Jumaat, 3 Julai 2015

JIKA KITA SENTIASA INGAT AKHIRAT...KITA AKAN LEKA BERIBADAH...DISAMPING SENTIASA MENJAGA AKIDAH JANGAN TERCABUT








Engkau Akan Mengalami 2 Kematian dan 2 Kehidupan


Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Sangat bagus sekali jika kita merenungkan sebuah ayat dalam Al Qur’an tepatnya dalam surat Al Mu’min (disebut pula surat Ghofir). Ayat tersebut menyebutkan bahwa masing-masing kita akan menjalani kematian sebanyak dua kali dan kehidupan sebanyak dua kali. Apa yang dimaksud dengan hal tersebut? Simak tulisan berikut.

Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنَادَوْنَ لَمَقْتُ اللَّهِ أَكْبَرُ مِنْ مَقْتِكُمْ أَنْفُسَكُمْ إِذْ تُدْعَوْنَ إِلَى الْإِيمَانِ فَتَكْفُرُونَ, قَالُوا رَبَّنَا أَمَتَّنَا اثْنَتَيْنِ وَأَحْيَيْتَنَا اثْنَتَيْنِ فَاعْتَرَفْنَا بِذُنُوبِنَا فَهَلْ إِلَى خُرُوجٍ مِنْ سَبِيلٍ
Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat): “Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir”. Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?” (QS. Al Mu’min [40]: 11)
Apa yang dimaksud mati dua kali dan hidup dua kali dalam ayat di atas?
Perlu diketahui bahwa ayat ini serupa dengan ayat,
كَيْفَ تَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَكُنْتُمْ أَمْوَاتًا فَأَحْيَاكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan?” (QS. Al Baqarah [2]: 28)
Penjelasan Ulama
Yang dimaksud dengan ayat ini ada beberapa pendapat di kalangan ulama. Penafsiran yang dianggap kuat oleh Ibnul Jauzi sebagai berikut:
Kematian pertama adalah ketika dalam bentuk nuthfah (air mani), ‘alaqoh (segumpal darah) dan mudgoh (sekerat daging). Selanjutnya adalah dihidupkan dalam rahim. Lalu dimatikan lagi setelah hidup di dunia. Lalu akan dihidupkan lagi ketika dibangkitkan pada hari kiamat.
Penafsiran semacam ini dipilih oleh Ibnu ‘Abbas, Qotadah, Muqotil, Al Faro’, Tsa’lab, Az Zujaj, Ibnu Qutaibah, dan Ibnul ‘Ambari. (Lihat Zaadul Masiir, 1/39, Mawqi’ At Tafasir)
Asy Syaukani memberikan penjelasan sedikit berbeda. Beliau rahimahullah mengatakan,
Yang dimaksud dulu kalian dalam keadaan mati adalah waktu sebelum dicipta (belum ada). Karena boleh saja kita mengatakan mati pada sesuatu yang belum ada karena sama-sama tidak memiliki indera.
Kemudian yang dimaksud kalian lalu dihidupkan adalah ketika diciptakan menjadi makhluk.
Selanjutnya yang dimaksud kalian dimatikan kedua kalinya adalah ketika ajal kalian itu datang (dan dimasukkan dalam kubur).
Lalu yang dimaksudkan  kalian dihidupkan kedua kalianya adalah ketika hari kiamat saat dibangkitkan.
Yang menafsirkan seperti ini adalah mayoritas sahabat dan ulama setelahnya. Ibnu ‘Athiyah mengatakan bahwa penjelasan ini adalah penafsiran yang dimaksudkan dalam ayat. (Fathul Qodir, 1/62, Mawqi’ Al Islam)
Adh Dhohak menyebutkan perkataan Ibnu ‘Abbas mengenai surat Al Mu’min ayat 11, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Dulu kalian berasal dari tanah sebelum diciptakan. Inilah kematian pertama. Lalu kalian dihidupkan dan diciptakan. Inilah kehidupan pertama. Kemudian kalian dimatikan kembali dan masuk ke alam kubur. Inilah kematian kedua. Kemudian nanti kalian akan dibangkitkan pada hari kiamat. Inilah kehidupan kedua. Itulah dua kematian dan dua kehidupan.” Hal ini sama maknanya dengan surat Al Baqarah ayat 28.
Penafsiran semacam ini diriwayatkan dari As Sudi dengan sanadnya, dari Abu Malik, dari Abu Sholih, dari Ibnu ‘Abbas; juga diriwayatkan dari Murroh, dari Ibnu Mas’ud dan dari beberapa sahabat. Begitu pula diriwayatkan dari Abul ‘Aliyah, Al Hasan Al Bashri, Mujahid, Qotadah, Abu Sholihk, Adh Dhohak, ‘Atho’ Al Khurasani semacam ini pula. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 1/331-332, Muassasah Al Qurthubah)
Renungan
Penjelasan ini menunjukkan bahwa kita akan mengalami kematian kedua yang entah kapan datangnya dan di mana datangnya. Kita pun dengan yakin akan menghadapi kehidupan kedua saat dibangkitkan. Sedangkan kematian pertama sudah kita lalui. Adapun kehidupan pertama sedang kita jalani saat ini.
Sungguh ayat-ayat berikut bisa sebagai renungan berharga. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.” (QS. Al Jumu’ah [62] : 8)
Kematian akan tetap menghampiri seseorang, walaupun dia berusaha bersembunyi di dalam benteng yang kokoh. Allah Ta’ala berfirman,
أَيْنَمَا تَكُونُواْ يُدْرِككُّمُ الموت وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisa’ [4] : 78)
Jadi, kematian (maut) adalah benar adanya.
وَجَاءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذَلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ
Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” (QS. Qaaf [50] : 19)
Manfaatkanlah umur yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya, janganlah sia-siakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
Ambillah lima perkara sebelum lima perkara: [1] Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya, dikatakan oleh Adz Dzahabiy dalam At Talkhish berdasarkan syarat Bukhari-Muslim. Hadits ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shogir)
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,
كَفَى بِالمَوْتِ وَاعِظًا
Cukuplah kematian sebagai peringatan (berharga).” (Diriwayatakan oleh Al Baihaqi dalam Az Zuhd)
Dengan ingat akan mati, seseorang akan bersegera beramal dan tidak panjang angan-angan. Semoga risalah singkat ini bisa sebagai pengingat yang berharga.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
Panggang-GK, sore hari, 4 Jumadil Awwal 1431 H

Hikmah Kematian

Kematian adalah rehat daripada kedukaan dunia

Soal Jawab Agama Oleh Dr. Amran Kasimin

SOALAN: Saya seorang saudara baru yang baru sahaja kehilangan suami yang dikasihi dalam usia terlalu muda. Beliau seorang yang bertanggungjawab, prihatin, pengasih, mendidik kami dan selalu berjemaah ketika berada di rumah.

Tidak lama selepas pemergiannya, saya mula sakit hingga sekarang. Terasa dunia ini tidak bercahaya, malap seumpama kubu yang menyerkup kepala. Saya tabah menghadapi hidup ini, tetapi saya berasa lebih tenang ketika berada di pusaranya.

Saya tidak sedar yang saya sedang merintih hampir lebih daripada satu jam. Saya tahu, tidak elok saya selalu berbuat demikian, tetapi hanya itulah yang boleh saya lakukan untuk mengembalikan tenaga dan kekuatan.

Adakah suami saya menyedari rintihan saya setiap hari? Adakah dia bergembira sekarang atau dia juga terlalu kesunyian rindu keseorangan.

Zainab, KK.

JAWAPAN:

 Apabila seseorang itu hampir tiba ajalnya, maka Allah akan memerintahkan malaikat maut mengambil nyawanya. Ketika itu malaikat akan tahu bila seseorang itu akan mati, di mana dan dalam keadaan bagaimana. Sebelum itu malaikat tidak tahu.

Setiap orang mempunyai ketentuan ajal masing-masing. Apabila kematian seseorang itu telah ditentukan, maka ajal itu akan datang, tidak berganjak, terdahulu atau terkemudian daripada tarikh yang telah ditetapkan. Itulah ketentuan daripada Allah yang tidak dapat diingkari oleh manusia. Allah mahukan agar setiap hamba-Nya reda dengan qadak dan qadar ketentuan Allah.

Apabila nyawa seorang Islam yang beriman itu hendak diambil, Allah mewahyukan kepada malaikat maut, ``kirimkan salam-Ku kepadanya.'' Maka apabila malaikat itu datang kepadanya untuk mengambil rohnya, malaikat akan berkata: ``Tuhanmu kirim salam padamu.''

Dalam sebuah hadis lain, daripada Muhammad al-Quradzi menyatakan bahawa apabila sampai ajal seorang mukmin, datanglah malaikat maut berkata: Sejahtera di atasmu wahai kekasih Allah. Allah mengirim salam padamu. Dalam surah an-Nahl: 32 dijelaskan, orang-orang yang bertakwa ialah mereka yang dimatikan dalam keadaan yang baik oleh para malaikat dengan mengucapkan kepada mereka, ``selamatlah kamu.''

Abu Hurairah memberitahu, bahawa Rasulullah ada bersabda menyatakan bahawa sesungguhnya orang yang beriman itu apabila hendak diambil rohnya, maka datanglah malaikat rahmat yang membawa sehelai sutera putih, lalu keluarlah daripadanya wangian. Wanginya lebih harum daripada bau kasturi, sehingga sebahagian mereka dapat menghidunya. Mereka menamakannya dengan sebaik-baik nama untuknya, sehingga mereka membawanya ke sebuah pintu daripada pintu langit.

Para malaikat bertanya, apakah bau-bauan ini didatangkan dari bumi. Setiap kali ia memasuki langit, penjaga-penjaga pintu akan mengucapkan kata-kata seperti itu, sehingga dia bersama segala roh orang yang beriman.

Dalam sebuah hadis lain, Abu Hurairah memberitakan bahawa Nabi bersabda: Sesungguhnya orang mukmin itu apabila tiba ajalnya, datanglah kepadanya malaikat dengan sekeping kain sutera, padanya ada kasturi, ambar dan harum-haruman. Maka mengalirlah rohnya seperti tercabutnya sehelai rambut daripada adunan tepung dan diucapkan kepadanya: Wahai jiwa yang tenang, keluarlah dalam keadaan reda atas kamu menemui Allah dan kemuliaan-Nya. Apabila rohnya telah keluar, ia diletakkan di atas kasturi juga bau-bauan, lalu kain sutera itu pun dilipat dan dibawa bersamanya ke Illiyiin - hadis riwayat al-Barra.

Rasulullah menjelaskan bahawa roh seseorang yang beriman itu tidak akan dicabut, keluar daripada jasad sehinggalah Allah memperlihatkan tempatnya yang kekal kelak, iaitu di syurga.

Sesungguhnya, kematian bagi orang yang beriman itu adalah rehat daripada segala kedukaan dunia. Dalam keadaan seumpama ini, tidak ada sesuatu perkara yang ghaib, yang dinantikan oleh orang yang beriman, lebih baik daripada kematian.

Sesungguhnya, kehidupan di dunia ini pinjaman semata-mata. Orang yang bijak akan menjadikan dunia ini laluan semata-mata, seumpama tidak ubah orang yang menyemai, bakal dituai di akhirat kelak. Itulah orang yang mendapat hidayah Allah, mentaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya.

Manusia hidup perlu berjuang. Mempunyai tanggungjawab yang mesti dipikul, untuk diri sendiri, keluarga, agama dan negara. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Yang terbaik menang, dan yang leka akan tinggal ke belakang. Itulah adat perjuangan. Kekayaan yang dimiliki, anggota tubuh badan yang dinikmati mesti digunakan sebaik mungkin, termasuk usia yang diberi.

Semuanya akan ditanya oleh Allah, untuk apa, bagaimana dan kenapa ia digunakan. Mereka yang terpesona dengan keindahan dunia akan hanyut di bawah tekanan dan kekangan nafsu. Kerana itu, selagi nyawa ada di badan, perjuangan mesti diteruskan.

Orang yang beriman, menggunakan segala amanah yang diberi oleh Allah sebaik mungkin, sentiasa bersedia menghadapi mati, lantaran mati itu boleh berlaku pada bila-bila masa menurut ketentuan Allah.

Sebelum mati, ia akan didatangi oleh malaikat maut yang membawa salam daripada Allah, petanda kasih Allah, menjemput kekasih-Nya kembali menemui-Nya. Sebelum roh berpisah dengan jasad, Allah perlihatkan syurga baginya.

Syurga adalah kemuncak segala nikmat yang tidak dapat diluahkan melalui ungkapan kata. Bagi mereka yang berjuang untuk hidup di dunia, untuk diri, agama, negara, keluarga dan kerana Allah, apabila diperlihatkan kepadanya syurga, hamba berkenaan akan merasai betapa nikmatnya hidup di syurga, berbanding dengan hidup di dunia yang penuh dengan pelbagai perjuangan, hiruk-pikuk penipuan dan pesona.

Orang yang berada dalam pesona syurga, ketika dalam keadaan sakaratul maut tidak dapat menahan diri untuk menikmati syurga yang diperlihatkan kepadanya.

Walaupun demikian, hamba berkenaan tidak akan dapat menikmati kehidupan di syurga, kecuali setelah mati terlebih dahulu. Kerana itulah hamba berkenaan terlalu inginkan mati, untuk segera menikmati syurga.

Mati bererti menemui Allah, kerana itu, apabila seorang hamba yang beriman itu reda untuk mati, bererti dia reda untuk bertemu Allah. Dalam keadaan sedemikian rupa, apabila seseorang itu reda untuk bertemu Allah, maka Allah lagi suka menemui hamba berkenaan.

Hibaan bin al-Aswad pernah berkata, ``mati itu lebih baik bagi menyampaikan seorang yang kasih, kepada kekasihnya, iaitu Allah''

Sesungguhnya, apabila seseorang itu telah meninggal dunia, hakikatnya dia telah meninggalkan kehidupan yang fana, yang tidak kekal ini. Apabila dimasukkan dalam kubur, dia berada di alam arwah atau alam roh-roh. Kehidupan di alam kubur adalah sebahagian daripada alam akhirat. Di antara alam fana dan alam akhirat ada pendinding yang tidak boleh tembus-menembusi di antara satu dengan yang lain.

Bagi orang yang beriman, selain dipermudahkan ketika sakaratul maut, diberi penghormatan seperti yang dijelaskan dalam hadis-hadis yang diterangkan di atas, ia juga diberi nikmat ketika di kubur. Kerana itu, persoalan sama ada roh suami puan sekarang dalam keadaan gembira atau terlalu kesunyian merindukan puan tidak timbul sama sekali.

Perbandingan seorang mukmin ketika hidup di dunia, adalah seperti janin dalam kandungan ibunya. Apabila dia telah keluar daripada kandungan, dia menangis di tempat keluarnya, sehingga dia melihat sinar dan menyusu, ketika itu dia tidak ingin lagi untuk pulang ke dalam rahim.

Begitulah keadaan orang yang beriman yang telah mati dan menemui Tuhannya, tidak lagi dia ingin untuk kembali ke dunia, tidak ubah seumpama janin yang tidak ingin ke dalam rahim ibunya.

Gambaran nikmat yang dijelaskan ini adalah bagi mereka yang beriman. Ketika hampir mati dan melihat apa yang telah disediakan oleh Allah untuk dirinya, mereka begitu ingin untuk keluar dari dunia, iaitu mati. Bagi orang kafir, apabila hampir mati dan melihat apa yang disediakan oleh Allah, akan menjadi benci untuk keluar dari dunia, kerana itu Allah juga benci menemuinya.

Ibn Juraij memberitahu bahawa Nabi pernah bersabda kepada Aishah radialahuanha: Apabila seorang mukmin itu melihat para malaikat, mereka akan bertanya: Inginkah engkau kiranya kami kembalikan engkau ke dunia. Orang yang beriman itu bertanya: Ke negeri sedih dan dukacita. Kerana itu segeralah bawa kami kembali kepada Allah subhanahu wa taala.

Mati bukan penghujung kehidupan seseorang yang sebenar, kerana selain daripada hidup di dunia, manusia akan dibangkitkan di akhirat yang kekal lagi abadi. Allah menjanjikan kebahagiaan mereka yang beriman kepada-Nya di dunia dan di akhirat, termasuk ketika menghadapi saat genting sakaratul maut.

Berdukacita, merintih rindu tidak berupaya merobah keadaan biar sedikit pun. Allah mengasihi suami puan dan mengambilnya lebih awal dalam dakapan kasih-Nya. Allah lebih mengetahui untuk membalas hamba yang dikasihi-Nya, lebih daripada apa yang puan boleh lakukan untuknya, kerana Allah itu Maha Pengasih Lagi Penyayang yang tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang manusia.

Suami puan tidak keseorangan didakap rindu kerana meninggalkan dunia yang penuh dengan pelbagai dukacita. Zaid bin Aslam pernah memberitahu, ``apabila seorang mukmin itu didatangi waktu hampir mati, akan diucapkan kepadanya, jangan kamu takut terhadap peristiwa yang akan berlaku, di mana ketakutan pasti terhapus.

``Jangan dukacita terhadap dunia dan penghuninya, iaitu keluargamu. Gembirakan dengan nikmat syurga, di mana segala kebimbangan akan lenyap. Jangan berdukacita, kamu pasti akan meninggalkannya, padahal ketika itu, iaitu sebelum meninggal, Allah telah pun menenangkan hatinya.''

Ad-Dhaaak menjelaskan bahawa kegembiraan itu diketahui oleh mereka yang beriman sebelum roh berpisah dari badan dan mereka telah mengetahui di mana mereka akan berada, iaitu di syurga.

Tidak mudah mengikis rasa rindu kehilangan orang yang dikasihi. Demikianlah di antara tanda-tanda kasih sayang. Tidak mudah memujuk kesunyian hilang teman, hilang tempat bergurau senda dan mengadu kasih, tempat harapan. Berapa berat mata memandang, berat lagi bahu yang memikul.

Walaupun demikian, kalau setiap orang itu berupaya memikiri tentang ketetapan Ilahi, qadak dan qadar ketentuan Allah, kesedaran akan timbul, bahawa tidak ada manusia yang berupaya mengubah ketentuan-Nya. Allah Maha Mengetahui rahsia yang tidak terungkai oleh pemikiran manusia di atas ketetapan-Nya.

Sesungguhnya di sebalik rindu dan rasa hampa, tenaga, masa dan pelbagai usaha tetap diperlukan untuk menghadapi sisa-sisa hidup yang masih tidak menentu. Kerana itu usaha memperoleh tenaga dan rintihan terhadap orang yang telah pergi adalah sesuatu yang sia-sia .

Ingat Mati …

Kematian merupakan persinggahan pertama manusia di alam akhirat. Al Qurthubiy berkata dalam At Tadzkirah, “Kematian ialah terputusnya hubungan antara ruh dengan badan, berpisahnya kaitan antara keduanya, bergantinya kondisi, …

8050 36
Kematian merupakan persinggahan pertama manusia di alam akhirat. Al Qurthubiy berkata dalam At Tadzkirah, “Kematian ialah terputusnya hubungan antara ruh dengan badan, berpisahnya kaitan antara keduanya, bergantinya kondisi, dan berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya.” Yang dimaksud dengan kematian dalam pembahasan berikut ini adalah al maut al kubra, sedangkan al maut ash shughra sebagaimana dimaksud oleh para ulama, ialah tidur. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahan jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Az Zumar : 42)[1]
Orang yang Cerdas
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian mempersiapkan diri sebaik-baiknya demi tujuan tersebut. Maka, jika akhir kesempatan bagi manusia untuk beramal adalah kematian, mengapa orang-orang yang cerdas tidak mempersiapkannya?
Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling baik akhlaqnya’. Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paling cerdas.’ (HR. Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsamiy. Syaikh Al Albaniy dalam Shahih Ibnu Majah 2/419 berkata : hadits hasan)[2]
Pemutus Segala Kelezatan
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Perbanyaklah mengingat pemutus segala kelezatan’, yaitu kematian. (HR. At Tirmidzi, Syaikh Al Albaniy dalam Shahih An Nasa’iy 2/393 berkata : “hadits hasan shahih”)
Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly hafizhahullah menjelaskan perihal hadits di atas, “Dianjurkan bagi setiap muslim, baik yang sehat maupun yang sedang sakit, untuk mengingat kematian dengan hati dan lisannya. Kemudian memperbanyak hal tersebut, karena dzikrul maut (mengingat mati) dapat menghalangi dari berbuat maksiat, dan mendorong untuk berbuat ketaatan. Hal ini dikarenakan kematian merupakan pemutus kelezatan. Mengingat kematian juga akan melapangkan hati di kala sempit, dan mempersempit hati di kala lapang. Oleh karena itu, dianjurkan untuk senantiasa dan terus menerus mengingat kematian.”[3]
Dan Merekapun Ingin Kembali
Sebaliknya orang-orang yang semasa hidupnya sangat sedikit mengingat mati, dari kalangan orang-orang kafir dan mereka yang tidak menaati seruan para Rasul, akan meminta tangguh dan udzur ketika bertemu dengan Rabb mereka kelak di akhirat. Inilah penyesalan yang paling mendalam bagi manusia yang tidak mengingat kematian.
“Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang adzab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang dzalim: “Ya Rabb kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul. (Kepada mereka dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (QS. Ibrahim : 44)
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Wahai Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan termasuk orang-orang yang shaleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Munafiqun : 10-11)
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: Wahai Rabb-ku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja.” (QS. Al Mu’minun : 99-100)[4]
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’diy berkata mengenai ayat dalam Surat Al Mu’minun, “Allah Ta’ala mengabarkan keadaan orang-orang yang berhadapan dengan kematian, dari kalangan mufrithin (orang-orang yang bersikap meremehkan perintah Allah -pent) dan orang-orang yang zhalim. Mereka menyesal dengan kondisinya ketika melihat harta mereka, buruknya amalan mereka, hingga mereka meminta untuk kembali ke dunia. Bukan untuk bersenang-senang dengan kelezatannya, atau memenuhi syahwat mereka. Akan tetapi mereka berkata, ‘Agar aku berbuat amal shaleh terhadap apa yang telah aku tinggalkan.Beliau kembali menjelaskan, “Apa yang mereka perbuat tidaklah bermanfaat sama sekali, melainkan hanya ada kerugian dan penyesalan. Pun perkataan mereka bukanlah perkataan yang jujur, jika seandainya mereka dikembalikan lagi ke dunia, niscaya mereka akan kembali melanggar perintah Allah.”[5]
Pendekkan Angan-Anganmu!
Sikap panjang angan-angan akan membuat seseorang malas beramal, mengira hidup dan umur mereka panjang sehingga menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam membuat segi empat, kemudian membuat garis panjang hingga keluar dari persegi tersebut, dan membuat garis-garis kecil dari samping menuju ke tengah. Kemudian beliau berkata, ‘Inilah manusia, dan garis yang mengelilingi ini adalah ajalnya, dan garis yang keluar ini adalah angan-angannya. Garis-garis kecil ini adalah musibah dalam hidupnya, jika ia lolos dari ini, ia akan ditimpa dengan ini, jika ia lolos dari ini, ia akan ditimpa dengan ini.” (HR. Bukhari, lihat Fathul Bari I/236-235)
Dari Anas beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Setiap anak Adam akan menjadi tua dan hanya tersisa darinya dua hal: ambisi dan angan-angannya”[6]
Oleh karena itu, di antara bentuk dzikrul maut adalah memperpendek angan-angan, dan tidak menunda-nunda dalam beramal shalih.
Dari Ibnu Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam pernah memegang pundak kedua pundakku seraya bersabda : “Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “. Ibnu Umar berkata : “Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu”. (HR. Al-Bukhari, lihat Al Fath I/233)
Faktor-Faktor yang Dapat Mengingatkan Kematian
[1] Ziarah kubur, Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berziarah kuburlah kalian sesungguhnya itu akan mengingatkan kalian pada akhirat” (HR. Ahmad dan Abu Daud dan dishahihkan oleh Al Albani)[7]
[2] mengunjungi mayit ketika dimandikan dan melihat proses pemandiannya
[3] menyaksikan proses sakaratul maut dan membantu mentalqin
[4] mengantar jenazah, menyolatkan, dan ikut menguburkannya
[5] membaca Al Qur’an, terutama ayat-ayat yang mengingatkan kepada kematian dan sakaratul maut. Seperti firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya” (QS. Qaaf : 19)
[6] merenungkan uban dan penyakit yang diderita, karena keduanya merupakan utusan malaikat maut kepada seorang hamba
[7] merenungkan ayat-ayat kauniyah yang telah disebutkan Allah Ta’ala sebagai pengingat bagi hamba-hambaNya kepada kematian. Seperti gempa bumi, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, badai, dan sebagainya
[8] menelaah kisah-kisah orang maupun kaum terdahulu ketika menghadapi kematian, dan kaum yang didatangkan bala’ atas mereka
Faidah Mengingat Kematian
Di antara faidah mengingat kematian adalah : [1] memotivasi untuk mempersiapkan diri sebelum terjadinya kematian; [2] memendekkan angan-angan, karena panjang angan-angan merupakan sebab utama kelalaian; [3] menjadikan sikap zuhud terhadap dunia, dan ridha dengan bagian dunia yang telah diraih walaupun sedikit; [4] sebagai motivasi berbuat ketaatan; [5] sebagai penghibur seorang hamba tatkala memperoleh musibah dunia; [6] mencegah dari berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam menikmati kelezatan dunia; [7] memotivasi untuk segera bertaubat dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat; [8] melembutkan hati dan mengalirkan air mata, mendorong semangat untuk beragama, dan mengekang hawa nafsu; [9] menjadikan diri tawadhu’ dan menjauhkan dari sikap sombong dan zhalim dan; [10] memotivasi untuk saling memaafkan dan menerima udzur saudaranya.[8]
Penulis: Yhouga AM
Artikel www.muslim.or.id

[1] Al Qiyamah As Sughra, Syaikh Dr. Sulaiman Al Asyqar, hal. 15-16 cet. Dar An Nafais [2] Disebutkan dalam Kitab At Tazkirah bi Ahwalil Mauta wa Umuril Akhirah, Imam Al Qurthubiy dalam bab Dzikrul Maut wa Fadhluhu wal Isti’dadu lahu I/120, cet. Maktabah Dar Al Minhaj
[3] Bahjatun Nazhirin Syarh Riyadhus Shalihin, Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly, I/634 cet. Dar Ibnul Jauziy
[4] Imam Nawawi berdalil dengan ayat-ayat tersebut dalam Riyadhus Shalihin bab Dzikrul Maut wa Qashrul Umal (Mengingat Kematian dan Memendekkan Angan-Angan)
[5] Taisir Karimirrahman, Syaikh Abdurrahman bin Nshir As Sa’diy, hal. 531, cet. Dar Ibnu Hazm
[6] HR. Baihaqi dalam Az Zuhd Al Kabir no. 454, Al Hafizh Al Iraqiy berkata hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dunya dalam “Qashrul Umal” dengan sanad yang shahih
[7] Silahkan merujuk pembahasan lebih lengkap mengenai ziarah kubur dalam artikel bulletin At Tauhid terdahulu, “Saat Kubur Jadi Tempat Ibadah” http://buletin.muslim.or.id/aqidah/saat-kubur-jadi-tempat-ibadah
[8] Brosur “Kafa bil Mauti Wa’izh”, Darul Wathan

Ingat Mati dan Persiapan Menghadapi Mati

LDII - Ingat MatiKehidupan dunia ini nyata dan menggiurkan. Akan tetapi dibalik daya tariknya, dunia ini penuh ketidakpastian. Kehidupan dunia ini menipu, tidak lebih dari permainan dan sangat kecil nilainya. Apa yang telah kita cita-citakan dan kita usahakan dengan sungguh-sungguh sering hasilnya tidak sesuai harapan.
Sebaliknya, kehidupan akhirat saat ini adalah ghaib/ samar/ tidak nampak dan tidak masuk akal namun sangat pasti keberadaanya sebagaimana pastinya tiap orang akan MATI meninggalkan dunia ini. “Dimanapun engkau berada akan engkau jumpai kematian sekalipun engkau bersembunyi dalam gedung yang kokoh”, Surah An-Nisa’ ayat 78.
Surga PASTI, neraka PASTI, dan kubur adalah awal pertanda kehidupan di akhirat. Barang siapa selamat di dalam kubur berarti selamat pula kehidupan akhiratnya. Sebaliknya mereka yang menderita dalam kehidupan kuburnya maka alamat NERAKA tempatnya.
2308 – حَدَّثَنَا هَنَّادٌ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مَعِينٍ قَالَ: حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بَحِيرٍ، أَنَّهُ سَمِعَ هَانِئًا، مَوْلَى عُثْمَانَ قَالَ: كَانَ عُثْمَانُ، إِذَا وَقَفَ عَلَى قَبْرٍ بَكَى حَتَّى يَبُلَّ لِحْيَتَهُ، فَقِيلَ لَهُ: تُذْكَرُ الجَنَّةُ وَالنَّارُ فَلَا تَبْكِي وَتَبْكِي مِنْ هَذَا؟ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ القَبْرَ أَوَّلُ مَنْزِلٍ مِنْ مَنَازِلِ الآخِرَةِ، فَإِنْ نَجَا مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَيْسَرُ مِنْهُ، وَإِنْ لَمْ يَنْجُ مِنْهُ فَمَا بَعْدَهُ أَشَدُّ مِنْهُ»
__________
[حكم الألباني] : حسن
… sesungguhnya Rasulalloh s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya kubur adalah tempat awal bagian dari kehidupan akhirat, jika ia selamat dari kubur maka apa-apa sesudahnya lebih mudah, jika tidak selamat dari kubur maka apa-apa setelahnya jauh lebih berat”.

[Hadist Sunan Termizi No. 2308 Abwabul Zuhdi]

Rasulullah salallohu ‘alaihi wasallam menasehatkan: “Orang cerdas adalah mereka yang banyak ingat mati dan sebaik-baiknya mempersiapkan diri untuk mati”, Hadist Ibnu Majah No. 4259 Kitabul Zuhdi.
Allah subhanahu wata’ala melalui surah Al-Anam ayat 70 menasehatkan agar kaum Mukminin menjauhi dan tidak terpengaruh pada orang-orang yang menjadikan agama sekedar guyonan dan main-main, mereka itulah orang yang tertipu kehidupan dunia. Mereka tidak serius, tidak sungguh-sungguh menjalankan agama.
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ…
[Surah An-Nisa’ ayat 78]

4259 – حَدَّثَنَا الزُّبَيْرُ بْنُ بَكَّارٍ قَالَ: حَدَّثَنَا أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ قَالَ: حَدَّثَنَا نَافِعُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ فَرْوَةَ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَطَاءِ بْنِ أَبِي رَبَاحٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الْأَنْصَارِ، فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» ، قَالَ: فَأَيُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ؟ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا، وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا، أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ»
__________
[حكم الألباني] حسن
… seorang laki-laki anshor datang dan mengucap salam pada Nabi s.a.w., kemudian ia bertanya: “Wahai Rasulallah manakah orang beriman yang utama?
Nabi menjawab: “Mereka yang bagus akhlaknya”.
Laki-laki kembali bertanya: ”Manakah orang beriman yang cerdas?”
Nabi menjawab: “Mereka yang banyak ingat mati, dan mereka sebaik-baiknya persiapan setelah mati”, demikianlah orang yang cerdas”.
[ Hadist Ibnu Majah No. 4259 Kitabul Zuhdi]

'Sentiasalah ingat kepada kematian'

seruan suci 022
MARILAH kita meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah Subhanahu Wata'ala dengan penuh keyakinan dan keikhlasan dengan melakukan segala suruhan-Nya dan meninggalkan segala laragan-Nya. Mudah-mudahan kita menjadi insan yang bertaqwa dan beriman serta selamat di dunia dan selamat di Akhirat.
Kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Setiap yang bernyawa pasti akan mati, itulah hakikat yang pasti dan tidak diragukan lagi. Apabila ajal telah tiba, tidak sesaat pun akan berganjak dan tidak ada seseorang atau apa jua benda pun yang akan dapat menghalang seseorang itu menghadapi kematiannya. Maut akan menghampiri kita semua tidak kira kaya atau miskin, muda atau tua, sihat atau sakit dan walau di mana pun kita berada. Kita semua akan mati untuk kembali kepada Tuhan Rabbuljalil, Allah Subhanahu Wata'ala dan untuk menerima apa saja balasan atas apa yang telah kita lakukan semasa hidup di dunia ini. Firman Allah Subhanahu Wata'ala dalam Surah Ali 'Imran ayat 175, tafsir-Nya :
“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasai mati dan sesungguhnya pada Hari Kiamat sahajalah akan disempurnakan balasan kamu. Oleh itu, sesiapa yang dihindarkan daripada Neraka dan dimasukkan ke dalam Syurga maka sesunggunhya dia telah berjaya. Dan tiadalah kehidupan di dunia melainkan hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Kita disunatkan untuk sentiasa mengingati mati. Tujuannya ialah supaya kita tidak lalai dengan kesibukan atau kehidupan dunia ini yang hanya bersifat sementara dan memperdayakan.

Kadang kala akibat sibuk dengan urusan dunia seperti sibuk bekerja, sibuk dengan urusan anak-anak dan keluarga dan sebagainya sering membutakan manusia lupa untuk mengingati Allah Subhanahu Wata'ala. Perkara ini telah diperingatkan oleh Allah Subhanahu Wata'ala dalam Surah Al Munaafiquun ayat 9, tafsir-Nya :
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu dilalaikan oleh urusan harta benda kamu dan anak-anak pinak kamu daripada mengingati Allah dengan menjalanakan perintah-Nya dan ingatlah, sesiapa melakukan demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”
Apa yang dimaksudkan sebagai orang yang rugi dalam ayat tersebut ialah orang yang lalai dan lupa dari mengingati Allah Subhanahu Wata'ala kerana sibuk untuk mengumpulkan harta kekayaan dan sibuk untuk mengembangbiakan keturunannya. Mereka lupa bahawa semua yang diperolehi dan dibanggakan itu hanyalah di dunia sahaja tanpa mengingati mati. Mereka kembali kepada Allah SubhanahuWata'ala dalam keadaan miskin kerana yang hanya dibawa sebagai bekal untuk menghadap Allah Subhanahu Wata'ala hanyalah iman dan amal soleh. Kalau itu tidak ada, maka menjadikan mereka sebagai orang yang rugi dan melarat. Ketahuilah bahawa mencari dan mengumpul harta dunia ini tidaklah dilarang oleh Allah Subhanahu Wata'ala tetapi harta tersebut hendaklah diperolehi dengan cara yang halal dan dibelanjakan kepada jalan Allah seperti memberi nafkah, berzakat, bersedekah, berwakaf, membantu orang yang memerlukan pertolongan, membuat amal ibadat, membuat perkara yang bermanfaat dan berfaedah dan sebagainya. Itulah antara cara atau jalan untuk membebaskan diri dari tipu daya dunia.
Sesungguhnya harta yang kita nafkahkan pada jalan Allah itu dikira sebagai sedekah jariah dan dijanjikan pahala berterusan walaupun sesudah kita meninggal dunia. Ini seperti mana yang dijelaskan dalam sebuah hadis :
Maksudnya : “Dari Abu Hurairah Radiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda : Apabila telah mati seseorang itu akan terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara iaitu sedekah jariah, ilmu yang memberi manfaat dengannya dan anak yang soleh yang mendoakannya.”
Sesungguhnya amalan yang dilakukan dengan niat yang ikhlas akan mendapat ganjaran pahala yang besar untuk kita menghadap Allah Subhanahu Wata'ala dan juga sebagai saham yang menguntungkan bagi mendapatkan kehidupan yang baik di Hari Kiamat kelak. Oleh itu nafkahkanlah harta yang ada dengan jalan yang betul semasa hayat masih dikandung badan, kita tidak tahu bila ajal akan tiba, esok atau lusa, kerana apabila saat itu tiba, penyesalan sudah tidak berguna lagi. Kita hayatilah firman Allah Subhanahu Wata'ala dalam Surah Al Munaafiquun ayat 10 - 11, tafsir-Nya :
“Dan berlanjakanlah (dermakanlah) sebahagian dari rezeki yang kami berikan kepada kamu sebelum seseorang dari kamu sampai ajal maut kepadanya. Kalau tidak maka dia pada saat itu akan merayau dengan katanya : Wahai Tuhanku, alangkah baiknya kalau Engkau lambatkan kedatangan ajal matiku ke suatu masa yang sedikit sahaja lagi, supaya aku dapat bersedekah dan dapat pula aku menjadi diri orang-orang yang soleh. Dan ingatlah, Allah tidak sekali-kali akan melambatkan kematian seseorang atau sesuatu yang bernyawa apabila sampai ajalnya, dan Allah amat mendalam pengetahuannya mengenai segala yang kamu kerjakan.”
Kehidupan bahawa kematian adalah suatu yang sangat mengerunkan lebih-lebih lagi ketika menghadapi sakratul maut. Kematian juga merupakan jambatan ke Akhirat iaitu sebagai penghubung dari kehidupan di dunia yang fana menuju kehidupan yang kekal abadi. Kehidupan kita di dunia inilah yang akan menentukan baik atau buruk tempat kita kelak. Kerana itu sebagai umat Islam kita hendaklah membuat persiapan sebelum ajal tiba.
Terdapat banyak cara untuk kita mempersiapkan diri bagi menghadapi kematian, antaranya ialah :
Pertama : Mempertingkatkan lagi amal ibadat kepada Allah Subhanahu Wata'ala yang dilakukan dengan niat yang ikhlas kerana Allah Subhanahu Wata'ala.
Kedua : Kita hendaklah sentiasa bertaubat memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wata'ala a di atas dosa yang telah kita lakukan sama ada secara senghaja atau tidak, dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi.
Ketiga : Sentiasa ingat kepada kematian kerana perbuatan tersebut dapat menimbulkan kesedaran dan keinsafan dalam diri untuk terus berusaha menjadi hamba Allah yang taat dan patuh pada perintahNya. Dengan mengingati mati juga dapat menimbulkan rasa takut dan gentar untuk melakukan sebarang perkara dan perbuatan yang mungkar, berdosa dan dilarang serta dilaknat oleh Allah Subhanahu Wata'ala dan juga dapat melunturkan kecintaan terhadap dunia.
Akan tetapi sudah menjadi lumrah manusia mudah lupa dan lalai jika tidak diingatkan termasuklah perkara kematian. Ramai orang yang mudah lupa kepada mati kecuali setelah ada amaran atau tanda-tanda bahawa kematian semakin dekat seperti selalu sakit, umur tua, tumbuh uban, kurang penglihatan, kurang pendengaran dan sebagainya. Namun tidak semua orang mahu mengambil peringatan daripadanya, malahan ada yang tidak mengambil kesempatan dan peluang dari amaran yang telah diberikan kepadanya seperti seseorang yang mendapat nikmat umur yang panjang. Sepatutnya apabila semakin meningkat, sudah sewajarnya hati menjadi lebih dekat dan ingat kepada Allah, ingat kepada ajal yang semakin mendekat menghampiri sehingga menjadikan lebih bertekad dan tekun untuk beramal ibadat kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
Tetapi malanganya, ada orang yang lupa akan kematian seolah-olah masa itu masih panjang dan seolah-olah tubuh itu masih sempat untuk dilakukan kemudian nanti sehingga menjadikan mereka tenggelam dalam urusan duniawi yang melalaikan dan mensia-siakan masa yang ada dari berbuat amal ibadat kepada Allah Subhanahu Wata'ala. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tarmizi bahawa Abu Bakar ada berkata :
Maksudnya : “Dari Abdul Rahman bin Abi Bakar dari ayahnya: seseorang lelaki telah berkata: wahai Rasulullah siapakah sebaik-baik manusia? Rasulullah bersabda : Sebaik-baik manusia ialah orang yang dipanjangkan umurnya dan umurnya itu dipergunakan untuk berbuat kebajikan. Berkata lelaki itu lagi : Siapakah sejahat-jahat manusia? Rasullullah bersabda : Sejahat-jahat manusia ialah orang yang dipanjangkan umurnya tetapi digunakan untuk berbuat kejahatan.”
Ingatlah bahawa kematian pasti akan terjadi, Cuma kita tidak tahu bila ia akan tiba. Oleh itu kita hendaklah bersiap sedia menghadapi kematian dengan berusaha menjadi hamba Allah yang beriman dan bertaqwa agar dapat memperolehi kematian dalam keadaan Khusnul Khatimah iaitu mati dalam keadaan baik dan seterusnya dapat menjalani kehidupan yang baik alam barzah dan hari kiamat kelak. Kita hendaklah beramal tanpa bertangguh-tangguh, berusahalah seperti esok merupakan hari kematian kita kerana perkara tersebut boleh menyedarkan kita dari terleka dengan nikmat kehidupan dunia yang melalaikan dan mengasyikkan ini sentiasalah juga berdoa semoga kehidupan kita ini berakhir dalam keadaan Khusnul Khatimah dan dijauhikan dari Su’il Khatimah. Amin Ya Rabbal Alamin.
Firman Allah Subhanahu Wata'ala dalam Surah Ali 'Imran ayat 16, tafsir-Nya :
“Iaitu orang-orang yang berdoa dengan berkata : “Ya tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampukanlah dosa-dosa kami dan peliharalah kami dari azab Neraka.”

Orang Mati Mendengar

Kesalahpahaman bahwa orang mati tidak dapat mendengar.
Berikut ini insyaallah saya akan menguraikan kesalahpahaman sebagian muslim yang memahami bahwa orang yang sudah mati tidak dapat mendengar. Ini sebuah kesalahpahaman yang mengakibatkan terjadinya perdebatan keras antar sesama muslim, bahkan ada yang mentakfirkan (mengkafirkan) muslim lain yang berpemahaman bahwa orang yang sudah mati dapat mendengar.
Sebagian muslim yang berpemahaman bahwa orang yang sudah mati tidak dapat mendengar berdasarkan firman Allah yang artinya,
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar.” (QS an-Naml [27] : 80 )
“Dan kamu sekali-kali tidak sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar.” (QS: faathir [35] : 22 )
Mereka memahami firman Allah secara dzahir, tekstual atau harfiah.
Baiklah marilah kita pahami firman Allah dengan baik, semoga Allah memberikan karunia pemahaman yang dalam (al-hikmah).
dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar*. (Q.S Faathir[35]: 22)
*Maksudnya: Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dapat memberi petunjuk kepada orang-orang musyrikin yang telah mati hatinya.
Kata “Mendengar” di ayat tersebut maksudnya adalah dalam arti menerima ajakan.
Allah menjadikan orang-orang kafir seperti orang mati yang tak bisa mengikuti bila ada yang mengajaknya.
Orang yang mati, walaupun bisa mengerti dan memahami maknanya, namun tetap tak bisa menjawab ucapan dan melaksanakan apa yang diperintahkan serta menjauhi apa yang dilarang.
Seperti halnya orang kafir.
“kalau sekiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. dan Jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu). (Q.S Al Anfaal [8] :23)
Maka Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar, dan menjadikan orang-orang yang tuli dapat mendengar seruan, apabila mereka itu berpaling membelakang* (Q.S Ar Ruum: [30]: 52)
Orang-orang kafir itu disamakan Tuhan dengan orang-orang mati yang tidak mungkin lagi mendengarkan pelajaran-pelajaran. begitu juga disamakan orang-orang kafir itu dengan orang-orang tuli yang tidak bisa mendengar panggilan sama sekali apabila mereka sedang membelakangi kita.
Oleh karenanya jangan sampai pendengaran kita seperti pendengaran orang yang telah mati atau orang kafir yaitu mendengar dan memahami makna dari ajakan orang untuk berbuat kebaikan, namun tidak dapat menjawab atau melaksanakan perintah dan laranganNya.
Jika kita mengabaikan orang-orang yang mengajak kita kepada kebaikan maka berwaspadalah, bisa jadi pendengaran kita telah mati.
Bagaimanakah sebenarnya apakah orang yang sudah mati (masuk alam kubur) dapat mendengar ?
Orang yang sudah mati (Ahlulkubur) hidup didalam alam barzakh dan menjawab salam kita dan mendengar ucapan kita, sebagaimana banyak sekali hadits shahih yg menjelaskan bahwa mereka mendengar, namun kita tak mendengar mereka. Kalaupun terjadi maka itu sesungguhnya kehendak Allah semata.
Ahlulkubur gembira dengan kerabatnya yg datang menziarahinya, lebih lagi jika pada para shalihin.
Ziarah kubur merupakan suatu bentuk silaturahmi juga
Hadits Buraidah bin Hushaib , Rasulullah bersabda:  “Sesungguhnya aku dahulu telah melarang kalian untuk berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah karena akan bisa mengingatkan kalian kepada akhirat dan akan menambah kebaikan bagi kalian.” (HR. Muslim).
Dalam riwayat lain, ‘Aisyah bertanya:  “Apa yang aku ucapkan untuk penduduk kubur? Rasulullah berkata: “Ucapkanlah: “Assalamu’alaikum wahai penduduk kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah memberikan rahmat kepada orang-orang yang mendahului kami ataupun yang akan datang kemudian. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim hadits no. 974)
Prinsip ziarah kubur adalah untuk mengingat kematian, mendoakan  ahlulkubur (memohonkan ampunan kepada Allah bagi ahlulkubur) . Sebagian muslim menyangsikan doa atau hadiah pahala akan sampai / bermanfaat untuk ahlul kubur karena bersandar kepada
“Apabila manusia telah mati maka terputuslah darinya amalnya, kecuali tiga; kecuali dari shadaqah jariyah, atau ilmu yang bermanfa’at atau anak shaleh yang mendo’akan.” (HR Muslim)
Hadist itu menguraikan bahwa terputus amal dari dirinya artinya ketika di alam kubur tidak ada lagi yang bisa diperbuat atau dikoreksi kecuali menunggu/mendapatkan amal dari tiga perkara itu termasuk doa atau hadiah pahala dari muslim lainnya yang merupakan hasil menjalin silaturahmi atau amal kebaikan pada sesama manusia yang dilakukan oleh ahlul kubur ketika mereka di alam dunia.
Dalam ziarah kubur tidak diperkenankan meminta pertolongan kepada ahlulkubur karena mereka tidak ada lagi kewajiban di alam dunia. Begitu pula kekeliruan besar bagi mereka yang menyembah kuburan.
Dalil-dalil bahwa orang yang sudah mati (ahlulkubur) dapat mendengar.
“Ia mendengar suara langkah sandal mereka pergi meninggalkan kuburnya” (H.R Bukhari dan Muslim).
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup*), tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Al Baqarah [2] : 154 )
“Ketika selesai Perang Badr, Nabi saw. menyuruh supaya melemparkan dua puluh empat tokoh Quraisy dalam satu sumur di Badr yang sudah rusak. Dan biasanya Nabi saw. jika menang pada suatu kaum maka tinggal di lapangan selama tiga hari, dan pada hari ketiga seusai Perang Badr itu, Nabi saw. menyuruh mempersiapkan kendaraannya, dan ketika sudah selesai beliau berjalan dan diikuti oleh sahabatnya, yang mengira Nabi akan berhajat. Tiba-tiba beliau berdiri di tepi sumur lalu memanggil nama-nama tokoh-tokoh Quraisy itu: Ya Fulan bin Fulan, ya Fulan bin Fulan, apakah kalian suka sekiranya kalian taat kepada Allah dan Rasulullah, sebab kami telah merasakan apa yang dijanjikan Tuhan kami itu benar, apakah kalian juga merasakan apa yang dijanjikan Tuhanmu itu benar? Maka Nabi ditegur oleh Umar: Ya Rasulallah, mengapakah engkau bicara dengan jasad yang tidak bernyawa? Jawab Nabi: Demi Allah yang jiwaku di TanganNya, kalian tidak lebih mendengar terhadap suaraku ini dari mereka.” (Bukhari dan Muslim)
Seminggu sepeninggal Rasulullah SAW, seorang Badwi datang ke Madinah. Ia bermaksud menjumpai Nabi.
Sesampainya di Madinah, ia menanyai sahabat yang dijumpainya. Tapi dikatakan kepadanya bahwa Rasulullah SAW telah wafat seminggu sebelumnya dan makamnya ada di samping masjid, di kamar Aisyah, istri Rasulullah SAW.
Badwi itu pun sangat bersedih, air matanya bercucuran, karena tak sempat berjumpa dengan Nabi SAW.
Segera ia menuju makam Rasulullah SAW. Di hadapan makam Nabi, ia duduk bersimpuh, mengadukan dan mengutarakan kegelisahan dan kegundahan hatinya. Dengan linangan air mata, ia berkata, “Wahai Rasulullah, engkau rasul pilihan, makhluk paling mulia di sisi Allah. Aku datang untuk berjumpa denganmu untuk mengadukan segala penyesalanku dan gundah gulana hatiku atas segala kesalahan dan dosa-dosaku, namun engkau telah pergi meninggalkan kami. Akan tetapi Allah telah berfirman melalui lisanmu yang suci, ‘…. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya diri mereka datang kepadamu lalu memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun kepada Allah SWT untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.’ – QS An-Nisa (4): 64.
Kini aku datang kepadamu untuk mengadukan halku kepadamu, penyesalanku atas segala kesalahan dan dosa yang telah aku perbuat di masa laluku, agar engkau mohonkan ampunan kepada Allah bagiku….”
Setelah mengadukan segala keluh kesah yang ada di hatinya, Badwi itu pun meninggalkan makam Rasulullah SAW.
Kala itu di Masjid Nabawi ada seorang sahabat Nabi SAW tengah tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi Rasulullah. Beliau berkata, “Wahai Fulan, bangunlah dan kejarlah orang yang tadi datang kepadaku. Berikan khabar gembira kepadanya bahwa Allah telah mendengar permohonannya dan Allah telah mengampuninya atas segala kesalahan dan dosanya….”
Sahabat tadi terbangun seketika itu juga. Tanpa berpikir panjang ia pun segera mengejar orang yang dikatakan Rasulullah SAW dalam mimpinya.
Tak berapa lama, orang yang dimaksud pun terlihat olehnya. Sahabat itu memanggilnya dan menceritakan apa yang dipesankan Rasulullah SAW dalam mimpinya.
Wallahu a’lam
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab Bogor, 16830

Hal-hal yang Membatalkan Syahadat

Sebagian masyarakat kita lebih senang kalau pengajian membahas tentang hal keutamaan-keutamaan. Semisal pengajian yang membahas tentang keutamaan puasa, keutamaan sodaqoh, keutamaan membaca al fatihah, keutamaan amal dll. Dimana hal tersebut sudah bagus karena pengajian yang membahas tentang keutamaan akan bisa memotivasi seseorang untuk senantiasa beramal. Namun hal tersebut tidaklah cukup, karena memahami Islam dari sisi keutamaan-nya saja merupakan aspek yang lain. Dikhawatirkan sebagian manusia mengira Islam-nya benar, namun pada dasarnya apa yang sudah dikerjakan-nya tidak mendapatkan apa-apa dikarenakan tidak mengetahui hukum yang membatalkannya. Sehingga dengan mengetahui hal-hal yang membatalkan syahadat akan menjadikan kita senantiasa menjaga syahadat kita agar tidak batal.
Terdapat sebuah hadits yang berbunyi “Barang siapa yang membaca syahadat, maka dia akan masuk surga”. Dalam mengartikan-nya, sebagian orang yang berbuat maksiat akan merasa optimis dirinya akan masuk surga, dengan alasan bahwa dia telah mengucapkan 2 kalimat syahadat. Kalimat syahadat bukan cuman sekedar ucapan. Namun terdapat konsekuensi yang harus kita lakukan agar amalan-amalan yang sudah kita kerjakan dapat diterima oleh Allah SWT.
Berikut adalah hal-hal yang merusak syahadat yang  berarti merusak keimanan :
1. Syirik
Siapapun yang menyekutukan Allah atau menyamakan Allah dengan yang lain, maka syahadat-nya batal.
Sebuah Firman Allah SWT dalam surat Azzumar ayat 65-66 :
Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalanmu dan tentulah engkau termasuk orang-orang yang rugi. Karena itu, hendaklah Allah saja yang engkau sembah, dan hendaklah engkau termasuk orang yang bersyukur”.
Beberapa perbuatan Syirik adalah :
  • Ruqyah/Jampi-jampi yang bertentangan dengan Alquran dan Sunnah
  • Menggunakan dan minta bantuan Jin. Karena jin dan setan memberikan bantuan kepada manusia pasti ada imbalan-nya. Dan hal tersebut sering menjurus kepada syirik.
  • Meramal. Contohnya adalah meramal garis tangan, meramal jodoh, meramal tentang kenaikan jabatan dll.
  • Percaya kepada dukun.
  • Mengambil berkah dari kuburan-kuburan. Melakukan ziarah kubur bukan untuk mengingat kematian namun memohon bantuan bukan kepada Allah SWT.
  • Minta tolong kepada orang mati.
  • Sumpah dengan selain Allah.
2. Beribadah selain kepada Allah SWT
Siapapun yang beribadah selain Allah, beribadah kepada berhala, beribadah kepada manusia maka syahadatnya batal
Surat Az Zariyat ayat 56 :
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku
Dimana beribadah bukan hanya dalam bentuk sholat saja namun dengan mengikuti dan menjauhi larangan adalah bentuk sebuah ibadah.
3. Berhukum selain kepada Allah SWT
Dalam menjalani kehidupan pasti akan muncul permasalahan-permasalahan dimana untuk menyelesaikan-nya harus ada yg menghukumi. Bagaimana pengaturan tentang warisan, hukum berpolitik. Maka hendaklah kita harus senantiasa berhukum kepada Allah SWT.
Surat An Nisa’ ayat 59 :
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalilah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
4. Memberikan hak memerintah dan melarang kepada selain Allah SWT
Adanya perintah dan larangan adalah mutlak hak Allah SWT. Ketika hak tersebut diambil alih oleh seseorang maka batatlah syhadatnya tersebut. Seorang Rasul/Nabi memerintahkan dan melarang adalah atas perintah Allah SWT. Oleh karena itu dalam kehidupan kita larangan dan perintah jangan sampai bertentangan dengan aturan Allah SWT.
5. Taat kepada selain Allah SWT dengan tanpa mendapatkan ijin dari Allah SWT
Bentuk ketaatan manusia dapat berupa taat kepada orang tua, taat kepada suami, taat kepada pemimpinnya, atau taat kepada guru. Namun ketika ketaatan itu tidak mendapat ijin dari Allah maka ketaatan tersebut tidak diperbolehkan.
[spoiler effect=”slide” show=”Tanya Jawab” hide=”Tutup – Tanya Jawab”] T : Bagaimana menyikapi panggilan sholat ketika masih ada kerjaan atau ketika berada pada sebuah meeting/rapat di kantor?
J : Ketika terdengar seruan untuk sholat, hendaklah meminta ijin untuk menjalankan ibadah sholat. Karena tidak ada panggilan yg lebih utama daripada panggilan Allah SWT. Namun disisi lain perlu dilakukan pengkondisian, agar orang disekeliling kita bisa memahami dan bukan-nya malah menjadi musuh kita. T : Bagaimana menyikapi Demokrasi Pancasila sebagai pedoman hidup dalam kehidupan masyarakat Indonesia
J : Pedoman hidup seorang muslim tidak lain hanyalah Al Qur’an. dan Sunnah. Ketika ada sebuah Demokrasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat, hendaklah kita bisa bersikap arif. Perlu kita pahami bahwa untuk menuju kehidupan yang islami diperlukan sebuah proses.
T : Bagaimana cara kita menghadapi Taqut (ialah setan dan apa saja yang disembah selain Allah SWT atau seorang pemimpin yg dholim)
J : Salah satunya adalah dengan membentuk lingkungan kehidupan yang baik.[/spoiler]
Sumber: http://kajiankantor.com

Apa Yang Bisa Membuat Syahadat Kita Batal?


Kita tidak hanya bersaksi tapi juga BERSUMPAH dan merupakan sebuah komitmen yang harus dipenuhi dan dijadikan acuan dalam segala tindakan kita setelah kita mengucapkan syahadat. Terdapat hal-hal yang dapat membatalkan syahadat yang telah kita ikrarkan di hadapan Allah SWT. Uzt. Said Hawa menyebutkannya ada 20 bentuk.

 
Berikut adalah beberapa hal yang dapat membatalkan syahadat kita, yang memiliki konsekuensi kekufuran kepada Allah:

1. Bertawakal dan bergantung pada selain Allah. Allah berfirman (QS. 5 : 23):
وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Dan hanya kepada Allah lah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.”

2. Bekerja dan beraktivitaslah dengan tujuan hanya karena Allah, karena sebagai seorang muslim seyogyanya kita memiliki prinsip yang selalu kita ucapkan bahkan kita sumpahkan di dalam shalat kita apa yang tercantum dalam Quranul Karim (QS.6:162):
قُلْ إِنَّ صَلاَتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”

3. Membuat hukum dan perundangan selain dari hukum Allah. (Buka halaman kami yang menetapkan halal dan haramnya sesuatu di sini). Allah berfirman (QS. 5 : 57):
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلَّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.”

4. Menjalankan hukum selain hukum Allah. Allah berfirman dalam (QS. 5 : 44):
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Dan barang siapa yang tidak menughukum dengan apa yang telah ditirunkan Allah (Al-Qur’an), maka mereka itu adalah orang-orang kafir.”

5. Lebih mencintai kehidupan dunia dari pada akhirat. Allah berfirman (QS. 14 : 2-3):
اللَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَوَيْلٌ لِلْكَافِرِينَ مِنْ عَذَابٍ شَدِيدٍ * الَّذِينَ يَسْتَحِبُّونَ
الْحَيَاةَ الدُّنْيَا عَلَى الآخِرَةِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَيَبْغُونَهَا عِوَجًا أُولَئِكَ فِي ضَلاَلٍ بَعِيدٍ
“Allah yang memiliki segala apa yang di langit dan di bumi. Dan celakalah bagi orang-orang kafir karena siksaan yang sangat pedih. (yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu berada dalam kesesatan yang jauh.”

Dalam ayat lain Allah berfirman (QS. 9 : 24):
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
وَاللَّهُ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

6. Mengimani sebagaina ajaran Islam dan mengkufuri (baca; tidak mengimani) sebagian yang lain. Allah berfirman (QS. 2 : 85):
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”

7. Menjadikan orang kafir sebagai pemimpin. Allah berfirman (QS. 5: 51):
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Semoga bermanfaat.

Tiada ulasan: