Isnin, 30 Mac 2015

RTM ...REHAT TUNGGU MATI....BAGI YANG BERSARA...KTM...KERJA TUNGGU MATI...BAGI YANG MASIH BEKERJA....SEBAB MATI TAK KIRA UMUR DAN STATUS@PANGKAT...SAMPAI MASA@TAKDIR....JALAN LAH...BHG 1







JANGAN DICARI TELOR ANGSA EMAS....SEBAB UMUR KIAN SINGKAT SANGAT...ITU CERITA ORANG BANK...DIA SURUH KITA MELABUR....TAKUT AKHIRAT KITA LEBUR...FIKIRKANLAH ALAM BARZAH...ALAM AKHIRAT SERTA SYURGA NERAKA...UMUR YANG ADA TAK SESUAI CARI DUIT LAGI...CARILAH AMALAN UNTUK AKHIRAT....






KEMATIAN MENURUT AL-QUR’AN

Oleh Fadhil ZA


10- Sesungguhnya orang-orang yang kafir diserukan kepada mereka (pada hari kiamat): “Sesungguhnya kebencian Allah (kepadamu) lebih besar daripada kebencianmu kepada dirimu sendiri karena kamu diseru untuk beriman lalu kamu kafir”
11- Mereka menjawab: “Ya Tuhan kami Engkau telah mematikan kami dua kali dan telah menghidupkan kami dua kali (pula), lalu kami mengakui dosa-dosa kami. Maka adakah sesuatu jalan (bagi kami) untuk keluar (dari neraka)?”

Ketika manusia dikumpulkan dipadang Mahsyar pada hari berbangkit kelak dan orang kafir telah melihat dengan jelas akibat perbuatan mereka menentang ayat ayat Allah selama ini, mereka mengeluh : ” Ya Allah Engkau telah mematikan kami dua kali, dan menghidupkan kami dua kali pula, lalu kami mengakui dosa kami, adakah jalan keluar bagi kami dari kesulitan yang dahsyat pada hari ini (neraka jahanam) “. Dialog antara orang kafir dengan Allah ini diabadikan dalam surat Al Mukmin ayat 10 -11, sebagaimana kami kutipkan diawal artikel ini.
Selama hidup didunia ini kita hanya mengerti bahwa mati dan hidup itu hanya sekali saja, namun setelah diakhirat kelak kita baru, mengerti bahwa kita hidup dan mati sebanyak dua kali. Memperhatikan dialog diatas kita jadi bertanya, apakah yang dimaksud dengan kematian itu? Dalam Al Qur’an dikatakan bahwa kita mati dan hidup sebanyak dua kali, padahal yang kita ketahui selama ini kita hidup dan mati hanya satu kali.
Definisi mati menurut Al-Qur’an
Mati menurut pengertian secara umum adalah keluarnya Ruh dari jasad, kalau menurut ilmu kedokteran orang baru dikatakan mati jika jantungnya sudah berhenti berdenyut. Mati menurut Al-Qur’an adalah terpisahnya Ruh dari jasad dan hidup adalah bertemunya Ruh dengan Jasad. Kita mengalami saat terpisahnya Ruh dari jasad sebanyak dua kali dan mengalami pertemuan Ruh dengan jasad sebanyak dua kali pula. Terpisahnya Ruh dari jasad untuk pertama kali adalah ketika kita masih berada dialam Ruh, ini adalah saat mati yang pertama. Seluruh Ruh manusia ketika itu belum memiliki jasad. Allah mengumpulkan mereka dialam Ruh dan berfirman sebagai disebutkan dalam surat Al A’raaf 172:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (Al A’raaf 172)
Selanjutnya Allah menciptakan tubuh manusia berupa janin didalam rahim seorang ibu, ketika usia janin mencapai 120 hari Allah meniupkan Ruh yang tersimpan dialam Ruh itu kedalam Rahim ibu, tiba-tiba janin itu hidup, ditandai dengan mulai berdetaknya jantung janin tersebut. Itulah saat kehidupan manusia yang pertama kali, selanjutnya ia akan lahir kedunia berupa seorang bayi, kemudian tumbuh menjadi anak anak, menjadi remaja, dewasa, dan tua sampai akhirnya datang saat berpisah kembali dengan tubuh tersebut.
Ketika sampai waktu yang ditetapkan, Allah akan mengeluarkan Ruh dari jasad. Itulah saat kematian yang kedua kalinya. Allah menyimpan Ruh dialam barzakh, dan jasad akan hancur dikuburkan didalam tanah. Pada hari berbangkit kelak, Allah akan menciptakan jasad yang baru, kemudia Allah meniupkan Ruh yang ada di alam barzakh, masuk dan menyatu dengan tubuh yang baru sebagaimana disebutkan dalam surat Yasin ayat 51:
51- Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka. 52- Mereka berkata: “Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?” Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). (Yasin 51-52)
Itulah saat kehidupan yang kedua kali, kehidupan yang abadi dan tidak akan adalagi kematian sesudah itu. Pada saat hidup yang kedua kali inilah banyak manusia yang menyesal, karena telah mengabaikan peringatan Allah. Sekarang mereka melihat akibat dari perbuatan mereka selama hidup yang pertama didunia dahulu. Mereka berseru mohon pada Allah agar dizinkan kembali kedunia untuk berbuat amal soleh, berbeda dengan yang telah mereka kerjakan selama ini sebagaimana disebutkan dalam surat As Sajdah ayat 12:
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”. (As Sajudah 12)
Itulah proses mati kemudian hidup, selanjutnya mati dan kemudian hidup kembali yang akan dialami oleh semua manusia dalam perjalanan hidupnya yang panjang dan tak terbatas. Proses ini juga disebutkan Allah dalam surat Al Baqaqrah ayat 28:
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (Al Baqarah 28)
Demikianlah definisi mati menurut Al-Qur’an, mati adalah saat terpisahnya Ruh dari Jasad. Kita akan mengalami dua kali kematian dan dua kali hidup. Jasad hanya hidup jika ada Ruh, tanpa Ruh jasad akan mati dan musnah. Berarti yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad sedangkan Ruh tidak akan pernah mengalami kematian.
Pada saat mati yang pertama, jasad belum ada namun Ruh sudah ada dan hidup dialam Ruh. Pada saat hidup yang pertama Ruh dimasukan kedalam jasad , sehingga jasad tersebut bisa hidup. Pada saat mati yang kedua, Ruh dikeluarkan dari jasad , sehingga jasad tersebut mati, namun Ruh tetap hidup dan disimpan dialam barzakh. Jasad yang telah ditinggalkan oleh Ruh akan mati dan musnah ditelan bumi. Pada saat hidup yang kedua, Allah menciptakan jasad yang baru dihari berbangkit, jasad yang baru itu akan hidup setelah Allah memasukan Ruh yang selama ini disimpan dialam barzak kedalam tubuh tersebut. Kehidupan yang kedua ini adalah kehidupan yang abadi, tidak ada lagi kematian atau perpisahan antara Ruh dengan jasad sesudah itu.
Kalau kita amati proses hidup dan mati diatas ternyata yang mengalami kematian dan musnah hanyalah jasad, sedangkan Ruh tidak pernah mengalami kematian dan musnah. Ruh tetap hidup selamanya, ia hanya berpindah pindah tempat, mulai dari alam Ruh, alam Dunia, alam Barzakh dan terakhir dialam Akhirat. Pada saat datang kematian pada seseorang yang sedang menjalani kehidupan didunia ini, maka yang mengalami kematian hanyalah jasadnya saja, sedangkan Ruhnya tetap hidup dialam barzakh. Allah mengingatkan hal tersebut dalam surat Al Baqarah ayat 154 :
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu h idup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (Al Baqarah 154)
Perjalanan panjang tanpa akhir
Kalau kita amati proses perjalan hidup dan mati seperti yang disebutkan diatas , maka yang mengalami kematian hanyalah jasad kita saja, sedangkan Ruh tidak pernah mengalami kematian. Sejak diciptakan pertama kali dan diambil kesaksiannya tentang ke Esaan Allah ketika dikumpulkan dialam Ruh sebagaimana disebutkan dalam surat Al A’raaf 172, mulailah Ruh menempuh perjalanan panjang yang tidak akan pernah berkahir.
Sifat Ruh sama seperti energy, dalam ilmu fisika kita mengenal teori kekekalan Energy. Teori kekalan Energy mengatakan bahwa Energy bersifat kekal, tidak bisa dimusnahkan, dihancurkan ataupun dilenyapkan. Ia hanya mengalami perubahan bentuk. Ruh memiliki sifat seperti Energy ini, ia tidak bisa dimusnahkan, dilenyapkan ataupun dihancurkan, ia kekal selamanya, ia hanya berubah bentuk mulai dialam Ruh, alam Dunia, alam Barzakh dan alam Akhirat kelak.
Kita bisa merasakan selama hidup didunia ini bahwa Ruh kita tidak pernah tidur atau beristirat. Kalau kita tidur pada malam hari, yang tidur adalah jasad atau jasmani kita sedang Ruh kita sendiri, pergi berjalan entah kemana. Ruh tidak bisa hancur, musnah dan lenyap namun ia bisa merasa lemah, sakit dan menderita. Ruh yang kurang mendapat perawatan akan menjadi lemah menderita dan sakit. Penyakit Ruh umumnya akan merembet pada penyakit fisik atau jasmani, penyakit ruh yang umum kita kenal antara lain, gelisah, kecewa, dengki, cemas, takut, sedih, tertekan dan stress berkepanjangan.
Ruh mengalami proses pendewasaan selama hidup didunia. Semua bekal yang dibawa untuk perjalanan hidup dialam barzakh dan akhirat didapat dari alam dunia. Namun sayang selama hidup didunia banyak orang yang tidak memperdulikan kebutuhan Ruhnya untuk menghadapi perjalan panjang yang tak akan pernah berakhir ini. Kebanyakan manusia hanya fokus pada masalah kehidupan dunia, dan tidak perduli dengan masalah kehidupan akhirat yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kehidupan dunia.
Mereka baru menyadari kekeliruan mereka tatkala ruh telah sampai ditenggorokan, hingga tatkala mereka telah pindah kelam barzakh mereka mengeluh sebagaimana disebutkan dalam surat Al Mukminun ayat 99-100 :
99- (Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia),
100- agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan (Al Mukminun 99-100)
Penyesalan itu memang selalu terlambat datangnya, namun penyesalan yang muncul setelah datangnya kematian hanyalah sesuatu yang sia-sia. Masa lampau tidak akan pernah kembali, kita hanya terus maju menghadang masa yang akan datang, apapun keadaan kita. Orang yang bijaksana akan mengumpulkan bekal sebanyak banyaknya untuk menempuh perjalanan panjang dialam barzakh dan akhirat. Orang yang lalai hanya fokus pada kehidupan dunia, tidak pernah mempersiapkan diri untuk menempuh perjalanan panjang itu. Bahkan terkesan tidak peduli dengan kehidupan akhirat. Sebagian besar manusia didunia termasuk kedalam golongan orang yang lalai ini, sebagaimana disebutkan dalam surat Yunus ayat 92:” …sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” Lebih tegas lagi disebutkan dalam surat al Insan ayat 27 :
Sesungguhnya mereka (orang kafir) menyukai kehidupan dunia dan mereka tidak memperdulikan kesudahan mereka, pada hari yang berat (hari akhirat). (Al Insan 27)
Mudah2an kita tidak termasuk orang yang lalai, seperti disebutkan dalam ayat Qur’an diatas. Mari kita persiapkan perbekalan kita untuk menempuh perjalanan panjang yang tidak akan pernah berakhir didunia dan akhirat. Penyesalan diakhirat kelak tidak ada gunanya, masa lalu tidak akan pernah kembali, masa yang akan datang pasti terjadi. Bersiaplah menghadap berbagai perubahan yang akan kita alami sepanjang perjalan hidup yang amat panjang dan melelahkan ini. Berbekallah sebaik baik bekal adalah Taqwa.


Apa kematian (ajal) itu? Dan apakah masa kematian (ajal) itu dapat ditunda?

soalan
Apa kematian (ajal) itu? Dan apakah masa kematian (ajal) itu dapat ditunda?

Jawaban Global

Kematian (ajal) dalam perspektif falsafah Islam adalah terlepasnya pengurusan dan pengaturan jiwa (nafs) atas badan dan terpisahnya jiwa dari badan. Tentu saja, pandangan ini bersumber dari al-Qur’an dan riwayat-riwayat yang tidak memandang kematian sebagai ketiadaan, kehancuran, dan kesirnaan.
Dalam teks-teks Islam, terdapat berbagai-bagai bentuk ungkapan yang digunakan untuk kematian yang mana semua ungkapan tersebut dari satu sudut memiliki persamaan makna iaitu kematian bukanlah ketiadaan dan kesirnaan, bahkan ia adalah perpindahan dari satu kediaman ke satu kediaman yang lain. Ini kerana manusia terbentuk dari ruh dan badan, dan dengan kematian yang merupakan ketiadaan hayat dan kehidupan fizikal zahiriah, maka ruh akan berpindah ke alam (barzakh dan) akhirat. Dan inilah makna dan erti kematian bagi manusia.
Kematian terjadi tatkala ruh dicabut oleh malaikat maut sebagaimana pada waktu tidur. Bezanya, kematian (ajal) merupakan sebuah tidur yang panjang, sedangkan tidur adalah kematian sementara atau kematian pendek, maka itu kematian adalah wafat (berpindah) bukan kebinasaan, kesirnaan atau  ketiadaan. Kematian adalah kelahiran baru dari rahim tabiat (alam dunia), yang mana berdasarkan kelahiran ini manusia memasuki alam baru yang tidak dapat dibandingkan dengan dunia tabiat ini, sebagaimana alam rahim tidak dapat dibandingkan dengan dunia tabiat.
Kematian merupakan jembatan dan lintasan dimana dengan melintasinya, manusia menghayunkan langkah menuju ke alam baru dan selamat dari berbagai kesulitan, dan hal ini dapat tercapai tatkala kediaman dunia dimakmurkan dan kediaman akhirat tidak dikorbankan dan dirusak.
Dalam menjawab pertanyaan yang dikemukakan tadi bahawa apakah kematian atau ajal manusia dapat ditunda? Pertanyaan ini dapat dijawab berdasarkan kepada ayat-ayat dan riwayat-riwayat bahawa ajal terbahagi kepada dua jenis ajal: Ajal muallaq (bersyarat) dan ajal pasti (tetap). Terdapat juga nama-nama lain sepertimana yang telah disebutkan di dalam nas-nas agama.
“Ajal muallaq” setiap individu hidup (di dunia ) mengikut kadar masa tertentu, tetapi ajal ini dapat berkurang dan bertambah. Contohnya dengan melakukan hubungan silaturahim dan bersedekah akan memanjangkan ajal, sementara dengan menderhaka kepada kedua ibu bapa dan memutuskan hubungan silaturahim akan memendekkan ajal tersebut. Dan jenis ajal ini tercatat di dalam Lauh Mahw Wa Itsbat (lembar penghapusan dan penetapan). Adapun ajal pasti adalah ajal yang tidak akan berubah dan termaktub pada Ummul Kitab.
Jawaban Detil

Dalam teks-teks Islam, berbagai-bagai ungkapan telah digunakan di sekitar "kematian" dan hakikatnya  yang mana setiap satunya mempunyai bahasa yang tersendiri dalam menjelaskan tentang hakikat kematian. Akan tetapi sebagai pendahuluan dan sebelum mengkaji al-Qur’an dan riwayat-riwayat, kita akan membahas ucapan sebahagian philosof-philosof dalam masalah ini:
Ibn Sina berkata: "Kematian tidak lain kecuali jiwa manusia meninggalkan alat-alat dan perkakas-perkakas yang telah digunakan selama ini. Dan maksud dari alat-alat ini adalah anggota-anggota badan dan pancaindera manusia yang mana semua ini disebut sebagai badan (atau jasad).[1]
Mulla Sadra menjelaskan: "Kematian adalah keterpisahan ruh dari badan. Dan jiwa atau nafs dalam al-haraka al-jauhariyah (pergerakkan Jauhar atau zat) telah sampai kepada suatu tingkatan dimana ia tidak lagi memerlukan kepada anggota-anggota badan. Badan laksana bahtera yang ditunggangi oleh jiwa (nafs) sehingga dalam perjalanan menuju kepada Tuhan, ia menggunakan bantuan dari daratan benda-benda material dan lautan ruh. Dan tatkala berjaya melintasi peringkat ini, maka jiwa tidak lagi memerlukan badan dan atas alasan ini kematian berlaku dan bukanlah penyebab terjadinya kematian itu berakhirnya kekuatan-kekuatan tabiat  atau habisnya kekuatan naluri -hararah gharizi- atau segala sesuatu yang lain sebagaimana yang didakwa oleh doktor, bahkan kematian adalah perkara biasa bagi jiwa. Perkara ini adalah penyebab kepada kebaikan dan kesempurnaan bagi nafs, dan sesuatu yang menjadi penyebab kebaikan dan kesempurnaan adalah haknya Tuhan. Oleh itu, kematian adalah hak-Nya.[2] Dalam masalah ini, dalam perbahasan rasional -akal- ditegaskan bahawa: " مفارقة النفس للبدن بانقطاع تعلقها التدبیرى ". Iaitu "Pemisahan hubungan Nafs dengan badan adalah dengan terputusnya hubungan Nafs dari sudut pengaturan (iaitu Nafs tidak mengatur urusan badan lagi)".
Walaubagaimanapun, falsafah Islam berusaha mentafsirkan kematian dengan bersandarkan kepada al-Qur’an dan riwayat-riwayat. Maka itu, kami akan berusaha mengumpulkan secebis hidagan ini dengan merujuk kepada ayat-ayat dan riwayat-riwayat.
1.     Kadang kala al-Qur’an melihat kematian (ajal) itu adalah sebagai ketiadaan kehidupan dan kesan-kesannya seperti kefahaman dan berkehendak. Namun tiadanya kehidupan akan bermakna pada sesuatu tatkala ia memiliki kedudukan dan potensi untuk disifati dan dicirikan sebagai yang boleh memiliki kehidupan. Allah Ta'ala berfirman: “Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu.” (Qs. Al-Baqarah [2]:28). Atau firman Allah Ta'ala berkenaan berhala-berhala patung:  “(Berhala-berhala itu) benda mati tidak hidup.” (Qs. Al-Nahl [16]:21)".
Iaitu mereka adalah mati yang sama sekali tidak memiliki potensi untuk hidup.
Kematian bermakna tiadanya kehidupan tatkala disandarkan kepada manusia. Dari sudut pandang ini, manusia terbentuk dari ruh. Dan ini adalah kerana setelah badan memiliki kehidupan lalu kehidupan itu hilang (dari badan) dengan kematian. Dari sini dapat dikatakan bahawa kematian mendatangi manusia (badan) dan kita tidak menemui dalam al-Qur’an mengatakan bahawa ruh disifatkan dengan kematian (iaitu mengalami kematian) sebagaimana malaikat juga tidak disifatkan dengan kematian.[3]
2.     Di antara ibarat-ibarat yang digunakan al-Qur’an berkait dengan kematian adalah ibarat "ta-wa-ffa-".[4] "Tawaffa"  berasal dari kata "wafa" yang bermakna menerima sesuatu tanpa adanya pengurangan. " توفیتُ المال " -Tufitul mal- ertinya aku menerima wang tanpa ada sebarang pengurangan. Terdapat 14 ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan tentang kematian. Hal ini menjelaskan hakikat-hakikat seperti berikut:
Pertama: Manusia memiliki dimensi lain selain dimensi material dan di bawah dimensi ini, manusia tidak akan mati. Dan tanpa ada sedikitpun penguragan, ruh manusia akan diserahkan kepada petugas-petugas gaib Tuhan (malaikat), dan mereka akan menerima -mencabut- deminsi ruhani manusia. Deminsi yang bukan material inilah apa yang telah disebut dalam ayat-ayat sebagai ruh dan jiwa (nafs). Dan di bawah naungan dimensi ruhani dan dimensi Ilahiah inilah manusia akan memperolehi kehidupan baru setelah kematian (terpisahnya dengan badan).
Kedua: Peribadi hakiki manusia bukanlah badan dan anggota-anggota badannya. Kerana badan secara perlahan-lahan akan musnah,[5] dan ia tidak akan berpidah ke tempat atau ke alam lain. Penjelasan lain dalam masalah ini bahawa ayat-ayat yang begini akan menisbatkan satu rantaian silsilah a'mal –perbuatan-perbuatan- kehidupan seperti berbicara dengan para malaikat, bercita-cita dan berharap, kepada manusia setelah kematian. Dan dengan jelas sekali menunjukkan bahawa hakikat ini yang berupa seluruh hakikat manusia bukanlah jasad tanpa perasaan dan pemahaman. Kalau tidak, maka perbincangan manusia -dengan malaikat dan lain- tidak akan memberi sebarang makna. Dan syahsiah sebenar manusia setelah kematian akan berada di tangan malaikat maut.[6] Dan harus dikatakan bahawa, kematian adalah wafat bukan faut.[7]
Oleh kerana itu, kematian merupakan satu perkara yang wujud dan dapat diciptakan –sebagaimana makluk yang lain yang diciptakan-, dan atas alasan ini al-Qur’an menganggap kematian juga adalah sebagai makhluk[8].

Dalam surah az-Zumar, ayat 42 disebutkan, “Allah yatawaffa al-anfus haina mautiha wallati lam tamut fii manamiha.”
Iaitu: "Allah memegang jiwa-jiwa [orang] ketika matinya dan [memegang] jiwa-jiwa [orang] yang belum mati di waktu ia tidur.
Kemudian Dia akan memegang arwah –roh-roh- orang-orang yang telah ditetapkan kematiannya dan mengembalikan ruh-ruh lainnya (yang tetap harus hidup)".
Ganti nama (dhamir) pada kalimat “Mauti-ha” dan “manami-ha” walaupun secara zahiriah ia kembali pada anfus –jiwa-jiwa-, namun pada hakikatnya ia menunjukkan pada badan-badan dan jasad-jasad manusia. Kerana yang mati adalah badan bukan ruh. Maka itu, Kematian adalah tidur yang panjang dan tidur adalah kematian sementara. Dengan kata lain, tiada bezanya antara kematian dan tidur cuma tidur adalah kematian yang tidak sempurna (naqish). Ertinya diizinkan sekali lagi bagi ruh untuk kembali pada badan.[9]
Di dalam ayat 60 dan 61 surah al-Waqiah dapat dijadikan contoh bahawa kematian adalah perpindahan dari satu kediaman ke kediaman yang lain, dan perubahan dari satu penciptaan kepada penciptaan yang lain dan bukan bermaksud kebinasaan dan ketiadaan.[10] Dan rumusannya dapat dikatakan bahawa kematian adalah kelahiran semula dan kedua.
Nabi Muhammad Saw dalam hal ini bersabda, "Kamu tidak diciptakan untuk kehancuran, bahkan kamu diciptakan untuk abadi, dan kematian hanyalah perpindahan dari satu kediaman ke kediaman yang lain"[11].
Imam Ali As juga menyifatkan kematian seperti berikut, iaitu: "Kematian adalah perpisahan dari kediaman yang binasa -dunia- dan pemergian ke kediaman abadi yang sentiasa ada –da'im- dan selama-lamanya -sarmadi-. Maka seorang berakal haruslah mempersiapkan diri sebagaimana yang seharusnya."[12]
Imam Husain As dalam penjelasannya yang indah menyamakan kematian kepada sebuah jembatan dan tempat lintasan dimana orang yang beriman dengan berperantarakannya dapat melewati berbagai penderitaan dan kesusahan kemudian memasuki syurga yang luas.[13]
Adapun berkait pertanyaan tentang apakah kematian itu dapat ditunda dan dilewatkan atau tidak? Dapat dikatakan bahawa dalam teks-teks Islam, ajal terbahagi dalam dua bentuk. [14] Al-Qur’an menyebutkan, Dia menentukan ajal. dan ajal yang pasti hanya ada pada sisi-Nya (dan hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya). (Qs. Al-An’am [6]:2).
Ertinya bahawa seorang manusia memiliki ajal yang tidak ditentukan[15] dan ajal musamma atau ajal yang telah ditetapkanyang ada di sisi Tuhan dan tidak mengalami perubahan. Bukti tentang perkara ini adalah pada kalimat [عنده] iaitu: “di sisi-Nya”. Dari sudut lain, [ما عندالله باق] -“maa indaLlâhu Bâqin”- iaitu: "apa yang ada di sisi Allah adalah kekal abadi.” (Qs. Al-Nahl [16]:96).
Dan inilah ajal mahtum –ajal yang pasti- yang telah disentuh di dalam ayat 49, surah Yunus, “Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) memajukan(nya).”
Namun harus diperhatikan bahawa hubungan antara ajal Musamma –ajal yang ditentukan- dengan ajal Ghairi Musamma –ajal yang tidak ditentukan- adalah hubungan mutlak Munajjaz (sesuatu yang telah pasti secara mutlak dan pasti terjadi) dengan Masyrut Mu'alak (kejadiannya bergantung kepada syarat-syarat tertentu). Maka itu, boleh jadi " Masyrut Mu'alak " tidak berlaku atas alasan syarat-syaratnya tidak lengkap, dan ini berbeza dengan " mutlak Munajjaz " (atau ajal Musamma) dimana tiada jalan untuk ia tidak wujud. Sekarang apabila perkara ini kita sertakan dengan ayat 39, surah al-Ra’ad yang bermaksud: Allah menghapuskan dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitâb (Lauh Mahfûzh). Maka kita dapat membuat kesimpulan bahawa ajal Musamma adalah sesuatu yang tersimpan dalam “Ummul Kitab” dan ajal Ghairi Musamma termaktub dalam “Lauh Mahw wa Itsbat” –lebaran yang dipadam dan yang ditetapkan-.
"Ummul Kitab"  dapat diterapkan pada perstiwa-peristiwa yang tetap di dunia luar. Ertinya, kejadian-kejadian yang bersandar pada sebab-sebab atau faktor-faktor umum yang mana akibatnya tidak akan menyalahi dari sebabnya (bermaksud apabila ada sebab pasti ada akibatnya dan perkara ini tidak akan menyalahi antara sebab dan akibat).
Adapun "lauh mahw wa itsbat"  adalah sesuatu yang dapat diterapkan atas kejadian-kejadian yang disandarkan pada sebab-sebab yang tidak lengkap (illat naqish) yang dapat kita namakan sebagai “tuntutan-tuntutan” dimana mungkin ia disertai dengan halangan-halangan atau terhalang akibat-akibatnya.
Oleh kerana itu, terkadang ajal Musamma -yang ditentukan- seiring dengan ajal  Ghairi Musamma –yang tidak ditentukan- dan terkadang ia bercanggah. Dan ajal yang pati terjadi adalah ajal Musamma.[16]
Bagaimanapun, ajal yang bergantung (mu'allaq) memiliki potensi untuk mengalami penundaan dan ia boleh tertunda atas sebab adanya halangan-halangan. Oleh yang demikian, apabila kita menyaksikan dalam banyak riwayat yang menyatakan bahawa dengan mengerjakan perbuatan dan amalan tertentu usia manusia akan bertambah, menunjukkan pada noktah ini bahawa perbuatan yang dimaksudkan menjadi penghalang untuk terlaksanakannya ajal yang bergantung itu.
Dalam sebuah riwayat menyebutkan bahawa: [یعیش الناس باحسانهم اکثر مما یعیشون باعمارهم و یموتون بذنوبهم اکثر مما یموتون بآجالهم] . iaitu: “segelintir orang yang hidup atas sebab perbuatan-perbuatan baik mereka lebih banyak daripada orang-orang yang hidup berdasarkan usianya tabi'inya. Dan segelintir orang –yang lain- yang mati kerana dosa-dosa mereka lebih banyak daripada orang-orang yang mati kerana ajalnya.”[17]
Kadang-kala dijelaskan bahawa bersedekah dapat mengatasi ajal yang bergantung –Ajal Mua'laq-[18] serta memanjangkan usia manusia. Dan pada waktu yang lain diperkenalkan bahawa silaturahmi sebagai penyebab panjangnya usia manusia.[19]
Untuk maklumat lebih lanjut dan informasi lebih banyak tentang panjangnya usia manusia, Anda dapat merujuk pada kitab yang berjudul, [ما یدفع الاجل المعلق] -Maa Yudfa’ al-Ajal al-Mu’allaq- iaitu : Sesuatu Yang Menolak Ajal Mu'allaq atau kitab [ما یزید فى العمر] -Maa Yazid fi al-‘Umr - (Sesuatu Yang Memanjangkan Usia)


[1]. Ibnu Sina, Risâlah al-Syifâ min Khauf al-Maut, hal. 340 – 345
[2]. Mulla Shadra, Asfar, jil. 9, hal. 238.
[3]. Allamah Thaba-thabai, Al-Mizân, jil. 14, hal. 286
[4]. (Iaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat.” (Qs. Nahl [16]: 32), Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir.” (Qs. Anfal (8)50, Dan Dia-lah yang menidurkanmu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkanmu pada siang hari. (Kondisi ini terus berlanjut hingga) ajal (mu) yang telah ditentukan tiba. (Qs. An’am [6]: 60), Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu ia tidur; lalu Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. (Qs. Zumar [35]:42)
[5]. Dalam surah al-An’am ayat 60 disebutkan bahawa “Huwaladzi yatawaffakum” (Dia-lah yang menidurkanmu di malam hari) , redaksi “kum” pada ayat ini adalah yang disebut sebagai aku atau dia dan senantiasa bersifat tetap.  
[6]. Majmu’e Âtsâr-e Syahid Muthahhari, jil. 2, hal. 503-111.
[7]. Abdullah Jawadi Amuli, Tafsir Maudhu’i al-Qur’an, jil. 3, hal. 388-397, dan jil. 2, hal. 497-509.
[8]. “Dan Dialah yang menciptakan kematiandan kehidupan.” (Qs. Al-Mulk [67]:2), lihat Payâm-e Qur’ân, jil. 5, hal. 430 dan seterusnya.
[9]. Ayatullah Makarim Syirazi, Payâm-e Qur’ân, jil. 5, hal. 433.
[10]. Allamah Thab-thabai, Al-Mizân, jil, 19, hal. 133 dan jil. 20, hal. 356.
[11]. Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 249.
[12]. Al-Maut mufariqatu darul fana wa irtihal ilaa dar al-baqa.” Dalam penjelasan lainnya, “Khudzu min mamarrikum li maqarrikum.” (Nahj al-Balagha, hal. 493), Dunia adalah tempat lintasan dan akhirat adalah tempat kediaman abadi, dan dikatakan (kepadanya), “Siapakah yang dapat menyelamatkan (dari kematian?” Dan dia yakin bahawa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan betis (kiri) bertaut dengan betis (kanan lantaran ia sedang menghadapi sakaratul maut). Pada saat itu, perjalanan semua kepada Tuhan-mulah.” (Qs. Al-Qiyamah [75]:26-30
[13]. Allamah Majlisi, Mizân , jil. 6, hal. 154. Ma’âni al-Akhbar, hal. 274. Mizân al-Hikmah, jil. 9, hal. 234.
[14]. Allamah Majlisi, Mizân , jil. 5, hal. 139
[15]. Nakare  (اجلاً) –ajilan- menunjukkan pada sesuatu yang tidak jelas.
[16]. Allamah Thaba-thabai, Mizân , jil. 7, hal. 8-10.
[17]. Muhammadi Reisyahri, Mizân al-Hikmah, jil. 1, hal. 30.
[18]. Muhammadi Reisyahri, Mizân al-Hikmah, bab 1464 dan 1467.
[19]. Muhammadi Reisyahri, Mizân al-Hikmah, jil. 6, hal. 549, bab. 2932




Kematian itu Indah

Jum'at, 4 Rabiul Awwal 1433 H / 27 Januari 2012 23:28

Kematian itu Indah
Ilustrasi - Kematian itu Indah
(Arrahmah.com) – Kematian itu Indah, bagi siapa saja yang meyakini Allah adalah Rabb semesta alam, para Nabi dan RasulNya, MalaikatNya, KitabNya, hari akhir, segala ketetapan Allah, mereka (muslimin) yang berjalan diatas kebaikan, sehinga kematian adalah waktu yang dinanti-nanti.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati melainkan dalam keadaan muslim (berserah diri)”. (QS. Ali Imran : 102)
Ada sebuah percakapan menarik antara seorang Ustadz dengan Jama’ahnya. Ustadz bertanya kepada Jama’ahnya, “apakah kalian ingin masuk surga?”
Semua Jama’ah menjawab dengan antusias, “Yaaa”.
Ustadz bertanya lagi, “Apakah kalian ingin mati hari ini?”
Tidak ada satupun yang menjawab, atau bahkan seorangpun tidak ingin mati.
Dengan tersenyum, Ustadz itu berkata, “Lalu bagaimana kita akan pergi ke surga, jika kita tidak pernah mati”. Ustadz melanjutkan dan bertanya, “Apakah kalian ingin saya berdo’a untuk panjangnya hidup kalian?”
Dengan antusias Jama’ah menjawab, “Yaaa”.
Ustadz bertanya lagi, “Berapa lama kalian ingin hidup? seratus tahun? dua ratus atau bahkan seribu tahun?”
Bahkan orang-orang yang berusia 80 tahun sudah tampak aneh, apalagi mereka yang berusia lebih dari seratus tahun.
Pertanyaan belum berakhir, Ustadz masih mengajukan pertanyaan, “Apakah kalian mencintai Allah?”
Jawaban para Jama’ah tentu saja “Yaa”.
Ustadz mengatakan, “Biasanya ketika seseorang jatuh cinta, dia akan selalu rindu untuk bertemu dengan kekasihnya, tidakkah kalian rindu untuk bertemu dengan Allah?”
Semua diam, tidak ada yang menjawab.
Kebanyakan dari kita merasa ngeri membicarakan kematian. Melupakan pembicaraan tentang itu, bahkan kita tidak berani membayangkannya. Hal itu karena kita tidak mempersiapkan untuk peristiwa setelah kematian (akhirat). Padahal, baik kita mempersiapkannya ataupun tidak, pasti kita akan melalui kematian. Siap atau siap, kematian dengan pasti akan datang menyambut kita. Daripada selalu mengelak, alangkah lebih baik mulai sekarang kita berusaha untuk mempersiapkannya diri-diri kita untuk menghadapi kematian.
“Tiap-tiap yang berJiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiyaa: 35)
“Di mana saja kamu berada, niscaya kematian akan menemukanmu, walaupun kamu bersembunyi di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa`: 78)
Esensi dari kehidupan manusia adalah sebuah perjalanan kembali menuju kepada Allah. Dalam perjalanan singkat ini, ada yang kembali dengan selamat, tetapi ada juga yang jatuh ke dalam neraka. Kebanyakan diantara kita terlalu sibuk dengan urusan dunia bahkan samapi ke titik bahwa dunia ini adalah kehidupan sebenarnya, lupa bahwasannya dunia ini hanyalah tempat singgah untuk mencari rumah sebenarnya (akhirat). Keindahan dunia membuat kebanyakan manusia terlena dan tertidur lelap menapaki jalan kehidupan ini.
Ketahuilah oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al- Hadid: 20)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah besabda bahwa orang yang paling cerdas adalah orang yang  selalu mengingat kematian, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat’.  (HR. Ibnu Majah).
Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari)
Dalam kata lain, orang yang paling cerdas adalah barangsiapa yang memiliki visi yang jauh ke depan. Dengan selalu mengingat visinya dan tujuan hidupnya, dia akan selalu bersemangat dalam setiap langkah yang ditapakinya. Visi hidup seorang muslim adalah untuk kembali dan bertemu dengan Allah. Karena itu dia merasa, saat kematian adalah saat yang paling indah karena dia kan segera bertemu dengan kekasih yang telah dia sangat rindukan.
Terkadang kita takut menghadapi kematian karena kematian akan memisahkan kita dengan orang-orang dan sesuatu yang kita cintai. Orang tua, suami/ istri, anak-anak, saudara-saudara, harta, ini menunjukkan bahwa kita mencintai mereka lebih daripada Allah. Jika kita benar-benar mencintai Allah, maka kematian itu seperti undangan yang penuh kasih dari Allah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang senang bertemu Allah, maka Allahpun senang untuk bertemu dengannya. Dan barangsiapa tidak senang bertemu Allah, maka Allah pun benci untuk bertemu dengannya”. ‘Aisyah bertanya,”Wahai Nabi Allah! Apakah (yang dimaksud) adalah benci kematian? Kita semua benci kematian?” Rasulullah menjawab,”Bukan seperti itu. Akan tetapi, seorang mukmin, apabila diberi kabar gembira tentang rahmat dan ridho Allah serta SurgaNya, maka ia akan senang bertemu Allah. Dan sesungguhnya, orang kafir, apabila diberi kabar tentang azab Allah dan kemurkaanNya, maka ia akan benci untuk bertemu Allah, dan Allahpun membenci bertemu dengannya”.
Meskipun demikian, kita tidak boleh meminta untuk mempercepat kematian kita, tidak membunuh diri tanpa alasan dan tujuan yang dibenarkan syair’at. Kematian yang sia-sia tanpa sebab yang jelas malah akan menjauhkan kita dari Allah. Bunuh diri tanpa alasan dan tujuan yang benar adalah salah satu bentuk keputusasaan dari rahmat Allah, menginginkan untuk segera menemui ajal hanya karena kesulitan dunia menandakan bahwa kita ingin melarikan diri dari kenyataan hidup.
“Tidak boleh salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian, tidak juga berdoa agar segera mati sebelum kematian itu menjemputnya. Ketahuilah, sesungguhnya apabila salah seorang di antara kalian meninggal, terputuslah amalnya. Sesungguhnya seorang Mukmin tidak bertambah umurnya kecuali hal itu akan menjadi baik baginya”. (HR Muslim)
Kematian yang baik adalah mati dalam upaya untuk membawa kebaikan bagi kehidupan, mati dalam upaya untuk mewujudkan cita-cita terbesar, yaitu untuk perdamaian dan kesejahteraan ummat manusia, sebagaimana para Nabi terdahulu dan Rasulullah shalallahu’alaihi wa salam serta para sahabatnya dan para pengikut Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam yang telah syahid di jalan Allah.
Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke istana-istana yang baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Ash-Shaff: 12)
Akhirnya, orang-orang yang diselamatkan (masuk surga) adalah mereka yang menyadari bahwa semua kekuasaan dan kekayaan adalah sarana untuk kembali kepada Allah. Tubuh mereka mungkin bermandikan darah, keringat, dibanjiri air mata, bekerja keras untuk menaklukkan dunia tetapi hati mereka tetap terikat untuk yang dicintai, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal yang terpenting adalah, bagaimana kita dapat berusaha keras, berpikir cerdas dan memiliki hati yang tulus.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka adalah surga Firdaus menjadi tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin berpindah dari padanya.” (QS. Al Kahfi: 107-108)
Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. ” (QS. Al Muthaffifin: 26)
Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung kepada niat, dan setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai niatnya.”(HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’am..
Wahai Pemilik Semesta Alam, ajari kami bagaimana untuk menaklukkan dunia, bukannya tunduk kepada dunia. Ketika gemerlap dunia menyilaukan pandangan kami, ketika limpahan permata dunia menggetarkan hati kami, ingatkan kami Ya Allah! ingatkan bahwa RidhoMu dan kasih sayangMu lebih besar daripada dunia yang fana yang akan kami tinggalkan pada waktu yang Engkau tetapkan, Ya Allah teguhkan kaki-kaki kami dalam menapaki perjuangan di jalanMu sehingga Engkau Ridho kepada kami dan memasukkan kami ke surgaMu yang tertinggi dimana kami dapat melihat wajahMu yang Maha Indah, Aamiin.

(siraaj/arrahmah.com)

DAHSYATNYA PROSES KEMATIAN (penting untuk dibaca dan dihayati)

بسم الله الرحمن الرحيم
Sahabat Qur'ani betapa pedihnya kematian,   
“Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”. (Imam Ghozali mengutip atsar Al- Hasan)

Kita semua tahu sesungguhnya dunia ini fana,semua yang ada didalamnya akan binasa.......
Bahkan dunia yang selama ini kita bangga - banggakan tidak akan bisa memberikan pertolongan pada kita ketika ajal menjemput kita.

Sesaat sebelum mati kita akan merasakan jantung berhenti berdetak, nafas tertahan dan badan bergetar. akan terasa dingin di telinga. Darah berubah menjadi asam dan tenggorokan berkontraksi.

0 Menit
Kematian secara medis terjadi ketika otak kehabisan supply oksigen.

1 Menit
Darah berubah warna dan otot kehilangan kontraksi, isi kantung kemih keluar tanpa izin.

3 Menit
Sel-sel otak pun tewas secara masal. Saat ini otak benar-benar berhenti berpikir.

4 - 5 Menit
Pupil mata membesar dan berselaput. Bola mata mengkerut karena kehilangan tekanan darah.

7 - 9 Menit
Pada saat itu penghubung ke otak mulai mati.

1 - 4 Jam
Rigor Mortis(Fase Dimana keseluruhan otot di tubuh menjadi kaku) membuat otot kaku dan rambut berdiri, kesannya rambut tetap tumbuh setelah mati.

4 - 6 Jam
Rigor Mortis pun Terus beraksi. Darah yang berkumpul lalu mati dan warna kulit menghitam.

6 Jam
Otot masih berkontraksi. Proses penghancuran, seperti efek alkohol masih berjalan.

8 Jam
Suhu tubuh langsung menurun drastis.

24 - 72 Jam
Isi perut membusuk oleh mikroba dan pankreas mulai mencerna dirinya sendiri.

36 - 48 Jam
Rigor Mortis Berhenti, Tubuh anda selentur penari balerina.

3 - 5 Hari
Pembusukan mengakibatkan luka skala besar, darah menetes keluar dari mulut dan hidung.

8 - 10 Hari
Warna tubuh berubah dari hijau ke merah sejalan dengan membusuknya darah.

Beberapa Minggu
Rambut, Kuku, Dan Gigi dengan mudahnya terlepas.

Satu Bulan
Kulit kita pun mulai mencair.

Satu Tahun
Selain tulang-belulang tidak ada lagi yang tersisa dari tubuh.........
_______________________

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَ إِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَ تَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Wahai Tuhan kami! Kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. al-A’raf: 23)

Ya Alloh ampunilah dosa dosa kami semua..............
jadikanlah akhir hayat kami husnul khotimah......
tempatkankanlah kami sebaik - baiknya tempat.
amin  ya rabbal 'alamin.......


Tiada ulasan:

Catat Ulasan