Khamis, 17 Disember 2015

HIKMAH SAKIT




HIKMAHNYA SAKIT... 
Allah memberi kita sakit, sesuai dengan daya tahan hambaNya, dan banyak hikmahnya, bukti:
1⃣ Sakit itu Zikrullah. Bukti: Mereka yang diuji dengan sakit, lebih sering menyebut nama Allah berbanding di waktu sihatnya.
2⃣ Sakit itu Istighfar. Bukti: Kita akan mudah teringat akan dosa ketika sakit sehingga lisan mudah untuk memohon ampun.
3⃣ Sakit itu juga Muhasabah. Orang yang sakit akan lebih banyak waktu merenung diri dalam sepi, menghitung-hitung bekal untuk kembali.
4⃣ Sakit itu Jihad. Orang yang sakit tidak boleh menyerah kalah, diwajibkan untuk berikhtiar demi kesembuhan.
5⃣ Sakit itu Ilmu. Sakit akan membuat kita memeriksa dan mencari ilmu untuk tidak mudah sakit.
6⃣ Sakit itu juga Nasihat. Yang sakit selalu suka menasihati yang sihat agar jaga diri. Yang sihat menasihati yang sakit agar bersabar.
7⃣ Sakit itu Silaturrahim. Keluarga yang jarang datang jengok akan datang menziarahi, penuh senyum dan rindu mesra dan dapat buah tangan lagi.
8⃣ Sakit itu gugur dosa. Anggota badan yang sakit akan mendapat penyucian.
9⃣ Sakit itu Mustajab Doa. Imam As-Suyuthi keliling kota mencari orang yang sakit agar mendoakannya dan kita juga selalu begitu.
1⃣0⃣ Sakit itu menyusahkan Syaitan. Diajak maksiat tidak mahu dan tak mampu, malah disesalinya.
1⃣1⃣ Sakit itu sedikit tertawa dan banyak menangis. Satu sikap keinsafan yang di sukai Rasulullah saw dan makhluk di langit.
1⃣2⃣ Sakit meningkatkan kualiti ibadah. Rukuk dan sujud kita lebih khusyuk, Tasbih dan Istighfar lebih banyak. Doa juga jadi lebih lama.
1⃣3⃣ Sakit itu memperbaiki akhlak. Kesombongan terkikis. Sifat tamak dipaksa tunduk, Peribadi akan jadi santun, lembut dan tawadhu.
1⃣4⃣ Sakit mengingatkan kita akan mati. Membuatkan kita sentiasa beringat untuk menghadapinya.


Hikmah dan Makna Sakit dalam Pandangan Islam

Blog Khusus Doa - Semua orang pasti pernah mengalami sakit, entang itu sakit ringan maupun sakit yang cukup serius, hal ini memang sudah manusiawi. Karena sebagai manusia biasa, dengan seiring berjalannya waktu tentu akan mengalami penurunan kondisi fisik yang disebabkan oleh banyak faktor, sehingga penurunan tersebut menyebabkan seseorang menjadi sakit.
Dibalik penyakit yang kita alami, tentu mengandung hikmah yang sangat berharga bagi si penderita khususnya dan bagi orang lain pada umumnya. Allah SWT pasti menyimpan hikmah di balik setiap sakit yang kita alami. Allah SWT menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tersendiri yang menjadi penyebab semua itu. Tidak mungkin Allah SWT melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik itu semua . Oleh karena itu, sebaiknya kita untuk selalu menerima, ikhlas dan bersabar atas apa yang dikaruniakan oleh-Nya kepada kita, termasuk dikaruniai penyakit.
Nah, agar lebih menerima dan ikhlas atas sakit yang ditakdirkan kepada diri kita, pada kesempatan ini marilah bersama-sama memahami lebih jauh tentang makna dan hikmah dibalik penyakit yang Allah berikan, khususnya dalam pandangan islam.

Makna dan Hikmah Sakit dalam Pandangan Islam
Ilustrasi : Orang Sakit (Kanan)

Memahami Hikmah dan Makna Sakit dalam Pandangan Islam

#Sakit Adalah Ujian
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran;
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.” (QS. Al-Baqarah: 155-156).
Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Anbiyaa`: 35)
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (QS. Al-Insaan:2)
Begitulah Allah SWT menguji manusia, untuk melihat siapa di antara hambaNya yang memang benar-benar berada dalam keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman bukanlah sekedar ikrar yang diucapkan melalui lisan, tapi juga harus menghujam di dalam hati dan teraplikasian dalam kehidupan oleh seluruh anggota badan.
Allah SWT menegaskan bahwa Dia akan menguji setiap orang yang mengaku beriman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabuut: 2-3)
Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih baik di hadapanNya. Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : "Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya". (HR. Bukhari).
Dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan : Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda :
"Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Kalau Allah mencintai seseorang, pasti Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang ridha menerima cobaanNya, maka ia akan menerima keridhaan Allah. Dan barangsiapa yang kecewa menerimanya, niscaya ia akan menerima kermurkaan Allah". (HR. Tirmidzi)

#Sakit adalah Adzab
Bagi seorang mu`min sakit dapat menjadi tadzkirah atau ujian yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Namun bagi sebagian orang, sakit bisa menjadi adzab yang akan membinasakan dirinya.
Allah SWT berfirman;
"Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimuatau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih bergantiagar mereka memahami(nya)"" (QS. Al-An’aam: 65)
"Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang kecil di dunia sebelum adzab yang lebih besar di akhirat, mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar." (QS. As-Sajdah: 21)
Maka dari itu, pertaubatan adalah langkah nyata menuju kesembuhan. Seseungguhnya, segala macam bencana yang menimpa kita, pada hakikatnya adalah karena perbuatan kita sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, artinya, "Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syura: 30)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata;
“Allah SWT memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan.”
Dari ‘A`isyah radhiyallahu ‘anha ia berkata;
"Aku mendengar Rasulallah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah walau hanya tertusuk duri, kecuali Allah akan mencatat baginya kebaikan dan dihapus baginya kesalahan dan dosanya." (HR.Muslim)
Ingatlah bahwa adzab yang diturunkan Allah SWT terhadap seseorang di dunia bisa berbagai macam bentuknya. Kekurangan harta, bencana alam, peperangan, sakit, atau bahkan kematian. Cukuplah kiranya pelajaran kaum terdahulu yang diadzab oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan berbagai macam penyakit yang aneh dan sulit disembuhkan. Hal itu dikarenakan mereka tetap bertahan di dalam kekafiran, padahal bukti-bukti dan tanda-tanda kebesaran-Nya telah ditampakkan di hadapan mereka.

#Sakit Sebagai Penebus Dosa dan Kesalahan
Sakit merupakan penebus berbagai dosa dan menghapuskan segala kesalahan, sehingga sakit menjadi sebagai balasan keburukan dari apa yang dilakukan hamba, lalu dihapus dari catatan amalnya hingga menjadi ringan dari dosa-dosa. Hal itu berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak, di antaranya hadits Jabir bin Abdullah r.a. sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Saw bersabda:
“Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah Swt menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon.” (HR. Ahmad, 3/346).
Sebagian orang menduga bahwa keutamaan dan pahala yang terdapat dalam hadits tersebut dan yang semisalnya, hanya diperuntukkan bagi orang yang menderita sakit berat atau sakit parah, atau yang tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya saja, padahal sebenarnya berbeda dengan dugaan ini, karena seorang hamba akan mendapat pahala dari musibah yang menimpanya, sekalipun hanya sakit ringan, selama ia tetap sabar dan selalu meminta pahala.
Tidak disangsikan lagi bahwa setiap kali musibahnya lebih besar dan sakitnya sangat berat, maka akan bertambahlah pahalanya, akan tetapi sakit ringan juga tetap akan mendapat pahala.

