Isnin, 13 April 2015

POLIGAMI TU HUKUMNYA HARUS SAJA...MAKA BILA SUDAH BERPOLIGAMI@BERKAHWIN LEBIH DARI SATU... MAKA DAPATLAH SUNNAH



Poligami, Bukti Keadilan Hukum Allah


Agama Islam yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang maha tinggi serta hikmah dan ketentuan hukum-Nya yang maha agung, adalah agama yang sempurna aturan syariatnya dalam menjamin kemaslahatan bagi umat Islam serta membawa mereka meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman,
{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا}
Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu” (QS. Al Maaidah:3).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah nikmat/anugerah Allah Ta’ala yang terbesar bagi umat Islam, karena Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama ini bagi mereka, sehingga mereka tidak butuh kepada agama selain Islam, juga tidak kepada nabi selain nabi mereka (nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itulah, Allah Ta’ala menjadikan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi dan mengutus beliau kepada (seluruh umat) manusia dan jin, maka tidak sesuatu yang halal kecuali yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan (dengan wahyu dari Allah Ta’ala), tidak ada sesuatu yang haram kecuali yang beliau haramkan, dan tidak ada agama kecuali yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam syariatkan. Dan segala sesuatu yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan adalah benar dan jujur, tidak ada kedustaan dan kebohongan padanya, Allah Ta’ala berfirman,
{وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-An’aam:115). Yaitu: (kalimat) yang benar dalam semua beritanya serta adil dalam segala perintah dan larangannya.
Maka ketika Allah telah menyempurnakan agama Islam bagi umat ini, maka (ini berarti) nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada mereka telah sempurna. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu”. Artinya: Terimalah dengan ridha agama (Islam) ini bagi dirimu, karena inilah (satu-satunya) agama yang dicintai dan diridhai-Nya, dan dengannya dia mengutus (kepadamu) rasul-Nya yang paling mulia (nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan menurunkan kitab-Nya yang paling agung (al-Qur’an)[1].
Sikap Seorang Mukmin terhadap Syariat Allah
Di antara ciri utama seorang muslim yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir adalah merasa ridha dan menerima dengan sepenuh hati semua ketentuan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,
{وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ، وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا}
Dan tidakkah patut bagi laki-laki dan perempuan yang (benar-benar) beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” (QS al-Ahzaab:36).
Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ذاق طعم الإيمان من رضي بالله ربا وبالإسلام ديناً وبمحمد رسولاً”
Akan merasakan kelezatan iman (kesempurnaan iman), orang yang ridha pada Allah Ta’ala sebagai Rabbnya dan islam sebagai agamanya serta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya[2].
Tidak terkecuali dalam hal ini, hukum-hukum Islam yang dirasakan tidak sesuai dengan kemauan/keinginan sebagian orang, seperti poligami, yang dengan mengingkari atau membenci hukum Allah Ta’ala tersebut, bisa menyebabkan pelakunya murtad/keluar dari agama Islam[3], na’uudzu billahi min dzaalik. Allah Ta’ala berfirman menceritakan sifat orang-orang kafir,
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ}
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka” (QS Muhammad:9).
Oleh karena itu, dalam memahami dan melaksanakan syariat Islam hendaknya kita selalu waspada dan behati-hati dari dua senjata utama godaan setan untuk memalingkan manusia dari ketaatan kepada Allah Ta’ala:
Yang pertama: sikap berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam memahami dan menjalankan ketentuan syariat-Nya, terlebih lagi dalam menjalankan ketentuan syariat yang dirasakan cocok dengan kepentingan hawa nafsu.
Yang kedua: sikap meremehkan dan kurang dalam memahami dan melaksanakan ketentuan syariat Allah Ta’ala, yang ini sering terjadi pada sebagian hukum syariat Islam yang dirasakan oleh sebagian orang tidak sesuai dengan kemauan hawa nafsunya[4].
Salah seorang ulama salaf ada yang berkata, “Setiap Allah Ta’ala memerintahkan suatu perintah (dalam agama-Nya) maka setan mempunyai dua macam godaan (untuk memalingkan manusia dari perintah tersebut): [1] (yaitu godaan) untuk (bersikap) kurang dan meremehkan (perintah tersebut), dan [2] (godaan) untuk (bersikap) berlebih-lebihan dan melampaui batas (dalam melaksanakannya), dan dia tidak peduli dengan godaan mana saja (dari keduanya) yang berhasil (diterapkannya kepada manusia)”[5].
Hukum Poligami dalam Islam
Hukum asal poligami dalam Islam berkisar antara ibaahah (mubah/boleh dilakukan dan boleh tidak) atau istihbaab (dianjurkan)[6].
Adapun makna perintah dalam firman Allah Ta’ala,
{وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ}
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat” (QS an-Nisaa’:3).
Perintah Allah dalam ayat ini tidak menunjukkan wajibnya poligami, karena perintah tersebut dipalingkan dengan kelanjutan ayat ini, yaitu firman-Nya,
{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).
Maka dengan kelanjutan ayat ini, jelaslah bahwa ayat di atas meskipun berbentuk perintah, akan tetapi maknanya adalah larangan, yaitu larangan menikahi lebih dari satu wanita jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil[7], atau maknanya, “Janganlah kamu menikahi kecuali wanita yang kamu senangi”.
Ini seperti makna yang ditunjukkan dalam firman-Nya,
{وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ}
Dan katakanlah:”Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS al-Kahfi:29). Maka tentu saja makna ayat ini adalah larangan melakukan perbuatan kafir dan bukan perintah untuk melakukannya[8].
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Abdulah bin Baz ketika ditanya, “Apakah poligami dalam Islam hukumya mubah (boleh) atau dianjurkan?” Beliau menjawab rahimahullah, “Poligami (hukumnya) disunnahkan (dianjurkan) bagi yang mampu, karena firman Allah Ta’ala (beliau menyabutkan ayat tersebut di atas), dan karena perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi sembilan orang wanita, Allah memberi manfaat (besar) bagi umat ini dengan (keberadaan) para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, dan ini (menikahi sembilan orang wanita) termasuk kekhususan bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun selain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak boleh menikahi lebih dari empat orang wanita[9]. Karena dalam poligami banyak terdapat kemslahatan/kebaikan yang agung bagi kaum laki-laki maupun permpuan, bahkan bagi seluruh umat Islam. Sebab dengan poligami akan memudahkan bagi laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan, menjaga kemaluan (kesucian), memperbanyak (jumlah) keturunan, dan (memudahkan) bagi laki-laki untuk memimpin beberapa orang wanita dan membimbing mereka kepada kebaikan, serta menjaga mereka dari sebab-sebab keburukan dan penyimpangan. Adapun bagi yang tidak mampu melakukan itu dan khawatir berbuat tidak adil, maka cukuplah dia menikahi seorang wanita (saja), karena Allah Ta’ala berfirman,
{فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا}
Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).
Semoga Allah (senantiasa) memberi taufik-Nya kepada semua kaum muslimin untuk kebaikan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat[10].
Senada dengan ucapan di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “…Seorang laki-laki jika dia mampu dengan harta, badan (tenaga) dan hukumnya (bersikap adil), maka lebih utama (baginya) untuk menikahi (dua) sampai empat (orang wanita) jika dia mampu. Dia mampu dengan badannya, karena dia enerjik, (sehingga) dia mampu menunaikan hak yang khusus bagi istri-istrinya. Dia (juga) mampu dengan hartanya (sehingga) dia bisa memberi nafkah (yang layak) bagi istri-istrinya. Dan dia mampu dengan hukumnya untuk (bersikap) adil di antara mereka. (Kalau dia mampu seperti ini) maka hendaknya dia menikah (dengan lebih dari seorang wanita), semakin banyak wanita (yang dinikahinya) maka itu lebih utama. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Orang yang terbaik di umat ini adalah yang paling banyak istrinya[11]”…[12].
Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Adapun (hukum) asal (pernikahan) apakah poligami atau tidak, maka aku tidak mendapati ucapan para (ulama) ahli tafsir, yang telah aku baca kitab-kitab tafsir mereka yang membahas masalah ini. Ayat al-Qur’an yang mulia (surat an-Nisaa’:3) menunjukkan bahwa seorang yang memiliki kesiapan (kesanggupan) untuk menunaikan hak-hak para istri secara sempurna maka dia boleh untuk berpoligami (dengan menikahi dua) sampai empat orang wanita. Dan bagi yang tidak memiliki kesiapan (kesanggupan) cukup dia menikahi seorang wanita, atau memiliki budak. Wallahu a’lam[13].
Hikmah dan Manfaat Agung Poligami
Karena poligami disyariatkan oleh Allah Ta’ala yang mempunyai nama al-Hakim, artinya Zat yang memiliki ketentuan hukum yang maha adil dan hikmah[14] yang maha sempurna, maka hukum Allah Ta’ala yang mulia ini tentu memiliki banyak hikmah dan faidah yang agung, di antaranya:
Pertama: Terkadang poligami harus dilakukan dalam kondisi tertentu. Misalnya jika istri sudah lanjut usia atau sakit, sehingga kalau suami tidak poligami dikhawatirkan dia tidak bisa menjaga kehormatan dirinya. Atau jika suami dan istri sudah dianugerahi banyak keturunan, sehingga kalau dia harus menceraikan istrinya, dia merasa berat untuk berpisah dengan anak-anaknya, sementara dia sendiri takut terjerumus dalam perbuatan zina jika tidak berpoligami. Maka masalah ini tidak akan bisa terselesaikan kecuali dengan poligami, insya Allah.
Kedua: Pernikahan merupakan sebab terjalinnya hubungan (kekeluargaan) dan keterikatan di antara sesama manusia, setelah hubungan nasab. Allah Ta’ala berfirman,
{وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا فَجَعَلَهُ نَسَبًا وَصِهْرًا وَكَانَ رَبُّكَ قَدِيرًا}
Dan Dia-lah yang menciptakan manusia dari air (mani), lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan kekeluargaan karena pernikahan), dan adalah Rabbmu Maha Kuasa” (QS al-Furqaan:54).
Maka poligami (adalah sebab) terjalinnya hubungan dan kedekatan (antara) banyak keluarga, dan ini salah satu sebab poligami yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[15].
Ketiga: Poligami merupakan sebab terjaganya (kehormatan) sejumlah besar wanita, dan terpenuhinya kebutuhan (hidup) mereka, yang berupa nafkah (biaya hidup), tempat tinggal, memiliki keturunan dan anak yang banyak, dan ini merupakan tuntutan syariat.
Keempat: Di antara kaum laki-laki ada yang memiliki nafsu syahwat yang tinggi (dari bawaannya), sehingga tidak cukup baginya hanya memiliki seorang istri, sedangkan dia orang yang baik dan selalu menjaga kehormatan dirinya. Akan tetapi dia takut terjerumus dalam perzinahan, dan dia ingin menyalurkan kebutuhan (biologis)nya dalam hal yang dihalalkan (agama Islam), maka termasuk agungnya rahmat Allah Ta’ala terhadap manusia adalah dengan dibolehkan-Nya poligami yang sesuai dengan syariat-Nya[16].
Kelima: Terkadang setelah menikah ternyata istri mandul, sehingga suami berkeinginan untuk menceraikannya, maka dengan disyariatkannya poligami tentu lebih baik daripada suami menceraikan istrinya.
Keenam: Terkadang juga seorang suami sering bepergian, sehingga dia butuh untuk menjaga kehormatan dirinya ketika dia sedang bepergian.
Ketujuh: Banyaknya peperangan dan disyariatkannya berjihad di jalan Allah, yang ini menjadikan banyak laki-laki yang terbunuh sedangkan jumlah perempuan semakin banyak, padahal mereka membutuhkan suami untuk melindungi mereka. Maka dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi terbaik.
Kedelapan: Terkadang seorang lelaki tertarik/kagum terhadap seorang wanita atau sebaliknya, karena kebaikan agama atau akhlaknya, maka pernikahan merupakan cara terbaik untuk menyatukan mereka berdua.
Kesembilan: Kadang terjadi masalah besar antara suami-istri, yang menyebabkan terjadinya perceraian, kemudian sang suami menikah lagi dan setelah itu dia ingin kembali kepada istrinya yang pertama, maka dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi terbaik.
Kesepuluh: Umat Islam sangat membutuhkan lahirnya banyak generasi muda, untuk mengokohkan barisan dan persiapan berjihad melawan orang-orang kafir, ini hanya akan terwujud dengan poligami dan tidak membatasi jumlah keturunan.
Kesebelas: Termasuk hikmah agung poligami, seorang istri memiliki kesempatan lebih besar untuk menuntut ilmu, membaca al-Qur’an dan mengurus rumahnya dengan baik, ketika suaminya sedang di rumah istrinya yang lain. Kesempatan seperti ini umumnya tidak didapatkan oleh istri yang suaminya tidak berpoligami.
Keduabelas: Dan termasuk hikmah agung poligami, semakin kuatnya ikatan cinta dan kasih sayang antara suami dengan istri-istrinya. Karena setiap kali tiba waktu giliran salah satu dari istri-istrinya, maka sang suami dalam keadaan sangat rindu pada istrinya tersebut, demikian pula sang istri sangat merindukan suaminya.
Masih banyak hikmah dan faedah agung lainnya, yang tentu saja orang yang beriman kepada Allah dan kebenaran agama-Nya tidak ragu sedikitpun terhadap kesempurnaan hikmah-Nya dalam setiap ketentuan yang disyariatkan-Nya. Cukuplah sebagai hikmah yang paling agung dari semua itu adalah menunaikan perintah Allah Ta’ala dan mentaati-Nya dalam semua ketentuan hukum yang disyariatkan-Nya[17].
Arti Sikap “Adil” dalam Poligami
Allah Ta’ala memerintahkan kepada semua manusia untuk selalu bersikap adil dalam semua keadaan, baik yang berhubungan dengan hak-Nya maupun hak-hak sesama manusia, yaitu dengan mengikuti ketentuan syariat Allah Ta’ala dalam semua itu, karena Allah Ta’ala mensyariatkan agamanya di atas keadilan yang sempurna[18]. Allah Ta’ala berfirman,
{إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ}
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran” (QS an-Nahl:90).
Termasuk dalam hal ini, sikap “adil” dalam poligami, yaitu adil (tidak berat sebelah) dalam mencukupi kebutuhan para istri dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan bermalam bersama mereka[19]. Dan ini tidak berarti harus adil dalam segala sesuatu, sampai dalam hal yang sekecil-kecilnya[20], yang ini jelas di luar kemampuan manusia[21].
Sebab timbulnya kesalahpahaman dalam masalah ini, di antaranya karena hawa nafsu dan ketidakpahaman terhadap agama, termasuk kerancuan dalam memahami firman Allah Ta’ala[22],
{وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ}
Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (QS an-Nisaa’:129).
Marilah kita lihat bagaimana para ulama Ahlus sunnah memahami firman Allah yang mulia ini.
Imam asy-Syafi’i berkata, “Sebagian dari para ulama ahli tafsir (menjelaskan makna firman Allah Ta’ala): “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu)…”, (artinya: berlaku adil) dalam perasaan yang ada dalam hati (rasa cinta dan kecenderungan hati), karena Allah Ta’ala mengampuni bagi hamba-hamaba-Nya terhadap apa yang terdapat dalam hati mereka. “…karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)…” artinya: janganlah kamu memperturutkan keinginan hawa nafsumu dengan melakukan perbuatan (yang menyimpang dari syariat). Dan penafsiran ini sangat sesuai/tepat. Wallahu a’lam[23].
Imam al-Bukhari membawakan firman Allah Ta’ala ini dalam bab: al-‘adlu bainan nisaa’ (bersikap adil di antara para istri)[24], dan Imam Ibnu Hajar menjelaskan makna ucapan imam al-Bukhari tersebut, beliau berkata, “Imam al-Bukhari mengisyaratkan dengan membawakan ayat tersebut bahwa (adil) yang dinafikan dalam ayat ini (adil yang tidak mampu dilakukan manusia) adalah adil di antara istri-istrinya dalam semua segi, dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang shahih) menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan adil (dalam poligami) adalah menyamakan semua istri (dalam kebutuhan mereka) dengan (pemberian) yang layak bagi masing-masing dari mereka. Jika seorang suami telah menunaikan bagi masing-masing dari para istrinya (kebutuhan mereka yang berupa) pakaian, nafkah (biaya hidup) dan bermalam dengannya (secara layak), maka dia tidak berdosa dengan apa yang melebihi semua itu, berupa kecenderungan dalam hati, atau memberi hadiah (kepada salah satu dari mereka)…Imam at-Tirmidzi berkata, “Artinya: kecintaan dan kecenderungan (dalam hati)”, demikianlah penafsiran para ulama (ahli tafsir)…Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari jalan ‘Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata ketika menafsirkan ayat di atas, “Yaitu: kecintaan (dalam hati) dan jima’ (hubungan intim)…[25].
Imam al-Qurthubi berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memberitakan ketidakmampuan (manusia) untuk bersikap adil di antara istri-istrinya, yaitu (menyamakan) dalam kecenderungan hati dalam cinta, berhubungan intim dan ketertarikan dalam hati. (Dalam ayat ini) Allah menerangkan keadaan manusia bahwa mereka secara (asal) penciptaan tidak mampu menguasai kecenderungan hati mereka kepada sebagian dari istri-istrinya melebihi yang lainnya. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (dalam doa beliau), “Ya Allah, inilah pembagianku (terhadap istri-istriku) yang aku mampu (lakukan), maka janganlah Engkau mencelaku dalam perkara yang Engkau miliki dan tidak aku miliki[26]. Kemudian Allah melarang “karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)”, Imam Mujahid berkata, “(Artinya): janganlah kamu sengaja berbuat buruk (aniaya terhadap istri-istrimu), akan tetapi tetaplah berlaku adil dalam pembagian (giliran) dan memberi nafkah (biaya hidup), karena ini termsuk perkara yang mampu (dilakukan manusia)”[27].
Imam Ibnu Katsir berkata, “Arti (ayat di atas): Wahai manusia, kamu sekali-kali tidak akan dapat bersikap adil (menyamakan) di antara para istrimu dalam semua segi, karena meskipun kamu membagi giliran mereka secara lahir semalam-semalam, (akan tetapi) mesti ada perbedaan dalam kecintaan (dalam hati), keinginan syahwat dan hubungan intim, sebagaimana keterangan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ‘Ubaidah as-Salmaani, Hasan al-Bashri, dan Dhahhak bin Muzahim”[28].
Kecemburuan dan Cara Mengatasinya
Cemburu adalah fitrah dan tabiat yang mesti ada dalam diri manusia, yang pada asalnya tidak tercela, selama tidak melampaui batas. Maka dalam hal ini, wajib bagi seorang muslim, terutama bagi seorang wanita muslimah yang dipoligami, untuk mengendalikan kecemburuannya. Karena kecemburuan yang melampaui batas bisa menjerumuskan seseorang ke dalam pelanggaran syariat Allah, seperti berburuk sangka, dusta, mencela[29], atau bahkan kekafiran, yaitu jika kecemburuan tersebut menyebabkannya membenci ketentuan hukum yang Allah syariatkan. Allah Ta’ala berfirman,
{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنزلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ}
Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka” (QS Muhammad:9).
Demikian pula perlu diingatkan bagi kaum laki-laki untuk lebih bijaksana dalam menghadapi kecemburuan para wanita, karena hal ini juga terjadi pada diri wanita-wanita terbaik dalam Islam, yaitu para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi semua itu dengan sabar dan bijaksana, serta menyelesaikannya dengan cara yang baik[30].
Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, “Asal sifat cemburu adalah merupakan watak bawaan bagi wanita, akan tetapi jika kecemburuan tersebut melampuai batas dalam hal ini sehingga melebihi (batas yang wajar), maka itulah yang tercela. Yang menjadi pedoman dalam hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Atik al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesunguhnya di antara sifat cemburu ada yang dicintai oleh Allah dan ada yang dibenci-Nya. Adapun kecemburuan yang dicintai-Nya adalah al-ghirah (kecemburuan) terhadap keburukan. Sedangkan kecemburuan yang dibenci-Nya adalah kecemburuan terhadap (perkara) yang bukan keburukan[31].[32]
Sebab-sebab yang mendorong timbulnya kecemburuan yang tercela (karena melampaui batas) adalah:
- Lemahnya iman dan lalai dari mengingat Allah Ta’ala.
- Godaan setan
- Hati yang berpenyakit
- Ketidakadilan suami dalam memperlakukan dan menunaikan hak sebagian dari istri-istrinya.
- Rasa minder dan kurang pada diri seorang istri.
- Suami yang menyebutkan kelebihan dan kebaikan seorang istrinya di hadapan istrinya yang lain[33].
Adapun cara mengatasi kecemburuan ini adalah:
- Bertakwa kepada Allah Ta’ala.
- Mengingat dan memperhitungkan pahala yang besar bagi wanita yang bersabar dalam mengendalikan dan mengarahkan kecemburuannya sesuai dengan batasan-batasan yang dibolehkan dalam syariat.
- Menjauhi pergaulan yang buruk.
- Bersangka baik.
- Bersikap qana’ah (menerima segala ketentuan Allah I dengan lapang dada).
- Selalu mengingat kematian dan hari akhirat
- Berdoa kepada Allah agar Dia menghilangkan kecemburuan tersebut[34].
Nasehat Bagi Yang Berpoligami dan Dipoligami[35]
1. Nasehat untuk suami yang berpoligami
- Bersikap adillah terhadap istri-istrimu dan hendaklah selalu bersikap adil dalam semua masalah, sampai pun dalam masalah yang tidak wajib hukumnya. Janganlah kamu bersikap berat sebelah terhadap salah satu dari istri-istrimu.
- Berlaku adillah terhadap semua anakmu dari semua istrimu. Usahakanlah untuk selalu mendekatkan hati mereka, misalnya dengan menganjurkan istri untuk menyusui anak dari istri yang lain. Pahamkanlah kepada mereka bahwa mereka semua adalah saudara. Jangan biarkan ada peluang bagi setan untuk merusak hubungan mereka.
- Sering-seringlah memuji dan menyebutkan kelebihan semua istri, dan tanamkanlah kepada mereka keyakinan bahwa tidak ada kecintaan dan kasih sayang yang (abadi) kecuali dengan mentaati Allah Ta’ala dan mencari keridhaan suami.
- Janganlah menceritakan ucapan salah seorang dari mereka kepada yang lain. Janganlah menceritakan sesuatu yang bersifat rahasia, karena rahasia itu akan cepat tersebar dan disampaikannya kepada istri yang lain, atau dia akan membanggakan diri bahwa dia mengetahui rahasia suami yang tidak diketahui istri-istri yang lain.
- Janganlah kamu memuji salah seorang dari mereka, baik dalam hal kecantikan, kepandaian memasak, atau akhlak, di hadapan istri yang lain. Karena ini semua akan merusak suasana dan menambah permusuhan serta kebencian di antara mereka, kecuali jika ada pertimbangan maslahat/kebaikan yang diharapkan.
- Janganlah kamu mendengarkan ucapan salah seorang dari mereka tentang istri yang lain, dan tegurlah/laranglah perbuatan tersebut, supaya mereka tidak terbiasa saling menejelek-jelekkan satu sama yang lain.
2. Nasehat untuk istri pertama
- Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, dan ketahuilah bahwa sikap menentang dan tidak menerima akan membahayakan bagi agama dan kehidupanmu.
- Benahilah semua kekuranganmu yang diingatkan oleh suamimu. Karena boleh jadi itu merupakan sebab dia berpoligami. Kalau kekurangan-kekurangan tersebut berhasil kamu benahi maka bersyukurlah kepada Allah Ta’ala atas petunjuk-Nya.
- Berikanlah perhatian besar kepada suamimu dan sering-seringlah memujinya, baik di hadapan atau di belakangnya, terutama di hadapan keluargamu atau teman-temanmu, karena ini termasuk hal yang bisa memperbaiki hati dan lisanmu, serta menyebabkan keridhaan suami padamu. Dengan itu kamu akan menjadi teladan yang baik bagi para wanita yang menentang dan mengingkari syariat poligami, atau mereka yang merasa disakiti ketika suaminya berpoligami.
- Janganlah kamu mendengarkan ucapan orang jahil yang punya niat buruk dan ingin menyulut permusuhan antara kamu dengan suamimu, atau dengan madumu. Janganlah kamu mudah menyimpulkan sesuatu yang kamu dengar sebelum kamu meneliti kebenaran berita tersebut.
- Janganlah kamu menanamkan kebencian dan permusuhan di hati anak-anakmu kepada istri-istri suamimu dan anak-anak mereka, karena mereka adalah saudara dan sandaran anak-anakmu. Ingatlah bahwa tipu daya yang buruk hanya akan menimpa pelakunya.
- Jangalah kamu merubah sikap dan perlakuanmu terhadap suamimu. Janganlah biarkan dirimu menjadi bahan permainan setan, serta mintalah pertolongan dan berdolah kepada Allah Ta’ala agar Dia menguatkan keimanan dan kecintaan dalam hatimu.
3. Nasehat untuk istri yang baru dinikahi
- Ketahuilah bahwa kerelaanmu dinikahi oleh seorang yang telah beristri adalah kebaikan yang besar dan menunjukkan kuatnya iman dan takwa dalam hatimu, insya Allah. Pahamilah ini semua dan harapkanlah ganjaran pahala dari Allah atas semua itu.
- Gunakanlah waktu luangmu ketika suamimu berada di rumah istrinya yang lain dengan membaca al-Qur’an, mendengarkan ceramah-ceramah agama yang bermanfaat, dan membaca buku-buku yang berfaedah, atau gunakanlah untuk membersihkan rumah dan merawat diri.
- Jadilah engkau sebagai da’i (penyeru) manusia ke jalan Allah Ta’ala dalam hukum-Nya yang mulia ini. Fahamkanlah mereka tentang hikmah-Nya yang agung dalam syariat poligami ini. Janganlah engkau menjadi penghalang bagi para wanita untuk menerima syariat poligami ini.
- Janganlah bersikap enggan untuk membantu/mengasuh istri-istri suami dan anak-anak mereka jika mereka membutuhkan pertolonganmu. Karena perbuatan baikmu kepada mereka bernilai pahala yang agung di sisi Allah dan menjadikan suami ridha kepadamu, serta akan menumbuhkan kasih sayang di antara kamu dan mereka.
- Janganlah kamu membeberkan kekurangan dan keburukan istri suami yang lain. Jangan pernah menceritakan kepada orang lain bahwa suami berpoligami karena tidak menyukai istrinya yang pertama, karena ini semua termasuk perangkap setan.
- Jangan kamu berusaha menyulut permusuhan antara suami dengan istrinya yang lain, agar dia semakin sayang padamu. Karena ini adalah perbuatan namiimah (mengadu domba) yang merupakan dosa besar. Berusahalah untuk selalu mengalah kepadanya, karena ini akan mendatangkan kebaikan yang besar bagi dirimu.
Penutup
Demikianlah keterangan tentang poligami yang menunjukkan sempurnanya keadilan dan hikmah dari hukum-hukum Allah Ta’ala. Semoga ini semua menjadikan kita semakin yakin akan keindahan dan kebaikan agama Islam, karena ditetapkan oleh Allah Ta’ala yang Maha Sempurna semua sifat-sifatnya.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 26 Dzulqa’dah 1430 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id

[1] Tafsir Ibnu Katsir (2/19).
[2] HSR Muslim (no. 34).
[3] Kitab “Fadhlu ta’addudiz zaujaat” (hal. 24).
[4] kitab “Ighaatsatul lahfan” (1/116).
[5] Dinukil oleh imam Ibnul Qayyim dalam kitab “Ighaatsatul lahfan” (1/116).
[6] Lihat kitab “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 18).
[7] Maksudnya adil yang sesuai dengan syariat, sebagaimana yang akan kami terangkan, insya Allah.
[8] Lihat keterangan imam Ibnu Jarir dalam tafsir beliau (4/238).
[9] Sebagaimana yang diterangkan dalam bebrapa hadits yang shahih, diantaranya HR at-Tirmidzi (3/435) dan Ibnu Majah (1/628), dishahihkan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani.
[10] Dinukil dalam majalah “al-Balaagh” (edisi no. 1028, tgl 1 Rajab 1410 H/28 Januari 1990 M).
[11] Atsar yang shahih riwayat imam al-Bukhari (no. 4787).
[12] Liqaa-il baabil maftuuh (12/83).
[13] Fataawal mar’atil muslimah (2/690).
[14] Hikmah adalah menempatkan segala sesuatu tepat pada tempatnya, yang ini bersumber dari kesempurnaan ilmu Allah Ta’ala, lihat kitab “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 131).
[15] Lihak keterangan imam Ibnu Hajar al-‘Asqalaani dalam “Fathul Baari” (9/143).
[16] Majmuu’ul fataawa syaikh al-‘Utsaimiin (4/12 – kitabuz zawaaj).
[17] Lihat kitab “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 31-32).
[18] Lihat “Tafsir Ibnu Katsir” (4/596) dan “Taisiirul Kariimir Rahmaan” (hal. 447).
[19] Lihat kitab “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 69).
[20] Sebagaimana persangkaan keliru orang-orang yang tidak memahami pengertian adil yang sebenarnya.
[21] Sebagaimana penjelasan para ulama yang akan kami nukil setelah ini, insya Allah.
[22] Bahkan kesalahpahaman dalam memahami ayat ini menyebabkan sebagian orang beranggapan bahwa poligami tidak boleh dilakukan, karena orang yang berpoligami tidak mungkin bisa bersikap adil !!? Kita berlindung kepada Allah dari penyimpangan dalam memahami agama-Nya.
[23] Kitab “al-Umm” (5/158).
[24] Dalam kitab “shahihul Bukhari” (5/1999).
[25] Kitab “Fathul Baari” (9/313).
[26] Hadits ini adalah hadits yang lemah, diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2134), at-Tirmidzi (no. 1140), an-Nasa’i (no. 3943) dan Ibnu Majah (no. 1971), dinyatakan lemah oleh Abu Zur’ah, Abu Hatim, an-Nasa’i dan syaikh al-Albani dalam “Irwa-ul ghalil” (7/82).
[27] Kitab “Tafsiirul Qurthubi” (5/387).
[28] Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (1/747).
[29] Lihat kitab “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 136).
[30] Ibid.
[31] HR an-Nasa’i (no. 2558) dan Ibnu Hibban (no. 295), dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani.
[32] Kitab “Fathul Baari” (9/326).
[33] Lihat kitab “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 140).
[34] Ibid (hal. 141).
[35] Lihat kitab “Ahkaamut ta’addud fi dhau-il kitaabi was sunnah” (hal. 143-145)



dari blog ...BLOGTAZKIRAH

POLIGAMI DALAM ISLAM DAN DIMANA KITA


Perkara ini memang sensitif untuk diperkatakan atau dibincangkan...lebih2 lagi dikalangan kaum wanita dan ibubapa yang ada anak perempuan belum kahwin...sedangkan anaknya pula bercadang atau sanggup bermadu,juga isteri yang sedang dimadukan atau akan bermadu....Bab ini memang telah banyak kali diperbincangkan dan hebohkan... juga telah lama diajukan oleh kawan lelaki2 penulis,agar penulis tulis didalam blog ini(mungkin mereka bercadang hendak pasang lebih kod)

...ini kesempatan ada....dan penulis cuba kupas mengikut ilmu yang sedikit yang ada pada penulis yang dikurniakan oleh Allah swt...memang penulis ada mengajar bab munakahat termasuklah bab poligami ini.....ayat Quran yang menyatakan keharusan@boleh berpoligami ialah pada surah an nissa ayat 3....'maka berkahwinlah kamu dengan perempuan yang baik untuk kamu dua atau tiga atau empat.......'maksud alQuran... manakala hadis saw...'pegang empat sahaja lepas yang baki'...maksud alHadis....

Jika diselidik dengan mendalam nescaya kita dapati syariat nabi Muhammad saw sesuai dengan kejadian manusia....dalam syariat nabi Musa as...seorang lelaki boleh menghimpun berapa banyak isteri tanpa had(memandang muslihat lelaki sahaja).....syariat nabi Isa as pula seorang lelaki tiada harus berkahwin melainkan seorang perempuan sahaja (memandang muslihat perempuan sahaja).Manakala syariat nabi kita dalam keadaan pertengahan antara dua syariat yang terdahulu itu....dalam hadis nabi saw telah bersabda...'sebaik2 pekerjaan itu ialah yang pertengahan'...maksud alhadis...

Maka syariat nabi Muhammad saw sesuai dengan kejadian manusia,lebih2 lagi buat masa ini dan nabi yang terakhir...kerana:

1.Boleh dikatakan tiap2 negeri didalam dunia bilangan perempuan ramai dari lelaki.

2.Bilangan lelaki kurang ramai,namun demikian setengah2 mereka banyak pula yang gugur dalam menentang musuh negara atau terkorban di medan peperangan kerana mempertahankan tanahair.dengan demikian jumlah bilangan semakin kurang....itu kita tolak yang dipenjara,di pusat2 pemulihan dadah...tiada pekerjaan dsbnya....ini menyebabkan ia bertambah kurang jumlahnya...

 يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ۬ وَٲحِدَةٍ۬ وَخَلَقَ مِنۡہَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡہُمَا رِجَالاً۬ كَثِيرً۬ا وَنِسَآءً۬‌ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبً۬ا (١)
 Wahai sekalian manusia! Bertakwalah kepada Tuhan kamu yang telah menjadikan kamu (bermula) dari diri yang satu (Adam) dan yang menjadikan daripada (Adam) itu pasangannya (isterinya iaitu Hawa) dan juga yang membiakkan dari keduanya zuriat keturunan, lelaki dan perempuan yang ramai dan bertakwalah kepada Allah yang kamu selalu meminta dengan menyebut-nyebut namaNya, serta peliharalah hubungan (silaturahim) kaum kerabat; kerana sesungguhnya Allah sentiasa memerhati (mengawas) kamu. (1)




  وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تُقۡسِطُواْ فِى ٱلۡيَتَـٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَـٰثَ وَرُبَـٰعَ‌ۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٲحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَـٰنُكُمۡ‌ۚ ذَٲلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ (٣) 

Dan jika kamu takut tidak berlaku adil terhadap perempuan-perempuan yatim (apabila kamu berkahwin dengan mereka), maka berkahwinlah dengan sesiapa yang kamu berkenan dari perempuan-perempuan (lain): Dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu bimbang tidak akan berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu) maka (berkahwinlah dengan) seorang sahaja atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman. (3)


Ini jelas nampak daripada rashia yang tersembunyi dicelah firman Allah swt dalam surah an nissa ayat 1....iaitu 'wa nissa@wa nissa ah' yang jatuh kemudian daripada perkataan 'kathira@kasiro dalam ayat  1 surah an nissa..(sila rujuk quran untuk mendapat sebutan bunyi yang betul-juga sebagai pengesahan)...maksudnya...'wahai manusia hendaklah kamu takutkan Tuhan kamu yang telah menjadikan kamu daripada yang satu(Adam)dan ia telah menjadikan daripada diri yang satu iaitu isterinya(Hawa) dan Ia(Allah) membiakan daripada keduanya lelaki yang banyak(ramai) dan perempuan2.'

Disitu Allah menyebut perempuan2 sahaja tidak disebut 'banyak@ramai',dipandang dari segi kenyataan kita dapati ramai daripada kelamin2 mempunyai anak lebih bilangan anak perempuan daripada anak lelaki..daripada nyatalah seolah2 perkataan 'nissa@nissa ah' itu bersifat dengan 'aqsar'(lebih banyak)......

3.Jika padukan satu sama satu sahaja jadilah yang lebih itu tidak ada tempat untuk hidup yang boleh mendapat nikmat bersama..

4.Biasalah tabi'e orang lelaki sahywatnya lebih dan sentiasa berkehendak kepada kepuasan nafsunya sepanjang masa.,manakala perempuan banyak rintangannya seperti,berhaid,mengandung,beranak dan nifas.Jika bilangan isteri itu lebih nescaya apa yang kurang daripada satu dapat disempurnakan dengan yang lain.

5.Terkadang setengah perempuan itu berkehendak kepada perlindungan untuk keselamatan atau untuk sara hidup,jika tidak ada poligami nercaya putus harapan perempuan2 yang bujang itu mendapat pembelaan.

6.Tidak sukakan poligami itu ialah kerana cemburu dan irihati tidak mahu suami bersuka2 dengan perempuan lain.Itu memang tabi'e semula jadi tidak dinafikan,tetapi perasaan itu boleh diketepikan atau dikurangkan,kerana jika dikutkan sangat membawa kepada akibat yang buruk kepada kedua2 pihak lelaki dan perempuan bujang yang lain,kerana mungkin kedua2 secara bersembunyi2 melakukan perkara yang tiada diredai Allah swt dan manusia.Sekiranya pihak isteri sanggup berkorban sedikit tentu saudara sejenis dengannya sama2 mendapat pembelaan.Jadi terjerumusnya saudata perempuan yang sejenis dengannya itu kedalam lembah kehinaan berpunca dari mereka yang sejenis dengannya juga kerana tidak hendak bertolak ansur barang sedikit pun..


7.Poligami itu diharuskan kerana dharurat untuk mengelakkan daripada kejahatan dan menarik kebaikan,itu pun disyaratkan mahu berlaku adil.Jika sekiranya tiada sanggup melakukan adil kekalkan dengan satu sahaja...Firman Allah swt...bermaksud..
'maka jika kamu takut tidak melakukan keadilan(terhadap isteri kamu)berkahwinlah satu sahaja atau cukuplah dengan hamba sahaya kamu sahaja'....surah an nissa ayat 3...

8.Dapat mengurangkan zuriat luar nikah dan berpeluang mendapat anak jika isteri tua mandul.....

jika dilihat sebab yang beri diatas ia begitu rasional@aidil dan lojik....bukan sifat Allah swt yang mempunyai seberang kelemahan sedangkan IA bersifat kesempurnaan...Mustahil Allah swt membuat sebarang kesilapan memberi atau menetapkan hukum...dan hukumNya sesuai memang dalam pelbagai zaman serta suasana serta adat resam.kerana IA lah yang mencipta manusia dan segalanya.Mustahil Allah swt ada sifat terlepas pandang.Sepandai2 kita tidak tahu bila kita akan mati atau masuk syurga atau neraka...oleh itu jangan berlagak dan takabur...orang berlagak dan takabur ini...tempatnya adalah neraka Jahanam.....Oleh itu jangan cuba2 mencabar Allah swt...(Takabur ini selendang@pakaian Allah...maksud alhadis)
Kita kena sedar bahawa kemampuan ilmu dan daya pemikiran kita terbatas...kita hanya mampu sekadar apa yang telah dikurniankan Allah swt sahaja.Lebih2 lagi kalau kita bercakap atau berfikir, sedangkan ilmu yang cakap@fikir itu, kita tidak arif@mahir...ditambah tidak menuntut ilmu agama,ditambah kita pula bergelumang dengan dosa,dengan kata lain ,kita sendiri banyak meninggalkan suruhan wajib malahan banyak membuat perkara apa yang dilarang Allah swt.

Takut kita jadi bahan@alat tunggangan syaitan...kita sesat dan menyesatkan orang lain...Menolak hukum2 dari quran,menolak walaupun satu huruf dari quran pun atau mempertikaikan hukum Allah cukup untuk kita keluar dari Islam@batal Islam kita...cakap kasar@kesatnya jadi kafir@murtad....kenapa kita sibuk hendak tahu perkara membatal puasa atau solat...kenapa kita mahu tahu,batalnya Islam...ambil diploma,ijazah pertama,kedua dan Phd ada masa menuntut ilmu fardu ain tidak masa...besok engkau orang jawablah dihadapan Allah swt.....



PASAL POLIGAMI LAGI....DARI BLOGTAZKIRAH


Lega penulis setelah menunaikan janji dari sahabat2@kawan2 penulis,mungkin mereka berharap agar masyarakat umum tahu apa dia poligami dalam Islam itu sendiri. Sekurang2nya pembaca dapat memahami sedikit sebanyak tentang poligami yang diharuskan oleh Allah swt itu..Terpulanglah anda disebelah mana dalam hal poligami ini....Bagi penulis wajib kita patuh dengan perintah Allah swt...jadikanlah kita muslim yang bersifat...'dengar dan mematuhinya'...menentang,ragu2,sangka buruk pada Allah swt memang dilarang.Perkara memang berkait rapat dengan qada dan qadar@takdir...Bila sudah sudah jadi takdir maka wajib kita reda....tidak reda bermakna mempertingkaikan takdir Allah swt yang telah ditentukanNya.Ada peristiwa melucukan penulis semasa menjadi kaunselor sukarela di JAIS....daerah S.Alam yang berpejabat di Subang Jaya...

Seorang isteri mengadu ia telah dimadukan.Ia reda (bagus wanita ini)...cuma musykil suami dahulu bagi rm700 tetapi setelah berkahwin lagi....ia hanya bagi rm500...penulis senyum didalam hati...nak tergelak pun ada...tapi penulis tahan....dan mendengar dengan penuh khusyuk...jadi pendengar yang baik....setelah habis baru penulis jawab dan terangkan....'sebenarnya puan, apa suami puan buat tu betul....ingat, puan sudah berkongsi....bermakna semua berkongsi dengan madu...kasih sayang berkongsi,malam@giliran berkongsi....sudah tidak sepenuhnya macam dulu...rm500 untuk puan sebab puan ada anak....madu puan rm200 tidak ada anak....sedangkan  pendapatan@gaji suami puan tidak bertambah...mana mungkin ia boleh bagi rm700 seperti dulu....dan sambung terus adab2 poligami...ia puas ...dan beredar...komen penulis ia wanita soleha@baik...bagi pengetahuan pembaca ia memakai purdah....ada satu peristiwa lucu juga masa penulis me...ngajar disuatu tempat....muslihat bertanya tentang poligami tapi jawapan saya jawab mereka tidak setuju,cuma kata mereka...suami@lelaki ni gatal,tidak adil,yang ada@isterilah...pun tidak diberi layanan cukup dan pelbagai2lah...Penulis jawab...kalau tidak adil ia yang berdosa...apa sahaja ia buat salah tetap berdosa...adil suami terletak pada isteri reda isteri2 maka adillah suami

...akhirnya penulis cakap begini.....'puan2...ini contoh...kalaulah(tapi memang tidaklah)....ayat perintah harus pada perempuan bukan lelaki....maknanya perempuan pula boleh kahwin lebih....mungkin perempuan hendak kahwin lebih dailognya begini...'saya memang sayang abang,abang baik dan segala baik tidak ada cacat cela.....tapi saya hendak kahwin lagi juga bang....sebab Allah swt sebut dalam Quran diharuskan.....'apa kesannya mereka terdiam...selain hukum harus....ia juga boleh membela nasib wanita,mengelak anak luar nikah,pelacuran,sumbang muhram,rogol dan segala perkara yang berhubung dengan zina.....lebih2 lagi hukum Quran tidak dilaksanakan...menjadikan wanita dan lelaki tidak takut melakukan zina.

...bagaimana kalau orang kaya bayar dulu dengan zina....katakan denda zina maksimum rm5000....maka ia bayar rm50000.....dengan resit pembayaran itu ia boleh berzina 10 kali......cuba pembaca fikir....dan lagi mustahil Allah swt bersifat bodoh tidak tahu membuat undang2....sedangkan IA mencipta kita dan dunia dari tiada kepada ada.....janganlah berfikir macam syaitan atau jadi barua pada syaitan....siapa makan cili ia akan terasa pedas......maaf banyak2 dari penulis....kata yang haq walaupun pahit atau kena dekat batang hidung sendiri.....


4 Syarat Poligami







Poligami adalah salah satu di antara syariat Islam. Poligami juga adalah syariat yang banyak juga ditentang di antara kaum muslimin. Yang katanya merugikan wanita, menurut mereka yang memegang kaedah emansipasi perempuan.
Namun poligami sendiri bukanlah seperti yang mereka pikirkan. Para ulama menilai hukum poligami dengan hukum yang berbeda-beda. Salah satunya adalah Syaikh Mustafa Al-Adawiy. Beliau menyebutkan bahwa hukum poligami adalah sunnah. Dalam kitabnya ahkamun nikah waz zafaf, beliau mempersyaratkan 4 hal:

1- Seorang yang mampu berbuat adil

Seorang pelaku poligami, harus memiliki sikap adil di antara para istrinya. Tidak boleh ia condong kepada salah satu istrinya. Hal ini akan mengakibatkan kezhaliman kepada istri-istrinya yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Siapa saja orangnya yang memiliki dua istri lalu lebih cenderung kepada salah satunya, pada hari kiamat kelak ia akan datang dalam keadaan sebagian tubuhnya miring.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa-i, At-Tirmidzi)
Selain adil, ia juga harus seorang yang tegas. Karena boleh jadi salah satu istrinya merayunya agar ia tetap bermalam di rumahnya, padahal malam itu adalah jatah bermalam di tempat istri yang lain. Maka ia harus tegas menolak rayuan salah satu istrinya untuk tetap bermalam di rumahnya.
Jadi, jika ia tak mampu melakukan hal itu, maka cukup satu istri saja. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…kemudian jika kamu khawatir tidak mampu berbuat adil, maka nikahilah satu orang saja…” (QS. An-Nisa: 3)

2- Aman dari lalai beribadah kepada Allah

Seorang yang melakukan poligami, harusnya ia bertambah ketakwaannya kepada Allah, dan rajin dalam beribadah. Namun ketika setelah ia melaksanakan syariat tersebut, tapi malah lalai beribadah, maka poligami menjadi fitnah baginya. Dan ia bukanlah orang yang pantas dalam melakukan poligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…” (QS. At-Taghabun: 14)

3- Mampu menjaga para istrinya

Sudah menjadi kewajiban bagi suami untuk menjaga istrinya. Sehingga istrinya terjaga agama dan kehormatannya. Ketika seseorang berpoligami, otomatis perempuan yang ia jaga tidak hanya satu, namun lebih dari satu. Ia harus dapat menjaga para istrinya agar tidak terjerumus dalam keburukan dan kerusakan.
Misalnya seorang yang memiliki tiga orang istri, namun ia hanya mampu memenuhi kebutuhan biologis untuk dua orang istrinya saja. Sehingga ia menelantarkan istrinya yang lain. Dan hal ini adalah sebuah kezhaliman terhadap hak istri. Dampak yang paling parah terjadi, istrinya akan mencari kepuasan kepada selain suaminya, alias berzina. Wal iyyadzubillah!
Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang memiliki kemapuan untuk menikah, maka menikahlah…” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

4- Mampu memberi nafkah lahir

Hal ini sangat jelas, karena seorang yang berpoligami, wajib mencukupi kebutuhan nafkah lahir para istrinya. Bagaimana ia ingin berpoligami, sementara nafkah untuk satu orang istri saja belum cukup? Orang semacam ini sangat berhak untuk dilarang berpoligami.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang tidak mampu menikah, hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai Allah memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya…” (QS. An-Nur: 33)
Demikian tulisan singkat tentang poligami. Poligami adalah syariat mulia yang bisa bernilai ibadah. Namun untuk melaksanakan syariat tersebut membutuhkan ilmu, dan terpenuhi syarat-syaratnya. Jika anda merasa tidak mampu memenuhi 4 syarat di atas, maka jangan coba-coba untuk berpoligami.

Penulis: Wiwit Hardi Priyanto


Dr. Zaharuddin Menjelaskan Poligami Syar’ie
Berikut adalah liputan dan berita yang disiarkan oleh akhbar Sinar Harian beberapa bulan yang lalu.
poli2
SHAH ALAM – Selepas pendakwah terkenal Ustaz Azhar Idrus atau lebih dikenali sebagai UAI bernikah kali ketiga pada Mei lalu, seorang lagi pendakwah yang cukup dikenali, Dr. Zaharuddin Abdul Rahman juga bernikah kali kedua, baru-baru ini.

Dr Zaharuddin, dikenali sebagai salah seorang tokoh ilmuwan Islam dan aktif berkongsi informasi berkait hukum hakam Islam dan motivasi kerohanian melalui laman web beliau www.zaharuddin.net dan facebook beliau zaharuddin.net yang digemari oleh sekitar 416,000 orang. Beliau juga adalah Presiden kepada NGO MURSHID.

Difahamkan perkahwinan kali kedua itu berlangsung beberapa bulan yang lalu, sehubungan itu, bekas Mufti Perlis, Dato’ Dr Asri Zainul Abidin dilihat antara yang terawal mengucapkan tahniah di atas perkahwinan tersebut dalam laman sosial Facebook dan Twitter miliknya.

Bagaimanapun, pernikahan kedua-dua pendakwah ini yang tersebar melalui internet dan laman sosial, pada awalnya mendapat reaksi pelbagai pihak, ada yang bersetuju dengan mendoakan kebahagian mereka dan ada pula yang kelihatan berpersepsi negatif terhadap tindakan poligami mereka.

Selepas berita pernikahan tersebut tersebar, Dr. Zaharuddin tampil membuat catatan ringkas berkenaan tatacara poligami yang beliau lalui, yang mana boleh dijadikan panduan dan senarai semak bagi sesiapa jua yang ingin mengharungi dunia perkahwinan yang sama. Berikut adalah antara inti kandungan tulisannya yang sangat baik untuk diambil perhatian oleh sama ada lelaki atau wanita bujang atau telah berkahwin.

Ummu Habibah r.a (salah seorang isteri Nabi SAW) pernah berdoa meminta dikurniakan suatu nikmat dunia hasil dari perkahwinannya dengan Rasulullah SAW. Namun nabi menasihatinya dengan kata baginda.
Ertinya: Engkau telah meminta dari Allah tentang ajal maut yang telah ditentukan, hari-hari kita yang telah dihitungkan, rezeki-rezeki yang telah Allah bahagikan, dan pasti tiada diawalkan sesuatu dari masanya, atau dilewatkan dari masanya (Sahih Muslim).

Justeru,
1. Perkahwinan adalah dalam rezeki dan ketentuan Allah yang pasti sampai bila tiba masanya.
2. Rezeki isteri sedia ada dan yang baru menjadi isteri juga adalah ketetapan Allah SWT. Tiadalah patut poligami dianggap penyebab hak dan rezeki isteri sedia ada dirampas. Menurut hadis sohih, setiap seseorang tidak boleh merampas hak dan rezeki ketentuan ilahi khususnya apabila ia dilaksanakan mengikut neraca, prosedur dan tatacara hukum Shariah.
3. Perkahwinan ini (jika yang kedua) hanya berkait dengan tiga keluarga terdekat bagi mereka (suami, isteri sedia ada dan yang baru). Justeru, jika kalian tidak termasuk dalamnya, seeloknya doakan sahaja pasangan ini atau kamu mengulas sesuatu yang di luar urusanmu yang menjadi sebab menjadi muslim yang buruk akhlak.
4. Tiada perlu membuat dosa umpatan, sangka buruk, spekulasi sebab atau bertanya cara kenal, umur, latar belakang pasangan, sebab ingin berpoligami, jumlah mas kahwin atau apa jua. Kerana ia bukanlah urusan yang mampu kalian ketahui dengan perincian yang tepat lagi sohih. Di ketika rumahtangga orang lain terbina dengan doa ramai, jangan pula menjadi sebab susahnya fikiran kalian atau lebih bahaya, penambah dosa.
5. Walau atas apa jua sebab dan alasan, jika kalian membencinya, kalian turut membenci ketetapan Allah ke atas seorang hamba Allah yang berkahwin secara halal lagi menurut tatatertibnya.

Selain itu Dr. Zaharuddin turut memberikan beberapa langkah patut jika seseorang ingin berpoligami.
a. Istikharah dan doa istikharah di mana-mana tempat yang punyai kelebihan kemaqbulan doa seperti Mekah dan Madinah serta tanahair beberapa bulan. Keputusan selepas istikharah dan doa yang tulus pasti bukan hanya dari terbina dari logik dan rasional aqal semata-mata tetapi juga melalui petunjuk dan kemudahan dari Ilahi.
b. Sentiasa Istisharah (berbincang) dengan isteri sedia ada dan menyakinkan beliau akan manfaat dunia akhirat dari perkahwinan kedua yang dirancang buat kesemua yang terlibat.
c. Meminang bakal isteri kedua dengan kehadiran isteri sedia ada yang bersama-sama menjelas dan menerangkan hatta bebas mencadangkan tarikh pernikahan.
d. Mendapat restu dan redha bakal mertua dan keluarganya.
e. Memaklumkan kepada mertua sedia ada dengan jelas serta terang lalu mendapat restu dan redha mereka.
f. Memaklumkan dan menjelaskan kepada anak-anak  akan tujuan berkahwin buat kali kedua sebagai langkah awal untuk memahamkan mereka tentang poligami yang baik menurut syarak.
g. Mengharmonikan hubungan bakal isteri kedua dan isteri pertama melalui pertemuan bersama dan perbincangan hati ke hati.
h. Memulakan proses undang-undang, iaitu perlu memohon izin dari Mahkamah Syariah (di negeri masing-masing). Hakim akan meneliti semua sebab musabbab serta kedudukan kewangan pemohon. Permohonan Dr. Zaharuddin telah diluluskan Mahkamah Tinggi Syariah Selangor. Nasihat beliau juga agar menjadikan pernikahan di Thailand sebagai pilihan terakhir setelah semua proses tanahair disekat secara salah atau tidak adil atau terlalu menyusahkan.
i. Menetapkan perincian nafqah, giliran dan pembahagian harta sepencarian bagi isteri sedia ada. Juga bagi anak-anak sedia ada. Ini penting agar kedudukan dan jasa isteri sedia ada terjaga serta keadilan material dan fizikal terjaga. Pembahagian ini akan dibentang, ditimbang dan diluluskan oleh mahkamah.
j. Bersabar dan menangani cemburu yang fitrah bagi wanita secara hikmah, sabar serta rasional. Ini perlu ilmu, tanpa ilmu kita tewas.
k. Bersikap kasih sayang, lembut serta konsisten dalam komunsikasi
l. Kemudian, bernikahlah secara terbuka dengan walimah serta jemputan.
m. Peka terhadap perasaan isteri-isteri serta meraikannya dan tambahkan kerohanianmu dan solatmu justeru bertambahlah sabarmu.

‘Say No’ kepada poligami rahsia dan dibuat secara sembrono. Bersabar hadapi cacian mereka yang cemburu di luar sana, kerana mereka hanya menambah pahalamu dan menempah tiket ke azab Allah. Bersabar juga dengan pujian yang merupakan ‘pembunuh senyap’ keikhlasan niatmu.

Kalau sebelum ini kita kagumi Rasulullah dan sifat sabarnya, bila berpoligami, pastilah bertambah fahamnya kita akan maha agungnya sifar sabar baginda Nabi dan isteri-isterinya. Baginda cemerlang di dalam rumah dan luar rumah. Fizikal dan spiritual.

Bantulah sesiapa jua yang berpoligami khususnya yang telah jelas kelihatan tanda-tanda kemampuan ilmu, fizikal dan kewangan mereka dengan mendoakan, itu jutaan kali lebih baik dari berspekulasi dan bersangka-sangka serta ‘terlebih mengambil berat’ dengan bertanya itu dan ini kepada isteri-isteri yang terlibat.

Tiadalah bertambah mulia atau cela dengan poligami dan monogami. Pokoknya adalah bagaimana kamu menjalankannya.

Berhentilah dari hasrat ingin menghubungi isteri-isteri mereka yang terlibat bagi menyampaikan rasa tidak puas hati kalian atau cuba menyampaikan sangsi, ‘racun amarah masing-masing’ dan keraguan kalian. Tiada faedahnya dan perhatikanlah diri dan keluargamu, si suami pula pasti bertanggungjawab atas keluarga mereka yang terlibat. Insha Allah.

Bagi yang bujang, tidak perlu resah, tidak habis wanita solehah di luar sana rezekimu akan sampai pada waktunya asalkan kamu bersedia dan soleh juga.

Di akhirnya Dr. Zaharuddin menyebut “Akhir sekali, tidak perlu cemburu, dengki atau hasad dengan kami kerana bahagia kalian bukan terletak pada urusan kami atau kucar kacirnya kami tetapi pada hati dan diri kalian sendiri. Janganlah mencari bahagia dengan perkara dosa.”




Tiada ulasan:

Catat Ulasan