“Untuk Apa Kita Hidup…???” Tafsir surat Adz-Dzariyat (51): 56
Rutinitas hidup yang kita jalani terkadang menjebak kita yang membuat kita berfikir bahwa hidup ini ibarat putaran atau siklus tiada henti. Dan seakan-akan hidup ini hanya satu kesamaan dengan yang lain. Maksudnya ketika lahir, kemudian sekolah, kawin, punya anak, tua kemudian menunggu ajal. Setidaknya seperti itu yang selama ini kita jalani
Mencari Jawaban
Sulit sekali bagi kita jika hanya mengandalkan logika untuk mencari jawaban apa sebenarnya ini kehidupan kita. Namun jawaban yang tepat dapat kita temukan dalam sebuah buku yang memang dibuat oleh si perancang kehidupan ini sekaligus pemiliknya. Jawaban dapat diketemukan jika manusia menyadari siapa yang menciptakan kehidupan dunia dan seisinya.
Dalam salah satu ayat dari surat Adz-Dzariat .ayat 56 :
Wama kholaqtul jin-na wal insana illa liya’buduni
‘Dan Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku .”
Ternyata pertanyaan diatas dengan gamblang telah dijelaskan Allah Swt dengan dengan menghidupkan kita di dunia ini agar mengabdi / beribadah kepadaNya.
Dan bukan sekedar untuk hidup kemudian menghabiskan jatah umur lalu mati.
Lebih jauh Allah Swt mengingatkan pula dalam Surat Al-Mukminun (23) : 115
“ Afakhasib-tum an-nama kholaq-nakum ‘abatsan wa an-nakum ilaina laa turja’un ?”
“Apakah kau (manusia) menyangka bahwa Aku ciptakan kamu dengan main-main dan (kau kira) kamu tidak akan dikembalikan kepada KU?”
Dari dua ayat di atas, dengan mudah kita bisa mendapat pencerahan bahwa eksistensi kita di dunia adalah untuk melaksanakan ibadah / menyembah kepada Allah Swt.dan tentu saja semua yang berlaku bagi kita selama ini bukan sesuatu yang tidak ada artinya. Sekecil apapun perbuatan itu.
Kehadiran manusia ke bumi melalui proses kelahiran , sedangkan kematian sebagai pertanda habisnya kesempatan hidup di dunia dan selanjutnya kembali menghadap Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.
Semoga bermanfaat
Renungan : Untuk Apa Saya Hidup Di Dunia ?
” Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku..” (QS Adzdzariyat :56)
Pertanyaan penting yang kedua adalah untuk apa hidup. Mencari arti
hidup adalah sangat penting. Siapapun yang tidak memiliki misi hidup,
hidupnya akan terombang-ambing, tidak jelas, dan dipastikan tidak
berarti. Hanya mereka yang memiliki misi hiduplah yang akan berarti
dalam hidup, berarti buat dirinya , juga buat orang lain. Manusia tanpa
misi bagaikan hewan , yang hanya hidup , karenya nyawanya ada. Hidup
hewan tidak lebih berputar sekitar lahir, makan, cari makan, seksual,
melahirkan anak, buang air ….
Manusia yang hidup tanpa misi
bagaikan hewan. Inilah yang disindir oleh Allah SWT dalam Al Qur’an,
mereka disebut bagaikan hewan , bahkan lebih dari hewan. Ciri mereka :
tidak mau berpikir, meskipun sudah diberikan akal (qolbu). Tidak mau
menggunakan mata untuk melihat kebenaran. Telinga seakan ditutup tidak
mau mendengar kebenaran.
Persoalannya
bagaimana cara manusia mencari misi hidupnya. Logikanya, yang paling
tahu untuk apa kita hidup , tentu saja yang menciptakan kita, Allah swt.
Allah-lah yang Maha Tahu, paling mengerti untuk apa kita hidup, untuk
apa Dia menciptakan kita. Adalah sangat logis kalau kita mencari arti
hidup dengan melihat firman Allah SWT di Al Qur’an. Dengan sangat jelas,
Allah swt menyebutkan misi hidup utama kita adalah beribadah. Firman
Allah swt : “” Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah-Ku..” (QS Adzdzariyat :56)”
Ibnu
Abbas menafsirkan ayat di atas dengan: agar mereka (jin dan manusia)
menetapi ibadah kepada-Ku. Ibn al-Jauzi menafsirkan ayat di atas dengan:
agar mereka tunduk dan merendahkan diri kepada-Ku. (Zâd al-Masîr,
8/43). Maksud ayat di atas adalah agar mereka menjadi hamba Allah,
melaksanakan hukum-Nya, dan patuh pada apa yang ditetapkan Allah kepada
mereka (Ibn Hazm, Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal, 3/80).