#Sakit akan Mengangkat Derajat dan Menambah Kebaikan
Sesungguhnya sakit akan mengangkat derajat dan menambah kebaikan. Dalil-dalil tentang hal itu diantaranya hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkatasesungguhnya aku mendengar Rasulullah Saw bersabda:
"Tidak ada seorang muslimpun yang tertusuk duri, atau yang lebih dari itu, melainkan ditulis untuknya satu derajat dan dihapus darinya satu kesalahan" (HR. Muslim no. 2572).
Maka jelaslah dari penjelasan nash-nash ini bahwa disamping menghapuskan kesalahan, juga diperoleh peningkatan derajat dan tambahan kebaikan. Imam an-Nawawi rahimahullah memberikan komentar atas hadits di atas, bahwa terdapat kabar gembira yang besar bagi kaum muslimin, bahwa tidak berkurang sedikitpun dari diri mereka, dan di dalamnya dijelaskan tentang penebus berbagai kesalahan dengan segala penyakit, segala musibah dunia dan duka citanya, sekalipun kesusahan itu hanyalah sedikit. Dan di dalamnya dijelaskan pula tentang pengangkatan derajat dengan perkara-perkara ini dan tambahan kebaikan (Syarh an-Nawawi atas Shahih Muslim 16/193).

#Sakit Merupakan Sebab untuk Mencapai Kedudukan yang Tinggi
Hal itu diindikasikan oleh hadits Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah Swt, ia tidaklah memperolehnya dengan amalan, Allah Swt senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnya" (HR. Al-Hakim dan ia menshahihkannya 1/495).

#Sakit Merupakan Bukti bahwa Allah SWT Menghendaki Kebaikan Terhadap Hamba-Nya
Hal itu ditunjukkan oleh bebreapa hadits-hadits berikut ini :
  • Hadits Shuhaib bin Sinan r.a, ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
    “Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi seorang mukmin: jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya, dan jika ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya” (HR. Muslim no. 2999).
  • Hadits Abu Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw bersabda:
    “Barangsiapa yang Allah SWT menghendaki kebaikan dengannya, niscaya Dia menimpakan musibah kepadanya” (HR. al-Bukhari No.5645).
  • Hadits Anas bin Malik r.a. dari Nabi Saw, beliau bersabda:
    “Sesungguhnya besarnya balasan disertai besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah Swt mencintai suatu kaum, Dia mencoba mereka, barangsiapa yang ridha maka untuknya keridhaan dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan” (HR. at-Tirmidzi no. 5645).

#Sakit Membawa Manusia kepada Muhasabah (Introspeksi Diri)
Sesungguhnya sakit membawa kepada muhasabah (introspeksi diri) dan tidak sakit membuat orang terperdaya. Hukum ini berdasarkan kebiasaan, pengalaman dan realita. Sesungguhnya apabila seseorang menderita sakit, ia akan kembali kepada Rabb-nya, kembali kepada petunjuk-Nya, dan memulai untuk melakukan intropeksi terhadap dirinya sendiri atas segala kekurangan dalam ketaatan, dan menyesali tenggelamnya dia dalam nafsu syahwat, perbuatan haram serta penyebab-penyebab yang mengarah kepadanya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
Musibah yang engkau terima dengannya terhadap Allah SWT lebih baik bagimu daripada nikmat yang membuatmu lupa untuk berdzikir kepada-Nya. (Tasliyatu ahli al-Masha`ib).

#Sakit menjadi Penyebab Kembalinya Hamba kepada Rabb-Nya
Bagian ini merupakan pelengkap bagian sebelumnya, cobaan merupakan penyebab kembalinya hamba kepada Rabb mereka, yaitu pada saat Dia menghendaki kebaikan terhadap mereka. Karena inilah, Allah Swt berfirman:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَآ إِلَى أُمَمٍ مِّن قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَآءِ وَالضَرَّآءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ
Artinya :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. Al-An’aam: 42)

Dan Allah Swt berfirman:
وَبَلَوْنَاهُم بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Artinya :
Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran). (QS. Al-A’raaf: 168)

#Sesungguhnya Sakit itu Memperbaiki Hati
Al-‘Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
Hati dan ruh mengambil manfaat dengan penyakit dan penderitaan, yang tidak bisa dirasakan kecuali oleh orang yang memiliki kehidupan, sehingga kesehatan hati dan ruh digantungkan atas penderitaan badan dan tekanannya (Syifa`ul ‘alil 524).
Beliau juga mengatakan, “Sebagaimana yang telah diketahui, sesungguhnya jika bukan karena berbagai cobaan dunia dan musibahnya, niscaya hamba mendapatkan berbagai penyakit sombong, bangga diri, dan keras hati, yang menjadi penyebab kebinasaannya, baik yang cepat (di dunia) maupun yang tertunda (di akhirat)".
Maka kalau bukan karena Allah SWT mengobati hamba-hamba-Nya dengan berbagai obat cobaan dan ujian, niscaya mereka akan berbuat zalim dan melampuai batas. Dan apabila Allah Swt menghendaki kebaikan kepada hamba-Nya, Dia menuangi obat dari cobaan dan ujian menurut kadar kondisinya, dan mengosongkan dengannya dari penyakit-penyakit yang membinasakan, sehingga apabila Dia telah membersihkannya, Dia menempatkannya untuk martabat paling mulia di dunia, yaitu penghambaan, dan pahala tertinggi di akhirat, yaitu melihat-Nya dan dekat dengan-Nya. (Syaifaul Ghalil hal. 524).

#Sesungguhnya Sakit Mengingatkan Hamba Terhadap Nikmat Sehat
Terkadang seseorang akan terlena dengan kesehatan dalam waktu yang panjang, sehingga ia melupakan bertafakkur tentang kebesaran nikmat ini dan lalai dari bersyukur kepada Allah Swt. Maka ia dicoba dengan sakit, sehingga mengenal kadar yang besar tersebut, karena sakit membuatnya tidak bisa memperoleh kepentingan agama dan dunia, karena itulah, Nabi Saw bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَاْلفَرَاغُ
Artinya :
Dua nikmat yang membuat manusia banyak terperdaya olehnya: nikmat sehat dan waktu luang. (HR. al-Bukhari No.6412)
Terkadang manusia mendapat kesempatan, akan tetapi ia tidak bisa memanfaatkannya karena disibukkan oleh sakitnya. Nikmat adalah kesempatan yang tidak sempurna kecuali disertai oleh adanya kesehatan. Maka akan diperoleh rasa bersyukur terhadap kesehatan yang disebabkan oleh ingatan pada saat sakit karena besarnya kenikmatan tersebut.
Itulah beberapa Hikmah dan Makna Sakit dalam Pandangan Islam. Dengan mengatahui hikmah dan makna sakit yang sebenarnya sebagaimana telah dipaparkan diatas, semoga kita lebih bijak lagi dalam menghadapi cobaan penyakit.

Sumber Referensi
#https://www.islampos.com/sakit-dalam-pandangan-islam-97540/
#https://sepdhani.wordpress.com/2014/05/02/makna-sakit-yang-sesungguhnya-dalam-islam-bagian-1/

SAKIT DAN MUSIBAH DAPAT MENJADI PENGHAPUS DOSA BAGI SEORANG MUSLIM

BERIKHITAR,BERSABAR,DAB BERTAWAKAL..
Nuansa keimanan, renungkan rasakan, Bahwa adalah sebuah cobaan yang berujung rahmat. Akankah kita mampu bersabar. Sabar mengandung makna kenikmatan. Perasaan akan memperoleh pahala memberikan kenikmatan yang jauh lebih besar. Penyakit memang menyiksa tapi ingat di belakangnya terdapat kenikmatan, dan berbuah pahala pengampunan dosa.
http://albathol-store.blogspot.com/2011/05/hikmah-bagi-orang-sakit.htmlhttp://albathol-store.blogspot.com/2011/05/hikmah-bagi-orang-sakit.html
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Allah merahmati kita semua- telah menjadi ketetapan dari Allah Azza wa Jalla bahwa setiap manusia pasti pernah mengalami sakit dan musibah selama hidupnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).

Sakit dan musibah yang menimpa seorang mukmin mengandung hikmah yang merupakan rahmat dari Allah Ta’ala. Imam Ibnul Qayyim berkata : “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan inipun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini”. (Syifa-ul Alil fi Masail Qadha wal Qadar wa Hikmah wa Ta’lil hal 452).

"BERSABAR PADA COBAAN DIDUNIA UTK MNDPTKAN KEBAHAGIAAN ABADI DIAKHIRAT"
Nabi SAW bersabda,“Jika Allah m'hendaki kebaikan untuk seorang hamba-Nya maka Allah akan menyegerakan hukuman untuknya didunia.Sebaliknya jika Allah menghendaki keburukan utk seorang hamba maka Allah akan biarkan orang tersebut dgn dosa2nya sehingga Allah akan memberikan balasan untuk dosa tersebut pd hari Kiamat nanti”(HR Tirmidzi, hasan)
Dalam menyikapi sakit dan musibah tersebut, berikut ini ada beberapa prinsip yang harus menjadi pegangan seorang muslim :

1. Sakit dan Musibah adalah Takdir Allah Azza wa Jalla
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid : 22).
Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang melainkan dengan izin Allah” (QS. At-Taghaabun : 11).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan semua takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi”. (HR. Muslim no. 2653).
2. Sakit dan Musibah Adalah Penghapus Dosa
Ini adalah hikmah terpenting sebab diturunkannya sakit dan musibah. Dan hikmah ini sayangnya tidak banyak diketahui oleh saudara-saudara kita yang tertimpa musibah. Acapkali kita mendengar manusia ketika ditimpa sakit dan musibah malah mencaci maki, berkeluh kesah, bahkan yang lebih parah meratapi nasib dan berburuk sangka dengan takdir Allah. Nauzubillah, kita berlindung kepada Allah dari perbuatan semacam itu. Padahal apabila mereka mengetahui hikmah dibalik semua itu, maka -insya Allah- sakit dan musibah terasa ringan disebabkan banyaknya rahmat dan kasih sayang dari Allah Ta’ala.

Hikmah dibalik sakit dan musibah diterangkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dimana beliau bersabda:
Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya”.
(HR. Bukhari no. 5660 dan Muslim no. 2571).
Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya”. (HR. Bukhari no. 5641).
Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya”. (HR. Muslim no. 2573).
Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya”.
(HR. Tirmidzi no. 2399, Ahmad II/450, Al-Hakim I/346 dan IV/314, Ibnu Hibban no. 697, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Mawaaridizh Zham-aan no. 576).
Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hamba-Nya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya”.
(HR. Al-Hakim I/348, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Shohih Jami’is Shoghirno.1870).
Tidaklah seorang muslim tertusuk duri atau yang lebih dari itu, melainkan ditetapkan baginya dengan sebab itu satu derajat dan dihapuskan pula satu kesalahan darinya”. (HR. Muslim no. 2572).

Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api neraka”. (HR. Al-Bazzar, dishohihkan Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash Shohihah no. 1821).
Janganlah kamu mencaci-maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan menghapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi”. (HR. Muslim no. 2575).
Walaupun demikian, apabila seorang mukmin ditimpa suatu penyakit tidaklah meniadakan usaha (ikhtiar) untuk berobat. Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallam bersabda : “Allah tidak menurunkan penyakit melainkan pasti menurunkan obatnya”. (HR. Bukhari no. 5678). Dan yang perlu diperhatikan dalam berobat ini adalah menghindarkan dari cara-cara yang dilarang agama seperti mendatangi dukun, paranormal, ‘orang pintar’, dan sebangsanya yang acapkali dikemas dengan label ‘pengobatan alternatif’. Selain itu dalam berobat juga tidak diperbolehkan memakai benda-benda yang haram seperti darah, khamr, bangkai dan sebagainya karena telah ada larangannya dari Rasulullah shallalllahu alaihi wa sallamyang bersabda :

Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya, maka berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Ad Daulabi dalam al-Kuna, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitab Silsilah al Hadiits ash- Shohihah no. 1633).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian pada apa-apa yang haram”.
(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Hibban no. 1397. Dihasankan oleh Syeikh Albani dalam kitabMawaaridizh Zham-aan no. 1172).
Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada apa-apa yang diharamkan atas kalian”. (HR. Bukhari, di-maushulkan ath-Thabrani dalam Mu’jam al Kabiir, berkata Ibnu Hajar : ‘sanadnya shohih’, Fathul Baari : X/78-79).

3. Wajib Bersabar dan Ridho Apabila Ditimpa Sakit dan Musibah

Apabila sakit dan musibah telah menimpa, maka seorang mukmin haruslah sabar dan ridho terhadap takdir Allah Azza wa Jalla, dan harapkanlah pahala serta dihapuskannya dosa-dosanya sebagai ganjaran dari musibah yang menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk ”. (QS. Al-Baqaroh : 155-157).
Dalam beberapa hadis Qudsi Allah Azza wa Jalla berfirman :
Wahai anak Adam, jika engkau sabar dan mencari keridhoan pada saat musibah yang pertama, maka Aku tidak meridhoi pahalamu melainkan surga”.
(HR. Ibnu Majah no.1597, dihasankan oleh Syeikh Albani dalam Shohih Ibnu Majah : I/266).
Maksud hadis diatas yakni apabila seorang hamba ridho dengan musibah yang menimpanya maka Allah ridho memberikan pahala kepadanya dengan surga.

Jika anak seorang hamba meninggal dunia, maka Allah akan berkata kepada malaikat-Nya : ‘Apakah kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?. Para Malaikat menjawab : ‘Ya, benar’. Lalu Dia bertanya lagi : ‘Apakah kalian mengambil buah hatinya?’. Malaikat menjawab : ‘Ya’. Kemudian Dia berkata : ‘Apa yang dikatakan oleh hamba-Ku itu?’. Malaikat menjawab ‘Ia memanjatkan pujian kepada-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’ (Inna lillaahi wa innaa ilaihi roji’un). Allah Azza wa Jalla berfirman : ‘Bangunkan untuk hamba-Ku sebuah rumah di surga dan namai dengan (nama) Baitul Hamd (rumah pujian)’.” (HR Tirmidzi no.1021, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi no. 814)
Tidaklah ada suatu balasan (yang lebih pantas) di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman jika Aku telah mencabut nyawa kesayangannya dari penduduk dunia kemudian ia bersabar atas kehilangan orang kesayangannya itu melainkan surga”. (HR. Bukhari).

Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung berfirman : ‘Jika Aku menguji hamba-Ku dengan dua hal yang dicintainya (yakni menjadikan seorang hamba kehilangan dua penglihatannya/buta) lalu ia bersabar maka Aku akan menggantikan keduanya dengan surga”. (HR. Bukhari).
Rasulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah menyukai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Barangsiapa yang ridho maka baginya keridhoan, dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan”. (HR. Tirmidzi no. 2396, Ibnu Majah no. 4031, dihasankan Syeikh Albani dalam Shohih Sunan Tirmidzi II/286).

Hikmah lainnya dari sakit dan musibah adalah menyadarkan seorang hamba yang tadinya lalai dan jauh dari mengingat Allah -karena tertipu oleh kesehatan badan dan sibuk mengurus harta- untuk kembali mengingat Robb-nya. Karena jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah barulah ia merasakan kehinaan, kelemahan, teringat akan dosa-dosa, dan ketidakmampuannya di hadapan Allah Ta’ala, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan, kepasrahan, memohon ampunan dan berdoa kepada-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri”. (QS. Al-An’aam : 42).
Sakit dan musibah merupakan pintu yang akan membukakan kesadaran seorang hamba bahwasanya ia sangat membutuhkan Allah Azza wa Jalla. Tidak sesaatpun melainkan ia butuh kepada-Nya, sehingga ia akan selalu tergantung kepada Robb-nya. Dan pada akhirnya ia akan senantiasa mengikhlaskan dan menyerahkan segala bentuk ibadah, doa, hidup dan matinya, hanyalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala semata.

Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan (pula) obatnya.”
(HR. Bukhari-Muslim)

            Sampai saat ini, banyak jenis penyakit yang menurut kajian medis modern tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan. Penyakit seperti HIV atau AIDS, diabetes, demam berdarah, hepatitis, gagal ginjal, jantung, alergi, influensa, kista, kanker, tumor, dan lainnya. Bahkan, tidak sedikit dokter yang memberikan obat kepada pasiennya dengan pesan bahwa obat yang diberikan tidak menjamin kesembuhan, melainkan hanya mengurangi (menghilangkan) rasa sakit.
            Sesungguhnya kenyataan ataupun teori adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena, sejak lima belas abad silam, Rasulullah Muhammad saw menegaskan, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt, kecuali penuaan dan kematian. Sedangkan ragam obatnya sendiri sudah disediakan (diciptakan) oleh Sang Maha Penyembuh Allah swt, begitu pula teori dan praktik pengobatannya secara garis besar maupun detail telah disejajarkan Rasulullah saw selaku teladan utama dalam dunia kedokteran.
            Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mengatakan: “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu, pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.
            Mengenai obat, ada satu obat yang berguna bagi segala penyakit, yakni HABBATUSSAUDA. Obat sekaligus suplemen ini insya Allah dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian. Hadits Rasulullah: “Gunakanlah Habbatussauda sebagai obat, karena ia dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Bukhari)
            Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara Allah swt sendiri yang Mahakuasa atas kesembuhan seseorang dari penyakit berfirman dalam Surat Asy-Su’ara ayat 80: “Dan manakala aku (Muhammad) sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkanku.”

            Pakar kedokteran Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “ATH-THIBUN AN-NABAWI” mengatakan, bahwa ungkapan Nabi “Setiap penyakit ada obatnya”, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter (thabib) yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya. Karena, jelas Ibnu Qayyim, kalau orang sakit sudah merasakan pada dirinya satu keyakinan bahwa ada obat yang akan dapat menghilangkan rasa sakitnya, ia akan bergantung pada ruh harapan. Rasa panas dari keputusasaan akan berhasil ia dinginkan sehingga pintu harapan terbuka lebar.
            Kalau jiwanya sudah kuat, paparnya, suhu panas insting seseorang akan meningkat. Kalau semangat seperti itu sudah meningkat, maka stamina yang mendukung tubuhnya juga meningkat sehingga mampu mengatasi, bahkan mengusir penyakit.
            Demikian juga bagi dokter itu sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, ia juga bisa terus mencari obat dari suatu penyakit dan terus melakukan penelitian.
            Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim Khalilullah pernah bertanya, “Ya Rabbii, dari manakah penyakit itu berasal?” Allah menjawab, “Dari-Ku.” Ibrahim kembali bertanya, “Lalu, dari mana asal obatnya?” Alla menjawab, “Dari-Ku juga.” Kembali Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya dokter?” Allah menjawab, “Ia adalah mankhluk yang diutus oleh-Ku untuk membawa obat dari-Ku.”
            Dokter yang dimaksud tersebut adalah ahli medis yang mendasarkan ilmu dan metode pengobatannya pada Alquran dan Alhadits, bukannya mereka (ahli medis) yang mendasarkan ilmu dan pengobatannya pada teori Barat semata tanpa mau menengok metode pengobatan Islami.

            Bagi ahli medis atau ahli pengobatan yang berani mengatakan adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan – meski dia Muslim – hal itu telah melanggar kode etik pengobatan Islami yang meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Ahli medis yang meyakini adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau tiada obatnya membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kinerjanya sama sekali tidak menggunakan media pengobatan yang dianjurkan Allah swt dan Rasul-Nya. Ahli pengobatan yang meyakini adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan pada umumnya kerap membuat pasiennya pesimis, stres, dan berperan aktif dalam merusak aqidah pasiennya atas kekuasaan Allah swt sebagai Maha Penyembuh.
            Padahal Rasulullah saw telah mengingatkan dalam sebuah sabdanya: “Salah satu diantara sunnahku adalah pengobatan.” Dengan demikian, jelaslah bahwa perhatian Islam terhadap dunia medis tiada yang mengungguli. Dan bila saat ini banyak diantara kaum Muslim bergantung pada metode pengobatan Barat, hal itu akibat kelalaian kaum Muslimin sendiri yang enggan mengakali, mengamalkan, serta mengembangkan pengobatan yang Islami.
            Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif dan absolut serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.
            Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.
            Untuk itu, metode pengobatan dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya tidak boleh sedikitpun diragukan, apakah itu hijamah (bekam), ruqyah, madu, habbatussauda, dan lainnya selama diamalkan sesuai syariat.
            Melalui pendekatan tersebut, ‘dokter’ dan pasien selalu melakukan praktik pengobatan yang akan semakin meningkatkan kecintaan kedua belah pihak pada Allah swt dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, pengobatan yang dijalankan merujuk pada konsep yang bertentangan dengan Alquran dan Assunnah.

            Sebab, pengobatan yang tidak Islami biasanya hanya membuat hubungan yang semu antara ‘dokter’ dan pasien serta tidak memberikan kesembuhan yang sesungguhnya.
    .Perlu disadari, bahwa hakikat kesembuhan bukanlah milik dokter atau thabib, lembaga pengobatan atau obat, melainkan hak mutlak Allah swt. Untuk itu, berbahagialah mereka yang tengah dirundung sakit tetapi tidak sedikitpun mengeluh dan senantiasa berupaya mendasarkan pengobatan atau penyembuhan melalui metode pengobatan yang diridhai Allah swt.

TIDAK BERPUTUS ASA DALAM MENGHARAP RIDHA ALLAH SWT
Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan (pula) obatnya.”
(HR. Bukhari-Muslim)
 
            Sampai saat ini, banyak jenis penyakit yang menurut kajian medis modern tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan. Penyakit seperti HIV atau AIDS, diabetes, demam berdarah, hepatitis, gagal ginjal, jantung, alergi, influensa, kista, kanker, tumor, dan lainnya. Bahkan, tidak sedikit dokter yang memberikan obat kepada pasiennya dengan pesan bahwa obat yang diberikan tidak menjamin kesembuhan, melainkan hanya mengurangi (menghilangkan) rasa sakit.
            Sesungguhnya kenyataan ataupun teori adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan bertentangan dengan aqidah Islam. Karena, sejak lima belas abad silam, Rasulullah Muhammad saw menegaskan, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt, kecuali penuaan dan kematian. Sedangkan ragam obatnya sendiri sudah disediakan (diciptakan) oleh Sang Maha Penyembuh Allah swt, begitu pula teori dan praktik pengobatannya secara garis besar maupun detail telah disejajarkan Rasulullah saw selaku teladan utama dalam dunia kedokteran.

            Imam Muslim meriwayatkan sabda Rasulullah saw yang mengatakan: “Masing-masing penyakit pasti ada obatnya. Kalau obat sudah mengenai penyakit, penyakit itu, pasti akan sembuh dengan izin Allah ‘Azza wa Jalla.
            Mengenai obat, ada satu obat yang berguna bagi segala penyakit, yakni HABBATUSSAUDA. Obat sekaligus suplemen ini insya Allah dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian. Hadits Rasulullah: “Gunakanlah Habbatussauda sebagai obat, karena ia dapat menyembuhkan segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Bukhari)
            Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad saw bersabda: “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” Sementara Allah swt sendiri yang Mahakuasa atas kesembuhan seseorang dari penyakit berfirman dalam Surat Asy-Su’ara ayat 80: “Dan manakala aku (Muhammad) sakit, Dia (Allah)-lah yang menyembuhkanku.”
            Pakar kedokteran Islam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitabnya “ATH-THIBUN AN-NABAWI” mengatakan, bahwa ungkapan Nabi “Setiap penyakit ada obatnya”, memberikan semangat kepada orang yang sakit dan juga dokter (thabib) yang mengobatinya, selain juga mengandung anjuran untuk mencari obat dan menyelidikinya. Karena, jelas Ibnu Qayyim, kalau orang sakit sudah merasakan pada dirinya satu keyakinan bahwa ada obat yang akan dapat menghilangkan rasa sakitnya, ia akan bergantung pada ruh harapan. Rasa panas dari keputusasaan akan berhasil ia dinginkan sehingga pintu harapan terbuka lebar.
            Kalau jiwanya sudah kuat, paparnya, suhu panas insting seseorang akan meningkat. Kalau semangat seperti itu sudah meningkat, maka stamina yang mendukung tubuhnya juga meningkat sehingga mampu mengatasi, bahkan mengusir penyakit.
            Demikian juga bagi dokter itu sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, ia juga bisa terus mencari obat dari suatu penyakit dan terus melakukan penelitian.
            Dalam sebuah riwayat dikisahkan bahwa Nabi Ibrahim Khalilullah pernah bertanya, “Ya Rabbii, dari manakah penyakit itu berasal?” Allah menjawab, “Dari-Ku.” Ibrahim kembali bertanya, “Lalu, dari mana asal obatnya?” Alla menjawab, “Dari-Ku juga.” Kembali Ibrahim bertanya, “Kalau begitu, apa gunanya dokter?” Allah menjawab, “Ia adalah mankhluk yang diutus oleh-Ku untuk membawa obat dari-Ku.”
            Dokter yang dimaksud tersebut adalah ahli medis yang mendasarkan ilmu dan metode pengobatannya pada Alquran dan Alhadits, bukannya mereka (ahli medis) yang mendasarkan ilmu dan pengobatannya pada teori Barat semata tanpa mau menengok metode pengobatan Islami.

            Bagi ahli medis atau ahli pengobatan yang berani mengatakan adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan – meski dia Muslim – hal itu telah melanggar kode etik pengobatan Islami yang meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Ahli medis yang meyakini adanya penyakit yang tidak bisa disembuhkan atau tiada obatnya membuktikan bahwa yang bersangkutan dalam kinerjanya sama sekali tidak menggunakan media pengobatan yang dianjurkan Allah swt dan Rasul-Nya. Ahli pengobatan yang meyakini adanya penyakit yang tidak ada obatnya atau tidak bisa disembuhkan pada umumnya kerap membuat pasiennya pesimis, stres, dan berperan aktif dalam merusak aqidah pasiennya atas kekuasaan Allah swt sebagai Maha Penyembuh.
            Padahal Rasulullah saw telah mengingatkan dalam sebuah sabdanya: “Salah satu diantara sunnahku adalah pengobatan.” Dengan demikian, jelaslah bahwa perhatian Islam terhadap dunia medis tiada yang mengungguli. Dan bila saat ini banyak diantara kaum Muslim bergantung pada metode pengobatan Barat, hal itu akibat kelalaian kaum Muslimin sendiri yang enggan mengakali, mengamalkan, serta mengembangkan pengobatan yang Islami.
            Ahli medis yang merujuk pada pengobatan Islami, tentunya selalu memberikan solusi terapi yang efektif dan absolut serta senantiasa membangkitkan optimisme pada pasiennya untuk mencapai kesembuhan. Sebab, hal utama yang akan ditanamkan pada pasiennya, bahwa setiap penyakit ada obatnya dan bisa disembuhkan atas izin Allah swt. Lantas dalam praktik pengobatannya selalu membangun komunikasi yang dialogis dan penuh kasih sayang, sekaligus berupaya membangkitkan keyakinan akan kesembuhan.

            Pada dasarnya, metode pengobatan Islami terhindar dari unsur-unsur kezhaliman dan pemikiran komersialisasi belaka, sebab Islam menganjurkan umatnya untuk saling tolong-menolong dalam kebajikan dan melarang umatnya tolong-menolong dalam kemungkaran. Pada gilirannya panduan tentang kiat-kiat menjaga kesehatan, pemeliharaan kesehatan serta pencegahan (pengobatan) terhadap berbagai penyakit merupakan bagian penting dari ajaran Islam yang seharusnya diamalkan oleh umat dalam rangka menjadi Muslim yang kaaffah.
            Untuk itu, metode pengobatan dan obat-obatan yang telah diresepkan oleh Allah swt melalui Rasul-Nya tidak boleh sedikitpun diragukan, apakah itu hijamah (bekam), ruqyah, madu, habbatussauda, dan lainnya selama diamalkan sesuai syariat.
            Melalui pendekatan tersebut, ‘dokter’ dan pasien selalu melakukan praktik pengobatan yang akan semakin meningkatkan kecintaan kedua belah pihak pada Allah swt dan Rasul-Nya. Bukan sebaliknya, pengobatan yang dijalankan merujuk pada konsep yang bertentangan dengan Alquran dan Assunnah.

            Sebab, pengobatan yang tidak Islami biasanya hanya membuat hubungan yang semu antara ‘dokter’ dan pasien serta tidak memberikan kesembuhan yang sesungguhnya.
Perlu disadari, bahwa hakikat kesembuhan bukanlah milik dokter atau thabib, lembaga pengobatan atau obat, melainkan hak mutlak Allah swt. Untuk itu, berbahagialah mereka yang tengah dirundung sakit tetapi tidak sedikitpun mengeluh dan senantiasa berupaya mendasarkan pengobatan atau penyembuhan melalui metode pengobatan yang diridhai Allah swt. seperti contoh , saat ini pengobatan dengan madu dan PROPOLIS juga dimi nati krn memang terbukti telah memberi bnyk kesembuhan pada BERBAGAI MACAM penyakit, sesuai yang tertera dalam QS AN NAHL:
Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia.
(QS. An-Nahl, 16:68)

Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An-Nahl, 16: 69)
SEMOGA BERMANFAAT,,


Sakit dalam Pandangan Islam

Kamis 12 Rabiulakhir 1435 / 13 Februari 2014 07:31
orang sakit
NAMANYA juga manusia, tentu suatu waktu kita akan mengalami penurunan kondisi fisik. Penurunan itu menyebabkan kita sakit. Bagaimana Islam memandangnya soal sakitnya tubuh kita ini?
Saat Allah menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tertentu yang menjadi penyebab itu semua. Tidak mungkin Allah subhanahu wa ta’ala melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik semua itu. Allah pasti menyimpan hikmah di balik setiap sakit yang kita alami. Karenanya, tidak layak bagi kita untuk banyak mengeluh, menggerutu, apalagi su’udzhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lebih parah lagi, kita sampai mengutuk taqdir. Na’udzu billah
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam  pernah menemui Ummu As-Saa’ib, beliau bertanya : ”Kenapa engkau menggigil seperti ini wahai Ummu As-Saa’ib?” Wanita itu menjawab : “Karena demam wahai Rasulullah, sungguh tidak ada barakahnya sama sekali.” Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam  bersabda : ”Jangan engkau mengecam penyakit demam. Karena penyakit itu bisa menghapuskan dosa-dosa manusia seperti proses pembakaran menghilangkan noda pada besi”. (HR. Muslim)
Sakit adalah Ujian
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam al-Quran, “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.  (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.” (QS. Al-Baqarah: 155-156). Dalam ayat yang lain, Allah juga berfirman,
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan”. (QS. Al-Anbiyaa`: 35)
 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampuryang Kami hendak mengujinya, karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat”. (QS. Al-Insaan:2)
Begitulah Allah subhanahu wa ta’ala menguji manusia, untuk melihat siapa di antara hambaNya yang memang benar-benar berada dalam keimanan dan kesabaran. Karena sesungguhnya iman bukanlah sekedar ikrar yang diucapkan melalui lisan, tapi juga harus menghujam di dalam hati dan teraplikasian dalam kehidupan oleh seluruh anggota badan. Allah subhanahu wa ta’ala menegaskan bahwa Dia akan menguji setiap orang yang mengaku beriman, “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS. Al-Ankabuut: 2-3)
Semua ujian yang diberikan-Nya semata-mata hanya agar hamba-Nya menjadi lebih baik di hadapanNya. Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Barangsiapa dikehendaki baik oleh Allah, maka Dia akan menguji dan menimpakan musibah kepadanya”. (HR. Bukhari).
Dari Anas ibn Malik radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan : Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Sesungguhnya pahala yang besar didapatkan melalui cobaan yang besar pula. Kalau Allah mencintai seseorang, pasti Allah akan memberikan cobaan kepadanya. Barangsiapa yang ridha menerima cobaanNya, maka ia akan menerima keridhaan Allah. Dan barangsiapa yang kecewa menerimanya, niscaya ia akan menerima kermurkaan Allah”. (HR. Tirmidzi)
Sakit adalah Adzab
Bagi seorang mu`min sakit dapat menjadi tadzkirah atau ujian yang akan mendekatkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Namun bagi sebagian orang, sakit bisa menjadi adzab yang akan membinasakan dirinya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Katakanlah: “Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan adzab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimuatau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih bergantiagar mereka memahami(nya)”.” (QS. Al-An’aam: 65)
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang kecil di dunia sebelum adzab yang lebih besar di akhirat, mudah-mudahan mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. As-Sajdah: 21)
Maka dari itu, pertaubatan adalah langkah nyata menuju kesembuhan. Seseungguhnya, segala macam bencana yang menimpa kita, pada hakikatnya adalah karena perbuatan kita sendiri. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, artinya, “Apa saja musibah yang menimpa kamu maka disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Syaikh Abdurrahman As-Sa’di ketika menafsirkan ayat ini, beliau berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa semua musibah yang menimpa manusia, (baik) pada diri, harta maupun anak-anak mereka, serta pada apa yang mereka sukai, tidak lain sebabnya adalah perbuatan-perbuatan buruk (maksiat) yang pernah mereka lakukan.”[1]
Dari ‘A`isyah radhiyallahu ‘anha ia berkata , “Aku mendengar Rasulallah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda : “Tidaklah seorang muslim tertimpa musibah walau hanya tertusuk duri, kecuali Allah akan mencatat baginya kebaikan dan dihapus baginya kesalahan dan dosanya.” (HR.Muslim)
Ingatlah bahwa adzab yang diturunkan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap seseorang di dunia bisa berbagai macam bentuknya. Kekurangan harta, bencana alam, peperangan, sakit, atau bahkan kematian. Cukuplah kiranya pelajaran kaum terdahulu yang diadzab oleh Allah subhanahu wa ta’ala dengan berbagai macam penyakit yang aneh dan sulit disembuhkan. Hal itu dikarenakan mereka tetap bertahan di dalam kekafiran, padahal bukti-bukti dan tanda-tanda kebesaran-Nya telah ditampakkan di hadapan mereka. Firman Allah,
“Dan demikianlah Kami menurunkan Al Quran dalam bahasa Arab, dan Kami telah menerangkan dengan berulang kali, di dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa atau (agar) Al-Quran itu menimbulkan pengajaran bagi mereka” (QS. Thaahaa: 113)
Allah swt. juga berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir baik harta mereka maupun anak-anak mereka, sekali-kali tidak dapat menolak azab Allah dari mereka sedikitpun” (QS. Ali ‘Imraan: 116)
Sakit adalah Cinta
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menguji hamba-hambaNya untuk menilai siapa yang memang benar-benar memiliki ketulusan iman. Siapa di antara hamba-hambaNya yang sabar, yang sanggup bertahan, baik dalam susah maupun senang. Inilah golongan yang dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala. Para shahabat berkata saat golongan ini sedang ditimpa sakit, “Demam sehari dapat menghapuskan dosa setahun”.
Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam Ath Thibb An Nabawi menafsirkan riwayat atsar ini dalam dua pengertian. Pertama, bahwa demam itu meresap ke seluruh anggota tubuh dan sendi-sendinya. Sementara jumlah tiap sendi-sendi tubuh ada 360. Maka, demam itu dapat menghapus dosa sejumlah sendi-sendi tersebut, dalam satu hari.
Kedua, karena demam itu dapat memberikan pengaruh kepada tubuh yang tidak akan hilang seratus persen dalam setahun. Sebagaimana Sabda Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam, “Barangsiapa meminum minuman keras, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh hari.” Karena pengaruh minuman keras tersebut masih tetap ada dalam tubuhnya, pembuluh nadi, dan anggota tubuh lainnya selama empat puluh hari. Wallahu a’lam. Beliau mengakhiri perkataannya.
Hal tersebut dapat dipahami dan diterima walaupun beliau (Imam Ibn al-Qayyim) masih belum mengetahui kedudukan atsar tersebut, karena kita senantiasa mengingat do’a yang seringkali diucapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam saat beliau menjenguk orang sakit. Beliau shallallahu ‘alayhi wa sallam senantiasa mengucapkan, “Laa ba’sa thahuurun, insya Allahu ta’ala” Tidak mengapa, insya Allah menjadi pembersih (atas dosa-dosamu). Inilah yang dimaksud bahwa Islam memandang sakit bisa bermakna cinta. Cinta dari Sang Ilahy agar hambaNya tidak mendapatkan azab di akhirat, maka Dia membersihkan segala noda dan dosanya di dunia. Ma syaa Allah.
Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam pernah bersabda : ”Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan jika sekiranya Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji dan memberikan cobaan kepada mereka”. (HR. Tirmidzi dan Baihaqi).
Dari  Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai kesalahnnya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-daunya.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurayrah radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Cobaan itu akan selau menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada diri anaknya ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)
Begitu pula, Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Tiadalah kepayahan, penyakit, kesusahan, kepedihan dan kesedihan yang menimpa seorang muslim sampai duri di jalan yang mengenainya, kecuali Allah menghapus dengan itu kesalahan – kesalahannya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Seorang wanita datang menemui Nabi shallallahu ’alayhi wasallam, ia berkata : ”Saya mengidap penyakit epilepsi dan apabila penyakitku kambuh, pakaianku tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk diriku”. Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam bersabda : ”Kalau engkau bersabar, engkau mendapatkan jannah. Tapi kalau engkau mau, aku akan mendoakan agar engkau sembuh”. Wanita itu berkata : ”Aku bersabar saja”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ’alayhi wasallam  bersabda :” Kalau seorang hamba sakit atau sedang bepergian, pasti Allah akan menuliskan baginya pahala seperti saat ia mengamalkan ibadah di masa masih sehat dan sedang bermukim.” (HR. Bukhari)
Syaikh Al Faqih Muhammad ibn Shalih Al-‘Utsaymin rahimahullah berkata: ”Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya.”
Hendaklah kita bersabar dan ridha terhadap sakit yang menimpa kita. Dengan bersabar, kita akan mendapatkan apa yang dijanjikan Allah terhadap orang yang bersabar : “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Selain itu, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah berpendapat bahwa sakit, khususnya demam, sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Karena, menurutnya, orang yang sedang demam akan meninggalkan makanan yang buruk dan kemudian beralih kepada makanan yang baik-baik. Ia pun akan mengonsumsi obat-obatan yang bermanfaat bagi tubuh. Hal ini tentu akan membantu proses pembersihan tubuh dari segala macam kotoran dan kelebihan yang tidak berguna. Sehingga prosesnya mirip api terhadap besi yang berfungsi menghilangkan karat dari inti besi. Proses seperti ini sudah dikenal di kalangan medis. Karenanya tidak heran jika Abu Hurayrah radhiyallahu ‘anhu  pernah berkata, “Tidak ada penyakit yang menimpaku yang lebih aku sukai daripada demam. Karena demam merasuki seluruh organ tubuhku. Sementara Allah akan memberikan pahala pada setiap organ tubuh yang terkena demam.” Allahu alam. [alfadhli]


Rahsia di Balik Sakit

Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau …

17792 43
Hidup ini tidak lepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dalam kehidupannya baik dengan perkara yang tidak disukainya atau bisa pula pada perkara yang menyenangkannya. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan mengujimu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiyaa’: 35). Sahabat Ibnu ‘Abbas -yang diberi keluasan ilmu dalam tafsir al-Qur’an- menafsirkan ayat ini: “Kami akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.” (Tafsir Ibnu Jarir). Dari ayat ini, kita tahu bahwa berbagai macam penyakit juga merupakan bagian dari cobaan Allah yang diberikan kepada hamba-Nya. Namun di balik cobaan ini, terdapat berbagai rahasia/hikmah yang tidak dapat di nalar oleh akal manusia.

Sakit menjadi kebaikan bagi seorang muslim jika dia bersabar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya merupakan kebaikan, dan hal ini tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika dia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya. (HR. Muslim)
Sakit akan menghapuskan dosa
Ketahuilah wahai saudaraku, penyakit merupakan sebab pengampunan atas kesalahan-kesalahan yang pernah engkau lakukan dengan hati, pendengaran, penglihatan, lisan dan dengan seluruh anggota tubuhmu. Terkadang penyakit itu juga merupakan hukuman dari dosa yang pernah dilakukan. Sebagaimana firman Allah ta’ala, “Dan apa saja musibah yang menimpamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. asy-Syuura: 30). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengannya dosa-dosanya. (HR. Muslim)
Sakit akan Membawa Keselamatan dari api neraka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya,” Janganlah kamu mencaci maki penyakit demam, karena sesungguhnya (dengan penyakit itu) Allah akan mengahapuskan dosa-dosa anak Adam sebagaimana tungku api menghilangkan kotoran-kotoran besi. (HR. Muslim)
Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang mukmin mencaci maki penyakit yang dideritanya, menggerutu, apalagi sampai berburuk sangka pada Allah dengan musibah sakit yang dideritanya. Bergembiralah wahai saudaraku, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sakit demam itu menjauhkan setiap orang mukmin dari api Neraka.” (HR. Al Bazzar, shohih)
Sakit akan mengingatkan hamba atas kelalaiannya
Wahai saudaraku, sesungguhnya di balik penyakit dan musibah akan mengembalikan seorang hamba yang tadinya jauh dari mengingat Allah agar kembali kepada-Nya. Biasanya seseorang yang dalam keadaan sehat wal ‘afiat suka tenggelam dalam perbuatan maksiat dan mengikuti hawa nafsunya, dia sibuk dengan urusan dunia dan melalaikan Rabb-nya. Oleh karena itu, jika Allah mencobanya dengan suatu penyakit atau musibah, dia baru merasakan kelemahan, kehinaan, dan ketidakmampuan di hadapan Rabb-Nya. Dia menjadi ingat atas kelalaiannya selama ini, sehingga ia kembali pada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri. Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri. (QS. al-An’am: 42) yaitu supaya mereka mau tunduk kepada-Ku, memurnikan ibadah kepada-Ku, dan hanya mencintai-Ku, bukan mencintai selain-Ku, dengan cara taat dan pasrah kepada-Ku. (Tafsir Ibnu Jarir)
Terdapat hikmah yang banyak di balik berbagai musibah
Wahai saudaraku, ketahuilah di balik cobaan berupa penyakit dan berbagai kesulitan lainnya, sesungguhnya di balik itu semua terdapat hikmah yang sangat banyak. Maka perhatikanlah saudaraku nasehat Ibnul Qoyyim rahimahullah berikut ini: “Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusan-Nya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah (yang dapat kita gali, -ed). Namun akal kita sangatlah terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia di bawah sinar matahari.” (Lihat Do’a dan Wirid, Yazid bin Abdul Qodir Jawas)
Ingatlah saudaraku, cobaan dan penyakit merupakan tanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi mereka cobaan.” (HR. Tirmidzi, shohih). Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami keyakinan dan kesabaran yang akan meringankan segala musibah dunia ini. Amin.
***
Penulis: Abu Hasan Putra
Artikel www.muslim.or.id


Friday, February 7

Hikmah Disebalik Sakit/Ujian yang diberi olehNYA..

Apabila seorang hamba Allah jatuh sakit, Allah akan mengutus 4 malaikat :

1. Malaikat Pertama akan mengambil SELERA MAKANNYA
2. Malaikat Kedua akan mengambil REZEKINYA
3. Malaikat Ketiga akan mengambil KECANTIKAN/KETAMPANAN WAJAH ( pucat )
4. Malaikat Keempat akan mengambil DOSANYA

Apabila telah sampai waktu yang telah Allah tetapkan untuk hambaNya kembali sehat, Allah akan menyuruh Malaikat Pertama, Malaikat Kedua dan Malaikat Ketiga agar mengembalikan apa yang telah diambil oleh mereka. Akan tetapi Allah tidak menyuruh Malaikat Keempat mengembalikan dosa hambaNya tersebut.

Subhanallah, betapa Mulia dan Baik Hati nya Allah terhadap kita. Janganlah bersangka buruk terhadap Allah ketika kita sakit, bersyukurlah dan ucaplah Alhamdulillah ke atasNya. Sesungguhnya setiap kesakitan itu adalah penghapus segala dosa.

 Rasulullah s.a.w bersabda:

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Tidaklah seseorang muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, kegundah-gulanan hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya. (H.R. Bukhari)

Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, penyakit, dan juga kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan dosa-dosanya. (H.R. Muslim)

Bencana senantiasa menimpa orang mukmin dan mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak ada kesalahan pada dirinya. (H.R. Tirmidzi, Ahmad, Al-Hakim dan Ibnu Hibban)

Sesungguhnya Allah benar-benar akan menguji hambaNya dengan penyakit, sehingga ia menghapuskan setiap dosa darinya. (H.R. Al-Hakim)

 Sakit itu ada hikmah, jangan la sampai mengeluh sakit yang ditimpa, itu ujian untuk kita. Walaupun sakit, jangan lupa kepada Dia dan solat lah mengikut kemampuan.

Sakit tu penghapus dosa, kita yang banyak buat dosa ni, kalau ditimpa sakit, jangan la mengeluh sana sini, sakit tapi dosa kita dihapuskan. Sakit di akhirat tiada bandingan dengan sakit di dunia ini iaitu hanya lah sekadar ujian daripada Dia. Semoga kita sume dan seluruh umat Islam diberkati, amin


Hikmah Sakit Menurut Islam

Diposting oleh Annajat Abdullah Khoirulazzam pada 19:21, 23-Okt-14

Di: Nasehat Kehidupan

Apa pengertian sakit menurut islam? Dalam hadist Thabrani dinyatakan bahwa “Seorang mukmin yang sakit, ia tidak mendapatkan pahala dari sakitnya, namun diampuni dosa-dosanya”. Ini berarti bahwa sakit pada manusia merupakan salah satu wujud kasih sayang Allah.

Lalu, Apa yang harus kita lakukan ketika sakit? Kita harus mengeluhkan sakit kepada Allah dan ikhlas menerimanya. Di samping itu jangan lupa berobat kepada ahlinya.

Nabi menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan keadaan manusia yang terdiri dari tubuh jasad dan tubuh rohani. Untuk obat rohaniah adalah membaca AL Qur’an dan untuk sakit fisik adalah materi, diantaranya adalah madu.

Dalam salah satu hadis riwayat Wailah bin Al Asqa’ disebutkan bahwa ketika seorang sahabat mengeluh sakit kerongkongan kepada Rasulullah, maka beliau bersabda : “Bacalah Al-Qur’an dan minumlah madu, karena membaca Al-Qur’an merupakan obat untuk penyakit yang berada di dalam dada dan madu adalah obat untuk tiap penyakit”.

Sebagian besar manusia pasti sudah merasakan sakit. Penerimaan ketika sakit tentunya berbeda antara satu orang dengan yang lain. Ada orang yang sakit flu atau batuk saja merasa menerima musibah yang besar. Ada pula orang mengidap kanker atau tumor ganas, tetapi merasa lapang, menerima sakitnya dengan sabar karena dia yakin bahwa semua penyakit datang dari Allah dan pasti ada obatnya.

“Obatilah orang-orang sakit di antaramu dengan sedekah” (HR. Baihaqi. Hadits ini dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’).

Setiap orang pasti pernah mengalami sakit, apakah itu sakit ringan ataupun sakit berat. Namun, baik ringan maupun berat, setiap orang berbeda dalam menyikapinya. Bagi sebagian orang, sakit ringan bisa dirasakan begitu menyiksa sehingga terlihat lebih berat dari semestinya. Akan tetapi, bagi sebagian lagi, sakit berat bisa dirasakan ringan jika hati menerimanya dengan ikhlas. Saat Allah menakdirkan kita untuk sakit, pasti ada alasan tertentu yang menjadi penyebab itu semua.

Tidak mungkin Allah subhanahu wa ta’ala melakukan sesuatu tanpa sebab yang mendahuluinya atau tanpa hikmah di balik semua itu. Allah pasti menyimpan hikmah di balik setiap sakit yang kita alami.
Karenanya, tidak layak bagi kita untuk banyak mengeluh, menggerutu, apalagi su’udzhan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Lebih parah lagi, kita sampai mengutuk taqdir.
Na’udzu billah…

Secara umum, kondisi sakit mempunyai dua sisi rasa. Namun, yang kerap kita rasakan hanya salah satu sisinya, yakni penderitaan. Sisi lain berapa hikmah dan kenikmatan di balik sakit sering kali kita lupakan. Padahal, jika kita mau merenungkannya, banyak hikmah yang dapat dipetik dari sakit yang diderita.

Beberapa hikmah itu adalah sebagai berikut :

#Pertama, secara medis sakit merupakan suatu peringatan (warning) mengenai tingkat kekuatan tubuh kita. Jika tubuh kita mengalami satu kondisi, kemudian berakibat sakit, hal itu merupakan peringatan agar kita menghindari kondisi yang sama yang dapat menyebabkan sakit tersebut. Sakit juga memberi kesempatan kepada kita untuk beristirahat dan berkonsultasi dengan dokter sehingga penyakit yang ada tidak menjadi lebih parah dan sulit diobati. Tak jarang, sakit yang dialami mencegah seseorang agar tidak terkena penyakit yang lebih berat lagi.

#Kedua, sakit dapat menjadi penggugur dosa. Penyakit yang diderita seorang hamba menjadi sebab diampuninya dosa yang telah dilakukan, termasuk dosa-dosa setiap anggota tubuh. Rasulullah SAW. bersabda,
“Tidaklah seorang Muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan menggugurkan bersama dosa-dosanya, seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurayrah radhiyallahu ’anhu diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Cobaan itu akan selau menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada diri anaknya ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)

#Ketiga, orang yang sakit akan mendapatkan pahala dan ditulis untuknya bermacam-macam kebaikan dan ditinggikan derajatnya. Rasulullah SAW bersabda,
“Tiadalah tertusuk duri atau benda yang lebih kecil dari itu pada seorang Muslim, kecuali akan ditetapkan untuknya satu derajat dan dihapuskan untuknya satu kesalahan.” (HR. Muslim) Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Tidak ada penyakit yang menimpaku yang lebih aku sukai daripada demam. Karena demam merasuki seluruh organ tubuhku. Sementara Allah akan memberikan pahala pada setiap organ tubuh yang terkena demam.”

Seorang wanita datang menemui Nabi shallallahu ’alayhi wasallam, ia berkata : ”Saya mengidap penyakit epilepsi dan apabila penyakitku kambuh, pakaianku tersingkap. Berdoalah kepada Allah untuk diriku”.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Kalau engkau bersabar, engkau mendapatkan jannah. Tapi kalau engkau mau, aku akan mendoakan agar engkau sembuh”.
Wanita itu berkata : ”Aku bersabar saja”. (HR. Bukhari dan Muslim)

#Keempat, sakit dapat menjadi jalan agar kita selalu ingat pada Allah.
Dalam kondisi sakit biasanya orang merasa benar-benar lemah, tidak berdaya, sehingga ia akan bersungguh-sungguh memohon perlindungan kepada Allah SWT. Zat yang mungkin telah ia lalaikan selama ini.
Kepasrahan ini pula yang menuntunnya untuk bertobat.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam pernah bersabda :
”Sesungguhnya besarnya pahala (balasan) sangat ditentukan oleh besarnya cobaan. Dan jika sekiranya Allah mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji dan memberikan cobaan kepada mereka”. (HR. Tirmidzi dan Baihaqi).

#Kelima, sakit bisa menjadi jalan kita untuk membersihkan penyakit batin. Pendapat Ibnu Qayyim, “Kalau manusia itu tidak pernah mendapat cobaan dengan sakit dan pedih, ia akan menjadi manusia ujub dan takabur. Hatinya menjadi kasar dan jiwanya beku. Oleh karena itu, musibah dalam bentuk apa pun adalah rahmat Allah yang disiramkan kepadanya, akan membersihkan karatan jiwanya dan menyucikan ibadahnya.
Itulah obat dan penawar kehidupan yang diberikan Allah untuk setiap orang beriman.
Ketika ia menjadi bersih dan suci karena
penyakitnya, martabatnya diangkat dan jiwanya dimuliakan, pahalanya pun berlimpah-limpah apabila penyakit yang menimpa dirinya diterimanya dengan sabar dan ridha.“

#Keenam, sakit mendorong kita untuk menjalani hidup lebih sehat, baik sehat secara jasmani maupun rohani. Sakit membuat orang tahu manfaat sehat.
Tidak jarang orang merasakan nikmat justru ketika sakit. Begitu banyak nikmat Allah yang selama ini lalai ia syukuri.
Bagi orang yang banyak ber syukur dalam sakit, ia akan memperoleh nikmat.

#Ketujuh, secara sosial sakit mengajarkan kepada kita bagaimana merasakan penderitaan orang lain, seperti halnya puasa yang mendidik kita agar mengetahui bagaimana pedihnya rasa lapar dan dahaga yang dialami kaum papa. Rasa sakit harusnya melahirkan kepekaan sosial yang lebih tinggi.

Kapan rasa sakit bisa
berubah menjadi nikmah dan karunia?

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh seorang Muslim agar sakit yang diderita menjadi karunia dan memiliki hikmah yang sangat tinggi.

#Pertama, terimalah segala musibah dengan ikhlas. Hal ini merapakan manifestasi dari ke imanan kita kepada Allah bahwa segala sesuatunya sudah digariskan oleh Yang Maha kuasa.

ﻣَﺎ ﺃَﺻَﺎﺏَ ﻣِﻦ ﻣُّﺼِﻴﺒَﺔٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺈِﺫْﻥِ ﺍﻟﻠَّﻪِۗ ﻭَﻣَﻦ ﻳُﺆْﻣِﻦ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ ﻳَﻬْﺪِ ﻗَﻠْﺒَﻪُۚ ﻭَﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻋَﻠِﻴﻢٌ
Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan seizin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. At-Taghabun: 11)

#Kedua, sabar saat ditimpa penyakit.
Boleh jadi penyakit yang menimpa kita merupakan ujian yang diberikan oleh Allah SWT. sebagai salah satu cara untuk mengetahui kadar ke imanan kita.
Artinya, seseorang tidaklah terbukti beriman jika ia tidak tahan terhadap ujian yang menimpanya. Selain itu, ujian merupakan salah satu wujud kecintaan Allah terhadap suatu kaum. Hal ini dikabarkan oleh Rasulullah SAW. dalam hadits,
“Sesungguhnya Allah Azza wa jalla jika mencintai suatu kaum, Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Barang siapa yang sabar, maka dia berhak mendapatkan
(pahala) kesabarannya. Dan barang siapa marah, maka dia pun berhak mendapatkan (dosa) kemarahannya.” (HR. Ahmad)

Dalam Al-Qur’an, Allah ber firman,

ﻭَﻟَﻨَﺒْﻠُﻮَﻧَّﻜُﻢ ﺑِﺸَﻲْﺀٍ ﻣِّﻦَ ﺍﻟْﺨَﻮْﻑِ ﻭَﺍﻟْﺠُﻮﻉِ ﻭَﻧَﻘْﺺٍ ﻣِّﻦَ ﺍﻟْﺄَﻣْﻮَﺍﻝِ ﻭَﺍﻟْﺄَﻧﻔُﺲِ ﻭَﺍﻟﺜَّﻤَﺮَﺍﺕِۗ ﻭَﺑَﺸِّﺮِ ﺍﻟﺼَّﺎﺑِﺮِﻳﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﺃَﺻَﺎﺑَﺘْﻬُﻢ ﻣُّﺼِﻴﺒَﺔٌ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺇِﻧَّﺎ ﻟِﻠَّﻪِ ﻭَﺇِﻧَّﺎ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﺭَﺍﺟِﻌُﻮﻥَ

ﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺻَﻠَﻮَﺍﺕٌ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻬِﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔٌۖ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻬْﺘَﺪُﻭﻥَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.
Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. Al-Baqarah: 155-157)

“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)

#Ketiga, berobat. Hal ini merapakan salah satu bentuk ikhtiar jika kita ditimpa penyakit sebab kita tak dianjurkan membiarkan sakit kita bertambah parah tanpa diobati.
Rasulullah SAW. bersabda,
“Berobatlah kalian. Karena setiap Allah menciptakan penyakit, pasti Allah juga menciptakan obatnya, kecuali satu penyakit saja.” Para sahabat bertanya, ”penyakit apakah itu wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab,
“Penyakit tua.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Wallahua’lam bish-shawwab.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan