Isnin, 1 Jun 2015

KEUTAMAAN SIFAT QANA'AH















Keutamaan Sifat Qona’ah

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya”[1].
Hadits yang mulia menunjukkan besarnya keutamaan seorang muslim yang memiliki sifat qanaa’ah[2], karena dengan itu semua dia akan meraih kebaikan dan keutamaan di dunia dan akhirat, meskipun harta yang dimilikinya sedikit[3].
Beberapa faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
– Arti qanaa’ah adalah merasa ridha dan cukup dengan pembagian rizki yang Allah Ta’ala berikan[4].
– Sifat qana’ah adalah salah satu ciri yang menunjukkan kesempurnaan iman, karena sifat ini menunjukkan keridhaan orang yang memilikinya terhadap segala ketentuan dan takdir Allah, termasuk dalam hal pembagian rizki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya”[5].
Arti “ridha kepada Allah sebagai Rabb” adalah ridha kepada segala perintah dan larangan-Nya, kepada ketentuan dan pilihan-Nya, serta kepada apa yang diberikan dan yang tidak diberikan-Nya[6].
– Yang dimaksud dengan rizki dalam hadits ini adalah rizki yang diperoleh dengan usaha yang halal, karena itulah yang dipuji dalam Islam[7].
– Arti sabda beliau: “…yang secukupnya” adalah yang sekedar memenuhi kebutuhan, serta tidak lebih dan tidak kurang[8], inilah kadar rizki yang diminta oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Allah untuk keluarga beliau , sebagaimana dalam doa beliau: “Ya Allah, jadikanlah rizki (yang Engkau limpahkan untuk) keluarga (Nabi) Muhammad (shallallahu ‘alaihi wa sallam) Quutan[9]. Artinya: yang sekedar bisa memenuhi kebutuhan hidup/seadanya[10].
– Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati)”[11].
– Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “…Ridhahlah (terimalah) pembagian yang Allah tetapkan bagimu maka kamu akan menjadi orang yang paling kaya (merasa kecukupan)”[12].
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 29 Jumadal ula 1432 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id

[1] HSR Muslim (no. 1054). [2] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” tulisan imam an-Nawawi (7/145).
[3] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/508).
[4] Ibid.
[5] HSR Muslim (no. 34).
[6] Lihat kitab “Fiqhul asma-il husna” (hal. 81).
[7] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (4/508).
[8] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (7/145) dan “Faidhul Qadiir” (4/508).
9 HSR al-Bukhari (no. 6095) dan Muslim (no. 1055).
[10] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (7/146).
11 HSR al-Bukhari (no. 6081) dan Muslim (no. 120).
[12] HR at-Tirmidzi (no. 2305) dan Ahmad (2/310), dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.

Meraih Sifat Qana’ah


Banyak yang memiliki harta namun jarang memiliki sifat mulia, yaitu qana’ah (merasa cukup dengan nikmat Allah). Padahal jika seorang muslim meraihnya ia seakan-akan memiliki dunia seisinya. Jika memilikinya, ia tidak tamak pada harta orang lain dan juga selalu ridho dengan ketetapan Allah. Ia pun yakin segala yang ditetapkan oleh Allah, itulah yang terbaik.

Jika Tiga Nikmat Ini Terkumpul pada Diri Anda di Pagi Hari
Dari ’Ubaidillah bin  Mihshan  Al Anshary dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مَنْ أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِى سِرْبِهِ مُعَافًى فِى جَسَدِهِ عِنْدَهُ قُوتُ يَوْمِهِ فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa di antara kalian mendapatkan rasa aman di rumahnya (pada diri, keluarga dan masyarakatnya), diberikan kesehatan badan, dan memiliki makanan pokok pada hari itu di rumahnya, maka seakan-akan dunia telah terkumpul pada dirinya.” (HR. Tirmidzi no. 2346, Ibnu Majah no. 4141. Abu ’Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib).
Hadits di atas menunjukkan bahwa tiga nikmat di atas jika telah ada dalam diri seorang muslim, maka itu sudah jadi nikmat yang besar. Siapa yang di pagi hari mendapatkan tiga nikmat tersebut berarti ia telah memiliki dunia seisinya. Lihat Rosysyul Barod Syarh Al Adab Al Mufrod, hal. 160.
Ajaran Sifat Qana’ah
Hadits di atas dibawakan oleh Ibnu Majah dalam Bab ”Qana’ah”. Di mana rizki yang disebutkan dalam hadits tersebut dikatakan cukup dan patut disyukuri. Inilah sifat qana’ah yang harus dimiliki oleh setiap muslim. Pembahasan qana’ah dalam sunan Ibnu Majah tersebut disebutkan pula hadits dari ’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ وَقَنِعَ بِهِ
Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Dalam bab yang sama pada Sunan Ibnu Majah disebutkan pula hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ ». قَالَ أَبُو مُعَاوِيَةَ « عَلَيْكُمْ »
”Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Lihatlah pada orang yang berada di bawah kalian dan janganlah perhatikan orang yang berada di atas kalian. Lebih pantas engkau berakhlak seperti itu sehingga engkau tidak meremahkan nikmat yang telah Allah anugerahkan -kata Abu Mu’awiyah- padamu.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, shahih kata Syaikh Al Albani). Lihat bahasan di Rumaysho.Com: Lihatlah Orang yang di Bawahmu dalam Masalah Harta.
Disebutkan pula hadits Abu Hurairah berikut,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373, Ibnu Majah no. 4137). Ghina nafs dalam hadits ini yang dimaksud adalah tidak pernah tamak pada segala hal yang ada pada orang lain. Baca artikel Rumaysho.Com: Kaya Hati, Itulah Kaya Senyatanya.
Dalam hadits di atas terdapat pelajaran dari Ibnu Baththol di mana beliau berkata ketika menjelaskan hadits dalam Shahih Bukhari,
يريد ليس حقيقة الغنى عن كثرة متاع الدنيا، لأن كثيرًا ممن وسع الله عليه فى المال يكون فقير النفس لا يقنع بما أعطى فهو يجتهد دائبًا فى الزيادة، ولا يبالى من أين يأتيه، فكأنه فقير من المال؛ لشدة شرهه وحرصه على الجمع، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، الذى استغنى صاحبه بالقليل وقنع به، ولم يحرص على الزيادة فيه
”Yang dimaksud kaya bukanlah dengan banyaknya perbendaharaan harta. Karena betapa banyak orang yang telah dianugerahi oleh Allah harta malah masih merasa tidak cukup (alias: fakir). Ia ingin terus menambah dan menambah. Ia pun tidak ambil peduli dari manakah harta tersebut datang. Inilah orang yang fakir terhadap harta (tidak merasa cukup dengan harta). Sikapnya demikian karena niatan jelek dan kerakusannya untuk terus mengumpulkan harta. Padahal hakikat kaya adalah kaya hati, yaitu seseorang yang merasa cukup dengan yang sedikit yang Allah beri. Ia pun tidak begitu rakus untuk terus menambah.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata,
مَنْ كَانَ طَالِبًا لِلزِّيَادَةِ لَمْ يَسْتَغْنِ بِمَا مَعَهُ فَلَيْسَ لَهُ غِنًى
”Siapa yang terus ingin menambah dan menambah lalu tidak pernah merasa cukup atas apa yang Allah beri, maka ia tidak disebut kaya hati.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 140).
Yang dimaksud qana’ah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Baththol,
الرضا بقضاء الله تعالى والتسليم لأمره علم أن ما عند الله خير للأبرار،
”Ridho dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada keputusan-Nya yaitu segala yang dari Allah itulah yang terbaik.” Itulah qana’ah.
Namun Tak Mengapa dengan Kaya Harta
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ بَأْسَ بِالْغِنَى لِمَنِ اتَّقَى وَالصِّحَّةُ لِمَنِ اتَّقَى خَيْرٌ مِنَ الْغِنَى وَطِيبُ النَّفْسِ مِنَ النِّعَمِ
Tidak mengapa seseorang itu kaya asalkan bertakwa. Sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan hati yang bahagia adalah bagian dari nikmat.” (HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4: 69, shahih kata Syaikh Al Albani). Baca artikel Rumaysho.Com: Sehat Lebih Baik daripada Kaya.
Jadi tak mengapa kaya asalkan bertakwa. Yang namanya bertakwa, selalu merasa cukup dengan kekayaan tersebut. Ia tidak rakus dengan terus menambah. Kalau pun menambah karena hartanya dikembangkan, ia pun merasa cukup dengan karunia Allah yang ada. Dan yang namanya bertakwa berarti selalu menunaikan kewajiban yang berkaitan dengan harta tersebut melalui zakat, menempuh jalan yang benar dalam mencari harta dan menjauhi cara memperoleh harta yang diharamkan Islam.
Baca artikel: Syukur di Kala Meraih Sukses.
Ya Allah, anugerahkanlah kami sifat yang mulia ini. Moga kami menjadi hamba yang qana’ah dan kaya hati, yaitu dianugerahi hati yang selalu merasa cukup.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أنَّ النبيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يقول :  اللَّهُمَّ إنِّي أسْألُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca do’a: “Allahumma inni as-alukal huda wat tuqo wal ‘afaf wal ghina” (Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, diberikan sifat ‘afaf dan ghina).” (HR. Muslim no. 2721)
Di pagi hari penuh berkah @ Jl. Danau Singkarak, Depok Timur, Senin, 24 Rajab 1434 H
www.rumaysho.com

Qanaah dan Tasamuh

1. Pengertian Qana’ah

Qana‟ah artinya sikap merasa cukup atau menerima apa adanya terhadap segala usaha yang telah dilaksanakannya. Sifat qana‟ah akan mengendalikan diri seseorang dari keinginan memenuhi hawa nafsu. Sebagai seorang muslim yang berjiwa kuat, sikap qana’ah tentunya sangat penting untuk dimiliki. Dengan sikap qana’ah seorang muslim akan terhindar dari rasa rakus dan serakah ingin menguasai sesuatu yang bukan miliknya. Seseorang yang memiliki sikap qana’ah akan merasa kecukupan dan selalu berlapang dada. Dalam dirinya yakin akan apa yang ia peroleh dari usahanya adalah atas kehendak Allah SWT. Ia sadar bahwa hanya Allah yang mengatur rejeki, hidup, mati dan jodoh seseorang.
Rasulullah SAW bersabda :

 عَنْ عَبْدِاللهِ ابْنِ عُمَرَقاَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : قَدْاَفْلَحَ مَنْ اَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًاوَقَنَّعَهُ اللهُ بِماَاتَهُ 

  • ”An abdillahibni ’umara qala, qala rasulullahi sallallahu ’alaihi wa sallama qad aflaha man aslama waruziqa kafafan wa qanna’ahullahu bima atahu”. (HR. Muslim)
  • Artinya : ”Abdullah bin Umar berkata, ”Bersabda Rasulullah SAW, ”Sungguh beruntung orang-orang yang masuk Islam, mendapat rejeki secukupnya dan ia merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (HR. Muslim)

عن ابى هريرة رضي الله عنه قال : قَالَ النبي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلكِنَّ الْغِنَى غِنىَ النَّفْسِه 

  • “An abi hurairata radiyallahu ‘anhu qala, qala rasulullahi sallallahu ’alaihi wa sallama laisal gina ’ankasratil aradi walakinnalgina ginannafsi”. (HR. Bukhari dan Muslim)
  • Rasulullah saw bersabda, ” Bukannya kekayaan itu karena banyak hartanya, melainkan kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hatinya”. ”. (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Membiasakan Perilaku Qana’ah
Sikap qana’ah perlu kita bina sejak masih kecil. Sikap qana’ah ini berkaitan erat dengan berapa dan apa harta yang ia dapatkan di dunia. Jika kita mampu mengendalikan diri dari urusan-urusan dunia, maka pembiasaan qana’ah inilah yang berperan aktif. Pembiasaan qana’ah dapat diterapkan dengan hidup sederhana, mensyukuri setiap mendapatkan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan tidak mengeluh atas kondisi hidup yang sedang dijalaninya.
Qana’ah dalam kaitannya dengan siswa dapat dibiasakan melalui pemberian uang jajan yang tidak melebihi batas kewajaran. Setiap siswa pasti mendapatkan uang jajan dari orang tuanya ketika pergi ke sekolah. Sebagai siswa yang baik, kamu harus mensyukuri berapapun uang yang dikasih oleh orang tua. Bahkan kalau perlu kamu tidak jajan dan menabung uang tersebut.
3. Contoh perilaku Qana’ah
Perhatikan pengalaman hidup berikut !
Shofa adalah seorang siswa kelas 9 di sebuah SMP. Setiap hari ia pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Padahal jarak rumah menuju sekolahnya kurang lebih 9 KM. Shofa bersyukur kepada Allah SWT, karena orang tuanya masih mampu menyekolahkan sampai tingkat SMP. Ia berangkat ke sekolah pagi-pagi benar agar tidak terlambat datang ke sekolah. Shofa tidak merasa canggung dengan teman-temannya yang berasal dari keluarga mampu. Mereka difasilitasi oleh orang tuanya sepeda motor. Shofa tetap setia berjalan kaki pergi ke sekolah. Hal ini dikarenakan kemampuan ekonomi orang tuanya, meskipun banyak yang senasib shofa memaksakan diri membeli motor. Namun shofa tidak mau menyusahkan orang tuannya. Bagaimana sikap kamu jika menjadi Shofa ?
Berikut beberapa sikap yang mencerminkan qanaah :
  1. Senantiasa bersyukur atas nikmat Allah SWT
  2. Hidup sederhana
  3. Senantiasa mau berinfak  dijalan Allah SWT
  4. Tidak putus asa / cemas dalam menghadapi masalah
4. Fungsi bersikap Qana’ah
Bersikap qana’ah berarti menanamkan pola hidup sederhana. Qana’ah tetap dilakukan ketika dalam keadaan miskin atau ketika sudah merasa kecukupan hidup di dunia. Sikap qana’ah merupakan sikap yang baik dan perlu dilestarikan, karena qana’ah memiliki fungsi bagi kehidupan umat Islam di dunia ini. Diantaranya adalah :
a. Mendidik pola hidup sederhana
b. Mendidik perilaku yang ikhlas terhadap segala kejadian
c. Meningkatkan keimanan, ketakwaan dan tawakkal
d. Meningkatkan rasa syukur kepada Allah swt

B. Tasamuh

1. Pengertian Tasamuh
Secara bahasa tasamuh artinya toleransi, tenggang rasa atau saling menghormati terhadap hak atau kepentingan orang lain. Sedangkan secara istilah tasamuh adalah satu sikap yang senantiasa saling menghormati dan menghargai sesama manusia.
Toleransi merupakan sebuah sikap yang sangat terpuji. Karena didalamnya mengandung unsur-unsur persamaan hak dan kewajiban. Karena masing-masing individu atau kelompok atau bahkan masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Dengan mengedepankan sikap tasamuh, maka akan terjalin hubungan yang positif, nyaman dan damai antar sesama manusia.
Selain kebutuhan yang bersifat fisik, manusia juga memerlukan kebutuhan yang bersifat rohani. Diantara bentuk kebutuhan rohani adalah rasa kasih sayang, toleransi, kebersamaan, penghargaan atas prestasi, pengakuan dan penghormatan dari orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial, maka manusia tidak akan mampu bertahan hidup sendirian. Ia akan membutuhkan orang lain dalam situasi dan kondisi tertentu. Untuk itulah perlunya sikap saling menghargai antar sesama manusia.
Agama Islam secara tegas menyatakan bahwa sikap tasamuh tidak memandang suku, bangsa, agama dan ras. Di hadapan Allah swt, semua manusia dalam posisi yang sama. Satu yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan kita terhadap Allah swt.
Sebagaimana firman Allah swt berikut ini :
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ اِناَّخَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍوَّاُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًاوَّقَباَئِلَ لِتَعَارَفُوْاط اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَاللهِ اَتْقَيكُمْط اِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ(الحجرات :
  • ”Ya ayyuhannasu inna khalaqnakum min dakarin wa unsa waja’alnakum syu’uban waqabaila lita’arafu. Inna akramakum ’indallahi atqakum. Innallaha ’alimun khabirun”. (QS. Al- Hujurat : 39/13)
  • Artinya : ”Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al- Hujurat : 49/13)
Sikap tasamuh atau toleransi hanyalah berlaku bagi urusan-urusan di dunia. Apabila menyangkut urusan akherat, maka ada syariat tersendiri. Karena setiap pribadi pada kehidupan akherat membawa catatan perbuatannya sendiri. Untuk itu diperlukan sikap toleransi dalam urusan-urusan tertentu. Jika pada masalah pokok agama, maka tidak diperkenankan adanya toleransi.
Sedangkan jika pada masalah-masalah teknis atau ibadah gairu mahda diperlukan sikap toleransi. Karena tanpa adanya toleransi tentunya yang ada hanyalah perdebatan-perdebatan dan akhirnya berujung pada pertengkaran yang panjang. Untuk itulah, sikap tasamuh sangat penting bagi setiap individu yang menginginkan kedamaian, ketentraman dan kesejukan dalam kehidupan. Sebagaimana firman Allah swt berikut :
”Allahu rabbuna warabbukum, lana a’maluna walakum a’malukum. La hujjata bainana wabainakum. Allahu yajma’u bainana. Wailahil masiru”. (QS. Asy- Syura : 42/15)
Artinya : ”Allahlah Tuhan kami dan Tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. Tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu. Allah SWT mengumpulkan antara kita dan kepada Allah SWT lah (kita) kembali”. (QS. Asy- Syura : 42/15)
Sabda Rasulullah SAW
”Masalulmukmini fi tawaddihim watarahumihim wata’atufihim kamasaliljasadi idasytaka minhu ’udwun tada’a lahu sairuljasadi bissahari walhumma”. (HR. Bukhari : 5552)
Artinya : Perumpaan orang beriman di dalam cinta mencintai, sayang menyayangi dan kasih mengasihi adalah seperti tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh sakit, anggota tubuh yang lainnya turut merasakannya yaitu tidak dapat tidur dan merasa panas”. (HR. Bukhari 5552)
2. Contoh perilaku tasamuh
  • Pada hari Minggu warga perumahan Persada Bumi Putra Sragen mengadakan kerja bakti dalam rangka menyambut peringatan HUT RI Ke- 55. Pak Yohanes adalah salah seorang warga perumahan yang beragama Kristen. Sebelum berangkat ke gereja, Pak Yohanes menyampaikan permohonan maaf kepada warga bahwa ia datang terlambat karena mengikuti kebaktian di gereja. Semua warga kemudian memakluminya.
  • Pada saat bulan Ramadhan, warung makan Bu Sumini menutup warungnya pada pagi hari hingga asar selama bulan ramadhan. Karena warungnya berada di sekitar masjid. Menjelang buka puasa, baru bu sumini membuka warungnya. Hal ini dilakukan untuk menghormati umat Islam yang sedang menjalankan puasa.
  • Memberikan kesempatan kepada orang lain untuk beribadah
  • Tidak menghina atau mencela penganut agama lainnya
  • Bekerja sama adalam bidang ekonomi sosial, meskipun berbeda agama.
3. Fungsi bersikap tasamuh
  • Menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam pergaulan antar sesama umat manusia
  • Memperbanyak persaudaraan dan persahabatan
  • Menunjukkan jiwa besar yang mau mengalah untuk kepentingan bersama
  • Menghilangkan kesulitan yang ada pada diri sendiri maupun pada orang lain
 10 CARA UNTUK MENDAPATKAN SIFAT QANA'AH
25-35_sunset
Memang qana’ah sesuatu yang sangat berat untuk dilakukan, kecuali bagi siapa yang diberikan taufik dan petunjuk serta dijaga oleh Allah dari keburukan jiwa, kebakhilan dan ketamakannya. Karena manusia diciptakan dalam keadan memiliki rasa cinta terhadap kepemilikan harta.

Banyak sekali hasil dan manfaat memiliki sifat qanaah ini. Nah untuk mendapatkannya perlu adanya beberapa kiat yang dengan izin Allah akan membawa kita padanya. Di antaranya yaitu:
1. Memperkuat Keimanan kepada Allah subhanahu wata’ala
Juga membiasakan hati untuk menerima apa adanya dan merasa cukup terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala, karena hakikat kaya itu ada di dalam hati. Barangsiapa yang kaya hati maka dia mendapatkan nikmat kebahagiaan dan kerelaan meskipun dia tidak mendapatkan makan di hari itu.
Sebaliknya siapa yang hatinya fakir maka meskipun dia memilki dunia seisinya kecuali hanya satu dirham saja, maka dia memandang bahwa kekayaannya masih kurang sedirham, dan dia masih terus merasa miskin sebelum mendapatkan dirham itu.
2. Yaqin bahwa Rizki Telah Tertulis
Seorang muslim yakin bahwa rizkinya sudah tertulis sejak dirinya berada di dalam kandungan ibunya. Sebagaimana di dalam hadits dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, disebutkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di antaranya, “Kemudian Allah mengutus kepadanya (janin) seorang malaikat lalu diperintahkan menulis empat kalimat (ketetapan), maka ditulislah rizkinya, ajalnya, amalnya, celaka dan bahagianya.” (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad)
Seorang hamba hanya diperintah kan untuk berusaha dan bekerja dengan keyakinan bahwa Allah subhanahu wata’ala yang memberinya rizki dan bahwa rizkinya telah tertulis.
3. Memikirkan Ayat-ayat al-Qur’an yang Agung
Terutama sekali ayat-ayat yang berkenaan dengan masalah rizki dan bekerja (usaha). ‘Amir bin Abdi Qais pernah berkata, “Empat ayat di dalam Kitabullah apabila aku membacanya di sore hari maka aku tidak peduli atas apa yang terjadi padaku di sore itu, dan apabila aku membacanya di pagi hari maka aku tidak peduli dengan apa aku akan berpagi-pagi, (yaitu):
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat,maka tidak ada seorang pun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak ada seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathiir:2)

“Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya.” (QS.Yunus:107)
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud:6)
“Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. ath-Thalaq:7)
4. Ketahui Hikmah Perbedaan Rizki
Di antara hikmah Allah menentukan perbedaan rizki dan tingkatan seorang hamba dengan yang lainnya adalah supaya terjadi dinamika kehidupan manusia di muka bumi, saling tukar manfaat, tumbuh aktivitas perekonomian, serta agar antara satu dengan yang lainnya saling memberi kan pelayanan dan jasa.
Allah berfirman,
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentu kan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. az-Zukhruf:32)
5. Banyak Memohon Qana’ah kepada Allah
Rasulullah adalah manusia yang paling qana’ah, ridha dengan apa yang ada dan paling banyak zuhudnya. Beliau juga seorang yang paling kuat iman dan keyakinannya, namun demikian beliau masih meminta kepada Allah agar diberikan qana’ah, beliau bedoa,
“Ya Allah berikan aku sikap qana’ah terhadap apa yang Engkau rizkikan kepadaku, berkahilah pemberian itu dan gantilah segala yang luput (hilang) dariku dengan yang lebih baik.” (HR al-Hakim, beliau menshahihkannya, dan disetujui oleh adz-Dzahabi)
Dan karena saking qana’ahnya, beliau tidak meminta kepada Allah subhanahu wata’ala kecuali sekedar cukup untuk kehidu pan saja, dan meminta disedikitkan dalam dunia (harta) sebagaimana sabda beliau, “Ya Allah jadikan rizki keluarga Muhammad hanyalah kebutuhan pokok saja.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi)
6. Menyadari bahwa Rizki Tidak Diukur dengan Kepandaian
Kita harus menyadari bahwa rizki seseorang itu tidak tergantung kepada kecerdasan akal semata, kepada banyaknya aktivitas, keluasan ilmu, meskipun dalam sebagiannya itu merupakan sebab rizki, namun bukan ukuran secara pasti.
Kesadaran tentang hal ini akan menjadikan seseorang bersikap qana’ah, terutama ketika melihat orang yang lebih bodoh, pendidikannya lebih rendah dan tidak berpengalaman mendapatkan rizki lebih banyak daripada dirinya, sehingga tidak memunculkan sikap dengki dan iri.

7. Melihat ke Bawah dalam Hal Dunia
Dalam urusan dunia hendaklah kita melihat kepada orang yang lebih rendah, jangan melihat kepada yang lebih tinggi, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
“Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari kamu dan janganlah melihat kepada orang yang lebih tinggi darimu. Yang demikian lebih layak agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah.” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
Jika saat ini anda sedang sakit maka yakinlah bahwa selain anda masih ada lagi lebih parah sakitnya. Jika anda merasa fakir maka tentu di sana masih ada orang lain yang lebih fakir lagi, dan seterusnya. Jika anda melihat ada orang lain yang mendapatkan harta dan kedudukannya lebih dari anda, padahal dia tidak lebih pintar dan tidak lebih berilmu dibanding anda, maka mengapa anda tidak ingat bahwa anda telah mendapatkan sesuatu yang tidak dia dapatkan?
8. Membaca Kehidupan Salaf
Maksudnya melihat bagaimana keadaan mereka dalam menyikapi dunia, bagaimana kezuhudan mereka, qana’ah mereka terhadap yang mereka peroleh meskipun hanya sedikit. Di antara mereka ada yang memperolah harta yang melimpah, namun mereka justru memberikannya kepada yang lain dan yang lebih membutuhkan.
9. Menyadari Beratnya Tanggung Jawab Harta
Harta akan mengakibatkan keburukan dan bencana bagi pemilik nya jika dia tidak mendapatkan nya dengan cara yang baik serta tidak membelanjakannya dalam hal yang baik pula.
Ketika seorang hamba ditanya tantang umur, badan, dan ilmunya maka hanya ditanya dengan satu pertanyaan yakni untuk apa, namun tentang harta maka dia dihisab dua kali, yakni dari mana memperoleh dan ke mana membelanjakannya. Hal ini menunjukkan beratnya hisab orang yang diberi amanat harta yang banyak sehingga dia harus dihisab lebih lama dibanding orang yang lebih sedikit hartanya.

10. Melihat Realita bahwa Orang Fakir dan Orang Kaya Tidak Jauh Berbeda
Karena seorang yang kaya tidak mungkin memanfaatkan seluruh kekayaannya dalam satu waktu sekaligus. Kita perhatikan orang yang paling kaya di dunia ini, dia tidak makan kecuali sebanyak yang dimakan orang fakir, bahkan mungkin lebih banyak yang dimakan orang fakir. Tidak mungkin dia makan lima puluh piring sekaligus, meskipun dia mampu untuk membeli dengan hartanya. Andaikan dia memiliki seratus potong baju maka dia hanya memakai sepotong saja, sama dengan yang dipakai orang fakir, dan harta selebihnya yang tidak dia manfaatkan maka itu relatif (nisbi).
Sungguh indah apa yang diucapkan Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, “Para pemilik harta makan dan kami juga makan, mereka minum dan kami juga minum, mereka berpakaian kami juga berpakaian, mereka naik kendaraan dan kami pun naik kendaraan. Mereka memiliki kelebihan harta yang mereka lihat dan dilihat juga oleh selain mereka, lalu mereka menemui hisab atas harta itu sedang kita terbebas darinya.”
Sumber: “Al-Qana’ah, mafhumuha, manafi’uha, ath-thariq ilaiha,” hal 24-30, Ibrahim bin Muhammad al-Haqiil.


Qonaah dan Tasamuh

A. Qonaah


Qanaah artinya merasa cukup terhadap pemberian rezeki dari Allah swt. Qona’ah adalah rela dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki, serta menghindari  rasa tidak puas dalam menerima pemberian dari Allah swt. Dengan sikap inilah maka jiwa akan menjadi tentram dan terjauh dari sifat serakah atau tamak.

Lawan kata dari qanaah ini adalah tamak. Orang yang tamak selalu merasa kurang, walaupun dia sudah mendapatkan karunia dan rezeki dari Allah swt. Tamak identik dengan rakus, semuanya ingin dimiliki. Sudah mempunyai ini, ingin juga yang itu; sudah punya itu, masih ingin yang lain. Bahayanya apabila orang tamak tidak lagi memerhatikan yang halal maupun yang haram.

Artinya: “Bukanlah kekayaan itu lantaran banyak harta, akan tetapi kekayaan itu adalah kekayaan

jiwa.” (HR. Bukhari-Muslim) 



Manfaat memiliki sikap Qanaah sebagai berikut:
1.       Hidupnya selalu merasa lebih tenang dan tentram.
2.       Menumbuhkan sikap optimis dalam setiap usaha
3.       Tidak mudah berputus asa.
4.       Mampu menjauhkan dari sikap hasud (iri) atas keberhasilan orang lain.
5.       Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah.
6.       Memiliki pola hidup sederhana.


B. Tasamuh



Menurut bahasa, Tasamuh artinya toleransi. Menurut istilah saling menghargai antara sesama manusia. Tasamuh atau toleransi ini sendiri merupakan salah satu pilar dalam ajaran Islam. Agama Islam cinta damai dan mengajarkan kedamaian. Bangsa Arab yang dulunya merupakan bangsa yang suka bertikai antarkelompok, antarkabilah, dan antarsuku, dengan kedatangan Islam mereka menjadi bangsa yang damai. 
Kunci dari perdamaian itu adalah adanya kesadaran bertoleransi antarkelompok dan antarindividu. Dengan demikian, umat Islam yang benar-benar memahami ajarannya, tentu harus bersikap toleran, baik kepada saudara-saudaranya sesama Islam maupun kepada orang yang beragama selain Islam.
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
QS Al-Hujurat 11
 
 

Zuhud, Wara, Tawadhu & Qana'ah

ZUHUD

Makna & hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, Al Hadits, & ucapan para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini.
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan & suatu yang melalaikan, perhiasan & bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta & anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering & kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras & ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu & surga yang luasnya seluas langit & bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah & Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi & (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, & supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri."
Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan tentang makna & hakikat zuhud. Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yang sementara & hakikat akhirat yang kekal. Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah & surga-Nya di akhirat.

Imam Ahmad menafsirkan tentang sifat zuhud yaitu tidak panjang angan-angan (impian/target) dalam kehidupan dunia. Beliau melanjutkan, orang yang zuhud ialah orang yang bila dia berada di pagi hari dia berkata "Aku khawatir tidak bisa menjumpai waktu sore hari". Maka dia segera memanfaatkan waktunya untuk beramal & beribadah sebaik-baiknya.

Ibnu Taimiyah mengatakan -sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim- bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat.

Selanjutnya tentang keutamaan, tanda & tingkatan Zuhud, silahkan klik di sini..!


WARA’

Wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat & meninggalkan yang haram. Lawan dari wara' adalah syubhat yang berarti tidak jelas apakah hal tsb halal atau haram.
"Sesungguhnya yang halal itu jelas & yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram" (HR Bukhari & Muslim) 
Contoh: Seseorang meninggalkan kebiasaan mendengarkan & memainkan musik karena dia tahu bahwa bermusik atau mendengarkan musik itu ada yang mengatakan halal & ada yang mengatakan haram.

Selanjutnya tentang artikel terkait, silahkan klik di sini… 


TAWADHU

Tawadhu’ adalah lawan kata dari takabbur (sombong). Ia berasal dari lafadz Adl-Dla’ah yang berarti kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap sesama/orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran apapun bentuknya dan dari siapa pun asalnya.

Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya. Semakin kecil sifat kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan begitu juga sebaliknya. Ahmad Al Anthaki berkata: “Tawadhu’ yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api (menahan) amarahmu”. Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah karena ke-pentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu & membanggakan diri (Kitab Ihya ‘Ulumuddin, Al Ghazali).

Memandang orang lain dengan mata tawadhu...

Imam Al Ghazali rahimahullah memberi nasihat agar kita jangan sampai melihat diri kita lebih baik. Karena kebaikan yang hakiki adalah dari penilaian Allah di akhirat kelak dan itu masalah ghaib. Hal itu juga tergantung dengan keadaan bagaimana keadaan kita waktu meninggal.
Sebab itu, Imam Al Ghazali pun menyampaikan agar kita memandang pihak lain dengan kacamata tawadhu’,”Jika engkau melihat anak kecil, katakanlah dalam hatimu, 'Ia belum pernah bermaksiat kepada Allah. Sedangkan aku telah bermaksiat. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.' Jika engkau melihat orang yang lebih tua katakanlah,’Orang ini telah beribadah sebelum aku melakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.’ Jika melihat orang alim (pandai), katakan,’Orang ini telah memperoleh apa yang belum aku peroleh. Maka, bagaimana aku setara dengannya.’Jika dia bodoh, katakan dalam hatimu,’Orang ini bermaksiat dalam kebodohan, sedangkan aku bermaksiat dalam keadaan tahu. Maka, hujjah Allah terhadap diriku lebih kuat, dan aku tidak tahu bagaimana akhir hidupnya dan akhir hidupku.’ Jika orang itu kafir, katakan,’Aku tidak tahu, bisa saja dia menjadi Muslim dan akhir hidupnya ditututup dengan amalan yang baik dan dengan keislamannya dosanya diampuni. Sedangkan aku, dan aku berlindung kepada Allah dari hal ini, bisa saja Allah menyesatkanku, hingga aku kufur dan menutup usia dengan amalan keburukan. Sehingga ia kelak termasuk mereka yang dekat dengan rahmat sedangkan aku jauh darinya.’” 
(Maraqi Al Ubudiyah, hal.79)/Hidayatullah.com

Contoh lain tawadhu (terhadap sesama):
  • Rela tidak duduk di kursi kehormatan
  • Memulai mengucapkan /menyebarkan salam kepada orang yang dijumpainya
  • Tidak suka pujian dan tidak riya dengan kebaikannya
  • Anda keluar rumah & bertemu dengan saudaranya sesama muslim... menganggap saudaranya itu "lebih baik" dari Anda
  • Berpakaian sederhana
  • Memenuhi undangan tanpa melihat siapa yang mengundangnya. dll.
Selanjutnya tentang cara mengukur & cara memperoleh ke-tawadu-an, silahkan klik di sini…


QANA’AH

Qanaah mengandung pengertian merasa cukup/puas dengan yang ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat dari Allah swt. Lawan dari qanaah adalah tamak.

Hendaknya para penuntut ilmu selalu menghiasi diri dengan sikap qana’ah (menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Ta’ala) dan zuhud. Para Ulama mengatakan zuhud itu derajatnya lebih tinggi di bandingkan wara’ karena pengertian wara’ adalah meninggalkan apa saja yang bisa membahayakan bagi kehidupan seseorang, sedangkan zuhud adalah meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhiratnya. Jika ada sesuatu yang tidak membahayakan sekaligus tidak ada manfaatnya maka orang yang sekedar wara’ tidak akan menghindarinya, namun orang yang zuhud akan menjauhinya karena dia tidak akan berbuat kecuali yang membawa manfaat bagi kehidupan akhiratnya.

Dalam memenuhi urusan dunia baik berupa kebutuhan primer atau sekunder, gunakan skala prioritas, azas manfaat, lihat ke bawah & qana'ah.

Contoh sederhana:
  • Ada ungkapan "Makanlah untuk hidup, bukan hidup untuk makan", maksudnya adalah makanlah sesuatu yang baik & halal karena kita membutuhkannya & bukan sekedar kita menyukainya. Juga, makan bisa bernilai ibadah jika kita memakan makanan yang baik & tidak berlebihan dengan niat supaya kita tetap sehat dan kuat sehingga bisa beraktivitas, berfikir dan beribadah kepada-Nya.
  • Janganlah membeli kursi yang mewah kalau kursi kayu biasa sudah mencukupi.
  • Dalam hal rumah/tempat tinggal gunakan azas manfaat daripada seni, sehingga kita tidak menghambur-hamburkan uang dengan membeli kursi berukiran nan mewah, memasang dinding marmer, lukisan kuda ataupun guci. Sedangkan disamping kita masih banyak orang yang hidup di gubuk & beratap seng.
  • Buat apa membeli kendaraan bersilinder (cylinder) 3000cc kalau dengan kendaraan 1500cc sudah mencukupi.
  • ...
  • Manfa'atkan, nikmati & syukuri yang ada..!


Wasiat Rasulullah s.a.w. kepada Mu'az bin Jabal.... 

Mu’az bin Jabal r.a. menceritakan bahwa suatu hari Rasulullah s.a.w. memegang tangannya seraya mengucapkan, “Hai Mu’az, demi Allah sesungguhnya aku benar-benar mencintaimu. Demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.” Lalu Beliau s.a.w. bersabda, “Aku wasiatkan kepadamu hai Mu’az, jangan kamu tinggalkan bacaan setiap kali di akhir shalat hendaknya kamu berdo'a, ‘Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatik’ (Ya Allah, bantulah aku untuk mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan beribadah dengan baik kepadaMu).” (HR Abu Daud)

Wallahu ‘alamu.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan