Perbanyak Ibadah, Namun Enggan Belajar Agama
Sebagian
orang yang dikenal giat ibadah hanya ingin terus memperbanyak ibadah
tanpa mau mengenal bagaimanakah ilmunya. Padahal ibadah dituntut harus
dengan ilmu. Tidak boleh kita beribadah asal-asalan. Orang yang
beribadah tanpa ilmu ibarat orang yang telah salah jalan.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
Guru dari Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,
Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,
Apa yang dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri menunjukkan bahwa sebagian orang karena sibuknya dengan ibadah tidak mau memperhatikan ilmu. Sehingga ibadahnya pun hanya bermodalkan semangat tanpa didasari dengan landasan dalil sama sekali.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah berkata,
Ingatlah bahwa amalan yang bisa diterima di sisi Allah hanyalah dari orang yang bertakwa. Sifat takwa hanya bisa diraih dengan belajar agama. Allah Ta’ala berfirman,
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tafsiran yang paling bagus mengenai ayat ini bahwasanya amalan yang diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Yang disebut bertakwa adalah bila beramal karena mengharap wajah Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu saja ini hanya didasari dengan ilmu.” (Miftah Daris Sa’adah, 1: 299)
Hanya Allah yang memberi taufik dalam ilmu dan amal.
—
Disusun di siang hari selepas Zhuhur di Pesantren Darush Sholihin,
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
Artinya: “Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan ditanya” (QS Al-Isra’: 36).
Dan sabda Nabi : “Barang siapa berbicara tentang al Qur’an dengan akal nya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka” (Hadist seperti ini ada dari 2 jalan, yaitu Ibnu Abas dan Jundub. Lihat Tafsir Qur’an yang diberi mukaddimah oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth hal. 6, Tafsir Ibnu Katsir dalam Mukaddimah hal. 13, Jami’As-Shahih Sunan Tirmidzi jilid 5 hal.183 no. 2950 dan Tuhfatul Ahwadzi jilid 8 hal. 277).
“Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, makaamalnya itu tertolak.” (Shahih Muslim, Syarah Arba’in An-Nawawi hal. 21 PembatalanKemung-karan dan Bid’ah).
Dari salamah bin Akwa berkata ,Aku telah mendengar Nabi bersabda:”Barangsiapa yangmengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di Neraka.” (HR Al-Bukhari I/35 dan lainya).
Cukup bohong seseorang manakala dia membicarakan setiap apa yang dia dengar.” (HR.Muslim dalam muqaddimah shahihnya).
Nasihat Salafus Shalih Abu Darda berkata: “Kamu tidak akan menjadi orang yang bertaqwa sehingga kamu berilmu, dan kamu tidak menjadi orang yang berilmu secara baik sehingga kamu mau beramal.” (Adab dalam majelis-Muhammad Abdullah Al-Khatib). Beliau juga berkata : “Orang-orang yang menganggap pergi dan pulang menuntut ilmu bukan termasuk jihad, berarti akal dan pikiranya telah berkurang.”
Imam Hasan Al Basri mengatakan: Tafsir Surat-Baqarah ayat 201; Ya Tuhan, berikanlahkami kebaikan di dunia(ilmu dan ibadah) dan kebaikan di akhirat (Surga).
Imam Syafi’i berkata: “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan duanya maka hendaklah dengan ilmu.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi).
Imam Malik berkata: “Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dariselainnya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bid’ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadist- hadist Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang saleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahanya.”
Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata:” Sesungguhnya ilmu itu dien, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu.”
Para ulama salaf memahami betul bahwa sebab-sebab terjadinya penyimpangan dikalanganorang-orang yang sesat pada asalnya karena kekeliruan tashawur (pandangan /wawasan)mereka tentang batasan ilmu (Lihat Al-Ilmu Ushulu wa Mashadiruhu wa Manahijuhu Muhammad bin Abdullah Al-Khur’an, cet. I 1412 H, Dar Al-Wathan lin Nasyr, Riyadh, hal.7).
Orang-Orang salaf berkata : “Waspadalah terhadap cobaan orang berilmu yang buruk(ibadahnya) dan ahli ibadah yang bodoh.” (Al-wala’wal bara’ hal. 230)
Imam Asy-Syafi’i memberi nasihat kepada murid-muridnya: Siapa yang mengambil fiqih dari kitab saja, maka ia menghilangkan banyak hukum. (Tadzkiratus sami’ wal mutakallim, Al-Kannani, hal.87, Efisiensi Waktu Konsep Islam. Jasmin M. Badr Al-Muthawi, hal 44).
Abdullah bin Al-Mu’tamir berkata: “Jika engkau ingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain.” (riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya I/153)
Riwayat Ibnu Wahab yang diterima dari Sofyan mengatakan: “Tidak akan tegak ilmu itu kecuali dengan perbuatan, juga ilmu dan perbuatan tidak akan ada artinya kecuali dengan niat yang baik. Juga ilmu, perbuatan dan niat yang baik tidak akan ada artinya kecuali bila sesuai dengan sunnah-sunnah.” (Syeikh Abu Ishaq As -Syatibi, Menuju jalan Lurus).
