Hati yang Mati
Setelah kita mengetahui hati yang hidup atau hati yang sehat, kita mesti tahu pula bagaimanakah hati yang mati. Hati yang mati itulah lawan dari hati yang sehat. Ringkasnya kami sarikan dari penjelasan Ibnul Qayyim berikut ini.
Hati yang mati adalah lawan dari hati yang hidup. Hati yang mati adalah hati yang tidak ada kehidupan di dalamnya. Hati seperti ini tidak mengenal Rabbnya, tidak menyembah-Nya dengan menjalankan perintah-Nya sesuai ia cintai dan ridhoi. Bahkan hati seperti ini hanya mau menuruti syahwat dan keinginannya walau sampai membuat Allah murka dan marah. Ia tidak ambil pusing apakah Rabbnya peduli ataukah tidak. Hakikatnya ia beribadah pada selain Allah dalam hal cinta, takut, harap, ridho, murka, pengagungan dan penghinaan diri. Jika ia mau mencinta, maka ia mencintai karena hawa nafsunya (bukan karena Allah). Begitu pula ketika ia membenci, maka ia membenci karena hawa nafsunya (bukan karena Allah). Sama halnya ketika ia memberi atau menolak, itu pun dengan hawa nafsunya. Hawa nafsunya lebih ia cintai daripada ridho Allah. Hawa nafsu, syahwat dan kebodohan adalah imamnya. Kendaraannya adalah kendaraannya.
Hati yang mati ini adalah hati yang tidak mau menerima kebenaran dan juga tidak mau patuh. Berbeda halnya dengan hati yang sehat yang mengetahui kebenaran, patuh dan menerimanya.
Demikian penjelasan Ibnul Qayyim yang kami sarikan dari kitab Ighotsatul Lahfan, hal. 44, 46.
Semoga Allah menjauhkan kita dari hati yang mati dan memberikan kita hati yang hidup. Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Tanda-Tanda Hati yang Mati
.بِسْــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْـــــمِ
HATI YANG MATI BUKANLAH KEMATIAN BIOLOGIS
Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika ludes harta bendanya. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.Mati bukan hanya ketika seseorang telah mengembus kan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati secara biologis.
Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda,
“Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan.” (At-Thabrani dari Ammar RA)
Alangkah banyak manusia sudah mati, tapi masih memberikan manfaat bagi yang hidup, yakni masjid atau madrasah yang mereka bangun, buku yang mereka tulis, anak saleh yang ditinggalkan, dan ilmu bermanfaat yang telah diajarkan. Meraka mati jasad, tapi pahala terus hidup (QS.2 Al-Baqarah :154)|
Sesungguhnya yang perlu diwaspadai adalah mati hakiki, yakni matinya hati pada orang yang masih hidup. Tak ada yang bisa diharapkan dari manusia yang hatinya telah mati.
Boleh jadi dia hanya menambah jumlah bilangan penduduk dalam sensus. Hanya ikut membuat macet jalanan dan mengurangi jatah hidup manusia lain. Itu pun kalau tak merugikan orang lain.
Bagaimana halnya dengan koruptor, orang yang merusak, dan menebar kejahatan di muka bumi?
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain, kurang berinteraksi dengan kebaikan, kurang kasih sayang kepada orang lain, mendahulukan dunia daripada akhirat, tak mengingkari kemungkaran, menuruti syahwat, lalai, dan senang berbuat maksiat.
|
3 hal yang bila kita tinggalkan
akan menyebabkan kematian hati
Pertama,
MENINGGALKAN SHALAT, itu akan membuat jiwa kalut. Kita akan terjerumus ke dalam perbuatan keji, terseret ke lembah kemungkaran dan kesesatan (QS.29 Al-Ankabut :45) dan (QS.19 Maryam :59), dan bisa menyusahkan serta merugikan orang lain.Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab [Al Qur’an] dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah [shalat] adalah lebih besar [keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain]. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.29 Al-Ankabut :45)
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti [yang jelek] yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS.19 Maryam :59)
Kedua,
MENINGGALKAN SEDEKAH, Itu berarti kita egois, individualis, dan enggan berbuat baik. Kepedulian sosial seperti sedekah adalah bukti keimanan.Orang yang suka bersedekah hatinya lapang dan dijauhkan dari penyakit, khususnya kekikiran, sedangkan para dermawan selalu menebar kebajikan sehingga dekat dengan manusia, Allah, dan surga.
Ketiga,
MENINGGALKAN ZIKRULLAH, adalah awal kematian hati. Hatinya akan membatu sehingga tak bisa menerima nasihat dan ajaran agama. Zikir akan menimbulkan ketenangan hati (QS.13 Ar-Ra’d :28). Orang yang tenang hatinya akan berperilaku positif dan tak mau berbuat jahat.Mukmin yang selalu shalat, senang bersedekah, dan memperbanyak zikrullah akan menjadi orang yang paling baik, memiliki hati yang hidup, dan menebar kebaikan kepada sesama. Bila kita merasa rajin shalat, sedekah, dan zikir, tetapi hatinya mati, kemungkinan besar shalat, sedekah, dan zikirnya cenderung formalitas tanpa jiwa.
[yaitu] orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.13 Ar-Ra’d :28)|
Sesungguhnya hati yang telah mati, mengeras, adalah hati yang tidak bisa memahami, dan mengambil nasehat-nasehat yang disampaikan kepadanya, yang berasal dari Al-Quran maupun As-Sunnah, yakni hadits Rosulullullah Shallallahu’alayhi Wa Sallam.
Hatinya tidak tergerak sedikitpun. Ya karena Allah telah mengunci hatinya disebabkan dosa-dosa yang terus-menerus dia perbuat di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman:
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(QS. Al-Qiyaamah :75)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.(QS. Al Muthoffifin: 14)Rosulullah bersabda:
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititik kan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.Mujahid berkata:
Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya.Itulah yang diistilahkan “Ar-Raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
“Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari jemari.”Bukanlah disebabkan mereka itu tuli, dan bukan pula disebabkan oleh penglihatan yang rusak. Akan tetapi Ar-Raan telah menutupi hati, sehingga dia tidak mampu lagi untuk memahami syari’at-syari’at Allah. Allah Ta’ala berfirman:
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Qs. Al-Hajj: 46)Akan tetapi kebutaan itu, kebutaan mata hati, sekalipun penglihatan dia luar biasa tajamnya, akan tetapi yang demikian itu tidak mampu untuk mengambil sebuah pelajaran, dan tidak mampu mengetahui apa yang terkandung di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Wallahul musta’an
Alangkah indahnya apa yang dikatakan seorang ahli syi’ir Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Hayyan al-Andalusi
Hai manusia yang mendengarkan seruan kecelakaan. Telah memanggilmu dua tanda kematian; Uban dan Kerentaan.Ibnu Abid Dun-ya berkata, Sebagian ahli hikmah berkata:
Jika engkau tak mau mendengar peringatan, apa saja yang engkau lihat dari kepalamu yang mempunyai dua pancaindra, Pendengaran dan Penglihatan.
- Hidupkanlah hatimu dengan berbagai nasehat,
- Sinarilah dengan tafakkur,
- Matikanlah dengan zuhud,
- Kuatkanlah dengan keyakinan,
- Hinakanlah dengan kematian,
- Tetapkanlah dengan fana,
- Pandanglah bencana dunia,
- Waspadalah dengan permainan masa,
- Berhati-hatilah dengan perubahan hari,
- Tampilkanlah kepadanya kisah-kisah orang terdahulu,
- Berjalanlah pada negeri-negeri peninggalan mereka,
- Serta lihatlah apa yang mereka lakukan,
- Dimana mereka berada dan karena apa mereka berubah.
Saudaraku, hendaklah kita muhasabah diri, lihatlah diri kita, bagaimana kondisi kita ketika disampaikan ayat dan hadits kepada kita, apakah kita merasakan sesuatu yang bermanfaat darinya, ataukah kita tidak mampu merasakan apa-apa?
|
TANDA-TANDA HATI YANG MATI
- “Tarkush sholah” Berani meninggalkan Sholat Fardhu,
- “Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal melakukan dosa besar.
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran [daripadanya].
(QS.7 Al-Araf :3)
- “Karhul Qur’an” Tdk mau membaca bahkan menjauih dg ayat2 Alqur’an,
- “Hubbul ma’asyi” Terus menerus melakukan ma’siyat,
- “Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing, buruk sangka, merasa dirinya lebih suci,
- “Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik & ulama,
- “Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, kuburan & akhirat,
- “Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya,
- “Anaaniyyun” sama sekali masa bodoh keadaan orang lain, saudara bahkan bisa jadi keluarganya sekalipun menderita,
- “Al intiqoom” Pendendam hebat,
- “Albukhlu” sangat pelit,
- “Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan & dengki.
HIDUPKAN HATI DENGAN
- Banyak dzikir,
- Banyak baca kisah para shalihin terdahulu,
- Kisah ibadah keshalihan bagaimana Islam diterapkan dizaman kenabian, para shahabat tabiin,
- Merenung kejadian dalam kehidupan yang merupakan tanda keberadaan Allah SWT yang mutlak brada diatas smuanya,
- Banyak nyebut “Laa ilaaha ilallaah”
- Akrab dengan ilmu,
- Penyampai ilmu Risalah Agama yang mulia ini,
- Perbanyak do’a
- Dekat dengan orang shalih dan lingkungan shalih bukan lingkungan salah, atau lingkungan maksiat,
Tanda-tanda Hati Yang Mati Dan Cara Untuk Merawatnya
Info Agama. Suatu hari, Imam Fath Al-Musili berkata kepada
murid-muridnya, "Bukankah seorang pesakit jika tidak diberi makan, minum
dan ubat selama tiga hari ia akan mati?"
Murid-muridnya menjawab: "Ya."
Guru yang bijak ini melanjutkan: "Begitu juga hati kita. Jika tidak diberikan ilmu dan hikmah selama tiga hari, ia akan mati."
Setiap amalan bersumber daripada hati. Hati yang baik akan melahirkan perbuatan yang baik. Dan hati yang rosak hanya akan melahirkan perbuatan yang buruk.
Meskipun ia melakukan kebaikan, namun tersimpan niat buruk di sebaliknya. Oleh itu, hati sangat menentukan kualiti amalan seseorang.
Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada seketul daging. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Dan apabila ia rosak, maka rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah, daging itu adalah hati". (riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Hati manusia sangat ajaib. Ia selalu berubah-ubah. Ia juga sangat mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor luaran. Apa-apa yang dilihat ataupun didengar dapat merubah suasana hati. Oleh yang demikian, seorang mukmin wajib selalu menjaga pancainderanya daripada maksiat agar terjaga kejernihan hati.
Sebagaimana tubuh badan, hati boleh sihat ataupun sakit. Tanda hati yang sihat adalah ia giat melakukan ibadat dan amalan kebajikan. Setiap amalan ibadah dan zikir terasa nikmat untuk dikecapi. Sama seperti seseorang yang tengah sihat tubuhnya, ia akan nikmat menyantap makanan dan minuman.
Adapun tanda hati tengah sakit adalah ia tidak dapat merasakan manisnya ibadat. Ia tidak tahan berlama-lama dalam aktiviti ibadah. Sebaliknya, ia sangat seronok melakukan maksiat. Seperti orang yang tengah sakit kulit, perkara yang paling nikmat adalah menggaruk gatalnya hingga melukai diri sendiri.
Imam Tabiin di Basrah yang bernama Hasan Al-Basri pernah mengajarkan teknik semak kesihatan hati. Beliau berkata: "Rasakanlah kemanisan dalam tiga perkara: ketika melakukan solat, membaca al-Quran dan ketika berzikir. Jika engkau merasakannya, maka bergembiralah. Namun jika kau tidak merasakannya, maka ketahuilah bahawa pintu hatimu telah tertutup."
Hati orang kebanyakan seperti kita tidak berapa sihat. Kita sedari ataupun tidak, pelbagai penyakit tersimpan di dalam hati kita seperti hasad dengki, dendam, tamak, kedekut, meragukan janji Allah dan lain-lain. Tingkatan sakit itu berbeza-beza. Ada yang masih ringan, ada juga yang sudah parah.
Oleh itu, kita perlu segera mengubati hati kita. Ubat hati adalah hikmah dan ilmu yang memperkenalkan tuhannya, hakikat dirinya dan tugasan yang mesti ia lakukan di dunia sebagai hamba Allah. Semua itu boleh didapatkan apabila kita bercampur dengan orang-orang yang "berhati sihat."
Berkata Ibrahim Al-Khawas, "Ubat hati lima perkara: Membaca al-Quran sambil memahami maknanya, mengosongkan perut, solat malam, berdoa pada waktu fajar dan bergaul dengan orang-orang saleh."
Jika kita tidak segera mengubati hati yang sakit, ia akan terus sakit. Suatu hari nanti, ia bahkan boleh mati. Orang yang mati hati lebih berbahaya daripada mati jasad. Sebab orang yang mati jasad boleh segera dikuburkan.
Namun orang yang mati hati akan menjadi sampah masyarakat. Ia sangat mengganggu kehidupan masyarakat, namun tidak boleh dibuang ataupun ditanam.
Sumber: Utusan.com.my
Murid-muridnya menjawab: "Ya."
Guru yang bijak ini melanjutkan: "Begitu juga hati kita. Jika tidak diberikan ilmu dan hikmah selama tiga hari, ia akan mati."
Setiap amalan bersumber daripada hati. Hati yang baik akan melahirkan perbuatan yang baik. Dan hati yang rosak hanya akan melahirkan perbuatan yang buruk.
Meskipun ia melakukan kebaikan, namun tersimpan niat buruk di sebaliknya. Oleh itu, hati sangat menentukan kualiti amalan seseorang.
Rasulullah SAW bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada seketul daging. Apabila ia baik, maka baiklah seluruh jasad. Dan apabila ia rosak, maka rosaklah seluruh jasad. Ketahuilah, daging itu adalah hati". (riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Hati manusia sangat ajaib. Ia selalu berubah-ubah. Ia juga sangat mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor luaran. Apa-apa yang dilihat ataupun didengar dapat merubah suasana hati. Oleh yang demikian, seorang mukmin wajib selalu menjaga pancainderanya daripada maksiat agar terjaga kejernihan hati.
Sebagaimana tubuh badan, hati boleh sihat ataupun sakit. Tanda hati yang sihat adalah ia giat melakukan ibadat dan amalan kebajikan. Setiap amalan ibadah dan zikir terasa nikmat untuk dikecapi. Sama seperti seseorang yang tengah sihat tubuhnya, ia akan nikmat menyantap makanan dan minuman.
Adapun tanda hati tengah sakit adalah ia tidak dapat merasakan manisnya ibadat. Ia tidak tahan berlama-lama dalam aktiviti ibadah. Sebaliknya, ia sangat seronok melakukan maksiat. Seperti orang yang tengah sakit kulit, perkara yang paling nikmat adalah menggaruk gatalnya hingga melukai diri sendiri.
Imam Tabiin di Basrah yang bernama Hasan Al-Basri pernah mengajarkan teknik semak kesihatan hati. Beliau berkata: "Rasakanlah kemanisan dalam tiga perkara: ketika melakukan solat, membaca al-Quran dan ketika berzikir. Jika engkau merasakannya, maka bergembiralah. Namun jika kau tidak merasakannya, maka ketahuilah bahawa pintu hatimu telah tertutup."
Hati orang kebanyakan seperti kita tidak berapa sihat. Kita sedari ataupun tidak, pelbagai penyakit tersimpan di dalam hati kita seperti hasad dengki, dendam, tamak, kedekut, meragukan janji Allah dan lain-lain. Tingkatan sakit itu berbeza-beza. Ada yang masih ringan, ada juga yang sudah parah.
Oleh itu, kita perlu segera mengubati hati kita. Ubat hati adalah hikmah dan ilmu yang memperkenalkan tuhannya, hakikat dirinya dan tugasan yang mesti ia lakukan di dunia sebagai hamba Allah. Semua itu boleh didapatkan apabila kita bercampur dengan orang-orang yang "berhati sihat."
Berkata Ibrahim Al-Khawas, "Ubat hati lima perkara: Membaca al-Quran sambil memahami maknanya, mengosongkan perut, solat malam, berdoa pada waktu fajar dan bergaul dengan orang-orang saleh."
Jika kita tidak segera mengubati hati yang sakit, ia akan terus sakit. Suatu hari nanti, ia bahkan boleh mati. Orang yang mati hati lebih berbahaya daripada mati jasad. Sebab orang yang mati jasad boleh segera dikuburkan.
Namun orang yang mati hati akan menjadi sampah masyarakat. Ia sangat mengganggu kehidupan masyarakat, namun tidak boleh dibuang ataupun ditanam.
Sumber: Utusan.com.my
Jika kita renungi kembali kepada diri zahir manusia, kita akan dapat menyusunnya sebagai tubuh, nyawa, naluri-naluri dan akal fikiran. Bila dibandingkan dengan haiwan, kita akan mendapati susunan haiwan seperti susunan manusia juga.. Haiwan mempunyai tubuh badan, nyawa dan naluri-naluri. Bezanya adalah haiwan tidak mempunyai akal fikiran. Oleh sebab manusia memiliki akal fikiran maka manusia boleh diistilahkan sebagai haiwan yang cerdik.
Haiwan yang cerdik (manusia), dipanggil nafsu natiqah menurut istilah tasauf . Pemilikan akal tidak mengubah manusia dari status kehaiwanan. Jika ada haiwan berbangsa monyet, harimau, kuda dan lain-lain, maka ada haiwan berbangsa manusia. Haiwan berbangsa manusia menjadi raja memerintah semua haiwan yang lain. Akal fikiran yang ada pada mereka membuat mereka boleh membentuk kehidupan yang lebih sempurna dari haiwan lain yang tidak berakal. Akal fikiran juga mampu membuat haiwan bangsa manusia menawan daratan, lautan dan udara. Walaupun mereka berjaya menawan daratan dengan kenderaan mereka namun, itu tidak membezakan mereka daripada kuda dan haiwan lain yang mampu juga menawan daratan. Walaupun mereka berjaya menawan lautan namun, itu tidak membezakan mereka daripada haiwan ikan yang juga menggunakan lautan. Walaupun mereka berjaya menawan udara namun, itu tidak membezakan mereka daripada haiwan burung yang juga menggunakan udara. Kemampuan yang ditunjukkan oleh akal fikiran tidak mengubah status haiwan yang ada pada manusia. Apakah yang menjadikan manusia sebagai insan, bukan haiwan?
Manusia menjadi istimewa kerana memiliki hati rohani. Hati mempunyai nilai yang mulia yang tidak dimiliki oleh akal fikiran. Semua anggota dan akal fikiran menghala kepada alam benda sementara hati rohani menghala kepada Pencipta alam benda. Hati mempunyai persediaan untuk beriman kepada Tuhan. Hati yang menghubungkan manusia dengan Pencipta. Hubungan dengan Pencipta memisahkan manusia daripada daerah haiwan dan mengangkat darjat mereka menjadi makhluk yang mulia. Hati yang cergas, sihat dan dalam keasliannya yang murni, berhubung erat dengan Tuhannya. Hati itu menyuluh akal fikiran agar akal fikiran dapat berfikir tentang Tuhan dan kejadian Tuhan. Hati itu menyuluh juga kepada anggota tubuh badan agar mereka tunduk kepada perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya. Hati yang berjaya menaklukkan akal fikiran dan anggota tubuh badannya serta mengarahkan mereka berbuat taat kepada Allah s.w.t adalah hati yang sihat.
Hati yang sihat melahirkan takwa, iaitu pengabdian kepada Allah s.w.t. Takwalah yang membezakan kedudukan seseorang hamba pada sisi Tuhan. Semakin tinggi darjat ketakwaan semakin hampir seorang hamba dengan Tuhannya. Semakin rendah darjat takwa semakin hampir seseorang dengan daerah kehaiwanan. Jika takwa tidak ada jadilah manusia itu haiwan yang pandai berfikir dan berkata-kata.
Haiwan yang pandai berfikir inilah yang dikatakan manusia yang mati hatinya. Dia tidak dapat menggerakkan fikiran dan anggotanya menuju kepada Allah s.w.t. Bahagian yang menghala kepada Pencipta tidak berfungsi, hanya bahagian yang menghala kepada alam benda merupakan bahagian yang aktif. Manusia yang mati hatinya atau manusia yang berbangsa haiwan ini tidak berasa sedih jika terlepas peluang baginya untuk melakukan amalan yang mendekatkan diri dengan Tuhan dan dia tidak berasa kesal jika dia berbuat dosa dan maksiat yang menjauhkan dirinya daripada Allah s.w.t.
Kematian hati tidak dapat dikenal jika seseorang itu mengambil daya nilai keduniaan sebagai piawaian. Ramai orang yang menurut pengertian tasauf sudah mati hatinya tetapi mereka mencapai berbagai-bagai kecemerlangan dalam kehidupan dunia. Mereka menjadi pemimpin kepada orang ramai. Mereka menciptakan berbagai-bagai benda keperluan manusia. Mereka berjaya mendaki Gunung Everest. Mereka memegang bermacam-macam rekod kejohanan. Mereka menguasai kekayaan dan berbagai-bagai lagi kejayaan dan kecemerlangan.
Apa juga kejayaan dan kecemerlangan yang diperolehi hendaklah diletakkan di atas neraca akhirat. Jika kejayaan dan kecemerlangan itu mampu menambahkan berat dacing kebaikan, maka kejayaan dan kecemerlangan itu adalah benar. Jika tidak ia hanyalah fatamorgana.
Tanda-tanda Hati yang Mati
Ahad 21 Jamadilawal 1435 / 23 Maret 2014 05:00SETIAP insan dianugerahi hati, salah satu organ tubuh manusia yang sangat penting. Berbicara tentang hati, mari kita bedakan hati secara fisik dan hati secara makna (kiasan). Menurut Rasulullah, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam hati ada segumpal daging yang kalau dia baik maka akan baik pula seluruh anggota tubuh, dan kalau dia rusak maka akan rusak pula seluruh anggota tubuh, ketahuilah di adalah hati,” (Muttafaqun alaih).
Hati yang rusak, tentu saja hati yang mati. Mendeteksi hati yang mati tidaklah sulit, berikut beberapa tandanya.
1.”Tarkush sholah” Berani meninggalkan sholat fardhu.
2. “Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal sedang melakukan dosa besar (QS al A’raf 3).
3. “Karhul Qur’an” Tidak mau membaca Al-Qur’an.
5. “Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing dan buruk sangka, serta merasa dirinya selalu lebih suci.
6. “Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik dan ulama.
7, “Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian,kuburan dan akhirat.
8. “Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya.
10. “Anaaniyyun” tidak mau tau, “cuek” atau masa bodoh keadaan orang lain,bahkan pada keluarganya sendiri sekalipun menderita.
11. “Al intiqoom “Pendendam hebat.
12. “Albukhlu” sangat pelit.
13. “Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan dan dengki.
14. “Asysyirku” syirik dan percaya sekali kepada dukun & prakteknya.
Semoga ALLAH menghiasi hati kita dengan keindahan iman dan kemuliaan akhlak. [Sumber: Kajian Islam]
Tanda-tanda hati yang sehat
Hati yang sehat memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui, di antaranya adalah:
Orang yang hatinya sehat akan selalu beribadah kepada Allah Ta’ala, tidak pernah bosan dan selalu berdzikir kepada Allah dengan zikir dan sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang hatinya sakit hanya beribadah kepada Allah Ta’ala secara musiman, sedangkan orang yang hatinya sehat akan selau beribadah kepada Allah Ta’ala secara kontinyu dan terus-menerus meski sedikit.
Dalam perkembanganya, kata wirid digunakan untuk istilah yang lebih umum, yaitu suatu amal ketaatan yang rutin dilakukan, seperti berzikir setiap pagi dan petang, membaca Al-Quran, shalat malam, menuntut ilmu, dan sebagainya. Orang yang hatinya sehat akan merasa sedih apabila terluput dari wirid-wiridnya. Berbeda dengan orang yang hatinya sakit; antara berdzikir sama saja, tidak ada perbedaan; tidak bersedih, dan tidak menyesal. Bahkan orang yang hatinya sakit selalu membuang-buang waktu, tidak banyak beramal, selalu bersantai, dan lalai dari zikir kepada Allah Ta’ala.
Tanda-tanda hati yang sakit
Hati yang sakit juga memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui dengannya, di antaranya adalah:
Tidak merasakan sakitnya hati dengan sebab luka-luka maksiat
Seperti ungkapan pepatah, ”Luka tidak terasa sakit bagi orang mati.” Hati yang sehat pasti merasa sakit dan tersiksa dengan perbuatan maksiat. Hal itulah yang membuatnya tergerak untuk kembali bertaubat kepada Rabb-nya. Allah Ta’ala berfirman,
Adapun orang yang hatinya sakit, dia selalu mengikuti keburukan dengan keburukan juga. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, ”Itu adalah dosa di atas dosa sehingga membuat hati menjadi buta, lalu mati.” Sementara hati yang sehat selalu mengikuti keburukan dengan kebaikan dan mengikuti dosa dengan taubat.
Mereka lebih mendengarkan lagu-lagu yang menimbulkan kemunafikan di dalam hati, membangkitkan birahi dan mengandung kekufuran kepada Allah Ta’ala. Seseorang mengerjakan perbuatan maksiat karena kecintaannya pada apa yang dibenci oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Keberanian berbuat maksiat adalah buah dari pennyakit yang bersarang di dalam hati dan bisa memperparah penyakit yang ada di dalam hati tersebut.
Ia tidak pernah mengharapkan akhirat dan tidak berusaha untuk menyiapkan bekal menuju ke sana. Ia sibuk dengan dunia dan waktunya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan untuk hal-hal yang haram.
—
Disarikan dari buku Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tazkiyatun Nufus (hlm. 79-100). Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Bogor: Pustaka At-Taqwa.
Disusun oleh: Dwi Pertiwi Ummu Maryam
Muroja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.muslimah.or.id
Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika ludes harta bendanya. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.
Mati bukan hanya ketika seseorang telah mengembus kan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati secara biologis.
Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda,
“Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan.” (At-Thabrani dari Ammar RA)
Alangkah banyak manusia sudah mati, tapi masih memberikan manfaat bagi yang hidup, yakni masjid atau madrasah yang mereka bangun, buku yang mereka tulis, anak saleh yang ditinggalkan, dan ilmu bermanfaat yang telah diajarkan. Meraka mati jasad, tapi pahala terus hidup (QS.2 Al-Baqarah :154)
|
Sesungguhnya yang perlu diwaspadai adalah mati hakiki, yakni matinya hati pada orang yang masih hidup. Tak ada yang bisa diharapkan dari manusia yang hatinya telah mati.
Boleh jadi dia hanya menambah jumlah bilangan penduduk dalam sensus. Hanya ikut membuat macet jalanan dan mengurangi jatah hidup manusia lain. Itu pun kalau tak merugikan orang lain.
Bagaimana halnya dengan koruptor, orang yang merusak, dan menebar kejahatan di muka bumi?
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain, kurang berinteraksi dengan kebaikan, kurang kasih sayang kepada orang lain, mendahulukan dunia daripada akhirat, tak mengingkari kemungkaran, menuruti syahwat, lalai, dan senang berbuat maksiat.
|
3 hal yang bila kita tinggalkan
akan menyebabkan kematian hati
Pertama,
MENINGGALKAN SHALAT, itu akan membuat jiwa kalut. Kita akan terjerumus ke dalam perbuatan keji, terseret ke lembah kemungkaran dan kesesatan (QS.29 Al-Ankabut :45) dan (QS.19 Maryam :59), dan bisa menyusahkan serta merugikan orang lain.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab [Al Qur’an] dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah [shalat] adalah lebih besar [keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain]. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.29 Al-Ankabut :45)
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti [yang jelek] yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS.19 Maryam :59)
Kedua,
MENINGGALKAN SEDEKAH, Itu berarti kita egois, individualis, dan enggan berbuat baik. Kepedulian sosial seperti sedekah adalah bukti keimanan.
Orang yang suka bersedekah hatinya lapang dan dijauhkan dari penyakit, khususnya kekikiran, sedangkan para dermawan selalu menebar kebajikan sehingga dekat dengan manusia, Allah, dan surga.
Ketiga,
MENINGGALKAN ZIKRULLAH, adalah awal kematian hati. Hatinya akan membatu sehingga tak bisa menerima nasihat dan ajaran agama. Zikir akan menimbulkan ketenangan hati (QS.13 Ar-Ra’d :28). Orang yang tenang hatinya akan berperilaku positif dan tak mau berbuat jahat.
Mukmin yang selalu shalat, senang bersedekah, dan memperbanyak zikrullah akan menjadi orang yang paling baik, memiliki hati yang hidup, dan menebar kebaikan kepada sesama. Bila kita merasa rajin shalat, sedekah, dan zikir, tetapi hatinya mati, kemungkinan besar shalat, sedekah, dan zikirnya cenderung formalitas tanpa jiwa.
[yaitu] orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.13 Ar-Ra’d :28)
|
Sesungguhnya hati yang telah mati, mengeras, adalah hati yang tidak bisa memahami, dan mengambil nasehat-nasehat yang disampaikan kepadanya, yang berasal dari Al-Quran maupun As-Sunnah, yakni hadits Rosulullullah Shallallahu’alayhi Wa Sallam.
Hatinya tidak tergerak sedikitpun. Ya karena Allah telah mengunci hatinya disebabkan dosa-dosa yang terus-menerus dia perbuat di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman:
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(QS. Al-Qiyaamah :75)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (QS. Al Muthoffifin: 14)
Rosulullah bersabda:
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititik kan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.
Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya.Itulah yang diistilahkan “Ar-Raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
Mujahid berkata:
“Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari jemari.”
Bukanlah disebabkan mereka itu tuli, dan bukan pula disebabkan oleh penglihatan yang rusak. Akan tetapi Ar-Raan telah menutupi hati, sehingga dia tidak mampu lagi untuk memahami syari’at-syari’at Allah. Allah Ta’ala berfirman:
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Qs. Al-Hajj: 46)
Akan tetapi kebutaan itu, kebutaan mata hati, sekalipun penglihatan dia luar biasa tajamnya, akan tetapi yang demikian itu tidak mampu untuk mengambil sebuah pelajaran, dan tidak mampu mengetahui apa yang terkandung di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Wallahul musta’an
Alangkah indahnya apa yang dikatakan seorang ahli syi’ir Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Hayyan al-Andalusi
Hai manusia yang mendengarkan seruan kecelakaan. Telah memanggilmu dua tanda kematian; Uban dan Kerentaan.
Jika engkau tak mau mendengar peringatan, apa saja yang engkau lihat dari kepalamu yang mempunyai dua pancaindra, Pendengaran dan Penglihatan.
Ibnu Abid Dun-ya berkata, Sebagian ahli hikmah berkata:
Hidupkanlah hatimu dengan berbagai nasehat,
Sinarilah dengan tafakkur,
Matikanlah dengan zuhud,
Kuatkanlah dengan keyakinan,
Hinakanlah dengan kematian,
Tetapkanlah dengan fana,
Pandanglah bencana dunia,
Waspadalah dengan permainan masa,
Berhati-hatilah dengan perubahan hari,
Tampilkanlah kepadanya kisah-kisah orang terdahulu,
Berjalanlah pada negeri-negeri peninggalan mereka,
Serta lihatlah apa yang mereka lakukan,
Dimana mereka berada dan karena apa mereka berubah.
Yaitu telitilah apa yang menimpa ummat-ummat yang mendustakan, berupa bencana dan kehancuran.
Saudaraku, hendaklah kita muhasabah diri, lihatlah diri kita, bagaimana kondisi kita ketika disampaikan ayat dan hadits kepada kita, apakah kita merasakan sesuatu yang bermanfaat darinya, ataukah kita tidak mampu merasakan apa-apa?
|
TANDA-TANDA HATI YANG MATI
“Tarkush sholah” Berani meninggalkan Sholat Fardhu,
“Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal melakukan dosa besar.
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran [daripadanya].
(QS.7 Al-Araf :3)
“Karhul Qur’an” Tdk mau membaca bahkan menjauih dg ayat2 Alqur’an,
“Hubbul ma’asyi” Terus menerus melakukan ma’siyat,
“Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing, buruk sangka, merasa dirinya lebih suci,
“Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik & ulama,
“Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, kuburan & akhirat,
“Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya,
“Anaaniyyun” sama sekali masa bodoh keadaan orang lain, saudara bahkan bisa jadi keluarganya sekalipun menderita,
“Al intiqoom” Pendendam hebat,
“Albukhlu” sangat pelit,
“Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan & dengki.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Amr bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari artikel 'Tak Lebih Berharga dari Sehelai Sayap Nyamuk! — Muslim.Or.Id'
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Amr bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Dari artikel 'Tak Lebih Berharga dari Sehelai Sayap Nyamuk! — Muslim.Or.Id'
Hati yang sehat memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui, di antaranya adalah:
- Hati yang sehat selalu mengutamakan hal yang bermanfaat
- Mengutamakan akhirat daripada dunia
- Bertaubat kepada Allah dan menggantungkan hidupnya kepada-Nya
- Selalu ingat kepada Allah dan tidak bosan dalam beribadah kepada-Nya
Orang yang hatinya sehat akan selalu beribadah kepada Allah Ta’ala, tidak pernah bosan dan selalu berdzikir kepada Allah dengan zikir dan sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang yang hatinya sakit hanya beribadah kepada Allah Ta’ala secara musiman, sedangkan orang yang hatinya sehat akan selau beribadah kepada Allah Ta’ala secara kontinyu dan terus-menerus meski sedikit.
- Bersedih apabila terluput dari wirid, lebih sedih daripada kehilangan harta
Dalam perkembanganya, kata wirid digunakan untuk istilah yang lebih umum, yaitu suatu amal ketaatan yang rutin dilakukan, seperti berzikir setiap pagi dan petang, membaca Al-Quran, shalat malam, menuntut ilmu, dan sebagainya. Orang yang hatinya sehat akan merasa sedih apabila terluput dari wirid-wiridnya. Berbeda dengan orang yang hatinya sakit; antara berdzikir sama saja, tidak ada perbedaan; tidak bersedih, dan tidak menyesal. Bahkan orang yang hatinya sakit selalu membuang-buang waktu, tidak banyak beramal, selalu bersantai, dan lalai dari zikir kepada Allah Ta’ala.
Tanda-tanda hati yang sakit
Hati yang sakit juga memiliki beberapa tanda yang dapat diketahui dengannya, di antaranya adalah:
- Tidak mengenal Allah, tidak mencintai-Nya, tidak merindukan perjumpaan dengan-Nya, dan tidak mau kembali ke jalan-Nya, serta lebih suka mengikuti hawa nafsu
أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلاً
”Sudahkan engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya?” (Q.S. Al-Furqan: 43)Tidak merasakan sakitnya hati dengan sebab luka-luka maksiat
Seperti ungkapan pepatah, ”Luka tidak terasa sakit bagi orang mati.” Hati yang sehat pasti merasa sakit dan tersiksa dengan perbuatan maksiat. Hal itulah yang membuatnya tergerak untuk kembali bertaubat kepada Rabb-nya. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَواْ إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ
“Sesungguhnya orang-orang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi
pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun segera ingat kepada
Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).”
(Q.S. Al-A’raf: 201)Adapun orang yang hatinya sakit, dia selalu mengikuti keburukan dengan keburukan juga. Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan, ”Itu adalah dosa di atas dosa sehingga membuat hati menjadi buta, lalu mati.” Sementara hati yang sehat selalu mengikuti keburukan dengan kebaikan dan mengikuti dosa dengan taubat.
- Tidak merasa sakit (tidak merasa tersiksa) dengan kebodohannya (ketidaktahuannya) akan kebenaran. Berbeda dengan hati yang sehat, yang akan merasa sakit dengan datang syubhat (ketidak-jelasan) pada dirinya
- Hati yang sakit meninggalkan makanan yang bermanfaat dan memilih racun yang berbahaya
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَاراً
“Dan Kami turunkan dari Al-Quran (sesuatu) yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim
(Al-Quran itu) hanya akan menambah kerugian.” (Q.S. Al-Isra’: 82)Mereka lebih mendengarkan lagu-lagu yang menimbulkan kemunafikan di dalam hati, membangkitkan birahi dan mengandung kekufuran kepada Allah Ta’ala. Seseorang mengerjakan perbuatan maksiat karena kecintaannya pada apa yang dibenci oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Keberanian berbuat maksiat adalah buah dari pennyakit yang bersarang di dalam hati dan bisa memperparah penyakit yang ada di dalam hati tersebut.
- Hati yang sakit cinta pada dunia, senang tinggal di dunia, tidak merasa asing di dunia, dan tidak merasa rindu kepada akhirat
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا * وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
“Bahkan kalian lebih mengutamakan kehidupan dunia, padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (Q.S Al-A’laa: 16-17)Ia tidak pernah mengharapkan akhirat dan tidak berusaha untuk menyiapkan bekal menuju ke sana. Ia sibuk dengan dunia dan waktunya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan untuk hal-hal yang haram.
—
Disarikan dari buku Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam Tazkiyatun Nufus (hlm. 79-100). Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Bogor: Pustaka At-Taqwa.
Disusun oleh: Dwi Pertiwi Ummu Maryam
Muroja’ah: Ustadz Ammi Nur Baits
Artikel www.muslimah.or.id
Rabu, 09 Oktober 2013
Tanda-Tanda Hati yang Mati serta Obatnya
Persepsi tentang mati memang berbeda pada setiap orang. Ada yang merasa sudah mati ketika kehilangan kekasihnya. Ada yang merasa mati ketika ludes harta bendanya. Dan, ada yang menganggap hidupnya tak berarti saat dirundung kegagalan dan kedukaan akibat musibah.
Mati bukan hanya ketika seseorang telah mengembus kan napas terakhir, matanya terpejam, detak jantung terhenti, dan jasad tak bergerak. Itu semua hanya mati secara biologis.
Kematiannya masih bermanfaat karena menjadi pelajaran bagi yang hidup. Rasulullah SAW bersabda,
“Cukuplah kematian menjadi pelajaran, dan cukuplah keyakinan sebagai kekayaan.” (At-Thabrani dari Ammar RA)
Alangkah banyak manusia sudah mati, tapi masih memberikan manfaat bagi yang hidup, yakni masjid atau madrasah yang mereka bangun, buku yang mereka tulis, anak saleh yang ditinggalkan, dan ilmu bermanfaat yang telah diajarkan. Meraka mati jasad, tapi pahala terus hidup (QS.2 Al-Baqarah :154)
|
Sesungguhnya yang perlu diwaspadai adalah mati hakiki, yakni matinya hati pada orang yang masih hidup. Tak ada yang bisa diharapkan dari manusia yang hatinya telah mati.
Boleh jadi dia hanya menambah jumlah bilangan penduduk dalam sensus. Hanya ikut membuat macet jalanan dan mengurangi jatah hidup manusia lain. Itu pun kalau tak merugikan orang lain.
Bagaimana halnya dengan koruptor, orang yang merusak, dan menebar kejahatan di muka bumi?
Tanda manusia yang hatinya telah mati, antara lain, kurang berinteraksi dengan kebaikan, kurang kasih sayang kepada orang lain, mendahulukan dunia daripada akhirat, tak mengingkari kemungkaran, menuruti syahwat, lalai, dan senang berbuat maksiat.
|
3 hal yang bila kita tinggalkan
akan menyebabkan kematian hati
Pertama,
MENINGGALKAN SHALAT, itu akan membuat jiwa kalut. Kita akan terjerumus ke dalam perbuatan keji, terseret ke lembah kemungkaran dan kesesatan (QS.29 Al-Ankabut :45) dan (QS.19 Maryam :59), dan bisa menyusahkan serta merugikan orang lain.
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab [Al Qur’an] dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari [perbuatan-perbuatan] keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah [shalat] adalah lebih besar [keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain]. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.29 Al-Ankabut :45)
Maka datanglah sesudah mereka, pengganti [yang jelek] yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS.19 Maryam :59)
Kedua,
MENINGGALKAN SEDEKAH, Itu berarti kita egois, individualis, dan enggan berbuat baik. Kepedulian sosial seperti sedekah adalah bukti keimanan.
Orang yang suka bersedekah hatinya lapang dan dijauhkan dari penyakit, khususnya kekikiran, sedangkan para dermawan selalu menebar kebajikan sehingga dekat dengan manusia, Allah, dan surga.
Ketiga,
MENINGGALKAN ZIKRULLAH, adalah awal kematian hati. Hatinya akan membatu sehingga tak bisa menerima nasihat dan ajaran agama. Zikir akan menimbulkan ketenangan hati (QS.13 Ar-Ra’d :28). Orang yang tenang hatinya akan berperilaku positif dan tak mau berbuat jahat.
Mukmin yang selalu shalat, senang bersedekah, dan memperbanyak zikrullah akan menjadi orang yang paling baik, memiliki hati yang hidup, dan menebar kebaikan kepada sesama. Bila kita merasa rajin shalat, sedekah, dan zikir, tetapi hatinya mati, kemungkinan besar shalat, sedekah, dan zikirnya cenderung formalitas tanpa jiwa.
[yaitu] orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingati Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS.13 Ar-Ra’d :28)
|
Sesungguhnya hati yang telah mati, mengeras, adalah hati yang tidak bisa memahami, dan mengambil nasehat-nasehat yang disampaikan kepadanya, yang berasal dari Al-Quran maupun As-Sunnah, yakni hadits Rosulullullah Shallallahu’alayhi Wa Sallam.
Hatinya tidak tergerak sedikitpun. Ya karena Allah telah mengunci hatinya disebabkan dosa-dosa yang terus-menerus dia perbuat di muka bumi ini. Allah Ta’ala berfirman:
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus.
(QS. Al-Qiyaamah :75)
Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. (QS. Al Muthoffifin: 14)
Rosulullah bersabda:
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititik kan dalam hatinya sebuah titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan.
Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya.Itulah yang diistilahkan “Ar-Raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’.”
Mujahid berkata:
“Hati itu seperti telapak tangan. Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi tertutupi oleh jari jemari.”
Bukanlah disebabkan mereka itu tuli, dan bukan pula disebabkan oleh penglihatan yang rusak. Akan tetapi Ar-Raan telah menutupi hati, sehingga dia tidak mampu lagi untuk memahami syari’at-syari’at Allah. Allah Ta’ala berfirman:
maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (Qs. Al-Hajj: 46)
Akan tetapi kebutaan itu, kebutaan mata hati, sekalipun penglihatan dia luar biasa tajamnya, akan tetapi yang demikian itu tidak mampu untuk mengambil sebuah pelajaran, dan tidak mampu mengetahui apa yang terkandung di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Wallahul musta’an
Alangkah indahnya apa yang dikatakan seorang ahli syi’ir Muhammad ‘Abdullah bin Muhammad bin Hayyan al-Andalusi
Hai manusia yang mendengarkan seruan kecelakaan. Telah memanggilmu dua tanda kematian; Uban dan Kerentaan.
Jika engkau tak mau mendengar peringatan, apa saja yang engkau lihat dari kepalamu yang mempunyai dua pancaindra, Pendengaran dan Penglihatan.
Ibnu Abid Dun-ya berkata, Sebagian ahli hikmah berkata:
Hidupkanlah hatimu dengan berbagai nasehat,
Sinarilah dengan tafakkur,
Matikanlah dengan zuhud,
Kuatkanlah dengan keyakinan,
Hinakanlah dengan kematian,
Tetapkanlah dengan fana,
Pandanglah bencana dunia,
Waspadalah dengan permainan masa,
Berhati-hatilah dengan perubahan hari,
Tampilkanlah kepadanya kisah-kisah orang terdahulu,
Berjalanlah pada negeri-negeri peninggalan mereka,
Serta lihatlah apa yang mereka lakukan,
Dimana mereka berada dan karena apa mereka berubah.
Yaitu telitilah apa yang menimpa ummat-ummat yang mendustakan, berupa bencana dan kehancuran.
Saudaraku, hendaklah kita muhasabah diri, lihatlah diri kita, bagaimana kondisi kita ketika disampaikan ayat dan hadits kepada kita, apakah kita merasakan sesuatu yang bermanfaat darinya, ataukah kita tidak mampu merasakan apa-apa?
|
TANDA-TANDA HATI YANG MATI
“Tarkush sholah” Berani meninggalkan Sholat Fardhu,
“Adzdzanbu bil farhi” Tenang tanpa merasa berdosa padahal melakukan dosa besar.
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran [daripadanya].
(QS.7 Al-Araf :3)
“Karhul Qur’an” Tdk mau membaca bahkan menjauih dg ayat2 Alqur’an,
“Hubbul ma’asyi” Terus menerus melakukan ma’siyat,
“Asikhru” Sibuknya hanya mempergunjing, buruk sangka, merasa dirinya lebih suci,
“Ghodbul ulamai” Sangat benci dengan nasehat baik & ulama,
“Qolbul hajari” Tidak ada rasa takut akan peringatan kematian, kuburan & akhirat,
“Himmatuhul bathni” Gilanya pada dunia tanpa peduli halal haram yang penting kaya,
“Anaaniyyun” sama sekali masa bodoh keadaan orang lain, saudara bahkan bisa jadi keluarganya sekalipun menderita,
“Al intiqoom” Pendendam hebat,
“Albukhlu” sangat pelit,
“Ghodhbaanun” cepat marah karena keangkuhan & dengki.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim)Dari Amr bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَوالله
مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط
الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ،
فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ
“Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa
kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia
sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian
kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang
yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa
sebagaimana mereka dibinasakan olehnya” (HR. Bukhari dan Muslim)Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وفِتْنَةُ أُمَّتِي : المَالُ
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ
فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian -dalam
hal dunia- dan janganlah kalian melihat orang yang lebih di atasnya.
Karena sesungguhnya hal itu akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat
yang Allah berikan kepada kalian” (HR. Muslim)Dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَباً
لأمْرِ المُؤمنِ إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خيرٌ ولَيسَ ذلِكَ لأَحَدٍ
إلاَّ للمُؤْمِن : إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكانَ خَيراً لَهُ ،
وإنْ أصَابَتْهُ ضرَاءُ صَبَرَ فَكانَ خَيْراً لَهُ
“Sangat mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua
urusannya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak didapatkan kecuali pada
diri orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia
bersyukur. Dan apabila dia mendapatkan kesusahan maka dia akan bersabar” (HR. Muslim)Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلاَّ عَيْشَ الآخِرَةِ
“Ya Allah tidak ada kehidupan yang sejati selain kehidupan akhirat” (HR. Bukhari dan Muslim)Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ
الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإنَّ الله تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ
فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا
النِّسَاءَ
“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah
ta’ala menyerahkannya kepada kalian untuk diurusi kemudian Allah ingin
melihat bagaimana sikap kalian terhadapnya. Maka berhati-hatilah dari
fitnah dunia dan wanita” (HR. Muslim)Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ في الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيبٌ ، أَو عَابِرُ سَبيلٍ
“Jadilah kamu di dunia seperti halnya orang asing atau orang yang sekedar numpang lewat/musafir” (HR. Bukhari)Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap
nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun
kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا في الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada apa antara aku dengan dunia ini? Tidaklah aku berada di
dunia ini kecuali bagaikan seorang pengendara/penempuh perjalanan yang
berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian dia beristirahat sejenak di
sana lalu meninggalkannya” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)Dari artikel 'Tak Lebih Berharga dari Sehelai Sayap Nyamuk! — Muslim.Or.Id'
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ ، وَجَنَّةُ الكَافِرِ
“Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim)Dari Amr bin ‘Auf radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَوالله
مَا الفَقْرَ أخْشَى عَلَيْكُمْ ، وَلكِنِّي أخْشَى أنْ تُبْسَط
الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ ،
فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا ، فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أهْلَكَتْهُمْ
“Demi Allah. Bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan menimpa
kalian. Akan tetapi aku khawatir ketika dibukakan kepada kalian dunia
sebagaimana telah dibukakan bagi orang-orang sebelum kalian. Kemudian
kalian pun berlomba-lomba dalam mendapatkannya sebagaimana orang-orang
yang terdahulu itu. Sehingga hal itu membuat kalian menjadi binasa
sebagaimana mereka dibinasakan olehnya” (HR. Bukhari dan Muslim)Dari Ka’ab bin ‘Iyadh radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وفِتْنَةُ أُمَّتِي : المَالُ
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
انْظُرُوا
إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ
فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah daripada kalian -dalam
hal dunia- dan janganlah kalian melihat orang yang lebih di atasnya.
Karena sesungguhnya hal itu akan membuat kalian tidak meremehkan nikmat
yang Allah berikan kepada kalian” (HR. Muslim)Dari Shuhaib radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجَباً
لأمْرِ المُؤمنِ إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خيرٌ ولَيسَ ذلِكَ لأَحَدٍ
إلاَّ للمُؤْمِن : إنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكانَ خَيراً لَهُ ،
وإنْ أصَابَتْهُ ضرَاءُ صَبَرَ فَكانَ خَيْراً لَهُ
“Sangat mengagumkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya semua
urusannya adalah baik baginya. Dan hal itu tidak didapatkan kecuali pada
diri orang mukmin. Apabila dia mendapatkan kesenangan maka dia
bersyukur. Dan apabila dia mendapatkan kesusahan maka dia akan bersabar” (HR. Muslim)Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ لاَ عَيْشَ إِلاَّ عَيْشَ الآخِرَةِ
“Ya Allah tidak ada kehidupan yang sejati selain kehidupan akhirat” (HR. Bukhari dan Muslim)Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ
الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإنَّ الله تَعَالَى مُسْتَخْلِفُكُمْ
فِيهَا، فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا
النِّسَاءَ
“Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah
ta’ala menyerahkannya kepada kalian untuk diurusi kemudian Allah ingin
melihat bagaimana sikap kalian terhadapnya. Maka berhati-hatilah dari
fitnah dunia dan wanita” (HR. Muslim)Dari Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُنْ في الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيبٌ ، أَو عَابِرُ سَبيلٍ
“Jadilah kamu di dunia seperti halnya orang asing atau orang yang sekedar numpang lewat/musafir” (HR. Bukhari)Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap
nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun
kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا لِي وَلِلدُّنْيَا ؟ مَا أَنَا في الدُّنْيَا إِلاَّ كَرَاكِبٍ اسْتَظَلَّ تَحْتَ شَجَرَةٍ ثُمَّ رَاحَ وَتَرَكَهَا
“Ada apa antara aku dengan dunia ini? Tidaklah aku berada di
dunia ini kecuali bagaikan seorang pengendara/penempuh perjalanan yang
berteduh di bawah sebuah pohon. Kemudian dia beristirahat sejenak di
sana lalu meninggalkannya” (HR. Tirmidzi, dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)Dari artikel 'Tak Lebih Berharga dari Sehelai Sayap Nyamuk! — Muslim.Or.Id'
Tiada ulasan:
Catat Ulasan