Jumaat, 25 Disember 2015

ASAL USUL BARZANJI....SEJARAH BARZANJI




Sejarah Al-Barzanji


Al-Barzanji atau Berzanji adalah suatu do’a-do’a, puji-pujian dan penceritaan riwayat Nabi Muhammad saw yang biasa dilantunkan dengan irama atau nada. Isi Berzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad saw yakni silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga diangkat menjadi rasul. Didalamnya juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarangnya, seorang sufi bernama Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al – Barzanji. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyur dan terkenal dengan nama Mawlid Al-Barzanji. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul ‘Iqd Al-Jawahir (kalung permata) atau ‘Iqd Al-Jawhar fi Mawlid An-Nabiyyil Azhar. Barzanji sebenarnya adalah nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanj. Nama Al-Barzanji menjadi populer tahun 1920-an ketika Syaikh Mahmud Al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggris yang pada waktu itu menguasai Irak.
Kitab Maulid Al-Barzanji karangan beliau ini termasuk salah satu kitab maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan Khulasah (ringkasan) Sirah Nabawiyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan hingga wafatnya. Syaikh Ja’far Al-Barzanji dilahirkan pada hari Kamis awal bulan Zulhijjah tahun 1126 di Madinah Al-Munawwaroh dan wafat pada hari Selasa, selepas Asar, 4 Sya’ban tahun 1177 H di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi saw.
Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah.
Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.
Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.
Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.
Historisitas Al-Barzanji tidak dapat dipisahkan dengan momentum besar perihal peringatan maulid Nabi Muhammad saw untuk yang pertama kali. Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad saw pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.
Kita mengenal itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah. Secara politis memang umat Islam terpecah-belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu dari Dinasti Bani Abbas di kota Baghdad sana, namun hanya sebagai lambang persatuan spiritual.
Adalah Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi -dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata. Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub- katakanlah dia setingkat Gubernur. Meskipun Salahuddin bukan orang Arab melainkan berasal dari suku Kurdi, pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia. Menurut Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka. Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang setiap tahun berlalu begitu saja tanpa diperingati, kini harus dirayakan secara massal.
Sebenarnya hal itu bukan gagasan murni Salahuddin, melainkan usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi yang menjadi Atabeg (setingkat Bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal oleh umat Nasrani, Muzaffaruddin di istananya sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi, cuma perayaannya bersifat lokal dan tidak setiap tahun. Adapun Salahuddin ingin agar perayaan maulid nabi menjadi tradisi bagi umat Islam di seluruh dunia dengan tujuan meningkatkan semangat juang, bukan sekadar perayaan ulang tahun biasa.
Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata Khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H / 1183 M, Salahuddin sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 / 1184 M tanggal 12 Rabiul Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Pada mulanya gagasan Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.
Salah satu kegiatan yang di prakarsai oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji.
Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini.
Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi saw dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik. Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut: (1) Sislilah Nabi adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kitab bin Murrah bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2) Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. (4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak saat itu hingga umur 62 tahun. Rasulullah meninggal di Madinah setelah dakwahnya dianggap telah sempurna oleh Allah SWT.
Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib yang terjadi saat itu, sebagai genderang tentang kenabiannya dan pemberitahuan bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah. Saat Nabi Muhammad dilahirkan tangannya menyentuh lantai dan kepalanya mendongak ke arah langit, dalam riwayat yang lain dikisahkan Muhammad dilahirkan langsung bersujud, pada saat yang bersamaan itu pula istana Raja Kisrawiyah retak terguncang hingga empat belas berandanya terjatuh. Maka, Kerajaan Kisra pun porak poranda. Bahkan, dengan lahirnya Nabi Muhammad ke muka bumi mampu memadamkan api sesembahan Kerajaan Persi yang diyakini tak bisa dipadamkan oleh siapapun selama ribuan tahun.
Keagungan akhlaknya tergambarkan dalam setiap prilaku beliau sehari-hari. Sekitar umur tiga puluh lima tahun, beliau mampu mendamaikan beberapa kabilah dalam hal peletakan batu Hajar Aswad di Ka’bah. Di tengah masing-masing kabilah yang bersitegang mengaku dirinya yang berhak meletakkan Hajar Aswad, Rasulullah tampil justru tidak mengutamakan dirinya sendiri, melainkan bersikap akomodatif dengan meminta kepada setiap kabilah untuk memegang setiap ujung sorban yang ia letakan di atasnya Hajar Aswad. Keempat perwakilan kabilah itu pun lalu mengangkat sorban berisi Hajar Aswad, dan Rasulullah kemudian mengambilnya lalu meletakkannya di Ka’bah.
Kisah lain yang juga bisa dijadikan teladan adalah pada suatu pengajian seorang sahabat datang terlambat, lalu ia tidak mendapati ruang kosong untuk duduk. Bahkan, ia minta kepada sahabat yang lain untuk menggeser tempat duduknya, namun tak ada satu pun yang mau. Di tengah kebingungannya, Rasulullah saw memanggil sahabat tersebut dan memintanya duduk di sampingnya.. Tidak hanya itu, Rasul kemudian melipat sorbannya lalu memberikannya pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Melihat keagungan akhlak Nabi Muhammad, sahabat tersebut dengan berlinangan air mata lalu menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk, tetapi justru mencium sorban Nabi Muhammad saw tersebut.
Bacaan shalawat dan pujian kepada Rasulullah bergema saat kita membacakan Barzanji di acara peringatan maulid Nabi Mauhammad saw, Ya Nabi salâm ‘alaika, Ya Rasûl salâm ‘alaika, Ya Habîb salâm ‘alaika, ShalawatulLâh ‘alaika… (Wahai Nabi salam untukmu, Wahai Rasul salam untukmu, Wahai Kekasih salam untukmu, Shalawat Allah kepadamu…)
Kemudian, apa tujuan dari peringatan maulid Nabi dan bacaan shalawat serta pujian kepada Rasulullah? Dr. Sa’id Ramadlan Al-Bûthi menulis dalam Kitab Fiqh Al-Sîrah Al-Nabawiyyah: “Tujuannya tidak hanya untuk sekedar mengetahui perjalanan Nabi dari sisi sejarah saja. Tapi, agar kita mau melakukan tindakan aplikatif yang menggambarkan hakikat Islam yang paripurna dengan mencontoh Nabi Muhammad saw.”
Sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi saw dalam Islam (1991), , menerangkan bahwa teks asli karangan Ja’far Al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair, sebentuk eulogy bagi Sang Nabi. Pancaran kharisma Nabi Muhammad saw terpantul pula dalam sejumlah puisi, yang termasyhur: Seuntai gita untuk pribadi utama, yang didendangkan dari masa ke masa.
Untaian syair itulah yang tersebar ke berbagai negeri di Asia dan Afrika, tak terkecuali Indonesia. Tidak tertinggal oleh umat Islam penutur bahasa Swahili di Afrika atau penutur bahasa Urdu di India, kita pun dapat membaca versi bahasa Indonesia dari syair itu, meski kekuatan puitis yang terkandung dalam bahasa Arab kiranya belum sepenuhnya terwadahi dalam bahasa kita sejauh ini.
Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far Al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad saw. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: ‘Natsar’ dan ‘Nadhom’. Bagian Natsar terdiri atas 19 sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nadhom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.
Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian Nadhom misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan” Engkau mentari, Engkau rebulan dan Engkau cahaya di atas cahaya“.
Di antara idiom-idiom yang terdapat dalam karya ini, banyak yang dipungut dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “Untaian Mutiara”.
Betapapun, kita dapat melihat teks seperti ini sebagai tutur kata yang lahir dari perspektif penyair. Pokok-pokok tuturannya sendiri, terutama menyangkut riwayat Sang Nabi, terasa berpegang erat pada Alquran, hadist, dan sirah nabawiyyah. Sang penyair kemudian mencurahkan kembali rincian kejadian dalam sejarah ke dalam wadah puisi, diperkaya dengan imajinasi puitis, sehingga pembaca dapat merasakan madah yang indah.
Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far Al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam diberbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad saw.
Kitab Maulid Al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-’Allaamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299 H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan ‘Al-Qawl Al-Munji ‘ala Mawlid Al-Barzanji’ yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.
Di samping itu, telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy Al-Maaliki Al-’Asy’ari Asy-Syadzili Al-Azhari dengan kitab ’Al-Qawl Al-Munji ‘ala Maulid Al-Barzanji’. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah Asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H / 1802M dan wafat pada tahun 1299 H / 1882M.
Ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul Ulamail Hijaz, An-Nawawi Ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi Maulid al-Barzanji dan karangannya itu dinamakannya ‘Madaarijush Shu`uud ila Iktisaail Buruud’. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad Al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, juga telah menulis syarah bagi Maulid Al-Barzanj tersebut yang dinamakannya ‘Al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Maulidin Nabiyil Azhar’. Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaail Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhauil Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far Al-Barzanji dalam kitabnya “Ar-Raudhul A’thar fi Manaqib As-Sayyid Ja’far”.
Kitab Al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibacakan dalam berbagai macam lagu; rekby (dibaca perlahan), hejas (dibaca lebih keras dari rekby ), ras (lebih tinggi dari nadanya dengan irama yang beraneka ragam), husein (memebacanya dengan tekanan suara yang tenang), nakwan membaca dengan suara tinggi tapi nadanya sama dengan nada ras, dan masyry, yaitu dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan perasaan yang dalam.
Di berbagai belahan Dunia Islam, syair Barzanji lazimnya dibacakan dalam kesempatan memeringati hari kelahiran Sang Nabi. Dengan mengingat-ingat riwayat Sang Nabi, seraya memanjatkan shalawat serta salam untuknya, orang berharap mendapat berkah keselamatan, kesejahteraan, dan ketenteraman. Sudah lazim pula, tak terkecuali di negeri kita, syair Barzanji didendangkan – biasanya, dalam bentuk standing ovation – dikala menyambut bayi yang baru lahir dan mencukur rambutnya.
Pada perkembangan berikutnya, pembacaan Barzanji dilakukan di berbagai kesempatan sebagai sebuah pengharapan untuk pencapaian sesuatu yang lebih baik. Misalnya pada saat kelahiran bayi, upacara pemberian nama, mencukur rambut bayi, aqiqah, khitanan, pernikahan, syukuran, kematian (haul), serta seseorang yang berangkat haji dan selama berada disana. Ada juga yang hanya membaca Barzanji dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti penampilan kesenian hadhrah, pengumuman hasil berbagai lomba, dan lain-lain, dan puncaknya ialah mau’idhah hasanah dari para muballigh atau da’i.
Kini peringatan Maulid Nabi sangat lekat dengan kehidupan warga Nahdlatul Ulama (NU). Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal kalender hijriyah (Maulud). Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan berikutnya, bulan Rabius Tsany (Bakda Mulud). Ada yang hanya mengirimkan masakan-masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri, ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-masing, ada yang agak besar seperti yang diselenggarakan di mushala dan masjid-masjid, bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara besar-besaran, dihadiri puluhan ribu umat Islam.
Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’idhah hasanah pada acara temanten dan mauludan.
Dalam ‘Madarirushu’ud Syarhul’ Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa’at kepadanya di hari kiamat.” Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

 

Sejarah Al-Barzanji dan perkembangannya


Al-Barzanji asalnya adalah nama orang yang mengarang kitab prosa dan puisi tentang Nabi Muhammad SAW. Kitab itu sesungguhnya lebih merupakan karya sastra ketimbang karya sejarah, karena lebih menonjolkan aspek keindahan bahasa (sastra). Kitab ini ada dua macam, yang satu disusun dalam bentuk prosa dan lainnya dalam bentuk puisi. Isinya sama-sama menceritakan riwayat hidup nabi Muhammad SAW terutama peristiwa kelahirannya. Prosa dan puisi tentang riwayat Rasulullah SAW ini sering dibacakan dalam banyak munasabah (momentum) seperti maulid nabi bahkan dalam perayaan kelahiran bayi umumnya. Tentu saja kegiatan seperti ini tidak ada perintahnya dari Rasulullah SAW, bahkan juga tidak dari para shahabat dan generasi sesudahnya. Karena ketika beliau masih hidup, prosa dan puisi ini belum lagi disusun oleh Al-barzanji.
Sebagian dari umat Islam mengaku bahwa bila dibacakan prosa/puisi ini dalam sebuah munasabah, akan hadir ke tengah mereka ‘nur’ Muhammad. Tentu saja ini tidak ada dasar keterangannya. Bila kita melakukan kritik sastra secara mendalam, memang ada beberapa ungkapan yang terkesan berlebihan dan keluar dari batas syariah bahkan aqidah. Namun demikianlah gaya bahasa dalam sastra, sering terlalu hiperbola dan melebih-lebihkan. Sehingga terkadang keluar dari kontrol yang bisa diterima secara syar‘i. Namun demikian, karena ini kritik sastra, tentu ada yang mendukung dan ada pula yang tidak. Termasuk hukum membacanya dalam peringatan maulid nabi dan seterusnya.
Barangkali dari segi prinsip dan tujuan sudah cukup baik, yaitu ingin memberi penghargaan kepada Rasulullah SAW dengan cara membacakan riwayat hidupnya. Namun ritualitas yang terlanjur menjadi rutinitas ini perlu lebih diperdalam maknanya. Agar tidak terkesan sekedar pembacaan yang kosong dari makna, tetapi harus dikaji dan dianalisa secara mendalam tentang sirah nabawiyah itu sendiri. Agar kita bisa mengambil pelajaran lebih dalam dari peri kehidupan beliau SAW. Karena kebanyakan anggota masyarakat melakukannya sebagai sesuatu yang mereka warisi dari orang-orang tua mereka tanpa pernah tahu mengapa mereka harus melakukan itu. Bahkan bukan tidak mustahil bahwa mereka pun kurang memahami lafaz-lafaz yang dibacanya karena lafaz itu berbahasa arab. Padahal kajian sirah nabawi itu sendiri kurang mendapat tempat.
Barzanji merupakan kegiatan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW. Kegiatan ini dilakukan pada waktu Maulid Nabi untuk memperingati hari kelahiran Nabi dan dalam berbagai upacara yang lain.  
1. Asal-usul

Kebudayaan Melayu yang bersinggungan dengan Islam menghasilkan akulturasi budaya yang unik di antara keduanya. Beberapa tradisi yang dilakukan di tanah Arab, wilayah asal agama ini, tidak jarang juga merupakan bagian dari tradisi masyarakat Melayu. Salah satu di antaranya adalah pembacaan kitab karya Ja’far Al-Barzanj, yang kemudian biasa disebut barzanji (sebagian orang menyebut “berzanji” atau “berjanji”).
Kata “barzanji” dalam kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai isi bacaan puji-pujian yang berisi riwayat Nabi Muhammad SAW. Jika mendengar kata “barzanji”, orang akan beranggapan bahwa awalan “ber” merupakan imbuhan. Padahal, kata “barzanji” berasal dari kata Al-Barzanj, nama belakang penulis prosa dan puisi terkenal yang mempunyai nama lengkap Ja’far Al-Barzanj.[1]
Syekh Ja’far Al-Barzanj bin Husin bin Abdul Karim lahir di Madinah tahun 1690 dan wafat tahun 1766. Al-Barzanj berasal dari sebuah daerah di Kurdistan, Barzinj. Nama asli kitab karangan yang kemudian lebih dikenal dengan nama Al-barzanji adalah ‘Iqd al-Jawahir yang berarti “kalung permata”. Kitab tersebut disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Kitab Al-Barzanji berisi tentang kehidupan Nabi Muhammad dari masa kanak-kanak hingga diangkat menjadi Rasul, silsilah keturunannya, sifat mulia yang dimilikinya, dan berbagai peristiwa yang dapat menjadi teladan umat Islam.[2]
Kitab karangan Ja’far Al-Barzanj dikenal mulai dari Maroko di belahan bumi sebelah barat hingga Papua di belahan bumi sebelah timur. Sebagai karya yang menceritakan tokoh terbesar dalam Islam, yakni Nabi Muhammad, boleh dikatakan pertunjukan pembacaan karya Ja’far Al-Barzanj ini tidak boleh dipandang sebagai pertunjukan biasa. Bahkan, pembacaan kitab Al-barzanji merupakan tradisi yang acap kali bahkan pasti dilakukan di bulan kelahiran Nabi Muhammad, yaitu Bulan Maulud menurut penanggalan Hijriah.
Sebagai pertunjukan yang didasarkan pada riwayat kehidupan Nabi, tentunya pertunjukan barzanji banyak mengandung nilai-nilai keagamaan. Pada mulanya, kitab karya Ja’far Al-Barzanj khusus dikarang dalam rangka memperingati kelahiran Nabi Muhammad. Peringatan itu sendiri, waktu kitab tersebut ditulis, belum menjadi tradisi Islam. Baru pada tahun 1207 M, Muzaffar ad-Din di Mosul, Irak, merayakannya dan tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai daerah termasuk hingga ke Riau.[3]
Tradisi barzanji telah dilakukan sejak Islam masuk ke Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, masuknya Islam memberi pengaruh besar pada kebudayaan Melayu. Pola perpaduan ini bukan hanya terlihat pada tradisi barzanji, namun juga tradisi Melayu yang lain, semisal tabot, burdah, ghazal, dan lain sebagainya. Tentu saja perpaduan antara budaya Islam dan Melayu berbeda-beda tergantung pada kultur awal masyarakat setempat.
Tradisi barzanji di Riau rutin dilakukan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad. Namun, tidak sebatas peringatan itu saja, tradisi barzanji juga digelar pada hari-hari besar Islam yang lain seperti Idul Fitri, Idul Adha, tahun baru Hijriah, dan lain sebagainya. Barzanji juga diselenggarakan dalam kegiatan kemasyarakatan, misalnya pada saat upacara pernikahan, memperingati kelahiran anak, dan sebagainya.
Tradisi barzanji memadukan berbagai kesenian, antara lain seni musik, seni tarik suara, dan keindahan syair kitab Al-Barzanji itu sendiri. Syair-syair dalam kitab Al-Barzanji tersebut dilantunkan dengan lagu-lagu tertentu, dan kadang diiringi alat musik rebana. Setelah pembacaan hikayat Nabi dari kitab karya Ja’far Al-Barzanj dan shalawat kepada beliau, akan dilanjutkan pembacaan syair Sinar Gemala Mestika Alam karya Raja Ali Haji.  
2. Syair Barzanji
Kitab Barzanji terdiri dari dua bagian besar, yaitu natsar dan nadhom. Natsar berupa prosa liris yang menceritakan kehidupan Nabi maupun silsilah beliau. Bagian ini terdiri dari 19 sub. Sedangkan nadhom berbentuk puisi yang ditulis dalam bentuk bait-bait. Nadhom terdiri dari 205 untaian syair. Bagian ini menyatu ke dalam 16 sub bagian.
Seperti halnya penulisan syair, Ja’far Al-Barzanj juga menggunakan berbagai idiom dan metafor sebagai ungkapan kecintaan dan kekagumannya pada Nabi Muhammad. Misalnya gambaran Ja’far Al-Barzanj mengenai Nabi Muhammad yang seperti bulan, matahari, dan ungkapan cahaya di atas cahaya pada bagian nadhom.[4]
Berikut ini contoh natsar dalam kitab Al-Barzanji yang diterjemahkan oleh Raja Haji Muhammad Sa’id sebagaimana termaktub dalam buku Seni Pertunjukan Tradisional Daerah Riau karya Amanriza & Junus.[5]
Mereka itulah penghulu yang besar-besar yang berjalan cahaya nubuwat itu pada beberapa dahi mereka itu yang elok dan zahirlah cahaya nur itu pada dahi Abdul Muthalib dan anaknya Abdullah.
Ya Allah semerbakkan oleh-Mu akan kuburnya yang mulia dengan bauan yang sangat harum daripada selawat dan salam. Hai Tuhanku selawatkan dan salam dan karuniakan berkat atasnya.
Beberapa fragmen dalam Al-Barzanji yang berupa nadhom berisi sanjungan dan puji-pujian kepada Nabi Muhammad.[6] Contoh nadhom dalam kitab Al-Barzanji adalah:
Keselamatan bagimu wahai junjunganku
Keluasan bagimu wahai cahaya mataku
Engkaulah menenda Husin, Nabi pemalu
Luaslah kesejahteraan tetap bagimu
Wahai Nabi Rasul yang mulia
Wahai kekasih, Rasul utama
Rahmat selamat sejahtera sempurna
Tetaplah bagimu, Rasul semesta
Syair Sinar Gemala Mestika Alam mulai dibaca pada akhir rangkaian kegiatan barzanji. Pembacaan syair ini dimulai pada dasawarsa terakhir abad ke-19 di Kesultanan Riau-Lingga. Syair ini menceritakan kehidupan Nabi Muhammad sejak dari kandungan hingga masa kerasulannya. Berikut ini adalah penggalan Syair Gemala Mestika Alam[7].
Malam Isnain dua belas harinya
Dahulu sedikit daripada fajarnya
Masa diperanakkan oleh bundanya
Beberapa mukjzat zahir padanya
Setengah daripada irhash ikram
Menerangi cahaya tempat-tempat yang kelam
Masyrik dan magrib tempat yang balam
Teranglah cahaya sayidil anam
setengah daripada cahaya irhash ter’ala
habis tersungkur segala berhala
yang disembah oleh kafir yang cela
ibadatnya batal tiada pahala
3. Nilai-nilai