Ibrahim Al-Hamadhi berkta: Tidaklah dikatakan seorang itu berilmu, sekalipun orang itu banyak ilmunya. Adapun yang dikatakan Allah ortang itu berilmu adalah orang-orang yang mengikuti ilmu dan mengamalkanya, dan menetap dalam perkara As-Sunah, sekalipun jumlah ilmu-ilmu dari orang-orang tersebut hanya sedikit (Syeikh Abu Ishaq As –Syatibi, Menuju jalan Lurus).
Keutamaan pencari ilmu dan yang mengatakan seseorang itu ahli ilmu Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang mencari satu jalan menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Tidak sepatutunya bagi orang-orang mukmin itu pergi semaunya (kemedan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa oranguntuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali.” (At-Taubah: 122)
Imam Muslim mengatakan kepada Imam Bukhari: “Demi Allah tidak ada di dunia ini yang lebih pandai tentang ilmu hadist dari engkau.” (Tarikh Bukhari, dalam Mukadimah Fathul Bari)
Imam Syafi’i berkomentar tentang Imam Ahmad: “Saya pergi dari kota Baghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling alim dalam bidang fiqih, yang paling wara’ dalam agamanya dan paling berilmu selain Imam Ahmad.” (Thobaqatus Syafi’I, As-Subki / Efisiensi Waktu Konsep Islam, Jasim m. Badr Al-Muthawi, hal.91)
Orang yang menuntut ilmu bukan kepada ahlinya Dari Abdullah bin Ash ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu di kalangan umat manusia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut dikalangan umat manusia dengan dimatikannya para ulama, sehingga ketika tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pimpinan. Mereka dimintai fatwanya, lau orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu.” Dalam riwayat lain: “dengan ra’yu/akal. Maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari I/34).
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saatnya (kebinasaannya).” (Shahih Bukhari bab Ilmu).
“Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu dari orang rendahan.”(lihatkitab Silsilah Hadist Shahih no. 695).
“Ya Allah aku mohon perlindung-anMu agar aku dijauhkan dari lmu yang tidak berguna (ilmu yang tidak aku amalkan, tidak aku ajarkan dan tidak pula merubah akhlakku), dan dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak terkabulkan.”(HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Al-Hakim)
“Ya Allah berikanlah kepadaku manfaat dari ilmu yang Engkau anugerahklan kepadaku , dan berilah aku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah kepadaku ilmu” (Jami’ Ash-Shahih, Imam Tirmidzi no. 3599 Juz V hal. 54)
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang bermanfaat dan amal yang diterima” (Hisnul Muslim, hal. 44 no. 73).
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedangkan kamu mengeta-huinya.” (Al-Baqarah: 42)
“Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208)
Artikel: www.hisbah.or.id
Kita diperintahkan untuk berilmu sebelum beramal dan kalau punya ilmu seharusnya diamalkan. Namun dua kelompok ini ada yang berilmu namun sayangnya masih suka maksiat, sehingga menjadi contoh tidak baik bagi orang banyak. Ada pula yang ahli ibadah namun tidak didasari ilmu sehingga orang pun mengira ia pantas dicontoh padahal ia membangun ibadahnya di atas kejahilan. Inilah dua golongan manusia yang amat berbahaya bagi orang awam.
Ibnu ‘Uyainah berkata,
Semoga Allah menjauhkan kita dari kedua sifat ini: banyak ibadah namun tanpa ilmu dan berilmu namun enggan beramal.
Wallahu waliyyut taufiq.
@ KSU, Riyadh, KSA, 17 Jumadats Tsaniyah 1433 H
Amalan Tanpa Ilmu Tidak Diterima
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
العَامِلُ
بِلاَ عِلْمٍ كَالسَّائِرِ بِلاَ دَلِيْلٍ وَمَعْلُوْمٌ أنَّ عَطَبَ
مِثْلِ هَذَا أَقْرَبُ مِنْ سَلاَمَتِهِ وَإِنْ قُدِّرَ سَلاَمَتُهُ
اِتِّفَاقًا نَادِرًا فَهُوَ غَيْرُ مَحْمُوْدٍ بَلْ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ
العُقَلاَءِ
“Orang yang beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada
penuntun. Sudah dimaklumi bahwa orang yang berjalan tanpa penuntun akan
mendapatkan kesulitan dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia bisa selamat,
namun itu jarang. Menurut orang yang berakal, ia tetap saja tidak
dipuji bahkan dapat celaan.”Guru dari Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,
مَنْ فَارَقَ الدَّلِيْلَ ضَلَّ السَّبِيْل وَلاَ دَلِيْلَ إِلاَّ بِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُوْلُ
“Siapa yang terpisah dari penuntun jalannya, maka tentu ia akan
tersesat. Tidak ada penuntun yang terbaik bagi kita selain dengan
mengikuti ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata,
العَامِلُ
عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ كَالسَّالِكِ عَلَى غَيْرِ طَرِيْقٍ وَالعَامِلُ
عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ مَا يُفْسِدُ اَكْثَرُ مِمَّا يُصْلِحُ فَاطْلُبُوْا
العِلْمَ طَلَبًا لاَ تَضُرُّوْا بِالعِبَادَةِ وَاطْلُبُوْا العِبَادَةَ
طَلَبًا لاَ تَضُرُّوْا بِالعِلْمِ فَإِنَّ قَومًا طَلَبُوْا العِبَادَةَ
وَتَرَكُوْا العِلْمَ
“Orang yang beramal tanpa ilmu seperti orang yang berjalan bukan pada
jalan yang sebenarnya. Orang yang beramal tanpa ilmu hanya membuat
banyak kerusakan dibanding mendatangkan kebaikan. Tuntutlah ilmu dengan
sungguh-sungguh, namun jangan sampai meninggalkan ibadah. Gemarlah pula
beribadah, namun jangan sampai meninggalkan ilmu. Karena ada segolongan
orang yang rajin ibadah, namun meninggalkan belajar.” (Lihat Miftah Daris Sa’adah karya Ibnul Qayyim, 1: 299-300).Apa yang dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri menunjukkan bahwa sebagian orang karena sibuknya dengan ibadah tidak mau memperhatikan ilmu. Sehingga ibadahnya pun hanya bermodalkan semangat tanpa didasari dengan landasan dalil sama sekali.
‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga pernah berkata,
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
“Siapa yang beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka
kerusakan yang ia perbuat lebih banyak daripada maslahat yang
diperoleh.” (Majmu’ Al Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2: 282)Ingatlah bahwa amalan yang bisa diterima di sisi Allah hanyalah dari orang yang bertakwa. Sifat takwa hanya bisa diraih dengan belajar agama. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah: 27).Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tafsiran yang paling bagus mengenai ayat ini bahwasanya amalan yang diterima hanyalah dari orang yang bertakwa. Yang disebut bertakwa adalah bila beramal karena mengharap wajah Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentu saja ini hanya didasari dengan ilmu.” (Miftah Daris Sa’adah, 1: 299)
Hanya Allah yang memberi taufik dalam ilmu dan amal.
—
Disusun di siang hari selepas Zhuhur di Pesantren Darush Sholihin,
Dahulukan Ilmu Sebelum Amal
Nihil pahala dan keutamaan di sisi Allah Subhanahu Wata’ala. Oleh karenanya, jangan mencoba-coba beramal dengan ketidaktahuan
ilustrasi
Oleh: Ali Akbar bin Aqil
SESEORANG tidak akan bisa
melakukan dengan benar beragam perbuatan wajib, menjauhi perbuatan
haram, kemaksiatan, melaksanakan amalan-amalan sunnah, kecuali dengan
dasar ilmu. Ilmu menjadi landasan seseorang untuk melaksanakan
kewajiban, meninggalkan larangan dan menjauhi kemaksiatan sekaligus
mengupayakan mengerjakan sunnah-sunnah dimana semua itu dapat
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Itulah sebabnya, mencari ilmu merupakan
sebuah kewajiban. Tidak boleh dipandang sebelah mata, diremehkan atau
tidak diacuhkan, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi Wassalam:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah).
Mengapa wajib? Imam Abdullah menjawab,
“Dengan ilmu kita bisa mengetahui bahwa yang wajib adalah wajib, yang
sunnah adalah sunnah, yang haram adalah haram. Tidah hanya itu, selain
mengetahui hukum tiap perbuatan, seseorang dapat menunaikan
tugas-tugasnya sebagai hamba Allah Subhanahu Wata’ala dengan
sebaik-baiknya, karena didasari ilmu.”
Dengan demkian, dimanapun seorang muslim
berada ia wajib mencari dan mengamalkan ilmu. Tidak mudah puas dengan
sedikit ilmu. Ia harus selalu merasa haus. Ilmu merupakan kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
Pentingnya mencari ilmu tercermin dalam
analogi mengendarai kendaraan. Seseorang yang hendak mengendarai
kendaraannya haruslah memiliki kecakapan, meliputi cakap dalam memahami
masing-masing fungsi dalam kendaraan, mengetahui rambu-rambu
lalu-lintas, sehingga bisa mengendarai dengan aman dan selamat. Aman
untuk dirinya dan aman untuk orang lain. Tidak sampai menyelakakan diri
sendiri lebih-lebih diri orang lain.
Demikian halnya dengan ilmu seputar amal
ibadah. Ia wajib melengkapi diri dengan ‘pelindung’ yang namanya ilmu
sehingga tidak salah dalam beramal, tidak salah dalam beribadah. Tanpa
ilmu dikhawatirkan ia salah beribadah, salah dalam melaksanakan
kewajiban. Kesalahan dalam melaksanakan hal-hal yang wajib sama dengan
meninggalkan kewajiban. Tidak sah karena tidak dikerjakan sesuai aturan
yang sudah ditentukan dalam Islam. Ketika seseorang hanya mengetahui
bahwa salat dzuhur 4 takaat, ia salat tanpa tahu kapan pelaksanaannya.
Ia terjerumus dalam kesalahan fatal. Ia laksankan salat dzuhur pukul 10
pagi, di luar ketentuan waktu yang ditetapkan.
Tanpa ilmu seseorang hanya menduga-duga
dalam melakukan perbuatan. Ia menduga telah melakukan kebaikan padahal
kemaksiatan. Ia menduga telah menjauhi kemaksiatan padahal ia masih
berkubang di dalamnya. Contoh yang sering terjadi ketika seorang wanita
tidak bisa membedakan antara darah haid dan istihadha. Hanya dengan
dugaan telah keluar darah haidh padahal istihadhah, ia tidak salat,
tidak puasa dan sebagainya. Sebaliknya, menduga darah istihadhah padahal
haidh, ia salat, puasa, membaca al-Quran.
Karena itu, syariat yang telah diajarkan
oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan Rasulullah harus dipelajari agar
menjadi ilmu yang mendasari setiap perbuatan. Alasan usia sudah menua
atau alasan sibuk tidak dapat menjadi pembenaran untuk tidak mencari
ilmu. Selama hayat masih dikandung badan maka kewajiban mencari ilmu
tetap melekat. Usia bukan halangan dalam mencari ilmu, sama halnya
dengan kesibukan. Tidak ada alasan yang bisa menjadi alat membenarkan
sikap seseorang untuk lalai menyari ilmu.
Bahaya Amal Tanpa Ilmu
Seseorang yang beribadah tanpa ilmu akan
lebih banyak menuai mudharat daripada manfaat. Manfaatnya sedikit justru
mudharatnya lebih banyak. Itulah kenyataan yang akan dihadapi oleh
setiap pengamal tanpa ilmu. Nol besar. Tidak ada nilainya.
Nihil pahala dan keutamaan di sisi Allah
Subhanahu Wata’ala. Oleh karenanya, jangan mencoba-coba beramal dengan
ketidaktahuan. Sama halnya orang yang sakit meminum sembarang obat.
Tidak cocok dengan satu obat beralih ke obat berikutnya. Hasilnya, bukan
kesembuhan tapi malapetaka yang berujung maut.
Tidak sedikit seseorang yang memandang
bahwa dirinya melakukan suatu ketaatan padahal sedang bermaksiat.
Memandang suatu kemaksiatan bukan sebagai kemaksiatan. Dalam kasus
Maulid, misalnya. Sebagian orang mengadakan kegiatan Maulid tidak sesuai
dengan cara yang benar. Bermaulid tapi dilakukan dengan hura-hura,
menghamburkan biaya dalam jumlah yang tidak wajar untuk membeli mercon,
kembang api. Dalihnya untuk syiar.
Padahal di sekelilingnya masih banyak
orang yang membutuhkan. Atau bermaulid tapi dengan dangdutan, campur
laki dan perempuan. Bermaulid ada tata caranya. Bukan sesuka hati. Bukan
dengan hawa nafsu sesuai keinginan diri sendiri. Inilah sedikit contoh
yang salah dalam mengungkapkan mahabbah (kecintaan) kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassalam. Hal di atas terjadi karena
orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak dibekali dengan ilmu.
Akibatnya, menyangka telah berbuat kebajikan namun yang didapat justru
sebaliknya. Berharap dapat syafaat tapi yang didapat justru
ketidakrelaan atas apa yang sudah dikerjakan.
Alkisah, di negeri Maroko pernah hidup
seorang ahli ibadah yang dikenal oleh masyarakat sekitarnya sebagai
orang shalih. Siang-malam ia isi dengan ibadah. Hari-harinya ia hiasi
dengan kegiatan ibadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Suatu hari ia
membeli seekor keledai betina. Anehnya keledai itu tidak ia gunakan sama
sekali. Hal ini membuat seorang tetangganya diliputi rasa penasaran,
“Tuan, mengapa keledainya tidak dimanfaatkan?” Dijawab oleh si ahli
ibadah ini, “Memang, aku hanya memanfaatkannya untuk memuaskan nafsu
birahiku.” Setelah diusut, ternyata si ahli ibadah ini betul-betul tidak
tahu soal larangan keras menyetubuhi hewan. Ketika ia diberi tahu soal
hukum menyetubuhi hewan, ia menangis sejadi-jadinya.
Oleh karena itu, setiap muslim wajib memiliki ilmu. Syukur jika ilmu yang telah ia miliki bermanfaat bagi orang lain. Ia ajarkan dan sebarkan kepada sesamanya. Bermanfaat bagi diri sendiri sekaligus bagi umat. Dikatakan, “Barangsiapa memiliki ilmu, lalu ia amalkan dan ajarkan, ia akan dikenal oleh para penduduk langit.” Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
Oleh karena itu, setiap muslim wajib memiliki ilmu. Syukur jika ilmu yang telah ia miliki bermanfaat bagi orang lain. Ia ajarkan dan sebarkan kepada sesamanya. Bermanfaat bagi diri sendiri sekaligus bagi umat. Dikatakan, “Barangsiapa memiliki ilmu, lalu ia amalkan dan ajarkan, ia akan dikenal oleh para penduduk langit.” Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah Subhanahu Wata’ala akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Allah Subhanahu Wata’ala Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Mujadilah [58] : 11).
Abdullah bin Abbas RA mengatakan orang
yang memiliki ilmu dibanding orang yang tidak memilikinya,
perbandingannya 700 derajat. Derajat pertama ke derajat kedua menempuh
perjalan 500 tahun lamanya.
Betapa mulia orang yang berilmu yang
ilmunya bemanfaat. Di dunia dan di akhirat ia hidup mulia mendapat
kedudukan terhormat di sisi Allah Subhanahu Wata’ala. Dalam ayat lain
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ
سَاجِداً وَقَائِماً يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ
هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya
orang yang berakAllah Subhanahu Wata’ala yang dapat menerima pelajaran.” (Qs. az-Zumar [39] : 9).
Bunyi ayat ini bukan pertanyaan yang
membutuhkan jawaban. Ayat ini merupakan sindiran bahwa tidak ada
kesamaan posisi orang yang berilmu dengan orang yang jahil. Wali songo
yang telah wafat ribuan tahun silam masih seperti orang hidup.
Peziarahnya banyak di setiap saat. Ini terjadi berkat ilmu yang mereka
miliki. Memang sangat beda antara orang yang berilmu dengan yang tidak.
Karena itu, semangat mencari ilmu
merupakan tanda kesuksesan. Mencari ilmu di sepanjang waktu. Tidak ada
perasaan lelah. Selalu haus dalam mendulang ilmu dalam segala kondisi.
Maka, mari kita siapkan anak-anak kita menjadi sosok berilmu. Cakap
dalam membaca al-Quran, mengetahui tata cara ibadah yang sebenarnya,
menghafal hadits, paham fiqih dan ilmu-ilmu agama lainnya. Sejak dini,
buat program pengentasan kejahilan dari setiap anggota keluarga dalam
urusan agama. Jadikan ilmu sebagai hal pertama di setiap langkah.
Rasulullah bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah Subhanahu Wata’ala, Dia berikan pemahaman tentang urusan agamanya.” (HR. Bukhari-Muslim).*
Pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Kota Malang
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
Akibat Berbicara dan Beramal Tanpa Ilmu
Artinya: “Dan janganlah engkau ikuti apa yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang-nya, sesungguhnya pendengaran, pengelihatan dan hati semuanya itu akan ditanya” (QS Al-Isra’: 36).
Dan sabda Nabi : “Barang siapa berbicara tentang al Qur’an dengan akal nya atau tidak dengan ilmu, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka” (Hadist seperti ini ada dari 2 jalan, yaitu Ibnu Abas dan Jundub. Lihat Tafsir Qur’an yang diberi mukaddimah oleh Syeikh Abdul Qadir Al-Arnauth hal. 6, Tafsir Ibnu Katsir dalam Mukaddimah hal. 13, Jami’As-Shahih Sunan Tirmidzi jilid 5 hal.183 no. 2950 dan Tuhfatul Ahwadzi jilid 8 hal. 277).
“Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, makaamalnya itu tertolak.” (Shahih Muslim, Syarah Arba’in An-Nawawi hal. 21 PembatalanKemung-karan dan Bid’ah).
Dari salamah bin Akwa berkata ,Aku telah mendengar Nabi bersabda:”Barangsiapa yangmengatakan atas (nama)ku apa-apa yang tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di Neraka.” (HR Al-Bukhari I/35 dan lainya).
Cukup bohong seseorang manakala dia membicarakan setiap apa yang dia dengar.” (HR.Muslim dalam muqaddimah shahihnya).
Nasihat Salafus Shalih Abu Darda berkata: “Kamu tidak akan menjadi orang yang bertaqwa sehingga kamu berilmu, dan kamu tidak menjadi orang yang berilmu secara baik sehingga kamu mau beramal.” (Adab dalam majelis-Muhammad Abdullah Al-Khatib). Beliau juga berkata : “Orang-orang yang menganggap pergi dan pulang menuntut ilmu bukan termasuk jihad, berarti akal dan pikiranya telah berkurang.”
Imam Hasan Al Basri mengatakan: Tafsir Surat-Baqarah ayat 201; Ya Tuhan, berikanlahkami kebaikan di dunia(ilmu dan ibadah) dan kebaikan di akhirat (Surga).
Imam Syafi’i berkata: “Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan duanya maka hendaklah dengan ilmu.” (Al-Majmu’, Imam An-Nawawi).
Imam Malik berkata: “Ilmu itu tidak diambil dari empat golongan, tetapi diambil dariselainnya. Tidak diambil dari orang bodoh, orang yang selalu mengikuti hawa nafsunya, yang mengajak berbuat bid’ah dan pendusta sekalipun tidak sampai tertuduh mendustakan hadist- hadist Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, juga tidak diambil dari orang yang dihormati, orang saleh, dan ahli ibadah yang mereka itu tidak memahami permasalahanya.”
Imam Muhammad Ibnu Sirin berkata:” Sesungguhnya ilmu itu dien, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil dienmu.”
Para ulama salaf memahami betul bahwa sebab-sebab terjadinya penyimpangan dikalanganorang-orang yang sesat pada asalnya karena kekeliruan tashawur (pandangan /wawasan)mereka tentang batasan ilmu (Lihat Al-Ilmu Ushulu wa Mashadiruhu wa Manahijuhu Muhammad bin Abdullah Al-Khur’an, cet. I 1412 H, Dar Al-Wathan lin Nasyr, Riyadh, hal.7).
Orang-Orang salaf berkata : “Waspadalah terhadap cobaan orang berilmu yang buruk(ibadahnya) dan ahli ibadah yang bodoh.” (Al-wala’wal bara’ hal. 230)
Imam Asy-Syafi’i memberi nasihat kepada murid-muridnya: Siapa yang mengambil fiqih dari kitab saja, maka ia menghilangkan banyak hukum. (Tadzkiratus sami’ wal mutakallim, Al-Kannani, hal.87, Efisiensi Waktu Konsep Islam. Jasmin M. Badr Al-Muthawi, hal 44).
Abdullah bin Al-Mu’tamir berkata: “Jika engkau ingin mengerti kesalahan gurumu, maka duduklah engkau untuk belajar kepada orang lain.” (riwayat Ad-Darimi dalam Sunannya I/153)
Riwayat Ibnu Wahab yang diterima dari Sofyan mengatakan: “Tidak akan tegak ilmu itu kecuali dengan perbuatan, juga ilmu dan perbuatan tidak akan ada artinya kecuali dengan niat yang baik. Juga ilmu, perbuatan dan niat yang baik tidak akan ada artinya kecuali bila sesuai dengan sunnah-sunnah.” (Syeikh Abu Ishaq As -Syatibi, Menuju jalan Lurus).
Ibrahim Al-Hamadhi berkta: Tidaklah dikatakan seorang itu berilmu, sekalipun orang itu banyak ilmunya. Adapun yang dikatakan Allah ortang itu berilmu adalah orang-orang yang mengikuti ilmu dan mengamalkanya, dan menetap dalam perkara As-Sunah, sekalipun jumlah ilmu-ilmu dari orang-orang tersebut hanya sedikit (Syeikh Abu Ishaq As –Syatibi, Menuju jalan Lurus).
Keutamaan pencari ilmu dan yang mengatakan seseorang itu ahli ilmu Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang mencari satu jalan menuntut ilmu niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Tidak sepatutunya bagi orang-orang mukmin itu pergi semaunya (kemedan perang), mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa oranguntuk memeperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali.” (At-Taubah: 122)
Imam Muslim mengatakan kepada Imam Bukhari: “Demi Allah tidak ada di dunia ini yang lebih pandai tentang ilmu hadist dari engkau.” (Tarikh Bukhari, dalam Mukadimah Fathul Bari)
Imam Syafi’i berkomentar tentang Imam Ahmad: “Saya pergi dari kota Baghdad dan tidak saya tinggalkan di sana orang yang paling alim dalam bidang fiqih, yang paling wara’ dalam agamanya dan paling berilmu selain Imam Ahmad.” (Thobaqatus Syafi’I, As-Subki / Efisiensi Waktu Konsep Islam, Jasim m. Badr Al-Muthawi, hal.91)
Orang yang menuntut ilmu bukan kepada ahlinya Dari Abdullah bin Ash ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu di kalangan umat manusia setelah dianugerahkan kepada mereka, tetapi Allah mencabut ilmu tersebut dikalangan umat manusia dengan dimatikannya para ulama, sehingga ketika tidak tersisa orang alimpun, maka manusia menjadikan orang-orang bodoh menjadi pimpinan. Mereka dimintai fatwanya, lau orang-orang bodoh tersebut berfatwa tanpa ilmu.” Dalam riwayat lain: “dengan ra’yu/akal. Maka sungguh perbuatan tersebut adalah sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari I/34).
“Apabila suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah saatnya (kebinasaannya).” (Shahih Bukhari bab Ilmu).
“Sesungguhnya termasuk tanda-tanda kiamat adalah dicarinya ilmu dari orang rendahan.”(lihatkitab Silsilah Hadist Shahih no. 695).
“Ya Allah aku mohon perlindung-anMu agar aku dijauhkan dari lmu yang tidak berguna (ilmu yang tidak aku amalkan, tidak aku ajarkan dan tidak pula merubah akhlakku), dan dari hati yang tidak khusyu’, dari nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak terkabulkan.”(HR. Ahmad, Ibnu Hiban dan Al-Hakim)
“Ya Allah berikanlah kepadaku manfaat dari ilmu yang Engkau anugerahklan kepadaku , dan berilah aku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah kepadaku ilmu” (Jami’ Ash-Shahih, Imam Tirmidzi no. 3599 Juz V hal. 54)
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rezeki yang bermanfaat dan amal yang diterima” (Hisnul Muslim, hal. 44 no. 73).
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedangkan kamu mengeta-huinya.” (Al-Baqarah: 42)
“Wahai orang-orang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah: 208)
Artikel: www.hisbah.or.id
Ahli Ibadah yang Bodoh dan Alim yang Gemar Maksiat
Kita diperintahkan untuk berilmu sebelum beramal dan kalau punya ilmu seharusnya diamalkan. Namun dua kelompok ini ada yang berilmu namun sayangnya masih suka maksiat, sehingga menjadi contoh tidak baik bagi orang banyak. Ada pula yang ahli ibadah namun tidak didasari ilmu sehingga orang pun mengira ia pantas dicontoh padahal ia membangun ibadahnya di atas kejahilan. Inilah dua golongan manusia yang amat berbahaya bagi orang awam.
Ibnu ‘Uyainah berkata,
احذروا فتنة العالم الفاجر والعابد الجاهل فإن فتنتهما فتنة لكل مفتون ومن تأمل الفساد الداخل على الأمة وجده من هذين المفتونين
“Waspadalah dengan bahaya orang alim yang suka maksiat dan ahli
ibadah yang jahil (alias: bodoh). Bahaya keduanya adalah bahaya bagi
ornag banyak. Siapa yang merenungkan bahaya yang menimpa umat ini, maka
asalnya dari kedua golongan ini” (Ighotsatul Lahfan, 1: 229).Semoga Allah menjauhkan kita dari kedua sifat ini: banyak ibadah namun tanpa ilmu dan berilmu namun enggan beramal.
Wallahu waliyyut taufiq.
@ KSU, Riyadh, KSA, 17 Jumadats Tsaniyah 1433 H
Amalan Tanpa Ilmu Tidak Diterima
Rabu, 15 Februari 20120 komentar
PERTANYAAN :
Madara As Samsye
Apakh d trima,,ktk a mlkkan
ibdah yg blum mngtahui ilmu'y dn enggan untk b'tny.??
JAWABAN :
Masaji Antoro
BELAJARLAH sebelum BERAMAL
agar TIADA TERSESAT JALAN
وأما السادس فهو فوقانه على سائر العلوم لقوله صلى الله عليه وسلم من يرد الله
به خيرا يفقهه في الدين ولقوله صلى الله عليه وسلم إذا مررتم برياض الجنة فارتعوا
قالوا وما رياض الجنة يا رسول الله قال حلق الذكر قال عطاء حلق الذكر هي مجالس
الحلال والحرام كيف تشتري وكيف تصلي وكيف تزكي وكيف تحج وكيف تنكح وكيف تطلق وما
أشبه ذلك والمراد معرفة كيفية الصلاة والزكاة والحج وذلك يكون بمعرفة أركانها
وشروطها ومفسداتها إذ العبارة بغير معرفة ذلك غير صحيحة كما قال ابن رسلان وكل من
بغير علم يعمل أعماله مردودة لا تقبل وعن ابن عمر رضي الله عنهما مجلس فقه خير من
عبادة ستين سنة لقوله صلى الله عليه وسلم يسير الفقه خير من كثير العبادة
6. Ilmu Fiqh kedudukann ya melebihi ilmu-ilmu lainnya
berdasarka n sabda Nabi Muhammad
shallallaa hu alaihi wa sallam
“Barangsia pa oleh Allah
dikehendak i menjadi baik, Allah
fahamkan terhadap agama”. (HR. Bukhori-Mu slim dari Mu’awiyah ra.)
Dan sabda Nabi “Apabila kamu melewati taman-tama n syurga, minumlah hingga puas. Para sahabat
bertanya,” Ya
Rasulullah , apa yang dimaksud
taman-tama n surga itu?” Nabi
menjawab,” majlis-maj lis ta’lim.” (HR. Al-Thabran i)
Imam Athaa’ berkata “Majlis-ma jlis ta’lim” ialah tempat
perkumpula n membahas halal, haram,
bagaimana cara jualbeli, cara shalat, cara zakat, cara haji, nikah, thalak
dsb.
Artinya perkumpula n
untuk mengetahui tatacara
shalat, zakat, haji dan yang demikian hanya dapat diketahui dengan
mengetahui
rukun-ruku n,
syarat-sya rat dan yang
membatalka n setiap ibadah karena
tanpa mengetahui yang semacam ini
tidak dapat dikatakan benar seperti apa yang dikatakan oleh Ibn Ruslan :
”Dan setiap amal yang tanpa didasari ilmu # Amalan-ama lannya tertolak tidak diterima”
Dari Ibn Umar ra disebutkan “Majelis ilmu lebih baik dari ibadah 60 tahun
lamanya.” Berdasarka n sabda Nabi
Muhammad shallallaa hu alaihi wa sallam
:
“Sedikit paham ilmu fiqih lebih baik dari banyak ibadah” (HR
at-Thobroo ny)
I’aanah at-Thoolib iin
I/14
Imam ‘Abdullah al-Haddad رضي الله عنه,. Menyebut di dalam kitabnya
Risaalah al-Mu`aawa nah:
واعلم أن من عبد الله بغير علم كان الضرر العائد عليه بسبب عبادته أكثر من النفع
الحاصل له بها. وكم من عابد قد أتعب نفسه في العبادة و هو مع ذلك مصر على معصية يرى
انها طاعة او انها غير معصية
Dan ketahuilah
bahwasanya seseorang yang
beribadat kepada Allah tanpa ilmu, maka kemudharat an yang kembali kepadanya sebab ibadatnya itu
lebih banyak daripada manfaat yang terhasil baginya. Berapa ramai ahli ibadat
yang memenatkan dirinya dalam
ibadat sedangkan dia sebenarnya
atas maksiat padahal dia beranggapa n apa yang dilakukann ya adalah ketaatan atau bukannya
maksiat….. ”
Sebagian Ahli Hikmah berkata :
العلم بغير عمل ذنب كبير- والعمل بغير علم ضلال شديد
والعمل مع العلم نور على نور – فطوبى للذي على هذين
Ilmu tanpa amal, dosa besar, manakala ‘amal tanpa ilmu, kesesatan yang amat
sangat.
Dan ‘amal yang disertai ilmu itu adalah cahaya diatas cahaya. Maka
beruntungl ah bagi mereka yang
memadukan keduanya (ilmu dan ‘amal)”
Wallaahu A'lamu Bis ShowaabBahaya Ibadah tanpa ilmu
Di dalam kitab “Risalat Al Mu’awanah”,
Al Habib Abdullah Bin Alawi Al Haddad menyampaikan: bahwa siapa orang
beribadah kepada Allah SWT tanpa dibekali ilmu agama, maka bahaya yang
menimpanya jauh lebih besar dari pada manfaat yang didapat.
Sekian banyak para Abid (ahli ibadah) telah
melelahkan dirinya untuk beribadah tetapi ia masih terus menerus
berbuat maksiat, yang ia mengiranya sebagai amal kebajikan, padahal itu
semua adalah maksiat belaka.
Seperti yang telah dituliskan Ibnu Arobiy di dalam kitabnya “Al Futuhat Al Makkiyyah”
yang mengkisahkan tentang seorang lelaki yang berkebangsaan Maroko,
bahwa ia seorang yang giat dalam beribadah, pernah dalam suatu waktu ia
membeli seekor himar (keledai) betina, ia tidak memperkerjakannya
sama sekali, layaknya himar-himar yang lain. Setelah itu, ia ditanya
tentang hal ihwal tersebut, ternyata ia menjawab: saya tidak
mengurungnya kecuali agar menjaga farji saya dari berzina.
Sementara, ia tidak tahu keharaman perbuatan tersebut. Setelah
mengetahuinya maka ia menangis sekeras-kerasnya atas penyesalannya.
Ibnul Qayyum di dalam kitab tafsirnya Zadu al Masir, menceritakan: Al Dlahak meriwayatkan melalui Ibnu Abbas ra. beliau berkata: “Suatu ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallama
pernah berdiri di hadapan orang Quraisy di dalam masjidil haram, seraya
mereka memasang berhala-berhalanya dan mengalungkan di atasnya
telur-telur burung onta dan memakaikan anting di telinganya, Lalu Nabi
berkata: Wahai orang-orang Quraisy sesungguhnya kalian semua telah
membuat perbedaan dengan agama bapak-bapak kalian Ibrahim dan Ismail,
keduanya adalah dalam Islam. Lalu orang Quraisy menyahut: wahai Muhammad
kami menyembah (berhala) ini karena kecintaan kami terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala supaya mendekatkan kami kepada Allah, lalu turunlah ayat:
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Katakanlah:
Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. " (QS. Ali Imron [3]: 31).
Contoh
kecil Ini adalah dampak bahaya kelalaian dalam mencari ilmu, sehingga
tidak mampu membedakan antara perintah dan larangan, kebajikan dan
kemaksiatan.
Orang
yang enggan mempelajari ilmu agama maka tidak mungkin baginya untuk
menyempurnakan ibadahnya dengan benar. Seandainya seseorang beribadah
seperti ibadahnya malaikat penghuni langit maka sungguh ia dalam keadaan
merugi bila tanpa dibekali dengan ilmu.
Wahai
para santri singsingkan lengan bajumu untuk bersungguh-sungguh dalam
mencari ilmu, jauhi rasa malas dan bosan, niscaya engkau dapat meraih
apa yang engkau harapkan. Dan sebaliknya, bila engkau suka
bermalas-malasan, dan enggan untuk memperlajari ilmu, maka kebodohan
akan selalu menyertaimu.
قال سيدنا الإمام علي بن محمد الحبشي نفع الله به:
تنكر وقتي أورث الحزن والهمّا # وكيفَ وأهل الوقت قد أهملوا العِلما
عجبت لمن بالجهل يرضى وربُّه # أتاح له من فيض إفضاله فهما
Hilangnya waktuku membuatku sedih dan susah # Bagaimana mungkin, seorang yang punya waktu membiarkan ilmu begitu saja.
Sungguh aku heran, pada orang yang memilih kebodohan # Sementara Tuhannya menyediakan anugrah kepahaman.
Makasih atas siraman kalbunya gan, semoga kita menjadi manusia yang lbh baik
BalasPadamSelaput Dara Buatan
Vimax asli Canada
Obat Perangsang
viagra usa
Bio Slim Herbal
Obat Mata Herbal
Perangsang Wanita
Obat Perangsang Cair
Perangsang Sex Drops
Vimax Oil
Semenax
Vagina Tabung
Vagina Center
Boneka Full Body
Vagina Pinggul
Alat Bantu Sex Pria
Vagina Elektrik
Penis Elektrik
Penis Tempel
Penis Manual
Penggemuk Badan
Procomil Spray
Cialis
Meizitang
Quick Slim
Grow Up
Celana Hernia
Vigrx
Herbal Slim
Pelangsing Lida
Vakum Penis
Alat Pembesar Penis
Pembesar Payudara
vimax canada