Merupakan
kewajiban bagi setiap muslim adalah beriman terhadap setiap hadits yang
telah shahih dari Nabi, karena pada hakekatnya hadits juga merupakan
wahyu dari Allah. Allah berfirman,yang artinya:
Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS. An-Najm: 3-4)
Imam Ibnu Qudamah berkata:
“Kita harus beriman terhadap setiap apa yang
diinformasikan oleh Nabi dan shahih penukilan tersebut, baik dijangkau
oleh akal kita maupun tidak, kita harus percaya bahwa bahwa itu benar
adanya sekalipun kita tidak mengetahui hakekatnya seperti hadits tentang
Isra’ Mi’raj yang terjadi saat sadar bukan dalam tidur, karena kaum
kuffar Quraish mengingkarinya sedangkan mereka tidak mengingkari mimpi.
Demikian pula hadits yang menceritakan bahwa Malaikat pencabut nyawa
pernah dating kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya, lalu Musa
memukulnya sehingga merusak matanya, kemudian Malaikat kembali kepada
Allah sehingga dikembalikan lagi matanya. Termasuk diantaranya juga
hadits-hadits yang berkaitan tentang tanda-tanda dekatnya hari kiamat
seperti keluarnya Dajjal, turunnya Isa bin Maryam untuk membunuhnya,
keluarnya Ya’juj dan Ma’juj, keluarnya hewan aneh, terbitnya matahari
dari barat dan hadits-hadits shahih lainnya yang shahih”.[1]
Pembahasan kita kali ini adalah tentang
hadits turunnya Isa bin Maryam ke dunia di akhir zaman, yang oleh
sementara kalangan dianggap sebagai hadits yang tidak terpakai. Kita
berharap dengan tulisan agar kiranya dapat menambah keimanan kita dan
menghilangkan segala keraguan yang mungkin pernah melekat pada diri
kita.
A. TEKS HADITS
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه
يَقُوْلُ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه و سلم: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ
بِيَدِهِ لَيُوْشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيْكُمْ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا
مُقْسِطًا فَيَكْسِرُ الصَّلِيْبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيْرَ وَيَضَعُ
الْجِزْيَةَ وَيَفِيْضُ الْمَالُ حَتَّى لاَ يَقْبَلَهُ أَحَدٌ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu a’laihi wa sallam
bersabda: Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh pasti
akan turun pada kalian Ibnu Maryam sebagai hakim yang adil lalu dia
menghancurkan salib, membunuh babi dan membebaskan pajak serta harta
begitu melimpah sehingga tak ada seorangpun yang mau menerimanya”. [2]
B. TAKHRIJ HADITS
- Karena haditsnya mutawatir dan diriwayatkan dari sekian banyak
sahabat, maka sangatlah berat kalau kita turunkan semuanya. Oleh
karenanya, cukuplah kiranya kita tampilkan saja daftar sahabat yang
meriwayatkan hadits tentang turunnya Isa bin Maryam serta ahli hadits
yang mencatatnya dalam kitab-kitab mereka.
a. Daftar Nama Sahabat
- Abu Hurairah,
- Abdullah bin Amr,
- Jabir bin Abdillah,
- Nawwas bin Sam’an,
- Abu Umamah al-Bahili,
- Abdullah bin Umar,
- Mujammi’ bin Jariyah,
- Aisyah,
- Hudzaifah bin Asid,
- Utsaman bin Abu ‘Ash,
- Samurah bin Jundub,
- Abu Sa’id al-Khudri,
- Abdullah bin Mas’ud,
- Hudzaifah bin Yaman,
- Anas bin Malik,
- Abdullah bin Mughaffal,
- Safinah,
- Abu Bakrah,
- Auf bin Aus,
- Nafi’ bin ‘Albah,
- Tsauban,
- Kaisan,
- Ibnu Abbas.[3]
b. Daftar Nama Periwayat Hadits
Hampir
tidak ada penyusun kitab hadits kecuali mencatat hadits tentang turunnya Isa bin Maryam di akhir zaman. Di antaranya adalah:
- Imam Bukhari,
- Muslim,
- Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya,
- Abu Dawud,
- Tirmidzi,
- An-Nasai,
- Ibnu Majah,
- Ibnu Khuzaimah dalam at-Tauhid,
- Ibnu Hibban dalam Shahihnya,
- al-Hakim dalam al-Mustadrak,
- Abu Awanah dalam al-Mustakhraj,
- al-Isma’ili dalam al-Mustakhraj,
- adh-Dhiya’ al-Maqdisi dalam al-Mukhtarah,
- ath-Thayyalisi dalam Musnadnya,
- Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya,
- Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf,
- Abu Ya’la dalam Musnadnya,
- al-Bazzar dalam Musnadnya,
- ad-Dailami dalam Musnadnya,
- ath-Thabrani dalam Mu’jam Kabir dan al-Ausath,
- al-Ajurri dalam asy-Syari’ah,
- al-Baghawi dalam Syarh Sunnah,
- Ibnu Abi Ashim dalam al-Ahad wal Matsani,
- al-Ashbahani,
- Ibnu Mardawaih,
- Abdu bin Humaid dalam al-Muntakhab,
- al-Baihaqi dalam Sunan Kubra, Asma’ wa Sifat, dan al-Ba’ts wa Nusyur,
- Ibnu Asakair dalam Tarikh Dimsyaq,
- ath-Thahawi,
- Said bin Manshur,
- Abu Nu’aim dalam al-Hilyah,
- ad-Daruquthni,
- al-Khathib al-Baghdadi,
- Ibnu Hazm dalam al-Muhalla,
- Ibnu Mandah dalam al-Iman,
- Abu ‘Amr ad-Dani dalam al-Fitan,
- Abdur Razzaq dalam al-Mushannaf,
- Hanbal bin Ishaq dalam al-Fitan,
- Ibnu Jarir dalam Tafsirnya,
- Ibnu Adi dalam al-Kamil,
- Ibnu A’rabi dalam Mu’jamnya dan lain sebagainya banyak sekali.[4]
c. Haditsnya Mutawatir
Melihat begitu banyaknya hadits tentang turunnya Isa bin Maryam, maka
para pakar ilmu hadits menetapkan bahwa hadits-haditsnya mencapai
derajat mutawatir, diantaranya adalah:
- Imam At-Thabari dalam Jami’ul Bayan 3/291,
- Ibnu Katsir dalam Tafsirnya 2/566,
- asy-Syaukani dalam risalahnya “At-Taudhih”,
- Shiddiq Hasan Khon dalam Al-Idha’ah hal. 160,
- Al-Kattani dalam Nadhmul Mutanatsir hal. 147,
- Syaraful Haq Azhim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/307,
- Syaikh Ahmad Syakir dalam Syarhul Musnad 7/98-99 dan 8/20,
- Syaikh Al-Albani dalam Ta’liq Syarah Aqidah Thohawiyyah hal. 501,
- Asy-Syanqithi dalam Adhwaul Bayan 7/128, 130, 136,
- Komisi Fatwa Saudi Arabia yang diketuai Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Fatawa Lajnah Daimah 3/307,
- Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu Fatawanya 1/453,
- Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kisymiri dalam kitabnya At-Tashrih bima Tawatara fi Nuzuli Masih,
- Syaikh Abdullah al-Ghumari dalam Aqidah Ahli Islam fi Nuzuli Isa Alaihi Salam hal. 5,
- Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dalam Rudud Ahli Ilmu hal. 25 dan lain sebagainya.
Abu Ubaidah -semoga Allah memberkahinya- bekata:
- Demikianlah ketegasan para peneliti hadits. Apabila hadits tentang
turunnya Isa bin Maryam tidak mutawatir, maka tidak ada contoh hadits
mutawatir di dunia hadits selama-lamanya!!.
d. Para Ulama Yang Menshahihkan
Disamping para ulama yang menegaskan haditsnya mutawatir akan saya
sebutkan pula beberapa ulama yang menegaskan keabsahan haditsnya dengan
kata-kata yang indah dan mantap sekalipun tidak secara tegas menetapkan
mutawatir. Diantaranya:
- Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid 5/440: “Dan dalil tentang kebenaran pendapat ini (masih hidupnya Isa sekarang) adalah hadits-hadits shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa Isa akan turun, membunuh Dajjal, menunaikan haji yang diriwayatkan dengan sanad-sanad yang tiada cacat padanya”.
- Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata dalam Majmu’ Fatawa 4/329: “Adapun
Al-Masih (Isa), dia pasti akan turun ke bumi di atas menara putih
sebelah timur Damaskus untuk membunuh Dajjal, menghancurkan salib dan
membunuh babi sebagaimana telah tetap dalam hadits-hadits yang shahih.
Oleh karenanya, beliau berada di langit kedua padahal beliau lebih utama
daripada Yusuf, Idris dan Harun karena memang dia mau turun ke bumi
sebelum tiba hari kiamat, berbeda halnya dengan para nabi lainnya”.
- Al-Hafizh Al-Hatsami berkata dalam Bahrul Fawaid: “Tentang
turunnya Isa telah shahih dari sejumlah hadits yang banyak sekali.
Diriwayatkan oleh para imam yang terpercaya dan tidak ada yang
menolaknya kecuali orang yang sombong dan penyimpang”. [5]
e. Kesepakatan Ulama
- Berdasarkan dalil-dalil yang sangat jelas di atas, maka seluruh
ulama terpercaya bersepakat bahwa turunnya Isa kelak di akhir zaman
merupakan aqidah Islam yang wajib diimani oleh setiap muslim. Tidak ada
yang mengingkarinya kecuali para ahli filsafat dan penyimpang agama yang
sesat, menyesatkan dan menyelisihi Al-Qur’an, hadits dan kesepakatan
ahli sunnah”. Demikian ditegaskan oleh As-Saffarini dalam Lawami’ Anwar 2/94-95 dan Syaikh Syaraful Haq Adzim Abadi dalam Aunul Ma’bud 11/312.
f. Beberapa Kitab Khusus Berkaitan Turunnya Isa bin Maryam
Begitu seriusnya masalah penting ini, maka sebagian peneliti hadits menulis secara khusus. Diantaranya:
- Imam Jalaluddin Ash-Suyuthi dalam bukunya yang berjudul “Nuzul Isa bin Maryam Akhir Zaman”.
Buku ini telah dicetak Darul Kutub Ilmiyyah, Bairut dengan editor
Muhammad Abdul Qadir Atha. Dalam kitab ini, beliau menyebutkan beberapa
hadits. Pada hal. 22, beliau menegaskan bahwa turunnya Isa bin Maryam
dengan menegakkan hukum Islam didukung oleh hadits-hadits yang shahih
dan kesepakatan ulama. Pada hal. 53-54, beliau membantah syubhat dan
takwil sebagian kalangan seraya menegaskan bahwa pengingkaran turunnya
Isa merupakan bentuk kekufuran. Pada hal. 56, beliau menceritakan bahwa
ada sebagian orang yang mengingakari bahwa Isa shalat shubuh di belakang
Al-Mahdi, bahkan mengarang tulisan khusus tentangnya. Imam Suyuthi
membantahnya: “Ini sangat lucu sekali, karena shalatnya Isa di belakang
Mahdi ditegaskan dalam hadits-hadits yang shahih (lalu memaparkannya)”.
- Al-Hafizh Asy-Syaukani dalam risalahnya “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih[6]”.
Dalam buku ini, beliau memaparkan sebanyak dua puluh sembilan hadits,
kemudian beliau memaparkan dan menyimpulkan: “Seluruh hadits yang saya
paparkan di atas mencapai derajat mutawatir sebagaimana tidak samar lagi
bagi para peneliti (ilmu hadits)”.
- Syaikh Muhammad Anwar Al-Kisymiri Al-Hindi (Wafat Th. 1352 H) dalam bukunya yang berjudul “At-Tashrih Bimaa Tawatara fi Nuzul Al-Masih”.
Buku ini telah tercetak dengan editor Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah.
Dalam bukunya ini, beliau mengumpulkan hadits-hadits tentang turunnya
Isa sehingga mencapai sebanyak tujuh puluh hadits lebih.
- [7]. Syaikh Abul Fadhl Abdullah Muhammad As-Shiddiq Al-Ghumari menulis sebuah risalah berjudul “Aqidah Ahli Islam fi Nuzul Isa Alaihi Salam”.
Buku ini telah dicetak dan diterbitkan Maktabah Al-Qahirah. Dalam kitab
ini, dia menyebutkan para sahabat yang meriwayatkan hadits turunnya Isa
bin Maryam sehingga mencapai lebih dari dua puluh lima sahabat dari
tiga puluh lebih tabi’in. Pada hal. 5 dia menegaskan: “Tidak ada secuil
keraguanpun tentang mutawatirnya hadits tentang turunnya Isa bin Maryam.
Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang-orang yang jahil dan dungu
seperti kelompok Al-Qodiyaniyyah (Baca: Ahmadiyyah -pent) dan
orang-orang yang sealiran dengan mereka, sebab telah dinukil dari jalan
yang begitu banyak sekali sehingga tetap dalam kitab-kitab hadits secara
mutawatir dari generasi ke generasi selanjutnya”.
Pada hal. 12 dia menegaskan: “Sungguh telah shahih keyakinan tentang
turunnya Isa dari sejumlah sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, para imam
dan seluruh ulama dari berbagai madzhab sepanjang masa hingga hari ini”.
- Syaikh Al-Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam risalahnya yang berjudul “Qisshah Al-Masih Dajjal wa Nuzul Isa…”
Dalam kitab ini, beliau memaparkan hadits-hadits tentang keluarnya
Dajjal dan turunnya Isa dari empat puluh sahabat. Pada hal. 24-25 beliau
mengatakan: “Cukuplah akan hal itu kesepakatan para ulama pakar ahli
hadits tentang mutawatirnya hadits Dajjal dan turunnya Isa dari langit
seperti Al-Hafizh Ibnu Katsir[8], Ibnu Hajar[9] dan selainnya, bahkan Imam As-Syaukani menulis sebuah risalah khusus berjudul “At-Taudhih fi Tawaturi Maa Ja’a fi Al-Mahdi wa Dajjal wal Masih”.
C. SYUBHAT PENGKRITIK HADITS
Sementara sebagian kalangan menghujat hadits-hadits tersebut hanya
bertelakan pada berbagai alasan yang sangat kropos sekali. Diantaranya:
1. Syaikh Mahmud Syaltut[10]
berpendapat bahwa hadits-hadits yang meriwayatkan tentang turunnya Nabi
Isa mudhtharib (goncang). Dan juga hadits-hadits tersebut derajatnya
Ahad, sedang masalah aqidah ditetapkan berdasarkan nash qath’I seperti
ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits mutawatir
[11].
2. Prof. KH. Hasbullah Bakri, SH. Dalam bukunya
“Nabi Isa dalam Al-Qur’an dan Nabi Muhammad dalam Biybel. Diantara
pendapatnya ialah: Hadits Bukhari dari Abu Hurairah tentang akan
turunnya Nabi, walaupun dinyatakan shahih tetapi bertentangan dengan
ayat Al-Qur’an yang menyatakan bahwa Nabi Isa telah wafat. Tambahan lagi
hadits ini bersumber dari Abu Hurairah yang kecerdasannya kurang tinggi
sedang isinya mengandung persoalan historis yang tinggi.
3. Dr. Quraish Shihab mengatakan bahwa ada ulama
yang menyatakan “Isa as masih hidup di langit” bukanlah suatu kewajiban
untuk mempercayainya. Serta beberapa hadits yang berkaitan dengan
kenaikan Isa Al-Masih dan akan turun kelak menjelang kiamat.
Hadits-hadits tersebut kesemuanya bermuara pada dua orang saja, yang
keduanya bekas penganut agama Kristen, yaitu Ka’ab Al-Akhbar dan Wahb
bin Munabbih (yang masih punya keterkaitan pada kepercayaan lamanya).
Dengan demikian pengertian QS. 3:55 di atas bukan dalam arti diangkat
fisiknya tapi diangkat derajatnya ke sisi Allah swt
[12].
[13]
4. Syaikh Muhammad Abduh berkata: “Hadits tersebut
hanyalah ahad dan berkaitan dengan masalah aqidah karena menunjukkan
perkara-perkara ghaib. Sedangkan masalah aqidah tidak boleh diambil
kecuali yang bersifat qath’iy (pasti) sebab dituntut sesuatu yang
menyakinkan. Dan tidak ada dalam masalah ini hadits yang mutawatir”. Dia
juga memaparkan pendapat para ulama seputar turunnya Isa Al-Masih lalu
memperkuat pendapat yang menyatakan bahwa Isa tidak turun dan dia
mentakwil ayat seraya berkata: “Makna رَافِعُكَ yaitu terangkatnya ruh
setelah kematiannya, sedangkan arti turunnya ke bumi yaitu tersebarnya
perdamaian dan toleransi diantara manusia”.
[14]
5. Hasan Abdullah At-Turabi mengingkari turunnya Isa
di akhir zaman. Tatkala ditanya: Bagaimana anda berani mengingkari
hadits mutawatir? Jawabnya: “Saya tidak membicarakan hadits dari segi
sanadnya tetapi menurut saya hadits itu bertentangan dengan akal,
sedangkan apabila dalil bertentangan akal, maka akal harus lebih
didahulukan”.
[15]
Dari komentar di atas dapat ditarik kesimpulan syubhat mereka pada dua point:
Pertama: Kritik dari segi sanad yaitu:
a. Sahabat Abu Hurairah
b. Hanya bermuara pada Ka’ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih
c. Haditsny mudhtharib (goncang)
d. Haditsnya Ahad
Kedua: Dari segi matan yaitu:
a. Ta’wil arti turun
b. Bertentangan dengan akal
c. Kontradiksi dengan Al-Qur’an
.
D. MENJAWAB SYUBHAT
Sebelum menjawab syubhat para pengingkar tersebut satu-persatu, penulis mengajak saudara pembaca untuk berpikir dengan
otak jernih:
“Mungkinkah para pengkritik tersebut dalam kebenaran
sedang mereka sendiri berselisih tentang alasannya?” Ketahuilah wahai
saudaraku bahwa perselisihan mereka itu saja sudah cukup menunjukkan
kroposnya hujjah mereka. Sadarkah para pengingkar tersebut bahwa
kelakuan mereka itu pada hakekatanya adalah mencela Nabi, para sahabat,
para imam ahli hadits yang berjerih payah merekam hadits tersebut?
Pikirkanlah baik-baik!!
Baiklah, sekarang dengan memohon pertolongan dari Allah mari kita jawab alasan mereka satu-persatu walaupun secara ringkas.
Pertama: Abu Hurairah, sahabat bermasalah.
Jawab: Alasan ini sangat rapuh sekali dan amat berbahaya bagi pelontarnya sendiri ditinjau dari beberapa segi
[16]:
- Mencela sahabat termasuk perbuatan dosa besar dan kemunafikan yang
tak samar lagi berdasarkan kesepakatan ulama. Syaikh Bakr bin Abdullah
Abu Zaid mengatakan: “Seluruh pemeluk agama Islam bersepakat bahwa
mencela salah satu sahabat merupakan bentuk kemunafikan yang nyata…”.[17]
- Kalau memang kalian tidak mau menerima riwayat Abu Hurairah karena
dia bermasalah, lantas apakah para sahabat lainnya yang begitu banyak
seperti Abdullah bin Umar, Nawwas bin Sam’an … juga bermasalah? Jawablah
hai orang yang dikaruniai akal!!! Bila riwayat mereka masih tetap tidak
dipercayai juga, maka saya ucapkan selamat tinggal dari dunia!! Karena
pada hakekatnya anda telah menghancurkan pondasi-pondasi agama, menghina
Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, syari’at Islam, para ulama dan seluruh kaum muslimin semuanya? Apakah anda menyadarinya?
.
Kedua: Haditsnya bermuara pada Ka’ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih
Jawab:
- Ucapan ini menunjukkan kurangnya pengetahuan pelontarnya tentang
ilmu hadits. Karena anda tahu sendiri bahwa hadits ini diriwayatkan oleh
begitu banyak para sahabat Nabi. Kami tidak mengerti, apakah ucapan
tersebut didasari kebodohan ataukah penyesatan ataukah kedua-duanya?!!
- Perlu diketahui bahwa riwayat Ka’ab Al-Ahbar dan Wahb bin Munabbih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
sangat sedikit sekali. Dan hukum riwayat keduanya dalam ilmu musthalah
hadits disebut “Mursal” karena keduanya tidak berjumpa dengan Nabi,
sedangkan hadits mursal bukanlah hujjah. Adapun riwayat keduanya dari
sahabat dan tabi’in, maka para ulama mengoreksinya seperti riwayat para
tabi’in lainnya. [18]
- Ucapan Dr. Quraish Shihab ini telah didahului sebelumnya oleh Syaikh Mahmud Syaltut dalam tulisannya yang dimuat dalam Majalah ar-Risalah. Syaikh al-Albani
berkata: “Saya telah meneliti hadits-hadits tentang turunnya Isa dari
sumber aslinya (kitab-kitab hadits) seperti kutub sittah dan lain
sebagainya sehingga saya dapat mengumpulkan banyak hadits dari beberapa
jalur yang mutawatir lebih dari empat puluh sahabat. Saya sangat
terkejut sekali ketika saya tidak menemukan nama Wahb bin Munabbih dan
Ka’ab al-Ahbar pada jalur sanad-sanad tersebut sekalipun dalam hadits
yang lemah sanadnya. Saya lalu berkeyakinan bahwa Syaikh Syaltut hanya
menulis sesuai dengan apa yang terlintas dalam benaknya saja tanpa
meneliti kitab-kitab hadits. Lalu saya menulis sebuah risalah terpisah
untuk mencounter fatwanya itu tetapi…”.[19]
.
Ketiga: Haditsnya “Mudhtarib”
Jawab:
- Hadits “Mudhtarib”
itu adalah hadits yang diriwayatkan dari seorang rawi atau beberapa
rawi yang banyak dengan berbagai macam redaksi yang berbeda, sama-sama
kuat dan tidak mungkin untuk dikompromikan atau dikuatkan salah satunya.
Perbedaan tersebut menunjukkan tidak kuatnya hafalan rawi padahal itu
adalah syarat sahnya suatu hadits. Sekalipun bisa terjadi pada matan
(isi) hadits, namun yang paling banyak adalah pada sanad hadits. [20]
- Setelah anda memahami defenisi hadits mudhtarib, maka katakanlah
padaku: Apakah hadits pembahasan kita termasuk kategori mudhtarib?!
Adakah hadits shahih lain yang menyelisihnya?! Ahli hadits mana yang
mengatakannya termasuk “mudhtarib”?! Dengan demikian maka dapatlah kita
ketahui bahwa hadits turunnya Isa tidaklah termasuk mudhtarib (goncang)
tetapi yang mudhtarib adalah pemikiran pelontarnya sendiri yang jauh
dari ilmu hadits.
.
Keempat: Haditsnya “Ahad”
- Hadits ahad hanya bersifat zhan (prasangka), tidak qath’i (pasti), sedangkan masalah aqidah harus bersifat pasti.
Jawab:
1. Kalian setuju dan bersepakat dengan kami bahwa hadits mutawatir menunjukkan
qath’I
(sesuatu yang menyakinkan). Lantas, siapakah yang paling berhak
menetapkan hadits ini ahad, sedang hadits itu mutawatir? Tentunya ahli
hadits. Sekarang kita ketahui bersama bahwa ahli hadits telah menetapkan
hadits tersebut berderajat mutawatir. Lantas kenapa kalian masih
bersikukuh menetapkannya berderajat ahad?! Kenapa kalian tidak percaya
kepada penelitian ahli hadits dan lebih percaya kepada orang yang bukan
ahli dalam bidangnya?!!!
Supaya lebih memantapkan saudara pembaca, berikut saya nukilkan perkataan berharga seorang pakar ilmu hadits abad ini,
Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam Ta’liq
Syarh Aqidah Thohawiyyah hal. 501:
وَاعْلَمْ أَنَّ أَحَادِيْثَ الدَّجَّالِ
وَنُزُوْلِ عِيْسَى q مُتَوَاتِرَةٌ يَجِبُ الإِيْمَانُ بِهَا وَلاَ
تَغْتَرَّ بِمَنْ يَدَّعِيْ فِيْهَا أَنَّهَا أَحَادِيْثُ آحَادٌ
فَإِنَّهُمْ جُهَّالٌ بِهَذَا الْعِلْمِ وَلَيْسَ فِيْهِمْ مَنْ تَتَبَّع
طُرُقَهَا وَلَوْ فَعَلَ لَوَجَدَهَا مُتَوَاتِرَةً كَمَا شَهِدَ بِذَلِكَ
أَئِمَّةُ هَذَا الْعِلْمِ كَالْحَافِظِ ابْنِ حَجَرٍ وَغَيْرِهِ. وَمِنَ
الْمُؤْسِفِ حَقًّا أَنْ يَتَجَرَّأَ الْبَعْضُ عَلَى الْكَلاَمِ فِيْمَا
لَيْسَ مِنْ اخْتِصَاصِهِمْ, لاَ سِيَّمَا وَالأَمْرُ دِيْنٌ وَعَقِيْدَةٌ.
Ketahuilah bahwa hadits-hadits tentang
Dajjal dan turunnya Isa bin Maryam telah mencapai derajat mutawatir yang
wajib diimani. Janganlah anda tertipu dengan anggapan sebagian kalangan
yang menyatakan bahwa haditsnya hanyalah ahad sebab mereka adalah
manusia yang jahil tentang ilmu hadits. Tak ada dari kalangan mereka
yang mau menelitinya. Seandainya mereka benar-benar mau menelitinya,
niscaya mereka akan mendapatinya mutawatir sebagaimana ditegaskan oleh
para pakar ilmu hadits seperti Ibnu Hajar dan lainnya. Sungguh amat
disayangkan ketika sebagian manusia lancang berbicara tentang sesuatu
yang bukan bidangnya. Lebih-lebih masalah ini berkaitan tentang aqidah
dan agama.
2. Ketahuilah bahwa sekalipun para ulama ahli hadits berbeda pendapat tentang hadits ahad apakah menunjukkan
zhan atau
qath’i, tetapi
mereka tidak berselisih pendapat tentang hujjahnya hadits ahad. Janganlah
anda tertipu oleh bualan dan filsafat sebagian kalangan yang mengoceh
dan mengecoh umat dengan perselisihan ulama tentang; apakah hadits ahad
menunjukkan dhan atau qath’i. Jadi, taruhlah haditsnya memang berderajat
ahad, apakah berarti kita membuangnya begitu saja? Tak ada satupun
ulama ahli hadits yang bertindak demikian, itu hanyalah pemahaman aneh
dan filsafat kotor yang diusung dari pemikiran Mu’tazilah dan ahli kalam
(filsafat). Camkanlah hal ini baik-baik pada hati kita!.
3. Pendapat para ulama ahli hadits yang lebih kuat bahwa tidak
seluruh hadits ahad menunjukkan dhan, tetapi kadang-kadang bisa
menunjukkan qath’i (pasti) apabila ada indikasi penguatnya seperti
riwayat Bukhari Muslim, hadits masyhur yang banyak jalannya dan lain
sebagainya
[21].
Bila kita teliti hadits pembahasan kita, niscaya akan kita dapati
bahwa dia menunjukkan sesuatu yang qath’i karena memiliki
qarinah-qarinah tersebut. Hal Itu kalau kita menganggap haditsnya hanya
ahad, apalagi telah terbukti haditsnya berderajat mutawatir.
Wallahu A’lam.
.
Kelima: Ta’wil Arti Turun
Jawab:
- Kalau kita tilik dan cermati beberapa hadits tentang turunnya Isa
secara tenang, pasti akan kita rasakan bahwa ta’wil seperti itu sangat
kaku dan lucu. Perhatikanlah hadits lafadz-lafadz haditsnya secara
jernih seperti “lalu dia menghancurkan salib, membunuh babi dan
membebaskan pajak”. “Isa bin Maryam shalat di belakang imam Al-Mahdi”.[22]
Isa bin Maryam turun di menara putih sebelah timur Damaskus, memakai
pakaian yang harum sambil meletakkan kedua lengan tangannya pada sayap
dua malaikat, rambutnya meneteskan air, bila dia mengangkat kepala, maka
air berkilau seperti berlian. Orang yang mencium baunya, pasti akan
mati seketika dan baunya sejauh dia memandang. Hingga Isa mencari Dajjal
dan ketemu di pintu Luddin (sebuah kota dekat Baitul Maqdis) dan
membunuhnya”.[23] “Isa menunaikan ibadah haji/ umrah”.[24] “Isa kemudian wafat dan dishalati kaum muslimin” [25]
Sungguh alangkah bagusnya ucapan
Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
tatkala membantah ta’wil ini: “Merupakan kebatilan yang sangat keji dan
kelancangan yang sangat kelewatan batas terhadap Allah dan rasul-Nya
adalah ta’wil sebagian kalangan tidak seperti dhahirnya. Sebab dia telah
mengumpulkan dua bencana:
- Pertama: Mendustakan dan tidak mengimani dalil-dalil yang tegas tentang turunnya Isa.
- Kedua: Menuduh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mengerti syari’at dan ahli penasehat sebagai orang yang berbicara ngacau dan rancu, maksud ucapannya tidak seperti dia sabdakan secara dhahir. Sungguh ini merupakan kedustaan yang tiada taranya dan penipuan terhadap umat yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berlepas diri darinya. Ucapan seperti ini serupa dengan pendapat kaum
para penyeleweng yang menisbahkan pada rasul dengan kerancuan demi
maslahat mayoritas manusia”.[26]
Ajaibnya, takwil seperti ini juga digugat oleh
Syaikh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi dalam bukunya yang berjudul
Kaifa Nata’amal Ma’a As-Sunnah An-Nabawiyyah hal. 169-170.
.
Keenam: Bertentangan Dengan Akal
Jawab:
1. Katakanlah padaku: Semudah itukah kalian mementahkan hadits Nabi?
Bila sesuai dengan akal kalian, baru diterima dan bila tidak sesuai akal
kalian, maka ditolak begitu saja?! Seperti inikah sifat orang-orang
yang mengaku beriman kepada Allah? Ataukah ini adalah ciri bala tentara
Iblis yang dicontohkan oleh nenek moyang mereka tatkala memprotes
perintah Allah dengan akalnya:
قَالَ مَامَنَعَكَ أَلاَّتَسْجُدَ إِذْأَمَرْتُكَ قَالَ أَنَاخَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ
Allah berfirman: “Apakah yang
menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?”
Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: “Engkau ciptakan saya dari
api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al-A’raf: 12).
2. Kalau agama ini berdasar pada akal, maka katakan padaku: “Mengapa
Allah mewajibkan shalat shubuh sebanyak dua rakaat, maghrib tiga
raka’at, sedangkan dhuhur, ashar dan isya empat rakaat?” Kenapa bacaan
shalat dhuhur dan ashar lirih, sedangkan shubuh, maghrib dan isya
dikeraskan?! Jawablah!!
3. Kalau agama ini berdasar pada akal, maka katakan padaku juga:
“Akal siapakah yang menjadi standar dan patokan?” Apakah akal para ulama
ataukah sembarangan orang?! Alangkah bagusnya ucapan
Al-Qadhi Iyadh:
“Turunnya Isa dan pembunuhannya terhadap Dajjal merupakan
kebenaran menurut ahli sunnah wal Jama’ah berdasarkan hadits-hadits
shahih tentang masalah tersebut. Tidak ada dalil akal maupun naql yang
memustahilkannya. Oleh karenanya, maka aqidah ini wajib diimani. Adapun
Mu’tazilah, Jahmiyyah, cs mengingkari aqidah ini…”.[27] Ucapan in dinukil dan disetujui oleh Imam Nawawi[28]
.
Ketujuh: Kontradiksi Dengan Al-Qur’an
Jawab:
1. Metode menubrukkan Al-Qur’an dengan hadits shahih merupakan ciri
khas ahli bid’ah dan pengekor hawa nafsu semenjak dahulu hingga
sekarang, karena hadits shahih diturunkan bukan untuk menentang
Al-Qur’an, tetapi untuk menafsirkan dan menjelaskannya sebagaimana
firman Allah:
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَانُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur’an,
agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44).
Kemudian katakanlah padaku:
- Siapakah orang yang paling faham tentang tafsir Al-Qur’an?!!
Bukankah mereka adalah Nabi, para sahabat, serta para ulama Islam?!!
Benar. Tetapi anehnya, kenapa mereka tidak mempersoalkannya?! Apakah
anda lebih pandai daripada mereka?!!
2. Al-Qur’an sendiri telah menjelaskan tentang turunnya Isa bin Maryam kelak di akhir zaman:
1. Firman Allah:
وَإِن مِّنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّلَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُونُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا
Tidak ada seorangpun dari Ahli Kitab,
kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan di hari
kiamat nanti Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka. (QS. An-Nisa’: 159).
Sahabat Nabi,
Abdullah Ibnu Abbas, penafsir ulung mengatakan: “Yakni sebelum kematian Isa bin Maryam”.
[29]
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga berkata:
“Yakni sebelum kematian Isa. Demi Allah, Isa sekarang
masih hidup di sisi Allah, tetapi apabila dia turun, maka mereka akan
beriman semua”.
- Tafsir ini dikuatkan oleh mayoritas ulama seperti Ibnu Jarir, Ibnu Katsir dan sebagainya. [30]
2. Firman Allah:
وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِّلسَّاعَةِ فَلاَ تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُونِ هَذَا صِرَاطٌ مُّسْتَقِيمٌ
Benar-benar memberikan pengetahuan
tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat
itu dan ikutilah Aku. Inilah jalan yang lurus. (QS. Az-Zukhruf: 61).
- Sahabat Nabi, Abdullah Ibnu Abbas mengatakan tentang ayat yang mulia ini: “Maksudnya adalah keluarnya Isa bin Maryam sebelum hari kiamat tiba”. [31]
- Al-Hafizh Ibnu Katsir juga berkata dalam Tafsirnya 7/222: “Pendapat yang benar bahwa dhamir tersebut kembali pada Isa karena konteks kalimatnya berkaitan tentang beliau”. [32]
3. Adapun alasan sebagian kalangan bahwa Isa sekarang telah wafat
berdasarkan dalil surat Ali-Imran: 155, maka jawabannya cukup panjang,
tetapi cukuplah saya mengatakan: “Siapakah pendahulu anda dalam faham
ini?! Bukankah mereka adalah kaum Yahudi yang didustakan oleh Allah?!!
Demi Allah, benar sekali. Oleh karena itu, para pemikir komtemporer yang
mengingkari turunnya Isa dan menyakini wafatnya beliau sekarang, pada
hakekatnya da adalah cucu pewaris Yahudi.
.
E. Kesimpulan dan Penutup
Sebagai kata kesimpulan,
Syaikh Al-Allamah Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menegaskan:
“Turunnya Isa telah ditetapkan berdasarkan Al-Qur’an,
hadits mutawatir dan ijma ulama Islam sehingga mereka selalu menyebutnya
dalam kitab-kitab aqidah. Barangsiapa yang mengingkarinya dengan alasan
haditsnya “Ahad” tidak menunjukkan qath’i atau menta’wil bahwa maksud
sebenarnya adalah manusia pada akhir zaman berpegang teguh dengan akhlak
Isa Al-Masih berupa kasih sayang dan lemah lembut atau manusia
menerapkan ruh syari’at dan intinya, maka semuaa itu adalah kebatilan
nyata yang bertentangan dengan aqidah para imam kaum muslimin, bahkan
nyata-nyata merupakan bentuk penentangan nash-nash shahih dan mutawatir,
kejahatan terhadap syari’at yang mulia, kelancangan sangat terhadap
Islam dan hadits Nabi, menuhankan hawa nafsu, keluar dari rel kebenaran
dan petunjuk, orang tersebut tidak memiliki ilmu mapan tentang syari’at
dan keimanan yang kuat serta pengagungan terhadap dalil dan hukum
Islam”. [33]
Abu Ubaidah Yusuf As-Sidawi
abiubaidah.com
[1] Lum’atul I’tiqad101-104 -Syarh Ibnu Utsaimin-.
[2] HR. Bukhari no. 2222 dan Muslim no. 242.
[3] Lihat
Qishshatul Masih Dajjal wa Nuzul Isa al-Albani hal. 25- 28
[4] Lihat
Fathul Bari Ibnu Hajar 6/492.
[5] Dinukil oleh Al-Munawi dalam
Faidhul Qadir 5/573. (Lihat pula
Al-Manarul Munif hal. 148 oleh Ibnu Qayyim dan
Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an 4/64 oleh Al-Qurthubi.
[6] Penulis belum mendapatinya sendiri, tetapi risalah ini banyak dinukil oleh para ulama seperti Al-Kattani dalam
Nadhmul Mutanatsir hal. 145-146, Shiddiq Hasan Khon dalam
Al-Idha’ah hal. 113, Al-Adhim Abadi dalam
Aunul Ma’bud 11/308 dan Syaikh Al-Albani dalam
Qhisshah Dajjal wa Nuzul Isa hal. 25 dan lain sebagainya.
[7]. Dinukil dari kitab
“Asyraat As-Saa’ah” hal. 351 oleh Syaikh Yusuf bin Abdullah Al-Wabil cet. Dar Ibnul Jauzi.
[8] An-Nihayah Ibnu Katsir 1/148.
[9]. Barangkali yang beliau maksud adalah keterangan Al-Hafizh dalam
Fathul Bari 6/493-494 menukil ucapan Abul Hasan Al-Aburri dalam
Manaqib Syafi’i:
“Telah mutawatir hadits-hadits yang menerangkan bahwa Al-Mahdi termasuk
kalangan umat ini dan Isa shalat (bermakmum) di belakangnya”.
[10]
Terlepas apakah beliau telah kembali meralat ucapannya ini ataukah
tidak, namun yang terpenting bagi kita adalah mengingatkan umat dari
kesalahan pendapat beliau yang termuat dalam
al-Fatawa. Kami katakana hal ini, sebab dalam risalahnya
al-Bid’ah Asbabbuha wa Madharuha
hal. 30 beliau menguatkan hadits-hadits tentang turunnya Isa. Diperkuat
lagi oleh apa yang diceritakan DR. al-Buthi dalam kitabnya
Kubra Yaqiniyyat al-Kauniyyah hal. 269:
“Sebagian
para ulama Azhar yang dekat dengan Syaikh Syaltut meriwayatkan bahwa
beliau di akhir kehidupannya, di saat beliau terkena penyakit stroke di
rumahnya, dia membakar semua kertas dan kitab yang berisi
pendapat-pendapatnya yang ganjil, khususnya masalah turunnya Isa bin
Maryam, dan beliau bersaksi di hadapan mereka bahwa beliau telah
bertaubat kepada Allah dari keyakinan tersebut dan kembali memeluk
aqidah mayoritas kaum muslimin Ahli Sunnah wal Jama’ah”. (Dinukil dari muqaddimah Syaikh Ali Hasan al-Halabi dalam
al-Fatawa al-Muhimmat
karya Syaikh Mahmud Syaltut hal. 13-15). Para ulama telah membantah
pendapat Syaikh Syaltut tentang pengingkarannya terhadap turunnya Isa,
seperti Syaikh Humud at-Tuwaijiri dalama
Ithaf Jama’ah 3/128-136, Syaikh al-Albani dalam Muqaddimah
Qishshatul Masih, dll. Dan Syaikh Al-Allamah Abdullah bin Ali bin Yabis memiliki sebuah kitab berjudul menarik
“I’lamul Anam mi Mukhalafah Syaikh Azhar Syaltut lil Islam”. (Pemberitahuan kepada manusia tentang penyimpangan Syaikh Syaltut terhadap Islam).
[11] Al-Fatawa hal. 61-62).
[12] Republika, 18 Nopember 1994 hal. 10. Dikutip dari “
Kenaikan dan Kebangkitan Isa as dalam Bybel dan Al-Qur’an” hal. 14 oleh Hj. Irene Handono. (Majalah
Al-Muslimun 398 Mei 2003 hal. 22-23).
[14] Al-A’mal Al-Kamilah 5/37-38 dan lihat Tafsir
Al-Manar 3/316-317. Syaikh Khalil al-Harras memiliki risalah bantahan khusus kepada Syaikh Rasyid Ridha dalam masalah ini berjudul
“Fashlul Maqal fi Raf’I Isa Alaihi Salam Hayyan wa fii Nuzulihi wa Qathlihi Dajjal”.
[15] Dinukil dari
Dirasat fi Sirah Nabawiyyah hal. 308 oleh Syaikh Muhammad Surur Zainal Abidin.
[16] Lihat kembali pembahasan “Hadits Lalat antara Ahli Hadits dan Ahli Medis” dalam buku ini
[17] Tashnif An-Nas baina Dhanni wal Yaqin hal. 26
[18] Al-Anwar Al-Kasyifah Syaikh Abdur Rahman al-Mu’allimi hal. 98.
[19] Qishshatul Masih Dajjal wa Nuzul Isa hal. 24
[20] Lihat
Tadrib Rawi 1/262 oleh Imam As-Suyuthi.
[21] Lihat
Ma’rifah Ulum Hadits Ibnu Sholah hal. 29,
Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 18/22-49,
Al-Baits Hatsits Ibnu Katsir 1/125-128 dan
Nuzhah Nadhar Ibnu Hajar hal. 74.
[22] HR. Muslim 247.
[23] HR. Muslim 2137.
[24] HR. Muslim 1252.
[25] HR. Ahmad 2/406, Abu Dawud 11/456 dan dishahihkan Ibnu Hajar 6/493.
[26] Majmu Fatawa Ibnu Baz 1/455 cet. Dar Al-Wathn.
[27] Ikmal Mu’lim bi Fawaid Muslim 8/492
[28] Syarh Shahih Muslim 18/383. Perlu diketahui bersama bahwa Imam Nawawi termasuk seorang ulama yang menguatkan bahwa hadits ahad menunjukkan
zhan secara mutlak baik riwayat Bukhari Muslim maupun selainnya sebagaimana dalam
A-Taqrib hal. 40 dan
Syarah Shahih Muslim
1/26. Tetapi lihatlah wahai saudaraku bagaimana beliau tetap berhujjah
dengan hadits ini. Maka camkanlah hal ini baik-baik agar anda tidak
tertipu oleh filsafat yang dungu. Wallahu A’lam.
[29] Riwayat Ibnu Jarir 6/18 dan dishahihkan Ibnu Katsir dalam
An-Nihayah 1/131 dan Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari 6/492.
[30] Lihat
Tafsir At-Thabari 6/21,
Tafsir Ibnu Katsir 2/415 dan
Adhwaul Bayan As-Syanqithi 7/129-130.
[31] Dikeluarkan Imam Ahmad 4/329 dan dishahihkan Syaikh Ahmad Syakir.
[32] Lihat pula
Tafsir At-Thabari 25/90-91,
Tafsir Al-Qurthubi 16/105 dan
Adhwaul Bayan As-Syanqithi 7/128).
[33] Majmu Fatawa Ibnu Baz 1/454.