tadarus al-quran yang betul
by mohd masri
Tadarus Al-Quran
Bagaimana tadarus yang benar, apakah setelah teman membaca, kemudian dilanjutkan ayat berikutnya oleh teman yang lain atau setiap orang membaca sendiri-sendiri tanpa disimak oleh yang lain? Bagaimana cara tadarus nabi yang benar bagaimana pak Ustaz,
Wassalam
Almasdi Rahman
almasdi.rahman@ gmail.com
Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Istilah tadarus Al-Quran sebenarnya agak berbeda antara bentuk yang kita saksikan sehari-hari denganmakna bahasanya. Tadarus atau tadarusan biasanya berbentuk sebuah majelis di mana para pesertanya membaca Al-Quran bergantian. Satu orang membaca dan yang lain menyimak. Dan umumnya dilaksanakan di masjid atau mushalla di malam-malam bulan Ramadhan.
Padahal kata tadarus berasal dari asal kata darasa yadrusu, yang artinya mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji dan mengambil pelajaran. Lalu ketambahan huruf ta’ di depannya sehingga menjadi tadarasa yatadarasu, maka maknanya bertambah menjadi saling belajar, atau mempelajari secara lebih mendalam.
Adapun kegiatan ‘tadarusan’ yang kita lihat sehari-hari di negeri kita ini, sepertinya nyaris tanpa pengkajian makna tiap ayat, yang ada hanya sekedar membaca saja.
Bahkan terkadang benar dan tidaknya bacaan itu, tidak terjamin. Karena tidak ada ustadz’ yang ahli di bidang membaca Al-Quran.
Bentuk tadarusan seperti itu lebih tepat menggunakan istilah tilawah wal istima’. Kata tilawah berarti membaca, dan kata istima’ berasal dari kata sami’a yasma’u, yang berarti mendengar.
Membaca Al-Quran
Kalau para peserta sudah fasih dan menguasai teknik membaca Al-Quran yang baik, maka tidak mengapa bila masing-masing membaca sendiri-sendiri. Kalaupun mau disima’ (didengarkan) juga tidak mengapa. Karena membaca dan mendengar sama-sama mendatangkan pahala.
Allah SWT telah memerintahkan kita selain untuk membaca, juga mendengarkan Al-Quran.
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat .(QS. Al-A’rah: 204)
Namun apabila para seperti masih lemah bacaannya, sebaiknya mereka tidak dilepas membaca Al-Quran sendirian. Perlu ada ustadz yang membetulkan bacaannya. Sehingga yang perlu dilakukan bukan ‘tadarusan’, tetapi belajar membaca Al-Quran. Atau istilah yang sekarang populer adalah tahsin Al-Quran atau tahsin tilawah. Tahsin artinya membaguskan bacaan.
Tentu saja harus ada ustadz yang ahli dalam membaca Al-Quran. Dan tidak boleh seseorang dibiarkan membaca dengan salah baik makhraj maupun tajiwidnya. Mereka harus didampingi oleh yang sudah baik bacaannya, dibimbing dan dibenahi bacaannya dengan baik.
Tadarus di Masa Nabi
Tadarus dalam arti yang sebenarnya, yaitu mempelajari isi dan kandungan al-Quran di masa nabi SAW adalah dengan cara mempelajari beberapa ayat, setelah mendalam dan mengerti, baru diteruskan lagi beberapa ayat.
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata: “Adalah seorang dari kami jika telah mempelajari 10 ayat maka ia tidak menambahnya sampai ia mengetahui maknanya dan mengamalkannya”
Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq-nya atas tafsir At-Thabari (I/80).
Bahwa mereka yang menerima bacaan dari Nabi SAW(menceritakan) adalah mereka apabila mempelajari 10 ayat tidak pernah meninggalkannya (tidak menambahnya) sebelum mengaplikasikan apa yang dikandungnya, maka kami mempelajari ilmu Al-Qur’an dan amalnya sekaligus.
Ahmad Sarwat, Lc
www.eramuslim. com
TADARUS AL-QURAN
Islam menggalakkan umatnya untuk hidup bahagia di dunia dan akhirat. Oleh itu Allah telah menurunkan al-Quran kepada Nabi Muhammad s.a.w supaya dapat memimpin umatnya ke arah hidup yang sempurna.
Firman Allah S.W.T dalam surah al-Baqarah ayat 1-5:
﴿اۤلۤمۤ ` ذٰلِكَ الْكِتَابُ لاَ رَيْبَ فِيْهِ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَ ` الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ ` وَالَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَاۤ أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالأَخِرَةِ هُمْ يُوْقِنُوْنَ ` أُوْلَـۤئِكَ عَلَىٰ هُدًى مِّنْ رَّبِّهِمْ وَأُوْلَـۤئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ`
“Alif Laam Mim. Demikianlah kitab al-Quran tidak ada ragu-ragu lagi di dalamnya, ia memberi petunjuk kepada orang-orang yang bertaqwa (berbakti kepada Allah). Iaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib (tidak dapat diketahui atau tidak dapat dilihat) dan mereka mendirikan sembahyang (solat) dan menafkahkan sebahagian rezeki yang kami kurniakan kepada mereka. Dan mereka beriman pada apa yang diturunkan kepada kamu (Injil, Zabur, Taurat) dan di akhirat nanti Allah akan meletakkan mereka di tempat yang sempurna. Mereka itulah yang menerima petunjuk dari Tuhan mereka, mereka itulah daripada golongan orang yang berjaya”.
Daripada ayat ini jelaslah bahawa membaca al-Quran dan beramal dengan isi kandungannya mempunyai banyak kelebihan dan dimuliakan di sisi Allah S.W.T. Kelebihan ini dilipat gandakan lagi apabila ianya diamalkan pada bulan yang penuh keberkatan iaitu bulan Ramadhan dengan bertadarus. Tadarus ialah membaca al-Quran secara berdua, bertiga atau berkumpulan, di mana caranya ialah seseorang membaca manakala yang lain mendengar sambil memperbetul kesilapan bacaan jika ada dan seterusnya dengan bergilir-gilir.
Daripada Abu Hurairah r.a berkata, aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda:
“Sesiapa yang berharap untuk menemui Allah S.W.T, maka hendaklah memuliakan ahli Allah”, maka disoal lagi: “Wahai Rasulullah! Adakah Allah mempunyai ahli?” Jawab Rasulullah: “Ya”. Soal lagi: “Siapakah mereka itu?”
Jawab Rasulullah: “Ahli Allah di dunia ialah mereka yang selalu tadarus dan membaca al-Quran, adakah tidak ada orang orang yang menerima kemuliaan itu dimuliakan oleh Allah dan dimasukkan ke syurga, sebaliknya mereka yang dihina, maka sesungguhnya Allah akan menghina lalu dimasukkan ke neraka. Wahai Abu Hurairah, tiadalah di sisi Allah seorang yang dimuliakan daripada orang yang bertadarus dan membaca al-Quran, tidak ada seorang itu membawa dan membaca di sisi Allah dimuliakan daripada salah seorang kamu kecuali para nabi”.
Oleh itu, sebaik-baik hamba itu ia membaca al-Quran serta mendalami, mengkaji dan menghayati segala kandungannya kemudian mengajarkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w:
"خَيْرُ كُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآن وَعَلَّمَه"
“Sebaik-baik kamu adalah orang yang membaca al-Quran dan mempelajari isi-isi kandungan ayat-ayat al-Quran itu (dan mengajarkannya kepada orang lain)”.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar r.a:
Rasulullah s.a.w telah bersabda: “Iri hati (hasad) tidak dibenarkan melainkan 2 perkara sahaja iaitu seorang yang mana dihormati dengan bacaan al-Quran dan terus berada dalam keadaan yang demikian siang dan malam dan seorang lagi yang mana dilimpahkan kurnia dengan harta yang banyak oleh Allah S.W.T dan membelanjakan siang malam pada jalan Allah”.
Dalam hadis di atas, hasad yang dimaksudkan ialah sifat ingin berlumba yang diredhai Allah. Iaitu dengan berlumba-lumba membaca atau memperbanyakkan bacaan al-Quran siang dan malam. Serta membelanjakan harta yang dikurniakan Allah siang dan malam dijalan Allah.
Oleh itu, ditambah dengan keberkatan bulan Ramadhan ini, maka setiap umat Islam mestilah berlumba-lumba untuk menambahkan amalan masing-masing. Ini kerana hati yang tidak ada al-Quran seumpama rumah yang kosong. Sebagaimana hadis Rasulullah s.a.w;
Daripada Abdullah bin Abbas r.a telah meriwayatkan, sabda Rasullullah s.a.w: “Seseorang yang tidak ada sebahagian pun al-Quran di dalam hatinya adalah seumpama rumah yang ditinggalkan (kosong)”.
Ihsan mimbar Ulama
|
Kedua makna ini saling melengkapi antara satu dengan yang lain. Namun, dalam melaksanakan tadarus Alquran, seyogyanya makna kedua tak ditinggalkan.
Dengan makna kedua, umat akan mampu memetik pedoman dan bimbingan yang diberikan Alquran yang dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, seluruh aktivitas kehidupan muslim akan menampilkan Alquran yang hidup dan membumi.
Sebagai pedoman hidup, Alquran membimbing manusia untuk hidup harmonis, baik internal diri, hubungan dengan manusia dan alam, serta hubungan dengan Allah. Tatkala seluruh pedoman Alquran mampu dipahami dan dijadikan penyuluh kehidupan, maka manusia akan mampu membawa pesan-pesan Ilahi dalam kehidupannya.
Ketika ini dapat dilakukan, seluruh dimensi kehidupan akan memiliki pesan-pesan Ketuhanan yang mengantarkan manusia pada kehidupan yang harmonis, baik vertikal maupun horizontal.
Alquran membimbing seluruh dimensi kehidupan manusia. Di antaranya bimbingan hamba Allah yang mulia, bimbingan kehidupan rumah tangga, bimbingan kehidupan bermasyarakat, bimbingan mencari rezeki dan mempergunakan rezeki, sampai bagimana Alquran membimbing manusia melaksanakan amanah Allah sebagai khalifah di muka bumi.
Bimbingan yang diberikan Alah dalam Alquran dapat dibuktikan kebenarannya secara ilmiah. Seperti perintah Allah untuk berwudu yang dapat diuji secara kesehatan.
Perintah faghsilu (membasuh) pada ayat yang mengatur tata cara berwudu sesungguhnya memiliki pesan kesehatan bila dilakukan secara benar.
Sebab, perintah membasuh dalam ayat itu mengandung nilai kesehatan karena ada aspek akupuntur di dalamnya.
Demikian pula dengan perintah menutup aurat. Dalam sebuah penelitian diperoleh bukti, masyarakat yang menutup aurat dapat meminimalkan proses penuaan dibanding dengan yang tidak.
Pada aspek meminimalkan kejahatan yang makin marak terjadi, sesungguhnya dapat diminimalkan tatkala umat mampu menjaga diri dari memakan makanan yang haram, baik sifat maupun zat.
Sebab, secara ilmiah, makanan yang dimakan berfungsi mengganti sel-sel tubuh yang mati. Sementara sel-sel tubuh berfungsi memfungsikan seluruh sistem tubuh untuk melakukan seluruh aktivitas kehidupan.
Bila yang dimakan adalah makanan yang halal, ia akan menjadi sel-sel yang menggerakkan manusia untuk selalu ringan berbuat kebaikan.
Sebaliknya, tatkala makanan yang dimakan berasal dari sesuatu yang haram, ia akan menjadi sel-sel tubuh yang menggerakkan seluruh syaraf manusia untuk ringan melakukan berbagai bentuk kejahatan.
Untuk itu, wajar tatkala Allah melarang umat Islam mengonsumsi makanan dan minuman yang diharamkan Allah karena akan menjerumuskan mereka pada perbuatan yang dibenci Allah.
Dalam kehidupan bermasyarakat, Alquran memerintahkan setiap insan untuk senantiasa menjaga diri dan keluarganya dari siksa api neraka. Menjaga diri dalam ayat ini memiliki makna yang dalam. Maknanya bukan hanya secara internal tapi eksternal. Secara internal, seorang orang tua dalam keluarga harus jadi contoh yang mulia dan dapat dicontoh anak-anaknya.
Bagaimana mungkin anak akan baik tatkala orang tua tak mampu memberi contoh menjadi hamba Allah yang taat.
Demikian pula secara eksternal, seorang pemimpin perlu jadi contoh yang mulia terhadap unsur yang dipimpinnya. Tatkala seorang pemimpin jadi model yang dapat ditiru sesuai tuntunan Ilahi, kepemimpinannya akan mampu lebih baik.
Alquran juga memberi informasi akibat umat melanggar aturan Allah dan bagaimana kenikmatan yang diberi Allah pada umat yang selalu hidup sesuai aturan-Nya.
Untuk itu, dengan melihat demikianlah dalam Alquran yang sesuai dengan berbagai dimensi kehidupan manusia, maka sepantasnya kita memanfaatkan momentum Ramadan ini dengan memperbanyak tadarus Alquran dalam makna yang sesungguhnya, bukan hanya sebatas rutinitas membaca zahir ayat, tanpa mampu menangkap pesan ayat yang sesungguhnya membimbing manusia pada kehidupan yang selamat (Islam).
Melalui upaya mentradisikan tadarus Alquran, secara bertahap kita berusaha untuk ‘menuzulkan Alquran’ secara benar dalam kehidupan. Sebab, melalui upaya menuzulkan Alquran dalam kehidupan, manusia akan mampu hidup dalam damai dan damai dalam kehidupan. Wa Allahu a’lam bi al-Shawwab.***
Samsul Nizar Guru Besar UIN Suska
Tadarus al-Quran mesti dihayati penuh teliti
AL-QURAN yang menjadi petunjuk kepada manusia diturunkan Allah pada bulan ini.
Ia menghimpun pelbagai pengajaran meliputi kebaikan akhlak, kisah teladan dan penawar segala penyakit batin seperti kufur, syirik, hasad dengki, khianat dan penyakit jiwa lain.
Allah berfirman bermaksud: "Wahai umat manusia, sesungguhnya sudah datang kepada kamu al-Quran yang menjadi nasihat pengajaran daripada Tuhan kamu, dan penawar bagi penyakit batin yang ada dalam dada kamu, dan menjadi hidangan petunjuk untuk keselamatan serta membawa rahmat bagi orang beriman". (Surah Yunus, ayat 57).
Fadilat membacanya ternyata amat besar seperti sabda Rasulullah bermaksud: "Orang yang membaca al-Quran dengan lancar, maka dia bersama malaikat yang mulia, manakala orang yang membaca al-Quran kurang lancar, maka baginya dua pahala".
Catatan sejarah menunjukkan bahawa ulama terdahulu tidak pernah lekang dengan amalan mengaji al-Quran sebaik tiba Ramadan.
Mereka tidak lagi menjalankan kegiatan lain, selain beristiqamah dengan amal ibadat, termasuk mengaji al-Quran.
Sepanjang Ramadan, masjid, surau, madrasah dan rumah mereka diisi amalan mengaji al-Quran.
Dalam satu riwayat ada diceritakan bahawa Imam Malik melapangkan waktu pada Ramadan. Sebaik saja Ramadan tiba, Imam Malik tidak mahu lagi menyibukkan diri dengan tugas apa pun selain membaca al-Quran.
Pada bulan itu, Imam Malik meninggalkan seketika tugasnya untuk mengajar, memberi fatwa dan melakukan pelbagai urusan lain, terutama bersangkut-paut dengan urusan keduniaan.
Imam Malik pernah berkata sebaik tiba Ramadan: "Ini adalah bulan al-Quran".
Demikian besarnya penghormatan yang diberikan seorang aulia' (pewaris nabi) terhadap Ramadan dan al-Quran. Ia seolah-olah tersimpul dalam ikatan sungguh kuat hingga dia sanggup menghentikan segala urusan lain.
Dalam beberapa riwayat ada dicatatkan bahawa kalangan alim ulama membaca al-Quran dengan penuh tartil (teliti) dan kerap kali pula mereka menangis ketika membaca ayat al-Quran yang mengandungi pelbagai petunjuk serta bimbingan.
Dalil al-Quran diturunkan pada Ramadan ialah firman Allah yang bermaksud: "Beberapa hari yang ditentukan itu ialah bulan Ramadan, bulan yang dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan yang membezakan (antara yang hak dan yang batil)". (Surah al-Baqarah, ayat 185).
Sesungguhnya, 17 Ramadan adalah hari besar Islam kerana pada hari itu kira-kira 14 abad lalu, kitab suci al-Quran diturunkan.
Peristiwa itu berlaku ketika Nabi Muhammad bersunyi diri di Gua Hira', Jabal Nur, kira-kira enam kilometer dari kota Makkah, ketika berusia 40 tahun.
Menurut riwayat Ibnu Ishak daripada Wahab bin Kaisan daripada Ubaid bin Umair bin Qatadah al-Laitsi, bersunyi di Gua Hira' itu biasa dilakukan Baginda sebulan sekali dalam setahun dengan maksud mengabdikan diri kepada Allah.
Ketika itulah, Jibril datang memeluk dan merangkul Baginda dengan kuat serta berkata: Iqra, yang bermaksud bacalah.
Rasulullah menjawab: "Maa ana bi qaari." (Saya tidak dapat membaca).
Pertanyaan itu terus diajukan dan apabila masuk kali ketiga, Jibril melepaskan Baginda dan berkata: "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia daripada segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang hendak diketahuinya". Itulah wahyu pertama iaitu ayat 1 hingga 5, Surah al-Alaq. Selepas itu, Jibril berlalu dan sepeninggalan itu, Baginda kembali ke tempat kediamannya dengan tubuh menggigil dan meminta isterinya, Siti Khadijah menyelimutkan Baginda. Kemudian, Baginda menerangkan kepada Siti Khadijah apa yang berlaku dan dengan besar hati isterinya berkata: "Demi Allah, Tuhan tidak akan menghinamu selama-lamanya. Sesungguhnya kamu adalah orang yang menghubungkan silaturahim.
"Benar dalam perbicaraan, memikul beban yang berat, membantu orang yang susah, menghormati tamu dan penegak kebenaran." Khadijah membawa Baginda kepada Waraqah bin Naufal, anak saudara Khadijah, seorang penganut agama Nasrani dan ahli Injil.
Waraqah yang berusia lanjut, matanya buta dan pernah menulis Injil dalam bahasa Nasrani.
Selepas menceritakan kejadian itu, Waraqah berkata: "Ada pun yang datang kepadamu itu adalah yang pernah datang kepada Nabi Musa iaitu Jibril.
"Jika umurku panjang, nescaya akan kubantu perjuanganmu kerana kamu akan mendapat tentangan daripada kaummu." Kemudian malaikat datang lagi dan memberitahu Rasulullah bahawa Baginda adalah Rasul Allah.
Selepas itu, turunlah ayat permulaan surah Nun iaitu Nuun, wai qalami wa maa yashuruun, kemudian surah al-Muzzammil, al-Muddatstsir dan diikuti dengan ayat lain.
Wahyu yang terakhir turun adalah ayat tiga surah al-Maidah yang bermaksud: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agama kamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Kuredai Islam itu menjadi agama bagimu." Ayat itu turun ketika Nabi mengerjakan wukuf di Arafah pada Jumaat, 9 Zulhijjah tahun 9 Hijrah dalam rangka mengerjakan ibadah haji Wada.
Kata an-Naisaburi dalam tafsirnya, Rasulullah membacakan ayat itu di depan seorang Yahudi, lantas orang Yahudi itu menyatakan: "Jika ayat berkenaan turun kepada kami, nescaya hari itu kami jadikan hari raya." Tempoh wahyu diturunkan adalah 22 tahun 2 bulan dan 22 hari dikira bermula 17 Ramadan hingga usia Rasulullah menjelang 63 tahun. Selepas 81 hari turunnya wahyu terakhir itu, Rasulullah wafat.
Oleh itu, marilah kita menghidupkan Ramadan ini dengan amalan tadarus al-Quran sejajar dengan kedudukan dan ketinggian mukjizat kalamullah itu dalam Islam.
Amalan tadarus bukan saja dapat meningkatkan kefahaman kita terhadap makna ayat suci, malah memperbetulkan kesilapan bacaan terutama dari segi tajwid dan makhrajnya.
KREDIT...Shaikh Mishary Alafasy
Tiada ulasan:
Catat Ulasan