Tradisi barzanji dan pembacaan shalawat merupakan kegiatan yang sarat nilai-nilai positif. Beberapa nilai yang terkandung dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
a. Nilai Religius
Pembacaan kitab Al-Barzanji merupakan bentuk bukti kecintaan penganut agama Islam terhadap Nabi Muhammad. Syair dan hikayat yang tertulis dalam kitab tersebut memaparkan nilai-nilai yang baik yang dapat meningkatkan kadar religiusitas seseorang. Selain itu, masyarakat juga dapat mengambil hikmah dari kehidupan Nabi Muhammad seperti yang dibacakan dalam kitab tersebut.
b. Nilai Sosial
Tradisi barzanji yang digelar pada perayaan hari besar Maulid Nabi dan dalam berbagai upacara lainnya di masyarakat, seperti perkawinan, kelahiran anak, khitanan, dan lain-lain. Kegiatan tradisi ini merupakan ruang bagi masyarakat untuk bersosialisasi antara satu dengan yang lain. Kegiatan barzanji mempertemukan mereka yang jarang bertemu, sehingga akan mempererat tali persaudaraan dan ikatan sosial dalam masyarakat.
c. Nilai Budaya
Syair-syair yang terangkum dalam kitab Barzanji, meskipun menceritakan kehidupan Nabi Muhammad, merupakan karya yang bernilai sastra tinggi. Sebagaimana yang kita ketahui, bangsa Arab mempunyai tradisi penulisan sastra yang kuat. Hal ini sejalan dengan budaya Melayu yang juga mempunyai tradisi sastra yang tidak bisa dikatakan bermutu rendah. Kedua budaya ini, budaya Arab yang dibawa agama Islam dan budaya Melayu, berpadu sehingga menghasilkan bentuk budaya baru. Perpaduan ini memperkaya kebudayaan Indonesia.
4. Perkembangan Tradisi Barjanji
Perkembangan tradisi Al Barzanji terkait erat dengan seremonial perayaan hari kelahiran (Maulid) Nabi yang juga masih menjadi kontroversi. Berdasar catatan Nico Captein, peneliti dari Universitas Leiden, Belanda dipaparkan bahwa perayaan Maulid Nabi pertama kali diselenggarakan oleh penguasa muslim Syi’ah dinasti Fatimiyah (909 - 117 M) di Mesir untuk menegaskan jika dinasti itu benar-benar keturunan Nabi. Bisa dibilang, ada nuansa politis dibalik perayaannya sehingga kurang direspon khalayak luas. Perayaan Maulid baru kembali mengemuka ketika tampuk pemerintahan Islam dipegang Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi pada 580 H/1184 M. Ia melangsungkan perayaan Maulid dengan mengadakan sayembara penulisan riwayat dan puji-pujian kepada Nabi SAW. Tujuannya adalah untuk membangkitkan semangat Jihad (perjuangan) dan Ittihad (persatuan) umat muslim terutama para tentara yang tengah bersiap menghadapi serangan lawan dalam medan pertempuran fenomenal, Perang Salib.
Dalam kompetisi ini, kitab berjudul Iqd al Jawahir (untaian permata) karya Syekh Ja`far al-Barzanji tampil sebagai pemenang. Sejak itulah Iqd al Jawahir mulai getol disosialisasikan pembacaanya ke seluruh penjuru dunia oleh salah seorang gubernur Salahudin yakni Abu Sa`id al-Kokburi, Gubernur Irbil, Irak. Di Indonesia kitab ini populer dengan sebutan nama pengarangnya Al Barzanji sebab lidah orang kita agak sulit bila harus mengucapkan sesuai lafal judul aslinya.
Al Barjanji sendiri merupakan karya tulis berupa puisi yang terbagai atas 2 bagian yaitu Natsar dan Nazhom. Bagian natsar mencakup 19 sub-bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi ah pada tiap-tiap rima akhir. Keseluruhnya merunutkan kisah Nabi Muhammad SAW, mulai saat-saat menjelang Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nazhom terdiri dari 16 subbagian berisi 205 untaian syair penghormatan, puji-pujian akan keteladanan ahlaq mulia Nabi SAW, dengan olahan rima akhir berbunyi nun.
Lalu bagaimanakah kondisi pro-kontra Al Barjanji? Pihak yang pro menganggap pembacaan Al Barzanji adalah refleksi kecintaan umat terhadap figur Nabi, pemimpin agamanya sekaligus untuk senantiasa mengingatkan kita supaya meneladani sifat-sifat luhur Nabi Muhammad SAW. Kecintaan pada Nabi berarti juga kecintaan, ketaatan kepada Allah. Adapun pihak kontra memandang Barjanji hanyalah karya sastra yang walau mungkin mengambil inspirasi dari 2 sumber hukum haq Islam yakni Al Qur’an dan hadist tetap saja imajinasi fiktif sang pengarang lebih dominan disuguhkan. Namun faktanya pembacaan Barjanji di berbagai kesempatan malah jauh disakralkan, diutamakan ketimbang pembacaan Al Quran. Belum lagi pembacaan Barjanji sering tanpa diikuti pemahaman arti syair dalam tiap baitnya.
Wajarlah bila kemudian pihak kontra menghukumi pembacaan Barjanji juga bacaan sejenis lainya semisal Diba', Burdah, Simthuddurar itu Bid’ah atau mengada-ada dalam ibadah yang justru sangat jelas dilarang agama. Sebuah hadist Nabi riwayat Bukhari Muslim menyatakan,”Barang siapa melakukan amalan tidak sebagaimana sunnahku,maka amalan itu tertolak”. Wallahu ‘alam bisshowab. Hanya Allahlah yang Maha Mengetahui.[8]
a)    Keturunan dan Kelahirannya
Nama beliau ialah Ja'afar ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Sayyid Muhammad ibn al Qutb al Arif Sayyid Rasul ibn Abdus Sayyid ibn Abdur Rasul ibn Qalandar ibn Abdus Sayyid ibn Isa ibn al Hussain ibn Bayazid ibn al Mursyid Abdul Karim ibn al Qutb al A'zam al Ghauth al Fard al Jami' Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn AbduLlah ibn Ismail al Muhaddith ibn al Imam Musa al Kazim ibn al Imam Ja'afar al Sodiq ibn al Imam Muhammad al Baqir ibn al Imam Ali Zainal Abidin al Sajjad ibn al Imam al Syahid al Husain ibn al Imam Amirul Mukminin Ali ibn Abu Talib.
b)    Tarikh Kelahiran
Pada hari Khamis awal bulan Zulhijjah 1126 Hijrah di Madinah al Munawwarah.Perkataan 'Barzanji' yang dinisbahkan kepada namanya diambil dari nama kampung asal keturunannya.
c)    Latar Belakang Pendidikannya
Beliau dibesarkan di bawah didikan dan asuhan ayahandanya. Beliau mempelajari al Quran daripada Syeikh Ismail al Yamani radiyaLlahu 'anhu. Kemudian mempelajari ilmu tajwid daripada syeikh Yusuf al Sa'idi radiyaLLahu 'anhu dan Syeikh Syams al din al Misri radiyaLlahu 'anhu. Di antara guru-gurunya di Madinah ialah :
1.    Sayyid Abdul Karim Haidar al Barzanji radiyaLlahu 'anhu
2.    Sayyid Yusuf al Kurdi radiyaLLahu 'anhu
3.    Sayyid 'AtiyyatuLlah al Hindi radiyaLlahu 'anhu
Setelah itu, beliau mendalami ilmunya dengan ulama' yang berada di Makkah dan menetap di sana selama 5 tahun. Di antara guru-gurunya di Makkah ialah :
1.    Syeikh 'AtaiLlah ibn Ahmad al Azhari
2.    Syeikh Abdul Wahhab al Tontowi al Ahmadi
3.     Syeikh Ahmad al Asybuli dan lain-lain lagi.
Oleh karena kepakarannya yang tinggi di dalam persada ilmu, beliau telah diijazahkan dengan sanad-sanad ilmu oleh masyaikh pada zamannya. Di antara guru-gurunya yang pernah menganugerahkan sanad kepadanya ialah :
1.    Syeikh Muhammad Tayyib al Fasi
2.    Sayyid Ahmad al Tobari
3.    Syeikh Muhammad ibn Hasan al 'Ujaimi
4.    Sayyid Mustafa al Bakari
5.    Syeikh Abdullah al Syubrawi al Misri
Beliau telah belajar daripada mereka pelbagai ilmu pengetahuan. Di antaranya ilmu saraf, nahu. mantiq, ma'ani, bayan, adab, fiqh, usul fiqh, faraidh, matematik, hadith, mustalah hadith, tafsir, dakwah, kejuruteraan, arudh, kalam, bahasa, sirah, qiraat, suluk, tasawwuf dan sebagainya.
Apa yang berlaku pada zaman mutakhir ini, sesetengah ahli masyarakat melemparkan tuduhan bahawa beliau bukan seorang ilmuwan Islam. Anggapan yang tidak berasas ini, menyebabkan kitab maulid karangannya yang selama ini diterimapakai di dalam Majlis Sambutan Maulid Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam di kebanyakan negara Islam dituduh mengandungi banyak perkara khurafat dan bertentangan dengan Al Quran dan Hadith.
Oleh kerana itu, untuk meneutralkan tanggapan negatif ini, adalah wajar diketengahkan sanad beliau yang menghubungkan ilmunya dengan dua buah kitab hadith yang muktabar; al Bukhari dan Muslim sehingga kepada Rasulullah Saw bagi membuka mata dan meyakinkan kita bah wa pengarang Kitab Maulid Barzanji yang kita baca selama ini bukanlah calang-calang ulama.
1.    Sanad Jami' Al Sahih Imam Bukhari
1.    Sayyid Ja'far al Barzanji belajar daripada,
2.    Syeikh Muhammad Tayyib al Fasi, belajar daripada
3.    Syeikh Ibrahim al Dir'i, belajar daripada,
4.    Syeikhah Fatimah binti SyukriLLah al Uthmaniyyah, bonda nendanya Sayyid Muhammad ibn Abdur Rasul, belajar daripada,
5.    Al Syams Muhammad ibn Ahmad al Ramli, belajar daripada,
6.    Syeikh al Islam al Qadhi Zakaria ibn Muhammad al Ansari, belajar daripada,
7.    Al Hafiz Ahmad ibn Ali ibn Hajar al Asqalani, belajar daripada,
8.    Syeikh Ibrahim ibn Ahmad al Tanukhi, belajar daripada,
9.    Syeikh Abi al Abbas Ahmad ibn Abi Talib al Hajjar al Dimasyqi, belajar daripada,
10.  Al Siraj al Husain al Mubarak al Zaibidi, belajar daripada,
11.  Abdil awwal ibn Isa al Harawi, belajar daripada,
12.  Abdir Rahman ibn Muzaffar al Dawudi, belajar daripada,
13.  Abi Muhammad AbduLLah ibn Hamawih al Sarkhasi, belajar daripada,
14.  Syeikh Abdi AbdiLlah Muhammad ibn Yusuf ibn Matar al Farabri, belajar daripada,
15.  Pengumpulnya, Amirul Mukminin al Imam al Hafiz al Hujjah Abu AbdiLLah Muhammad ibn Ismail al Bukhari.
2.        Sanad Sohih Muslim
1.    Sayyid Ja'far al Barzanji, belajar daripada,
2.    Syeikh AbduLlah al Syubrawi al Misri, daripada,
3.    Syeikh Muhammad Zurqani ibn Abdul Baqi al Maliki al Azhari, daripada,
4.    Al Hafiz Muhammad ibn 'Ala' al Babili, daripada,
5.    Syeikh Abi al Naja Salim ibn Muhammad al Sanhuri, daripada,
6.    Al Najm Muhammad ibn Ahmad al Ghaiti, daripada,
7.    Syeikh al Islam Zakaria ibn Muhammad al Ansari, daripada,
8.    Abi al Nu'aim Ridhwan ibn Muhammad, daripada,
9.    Syeikh Abi Tahir Muhammad ibn Muhammad, daripada,
10.     Abi al Faraj Abdur Rahman ibn Abdul Hamid al Maqdisi, daripada,
11.     Syeikh Abi al Abbas Ahmad ibn Abdud Daim al Nablusi, daripada,
12.     Syeikh Muhammad ibn Ali al Harani, daripada,
13.     Faqih al Haram Muhammad ibn al Fadhl al Farawi, daripada,
14.     Syeikh Abi al Husain Abdul Ghafir ibn Muhammad al Farisi, daripada,
15.     Abi Ahmad Muhammad ibn Isa al Jaludi, daripada,
16.     Syeikh Abi Ishaq Ibrahim ibn Muhammad ibn Sufyan al Zahid, daripada,
17.     Pengumpulnya al Imam al Hujjah Muslim ibn al Hajjaj al Qusyairi al Naisaburi.
Kepakarannya di dalam bidang keilmuwan telah menarik ramai orang datang menemuinya untuk mempelajari ilmu. Beliau mengikuti dan menyelami jalan ahli tasawwuf dan meninggalkan kerehatan dan tidur lebih dari 20 tahun sehingga beliau mempunyai kemahiran di dalam ilmu naqli (berasaskan al Quran dan Sunnah) dan aqli. Beliau pernah mengambil tariqat daripada Sayyid 'AtiyatuLlah al Hindi dan Sayyid Mustafa al Bakari.
Beliau telah mengarang banyak kitab yang menakjubkan dan bermanfaat. Di antaranya ialah kitab Maulid Nabi sallaLLahu 'alaihi wasallam yang tidak pernah ditulis oleh pengarang sebelumnya yang dinamakan dengan 'Iqd al Jauhar fi Maulid al Nabi al Azhar sallallahu 'alaihi wasallam.
d)   Hubungan Sosial
Beliau juga mempunyai kredibiliti yang tinggi dalam masyarakat sehingga dilantik sebagai Mufti Mazhab Syafie radiyaLLahu 'anhu di al Madinah al Munawwarah. Beliau memegang jawatan tersebut sehingga kewafatannya dan dianugerahkan dengan kebesaran yang tinggi sehingga kata-katanya diperkenankan dan dilaksanakan oleh raja-raja dan pemerintah-pemerintah di Haramain (Makkah dan Madinah), Mesir, Syam, Rom dan sebagainya.
Kata-katanya juga diterima pakai oleh Jemaah Menteri Kerajaan Uthmaniyyah dan pembesar-pembesar negara tersebut. Suaranya tersebar seperti burung yang berterbangan di seluruh pelusuk dunia hingga hampir tiada sesiapa yang tidak mengenalinya. Karyanya tersebar luas dan kelebihan kitabnya tiada tolok bandingnya pada zamannya.
e) Akhlaknya
Beliau mempunyai akhlak yang mulia, bersifat tawadhu', hati yang bersih, cepat memaafkan orang lain dan tidak mengabaikan hak orang lain. Beliau merupakan keturunan dari keluarga RasuluLlah sallaLlahu 'alaihi wasallam dan di kalangan ketua yang menjadi tempat rujukan keturunan Baginda sallaLlahu 'alaihi wasallam pada zamannya. Beliau juga merupakan seorang yang zuhud, wara', berpegang dengan al Quran dan Sunnah, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mengorbankan harta dan jiwa untuk melakukan kebaikan serta banyak bersedekah sehingga dikenali sebagai seorang dermawan.
Beliau juga mempunyai karamah yang dizahirkan oleh ALlah subahanahu wa Ta'ala. Di antaranya, beliau pernah dipanggil dari tempat solatnya pada Hari Jumaat menaiki mimbar RasuluLlah sallaLlahu 'alaihi wasallam. Pada masa tersebut, sedang berlaku kemarau yang panjang. Maka orang bertawassul dengannya supaya diturunkan hujan. Dengan kehendak Allah subahanahu wa Ta'ala, maka hujan pun turun dengan lebatnya dan tanah yang kering kontang menjadi subur. Ramai di kalangan ulama' yang memujinya sebagaimana yang dirakamkan di dalam syair gubahan mereka. Di antaranya :
سقى الفاروق بالعباس قدما
    و نحن بجعفر غيثا سقينا
    فذاك وسيلة لهم وهذا
    وسيلنا إمام العارفينا
 "Dahulu sayyiduna Umar Radiyallahu 'anhu pernah bertawassul meminta hujan dengan Sayyiduna al Abbas radiyallahu 'anhu, dan kini kami bertawassul dengan Ja'far radiyallahu 'anhu, maka diturunkan hujan kepada kami"
            Khalifah Umar ibn al Khattab radiyallahu 'anhu sepertimana yang diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim daripada Anas radiyaLlahu 'anhu pernah bertawassul dengan bapa saudara Nabi sallaLlahu 'alaihi wasallam, iaitu Abbas ibn Abdul Muttalib ketika berlaku musim kemarau. Umar Radiyallahu 'anhu berdoa :
اللهم إنا كنا إذا قحطنا توسلنا إليك بنبينا فتسقنا وإنا نتوسل إليك بعم نبينا محمد صلى الله عليه وسلم فاسقنا, قال : فيسقون
Ya Allah! Sesungguhnya apabila kami menghadapi kemarau, kami bertawassul kepadaEngkau dengan Nabi kami (Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam) maka Engkau menurunkan hujan kepada kami. Dan sekarang ini, kami bertawassul kepada Engkau dengan bapa saudara Nabi Muhammad sallallahu 'alaihi wasallam, maka turunkanlah hujan kepada kami." Anas radiyaLlahu 'anhu menyebut, "Maka hujan pun diturunkan ke atas mereka."
f)       Kewafatannya
Beliau wafat pada Hari Selasa selepas Asar 4 Sya'ban 1177 Hijrah.[9]
1. Pendapat Yang Mendukung

Sultan Salahudin al Ayyubi yang meresmikan Syair Barzanji untuk memacu semangat tentara Muslim dalam perang salib. Seorang gubernur dynasty Fahtimiyah di Palestina, Salahudin Al Ayyubi , yang memohon kepada dinasti Abbasiyah , dynasti Islam di tanah Bangsa Arya (Arab , Turki ,Eropa Timur dan Asia Tengah, Iran) , dan pelayan dua kota suci Mecca dan Madinah, untuk menyebarkan luaskan syair Iqa Al Jawahir pada jamaah haji yang datang dari seluruh penjuru dunia. Maka mulai saat itu peringatan Maulud Nabi dengan pembacaan Iqa al Jawahir dimulai yang kemudian di kenal dengan Barzanji.
Begitu dahsyatnya pengaruh Barzanji ini pada Salahudin al Ayyubi, sehingga beliau menggunakan syair ini untuk memompa semangat rakyatnya dalam perang salib.
Begitu hebatnya pengaruh Barzanji dalam zaman modern  sehingga Ulama Besar Banten  Nawawi , menulis khusus tentang Syarah ( analisis ) tentang Barzanji.  Tulisan ini seperti  tafsir Al Qur’an telah  menjadi rujukan di Universitas Al Azhar dan universitas lainnya. Demikian juga penyair dan dramawan besar  Burung Merak Indonesia , W.S. Rendra, terpesona oleh keindahan Barzanji , sehingga mementaskan   drama tari Barzanji  yang sangat terkenal tahun 70 an.
Begitu lengkap nya catatan tentang nabi Muhammad SAW dalam barjanji sampai sampai seorang ahli sejarah modern Amerika Samuel Jacobson, seorang  raksasa sejarah menulis dalam bukunya the Venture of Islam….dokumentasi nabi Muhammada yang tersebar dikalangan ummat Islam sangat terperinci……dan dapat dijadikan dasar penulisan ilmiah.
2. Pendapat Yang Menentang

Menurut ulama’ muda Tidak ada secuil hadist pun yang memerintahkan Maulid Nabi. Itu bid’ah, sedangkan menurut ulama’ yang lain tidak menyebutnya bid’ah tapi itu adalah budaya bukan agama dan adapun membaca sholawat dengan dikeraskan adalah bid’ah yang tidak diperintah oleh rosulullah dan tidak pernah beliau kerjakan sekalipun dimasa hidupnya.[10] 
Rasul Dahari didalam buku yang berjudul  Cercaan Terhadap Barzanji Dan Maulid Nabi S.A.W, ini mencerca amalan bacaan Barzanji sebagai mungkar. Begitu juga amalan maulid Nabi juga sebagai amalan mungkar. Juga terdapat satu topik yang membicarakan emak bapa Nabi sebagai kafir dan tidak islam.Sedangkan para ulama telah menganggap ibu bapa Nabi adalah dari ahli fatrah. Juga tidak kurang cercaannya terhadap isu Nur Muhammad, sedangkan persoalan ini adalah bersifat khilafiyyah. Beliau juga mendakwa didalam barzanji terdapat ucapan-ucapan yang katanya sebagai mempertuhankan Nabi. Sedangkan Barzanji ini adalah merupakan karangan Sheikh Ja’far al-Barzanji, Mufti Shafei di Madinah al-Munawwarah.
Begitu pula menurut abu bakar ibnu ‘Arabi sangat keras menentang hal ini, bahkan sering membodoh-bodohkan orang yang melakukannya.
Wahai hamba Alloh, menambahkan dari yang diajarkan rosulullah adalah bid’ah yang tidak akan mendekatkan kalian kepada Alloh,kepada rahmat dan ridho-Nya, karena menyembah kepada Alloh haruslah dengan yang disyariatkan bukan dengan amalan yang di ada-adakan dan bid’ah.
Wahai hamba Alloh, apakah kalian menganggap bahwa sholawat dan salam yang dikarang oleh syaikh-syaikh itu lebih utama daripada yang diajarkan oleh rosulullah yang ma’sum itu?mungkin kalian sependapat dengan syaikh-syaikh itu. Jika tidak, mengapa kalian tidak bersholawat kepada nabi berdasarkan riwayat dalam kitab shahih dan sunan yang ada, bahkan tidak memahaminya? Apakah kalian lebih mengistimewakan syaikh kalian daripada nabi kalian (padahal, kalau musa masih hidup maka tidak ada pilihan untuk mengikutinya). Kata musa:”kalau saja turun seorang wali,lalu kalian mengikutinya dan meninggalkan nabi,maka kalian tersesat”.
Wahai hamba Alloh, ketahuilah, jika kalian menghafal satu lafaz shalawat dari yang ada dalam kitab shahih atau kitab sunan, lalu kalian mengamalkannya sepanjang hidupmu,dan tidak lagi perlu terhadap karangan manusia, pasti Alloh akan memberi pahala yang besar dan hal ini adalah sesuatu yang pasti. Kalau kalian berpaling dari shalawat-shalawat ciptaan manusia, bahkan membakar kitab ad-dala’il dan semua kitab kumpulan sholawat lalu membuangnya ke laut,kalian tidak akan terkena hukuman sedikitpun. Apakah Alloh akan menghukum orang yang mengamalkan sunnah dan meninggalkan bid’ah? Demi Alloh,pasti tidak.[11]  
KESIMPULAN
Tradisi barzanji merupakan tradisi Melayu yang berlangsung hingga kini. Tradisi terus mengalami perkembangan dengan berbagai inovasi yang ada. Misalnya penggunaan alat musik modern untuk mengiringi lantunan barzanji dan shalawat. Barzanji menghubungkan praktik tradisi Islam masa kini dengan tradisi Islam di masa lalu. Selain itu, melalui barzanji masyarakat Melayu Islam dapat mengambil pelajaran dari kehidupan.
Adapun terdapat perbedaan pendapat itu pada intinya tentang cara bersholawat dan kecintaan terhadap nabi yang tergantung caranya dan sesungguhnya pada hakekatnya, ini bertujuan mengumpulkan muslimin untuk Medan Tablig dan bersilaturahmi sekaligus mendengarkan ceramah islami yg diselingi bershalawat dan salam pada Rasul saw, dan puji pujian pada Allah dan Rasul saw yg sudah diperbolehkan oleh Rasul saw, dan untuk mengembalikan kecintaan mereka pada Rasul saw, maka semua maksud ini tujuannya adalah kebangkitan risalah pada ummat yg dalam ghaflah, maka Imam dan Fuqaha manapun tak akan ada yg mengingkarinya karena jelas jelas merupakan salah satu cara membangkitkan keimanan muslimin, hal semacam ini tak pantas dimungkiri oleh setiap muslimin aqlan wa syar’an (secara logika dan hukum syariah), karena hal ini merupakan hal yg mustahab (yg dicintai).
DAFTAR PUSTAKA
Asy-Syakiry,Muhammad Abdussalam Khadr.2006. Bid’ah-Bid’ah Yang Dianggap Sunnah. Jakarta: Qisthi Press
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ediruslan Pe Amanriza dan Hasan Junus, 1993. Seni Pertunjukan Daerah Riau. Pekanbaru: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Riau.
Ipmaba.2009. Tentang Syair Al-Barzanji. [Online] http://ipmaba.wordpress.com [Diunduh pada 17 Februari 2011].
Muhamad Thohiron, 2007. Indahnya Syair-syair Al-Barzanji [Online] http://kubah-senapelan.blogspot.com [Diunduh pada 17 Februari 2011].
Raja Ali Haji, 1894. Syair Sinar Gemala Mestika Alam. [Online] http://www.rajaalihaji.com [Diunduh pada 17 Februari 2011].
Haji Muhammad Fuad Kamaluddin al Maliki. 2008. Al Bayan 8,Sekretariat Menangani Isu-isu Akidah Dan Syariah . Malaysia: Majlis Agama Islam Negeri Johor
Sang Petualang. 2010. Mengupas Tradisi Pembacaan Berjanji [online] http://www.Majelisrasulullah.org/
[1] Departemen Pendidikan Nasional,2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] Muhamad Thohiron, 2007. “Indahnya Syair-syair Al-Barzanji”http://kubah.senapelan blogspot.com
[3] Ediruslan Pe Amanriza dan Hasan Junus, 1993,hal :19
[4] Ipmaba, 2009. “Tentang Syair Al-Barzanji”. [Online] http://ipmaba.wordpress.com
[5] Ediruslan Pe Amanriza dan Hasan Junus, 1993,hal :22
[6] Ibid.hal.29
[7] www.RajaAliHaji.com
[8]Sang Petualang, Mengupas tradisi pembacaan berjanji.2010.(online)
[9] Haji Muhammad Fuad Kamaluddin al Maliki, 2008.
[10] Asy-syaqiry,muhammad abdussalam khadr,2006,hal.254
[11] Ibid,hal.268-269
 
 

Syaikh Ja’far Al Barzanji (w. 1177 H), pengarang Maulid Barzanji

Sayyid Ja’far Bin Husain Bin Abdul Karim Al-Barzanji
Garis Keturunannya:
Sayyid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Syed ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Syed ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a. dan Sayidatina Fatimah binti Rasulullah saw.

Dinamakan Al-Barjanzy karena dinisbahkan kepada nama desa pengarang yang terletak di Barjanziyah kawasan Akrad (kurdistan). Kitab tersebut nama aslinya ‘Iqd al-Jawahir (Bahasa Arab, artinya kalung permata) sebagian ulama menyatakan bahwa nama karangannya adalah “I’qdul Jawhar fi mawlid anNabiyyil Azhar”. yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw, meskipun kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Beliau dilahirkan di Madinah Al Munawwarah pada hari Kamis, awal bulan Zulhijjah tahun 1126 H (1711 M). Beliau menghafal Al-Quran 30 Juz kepada Syaikh Ismail Alyamany dan Tashih Quran (mujawwad) kepada syaikh Yusuf Asho’idy kemudian belajar ilmu naqliyah (quran Dan Haditz) dan ‘Aqliyah kepada ulama-ulama masjid nabawi Madinah Al Munawwarah dan tokoh-tokoh qabilah daerah Barjanzi kemudian belajar ilmu nahwu, sharaf, mantiq, Ma’ani, Badi’, Faraidh, Khat, hisab, fiqih, ushul fiqh, falsafah, ilmu hikmah, ilmu teknik, lughah, ilmu mustalah hadis, tafsir, hadis, ilmu hukum, Sirah Nabawi, ilmu sejarah semua itu dipelajari selama beliau ikut duduk belajar bersama ulama-ulama masjid nabawi. Dan ketika umurnya mencapai 31 tahun atau bertepatan 1159 H barulah beliau menjadi seorang yang ‘Alim wal ‘Allaamah dan Ulama besar.
Kitab “Mawlid al-Barzanji” ini telah disyarahkan oleh al-’Allaamah al-Faqih asy-Syaikh Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad yang terkenal dengan panggilan Ba`ilisy yang wafat tahun 1299H dengan satu syarah yang memadai, cukup elok dan bermanfaat yang dinamakan “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji” yang telah banyak kali diulang cetaknya di Mesir.
Di samping itu, kitab Mawlid Sidi Ja’far al-Barzanji ini telah disyarahkan pula oleh para ulama kenamaan umat ini. Antara yang masyhur mensyarahkannya ialah Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari dengan kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji”. Beliau ini adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif, bermazhab Maliki lagi Asy`ari dan menjalankan Thoriqah asy-Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217H (1802M) dan wafat pada tahun 1299H (1882M).
Selain itu ulama kita kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangannya, yaitu Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, an-Nawawi ats-Tsani, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarah yang lathifah bagi “Mawlid al-Barzanji” dan karangannya itu dinamakannya “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”. Kemudian, Sayyid Ja’far bin Sayyid Isma`il bin Sayyid Zainal ‘Abidin bin Sayyid Muhammad al-Hadi bin Sayyid Zain yang merupakan suami kepada satu-satunya anak Sayyid Ja’far al-Barzanji, telah juga menulis syarah bagi “Mawlid al-Barzanji” tersebut yang dinamakannya “al-Kawkabul Anwar ‘ala ‘Iqdil Jawhar fi Mawlidin Nabiyil Azhar”. Sayyid Ja’far ini juga adalah seorang ulama besar keluaran al-Azhar asy-Syarif. Beliau juga merupakan seorang Mufti Syafi`iyyah. Karangan-karangan beliau banyak, antaranya: “Syawaahidul Ghufraan ‘ala Jaliyal Ahzan fi Fadhaa-il Ramadhan”, “Mashaabiihul Ghurar ‘ala Jaliyal Kadar” dan “Taajul Ibtihaaj ‘ala Dhau-il Wahhaaj fi Israa` wal Mi’raaj”. Beliau juga telah menulis sebuah manaqib yang menceritakan perjalanan hidup dan ketinggian nendanya Sayyid Ja’far al-Barzanji dalam kitabnya “ar-Raudhul A’thar fi Manaqib as-Sayyid Ja’far”.
Kembali kepada Sidi Ja’far al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan sahaja kerana ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan bahawa satu ketika di musim kemarau, sedang beliau sedang menyampaikan khutbah Jumaatnya, seseorang telah meminta beliau beristisqa` memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan, dengan serta merta doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya sehingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah berlaku pada zaman Junjungan Nabi s.a.w. dahulu. Menyaksikan peristiwa tersebut, maka sebahagian ulama pada zaman itu telah memuji beliau dengan bait-bait syair yang berbunyi:-
سقى الفروق بالعباس قدما * و نحن بجعفر غيثا سقينا
فذاك و سيلة لهم و هذا * وسيلتنا إمام العارفينا
Dahulu al-Faruuq dengan al-’Abbas beristisqa` memohon hujan
Dan kami dengan Ja’far pula beristisqa` memohon hujan
Maka yang demikian itu wasilah mereka kepada Tuhan
Dan ini wasilah kami seorang Imam yang ‘aarifin
Sidi Ja’far al-Barzanji wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`, sebelah bawah maqam beliau dari kalangan anak-anak perempuan Junjungan Nabi s.a.w. Karangannya membawa umat ingatkan Junjungan Nabi s.a.w., membawa umat kasihkan Junjungan Nabi s.a.w., membawa umat rindukan Junjungan Nabi s.a.w. Setiap kali karangannya dibaca, pasti sholawat dan salam dilantunkan buat Junjungan Nabi s.a.w. Juga umat tidak lupa mendoakan Sayyid Ja’far yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia keturunan Adnan. Allahu … Allah.
اللهم اغفر لناسج هذه البرود المحبرة المولدية
سيدنا جعفر من إلى البرزنج نسبته و منتماه
و حقق له الفوز بقربك و الرجاء و الأمنية
و اجعل مع المقربين مقيله و سكناه
و استرله عيبه و عجزه و حصره و عيه
و كاتبها و قارئها و من اصاخ إليه سمعه و اصغاه
Ya Allah ampunkan pengarang jalinan mawlid indah nyata
Sayyidina Ja’far kepada Barzanj ternisbah dirinya
Kejayaan berdamping denganMu hasilkan baginya
Juga kabul segala harapan dan cita-cita
Jadikanlah dia bersama muqarrabin berkediaman dalam syurga
Tutupkan segala keaiban dan kelemahannya
Segala kekurangan dan kekeliruannya
Seumpamanya Ya Allah harap dikurnia juga
Bagi penulis, pembaca serta pendengarnya
و صلى الله على سيدنا محمد و على اله و صحبه و سلم
و الحمد لله رب العالمين
Dalam bukunya, Dan Muhammad adalah Utusan Allah: Penghormatan terhadap Nabi SAW dalam Islam (1991), sarjana Jerman peneliti Islam, Annemarie Schimmel, menerangkan bahwa teks asli karangan Ja’far al-Barzanji, dalam bahasa Arab, sebetulnya berbentuk prosa. Namun, para penyair kemudian mengolah kembali teks itu menjadi untaian syair, sebentuk eulogy bagi Sang Nabi.
Untaian syair itulah yang tersebar ke berbagai negeri di Asia dan Afrika, tak terkecuali Indonesia. Tidak tertinggal oleh umat Islam penutur bahasa Swahili di Afrika atau penutur bahasa Urdu di India, kita pun dapat membaca versi bahasa Indonesia dari syair itu, semisal hasil terjemahan HAA Dahlan atau Ahmad Najieh, meski kekuatan puitis yang terkandung dalam bahasa Arab kiranya belum sepenuhnya terwadahi dalam bahasa kita sejauh ini.
Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad SAW. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: “Natsar” dan “Nadhom”. Bagian “Natsar” terdiri atas 19 subbagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad SAW, mulai dari saat-saat menjelang paduka dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian “Nadhom” terdiri atas 16 subbagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.
Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian “Nadhom”, misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan: Engkau mentari, engkau bulan/ Engkau cahaya di atas cahaya.
Di antara idiom-idiom yang terdapat dalam karya ini, banyak yang dipungut dari alam raya seperti matahari, bulan, purnama, cahaya, satwa, batu, dan lain-lain. Idiom-idiom seperti itu diolah sedemikian rupa, bahkan disenyawakan dengan shalawat dan doa, sehingga melahirkan sejumlah besar metafor yang gemilang. Silsilah Sang Nabi sendiri, misalnya, dilukiskan sebagai “untaian mutiara”.
Namun, bahasa puisi yang gemerlapan itu, seringkali juga terasa rapuh. Dalam karya Ja’far al-Barzanji pun, ada bagian-bagian deskriptif yang mungkin terlampau meluap. Dalam bagian “Natsar”, misalnya, sebagaimana yang diterjemahkan oleh HAA Dahlan, kita mendapatkan lukisan demikian: Dan setiap binatang yang hidup milik suku Quraisy memperbincangkan kehamilan Siti Aminah dengan bahasa Arab yang fasih.
Betapapun, kita dapat melihat teks seperti ini sebagai tutur kata yang lahir dari perspektif penyair. Pokok-pokok tuturannya sendiri, terutama menyangkut riwayat Sang Nabi, terasa berpegang erat pada Alquran, hadis, dan sirah nabawiyyah. Sang penyair kemudian mencurahkan kembali rincian kejadian dalam sejarah ke dalam wadah puisi, diperkaya dengan imajinasi puitis, sehingga pembaca dapat merasakan madah yang indah.
Salah satu hal yang mengagumkan sehubungan dengan karya Ja’far al-Barzanji adalah kenyataan bahwa karya tulis ini tidak berhenti pada fungsinya sebagai bahan bacaan. Dengan segala potensinya, karya ini kiranya telah ikut membentuk tradisi dan mengembangkan kebudayaan sehubungan dengan cara umat Islam di berbagai negeri menghormati sosok dan perjuangan Nabi Muhammad SAW.
Sifatnya:
Wajahnya tampan, perilakunya sopan, matanya luas, putih giginya, hidungnya mancung,jenggotnya yang tebal,Mempunyai akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan sangat pemurah.
Seorang ulama besar yang berdedikasi mengajarkan ilmunya di Masjid Kakeknya (Masjid Nabawi) SAW sekaligus beliau menjadi seorang mufti Mahzhab Syafiiyah di kota madinah Munawwarah.
“Al-’Allaamah al-Muhaddits al-Musnid as-Sayyid Ja’far bin Hasan al-Barzanji adalah MUFTI ASY-SYAFI`IYYAH di Kota Madinah al-Munawwarah. Banyak perbedaan tentang tanggal wafatnya, sebagian menyebut beliau meninggal pada tahun 1177 H. Imam az-Zubaidi dalam “al-Mu’jam al-Mukhtash” menulis bahwa beliau wafat tahun 1184 H, dimana Imam az-Zubaidi pernah berjumpa dengan beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia.
Maulid karangan beliau ini adalah kitab maulid yang paling terkenal dan paling tersebar ke pelosok negeri ‘Arab dan Islam, baik di Timur maupun di Barat. Bahkan banyak kalangan ‘Arab dan ‘Ajam (luar Arab) yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam waktu-waktu tertentu. Kandungannya merupakan khulaashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah lahir baginda, perutusan baginda sebagai rasul, hijrah, akhlak, peperangan sehingga kewafatan baginda.
Wafat:
Beliau telah kembali ke rahmatullah pada hari Selasa, setelah Asar,4 Sya’ban, tahun 1177 H (1766 M). Jasad beliau makamkan di Baqi’ bersama keluarga Rasulullah saw.
Kitab maulid Barzanji sendiri telah disyarah (dijelaskan) oleh ulama-ulama besar seperti Syaikh Muhammad bin Ahmad ‘Ilyisy al-Maaliki al-’Asy’ari asy-Syadzili al-Azhari yang mengarang kitab “al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al- Barzanji” dan Sayyidul ‘Ulama-il Hijaz, Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi “Madaarijush Shu`uud ila Iktisaa-il Buruud”. (Mh/MM)
.
Sumber:http://sholawatan-harlen-geovanov.blogspot.com/2010/04/fadhilah-burdah.html
 

Wednesday, October 19, 2011

Membongkar kandungan kitab al -Barzanji



Sedikit maklumat tentang "kitab al-Barzanji" yg kandungannya sering dilagukan dan dinyanyikan masyarakat Melayu, terutamanya kaum jawa di negeri Johor. Ramai yg mungkin tidak tahu bahawa kandungan kitab-kitab Berzanji ini sebenarnya dipenuhi dgn kesyirikan, kepercayaan-kepercayaan karut, dongengan, kisah-kisah dusta, dan palsu.

Tetapi malangnya, ramai masyarakat kita hari ini seronok melagukannya dan menganggapnya sebagai sebahagian dari bentuk-bentuk bacaan yang apabila dibaca akan beroleh pahala dan kebaikan sebagaimana membaca al-Qur'an! Sedangkan mereka sendiri jahil tentang erti dan makna setiap kata yg mereka lagukan tersebut. Subhanallah...
Berikut adalah sebahagian nukilan dari teks kitab berzanji:

السلام عليك يا ماحي الذنوب

Salam ke atasmu wahai penghapus dosa,

يا كهفا ومقصد السلام عليك
Salam ke atasmu wahai tempat bernaung dan meminta,

السلام عليك يا جالي الكروب
Salam ke atasmu wahai penghapus bencana'

السلام عليك يا كل المرام
Salam ke atasmu wahai tempat memohon hajat,

يا مجيب االسائلين
Wahai pengabul setiap permohonan


Perlu ditegaskanskan bahawa : Setiap bait teks ini ditujukan kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Persoalannya :Adakah Rasulullah memiliki sifat-sifat ketuhanan sehingga boleh menghapuskan dosa, memohonkan doa/hajat, dan menahan bencana???

Di antara lafaz2 syair yang biasa turut dilagukan sama ketika majlis-majlis berzanji dan marhabanan diadakan ialah :

طَلَعَ البَدْرُ علينا مَن ثَنيَّاتِ الوَدَاعِ
“Purnama telah terbit di atas kami, dari Tsaniyatil Wada’…”
وجبَ الشُّكرُ علينا مَا دعا للهِ داعِ
“Dan kami wajib bersyukur, atas apa yang diserukan oleh penyeru kepada Allah...”

Sedangkan lafaz2 ini adalah tidak sahih sama sekali utk disandarkan kpd Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam.

Ikuti perbahasan kelemahan sandaran bait-bait syair ini di sini,

Malah ketika mereka melaungkan bait-bait syair ini dalam majlis2 berzanji dan marhabanan, para peserta biasanya akan bangun dan berdiri utk menyanyikannya.

Di antara i'tiqad di sebalik perbuatan tersebut adalah mereka percaya bahawa Rasulullah sedang hadir ke dalam majlis mereka ketika itu. Sebab itu mereka berdiri.*
Bahkan banyak lagi kritikan-kritikan ke atas kitab tersebut jika mahu disebutkan di sini.


----------------
-teruskan perjuangan membongkar kesyirikan dan amalan2 nenek moyang yg sukar dihakis ini dgn ilmu dan hujah yg benar dari Al-quran dan Sunnah..terus sampaikan walau ramai menolak namun tidak kurang yg menerima dan mendapat kesedaran dari artikel2 dan tulisan akhi yg banyak membantu..
-sambut Maulud adalah salah satu cara perangkap umat Islam bergelumang dengan berbagai amalan bid'ah, syirik, sufi, syi'ah, ta'asub, taklid buta atas nama cinta nabi.

macam kaum syi'ah musuh dalam selimut, cuba korupsi Islam dengan pura2 nangis konon cinta ahli bayit, agar umat yg jahil tidak nampak tembelang syi'ah agama majusi hakikatnya = http://youtu.be/obYYyDv9Y4g

hari wafat nabi syi'ah promosi hari lahir nabi = http://binsajen.blogspot.com/2011/02/maulud-sambut-hari-lahir-atau-hari.html

-elok sangat jika disusun satu buku khas tentang pendedahan kitab berzanji sekira dilihat berbahaya dari sudut aqidah. Aqidah yg terpesong mesti dibetulkan.
(tulisan ini adalah petikan dari perbincangan di status fb Abu Numair Nawawi Subandi berkenaan kitab al Brzanji)
:http://www.facebook.com/abunumair
Semoga bermanafaat.

-----------------------------------------------

Sedikit pengenalan kitab al barzanji :

Al Barzanji adalah sebutan lain dari kitab ilqd al-Jawahir (Kalung Permata), sebuah karya tulis seni sastra yang memuat kehidupan Nabi Muhammad SAW. Karya sastra ini di baca dalam berbagai upacara keagamaan di dunia Islam, sebagai bagian yang menonjol dalam kehidupan agama tradisional. Dengan membacanya diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Dalam kitab ini, sejarah hidup Rasullullah SAW tergambar. Mulai dari silslah keluarganya, kehidupannya semasa anak-anak, remaja, dan pemuda hingga diangkat menjadi nabi dan rasul. Al-Barzanji juga mengisahkan sifat yang dimiliki Rasulullah dan perjuangannya dalam menyiarkan Islam dan menggambarkan kepribadiannya yang agung untuk dijadikan teladan umat manusia.
Kitab iqdl al-Jawahir ditulis oleh Syekh Jafair Al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim yang lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal di sana tahun 1766. Nama Al-barzanji dibangsakan kepada nama penulisnya, yang juga diambil dari tempat asal keturunannya yaitu didaerah Barzinj atau Kurdistan.
Nama Al-Barzanji menjadi populer tahun 1920-an ketika Syekh Mahmud al-Barzanji memimpin pemberontakan nasional Kurdi terhadap Inggeris yang pada waktu itu menguasai Irak. Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan semangat umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi SAW dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik.
Secara garis besar, paparan Al-Barzanji dapat diringkas sebagai berikut:
(1) Sislilah Nabi adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Q
(2) Pada masa kecil banyak kelihatan luar biasa pada dirinya.
(3) Berniaga ke Syam (Suraih) ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun.
(4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun.
(5) Diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak saat itu hingga umur 62 tahun. Rasulullah meninggal di Madinah setelah dakwahnya dianggap telah sempurna oleh Allah SWT.
Kitab Al-Barzanji dalam bahasa aslinya (Arab) dibacakan dimana-mana dalam berbagai kesempatan, antara lain peringatan Maulid, Upacara pemberian nama, Khitanan, Pernikahan, dan berbagai syukuran.
Dalam acara itu, Al-Barzanji dibawakan dalam berbagai macam lagu;
rekby (dibaca perlahan),
hejas (dibaca lebih keras dari rekby),
ras (lebih tinggi dari nadanya dengan irama yang beraneka ragam),
husein ( memebacanya dengan tekanan suara yang tenang),
nahwan membaca dengan suara tinggi tapi nadanya sama dengan nada ras,
dan masyry, yaitu dilagukan dengan suara yang lembut serta dibarengi dengan perasaan yang dalam.
-tri/Ensklopedia Islam

Kesesatan Kitab Barzanji, Qashidah Burdah, dan Maulid Syarafil Anam

Muqaddimah
Kitab Barzanji adalah kitab yang sangat popular di kalangan kaum Muslimin di Indonesia. Kitab ini merupakan bacaan wajib pada acara-acara Barzanji atau diba’ yang merupakan acara rutin bagi sebagian kaum muslimin di Indonesia.
Kitab Barzanji ini terkandung di dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa-Ad’iyyah yang merupakan kumpulan dari beberapa tulisan seperti: Qoshidah Burdah, Maulid Syarafil Anam, Maulid Barzanji, Aqidatul Awwam, Rotib al-Haddad, Maulid Diba’i, dan yang lainnya.
Kitab yang popular ini di dalamnya banyak sekali penyelewengan-penyelewengan dari syari’at Islam bahkan berisi kesyirikan dan kekufuran yang wajib dijauhi oleh setiap Muslim. Karena itulah Insya Allah dalam pembahasan kali ini akan kami jelaskan kesesatan-kesesatan kitab ini dan kitab-kitab yang menyertainya dalam kitab, sebagai nasehat keagamaan bagi saudara-saudara kaum muslimin dan sekaligus sebagai jawaban kami atas permintaan sebagian pembaca yang menanyakan isi kitab ini. Dan sebagai catatan bahwa cetakan kitab yang kami jadikan acuan dalam pembahasan ini adalah cetakan PT. Al-Ma’arif Bandung.
Maulid Barzanji dan Kesesatan-Kesesatannya
Maulid Barazanji yang terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 72-147, di dalamnya terdapat banyak sekali kesalahan-kesalahan dalam aqidah, seperti kalimat-kalimat yang ghuluw (melampaui batas syar’I) terhadap Nabi, kalimat-kalimat kekufuran, kesyirikan, serta hikayat-hikayat lemah dan dusta.
Di antara kesesatan-kesesatan kitab ini adalah:
1. Mengamini Adanya “Nur Muhammad”
Penulis berkata dalam halaman 72-73:
وأصلى و أسلم على النور الموصوف بالتقدم و الأولية
Dan aku ucapkan selawat dan salam atas cahaya yang disifati dengan yang dahulu dan yang awal
Kami katakan: ini adalah aqidah Shufiyyah yang batil, orang-orang Shufiyyah beranggapan bahwa semua yang ada di alam semesta ini diciptakan dari nur (cahaya) Muhammad kemudian bertebaran di alam semesta. Keyakinan ini merupakan ciri khas dari kelompok Shufiyyah, keyakinan mereka ini hampir-hampir selalu tercantum dalam kitab-kitab mereka.
Ibnu Atho as-Sakandari berkata: “Seluruh nabi diciptakan dari Ar-Rohmah dan Nabi kita Muhammad adalah ‘Ainur Rahmah.” (Lathaiful Minan hal. 55)
Merupakan hal yang diketahui setiap muslim bahwasanya Rasulullah adalah manusia biasa yang dimuliakan oleh Allah dengan risalah-Nya sebagaimana para rasul yang lainnya, Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا(110)
“Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya Ilah kalian itu adalah Ilah Yang Esa”.” (QS. Al-Kahfi : 110)
Membawakan Hikayat-Hikayat Dusta Seputar Kelahiran Nabi
Penulis berkata dalam halaman 77-79 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:
و نطقت بحمله كل دابة لقريش بفصاح الألسن العربية
و خرت الأسرة و الأصنام على الوجوه و الأفواه

و تباشرت وحوش المشارق و المغارب و دوابها البحرية
حضر أمه ليلة مولده اسية و مريم في نسوة من الحظيرة القدسية
Dan memberitahukan tentang dikandungnya beliau setiap binatang ternak Quraisy dengan Bahasa Arab yang fasih!
Dan tersungkurlah tahta-tahta dan berhala-berhala atas wajah-wajah dan mulut-mulut mereka!
Dan saling memberi kabar gembira binatang-binatang liar di timur dan di barat beserta binatang-binatang lautan!
Saat malam kelahirannya datang kepada ibunya Asiyah dan Maryam beserta para wanita dari surga!
Kami katakan: Kisah ini adalah kisah yang lemah dan dusta sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama hadits. (Lihat Siroh Nabawiyyah Shohiihah 1/97-100)
Bertawassul denga Dzat Nabi
Penulis berkata pada halaman 106 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:
و نتوسل إليك بشرف الذات المحمدية
و من هو آخر الأنبياء بصورته و أولهم بمعناه
وبآله كواكب أمن البرية
Dan kami bertawassul kepadaMu dengan kemuliaan dzat Muhammad

Dan yang dia adalah akhir para nabi secara gambaran dan yang paling awal secara makna
Dan dengan para keluarganya bintang-bintang keamanan manusia
Kami katakan: Tawassul dengan dzat Nabi dan keluarganya serta orang-orang yang sudah mati adalah tawassul yang bid’ah dan dilarang. Tidak ada satupun doa-doa dari Kitab dan Sunnah yang terdapat di dalamnya tawassul dengan jah atau kehormatan atau hak atau kedudukan dari para makhluk. Banyak para imam yang mengingkari tawasssul-tawassul bid’ah ini. al-Imam Abu Hanifah berkata: “Tidak selayaknya bagi seorang pun berdoa kepada Allah kecuali denganNya, aku membenci jika dikatakan: “Dengan ikatan-ikatan kemuliaan dari arsyMu, atau dengan hak makhlukMu.” Dan ini juga perkataan al-Imam Abu Yusuf. (Fatawa Hindiyyah 5/280)
Syeikh al-Albani berkata: “ Yang kami yakin dan kami beragama kepada Allah dengannya bahwa tawassul-tawassul ini tidaklah diperbolehkan dan tidak disyari’atkan, karena tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah padanya, tawassul-tawassul ini telah diingkari oleh para ulama ahli tahqiq dari masa ke masa.” (at-Tawassul anwa’uhu wa Ahkamuhu hal. 46-47)
Menyatakan Bahwa Kedua Orang Tua Nabi Dihidupkan Lagi dan Masuk Islam
Penulis berkata dalam halaman 114:
وقد أصبحا والله من أهل الإيمان
و جاء لهذا في الحديث شواهد
فسلم فإن الله جل جلاله
قدير على الإحياء فى كل أحيان
Dan sesungguhnya keduanya (Abdullah dan Aminah) telah menjadi ahli iman

Dan telah datang hadits tentang ini dengan syawahidnya (penguat-penguatnya)
Maka terimalah karena sesungguhnya Allah mampu menghidupkan di setiap waktu

Kami katakan: Hadits tentang dihidupkannya kedua orang tua Nabi dan berimannya keduanya kepada Nabi adalah hadits yang dusta. Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini tidak shohih menurut ahli hadits, bahkan mereka sepakat bahwa hadits itu adalah dusta dan diada-adakan…Hadits ini di samping palsu juga bertentangan dengan al-Qur’an, hadits shohih dan ijma.”(Majmu’ Fatawa 4/324)
Berdoa dan Beristighotsah kepada Nabi
Penulis berkata dalam halaman 1114:
يا بشير يا نذير
فأغثني و أجرني يا مجير من السعير
يا ولي الحسنات يا رفيع الدرجات

كفر عني الذنوب و اغفر عني السيأت
Wahai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan

Tolonglah aku dan selamatkan aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir
Wahai pemilik kebaikan-kebaikan dan pemilik derajat-derajat
Hapuskanlah dosa-dosa dariku dan ampunilah kesalahan-kesalahanku
Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, dan penyelamat dari azab neraka, padahal Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا(20)قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا(21)قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا(22)
“Katakanlah: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan akau tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.” (QS. Al-Jin: 20-22)
Syaikh Abdur Rohman bin Nashir as-Sa’di berkata: “Katakanlah kepada mereka wahai rosul sebagai penjelasan dari hakikat dakwahmu: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Yaitu aku mentauhidkan-Nya, Dialah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku lepaskan semua yang selain Allah dari berhala dan tandingan-tandingan, dan semua sesembahan yang disembah oleh orang-orang musyrik selain-Nya. “Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.” Karena aku adalah seorang hamba yang tidak memiliki sama sekali perintah dan urusan. .” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.” Yaitu tidak ada seorang pun yang dapat aku mintai perlindungan agar menyelamatkanku dari adzab Allah. Jika saja Rasulullah yang merupakan makhluk yang paling sempurna, tidak memiliki kemadhorotan dan kemanfaatan, dan tidak bisa menahan dirinya dari Allah sedikitpun, jika Dia menghendaki kejelekan padanya, maka yang selainnya dari makhluk lebih pantas untuk tidak bisa melakukan itu semua.” (Tafsir al-Karimir Rohman hal. 1522 cet. Dar Dzakhoir)
Ayat-ayat di atas dengan jelas menunjukkan atas larangan berdo’a kepada Rasulullah dan bahwa Rasulullah tidak bisa menyelamatkan dirinya dari adzab Allah apalagi menyelamatkan yang lainnya !
Qoshidah Burdah Dan Kesesatan-Kesesatannya
Qoshidah Burdah terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah di dalam halaman 148-173. Qoshidah ini ditulis oleh Muhammad al-Bushiri seorang tokoh tarikat Syadziliyyah.
Qoshidah Burdah adalah kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat kesyirikan dan kekufuran yang nyata, di antara bait dari qoshidah tersebut adalah:
فإن من جودك الدنيا و ضرتها

ومن علومك علم اللوح والقلم
Maka sesungguhnya dunia dan akhirat adalah dari kemurahanmu wahai Nabi
Dan dari ilmumu ilmu lauh dan qolam (hal 172 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin mengomentari perkataan Bushiri di atas dengan berkata: “Ini termasuk kesyirikan yang terbesar, karena menjadikan dunia dan akhirat berasal dari Nabi yang konsekwensinya bahwasanya Allah sama sekali tidak punya peran…” (Qaulul Mufid 1/218)
Maulid Syarofil-Anam dan Kesesatan-Kesesatannya
Maulid Syarofil Anam terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 217, dia juga merupakan kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat yang ghuluw terhadap Nabi, di antara contoh-contoh kalimat tersebut adalah:
السلام عليك يا ماحي الذنوب
السلام عليك يا جالي الكروب
Keselamatan semoga terlimpah atas mu wahai penghapus dosa
Keselamatan semoga terlimpah atasmu wahai penghilang duka-duka (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 3 dan 4)
يا رسول الله يا خير كل الأنبياء
نجنا من هاوية يا زكي المنصب

Wahai Rasulullah wahai yang terbaik dari semua Nabi
Selamatkanlah kami dari neraka Hawiyah wahai pemilik jabatan yang suci (hal. 8 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)
Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, penghilang kedukaan, dan penyelamat dari azab neraka, padahal Nabi tidak kuasa mendatangkan suatu kemudhorotan pun dan tidak pula suatu kemanfaatan kepada siapa pun, tiada seorang pun dapat melindunginya dari azab Allah dan tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya, sebagaimana dalam ayat 20-22 dari Surat al-Jin di atas.
Kemudian di dalam kitab Maulid Syarofil Anam juga terkandung banyak kisah-kisah yang lemah dan dusta sebagaimana dalam kitab Barzanji di atas, seperti kisah bahwasanya ibunda Rasulullah ketika mengandung beliau tidak merasa berat sama sekali, Rasulullah dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan, bercelak, berhala-berhala jatuh tersungkur, bergoncanglah singgasana Kisro, dan matilah api orang-orang Majusi (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 10-12). Kisah-kisah ini adalah kisah-kisah yang lemah dan dusta sebagaimana dijelaskan oleh para ulama hadits (Lihat Siroh Nabawiyah Sohihah 1/97-100).
(Dipetik dari tulisan Abu Ahmad As-Salafi, Majalah Al-Fuqon, Gresik, edisi 09 tahun VI/ Robi’uts Tsani 1428 /Mei 2007, halaman 41-44).
Fatwa: Maulid Al-Barzanji Bid’ah
Pertanyaan:
Di sisi kami ada yang dinamai dengan Al-Barzanji, yaitu ekspresi untuk berkumpulnya orang-orang lalu mereka mengulang-ulang sierah/ sejarah Rasul dan mereka bershalawat atasnya dengan lagu tertentu dan mereka mengerjakannya itu di sisi kami dalam acara-acara atau dalam pengantenan-pengantenan.
Fatwa:
Al-hamdulillah, shalawat dan salam atas Rasulillah dan atas keluarganya dan sahabatnya. Adapun setelah itu: Maka ini adalah perkara muhdats (diada-adakan secara baru, kata lain dari bid’ah, red), tidak pernah dikerjakan oleh (para sahabat) orang sebaik-baik ummat ini sesudah nabinya, yaitu mereka para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta agungnya kecintaan mereka terhadap beliau. Seandainya itu baik maka pasti mereka telah mendahului kita kepadanya.
Kita wajib mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita saling mengkaji sierah/ sejarah beliau agar kita mendapatkan petunjuk dengan pentunjuk beliau dan mengikuti jejak beliau, tetapi beserta ikut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal yang disyari’atkannya, dan tidak membuat-buat ibadah-ibadah baru yang beliau tidak membawakannya, atau tambahan atas ibadah-ibadah yang telah disyari’atkannya. Karena hal itu termasuk sebab-sebab ditolaknya amal atas pelakunya. Maka sungguh telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ ” رواه البخاري ومسلم
Barangsiapa beramal suatu amalan bukan berdasarkan atas perintah kami maka dia tertolak. (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan lainnya)
Wallahu a’lam
(Mufti Markaz fatwa dengan bimbingan Dr Abdullah Al-Faqih, Fatawa Ash-Shabakah Al-Islamiyyah juz 8 halaman 147, nomor fatwa 15215, judul: Maulid Al-Barzanji bid’ah, tanggal fatwa 28 Muharram 1423H/ islamweb).
Teks Fatwa: Maulid al-Barzanji Bid’ah:
فتاوى الشبكة الإسلامية – (ج 8 / ص 147)
رقم الفتوى : 15215
عنوان الفتوى : مولد البرزنجي بدعة
تاريخ الفتوى : 28 محرم 1423
السؤال
عندنا شيء يسمى بالبرزنجي وهو عبارة أن يجتمع الناس فيرددون سيرة الرسول ويصلون عليه بنغم معين ويفعلونه عندنا في المناسبات أو في الاعراس؟
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فهذا أمر محدث لم يفعله خير هذه الأمة بعد نبيها، وهم أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم مع عظيم حبهم له، ولو كان خيراً لسبقونا إليه.
وعلينا أن نعظم النبي صلى الله عليه وسلم ونتدارس سيرته لنهتدي بهديه ونقتفي أثره، ولكن مع الاتباع له صلى الله عليه وسلم فيما شرعه، وعدم إحداث عبادات لم يأت بها، أو الزيادة على العبادات التي شرعها، فإن ذلك من أسباب رد العمل على صاحبه، فقد قال صلى الله عليه وسلم: “من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد” رواه البخاري ومسلم وغيرهما، وقد سبق بيان تعريف البدعة وضوابطها في جواب برقم: 631 فليراجع.
والله أعلم.

KONTEKSTUALISASI KITAB MAULID AL BARZANJI


KONTEKSTUALISASI KITAB MAULID AL BARZANJI
Oleh : AHMAD FAOZAN, S.Ag
Guru PAI dpk SDN Kebulen III Jatibarang Indramayu
Diposkan oleh Majalah Media Pembinaan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, Februari 2011
"(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-A'raaf 7:157)
Kaum santri tentu akrab dengan kitab Barzanji. Karena hampir tiap minggu (biasanya malam jum’at) mereka membacanya di langgar atau masjid. Atau lebih sering di rumah tetangga yang sedang hajatan, misalnya aqiqah dan cukur rambut anak yang baru lahir. Barzanji juga sering dibaca saat peringatan Maulid (dialek jawa: Mulud) atau kelahiran Nabi pada 12 Rabi’ul Awwal. Dalam membacanya, ada yang dibaca datar dan ada juga bagian syair-syair yang dilagukan. Bahkan menariknya, bagian syair-syair dilagukan dengan lirik lagu yang sedang hit. Dibaca dalam posisi duduk atau sambil berdiri (mahal al qiyam).
Hingga sekarang, selain di pesantren, pembacaan Barzanji tetap hidup di banyak tempat, di desa atau kota. Bahkan belakangan beberapa bagian dari salawat diadopsi dalam industri rekaman yang laris manis.
Tradisi ini lebih dihidupi oleh kaum santri yang mengedepankan nilai-nilai sufisme dalam kehidupan dari pada formalisme agama. Mereka lebih suka menghayati pengalaman ruhani dari pada berteriak menyerukan formalisme syari’at dalam ruang Negara. Tradisi Barzanji menunjukkan dirinya bertahan secara kultural selama berabad-abad dalam pasang surut kekuasaan dan rezim politik apapun.
Sekilas Barzanji dan Biografi Penulisnya
Barzanji adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad. Secara garis besar, paparan Al Barzanji dapat diringkas sebagai berikut: (1) Silsilah Nabi adalah: Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Kilab bin Murrah bin Fihr bin Malik bin Nadar bin Nizar bin Maiad bin Adnan. (2) Pada masa kecil banyak kejadian luar biasa pada dirinya. (3) Berniaga ke Syam (Suraih) ikut pamannya ketika masih berusia 12 tahun. (4) Menikah dengan Khadijah pada usia 25 tahun. (5) Diangkat menjadi Rasul pada usia 40 tahun, dan mulai menyiarkan agama sejak saat itu hingga umur 62 tahun. Rasulullah meninggal di Madinah setelah dakwahnya dianggap telah sempurna.
 Barzanji berakar dari nama keluarga ulama tarekat yang paling berpengaruh di Kurdistan bagian selatan, Syahrazur, dekat kota Sulaymaniyah Irak sekarang. Keluarga Barzinji, yang mengaku keturunan Nabi Muhammad melalui jalur Imam Musa Al-Kazhim, mengambil nama keluarga dari desa Barzinja di Syahrazur.  
Kitab Barzanji sendiri ditulis oleh keturunan keluarga Barzinji, Syekh Ja'far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad (1690-1766). Beliau lahir di Madinah dan menghabiskan seluruh usianya di sana. Syekh Ja’far adalah seorang mufti Asy-Syafi’iyah di Madinah al Munawarah. Karya tulis ini sebenarnya berjudul 'Iqd al-Jawahir (Kalung Permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad saw. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Ulama Nusantara kelahiran Banten, Pulau Jawa, yang terkenal sebagai ulama dan penulis yang produktif dengan banyak karangan, Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani al-Jawi turut menulis syarh (penjelas) bagi “Mawlid al-Barzanji” dan dinamakannya “Madaarijus Su`uud ila Iktisaa-il Buruud“.
Relasi Barzanji dan Maulid Nabi
Menarik, paparan Nico Captein, seorang orientalis Universitas Leiden dalam bukunya “Perayaan Hari Lahir Nabi Muhammad SAW”. Menurutnya, Maulid Nabi pada mulanya adalah perayaan kaum Syi’ah Fatimiyah di Mesir untuk menegaskan kepada publik bahwa dinasti
tersebut benar-benar keturunan Nabi. Ada nuansa politis dalam perayaannya. Dari kalangan Sunni, pertama kali diselenggarakan di Suriah oleh Nuruddin pada abad XI. Pada abad itu juga Maulid digelar di Mosul Irak, Mekkah dan seluruh penjuru Islam. Kendati demikian, tidak sedikit pula yang menolak memperingati karena dinilai bid’ah (mengada-ada dalam beribadah). Adapun Shalahuddin Al Ayyubi yang dikenal sebagai perintis peringatan maulid, sebenarnya hanya berperan menghidupkan kembali (revitalisasi) maulid yang pernah ada pada masa dinasti Fatimiyah. Tujuannya untuk membangkitkan semangat jihad (perjuangan) dan ittihad (persatuan) tentara Islam melawan crusader (pasukan salib). Dari itulah muncul anggapan, Shalahuddin adalah penggagas dan peletak dasar peringatan maulid nabi.
            Sementara, historisitas Barzanji berawal dari lomba menulis sirah dan puji-pujian kepada Nabi yang diselenggarakan Shalahuddin pada 580 H / 1184 M.  Dalam  kompetisi itu, karya indah Syekh Ja’far tampil sebagai yang terbaik. Sejak itulah Kitab al Barzanji tersosialisasikan.
Masuknya Kitab Barzanji ke Indonesia
Penelusuran asal usul salawat Barzanji menjadi menarik, karena akan memperkaya persilangan tradisi Islam Nusantara. Pendapat yang lazim selama ini mengemukakan, persilangan budaya Islam Nusantara berasal dari Arab, India, dan Cina. Barzanji, menurut Suhadi (2004), Ketua Kajian Program Institut Kajian Islam Nusantara LKIS Yogyakarta, meneguhkan pengaruh Kurdistan ke Nusantara.
            Lebih lanjut, dalam sebuah tulisannya, Suhadi menegaskan bahwa salawat Barzanji dipopulerkan di Indonesia antara lain melalui tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Sementara itu, bila ditelusuri, anggota keluarga Barzinji di Kurdistan sejak awal juga menjadi syaikh dan pengikut tarekat Qadiriyah.
            Persinggungan ulama Nusantara dengan Kurdi tidak berlangsung di Kurdistan, melainkan di Madinah. Pada saat itu, Haramain (Makkah dan Madinah) tidak dapat disangkal menjadi pusat wacana keislaman. Ulama Nusantara abad 17 banyak yang berguru kepada salah satu ulama Kurdi terkemuka, Ibrahim Ibn Hasan Al-Kurani (1615-1690) di Madinah. Dia merupakan guru tarekat yang memegang ijazah (otoritas) dari berbagai tarekat sekaligus,: Syatariyah, Qadiriyah, Naqsabandiyah dan Cistiyah. Dua ulama Nusantara tercatat menjadi santrinya di Madinah, ‘Abd Al Ra’uf al Sinkili (1620-1695) dan Muhammad Yusuf al Maqassari (1627-1699).
            Lalu pada abad 19, seorang ulama dari Kalimantan Barat, Ahmad Khatib as Sambas (w. 1878), belajar dan menjadi guru sampai akhir hidupnya di Mekkah. Khatib Sambas yang menulis kitab tasawuf monumental Fathul ‘Arifin (kemenangan orang-orang ma’rifat) rupa-rupanya mewarisi kepiawaian ulama Nusantara sebelumnya dalam mempelajari tasawuf dan tarekat. Beliau berhasil mensintesakan dua tarekat sekaligus dengan mendirikan tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah yang mendapatkan sambutan massif di Indonesia mulai pertengahan abad 19.
            Khatib Sambas adalah salah satu ulama Nusantara yang berdebat sengit melawan kecenderungan wahabisme, puritanisme dan pelarangan tarekat serta membendung arus kecenderungan tersebut masuk Nusantara. Kiai Nawawi al Bantani (1813-1897) yang di atas disebut sebagai pensyarah Kitab Al Barzanji, merupakan salah satu santri terbaiknya di Mekkah.
            Belum diketahui, siapa yang pertama kali membawa Barzanji masuk ke Indonesia dan mempopulerkannya. Karena baik Khatib Sambas maupun Nawawi al Bantani menghabiskan usianya di Mekkah dan Madinah. Menurut catatan sejarah, Khatib Sambas membaiat dan menunjuk para khalifah (utusan) untuk menyebarkan tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah ke Nusantara. Premis inilah yang menjadi pijakan Suhadi. Mungkin melalui para khalifah dan jaringan anggota tarekat ini Barzanji tersebar luas di Nusantara hingga kini.
            Di sisi lain, secara tidak langsung, beberapa santri yang pernah belajar di Mekkah atau Madinah seperti Ahmad Rifa’i Kalisalak (w.1875), Khalil Bangkalan (w.1925), Hasyim Asy’ari (w. 1947) dan Ihsan Dahlan Kediri (w.1952) yang semuanya menjadi perintis pesantren Jawa, memiliki peran yang penting. Komunitas santri dan pesantren inilah yang sampai sekarang masih tetap konsisten “menghidupi” Barzanji. Barzanji yang tidak bisa dipisahkan dari tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah kemudian semakin diterima secara massif setelah Nahdlatul ‘Ulama, organisasi umat Islam terbesar di Indonesia, mengakui tarekat tersebut sebagai salah satu tarekat mu’tabarah (legitimate) bagi kaum nahdliyin.
Kontekstualisasi Kitab Barzanji
            Di awal penyusunannya, seperti disebutkan di muka, oleh Shalahuddin al Ayyubi Kitab Barzanji dibacakan pada peringatan Maulid Nabi dengan tujuan untuk memperkuat semangat juang umat Islam, yaitu dengan cara mempertebal kecintaan kepada Rasul. Ternyata peringatan maulid nabi yang diselenggarakan Shalahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam menghadapi Perang Salib (The Crusade) bergelora kembali. Shalahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 Hijriah) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa. 
Di sisi lain, ada salah satu visi yang tidak dapat dipisahkan dari keluarga Barzinji di Kurdi, yaitu semangatnya untuk melakukan resistensi terhadap bentuk-bentuk penindasan, terutama pada masa kolonial. Pada tahun 1920-an, al Barzanji menjadi semakin masyhur. Kala itu, Syekh Mahmud al Barzinji memimpin pemberontakan kolonialisme Inggris dan menyatakan diri sebagai raja Kurdistan.
            Pengalaman sejarah tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah di Indonesia juga memiliki visi serupa. Peristiwa pemberontakan petani Banten tahun 1888 yang diinisiasi oleh pemimpin dan pengikut tarekat ini melawan penindasan kolonial Belanda merupakan contoh nyata.
            Akhirnya, Suhadi menekankan, bahwa tarekat berperan sebagai salah satu gerakan transformasi sosial yang kontekstual dan aktual sesuai tantangan zamannya. Tradisi Barzanji menyediakan lokus tradisi yang sangat kaya, luas dan hidup dalam masyarakat kita dan menunggu campur tangan kreatif kita  dari pada sekedar bersitegang meneriakkan formalisme agama di satu sisi dan liberalisme di sisi lain. Wallahu a’lam (dari berbagai sumber)    
 
 

Sejarah Terciptanya Barzanji


Info Syariah, Al-Barzanji tidak dapat dipisahkan dengan momentum besar perihal peringatan maulid Nabi Muhammad saw untuk yang pertama kali. Maulid Nabi atau hari kelahiran Nabi Muhammad saw pada mulanya diperingati untuk membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, yakni dari Prancis, Jerman, dan Inggris.

Kita mengenal itu sebagai Perang Salib atau The Crusade. Pada tahun 1099 M tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Semangatnya perjuangan terasa mulai redup dan persatuan kurang rapuh, karena banyak kerajaan dan kesultanan, meski masih tetap dalam satu komando dinasti Bani Abbas di Baghdad sana, akan tetapi lebih bersifat lambang persatuan spiritual. Pada saat itu Islam bekerja keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib Eropa, Jerman, Inggris dan Prancis.


Sebagai ‘bahan’ untuk membakar semangat para tentara Islam maka muncullah kitab al-barzanji, sebagai profokator untuk mengobarkan semangat kecintaan kepada Rasul, yang berarti juga mengobarkan semangat perjuangan membela ummat Islam. Ada seorang tokoh yang bernama Sultan Salahuddin Yusuf Al-Ayyubi (eur: Saladin) yang memerintah tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub- setingkat Gubernur yang mempopulerkan peringatan maulid Nabi, meski dalam sejarah yang mempunyai kontribusi gagasan tersebut adalah usul dari iparnya, Muzaffaruddin Gekburi yang menjadi Atabeg (setingkat Bupati) di Irbil, Suriah Utara. Untuk mengimbangi maraknya peringatan Natal umat Nasrani.

Sebelumnya Muzaffaruddin sering menyelenggarakan peringatan maulid nabi bersifat lokal dan tidak kontinyu setiap tahun, yang bertujuan untuk meningkatkan semangat juanganya. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata Khalifah setuju. Maka pada musim ibadah haji bulan Dzulhijjah 579 H / 1183 M, Salahuddin sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar sepulang dari tanah haram ke kampung halaman mulai tahun 580 / 1184 M, setiap tanggal 12 Rabiul Awal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi yang diisi dengan berbagai kegiatan yang mampu membangkitkan semangat juang kepada umat Islam.

Dalam perayaan terersebut Salahuddin menegaskan bahwa, perayaan Maulid Nabi hanyalah sebuah kegiatan menyemarakkan syiar Islam dan bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Pada tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji pujiannya dengan susunan yang indah, dan pemenangnya akan mendapatkan imbalan hadiah, pemenang dalam kompetisi tersebut adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Ternyata peringatan tersebut membuahkan hasial positif untuk umat menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Klimaksnya adalah Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa menjadi masjid kembali, sampai hari ini. mau nerusin tentang barzanji tapi udah capek, akan kita lanjutkan di posting yang akan datang.
 
 

Lima Kesesatan dalam Kitab Barzanji

.
Kesalahan Pertama
Penulis kitab Barzanji meyakini melalui ungkapan syairnya bahwa kedua orang tua Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam termasuk ahlul Iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah.
Kesalahan Kedua
Penulis kitab Barzanji mengajak para pembacanya agar mereka menyakini bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir pada saat membaca shalawat, terutama ketika Mahallul Qiyâm (posisi berdiri).
Kesalahan Ketiga
Penulis kitab Barzanji mengajak untuk mengkultuskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berlebihan dan menjadikan Nabi sebagai tempat untuk meminta tolong dan bantuan.
Kesalahan Keempat
Penulis kitab Barzanji menurunkan beberapa shalawat bid’ah yang mengandung pujian yang sangat berlebihan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kesalahan Kelima
Penulis kitab Barzanji juga menyakini tentang Nur Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terungkap dalam syairnya:

وَماَ زَالَ نُوْرُ الْمُصْطَفَى مُتْنَقِلاً مِنَ الطَّيِّبِ اْلأَتْقَي لِطاَهِرِ أَرْدَانٍ

Nur Mustafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni.
Inilah uraian selengkapnya.
***

Barzanji, Kitab Induk Peringatan Maulid Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam


Seputar Kitab Barzanji
Secara umum peringatan maulud Nabi Shallallahu alaihi wa sallam selalu disemarakkan dengan shalawatan dan puji-pujian kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang mereka ambil dari kitab Barzanji maupun Daiba’, ada kalanya ditambah dengan senandung qasîdah Burdah.
Meskipun kitab Barzanji lebih populer di kalangan orang awam daripada yang lainnya, tetapi biasanya kitab Daiba’, Barzanji dan Qasidah Burdah dijadikan satu paket untuk meramaikan maulid Nabi Shallallahu alaihi wa sallam yang diawali dengan membaca Daiba’, lalu Barzanji, kemudian ditutup dengan Qasîdah Burdah.
Biasanya kitab Barzanji menjadi kitab induk peringatan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan sebagian pembacanya lebih tekun membaca kitab Barzanji daripada membaca al-Qur’an. Maka tidak aneh jika banyak di antara mereka yang lebih hafal kitab Barzanji bersama lagu-lagunya dibanding al-Quran.
Fokus pembahasan dan kritikan terhadap kitab Barzanji ini adalah karena populernya, meskipun penyimpangan kitab Daiba’ lebih parah daripada kitab Barzanji.
Berikut uraiannya :
Secara umum kandungan kitab Barzanji terbagi menjadi tiga :
  1. Cerita tentang perjalanan hidup Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sastra bahasa tinggi yang terkadang tercemar dengan riwayat-riwayat lemah.
  2. Syair-syair pujian dan sanjungan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bahasa yang sangat indah, namun telah tercemar dengan muatan dan sikap ghuluw (berlebihan).
  3. Shalawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi telah bercampur aduk dengan shalawat bid’ah dan shalawat-shalawat yang tidak berasal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Penulis Kitab Barzanji
Kitab Barzanji ditulis oleh “Ja’far al-Barjanzi al-Madani, dia adalah khathîb di Masjidilharâm dan seorang mufti dari kalangan Syâf’iyyah. Wafat di Madinah pada tahun 1177H/1763 M dan di antara karyanya adalah Kisah Maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.[1]
Sebagai seorang penganut paham tasawwuf yang bermadzhab Syiah tentu Ja’far al-Barjanzi sangat mengkultuskan keluarga, keturunan dan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini dibuktikan dalam doanya “Dan berilah taufik kepada apa yang Engkau ridhai pada setiap kondisi bagi para pemimpin dari keturunan az-Zahrâ di bumi Nu’mân”.[2]
Kesalahan Umum Kitab Barzanji
Kesalahan kitab Barzanji tidaklah separah kesalahan yang ada pada kitab Daiba` dan Qasîdah Burdah. Namun, penyimpangannya menjadi parah ketika kitab Barzanji dijadikan sebagai bacaan seperti al-Qur’an. Bahkan, dianggap lebih mulia dari pada Al Qur’an. Padahal, tidak ada nash syar’î yang memberi jaminan pahala bagi orang yang membaca Barzanji, Daiba` atau Qasîdah Burdah. Sementara, membaca al-Qur’an yang jelas pahalanya, kurang diperhatikan. Bahkan, sebagian mereka lebih sering membaca Barzanji daripada membaca al-Qur’an apalagi pada saat perayaan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

: مَن قَرَأَ حَرفًا مِن كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاأَقُوْلُ الـمّ حَرْفٌ وَلكِن ْأَلَِفٌ حَرْفٌ وَلاًّمُ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرفٌ. رَوَاهُ التِّرْمِذِيْ وَصَحَّحَهُ اْلأَلْباَنِيْ

Artinya : Barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka dia akan mendapatkan satu kebaikan yang kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi 10 pahala. Aku tidak mengatakan Alif Lâm Mîmssatu huruf. Akan tetapi, Alifd satu huruf, lâmd satu huruf mîmd satu huruf.[3]
Kesalahan Khusus Kitab Barzanji
Adapun kesalahan yang paling fatal dalam kitab Barzanji antara lain:
Kesalahan Pertama
Penulis kitab Barzanji meyakini melalui ungkapan syairnya bahwa kedua orang tua Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam termasuk ahlul Iman dan termasuk orang-orang yang selamat dari neraka bahkan ia mengungkapkan dengan sumpah.

وَقَدْ أَصْبَحَا وَاللهِ مِنْ أَهْلِ اْلإِيْمَانِ وَجَاءَ لِهَذَا فِيْ الْحَدِيْثِ شَوَاهِدُ
وَمَالَ إِليْهِ الْجَمُّ مِنْ أَهْلِ الْعِرْفَانِ فَسَلِّمْ فَإِنَّ اللهَ جَلَّ جَلاَلُــهُ
وَإِنَّ اْلإِمَامَ اْلأَشْعَرِيَ لَمُثْبِـتَ نَجَاتَهُمَا نَصًّا بِمُحْكَمِ تِبْــيَانِ

Dan sungguh kedua (orang tuanya) demi Allah Azza wa Jalla termasuk ahli iman dan telah datang dalîl dari hadîts sebagai bukti-buktinya.
Banyak ahli ilmu yang condong terhadap pendapat in,i maka ucapkanlah salam karena sesungguhnya Allah Maha Agung.
Dan sesungguhnya Imam al-Asy’ari menetapkan bahwa keduanya selamat menurut nash tibyan (al-Qur’an).[4]
Jelas, yang demikian itu bertentangan dengan hadîts dari Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di manakah ayahku (setelah mati)?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dia berada di Neraka.” Ketika orang itu pergi, beliau Shallallahu alaihi wa sallam memanggilnya dan bersabda: “Sesungguhnya bapakku dan bapakmu berada di Neraka”.[5]
Imam Nawawi rahimahullah berkata: ”Makna hadits ini adalah bahwa barangsiapa yang mati dalam keadaan kafir, ia kelak berada di Neraka dan tidak berguna baginya kedekatan kerabat. Begitu juga orang yang mati pada masa fatrah (jahiliyah) dari kalangan orang Arab penyembah berhala, maka ia berada di Neraka. Ini tidak menafikan penyampaian dakwah kepada mereka, karena sudah sampai kepada mereka dakwah nabi Ibrahim ‘Alaihissalam dan yang lainnya.”[6]
Semua hadits yang menjelaskan tentang dihidupkannya kembali kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan keduanya beriman serta selamat dari neraka semuanya palsu, diada-adakan secara dusta dan lemah sekali serta tidak ada satupun yang shâhih. Para ahli hadits sepakat akan kedhaifannya seperti Dâruquthni al-Jauzaqani, Ibnu Syahin, al-Khathîb, Ibnu Ashâkir, Ibnu Nashr, Ibnul Jauzi, as-Suhaili, al-Qurthubi, at-Thabari dan Fathuddin Ibnu Sayyidin Nas.[7]
Adapun anggapan bahwa Imam al-Asyari yang berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu alaihi wa sallam beriman, harus dibuktikan kebenarannya. Memang benar, Imam as-Suyuthi rahimahullah berpendapat bahwa kedua orang tua Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beriman dan selamat dari neraka, namun hal ini menyelisihi para hâfidz dan para ulama peneliti hadîts.[8]
Kesalahan Kedua
Penulis kitab Barzanji mengajak para pembacanya agar mereka menyakini bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hadir pada saat membaca shalawat, terutama ketika Mahallul Qiyâm (posisi berdiri), hal itu sangat nampak sekali di awal qiyâm (berdiri) membaca:

مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا يَا مَرْحَبًا مَرْحَبًا ياَ جَدَّ الْحُسَيْنِ مَرْحَبًا

Selamat datang, selamat datang, selamat datang, selamat datang wahai kakek Husain selamat datang.
Bukankah ucapan selamat datang hanya bisa diberikan kepada orang yang hadir secara fisik?. Meskipun di tengah mereka terjadi perbedaan, apakah yang hadir jasad nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama ruhnya ataukah ruhnya saja. Muhammad Alawi al-Maliki (seorang pembela perayaan maulid-red) mengingkari dengan keras pendapat yang menyatakan bahwa yang hadir adalah jasadnya. Menurutnya, yang hadir hanyalah ruhnya.
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berada di alam Barzah yang tinggi dan ruhnya dimuliakan Allah Azza wa Jalla di surga, sehingga tidak mungkin kembali ke dunia dan hadir di antara manusia.
Pada bait berikutnya semakin jelas nampak bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diyakini hadir, meskipun sebagian mereka meyakini yang hadir adalah ruhnya.

يَا نَبِيْ سَلاَمٌ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ
يَا حَبِيْبُ سَلاَمٌ عَلَيْكَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْكَ

Wahai Nabi salam sejahtera atasmu, wahai Rasul salam sejahtera atasmu
Wahai kekasih salam sejahtera atasmu, semoga rahmat Allah tercurah atasmu.
Para pembela Barzanji seperti penulis “Fikih Tradisionalis” berkilah, bahwa tujuan membaca shalawat itu adalah untuk mengagungkan nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurutnya, salah satu cara mengagungkan seseorang adalah dengan berdiri, karena berdiri untuk menghormati sesuatu sebetulnya sudah menjadi tradisi kita. Bahkan tidak jarang hal itu dilakukan untuk menghormati benda mati. Misalnya, setiap kali upacara bendera dilaksanakan pada hari Senin, setiap tanggal 17 Agustus, maupun pada waktu yang lain, ketika bendera merah putih dinaikkan dan lagu Indonesia Raya dinyanyikan, seluruh peserta upacara diharuskan berdiri. Tujuannya tidak lain adalah untuk menghormati bendera merah putih dan mengenang jasa para pejuang bangsa. Jika dalam upacara bendera saja harus berdiri, tentu berdiri untuk menghormati Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih layak dilakukan, sebagai ekspresi bentuk penghormatan kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bukankah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia teragung yang lebih layak dihormati dari pada orang lain?[9]
Ini adalah qiyâs yang sangat rancu dan rusak. Bagaimana mungkin menghormati Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam disamakan dengan hormat bendera ketika upacara, sedangkan kedudukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mulia dan derajatnya sangat agung, baik saat hidup atau setelah wafat. Bagaimana mungkin beliau disambut dengan cara seperti itu, sedangkan beliau berada di alam Barzah yang tidak mungkin kembali dan hadir ke dunia lagi. Disamping itu, kehadiran Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke dunia merupakan keyakinan batil karena termasuk perkara ghaib yang tidak bisa ditetapkan kecuali berdasarkan wahyu Allah Azza wa Jalla, dan bukan dengan logika atau qiyas. Bahkan, pengagungan dengan cara tersebut merupakan perkara bid’ah. Pengagungan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terwujud dengan cara menaatinya, melaksanakan perintahnya, menjauhi larangannya, dan mencintainya.
Melakukan amalan bid’ah, khurafat, dan pelanggaran, bukan merupakan bentuk pengagungan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga dengan acara perayaan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan perbuatan tersebut termasuk bid’ah yang tercela.
Manusia yang paling besar pengagungannya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para sahabat Radhiyallahu ‘anhum -semoga Allah meridhai mereka- sebagaimana perkataan Urwah bin Mas’ûd kepada kaum Quraisy: “Wahai kaumku….demi Allah, aku pernah menjadi utusan kepada raja-raja besar, aku menjadi utusan kepada kaisar, aku pernah menjadi utusan kepada Kisra dan Najasyi, demi Allah aku belum pernah melihat seorang raja yang diagungkan oleh pengikutnya sebagaimana pengikut Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengagungkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidaklah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam meludah kemudian mengenai telapak tangan seseorang di antara mereka, melainkan mereka langsung mengusapkannya ke wajah dan kulit mereka. Apabila ia memerintahkan suatu perkara, mereka bersegera melaksanakannya. Apabila beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu, mereka saling berebut bekas air wudhunya. Apabila mereka berkata, mereka merendahkan suaranya dan mereka tidak berani memandang langsung kepadanya sebagai wujud pengagungan mereka”.[10]
 Bentuk pengagungan para sahabat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas sangat besar. Namun, mereka tidak pernah mengadakan acara maulid dan kemudian berdiri dengan keyakinan ruh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang hadir di tengah mereka. Seandainya perbuatan tersebut disyariatkan, niscaya mereka tidak akan meninggalkannya.
Jika para pembela maulîd tersebut berdalih dengan hadîts Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,’Berdirilah kalian untuk tuan atau orang yang paling baik di antara kalian [11], maka alasan ini tidak tepat.
Memang benar Imam Nawawi rahimahullah berpendapat bahwa pada hadits di atas terdapat anjuran untuk berdiri dalam rangka menyambut kedatangan orang yang mempunyai keutamaan[12]. Namun, tidak dilakukan kepada orang yang telah wafat meskipun terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan pendapat yang benar, hadits tersebut sebagai anjuran dan perintah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang Anshar Radhiyallahu ‘anhum agar berdiri dalam rangka membantu Sa’ad bin Muadz Radhiyallahu ‘anhu turun dari keledainya, karena dia sedang luka parah, bukan untuk menyambut atau menghormatinya, apalagi mengagungkannya secara berlebihan[13].
Kesalahan Ketiga
Penulis kitab Barzanji mengajak untuk mengkultuskan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara berlebihan dan menjadikan Nabi sebagai tempat untuk meminta tolong dan bantuan sebagaimana pernyataannya.

فِيْكَ قَدْ أَحْسَنْتُ ظَنِّيْ ياَ بَشِيْرُ ياَ نَذِيـْـُر
فَأَغِثْنِيْ وَأَجِـــن ياَ مُجِيْرُ مِنَ السَّعِيْرِ
يَاغَيَاثِيْ يَا مِــلاَذِيْ فِيْ مُهِمَّاتِ اْلأُمُــوْرِ

Padamu sungguh aku telah berbaik sangka. Wahai pemberi kabar gembira wahai pemberi peringatan.
Maka tolonglah aku dan selamatkanlah aku. Wahai pelindung dari neraka Sa’ir
Wahai penolongku dan pelindungku. Dalam perkara-perkara yang sangat penting (suasana susah dan genting)
Sikap berlebihan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengangkatnya melebihi derajat kenabian dan menjadikannya sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam perkara ghaib dengan memohon kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bersumpah dengan nama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan sikap yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan termasuk perbuatan syirik.
Do’a dan tindakan tersebut menyakiti serta menyelisihi petunjuk dan manhaj dakwah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahkan menyelisihi pokok ajaran Islam yaitu tauhîd. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengkhawatirkan akan terjadinya hal tersebut, sehingga ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit yang membawa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kematian, beliau bersabda: “Janganlah kamu berlebihan dalam mengagungkanku sebagaimana kaum Nasrani berlebihan ketika mengagungkan Ibnu Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah aku adalah hamba dan utusan-Nya”.[14]
Telah dimaklumi, bahwa kaum Nasrani menjadikan Nabi Isa Alaihissalam sebagai sekutu bagi Allah Azza wa Jalla dalam peribadatan mereka. Mereka berdoa kepada Nabi-nya dan meninggalkan berdoa kepada Allah Azza wa Jalla, padahal ibadah tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan peringatan kepada umatnya agar tidak menjadikan kuburan beliau sebagai tempat berkumpul dan berkunjung, sebagaimana dalam sabdanya Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Janganlah kamu jadikan kuburanku tempat berkumpul, bacalah salawat atasku, sesunggguhnya salawatmu sampai kepadaku dimanapun kamu berada”.[15]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan peringatan keras kepada umatnya tentang sikap berlebihan dalam menyanjung dan mengagungkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa salllam. Bahkan, ketika ada orang yang berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata: “Engkau Sayyid kami dan anak sayyid kami, engkau orang terbaik di antara kami, dan anak dari orang terbaik di antara kami”, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada mereka: “Katakanlah dengan perkataanmu atau sebagiannya, dan jangan biarkan syaitan menggelincirkanmu”.[16]
Termasuk perbuatan yang berlebihan dan melampui batas terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bersumpah dengan nama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena sumpah adalah bentuk pengagungan yang tidak boleh diberikan kecuali kepada Allah Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa bersumpah hendaklah bersumpah dengan nama Allah Azza wa Jalla, jikalau tidak bisa hendaklah ia diam”.[17]
Cukuplah dengan hadits tentang larangan bersikap berlebihan dalam mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi dalil yang tidak membutuhkan tambahan dan pengurangan. Bagi setiap orang yang ingin mencari kebenaran, niscaya ia akan menemukannya dalam ayat dan hadits tersebut, dan hanya Allah-lah yang memberi petunjuk.
Kesalahan Keempat
Penulis kitab Barzanji menurunkan beberapa shalawat bid’ah yang mengandung pujian yang sangat berlebihan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para pengagum kitab Barzanji menganggap bahwa membaca shalawat kepada nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan ibadah yang sangat terpuji. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. [al-Ahzâb/ 33:56]
Ayat ini yang mereka jadikan sebagai dalil untuk membaca kitab tersebut pada setiap peringatan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal, ayat di atas merupakan bentuk perintah kepada umat Islam agar mereka membaca shalawat di manapun dan kapanpun tanpa dibatasi saat tertentu seperti pada perayaan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tidak dipungkiri bahwa bersalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama ketika mendengar nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam disebut sangat dianjurkan. Apabila seorang muslim meninggalkan salawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia akan terhalang dari melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan manfaat, baik di dunia dan akhirat, yaitu:
  1. Terkena doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sungguh celaka bagi seseorang yang disebutkan namaku di sisinya, namun ia tidak bersalawat atasku”.[18]
  2. Mendapatkan gelar bakhil dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Orang bakhîl adalah orang yang ketika namaku disebut di sisinya, ia tidak bersalawat atasku”[19].
  3. Tidak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Azza wa Jalla, karena meninggalkan membaca salawat dan salam atas Nabi n dan keluarganya. Nabi n bersabda: “Barangsiapa membaca salawat atasku sekali, maka Allah Azza wa Jalla bersalawat atasnya sepuluh kali”.[20]
  4. Tidak mendapatkan keutamaan salawat dari Allah Azza wa Jalla dan para Malaikat.
    Allah Azza wa Jalla berfirman:”Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya memohonkan ampunan untukmu, supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya yang terang dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” [Al-Ahzâb/ 33:43]
Bahkan, membaca shalawat menjadi sebab lembutnya hati, karena membaca shalawat termasuk bagian dari dzikir. Dengan dzikir, hati menjadi tenteram dan damai sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla : “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah Azza wa Jalla. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (Ar-Ra’du/ 13:28). Tetapi dengan syarat membaca shalawat secara benar dan ikhlas karena Allah Azza wa Jalla semata, bukan shalawat yang dikotori oleh bid’ah dan khufarat serta terlalu berlebihan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga bukan mendapat ketenteraman di dunia dan pahala di akherat, melainkan sebaliknya, mendapat murka dan siksaan dari Allah Azza wa Jalla. Siksaan tersebut bukan karena membaca shalawat, namun karena menyelisihi sunnah ketika membacanya. Apalagi, dikhususkan pada malam peringatan maulîd Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja, yang jelas-jelas merupakan perayaan bid’ah dan penyimpangan terhadap Syariat.
Kesalahan Kelima
Penulis kitab Barzanji juga menyakini tentang Nur Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang terungkap dalam syairnya:

وَماَ زَالَ نُوْرُ الْمُصْطَفَى مُتْنَقِلاً مِنَ الطَّيِّبِ اْلأَتْقَي لِطاَهِرِ أَرْدَانٍ

Nur Mustafa (Muhammad) terus berpindah-pindah dari sulbi yang bersih kepada yang sulbi suci nan murni.
Bandingkanlah dengan perkataan kaum zindiq dan sufi, seperti al-Hallaj yang berkata: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki cahaya yang kekal abadi dan terdahulu keberadaannya sebelum diciptakan dunia. Semua cabang ilmu dan pengetahuan di ambil dari cahaya tersebut dan para Nabi sebelum Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam menimba ilmu dari cahaya tersebut.
Demikian juga perkataan Ibnu Arabi Atthâ’i bahwa semua Nabi sejak Nabi Adam Alaihissalam hingga Nabi terakhir mengambil ilmu dari cahaya kenabian Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu penutup para Nabi”.[2]
Perlu kita ketahui bahwa ghuluw itu banyak sekali macamnya. Kesyirikan ibarat laut yang tidak memiliki tepi. Kesyirikan tidak hanya terbatas pada perkataan kaum Nasrani saja, karena umat sebelum mereka juga berbuat kesyirikan dengan menyembah patung, sebagaimana perbuatan kaum jahiliyah. Di antara mereka tidak ada yang mengatakan kepada Tuhan mereka seperti perkataan kaum Nasrani kepada Nabi Isa Alaihissalam , seperti ; dia adalah Allah, anak Allah, atau menyakini prinsip trinitas mereka. Bahkan mereka mengakui bahwa tuhan mereka adalah kepunyaan Allah Azza wa Jalla dan di bawah kekuasaan-Nya. Namun mereka menyembah tuhan-tuhan mereka dengan keyakinan bahwa tuhan-tuhan mereka itu mampu memberi syafaat dan menolong mereka.
Demikian uraian sekilas tentang sebagian kesalahan kitab Barzanji, semoga bermanfaat.[23]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_________
Footnotes
[1]. Al-Munjid fî al A’lâm, 125
[2]. Majmûatul Mawâlid, hal. 132.
[3]. HR.Tirmidzi dan dishahîhkan al Albâni di dalam shâhihul jam’i hadits yang ke 6468
[4]. Lihat Majmûatul Mawâlid Barzanji, hal. 101.
[5]. Shahih diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya (348) dan Abu Daud dalam Sunannya (4718).
[6]. Lihat Minhâj Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi, 3/ 74.
[7]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324)
[8]. Aunul Ma’bûd, Abu Thayyib (12/ 324)
[9]. Lihat Fikih Tradisionalisme, Muhyiddîn Abdusshâmad (277-278)
[10]. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri : 3/187, no : 2731, 2732, al-Fath 5/388.
[11]. Shahih diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (3043) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (1768)
[12]. Lihat Minhâj Syarah Shahîh Muslim, Imam Nawawi, juz XII, hal. 313.
[13]. Lihat Ikmâlil Mu’lim Bi Syarah Shahîh Muslim, Qadhi Iyadh, 6/ 105.
[14]. Shahîh diriwayatkan Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (3445)
[15]. Shahîh diriwayatkan oleh Abu Dâwud dengan sanad yang shahîh (2042) dan dishahîhkan oleh Syaikh Albâni dalam Ghâyatul Marâm : 125
[16]. Shahîh, dishahîhkan Oleh Albâni dalam Ghâyatul Marâm 127, lihatlah takhrîj beliau di dalamnya.
[17]. Shahîh, diriwayatkan oleh Imam Bukhâri dalam Shahîhnya (2679) dan Imam Muslim dalam Shahîhnya (1646)
[18]. Shahîh, diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dalam Sunannya (3545), Imam Ahmad dalam Musnadnya 2/254, dan dishahîhkan oleh Albâni dalam irwâ’ : 6
[19]. Shahîh diriwayatkan Imam Tirmidzi dalam Sunannya (3546), Imam Ahmad dalam Musnadnya 1/201 dan dishahîhkan Albâni dalam irwâ’ : 5
[20]. Shahîh diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahîhnya (284).
[21]. Majmûatul Mawâlîd(101).
[22]. Lihat perinciannya dalam kitab Mahabbatur Rasûlullâh oleh Abdur Rauf Utsman (169-192).
[23]. Insya Allah, untuk lebih jelasnya akan penulis sampaikan dalam buku ”Ritual Tradisional”. Semoga Allah k memudahkan penulisan buku ini yang memuat 40 bid’ah populer di kalangan kaum tradisional di Indonesia yang meliputi, Shalawâtan, Barzanjian, Daibaan, Yasinan, Tahlilan, Ratiban, Manaqiban, Rajaban, Sya’banan, Selamatan dan bid’ah-bid’ah lain.


Kesesatan Kitab Barzanji, Qashidah Burdah, dan Maulid Syarafil Anam

Muqaddimah
Kitab Barzanji adalah kitab yang sangat popular di kalangan kaum Muslimin di Indonesia. Kitab ini merupakan bacaan wajib pada acara-acara Barzanji atau diba’ yang merupakan acara rutin bagi sebagian kaum muslimin di Indonesia.
Kitab Barzanji ini terkandung di dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa-Ad’iyyah yang merupakan kumpulan dari beberapa tulisan seperti: Qoshidah Burdah, Maulid Syarafil Anam, Maulid Barzanji, Aqidatul Awwam, Rotib al-Haddad, Maulid Diba’i, dan yang lainnya.
Kitab yang popular ini di dalamnya banyak sekali penyelewengan-penyelewengan dari syari’at Islam bahkan berisi kesyirikan dan kekufuran yang wajib dijauhi oleh setiap Muslim.Karena itulah Insya Allah dalam pembahasan kali ini akan kami jelaskan kesesatan-kesesatan kitab ini dan kitab-kitab  yang menyertainya dalam kitab,  sebagai nasehat keagamaan bagi saudara-saudara kaum muslimin dan sekaligus sebagai jawaban kami atas permintaan sebagian pembaca yang menanyakan isi kitab ini. Dan sebagai catatan bahwa cetakan kitab yang kami jadikan acuan dalam pembahasan ini adalah cetakan PT. Al-Ma’arif Bandung.
Maulid Barzanji dan Kesesatan-Kesesatannya
Maulid Barazanji yang terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 72-147, di dalamnya terdapat banyak sekali kesalahan-kesalahan dalam aqidah, seperti kalimat-kalimat yang ghuluw (melampaui batas syar’I) terhadap Nabi, kalimat-kalimat kekufuran, kesyirikan, serta hikayat-hikayat lemah dan dusta.
Di antara kesesatan-kesesatan kitab ini adalah:
  1. Mengamini Adanya “Nur Muhammad”
Penulis berkata dalam halaman 72-73:
وأصلى و أسلم على النور الموصوف بالتقدم و الأولية
Dan aku ucapkan selawat dan salam atas cahaya yang disifati dengan yang dahulu dan yang awal
Kami katakan: ini adalah aqidah Shufiyyah yang batil, orang-orang Shufiyyah beranggapan bahwa  semua yang ada di alam semesta ini diciptakan dari nur (cahaya) Muhammad kemudian bertebaran di alam semesta. Keyakinan ini merupakan ciri khas dari kelompok Shufiyyah, keyakinan mereka ini hampir-hampir selalu tercantum dalam kitab-kitab mereka.
Ibnu Atho as-Sakandari berkata: “Seluruh nabi diciptakan dari Ar-Rohmah dan Nabi kita Muhammad adalah ‘Ainur Rahmah.” (Lathaiful Minan hal. 55)
Merupakan hal yang diketahui setiap muslim bahwasanya Rasulullah adalah manusia biasa yang dimuliakan oleh Allah dengan risalah-Nya sebagaimana para rasul yang lainnya, Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا(110)
“Katakanlah:”Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kalian, yang diwahyukan kepadaku:”Bahwa sesungguhnya Ilah kalian itu adalah Ilah Yang Esa”.” (QS. Al-Kahfi : 110)
  1. Membawakan Hikayat-HikayatDusta Seputar Kelahiran Nabi
Penulis berkata dalam halaman 77-79 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:
و نطقت بحمله كل دابة لقريش بفصاح الألسن العربية
و خرت الأسرة و الأصنام على الوجوه و الأفواه
و تباشرت وحوش المشارق و المغارب و دوابها البحرية
حضر أمه ليلة مولده  اسية و مريم في نسوة من الحظيرة القدسية
Dan memberitahukan tentang dikandungnya beliau setiap binatang ternak Quraisy dengan Bahasa Arab yang fasih!
Dan tersungkurlah tahta-tahta dan berhala-berhala atas wajah-wajah dan mulut-mulut mereka!
Dan saling memberi kabar gembira binatang-binatang liar di timur dan di barat beserta binatang-binatang lautan!
Saat malam kelahirannya  datang kepada ibunya Asiyah dan Maryam beserta para wanita dari surga!
Kami katakan: Kisah ini adalah kisah yang lemah dan dusta sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama hadits. (Lihat Siroh Nabawiyyah Shohiihah 1/97-100)
  1. Bertawassul denga Dzat Nabi
Penulis berkata pada halaman 106 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini:
و نتوسل إليك بشرف الذات المحمدية
و من هو آخر الأنبياء بصورته و أولهم بمعناه
وبآله كواكب أمن البرية
Dan kami bertawassul kepadaMu dengan kemuliaan dzat Muhammad
Dan yang dia adalah akhir para nabi secara gambaran dan yang paling awal secara makna
Dan dengan para keluarganya bintang-bintang keamanan manusia
Kami katakan: Tawassul dengan dzat Nabi  dan keluarganya serta orang-orang yang sudah mati adalah tawassul yang bid’ah dan dilarang. Tidak ada satupun doa-doa dari Kitab dan Sunnah yang terdapat di dalamnya tawassul dengan jah atau kehormatan atau hak atau kedudukan dari para makhluk. Banyak para imam  yang mengingkari tawasssul-tawassul bid’ah ini. al-Imam Abu Hanifah berkata: “Tidak selayaknya bagi seorang pun berdoa kepada Allah kecuali denganNya, aku membenci jika dikatakan: “Dengan ikatan-ikatan kemuliaan dari arsyMu, atau dengan hak makhlukMu.” Dan ini juga perkataan al-Imam Abu Yusuf. (Fatawa Hindiyyah 5/280)
Syeikh al-Albani berkata: “ Yang kami yakin dan kami beragama kepada Allah dengannya bahwa tawassul-tawassul ini tidaklah diperbolehkan dan tidak disyari’atkan, karena tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah padanya, tawassul-tawassul ini telah diingkari oleh para ulama ahli tahqiq dari masa ke masa.” (at-Tawassul anwa’uhu wa Ahkamuhu hal. 46-47)
  1. Menyatakan Bahwa Kedua Orang Tua Nabi Dihidupkan Lagi dan Masuk Islam
Penulis berkata dalam halaman 114:
وقد أصبحا والله من أهل الإيمان
و جاء لهذا في الحديث شواهد
فسلم فإن الله جل جلاله
قدير على الإحياء فى كل أحيان
Dan sesungguhnya keduanya (Abdullah dan Aminah) telah menjadi ahli iman
Dan telah datang hadits tentang ini dengan syawahidnya (penguat-penguatnya)
Maka terimalah karena sesungguhnya Allah mampu menghidupkan di setiap waktu
Kami katakan: Hadits tentang dihidupkannya kedua orang tua Nabi dan berimannya keduanya kepada Nabi adalah hadits yang dusta. Syaikh Ibnu Taimiyyah berkata: “Hadits ini tidak shohih menurut ahli hadits, bahkan mereka sepakat bahwa hadits itu adalah dusta dan diada-adakan…Hadits ini di samping palsu juga bertentangan dengan al-Qur’an, hadits shohih dan ijma.”(Majmu’ Fatawa 4/324)
  1. Berdoa dan Beristighotsah kepada Nabi
Penulis berkata dalam halaman 1114:
يا بشير يا نذير
فأغثني و أجرني يا مجير من السعير
يا ولي الحسنات يا رفيع الدرجات
كفر عني الذنوب و اغفر عني السيأت
Wahai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan
Tolonglah aku dan selamatkan aku, wahai penyelamat dari neraka Sa’ir
Wahai pemilik kebaikan-kebaikan dan pemilik derajat-derajat
Hapuskanlah dosa-dosa dariku dan ampunilah kesalahan-kesalahanku
Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, dan penyelamat dari azab neraka,padahal Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَدْعُو رَبِّي وَلَا أُشْرِكُ بِهِ أَحَدًا(20)قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا(21)قُلْ إِنِّي لَنْ يُجِيرَنِي مِنَ اللَّهِ أَحَدٌ وَلَنْ أَجِدَ مِنْ دُونِهِ مُلْتَحَدًا(22)
“Katakanlah: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan akau tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.” (QS. Al-Jin: 20-22)
Syaikh Abdur Rohman bin Nashir as-Sa’di berkata: “Katakanlah kepada mereka wahai rosul sebagai penjelasan  dari hakikat dakwahmu: “Sesungguhnya Aku hanya menyembah Rabbku dan aku tidak mempersekutukan sesuatupun denganNya.” Yaitu aku mentauhidkan-Nya, Dialah Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya. Aku lepaskan semua yang selain Allah dari berhala dan tandingan-tandingan, dan semua sesembahan yang disembah oleh orang-orang musyrik selain-Nya. “Katakanlah“Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan.”Karena aku adalah seorang hamba yang tidak memiliki sama sekali perintah dan urusan. .” Katakanlah: “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya.”Yaitu tidak ada seorang pun  yang dapat aku mintai perlindungan agar menyelamatkanku dari adzab Allah. Jika saja Rasulullah yang merupakan makhluk yang paling sempurna, tidak memiliki kemadhorotan dan kemanfaatan, dan tidak bisa menahan dirinya dari Allah sedikitpun, jika Dia menghendaki kejelekan padanya, maka yang selainnya dari makhluk lebih pantas untuk tidak bisa melakukan itu semua.” (Tafsir al-Karimir Rohman hal. 1522 cet. Dar Dzakhoir)
Ayat-ayat di atas dengan jelas menunjukkan atas larangan berdo’a kepada Rasulullah dan bahwa Rasulullah tidak bisa menyelamatkan dirinya dari adzab Allah apalagi menyelamatkan yang lainnya !
Qoshidah Burdah Dan Kesesatan-Kesesatannya
Qoshidah Burdah terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah di dalam halaman 148-173. Qoshidah ini ditulis oleh Muhammad al-Bushiri seorang tokoh tarikat Syadziliyyah.
Qoshidah Burdah adalah kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat kesyirikan dan kekufuran yang nyata, di antara bait dari qoshidah tersebut adalah:
فإن من جودك الدنيا و ضرتها
ومن علومك علم اللوح والقلم
Maka sesungguhnya dunia dan akhirat adalah dari kemurahanmu wahai Nabi
Dan dari ilmumu ilmu lauh dan qolam (hal 172 dari kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)
Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin mengomentari perkataan Bushiri di atas dengan berkata: “Ini termasuk kesyirikan yang terbesar, karena menjadikan dunia dan akhirat berasal dari Nabi yang konsekwensinya bahwasanya Allah sama sekali tidak punya peran…”(Qaulul Mufid 1/218)
Maulid Syarofil-Anam dan Kesesatan-Kesesatannya
Maulid Syarofil Anam terkandung dalam kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah ini dalam halaman 217, dia juga merupakan kumpulan bait-bait sya’ir yang di dalamnya terdapat banyak sekali kalimat-kalimat yang ghuluw terhadap Nabi, di antara contoh-contoh kalimat tersebut adalah:
السلام عليك          يا ماحي الذنوب
السلام عليك          يا جالي الكروب
Keselamatan semoga terlimpah atas mu wahai penghapus dosa
Keselamatan semoga terlimpah atasmu wahai penghilang duka-duka (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 3 dan 4)
يا رسول الله يا خير كل الأنبياء
نجنا من هاوية يا زكي المنصب
Wahai Rasulullah wahai yang terbaik dari semua Nabi
Selamatkanlah kami dari neraka Hawiyah wahai pemilik jabatan yang suci (hal. 8 dari kitabMajmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah)
Kami katakan: Ini adalah kesyirikan dan kekufuran yang nyata karena penulis berdoa kepada Nabi dan menjadikan Nabi sebagai penghapus dosa, penghilang kedukaan, dan penyelamat dari azab neraka, padahal Nabi tidak kuasa mendatangkan suatu  kemudhorotan pun dan tidak pula suatu kemanfaatan kepada siapa pun, tiada seorang pun dapat melindunginya dari azab Allah dan tidak akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya, sebagaimana dalam ayat 20-22 dari Surat al-Jin di atas.
Kemudian di dalam kitab Maulid Syarofil Anam juga terkandung banyak kisah-kisah yang lemah dan dusta  sebagaimana dalam kitab Barzanji di atas, seperti kisah bahwasanya ibunda Rasulullah ketika mengandung beliau tidak merasa berat sama sekali, Rasulullah dilahirkan dalam keadaan sudah dikhitan, bercelak, berhala-berhala jatuh tersungkur, bergoncanglah singgasana Kisro, dan matilah api orang-orang Majusi (kitab Majmu’atu Mawalid wa Ad’iyyah hal. 10-12). Kisah-kisah ini adalah kisah-kisah yang lemah dan dusta sebagaimana dijelaskan oleh para ulama hadits (Lihat Siroh Nabawiyah Sohihah 1/97-100).
(Dipetik dari tulisan Abu Ahmad As-Salafi, Majalah Al-Fuqon, Gresik, edisi 09 tahun VI/ Robi’uts Tsani 1428 /Mei 2007, halaman 41-44).
Fatwa: Maulid Al-Barzanji Bid’ah
Pertanyaan:
Di sisi kami ada yang dinamai dengan Al-Barzanji, yaitu ekspresi untuk berkumpulnya orang-orang lalu mereka mengulang-ulang sierah/ sejarah Rasul dan mereka bershalawat atasnya dengan lagu tertentu dan mereka mengerjakannya itu di sisi kami dalam acara-acara atau dalam pengantenan-pengantenan.
Fatwa:
Al-hamdulillah, shalawat dan salam atas Rasulillah dan atas keluarganya dan sahabatnya. Adapun setelah itu: Maka ini adalah perkara muhdats (diada-adakan secara baru, kata lain dari bid’ah, red), tidak pernah dikerjakan oleh (para sahabat) orang sebaik-baik ummat ini sesudah nabinya, yaitu mereka para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta agungnya kecintaan mereka terhadap beliau. Seandainya itu baik maka pasti mereka telah mendahului kita kepadanya.
Kita wajib mengagungkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan kita saling mengkaji sierah/ sejarah beliau agar kita mendapatkan petunjuk dengan pentunjuk beliau dan mengikuti jejak beliau, tetapi beserta ikut kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal yang disyari’atkannya, dan tidak membuat-buat ibadah-ibadah baru yang beliau tidak membawakannya, atau tambahan atas ibadah-ibadah yang telah disyari’atkannya. Karena hal itu termasuk sebab-sebab ditolaknya amal atas pelakunya. Maka sungguh telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيهِ أمرُنا فَهُوَ رَدٌّ ” رواه البخاري ومسلم
Barangsiapa beramal suatu amalan bukan berdasarkan atas perintah kami maka dia tertolak. (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim dan lainnya)
Wallahu a’lam
(Mufti Markaz fatwa dengan bimbingan Dr Abdullah Al-Faqih, Fatawa Ash-Shabakah Al-Islamiyyah juz 8 halaman 147, nomor fatwa 15215, judul: Maulid Al-Barzanji bid’ah, tanggal fatwa 28 Muharram 1423H/ islamweb).
(nahimunkar.com)
Teks Fatwa: Maulid al-Barzanji Bid’ah:
فتاوى الشبكة الإسلامية – (ج 8 / ص 147)
رقم الفتوى : 15215
عنوان الفتوى : مولد البرزنجي بدعة
تاريخ الفتوى : 28 محرم 1423
السؤال
عندنا شيء يسمى بالبرزنجي وهو عبارة أن يجتمع الناس فيرددون سيرة الرسول ويصلون عليه بنغم معين ويفعلونه عندنا في المناسبات أو في الاعراس؟
الفتوى
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:
فهذا أمر محدث لم يفعله خير هذه الأمة بعد نبيها، وهم أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم مع عظيم حبهم له، ولو كان خيراً لسبقونا إليه.
وعلينا أن نعظم النبي صلى الله عليه وسلم ونتدارس سيرته لنهتدي بهديه ونقتفي أثره، ولكن مع الاتباع له صلى الله عليه وسلم فيما شرعه، وعدم إحداث عبادات لم يأت بها، أو الزيادة على العبادات التي شرعها، فإن ذلك من أسباب رد العمل على صاحبه، فقد قال صلى الله عليه وسلم: “من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد” رواه البخاري ومسلم وغيرهما، وقد سبق بيان تعريف البدعة وضوابطها في جواب برقم: 631 فليراجع.
والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه
(nahimunkar.com)




Tahukah anda,apa arti yang terkandung dalam barzanji?

Juli 23, 2012

STUDI KRITIS!
Syair-syair Barzanji & Burdah

Berikut adalah beberapa kalimat kufur dan syirik yang terdapat dalam kitab Barzanji sekaligus komentar dari sebagian ulama.
Hambamu yang miskin mengharapkan
“Karuniamu (wahai Rasul) yang sangat banyak”
Padamu aku telah berbaik sangka
“Wahai pemberi kabar gembira dan Pemberi Peringatan”
Maka tolonglah Aku, selamatkan Aku
“Wahai Penyelamat dari Sa’iir (Neraka)”
Wahai penolongku dan tempat berlindungku
“Dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpaku”
Penjelasan :
Misi dan tujuan kedatangan Rasulullah yang utama adalah untuk membebaskan manusia dari penghambaan diri kepada selain Allah. Sementara penyair dalam petikan syair Barzanji di atas menyatakan penghambaan dirinya kepada Rasulullah (bukan kepada Allah) dan mengharapkan pemberian yang banyak dari beliau. Pada bait yang ke-2 dia telah berbaik sangka kepada Rasulullah (untuk menyelamatkan dirinya). Padahal Nabi sendiri menyuruh untuk berbaik sangka hanya kepada Allah bilamana akan menghadap Allah (akan mati) Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sahabat Jabir bin Abdillah bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah bersabda (3 hari sebelum wafatnya) :
Janganlah mati salah seorang dari kamu melainkan ia berbaik sangka kepada Allah ‘Azza wa Jalla
berbaik sangka dalam hadits tersebut maksudnya adalah mengharap rahmat dan ampunan
Pada bait yang ke-3 penyair minta pertolongan kepada Rasulullah dan minta perlindungan dari beliau supaya diselamatkan dari api neraka, padahal Nabi sendiri melarang umatnya memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang menimpa (beristigotsah) kecuali hanya kepada Allah. Bahkan beliau sendiri meminta perlindungan hanya kepada Allah dan memerintahkan ummatnya untuk berlindung serta memohon perlindungan hanya kepada Allah semata. Rasulullah bersabda : “
Tidaklah boleh memohon untuk menghilangkan kesusahan dan kesulitan yang menimpa (beristigotsah) kepadaku (karena Nabi tidak mampu melakukannya), dan beristigotsah itu hanya boleh kepada Allah semata.” [HR. Thabrani, semua periwayatnya shahih kecuali Ibnu luhaiah, dia hasan].
Pada bait yang ke-4 penyair menjadikan Nabi sebagai penolong dan tempat berlindung dalam perkara-perkara besar dan berat yang menimpanya dengan melupakan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai penolong dan tempat berlindung yang Nabi sendiri meminta pertolongan dan perlindungan hanya kepada-Nya.
Keempat bait syair ini di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang mengandung kesesatan dan kesyirikan yang sangat berat. Hal ini tidak diketahui oleh orang-orang yang berdiri mendendangkan syair-syair Barzanji tersebut. Berdirinya mereka (pembaca Barazanji) pada acara Maulid dan “Cukuran” (potong rambut bayi) dan acara ziarahan di rumah calon jamaah hajji. dikatakan oleh Ulama bahwa hal itu didasarkan kepada I’tiqad (keyakinan) sesat bahwasanya Nabi menghadiri majelis yang di dalamnya di baca kisah maulid tersebut. Setelah mendapat kritikan Ulama mereka pindah kepada I’tiqad (keyakinan) lain yang sama juga sesatnya yaitu anggapan bahwa Ruh Nabi hadir menyertai mereka. Sehingga terdengar dari mereka ungkapan “Jasadnya tidak menyertai kita akan tetapi rohaniatnya selalu bersama kita.”
Kemudian di dalam Qashidah Burdah yang dicetak bersama kitab Barzanji, ada bait-bait yang dikritik oleh Ulama karena mengandung pujian melampaui batas yang ditujukan kepada Rasulullah (Ithra) sehingga menempatkan Nabi pada posisi dan tingkatan Allah ‘Azza wa Jalla. Diantara bait yang dikritik itu adalah:
Wahai makhluk yang mulia tiadalah bagiku tempat berlindung”
“selain engkau, di kala bencana besar menimpaku”
“Maka sesungguhnya termasuk sebagian dari pemberianmu (adalah) dunia dan akhirat”
“dan termasuk sebagian dari ilmumu adalah ilmu tentang apa yang tercatat
dalam Al-Lauh Al-Mahfudzh
dan apa yang tertulis oleh Pena Allah
Inilah sebagian dari syair Qashidah yang mengandung Pujian kepada Rasululah saw yang melampai batas.
[Al-Hujjah Risalah No: 50 / Thn IV / Rabiul Awal / 1423H ]
sumber: http://www.abusalma.wordpress.com


 https://aslibumiayu.wordpress.com/2012/07/23/tahukah-andaapa-arti-yang-terkandung-dalam-barzanji/

Jumat, April 22, 2011

Kesesatan- kesesatan dalam kitab Berzanji .‎

Di tulis oleh H Mahrus ali

Kitab berzanji yang sesat

Kitab berzanji yang penuh dengan kekeliruan , kesesatan , kesyirikan  sebagaimana  yang saya jelaskan dalam buku karya  saya  secara husus satu buku , ternyata masih di sanjung oleh kalangan orang yang cinta berzanji  . Lihat  tulisan Ahmad Musthofa  Tuban  sbb :



KITAB BERZANJI

Kitab Barzanji adalah buah karya Syekh Jafar Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M), seorang qadli (hakim) dari Mazhab Maliki yang bermukim di Madinah. Judul asli kitab tersebut, 'Iqd al-Jawahir (untaian permata). Namun, nama Barzanji (sang penulis--Red) lebih dikenal masyarakat Muslim ketimbang nama judul kitabnya. Dan pengucapan kata 'barzanji' secara fasih agaknya cukup menyulitkan lidah lokal Indonesia, sehingga kata tersebut teradaptasi menjadi berjanji.
Karya sastra al-Barzanji ini begitu masyhur di Tanah Air. Syekh Nawawi al-Bantani telah mensyarahi (menjabarkan) isi kitab tersebut dan diberi judul Madarijus Shu`ud ila Iktisa` al-Burud. Beberapa ahli bahasa Arab menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Sastrawan WS Rendra pernah mementaskannya dalam Pagelaran Seni Teater Shalawat Barzanji beberapa tahun silam.
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) sadar akan pentingnya figur pemersatu yang diimajinasikan bersama. Dialah Rasulullah SAW.
----
Minggu, 08 Maret 2009 pukul 21:34:00
Keagungan Nabi dalam Barzanji

SASTRA ISLAM

Yaa Nabi salam 'alaika (Wahai Nabi, semoga kedamaian selalu tercurahkan kepadamu)
Yaa Rasul salam 'alaika (Wahai Rasul, semoga kedamaian selalu tercurahkan kepadamu)
Yaa habib salam 'alaika (Wahai sang kekasih, semoga kedamaian selalu tercurahkan kepadamu)
Shalawatullah 'alaika (Semoga kemulyaan dari Allah selalu dilimpahkan kepadamu).
Syair itu begitu akrab di telinga masyarakat Muslim Indonesia. Setiap saat, baik di rumah, surau, majelis taklim, maupun masjid, syair tersebut dikumandangkan untuk memuji Nabi Muhammad SAW. Apalagi pada bulan Rabiul Awal, yang merupakan tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, pembacaan syair-syair pujian kepada Rasulullah, baik Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar (Maulid Habsyi), bergema dalam berbagai kegiatan keagamaan. Tidak saja di Indonesia, tetapi juga sering dibaca umat Islam di Asia Tenggara dalam berbagai upacara keagamaan. Dan syair maulid Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar dan lainnya, kini dibukukan dalam satu buku yang diberi nama Syaraf al-Anam.
Umat Muslim Indonesia punya cara tersendiri dalam mengekspresikan rasa cintanya terhadap Rasulullah SAW. Pujian dan shalawat disuarakan bersama-sama secara khusyuk dan terkadang diiringi alunan musik tradisional, kompang, gambus, hadrah, rebana, dan lainnya. Kegiatan pembacaan syair maulid ini begitu semarak dalam semangat kebersamaan. Bagi umat Islam, pembacaan syair-syair maulid ini merupakan penghormatan dan pujian atas keteladanan penghulu umat, Muhammad SAW.
Syair di atas adalah bait kedua dan ketiga dari nazhom Al-Barzanji. Namun demikian, saat pembacaan syair Burdah, Diba' atau al-Habsyi, syair ini juga sering dibaca, terutama ketika memasuki mahallu al-qiyam (tempat berdiri).

 Syair Barzanji yang dikenal juga dengan Maulid Barzanji mengisahkan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dalam untaian syair yang menakjubkan. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua, yaitu natsar dan nazhom. Pada bagian natsar terdapat 19 subbagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi ah pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya merunutkan riwayat Nabi Muhammad SAW, mulai dari saat-saat menjelang baginda Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian nazhom terdiri atas 16 subbagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir nun.
Di dalam kitab ini tidak terdapat informasi tentang tanggal, bulan, dan tahun suatu peristiwa sejarah secara detail. Kitab ini ditulis tidak dimaksudkan sebagai buku sejarah, namun data historis yang disajikan merujuk kepada Alquran, hadis, dan sirah nabawiyah. Syair ini merupakan karya sastra tentang riwayat hidup Rasulullah SAW dengan kekuatan bahasa, pemilihan kata yang apik dan serasi, serta metafor yang indah. Sebagai contoh, keluhuran sosok Rasulullah dianalogikan dengan benda-benda langit sebagai penghias alam semesta, bahkan lebih indah dari benda-benda itu.
Cahaya di atas cahaya
Bahkan, Syekh Ja'far menggambarkan kehadiran sang Rasul di tengah umat Muslim dalam nazhom-nya pada baris keempat yang berbunyi :
Asyraqa al-badru 'alaina fa ikhtafat minhu al-buduuru (Telah terbit purnama di tengah-tengah kita, maka tertutuplah semua bulan purnama).
Pada bait berikutnya, Syekh Ja'far menggambarkan:
Anta syamsun anta badrun Anta nuurun fawqa nuuri (Engkaulah surya, engkaulah purnama. Engkaulah cahaya di atas cahaya).
Dalam tradisi masyarakat Arab, metafora dan simbol terhadap benda-benda langit dimaksudkan menumbuhkan kekuatan rasa cinta dan rindu terhadap orang yang dijunjung, sebagaimana manusia selalu merindukan hadirnya purnama. Dengan penggambaran yang demikian, sang pengarang ingin menyampaikan betapa pribadi Rasulullah begitu agung lagi penting bagi umat manusia, sebagaimana benda-benda langit yang letaknya di atas, memancarkan keindahan, tak terjangkau oleh tangan namun selalu dirindukan, dan memiliki peran penting dalam menjaga dinamika kehidupan alam semesta.
Pribadi dan akhlak baginda Nabi tidak lain adalah ejawantah ajaran Alquran yang wajib ditiru oleh umat Islam. Beliau adalah cahaya di atas cahaya yang menyinari hati setiap umatnya, membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Anta mishbahu as-shuduuri (Engkau adalah lentera hati), kata Syekh Ja'far dalam nazhom bait ketujuh. Kehadirannya sebagai cahaya merupakan nikmat tak terhingga bagi semua makhluk hidup. Melalui beliaulah manusia mengenal Tuhannya secara lebih dekat.
Keindahan syair Barzanji tidak hanya terletak pada metafornya, tetapi juga pilihan kata-katanya. Setiap kalimatnya berupa kasidah puitis yang diakhiri dengan huruf yang sama (ah atau nun). Mudah diucapkan dan nikmat didengar. Bahkan, bagi masyarakat yang masih kuat memelihara tradisi lisan, susunan kalimat itu mempermudah umat dalam menghapalkannya. Sebagaimana kebiasaan para santri pesantren tradisional yang melantunkan bait-bait syair Barzanji tanpa melihat teks.
Untaian kemilau kata yang berakhir dengan bunyi ah tampak pada pelukisan nasab baginda Nabi Muhammad SAW dalam natsar bait pertama. Judul Untaian Mutiara/ agaknya dipilih oleh penulis untuk melukiskan kemulyaan silsilah keluarga Rasulullah yang dituturkan dalam rangkaian kalimat bersajak. Berikut adalah terjemahannya.
''Kusampaikan bahwasanya junjungan kita Nabi Muhammad SAW adalah putra Abdullah, putra Abdul Muthalib, nama aslinya ialah Syaibatul Hamd, karena budi pekertinya yang agung. (Abdul Muthalib) adalah putra Hasyim, nama aslinya Amr, putra Abdu Manaf, yang nama aslinya Al-Mughirah, yang mencapai kemulyaan yang tinggi.''
Pada bagian ini ditutup dengan untaian syair:
Nasabun tahsibul 'ula bihulah (Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi).
qalladatha nujumah al-jawza'u (laksana barisan bintang-bintang yang saling terkait).
Habbadza 'iqdu sudadiw wa fakhari (Betapa indah untaian yang sangat mulia dan membanggakan itu).
anta fahil yatimatul 'ashma-u (dengan dikau yang laksana liontin berkilau di dalamnya).
Sejumlah kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, secara berurutan diuraikan dengan rima yang masih sama. Sang penulis mengisahkan masa kehamilan ibunda Rasul, dan kelahiran beliau yang disertai dengan keajaiban-keajaiban alam. Berikut sekelumit kisah kehadiran sang Nabi dari syair Barzanji.
Dikisahkan pada masa hamil Nabi Muhammad, ibunda beliau, Aminah, didatangi malaikat utusan Allah yang mengabarkan bahwa beliau sedang mengandung seorang nabi dan junjungan seluruh umat manusia. Pada masa kehamilan itu pula, sang ibu menyaksikan cahaya keluar dari tubuhnya. Cahaya tersebut bersinar sampai ke negeri Syam.
Di tempat lain terjadi pula peristiwa yang menakjubkan. Disebutkanlah satu guncangan di istana Kisra di Persia yang menyebabkan istana tersebut retak, yang menjadi tanda keruntuhan kerajaan itu. Juga, api di negara Parsi yang tidak pernah padam selama hampir seribu tahun, namun kemudian padam pada saat Muhammad dilahirkan. Peristiwa ini mengejutkan orang-orang Parsi.
Sementara itu, di dalam nazhom yang diakhiri dengan bunyi nun, keutamaan budi pekerti baginda Rasul diuraikan dengan barisan kata yang memesona. Di bagian ini penulis menyajikan pribadi Nabi sebagai suri teladan dalam menciptakan kesetaraan, tenggang rasa, dan cinta kasih antarsesama.
Rasul berada di garis terdepan dalam penerapan tatanan sosial berdasarkan ajaran agama Islam. Beliau sangat mencintai kaum fakir miskin, berjalan seiring sejalan dengan para sahabatnya tanpa membedakan status sosial maupun ekonomi. Syair Barzanji mengisahkan suatu ketika Rasulullah mengatakan Khalluu Dhohri (janganlah kalian berjalan di belakangku). Ini menunjukkan sebuah keteladanan sang pemimpin akan pentingnya kebersamaan dengan saudara seiman.
Inilah sedikit rahasia mengapa umat Islam Indonesia begitu gandrung dengan syair Barzanji. Di satu sisi, Barzanji menyajikan kisah kehidupan Nabi dengan untaian kalimat yang begitu gemilang. Dan di sisi lain, masyarakat Indonesia pada umumnya tumbuh berkembang dalam lingkungan yang kaya akan karya sastra. Dengan demikian, penerimaan Barzanji di Tanah Air berjalan cepat dan berakar kuat.
Keteladaan Nabi dalam syair Barzanji menjadi salah satu sarana bagi umat Muslim Indonesia untuk membangun kehidupan individu dan sosial yang ideal. Karya sastra ini membantu proses penanaman nilai-nilai luhur Islam dalam setiap sanubari insan Muslim. Karena itu, setiap Muslim hendaknya istikamah, berpegang pada norma-norma agama yang diajarkan Rasulullah SAW, sekaligus mencontoh kepribadian, akhlak, dan perilaku beliau.
Gema barjanji
Sayangnya, transformasi nilai dalam syair-syair maulid Barzanji dan lainnya dalam kehidupan umat sehari-hari masih terkendala oleh faktor bahasa. Sejauh ini, terjemah versi bahasa Indonesia belum banyak dibaca oleh masyarakat, terutama yang berada di pedesaan. Akibatnya, tidak banyak umat Muslim Indonesia yang mampu menyelami mutiara hikmah yang terkandung di dalamnya.
Namun yang cukup menggembirakan, kesadaran keagamaan masyarakat Muslim masih cukup tinggi, sebagaimana tampak pada kecenderungan mereka membaca riwayat hidup Nabi, dan berupaya mencontoh kepribadian beliau yang dipaparkan para tokoh agama melalui upacara-upacara keagamaan.
Maulid Nabi Muhammad pada 12 Rabi'ul Awal, yang jatuh pada 9 Maret 2009 disambut oleh umat Muslim seantero nusantara dengan berbagai ekspresi kebahagiaan. Salah satu kegiatan yang pasti tidak tertinggal adalah pembacaan Barzanji secara bersama-sama di berbagai tempat. Indahnya syair Barzanji dilantunkan melalui ekspresi-ekspresi budaya, yang tidak hanya membangun kematangan spiritual masyarakat, tetapi juga kekuatan jaringan sosial mereka.
Untuk kesekian kalinya, gema shalawat Nabi terdengar serentak di seluruh nusantara.
Yaa Nabi Salaamun 'alaika
Yaa Rasul Salaamun 'alaika
Anta syamsun anta badrun
Anta nuurun fawqa nuuri.

Syekh Ja'far al-Barzanji: Sang Pecinta Rasulullah
Sastra adalah salah satu unsur budaya Arab yang paling menonjol sejak zaman jahiliah, zaman kegemilangan Islam, bahkan hingga sekarang. Sastrawan-sastrawan besar Arab lahir di tengah lingkungan kesusastraan yang tumbuh dinamis di negeri itu. Karya-karya mereka menyebar bersama dengan persebaran Islam di berbagai belahan dunia. Salah satu karya sastra yang diterima secara luas oleh umat Islam di dunia adalah 'Iqd al-Jawahir (Untaian Permata), atau yang dikenal dengan Kitab Barzanji atau syair Barzanji, karangan Syekh Ja'far Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M).
Ja'far al-Barzanji lahir dan besar dalam lingkungan keluarga Muslim religius. Menurut sebuah riwayat, beliau adalah keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid al-Alawi al-Husain al-Musawi al-Shaharzuri al-Barzanji (1040-1103 H/1630-1691 M), Mufti Agung dari mazhab Syafi'i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, setelah mengembara ke berbagai dunia Islam akhirnya bermukim di Kota Madinah.
Syekh Ja'far sendiri adalah seorang qadli (hakim). Beliau mengabdikan diri untuk kemaslahatan umat Islam di Madinah. Bahkan, sebagian masyarakat meyakini ia mendapatkan karamah dari Allah SWT, sebagaimana tecermin pada kedalaman ilmu agamanya, keluhuran budi pekertinya, dan keluasan wawasannya. Beliau wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`.
Potret kedalaman ilmu agama Syekh Ja'far terpancar melalui salah satu karya agungnya yang hingga kini masih dibaca umat Islam di seluruh dunia, Kitab Barzanji. Kitab sastra yang mengulas semua aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW itu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi upacara-upacara keagamaan umat Islam secara keseluruhan. Dalam sebuah sumber, Kitab Al-Barzanji ini ditulis Syekh Ja'far sebagai bentuk kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW. Dari syair itu, diharapkan seluruh umat Islam meneladani keagungan dan kerpibadian Rasulullah SAW.
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) sadar akan pentingnya figur pemersatu yang diimajinasikan bersama. Dialah Rasulullah SAW.
Imbauan agar para ulama menulis syair-syair shalawat Nabi disebarluaskan ke perbagai penjuru negeri Arab. Kitab Berzanji hadir dalam situasi umat Islam membutuhkan kekuatan yang dapat diimajinasikan itu. Syekh Ja'far agaknya berhasil. Setidaknya dalam ranah sosial budaya yang hingga kini masih dapat dilihat pengaruhnya. Mungkin inilah berkah dari Allah untuk sebuah mahakarya seorang ulama yang terkenal dengan kerendahan hati dan keihlasannya itu.
Syekh Ja'far menempatkan baginda Nabi Muhammad SAW pada posisi sentral dalam kehidupan dunia. Tidak hanya bagi umatnya, tetapi juga bagi umat manusia seluruhnya. Keindahan syair Barzanji menggiring setiap pembacanya untuk menyadari bahwa kebenaran berasal dari sumber yang satu, yaitu Alquran yang dibawa oleh seorang Rasul paling mulia, Muhammad SAW. Sentralitas figur Nabi Muhammad SAW mampu mendekatkan seluruh komponen masyarakat untuk kemudian bersatu, bahu-membahu membangun sebuah kesatuan umat yang kokoh. Dalam konteks ini, sangatlah penting, setiap Muslim membaca Barzanji untuk meneladani dan mengingat kemuliaan Rasulullah SAW.
Di Indonesia, karya Syekh Ja'far ini dilantunkan dalam upacara-upacara seperti sekaten, kelahiran anak, akikah, potong rambut, pernikahan, syukuran, dan upacara lainnya. Ini mencerminkan kesatuan ciri-ciri kebudayaan umat Islam Indonesia, sekaligus menyimbolkan keseragaman cara pandang mereka terhadap Rasulullah SAW. Pada skala yang lebih kecil, jamaah yang hadir dalam pembacaan Barzanji memiliki kesadaran persamaan antarsesama. Mereka duduk bersila bersama, berdiri bersama, membaca Barzanji bersama, dan makan bersama. Dari level yang paling kecil inilah, benih-benih persatuan umat Islam dapat dipupuk dan ditumbuhkembangkan demi keutuhan ukhuwah islamiyah. rid/dia/berbagai sumber[1]

Komentarku ( Mahrus ali ) :

Ahmad Musthofa dalam artikel tsb menyatakan :
Syekh Jakfar Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M),
Setahu saya sbb :
Khoiruddin Azzarkali menyatakan :
اَلْبَرْزَنْجِي (000 - 1177 ه = 000 - 1764 م) جَعْفَرُ بْنُ حَسَنِ بْنِ عَبْدِ اْلكَرِيْمِ اْلبَرْزَنْجِي، زَيْنُ اْلعَابِدِيْنَ: فَاضِلٌ، مِنْ أَهْلِ
الْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ.كَانَ مُفْتِيَ الشَّافِعِيَّةِ فِيْهَا.
Al Barzanji 1177 H – 1764 M – namanya  Ja`far bin Hasan bin Abd Karim al barzanji – Julukannya  Zainul abidin  - orang baik termasuk penduduk Medinah – menjadi mufti madzhab Syafi`I disana. [2]
Umar rida Kahalah berkata :
ط) اَغَا بِزْرِك: أَعْلاَمُ الشِّيْعَةِ 2: 243 جَعْفَرُ اْلبَرْزَنْجِي (000 - 1187 ه (1)) (000 - 1764 م) جَعْفَرُ بْنُ حَسَنٍ بْنِ عَبْدِ اْلكَرِيْمِ بْنِ مُحَمَّدٍ بْنِ عَبْدِ الرَّسُوْلِ اْلبَرْزَنْجِي،
Dalam kitab A`lamus syi`ah ( tokoh – tokoh Syi`ah ) karya  Agho Bizrik 2/243 – Ja`far al barzanji – 1187 H – 1764  bernama Ja`far bin Hasan bin Abd Karim bin Muhammad bin Abd Rasul al barzanji . [3]
Jadi pengarang berzanji itu digolongkan tokoh syi`ah dalam kitab tsb .

Ahmad Musthofa menyatakan lagi :
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) sadar akan pentingnya figur pemersatu yang diimajinasikan bersama. Dialah Rasulullah SAW.
Saya menjawab dengan ringkas sekali , karena banyak  yang  sudah saya  terangkan dalam  buku  karya  saya  kesirikan dan hurofat dalam berzanji .
Saya katakan :
Tidak mungkin saat Sholahuddin ada berzanji .Sebab masa hidup keduanya jauh berbeda. Masa hidup syekh Ja`far adalah sekitar tahun 1764 M 1177 H. Sedang masa hidup salahuddin al ayuubi sekitar 1183 M


Ahmad musthofa menyatakan lagi :
 Apalagi pada bulan Rabiul Awal, yang merupakan tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, pembacaan syair-syair pujian kepada Rasulullah, baik Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar (Maulid Habsyi), bergema dalam berbagai kegiatan keagamaan. Tidak saja di Indonesia, tetapi juga sering dibaca umat Islam di Asia Tenggara dalam berbagai upacara keagamaan. Dan syair maulid Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar dan lainnya, kini dibukukan dalam satu buku yang diberi nama Syaraf al-Anam.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Ada hadis sbb:
- حَدَّثَنَا أَبُوْ الْحَسَنِ مُحَمَّدٌ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ شِبَوَيْه الرَّئِيْسِ ِبمَرُو ، ثَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ النَّيْسَابُوْرِي ، ثَنَا عَلِيٌّ بْنُ مَهْرَانَ ، ثَنَا سَلْمَةُ بْنُ اْلفَضْلِ ، عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ إِسْحَاقَ ، قَالَ : « وُلِدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ِلاثْنَتيَ عَشْرَةَ لَيْلَةً مَضَتْ مِنْ شَهْرِ رَبِيْعِ اْلأَوَّلِ »
……………..Muhammad bin Ishaq berkata : Rasulullah   di lahirkan pada malam 12 bulan Rabi`ul awal  . HR Al hakim 
Komentarku ( Mahrus ali ) :  Hadis munqathi` , lemah sekali , tidak bisa di buat landasan .
perawi bernama Muhammad bin Ishak yang  selalu berkata benar , tertuduh Syi`ah dan Qadariyah dan suka menyelinapkan perawi lemah, banyak hadis nyeleneh yang di riwayatkan dan kebanyakannya mungkar . Ulama berbeda pendapat boleh di buat hujjah atau tidak..

Dan Muhammad bin  Ishak sendiri Tabi`in bukan sahabat , dari siapa dia tahu bulan dan tanggal kelahiran Rasulullah 
Saya  sudah membahasnya dengan panjang lebar dalam karya keritikan saya pada  buku diba` atau  berzanji  dan kesimpulannya  tiada hadis yang menyatakan Rasulullah   lahir pada bulan Rabiul awal .

Ahmad Musthofa menyatakan lagi :
Pujian dan shalawat disuarakan bersama-sama secara khusyuk dan terkadang diiringi alunan musik tradisional, kompang, gambus, hadrah, rebana, dan lainnya.
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Apakah anda  baru masuk Islam atau memang kurang ilmumu , apakah tidak mengerti ada hadis yang mengharamkan musik  , gambus dll . lihat hadis sbb :
عَنْ أَبِي ماَلِك ،سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللُهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيهِمْ يَعْنِي الْفَقِيرَ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُونَ ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيِّتُهُمُ اللهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
 *
Dari Abu Malik  berkata  : Aku mendengar Nabi SAW  bersabda  : “ Sungguh  beberapa kaum  dari umatku akan menghalalkan  farji ( perzina an akan di resmikan  dan di perdakan ) , sutra  ( untuk lelaki ) , khomer ( miras akan di beri  izin ) dan musik . Sungguh  beberapa kaum akan  bertempat di dekat puncak gunung  ,lantas datang seorang fakir yang membutuhkan sesuatu  dengan  membawa domba  atau ternak milik mereka sendiri . Mereka berkata  : “ kemblilah . kepada kita besok saja )Lantas Allah memberikan sangsi kepada mereka , gunung pun lonsor , sedang lainnya  di jadikan babi dan kera  sampai hari kiamat . HR Bukhori
Mu`tamar NU ke 1 di Surabaya  pada tgl 13 Rabiuts tsani 1345 H – 20 Oktober 1925 . memutuskan segala macam alat alat orkes ( malahi )  seperti seruling  dll  adalah haram . Sumber hukum  mereka dari kitab Al Ithaf alal Ihya` takhrij Al Iraqi juz VI “.


Ahmad musthofa menyatakan lagi :
namun data historis yang disajikan merujuk kepada Alquran, hadis, dan sirah nabawiyah. Beliau adalah cahaya di atas cahaya yang menyinari hati setiap umatnya Beliau adalah cahaya di atas cahaya yang menyinari hati setiap umatnya, membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada bagian ini ditutup dengan untaian syair:
Nasabun tahsibul 'ula bihulah (Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi).
qalladatha nujumah al-jawza'u (laksana barisan bintang-bintang yang saling terkait).
Habbadza 'iqdu sudadiw wa fakhari (Betapa indah untaian yang sangat mulia dan membanggakan itu).
anta fahil yatimatul 'ashma-u (dengan dikau yang laksana liontin berkilau di dalamnya).
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Rasulullah   di katakan cahaya di atas cahaya adalah  sirik , dan tidak layak  di sematkan kepada Rasulullah  . lebih baik  diamlah  . Lihat ayat sbb :
اللَّهُ نُورُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُورٌ عَلَى نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ(35)

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.[4]
Jadi cahaya  di atas  cahaya adalah Allah dan tak layak di sandang para nabi atau Rasul

Ahmad Musthofa berkata :

Dikisahkan pada masa hamil Nabi Muhammad, ibunda beliau, Aminah, didatangi malaikat utusan Allah yang mengabarkan bahwa beliau sedang mengandung seorang nabi dan junjungan seluruh umat manusia. Pada masa kehamilan itu pula, sang ibu menyaksikan cahaya keluar dari tubuhnya. Cahaya tersebut bersinar sampai ke negeri Syam.
Di tempat lain terjadi pula peristiwa yang menakjubkan. Disebutkanlah satu guncangan di istana Kisra di Persia yang menyebabkan istana tersebut retak, yang menjadi tanda keruntuhan kerajaan itu. Juga, api di negara Parsi yang tidak pernah padam selama hampir seribu tahun, namun kemudian padam pada saat Muhammad dilahirkan. Peristiwa ini mengejutkan orang-orang Parsi.
Maulid Nabi Muhammad pada 12 Rabi'ul Awal, yang jatuh pada 9 Maret 2009 disambut oleh umat Muslim seantero nusantara dengan berbagai ekspresi kebahagiaan
Komentarku ( Mahrus ali ) :
Kisah kisah seperti di atas adalah hurofat dan telah saya  bahas dalam salah satu buku karya saya tentang mengkritisi Berzanji atau  Diba. Saya ambilkan contoh sedikit saja ;
Dalam majalah al manar di terangkan :

وَقَدْ ذُكِرَ بَعْدَ اْلآثَارِ الثَّلاَثِ رِوَايَةُ مَخْزُوْمٍ ابْنِ هَاِنئٍ
عَنْ أَبِيْهِ عِنْدَ اْلبَيْهَقِي وَأَبِي نُعَيْمٍ وَفِيْهَا أَنَّهُ ارْتَجَسَ لَيْلَةَ الْمَوْلِدِ إِيْوَانُ كِسْرَي وَسَقَطَتْ مِنْهُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ شُرْفَةً وَخَمِدَتْ نَارُ فَارِسَ وَغَاضَتْ بُحَيْرَةُ سَاوَةَ
Setelah tiga riwayat itu – riwayat  di sebutkan pula riwayat Makhzum bin Hani` dari ayahnya  menurut riwayat al baihaqi  dan Abu Nuaim . Di sana di jelaskan  pada malam maulid istana Kisra  goncang , hingga  14 balkonnya jatuh . Api persia mati , lalu  danau Sawah juga kering …………….

Komentarku ( Mahrus ali ) :

 Riwayat al baihaqi itu sangat lemah .
قَالَ ابْنُ عَسَاكِرَ : حَدِيْثٌ غَرِيْبٌ لاَ نَعْرِفُهُ إِلاَّ مِنْ حَدِيْثِ مَخْزُوْمٍ عَنْ أَبِيْهِ تَفَرَّدَ بِهِ أَبُو أَيُّوبَ الْبَجَلِي : أَيْ وَمَا تَفَرَّدَ بِهِ لاَ يُحْتَجُّ بِهِ
Ibnu Aasakir berkata : Hadis nyeleneh  kami tidak mengetahuinya  kecuali dari  hadis Makhzum dari ayahnya  dan  hanya  Abu Ayyub al bajali yang meriwayatkannya   Dan ia tidak bisa di buat hujjah  bila sendirian .   Jadi kisah itu tidak valid dan tidak usah di percaya.
Abu Nuaim sendiri meriwayatkannya  tapi kurang percaya padanya .Beliau memang suka meriwayatkan hadis – hadis mungkar , bahkan palsu  tanpa komentar  di harapkan  orang – orang akan mengetahui derajat hadis dari sanadnya .
Mereka mengeritik Abu Nuaim dan Ibnu mandah , dan masing – masing di keritik karenanya 
Dzahabi menyatakan : " Saya tidak menerima perkataan keduanya , aku tidak tahu dosa besar karena  keduanya meriwayatkan  hadis – hadis palsu  tanpa komentar" . 

MUHAMMADIYAH BONTAN menyampaikan  hadis sbb :

Al-Baihaqiy mengetengahkan sebuah riwayat berasal dari Fatimah AtsTsaqafiyyah yang menyaksikan sendiri detik-detik kelahiran Muhammad Saw. Ia mengatakan: "Aku hadir dan menyaksikan sendiri kelahiran Muhammad Saw. Ketika itu ,aku melihat cahaya terang menyinari seisi rumah tempat beliau dilahirkan. Selain itu aku pun melihat beberapa buah bintang bersinar turun mendekat hingga aku merasa seolah-olah bintang-bintang itu hendak menjatuhi diriku. Pada malam kelahiran bayi tersebut, tampak berbagai tanda-tanda luar biasa. Bumi goncang dilanda gempa hingga berhala-hala yang terpancang di sekitar Kakbah jatuh bergelimpangan. Beberapa buah gereja dan biara runtuh serta balairung istana Kisra di Persia retak dan roboh, disusul oleh padamnya api sesembahan orang Majusi di Persia. Dengan padamnya api sesembahan itu, mereka cemas dan khawatir, semuanya menduga bahwa ini adalah tanda yang menunjukkan telah terjadinya peristiwa besar di dunia. Peristiwa itu tidak lain, adalah kelahiran Muhammad Saw,

Komentarku ( Mahrus ali ) :
Saya mencari riwayat tsb dalam kitab – kitab hadis tapi malang sekali nasib saya  hingga  saya tidak menjumpainya , entah dari mana MUHAMMADIYAH BONTANG  itu mengutipnya  . Bila ada refrensinya, maka  saya katakan baru kali ini  hurofat itu terdengar atau ku baca . Lantas Fathimah ats tsaqafiyah bagi  kami masih mesterius identitasnya .
Dr. Fethullah Gulen juga mengutip kisah hurofat itu sbb :

Sebagian besar patung-patung di dalam ka'bah roboh, istana kaisar Sassanid goyang dan retak, dan empatbelas ornamen di puncak bangunannya runtuh. Danau kecil di Sawa Persia lenyap tertelan bumi, dan api yang dipuja orang-orang Magia di Istakhrabad, yang terus menyala sepanjang seribu tahun, tiba-tiba pada.

Komentarku ( Mahrus ali ) :

Begitulah riwayat yang tidak akurat lebih banyak membudaya di masarakat dan jarang sekali yang mengkaji ulang  , lalu  tahu persoalan sejatinya dan  ini bahaya yang mengancam kebinasaan umat  . Para  ulama yang banyak ngefan dengan kisah hurofat dan masarakat  pun juga suka kepada  kisah aneh . Lihat ayat sbb :

وَمِنْهُمْ أُمِّيُّونَ لَا يَعْلَمُونَ الْكِتَابَ إِلاَّ أَمَانِيَّ وَإِنْ هُمْ إِلاَّ يَظُنُّونَ
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al Kitab (Taurat), kecuali dongengan bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga.

Pengarang berzanji berkata lagi :

وَانْصَدَعَ إِيْوَانُ كِسْرَى بِالْمَدَائِنِ اْلكِسْرَوِيَّةِ
الَّذِي رَفَعَ أَنُوشَرْوَانَ سَمْكَهُ وَسَوَّاهُ
Istana Kisra di kota – kota Kaisar persia , di mana Anu Syarwan yang meninggikan atapnya dan meratakannya . 

Istana Kisra di Mada`in

Komentarku ( Mahrus ali ) :

Imam Bushairi  juga menyatakan pecah istana Kisra  ketika Rasulullah   dilahirkan  dalam burdahnya  sbb :
وَبَاتَ إِيْوَانُ كِسْرَى وَهُوَ مُنْصَدِعٌ
كَشَمْلِ أَصْحَابِ كِسْرَى غَيْرَ مُلْتَئِمِ
Istana kisra pecah saat kelahiran Nabi 
Laksana retaknya  persatuan kolega – kolega raja Kisra .

Seluruhnya itu di terangkan  tanpa ada  hadis yang sahih .








[1] http://amustofa.blogspot.com/2009/03/berzanji.html
[2] Al a`lam 123/2
[3] Mu`jamul muallifin 137/3
[4] An nur 35



Tiada ulasan:

Catat Ulasan