian orang yang dikhususkan. Dengan demikian, yang ditimbang adalah catatan-catatan amalannya atau pemilik amalan itu sendiri.”
Adapun hadits kisah Ibnu Mas’ud z (tentang ditimbangnya manusia) dan hadits bithaqah (ditimbangnya catatan amal), hal ini adalah sesuatu yang dikhususkan oleh Allah l bagi hamba-Nya yang Dia kehendaki. (Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah 2/143)
Amalan yang Akan Memenuhi dan Memberati Timbangan
Secara umum, seluruh amalan yang baik dengan berbagai jenisnya, baik amalan hati maupun anggota badan, baik ucapan hati maupun ucapan lisan, akan memenuhi dan mengisi timbangan. Terlebih lagi, kalau Allah l dengan rahmat dan keutamaan-Nya melipatgandakan amalan-amalan seorang hamba yang Dia kehendaki.
Allah l berfirman:
“Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarah, dan jika ada kebajikan sebesar zarah, niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (an-Nisa: 40)
Rasulullah n meriwayatkan dari Rabbnya l:
إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسِّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً
“Sungguh, Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan lalu menjelaskannya. Barang siapa meniatkan satu kebaikan, namun tidak melakukannya, Allah mencatat satu kebaikan penuh baginya di sisi-Nya. Jika dia meniatkannya lalu melakukannya, Allah mencatat baginya sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat, hingga jumlahnya berkali-kali lipat. Barang siapa meniatkan satu keburukan, namun tidak melakukannya, Allah mencatat satu kebaikan penuh baginya di sisi-Nya. Jika dia meniatkannya lalu melakukannya, Allah mencatat baginya satu keburukan saja.” (Muttafaqun alaih dari Ibnu Abbas c)
Adapun amalan kebaikan yang dinyatakan oleh Rasulullah n secara tegas dan jelas akan memenuhi dan memberatkan timbangan adalah sebagai berikut.
1. Ucapan dua kalimat syahadat yang benar dan ikhlas dari hatinya
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh hadits bithaqah di atas.
2. Akhlak yang baik
Rasulullah n bersabda:
إِنَّ أَثْقَلَ شَيْءٍ فِي مِيْزَانِ الْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ خُلُقٌ حَسَنٌ، وَإِنَّ اللهَ يَبْغَضُ الْفَاحِشَ الْبَذِئَ
“Sesungguhnya sesuatu yang paling berat yang akan diletakkan di dalam timbangan amalan seorang hamba pada hari kiamat adalah akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah l membenci orang yang keji dan jelek ucapannya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad, lihat ash-Shahihah no. 876)
3. Berzikir kepada Allah l, seperti tahmid dan tasbih
Rasulullah n bersabda:
كَلِمَتَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ: سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللهِ الْعَظِيمِ
“Dua kalimat yang dicintai oleh ar-Rahman, ringan di lisan, berat di mizan: Subhanallahi wabihamdihih dan Subhanallahil ‘azhim.” (Muttafaqun alaih dari Abu Hurairah z)
Rasulullah n juga bersabda:
الطُّهُورُ شَطْرُ الْإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلهِ تَمْلَأُ الْمِيزَانَ
“Bersuci itu setengah dari iman, ucapan ‘alhamdulillah’ itu memenuhi mizan….” (HR. Muslim dari Abu Malik al-Asy’ari z)
4. Memelihara kuda untuk berjihad di jalan Allah l
Rasulullah n bersabda:
مَنِ احْتَبَسَ فَرَسًا فِي سَبِيلِ اللهِ إِيمَانًا بِاللهِ وَتَصْدِيقًا بِوَعْدِهِ فَإِنَّ شِبَعَهُ وَرِيَّهُ وَرَوْثَهُ وَبَوْلَهُ فِي مِيزَانِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa memelihara dan mempersiapkan seekor kuda untuk berperang fi sabilillah karena iman kepada Allah l dan membenarkan janji-Nya, maka kenyang dan tidak hausnya (kuda itu), kotoran dan air kencingnya menjadi kebaikan-kebaikan yang akan (diletakkan) di dalam timbangan amalannya pada hari kiamat.” (HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah z)
Adakah Mizan bagi Orang Kafir?
Allah l berfirman:
“Barang siapa yang ringan timbangannya, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam.” (al-Mu’minun: 103)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin t berkata, “Orang-orang kafir adalah orang yang akan mendapatkan kerugian (di akhirat). Mereka tidak mendapatkan manfaat sedikit pun dari keberadaan mereka di dunia yang fana ini. Bahkan, mereka tidak akan mendapatkan apa pun selain kerugian. Di akhirat, mereka akan rugi dengan harta-hartanya karena mereka tidak bisa mengambil manfaat dengannya. Meskipun mereka memberikan harta kepada orang lain untuk mendapatkan pahala, harta tersebut tidak akan bermanfaat bagi mereka di akhirat.
Firman Allah l:
“Tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mereka tidak beribadah melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” (at-Taubah: 54)
Mereka juga akan rugi dengan keluarganya karena mereka berada di neraka. Penghuni neraka tidak akan mendapatkan kebahagiaan dengan sebab keluarganya. Mereka justru terkunci di dalamnya. Mereka tidak akan melihat seorang pun yang lebih dahsyat azabnya daripada dirinya.
Yang dimaksud dengan “lebih ringan dalam timbangan” adalah tatkala amalan-amalan yang jelek itu lebih berat daripada amalan-amalan yang baik, atau amalan yang baik sama sekali tidak ada.
Hal ini berdasarkan pendapat bahwa orang-orang kafir akan ditimbang amalannya, sebagaimana yang tampak dalam ayat yang mulia ini dan yang semisalnya. Ini adalah salah satu pendapat dari dua pendapat ulama dalam masalah ini.
Adapun pendapat kedua menyatakan bahwa orang-orang kafir tidak akan ditimbang amalan-amalannya. Mereka berdalilkan dengan firman Allah l:
“Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan-Nya. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (al-Kahfi: 105) (Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah 2/145—146)
Dari penjelasan asy-Syaikh t di atas, disimpulkan bahwa terjadi perbedaan pendapat di antara ulama Ahlus Sunnah tentang hisab orang-orang kafir di akhirat.
Al-Imam al-Qurthubi t merajihkan pendapat yang pertama bahwa orang-orang kafir tetap akan ditimbang amalan mereka, sebagaimana ucapan beliau t dalam kitabnya, at-Tadzkirah, berikut ini.
Allah l berfirman:
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat.” (al-Anbiya: 47)
Allah l (terkhusus dalam ayat ini) tidak membedakan antara satu jiwa dan yang lain dalam hal mizan. Kebaikan mereka akan ditimbang dan akan dibalas. Hanya saja, Allah l mengharamkan surga bagi mereka sehingga balasan bagi kebaikan bagi mereka adalah diringankan azabnya (di dalam Jahannam).
Hal ini berdasarkan kisah Abu Thalib, paman Rasulullah n. Beliau n pernah ditanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Thalib senantiasa melindungi dan menolongmu. Apakah hal itu bermanfaat baginya?”
Rasulullah n menjawab, “Ya, aku melihatnya dalam kesengsaraan di neraka. Kemudian aku keluarkan dia ke derajat yang paling ringan (di neraka). Kalau bukan karena aku, niscaya dia akan berada di dalam kerak yang paling dalam.” (at-Tadzkirah hlm. 363)
Demikian pula al-Imam Ibnu Katsir t merajihkan pendapat yang pertama. Beliau menyatakannya tatkala menafsirkan firman Allah l:
“Mereka itu orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kafir terhadap) perjumpaan dengan-Nya. Maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.” (al-Kahfi: 105)
Maksudnya menurut beliau adalah Allah l tidak akan menjadikan berat timbangan amalan-amalan mereka karena tidak ada kebaikannya.
Beliau t mendasari pendapat ini dengan hadits Abu Hurairah z, Rasulullah n bersabda, ‘Sungguh akan datang nanti pada hari kiamat orang yang gemuk dan besar, namun tidak lebih berat di sisi Allah l daripada sehelai sayap nyamuk.’ (HR. al-Bukhari).” (Tafsir Ibnu Katsir 3/97)
Beliau t juga menyatakan, “Amalan orang-orang kafir juga akan ditimbang, walaupun mereka tidak memiliki kebaikan-kebaikan yang bermanfaat bagi mereka yang sebanding dengan kekafirannya. (Akan tetapi, ditimbangnya amalan mereka) untuk menunjukkan kecelakaan dan mempermalukan mereka di hadapan seluruh makhluk.” (an-Nihayah hlm. 246)
Syubhat Mu’tazilah
Golongan sesat Mu’tazilah dengan akalnya yang rusak dan logikanya yang terbalik, mengingkari adanya mizan di akhirat. Di antara syubhat-syubhat (kerancuan berpikir) mereka adalah sebagai berikut.
1. Di akhirat tidak ada mizan yang hakiki karena tidak dibutuhkan. Allah l telah mengetahui amalan para hamba dan telah menghitungnya. Akan tetapi, yang dimaksud dengan mizan adalah mizan (timbangan) maknawi, yaitu keadilan.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin t berkata, “Tidak ada keraguan bahwa pernyataan Mu’tazilah tersebut batil karena bertentangan dengan zahir lafadz mizan (dalam dalil-dalil al-Qur’an dan as-Sunnah) serta ijma’ salaf (para ulama terdahulu). Di samping itu, kalau yang dimaksud dengan ‘mizan’ adalah ‘keadilan’, maka tidak perlu diungkapkan dengan sebutan ‘mizan’.Cukuplah diungkapkan dengan ‘keadilan’ karena ungkapan ‘keadilan’ itu lebih disenangi oleh jiwa daripada kata ‘mizan’.
Allah l berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan.” (an-Nahl: 90) (Syarh Aqidah Wasithiyah 2/139—140)
2. Syubhat yang lain: Amalan adalah perkara maknawi yang tidak berjasad sehingga tidak mungkin bisa ditimbang. Yang bisa ditimbang adalah benda-benda yang ada wujudnya. Sampai-sampai mereka berani menyatakan, “Tidak ada yang membutuhkan mizan (timbangan) selain para penjual sayur atau kacang.”
Asy-Syaikh Muhamad Khalil Harras t berkata, “Di akhirat, Allah l akan mengubah amalan-amalan para hamba yang maknawi dan tidak berwujud menjadi amalan yang berwujud dan memiliki berat. Lalu diletakkanlah amalan yang baik di salah satu sisi timbangan dan amalan yang jelek di sisi lainnya.”
Allah l berfirman:
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat.” (al-Anbiya: 47) (Syarh al-Aqidah al-Wasithiyah hlm. 211)
3. Syubhat berikutnya: Sebagian mereka mengatakan bahwa hadits-hadits yang menunjukkan adanya mizan adalah hadits-hadits ahad, bukan mutawatir, sehingga tidak memberikan faedah keyakinan dalam masalah akidah.
Asy-Syaikh al-Albani t berkata, “Sesungguhnya mizan (yang akan diletakkan pada hari kiamat untuk menimbang amalan) adalah sesuatu yang benar-benar akan terjadi. Mizan tersebut memiliki dua daun timbangan. Hal ini merupakan keyakinan Ahlus Sunnah. Berbeda halnya dengan keyakinan Mu’tazilah dan para pengikutnya di masa kini yang tidak meyakini perkara akidah yang ada dalam hadits-hadits sahih, karena menganggap hadits-hadits tersebut adalah hadits ahad yang tidak memberikan faedah berupa keyakinan. Sungguh, saya telah menjelaskan kebatilan anggapan ini di dalam kitab saya Bersama al-Ustadz ath-Thanthawi.” (as-Silsilah as-Shahihah 1/260)
Kita memohon kesehatan dan keselamatan kepada Allah l.
Wallahu a’lam bish-shawab.



Pengertian Dan Hakikat Mizan Menurut Al-Qur'an Dan Hadits

 بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم
Secara bahasa (etimologi) mizan artinya adalah alat (neraca) untuk mengukur sesuatu berdasarkan berat dan ringan. Secara istilah (terminologi), mizan adalah sesuatu yang Allah letakkan pada hari Kiamat untuk menimbang amalan hamba-Nya, sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah, dan ijma’ salaf.  Imaam Al Qurthubi dalam kitab beliau yang berjudul At Tadzkiroh fi Ahwaalil Mautaa wa ‘Umuuril Aakhiroh (Peringatan Tentang Keadaan Orang Mati dan Perkara-Perkara Akhirat), yaitu Kitab yang khusus berbicara tentang Kiamat Sughro (Kiamat Kecil) dan Kiamat Kubro (Kiamat Besar), beliau menukil perkataan para ‘Ulama Ahlus Sunnah bahwa:
“Jika Al Hisab (perhitungan amalan-amalan seseorang) sudah selesai, maka berikutnya adalah Waznul A’maal dimana amalan setiap manusia ditimbang. Karena dengan timbangan itu lah kemudian akan ditegakkannya pembalasan Allah.” Oleh karena itu Al Mizan didahului oleh Al Hisab. Karena Hari Hisab merupakan pengakuan manusia, bahwa benar ia telah melakukan sesuatu amalan ini dan itu semasa hidupnya di dunia. Semua pengakuan itu ada dalam Muhaasabah.
bahwa Yaumul Mizan adalah untuk memperlihatkan balasan amalan seseorang. Seseorang itu berhak mendapatkan balasan seperti apakah akan ditentukan setelah Al Mizan; dimana balasan Allah terhadap manusia itu adalah sesuai dengan pengakuan amalannya, sesuai dengan timbangan hasil prestasi amalan yang telah ia lakukan ketika hidup di dunia. Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany (beliau adalah ‘Ulama ber-madzhab Syafi’iy)  dalam Kitab beliau berjudul “Fat-hul Baari”, beliau mengatakan:Yang benar menurut pemahaman Ahlus Sunnnah bahwa amalan-amalan yang baik itu dalam bentuk fisiknya akan dimunculkan oleh Allah dalam gambar (bentukan) yang baik. Sedangkan amalan-amalan orang yang berbuat keburukan, akan muncul dalam gambar (bentukan) yang buruk. Kemudian setelah itu amalan-amalan tersebut akan ditimbang”. Demikian dikatakan beliau, ketika menjelaskan tentang pembahasan perkara ini dalam Kitab Shahiih Imam Al Bukhary.

1. Penjelasan Al-Qur'an Dan As-Sunnah Tentang Al-Mizan

1. (Q.S. Al-Mukminun: 102-104):
فَمَن ثَقُلَتۡ مَوَٲزِينُهُ ۥ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ (١٠٢) وَمَنۡ خَفَّتۡ مَوَٲزِينُهُ ۥ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ خَسِرُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ فِى جَهَنَّمَ خَـٰلِدُونَ   (١٠٣)   تَلۡفَحُ وُجُوهَهُمُ ٱلنَّارُ وَهُمۡ فِيہَا كَـٰلِحُونَ (١٠٤
Barangsiapa yang berat timbangan [kebaikan] nya maka mereka itulah orang-orang yang dapat keberuntungan. (102) Dan barangsiapa yang ringan timbangannya[8], maka mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, mereka kekal di dalam neraka Jahannam. (103) Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat. (104).
2..(Q.S. Al-Isra’: 13-14) :
  وَكُلَّ إِنسَـٰنٍ أَلۡزَمۡنَـٰهُ طَـٰٓٮِٕرَهُ ۥ فِى عُنُقِهِۦ‌ۖ وَنُخۡرِجُ لَهُ ۥ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ ڪِتَـٰبً۬ا يَلۡقَٮٰهُ مَنشُورًا (١٣) ٱقۡرَأۡ كِتَـٰبَكَ كَفَىٰ بِنَفۡسِكَ ٱلۡيَوۡمَ عَلَيۡكَ حَسِيبً۬ا (١٤
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya [sebagaimana tetapnya kalung] pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka. (13) "Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu." (14) .
3. (Q.S. Al-Kahfi: 49):
      وَوُضِعَ ٱلۡكِتَـٰبُ فَتَرَى ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُشۡفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَـٰوَيۡلَتَنَا مَالِ هَـٰذَا ٱلۡڪِتَـٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً۬ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ صَٮٰهَا‌ۚ وَوَجَدُواْ مَا عَمِلُواْ حَاضِرً۬ا‌ۗ وَلَا يَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدً۬ا (٤٩                                                    
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang [tertulis] di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak [pula] yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada [tertulis]. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang jua pun". (49).
4. Sabda Rasulullah saw.:                                                                                        كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ : سُبْحَانَ اللَّهِ ، وبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ 
 “Dua kalimat yang ringan diucapkan oleh lisan, berat dalam timbangan (pada hari Kiamat). dan dicintai oleh ar-Rahman (Allah Yang Maha Pengasih) : Subhaanallah wa bihamdihi, subhaanallahil ‘adziim.  [1].

2. Empat Perkara Yang Diyakini Dalam Al-Mizan

Al Mizan adalah timbangan yang Allah tegakkan pada hari Kiamat, untuk menimbang  amalan manusia. Di dalam Al Mizan itu akan ditemui empat perkara yang harus diyakini dengan benar menurut kaidah-kaidah Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah:  
  1. ARTI TIMBANGAN . Timbangan yang dimaksud adalah dalam arti yang sesungguhnya dimana timbangan tersebut bukanlah dalam arti kiasan. Timbangan itu memiliki dua penampang yaitu disebelah kanan dan disebelah kiri. Tidak ada yang mengetahui berapa besarnya timbangan itu kecuali Allah Ta'ala. Yang ada dalam timbangan tersebut hanyalah keadilan. Timbangan itu hasilnya tidak akan curang, maka ia disebut Al Qisthu atau Al ‘Adlu (Adil). Perhatikanlah sabda Rasuulullah saw. dalam sebuah Hadits Artinya: “…Tidaklah mereka (suatu kaum) mengurangi takaran dan timbangan, kecuali mereka akan ditimpa dengan: 1. kemarau panjang,2. beban hidup yang berat 3. dan penguasa yang dzolim….”[2]. Dalil tentang adanya Al Mizan (Timbangan) adalah terdapat dalam QS. Anbiyaa’ (21) ayat 47 berikut ini:وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِين “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.
  2. BESARNYA AL MIZANBahwa Rasuulullah saw.  bersabda يوضع الميزان يوم القيامة فلو وزن فيه السماوات و الأرض لوسعت فتقول الملائكة : يا رب لمن يزن هذا ؟ فيقول الله تعالى : لمن شئت من خلقي فتقول الملائكة : سبحانك ما عبدناك حق عبادتك و يوضع الصراط مثل حد الموس فتقول الملائكة : من تجيز على هذا ؟ فيقول : من شئت من خلقي فيقول : سبحانك ما عبدناك حق عبادتك  : Artinya: “Timbangan akan ditegakkan pada Hari Kiamat, seandainya pada hari itu langit dan bumi ditimbang maka akan mencakupnya.” Lalu malaikat bertanya: “Ya Allah untuk menimbang siapakah ini?” Allah Ta'ala menjawab: “Bagi makhluk-Ku yang Aku kehendaki.” Kemudian malaikat berkata: “Maha Suci Engkau ya Allooh. Kami belum menunaikan hak ibadah kepada Engkau dengan sesungguhnya, ya Allah.” Kemudian diletakkan Ash-Shirath (jembatan) seperti pisau yang tajam, dan kemudian malaikat berkata: “Siapa yang bisa meniti jembatan yang setajam ini?”. Allah Ta'ala menjawab: “Yang Aku kehendaki dari ciptaan-Ku.”Kemudian malaikat berkata: “Maha Suci Engkau, ya Allah, kami belum bisa menunaikan hak ibadah terhadap-Mu dengan sesungguhnya”.   Al Mizan dalam Hadits diatas dijelaskan bahwa ternyata ia bisa menampung besarnya langit dan bumi, beserta isinya.
  3. BANYAKNYA TIMBANGANMenurut Al Haafidz Ibnu Hajar Al Asqolaany,  yang benar adalah bahwa Al Mizan (Timbangan) itu adalah satu, tidak bisa kita gambarkan dengan banyak timbangan, betapapun banyaknya amalan yang akan ditimbang. Karena keadaan di Hari Kiamat itu tidaklah bisa dipikirkan oleh akal manusia ataupun digambarkan dengan gambaran-gambaran duniawi. Sebagaimana dinukil juga dari pendapat Imaam Al Hasan Al Basri, dimana beliau berkata: “Setiap manusia mempunyai timbangan. Yang berat adalah penetapan bahwa kelak di Hari Kiamat itu ada timbangan. Dan itu bukan menunjukkan tentang satuannya, karena firman Allah Ta'ala (dalam QS. Al Qari’ah (101) ayat 6) adalah: فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ “ Fa amma man tsaqulat mawaazinuhu (Adapun orang yang berat timbangan (kebaikan-nya)”. Oleh karena itu tidaklah mungkin bahwa untuk perkataan hati ada timbangannya, untuk perbuatan fisik ada timbangannya, dan untuk masing-masing amalan itu ada timbangannya sehingga timbangannya bukan hanya satu, melainkan menjadi beberapa timbangan. Tetapi yang dimaksudkan itu adalah menimbang apa yang menjadi amalan-amalan yang berbeda. Sedangkan timbangannya itu sendiri adalah satu.”‘Ulama Ahlus Sunnah yang lain mengatakan sebagai berikut: “Adapun Allah Ta'ala menggunakan kata jamak dengan kata “mawaaziin”,  jamak-kata dari “miizan” adalah karena amalan yang akan ditimbang oleh Allah Ta;ala itu banyak sekali. Ada amalan yang berkenaan dengan Allah Ta'ala, ada amalan yang berkenaan dengan manusia, ada amalan berkenaan dengan anak-isterinya; maka amalan itu banyak yang ditimbang, sehingga disebut dengan “mawaazin”. Padahal timbangannya itu sendiri hanyalah satu.” Imam As Safaarini menyatakan bahwa pendapat inilah pendapat yang bisa diterima.
  4. APA SAJA YANG AKAN DITIMBANGAda tiga pendapat, yang akan ditimbang adalah: Amalan, Orangnya dan Catatan amalnya. Al-Hafidz Hakamy, dalam Kitab beliau yang bernama Ma’aarijil Qabuul”, beliau mengatakan bahwa: “Yang bisa kita tampakkan dari nash-nash, - walahu a’lam - adalah bahwa orang yang melakukan amalan, amalannya, serta catatan amalannya, maka semua itu ditimbang oleh Allah swt., karena hadits-hadits telah menjelaskan tentang hal ini. Tidak ada pertentangan diantara semuanya. Dan agar kita yakin, maka terdapat dalil dari apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dimana kata beliau bahwa: “Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash r.a., yaitu tentang kisah Shahib Al Bithoqoh, dimana tiap orang memiliki kartu, dan kartu itu akan ditimbang. Bahwa timbangan itu akan diletakkan pada Hari Kiamat. Ada seseorang dimana orang tersebut diletakkan pada suatu penampang timbangan kemudian diletakkanlah pada apa yang menjadi hitungan orang itu, kemudian timbangan menjadi miring, sehingga orang itu pun akan dicampakkan ke dalam api neraka. Namun kemudian pada timbangan orang itu dibawakan juga bithoqoh (kartu), dimana apa yang termaktub dalam bithoqoh itu adalah: Asyhaadu an laa ilaaha ilallooh wa asyhaadu anna Muhammad ‘abduhu warosuuluh, sehingga penampang Timbangan bagi orang tersebut pun menjadi lebih berat kearah bithoqoh itu.” Disinilah terlihat bahwa orang yang sudah akan dimasukkan ke dalam neraka, kemudian tidak jadi dimasukkan ke dalam neraka karena disebelahnya terdapat kartu bertuliskan Asyhaadu an laa ilaaha ilallooh wa asyhaadu anna Muhammad ‘abduhu warosuuluh, sehingga timbangan pun menjadi miring kearah sebaliknya, yakni kearah kebaikannya. Hal ini dikarenakan beratnya timbangan kartu amalan Asyhaadu an laa ilaaha ilallooh wa asyhaadu anna Muhammad ‘abduhu warosuuluh tersebut. Kemudian kata beliau (Hafidz Hakamy ) selanjutnya:  “Hadits ini menunjukkan bahwa seorang hamba itu diletakkanlah kebajikannya, dan catatan amalannya pada satu penampang timbangan. Demikian pula keburukannya diletakkan di penampang sebelahnya. Dan ini merupakan penggabungan dari Hadits-Hadits yang bisa kita temukan tentang Al Mizan.” Maka menurut beliau berdasarkan dalil tersebut diatas, bahwa yang ditimbang adalah amalannya, orangnya dan catatan amalannya.

3. Mizan Secara Hakiki Memiliki Dua Daun Timbangan

  • Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang shahih, diantaranya hadits dari ‘Abdullah bin’Amr bin al-‘Ash r.a. tentang hadits pemilik Bithaqah (kartu), Nabi saw. bersabda: فَتُوْضَعُ السِّجِلاَّتُ فِيْ كِفَّةٍ وَاْلبِطَاقَةُ فِيْ كِفَّةٍ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ، فَلاَ يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللهِ شَيْءٌ “Lalu catatan-catatan (amal) itu diletakkan di salah satu sisi daun neraca dan bithaqah di daun neraca lainnya, maka catatan-catatan itu melayang dan bithaqah yang lebih berat, maka tidak ada sesuatu yang lebih berat dibandingkan Nama Allah.” [4].
  • Abu Ishaaq Az Zajjaaj : “Ahlus Sunnah telah bersepakat untuk mengimani keberadaan Al Mizan dan amalan seorang hamba itu ditimbang pada Hari Kiamat dan timbangannya itu mempunyai lisan (lidah), dan dua penampang (kanan dan kiri) yang akan condong akibat amalannya. Apabila amalannya berat akan condong, apabila amalannya ringan juga akan condong. Amalan-lah yang menyebabkan lidah Al Mizan itu bergerak”.
  • Para ‘Ulama yang lain, dalam Kitab yang berjudul “As Sunnah”, menjelaskan perkataan dari salah seorang Shahabat yakni Salmaan Al Faarisy r.a. yang mengatakan bahwa: “Timbangan itu akan ditegakkan dan ia mempunyai dua penampang. Bila diletakkan di salah satu antara kedua penampang itu, maka niscaya langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya akan tercakup oleh timbangan itu”. Artinya, Al Mizan itu sedemikian besarnya, seandainya langit dan bumi dan isinya dimasukkan dalam timbangan itu, maka semuanya akan tercakup dan muat dalam timbangan tersebut.
  • Imam Al Hasan Al Basry mengatakan bahwa: “Al Mizan itu mempunyai lisan dan mempunyai dua penampang”. Itulah pemahaman yang diyakini oleh para ‘Ulama Ahlus Sunnah tentang apa yang dimaksudkan dengan Al Mizan.
  • Dalam suatu Hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah  bin ‘Abbas r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda : “Dengan Kekuasaan Allah سبحانه وتعالى bahwa catatan nilai-nilai amalan manusia akan diubah menjadi fisik, sesuai dengan kehendak Allah swt.”.
  • Maka bila disimpulkan dari berbagai penjelasan para ‘Ulama diatas, maka yang ditimbang itu adalah amalan. Amalan itu, seperti yang diyakini oleh Ahlus Sunnah Wal Jamaa’ah, dengan kekuasaan Allah swt. akan dibentuk sesuai dengan kehendak Allah swt. sehingga ia bisa ditimbang. Walaupun menurut akal manusia hal yang seperti ini tidak bisa diterima (tidak masuk akal). Namun Akhirat itu berbeda dengan Dunia, dan kehendak Allah swt. itu tidaklah bisa didiskusikan oleh akal ataupun dibantah.
Oleh karena itu kita meyakini bahwa amalan kita akan ditimbang, seperti apa dan bagaimana caranya, maka serahkan saja hal itu kepada Allah Ta'ala, karena yang demikian itu tidaklah bisa dijangkau dengan akal kita (manusia) serta alamnya pun juga sudah berbeda, yakni alam Akhirat.
                 ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ             
“Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sebarkan !!! insyaallah Bermanfaat.
Sumber: 
Syarah Aqidah Ahlus-Sunnah wal Jama'ah hal.320 - 322, Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit: Pustaka Imam Syafi'i.
ustadzrofii.wordpress.com
***
[1]. (H.R. Bukhari no. 6406, 6682, dan Muslim no.2694, dari Abu Hurairah r.a.
[2]. Diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dalam “Al-Mustadrok” Kitab “Al-Fitan wal Malaahim” no: 8667 dan kata beliau sanadnya Shahiih dan Imam Adz-Dzahaby menyepakati-nya, juga Imam Ibnu Majah dalam kitab yang sama no: 4019. Dan Syaikh Nashiruddin Al-Albany meng-Hasan-kan Sanadnya sebagaimana dalam Silsilah Hadits Shahih-nya 1/167-169 No.106:
[3]. Di dalam Hadits Riwayat Imam Al Hakim no: 8739 dan kata beliau Hadits ini Shahiih sesuai dengan Sanad Muslim akan tetapi Imam Al Bukhary dan Imam Muslim tidak mengeluarkannya, dan Imaam Adz Dzahaby didalam Kitab “At Talkhiish mengatakan bahwa Hadits ini sesuai dengan Syarat Shahiih Muslim, dan di-Shahiih-kan pula oleh Syaikh Nashiruddin Al Albany رحمه الله dalam Silsilah Hadits Shahiihah no: 941, dari Shahabat Salman Al Faarisy رضي الله عنه 
[4]. (H.R.Tirmidzi no.2639, Ibnu Majah no. 4300, Hakim  I/6, 529, Ahmad II/213 dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash r.a. Hadits ini shahih.).
 
 

Al-Mizan (Neraca)

AL-MIZAN (NERACA)
Mizan adalah sesuatu benar yang wajib diimani dengan keimanan yang kuat. Mizan merupakan sebuah neraca yang akan menimbang antara pahala dan dosa setiap makhluk. Semua amal baik dan buruk manusia akan ditimbang, lalu divonis oleh Allah untuk menentukan apakah seseorang akan masuk surga atau terjerumus ke dalam neraka.
Yang dimaksud dengan neraca atau mizan di sini adalah neraca yang sesungguhnya seperti neraca yang kita dapati di dunia. Adapun mengenai bentuk dan ukurannya sulit dibayangkan. Sebagian ulama menyipatkan kedua takaran timbangan trb lebih luas dari lapisan langit dan bumi Allah, malaikat Jibril memegang timbangan dan memeriksa kedua takarannya dengan teliti sedang malaikat Mikail menjaganya setelah dihisab. Yang penting timbangan itu tidak bisa dibayangkan bagaimana bentuknya hanya Allah yang mengetahuinya, karena hal ini merupakan perkara sam’iyat tertera dalam al-Qur’an dan hadits yang wajib diimani dengan iman yang kuat. Rasulallah saw bersabda dalam hadits beliau yang diriwatkan oleh Hakim dari Salman ra, ” Pada hari kiamat neraca amal akan diletakan. Adaikata seluruh langit dan bumi ditimbang oleh neraca itu niscaya mampu untuk menimbang”
Jadi, yang dimaksudkan dari hadits diatas bahwa neraca atau mizan adalah neraca sesungguhnya. Neraca itu sangat teliti dalam menimbang, neraca yang tepat, tidak bisa dipermainkan. Disaat semua amal manusia ditimbang, neraca itu tidak berkurang dan tidak berlebih, tidak ada amal apapun yang akan luput dari timbangan. Walaupun amal perbuatan manusia sebesar biji sawi atau lebih kecil dari sawi bisa ditimbang dalam neraca itu. Allah berfirman.
فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ * فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ * وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ * فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ * وَمَآ أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ
نَارٌ حَامِيَةٌ
”Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (al-Qar’ah, 6-11)
”Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (Anbiya, 47)