Inilah hakikat ibadah. Ibadah tidak lain adalah mengikuti dan patuh,
diambil dari al-‘ubûdiyyah; seseorang hanya menyembah Zat Yang ia patuhi
dan Yang dia ikuti perintah (ketentuan)-Nya (Ibn Hazm, al-Ihkâm fî
Ushûl al-Ahkâm, 1/90).
Ringkasnya,
makna ibadah adalah tunduk dan patuh kepada hukum-Nya. Inilah ibadah
dalam pengertian yang luas, yakni taat kepada kepada seluruh aturan
Allah swt. Taat kepada Allah artinya tunduk kepada seluruh aturannya.
Mulai dari ibadah mahdoh seperti sholat, zakat, puasa, haji. Termasuk
juga aspek mu’amalah seperti ekonomi, politik, keluarga, pendidikan.
Makna
Ibadah diatas juga berarti merupakan penolakan terhadap seluruh aturan
yang bukan berasal dari Allah SWT. Sebab, beribadah semata-mata kepada
Allah SWT, artinya semata-mata diatur oleh hukum Allah SWT. Menjadikan
hukum selain Allah sebagai hukum, berarti bermakna menyembah selain
kepada Allah SWT.
Dengan
demikian manusia yang punya misi hidup untuk beribadah, bukan hanya
mengikuti Allah swt di masjid, di sajadah, di Baitul haram saat berhaji.
Tapi juga saat di kantor, di kursi parlemen, di meja pengadilan. Orang
punya misi ibadah karenanya tidak hanya rajin ibadah tapi juga tidak
korupsi, tidak membuat kebijakan yang mensengsarakan rakyat. Dia bukan
hanya melempar setan pada saat jumroh di Tanah Haram, tapi juga memusuhi
setan di tanah air.
Misi
hidup inilah yang nanti akan dituntut pertanggungjawabannya oleh Allah
swt. Layaknya seorang presiden yang diberikan mandat oleh parlemen,
setelah tugas selesai, yang memberikan mandat akan bertanyak kepada sang
Presiden, sejauh mana dia telah melaksanakan mandat itu. Nasib presiden
pun ditentukan apakah dia bisa bertanggungjawab atau tidak. Dengan ‘ibadah’
ini nanti juga akan menentukan nasib kita di Yaumil Akhir, meraih surga
atau dicampakkan Allah Swt di neraka jahannam yang keras.
Misi hidup untuk beribadah inilah yang akan menghantarkan dia pada ultimate goal seorang muslim yakni meraih ridho Allah swt. Kerinduan
puncak seorang muslim, saat Kekasih Tercintanya memanggil dengan penuh
ridho, sementara diapun ridho kepada Allah swt.: Firman Allah SWT :
يَاأَيَّتُهَا
النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ(27)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةً(28)فَادْخُلِي فِي عِبَادِي(29)وَادْخُلِي جَنَّتِي
”
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jam’ah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah ke dalam surga-Ku” ( QS Al Fajr : 27-30)
Tanbihul Ghofilin
Imam Bukhori Muslim meriwayatkan dari Anas ra. Dari Rosulullah Saw.
bahwa beliau pernah bersabda : ” Jenazah itu akan diikuti oleh tiga
perkara, yakni keluarga,harta, dan amalnya. Yang dua perkara itu akan
pulang, sedang yang akan tetap menemaninya hanya satu perkara. Keluarga
dan hartanya akan pulang, sedangkan yang akan tetap menemaninya hanyalah
amalnya,”
(dikutip dari buku Renungan Hidup Mantan Rocker Harry Moekty)
Untuk Apa Kita Diciptakan Di Dunia Ini?
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, para sahabat dan yang mengikutinya dengan baik hingga hari pembalasan.
Masih ada segelintir orang yang muncul dalam dirinya pertanyaan seperti ini, bahkan dia belum menemukan jawaban dari pertanyaan ini hingga berpuluh-puluh tahun lamanya. “Untuk tujuan apa sih, kita diciptakan di dunia ini?”, demikian pertanyaan yang selalu muncul dalam benaknya. Lalu sampai-sampai dia menanyakan pula, “Kenapa kita harus beribadah?” Sempat ada yang menanyakan beberapa pertanyaan di atas kepada kami melalui pesan singkat yang kami terima. Semoga Allah memudahkan untuk menjelaskan hal ini.
Saudaraku … Inilah Tujuan Engkau Hidup Di Dunia Ini
Allah Ta’ala sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam Al Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran Al Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)Saudaraku … Jadi, Allah tidaklah membiarkan kita begitu saja. Bukanlah Allah hanya memerintahkan kita untuk makan, minum, melepas lelah, tidur, mencari sesuap nasi untuk keberlangsungan hidup. Ingatlah, bukan hanya dengan tujuan seperti ini Allah menciptakan kita. Tetapi ada tujuan besar di balik itu semua yaitu agar setiap hamba dapat beribadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan
kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan
kepada Kami?” (QS. Al Mu’minun: 115).Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan, “Apakah kalian diciptakan tanpa ada maksud dan hikmah, tidak untuk beribadah kepada Allah, dan juga tanpa ada balasan dari-Nya[?] ” (Madaarijus Salikin, 1/98) Jadi beribadah kepada Allah adalah tujuan diciptakannya jin, manusia dan seluruh makhluk. Makhluk tidak mungkin diciptakan begitu saja tanpa diperintah dan tanpa dilarang. Allah Ta’ala berfirman,
أَيَحْسَبُ الْإِنْسَانُ أَنْ يُتْرَكَ سُدًى
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)?” (QS. Al Qiyamah: 36).Imam Asy Syafi’i mengatakan,
لاَ يُؤْمَرُ وَلاَ يُنْهَى
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa diperintah dan dilarang?”.Ulama lainnya mengatakan,
لاَ يُثاَبُ وَلاَ يُعَاقَبُ
“(Apakah mereka diciptakan) tanpa ada balasan dan siksaan?” (Lihat Madaarijus Salikin, 1/98)Bukan Berarti Allah Butuh pada Kita, Justru Kita yang Butuh Beribdah pada Allah
Saudaraku, setelah kita mengetahui tujuan hidup kita di dunia ini, perlu diketahui pula bahwa jika Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya, bukan berarti Allah butuh pada kita. Sesungguhnya Allah tidak menghendaki sedikit pun rezeki dari makhluk-Nya dan Dia pula tidak menghendaki agar hamba memberi makan pada-Nya. Allah lah yang Maha Pemberi Rizki. Perhatikan ayat selanjutnya, kelanjutan surat Adz Dzariyat ayat 56. Di sana, Allah Ta’ala berfirman,
مَا أُرِيدُ
مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ (57) إِنَّ اللَّهَ
هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ (58)
“Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya
Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat
Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 57-58)Jadi, justru kita yang butuh pada Allah. Justru kita yang butuh melakukan ibadah kepada-Nya.
Saudaraku … Semoga kita dapat memperhatikan perkataan yang sangat indah dari ulama Robbani, Ibnul Qoyyim rahimahullah tatkala beliau menjelaskan surat Adz Dzariyaat ayat 56-57.
Beliau rahimahullah mengatakan,“Dalam ayat tersebut Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidaklah menciptakan jin dan manusia karena butuh pada mereka, bukan untuk mendapatkan keuntungan dari makhluk tersebut. Akan tetapi, Allah Ta’ala Allah menciptakan mereka justru dalam rangka berderma dan berbuat baik pada mereka, yaitu supaya mereka beribadah kepada Allah, lalu mereka pun nantinya akan mendapatkan keuntungan. Semua keuntungan pun akan kembali kepada mereka. Hal ini sama halnya dengan perkataan seseorang, “Jika engkau berbuat baik, maka semua kebaikan tersebut akan kembali padamu”. Jadi, barangsiapa melakukan amalan sholeh, maka itu akan kembali untuk dirinya sendiri. ” (Thoriqul Hijrotain, hal. 222)
Jelaslah bahwa sebenarnya kita lah yang butuh pada ibadah kepada-Nya karena balasan dari ibadah tersebut akan kembali lagi kepada kita.
Apa Makna Ibadah?
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Dalam ibadah itu terkandung mengenal, mencintai, dan tunduk kepada Allah. Bahkan dalam ibadah terkandung segala yang Allah cintai dan ridhoi. Titik sentral dan yang paling urgent dalam segala yang ada adalah di hati yaitu berupa keimanan, mengenal dan mencintai Allah, takut dan bertaubat pada-Nya, bertawakkal pada-Nya, serta ridho terhadap hukum-Nya. Di antara bentuk ibadah adalah shalat, dzikir, do’a, dan membaca Al Qur’an.” (Majmu’ Al Fatawa, 32/232)
Tidak Semua Makhluk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Ini
Perlu diketahui bahwa irodah (kehendak) Allah itu ada dua macam.
Pertama adalah irodah diniyyah, yaitu setiap sesuatu yang diperintahkan oleh Allah berupa amalan sholeh. Namun orang-orang kafir dan fajir (ahli maksiat) melanggar perintah ini. Seperti ini disebut dengan irodah diniyyah, namun amalannya dicintai dan diridhoi. Irodah seperti ini bisa terealisir dan bisa pula tidak terealisir.
Kedua adalah irodah kauniyyah, yaitu segala sesuatu yang Allah takdirkan dan kehendaki, namun Allah tidaklah memerintahkannya. Contohnya adalah perkara-perkara mubah dan bentuk maksiat. Perkara-perkara semacam ini tidak Allah perintahkan dan tidak pula diridhoi. Allah tidaklah memerintahkan makhluk-Nya berbuat kejelekan, Dia tidak meridhoi kekafiran, walaupun Allah menghendaki, menakdirkan, dan menciptakannya. Dalam hal ini, setiap yang Dia kehendaki pasti terlaksana dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terwujud. Jika kita melihat surat Adz Dzariyat ayat 56,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat: 56)Tujuan penciptaan di sini termasuk irodah diniyyah. Jadi, tujuan penciptaan di sini tidaklah semua makhluk mewujudkannya. Oleh karena itu, dalam tataran realita ada orang yang beriman dan orang yang tidak beriman. Tujuan penciptaan di sini yaitu beribadah kepada Allah adalah perkara yang dicintai dan diridhoi, namun tidak semua makhluk merealisasikannya. (Lihat pembahasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 8/189)
Dengan Tauhid dan Kecintaan pada-Nya, Kebahagiaan dan Keselamatan akan Diraih
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Tujuan yang terpuji yang jika setiap insan merealisasikannya bisa menggapai kesempurnaan, kebahagiaan hidup, dan keselamatan adalah dengan mengenal, mencintai, dan beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik kepada-Nya. Inilah hakekat dari perkataan seorang hamba “Laa ilaha illallah (tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah)”. Dengan kalimat inilah para Rasul diutus dan semua kitab diturunkan. Suatu jiwa tidaklah menjadi baik, suci dan sempurna melainkan dengan mentauhidkan Allah semata.” (Miftaah Daaris Sa’aadah, 2/120)
Kami memohon kepada Allah, agar menunjuki kita sekalian dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan amalan yang Dia cintai dan ridhoi. Tidak ada daya untuk melakukan ketaatan dan tidak ada kekuatan untuk meninggalkan yang haram melainkan dengan pertolongan Allah.
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا دَائِمًا إلَى يَوْمِ
الدِّينِ .
***
Selesai disusun di Wisma MTI, 29 Jumadits Tsani 1430 H (Selasa, 23-06-2009)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
Renungan : Untuk Apa Saya Hidup Di Dunia ?
H.Harry Mukti
” Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah-Ku..” (QS Adzdzariyat :56)
Pertanyaan penting yang kedua adalah untuk apa hidup. Mencari arti
hidup adalah sangat penting. Siapapun yang tidak memiliki misi hidup,
hidupnya akan terombang-ambing, tidak jelas, dan dipastikan tidak
berarti. Hanya mereka yang memiliki misi hiduplah yang akan berarti
dalam hidup, berarti buat dirinya , juga buat orang lain. Manusia tanpa
misi bagaikan hewan , yang hanya hidup , karenya nyawanya ada. Hidup
hewan tidak lebih berputar sekitar lahir, makan, cari makan, seksual,
melahirkan anak, buang air ….
Manusia yang hidup tanpa misi
bagaikan hewan. Inilah yang disindir oleh Allah SWT dalam Al Qur’an,
mereka disebut bagaikan hewan , bahkan lebih dari hewan. Ciri mereka :
tidak mau berpikir, meskipun sudah diberikan akal (qolbu). Tidak mau
menggunakan mata untuk melihat kebenaran. Telinga seakan ditutup tidak
mau mendengar kebenaran.
Persoalannya
bagaimana cara manusia mencari misi hidupnya. Logikanya, yang paling
tahu untuk apa kita hidup , tentu saja yang menciptakan kita, Allah swt.
Allah-lah yang Maha Tahu, paling mengerti untuk apa kita hidup, untuk
apa Dia menciptakan kita. Adalah sangat logis kalau kita mencari arti
hidup dengan melihat firman Allah SWT di Al Qur’an. Dengan sangat jelas,
Allah swt menyebutkan misi hidup utama kita adalah beribadah. Firman
Allah swt : “” Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
menyembah-Ku..” (QS Adzdzariyat :56)”
Ibnu
Abbas menafsirkan ayat di atas dengan: agar mereka (jin dan manusia)
menetapi ibadah kepada-Ku. Ibn al-Jauzi menafsirkan ayat di atas dengan:
agar mereka tunduk dan merendahkan diri kepada-Ku. (Zâd al-Masîr,
8/43). Maksud ayat di atas adalah agar mereka menjadi hamba Allah,
melaksanakan hukum-Nya, dan patuh pada apa yang ditetapkan Allah kepada
mereka (Ibn Hazm, Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal, 3/80).
Inilah hakikat ibadah. Ibadah tidak lain adalah mengikuti dan patuh,
diambil dari al-‘ubûdiyyah; seseorang hanya menyembah Zat Yang ia patuhi
dan Yang dia ikuti perintah (ketentuan)-Nya (Ibn Hazm, al-Ihkâm fî
Ushûl al-Ahkâm, 1/90).
Ringkasnya,
makna ibadah adalah tunduk dan patuh kepada hukum-Nya. Inilah ibadah
dalam pengertian yang luas, yakni taat kepada kepada seluruh aturan
Allah swt. Taat kepada Allah artinya tunduk kepada seluruh aturannya.
Mulai dari ibadah mahdoh seperti sholat, zakat, puasa, haji. Termasuk
juga aspek mu’amalah seperti ekonomi, politik, keluarga, pendidikan.
Makna
Ibadah diatas juga berarti merupakan penolakan terhadap seluruh aturan
yang bukan berasal dari Allah SWT. Sebab, beribadah semata-mata kepada
Allah SWT, artinya semata-mata diatur oleh hukum Allah SWT. Menjadikan
hukum selain Allah sebagai hukum, berarti bermakna menyembah selain
kepada Allah SWT.
Dengan
demikian manusia yang punya misi hidup untuk beribadah, bukan hanya
mengikuti Allah swt di masjid, di sajadah, di Baitul haram saat berhaji.
Tapi juga saat di kantor, di kursi parlemen, di meja pengadilan. Orang
punya misi ibadah karenanya tidak hanya rajin ibadah tapi juga tidak
korupsi, tidak membuat kebijakan yang mensengsarakan rakyat. Dia bukan
hanya melempar setan pada saat jumroh di Tanah Haram, tapi juga memusuhi
setan di tanah air.
Misi
hidup inilah yang nanti akan dituntut pertanggungjawabannya oleh Allah
swt. Layaknya seorang presiden yang diberikan mandat oleh parlemen,
setelah tugas selesai, yang memberikan mandat akan bertanyak kepada sang
Presiden, sejauh mana dia telah melaksanakan mandat itu. Nasib presiden
pun ditentukan apakah dia bisa bertanggungjawab atau tidak. Dengan ‘ibadah’
ini nanti juga akan menentukan nasib kita di Yaumil Akhir, meraih surga
atau dicampakkan Allah Swt di neraka jahannam yang keras.
Misi hidup untuk beribadah inilah yang akan menghantarkan dia pada ultimate goal seorang muslim yakni meraih ridho Allah swt. Kerinduan
puncak seorang muslim, saat Kekasih Tercintanya memanggil dengan penuh
ridho, sementara diapun ridho kepada Allah swt.: Firman Allah SWT :
يَاأَيَّتُهَا
النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ(27)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةً(28)فَادْخُلِي فِي عِبَادِي(29)وَادْخُلِي جَنَّتِي
”
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas
lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jam’ah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah ke dalam surga-Ku” ( QS Al Fajr : 27-30)
Tanbihul Ghofilin
Imam Bukhori Muslim meriwayatkan dari Anas ra. Dari Rosulullah Saw.
bahwa beliau pernah bersabda : ” Jenazah itu akan diikuti oleh tiga
perkara, yakni keluarga,harta, dan amalnya. Yang dua perkara itu akan
pulang, sedang yang akan tetap menemaninya hanya satu perkara. Keluarga
dan hartanya akan pulang, sedangkan yang akan tetap menemaninya hanyalah
amalnya,”
(dikutip dari buku Renungan Hidup Mantan Rocker Harry Moekty)
Tujuan Hidup
Mengapa manusia wujud di dunia ini?
Untuk apa? Apa tujuan hidup manusia di dunia ini?
Ke mana
kita akan pergi dan ke mana akhirnya kehidupan ini? Sebahagian orang ada
yang memilih untuk tidak mahu pening – pening memikirkan pertanyaan di
atas kerana menganggap tiada kaitannya dengan kehidupan yang nyata.
Hidup tanpa tujuan akan membuat hidup kita terasa hampa. Tanpa mengenal tujuan hidup, kehidupan ini menjadi sesuatu yang rutin dan membosankan.
Manusia
umumnya takut dengan sesuatu yang tidak diketahuinya atau tidak
dikuasainya. Misalnya yang paling sederhana, manusia biasanya takut atau
sekurang – kurngnya tidak selesa berada di tempat gelap.
Mengapa?
Kerana di
tempat gelap kita tidak dapat menguasai situasi. Kita tidak tahu ada
apa di sekitar kita. Apakah ada sesuatu yang membahayakan kita atau
tidak.
Sehingga
di tempat gelap kita selalu diliputi perasaan was-was, ragu-ragu dan
khuatir. Oleh kerana itu kebanyakan orang tidak mahu memasuki ruangan
yang gelap.
Demikian
juga orang yang tidak tahu tujuan hidupnya selalu diliputi keraguan.
Kerana mereka tidak tahu ke mana akhirnya kehidupan ini. Mereka tidak
tahu apa yang akan terjadi setelah mati.
Orang
seperti ini ibarat disuruh memasuki ruangan yang gelap, dia dibayangi
ketakutan akan sesuatu yang tidak diketahuinya mengenai kematian. Dia
akan berusaha memuaskan hidupnya di dunia seolah-olah dia akan kekal di
dalamnya.
Padahal dia tahu bahawa setiap orang pasti akan mati, hanya dia sengaja tidak mahu memikirkannya ketidaktahuannya itu.
Ada pula
orang yang merasa memiliki tujuan hidup namun tujuan yang dipilihnya
adalah salah. Orang yang salah dalam menentukan tujuan hidup akan merasa
tidak tenang.
Mengapa
tidak tenang? Kerana umumnya orang yang tidak mengetahui hakikat tujuan
hidup yang sebenarnya, dia cenderung untuk menggantungkan tujuan hidup
ini dengan sesuatu yang bersifat duniawi.
Padahal
sesuatu yang bersifat duniawi adalah tidak kekal. Sehingga suatu masa
apabila harta yang menjadi tujuannya tersebut gagal tercapai atau hilang
musnah, maka dia akan stress dan kekecewaan sehingga diakhiri dengan
bunuh diri.
Allah
berfirman di dalam Al-Qur’an bahawa tujuan manusia dihidupkan di muka
bumi ini tidak lain adalah untuk beribadah kepadaNya.
“Aku tidak menjadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu” (Q.S. 51:56)
Kewajipan
kedua, seorang hamba ialah harus memandang tuannya sebagai yang berhak
mengatur dan memerintah dirinya. Sebagai kesannya dia harus patuh kepada
semua perintah Tuannya.
Tentu
tidak dibenarkan apabila seorang hamba mematuhi sebahagian perintah
tuannya tetapi membangkang terhadap sebahagian perintah lain. Untuk
dapat melaksanakan perintah tuannya tersebut, seorang hamba harus
mempelajari dengan teliti apa yang dikehendaki dan dimahukan oleh
tuannya.
Kewajipan
ketiga seorang hamba adalah menghormati dan menghargai tuannya.
Hambaharus mengikuti tatacara yang ditentukan tuannya dan harus
memberikan sikap hormat dan menyatakan sumpah setia pada saat-saat
tertentu.
Inilah
yang diperintahkan Allah melalui upacara ritual yang bernama solat.
Dimana dalam solat tersebut kita diminta untuk mengucapkan sumpah setia
lima kali dalam sehari.
Dalam solat tersebut kita juga diminta membaca sebahagian surah Al-Qur’an supaya kita mengingati perintah-perintah Allah
Penutup
Kita
sebagai wakil Allah yang mulia dimuka bumi, maka fasiliti yang diberikan
untuk menyokong pelaksanaan tugas sehingga dapat dimanfaatkan oleh
manusia. Allah juga memberi bekal rezeki yang cukup kepada manusia.
“Dan sungguh telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan lautan, Kami beri mereka rezki yang baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna di atas makhluk lain yang telah kami ciptakan” (Q.S. Al Israa’ : 70)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan