Selasa, 4 Ogos 2015

BILA KEGIATAN HARIAN KITA MENGHALANG KERJA2 DAKWAH

Engkau Sibuk Dengan Dunia


Engkau sibuk dengan dunia,
Dunia tidak sibuk dengan engkau.
Mengapa engkau tidak sibuk dengan Tuhan yang punya dunia,
Dia sibuk menguruskan hal engkau,
Engkau kejar dunia,
Dunia belum tentu kepunyaan engkau.
Sedangkan Tuhan telah engkau tinggalkan,
Walaupun engkau memiliki dunia,
Apalah ertinya jika engkau tidak memiliki Tuhan yang punya dunia.
Tetapi jika engkau memiliki Tuhan,
Dunia kepunyaan Tuhan akan menjadi milik engkau.
Engkau tersilap hal,
Engkau tersalah fikiran,
Dunia yang akan ditinggalkan ini pun belum tentu di dalam milik engkau,
Padahal Tuhan telah engkau tinggalkan.
Bagaimana engkau berfikir,
Bagaimana engkau membuat keputusan,
Bersibuklah dengan Tuhan,
Yang sibuk dengan urusan engkau,
Janganlah sibuk-sibuk dengan dunia yang tidak sibuk pun terhadap engkau,
Engkau bersibuk-sibuk dengan Tuhan,
Tuhan tidak akan mengecewakan engkau.
Engkau sibuk dengan dunia,
Dunia belum tentu milik engkau.
Walaupun engkau boleh memiliki dunia,
Namun suatu ketika ia tetap akan mengecewakan engkau...


