Jumaat, 24 April 2015

JANGAN KITA JADIKAN ISLAM HAK ORANG MELAYU ATAU ISLAM NI MELAYU PUNYA...ATAU ISLAM KENA IKUT ADAT KITA....ATAU ISLAM NI DALAM KAWALAN KITA...BERMAKNA ISLAM KENA IKUT KITA BUKAN KITA KENA IKUT ISLAM....BAHAGIAN 9 (siri terakhir)

ADAKAH INI DARI ISLAM YANG ADA NAS QURAN ATAU HADIS@SUNNAH...ATAU DARI TINGGALAN HINDU ATAU KITA CIPTA SENDIRI....FIKIR2KAN....JANGAN PULA ORANG TAK IKUT CARA KITA...KITA TAK BERHUJAH PUN TERUS TUDUH SESAT....NI BAHAYA


سُوۡرَةُ بنیٓ اسرآئیل / الإسرَاء
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

  إِنَّ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَہۡدِى لِلَّتِى هِىَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرً۬ا كَبِيرً۬ا (٩) وَأَنَّ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأَخِرَةِ أَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمً۬ا (١٠) وَيَدۡعُ ٱلۡإِنسَـٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُ ۥ بِٱلۡخَيۡرِ‌ۖ وَكَانَ ٱلۡإِنسَـٰنُ عَجُولاً۬ (١١)
Surah Al-Isra
Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani
 Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk ke jalan yang amat betul (agama Islam) dan memberikan berita yang menggembirakan orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal-amal soleh, bahawa mereka beroleh pahala yang besar. (9) Dan bahawa orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya. (10) Dan manusia berdoa dengan (memohon supaya dia ditimpa) kejahatan sebagaimana dia berdoa dengan memohon kebaikan dan sememangnya manusia itu (bertabiat) terburu-buru. (11)




ISLAM BUKAN IKUT DEMOKRASI...YANG RAMAI ITU BETUL....YANG SIKIT ITU SALAH....YANG BETUL BERDASARKAN QURAN DAN HADIS...ISLAM TAK BOLEH TOLAK DAN TAK BOLEH TAMBAH

 
WALLAHU'ALAM


Jumat, 17 Februari 2012


Islam Telah Sempurna

بسم الله الرحمن الرحيم

Apabila ada yang bertanya kepada kita: "Apakah agama Islam ini masih butuh kepada penyempurnaan dan masukan akal pikiran dan pendapat generasi umat Islam?

Jawabannya adalah: "Islam adalah agama yang telah sempurna dan mencakup seluruh aspek kehidupan sehingga sama sekali tidak perlu lagi kepada ide-ide dan inovasi baru untuk mengkritisi dan menyempurnakan agama Allah yang terakhir ini."

Dalilnya adalah firman Allah ta'ala:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

"Pada hari ini Aku telah menyempurnakan agama kalian bagi kalian, menyempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan meridhai Islam sebagai agama kalian." [QS Al Maidah: 3]

Dalil lainnya adalah hadits Aisyah radhiallahu 'anha, bahwasanya Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

"Barangsiapa yang membuat hal baru (muhdats) di dalam urusan kami (syariat) ini yang tidak ada ada asalnya darinya, maka hal itu tertolak." [HR Al Bukhari (2697) dan Muslim (1718)]

Makna tertolak adalah amalan tersebut tidak diterima oleh Allah dan pelakunya mendapatkan dosa.

Amalan-amalan "baru" di dalam agama ini diistilahkan dengan nama bid'ah. Bid'ah ini sangatlah banyak dan akan terus bermunculan hingga akhir zaman kelak. Hal ini disebabkan karena semakin berkurangnya ulama rabbani dan semakin bertambahnya orang-orang jahil yang berfatwa di dalam urusan agama.

 وبالله التوفيق


sape kita......ini harus difikir serta perlu sedar

ulamak dahulu

1. hafaz quran 
2. hafaz ribuan hadis
3. fahami segala mazhab dan pegangan
4. mengarang kitab2 besar
5. zuhud
6. tidak terlibat dengan riba
7. tak tengok TV sebab dulu belum ada TV
mungkin radio sekali tk dengar
8. belajar dalam sistem Islam@pondok bukan   sekular ...serta bercampur gaul lelaki  perempuan  
9. mengajar...tok guru
10. mahir bahasa arab serta nahu
11. bijak ilmu mantik 
12. menghormati pandangan ulamak2 tak sependapat
13.dan banyak lagi kelebihan mereka nak dibandingkan kita... 

kita pula 
1. tak hafaz quran
2. tak banyak hafaz hadis
3. tak fahami semua mazhab
4. tak banyak mengarang buku...ada tak de langsung
5. ada yang hidup bermewah2
6. ada yang terlibat dengan riba...kurang2 berhutang
7. ada yang kerap tengok TV...siap ada astro...radio biasa lah
8. belajar tak ikut tahap...ada tapi sekular...ada yang universiti bercampur lelaki perempuan
9. mengajar...berceramah...fardzu ain mudah2...cakap petah
10. bahasa arab tak mahir sangat
11. ilmu mantik..ni tak tahu lah...mungkin tak pernah belajar
12. tak setuju...tak dapat berhujah...terus kata sesat
13. tu belum kejar dunia...makan gaji 





 yang tukang komen...

1..solat tak tahu la
2. janggut pun tak de
3. ilmu agama pun tak abis tuntut...ada yang zero
4. riba...pergaulan bebas...hisap rokok...ni tak tahu lah
5. pendik kata diri...anak bini pun tak setel lagi


ceramah penuh 










Islam Telah Sempurna


بسم الله الرحمن الرحيم
 Berkata Alloh ta’ala:
 الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا (٣)
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (Al-Maaidah: 3)
 حدثنا الحسن بن الصباح، سمع جعفر بن عون، حدثنا أبو العميس، أخبرنا قيس بن مسلم، عن طارق بن شهاب، عن عمر بن الخطاب، أن رجلا من اليهود قال له: يا أمير المؤمنين، آية في كتابكم تقرؤونها، لو علينا معشر اليهود نزلتـ لاتخذنا ذلك اليوم عيدا. قال: أي آية؟ قال: {اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا}. قال عمر: قد عرفنا ذلك اليوم، والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى الله عليه وسلم، وهو قائم بعرفة يوم جمعة.
(Dengan sanadnya) dari Umar ibnul-Khaththab rodhiallohu ‘anhu mengatakan bahwa seorang Yahudi berkata kepadanya, “Wahai Amirul Mu’minin suatu ayat di dalam kitabmu yang kamu baca seandainya ayat itu turun atas golongan kami golongan Yahudi, niscaya kami jadikan hari raya.” Umar bertanya, “Ayat mana itu?” Ia menjawab, “Al-yauma akmaltu lakum diinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’matii waradhiitu lakumul islaamadiinan” (Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku sempurnakan atasmu nikmat-Ku dan Aku rela Islam sebagai agamamu).” Umar berkata, “Kami telah mengetahui hari itu dan tempat turunnya atas Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, yaitu beliau sedang berdiri di Arafah pada hari Jumat.” (Shohih Al-Bukhory no. 45, 4145، 4330، 6840)
Imam Malik bin Anas (93 –  179 H) رحمه الله تعالى berkata, “Barangsiapa yang mengadakan suatu bid’ah dalam Islam yang ia pandang hal itu baik (bid’ah hasanah), maka sungguh dia telah menuduh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhianati risalah agama ini. Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah berfirman: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agama-mu untukmu…” [Al-Maa-idah:[3]. (Imam Malik rahimahullah selanjutnya berkata), “Maka sesuatu yang pada hari itu bukanlah ajaran agama, maka hari ini pun sesuatu itu bukanlah ajaran agama” [Al-I’tisham (I/ 64-65) tahqiq: Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilaly cet. I, th. 1412 H, Daar Ibni Affan]


197 - Islam Telah Sempurna, Tak Usah Buat Bid’ah

Islam Telah Sempurna, Tak Usah Buat Bid’ah

Abu Numair
www.ilmusunnah.com

1, Islam telah sempurna.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.” (Surah Al-Maidah, 5: 3)

Di antara faedah yang dapat diambil dari ayat ini: Islam adalah agama yang sempurna, padanya tidak mengandungi kekurangan dari sisi mana pun, segala yang diperlukan makhluk untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat telah diajarkan dalam Islam, dan semua sisi kehidupan makhluk diatur dalam Islam, sehingga kita tidak memerlukan yang lain lagi.

Baca selengkapnya di website kami, http://www.ilmusunnah.com/islam-telah-sempurna-tak-usah-buat-bidah/

Islam Adalah Agama Yang Sempurna

Kesepuluh
ISLAM ADALAH AGAMA YANG SEMPURNA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas


Agama Islam sudah sempurna, tidak boleh ditambah dan dikurangi. Kewajiban umat Islam adalah ittiba’.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) menjelaskan, “Ini merupakan nikmat Allah Azza wa Jalla terbesar yang diberikan kepada umat ini, tatkala Allah menyempurnakan agama mereka. Sehingga, mereka tidak memerlukan agama lain dan tidak pula Nabi lain selain Nabi mereka, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menjadikan beliau sebagai penutup para Nabi dan mengutusnya kepada seluruh manusia dan jin. Sehingga, tidak ada yang halal kecuali yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang diharamkannya, dan tidak ada agama kecuali yang disyari’atkannya. Semua yang dikabarkannya adalah haq, benar, dan tidak ada kebohongan, serta tidak ada pertentangan sama sekali. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا

“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil ...” [Al-An’aam: 115]

Maksudnya benar dalam kabar yang disampaikan, dan adil dalam seluruh perintah dan larangan. Setelah agama disempurnakan bagi mereka, maka sempurnalah nikmat yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...” [Al-Maa-idah: 3]

Maka ridhailah Islam untuk diri kalian, karena ia merupakan agama yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla. Karenanya Allah mengutus Rasul yang paling utama dan karenanya pula Allah menurunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur-an).

Mengenai firman-Nya : اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu.” ‘Ali bin Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma, “Maksudnya adalah Islam. Allah telah mengabarkan Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang beriman bahwa Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah Azza wa Jalla telah menyempurnakan Islam sehingga Allah tidak akan pernah menguranginya, bahkan Allah telah meridhainya, sehingga Allah tidak akan memurkainya, selamanya.”

Asbath mengatakan, dari as-Suddi, “Ayat ini turun pada hari ‘Arafah, dan setelah itu tidak ada lagi ayat yang turun, yang menyangkut halal dan haram. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kembali dan setelah itu beliau wafat.”

Ibnu Jarir dan beberapa ulama lainnya mengatakan, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia setelah hari ‘Arafah, yaitu setelah 81 hari.” Keduanya telah diriwayatkan Ibnu Jarir. Selanjutnya ia menceritakan, Sufyan bin Waki’ menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, dari Harun bin Antarah, dari ayahnya, ia berkata, “Ketika turun ayat: اَلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu.” Yaitu pada haji akbar (besar), maka ‘Umar Radhiyallahu anhu menangis, lalu Nabi Shalalllahu 'alaihi wa salalm bertanya, “Apa yang menyebabkan engkau menangis?” ‘Umar Radhiyallahu anhu menjawab, “Aku menangis disebabkan selama ini kita berada dalam penambahan agama kita. Tetapi jika telah sempurna, maka tidak ada sesuatu yang sempurna melainkan akan berkurang.” Kemudian beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Engkau benar.”

Pengertian tersebut diperkuat oleh sebuah hadits yang menegaskan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ.

“Sesungguhnya Islam bermula dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing sebagaimana permulaannya, maka berbahagialah orang-orang yang asing.” [1]

Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, “Ada seorang Yahudi yang datang kepada ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu, lalu berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami, orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu (hari turunnya ayat itu) sebagai Hari Raya.’ ‘Ayat yang mana?’ tanya ‘Umar Radhiyallahu anhu. Orang Yahudi itu berkata, ‘Yaitu firman-Nya:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

‘… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu ...’ [Al-Maa-idah: 3]

Maka ‘Umar Radhiyallahu anhu berkata, ‘Sesungguhnya aku telah mengetahui hari dan tempat ketika ayat itu turun kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Diturunkannya ayat itu kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu di ‘Arafah pada hari Jum’at.’”[2]

Demikianlah akhir dari penjelasan Imam Ibnu Katsir.[3]

A. Allah Azza wa Jalla Telah Menjelaskan Ushul dan Furu’ Agama Dalam al-Qur-an [4]
Anda tentu tahu bahwa Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan dalam Al-Qur-an tentang ushul (pokok-pokok) dan furu’ (cabang-cabang) agama Islam. Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan tentang tauhid dengan segala macam-macamnya, sampai tentang bergaul dengan sesama manusia seperti adab (tata krama) pertemuan, tata cara minta izin dan lain sebagainya. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, ‘Berlapang-lapanglah dalam majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu...” [Al-Mujaadilah: 11]

Dan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ فَإِن لَّمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِن قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Dan jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, ‘’Kembalilah !’ Maka (hendaklah) kamu kembali. Itu lebih suci bagimu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” [An-Nuur: 27-28]

Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan pula kepada kita dalam Al-Qur-an tentang kewajiban wanita muslimah untuk memakai jilbab (busana muslimah) yang sesuai dengan syari’at.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Wahai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan isteri-isteri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Al-Ahzaab: 59]

Juga firman-Nya:

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ

“… Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan ...” [An-Nuur : 31]

Allah juga telah menjelaskan kepada kita tentang adab masuk rumah, sebagaimana firman-Nya:

ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا

“… Dan bukanlah suatu kebajikan itu memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu adalah (kebajikan) orang yang bertakwa, dan masukilah rumah-rumah itu dari pintu-pintunya ...” [Al-Baqarah: 189]

Dan masih banyak lagi ayat seperti ini. Dengan demikian jelaslah bahwa Islam adalah agama yang sempurna, mencakup segala aspek kehidupan, tidak boleh ditambahi dan tidak boleh dikurangi. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an:

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ

“… Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu ...” [An-Nahl: 89]

Dengan demikian, tidak ada sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia baik yang menyangkut masalah kehidupan di akhirat maupun masalah kehidupan di dunia, kecuali telah dijelaskan Allah Azza wa Jalla di dalam Al-Qur-an secara tegas atau dengan isyarat, secara tersurat maupun tersirat.

Adapun firman Allah Azza wa Jalla :

وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

“Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Rabb-lah mereka dikumpulkan.” [Al-An’aam: 38]

Ada yang menafsirkan “Al-Kitab” di sini adalah Al-Qur-an, padahal sebenarnya yang dimaksud yaitu “Lauh Mahfuzh”. Karena apa yang dinyatakan oleh Allah Azza wa Jalla tentang al-Qur-an dalam firman-Nya: “Dan Kami turunkan kepadamu kitab (Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu,” lebih tegas daripada yang dinyatakan dalam firman-Nya: “Tidaklah Kami alpakan sesuatu pun di dalam al-Kitab”.

Mungkin ada orang yang bertanya: “Adakah ayat di dalam Al-Qur-an yang menjelaskan jumlah shalat lima waktu berikut bilangan raka’at tiap-tiap shalat? Bagaimanakah dengan firman Allah Azza wa jalla yang menjelaskan bahwa Al-Qur-an diturunkan untuk menerangkan segala sesuatu, padahal kita tidak menemukan ayat yang menjelaskan bilangan raka’at tiap-tiap shalat ?”

Jawabnya: Allah Azza wa Jalla telah menjelaskan di dalam Al-Qur-an bahwasanya kita diwajibkan mengambil dan mengikuti segala apa yang telah disabdakan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:

مَّن يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ

“Barangsiapa yang mentaati Rasul (Muhammad) maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah…” [An-Nisaa’: 80]

Juga firman-Nya:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah ...” [Al-Hasyr: 7]

Maka segala sesuatu yang telah dijelaskan oleh Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sesungguhnya al-Qur-an telah menunjukkannya pula. Karena Sunnah termasuk juga wahyu yang diturunkan dan diajarkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

وَأَنزَلَ اللَّهُ عَلَيْكَ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ

“… Dan (juga karena) Allah telah menurunkan al-Kitab (Al-Qur-an) dan al-Hikmah (as-Sunnah) kepadamu ...” [An-Nisaa’: 113]

Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

أَلاَ إِنِّي أُوْتِيْتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ...

“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab (Al-Qur-an) dan yang sepertinya (yaitu As-Sunnah) bersamanya.” [5]

Dengan demikian, apa yang disebutkan dalam Sunnah, maka sebenarnya telah disebutkan pula dalam Al-Qur-an.

[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. HR. Muslim dalam Kitabul Iman (no. 145 (232)) dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[2]. HR. Al-Bukhari (no. 45, 4407, 4606, 7268) dan Muslim (no. 3017 (5)), dari Thariq bin Shihab Radhiyallahu anhu.
[3]. Lihat Tafsir Ibnu Katsir (II/15-16), cet I, Maktabah Daarus Salam th. 1413 H.
[4]. Sub bahasan ini dinukil dari kutaib al-Ibdaa’ fi Kamaalisy Syar’i wa Khatharil Ibtidaa’ oleh Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah.
[5]. HR. Abu Dawud (no. 4604) dan Ahmad (IV/131), dari Shahabat al-Miqdam bin Ma’dikarib.






Islam, Agama Sempurna dan Paripurna


Di antara nikmat terbesar yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepada umat ini adalah disempurnakannya agama ini sebagaimana dalam firman-Nya:
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَـٰمَ دِينًۭا ۚ
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS al-Ma‘idah [5]: 3)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ini merupakan kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terbesar kepada umat ini, di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama mereka sehingga mereka tidak membutuhkan agama selainnya. Dan (tidak pula membutuhkan) nabi selain nabi mereka; oleh karena itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam) sebagai penutup para nabi dan mengutusnya kepada jin dan manusia, maka tidak ada sesuatu yang halal selain apa yang beliau halalkan, tidak ada yang haram kecuali yang beliau haramkan, tidak ada agama selain apa yang beliau syari’atkan, dan setiap apa yang beliau beritakan adalah benar dan jujur, tiada kedustaan di dalamnya.”[1]
Tidaklah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan dunia ini melainkan telah meninggalkan kaum muslimin dalam jalan yang terang-benderang, malamnya seperti siangnya. Semua permasalahan yang dibutuhkan oleh hamba telah dijelaskan dalam syari’at Islam, sampai-sampai permasalahan yang dipandang remeh oleh kebanyakan manusia, seperti adab buang hajat.
عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، قَالَ : تَرَكْنَا رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ ، إِلا وَهُوَ يُذَكِّرُنَا مِنْهُ عِلْمًا ، قَالَ : فَقَالَ : صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ ، ويُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ ، إِلا وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ.
Abu Dzar al-Ghifari a\ pernah mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggalkan kita, sedangkan tidak ada seekor burung pun yang mengepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliau telah menjelaskan kepada kami. Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, ‘Tidak ada sesuatu pun yang mendekatkan kalian ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah dijelaskan kepada kalian.’”[2]
Dan alangkah bagusnya ucapan Imam asy-Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala tatkala mengatakan:
فَلَيْسَتْ تَنْزِلُ فِيْ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ دِيْنِ اللَّهِ نَازِلَةٌ إِلَّا وَفِيْ كِتَابِ اللَّهِ الدَّلِيْلُ عَلَى سَبِيْلِ الْهُدَى فِيْهَا
“Tidak ada suatu masalah baru pun yang menimpa seorang yang memiliki pengetahuan agama kecuali dalam al-Qur‘an telah ada jawaban dan petunjuknya.”[3]
Berikut ini adalah beberapa contoh kesempurnaan agama Islam. Kami akan memaparkannya agar kita semua mengetahui betapa indahnya agama Islam dan alangkah relevannya untuk setiap waktu dan setiap tempat:

1. Tauhid

Ini adalah masalah yang sangat penting sebab tauhid adalah kunci kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sungguh mustahil, Islam menjelaskan masalah adab buang hajat tetapi tidak mengajarkan masalah tauhid.
Tauhid berarti mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil al-Qur‘an dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para ulama menyimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga:
1.    Tauhid Rububiyyah
2.    Tauhid Uluhiyyah
3.    Tauhid Asma‘ wa Shifat
Agar semakin jelas, maka kami akan memaparkan lebih luas macam-macam tauhid ini:
1.  Tauhid Rububiyyah
Tauhid Rububiyyah adalah meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu-satunya Pencipta, Penguasa, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan, Yang Mematikan, dan sebagainya.
Di antara dalil tentang tauhid rububiyyah adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
إِنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّۢ وَلَا نَصِيرٍۢ ﴿١١٦﴾
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (QS at-Taubah [9]: 116)
Tauhid ini diyakini oleh semua orang baik muslim maupun kafir, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَ‌ٰتِ وَٱلْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۚ قُلِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ ﴿٢٥﴾
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.” Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Luqman [31]: 25)
Tidak ada yang mengingkari tauhid rububiyyah kecuali orang yang sombong saja, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَجَحَدُوا۟ بِهَا وَٱسْتَيْقَنَتْهَآ أَنفُسُهُمْ ظُلْمًۭا وَعُلُوًّۭا ۚ فَٱنظُرْ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُفْسِدِينَ ﴿١٤﴾
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS an-Naml [27]: 14)
2.  Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyyah adalah memurnikan segala macam ibadah hanya untuk Allah semata, baik ibadah lisan, hati, dan anggota badan. Tauhid inilah yang berisi kandungan La Ilaha Illallah yang berarti “tidak ada sembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja”. Maka tidak boleh menyerahkan ibadah seperti do’a, menyembelih, nadzar, dan sebagainya kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, sekalipun dia adalah malaikat atau nabi.
Di antara dalil tauhid ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang selalu dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.[4]
Tauhid inilah yang menjadi medan pertempuran antara para nabi dan kaumnya. Dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya. Karena tauhid inilah Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan manusia, mengutus para nabi dan rasul, dan menurunkan kitab-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ ۖ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu.” (QS an-Nahl [16]: 36)
Tauhid jenis inilah pembeda antara muslim dan kafir dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya.
3.  Tauhid Asma‘ wa Shifat
Tauhid asma‘ wa shifat adalah mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah disebutkan al-Qur‘an dan hadits shahih tanpa tahrif (pengubahan), tanpa ta’thil (pengingkaran), tanpa takyif (membagaimanakan/menjelaskan tata caranya), dan tanpa tamtsil (penyerupaan).
Di antara dalil yang menunjukkan tentang sifat ini adalah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَـٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ﴿١٨٠﴾
Hanya milik Allah asma‘ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma‘ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS al-A’raf [7]: 180)
وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْبَصِيرُ ﴿١١﴾
Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (QS asy-Syura [42]: 11)

2. Syarat Diterimanya Amal

Setiap muslim dan muslimah pasti mendambakan agar ibadahnya diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, bagaimanakah caranya agar amal ibadah kita diterima oleh-Nya, berpahala, dan tak sia-sia belaka?! Seluruh ibadah manusia akan sia-sia belaka kecuali apabila telah memenuhi dua syaratnya:
Syarat Pertama: Ikhlas. Seorang harus benar-benar memurnikan niatnya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan karena pamrih kepada manusia, bangga terhadap dirinya, atau penyakit hati lainnya. Syarat ini, memang berat—bahkan lebih sulit dari syarat kedua—. Namun, barangsiapa yang berusaha dan bersungguh-sungguh untuk memenuhi syarat ini (yakni: ikhlas), niscaya akan dimudahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَ‌ٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ ﴿٥﴾
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS al-Bayyinah [98]: 5)
Oleh karenanya, marilah kita ikhlaskan seluruh ibadah kita murni hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata sehingga kita tidak mengharapkan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ingatlah bahwa sebesar apa pun ibadah yang kita lakukan tetapi bila tidak ikhlas mengharapkan wajah Allah maka sia-sia belaka tiada berguna.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim no. 1905 dikisahkan bahwa tiga golongan yang pertama kali dicampakkan oleh Allah adalah mujahid, pemberi shadaqah, dan pembaca al-Qur‘an. Perhatikanlah bukanlah jihad merupakan amalan yang utama?! Bukankah shadaqah dan membaca al-Qur‘an merupakan amalan yang sangat mulia? Namun, kenapa mereka malah dicampakkan ke neraka?! Jawabannya, karena mereka kehilangan keikhlasan dalam beramal.
Syarat Kedua: Al-Ittiba’. Seorang harus berupaya untuk beribadah sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ ٱللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿٣١﴾
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS Ali Imran [3]: 31)
Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala berkata, “Ayat yang mulia ini merupakan hakim bagi orang-orang yang mengaku cinta kepada Allah tetapi dia tidak mengikuti jalan yang ditempuh Nabi, dia dusta dalam pengakuannya sehingga dia mengikuti syari’at dan agama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam setiap ucapannya, perbuatannya, dan keadaannya.”[5]
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka tertolak.” (HR Muslim: 3243)
Oleh karena itu, dalam setiap ibadah, marilah kita berusaha untuk meniru dan mencontoh praktik Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam agar ibadah kita sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam supaya amal ibadah kita tidak sia-sia belaka. Tentu saja, hal ini menuntut kita untuk semakin giat mempelajari agama dan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam guna mengetahui mana yang benar-benar ajaran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan mana yang tidak. Dari sini kami menghimbau kepada segenap jama’ah untuk bersemangat dalam mengkaji dan mempelajari agama Islam lebih mendalam.

3. Sosial

Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Dia pasti membutuhkan untuk interaksi dan berhubungan dengan sesama lainnya. Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang sempurna telah menata dengan baik aturan interaksi antar sesama. Perhatikanlah bagaimana Islam menganjurkan kepada pimpinan terhadap bawahannya:
وَٱخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ ﴿٢١٥﴾
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. (QS asy-Syu’ara‘ [26]: 215)
فَبِمَا رَحْمَةٍۢ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلْقَلْبِ لَٱنفَضُّوا۟ مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَٱعْفُ عَنْهُمْ وَٱسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى ٱلْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS Ali Imran [3]: 159)
Dan perhatikanlah bagaimana Islam memerintahkan kepada bawahan agar bersikap kepada atasannya:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَـٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍۢ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَ‌ٰلِكَ خَيْرٌۭ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا ﴿٥٩﴾
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur‘an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS an-Nisa‘ [4]: 59)
Perhatikanlah bagaimana Islam mengatur hubungan antar sesama:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌۭ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًۭا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌۭ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًۭا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَـٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَـٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ ﴿١١﴾ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًۭا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌۭ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًۭا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴿١٢﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS al-Hujurat [49]: 11–12)
Islam bukan hanya membahas hubungan antara manusia dengan Rabbnya, tetapi Islam juga memerintahkan agar kita membaguskan hubungan dan akhlak dengan sesama, hablun minallah wa hablun minan nas.

4. Ekonomi

Al-Qur‘an telah menjelaskan kaidah-kaidah dalam masalah ekonomi, sebab perekonomian itu kembali kepada dua permasalahan:
1.   Pintar dalam mencari harta
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuka lebar-lebar segala pintu untuk mencari harta selagi tidak melanggar agama. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٠﴾
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS al-Jumu’ah [62]: 10)
2.   Pintar dalam membelanjakan harta
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan untuk hemat dan tidak boros dalam membelanjakan harta. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman menyifati hamba-hamba-Nya yang beriman:
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَ‌ٰلِكَ قَوَامًۭا ﴿٦٧﴾
Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (QS al-Furqan [25]: 67)

5. Politik

Al-Qur‘an telah menjelaskan masalah-masalah politik secara gamblang. Hal itu karena politik yang bermakna pengaturan negara terbagi menjadi dua macam:
1.   Politik Luar Negeri
Politik ini kembali kepada dua sumber utama:
Pertama: Mempersiapkan kekuatan untuk menghadapi serangan musuh/penjajah. Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَأَعِدُّوا۟ لَهُم مَّا ٱسْتَطَعْتُم مِّن قُوَّةٍۢ
Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. (QS al-Anfal [8]: 60)
Kedua: Persatuan yang kuat dalam kekuatan tersebut. Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًۭا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS Ali Imran [3]: 103)
2.   Politik Dalam Negeri
Politik ini kembali kepada penyebaran keamanan dalam negeri, membasmi kezaliman dan memberikan hak kepada pemiliknya. Dan sumber politik dalam negeri ada dalam enam perkara yang semuanya telah dijelaskan dalam Islam secara terperinci:
a.       Agama. Oleh karenanya, Islam memerintahkan tauhid dan melarang syirik serta menghukum orang yang murtad karena agama bukan permainan.
b.       Jiwa. Oleh karenanya, Islam melarang pembunuhan dan bunuh diri serta memberikan hukuman dan ancaman yang keras bagi pelakunya.
c.       Akal. Oleh karenanya, Islam melarang minum khamar (setiap yang memabukkan) karena hal itu merusak akal.
d.      Nasab. Oleh karenanya, Islam menganjurkan pernikahan dan melarang perzinaan.
e.       Harta. Oleh karenanya, Islam melarang pencurian, perampokan, dan mengambil harta orang lain.
f.       Kehormatan. Oleh karenanya, Islam melarang untuk menuduh orang lain tanpa bukti.[6]
Dengan penjelasan contoh-contoh di atas, dapatlah kita mengambil kesimpulan betapa indah dan sempurnanya agama Islam. Oleh karenanya, hendaknya kita semakin bangga dengan agama Islam dan semangat dalam menerapkan dan menyebarkannya dalam kehidupan ini, sebab kita yakin seyakin-yakinnya bahwa jika kita mengikuti aturan agama Islam maka kita akan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Maka kami menyeru kepada semuanya:
Wahai kaum muslimin; Bertaqwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, beribadahlah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tunaikanlah perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa shalat, puasa, zakat, haji, dan lain sebagainya.
Wahai para orang tua; Perhatikanlah anak-anak kalian, jaga dan bimbinglah mereka dengan pendidikan Islam.
Wahai para suami; Didiklah istri dan anak-anak kalian dan jagalah mereka dari api neraka yang bahan bakarnya berupa manusia dan bebatuan.
Wahai para istri dan wanita muslimah, jadilah wanita-wanita shalihah yang taat beragama, melaksanakan perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menjauhi larangan-Nya, jagalah jilbab kalian dan jangan pamerkan aurat kalian, janganlah kalian tertipu dengan propaganda-propaganda setan yang semua berupa kebebasan, emansipasi, gender, dan lain sebagainya.
Wahai para pemerintah; Tunaikanlah kewajiban kalian dan hak rakyat dengan penuh amanah dan kejujuran, perhatikanlah kebutuhan mereka dengan penuh kasih sayang.
Wahai para rakyat; Jadilah kalian sebagai rakyat yang baik, jalankan hak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hak makhluk, bantulah dan do’akanlah pemimpin kalian dengan kebaikan.
Wahai para ustadz, kiai, mubaligh, guru, da’i; Tunaikanlah kewajiban kalian untuk menjelaskan agama ini kepada umat dengan penuh keikhlasan, jelaskanlah kepada umat tentang tauhid dan peringatkan umat dari syirik, sampaikan kepada umat tentang sunnah dan peringatkanlah umat dari bid’ah, ajaklah umat kepada ketaatan dan jauhkanlah dari kemaksiatan; semua tanpa rasa takut kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Wahai para pemuda dan anak; Sibukkanlah diri kalian untuk menuntut ilmu agama dan hal-hal yang bermanfaat, milikilah akhlak yang indah kepada sesama, karena kalian adalah masa depan umat.
Wahai para pemilik media baik cetak maupun elektronik; Jadilah kalian pembuka pintu-pintu kebaikan dan penutup pintu-pintu kejelekan, janganlah kalian menjadikan media sebagai sarana untuk memenuhi kemauan setan.
Marilah kita tutup tulisan  ini dengan do’a kepada Allah secara khusyuk dan menghadirkan hati.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, dosa-dosa keluarga kami, orang tua kami, istri dan anak-anak kami serta saudara-saudara kami semuanya.
Ya Allah, berikanlah kepada kami sinar ilmu dan hidayah agar kami dapat mengetahui kebenaran dan menangkis virus-virus pemikiran sesat yang sangat merajalela pada zaman sekarang. Ya Allah, berikanlah kepada kami kekuatan untuk itu.
Ya Allah, perbaikilah keadaan kami, perbaikilah hati kami, dan perbaikilah keadaan negara kami.
Ya Allah, berikanlah kekuatan dan hidayah kepada para pemimpin kami dalam menjalankan amanah-Mu dengan sebaik-baiknya.
Ya Allah, turunkanlah barokah-Mu dari langit dan bumi. Ya Allah, luaskanlah rezeki untuk kami dengan rezeki yang halal.
Ya Allah, janganlah Engkau sisakan sebuah dosa seorang dari kami kecuali Engkau telah mengampuninya, dan suatu hutang kecuali Engkau melunasinya, sakit kecuali Engkau menyembuhkannya, dan kesusahan kecuali Engkau memudahkannya.
Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi


Maksud 'Islam Sudah Sempurna dan Tidak Perlu Adanya Hal-hal Baru' ?

Muslimedianews.com ~ assalamu'alaikum
Semoga kemuliaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat daripada Allah selalu bersama kita dan semoga kita semua bisa berkumpul dan bersama habibana Munzir bin Fuad al Musawa kelak di dunia, di alam kubur, di alam arwah dan akhirat kelak di hadirat Allah dan Rasulullah kelak amin..amin....amin

Beberapa saudara kita yang berbeda aqidah selalu mengandalkan hadist sabda Rasulullah bahwa Islam telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau hal-hal baru dalam Islam. lalu dengan mudah mereka membid'ahkan (sesat) tanpa memandang bid'ah hasanah itu ada dengan apa yang kita lakukan seperti maulid, haul dan lain-lain karena itu saya memohon dengan sangat petunjuknya apa maksud yang tersimpan daripada hadist ini.

demikian. wasalam


Jawaban :
Habib Ahmad Novel bin Jindan

Wa alaikum salam warohmatullahi wabaraktuh
Amiiin ya robbal 'alamin...
Kecintaan antum kepada Habibana mundzir Insyaallah akan menjadi penyebab kebersamaan antum dengan beliau di dunia dan di akhirat insyaallah..

Mengenai ungkapan bahwa "Islam telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau hal-hal baru dalam Islam". Ungkapan ini sering di salah artikan karena memang Islam itu sudah sempurna tetapi adanya perbuatan atau amalan baru selagi ia termasuk dalam perbuatan yang dianjurkan maka hukumnya boleh.

Karena Sabda Rasulullah SAW secara jelas melarang ‘amalan yang tidak termasuk bagian dari ajaran Islam’ ;
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
وفي رواية لمسلم: من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
"Siapa yang melakukan perbuatan (amalan) baru dalam urusan (agama) kita yg tidak termasuk bagian darinya (agama Islam) maka perbuatan itu di tolak.” (Hadis riwayat Bukhori dan Muslim)

Para Ulama menyatakan bahwa hadits ini menjelaskan tentang semua amalan yang baru tanpa dilandasi dasar dari ajaran Alqur’an dan As-sunnah maka amalan tersebut ditolak.

Para Ulama dari berbagai disiplin ilmu juga menyatakan bahwa hadits tersebut juga menjelaskan bahwa segala amal perbuatan yang baru dalam agama namun memiliki landasan dari Al-kitab dan As-sunah maka amalan tersebut diterima dan tidak ditolak.

Hal ini dikuatkan dengan hadits lain yang berbunyi:

من سن سنة حسنة له أجره و أجر من عمل به من غير أن ينقص من أجورهم شيئا
Artinya: “Barangsiapa yang membuat tradisi baru yang baik, maka baginya pahala atas pekerjaannya dan pahala setiap orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka.” (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi,dan lainya)

Dan semua yang antum tanyakan tentang Maulid, Haul, dsb, itu semua memiliki landasan dan dasar yang kuat dari Alquran dan Assunnah. Para ulama telah mengupas tuntas tentang perihal itu semua. Diantara kitab yang sangat bagus untuk dibaca tentang dalil-dalil yang membolehkan maulid, haul, tahlil dsb adalah kitab ‘Al-Ajwibah Al-Gholiyah’ karya guru kami Al-Allamah Al-Faqih Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumait, dan kitab-kitab karya guru kami yang mulia Al-Imam Muhadits Al-haramain As-sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, seperti ‘Al-Mafahiim’ dsb. Beliau banyak mengarang kitab membahas tuntas tentang perihal yang sering dipertanyakan itu.

Demikian jawaban kami, mudah-mudahan bermanfaat. Dan semoga Allah senantiasa membimbing kita semua ke jalan yang diridhoiNya.
Wassalam

jika tambah juga bermakna...hilanglah atau menolak 4 sifat Rasullullah saw

1..shiddiq
2. tabligh
3. amanah
4. fathonah

4 Sifat Nabi: Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh


لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌۭ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [Al Ahzab 21]
Nabi Muhammad memiliki akhlaq dan sifat-sifat yang sangat mulia. Oleh karena itu hendaklah kita mempelajari sifat-sifat Nabi seperti Shiddiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh. Memang banyak sifat-sifat baik Nabi lainnya seperti sabar, rendah hati, lemah-lembut, dsb. Namun di sini kita fokus pada sifat yang 4 di atas. Mudah-mudahan dengan memahami sifat-sifat itu, selain kita bisa terhindar dari mengikuti orang-orang yang mengaku sebagai Nabi, kita juga bisa meniru sifat-sifat Nabi sehingga kita juga jadi orang yang mulia.

Shiddiq

Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga perbuatannya juga benar. Sejalan dengan ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang kebanyakan hanya kata-katanya yang manis, namun perbuatannya berbeda dengan ucapannya.
Mustahil Nabi itu bersifat pembohong/kizzib, dusta, dan sebagainya.

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ

Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya.

إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌۭ يُوحَىٰ

Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” [An Najm 4-5]


Amanah

Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itulah Nabi Muhammad SAW dijuluki oleh penduduk Mekkah dengan gelar “Al Amin” yang artinya terpercaya jauh sebelum beliau diangkat jadi Nabi. Apa pun yang beliau ucapkan, penduduk Mekkah mempercayainya karena beliau bukanlah orang yang pembohong.
“Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepadamu dan aku hanyalah pemberi nasehat yang terpercaya bagimu.” [Al A’raaf 68]
Mustahil Nabi itu khianat terhadap orang yang memberinya amanah.
Ketika Nabi Muhammad SAW ditawari kerajaan, harta, wanita oleh kaum Quraisy agar beliau meninggalkan tugas ilahinya menyiarkan agama Islam, beliau menjawab:
”Demi Allah…wahai paman, seandainya mereka dapat meletakkan matahari di tangan kanan ku dan bulan di tangan kiri ku agar aku meninggalkan tugas suci ku, maka aku tidak akan meninggalkannya sampai Allah memenangkan (Islam) atau aku hancur karena-Nya”……
Meski kaum kafir Quraisy mengancam membunuh Nabi, namun Nabi tidak gentar dan tetap menjalankan amanah yang dia terima.
Seorang Muslim harusnya bersikap amanah seperti Nabi.

Tabligh

Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia, disampaikan oleh Nabi. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung Nabi.

لِّيَعْلَمَ أَن قَدْ أَبْلَغُوا۟ رِسَٰلَٰتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَىٰ كُلَّ شَىْءٍ عَدَدًۢا

“Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.” [Al Jin 28]
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling,
karena telah datang seorang buta kepadanya” [‘Abasa 1-2]
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa firman Allah S.80:1 turun berkenaan dengan Ibnu Ummi Maktum yang buta yang datang kepada Rasulullah saw. sambil berkata: “Berilah petunjuk kepadaku ya Rasulullah.” Pada waktu itu Rasulullah saw. sedang menghadapi para pembesar kaum musyrikin Quraisy, sehingga Rasulullah berpaling daripadanya dan tetap mengahadapi pembesar-pembesar Quraisy. Ummi Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini mengganggu tuan?” Rasulullah menjawab: “Tidak.” Ayat ini (S.80:1-10) turun sebagai teguran atas perbuatan Rasulullah saw.
(Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan al-Hakim yang bersumber dari ‘Aisyah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Ya’la yang bersumber dari Anas.)
Sebetulnya apa yang dilakukan Nabi itu menurut standar umum adalah hal yang wajar. Saat sedang berbicara di depan umum atau dengan seseorang, tentu kita tidak suka diinterupsi oleh orang lain. Namun untuk standar Nabi, itu tidak cukup. Oleh karena itulah Allah menegurnya.
Sebagai seorang yang tabligh, meski ayat itu menyindirnya, Nabi Muhammad tetap menyampaikannya kepada kita. Itulah sifat seorang Nabi.
Tidak mungkin Nabi itu Kitman atau menyembunyikan wahyu.

Fathonah

Fathonah artinya Cerdas. Mustahil Nabi itu bodoh atau jahlun. Dalam menyampaikan 6.236 ayat Al Qur’an kemudian menjelaskannya dalam puluhan ribu hadits membutuhkan kecerdasan yang luar biasa.
Nabi harus mampu menjelaskan firman-firman Allah kepada kaumnya sehingga mereka mau masuk ke dalam Islam. Nabi juga harus mampu berdebat dengan orang-orang kafir dengan cara yang sebaik-baiknya.
Apalagi Nabi mampu mengatur ummatnya sehingga dari bangsa Arab yang bodoh dan terpecah-belah serta saling perang antar suku, menjadi satu bangsa yang berbudaya dan berpengetahuan dalam 1 negara yang besar yang dalam 100 tahun melebihi luas Eropa. Negara tersebut membentang dari Spanyol dan Portugis di Barat hingga India Barat.
Itu semua membutuhkan kecerdasan yang luar biasa.

4 Sifat Wajib/Mustahil Bagi Rasul

الدرس الثامن : في صفات الرسل
الصفات الواجبة في حق الرسل أربع  وهي الصدق و الأمانة و التبليغ و الفطانة .
الصدق هو مطابقة الخبر للواقع فيجب علينا أن نعتقد بأن جميع ما جاء به الرسل قولا و فعلا صدق و حق ، قال الله تعالى: صدق الله و رسوله و الدليل العقلي على ذلك ظهور المعجزات على أيديهم فلو لم يكونوا صادقين لكانوا كاذبين و لو كان كاذبين لكان الله يؤيد الكاذبين و يأمر بالاقتداء بهم في قوله تعالى { وَمَآ آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُواْ } و هو محال لأن الله لا يأمر بالفحشاء و المنكر .
الامانة : معنى الأمانة في حق الرسل هو حفظ ظواهرهم و بواطنهم من الوقوع في منهي عنه لو كراهة ، فيجب علينا أن نعتقد بأنهم محفوظون من الظاهرة و الباطنة ، قال الله تعالى حكاية عن أحد الرسل { إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ } ، و الدليل العقلي على ذلك أنهم لو كان غير أمناء لكانوا خائنين لما أمرنا الله باتباعهم ، قال الله تعالى { إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الخَائِنِينَ }

PELAJARAN KEDELAPAN: SIFAT PARA RASUL
SYARAH:
Sebagaimana para malaikat, yang selalu patuh kepada perintah Allah, dan tidak pernah sekalipun melanggar larangan Allah, maka para nabi dan rasul Allah juga demikian. Mereka adalah orang-orang yang dijaga Allah dari perbuatan yang dapat mendatangkan dosa. Para nabi dan Rasul adalah orang yang selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Allah telah menjaga para nabi dan rasul dari terjerumus ke dalam perbuatan dosa, sejak mereka baru lahir, begitu pula setelah diangkat menjadi nabi dan rasul.
Telah diyakini bahwa para rasul yang diutus Allah, mereka adalah laki laki merdeka yang telah dipilih dengan sempurna dan dilengkapi dengan keistimewaan yang tidak dimiliki makhluk biasa. Begitu pula telah diberikan kepada mereka sifat-sifat kesempurnaan dengan tujuan untuk menguatkan risalah yang dibawa. Maka Allah telah menganugerahkan kepada mereka empat sifat kesempurnaan, yang wajib dimiliki oleh seorang rasul, yaitu Shidiq (Jujur), Amanah (dipercaya), Tabligh (menyampaikan) dan Fathanah (cerdas).
1. SHIDIQ (JUJUR)
Setiap rasul pasti jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Apa apa yang telah disampaikan kepada manusia baik berupa wahyu atau kabar harus sesuai dengan apa yang telah diterima dari Allah tidak boleh dilebihkan atau dikurangkan. Dalam arti lain apa yang disampaikan kepada manusia pasti benar adanya, karena memang bersumber dari Allah. Makanya setiap rasul pasti jujur dalam pengakuan atas kerasulannya. Dan kita sebagai manusia harus meyakinkanya dan beri’tikad bahwa semua yang datang dari Rasul baik perkataan atau perbuatan adalah benar dan hak. Karena apa yang diucapkan atau diperbuat oleh para rasul bukan menurut kemauannya sendiri. Ucapan dan perbuatannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan atau risalah yang diterima dari Allah.
Sebagai bukti atas kebenaran para rasul, mereka telah dibekali dengan mukjizat mukjizat yang harus diyakini oleh setiap muslim kebenaranya. Dan tidak mungkin harus diyakini dan diteladani jika mereka (para rasul) itu tidak jujur. Tentu setelah itu apa yang telah diperintahkan Allah melalui perantaraan para rasul, kita sebagai muslim harus mengikuti dengan ta’at dan apa yang dilarang Allah kita tinggalkan.
وَمَآ آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُواْ
”Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah,” (al-Hasyr, 7)
2. AMANAH (DIPERCAYA)
Amanah berarti bisa dipercaya baik dhahir atau bathin. Sedangkan yang dimaksud di sini bahwa setiap rasul adalah dapat dipercaya dalam setiap ucapan dan perbuatannya. Para rasul akan terjaga secara dhahir atau bathin dari melakukan perbuatan yang dilarang dalam agama, begitu pula hal yang melanggar etika.
إِنِّي لَكُمْ رَسُولٌ أَمِينٌ
“Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,” (asy-syuara’ 143)
Maka hal yang muhal atau mustahil jika rasul itu terjerumus ke dalam perzinahan, pencurian, meminum minutan keras, berdusta, menipu dan lain sebagainya. Rasul tidak mungkin memiliki sifat hasud, riya’, sombong, dusta dan sebagainya. Jika para rasul telah melanggar etika berarti mereka telah bekhianat dan Allah tidak menyukai manusia yang berkhianat.
إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الخَائِنِينَ
Allah berfirman,  “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.”(al-Anfal, 58)

التبليغ : معنى التبليغ في حق الرسل عليهم السلام هو ايصال الأحكام التى أمروا بتبليغها الى المرسل اليهم ، فيجب علينا أن نعتقد أنهم عليهم السلام بلغوا ما أمروا بتبليغه ما أخفوا على الناس من ذلك شيئا ، لا عمدا و لا سهوا و لا نسيانا قال الله تعالى { الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاَتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلاَ يَخْشَوْنَ أَحَداً إِلاَّ اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيباً } و الدليل العقلي على ذلك أنهم لو كتموا شيئا مما أمروا بتبليغه ، و لكنا مأمورين بكتم العلم ، لأننا أمرنا بالاقتداء بهم و هو باطل لأن كاتم العلم ملعون .
الفطانة : هي حدة الذكاء و التيقظ التام لإلزام الخصوم و إبطال دعاويهم ، فيجب علينا أن نعتقد أنهم عليهم الصلاة و السلام أكمل أهل زمانهم في العقل و الفطنة و قوة الذكاء . و الدليل العقلي على ذلك أن الله تعالى أرسلهم لإحقاق الحق و إبطال الباطل و إبطال دعاوي الخصوم بإقامة الحجة ، فلو كانوا غير فطناء لكانوا بلداء و لو كانوا بلداء لعجزوا عن إقامة الحجة و هو باطل ، قال الله تعالى { وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ آتَيْنَاهَآ إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ }

3. TABLIGH (MENYAMPAIKAN)
Sudah menjadi kewajiban para rasul untuk menyampaikan kepada manusia apa yang diterima dari Allah berupa wahyu yang menyangkut didalamnya hukum hukum agama. Jika Allah memerintahkan para rasul untuk menyampaikan wahyu kepada manusia, maka wajib bagi manusia untuk menerima apa yang telah disampaikan dengan keyakinan yang kuat sebagai bukti atau saksi akan kebenaran wahyu itu.
الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاَتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلاَ يَخْشَوْنَ أَحَداً إِلاَّ اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيباً
Allah berfirman, “(yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pembuat Perhitungan.” (al-Ahzab, 39).
Hal ini bisa dikiyaskan bahwa jika Allah memberikan wahyu kepada para rasul untuk tidak disampaikan atau dirahasiakan kepada manusia, maka tidak wajib bagi manusia untuk mempelajarinya. Sedangkan menyampaikan adalah hal yang wajib dan menyembunyikan adalah hal yang terlaknat dan tercela.
4. FATHONAH (CERDAS)
Dalam menyampaikan risalah Allah, tentu dibutuhkan kemampuan, diplomasi, dan strategi khusus agar wahyu yang tersimpan didalamnya hukum hukum Allah dan risalah yang disampaikan bisa diterima dengan baik oleh manusia. Karena itu, seorang rasul wajib memiliki sifat cerdas. Kecerdasan ini sangat berfungsi terutama dalam menghadapi orang-orang yang membangkang dan menolak ajaran Islam.
Maka diharuskan bagi kita untuk meyakinkan bahwa para rasul itu adalah manusia yang paling sempurna dalam penampilan, akal, kekuatan berfikir, kecerdasan dan pembawaan wahyu yang diutus pada zamannya. Kalau saja para rasul itu tidak sesuai dengas sifat sifatnya maka mustahil manusia akan menerima dan mengakuinya. Sifat sifat itu merupakan satu hujjah bagi mereka agar apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik.
وَتِلْكَ حُجَّتُنَآ آتَيْنَاهَآ إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ
Allah berfirman: “Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya.” (al-An’am, 83)


الصفات المستحيلة في حق الرسل  
يستيحل في حق الرسل عليهم السلام أضداد الصفات الواجبة وهي أربع : الكذب و الخيانة و الكتمان و البلادة
الصفات الجائزة في حق الرسل : يجوز في حق الرسل عليهم السلام كل وصف من أوصاف البشر التى لا تؤدي الى نقص في مراتبهم العلية ، كالأكل و الشرب و النكاح و المرض الخفيف و الاغماء والدليل على ذلك مشاهدة احوالهم لأن من حضر معهم ذلك معهم ، و وصل الينا بالتواتر ، قال الله تعالى { وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلاَّ إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الأَسْوَاقِ } و يستحيل في حقهم الجنون و البرص والعمى و كل مرض ينفر الناس عنهم.

SIFAT MUSTAHIL BAGI RASUL
Telah diterangkan di atas sifat sifat wajib para rasul yang harus diimani oleh setiap muslim yaitu: Shidiq (jujur), Amanah (bisa dipercaya), Tabligh (menyampaikan), dan  Fathonah (cerdas). Adapun kebalikan dari sifat sifat wajib para rasul adalah sifat sifat mustahil yaitu Kidhb (Bohong), Khianah (Berkhianat atau tidak dipercaya), Kitman (menyembunyikan) dan Baladah (Bodoh).

SIFAT JAIZ BAGI RASUL
Allah telah mengutus para rasul kepada manusia dan telah dihiasi dengan sifat kesempurnaan melebihi makhluk Allah yang lain, namun mereka tidak akan terlepas dari fitrah kemanusian yang ada dalam dirinya. Seorang rasul tetaplah sebagai seorang manusia biasa yang berprilaku sebagaimana manusia.
Sifat para rasul Allah ini telah membuat mereka melakukan aktifitas sebagaimana manusia lainnya. Sudah tentu yang dimaksud di sini adalah prilaku dan sifat yang tidak mengurangi derajat kerasulan mereka di mata manusia. Jadi sifat sifat ini boleh dikatakan jaiz bagi para rasul, yaitu sifat sifat yang boleh dilakukan dan boleh pula ditinggalkan Seperti makan, minum, tidur, kawin, istirahan, sakit yang ringan, pingsan, jalan ke pasar pasar, berniaga dan semacamnya.
Sedangkan prilaku dan sifat yang bisa merendahkan derajat kerasulan, mereka akan terpelihara dan dipelihara oleh Allah dan sudah pasti perilaku dan sifat itu tidak pernah dilakukannya. Dan inilah yang membedakan mereka dengan manusia yang lain.
وَمَآ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلاَّ إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الأَسْوَاقِ
Allah berfirman, ”Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul sebelummu, melainkan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. (al-Furqon, 20)

ibadah tak boleh tambah dah termaktub...diarah@diajar oleh Allah swt bersifat Kesempurnaan

yang dikecualikan tak sama dengan Rasullulah saw

1. cara berkenderaan
2. bentuk rumah
3. cara makanan
4. berpakaian
5. cara bekerja dll

Kedudukan Perintah Berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah lebih kuat dibandingkan Al-Qur’an dan Ahlul Bait

Tentunya kita sering membaca artikel-artikel dari kalangan syi’ah yang mengolok-olok ahlus sunnah dengan mengatakan bahwa hadits perintah berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah kedudukannya adalah lemah, sedangkan hadits tsaqalain yaitu Al-Qur’an dan Ahlul Bait kedudukannya shahih, sehingga mereka mengatakan bahwa ahlus sunnah sebenarnya tidak punya pegangan yang kuat.
Mungkin jika kita kurang berfikir kritis, kita akan langsung mengiyakan hal tersebut, padahal perintah untuk berpegang teguh kepada As-Sunnah adalah perintah Allah yang banyak sekali disebutkan dalam Al-Qur’an, sehingga kedudukannya jauh lebih kuat dibandingkan hadits tsaqalain. Sedangkan hadits tsaqalain sendiri pada kenyataannya adalah perintah untuk berpegang teguh kepada Kitabullah dan perintah untuk memperhatikan ahlul bait.
Lalu apa yang dimaksud dengan sunnah disini? As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri (pensyariatan) bagi ummat Islam (Qawaa’idut Tahdits (hal. 62), Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal. 15), Dr. Mahmud ath-Thahhan)
Contoh-contoh ayat Al-Qur’an yang memerintahkan untuk berpegang kepada As-Sunnah
“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang menghinakan.” (Q.S. An Nisa’: 13-14)
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki maupun perempuan mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia telah nyata-nyata sesat.” (Q.S. Al Ahzab: 36)
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (Q.S. An Nisa’: 69)
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu…” 
(QS. Al Ahzaab: 21)
Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka (Q.S. An Nisa’: 80)
Dan masih buaaanyak lagi…
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda:
“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.” (HR. Abu Hurairah).

 “Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam sementara seburuk-buruk perkara adalah hal-hal yang diada-adakan, dan setiap hal yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan itu berada di neraka.”  (HR. an-Nasa`i)
“Orang yang berpegangan kepada sunahku pada saat umatku dilanda kerusakan maka pahalanya seperti seorang syahid.”  (HR. Ath-Thabrani)

 “Berpegangteguhlah kalian dengan Sunnah-ku dan sunnah para Khulafa Rasyidin yang mendapat petunjuk (setelahku).”  (HR. Al-‘Irbadh bin Sariyah)
“Hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk (Allah). Peganglah kuat-kuat sunnah itu dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama) karena semua bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
“Barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku maka dia bukan golonganku.” (HR. Bukhari)
Kesimpulan : Berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah diperintahkan oleh Allah dalam Kitabullah, dan Rasul-Nya dala hadits-hadits beliau, sehingga jika kita berpegang kepada Kitabullah, secara otomatis kita wajib berpegang kepada Sunnah Rasul shalallahu ‘alaihi wasalam, hal ini menunjukkan perintah berpegang kepada sunnah bersamaan dengan Kitabullah adalah sangat kuat, bahkan seandainya tidak ada satu hadits pun yang memerintahkan hal ini, cukuplah perintah ini kita dapatkan dari Al-Qur’an.
Wassalam



asalkan tidak bertentang dengan syarak

سُوۡرَةُ بنیٓ اسرآئیل / الإسرَاء
بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

 إِنَّ هَـٰذَا ٱلۡقُرۡءَانَ يَہۡدِى لِلَّتِى هِىَ أَقۡوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرً۬ا كَبِيرً۬ا (٩) وَأَنَّ ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأَخِرَةِ أَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمً۬ا (١٠) وَيَدۡعُ ٱلۡإِنسَـٰنُ بِٱلشَّرِّ دُعَآءَهُ ۥ بِٱلۡخَيۡرِ‌ۖ وَكَانَ ٱلۡإِنسَـٰنُ عَجُولاً۬ (١١)

Surah Al-Isra
Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani
 Sesungguhnya Al-Quran ini memberi petunjuk ke jalan yang amat betul (agama Islam) dan memberikan berita yang menggembirakan orang-orang yang beriman yang mengerjakan amal-amal soleh, bahawa mereka beroleh pahala yang besar. (9) Dan bahawa orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhirat, Kami sediakan bagi mereka azab seksa yang tidak terperi sakitnya. (10) Dan manusia berdoa dengan (memohon supaya dia ditimpa) kejahatan sebagaimana dia berdoa dengan memohon kebaikan dan sememangnya manusia itu (bertabiat) terburu-buru. (11)                                                              

WALLAHU'ALAM 
   

Tiada ulasan: