Jumaat, 18 September 2015

BINATANG....HAIWAN

Hewan yang diperintahkan untuk dibunuh

 yakni :
a. Tikus
b. Kalajengking
c. Burung gagak dan sejenisnya/burung layang-layang
d. Anjing predator
e. Tokek/Cicak
f. Ular.

Berdasarkan hadits–hadits berikut ini :
Diriwayatkan dari Aisyah radiallahu ’anha- dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : "Ada lima binatang yang boleh dibunuh ditanah haram: Tikus, Kalajengking, Burung layang-layang/Sejenis gagak dan anjing predator."
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lainnya, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, artinya : "Ada lima hewan membahayakan yang boleh dibunuh di tempat halal dan haram, yaitu ular, burung gagak yang berwarna belang-belang, tikus, anjing yang suka menggigit, dan burung hudaya (sejenis rajawali)."
(HR. Muslim).
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash dia berkata : "Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuh cicak, dan beliau menyebutnya sebagai fuwaisiq (fasik kecil)."
(HR. Muslim no. 2238).
Dalam riwayat lainnya Nabi Alaihishshalatu Wassalam bersabda, artinya : "Barangsiapa yang membunuh cicak/tokek pada pukulan pertama maka dituliskan untuknya seratus kebaikan, jika dia membunuhnya pada pukulan kedua maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu, dan pada pukulan ketiga maka dia mendapatkan pahala kurang dari itu."
(HR. Muslim no. 2240).
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ’anhu, dia berkata Kami tengah bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di sebuah gua, dan saat itu turun pada beliau ayat "Demi Malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan."
(QS Al-Mursalaat : 1).
Ketika kami mengambil air dari mulut gua, tiba-tiba muncul seekor ular di hadapan kami. Beliaupun bersabda, 'Bunuhlah ular itu' Kami pun berebut membunuhnya, dan aku berhasil mendahului. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, "Semoga Allah melindungi dari kejahatan kalian sebagaimana Dia melindungi kalian dari kejahatannya."
(HR Bukhari dan Muslim).
Binatang-binatang ini diperintahkan untuk dibunuh karena termasuk bainatang yang menjijikkan dan tidak diterima oleh tabiat yang sehat.
Sedangkan hewan yang dilarang dibunuh menurut syariat, yakni :
a. Semut
b. Lebah
c. Burung HudHud
d. Burung Shurad
e. Katak Hewan-hewan dilarang dibunuh berdasarkan hadits-hadits berikut :
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma, dia berkata, "Rasulullah melarang kami membunuh empat macam binatang: Semut, lebah, burung hudhud dan burung shurad."
(HR. An-Nasa’i dan Ahmad).
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Utsman radhiallah anhu, dia berkata, Seorang tabib menyebut resep obat di hadapan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan menyebut katak sebagai salah satu resepnya. "Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pun melarang membunuh katak."
Dari haramnya memakan binatang yang dilarang untuk dibunuh dapat disimpulkan mengenai larangan menyembelihnya, sehingga hewan-hewan ini tidak halal disembelih. Sebab seandainya ia halal dimakan, tentu tidak dilarang untuk dibunuh.
Banyak di antara ulama yang menyebutkan sebuah kaidah :
Semua hewan yang boleh dibunuh maka dia haram untuk dimakan, dan hal itu menunjukkan pengharaman, karena perintah untuk membunuhnya hewan ternak yang boleh dimakan tapi bukan bertujuan untuk dimakan, menunjukkan kalau dia adalah haram. Kemudian, yang nampak dan yang langsung dipahami bahwa semua hewan yang Rasulullah izinkan untuk membunuhnya tanpa melalui jalur penyembelihan yang syar’iyah adalah hewan yang haram untuk dibunuh. Karena seandainya dia bisa dimanfaatkan dengan dimakan maka beliau pasti tidak akan mengizinkan untuk membunuhnya, sebagaimana yang jelas terlihat. Lihat Bidayah Al-Mujtahid (1/344) dan Tafsir Asy-Syinqithi (1/273).
Syariat Islam dibangun di atas pondasi jalbul mashalih (menciptakan/mendatangkan kemasalahatan) dan dar`ul mafasid (menghapus semua bahaya dan kerusakan). Semua yang merusak dan mengganggu boleh dihilangkan sesuai dengan tingkatan kerusakan dan gangguan yang timbul. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassallam :
لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ
"Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membayakan."
(HR Ibnu Majah dan dishohihkan al-Albani dalam Irwa’ al-ghalil no. 896).
Dari sini, para Ulama menetapkan kaedah yang berbunyi :
الضَرَرَ يُزَالُ
"Semua madharat (bahaya, gangguan) (harus) dihilangkan."
Sehingga semua yang mengganggu dan merusak harus dihilangkan (dilenyapkan) sesuai dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya. Tentang masalah membunuh serangga yang sering ada di dalam rumah seperti kecoa, semut dan sejenisnya pernah ditanyakan kepada Syaikh Bin Baz rahimahullah dan beliau menjawab :
Serangga-serangga tersebut apabila menimbulkan gangguan maka boleh dibunuh, namun tidak boleh dilakukan dengan menggunakan api (dibakar). Boleh dibunuh dengan berbagai alat pembasmi lainnya dengan dasar sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wassallam :
خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِى الْحِلِّ وَالْحَرَمِ الْحَيَّةُ وَالْغُرَابُ الأَبْقَعُ وَالْفَارَةُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ وَالْحُدَيَّا
"Lima (hewan) perusak yang boleh dibunuh di luar tanah suci dan di tanah suci yaitu : ular, gagak, tikus, serigala dan rajawali."
(Muttafaqun ‘alaihi)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassallam telah memberitahukan bahwa sifat pengganggu melekat pada hewan-hewan tersebut. Dalam bahasa Beliau Shallallahu 'Alaihi Wassallam, binatang-binatang pengganggu itu disebut fawasiq. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wassallam pun mengizinkan untuk membunuhnya. Demikian juga serangga-serangga, diperbolehkan membunuhnya di tanah suci dan luar tanah suci apabila binatang-binatang tersebut menimbulkan gangguan, seperti semut, kecoa, nyamuk dan hewan lain menimbulkan gangguan.
Asbabun nuzul hukum membunuh cicak. Mengenai cecak ini, sudah digelari oleh Rasul saw : Fuwaisiqa, yaitu si kecil yg fasiq, maka kita memahami bahwa Rasulullah s.a.w. tak sembarang bicara, beliau tak suka mencaci atau memberi gelar yang buruk pada manusia dan seluruh makhluk Allah s.w.t.,
Maka bila beliau s.a.w. sampai menggelarinya seperti itu maka tentulah hewan ini jahat, dan Rasululullah s.a.w. memerintahkan untuk membunuhnya, riwayat awalnya sebagaimana dijelaskan bahwa disaat Ibrahim a.s dilemparkan ke Api namrud maka semua hewan berusaha memadamkan api ibrahim a.s itu, kecuali cecak. maka Rasulullah s.a.w. memerintahkan untuk membunuh hewan ini dimanapun kita jumpai.
(Tafsir Imam Bn katsir juz 3 hal.185, Tafsir Imam Attabari Juz 17 hal 45)"
(1) - Para Ulama membuat beberapa kategori hewan dalam konteks boleh tidaknya dibunuh, sebagai berikut :
1) Hewan bernaluri buas, berpopulasi di tempat yang jauh dari kehidupan manusia, seperti binatang buas yang hidup di hutan belantara dan di gurun atau di pegunungan. Hewan jenis ini boleh dibunuh untuk, misalnya untuk menghilangkan ancamannya atau untuk dimanfaatkan anggotanya badannya, seperti untuk diambil kulitnya.
2) hewan yang tidak bernaluri buas, namun bisa menjadi buas kalau diganggu, seperti anjing dan kucing. Hewan jenis ini bila membahayakan atau mengganggu ketertiban umum, bisa dibunuh, seperti anjing yang menyerang orang, atau anjing gila, atau kucing yang memangsa hewan ternak dan perliharaan.
3) hewan yang membahayakan manusia dan sering hidup ditengah populasi manusia, seperti ular, kalajengking. Hewan jenis ini dianjurkan untuk dibunuh dalam kondisi apapun. Dalam sebuah hadist nabi pernah bersabda, "Lima jenis hewan yang harus dibunuh, baik di tanah haram maupun di tanah biasa, yaitu : ular, kalajengking, tikus, anjing buas dan burung rajawali."
(H.R. Abu Daud) dalam riwayat lain disebutkan juga burung gagak.
4) Hewan yang tidak membahayakan, "namun dianjurkan untuk dibunuh seperti cicak dan tokek, karena menurut riwayat ketika nabi Ibrahim dihukum bakar olah raja Namrud, binatang ini ikut meniup apinya."
(H.R. Bukhari, Ibnu Majah, Ahmad)
5) "Jenis serangga yang memang boleh dibunuh untuk dimakan, seperti belalang.
(H.R. Bukhari dll).
"Ada beberapa jenis serangga yang danjurkan untuk tidak dibunuh, yaitu semut, lebah, burung hudhud dan burung Surrad."
(H.R. Bukhari & Muslim),
Semut di sini oleh para ulama adalah semut besar, atau sering disebut semut Sulaiman, adapaun semut kecil boleh dibunuh, hanya ulama Maliki yang menghukumi makruh membunuhnya. Serangga atau hewan kecil lainnya, kalau memang membahayakan atau menimbulkan malapetaka, seperti burung, belalang, tikus dlsb. boleh membunuhnya dan bahkan dianjurkan. Hukum ini dilandaskan kepada kaidah hukum Islam "semua yang menimbulkan bahaya (madharrat) harus dihilangkan."
Begitu juga serangga semacam nyamuk yang menimbulkan penyakit harus diberantas, meskipun dengan menggunakan bahan kimia.
(2) - Sejarah persentuhan fikih Islam dengan anjing.
Pertama kali, ana dan sahabat ingin menukil hadits di Shahih Muslim, dalam Kitab al-Musaqat, Bab 'Perintah Membunuh Anjing & Penjelasan Naskh/Tahrim Memeliharanya Kecuali Untuk Keperluan Berburu, Pertanian, Peternakan, dan semacamnya'. Hadits itu berbunyi demikian : "Diceritakan dari Muhammad bin Al-Mutsanna dan Ibnu Basyar (lafadznya versi Ibnu Al-Mutsanna), mereka berkata : menceritakan kepadau kami Muhammad bin Ja'far, berkata : menceritakan kepada kami Su'bah, dari Qatadah dari Abi al-Hakam, berkata : Saya mendengar Abdullah bin [Syyd] Umary bercerita : Dari Rasulullah SAW, bersabda : Barang siapa mengambil anjing, kecuali anjing [untuk keperluan] bertani atau berburu, pahalanya berkurang, setiap hari 1 'qirath'. Dalam riwayat lain pahalanya dikurangi 2 qirath. [Qirath adalah semacam satuan-satuan tertentu].
Melihat hadits ini, para ulama sebenarnya tidaklah sebagaimana yang kita kira, yaitu secara beramai-ramai membenarkan pembunuhan seluruh anjing, dengan berbagai jenisnya. Ana dan sahabat pikir, kami pun pernah punya 'dzann' demikian. Tapi, marilah kita perhatikan lebih lanjut. Yang pernah kita dapat dari pelajaran hadits, memang ada dua kelompok ulama yang berbeza pendapat.
Satu memaknai hadits Rasul SAW tersebut dengan perintah membunuh seluruh macam anjing, sedang yang kedua mengatakan hanya anjing-anjing tertentu saja yang diperbolehkan membunuh. Tidak disebutkan mana yang pendapat jumhur dan mana yang pendapat minor, tetapi dalam literatur-literatur disebutkan : pendapat yang menyatakan tidak semua anjing perlu dibunuh ternyata dikatakan lebih masyhur. Ulama tidak meneruskan perintah tersebut dengan perintah membunuh seluruh anjing, sekalipun teks dari Rasul cuma membatasi toleransinya kepada anjing-anjing "yang diperlukan tenaganya."
Menurut Ibnu Hajar, yang disepakati ulama adalah membunuh anjing yang 'aqur', alias yang suka menggigit. Kalau hanya demikian, sangat logik kalau anjing yang suka menggigit perlu dibunuh. Jangankan anjing, nyamuk, semut atau lalat kalau menggigit pasti kita bunuh, tanpa menunggu diperintah oleh Rasulullah SAW. Tentang ini, ana serta sahabat pertemukan hadits di atas dengan hadits riwayat Imam Bukhori dalam 'Kitabu Abwab al-Ihshar waI Jaza-u ash-Shayd', (hadits no. 1731). Hadits tersebut menyatakan sebagai berikut : Lima macam hewan yang jika membunuhnya tidak ada masalah :
(1) Burung gagak [Ghurab],
(2) Burung Rajawali [Had'ah],
(3) Tikus [Al-Fa'ratu], (4) Kalajengking ['Aqrabu], dan
(5) Anjing yang menggigit [Aqoor]. Tetapi, hadits-hadits di atas kurang kuat untuk meneguhkan hak-hak hidup anjing.
Kami ingin lagi menukil hadits lain, juga dari riwayat Imam Muslim. Terjemahan bebas riwayat tersebut begini : "Rasul telah memerintahkan kepada kita untuk membunuh anjing. Sampai [suatu saat] datanglah seorang wanita badui dengan membawa anjingnya, lalu ingin membunuhnya, begitu dia ketahu adanya perintah Rasul sebelumnya. Tapi, Rasul melarang dan bersabda : [Diwajibkan] atas kalian [cukup] membunuh anjing hitam yang memiliki dua bintik di matanya, sebab itu [bukan anjing melainkan] syetan. Hadits itu mungkin menjadi 'mubayyin' [penjelas] atas hadits-hadits lain, seperti juga hadits yang menceritakan penantian Rasul atas Jibril, tapi ternyata Jibril tidak mau masuk ke kediaman Rasul karena di dalamnya ada anjing. 'Kami tidak [mahu] masuk rumah yang ada anjing dan gambar', demikian alasan Jibril tidak mau menemui Rasul SAW. [Dalam riwayat Bukhori melalui Abu Tholhah].
Kita kurang tahu pasti, bila malaikat Jibril pertama kali tidak mahu menemui Rasulullah s.a.w. karena di dalamnya ada anjing. Tapi, sekadar dugaan saja, statemen malaikat Jibril itu terjadi jauh setelah kelahiran Sayyidayna Hasan dan Husain. Sebab di masa kecilnya, kedua anak kecil itu diceritakan sering bermain-main dengan anjing. Artinya, anjing saat itu --sebelum kasus Jibril-- benar-benar anjing yang bebas menentukan jalan hidupnya, dan belum tersentuh oleh proses-proses kedatangan agama Islam.
Baru setelah kejadian Jibril itu, eksistensi anjing agak tersisih yang -kononnya- lantaran disisihkan oleh syariat Islam itu sendiri. Bahkan persoalannya tidak hanya malaikat Jibril yang enggan bertemu dengan anjing, disabdakan oleh Rasul SAW kalau piring kita terjilati anjing pun mesti dibersihkan dengan cara 7 kali cucian plus sekali menggunakan debu. kami kira, ini tidak terjadi kepada anjing saja. Maksud ana, jika pada masa Rasul SAW hewan seperti harimau atau singa sering berkeliaran, kami yakin hewan-hewan itu juga akan masuk dalam proses pergulatan turunnya Islam, dan tentunya akan memenuhi pembahasan-pembahasan syariat.
Silang pendapat mengenai masalah najis anjing : Anjing menurut Syafi'ie dan Hanbali termasuk hewan yang najis mughalladloh (Kategori najis yang sangat kuat). Cara mencuci najis jenis ini harus dengan tujuh kali siraman dengan air dan salah satu dari tujuh siraman tersebut harus dicampur dengan debu.
Mazhab ini dilandaskan kepada hadist Rasulullah : "Jika seekor anjing menjilat periuk kalian, maka basuhlah tujuh kali yang mana salah satunya menggunakan debu."
(H.R. Muslim). Akan tetapi mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa yang najis dari anjing adalah liurnya, bukan tubuhnya. Menurut mazhab Maliki mencuci najis anjing sebanyak tujuh kali dengan salah satu menggunakan debu adalah semata masalah ibadah, bukan karena najis itu sendiri.
***
Demikian, lepas dari najis tidaknya anjing, kiranya kita tidak boleh melakukan pembunuhan kepada hewan-hewan yang tak bersalah. Hewan-hewan itu bisa menuntut kita di hari akhir. Dalam riwayat Ibnu Hibban dari Tharid At-Thaqafi, Rasulullah s.a.w. bersabada" Kelak di Hari Kiamat, seorang yang membunuh burung kecil dengan sia-sia akan dihadapkan kepada Allah dan dipertanyakan perbuatannya, mengapa membunuh burung tersebut dengan sia-sia dan tidak membunuhnya demi suatu manfaat?". Semoga dipahami."
Semoga bermanfaat dan barokah.. semoga kita termasuk hamba yang senantiasa ingat mengingtkan dalam kebaikan..Aamin"

1 ulasan:

  1. SAYA SEKELUARGA INGIN MENGUCAPKAN BANYAK TERIMAH KASIH KEPADA AKI NAWE BERKAT BANTUANNNYA SEMUA HUTANG HUTANG SAYA SUDAH PADA LUNAS SEMUA BAHKAN SEKARAN SAYA SUDAH BISA BUKA TOKO SENDIRI,ITU SEMUA ATAS BANTUAN AKI YG TELAH MEMBERIKAN ANKA JITUNYA KEPADA SAYA DAN ALHAMDULILLAH ITU BENER2 TERBUKTI TEMBUS..BAGI ANDA YG INGIN SEPERTI SAYA DAN YANG SANGAT MEMERLUKAN ANGKA RITUAL 2D 3D 4D YANG DIJAMIN 100% TEMBUS SILAHKAN HUBUNGI AKI NAWE DI 085-218-379-259

    BalasPadam