Kejarlah Akhiratmu, Jangan Hanya Sibuk dengan Urusan Duniawi

 Al-Qur’an berfirman bahwa kehidupan dunia bagaikan hujan. Hujan turun dari langit untuk diserap bumi dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian tanaman pertanian tumbuh dan matahari yang cerah bersinar. Semua orang merasa senang karena buah-buahan tumbuh.  Tapi kemudian matahari terus bersinar sehingga menjadi terik dan kering. Kemudian angin berhembus dan menerbangkan daun-daun dari tanah yang telah tandus.
Itulah kehidupan dunia. Kemudahan dan kesukaran dalam hidup datang silih-berganti, tapi kenapa kita menyembah dunia? Islam mengajarkan bahwa kehidupan hanyalah ujian untuk melihat apakah kau menggunakan hidup dan hartamu untuk bersedekah dan berbaik hati kepada sanak keluargamu, atau apakah hatimu melekat pada uang?
Dan jika kau jatuh miskin, apa yang akan kalian lakukan? Berlari mengejar uang di sepanjang hidupmu? Atau apakah kau sabar menjalaninya, tetap berterima kasih kepada Tuhan, dan tetap menyembah-Nya? Itulah tujuan hidup. Karena kehidupan begitu singkat, rata-rata hidup manusia hanya sampai 70-80 tahun kemudian kau masuk liang kubur.
Jadi Islam tidak mengajarkanmu untuk mengejar hal-hal duniawi. Kedamaian dan ketenangan hatimu didapat ketika kau menyembah Tuhanmu dan berusaha untuk menjadi  orang yang saleh, berbaik hati kepada orangtua, berbaik hati kepada tetangga, bersedekah kepada orang miskin, menolong orang yang membutuhkan, menjenguk yang sakit, menolong para musafir dalam perjalanannya, dan berdakwah untuk mengajak orang-orang menuju kebenaran. Dengan melakukan hal-hal ini maka barulah ada ketenangan dalam hatimu.
Jadi masyarakat Islam tidak mendedikasikan diri mereka untuk mencintai dunia. Orang-orang seharusnya berlomba-lomba menuju amal baik. Maka dalam konteks inilah, Islam mengajarkan jika seseorang mencuri bukan karena dia merasa lapar dan sangat butuh atas barang yang dicurinya, jika dia mencuri karena kerakusannya, maka tangannya harus dipotong.  Mungkin kau berkata bahwa ini adalah hukuman yang brutal dan biadab. Tapi apa solusimu? Memenjarakan orang-orang yang mencuri? Tapi sebenarnya, apakah memenjarakan orang-orang jahat dapat menolong orang yang menjadi korban? Tentu saja tidak.
Aku pernah ke Arab Saudi sebanyak 2 atau 3 kali. Dan aku tidak mengatakan bahwa Arab Saudi adalah negara Islam yang sejati. Tapi mereka mempunyai hukum Islam. Islam sangat penting disana. Bahkan mereka punya acara TV yang menyiarkan acara-acara keagamaan, siaran-siaran radio Islami, dan lain-lain. Mereka menunaikan shalat 5 waktu, tidak banyak pengaruh budaya Barat disana. Kesimpulannya Arab adalah negara yang masih punya dasar hukum Islam.
Dan 40 tahun yang lalu, di Mekkah dan Madinah pada saat adzan berkumandang, maka jalan-jalan menjadi kosong. Jalanan lengang karena setiap orang pergi ke masjid untuk menunaikan shalat, dan mereka hanya mengambil selembar kain untuk menutupi barang dagangannya. Bahkan toko-toko emas juga. Mereka hanya mengambil selembar kain untuk menutupi emas-emas mereka.
Bisakah hal seperti itu dipraktekkan di negara ini? Memang sukar dan berat, tapi apakah kehidupan hanya permainan? Bukan! Jadi kita semua bertanggung jawab. Kau harus sadar bahwa kau tidak bebas dari kesalahan. Sehabis bekerja kemudian kau pergi ke bioskop sambil berkata Oh tidak masalah karena aku hidup di sebuah negara demokrasi yang indahdan kau tidak berbuat apapun.
Tapi setiap kali seorang anak diculik, setiap kali seorang perempuan diperkosa, setiap kali seorang pencuri kembali ke masyarakat, maka kau harus bertanggung jawab, karena kau mengikuti jalan hidup yang bodoh, kau mengikuti ideologi yang bodoh, dan kau mendukungnya, meskipun kau hanya diam. Kau juga tidak menyembah Allah dan tidak mengikuti jalan yang telah ditetapkan padamu.
Aku berharap dibebaskan dari tanggung jawab itu karena aku mencoba memberitahumu.Wahai kalian takutlah pada Allah, sembahlah Allah, inilah solusinya dan aku tidak akan menerima pengadilan di negeri ini, karena ada jalan yang lebih baik.
Mungkin mereka berkata Oh agama Islam, wanitanya mengenakan jilbab, benar-benar agama primitif, agama biadab, tapi siapa yang memberitahu mereka semua ini? Apakah mereka telah meneliti agama Islam dengan mendalam, apakah mereka telah membaca Al-Qur’an, apakah mereka telah membaca hadist nabi Muhammad, apakah mereka telah membaca sejarah peradaban Islam

Karena pada masa kejayaannya, Islam punya penerangan di jalan-jalan Cordoba, pengadilan, dan perpustakaan di setiap sudut jalan. Dan ketika mereka ingin pergi belajar, ketika mereka berpikir bahwa Ratu Elizabeth adalah orang aneh karena dia mandi hanya sekali dalam setahun, mereka datang ke negeri umat muslim untuk belajar karena disanalah pusat peradaban.
Tapi banyak umat muslim yang telah meninggalkan Islam. Mungkin sebagian dari mereka pergi ke masjid, tapi pada kenyataannya hati dan kehidupan mereka telah kehilangan agama. Yang menarik adalah ketika umat Muslim menjauh dari agama, maka masyarakat dan peradaban umat Muslim  memburuk, tapi ketika negeri Barat menjauh dari Kekristenan yang merupakan agama mereka, mereka malah menjadi sukses.
Karena sebenarnya agama di peradaban Barat menjadikan mereka  kuno dan biadab. Tapi di dunia muslim, agama Islam menumbuhkan peradaban, kemajuan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Masa lalu peradaban Barat adalah masa lalu kuno. Di masa lalu peradaban Barat, ketika menemukan seorang wanita yang diduga penyihir, maka mereka akan mengikatnya, kemudian wanita itu dibuang ke danau. Jika dia mengapung, maka dia seorang penyihir. Tentu saja dia mengapung, wanita malang itu akan tenggelam jika dia tidak mencoba mengapung.
Saat perang salib, umat Kristen mengenakan ikat pinggang keperawanan kepada kaum wanita, karena ketika tentara salib pergi berperang, mereka takut istri-istri mereka selingkuh dan tertular penyakit AIDS, jadi para tentara salib tidak dapat tidur dengan istrinya lagi. Merekalah yang berada pada peradaban kuno.


Sibuk dengan Dunia, Lalai dengan Agama

by • 18/06/2013 • Nasehat
Meski  keutamaan menuntut ilmu dan kedudukan pemiliknya begitu agung, namun demikian kita melihat keengganan banyak orang dalam mencari ilmu dan lalai menuntutnya. Ada yang sibuk dengan bisnis dan saham-sahammya. Ada yang sibuk dengan mencari nafkah dan mengais rizki sekedar untuk memenuhi kebutuhan. Ada yang sibuk dengan berbagai hiburan, aktifitas, bepergian serta melancong ke berbagai belahan bumi. Ada juga yang tenggelam dalam upaya peningkatan profesionalisme kerja, juga ada yang begitu hobi berpetualang.

Media-media informasi dengan berbagai variannya pun menyerang kita. Hingga saluran-saluran televisi, radio dan majalah-majalah menyita waktu kita. Kegitan demi kegiatan semakin berjejal dengan tersedianya sarana-sarana hiburan, refresing dan permaianan. Sehingga tema kehidupan di zaman ini berubah jadi mencari kesibukan demi kesibukkan dan acara demi acara. Sampai-sampi salah seorang guru pernah menuturkan bahwa sebagian muridnya menghabiskan waktu 12  jam dalam sehari untuk berselancar di dunia maya. Lantas apa yang mereka lakukan di sana?!
Ada pula sebagian orang yang menghabiskan waktu dan hanya diisi dengan membaca novel atau membaca tulisan-tulisan yang hanya menyita waktu tanpa memberi manfaat sedikit pun, bahkan saking parahnya ada yang membaca kisah-kisah cabul. Ada pula jenis-jenis permainan yang memakan waktu berjam-jam lamanya serta banyak obrolan yang dihabiskan untuk membahasnya. Jadi, banyak yang sibuk dan terus sibuk dengan diskusi-diskusi yang nihil manfaat. Ada pula yang hobi dengan mempelajari atau memperbanyak berbagai jenis aksesoris mobil. Ada yang terobsesi mencari kemewahan lebih dan memburu berbagai suplemen tubuh, bukan untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, tetapi untuk lebih bisa merasakan berbagi kesenangan.
Kemudian, ada pula yang mengejar berbagai model pakaian dan menjelejah mall demi mall. Ada juga yang senang menghabiskan waktu di warung- warung. Dan, bila kurang puas dengan warung-warung tradisional, sudah tersedia saat ini cafe-cafe modern, di mana mereka bisa menghabiskan waktu yang sangat lama dengan nongkrong di sana. Waktu mereka hanya bisa diisi dengan senda gurau, menyaksikan bermacam-macam show, serta berbelanja di pasar-pasar dan mall-mall.
Ironisnya, juga ada yang mempelajari ilmu syar’i agar seteleh lulus ia bisa bekerja di kantor dan lembaga-lembaga bantuan hukum yang dapat menghasilkan bayaran tinggi. Sementara sebagian yang lain, mencurahkan waktu mereka untuk mengembangkan bisnis.
Dulu Abu Bakar Ash-Siddhiq adalah seorang saudagar . Demikiah pula ‘Abdurrahman bin ‘Auf dan juga Ustman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhum. Lihatlah, aktifitas duniawi tidak membuat mereka lalai dari mengingat Allah, menegakkan sholat, menunaikan zakat dan menuntut ilmu serta menghadiri majelis ilmu dari Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dulu sebagian guru kami bekerja dari bulan Ramadhan hingga musim haji sebagi sopir taksi. Melalui pekerjaan ini ia bisa memperoleh hasil untuk mencukupi kebutuhan dirinya serta keluarganya, dan mempergunakan hari-hari yang lain untuk menuntut ilmu.
Inilah kelalaian sebagian orang yang melupakan akhirat dan ilmu menuju surga. Semoga jadi renungan bersama.


Dibahasakan secara bebas oleh Mas Slamet dari “Tips Belajar Agama di Waktu Sibuk” karya Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid, hal. 16-18
Dikoreksi ulang oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Jika Sibuk dengan 6 Hal Ini, Maka Sibukkanlah dengan 6 Hal Lainnya

Jumat 20 Jamadilakhir 1436 / 10 April 2015 12:20
bunga
KITA hidup di muka bumi ini tentu bukan hanya sekedar untuk menempatinya saja. Melainkan, ada suatu hal yang harus kita lakukan, sebagai makhluk hidup. Kita tak akan bertahan hidup jika tidak melakukan usaha untuk mencari sesautu yang dapat mempertahankan kehidupan kita. Bukan hanya itu, kita juga harus bisa memposisikan diri sebagai hamba Allah dan makhluk sosial.
Salah seorang cendekiawan berkata bahwa apabila orang-orang sibuk dengan enam hal, maka kamu pun harus sibuk dengan enam hal, yaitu:
1. Apabila seseorang sibuk dengan memperbanyak amal, maka hendaknya kamu sibuk dengan amal yang baik dan sempurna.
2. Apabila orang-orang sibuk dengan mengerjakan yang sunnah, maka hendaknya kamu sibuk dengan menyempurnakan yang wajib.
3. Apabila orang-orang sibuk dengan memperbaiki yang nampak, maka hendaknya kamu sibuk dengan memperbaiki batin.
4. Apabila orang-orang sibuk menyelidiki aib orang lain, maka hendaknya kamu sibuk dengan menyelidiki aib sendiri.
5. Apabila orang-orang sibuk dengan membangun dunia, maka hendaknya kamu sibuk dengan membangun akhirat.
6. Apabila orang-orang sibuk dengan mencari keridhaan makhluk, maka hendaknya kamu sibuk dengan mencari keridhaan Allah Ta’ala.
Itulah enam kesibukkan yang jauh lebih baik untuk Anda lakukan. Lakukanlah yang terbaik bagi dirimu, yang sesuai dengan syariat Islam. Berusahalah untuk melakukan hal yang lebih baik. Maka, rasakanlah kenikmatan yang lebih baik pula yang akan Anda dapatkan. Wallahu ‘alam. []
Sumber: Terjemah Tanbihul Ghafilin Peringatan bagi Orang-orang yang Lupa 2/Karya: Abu Laits as Samarqandi/Penerbit: PT Karya Toha Putra Semarang

Bersabarlah untuk Raih Tingkatan Tertinggi

Ahad 18 Ramadhan 1436 / 5 Juli 2015 22:30

sabar
SABAR merupakan ungkapan yang cukup mudah. Hanya saja, dalam pelaksanaannya begitu sulit. Namun demikian, ketika kita bersungguh-sungguh memerangi hawa nafsu dan tidak mengikuti ego sendiri, maka insha Allah, kita mampu untuk bersabar. Terutama dalam menjalankan kehidupan yang memang tidaklah semanis buah mangga.
Ketahuilah bahwa sabar itu ada tiga macam, yaitu:
1. Sabar dalam menghadapi musibah, hingga ia tidak memarahi musibah tersebut.
2. Sabar dalam menjalankan thaat, hingga ia menunaikan sesempurnanya.
3. Sabar mengekang diri dari laku maksiat, hingga ia tidak terjerumus ke dalamnya/ tidak sampai berbuat.
Kaitannya dengan tingkat masing-masing:
1. Siapa sabar dalam menghadapi musibah, maksudnya sabar atas hal-hal kehancuran/ menyengsarakan diri, hingga ia menghadapi dengan baik, maka Allah menentukan baginya/ menyuruh mencatat di Lauh Mahfudz dan lembaran/ buku catatan “300 derajat” atau kedudukan teratas di surga. Diperkirakan jarak antara dua derajat/ derajat satu dengan yang lainnya sejauh antara langit dan bumi.
2. Siapa sabar dalam menjalankan taat dan memikul beban/ taklif, maka Allah SWT menentukan baginya 600 derajat. Diperkirakan jarak antara dua derajat sejauh antara kulit bumi teratas sampai landasan bumi ke tujuh.
3. Siapa sabar mengekang diri dari maksiat/ meninggalkannya, maka Allah SWT menentukan baginya 900 derajat. Diperkirakan jarak antara dua derajat, sejauh permukaan bumi/ kulit bumi sampai batas akhir Arasy, dan ialah setinggi-tinggi makhluk 2 kali lipat. Dan sabar menghindari hal-hal yang diharamkan adalah tingkat martabat tertinggi, dengan alasan mengekang nafsu dan menjerumuskannya pada yang bukan watak/ tabiatnya adalah sesuatu yang berat/ sulit.
Jadi, berusahalah untuk bersikap sabar dalam mengahadapi apa pun. Temasuk meraih pada tingkatan kesabaran tertinggi. Mulailah dari hal yang terkecil. Lalu, pertahankanlah sikap itu dan tingkatkan kembali, hingga sampai pada tingkat kesabaran tertinggi tersebut. Di situlah kekuatan iman yang sesungguhnya diuji. []
Sumber: Tarjamah Duratun Nasihin/Karya: Ust. Abu H.F Ramadlan BA/Penerbit: Mahkota Surabaya


Ikhlas Ibarat Seorang Gembala

Ahad 18 Ramadhan 1436 / 5 Juli 2015 11:40
Ilustrasi: www.1stethical.com
Ilustrasi: www.1stethical.com
BERBICARA mengenai ikhlas memanglah mudah. Namun pada kenyataannya, setan tak pernah menyerah untuk menggoda niatan kita di awal, di tengah, bahkan di akhir. Terkadang kita merasa sulit melakukan suatu amalan dengan ikhas. Karena kita berharap orang-orang disekitar kita memuji amalan yang kita perbuat.
Namun tidak ada sesuatu yang tidak mungkin di dunia ini. Kita mampu berbuat ikhlas walaupun itu tak semudah mebalikkan telapak tangan.
Salah satu kiat bagaimana agar kita bisa beramal secara ikhlas yaitu dengan mencontoh perilaku seorang gembala kambing. Pada saat waktu shalat tiba maka segera ia mengambil air wudhu dan menunaikan shalat di antara kambing-kambingnya. Tentu ia tidak mengharapkan pujian dari kambing-kambingnya meskipun mereka semua ada di hadapannya.
Oleh karena itu, apabila kita mengerjakan amal kebaikan tapi dalam hati takut terbesit atau muncul sifat riya, maka anggap saja orang-orang di sekeliling yang menyaksikan amal perbuatan kita bagaikan kambing.
Pada dasarnya manusia selalu ingin dipuji. Namun ia mengetahui bahwa riya adalah perbuatan yang dicela oleh Allah. Maka dari itu tanamkanlah dalam hati setiap beramal bahwa Allahlah tujuan kita. kita harus lebih senang dipuji Allah daripada dipuji manusia. Kita lebih suka dipuji oleh Allah sebagaimana para sahabat yang dipuji dalam ayat,
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah. Dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalmnya. Itulah kemenangan yang besar. “ (QS. At-Taubah [9] : 100).
Tentu pujian dari Allah akan lebih kita sukai daripada pujian dari manusia. Adakalanya perumpamaan kita dapatkan dari hal-hal yang sederhana. Seperti perumpamaan seorang gembala kambing yang shalat ditengah-tengah kambingnya. Namun dalam pelaksanaannya memang tidak semudah perumpamaan tersebut.
Seperti halnya dalam satu kisah seorang anak muda yang telah berceramah kemudian setelah selesai ia turun dari panggung dan bertanya kepada temannya, “Bagaimana ceramahku? Bagus tidak?”. Padahal andaikan ceramahnya hanya ingin mendapatkan pujian Allah semata, ia akan mendapatkan kedua-duanya. Dan yang lebih mengagetkan adalah jawaban dari temannya tersebut. Ia berkata, “Seandainya kamu tidak bertanya seperti itu, ceramahmu bagus.”
Semoga kita mampu menjadi manusia yang mampu beramal dengan ikhlas, bukan karena pujian manusia semata. Namun lebih dari itu, kita berharap keridhaan Allah swt. []
Sumber : Hikmah dari Langit/Ust.Yusuf Masur/Pena Pundi Aksara.


6 Langkah Menghindari Tipu Daya Dunia)

Manusia lebih cenderung kepada urusan duniawi daripada urusan ukhrawi. Meskipun tahu bahwa dunia sementara. QS AliImran : 14) 14. Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). [186] yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing dan biri-biri. Agar tidak tertipu dunia, ada 6 hal yang bisa dilakukan seorang Muslim, pada saat orang lain melakukan enam hal lainnya. 1. Kalau orang lain sibuk mengumpulkan amal kebaikan dunia, maka sibukkanlah kita untuk menyempurnakan amal kebaikan akherat. 2.kalau orang lain menyibukkan diri dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunah, maka sibukkanlah diri kita untuk menyempurnakan ibadah-ibadah wajib. 3. Kalau orang lain disibukkan dengan urusan-urusan lahiriyah, maka sibukkanlah kita dengan urusan batiniah. 4. Kalau orang lain disibukkan dengan mengoreksi keburukan-keburukan orang lain, maka sibukanlah kita untuk mengoreksi keburukan-keburukan diri. 5. Kalau orang lain sibuk untuk memakmurkan dunianya, maka sibukkanlah diri kita untuk memakmurkan kehidupan akhirat. 6. Kalau orang lain sibuk untuk mencari dan mendapatkan pujian dari manusia, maka sibukkanlah diri kita untuk mencari dan mendapatkan pujian dari Allah SWT. Enam macam kesibukan yang yang diungkapkan ahli hikmah di atas, mewakili kecenderungan manusia dengan dunia. Imam Al-Ghazali dalam Ihya 'Ulumuddin mengungkapkan tiga karakter manusia saat beramal. Pertama tipe hamba sahaya. Manusia dengan tipe hamba "hanya" akan berbuat tatkala ada yang mengawasi. Yang mendasarinya adalah rasa takut. Kedua, tipe pedagang. Manusia tipe pedagang lebih banyak mendasarkan amalnya pada aspek untung rugi. Ia beramal bila amal itu akan mendatangkan pahala dan kebaikan padanya. Ketiga, dalah tipe "ihsan". Orang-orang yang beribadah bukan untuk mendapatkan keuntungan duniawai. Mereka beribadah semata-mata karena mengharpkan ridha Allah. Dimana diri kita. Wallahu'alam.

Tiada ulasan: