Sabtu, 21 Ogos 2010

TAKWA

Ciri-ciri orang taqwa menurut Al Qur'an

I. Surat al baqarah 2 - 5 :Al Kitab ini (Al Quran) adalah petunjuk buat orang yang bertaqwa, dengan ciri sebagai berikut:

1. Beriman pada yang ghaib

2. Mendirikan salat

3. Menafkahkan sebagaian rezeki yang ALlah kurniakan kepadanya

4. Beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad saw) dan sebelum mu.

5. Yakin kepada hari akhirat

Setiap manusia tak kira agama apapun memungkinkan untuk menjadi insan yang taqwa, Mendirikan salat misalnya, Dalam bahasa melayu "salat" disebutnya juga sembahyang.Setiap agama mengajarkan sembahyang, Hanya cara, metoda, waktu dan tempat yang berbeda-beda.

II. Surat Al baqarah 177, Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa dengan ciri-ciri sbb :

1. Beriman kepada Allah(Tuhan YME),hari akhirat,malaikat-malaikat,kitab-kitab,nabi-nabi

2. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat,anak-anak yatim,orang-orang miskin,musafir (orang dalam perjalanan),orang yang meminta-minta.

3. Membebaskan perbudakan

4. Mendirikan salat

5. Menunaikan zakat

6. Memenuhi janji bila berjanji

7. Bersabar dalam dalam kesengsaraan,penderitaan dan dalam waktu peperangan.

III. Surat Aali 'Imraan 133 - 135, "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhan mu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa, yaitu :

1. Orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada waktu lapang maupun sempit

2. Orang-orang yang menahan amarahnya

3. Orang-orang yang memaafkan kesalahan orang lain

4. Dan (juga) orang-orang yang apabila berbuat keji atau zalim terhadap dirinya, mereka ingat kepada ALlah dan memohon ampun atas dosa-dosanya.

5.Dan Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu.

Demikianlah salah satu contoh dari sebagian ayat-ayat al qur'an yang menjelaskan ciri-ciri orang yang bertaqwa.



TANDA-TANDA TAQWA

Allah SWT berfirman dalam Surat Ali’Imran Ayat 133:

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu (Allah SWT) dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang taqwa (muttaqin).
Selanjutnya Allah SWT menguraikan tanda-tanda orang yang taqwa, dalam Surat Ali’Imran Ayat 134:

(yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Marilah terlebih dahulu kita coba memahami apakah itu Taqwa. Taqwa memiliki tiga tingkatan. Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa. Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi. Yang terakhir, orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi lagi.
Allah SWT menjelaskan dalam Surat Ali’Imran Ayat 102:

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim (beragama Islam)
Allah SWT telah menjabarkan berbagai ciri-ciri orang yang benar-benar taqwa. Mereka menafkahkan rizkinya di jalan Allah SWT dalam keadaan lapang maupun sempit. Dengan kata lain, jika mereka memiliki uang seribu dollar diinfaqkannya paling tidak satu dollar, dan jika hanya memiliki seribu sen mereka infaqkan satu sen. Menafkahkan rizki di jalan Allah SWT adalah jalan-hidup mereka. Allah SWT (atas kehendakNya) menjauhkan mereka dari kesulitan (bala’) kehidupan lantaran kebajikan yang mereka perbuat ini. Lebih dari itu, seseorang yang suka menolong orang lain tidak akan mengambil atau memakan harta orang lain, malahan ia lebih suka berbuat kebaikan bagi sesamanya. ‘Aisyah RA sekali waktu pernah menginfaqkan sebutir anggur karena pada waktu itu ia tidak memiliki apa-apa lagi. Beberapa muhsinin (orang yang selalu berbuat baik) menginfaqkan sebutir bawang. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“ Selamatkanlah dirimu dari api nereka dengan berinfaq, meskipun hanya dengan sebutir kurma. (Bukhari & Muslim)
Didalam “Tafsir Kabir” Imam Razi diceritakan bahwa suatu kali Nabi Muhammad SAW mengajak umatnya untuk berinfaq. Beberapa dari mereka memberikan emas dan perak. Seseorang datang hanya menyerahkan kulit kurma, “Saya tak memiliki selain ini.” Seorang lain lagi mengatakan kepada Nabi Muhammad SAW, “Saya tak punya apapun untuk diinfaqkan. Saya infaqkan harga-diri saya. Jika ada seseorang menganiaya atau mencaci-maki saya, saya tidak akan marah.” Demikianlah, kita dapat mengambil pelajaran bahkan orang miskin pun terbiasa memberikan apapun yang dia miliki untuk menolong orang lain di masa hidup Rasulullah SAW.

Ayat diatas tidak menjelaskan apa yang harus diinfaqkan. Berinfaq tidak hanya berarti sebagian dari hartanya tetapi juga waktu dan keahlian. Ada kebijaksanaan yang besar dalam penjabaran mengenai mukmin yang shaleh yang berinfaq dikala lapang maupun sempit. Kebanyakan orang melupakan Allah SWT ketika berada dalam keadaan sangat lapang. Mereka juga lupa kepada Allah SWT dikala sempit karena terlalu larut dalam kesedihan menanggung kesempitannya.
Seorang penyair berbahasa urdu berujar, “Jangan menganggap seseorang itu terpelajar bilamana ia melupakan Allah SWT diwaktu ia kaya, tidak takut kepada Allah SWT ketika ia sedang marah.”

Allah SWT menyatakan bahwa tanda ketaqwaan mukmin yang ke-dua ialah mereka dapat mengendalikan amarah. Tanda ke-tiga, selain mengendalikan amarah mereka juga memaafkan kesalahan orang lain dengan sepenuh hati. Terakhir (ke-empat), yang tidak kalah pentingnya, mereka bersikap baik terhadap sesama manusia. Ketika Imam Baihaqi RA menjelaskan ayat ini, ia mengisahkan sebuah peristiwa. Dikatakannya, “Suatu ketika Ali bin Hussain RA sedang berwudhu dan pelayannya yang menuangkan air ke tangannya menggunakan bejana. Bejana terlepas dari pegangan pelayan itu dan jatuh mengenai Ali. Sang pelayan menangkap kekecewaan di wajah Ali. Dengan cerdiknya sang pelayan membaca ayat diatas kata demi kata. Ketika sampai pada kalimat ‘orang yang taqwa mengendalikan amarahnya’ Ali RA menelan amarahnya. Ketika sampai pada ‘mereka memaafkan orang lain’ Ali RA berkata, “Aku memaafkanmu” Dan ketika dibacakan bahwa Allah SWT mencintai mereka yang bersikap baik kepada orang yang melakukan kesalahan, Ali memerdekakannya.

Memaafkan orang lain akan mendapatkan pahala yang besar di Hari Pembalasan. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Allah SWT akan memberikan pengumuman di Hari Pembalasan, barang siapa yang memiliki hak atas Allah SWT agar berdiri sekarang. Pada saat itu berdirilah orang-orang yang memaafkan orang-orang kejam yang menganiaya mereka. Nabi Muhammad SAW juga bersabda, “Barang siapa berharap mendapatkan istana yang megah di surga dan berada di tingkatan yang tinggi dari surga, hendaknya mereka mengerjakan hal berikut ini:

• Memaafkan orang-orang yang berbuat aniaya kepada mereka.
• Memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberi hadiah kepada mereka.
• Jangan menghindari pertemuan dengan orang-orang yang dengan sengaja memutuskan hubungan dengan mereka.

Dalam kesempatan ini tidaklah salah tempat untuk mengingatkan anda bahwa sesama Muslim hendaknya saling memberi hadiah sesering mungkin sesuka mereka. Hal ini hendaklah menjadi kebiasaan, dan janganlah membatasi di hari-hari spesial sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang tidak beriman pada perayaan Natal dan Pernyataan Syukur (thanksgiving).
Allah SWT memberi petunjuk dengan sangat indah bagaimana hendaknya kita berperilaku terhadap musuh-musuh kita yang paling jahat dalam Surat Fushshilat Ayat 34:

Tidaklah sama perbuatan baik dengan perbuatan jahat. Jika kamu membalas perbuatan jahat dengan kebaikan, maka musuh-musuhmu yang paling keras akan menjadi teman karib dan sejawatmu.
Suatu ketika, seseorang berbuat kasar dan mencaci-maki Imam Abu Hanifah. Beliau tidak membalas dengan sepatah-katapun padanya. Ia pulang ke rumah dan mengumpulkan beberapa hadiah, lalu pergi mengunjungi orang tersebut. Imam Abu Hanifah memberikan hadiah-hadiah itu kepadanya dan berterimakasih atas perlakuan orang itu kepadanya seraya berkata: “Kamu telah berbuat untukku hal yang sangat aku sukai, yaitu memindahkan catatan perbuatan baikmu menjadi catatan perbuatan baikku dengan cara berlaku kasar seperti tadi kepadaku.”
Lebih lanjut Allah SWT berfirman didalam Surat Ali’Imran Ayat 135 dan 136, menambahkan tanda-tanda ketaqwaan orang-orang beriman.

Ketika mereka (orang-orang beriman) itu terlanjur berbuat jahat atau aniaya, mereka ingat kepada Allah dan memohon ampun atas dosa-dosa mereka, dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa-dosa kecuali Allah. Dan mereka tidak tetap berbuat aniaya ketika mereka mengetahui.
Untuk mereka balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka, dan surga yang mengalir sungai-sungai, sedangkan mereka kekal didalamnya. Itulah sebaik-baik pahala atas amal-perbuatan mereka.
Perhatikanlah bahwa dalam ayat ini ampunan Allah SWT mendahului balasan masuk surga. Maka, dari ayat ini jelaslah bahwa untuk masuk surga haruslah melalui ampunan dan kasih-sayang Allah SWT dan bukan tergantung pada amal-perbuatan kita saja. Perlu juga kita garis- bawahi, Allah SWT berfirman bahwa bobot surga itu jauh lebih berharga dari gabungan bumi dan seluruh langit. Hal ini bisa memberikan pengertian lain dari ayat ini. Jika lebar surga sama dengan lebar langit dan bumi, bagaimanakah dengan panjangnya, sedangkan ukuran panjang selalu lebih besar daripada lebar. Singkat kata, ayat ini memberikan pernyataan bahwa surga itu telah dipersiapkan bagi orang-orang beriman yang telah mencapai tingkat taqwa. Menurut beberapa ulama muslim yang termasyhur, surga itu berada diatas langit ke-tujuh dan jiwa para syuhada telah menikmati surga sebagai hasil dari perjuangan mereka.
Saya berdo’a kepada Allah SWT, semoga Dia menjadikan kita mukmin yang bertaqwa dan menerapkan keimanan kita. Amiin



CIRI-CIRI TAQWA :




1. Ingat dua perkara
2. Lupa dua perkara
3. Menyukai apa yang Allah suka
4. Membenci apa yang Allah benci


1.Ingat Dua Perkara

Pertama:

Kebaikan, jasa dan budi orang kepada kita perlu diingat selalu dan sekiranya berpeluang, maka eloklah disebut-sebut dan dibalas walaupun balasan itu tidak setimpal

Lebih-lebih lagilah kita perlu ingat dan mensyukuri segala nikmat dan limpah kurnia Allah SWT kepada kita yang tidak terhingga banyaknya.

Firman Allah SWT:

”Waamma bini’matihi rabbika fahaddith’.

Maksudnya:

”Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (sebagai tanda bersyukur).” (Adh Dhuha:11)

Ini supaya kita terasa terhutang budi dan berterima kasih kepada orang yang berbuat baik dan berjasa kepada kita.

Tentulah terhadap Allah, lebih-lebih lagi patut kita rasakan sedemikian. Memang patut kita taat dan bersyukur kepada Allah, dengan membuat amal kebajikan biarpun segala amalan itu tidak mungkin setimpal dengan kurniaan Allah.

Kedua:

Kesalahan kita kepada orang lain hendaklah sentiasa kita ingat dan kita minta maaf daripadanya. Ingat selalu tentang kesalahan diri agar kesalahan itu tidak diulangi. Rasa bersalah itu penting kerana rasa itulah yang mendorong kita meminta maaf.

Itu terhadap kesalahan kita terhadap sesama manusia. Lebih-lebih lagilah kita perlu ingat dosa-dosa dan kederhakaan kita kepada Allah. Kita iringi ingatan kepada dosa-dosa itu dengan bertaubat. Kekalkan rasa berdosa itu supaya kita terhindar dari terbuat dosa-dosa yang lain dan hati kita sentiasa takut dan berharap agar Allah ampunkan dosa kita.

2. Lupa Dua Perkara

Pertama:

Lupakan segala budi, jasa dan kebaikan kita kepada orang.Jangan diungkit-ungkit dan dikenang-kenang.

Kembalikan segala kebaikan yang kita buat itu kepada Allah. Rasakan seolah-olah kita tidak pernah berbuat baik kepada orang. Lebih-lebih lagi, kita kena lupakan segala amal ibadah yang telah kita buat kepada Allah. Jangan diungkit-ungkit atau dikenang-kenang.

Rasakan seolah-olah kita tidak beramal. Dengan itu moga-moga hati kita tidak dilintasi oleh rasa ujub, sum’ah atau riyak atau rasa diri baik dan mulia.

Kedua:

Lupakan kejahatan orang terhadap diri kita. Anggaplah seolah-olah tidak ada siapa yang bersalah dengan kita supaya tidak tercetus rasa marah atau dendam terhadap orang.

Lebih-lebih lagi hendaklah kita lupakan segala kesusahan dan ujian, musibah atau mala petaka yang Allah timpakan kepada kita seperti sakit, kematian, kerugian, kemalangan dan kegagalan.

Atau banjir, kemarau, ribut taufan, tsunami, wabak penyakit, kemeseletan ekonomi dan sebagainya. Supaya tidak tercetus perasaan tidak sabar dan tidak redha dengan ketentuan Allah.

3.Menyukai Apa Yang Allah Suka

Yakni kesukaan kita hendaklah selari dengan kesukaan Allah. Kita buat apa sahaja perbuatan dan amalan menurut apa yang disukai Allah. Ini mudah kalau apa sahaja yang Allah suka, kita pun suka.

Bukan soal sesuatu amalan itu kecil atau besar, fardhu, wajib atau sunat tetapi asalkan Allah suka, kita pun suka dan kita pun membuatnya.

Itu manifestasi dari cinta kita yang mendalam kepada Allah. Seseorang itu akan menyukai apa sahaja yang disukai oleh orang yang dicintainya.

Soal amalan fardhu, wajib atau sunat sudah tidak jadi pertimbangan. Semua amalan yang Allah suka akan kita buat. Ia bukan juga soal mendapat pahala atau fadhilat. Ia lebih kepada hasrat untuk menyatakan dan membuktikan cinta dan kehambaan kita kepada Tuhan.

4.Membenci Apa Yang Allah Benci

Yakni kebencian kita hendaklah selari dengan kebencian Allah. Kita tinggalkan apa sahaja perbuatan dan amalan menurut apa yang dibenci oleh Allah. Ini mudah kalau apa yang Allah benci, kita pun benci. Nafsu pasti mendorong untuk berbuat apa yang Allah benci kerana nafsu itu suka kepada apa yang Allah benci dan benci kepada apa yang Allah suka.

Tetapi fitrah tetap kuat dan teguh. Fitrah yang suci murni itu, wataknya berlawanan dengan watak nafsu. Ia suka kepada apa yang Allah suka dan benci kepada apa yang Allah SWT benci. Nafsu tidak dapat mengalahkannya kerana rasa bertuhan dan rasa kehambaannya yang mendalam.



Akhlak Islamiyah


Ust Dr Abdullah Yasin

BEBERAPA AKHLAK DALAM SUNAH NABI SALLALLAHU ALAYHI WASALAM
1. Larangan marah atau murka:
عن أبى هريرة رضى الله عنه أنّ رجلاً قل للنّبيّ صلى الله عليه وسلّم: أو صنى، قال: لا تغضب، فردّد مراراً، قال: لا تغضب (رواه البخارى)
Daripada Abi Hurairah (ra); Sesungguhnya seorang lelaki berkata kepada Nabi (sallallahu alayhi wasalam): Berilah wasiat kepadaku! Baginda (sallallahu alayhi wasalam) bersabda: Jangan marah! Lelaki tersebut mengulangi permintaannya itu berkali-kali, lalu baginda (sallallahu alayhi wasalam) berkata lagi: Jangan Marah!
(HR Bukhari)
2. Larangan mempunyai akhlak orang munafik:
آيـة المنافق ثلاثٌ: إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا ائتمن خان
Tanda orang munafik ada tiga: Jika bercakap ia dusta, jika berjanji ia mungkir, dan jika diberi amanah ia khianat (HR Bukhari)
3. Sifat lemah lembut:
عن عائشة رضى الله عنها أنَّ النَّبيِّ صلّى الله عليه وسلم قال: إنَّ الله رفيقٌ يحب الرِّفق، ويعطى الرِّفق ما لا يعطى، أو ما لا يعطى على ما سواه
Daripada Aisyah (ra) bahawa Nabi (sallallahu alayhi wasalam) bersabda: Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan Dia suka kepada kelembutan. Dia memberi kepada kelembutan apa yang Dia tidak berikan kepada kekasaran, atau apa yang Dia ridak berikan kepada selainnya.
(HR Muslim)
4. Meninggalkan perkara yang tidak berguna:
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه
Daripada Abi Hurairah (ra) katanya: Telah bersabda Rasulullah (sallallahu alayhi wasalam): Di antara kebagusan keislaman seseorang ialah dia meninggalkan perkara yang sia-sia bagi dirinya.
(HR Tarmizi – katanya Hadis Hasan)
5. Mengikuti kebenaran sentiasa, bukan kejahatan:
لا يكن أحدكم إمعة، يقول: أنا مغ النّاس، إن أحسن النّاس أحسنت وإن أساؤو أسأت، ولكن وطنوا أنفسكم إن أحسن النّاس أن تحسنوا، وإن أساؤوا أن تجتنبوا إساءتهم
Janganlah salah seorang kamu jadi Im’ah, iaitu orang yang berkata: Saya bersama orang ramai, jika orang ramai baik maka saya pun baik, jika mereka jahat maka saya pun jahat, tetapi tetapkanlah pendirianmu! Jika orang ramai baik hendaklah kamu baik, jika mereka jahat hendaklah kamu hindarkan kejahatan mereka.
(Hadis Riwayat Tarmizi)
KEDUA: AKHLAK DALAM ISLAM BERSIFAT SYUMUL ATAU MENYELURUH:
Di antara ciri-ciri undang-undang akhlak di dalam Islam ialah menyeluruh (syumul) yakni skop pembahasan akhlak Islam sangat luas mencakupi semua perbuatan manusia, apakah yang bersangkutan dengan dirinya atau yang berkaitan dengan orang lain, apakah pihak yang lain itu bersifat individu atau kelompok ataupun negara.
KETIGA: AKHLAK DIWAJIBKAN PADA TUJUAN DAN JALAN (CARA):
Islam bukan saja memandang kepada baik dan mulianya sesuatu tujuan tetapi jalan atau cara untuk mencapai tujuan tersebut juga mestilah baik dan mulia. Oleh sebab itu Islam tidak memperakui kaedah “Tujuan Menghalalkan Cara”. Kaedah ini adalah kaedah orang kafir yang masuk ke dalam cara berfikir sesetengah umat Islam.
Allah berfirman:
وَإِنِ اسْتَنصَرُوكُمْ فِي الدِّينِ فَعَلَيْكُمُ النَّصْرُ إِلاَّ عَلَى قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَاقٌ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka wajib kamu memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
[al-Anfaal 8:72]
Ayat di atas mewajibkan ke atas orang Islam agar menolong saudara-saudara mereka yang dizalimi sebagai memenuhi hak persaudaraan sesama muslim. Tetapi andaikan pertolongan yang kita berikan kepada saudara sesama Islam boleh mengakibatkan pemungkiran janji yang telah dibuat dengan orang-orang kafir yang zalim itu, maka kita dilarang memberi pertolongan terhadap orang Islam tersebut kerana jalan atau cara (wasilah) yang kita ambil itu termasuk khianat dan mungkir janji. Sedangkan Islam mengutuk orang-orang khianat dan mungkir dan mungkir janji.
KEEMPAT: HUBUNGAN AKHLAK DENGAN IMAN DAN TAKWA:
Akhlak dalam berkaitan rapat dengan iman dan takwa. Ini sebagaimana firman Allah:
فَأَتِمُّواْ إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
…maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.
[al-Taubah 9:4]
Ayat di atas menunjukkan bahawa memenuhi janji termasuk ke dalam salah satu ciri-ciri takwa kepada Allah dan sifat yang disukai oleh Allah SWT. Sedangkan iman pula akan mendorong seseorang untuk melakukan apa yang disukai oleh Allah.
Rasulullah (sallallahu alayhi wasalam) bersabda:
لا إيمان لمن لا أمـانة له، ولا دين لمن لا عهد له
Tiada iman bagi orang yang tiada amanah, dan tiada agama bagi orang yang tiada memenuhi janji [HR Ahmad Bin Hanbal]
Hadis di atas menunjukkan bahawa iman mestilah melahirkan akhlak yang mulia. Dan kemuncak akhlak mulia ialah amanah dan menepati janji. Oleh itu siapa yang tidak amanah dan tidak pula menepati janjinya, maka itu bermakna ia bukan orang yang memiliki iman sebagaimana yang dituntut oleh agama, dan tidak pula ia orang yang bertakwa.
Rasulullah (sallallahu alayhi wasalam) juga bersabda:
والله لا يؤمن، والله لا يؤمن، والله لا يؤمن، قيل: من يا رسول الله؟ قال: الّذى لا يأمن جاره بوائقه
Demi Allah tiada beriman, demi Allah tiada beriman, demi Allah tiada beriman. Baginda ditanya: Siapa (yang tuan maksudkan) ya Rasulullah? Baginda menjawab: Orang yang tiada aman jirannya daripada perbuatan jahatnya.
(HR Bukhari dan Muslim)
Hadis ini pula menjelaskan bahawa akhlak yang buruk dapat menafikan atau merosakkan iman seseorang, kerana iman tidak mungkin boelh berhimpun bersama-sama dengan akhlak yang buruk pada masa yang sama.
KELIMA: AKHLAK BERKAITAN RAPAT DENGAN PEMBALASAN (AL-JAZAA’):
Di antara ciri-ciri khas akhlak dalam Islam ialah pembalasan, kerana akhlak dalam Islam kadangkala datangnya dalam bentuk suruhan dan kadangkala dalam bentuk larangan. Oleh itu, jika suruhan agama diabaikan ataupun larangannya dilanggar, maka ia boleh menyebabkan hukuman. Demikian juga sebaliknya, jika perintah agama dilaksanakan atau larangan agama dijauhi, maka ia juga layak mendapat ganjaran pahala daripada Allah SWT.
ADAKAH AKHLAK ITU SESUATU YANG BOLEH DIUSAHAKAN?
Sudah dijelaskan terdahulu tentang kedudukan akhlak di dalam Islam dan kesannya pada amalan yang boleh membawa kepada ganjaran dan hukuman. Sekarang timbul pertanyaan: Adakah akhlak itu sesuatu yang mungkin boleh diusahakan sehingga kita memiliki akhlak yang baik dan menjauhi akhlak yang buruk? Ataukah akhlak itu suatu sifat atau tabiat semulajadi yang tidak mungkin dirubah sebagaimana sifat jasmani seperti tinggi, rendah dan warna kulit?
Jawapannya dapatlah disimpulkan seperti berikut:
Akhlak secara umum adalah sesuatu yang boleh diusahakan. Sebagaimana mungkin kita usahakan agar memiliki akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak yang buruk, ataupun sebaliknya. Hujjahnya ialah: Agama (Syara’) menyuruh kita agar berakhlak mulia dan melarang kita berakhlak jahat. Sekiranya perkara tersebut sesuatu yang tidak mungkin dilakukan manusia sudah pasti suruhan dan larangan itu tidak akan wujud. Dan agama tidak mungkin membuat ketetapan yang mustahil. Dalam Ilmu Usul terdapat kaedah:
لا تكليف إلاَّ بمقدور أو لا تكليف بمستحيلٍ
Tiada bebanan kecuali pada batas kemampuan, atau tiada bebanan pada perkara yang mustahil.
Jadi atas dasar itu, maka setiap insan mempunyai kemampuan untuk menghias dirinya dengan akhlak yang mulia dan menjauhkan dirinya daripada akhlak yang jahat. Sebagaimana insan juga mampu melakukan perkara yang sebaliknya iaitu menghias dirinya dengan akhlak yang buruk dan menjauhkan dirinya dari akhlak yang mulia. Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا (10)
Dan jiwa serta penyermpurnaannya (ciptaan) (7) maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (8) sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu (9) dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (10)
[al-Syams 91:7-10]

Di dalam ayat ini Allah SWT menjelaskan bahawa setiap manusia telah diberi oleh Allah dua jalan iaitu jalan kefasikan dan jalan ketakwaan. Lalu selanjutnya Allah menerangkan bahawa akan beruntunglah siapa di antara mereka yang mensucikan jiwanya atau dirinya, dan sebaliknya akan merugilah di antara mereka yang mengotorinya. Cara mensucikan diri atau jiwa menurut pandangan Islam ialah bertaubat dan banyak mengingati Allah serta banyak melakukan amal soleh. Adapun mengotori jiwa pula ialah dengan melakukan dosa atau maksiat.



Keimanan dan ketakwaan kepada Ilahi

Keimanan dan ketakwaan kepada Illahi merupakan prinsip pertama gagasan Islam Hadhari. Ini menunjukkan iman dan
takwa menjadi tunjang dan tulang belakang dalam membentuk tamadun ummah di akhir zaman ini. Ini kerana ketakwaan
adalah kekuatan dalaman yang hebat. Tetapi persoalannya apakah difinisi tepat untuk makna takwa? Sahabat Omar al-
Khattab pernah bertanya maksud takwa kepada sahabat Ubai bin Kaab. Ubai berkata, "Pemahkah kamu berjalan di
sebatang jalan yang dipenuhi onak dan duri?" Jawab Omar, "Ya, pemah." Ubai bertanya lagi, "Apa yang kamu lakukan
ketika itu?" Omar berkata, "Aku berhati-hati dan bersungguh-sungguh." Berkata Ubai, "Itulah takwa." Dari?pada jawapan
Ubai bin Kaab, takwa bermaksud berhati-hati dalam hidup supaya tidak melakukan perkara yang haram serta
bersungguh-sungguh melaksanakan setiap amal ibadah yang dituntut. Tidak semua orang yang beriman bertakwa
kepada Allah. Justeru, dalam surah Ali Imran ayat 102 hingga 103, Allah mengarahkan orang yang beriman bertakwa
melalui firmannya yang bermaksud, "Wahai mereka yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenarbenar
takwa dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. Berpegang teguhlah kamu pada tali
Allah dan janganlah kamu berpecah-belah. Ini bermakna sebenar-benar taqwa ialah umat yang bersatu-padu dan
berganding bahu pada agama Allah dan tidak bercakaran sesama sendiri dengan menggunakan platform agama
sebagai topeng kebenaran. Antara ciri-ciri takwa adalah seperti yang difirmankan Allah dalam surah al-Baqarah ayat 3
hingga 5 yang bermaksud, . ?Mereka beriman dengan yang ghaib, mendirikan solat serta menafkahkan sebahagian
rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka beriman kepada kitab (Quran) yang diturunkan kepadamu
dan kitab-kitab yang diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya kehidupan di akhirat. Merekalah orang
yang mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung." Berhubung dengan ayat ini,
Said Hawa di dalam al-Asas fit Tafsir berkata, "(Berpandukan ayat-ayat ini) takwa mempunyai tiang-tiang asas serta
bangunannya. Tiang-tiang asas itu adalah iman, solat serta menafkahkan harta dan bangunannya adalah kepatuhan
berpaksikan Kitab Allah. Kesemua ini adalah tuntutan takwa. Ramai orang tersilap apabila mereka menganggap
golongan yang meminggirkan Al-quran sebagai golongan yang bertakwa. Sebahagian yang lain pula tersilap apabila
mereka mengkategorikan golongan yang beriman tetapi mengabaikan solat dan nafkah sebagai golongan yang
bertakwa." Apabila diamati ayat 3 hingga 5 daripada surah Al-Baqarah, kita mendapati ciri takwa yang terpenting adalah
beriman kepada perkara ghaib. Sahabat Abdullah bin Masud berkata, "Tidak beriman seseorang dengan sesuatu yang
lebih afdal daripada beriman kepada perkara yang ghaib." Imam Abu Aliyah mentafsirkan perkara yang ghaib sebagai
beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab Allah, rasul-rasulnya, hari akhirat, syurga, neraka, kebangkitan selepas
mati serta per?temuan dengan Allah. Imam Zaid bin Aslam mentafsirkannya sebagai beriman kepada qadar. Hal ini
disebutkan di dalam Tafsir al-Quran ai-Azim oleh Ibn Kathir. Percaya kepada alam ghaib menjadikan umat Islam umat
luar biasa kecekalan serta kehebatannya. Kepercayaan ini men?jadikan umat Islam mampu mengharungi penderitaan
semasa diboikot ekonomi selama tiga tahun di Mekah. Ia juga menjadikan mereka sanggup meninggalkan harta benda
di Mekah bagi merentasi padang pasir berhijrah menuju ke Madinah. Ia menjadikan mereka berani menghadapi musuh
walaupun jumlah musuh lebih ramai daripada jumlah mereka. Sebagai contoh, di Badar tentera Islam hanya berjumlah
313 orang berbanding dengan tentera Qp.raisy 1,000 orang. Di perang Khandak, tentera Islam berjumlah 3,000 orang
berbanding dengan tentera Ahzab 10,000 orang. Di Yarmuk, tentera Islam berjumlah 39,000 orang berbanding dengan
tentera Rom 240,000 orang. Di Qadisiyah pula, jumlah tentera Islam adalah 41,000 orang berbanding dengan tentera
Parsi 200,000 orang. Berbekalkan keyakinan kepada Allah, tentera-tentera Islam berjaya mengalahkan musuh-musuh
mereka dalam semua peperangan ini. Kepercayaan ini juga menjadikan khalifah Omar bin Khattab sering menyoal
mereka yang datang menemuinya dari wilayah-wilayah Islam yang jauh berkenaan dengan keadaan golongan orang
bukan Islam kerana tidak mahu umat Islam menzalimi mereka. Ia menyebabkan seorang wanita, pada zaman khalifah
Omar, tidak mahu mencampurkan susu binatang yang dijualnya dengan air walaupun dengan cara itu dia akan
mendapat keuntungan yang lebih. Dia sekadar berkata, "Jika Khalifah Omar tidak nampak perbuatanku, Allah melihat
segala perbuatanku." Begitu besarnya pengaruh kepercayaan kepada Allah dan alam ghaib pada kehidupan umat Islam.
Ia melahirkan amal soleh ,serta sikap positif dalam hidup. Tambahan daripada itu, kepercayaan ini mampu
menghilangkan perasaan kecewa dan putus asa semasa diuji. Hal ini kerana umat Islam yakin, di tengah tengah
ketidakadilan dan kekejaman dunia hari ini wujud keadilan dan pertolongan Ilahi. Oleh itu, kita perlu percaya untuk
menegakkan konsep Islam Hadhari kita akan berdepan dengan sejuta mehnah dan tribulasi, maka ingatlah akan
pertolongan Allah dan para Malaikat akan membantu hambanya yang menegakkan dusturNya. Selain itu, takwa juga
menjamin kejayaan dan kecemerlangan umat Islam. Dalam surah al-Talaq ayat 2 hingga 3 Allah menjelaskan, "Barang
siapa yang bertakwa kepada Allah, Dia akan adakan baginya jalan keluar dan (Allah) akan mengurniakan rezeki dari
arah yang tidak disangka-sangka kepadanya." Imam Ahmad meriwayatkan daripada Abu Zar, "Nabi telah membaca ayat
ini kepadaku (Abu Zar), kemudian beliau bersabda, 'Wahai Abu Zar jika manusia berpegang teguh dengan ayat ini ia
sudah mencukupi bagi mereka'." Ayat ini yang dianggap oleh sahabat Abdullah bin Masud ,sebagai 'formula
penyelesaian masalah yang teragung dalam al-quran? menunjukkan mereka yang bertakwa diilhamkan Allah dengan
petunjuk dan petunjuk ini memampukan mereka menyelesaikan masalah yang dihadapi. Lebih daripada itu, takwa juga
memurahkan rezeki di dunia. Justeru, tidak benar apabila ada orang berpendapat Islam hanya memfokuskan
kepentingan akhirat dan tidak mementingkan urusan dunia. Sebenamya, Islam mementingkan kedua-duanya cuma
Islam mahu kedua? duanya dicapai atas landasan takwa. Mengikut Ibn Abi Hatim, ayat ini diturunkan berkaitan dengan
insiden Auf bin Malik ditawan musuh. Ayahnya, Malik al-Asyja'ii, meminta nasihat nabi berhubung dengan perkara ini
dan nabi menyuruh Malik memperbanyakkan zikir dengan kalimat lahaula wala quwwata ilia billah. Tidak berapa lama
selepas itu Auf dapat melepaskan diri dan beliau terus kembali dengan membawa unta-unta musuh bersama-samanya.
Bapanya bersyukur dengan apa yang berlaku dan berita ini terus disampaikan kepada nabi. Nabi juga turut bersyukur
dan mengizinkan unta-unta itu dimanfaatkan. Kisah ini menunjuk?kan takwa berkait rapat dengan pertolongan Allah dan rezeki yang murah. Penonjolan serta manifestasi ayat ini adalah jelas. Antaranya, pada zaman khalifah Umar bin Abdul
Aziz. Beliau terkenal sebagai pemimpin yang bertakwa lagi adil. Pemerintahannya memakan masa 30 bulan. Dalam
masa itu, kemiskinan berjaya dibanteras dan rakyat pada masa itu hidup dalam kemewahan. Berhubung dengan ini,
Yahya bin Said meriwayatkan, "Khalifah Umar Abdul Aziz mengutus aku untuk mengutip zakat di Afrika. Aku pun
melaksanakan tugas ini dan kemudiannya aku pun mencari golongan fakir miskin untuk diberikan zakat. Namun
golongan ini tidak aku temui. Sesungguhnya khalifah Omar Abdul Aziz telah menjadikan kami manusia yang kaya raya."
Memang benar, takwa menjamin kecemerlangan umat. Hal ini diperkukuhkan lagi dengan pemyataan Allah dalam surah
al-Anfal ayat 29 yang bermaksud, "Wahai mereka yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah Dia akan
memberi?kan kepadamu furqan dan menghapuskan segala kesalahanmu serta mengampuni dosa-dosamu." Sahabat
Abdullah bin Abbas, Imam Mujahid, Ikrimah, Dahhak, Qatadah dan Muqatil ibn Hayyan mentafsirkan kalimat furqan
dalam ayat ini sebagai 'jalan keluar'. Mengikut sesetengah riwayat, sahabat Abdullah ibn Abbas mentafsirkannya
sebagai kemenangan dan pertolongan (daripada Allah). Imam Ibn Kathir merumuskan pandangan-pandangan ini
dengan berkata, "Sesiapa yang bertakwa kepada Allah dengan melakukan apa yang disuruh dan meninggalkan apa
yang dilarang, akan diberikan petunjuk sehingga dia mengenali hak dan batil. Ini akan menjadi sebab musabab kepada
kebahagiaannya di Akhirat" Tambahan daripada itu, di samping keampunan, furqan dan anugerah-anugerah lain
daripada Allah, orang yang bertakwa serta berpegang teguh pada agarna didapati lebih sihat daripada orang lain.
Mengikut American National Institute of Health Research 75% daripada kajian-kajian sernasa yang berkaitan dengan
agarna dan kesihatan rnenunjukkan agarna dan ibadah mendatangkan kesan positif pada kesihatan individu. Menurut
kajian yang dilakukan oleh Dr. Harold G. Koenig, pengarah Centre for the Study of Religion/Spirituality and Health di
Universiti Duke, orang yang berpegang teguh pada agama mempunyai hormon interleukin-6 yang tinggi dalam darah.
Hormon interleukin-6 berfungsi rneningkatkan sistern daya tahan individu. Justeru, rugi orang yang rnemperkecilkan
takwa dan ber?gelumang dengan rnaksiat. Berhubung dengan ini, nabi berkata,?Sesungguhnya Allah rnenghararnkan
rezeki ke atas seseorang yang melakukan rnaksiat. Dan tidak ada sesuatu yang mampu menolak takdir rnelainkan doa,
dan tidak akan bertarnbah umur melainkan dengan rnelakukan kebaikan." Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, An-
Nasai dan Ibn Majah. Begitu juga keadaannya dengan kota ataupun negeri yang penduduk-penduduknya mengabaikan
takwa. Allah menimpa?kan bala serta menyempitkan pintu-pintu rezeki bagi penduduk?penduduk itu. Berhubung dengan
ini, Allah berfirman dalam surah an-Nahl ayat 112 yang bermaksud, "Dan Allah membuat satu perumpamaan dengan
sebuah negeri yang dulunya aman lagi tenteram, rezeki datang secara mencurah-curah dari segenap tempat, tetapi
penduduknya mengingkari nikmat-nikmat Allah, kerana itu Allah menimpakan pakaian kelaparan dan ketakutan ke atas
mereka, disebabkan apa yang mereka lakukan."


Ciri-ciri Taqwa

Ingat Dua Perkara
Pertama:
Kebaikan, jasa dan budi orang kepada kita perlu diingat selalu dan sekiranya berpeluang, maka eloklah disebut-sebut dan dibalas walaupun balasan itu tidak setimpal
Lebih-lebih lagilah kita perlu ingat dan mensyukuri segala nikmat dan limpah kurnia Allah SWT kepada kita yang tidak terhingga banyaknya.
Tentulah terhadap Allah, lebih-lebih lagi patut kita rasakan sedemikian. Memang patut kita taat dan bersyukur kepada Allah, dengan membuat amal kebajikan biarpun segala amalan itu tidak mungkin setimpal dengan kurniaan Allah.

Kedua:

Kesalahan kita kepada orang lain hendaklah sentiasa kita ingat dan kita minta maaf daripadanya. Ingat selalu tentang kesalahan diri agar kesalahan itu tidak diulangi. Rasa bersalah itu penting kerana rasa itulah yang mendorong kita meminta maaf.

Itu terhadap kesalahan kita terhadap sesama manusia. Lebih-lebih lagilah kita perlu ingat dosa-dosa dan kederhakaan kita kepada Allah. Kita iringi ingatan kepada dosa-dosa itu dengan bertaubat. Kekalkan rasa berdosa itu supaya kita terhindar dari terbuat dosa-dosa yang lain dan hati kita sentiasa takut dan berharap agar Allah ampunkan dosa kita.

Lupa Dua Perkara

Pertama:

Lupakan segala budi, jasa dan kebaikan kita kepada orang.Jangan diungkit-ungkit dan dikenang-kenang.

Kembalikan segala kebaikan yang kita buat itu kepada Allah. Rasakan seolah-olah kita tidak pernah berbuat baik kepada orang. Lebih-lebih lagi, kita kena lupakan segala amal ibadah yang telah kita buat kepada Allah. Jangan diungkit-ungkit atau dikenang-kenang.

Rasakan seolah-olah kita tidak beramal. Dengan itu moga-moga hati kita tidak dilintasi oleh rasa ujub, sum’ah atau riyak atau rasa diri baik dan mulia.

Kedua:

Lupakan kejahatan orang terhadap diri kita. Anggaplah seolah-olah tidak ada siapa yang bersalah dengan kita supaya tidak tercetus rasa marah atau dendam terhadap orang.

Lebih-lebih lagi hendaklah kita lupakan segala kesusahan dan ujian, musibah atau mala petaka yang Allah timpakan kepada kita seperti sakit, kematian, kerugian, kemalangan dan kegagalan.

Atau banjir, kemarau, ribut taufan, tsunami, wabak penyakit, kemeseletan ekonomi dan sebagainya. Supaya tidak tercetus perasaan tidak sabar dan tidak redha dengan ketentuan Allah swt.


Ciri- ciri Isteri Idaman Lelaki Mukmin: Taqwa, Ta’at & Sopan

Quantcast


~* Salam…moga bermanfa’at, insyaALLAH

Ciri- ciri Isteri Idaman Lelaki Mukmin

T ~ Taat pada suami
A ~ ALLAH diutamakan
Q ~ Quran dijunjung
W ~ WanitaSholehah
A ~ Amanah tunai tanggungjawab

T ~ Tunjuk kasih sayang
A ~ anak-anak pandai dididik
A ~ Akhlaq mulia
T ~ Tutup keaiban suami

S ~ Solat dijaga
O ~ Orang tua dihormati
P ~ Puasa dikerjakan
A ~ Aurat dipelihara
N ~ Nabi dicontohi

~* MasyaALLAH,betapa istimewa larikan gratis
idea seorang Muslimah, moga ALLAH memberkati
usaha murni ukhti Farizah atas titipan nan indah ini.

~* InsyaALLAH sama-sama usaha capai as sholihah
dan sama-sama do’akan salam dunia dan salam akhirat
buat Muslim Muslimat seantero persada, insyaALLAH,
amiin.

Saamih ni ‘ala kulli hal, wassalamu bilkhair ajma’in.

ustaz Kazim Elias - ciri-ciri taqwa..copy paste tajuk ni search guna google...baru boleh lihat video ni







CIRI-CIRI TAQWA

Terjemahan Hadis:

"Daripada Abi Hurairah bahawa Rasul SAW. Bersabda : Tidaklah boleh dikatakan kuat (gagah) itu, kerana kuat bergusti, bahkan kekuatatan yang sebenar itu ialah mereka yang dapat menguasai dirinya ketika marah"

Keterangan Hadis:

Salah satu daripada sifat yang dikurniakan Allah kepada hambaNya ialah kegagahan tubuh badan. Ianya sangat berguna dan dipandang tinggi, tetapi ramai orang salah faham dalam menggunakan sifat itu, kerana mereka menganggap bahawa orang yang kuat bertinju atau bergusti itulah yang paling kuat.


Dalam hadis di atas Rasul SAW. Menegaskan bahawa orang kuat sebenarnya ialah orang yang mampu mengawal atau menahan kemarahannya apabila ia marah dalam dirinya. Bukanlah orang yang kuat itu ialah orang yang mampu mengalah lawan di gelanggang, kerana kekuatan manusia adalah sama sahaja cuma caranya berbeza, sebab itu kadang-kadang tentera yang bilangannya sedikit boleh mengalahkan tentera yang ramai dan kadang-kadang orang yang kecil dapat mengalahkan orang besar dengan cara yang tersendiri. Kerana sifat marah itu boleh merosakkan diri sendiri, keluarga dan masyarakat serta maruah dan masa depan sendiri, kerana pada waktu seseorang itu marah ia tidak dapat menimbang dengan akal yang waras yang mana baik dan yang mana jahat cuma pada waktu itu ia hanya utamakan perasaan dan nafsunya tampa boleh menerima pendapat dan pandangan orang lain, maka berkesudahan dengan penyesalan yang amat sangat. Tegasnya kekuatan yang sejati bukan terletak pada kekuatan jasmani, tetapi pada kekuatan rohaninya.

Oleh itu hendaklah kita lawan perasaan marah kita yang timbul dalam diri kita hingga dapat dikalahkan. Dengan itu kita akan mendapat kejayaan besar dalam perjuangan dan kerana itulah dikatakan sebenar-benar kuat dan gagah perkasa. Sesuatu pertimbangan yang adil dan sebenar itu hanya dapat dibuat ketika perasaan tenang.

Pengajaran Hadis

* Bukanlah orang yang gagah itu mereka yang kuat bertarung di medan
* Sebenar-benar orang yang kuat ialah mereka yang dapat menguasai diri apabila ia marah.
* Hendaklah kita kalahkan perasaan marah, kerana ia boleh merosakkan diri


hakikat takwa

Takwa sangat penting dan dibutuhkan dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum mengetahui hakekatnya. Setiap jum’at para khotib menyerukan takwa dan para makmumpun mendengarnya berulang-ulang kali. Namun yang mereka dengar terkadang tidak difahami dengan benar dan pas.Pengertian Takwa.Untuk mengenal hakekat takwa tentunya harus kembali kepada bahasa Arab, karena kata tersebut memang berasal darinya. Kata takwa (التَّقْوَى) dalam etimologi bahasa Arab berasal dari kata kerja (وَقَى) yang memiliki pengertian menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. Oleh karena itu imam Al Ashfahani menyatakan: Takwa adalah menjadikan jiwa berada dalam perlindungan dari sesuatu yang ditakuti, kemudian rasa takut juga dinamakan takwa. Sehingga takwa dalam istilah syar’I adalah menjaga diri dari perbuatan dosa.Dengan demikian maka bertakwa kepada Allah adalah rasa takut kepadaNya dan menjauhi kemurkaanNya. Seakan-akan kita berlindung dari kemarahan dan siksaanNya dengan mentaatiNya dan mencari keridhoanNya.Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketakwaan seseorang dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam detiap saat kehidupannya karena ketakwaan pada hakekatnya adalah muroqabah dan berusaha keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabNya.Sangat pas sekali definisi para ulama yang menyatakan ketakwaan seorang hamba kepada Allah adalah dengan menjadikan benteng perlindungan diantara dia dengan yang ditakuti dari kemurkaan dan kemarahan Allah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.Berikut ini beberapa ungkapan para ulama salaf dalam menjelaskan pengertian takwa:1. Kholifah yang mulia Umar bin Al Khothob pernah bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang takwa. Ubai bertanya: Wahai amirul mukminin, Apakah engkau pernah melewati jalanan penuh duri? Beliau menjawab: Ya. Ubai berkata lagi: Apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: Saya teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak kedua telapak kakiku. Saya majukan satu kaki dan mundurkan yang lainnya khawatir terkena duri. Ubai menyatakan: Itulah takwa.[1]2. Kholifah Umar bin Al Khothob pernah berkata: Tidak sampai seorang hamba kepada hakekat takwa hingga meninggalkan keraguan yang ada dihatinya.3. kholifah Ali bin Abi Tholib pernah ditanya tentang takwa, lalu beliau menjawab: Takut kepada Allah, beramal dengan wahyu (Al Qur’an dan Sunnah) dan ridho dengan sedikit serta bersiap-siap untuk menhadapi hari kiamat.4. Sahabat Ibnu Abas menyatakan: Orang yang bertakwa adalah orang yang takut dari Allah dan siksaanNya.5. Tholq bin Habib berkata: takwa adalah beramal ketaatan kepada Allah diatas cahaya dari Allah karena mengharap pahalaNya dan meninggalkan kemaksiatan diatas cahaya dari Allah karena takut siksaanNya6. ibnu Mas’ud menafsirkan firman Allah: اتَّقُواْ اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ dengan menyatakan: Taat tanpa bermaksiat dan ingat Allah tanpa melupakannya dan bersyukur.Takwa ada dikalbu.Takwa adalah amalan hati (kalbu) dan tempatnya di kalbu, dengan dasar firman Allah Ta’ala:Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. (QS. 22:32) . dalam ayat ini takwa di sandarkan kepada hati, karena hakekat takwa ada dihati. Demikian juga firman Allah:Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertaqwa. (QS. 49:3)Sedangkan dalil dari hadits Nabi n tentang hal ini adalah sabda beliau: التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا ويُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ [ثَلاَثَ مَرَّاتٍ] بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُّهُ وَعِرْضُهُ Takwa itu disini! Takwa itu disini! Takwa itu disini! –dan beliau mengisyaratkan ke dadanya (Tiga kali). Cukuplah bagi seorang telah berbuat jelek dengan merendahkan saudara muslimnya. Setiap muslim diharamkan atas muslim lainnya dalam darah, kehormatan dan hartanya. (HR Al Bukhori dan Muslim ). Juga hadits Qudsi yang masyhur dan panjang dari sahabat Abu Dzar. Diantara isinya adalah:يَا عِبَادِي لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا Wahai hambaKu, seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia dan jin seluruhnya berada pada ketakwaan hati seorang dari kalian tentulah tidak menambah hal itu sedikitpun dari kekuasaanKu. (HR Muslim)Dalam hadits ini ketakwaan disandarkan kepada tempatnya yaitu kalbu. Namun walaupun ketakwaan adalah amalan hati dan adanya dihati, tetap saja harus dibuktikan dan dinyatakan dengan amalan anggota tubuh. Siapa yang mengklaim bertakwa sedangkan amalannya menyelisihi perkataannya maka ia telah berdusta.Ketakwaan ini berbeda-beda sesuai kemampuan yang dimiliki setiap individu, sebagaimana firman Allah :فاتّقوا اللّهَ ما استَطَعتُمBertakwalah kepada Allah semampu kalian.Mudah-mudahan Allah memberikan kepada kita ketakwaan yang sempurna.




Kompilasi Ayat-ayat Al-Quran tentang

TAQWA

Kedudukan Taqwa :

Wasiat seluruh Nabi :

An-Nisa : 131 :

Dan sesungguhnya kami telah memerintahkan orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan kamu juga, untuk bertaqwa kepada Allah

26 : 10 -11

Dan ingatlah ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya), " Datangilah kaum yang Zalim itu"

Yaitu kaum Fir'aun, mengapa mereka tidak bertaqwa ?

26 : 123-124

Kaum Aad telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Hud berkata, " Mangapa kamu tidak bertaqwa ?"

26 :141-142

Kaum Tsamud telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Saleh berkata, " Mangapa kamu tidak bertaqwa ?"

26 : 160-161

Kaum Luth telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Luth berkata, " Mangapa kamu tidak bertaqwa ?"

26 :176-177

Kaum Aikah telah mendustakan para Rasul, ketika saudara mereka, Syu'aib berkata, " Mangapa kamu tidak bertaqwa ?"

37 : 123-124

2 : 21,

Wahai orang-orang yang beriman, sembahlah Tuhanmu yang menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa

Taqwa sebaik-baik bekal

49 : 73

Persiapkanlah bekal, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa

7 ; 26

Taqwa : keselamatan

27 :53

demikianlah telah kami selamatkan orang yang beriman dan mereka itu selalu bertaqwa

Yang diterima dari amal : taqwanya

Daging-daging dan darah-darah unta itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridaan) Allah, tetapi taqwamulah yang mencapainya

CIRI-CIRI TAQWA

2 : 2- 5

Itulah kitab yang tiada keraguan di dalamnya. Petunjuk bagi orang yang bertaqwa,

yaitu orang-orang beriman kepada yang ghaib, dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rizkinyat,

dan orang-orang yang yang beriman kepada apa-apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad), dan kepada orang-orang sebelum kamu

dan yaqin kepada hari akhir

2 :177

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke barat dan ke timur itu suatu kebaikan. Melainkan kebaikan itu ialah barang siapa yang beriman kepada Allah , malaikat, kitab, dan para Nabi, dan memberikan harta yang dicintai kepada kerbat dekat, anak-anak yatim, orang miskin, orang yang dalam perjalanan, dan memerdekakan budak, dan mendirikan shalat, menunaikan zakat , dan menepati janji apabila berjanji, dan sabar baik dalam kesulitan, penderitaan dan peperangan, yang demikan itulah yang benar, dan yang demikian itu lah orang-orang yang bertaqwa

3 : 133-135

dan bersegeralah kepada ampunan Tuhanmu dan surga seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa,

Yaitu orang-orang menginfaqkan rizkinya baik dalam kemudahan maupun kesusahan, yang menahan marahnya, dan memaafkan kepada manusia. Dan Allah menyukai orang yang berbuat baik

Dan orang-orang yang apabila berbuat kekejian atau zalim kepada diri sendiri, maka ia segera ingat kepada Allah, dan beristighfar kepada Allah atas dosa-dosanya. Dan siapakah yang lebih mengampuni dosa selain ALlah ? Kemudian dia tidak meneruskan perbuatannya, meskipun dia mengetahuinya

3 : 15-17

Untuk orang-orang yang bertaqwa pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya dan ada istri yang suci serta keridaan Allah. dan Allah Maha Melihat hamba-hambanya.

Yaitu orang yang berdoa, " ya Tuhan kami, sesunguhnya kami telah beriman, maka ampunilah kami dan peliharalah kami dari siksaan neraka"

Dan orang orang yang sabar, yang benar, yang tetap taat, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) dan memohon ampun di waktu sahur

21 :48- 49

Dan sesungguhnya telah kami berikan kepada Musa dan Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang yang bertaqwa,

Yaitu orang yang takut akan azab Tuhan mereka sedang mereka tidak melihatnya dan mereka takut akan tibanya hari kiamat

51:15-19

sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada dalam taman-taman dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang berbuat baik.

Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam

Dan mereka di akhir-akhir malam mohon ampun kepada Allah

Anugerah bagi Orang taqwa

8 : 29

Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan memberi kamu furqon*, dan menghapus kesalahan-kesalahan kamu dan menghapus dosa-dosamu

(*furqon : petunjuk membedakan baik dan buruk, petunjuk)

65 : 2-3

Barang siapa bertaqwa kepada Allah, nisaya Allah memberikan kepada mereka jalan keluar (atas segala persoalan), dan diberi rizki dari tempat yang tidak terduga

65 :4

Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan dalam segala urusan

65 :5

Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan melipat gandakan pahala baginya



7 ; 96

Jika seandainya penduduk suatu negeri Iman dan taqwa, pastilah Kami akan melipatgandakan kepada mereka berkah dari langit dan bumi




Ciri Manusia Taqwa

www.Halaqah.net
Pengirim : Al-Hikam
Editor : PenaHalaqah





Seringkali kita mendengar dan mengucapkan kata taqwa, tetapi kita sebagai muslim belum memahami dan mengerti apalagi memaknai taqwa dalam kehidupan kita yang singkat ini. Sangat bersyukur sekali kita semua dikaruniakan hadiah terindah dalam hidup kita yakni hidayah islam dan selalu berdoa untuk setia hingga akhir dalam pelukan hidayah Islam.

Seiring dengan krisis yang datang silih berganti, ibarat kata keimanan dan ketaqwaan kita diuji dengan berbagai cobaan hidup baik itu kemiskinan, kemelaratan, sulitnya mencari pekerjaan, meningkatnya kebutuhan hidup dan banyak hal lainnya yang menuntut kesabaran dan keihlasan hati kita untuk tetap setia berdzikir mengingat kebesaran dan karunia Allah SWT. Cobaan yang datang bukan saja menguji hakikat hati dan kadar keimanan tetapi menguji ketulusan dan keridhaan kita akan menrima dan mensyukuri ni’mat yang diberikan Allah. Banyak Saudara kita yang tergelincir imannya dan menukar dengan kebutuhan pokok, kepopuleritasan dan hal lainnya yang gencar dilakukan pihak-pihak yang membenci ISLAM. Mari kita bersama memperkuat tali silaturrahim diantara kita dan memperkokoh iman kita agar terhindar dari hal-hal yang merusak dan menukar hidup kita dengan kemurkaan danazab dari Allah SWT. Semoga dengan tulisan yang sederhana ini proses penguatan iman dan taqwa kita selalu kuat dan kuat tak tergoyahkan dan tergantikan dengan keimanan lainnya yang sungguh- sunguh sesat dan menyesatkan. Amin ya Rabbal Alamien.

Islam dengan ajarannya yang indah mengajarkan bahwa perbedaan hakiki manusia tidak berada pada kedudukan, jabatan, pangkat, kekayaan dan lainnya. Manusia dibedakan dengan kadar dan bobot nilai mereka di mata Allah. Perbedaan antar manusia di dalam Islam terletak pada sejauh mana manusia mampu mengoptimalkan kadar ruhaninya untuk mendekat pada Tuhannya. Perbedaan manusia dan kemuliaan manusia ditentukan oleh nilai dan kadar taqwanya yang bergolak dalam dadanya. (QS. Al-Hujurat: 13) Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudhari disebutkan, Hendaknya kamu bertaqwa sebab ia adalah kumpulan segala kebaikan, dan hendaknya engkau berjihad karena ia sikap kependetaan seorang muslim, dan hendaknya engkau selalu berdzikir menyebut nama Allah karena dia cahaya bagimu (HR. Ibnu Dharis dari Abu Said Al-Khudhari).


Definisi Taqwa

Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dan kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).
Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.


Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu melakukan kebaikan. Menurut Sayyid Quth dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri kehidupan.


Saat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”


Demikian banyak ayat Al-Qur`an yang menyerukan kita untuk bertaqwa dalam bingkai taqwa yang sebenarnya, dalam kadar taqwa yang semestinya, dalam bobot taqwa yang mampu kita lakukan. Lihat umpamanya (QS. Al-Ahzab : 70) dan (QS. At-Taubah : 119).
Dalam hadits juga sangat banyak seruan agar taqwa menjadi penghias perilaku kita dan menjadi mutiara batin kita. Seperti sabda Rasulullah, :


“Bertaqwalah kamu kepada Allah, dimanapun kamu berada, dan ikutilah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapus keburukan itu. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik” (HR. Tirmidzi, Ahmad dan Ad-Darimi).

Ciri Manusia Taqwa

Seseorang akan disebut bertaqwa jika memiliki beberapa ciri. Dia seorang yang melakukan rukun Iman dan Islam, menepati janji, jujur kepada Allah, dirinya dan manusia dan menjaga amanah. Dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Manusia taqwa adalah sosok yang tidak pernah menyakiti dan tidak zhalim pada sesama, berlaku adil di waktu marah dan ridha, bertaubat dan selalu beristighfar kepada Allah. Manusia taqwa adalah manusia yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sabar dalam kesempitan dan penderitaan, beramar ma’ruf dan bernahi munkar, tidak peduli pada celaan orang-orang yang suka mencela, menjauhi syubhat, mampu meredam hawa nafsu yang menggelincirkan dari shiratal mustaqim. Itulah diantara ciri-ciri sosok manusia taqwa itu.


Agar seseorang bisa mencapai taqwa diperlukan saran-sarana. Dia harus merasa selalu berada dalam pengawasan Allah, memperbanyak dzikir, memiliki rasa takut dan harap kepada Allah. Komitmen pada agama Allah. Meneladani perilaku para salafus saleh, memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuannya sebab hanya orang berilmulah yang akan senantiasa takut kepada Allah (QS. Fathir: 28). Agar seseorang bertaqwa dia harus selalu berteman dengan orang-orang yang baik, menjauhi pergaulan yang tidak sehat dan kotor. Sahabat yang baik laksana penjual minyak wangi dimanapun kita dekat maka akan terasa wanginya dan teman jahat laksana tukang besi, jika membakar pasti kita kena kotoran abunya (HR. Bukhari).
Membaca Al-Qur`an dengan penuh perenungan dan mengambil ‘ibrah juga merupakan sarana yang tak kalah pentingnya untuk mendaki tangga-tangga menuju puncak taqwa. Instrospeksi, menghayati keagungan Allah, berdoa dengan khusyu’ adalah sarana lain yang bisa mengantarkan kita ke gerbang taqwa. Pakaian dan makanan kita yang halal dan thayyib serta membunuh angan yang jahat juga sarana yang demikian dahsyat yang akan membawa kita menuju singgasana taqwa.

Buah Taqwa

Manusia dengan ciri dan karakterisrik di atas akan memetik buah ranum dan manisnya taqwa. Bukan hanya individual sifatnya namun masyarakat juga akan menikmatinya.
Manusia taqwa akan mendapatkan mahabbah Allah (Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa, (QS. At-Taubah: 4), Allah akan selalu bersama langkah dan pikirnya (Sesungguhnya Allah selalu bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan (QS. An-Nahl; 128), mendapat manfaat dari apa yang dibaca di dalam Al-Qur`an (QS. Al-Baqarah; 2), lepas dari gangguan syetan –“sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa apabila ditimpa was-was dari syetan, mereka ingat kepada Allah maka seketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya” (QS. Al-A’raf: 35), diterima amal-amalnya (QS. Al-Maidah: 27), mendapatkan kemudahan setelah kesulitan dan mendapat jalan keluar setelah kesempitan (QS. Ath-Thalaq: 2 dan 4)

.
Manusia taqwa akan memiliki firasat yang tajam, mata hati yang peka dan sensitif sehingga dengan mudah mampu membedakan mana yang hak dan mana pula yang batil.
(QS. Al-Anfaal : 29). Mata hati manusia taqwa adalah mata hati yang bersih yang tidak terkotori dosa-dosa dan maksiat, karenanya akan gampang baginya untuk masuk surga yang memiliki luas seluas langit dan bumi yang Allah peruntukkan untuk orang-orang yang bertaqwa (QS. Ali Imran: 133 dan Al-Baqarah: 211).


Taqwa yang terhimpun dalam individu-individu ini akan melahirkan keamanan dalam masyarakat. Masyarakat akan merasa tenteram dengan kehadiran mereka. Sebaliknya pupusnya taqwa akan menimbulkan sisi negatif yang demikian parah dan melelahkan. Umat ini akan lemah dan selalu dilemahkan, akan menyebar penyakit moral dan penyakit hati. Kezhaliman akan merajalela, adzab akan banyak menimpa. Masyarakat akan terampas rasa aman dan kenikmatan hidupnya. Masyarakat akan terenggut keadilannya, masyarakat akan hilang hak-haknya.
Semakin taqwa seseorang -baik dalam tataran individu, sosial, politik, budaya, ekonomi- maka akan lahir pula keamanan dan ketenteraman, akan semakin marak keadilan, akan semakin menyebar kedamaian. Taqwa akan melahirkan individu dan masyarakat yang memiliki kepekaaan Ilahi yang memantulkan sifat-sifat Rabbani dan insani pada dirinya.



Wafat saat sujud di Masjidil Nabawi

Sungguh Allah SWT telah memberikan karunia terindah atas umat muslim yang beriman dan bertaqwa hanya kepada NYA.

Akankah kita seperti hamba Allah lainnya menghadap kepadaNya dengan kebanggan dan tingkat taqwa setinggi-tinggi untuk menemui Dzat Yang Maha Agung Allah SWT. Smoga kita termasuk ke dalam golongan orang beriman dan mendapat SyafaatNya di hari Pembalasan. Amin.

http://rifafreedom.wordpress.com/2008/12/
paparan 1378 dibaca | 5 komen

Komentar: (5 Komentar , 0 are new)

Syarat rukun shalat adalah niat, terus takbiratul ihram dst…tidak ada syarat harus khusyuk, sehingga kalau tidak khusyuk maka shalat Anda tidak sah. Jadi fiqh dan hukum formal itu lapisan paling dasar dari moral dan yang paling elementer dari taqwa. Saya tidak mengatakan fiqh dan hukum formal itu rendah atau tidak penting, melainkan ada yang lebih tinggi, yakni moralitas dan taqwa. Kalau shalat tidak khusyuk, atau setidaknya kurang berusaha untuk khusyuk, berarti tidak sungguh-sungguh menjalankan moral atau akhlak kepada Tuhan. Taqwanya diragukan.
Oleh: Delima Biru pada 23 November, 2009, 08:02:13 PM
Apa itu ciri orang bertaqwa?
Katakan Anda sedang berjalan-jalan, tiba-tiba menjumpai ada seorang anak terbaring di pinggir jalan karena kelaparan, dan membiarkan saja maka Anda tidak dipersalahkan oleh fiqh serta tidak ada sebarang hukuman dalam sesebuah negara manapun yang membuat Anda boleh ditangkap polis. Tapi menurut pandangan akhlaq Agama , Anda dikira bersalah. Apalagi menurut mata pandang taqwa: Anda mungkin dikategorikan bukan manusia.
Oleh: Tanjong pada 23 November, 2009, 08:08:29 PM
Apa ciri ciri orang bertaqwa adalah sebagai berikut ini;
Allah berfirman; "... Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.."Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. .(QS.65:2-3)

Artinya orang2 yang disayangi oleh ALLAH dan dipercaya oleh ALLAH untuk menerima rezeki atau kekayaan ALLAH yang kemudian digunakan untuk kemaslahatan masarakat.

Jadi orang2 yang banyak rezeki dari ALLAH dari bermacam macam usahanya adalah orang2 beriman dan bertqwa.
Oleh: Seharum Jannah pada 23 November, 2009, 08:18:03 PM
taqwa lhir dari individu i2 sndry,,,
keikhlasannya menjalankan ibadah kpd allah...
Oleh: shedarella pada 24 November, 2009, 03:08:46 PM
QS 3.133 "Dan bersegeralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertaqwa".. Taqwa adalah merupakan sebuah Syarat seseorang untuk masuk Surga, karena surga milik Alloh jadi syarat masuk surga juga ketentuannya harus dari Alloh, orang yang beriman (percaya) belum tentu bertaqwa, definisi taqwa yang benar adalah definisi yang datang dari Alloh, yang datang dari Alloh berarti Alqur'an, definisi taqwa menurut Alloh Ada di Q.S. 2.2 "kitab Alquran Ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi orang yang bertaqwa" dalam ayat ini di jelaskan bahwa orang yang bertaqwa akan menjadikan alqur'an sebagai petunjuk/pedoman hidupnya..jika kita mempunyai buku resep membuat kue apa bisa jd kue jika hanya dibaca saja?atau jika kita hapalkan buku resep itu apakah akan jadi kuenya?atau kita pelajari dan kita gali isinya apakah akan jadi kuenya? atau jika kita senandungkan kata kata yang ada dalam resep itu apakah akan jadi kuenya?inilah sebuah perumpamaan jika kita menganggap bahwa dengan membaca alquran setiap hari kita akan masuk surga, atau jika kita hapal seluruh ayat alquran akan masuk surga, atau jika kita pandai melantunkan ayatnya dengan fasih kita akan masuk surga, sebuah kekeliruan jika kita menganggap dengan melakukan itui akan masuk surga, orang masuk surga syaratnya bukan Pintar ,kaya, atau ganteng, atau cantik..semua orang bisa masuk surga 1 syaratnya TAQWA atau dengan kata lain tunduk patuh....



Ciri-ciri Orang Yang Matang Beragama Islam

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yg beriman yaitu orang-orang yg khusyu’ dalam sembahyangnya dan orang yg menjauhkan diri dari yg tiada berguna dan orang-orang yg menunaikan zakat dan orang-orang yg men- jaga kemaluannya kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yg mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yg di balik itu maka mereka itulah orang-orang yg melampaui batas. Dan orang-orang yg memeli- hara amanat-amanat dan janjinya dan orang-orang yg memelihara shalat. Mereka itulah orang-orang yg akan mewarisi.”

Ilmu jiwa agama adl suatu bidang disiplin ilmu yg berusaha mengeksplorasi perasaan dan pengalaman dalam kehidupan seseorang. Penelitian itu didasarkan atas dua hal yaitu sejauh mana kesadaran beragama dan pengalaman beragama . Apabila standar itu kita coba terapkan pada seseorang yg secara spesifik beragama Islam maka akan kita lihat beberapa standar diantaranya Al-Qur’an dan As-Sunnah dan penjelasan para ulama.

AL-QUR’AN

Kriteria yg diberikan oleh Al-Qur’an bagi mereka yg dikategorikan orang yg matang beragama Islam cukup bervariasi. Seperti pada sepuluh ayat pertama pada Surah Al-Mu’minun dan bagian akhir dari Surah Al-Furqan.

    Mereka yg khusyu’ shalatnya
    Menjauhkan diri dari tiada berguna
    Menunaikan zakat
    Menjaga kemaluannya kecuali kepada isteri-isteri yg sah
    Jauh dari perbuatan melampaui batas
    Memelihara amanat dan janji yg dipikulnya
    Memelihara shalatnya
    Merendahkan diri dan bertawadlu’
    Menghidupkan malamnya dgn bersujud
    Selalu takut dan meminta ampunan agar terjauh dari jahanam
    Membelanjakan hartanya secara tidak berlebihan dan tidak pula kikir
    Tidak menyekutukan Allah tidak membunuh tidak berzina
Suka bertaubat tidak memberi persaksian palsu dan jauh dari perbuatan sia-sia memperhatikan Al-Qur’an bersabar dan mengharap keturunan yg bertaqwa

AS-SUNNAH

Rasulullah SAW memberikan batas minimal bagi seorang yg disebut muslim yaitu disebut muslim itu apabila muslim-muslim lain merasa aman dari lidah dan tangannya . Sementara ciri-ciri lain disebutkan cukup banyak bagi orang yg meningkatkan kualitas keimanannya. Sehingga tidak jarang Nabi SAW menganjurkan dgn cara peringatan seperti “Barangsiapa beriman kepada Allah dan Rasul-Nya hendaknya dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri” . “Tidak beriman seseorang sampai tetangganya merasa aman dari gangguannya” . “Tidak beriman seseorang kepada Allah sehingga dia lbh mencintai Allah dan Rasul-Nya dari pada kecintaan lainnya..” . Dengan demikian petunjuk-petunjuk itu mengarahkan kepada seseorang yg beragama Islam agar dia menjaga lidah dan tangannya sehingga tidak mengganggu orang lain demikian juga dia menghormati tetangganya saudara sesama muslim dan sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya.

Ringkas kata dia berpedoman kepada petunjuk Al-Qur’an dan mengikuti contoh praktek Rasulullah SAW sehingga dia betul-betul menjaga hubungan “hablum minallah” dan “hablum minannaas” .

Peringatan shahabat Ali r.a. bahwa klimaks orang ciri keagamaannya matang adl apabila orang tersebut bertaqwa kepada Allah SWT. Dan inti taqwa itu ada empat menurut Ali r.a.

    Mengamalkan isi Al-Qur’an
    Mempunyai rasa takut kepada Allah sehingga berbuat sesuai dgn perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya
    Merasa puas dgn pemberian atau karunia Allah SWT meskipun terasa sedikit
Persiapan utk menjelang kematian dgn meningkatkan kualitas keimanan dan amal shaleh

Sedangkan Ibnul Qoyyim ulama abad ke 7 menyebutkan 9 kriteria bagi orang yg matang beragama Islamnya.

    Dia terbina keimanannya yaitu selalu menjaga fluktualitas keimanannya agar selalu bertambah kualitasnya
    Dia terbina ruhiyahnya yaitu menanamkan pada dirinya kebesaran dan keagungan Allah serta segala yg dijanjikan di akherat kelak sehingga dia menyibukkan diri utk meraihnya
    Dia terbina pemikirannya sehingga akalnya diarahkan utk memikirkan ayat-ayat Allah Al-Kauniyah dan Al-Qur’aniyah .
    Dia terbina perasaannya sehingga segala ungkapan perasaan ditujukan kepada Allah senang atau benci marah atau rela semuanya krn Allah.
    Dia terbina akhlaknya dimana kepribadiannya di bangun diatas pondasi akhlak mulia sehingga kalau berbicara dia jujur bermuka manis menyantuni yg tidak mampu tidak menyakiti orang lain dan berbagai akhlak mulia
    Dia terbina kemasyarakatannya krn menyadari sebagai makhluk sosial dia harus memperhatikan lingkungannya sehingga dia berperan aktif mensejahterakan masyarakat baik intelektualitasnya ekonominya kegotang-royongannya dan lain-lain
    Dia terbina keamuannya sehingga tidak mengumbar kemauannya ke arah yg distruktif tetapi justru diarahkan sesuai dgn kehendak Allah. Kemauan yg mendorongnya selalu beramal shaleh
    Dia terbina kesehatan badannya krn itu dia memberikan hak-hak badan utk ketaatan kepada Allah krn Rasulullah SAW bersabda “Orang mukmin yg kuat itu lbh baik dan dicintai Allah daripada mukmin yg lemah
Dia terbina nafsu seksualnya yaitu diarahkan kepada perkawinan yg dihalalkan Allah SWT sehingga dapat menghasilkan keturunan yg shaleh dan bermanfaat bagi agama dan negara.

Demikian secara ringkas kami paparkan kriteria ideal utk mengetahui dan mengukur sejauh mana kematangan beragama Islam seseorang. Sengaja kami batasi agama Islam krn pembahasan ciri-ciri beragama secara umum terlalu luas. Dan perlu kita ingat dalam kondisi masyarakat yg komplek dgn problematika kehidupannya maka sungguh orang yg beragamalah yg akan terhindar dari penyakit stress kata Robert Bowley.

Referensi

    Al-Qur’an dan terjemahannya Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Penafsir Al-Qur’an
    Hadits-hadits Nabi yg terkumpul dalam Shahih Bukhari Muslim dan lain-lain
    Ilmu Jiwa Agama Prof. DR. Zakiah Derajat Bulan Bintang Jakarta cet. 15 1996
Al-Fikrut Tarbawi ‘Inda Ibnil Qoyyim Dr. Hasan bin Ali bin Hasan Al-Hajjaji Darul Hafidz Jeddah cet. I 1408 H - 1988 M.


Apakah ciri-ciri yang membezakan antara orang Islam, orang beriman dan orang yang bertakwa?

Adakah semua orang Islam akan memasuki syurga juga akhirnya?

Wa'alaikumussalam

Alhamdulilah. Kami akan cuba menjawab soalan sdr mukminin dengan kadar kemampuan yang ada, Insyaallah.

(a) Perkataan Islam merupakan Isim (Kata Nama) yang bermaksud "Agama Islam"(Religion of the muslims) atau "Agama yang benar" . Orang yang menganut agama Islam dikata orang MUSLIM. Al-Syahrastani mengatakan bahawa 'Islam membawa erti patuh secara lahirnya, dan termasuklah didalamnya MUKMIN (Orang yang Beriman) dan MUNAFIQ (al-Milal wa Nihal, 1/40-41)..

(b) Perkataan Iman pula membawa erti percaya atau Tasdiq dan Iktikad .Orang yang beriman dikatakan MUKMIN. Menurut Al-Hafiz Al-Imam Al-Nawawi Iman pada bahasa ialah 'percaya semata-mata'. Dari segi syara' pula ialah kata-kata dari kepercayaan yang khusus, iaitu percaya kepada Allah, malaikat, Rasul-Rasul, Kitab-kitabnya, Hari akhirat dan Qada' dan Qadar.

Dengan kata lain, seorang muslim (beragama Islam) terdiri dari mereka-mereka yang beriman dan juga tidak beriman (munafiq). Firman Allah swt :BERMAKSUD


"Orang-orang "A'raab" berkata: Kami telah beriman. Katakanlah (wahai Muhammad): Kamu belum beriman, (janganlah berkata demikian), tetapi sementara iman belum lagi meresap masuk ke dalam hati kamu berkatalah sahaja: Kami telah Islam dan (ingatlah), jika kamu taat kepada Allah RasulNya (zahir dan batin), Allah tidak akan mengurangkan sedikitpun dari pahala amal-amal kamu, kerana sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani. "-[Surah al-Hujurat : 14]

Ayat diatas ini jelas menunjukkan perbezaan diantara Iman dan Islam. Tha'lab mengatakan bahawa :'Iman itu dengan hati, dan Islam itu dengan lidah" [Lisan Al-Arab, 1/142].

(b) Perkataan Taqwa bermaksud 'Takut kepada Allah'. Ia berasal dari perkataan wiqaya yang membawa erti 'perlindungan, mempertahankan diri'. Orang yang bertaqwa digelar MUTTAQI. Taqwa dari segi syara' membawa erti : orang yang benar-benar tunduk kepada perintah Allah swt dan syariatnya, dan akan melahirkan rasa benar-benar takut akan Allah swt. Syarat menjadi orang yang bertaqwa ialah seseorang mesti beriman. Firman Allah swt :BERMAKSUD

"Kitab Al-Quran ini, tidak ada sebarang syak padanya (tentang datangnya dari Allah dan tentang sempurnanya); ia pula menjadi petunjuk bagi orang-orang yang (hendak) bertakwa; Iaitu orang-orang yang beriman kepada perkara-perkara yang ghaib dan mendirikan (mengerjakan) sembahyang serta membelanjakan (mendermakan) sebahagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan juga orang-orang yang beriman kepada Kitab "Al-Quran" yang diturunkan kepadamu (Wahai Muhammad) dan Kitab-kitab yang diturunkan dahulu daripadamu, serta mereka yakin akan (adanya) hari akhirat (dengan sepenuhnya). Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang berjaya. "-[Al-Baqarah : 2-5]

Hubung kait Iman dan Taqwa dapat kita lihat didalam ayat Al-Quran yang memerintahkan agar orang-orang BERIMAN menunaikan Puasa. Adalah diharapkan natijah daripada amalan puasa itu, seseorang itu akan mendapat TAQWA. Firman Allah swt :BERMAKSUD

"Wahai orang-orang yang beriman! Kamu diwajibkan berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang yang dahulu daripada kamu, supaya kamu bertakwa.- [Al-baqarah : 183]

Boleh kita katakan bahawa buah Iman dan Amal yang dilakukan secara ikhlas kepada Allah swt akan melahirkan Taqwa. Seorang penulis pernah berkata : "Taqwa (piety) is the heavenly water of life, and a Muttaqi (pious) is the fortunate one who has found it. Only a few individuals have achieved the blessing of this attainment (Taqwa ibarat air penghidupan, dan Muttaqi (orang yang bertaqwa) adalah mereka yang beruntung menjumpainya. Hanya sedikit bilangan mereka yang mencapai kurniaan ini)". Perinkat Taqwa merupakan satu pencapaian yang tinggi didalam Islam. Firman Allah swt :-BERMAKSUD

"Sesungguhnya semulia-mulia kamu di sisi Allah ialah orang yang lebih takwanya di antara kamu" - [Al-Hujurat: 13].

Drs Sidi Ghazalba pernah membicara tahap-tahap keIslaman seseorang. Beliau membahagikan kepada 5 tahap :

1. Muslim - Orang Islam
2. Mukmin - Orang Yang BerIman
3. Muhsin - Orang yang memperbaiki amalan-amalannya agar berqualiti
4. Mukhlis - Orang Yang Ikhlas didalam amalan-amalannya
5. Muttaqi - Orang yang mencapai maqam Taqwa.

Pendek kata , orang Islam yang beriman dan berusaha memperbaiki amalan (Ihsan) dan Ikhlas kepada Allah, dengan izinnya akan memncapai maqam Taqwa. Begitulah serba ringkas hubung kait dan ciri-ciri Islam, Iman dan Taqwa. WA.

wassalam

Asas kebenaran adalah taqwa.

Maksud Surah At-Taubah ayat 119-121: "Wahai orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama orang benar. Tidaklah sepatutnya bagi penduduk-penduduk Madinah dan orang-orang di sekitarnya tidak turut menyertai Rasulullah untuk berperang dan tidak sepatutnya bagi mereka lebih menyintai diri-diri daripada dirinya yang demikian itu kerana mereka tidak ditimpa kehausan, kesukaran dan kelaparan pada jalan Allah dan tidak menginjaksatu tempat yang boleh membangkitkan kemarahan orang-orang kafir, dan mereka tidak menimpakan sesuatu bencana ke atas musuh melainkan dituliskan bagi mereka yang demikian itu suatu amal yang saleh. Sesungguhnya Allah tidak mempersia-siakan pahala orang-orang yang berbuat kebaikan.

Dan tidak mereka membelanjakan satu nafkah yang kecil mahupun yang besar dan tidak merentsi satu lembah, melainkan ditulis bagi mereka amal yang saleh. Kerana Allah memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Beberapa keterangan ayat-ayat di atas:


Di dalam ayat di atas, Allah s.w.t. menerangkan tentang sikap sebahagian orang yang berkeengganan untuk keluar ke medan jihad mempertahankan negara Madinah. Mereka membelakangi perintah Rasulullah s.a.w. dan memisahkan diri dari baginda dengan tidak menyertai peperangan yang sedang dihadapi oleh baginda.

Mereka adalah warga Madinah yang telah berjanji taat setia kepada seorang ketua negara yang bernama Muhammad dan sebuah piagam yang telah digubal oleh baginda sendiri kandungannya sebanyak empat puluh tujuh bab sebagai sebuah perlembagaan bagi menjaga dan menjamin kesejahteraan sebuah negara yang mana mereka hidup di dalamnya.

Menurut piagam Madinah, setiap warga Madinah bertanggungjawab untuk mempertahankan negara tersebut dari sebarang serangan musuh negara tanpa mengambil kira samaada warga negara tersebut Islam, Yahudi, Majusi mahupun Nasrani. Maka apabila sebahagian orang berkeengganan untuk ikut serta mempertahankan negara tersebut beerti mereka telah tidak mematuhi piagam yang telah digubal untuk kepentingan diri dan kehidupan mereka.

Sebahagian warga negara madinah bersikap demikian kerana mereka lebih menyintai diri mereka daripada diri Rasulullah s.a.w.. Ini adalah disebabkan mereka tidak pernah menempuh kesukaran hidup, penderitaan lapar dan dahaga serta penderitaan-penderitaan lainnya sehingga mereka tidak pernah menginjakkan kaki ke suatu tempat yang tidak boleh menyebabkan timbul kemarahan golongan kuffar yang menjadi musuh negara Madinah.

Di dalm sebuah negara yang seumpama ini setiap warga negaranya mesti mendukung sikap bertanggungjawab secara padu kerana mempertahankan sebuah negara dan warga yang hidup di dalamnya, kerana setiap rakyatnya telah berikrar untuk taat kepada seorang pemimpin dan satu dasar negara sebagai prinsip bersama yang didukung oleh mereka.

Sikap tidak ikut serta di dalam mempertahankan sebuah negara yang seumpama ini adalah sikap golongan munafiqin sebagai yang ternyata di dalam ayat di atas. Maka kerana itu Allah s.w.t. menyatakan ganjarannya yang tidak ternilai bagi mereka yang tahu menghargai jihad pada jalan Allah s.w.t.. Penyertaan seseorang di dalam mempertahankan maruah negara tersebut adalah jihad dan ini beerti mereka bersama-sama dalam golongan yang benar kerana mereka dipimpin oleh seorang yang benar yang diutuskan oleh Allah s.w.t. kepada mereka. Sesungguhnya Islam sebagai saru cara hidup yang menjamin kepentingan dan kesejahteraan semua golongan manusia di mana sahaja mereka berada sebab itu Islam meletakkan asas ini sebagai dasar negara yang boleh menjadi contoh untuk semua zaman ummat manusia sejagat.

Islam tidak pernah mengajar untuk patuh kepada satu piagam yang dihasilkan oleh segolongan manusia yang bertujuan untuk menjaga kepentingan dan kesejahteraan sebahagian golongan manusia di dalam lingkungan hidup sejagat yang terdiri dari berbagai ummat dan negara yamng mempunyai dasar mereka yang berbeza. Sebab matlamat manusia adalah mengabdi dan pengabdian ini tidak akan berlaku secara wajar kecuali dipimpin oleh kepimpinan yang diredhai oleh Allah s.w.t.

Di sini dapat dipersaksikan dengan jelas di dalam sirah hidup baginda Rasulullah s.a.w. yang dapat dijadikan sebagai contoh yang unggul untuk membina masyarakat yang mengabdi dan menjaga semua golongan manusia sejagat. Sebab itu piagam Madinah ini adalah suatu piagam yang sukar untuk diperbandingkan dengan apa jua piagam yang dihasilkan oleh manusia.

Islam memperkenalkan pola masyarakat di dalam negara Madinah yang tidak mungkin dengan mudah dihasilkan oleh apa juga dasar dan matlamat. Maka hasil dari leluhur dan kemurnian masyarakat ini telah menampilkan golongan manusia yang bertanggungjawab dan menyediakan diri mereka untuk dibina, didik dan dibebankan dengan seluruh tuntutan yang bertujuan untuk menghasilkan kemanfa'atan dan kebaikan bersama.

Piagam Madinah tidak pernah menindas mana-mana golongan meskipun mereka yang tidak beriman. Lantaran itu selepas pencabulan terhadap piagam Madinah oleh Yahudi (Bani Qainuqak) tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahawa Islam telah melakukan penganiayaan dan kezaliaman. Tetapi Bani Qainuqak seniri telah meracuni masyarakat yang luhur tersebut.

Apa bila masakini tidak ada sebuah piagam pun yang menyamai piagam Madinah dan sukar untuk mendapatkan seorang pemimpin yang meneruskan risalah Nabawiyyah dan tidak bukan kerana mempertahankan sebuah negara yang sedemikian rupa maka penterjemah Sirah Nabawiyah di dalam konteks ini tidak akan mencapai objektif yang di kehendaki. Oleh itu untuk mempertahankan sebuah wilayah sewajarnya dilihat dari semua aspek untuk penyelesaian di dalam semua konteks situasi yang wujud.

Aspek-aspek yang terdapat di dalam konteks ini di antaranya ialah: Sebuah piagam dengan segala ciri-ciri yang terdapat padanya seorang pemimpin yang wujud dengan ciri-ciri kepimpinannya dan dasar bagi sebuah negara yang menjadi penumpuan untuk dipertahankan. Tanpa melihat kepada penyesuaian yang wajar kepada ciri-ciri yang sedia ada sudah pasti tidak akan dapat diterjemahkan Sirah Nabawiyah sebagaimana yang dikehendaki

Kerana itu di dalam ayat tersebut Allah s.w.t. menyeru orang-orang yang beriman supaya menempatkan diri mereka di kalangan orang-orang yang benar menerusi ketaqwaan kepadanya. Ini kerana kebenaran dicetuskan oleh perasaan dan sering benar Allah s.w.t. menyatakan orang-orang yang benar terlalu sedikit jumlahnya. Mereka ini mendapat curuhan hidayah daripada Allah s.w.t. di dalam menjalani hidup mereka.

Tetapi malangnya seringkali manusia menentukan kebenaran menerusi pertimbangan akal mereka. Dengan demikian berlakunya kemusnahan, peperangan dan kehancuran yang merosakkan kehidupan dan tamaddun mereka. Kaum-kaum terdahulu menjadi contoh dan tauladan kepada generasi ummat manusia sepanjang zaman. Kemusnahan dan kehancuran yang berlaku terhadap mereka adalah disebabkan kerana mereka membuat penyelesaian sesuatu tanpa mengembalikannya kepada Allah s.w.t.



2 ulasan:

Eden berkata...

Manusia ni memang malang sebab dia ada tanda2 aje.
Ada tanda2 orang bertakwa. tapi TAKWAnya tak ade.

fendi isa berkata...

SEBENARNYA...SEMUA ANUGERAH ALLAH...KITA HANYA BERDOA...BERUSAHA KEMUDIAN BERTAWAKAL....

HANYA GULUNGAN TAKWA YANG ALLAH JAMIN MASUK SYURGA....

SEDANGKAN GULUNGAN MASUK SYURGA DAN BERSYUKUR ADALAH SEDIKIT....

INI SEMUA DALAM ILMU ALLAH SWT...