Rabu, 7 Oktober 2015

(6) HUBBUL JAH @ KASIHANKAN KEMEGAHAN

TEKS AYAT
أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ {1} حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ {2} كَلاَّ سَوْفَ تَعْلَمُونَ {3} ثُمَّ كَلاَّ سَوْفَ تَعْلَمُونَ {4} كَلاَّ لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ {5} لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ {6} ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ{7} ثُمَّ لَتُسْئَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ {8}
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,[1] sampai kamu masuk ke dalam kubur.[2] Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),[3] dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. [4] Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,[5] niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahannam,[6] dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yakin,[7] kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu ).[8]”
TAFSIR AYAT
1. Allah SWT berfirman mencela hamba-hamba-Nya atas kelalaian mereka dari tujuan penciptaan mereka, yaitu untuk beribadah hanya kepada-Nya, tanpa sekutu bagi-Nya, mengenal dan tunduk kepada-Nya, mendahulukan cinta-Nya di atas segala sesuatu. Dia berfirman, telah menjadikan kalian lalai dari menaati-Ku sikap berbangga-bangga kalian dengan banyaknya harta, anak, pembantu, bala tentara, kehormatan dan lain sebagainya yang dimaksudkan untuk saling berlomba banyak.
2. Kelengahan kalian ini berlanjut terus hingga datang ajal kalian, dan kalianpun menjadi penghuni kubur. Pada saat itulah, baru tabir tersingkap oleh kalian, tetapi setelah tidak mungkin lagi kalian kembali ke dunia.
3. Oleh karena itu, Allah SWT mengancam mereka dengan firman-Nya, tidak seharusnya demikian, kalian tidak melaksanakan taat kepada Allah karena dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak harta benda dan anak, dan kalian akan tahu akibat dari kelalaian kalian itu.
3. Kemudian ancaman itu diulangi lagi sebagai penegasan.
4. Kemudian duulangi lagi untuk yang ketiga kali. Allah SWT berfirman, jika kalian benar-benar meyakini apa yang ada di depan kalain, kalian tidak akan dilalaikan oleh perlombaan memperbanyak harta dan anak itu, dan pasti akan bergegas melakukan amal shaleh.
5. Tetapi ketidakyakinan kalian telah menjadikan kalian seperti yang kalian lihat sendiri.
6. Sungguh kalian kelak benar-benar menyaksikan terjadinya kiamat dan kalian pasti benar-benar akan melihat al-Jahim, yaitu neraka yang telah disediakan oleh Allah SWT bagi orang-orang kafir.
7. Kemudian kalian benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala kalian sendiri, maka kalian menjadi yakin tanpa ragu sedikitpun.
8. Kemudian pada hari kiamat itu, Allah akan meminta pertanggungan jawab kalian atas semua nikmat yang telah Allah SWT curahkan kepada kalian di dunia, seperti: pendengaran, mata, kesehatan, rasa aman, makanan, minuman, dan lain sebagainya. Apakah kalian telah mensyukurinya dan tidak menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya, yang menjadikan kalian akan diberi nikmat yang lebih baik dari itu? Atau kalian tidak mensyukurinya dan bahkan kalian menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya sehingga kalian akan disiksa oleh-Nya.?
SUMBER: at-Tafsir al-Yasir karya Yusuf bin Muhammad al-Owaid

LOGIKA SEORANG MUKMIN DAN LARANGAN BERMEGAH - MEGAHAN DALAM HIDUP

Assalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh.
Lazimnya bila kita hendak melakukan suatu perjalanan yang cukup jauh, maka kita akan mempersiapkan bekal  yang cukup agar perjalanan dan kegiatan di tempat  tujuan berjalan aman dan lancar,  meskipun keberadaan kita di tempat tujuan tersebut hanya sebentar saja.  Jika demikian, maka sudah selayaknya jika kita hendak  berpindah tempat tinggal,  kita akan mempersiapkan dengan lebih matang , kira-kira apa yang akan kita butuhkan di tempat tinggal yang baru.
Nah...., analogi  di atas bisa kita pakai sebagai dasar bagaimana seharusnya kita menyikapi perjalanan hidup ini.  Dunia ini adalah tempat tinggal kita yang sementara.  Bahwa kita semua pasti akan meninggalkan dunia ini melalui proses kematian. Pada dasarnya kematian adalah sebuah daftar panggil, dimana kita berada dalam urutan tertentu dari daftar tersebut. Bila demikian adanya , maka apapun yang kita upayakan di dunia ini, pasti akan kita tinggalkan , kecuali apa yang kita upayakan, kita belanjakan di jalan yang diridhoi ALLAH. Dalam hal Ilmu misalnya, carilah ilmu yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia untuk diamalkan dan diajarkan, dalam hal harta misalnya,  semua harta yang kita kumpulkan siang dan malam akan kita tinggalkan dengan sia-sia , kecuali harta yang telah kita belanjakan di jalan ALLAH , semua itulah yang akan kita bawa sebagai amal dalam menghadap ALLAH.
Di jaman moderen sekarang ini, banyak kita saksikan fenomena manusia yang siang malam mencari harta hanya untuk dikumpulkan sebagai kebanggaan dan kemegahan,  sungguh ini adalah perbuatan yang menyimpang dari ajaran Islam, sebagaimana larangan yang tercantum dalam Al Qur’an  :

1.       Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, 
2.       Sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3.       Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4.       Dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui .
5.       Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6.       Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7.       Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainul yaqin, 
8.       Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

(QS  AT  TAKAATSUR  AYAT : 1 – 8)

ALLAH tidaklah melarang manusia untuk mencari harta sebanyak-banyaknya ,  namun dengan niat yang benar, yakni untuk dibelanjakan di jalan ALLAH yang antara lain untuk menegakkan agama ALLAH (syiar agama) , menjamin terlaksananya hak-hak kaum miskin dsb. Sikap bermegah-megahan sama sekali bukan sikap yang mencerminkan LOGIKA SEORANG MUKMIN yang benar dalam menjalani hidup ini. Jika kita sadari bahwa kita akan berpindah tempat dari dunia menuju ke akherat yang abadi,  maka logika yang benar adalah kita akan lebih memikirkan bekal kita kelak di tempat yang baru, yaitu akherat , dan bukannya malah sibuk membenahi tempat tinggal yang sementara kita tempati yaitu dunia yang kira-kira hanya kita huni selama -+ 70 tahun. Dengan cara pandang seperti ini maka kita akan lapang dada menyedekahkan harta demi mencari ridho ALLAH. Masa yang 70 tahun ini bila dibanding dengan akherat yang abadi sungguh tidak ada artinya, sehingga pantaslah jika ALLAH berfirman dalam Al Qur’an sbb :

20.   Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
21.   Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada
Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
22.   Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
23.   (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,
24.   (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

 (QS  AL HADIID  AYAT : 20 – 24)
Seharusnya seperti  itulah LOGIKA SEORANG MUKMIN dalam menyikapi kehidupan dunia ini, yaitu :
·         Menjadikan dunia yang sementara ini sebagai ladang untuk beramal mencari ridho ALLAH
·          Menjadikan dunia yang sementara ini sebagai tempat berjuang, dan bukan sebagai tempat kesenangan, karena jika kita menganggap dunia ini sebagai tempat bersenang-senang, maka dengan mudah syaitan akan menggelincirkan kita dari jalan yang diridhoi ALLAH.
Akhirnya, marilah kita senantiasa berusaha dan berdoa agar kita semua diberi kekuatan ALLAH, untuk bisa membedakan mana yang baik dan mana yang sesat dari jalan ALLAH.
Wassalaamu Alaikum Warakhmatullaahi Wabarakaatuh
 
Hawa Nafsu dan Hidup Bermegah-megahan
Hawa Nafsu dan Hidup Bermegah-megahan
(Surat At-Takatsur)
Wahai orang-orang yang tertidur dan terlena! Wahai orang-orang yang lalai dan bermegah-megahan dengan harta, anak-anak, dan kekayaan duniawi yang akan kelak kamu tinggalkan! Wahai orang-orang yang ttertipu oleh sesuatu hingga melalaikan apa yang akan kalian hadapi! Wahai orang-orang yang akan meninggalkan apa yang dikumpulkannya banyak-banyak dan dibangga-banggakan untuk menuju lubang yang sangat sempit yang di sana tidak ada lagi berbanyak-banyakan harta dan bermegah-megahan kekayaan dan segala hak milik! Sadarlah dan perhatikanlah! Sesungguhnya, “Kamu telah dilalaikan oleh sikap bermegah-megahan sehingga kamu masuk kedalam kubur”. (1)
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu)” (At-Takatsur:3).
Kemudian dilanjutkan oleh kalimat penegasan yang serta merta menakutkan dan menyangkal segala prasangka yang ada dalam benak orang-orang akan suatu perkara yang telah mereka lupakan.
“Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin. Niscaya kamu akan benar-benar akan melihat Neraka Jahim. Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (At-Takatsur:4-8).
Pada ayat-ayat yang lain Allah telah mengulang-ngulang sebanyak 12 kali mengingatkan kepada manusia dengan kalimat “Nikmat-Ku mana lagi yang akan kamu dustakan” salah satu nikmat yang Allah berikan terhadap manusia ialah nikmat duniawi namun nikmat ini akan terasa hampa bila tidak adanya hawa nafsu dan karenanya Allah memberikan manusia Hawa Nafsu. Namun problematika kekinian orang-orang malah tersesat akan hawa nafsunya, terlena akan hawa nafsunya hingga dijadikannya Illah (hawa nafsu) pada diri mereka, padahal telah jelas Allah berfirman:
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya (Illah) dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan Ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakan tutupan atas penglihatannya?Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (Surat Al-Jathiya:23)
Jelas apabila orang-orang telah menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya maka Allah akan mengunci mati mata, pendengaran serta hati mereka akan hawa nafsunya itu dan Allah akan senantiasa memberikan tangguh kepada mereka tetap sesat karenanya. Kecondongan hawa nafsu manusia tidak lain hanyalah yang bersifat materi, sementara, fatamorgana, dan dekat. Kebutuhan-kebutuhan materi yang diperlukan orang-orang kekinian telah melampaui batas, gaya hidup glamour dan bermegah-megahan telah menjauhkan diri mereka dengan Allah melupakan mereka untuk senantiasa beribadat kepada-Nya. Padahal segala bentuk nikmat kehidupan duniawi yang Allah turunkan dari langit tidak lain hanyalah untuk mempermudah dan menguji mereka dalam beribadat, menjadikan mereka umat yang paling bertaqwa. Terlenanya manusia akan kehidupan duniawi merupakan bentuk pembeda anatara manusia yang disesatkan dan yang diberikan petunjuk.
Allah sama-sama memberikan tangguh kepada masing-masing orang untuk mendapatkan apa yang diingininya dan tentu Allah pun akan membalas  kepada mereka atas apa yang mereka cita-citakan dan mereka usahakan. Pada ayat lain, Allah berfirman:
“Barang siapa mengkehendaki kehidupan duniawi, maka Kami akan mensegerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang mengkehendaki kehidupan akhirat dab berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik”. (Surat Al-Isra:18-19).
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa yang dingininya, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat yang baik (surga).” (Al-Imran:14)
“…….. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan sesungguhnya telah datang kepada mereka petunjuk dari Allah Mereka” (Surat An-Najm; 23).
Allah mengingatkan dalm Al-Quran kepada manusia untuk senantiasa tidak hidup dibawah naungan hawa nafsunya, menjadikan kehidupan duniawi sebagai orientasi hidupnya, bermegah-megahan sebagai satu-satunya pekerjaanya. Kesemua ini tidaklah sesuai dengan tujuan awal manusia diciptakan karena Allah hanyalah menginginkan manusia untuk senantiasa beribadat, bekerja kepada Allah bukan kepada sesuatupun yang dapat melalaikan hingga melupakan kita kepada sang Khalik. Sebagaimana Allah berfirman
“Tidakkah Ku ciptakan Jin dan Manusia melainkan untuk Menyembah-Ku” (Az-Zariayat: 76).
Sungguhlah manusia menjadi mahkluk yang paling merugi bila pola hidup yang dilakukannya sehari-hari hanyalah seperti ini karena secara tidak sadar manusia telah mengadakan tandingan-tandingan kepada selain Allah, mengadakan Raja selain daripada Allah.
Kesemua ini merupakan beban yang manusia anggap enteng  ketika manusia tenggelam menikmatinya dan bersenang-senang dengannya, padahal dibelakangnya terdapat kesedihan yang berat dan dalam.
Padahal pada syariatnya menurut hukum fiqih islam standar hidup sejahtera yang sederhana di Islam yaitu hanya sekedar makan 3 kali sehari dengan karbohidrat (nasi) serta protein (tahu atau telor atau tempe) dan mengkonsumsi daging 1 kali dalam setahun.
Kisah-kisah teladan yang mengilhami:
v  Abu Bakar As-Shidiq
Dikisahkan atas seorang Amirul Mukminin Abu Bakar As-Shidiq, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang tergolong sebagai salah seorang hartawan, bangsawan dan terkemuka di bangsa quraisy pada zamannya. Atas izin Allah dan perintah Rasulullah Abu Bakar merelakan kemegahan hartanya untuk menyelamatkan manusia dari perbudakan yang merajalela pada kaum Quraisy. Ia membayar semua ganti rugi untuk membebaskan manusia yang tengah menjadi budak hingga hartanya menipis dan hampir habis. Begitu mudahnya Abu Bakar menghabiskan hartanya untuk sesuatu yang seolah-olah kita tidak anggap penting. Padahal perbudakan pada zaman itu sudah menjadi hal yang tabu, biasa dan wajar.
v  Abu Dzar Al Ghifari
Jundab bin Junadah atau yang kita kenal Abu Dzar Al-Ghifari salah seorang kepala kabilah Bani Ghifar. Ia ialah salah satu tokoh besar, hidup mewah, dan memiliki banyak harta namun baginya Allah dan Rasul-Nya ialah lebih dari segalanya. Ia berdakwah kesana-kemari mengitari suku ghifar hanya untuk menegakan Islam dibawah naungan Rasul. Kehidupannya sangat berbeda ketika ia belum memeluk islam, kini ia hidup sederhana dan jauh dari kegelimpangan materi hingga di akhir hayat hidupnya ia hanya meninggalkan sebilah kain kafan yang dipersiapkannya untuk menghadap sang Khalik.
v  Sa’ad bin Abi Waqqash
Seorang pemuda mekah dari keturunan terhormat, seorang pemuda yang bernama Sa’ad ibn Abi Waqqash. Kala cahaya nubuwat memancar di Mekah, Saad adalah seorang anak muda yang gagah, lembut hati, dan sangat bakti kepada orang tua, terutama kepada ibunya. Dalam kemudaan usianya, Sa’ad punya jalan pemikiran yang dewasa. Sa’ad merupakan anak satu-satunya, hingga ia selalu dimanja oleh kedua orang tuanya serta segala bentuk kebutuhannya pasti dipenuhi. Sa’ad seorang pemuda intelektual tampan yang rapih, bersih, dan pintar. Semua wanita menginginkan sebagai kekasihnya.
Namun keberangkatannya ia menjadi seorang muslim Ibuknya sangat marah ketika mendengar keislamanku. Mengingat karena ia seorang anak yang berbakti dan sayang padanya, dia langsung mengelurkan ancaman keras, “Ya, Sa’ad, agama apa yang kau anut sehingga mampu memalingkanmu dari agama ayah bundamu?!! Demi Allah tinggalkan agama barumu atau aku akan mogok makan sampai mati. Hatimu akan hancur karena sedih dan menyesal dan engkau akan dihinakan orang selama-lamanya.!”
Aku berusaha melunaknya. “Ibu jangan lakukan itu. Aku benar-benar tak bisa menukarkan agamaku dengan apa saja”
Namun ternyata ibuku sungguh-sungguh. Dia mulai bermogok makan dan minum sehingga dalam beberapa hari saja kondisi kesehatannya menurun drastis dan tubuhnya menjadi kurus.
Setiap saat aku datang dan menanyakan apakah dia sudah makan atau minum. Berulang kali kutawarkan agar dia mau makan dan minum, tetapi dia tetap membandel, bahkan bersumpah tidak akan makandan minum sampai mati kalau aku tidak meninggalkan agamaku.
Akhirnya, aku berkata, “Ibu aku amat mencintaimu, tetapi cintaku kepada Allah dan Rasul-Nya lebih besar. Demi Allah seandainya ibu punya seribu nyawa keluar satu persatu dari tubuh, aku tetap tidak akan melepaskan agamaku.
Melihat kesungguhanku, ibu pun menyerah dan mau makan serta minum walaupun dengan terpaksa. Lalu turunlah ayat Al-Quran;
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku dengan sesuatu tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan bergaulah dengan keduanya di dunia dengan baik…” (Qs. Luqman: 15).
“Sa’id ibn Amir al-Jumahiy
Ia telah membeli kehidupan di akhirat dengan kehidupan dunia, dia menguramakan Allah dan Rasul-Nya di atas yang lain”
Salah seorang Gubernur pada zaman Khalifah Umar yang jauh dari kegelimpahan materi, dan bentuk seorang pemimpin yang tanggung jawab sederhana dan mendahulukan umat. Berbeda dengan zaman kekinian seorang bangsawan yang memiliki pangkat luhur pastilah ia bergelimangan harta dan materi, namun kisah ini dilukiskan bagaimana seorang pemimpin umat yang begitu sederhana dan jauh dari kegelimpangan materi yaitu Sa’id ibn Amir Al-Jumahiy. Dikisahkan ketika Khalifah Umar tengah berkunjung ke negeri Khismash tempat dimana Sa’id memimpin, Al-Furuk berbincang dengan warga mengenai kepemimpinan Sa’id. Ternyata Sa’id merupakan salah saorang yang tergolongkan miskin di nerginya, sekelas pemimpin dengan kategori miskin. Al-Furuk terheran-heran hingga ia berkunjung ke kediaman Sa’id. Melihat keadaan rumah yang tidak layak dan tidak memiliki tempat untuk tamu akhirnya Al-Furuk memberikan setali uang dan emas untuk memperbaiki kehidupannya sebagai seorang pemimpin. Sa’id terus menolak pemberian Umar, namun pada akhirnya Sa’id menerima pemberian Umar. Sepulang Umar nyatanya Sa’id malah membagikan pemberian Umar itu kepada keluarga yang miskin pula sedang ia tidak mengambil separuhnya sedkitpun. Hingga pada akhir hayatnya ia hanya meninggalkan kain kafan yang ia persiapkan untuk menemui sang Khalik.    
 (1) Tafsir Fi Zilalil Qur’an karya Sayyid Qutb

Pandangan Islam terhadap Harta, Kaya dan Kesederhanaan

Saya membaca satu tulisan dari seorang ustad yang cukup terkenal tentang “Pandangan Islam terhadap Harta.” Isinya cukup bagus, di antaranya mengajarkan pembaca untuk jadi kaya sehingga bisa menggunakannya untuk kebaikan.
Meski demikian ada beberapa hal yang sepertinya kurang pas dan mengganjal di hati saya. Misalnya karena ingin kaya akhirnya begitu melihat rumah dan mobil bagus lalu mengelus-elus rumah dan mobil bagus milik orang lain yang diinginkannya (syukur-syukur kalau pagar rumah itu tidak dialiri listrik atau dipanggil satpam oleh yang punya) atau gaya hidup mewah seperti punya pesawat jet pribadi, naik pesawat first class, mobil mewah, dan makan makanan enak. Begitu pula dengan beberapa bacaan penulis Barat seperti Robert Kiyosaki yang meski sempat saya baca cukup bagus, namun tidak semuanya bisa jadi pegangan karena akhirnya mengarah pada spekulasi saham dan MLM (Buku-buku seperti itu memang jadi pegangan aktivis MLM).
Beberapa panutan yang ditonjolkan juga merupakan orang-orang kaya yang bermasalah di mana ada yang merupakan penghutang BLBI trilyunan rupiah dan juga keluarganya melakukan penundaan pembayaran hutang ganti rugi rumah dan tanah kepada warga Porong yang mereka rugikan, serta menjual media TV yang mereka miliki kepada konglomerat media Yahudi, Rupert Murdoch. Padahal ini tidak sesuai ajaran Islam:
Orang kaya yang menunda-nunda (mengulur-ulurkan waktu) pembayaran hutangnya adalah kezaliman. (HR. Bukhari)
Seorang ulama harusnya mewarnai ummatnya dengan sibghatullah. Bukan justru diwarnai ummatnya terutama dengan hal-hal yang kurang sesuai dengan ajaran Islam.
Sebagai orang Islam, pedoman kita adalah Kitabullah Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Insya Allah, Al Qur’an itu Haq dan Nabi itu maksum terjaga dari dosa dan kesalahan. Ada pun manusia biasa termasuk ulama tidak lepas dari salah dan lupa.
Dari berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits yang saya baca, saya mengambil kesimpulan bahwa Islam itu menganjurkan ummatnya untuk memberi. Bukan untuk menjadi kaya. Contohnya kita disuruh membayar zakat dan juga bersedekah.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa bedanya ”Memberi” dengan ”Menjadi Kaya”? Bukankah untuk memberi kita harus kaya?”
Meski sekilas ”Memberi” sama dengan ”Menjadi Kaya”, tapi tidak serupa. Betapa banyak orang yang kaya tapi tidak mau bayar zakat atau bersedekah? Sebaliknya berapa banyak orang miskin atau yang hidupnya biasa saja tapi justru rajin berzakat dan sedekah? Banyak orang yang kaya tapi tidak berhaji. Sebaliknya banyak orang yang pas-pasan seperti TKI dan TKW malah bisa naik haji.
Mungkin ada yang bertanya, ”Apa iya orang miskin atau pas-pasan bisa sedekah/bayar zakat?” Jawabnya bisa:
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya: Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Sedekah orang yang tak punya, dan mulailah memberi sedekah atas orang yang banyak tanggungannya. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.
Bukan cuma dari hadits, ini pengalaman saya sendiri. Sebagai Ketua sebuah organisasi, beberapa orang menyumbang melalui saya. Ternyata penyumbang terbesar itu bukanlah orang yang kaya menurut pandangan ustad tersebut. Luas rumahnya paling tidak lebih dari 30 m2, mobil dan motor dia tidak punya. Namun dia menyumbang laptop dan palmtop (paling tidak nilainya Rp 3 juta) untuk ummat sambil memberi uang cash Rp 200 ribu. Dia jamu saya dengan makanan dan teh botol. Anggota-anggota lain yang punya mobil dan rumah bagus belum tentu bisa begitu. Ustad yang menerima laptop tersebut rumahnya dan sofanya jauh lebih bagus daripada rumah teman saya yang menyumbang. Teman saya bahkan tak punya sofa/kursi dan meja di ruang tamunya.
Sebalik ketika saya bersama teman-teman berkunjung ke rumah orang kaya di bilangan Jakarta Selatan, masya Allah. Meski lewat waktu makan malam cuma dihidangi minum saja sehingga perut kelaparan. Sampai di rumah sekitar jam 23:30 malam saya makan malam sambil gemetaran…Padahal orang kaya ini (Direktur Utama berbagai perusahaan besar di Indonesia) rumahnya sangat besar, mobilnya mewah dan banyak.
Kalau disuruh memilih harus bertamu ke siapa, saya tidak akan ragu untuk memilih bertamu ke rumah teman saya yang biasa saja tapi gemar memberi ketimbang ke rumah orang kaya namun ”hematnya” minta ampun…
Dalam Islam, yang diperintahkan adalah membelanjakan harta untuk kebaikan. Bukan menjadi kaya. Misalnya dalam rukun Islam tidak ada perintah jadi orang kaya. Yang ada adalah membayar zakat dan pergi berhaji JIKA mampu.
Saat ini saya melihat sebagian orang menganggap bahwa Islam mengharuskan ummat Islam harus kaya dengan alasan Nabi dulu kaya dan banyak perintah Islam seperti Zakat, Haji, Sedekah mensyaratkan adanya kekayaan.
Meski sekilas kelihatan benar, namun kiranya hal itu kurang tepat. Apalagi jika akhirnya untuk menjadi kaya semua cara dihalalkan dan membelanjakannya pun dengan bermewah-mewah serta memandang hina orang miskin.
”Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’” [Al Baqarah:43]
”Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” [Al Baqarah:83]
”Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan.” [Al Baqarah:110]
Ayat-ayat Al Qur’an di atas cukup jelas bahwa Islam memerintahkan ummatnya untuk membayar zakat dan bersedekah kepada kerabat dan fakir miskin. Bukan menjadi kaya karena berapa banyak orang yang kaya tapi tidak bayar zakat dan bersedekah.
Hadits Nabi ”Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah” adalah himbauan untuk memberi. Artinya orang yang memberi lebih mulia daripada orang yang meminta. Bukan orang kaya lebih mulia dari pada orang miskin. Berapa banyak orang yang kaya tapi dari hasil minta-minta suap atau komisi dan enggan bersedekah.
Menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Berapa banyak orang yang kaya, tapi dilaknat Allah dalam Al Qur’an. Contohnya Karun. Kekayaannya sangat besar, namun karena sombong dan enggan menolong, dia mati dibenamkan ke dalam bumi oleh Allah SWT.
Saking kayanya Karun, kunci-kunci gudang hartanya saja sangat berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat macam Ade Rai…:
”Sesungguhnya Karun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya: “Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri” [Al Qashash:76]
Bukan hanya Karun orang kaya yang disiksa Allah. Sebelumnya banyak orang-orang yang lebih kaya juga dibinasakan oleh Allah SWT:
Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” QS 28.78
Mengharap kaya seperti Karun bukanlah ajaran Islam:
”Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.
Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu: “Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar”.[Al Qashash:79-80]
Allah membenamkan Karun beserta hartanya ke dalam bumi dan orang yang ingin kaya seperti Karun menyesal:
”Maka Kami benamkanlah Karun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).
Dan jadilah orang-orang yang kemarin mencita-citakan kedudukan Karun itu. berkata:
“Aduhai. benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak melimpahkan karunia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang-orang yang mengingkari (nikmat Allah)”. [Al Qashash:81-82]
Ayat di atas jelas bahwa menjadi kaya bukanlah tujuan dalam Islam. Untuk memperjelas saya tampilkan lagi ayat yang lain:
”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takatsuur:1]
Harta/kekayaan tidak ada manfaatnya jika dari yang haram atau tidak digunakan di jalan Allah:
”Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” [Al Lahab:2]
Dalam hal mencari kekayaan, orang sering lupa sehingga yang haram menjadi halal. Indonesia adalah merupakan satu negara terkorup di dunia padahal mayoritasnya ummat Islam. Karena ingin kaya, banyak ummat Islam memilih jalan pintas dengan korupsi, mendapat komisi, dan sebagainya.
Banyak pejabat yang tidak mau kerja kecuali jika diberi uang padahal sebetulnya itu memang pekerjaan yang harus dia kerjakan. Sebagai contoh baru-baru ini ada berita Gubernur BI memberikan uang milyaran rupiah kepada DPR agar DPR membuat UU tentang BLBI. Untuk apa DPR diberi uang padahal membuat UU memang tugas mereka? Anggota DPR yang sebagian berasal dari Parpol Islam kan sudah digaji besar untuk membuat UU, mengapa harus diberi uang lagi? Inilah akibatnya jika kekayaan jadi tujuan utama seorang Muslim.
Rasulullah SAW berkata: ”Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan terhadap kalian, tetapi yang aku khawatirkan adalah jika kekayaan dunia dilimpahkan kepada kalian sebagaimana telah dilimpahkan kepada orang-orang sebelum kalian, kemudian kalian akan berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba dan akhirnya dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia telah membinasakan mereka.” (Shahih Muslim No.5261)
Dalam surat Al Maa’uun disebut bahwa orang yang enggan menolong anak yatim dan fakir miskin dengan barang berguna sebagai pendusta agama meski dia sholat:
”Tahukah kamu orang yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim,
dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat,
(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya,
orang-orang yang berbuat ria.
dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” [Al Maa’uun:1-7]
Ciri Golongan Kiri yang disiksa di neraka di antaranya Hidup Mewah:
“Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu?
Dalam (siksaan) angin yang amat panas, dan air panas yang mendidih,
dan dalam naungan asap yang hitam.
Tidak sejuk dan tidak menyenangkan.
Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewahan.
Dan mereka terus-menerus mengerjakan dosa besar.
Dan mereka selalu mengatakan: “Apakah bila kami mati dan menjadi tanah dan tulang belulang, apakah sesungguhnya kami akan benar-benar dibangkitkan kembali?”
[Al Waaqi’ah 41-47]
Allah tidak memandang apakah orang itu kaya atau banyak harta:
”Dan orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.”[Al A’raaf:48]
Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan:
”Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” [Al An’aam:141]
Orang yang hidup mewah secara berlebih sulit untuk bersedekah. Sebagai contoh, orang yang hartanya Rp 10 milyar, jika dia hemat dia hanya memakai Rp 1 milyar untuk kebutuhan hidupnya dan Rp 9 milyar dibelanjakan di jalan Allah. Tapi orang yang hidup boros, misalnya ada orang yang barang-barang melekat di badannya (pakaian, sepatu, jam tangan) saja sudah Rp 2 milyar, bisa menghabiskan Rp 10 milyar untuk bermewah-mewahan sehingga tidak ada lagi uang tersisa untuk zakat dan sedekah. Bahkan bisa jadi pengeluarannya berlebih hingga terbelenggu hutang.
Mengenai pandangan hidup mewah untuk ”meningkatkan kualitas hidup”, adakah itu sesuai Al Qur’an dan Sunnah Nabi? Allah melarang kita menghambur-hamburkan harta secara boros. Sebaliknya memerintahkan kita untuk bersedekah:
”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” [Al Israa’:26-27]
Nabi Muhammad sendiri selaku Nabi dan pimpinan negara di mana kerajaan Romawi dan Persia sudah hampir jatuh di tangannya meski kaya menolak hidup mewah. Pada zaman Sahabat kedua kerajaan besar itu takluk di tangan Islam. Tidak seperti Raja Romawi dan Persia yang hidup mewah bergelimang harta, beliau hidup sederhana. Nabi tidur hanya beralaskan pelepah kurma sementara perabot rumahnya sedikit sekali sehingga membuat Umar ra menangis terharu:
Kisah Umar ra: Aku (Umar) lalu segera masuk menemui Rasulullah saw. yang sedang berbaring di atas sebuah tikar. Aku duduk di dekatnya lalu beliau menurunkan kain sarungnya dan tidak ada sesuatu lain yang menutupi beliau selain kain itu. Terlihatlah tikar telah meninggalkan bekas di tubuh beliau. Kemudian aku melayangkan pandangan ke sekitar kamar beliau. Tiba-tiba aku melihat segenggam gandum kira-kira seberat satu sha‘ dan daun penyamak kulit di salah satu sudut kamar serta sehelai kulit binatang yang belum sempurna disamak. Seketika kedua mataku meneteskan air mata tanpa dapat kutahan. Rasulullah bertanya: Apakah yang membuatmu menangis, wahai putra Khathab? Aku menjawab: Wahai Rasulullah, bagaimana aku tidak menangis, tikar itu telah membekas di pinggangmu dan tempat ini aku tidak melihat yang lain dari apa yang telah aku lihat. Sementara kaisar (raja Romawi) dan kisra (raja Persia) bergelimang buah-buahan dan sungai-sungai sedangkan engkau adalah utusan Allah dan hamba pilihan-Nya hanya berada dalam sebuah kamar pengasingan seperti ini. Rasulullah saw. lalu bersabda: Wahai putra Khathab, apakah kamu tidak rela, jika akhirat menjadi bagian kita dan dunia menjadi bagian mereka? [Muslim]
Keluarga Nabi tidak pernah 3 hari berturut-turut makan dengan kenyang. Selalu ada saat kelaparan setiap 3 hari.
‘Aisyah melaporkan: Tidak pernah keluarga Muhammad (SAW) makan sampai kenyang dengan roti gandum untuk tiga malam berturut-turut sejak kedatangan mereka di Medina hingga wafatnya” [Muslim]
Inilah sunnah Nabi kita. Kaya, tapi memilih menyumbangkan kekayaannya untuk kejayaan Islam. Bukan menumpuk-numpuk kekayaannya untuk bermegah-megahan seperti dalam surat At Takatsuur.
Para sahabat seperti Usman bin Affan menyumbang sepertiga hartanya untuk jihad di jalan Allah. Umar bin Khothob menyumbang separuh hartanya. Dan Abu Bakar menyumbang seluruh hartanya. Mereka menggunakan hartanya untuk memperkuat Islam sehingga persenjataan ummat Islam kuat dan lengkap dan bisa membiayai tentara yang tidak mampu secara finansial. Bukan untuk kepentingan pribadi secara berlebihan. Nah, semangat memberi, semangat berinfak inilah yang harus kita tiru.
Sempat para sahabat dalam 7 peperangan sampai makan belalang karena lapar. Pernah juga mereka makan seekor kambing yang dimakan beramai-ramai. Meski hidup prihatin, namun Nabi dan para sahabat dalam berjihad justru luar biasa hebatnya sehingga dua super power dunia waktu itu, Romawi dan Persia tidak dapat menaklukkan pasukan Islam. Justru merekalah yang tunduk. Harta yang ada digunakan bukan untuk kepentingan pribadi atau hidup mewah, tapi digunakan untuk melengkapi kendaraan, senjata, dan juga logistik untuk jihad.
Coba bayangkan pasukan mana yang akan menang? Jenderal yang memilih dana yang ada untuk membeli mobil mercy dan jaguar sementara panser amfibinya dibiarkan tua (buatan tahun 1962) dan bisa tenggelam dilaut dengan sendirinya atau jenderal yang memilih mobil yang sederhana dan membeli mobil tank yang canggih untuk anak buahnya?
Mana yang lebih baik? Jenderal yang memakai uang yang ada untuk beli pesawat pribadi yang mewah sementara anak buahnya naik pesawat tua Hercules yang umurnya hampir setengah abad sehingga belum kena peluru lawan sudah jatuh dengan sendirinya atau jenderal yang sederhana dan naik pesawat terbang dinas yang dipakai bersama-sama rekannya kemudian menggunakan sisa uangnya untuk pesawat tempur yang canggih?
Banyak orang-orang Arab yang kaya, tapi mereka tidak mampu mengalahkan Israel karena mereka lebih memilih menggunakan kekayaannya untuk hidup mewah. Bukan untuk membeli persenjataan yang bagus dan lengkap guna berjihad di jalan Allah. Orang-orang Arab yang jumlahnya 200 juta orang tak mampu mengalahkan orang Israel yang hanya 4 juta orang.
Satu penyebab mundurnya ummat Islam adalah Wahn: Cinta Dunia dan Takut Mati:
Tsaubah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang: Apakah karena jumlah kami sedikit waktu itu? Beliau bersabda: Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di lautan. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah wahn itu? Beliau bersabda: Cinta dunia dan takut mati”. (Riwayat Abu Dawud no. 4297. Ahmad V/278. Abu Na’im dalam Al-Hilyah)
Di Indonesia banyak orang miskin dan senjatanya sedikit serta antik-antik. Apakah kita kekurangan uang? Tidak juga. Para pejabat kita umumnya tidak mempergunakan uang yang ada untuk mensejahterakan rakyatnya. Tapi untuk memperkaya pribadi. Tak heran jika hartanya puluhan milyar rupiah dan sering tidak sesuai dengan gaji yang mereka terima. Banyak yang menghabiskan Rp 2-3 milyar rupiah untuk satu pernikahan anaknya. Jumlah ini sebenarnya cukup untuk memberi rumah tempat berteduh 80 orang.
Tentu saja ini bukan berarti ummat Islam harus malas mencari rezeki dan hidup miskin. Sebagaimana Sunnah Nabi dan contoh para sahabat, Nabi bisa kaya dan hidup mewah jika mau. Tapi beliau lebih memilih untuk bersedekah dan membelanjakan hartanya di jalan Allah:
Istri Nabi, ’Aisyah berkata bahwa pernah Nabi pagi-pagi mendapat hadiah yang banyak. Namun sebelum petang tiba harta tersebut sudah habis dibagikan untuk fakir miskin. Itulah akhlak Nabi sesuai ayat Al Qur’an di bawah:
Allah SWT berkata, ”Engkau tak akan mendapatkan kebaikan apa pun hingga kalian menyedekahkan sebagian harta yang paling kalian cintai.Ketahuilah, apa pun yang kalian infakkan, Allah pasti mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92).
”Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” [Al Baqarah:195]
Nabi memiliki rumah untuk berteduh, kendaraan untuk dakwah dan jihad, baju zirah dan pedang untuk berperang. Idealnya para Muslim memiliki hal itu. Nabi memilih yang terbaik manfaatnya, tapi bukan yang termewah/mahal. Sebagai contoh Nabi memilih cincin perak untuk stempel ketimbang cincin emas. Nabi juga memilih baju zirah dan pedang dari baja yang kuat ketimbang emas 24 karat yang lunak.
Bukankah ketika kita mencari rezeki, akan terlihat perbedaannya antara orang yang niatnya hanya untuk kaya sehingga bisa punya rumah dan mobil mewah serta makan enak dengan orang yang ingin membelanjakan hartanya di jalan Allah lillahi ta’ala?
Jadi luruskan niat kita lillahi ta’ala. Masih banyak orang miskin di sekitar kita, bahkan banyak yang bunuh diri karena kemiskinan. Bantu mereka. Jangan habiskan harta kita karena gaya hidup kita yang boros.
Dari Umar bin Khottob ra dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh SAW bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah untuk mendapatkan dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya).’” (Bukhari-Muslim)
Jadi niatkan semua untuk Lillahi ta’ala. Bukan yang lainnya seperti dunia atau harta.

HIDUP BERSAHAJA DAN TIDAK BERMEGAH-MEGAHAN

Diriwayatkan Mu'adz bin Jabal r.a, bahwasanya ketika ia diutus ke Yaman, Rasulullah saw. bersabda,"Janganlah hidup mewah, sesungguhnya hamba-hamba ALlah bukanlah orang-orang yang hidup mewah," (Shahih, HR Ahmad [V/243]).

Diriwayatkan dari Anas r.a, ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, 'Didatangkan penduduk neraka yang paling megah hidupnya di dunia. Lalu ia dicelupkan ke dalam neraka sekali celup. Kemudian dikatakan, 'Wahai anak Adam, pernahkan engkau melihat suatu kebaikan?' Maka ia menjawab, 'Tidak, demi Allah wahai Rabb-ku.' Dan didatangkan penduduk surga yang paling sengsara hidupnya di dunia lalu dicelupkan sekali celup ke dalam surga. Lalu dikatakan kepadanya, 'Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kesusahan? Apakah engkau pernah merasakan kesengsaraan?' Dia menjawab, 'Tidak demi Allah, aku tidak pernah merasakan kesusahan dan tidak pula kesengsaraan'," (HR Muslim [2807]).

Kandungan Bab:
  1. Kenikmatan dunia dan kesengsaraannya akan sirna dan fana. Oleh karena itu, ucapan yang paling bagus yang diucapkan orang Arab adalah syair yang digubah oleh Labid, "Ketahuilah, bahwasanya segala sesuatu selain Allah adalah bathil."
  2. Celaan tenggelam ke dalam kemewahan dan kemegahan. sesungguhnya seorang mukmin itu selalu bersahaja karena nikmat itu tidaklah abadi. Oleh karena itu, telah dinukil secara shahih dari Umar, dia berkata, "Hindarilah bermegah-megahan dan model orang-orang ajam. Hendaklah kalian berpanas terik. Karena itulah kamar mandinya orang-orang Arab. Hendaklah kalian bersahaja, sederhana dan apa adanya."

Memang hidup mewah dan megah saat ini merupakan gaya hidup yang diinginkan oleh siapa saja. Orang akan mengorbankan semuanya untuk mencapai kemewahan hidupnya dan mempertahankan gaya hidup tersebut. Bahkan kadang seseorang harus melakukan hutang yang besar dan meghalalkan segala cara...... untuk dapat memenuhi gaya hidup tersebut. Namun apakah mereka bahagia...?

Sekilas memang kelihatannya orang yang hidupnya mewah dan megah itu....bahagia. Namun sebenarnya dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada sebuah jurang yang amat dalam yang nggak bakalan terisi dengan semua materi yang dia miliki. Jurang itu adalah "perasaan hampa". Ingin mencari sesuatu yang lebih baik dan lebih membahagiakan.

Semua itu ujian...

Sebenarnya, kesenangan ataupun kesedihan yang kita alami itu... adalah ujian yang diberikan Allah kepada kita. Apakah kita akan lupa..atau kita akan menjadi hamba yang selalu ingat kepada Tuhan nya. Nah disinilah letak keadilan Tuhan. Setiap diri akan diberikan ujian sesuai kemampuannya.

Banyak orang yang berhasil diuji dengan kesulitan hidup dan kesedihan. Dia tetap sabar dan tawakal kepada Allah. Namun begitu diuji dengan kesenangan dan kemewahan...mereka gagal. Mereka lupa kepada Tuhannya.

Mengapa Allah melarang manusia hidup bermegah-megahan...?

Saya teringat akan suatu surat daam Al Qur'an surat At Takatsur (Bermegah-megah). Begini bunyi dan artinya:

  1. Al hakumut takatsur : Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
  2. Hatta zurtumul maqobir : Sampai kamu masuk ke dalam liang kubur
  3. Kalla saufata'lamun : Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
  4. Tsumma kalla saufata'lamun : Dan Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
  5. Kalla lauta'lamuna ilmal yaqin : Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.
  6. Latarowunnal jahim : Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim.
  7. Tsumma latarowunnaha 'ainal yakin: dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yakin( penglihatan yang sebenarnya).
  8. Tsumma latus alunna yauma idzin 'anin na'im: kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu entang kenikmatan( yang kamu megah-megahkan di dunia itu).
Hikmah yang terkandung dalam surat At Takatsur:

Kita dianjurkan untuk tidak bermegah-megahan dalam hidup di dunia ini. Kalau kita diberikan rejeki berlebih gunakanlah untuk membantu mereka yang miskin dan yang membutuhkan. Selebihnya kita hidup sederhana saja. Karena semua itu akan di hisab oleh Allah.

Karena dengan gaya hidup yang sederhana....justru akan membuat kita lebih bahagia dan selalu bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan nikmat Nya.
Wallahu A'lam....

Bahayanya pamer dan bermegah-megahan

barang mewah
Tidaklah dilarang memiliki barang yang mahal, bagus dan mewah, namun kalau akhirnya itu memperbudak diri atau menjadi sulit perlu untuk dipertimbangkan kembali memilikinya. Memiliki benda itu sudah pasti akan menjadikan diri takut kehilangan, takut kalau rusak, minimal itu jadi memperbudak diri.
Memamerkannya juga tiada habisnya, bila berada dilingkungan orang yang berprilaku yang sama. Tidak ada prilaku seseorang yang berlebih-lebihan atau bermegah-megahan itu kecuali kerugian karena adanya kelalaian diri. (1) Nabi Saw menyebut prilaku pamer dan bermegah-megahan itu sebagai jalan setan (Fisabili syaiton) (2)
Takut kehilangan dan rusaknya barang itu akan mengarah kepada kecintaan. Bila kecintaan sudah berlebihan secara otomatis diri akan menjadi tawanan dan budaknya, sebagaimana diucapkan Ali bin Abi Thalib.(3) Disitulah awal hidup mulai tidak bebas dan merdeka karena diri menjadi tidak tenang karena waktu dan pikiran tersita pada sesuatu itu, berpaling dari mengingat Allah. 
Nabi juga bersabda bahwa siapa yang mencintai sesuatu, niscaya akan menjadi tawananya. Lebih terpedaya lagi bila diri memiliki cinta harta sebagaimana Qarun seperti dikutip dalam Surat Al Qasas 78-79. (4).
Jadi pola setan penggoda selalu awalnya manis, namun ujung-ujungnya adalah berisi perangkap diri. Bila diri tidak dapat mengendalikan diri muncul pemaksaan diri untuk dapat memilikinya, sehingga mengada-adakannya dan diri terjerumus dengan mendapatkan dengan cara terlarang, misalnya korupsi. Diri akan menjadi rakus atau bakhil dan tiada prilaku bakhil yang paling dekat adalah hilangnya akal dan rasa malu.
Setan akan secara halus membujuk : “lihatlah pandangan orang lain yang akan takjub dan memuji kepadamu dengan memiliki barang mahal bagus dan mewah dan  lihatlah bagaimana status sosial kamu terangkat dengan memiliki itu”.
Setan tahu bahwa seseorang yang berkecenderungan dan gemar tampil pamer barang bagus mahal mewah adalah ciri-ciri orang yang kurang percaya diri terhadap kekuatan dan kemampuan pribadinya. Status sosialnya kuatir sekali jatuh dalam pandangan orang bila tidak menuruti hal demikian.
Ada satu hal lagi bila membiasakan diri dengan pamer barang bagus mahal dan mewah, yaitu secara tidak langsung diri telah memancing iri dan kecemburuan orang lain. (5) Dalam beberapa hal kejahatan tidaklah selalu dilakukan sengaja.
Namun karena dia menampilkan kelebihan rezekinya secara terang-terangan di hadapan orang lain, maka ini sering menimbulkan dengki dan munculnya kejahatan bagi orang yang melihatnya. (6) Nabi saw menganjurkan untuk hati-hati agar diri dan keluarga dapat membawa diri tidak memperlihatkan kelebihan rezeki apalagi kemewahan kepada orang lain (7)
Karena itu orang mukmin akan bersikap biasa, berpikir dua kali untuk memiliki apalagi pamer terkait barang bagus, mahal dan mewah itu. Barang yang digunakan hanyalah sebatas mendukung atau memberi manfaat / kontinuitas ibadahnya kepada Allah. Jiwanya menjadi lebih bebas dan merdeka karena waktu dan pikiran tidak tersita / tidak diperbudak dengan itu.
Hiduppun menjadi tenang dan ringan, karena dirinya menjadi ikhlash, tidak diperbudak adanya keinginan untuk dipuji, dihargai, dihormati, budinya dibalas orang lain. Hidup bersahaja selalu saja mempesona karena itu cermin dari pribadi yang tidak diperbudak harta dari bermegah-megahan dan tidak ditipu oleh hawa nafsu.
Wallahu ‘alam
  1. Firman Allah: Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.(Atakatsur 1-2).
  2. Sabda Nabi : …..Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk keluarganya, maka ia Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu jalan Syaithan.(HR Thabrani) 
  3. Sabda Nabi : …..Jikalau ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itupun Fisabilillah. Jikalau ia bekerja untuk keluarganya, maka ia Fisabilillah. Tetapi apabila ia bekerja untuk pamer atau untuk bermegah-megahan, maka itulah Fisabili Syaithan atau karena mengikutu jalan Syaithan.(HR Thabrani) 
  4. Ali Bin Abi Thalib: “Siapa yang mencintai atau cenderung kepada sesuatu, maka dia akan menjadi tawanan atau budaknya.
  5. Firman Allah : Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah Karun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar”.(al Qasas 78-79)
  6. Firman Allah: Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Annisa 32)
  7. Sabda Nabi : Sesungguhnya bagi nikmat yang Allah berikan terselubung musuh-musuh . Sahabat lalu bertanya: Siapakah mereka itu ya Rasul?. Jawabnya: Yaitu orang yang mendendam / mendengki kepada orang lain atas pemberian rezeki / kelebihan dari Allah kepada mereka.
  8. Sabda nabi saw : mohonlah pertolongan supaya kebutuhan terpenuhi semua secara diam-diam, sebab setiap orang yang diberi kenikmatan, pasti ada orang  dengki dan dendam kepadanya.
 
JANGAN HIDUP BERMEGAH-MEGAHAN
Dikirim pada 15 November 2010 di Uncategories
Memang hidup mewah dan megah saat ini merupakan gaya hidup yang diinginkan oleh siapa saja. Orang akan mengorbankan semuanya untuk mencapai kemewahan hidupnya dan mempertahankan gaya hidup tersebut. Bahkan kadang seseorang harus melakukan hutang yang besar dan meghalalkan segala cara...... untuk dapat memenuhi gaya hidup tersebut. Namun apakah mereka bahagia...?

Sekilas memang kelihatannya orang yang hidupnya mewah dan megah itu....bahagia. Namun sebenarnya dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada sebuah jurang yang amat dalam yang nggak bakalan terisi dengan semua materi yang dia miliki. Jurang itu adalah "perasaan hampa". Ingin mencari sesuatu yang lebih baik dan lebih membahagiakan.

Semua itu ujian...

Sebenarnya, kesenangan ataupun kesedihan yang kita alami itu... adalah ujian yang diberikan Allah kepada kita. Apakah kita akan lupa..atau kita akan menjadi hamba yang selalu ingat kepada Tuhan nya. Nah disinilah letak keadilan Tuhan. Setiap diri akan diberikan ujian sesuai kemampuannya.

Banyak orang yang berhasil diuji dengan kesulitan hidup dan kesedihan. Dia tetap sabar dan tawakal kepada Allah. Namun begitu diuji dengan kesenangan dan kemewahan...mereka gagal. Mereka lupa kepada Tuhannya.

Mengapa Allah melarang manusia hidup bermegah-megahan...?

Saya teringat akan suatu surat daam Al Qur�an surat At Takatsur (Bermegah-megah). Begini bunyi dan artinya:

1. Al hakumut takatsur : Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
2. Hatta zurtumul maqobir : Sampai kamu masuk ke dalam liang kubur
3. Kalla saufata�lamun : Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
4. Tsumma kalla saufata�lamun : Dan Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
5. Kalla lauta�lamuna ilmal yaqin : Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.
6. Latarowunnal jahim : Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka jahim.
7. Tsumma latarowunnaha �ainal yakin: dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ainul yakin( penglihatan yang sebenarnya).
8. Tsumma latus alunna yauma idzin �anin na�im: kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu entang kenikmatan( yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

Hikmah yang terkandung dalam surat At Takatsur:

Kita dianjurkan untuk tidak bermegah-megahan dalam hidup di dunia ini. Kalau kita diberikan rejeki berlebih gunakanlah untuk membantu mereka yang miskin dan yang membutuhkan. Selebihnya kita hidup sederhana saja. Karena semua itu akan di hisab oleh Allah.

Karena dengan gaya hidup yang sederhana....justru akan membuat kita lebih bahagia dan selalu bersyukur kepada Allah atas segala karunia dan nikmat Nya.



salam 165

''MENDAKI TANGGA MAKRIFAH MENCARI RIDHA ALLAH''(Pendekatan diri pada Allah)
Pantaskah ulama bermegah2 dengan harta dalam kehidupannya,di antara kaum yang masih banyak fakir,miskin,dan terlantar. Apakah akan slamanya berkomitmen bahwa mereka adalah tanggung jawab pemerintah,atau memang sudah tak ada malu lagi pada sang pencipta.
Ingatlah pemimpin terdahulu dalam kezuhudannya,dan juga Rasulullah shollahu alaihi wasallam,yang beliau uswatun hasanah. Laailaaha Illallaah.


Bicara Sara Ali : Perlu ke kita bermegah2 dengan pangkat?

Alhamdulillah, 
Selesai sudah soal jawab dengan pihak P******s. Boleh jadi huru hara juga lah kehidupan aku hari itu. Semua orang atasan dari  P******s datang melawat. Al-maklum lah kes 'datin' katakan.

Eee, terasa geram pun ada juga. Kenapalah orang suka ambil kesempatan dengan status/pangkat? Tak habis-habis, terasa meluat juga. Nak kata dia itu stupid tak boleh juga sebab orang berpangkat 'datin' sure tahap kepandaian lebih tinggi dari kami. 

Tapi lepas habis soal siasat dari sapa ntah, aku sendiri pun tak tahu. Dan dia beri kata putus, betul-betul buat aku gelak tak henti-henti. 'Datin' tu nak salahkan kami pun tak boleh sebab satu dunia mengunakan sistem macam tu. So 'datin' nak saman sapa? Saman kami? Or nak saman orang yang buat sistem yang telah diluluskan tu. Bertahun-tahun sistem tu digunakan tapi kenapa baru sekarang 'datin' nak pertikaikan.


Sudah la 'datin', jangan terlalu gunakan pangkat nak tunjukkan kamu lebih berkuasa. Kamu salah. Allah lebih berkuasa pada hambanya. Bak kata seseorang pada saya, bila kita sudah meninggal dunia, kita tetap sama. Kita tetap dikapankan dengan kain putih. bukan dikapankan dengan kain emas.



p/s
Jangan terlalu asyik mencari kesalahan orang lain, sedangkan diri kita belum 100% betul.

Bermegah2 dalam membangun Masjid (part1)




Ada yang beranggapan bahwa menghiasi masjid sehingga indahnya melebihi gereja atau sinagog itu adalah syiar Islam/dakwah, padahal Nabi mengecam hal itu sebagai mengikuti kaum Yahudi dan Kristen:
Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya, kalian akan bersungguh-sungguh menghiasi masjid-masjid kalian seperti orang-orang Yahudi dan Kristen menghiasi gereja dan rumah ibadah mereka.” [HR Bukhari]
Aku tidak menyuruh kamu membangun masjid untuk kemewahan (keindahan) sebagaimana yang dilakukan kaum Yahudi dan Nasrani. (HR. Ibnu Hibban dan Abu Dawud)


Semakin hari semakin prihatin ketika saya mengamati proyek2 yang masuk ke perushaan  terutama proyek tempat ibadah Masjid.Hampir diseluruh wilayah Indonesia.memiliki kesamaan Menginginkan Bangunan masjid yang begitu Megahnya...
Begitu Wahhhnya....Masyaallah




Tak lain maksud dan tujuannya menjadikan Bangunan tersebut menjadi trand Mark/ciri khas dan kebanggaan suatu Daerah/Provinsi, maka berlomba-lombalah disetiap daerah dari tingkat Instansi,RT/RW Kecamatan,Kabupaten, Provinsi.MENGHIASI..masjid-masjid. Sungguh konyol sekali Hanya menginginkan sebuah design yang Megah, harus mengeluarkan uang ber juta-juta hingaa bermilliar. dan pada kenyataanya masjid-masjid tersebut sepi ketika dikumandangkan adzan, lenggang....dan senyap.

Sementara banyak saudara2 sesama muslim yang hidupnya masih miskin,makan serba kekurangan, kebodohan, kejahilan, apakah ada korelasinya antara Masjid yang Megah dan indah dengan keindahan akhlak, semangat untuk beribadah,kemuliaan umat di lingkungan masjid tersebut...?

Dan sebuah kebanggann tersendiri ketika Sang Juragan menerima orderan2 tersebut.
dan sebuah kebanggaan tersendiri ketika sang juru gambar menggambar designya yang aduhaiii sunggguh sungguh engkau tidak nyunahhhhh akhi.......!!!!!kau...benar...benar benar SALAH.....BESAR

Tiada ulasan:

Catat Ulasan