Bahaya Ananiah Di Kehidupan Kita
ananiah ?Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti ‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan kepentingan orang lain.
Memanglah manusia ini dilahirkan sebagai individu yang bebas dan unique. Perangai mendahulukan diri terhadap orang lain ini kenyataannya memang perlu, jika manusia ingin terus wujud di dunia ini. Hak mendahulukan diri ini pun diakui dan dibenarkan oleh Allah SWT, namun ada tempat dan batasnya. Hak ini, yang biasa disebut hak-hak pribadi (privacy), jelas diakui sepenuhnya oleh Allah SWT.
Kenyataan lain yang harus pula diakui oleh manusia ialah, bahwa ia tak mungkin hidup sendiri di muka bumi ini. Setiap orang membutuhkan yang lainnya. Oleh karena itu Allah telah rnenciptakan hukum yang menentukan batas-batas antara pemenuhan kepentingan diri terhadap kepentingan bersama (masyarakat) secara seimbang dan serasi (harmonis).
Rasa cinta ini akan menumbuhkan percaya diri yang sangat tinggi di dalam pribadi kita, sehingga rasa ketidak-stabilan oleh karena ketidak-pastian tadi menjadi sirna sama sekali, maka bersihlah diri dari sikap was-was atau ragu akan kasih sayang Allah, sebagaimana difirmankan Allah di dalam Al-Qur’an:
“Demi pribadi dan penyempurnaannya; yang berpotensi sesat dan bertaqwa. Sungguh menanglah mereka yang mensucikannya; Sungguh rugilah mereka yang mengotorinya.” (Qs.Asy-Syam : 7-10)
“dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri”(Qs: Luqman ayat 18:2.)
Contoh-Contoh Perilaku Ananiah
- Tidak peduli terhadap penderitaan orang lain
- Tidak mau membantu orang yang ditimpa kesusahan
- Serlalu ingin menang sendiri
- Merasa diri paling memiliki kelebihan
- Angkuh, sombong, dan tidak mau bergaul dengan orang yang lebih rendah dari dirinya
- Menganggap lemah dan remeh terhadap orang lain
- Tidak mau menerima masukkan, saran, kritik, dan nasihat dari orang lain
1. Senantiasa sadar bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan orang lain. Hal ini tercermin dalam Pancasila sila ke-2 (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab)
2. Menghargai pendapat atau saran dari orang lain
3. Senantiasa menyadari bahwa setiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing
4. Tanamkan keimanan yang kuat agar tidak mudah tergoda oleh bujuk rayu setan yang selalu berusaha menjerumuskan manusia ke jurang kesalahan dan dosa
5. Perbanyak membaca dan belajar berbagai ilmu pengetahuan yang di miliki, serta kurangnya pergaulan pelaku dengan sesamanya.
6. Perbanyak bergaul dengan orang-orang yang bijak, banyak ilmunya, mulia akhlaknya, serta taat beribadah, sehingga kelak dapat meneladaninya dalam kehidupan sehari-hari.
Larangan Bersikap Ananiah
Islam melarang umatnya bersikap ananiah dan mendidik umatnya agar pandai-pandai menghormati orang lain sebagaimana wajarnya. ’Aisyah r.a. berkata sebagai berikut.
Artinya: Rasulullah saw.. menyuruh kita agar kita menghormati manusia (orang lain) sesuai dengan kedudukannya. (H.R. Muslim dari ‘Aisyah).[1]
Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah saw. Bersabda sebagai berikut.
Artinya : Tidaklah seorang anak muda yang memuliakan orang tua karena ketuannya, melainkan Allah akan mengadakan baginya orang yang akan memuliakan dia setelah tuanya. (H.R. at-Tirmizi nomor 1945 dari Anas bin Malik).
Apabila kita sebagai generasi muda mau menghormati yang tua, insya Allah kelak (setelah tua) akan dihormati pula oleh yang muda. Dengan demikian , hadis di atas sebagai motivasi bagi kita untuk menghormati orang lain (terutama yang lebih tua).
Walaupun pada hadist di atas dikatakan menghormati orang tua karena ketuaannya, bukan berarti bahwa selain orang tua tidak dihormati. Semua wajib dihormati sebagaimana diri kita ingin dihormati. Salah satu bentuk menghormati orang lain ialah menjaga diri agar tidak bersikap ananiah atau egois.
Sebenarnya kehidupan semacam itu justru bertentangan dengan hakikat manusia sebagai makhluk social. Artinya manusia tidak dapat hidup tanpa orang lain. Bayangkan, bukankah untuk bisa berpakaian saja, kita membutuhkan peran orang banyak. Untuk bisa makan juga membutuhkan peran orang lain, yaitu orang yang menyediakan beras, lauk pauk dan sebagainya. Karena itu, kita harus bisa hidup bersama dengan orang lain. Tanpa orang lain kita bukan apa-apa dan tidak akan bisa menjadi apa-apa. Sifat ananiah bertentangan dengan agama Islam. Karena Islam tidak pernah menganjurkan atau membolehkan pemeluknya untuk menjadi orang yang egois di tengah-tengah masyarakat. Allah SWT memerintahkan kita untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan, dan Allah SWT melarang kita untuk tolong-menolong dalam hal kejelekan.
Allah berfirman yang berbunyi :
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS: Al-Maidah: 2)
Ananiyah, Ghadab, Hasad, Ghibah
Ananiyah
Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif.
Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya.
Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya. Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan).
Marah Karena Allah
Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah subhanahu wa ta'ala, mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as.
Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”.
Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al Qur’an:
“Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….”
(QS. Al A’raaf: 71)
Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.
Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya:
Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah.
Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll. Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada.
Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati.
Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)
Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati.
Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim). Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna.
Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa’: 32)
Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut.
Hasad adalah akhlak tercela. Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll.
Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka.
Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang. Orang yang punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar. Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orang-orang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak.
Namimah
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kita nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman. Pada edisi yang lalu kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor pendorong yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali ini kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik rumah tangga, masyarakat dan negara
Pengertian An-Namimah (menebar fitnah) Namimah adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan, menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah yang hina, yang banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya Namimah merupakan salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat buruk dan sangat merugikan.
Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka (orang-orang yang berbuat namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu orang-orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan tabayyun (klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan sebagai orang yang bermuka dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat adalah orang yang mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah ini dan kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah, maka kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di dalam kubur, hal ini sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab, tidaklah mereka mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara besar, adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing, sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan ini dan besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka hendaklah seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan menjauhkan diri dari sifat tercela ini.
Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi.
Gibah
Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang sudah mati. Allah berfirman.
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala puasa Ramadhan adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini berakibat dosa sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang melakukannya.
Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong atau suasana santai sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan. Biasanya objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga para penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah.
Dalil yang menyebutkan tentang ghibah
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing. Begitu pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam., sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta.
Ghibah yang dibolehkan
Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
1. Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain.
Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
2. Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran.
Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.
Ananiyah berasal dari kata ana artinya ‘aku’, Ananiyah berarti
‘keakuan’. Sifat ananiyah ini biasa disebut egoistis yaitu sikap hidup
yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan
mengorbankan kepentingan orang lain. Sikap ini adalah sikap hidup yang
tercela, karena cenderung berbuat yang dapat merusak tatanan pergaulan
kehidupan bermasyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari penyakit mental ini
dapat diketahui dari sikapnya yang selalu mementingkan dan mengutamakan
kepentingan dirinya diatas segala-galanya, tanpa mengindahkan
kepentingan orang lain.
Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71)
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Peng-usaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara.
Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedha-liman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah. Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan.
Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqoroh : 11)
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda :
“Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya).
Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)
Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji.
Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah. Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor) sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Demikianlah Rasulullah Shallalla-hu’alaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepe-kaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain. Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah.
Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1. Standar nilai;
Sebagaimana firman-Nya : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Alah dan tali perjanjian dengan manusia” (Ali Imran : 112).
2. Pengikat Hati
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu. Lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang api neraka. Kemudian Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada mu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Qur’an dengan konsekuen.
Jamii’an ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali Allah yaitu dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup berjama’ah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jama’ah penangkal dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda :
“Berjama’ah itu rahmat dan berfirqoh firqoh itu adzab” (HR. Ahmad).
“Barang siapa ingin berada di tengah syurga maka tetapilah Al-Jamaah” (HR. Tirmidzi).
Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh;
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran : 105)
Mencintai sesama
“Dan Anas r.a. Dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda. “Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri” (HR. Muttafaq’Alaih)
Dan dalam hadist yang lain :
“Dari Abdullah bin Salam ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia menshohehkannya).
· Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan sejahtera dalam kehidupan ini.
· Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan sombong.
Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5. Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dll.
Ghadab
GADHAB (baca: ghodhob) secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”. Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya.
Apakah demi kepentingan dirinya akan mengorbankan orang lain. Hal ini tidak akan menjadi pertimbangannya.
Dampak Negatif Dari Sifat Ananiyah
Sifat Ananiyah akan melahirkan sifat Egosentris, artinya mengutamakan kepen-tingan dirinya diatas kepentingan segala-galanya. Mereka melihat hanya dengan sebelah mata bersikap dan mengambil tindakan hanya didorong oleh kehendak nafsu. Nafsulah yang menjadi kendali dan mendominasi seluruh tindaknnya. Standar kebenaranpun ditentukan oleh kepentingan dirinya. Hal semacam ini di larang.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman :
“Sekiranya kebenaran itu harus mengikuti kemauan hawa nafsu mereka saja tentulah akan binasa langit dan bumi dan mereka yang ada di dalamnya”. (Q.S. Al-Muminun ayat : 71)
Dari sifat ananiyah yang hanya memperturutkan hawa nafsunya sendiri akan lahir sifat-sifat lain yang berdampak negatif dan merusak, misalnya, sifat bakhil, tamak, mau menang sendiri, dhalim, meremehkan orang lain dan ifsad (meru-sak). Jika tidak segera ditanggulangi sifat ananiyah akan berkembang menjadi sifat congkak dan kibir dengan ciri khasnya Bathrul Haq menolak kebenaran, Ghomtun Nas dan meremehkan manusia. (H.R. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud)
Jika sifat ini menjangkiti orang-orang yang memiliki wewenang dan potensi besar bahayanya akan berdampak luas. Peng-usaha dengan sifat ananiyah akan meng-gunakan kekayaannya untuk memonopoli ekonomi dengan tidak segan-segan meng-gilas pengusaha kecil dan menyingkirkan pengusaha-pengusaha yang dianggap saingannya, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya dengan cara dhalim dan dengan menghalalkan segala cara.
Bila penyakit ananiyah menjangkiti seorang pengusaha akan cenderung bersifat diktator, tiranis, dan absolut. Seperti halnya Fir’aun, Namrud yang memerintah dengan semena-mena. Dalam kehidupan sehari-hari bila penyakit mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung mental ini melekat pada diri seseorang akan cenderung sulit diatur dan merusak pergaulan dengan kedha-liman, setidak-tidaknya sering menim-bulkan masalah. Sementara mereka menganggap benar apa yang mereka lakukan.
Firman Allah subhanahu wa ta'ala :
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. (QS. Al-Baqoroh : 11)
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda :
“Dari Abdulloh ibnu Umar r.a., Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam: “Aniaya itu menjadi kegelapan di hari kiamat”. (HR. Bukhori di dalam kitab shahihnya).
Dari Abi Hurairoh r.a. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang merusak nama baik atau harta benda orang lain maka minta maaflah kepadanya sekarang ini, sebelum datang di mana mata uang tidak laku lagi. Kalau ia mempunyai kebajikan, sebagian amal baiknya itu akan diambil sesuai dengan kadar perbuatan aniayanya. Kalau ia tidak mempunyai amal baik, maka dosa orang lain itu diambil dan ditambahkan pada dosanya”. (HR. Bukhori dalam kitab shahihnya)
Sifat ananiyah juga sering menimbulkan sikap permusuhan, padahal sikpa per-musuhan itu sangat dibenci Allah. Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
“Dari Aisyah r.a. dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam, Beliau bersabda: “Orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang paling suka bermusuhan”. (HR. Bukhori)
Lawan Dari Sifat Ananiyah
Lawan dari sifat ananiyah adalah itsyariyah yaitu rasa kebersamaan, kepekaan sosial dalam pergaulan sehingga mereka mendahulukan kepentingan ummat atau masyarakat walaupun terkadang memer-lukan pengorbanan dari dirinya. Jelas ini sifat mulia dan terpuji.
Sikap dan sifat ini bisa kita jumpai pada orang-orang yang akidahnya baik seperti sikap orang-orang anshor terhadap orang-orang Muhajirin yang baru saja hijrah dari Makkah ke Madinah. Allah mengabadi-kannya dalam firman-Nya:
“Dan orang-orang yang telah menempati kota (Madinah) dan telah beriman (kaum Anshor) sebelum kedatangan kaum Muhajirin, mereka mencintai orang-orang yang berhijrah. Dan mereka telah menaruh keinginan dalam hati terhadap apa yang telah diberikan kepada kaum Muhajirin, walaupun mereka dalam kesusahan, dan siapa yang dipelihara dari kekikiran itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr : 9).
Demikianlah Rasulullah Shallalla-hu’alaihi wa sallam sejak awal tumbuhnya Islam telah meletakkan dasar-dasar kepe-kaan sosial, kebersamaan dan persaudaraan yang hakiki. Persaudaraan dan rasa keber-samaan yang bukan karena keuntungan materi dan fanatisme kesukuan atau ashobi-yah yang biasanya ditandai persamaan ras, warna kulit atau bahasa. Tetapi oleh rasa ukhuwwah islamiyah, sikap jiwa yang tumbuh dari kesadaran iman bahwa manusia itu ummat yang satu, yang tidak bisa hidup sendiri, dan terikat pada ketergantungan hidup satu sama lain. Kita lihat bagaimana rasa kebersamaan dan keikhlasan kaum Anshor merelakan separoh hartanya, separoh dari milinya diberikan pada saudaranya kaum Muhajir, saudara seiman seakidah.
Lebih jauh dari sekadar arti persaudaraan yang dapat mengikat antar pribadi sahabat Rasulullah, tetapi rasa kebersamaan itu menjadi tonggak dan pilar kokoh yang mampu mendukung perjuangan menghadapi tantangan-tantangan dan mampu mengenyahkan kesombongan, kedzaliman dan ke-musyrikan yang telah bercokol bertahun-tahun di negri yang tandus itu.
Begitu pentingnya rasa kebersamaan ini sehingga Allah menetapkan sebagai :
1. Standar nilai;
Sebagaimana firman-Nya : Mereka diliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Alah dan tali perjanjian dengan manusia” (Ali Imran : 112).
2. Pengikat Hati
“Dan berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali (agama) Allah seraya berjamaah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh. Dan ingatlah akan nimat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu. Lalu menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang api neraka. Kemudian Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayatnya kepada mu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali-Imran : 103)
Ayat ini menjelaskan bahwa; Berpegang teguh dengan tali Allah artinya mengamalkan syareat Islam atau kitabullah yaitu Al-Qur’an dengan konsekuen.
Jamii’an ialah merupakan keterangan bagaimana caranya orang berpegang teguh dengan tali Allah yaitu dengan cara berjama’ah (bersama-sama) dan dilarang berfirqoh-firqoh. Hidup berjama’ah adalah nikmat Allah dimana hati yang dulunya bermusuhan dapat diikat denganikatan ukhuwwah Islamiyah (penuh persaudaraan dan rasa kebersamaan). Rasa kebersamaan dan persaudaraan Islam yang diterapkan dlam kehidupan Al-Jama’ah penangkal dan obat sekaligus jalan keluar dari ikhtilaf dan sikap bermusuhan yang dapat menyelamatkan seseorang dari jurang neraka.
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda :
“Berjama’ah itu rahmat dan berfirqoh firqoh itu adzab” (HR. Ahmad).
“Barang siapa ingin berada di tengah syurga maka tetapilah Al-Jamaah” (HR. Tirmidzi).
Kemudian tegas-tegas Allah melarang firqoh;
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berfirqoh-firqoh. Dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. (QS. Ali Imran : 105)
Mencintai sesama
“Dan Anas r.a. Dari Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda. “Demi Dzat yang diriku ditangan-Nya tidak dinamakan beriman sehingga ia mencintai sesama jirannya seperti apa yang ia menyukai untuk dirinya sendiri” (HR. Muttafaq’Alaih)
Dan dalam hadist yang lain :
“Dari Abdullah bin Salam ia berkata : “Telah bersabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam: “Hai Manusia syiarkanlah salam (kesejahteraan dan kedamaian) dan hubungilah keluarga-keluarga dan berilah makan (orang miskin) dan sholatlah malamketika manusia sedang tidur. Niscaya kamu masuk surga dengan sejahtera”. (Hadis dikeluarkan oleh Tirmidzi dan ia menshohehkannya).
· Ufsyus salam, yang artinya tebarkan salam adalah dimaksudkan agar manusia dapat menciptkan suasana sejahtera, aman, selamat dan damai pada dirinya sendiri, lingkungan dan kepada manusia pada umumnya. Kita bisa melihat akibat positif perbuatan orang yang hatinya damai dan sejahtera, apa yang keluar dari hatinya, apa yang dikatakannya dan apa yang menjadi keputusan dan prilakunya akan memberi suasana penuh kedamaian, aman dan sejahtera dalam kehidupan ini.
· Washillul Arham, menghubungkan kasih sayang kepada sesama dan memberi makan kepada fakir miskin kemudian disempurnakan dengan sholat di waktu mkam dikala manusia sedang tidur. Adalah aqidah dan karakter setiap muslim yang memupuk tumbuh suburnya sifat Itsariyah dan kepedulian sosial, solidaritas ukhuwwah islamiyah dan lingkungan sekaligus sama sekali tidak memberikan peluang tumbuhnya sifat Ananiyah, angkuh dan sombong.
Cara Menekan Sikap Ananiyah
Untuk menekan sikap ananiyah dapat kita lakukan dengan cara menghidupkan dan mengembangkan sikap itsariyah yaitu dengan :
1. Menyadarkan diri bahwa manusia itu diciptakan sama dan mempunyai hak yang sama. Kesadaran ini akan melahirkan sikap menghargai orang lain. Menghargai orang lain artinya mengenal, memahami sekaligus mencintai sesama.
2. Membiasakan diri untuk bershodaqoh dan beramal untuk orang lain.
3. Menyadari bahwa manusia hidup membutuhkan orang lain. Dia harus merelakan dirinya karena dirinya merupakan bagian dari satu sistem kehidupan yang saling membutuhkan.
4. Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang rasa dan belas kasihan.
5. Menyadari bahwa hidup adalah pengabdian, setiap pengabdian diperlukan perjuangan dan setiap perjuangan memerlukan pengorbanan dan teman.
6. Menyadari bahwa sikap ananiyah bila dibiarkan akan mengarah pada sikap congkak dan takabur yang membinasakan dan dibenci oleh Allah.
7. Menanamkan dan membiasakan diri dengan sikap tawadhu, syukur, ikhlas dan tasamuh karena sifat-sifat tersebut akan mengikis habis sifat-sifat ananiyah.
8. Menghayati dan mendalami setiap butiran perintah ibadah secara universal, seperti ibadah sholat, shoum, zakat dll.
Ghadab
GADHAB (baca: ghodhob) secara harfiah memang berarti “marah” atau “pemarah”. Maka, marah dalam pengertian ghodhob bersifat negatif. Tentu saja, sifat pemarah seperti itu dapat membakar jiwa dan menghanguskan akal. Itulah sifat pemarah yang dilarang Allah dan RasulNya.
Tentang hal ini Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda:
“Sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata: Si Fulan marah kepada si Fulanah berilah saya wasiat. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah, (kemudian) orang itu mengulangi perkataannya beberapa kali. Nabi saw bersabda: Janganlah kamu marah”. (HR. Bukhari, dari Abu Hurairah).
Marah Negatif & Marah Positif
Dalam kaitan hadis di atas, berarti: “si Fulan tidak sayang kepada si Fulanah”? Tidak. Dalam konteks ini kita harus memahami motif di balik kemarahan itu. Dengan demikian kita akan tahu pasti sifat marah si Fulan kepada si Fulanah. Apakah kemarahannya masuk kategori positif atau negatif.
Sejarah menunjukkan, para utusan Allah pun pernah marah. Mereka marah saat menyaksikan umatnya tidak mengikuti norma-norma hukum syari’at yang telah ditetapkan Allah. Begitu pun para guru; mereka akan marah kepada murid-muridnya yang tidak patuh. Juga para orang tua, mereka akan marah kepada anak-anaknya yang tidak berbakti dan tidak hormat kepadanya, dst. Itulah sifat marah positif yang diperbolehkan Allah dan RasulNya.
Beda dengan amarah negatif yang bersumber dari nafsu lawwamah. Itu marah negatif. Sifat semacam itu dilarang oleh Allah dan RasulNya. Jadi, marah positif adalah marah karena Allah (ghodhobullah). Sedang marah negatif adalah marah karena syaitan (ghodhobus syaitan).
Marah Karena Allah
Marah karena Allah (ghodhobullah) berarti bahwa “tidak seseorang marah kecuali bila ia melihat kekufuran, kemaksiatan dan berbagai kejahatan lahir dan bathin. Baik muncul dari diri sendiri maupun orang lain (masyarakat)”. Sebab, bila orang marah karena melihat perbuatan keji dan munkar, maka tidak lain yang marah ialah Allah.
Sebagaimana dalam sejarah Nabi Hud as dan kaum ‘Aad. Ia marah kepada kaumnya yang tidak mau mengikuti hukum syari’at yang telah Allah tetapkan atas mereka. Juga saat kaumnya diajak menyembah Allah subhanahu wa ta'ala, mereka memperolok-olokkan ajakan Nabi Hud as.
Bahkan mereka menjawab: “Apakah kamu (Hud) datang kepada kami (kaum ‘Aad) agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah adzab kepada kami jikalau kamu temasuk orang-orang yang benar”.
Tak ayal Nabi Hud as menjawab tantangan kaumnya. Seperti terlukis dalam Al Qur’an:
“Ia (Hud) berkata :” Sungguh sudah pasti kamu akan ditimpa adzab dan kemarahan dari Tuhanmu….”
(QS. Al A’raaf: 71)
Hasad
Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.
Hasad memiliki banyak bahaya di antaranya:
Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir Allah.
Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya, merendahkan martabatnya dll. Ini semua adalah dosa besar yang bisa melahap habis berbagai kebaikan yang ada.
Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain maka dia berduka dan susah hati.
Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi. Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Barang siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR Ahmad dan Abu Daud, shahih)
Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam hati.
Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda, “Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim). Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna.
Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah. Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala berfirman,
وَلا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an Nisa’: 32)
Hasad penyebab sikap meremehkan nikmat yang ada. Maksudnya orang yang hasad berpandangan bahwa dirinya tidak diberi nikmat. Orang yang dia dengki-lah yang mendapatkan nikmat yang lebih besar dari pada nikmat yang Allah berikan kepadanya. Pada saat demikian orang tersebut akan meremehkan nikmat yang ada pada dirinya sehingga dia tidak mau menyukuri nikmat tersebut.
Hasad adalah akhlak tercela. Orang yang hasad mengawasi nikmat yang Allah berikan kepada orang-orang di sekelilingnya dan berusaha menjauhkan orang lain dari orang yang tidak sukai tersebut dengan cara merendahkan martabatnya, meremehkan kebaikan yang telah dia lakukan dll.
Ketika hasad timbul umumnya orang yang di dengki itu akan dizalimi sehingga orang yang di dengki itu punya hak di akhirat nanti untuk mengambil kebaikan orang yang dengki kepadanya. Jika kebaikannya sudah habis maka dosa orang yang di dengki akan dikurangi lalu diberikan kepada orang yang dengki. Setelah itu orang yang dengki tersebut akan dicampakkan ke dalam neraka.
Ringkasnya, dengki adalah akhlak yang tercela, meskipun demikian sangat disayangkan hasad ini banyak ditemukan di antara para ulama dan dai serta di antara para pedagang. Orang yang punya profesi yang sama itu umumnya saling dengki. Namun sangat disayangkan di antara para ulama dan para dai itu lebih besar. Padahal sepantasnya dan seharusnya mereka adalah orang-orang yang sangat menjauhi sifat hasad dan manusia yang paling mendekati kesempurnaan dalam masalah akhlak.
Namimah
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah memberikan kita nikmat yang banyak, kemudian shalawat beserta salam tercurahkan untuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman. Pada edisi yang lalu kita telah jelaskan tentang ghibah, bahayanya dan faktor-faktor pendorong yang akan menyebabkan munculnya ghibah tersebut. Nah pada edisi kali ini kita akan membahas tentang An-Namimah, yang ia merupakan salah satu diantara penyakit lidah yang menyebabkan kerusakan dan kehancuran, baik rumah tangga, masyarakat dan negara
Pengertian An-Namimah (menebar fitnah) Namimah adalah menukilkan perkataan dua orang yang bertujuan untuk berbuat kerusakan, menimbulkan permusuhan dan kebencian kepada sesama mereka, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Dan janganlah kamu mentaati setiap penyumpah yang hina, yang banyak mencela dan kian kemari menebar fitnah". (QS. al-Qalam: 10-11)
Contoh dari Namimah ini: ketika si A berkata kepada si B tentang si C; bahwa si C itu orangnya tamak, rakus, lalu si B tanpa tabayyun (klarifikasi) menyampaikan kepada si C perkataan si A dengan tujuan agar si C marah dan benci kepada si A, sehingga dengan demikian si B dapat dikatakan sebagai orang yang berbuat Fitnah (Namimah) yaitu sebagai penyebar fitnah.
Hukum Namimah dan dalil-dalilnya Namimah merupakan salah satu dosa besar, dan hukumnya haram karena menimbulkan dampak yang sangat buruk dan sangat merugikan.
Imam Munziri rahimahullah berkata: "Telah sepakat dan Ijma' para ulama bahwa Namimah hukumnya haram dan ia merupakan sebesar-besarnya dosa di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Dalil dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan ini:
1. Surat Al-Qalam ayat 10-11 yang berbunyi: "Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah"
2. Allah Subhanahu wa Ta'ala mensifati mereka (orang-orang yang berbuat namimah ini) sebagai orang fasiq, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: "Hai orang-orang yang beriman jika datang kepada kamu orang-orang fasiq membawa berita maka hendaklah kamu melakukan tabayyun (klarifikasi terlebih dahulu) agar kamu tidak menimbulkan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya, yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu". (QS. al-Hujurat: 6)
3. Orang yang berbuat hal ini dapat dikatakan sebagai orang yang bermuka dua, dalam hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: "Engkau dapati sejelek-jeleknya manusia di Hari Kiamat adalah orang yang mempunyai dua wajah, dia datang kepada mereka dengan wajah ini dan kepada orang lain dengan muka yang lain". (HR. Bukhari-Muslim)
4. Seseorang yang berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah, maka kelak Allah Subhanahu wa Ta'ala akan mengazabnya di dalam kubur, hal ini sebagaimana yang dikhabarkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: "Sesungguhnya keduanya pasti akan mendapat azab, tidaklah mereka mendapatkan azab disebabkan karena melakukan perkara-perkara besar, adapun salah satu dari keduanya adalah dia tidak bersuci dari kencing, sedangkan yang lainnya adalah dia berjalan kesana-kemari menyebarkan fitnah kepada manusia". (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, begitu besar bahayanya perbuatan ini dan besarnya azab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan celaan pada pelakunya, maka hendaklah seorang muslim berhati-hati dan waspada dari sifat-sifat ini dan menjauhkan diri dari sifat tercela ini.
Sebab-sebab yang mengantarkan seorang melakukan Namimah :
1. Karena kejahilan terhadap bahaya yang ditimbulkannya, atau dalam kata lain tidak mengerti ilmu Syar'i, sehingga dengan seenaknya tanpa merasa berdosa ia mau melakukan hal tersebut.
2. Disebabkan hasad atau iri dan dengki yang akan menyebabkan seseorang mencari jalan untuk menyebarkan fitnah.
3. Hati yang kotor jauh dari bimbingan Syariat, sehingga tidak tampak baginya kebenaran. Ia merasa puas kalau sekiranya orang lain saling bermusuhan, saling membenci. Oleh karena itu, bagi orang yang kotor dan sakit hatinya maka namimah merupakan suatu jalan baginya untuk mengotori hatinya.
4. Karena berteman dengan orang-orang yang suka berbuat namimah, sehingga menyebabkan dia terdorong dan terpancing untuk melakukan namimah tersebut.
Obat dari penyakit Namimah
1. Mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena itu orang yang ikhlas dalam beribadah sulit tergoyahkan dan mempunyai pendirian, sehingga dia berfikir seribu kali sebelum berbuat.
2. Mengenal hakekat Namimah, dampaknya dan jalan keluarnya. Semua ini tentu dengan belajar dan menuntut ilmu syar'i, hadir di majlis-majlis ilmu, karena dengan hadirnya seseorang di majlis-majlis ilmu, maka akan membuat hatinya bersih dan hilangnya penyakit hatinya.
3. Berteman dengan orang-orang yang Sholeh. Teman akan mempengaruhi watak seseorang, karena apabila seseorang ingin tahu seseorang lihat siapa yang menjadi teman akrabnya.
4. Selalu Muraqabah, Muraqabah adalah salah satu sifat mulia, dimana seseorang yang senantisa muraqabah kepada Allah,maka dia akan merasakan bahwa dirinya merasa diawasi Oleh Allah,karena dia tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, tidak satupun yang luput dari pengetahuannya. Dengan sifat ini maka dia merasa takut untuk berbuat Namimah. Dalam hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "...dan dia bersama kamu dimana saja kamu berada". (QS.al-Hadiid: 4)
5. Berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala supaya terhindar dari perbuatan ini, karena manusia itu lemah, maka perlu baginya untuk memohon bantuan dan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sikap seorang muslim kepada orang yang suka berbuat Namimah
1. Tidak membenarkan perkataan orang yang berbuat namimah, karena dengan membenarkannya maka jelas akan terjadi kerusakan, kebencian, permusuhan dan berbagai macam fitnah lainnya.
2. Melarangnya berbuat namimah. Dengan cara menasehatinya, janganlah kita berbuat namimah dan menyebarkannya. Dengan bersikap seperti itu berarti kita telah mencegahnya dari berbuat kerusakan, dan berarti kita telah beramal ma'ruf nahi munkar.
3. Membencinya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena maksiyat yang dilakukannya.
4. Tidak boleh langsung berburuk sangka kepada saudaranya yang tidak ada di hadapannya, karena buruk sangka akan menjadi pemicu bagi seseorang berbuat nanimah dan meyebarkan fitnah.
5. Tidak boleh mencari-cari kesalahan atasnya, karena mencari-cari kesalahan juga menjadi pemicu munculnya berbagai macam fitnah.
6. Ketika seseorang tidak suka kepada penyebar fitnah, tentu dia tidak akan menghiraukan sehingga fitnah itu tidak terjadi.
Gibah
Ghibah ialah mempergunjingkan orang lain tentang aib lain atau sesuatu yang apabila didengar oleh orang dibicarakan dia akan benci. Dalam sebuah ayat Allah menggambarkan laksana orang memakan daging saudara yang sudah mati. Allah berfirman.
.Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.
Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan
satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang.”( QS. Al Hujurat : 12)
Salah satu perbuatan yang bisa menghapuskan pahala puasa Ramadhan adalah bergunjing (ghibah) di siang hari. Perbuatan ini berakibat dosa sekaligus menghilangkan pahala (kebaikan) dari puasa orang yang melakukannya.
Berkumpulnya beberapa orang di waktu yang kosong atau suasana santai sering kali membuka peluang untuk terjadinya pergunjingan. Biasanya objek pergunjingan sedang tidak berada di tempat tersebut, sehingga para penggunjing dengan leluasa menggunjingkannya. Bahkan chat di internet seperti Wikimuers biasa lakukan juga berpotensi menjadi sarana berghibah.
Dalil yang menyebutkan tentang ghibah
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah atau menggunjing. Begitu pula seperti yang telah ditafsirkan pengertiannya oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam., sebagaimana yang terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?” Rasulullah menjawab, “Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat apa yang kamu katakan maka kamu telah berdusta.
Ghibah yang dibolehkan
Beberapa ulama membolehkan ghibah untuk tujuan yang benar dan disyariatkan, yang tidak mungkin tujuan itu tercapai kecuali dengan ghibah tersebut. Hal ini ada dalam enam perkara :
1. Mengajukan kedzaliman yang dilakukan oleh orang lain.
Dibolehkan bagi orang yang didzalimi untuk mengajukan yang mendzaliminya kepada penguasa atau hakim dan selain keduanya dari orang-orang yang memiliki kekuasaan atau kemampuan untuk mengadili si dzalim itu. Orang yang didzalimi itu boleh mengatakan si fulan (menyebutkan namanya) itu telah mendzalimi/menganiaya diriku.
2. Meminta pertolongan untuk merubah kemungkaran dan mengembalikan orang yang berbuat dosa kepada kebenaran.
Seseorang boleh mengatakan kepada yang memiliki kekuatan yang ia harapkan bisa merubah kemungkaran: si fulan itu berbuat kejahatan ini dan itu, maka dengan demikian dia akan menasehatinya dan melarangnya berbuat jahat. Maksud ghibah disini adalah merubah kemungkaran/kejahatan, jika tidak bermaksud seperti ini maka ghibah tersebut haram.
6 Sikap Lelaki yang Mementingkan Diri Sendiri
525 Views -
26 Mar 2015 - by superdeeceritanya
Mau tahu caranya menilai pasanganmu itu termasuk lelaki yang egois atau bukan? Lihat sikapnya aja!
Tidak Mendengarkanmu
Jika dia hanya menceritakan dunianya dan semua hal yang disukainya tanpa mau mendengar atau bertanya tentang kehidupanmu, bisa jadi kalau si dia memang hanya tertarik untuk diperhatikan, bukan memperhatikanmu.Tidak Peduli
Kepedulian seorang pasangan bisa dilihat ketika kamu melakukan sebuah sikap yang di luar kebiasaan. Misalnya saja, ketika kamu cemberut, dia akan bertanya "kamu kenapa?" atau "kamu sakit?" dan pertanyaan lain yang bisa saja muncul di benaknya. Jika dia sama sekali tidak peduli pada perubahanmu, itu tandanya dia masih sangat egois.Sering Menuntut
Tuntutan bagi seorang pasangan merupakan salah satu cara yang memang biasa dilakukan untuk memperbaiki diri dan hubungan. Namun, jika dia terlalu sering menuntut tanpa mau dituntut, artinya dia adalah pasangan yang egois dan hanya mementingkan kebutuhannya saja.Memuji Diri Sendiri
Ketika dia menanyakan pendapatmu tentang sesuatu, dia tidak akan mendengar jawabanmu dan langsung memuji dirinya sendiri. Bahkan dia juga akan marah jika kamu mengkritik atau memberinya saran.Melupakanmu di Saat Bersama Teman-Teman
Ketika datang ke sebuah acara bersamamu, dia mungkin akan membawamu bersamanya. Namun saat bertemu dengan teman-temannya, tiba-tiba saja dia melupakanmu dan bertingkah seolah-olah kamu sedang tidak bersamanya.Tidak Perhatian
Jika kamu potong rambut, dia tidak sadar kalau kamu melakukannya. Jika kamu punya penampilan yang berbeda dari biasanya, dia juga tidak menyadarinya. Hal ini memperlihatkan bahwa dia hanya mementingkan dirinya sendiri.So, komunikasikan semuanya terhadap pasanganmu agar dia mau untuk memahami dirimu dan tidak hanya mementingkan urusannya saja. Good luck, Gladis!
Cara Mengetahui Ciri ciri Orang yang Mementingkan Diri Sendiri
3 Bagian:Mengenali Apa yang Anda PikirkanMengenali Apa yang Anda RasakanMengetahui Apa yang Anda Lakukan
Mementingkan diri sendiri berarti hanya memikirkan keperluan dan
keinginan sendiri, mengesampingkan kebutuhan orang lain, dan hanya mau
mengenal orang-orang serta situasi yang menguntungkan Anda. Mementingkan
diri sendiri akan membuat Anda kehilangan teman, kehilangan hubungan
yang bermakna, dan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan diri. Jika
Anda siap untuk mengetahui apakah Anda termasuk orang yang mementingkan
diri sendiri, maka inilah waktunya untuk merenungkan apa yang Anda
pikirkan, rasakan, dan lakukan dalam berhubungan. Kabar baiknya adalah
saat Anda sadar Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri, Anda
bisa mengembangkan simpati dan menciptakan hubungan yang sehat dengan
cara Anda sendiri.Iklan
Bagian 1 dari 3: Mengenali Apa yang Anda Pikirkan
-
1Perhatikan berapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk memikirkan perasaan orang lain. Salah satu ciri klasik orang yang mementingkan diri sendiri adalah tidak mampu menempatkan diri pada posisi orang lain. Jika Anda jarang menghabiskan waktu bersama teman-teman, kolega, atau anggota keluarga, tanpa memikirkan perasaan mereka dan apakah tindakan Anda mempengaruhi orang tersebut, atau bagaimana perasaan Anda jika rasa marah atau situasi sulit yang dihadapi orang itu terjadi pada Anda, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri. Ingin selalu merasa bahagia dan nyaman adalah hal yang wajar, namun jika Anda hampir tidak pernah memikirkan orang lain, berarti Anda sedang bermasalah.Iklan
- Apakah Anda pernah menghabiskan malam bersama seorang teman tanpa sekali pun mempedulikan perasaannya? Ini bukan pertanda baik.
- Apakah Anda sering menyerang orang lain dan sangat bingung dan terkejut ketika orang lain menegur tindakan Anda? Jika Anda sering membuat orang lain jengkel dan tidak menyadari perasaan orang lain akibat tindakan Anda, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Apakah Anda bingung dengan istilah “posisikan dirimu pada posisi orang lain” atau sulit membayangkan bagaimana rasanya menjadi guru matematika Anda, adik perempuan Anda, nenek Anda, atau tetangga Anda? Tak perlu membayangkan seluruh kehidupan orang lain, namun jika Anda merasa sulit memikirkan perasaan mereka, maka Anda mungkin mengalami masalah. .
-
2Perhatikan saat Anda bersama dengan seseorang yang sedang kecewa dan Anda tidak menyadarinya. Pernahkan Anda menghabiskan waktu selama setengah jam dengan seseorang yang sedang bersedih dan tidak memperhatikannya karena Anda terlalu sibuk membicarakan kencan terakhir Anda? Pernahkan seseorang yang dekat dengan Anda menjadi sangat marah karena ulah Anda dan Anda tidak menyadari perbuatan itu sampai orang lain menunjukkannya? Pernahkah saudara perempuan Anda menangis di depan Anda sementara Anda malah memperhatikan kuku-kuku tangan dan tidak mengerti mengapa ia menangis? Jika ini masalahnya, maka Anda mungkin terlalu sibuk memperhatikan perasaan sendiri sehingga tidak peduli dengan apa yang terjadi dengan orang lain di sekitar Anda
- Apakah Anda sulit membedakan teman yang benar-benar bahagia dan teman yang berkata baik-baik saja padahal di dalam hatinya menangis? Meskipun ada orang-orang yang pandai menyembunyikan emosinya, namun jika Anda benar-benar tidak memiliki perasaan terhadap perasan orang lain karena Anda terlalu sibuk memikirkan diri sendiri, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Pernahkan Anda sadar kalau Anda terus-menerus bercerita tentang diri sendiri sementara teman Anda sangat jengkel atau terganggu mendengarnya. Jika ini masalahnya, maka ini mungkin terjadi karena Anda benar-benar tidak memperhatikan orang lain.
-
3Perhatikan apakah Anda melakukan interaksi sosial sambil bertanya-tanya seperti apa perilaku Anda. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri cenderung melakukan interaksi sosial dan ingin tampil menarik, mempesona, manis, atau kadang-kadang berbeda. Mereka jarang ingin mengenal orang yang sedang diajak bicara, bertanya dengan sungguh-sungguh, atau bahkan hanya tahu sedikit informasi tentang orang yang baru dikenal karena mereka terlalu sibuk mempromosikan dirinya. Jika setelah berinteraksi dengan orang lain Anda sering berpikir kalau telah melakukan hal yang membanggakan yang terdengar cerdas, keren, atau menarik tanpa memberi kesempatan pada orang lain untuk memberikan pendapatnya, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Apakah Anda sering mengulang-ulang apa yang telah Anda katakan, berapa kali Anda membuat orang lain tertawa, atau adakah orang yang benar-benar tertarik dengan Anda setelah Anda berbicara? Jika Anda jarang memikirkan hal ini, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Jika Anda berkonflik dengan seorang teman dan lebih memikirkan apa keinginan Anda, apakah Anda sudah bersikap mengesankan, memastikan kalau teman Anda tidak marah pada Anda, dan tidak memikirkan jalan keluarnya, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri apabila jika minta maaf pada orang lain, Anda hanya ingin memastikan kalau ia masih menyukai Anda dan bukan menyesali apa yang Anda perbuat.
-
4Perhatikan apakah saat Anda bersama orang lain, Anda tidak mau tahu tentang mereka. Jika Anda bersama orang lain tetapi benar-benar tidak memikirkan pendapat, tujuan, atau kekhawatiran mereka, maka itu karena Anda hanya ingin mencari pendengar atau pengikut dan bukan ingin berhubungan serius dengan orang lain. Jika Anda jarang menanyakan hobi, percintaan, pekerjaan, perjalanan, masa kecil, atau pertanyaan-pertanyaan lain yang boleh ditanyakan pada “teman sejati”, maka ini mungkin karena Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Tentu saja, sebagian orang merasa malu menanyakan diri mereka pada orang lain dan itu bukan tanda kalau Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri. Namun, jika Anda tidak memikirkan apa yang ada di pikiran orang lain saat Anda bersama mereka, maka Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri.
- Pikirkan seseorang yang sudah bersama Anda beberapa bulan terakhir. Bisakan Anda menyebutkan 10 hal penting tentang dirinya? Bagaimana kalau 20? Jika Anda sulit menyebutkan hal-hal tersebut dan lebih ingat dengan kalau “Ia menyukai leluconku” atau “Ia senang memberikan tumpangan ke sekolah,” maka Anda mungkin mengalami masalah.
-
5Perhatikan, apakah Anda tidak terbuka dengan kritik atau masukan yang membangun. Orang yang mementingkan diri sendiri cenderung berpikir kalau mereka adalah orang yang hebat. Segala masukan yang diberikan orang lain sangat tidak relevan dan berguna. Tentu saja, tidak membiarkan orang lain memberi masukan negatif atau merendahkan Anda adalah hal yang baik. Namun, lain halnya jika Anda tidak mau mendengarkan teman kerja, teman sekolah, sahabat, atau anggota keluarga yang dengan tulus mencoba membantu Anda untuk memperbaiki diri. Jika suatu saat ada orang yang memberikan kritik membangun, seperti ketika ibu Anda berharap Anda agar tidak terlambat menghadiri acara keluarga, Anda biasanya cenderung berpikir, “Ibu mencoba bersikap kejam padaku. Pendapatnya sama sekali tidak berguna,” maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Hal ini bisa menjadi masalah yang khusus di tempat kerja. Jika atasan atau rekan kerja Anda mengatakan hal yang sama, misalnya Anda perlu meneliti kembali pekerjaan Anda atau mewujudkan ide Anda, dan Anda selalu mengabaikan masukan mereka, maka ini berarti Anda terlalu beranggapan kalau Anda selalu tahu apa yang paling baik untuk Anda. Anda tidak bisa membayangkan orang lain bisa membantu Anda menjadi orang yang lebih baik.
- Jika salah satu teman Anda berkata, ”Aku harap kamu mau lebih mendengarkan aku,” dan respon pertama adalah bersikap defensif atau marah, maka Anda terlalu mementingkan diri sendiri untuk benar-benar memahami kalau teman Anda sedang mencoba memberitahukan sesuatu pada Anda.
- Jika orang-orang terlalu berhati-hati pada Anda karena mereka takut menyakiti perasaan Anda dengan sedikit kejujuran, maka itu mungkin karena Anda terlalu mementingkan diri sendiri untuk benar-benar mendengarkan.
-
6Perhatikan apakah Anda sering berpikir untuk menyalahkan orang lain ketika ada masalah. Jika ada masalah, misalnya Anda lupa membayar tagihan rumah atau proyek di tempat kerja yang tidak selesai tepat waktu, maka reaksi pertama Anda seharusnya tidak boleh berpikir kalau Anda sudah menyelesaikan segalanya dengan baik dan penyebba timbulnya masalah adalah orang lain. Jika reaksi Anda ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana adalah menyalahkan orang lain, maka mungkin hal itu terjadi karena Anda mementingkan diri sendiri.Iklan
- Orang-orang yang mementingkan diri sendiri menganggap dirinya adalah pusat dari segala perhatian. Dapatkah orang yang menjadi pusat perhatian membuat kesalahan?
Bagian 2 dari 3: Mengenali Apa yang Anda Rasakan
-
1Perhatikan, apakah Anda bosan atau jengkel ketika tidak menjadi pusat perhatian. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri cenderung membenci orang lain yang mencuri perhatian atau ketika fokus suatu peristiwa bukan tertuju pada mereka. Jika Anda bosan ketika berada di konser karena penonton memperhatikan band yang sedang bermain dan bukan Anda, atau bosan ketika teman Anda menceritakan pengalamannya ikut sebuah perkumpulan, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri cenderung berpikir bahwa apa pun yang terjadi pada mereka adalah hal yang paling penting untuk lingkungannya dan mereka marah ketika dunia luar bersikap sebaliknya.
- Jika Anda cenderung merasa resah, memeriksa ponsel, atau melihat sekeliling ruangan jika seorang teman bercerita lebih dari lima menit, maka Anda adalah termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Jika Anda jengkel ketika orang lain mendapat pujian atau ucapan selamat karena Anda merasa lebih berhak mendapatkannya, maka itu mungkin karena Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
-
2Perhatikan apakah Anda selalu menginginkan atau mengharapkan pujian. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri cenderung selalu menunggu orang lain memujinya. Jika Anda bukan hanya menyukai pujian tetapi juga tak bisa hidup tanpa pujian, misalnya Anda ingin dipuji karena baju baru Anda, senyuman Anda, nilai di sekolah, atau bahkan karena bisa berjalan lurus, maka Anda mungkin adalah orang yang mementingkan diri sendiri. Jika Anda merespon pujian sebagai kebahagiaan atau kejutan tak terduga, maka hal itu adalah sesuatu yang normal. Namun jika Anda merasa hebat sehingga berhak mendapat pujian karena menghirup udara, maka Anda mungkin adalah orang yang mementingkan diri sendiri.
- Jika Anda memakai baju baru dan agak terkejut ketika orang lain tidak mengomentari penampilan Anda, maka Anda punya masalah karena mengira orang lain selalu memikirkan Anda.
-
3Perhatikan apakah Anda selalu merasa masalah Anda lebih penting daripada masalah orang lain. Orang yang mementingkan diri sendiri juga tidak mampu melihat masalahnya yang mungkin membuat orang lain menderita. Jika ada sesuatu yang buruk terjadi pada Anda, misalnya putus cinta atau berkonflik dengan atasan Anda dan Anda tidak bisa berhenti menceritakan hal itu pada setiap orang tanpa mempertimbangkan perasaan orang-orang itu, maka Anda mungkin termasuk orang yang mementingkan diri sendiri. Berbagi masalah dengan orang lain adalah hal yang berbeda, namun akan menjadi lain ceritanya jika Anda menjadikan masalah Anda sebagai bagian paling penting dari semua interaksi sosial Anda dan tak peduli orang-orang di sekitar Anda menderita.
- Jika Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri, maka Anda sering membandingkan masalah Anda dengan masalah teman Anda yang mencoba berbagi dengan Anda. Jika teman Anda baru berpisah dengan suaminya dan Anda langsung ingin membandingkan hubungannya dengan hubungan Anda yang hanya bertahan dua bulan, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Jika teman Anda sedang membicarakan kematian di dalam keluarganya atau pengalaman buruk lainnya, maka reaksi Anda seharusnya adalah mendengarkan dan berada di sampingnya. Jika yang Anda lakukan hanyalah menceritakan bagaimana nenek Anda meninggal sepuluh tahun yang lalu atau malah menceritakan diri Anda, maka itu mungkin karena Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri.
- Jika Anda memiliki masalah, misalnya berdebat kecil di tempat kerja atau berselisih dengan tetangga dan Anda merasa sepuluh teman baik Anda harus tahu detail kejadiannya, maka itu mungkin karena Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
-
4Perhatikan apakah Anda bisa menerima ketika sesuatu tidak berjalan sesuai keinginan. Jika Anda cenderung beranggapan cara Anda adalah yang paling benar, maka itu mungkin karena Anda menganggap segala yang Anda pikirkan, kerjakan, dan rasakan lebih hebat dibandingkan orang lain. Misalnya Anda sedang merencanakan sebuah proyek di kantor atau mengatur pesta dansa di sekolah, jika Anda berpikir Anda benar-benar tahu cara mengerjakan semuanya dan tidak suka ketika orang lain memegang kendali, maka itu mungkin karena Anda mementingkan diri sendiri. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri tidak suka ketika orang lain mengambil kendali. Mereka suka memegang kekuasaan agar bisa mendapatkan pengakuan.
- Jika Anda merasa marah, jengkel, atau murka jika orang lain berusaha mengerjakan sesuatu dengan cara yang berbeda, bahkan jika itu misalnya hanya karena rekan kerja di laboratorium punya ide baru untuk melakukan eksperimen sederhana, maka itu mungkin karena Anda terlalu memikirkan diri sendiri untuk melihat pilihan-pilihan lain.
-
5Perhatikan apakah Anda merasa cemburu ketika orang lain dipuji atau mencapai sesuatu. Jika seseorang dalam lingkaran Anda menerima pujian misalnya saudara kandung Anda mendapat pujian karena meraih nilai yang bagus atau rekan kerja mendapat pujian karena berhasil membuat proyek yang hebat, maka reaksi Anda seharusnya juga senang. Jika Anda merasa cemburu, marah, atau bertanya-tanya mengapa bukan Anda yang mendapat keberhasilan ketika orang lain mengalami peristiwa yang bagus, maka itu mungkin karena Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri.
- Jika seseorang mendapat pujian dan Anda berusaha mengalahkan dan bahkan merebut pujian itu, maka ini benar-benar tanda kalau Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri.
-
6Perhatikan apakah Anda jarang merasa bersalah atau malu dengan tindakan Anda. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri cenderung tidak peduli telah menyakiti perasaan orang lain atau telah menunjukkan kekurangan orang lain. Mereka cenderung berpikir apa pun yang berhubungan dengan mereka akan menjadi baik dan mereka tidak mungkin melakukan hal yang salah. Jika Anda mabuk di pesta pernikahan teman dan merasa tak perlu minta maaf, atau datang terlambat satu jam saat kencan makan malam dan mengabaikannya, maka itu mungkin karena Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.Iklan
- Jika terpaksa minta maaf, Anda tidak mau mengakui kesalahan, tetapi malah berkata, “Maaf kalau kamu sakit hati ketika aku...”. Itu terjadi mungkin karena Anda benar-benar tidak peduli dengan sikap Anda terhadap orang lain.
Bagian 3 dari 3: Mengetahui Apa yang Anda Lakukan
-
1Perhatikan apakah orang-orang yang Anda kenal menyalahkan Anda karena mementingkan diri sendiri. Ini adalah kebenaran. Ini adalah suatu fakta jika saudara perempuan Anda yang menjengkelkan menganggap Anda mementingkan diri sendiri, dan Anda terus mendengar kalau Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri dari rekan kerja, guru, teman, orangtua, tetangga, teman di Facebook, atau hampir semua orang di dalam lingkungan Anda. Tentu saja, hanya karena seseorang mengatakan sesuatu, maka bukan berarti itu benar. Tetapi jika Anda telah dituduh egois, mementingkan diri sendiri, sibuk dengan diri sendiri, atau narsistik oleh sejumlah orang di kehidupan Anda, maka mungkin ada benarnya.
- Mintalah masukan yang jujur dari teman dekat atau anggota keluarga Anda jika Anda merasa siap untuk membuka kemungkinan ini. Katakan kalau Anda ingin memperbaiki diri dan Anda tidak takut menghadapi kenyataan.
-
2Perhatikan apakah Anda lupa dengan hari ulang tahun, hari bersejarah, atau peristiwa penting lainnya dalam kehidupan orang lain. Jika Anda cenderung sering melupakan hari ulang tahun, kelulusan saat SMA, promosi, atau peristiwa penting lainnya dalam kehidupan teman Anda, maka itu mungkin karena Anda terlalu fokus pada diri sendiri dan tidak memikirkan orang lain. Tentu saja, kita semua sibuk, namun jika Anda cenderung selalu melupakan hari ulang tahun dan kejadian penting lain, bahkan ketika ada teman Anda yang cenderung ingat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Anda sedangkan Anda tidak bersikap sebaliknya, maka itu mungkin karena Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
- Jika Anda terus-menerus lupa hari ulang tahun teman dan jarang minta maaf, tetapi marah ketika orang lain lupa dengan hari ulang tahun Anda, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri.
-
3Perhatikan apakah Anda menghindari orang yang ramah atau menarik perhatian. Orang yang mementingkan diri sendiri cenderung tidak mau berkumpul dengan orang yang ramah, terbuka mengungkapkan pendapat, atau memiliki banyak teman. Mereka tidak suka bersaing untuk mendapat perhatian dan lebih senang jika perhatian itu ditujukan untuk mereka. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri tidak suka berada di samping seseorang yang berpenampilan lebih baik atau lebih menarik dan mencari orang lain yang bersikap lembut atau pemalu untuk menjadi pengikutnya sehingga mereka selalu bisa mencuri perhatian.
- Hal ini juga berlaku untuk hubungan percintaan Anda. Jika Anda tidak suka berkencan dengan orang yang cenderung mencuri perhatian, maka itu mungkin karena Anda tidak suka perhatian yang Anda dapatkan lepas dari diri Anda.
-
4Perhatikan apakah Anda menghabiskan waktu saat berhubungan dengan orang lain hanya membicarakan diri sendiri. Jika Anda berinteraksi sosial dengan orang lain dan 80 persen hanya membicarakan diri sendiri, atau berinteraksi dengan sekelompok orang dan 50 persen hanya membicarakan diri sendiri, maka Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri. Jika Anda selalu membicarakan pekerjaan Anda, apa yang Anda lakukan saat akhir pekan, di mana Anda membeli dompet baru, atau betapa Anda sangat menyukai anjing Anda, maka itu mungkin karena Anda begitu mementingkan diri sendiri sehingga Anda tidak bisa membayangkan orang lain akan peduli dengan hal lain.
- Perhatikan apakah Anda jarang bertanya pada orang lain. Jika Anda menghabiskan waktu dalam hubungan sosial Anda hanya dengan berbicara saja dan tidak pernah bertanya pada orang lain satu pertanyaan pun, maka Anda mungkin termasuk orang yang mementingkan diri sendiri. Jika pertanyaan sederhana seperti “Bagaimana kabarmu?” atau “Bagaimana akhir pekanmu?” tidak terpikirkan oleh Anda, maka Anda mungkin adalah orang yang mementingkan diri sendiri.
-
5Perhatikan apakah Anda menghargai orang lain. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri cenderung kasar pada orang lain karena mereka menganggap orang lain tidak berarti. Jika Anda bersikap kasar pada pelayan, usil terhadap teman di kantor, atau telat setengah jam saat berkencan makan malam, maka itu mungkin karena Anda menganggap orang-orang ini tidak pantas mendapatkan waktu dan perhatian Anda.
- Orang-orang yang mementingkan diri sendiri akan marah ketika mereka diperlakukan tidak semestinya, sementara mereka biasanya mengabaikan orang lain dan tidak menyadarinya.
-
6Perhatikan apakah Anda sulit membuat hubungan yang serius. Jika Anda punya banyak teman, namun tak seorang pun yang Anda pedulikan, tak seorang pun yang Anda telepon saat menangis tengah malam, atau tak seorang pun yang mendampingi Anda ketika ada masalah besar, maka itu mungkin karena Anda terlalu fokus pada hal-hal semu untuk berhubungan orang lain. Orang-orang yang mementingkan diri sendiri memiliki teman yang tidak tulus, namun mereka tidak tahu karena terlalu sibuk melantur atau mempromosikan dirinya sehingga menunjukkan kerapuhannya dan sisi lain dirinya yang jauh dari sempurna. Jika tidak ada orang yang bisa Anda sebut teman sejati, maka itu mungkin karena Anda terlalu fokus pada diri sendiri untuk berhubungan dengan orang lain.
- Tentu saja, ada banyak alasan mengapa orang tidak mau memiliki hubungan yang mendalam, misalnya karena malu atau takut bersikap terbuka pada orang baru. Namun, jika beberapa tanda ini sesuai dengan diri Anda, maka tidak memiliki hubungan yang mendalam adalah tanda lain kalau Anda adalah orang yang mementingkan diri sendiri.
- Hal ini juga berlaku untuk urusan percintaan dan hal-hal penting lain. Jika Anda merasa telah berkencan dengan sejumlah orang namun tak seorang pun yang benar-benar ingin mengenal Anda dan Anda tidak pernah benar-benar ingin mengenal mereka, maka itu mungkin karena Anda terlalu fokus pada citra diri Anda untuk membawa hubungan ini ke tingkat yang lebih serius.
-
7Perhatikan apakah Anda pernah melakukan sesuatu yang benar-benar tidak menguntungkan Anda. Jika Anda adalah tipe orang yang hanya akan ingin mengenal seseorang karena ia bisa membantu Anda mendapatkan pekerjaan, mempertemukan Anda dengan pria tampan, atau mengangkat derajat Anda, maka itu karena Anda termasuk orang yang mementingkan diri sendiri. Jika Anda cenderung hanya ingin berkumpul dengan orang-orang yang menurut Anda keren dan bisa memberikan sesuatu, misalnya tumpangan ke sekolah, saran di kantor, atau hadiah yang bagus, maka itu karena Anda menganggap setiap interaksi sosial hanya menjadi jalan untuk memuluskan tujuan Anda.
- Orang yang peduli dengan orang lain menjalankan persahabatan demi persahabatan itu sendiri, bukan untuk motivasi pribadi.
Sifat Mementingkan Diri Sendiri atau yang disebut dengan sifat egois atau egosentris sebenarnya adalah sifat alamiah yang dimiliki semua orang untuk menomorsatukan kepentingan dirinya sendiri dan secara alamiah kita manusia memiliki sifat ini dan juga memiliki sifat berpendirian keras. Namun sifat seperti ini tidak baik dipupuk di dalam tabiat kita. Demikian kutipan dan penjelasan lebih lanjut yang diambil dari buku Pikiran, Karakter dan Kepribadian dari EGW.
Sifat mementingkan diri sendiri sebenarnya akan menyusutkan intelektual kita. Oleh karenanya, sifat mementingkan diri sendiri ini harus kita nomor duakan dan kita lawan untuk bertumbuh dalam pikiran kita, karena apabila sifat egois ini kita biarkan, ia akan menjadi kekuatan yang mengendalikan dan menyusutkan intelektual kita, melemahkan kekuatan moral dan di kala itu akan terjadi kekecewaan dalam kehidupan kita. Manusia mulai memisahkan diri dari Penciptanya dan menjual dirinya kepada usaha-usaha yang tidak berguna, dan sering manusia itu menjadi tidak berbahagia, karena ia tidak bisa menghargai dirinya sendiri dan telah merendahkan dirinya dalam pemikirannya sendiri. itulah yang disebut kegagalan intelektual.
Sifat mementingkan diri sendiri itu menyelewengkan prinsip, membingungkan pengertian dan mengaburkan pertimbangan. Sebagai contoh, keinginan untuk mendapatkan gaji yang besar, namun dengan kebulatan tekad untuk menghalangi hak orang lain yang seharusnya diberikan oleh Tuhan adalah penurutan kepada keinginan dan pikiran setan. Pikiran kita telah dikendalikan oleh Setan.
Bagaimana caranya untuk mengendalikan timbulnya sifat egois ? Berikut beberapa cara yang mungkin bisa dilakukan untuk menahan sifat egois tersebut :
1. Kurangi membicarakan diri sendiri dan memuji diri sendiri
2. Waspadalah terhadap bersimpati kepada diri sendiri dan memanjakan diri kepada selera yang menyesatkan. Ingatlah bahwa hidup untuk diri sendiri itu sangat mempermalukan Tuhan.
3. Jangan cepat merasa puas dengan diri sendiri.
4. Hindari kuasa memerintah dan sifat ingin menguasai di dalam pikiran kita
5. Jangan terlalu percaya diri dengan keterlaluan
6. Sering mengampuni orang lain dan menomorduakan kepentingan diri sendiri akan memupuk kebesaran hati dan perubahan hati. Rasa empati atau toleransi atas kepentingan orang lain harus selalu dipupuk agar kita tidak menjadi orang yang bersifat egois.
7. Jangan menonjolkan diri sendiri.
Ingatlah, ada kecenderungan dalam manusia untuk menghargai dirinya sendiri lebih daripada menghargai saudaranya atau orang lain, perlu bagi kita untuk membuat satu waktu untuk menyelidiki jiwa, mengakui dosa kita kepada Tuhan dan memastikan bahwa dosa kita akan diampuni.
Cacat tabiat, kewajiban yang dilalaikan, rasa tidak bersyukur kepada Tuhan, sikap dingin terhadap orang lain. Pemikiran kita bukan pemikiran akan kepuasan diri sendiri, pikiran dan pembicaraan jahat sebaiknya ditinggalkan. Marilah kita mengakui dosa kita dan meninggalkan sifat egois serta cacat tabiat kita agar kita menjadi lebih rendah hati dan memberi ruang bagi pikiran kita untuk dapat bertumbuh dan mempunyai keinginan untuk memikirkan kepentingan orang lain bukan mencintai diri sendiri.
Cara Menjadi Orang yang Tidak Mementingkan Diri Sendiri
3 Metode:Mengembangkan Pola Pikir yang Tidak Mementingkan Diri SendiriMembuat Pilihan yang Tidak Mementingkan Diri SendiriMelakukan Perbuatan yang Tidak Mementingkan Diri SendiriMenjadi orang yang tidak mementingkan diri sendiri berarti menempatkan kebutuhan komunitas Anda di atas kebutuhan Anda sendiri dan selalu bertindak tidak hanya atas dasar kepentingan Anda sendiri. Bertindak tanpa mementingkan diri sendiri bukanlah suatu hal yang mudah, tetapi semakin sering Anda melakukannya, Anda akan lebih bisa bersikap baik dan murah hati. Jika Anda terbiasa melakukan perbuatan untuk menolong orang lain agar merasa baik dan membuat dunia ini menjadi tempat tinggal yang lebih baik, Anda akan melihat bahwa sifat tidak mementingkan diri sendiri sesungguhnya bisa membuat Anda lebih bahagia.
IklanMetode 1 dari 3: Mengembangkan Pola Pikir yang Tidak Mementingkan Diri Sendiri
-
1Perluaslah wawasan Anda. Menjadi orang yang tidak mementingkan diri harus dimulai dari adanya kemampuan untuk melihat lebih jauh melampaui urusan pribadi Anda dan berusaha menumbuhkan rasa empati kepada orang lain, bahkan kepada mereka yang belum pernah Anda temui. Jika Anda terus menerus hanya peduli pada masalah dan status Anda sendiri, Anda tidak akan mempunyai waktu atau energi untuk bertindak tanpa mementingkan diri sendiri. Langkah pertama agar Anda bisa bertindak tanpa mementingkan diri sendiri adalah dengan cara mengembangkan kesadaran yang lebih luas terhadap kehidupan di sekeliling Anda. Anda bisa memperluas wawasan Anda dengan melakukan beberapa cara berikut ini:Iklan
- Dengarkan pada saat orang lain sedang berbicara. Dengarkan baik-baik, jangan membiarkan pikiran Anda berkeliaran pada saat seseorang sedang mengungkapkan masalahnya, atau menceritakan kisah yang menyenangkan kepada Anda. Biarkan diri Anda sepenuhnya terbawa ke dalam kehidupan orang lain sebagai imbalannya.
- Bacalah, tontonlah, atau dengarkan berita. Dengan melakukan hal-hal tersebut Anda akan bisa lebih menyadari apa saja peristiwa besar yang sedang terjadi di dunia dan di kota Anda sendiri.
- Bacalah novel. Hasil penelitian membuktikan bahwa membaca buku fiksi bisa meningkatkan kemampuan Anda untuk berempati.[1]
- Pilihlah beberapa persoalan untuk dipelajari lebih lanjut. Perhatikanlah apa yang sedang terjadi di sekeliling Anda. Apa saja persoalan penting yang mempengaruhi komunitas Anda? Contohnya, mungkin sungai di kota Anda terkena polusi berat dan menyebabkan orang-orang terkena penyakit. Pilihlah topik yang ingin Anda pelajari lebih lanjut, lalu bacalah sebanyak mungkin agar Anda bisa memahaminya secara lebih mendalam.
-
2Berusahalah memahami perasaan orang lain. Rasa empati dan sifat tidak mementingkan diri sendiri selalu saling berkaitan. Jika Anda bisa mengerti bagaimana perasaan seseorang, Anda akan lebih bisa bertindak tanpa kepentingan diri sendiri kepada orang tersebut. Anda juga bisa memiliki rasa empati kepada orang yang belum pernah Anda temui.
- Cobalah membayangkan diri Anda berada pada situasi yang sedang dihadapi oleh orang lain. Jika Anda sendiri yang menghadapi masalah, bagaimana perasaan Anda? Bagaimana Anda ingin diperlakukan?
-
3Jadilah orang yang tidak mementingkan diri sendiri walaupun tidak ada orang yang mengetahuinya. Orang-orang yang tidak mementingkan diri sendiri berbuat kebaikan dan kemurahan hati tanpa mengharapkan penghargaan atas apa yang sudah mereka lakukan. Mereka melakukannya karena ini adalah hal yang baik untuk dilakukan, dan karena rasanya menyenangkan bisa menolong orang lain jika Anda memang mampu melakukannya. Memberikan sumbangan tanpa nama adalah cara yang baik untuk menjadi orang yang murah hati tanpa mengharapkan balas jasa.
-
4Ikutlah merasa senang atas kebahagiaan orang lain. Pernahkah Anda mengalami kegembiraan yang luar biasa pada saat Anda bisa membuat orang lain bahagia? Ada orang-orang yang menyangsikan apakah mungkin mereka bisa menjadi orang yang benar-benar tidak mementingkan diri sendiri, sebab tindakan ini sesungguhnya bisa membawa kebahagiaan yang sangat besar. Daripada hanya sibuk mempertanyakan apakah sikap tidak mementingkan diri sendiri, yang nyatanya, sebenarnya memang mendahulukan diri sendiri, nikmatilah perasaan bahagia yang datang karena bisa membantu orang lain. Jika Anda merasa senang atas kebahagiaan orang lain, Anda akan bisa menemukan cara lain untuk menjadi orang yang tidak mementingkan diri sendiri.
-
5Jadikanlah seseorang yang tidak mementingkan dirinya sebagai model bagi Anda. Menjadi orang yang tidak mementingkan diri sendiri akan selalu terasa menyenangkan. Mengutamakan keinginan orang lain di atas keinginan Anda sendiri biasanya akan bermanfaat, tetapi rasanya sangat sulit untuk mendahulukan kepentingan orang lain pada saat Anda sendiri harus memperhatikan kepentingan Anda. Oleh sebab itu akan sangat membantu jika ada seseorang yang tidak mementingkan dirinya sendiri yang bisa Anda jadikan model.Iklan
- Temukan seseorang yang bisa Anda gambarkan sebagai orang yang "tidak mementingkan dirinya sendiri" - seseorang yang Anda kenal, orang yang terkenal, tokoh agama - atau siapa saja yang biasa melakukan sesuatu untuk kebaikan orang lain. Tindakan apa yang sudah mereka lakukan dengan tidak mementingkan diri mereka sendiri? Apa akibat dari tindakan ini?
- Jika Anda masih berjuang dalam menentukan pilihan agar bisa menjadi orang yang tidak mementingkan diri sendiri, bertanyalah kepada diri sendiri apa yang orang ini akan lakukan, dan berusahalah menemukan kekuatan dalam jawaban Anda.
Metode 2 dari 3: Membuat Pilihan yang Tidak Mementingkan Diri Sendiri
-
1Jangan menyakiti orang lain demi kepentingan Anda sendiri. Walaupun tampaknya bukanlah suatu hal yang penting jika Anda mengambil potongan kue yang paling besar dan tidak mau berbagi dengan saudara perempuan Anda, atau membuat keputusan yang sangat berpengaruh dengan membuat rencana untuk mendapatkan perhatian dari kekasih teman baik Anda, jangan pernah menyakiti hati orang lain demi memenuhi keinginan Anda. Perbuatan ini akan berakibat tidak baik bagi Anda sendiri. Berusahalah membuat pilihan yang tidak mementingkan diri sendiri, bahkan jika ini adalah pilihan yang paling sulit.
- Bertahanlah jika ada godaan untuk berbohong, mencuri, atau menutupi perbuatan buruk yang sudah dilakukan, bahkan jika Anda yakin bahwa Anda tidak akan ketahuan.
-
2Jangan menghargai waktu Anda lebih daripada waktu orang lain. Apakah Anda tipe orang yang tidak sabaran jika harus mengantri di kantor pos atau toko bahan makanan? Pada saat Anda mulai merasa kesal, ingatlah bahwa setiap orang di dalam ruangan itu juga mempunyai kehidupan yang sama berharganya dengan hidup Anda. Jika Anda selalu ingat akan hal ini, Anda bisa bertindak sebagai orang yang tidak mementingkan diri sendiri pada saat rasa tidak sabar menghalangi Anda supaya Anda bisa menjadi orang yang lebih baik lagi.
- Jangan membebani orang lain dengan masalah-masalah Anda. Jika hari Anda terasa tidak menyenangkan, tidak berarti Anda berhak membuat orang lain ikut menderita karenanya.
-
3Buatlah pilihan yang bisa membantu lebih banyak orang. Jika Anda selalu mendahulukan keinginan teman-teman Anda atau keluarga Anda sendiri di atas kebutuhan dari komunitas yang lebih besar, ini berarti Anda belum sepenuhnya menjadi orang yang tidak mementingkan diri sendiri. Bagaimana Anda bisa memenuhi keinginan sebanyak mungkin orang jika Anda hanya membantu mereka yang paling dekat dengan Anda saja? Jadilah teladan bagi orang lain di sekitar Anda dan tentukan pilihan yang terbaik bagi semua orang.
-
4Maafkan dan lupakan. Jika seseorang bersalah kepada Anda dan meminta maaf, lakukanlah yang terbaik dan jangan dendam. Cara untuk menjadi orang yang tidak mementingkan dirinya adalah dengan melihat suatu situasi dari sudut pandang orang lain, dan menyadari bahwa akan selalu lebih baik jika bisa menumbuhkan kedamaian, cinta kasih dan pengampunan daripada mempertahankan rasa dendam dan kebencian. Memang akan sangat sulit untuk memaafkan seseorang yang sudah berbuat salah kepada Anda, tetapi inilah keindahan dari sifat tidak mementingkan diri sendiri.Iklan
Metode 3 dari 3: Melakukan Perbuatan yang Tidak Mementingkan Diri Sendiri
-
1Bagikan waktu dan keahlian Anda secara sukarela. Ini adalah sebuah cara yang paling baik dimana Anda bisa menerapkan sifat tidak mementingkan diri sendiri. Pada saat Anda memberikan waktu dan keahlian Anda secara sukarela, balasan yang akan Anda peroleh adalah perasaan berharga karena Anda sudah terlibat dalam membantu komunitas Anda. Penelitian membuktikan bahwa kegiatan sukarela benar-benar bisa memperbesar kebahagiaan dan memberikan umur panjang.[2] Cara untuk menjadi sukarelawan tidak terhingga jumlahnya, jadi tentukan apa yang Anda inginkan dan niatkan cara agar Anda bisa berkontribusi.
- Pernaungan para tunawisma, dapur umum, dan organisasi nirlaba lainnya yang bekerja untuk membantu mereka yang kekurangan selalu membutuhkan para sukarelawan.
- Jika Anda mempunyai keahlian khusus yang ingin Anda gunakan, carilah kesempatan kerja dalam sebuah organisasi yang bisa memanfaatkan bantuan Anda. Misalnya, jika Anda adalah seorang guru yang mempunyai keahlian tertentu, Anda bisa mengajar kelas menulis dan membaca di perpustakaan setempat.
- Situs seperti volunteermatch.com memberikan informasi tentang kesempatan untuk bergabung dengan berbagai komunitas.
-
2Donasikan apa yang Anda bisa. Memberikan sumbangan uang dan barang-barang adalah cara lain untuk melakukan perbuatan yang tidak mementingkan diri sendiri yang harus Anda terapkan sesering mungkin sesuai kemampuan Anda. Tetapi ini tidak berarti bahwa Anda harus menyumbang di luar kemampuan Anda. Buatlah anggaran dan tentukan berapa yang bisa Anda berikan, lalu buatlah komitmen untuk menyumbangkan jumlah tersebut, sekalipun ini berarti menuntut lebih banyak pengorbanan.
- Pilihlah beberapa badan amal yang ingin Anda berikan sumbangan sejumlah tertentu secara teratur.
- Memberikan sumbangan kepada mereka yang memintanya dengan memberikan balasan adalah perbuatan baik yang tidak mementingkan diri sendiri yang bisa Anda lakukan setiap hari.
- Memberikan sumbangan berupa makanan, pakaian, dan barang-barang lainnya kepada tempat pernaungan para tunawisma, organisasi penyelamatan korban bencana, penampungan hewan, dan sebagainya adalah cara lain yang baik untuk memberi.
-
3Selalu siap membantu teman-teman dan keluarga Anda. Ada saatnya kita ingin mematikan ponsel kita dan menarik diri dari kesibukan sehari-hari. Akan tetapi, terlalu sering melakukan hal ini akan membuat Anda tidak selalu siap membantu teman-teman dan keluarga Anda pada saat mereka membutuhkan bantuan Anda. Temukanlah cara agar Anda bisa selalu siap menanggapi dan membantu mereka yang dekat dengan Anda pada saat mereka membutuhkannya.
-
4Jadilah orang yang tidak mementingkan diri sendiri dalam kegiatan sehari-hari. Berikan tempat duduk Anda di kereta kepada orang yang lebih tua dan wanita yang sedang hamil. Bantulah menahan pintu untuk orang-orang yang akan lewat setelah Anda. Bayarlah tagihan jika Anda melihat orang yang duduk di meja sebelah sedang kekurangan uang. Tidak mungkin menjadi orang yang sama sekali tidak mementingkan diri setiap saat - Anda tidak bisa membayari makan setiap orang atau memberikan kemeja Anda kepada setiap orang yang membutuhkannya - tetapi berusahalah menemukan cara yang berarti agar Anda menjadi orang yang tidak mementingkan diri sendiri dalam kehidupan Anda sehari-hari.
-
5Sediakan waktu untuk memperhatikan diri Anda sendiri. Menjadi orang yang tidak mementingkan diri sendiri bisa menimbulkan beban emosional jika Anda tidak menyempatkan diri untuk memulihkan energi Anda. Jika Anda menyadari bahwa Anda selalu memenuhi keinginan orang lain dan mengatakan "ya" pada saat Anda sebenarnya bisa beristirahat, Anda perlu menarik diri dan memperhatikan diri Anda sendiri untuk sejenak. Jika Anda tidak sehat secara fisik dan emosional, Anda tidak akan cukup kuat untuk "membantu" orang lain, jadi pastikan bahwa Anda selalu memperhatikan diri Anda sendiri dengan baik.
- Anda sama pentingnya dengan orang lain. Hargai diri sendiri dan keinginan Anda seperti Anda menghargai keinginan orang lain.
5 Tanda kekasih terlalu mementingkan diri sendiri
Reporter : Kun Sila Ananda | Rabu, 18 Maret 2015 17:09
Merdeka.com - Semua manusia memiliki ego. Namun terlalu sering menuruti ego pribadi akan membuat seseorang menjadi egois. Memiliki pasangan yang terlalu mementingkan diri sendiri tentu tidak menyenangkan, karena itu sebaiknya kenali ciri-ciri orang yang terlalu mementingkan diri sendiri.
Berikut adalah beberapa tanda bahwa Anda memiliki kekasih yang egois dan sukanya mementingkan diri sendiri, seperti dilansir oleh Women's Health Mag (11/03).
1. Melihat situasi dari sudut pandangnya saja
Dia melihat semua situasi bergantung dari seperti apa efeknya untuk dirinya sendiri, bukan untuk Anda atau orang lain. Contohnya ketika harus mengantri lama di restoran dia akan mengeluh betapa laparnya dia. Ketika Anda sedang badmood, dia mengeluh karena tak suka melihat Anda uring-uringan. Semuanya adalah tentang dirinya. Ini adalah dunianya dan Anda hanya orang yang menumpang hidup di dalamnya.
2. Sering menyuruh
Dia sering menyuruh-nyuruh Anda dan selalu saja ada kebutuhan yang harus Anda penuhi untuknya. Dia menunjukkan seolah dia adalah bosnya dan Anda hanyalah staff yang bisa dimintai tolong terus-menerus, bukan kekasihnya.
3. Tak memperhatikan detail diri Anda
Dia tak pernah benar-benar memperhatikan detail-detail diri Anda. Kekasih seharusnya memperhatikan dan mengingat beberapa hal tentang kekasihnya, namun dia tidak. Dia bahkan lupa Anda memiliki kucing, saudara perempuan, hobi, atau kebiasaan-kebiasaan tertentu.
4. Narsis berlebihan
Dia terlalu terobsesi dengan dirinya sendiri. Dia sering meminta Anda memuji penampilannya dan berlama-lama di depan kaca untuk mengagumi dirinya sendiri.
5. Tak mendengarkan
Dia selalu bicara tentang banyak hal tanpa ada niatan untuk mendengarkan Anda. Ketika Anda bicara, dia tak pernah mendengarkan dan selalu menunggu untuk memotong pembicaraan Anda. Mendengarkan adalah salah satu bentuk respek yang diberikan pasangan. Jika dia tak pernah mendengarkan Anda, artinya dia tak menghormati Anda.
Itulah beberapa tanda kekasih Anda terlalu mementingkan dirinya sendiri. Jika ada yang harus dibicarakan itu selalu tentang dia, dia, dan dia. Jika menemukan tanda-tanda ini pada kekasih, waspadalah. Mulai bicarakan dengannya tentang hal tersebut.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan