Isnin, 26 Januari 2015

PERINGATAN BAGI SUAMI SELALU KELUAR KERJA ATAU KELUAR BERDAKWAH HINGGA SETAHUN


Berapa Lama Suami Boleh Bepergian Meninggalkan Istrinya?

ilustrasi suami bepergian - courtesy Film Merantau 2009
ilustrasi suami bepergian – courtesy Film Merantau 2009
Assalamu’alaikum…
Wahai Syaikh, berapa lamakah seorang suami boleh bepergian meninggalkan istrinya? Misalnya ia pergi ke luar negeri untuk bekerja? Memang sebagai istri kita suka suami sukses dan mendapatkan ekonomi yang lebih baik untuk masa depan keluarga, namun istri juga butuh nafkah batin…
Wa’alaikum salam warahmatullah
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ المُصْطَفَى وَ عَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدًا
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Pertanyaan ini sangat penting di zaman yang sering kali orang mengabaikan agamanya dan pada saat yang sama mengabaikan kewajiban-kewajibannya.
Hal mendasar yang perlu dipahami adalah, pernikahan bukanlah sekedar menyatukan dua insan untuk eksis dan berdaya secara finansial. Lebih dari itu, tujuan pernikahan dalam Islam adalah terealisasinya ketenangan, cinta dan kasih sayang bagi pasangan suami istri. Lebih tepatnya: sakinah, mawaddah wa rahmah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar Rum : 21)
Salah satu hal yang membuat suami istri tenang, tenteram, adalah ketika kebutuhan biologisnya terpenuhi. Hal ini tidak dapat dipenuhi selain dengan pernikahan. Karenanya, kebersamaan suami istri dalam rangka menunaikan hak dan kewajibannya, termasuk hak dan kewajiban biologis ini, menjadi niscaya. Kalaupun suami istri berpisah karena alasan tertentu, khususnya dalam rangka bekerja, harus ada waktu-waktu tertentu untuk bertemu dan menunaikan hak kewajibannya masing-masing.
Sampai berapa lamakah maksimal waktu itu? Profesor Fiqih Universitas Al Azhar Syaikh Dr Su’ad Shalih mengatakan, “Batas maksimum suami diperbolehkan berada jauh dari istrinya adalah empat bulan, atau enam bulan menurut pendapat para ulama Hanbali. Ini adalah periode maksimum seorang wanita dapat bertahan pemisahan dari suaminya.”
Syaikh Su’ad menambahkan, suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khattab berkeliling Madinah beliau mendengar seorang wanita bersyair:
Malam ini panjang, berselimut dingin dan kegelapan;
Saya tidur sendiri tanpa teman
Demi Allah, seandainya bukan karena takut kepada-Nya
Niscaya ranjang itu sudah bergoyang
Setelah menyelidiki, Umar menemukan bahwa suami wanita tersebut telah ditugaskan di kelompok militer untuk waktu yang lama. Umar kemudian bertanya putrinya, Hafsah, janda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berapa lama seorang perempuan dapat bertahan ditinggal pergi suaminya?”
“Empat bulan,” jawab Hafshah.
Lantas Umar pun memutuskan bahwa ia tidak akan mengirim pria yang sudah menikah jauh dari istrinya untuk jangka waktu lebih dari empat bulan.
Syaikh Su’ad mengecualikan untuk istri yang merelakan suaminya pergi lebih dari empat bulan. Menurutnya, asalkan istri merelakannya dan merelakan hak tersebut, maka sah-sah saja suami pergi lebih lama dari empat bulan.
Sementara itu, Mufti Ibrahim Desai menambahkan, “Seseorang yang sudah menikah bisa tinggal jauh dari istrinya selama periode yang disepakati bersama. Namun, jika istri tidak senang suaminya lama pergi jauh darinya, maka suami harus bertemu istrinya setidaknya sekali setiap empat bulan.
Wallahu a’lam bish shawab. [onislam.net/keluargacinta.com] 

Bentuk Laki-laki Dayuts di Zaman Modern


ilustrasi - Flickr
ilustrasi – Flickr
Rasulullah mensabdakan, ada tiga orang yang tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat. Salah satunya adalah dayuts, yaitu laki-laki yang tidak punya rasa cemburu terhadap istrinya. Perbuatannya disebut diyatsah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلَاثَةٌ لَا يَنْظُرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: الْعَاقُّ لِوَالِدَيْهِ، وَالْمَرْأَةُ الْمُتَرَجِّلَةُ، وَالدَّيُّوثُ
“Ada tiga orang yang tidak akan dilihat Allah pada hari kiamat: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang meniru gaya laki-laki, dan dayuts.” (HR. An Nasa’i dan Ahmad)
Menurut Kamus Al Misbah, dayuts adalah laki-laki yang tidak memiliki rasa cemburu terhadap istrinya.
Bagaimana bentuk perbuatan diyatsah atau sikap laki-laki dayyuts di zaman modern? Berikut ini contoh dan tingkatannya:

Membiarkan istrinya tidak menutup aurat

Menutup aurat adalah wajib. Tidak ada satu pun ulama yang mengingkari kewajiban menutup aurat. Sedangkan aurat wanita menurut jumhur ulama adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangan. Persis sama dengan yang wajib ditutup saat shalat.
Termasuk aurat adalah rambut. Maka menutup rambut dengan kerudung, jilbab atau apapun namanya adalah wajib bagi muslimah. Jika ada laki-laki yang membiarkan istriya tidak berjilbab, tidak menutup aurat, maka ia termasuk berbuat diyatsah.
Ada pula laki-laki yang membiarkan istrinya bukan hanya tidak berjilbab, tetapi juga membuka sebagian anggota tubuhnya dengan memakai t-shirt, tank top, rok pendek, hot pan, dan sejenisnya. Yang membuka banyak aurat dan memancing syahwat laki-laki. Laki-laki seperti ini, ia semakin dekat dengan status dayyuts.

Menyuruh istrinya membuka aurat

Membiarkan istri membuka aurat adalah perbuatan diyatsah. Laki-laki yang membiarkan istrinya tidak berjilbab berarti telah berbuat diyatsah. Apalagi jika laki-laki itu malah menyuruh istrinya melepas jilbab, berarti ia semakin dekat dengan dayyuts.
Tingkatan yang lebih parah, jika laki-laki menyuruh istrinya memakai pakaian yang memperlihatkan lebih banyak auratnya hingga semakin memancing syahwat laki-laki lain.

Membiarkan istrinya pamer aurat di internet & media sosial

Jika membiarkan istri membuka aurat di sekitar rumah, maka yang melihat adalah tetangga dan orang-orang terbatas di sekitarnya. Tetapi begitu seorang wanita membuka auratnya dan dipamerkan di internet atau media sosial, maka seluruh dunia bisa menikmatinya. Maka laki-laki yang membiarkan istrinya berbuat demikian, maka dia termasuk laki-laki dayyuts. Tidakkah ia cemburu dengan istrinya yang auratnya dipelototi jutaan orang?

Membiarkan istrinya ikhtilath

Termasuk bentuk sikap laki-laki dayyuts di zaman modern adalah membiarkan istrinya melakukan ikhtilath dan tidak timbul kecemburuan sama sekali di hatinya, tidak pula ia mencoba melarang dan menasehatinya.
Umumnya, ini terjadi pada wanita yang telah membuka aurat kemudian bergabung dengan komunitas-komunitas antar-jenis baik karena ikatan hobi atau pertemanan. Cirinya, pada komunitas itu hubungan laki-laki dan perempuan tidak dijaga dengan baik sehingga memungkinkan saling pandang, saling mencandai, hingga bersentuhan fisik dan cipika cipiki.

Mengeksploitasi istrinya

Ada pula yang karena motif ekonomi, laki-laki mengeksploitasi istrinya melakukan pekerjaan yang membuatnya membuka aurat, melakukan ikhtilath dan memancing syahwat. Misalnya menyuruh istrinya menjadi penyanyi dan penari. Sehingga istrinya menghibur laki-laki lain, bergoyang di depan umum, dan sejenisnya.

Membiarkan istrinya (mendekati) zina

Yang paling parah dari tingkatan dayyuts adalah laki-laki yang membiarkan istrinya berzina. Mungkin tidak secara langsung membiarkannya berzina di depan mata. Tetapi dengan cara membiarkan istrinya bebas bergaul dengan laki-laki lain, mojok, dugem, pergi ke tempat-tempat maksiat dan sebagainya yang kemudian menjadi sarana dan ‘jalan’ bagi istrinya berbuat zina. Na’udzu billah.
Semoga kita dijauhkan Allah dari perbuatan diyatsah dan dijauhkan Allah dari status laki-laki dayyuts. [Muchlisin BK/keluargacinta.com]

Meskipun Bertengkar, Jangan Ucapkan 3 Hal Ini pada Pasangan Hidup Anda

Suami merayu istri marah – ilustrasi hijapedia.com
Suami merayu istri marah – ilustrasi hijapedia.com
Kehidupan suami istri dalam sebuah keluarga bukanlah kehidupan surga yang hanya berisi kenikmatan dan suka cita. Seromantis apapun suami istri, sesakinah apapun keluarga, suatu saat pasti ada masalahnya. Kadang suami istri berselisih dalam satu hal, atau ‘bertengkar’.
Perselisihan atau ‘pertengkaran’ yang sesekali terjadi pada suami istri bukanlah hal yang fatal. Sepanjang bisa mengendalikan diri dan mengontrol kata-kata. Nah, agar perselisihan atau ‘pertengkaran’ tidak berkepanjangan, tidak membawa luka mendalam serta tidak merusak hubungan cinta dan kasih sayang, suami istri perlu menghindari tiga ucapan ini:

Ancaman

Suami istri harus menghindari kata-kata yang bernada ancaman. Sebab ancaman hanya makin menyulut kemarahan pasangan hidup kita dan masalah berkepanjangan. Kalaupun ancaman meredakan masalah secara temporer, ia membekaskan kekhawatiran di jiwa pasangan hidup kita.
Kata-kata seperti “Awas, kalau kamu tidak berubah, aku akan pergi dari rumah ini” atau “Jika kamu mengulangi hal itu lagi, aku akan mengusirmu dari rumah ini” harus dihindari. Betapa banyaknya keluarga yang berantakan setelah suami mengeluarkan ancaman semacam ini, kemudian istrinya menjawabnya dengan ancaman pula. “Oke, kalau begitu aku akan pulang ke rumah orangtuaku.”
Yang lebih berbahaya, jika suami mengancam dengan menggunakan kata “cerai.” Seperti kalimat: “Kalau begini caranya, aku akan menceraikanmu.”
Rasulullah mengingatkan tentang kata-kata cerai ini.
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
“Tiga perkara yang serius dan bercandanya sama-sama dianggap serius, yakni nikah, talak dan rujuk” (HR. Abu Daud)
Imam Nawawi menjelaskan, “Orang yang mentalak dalam keadaan ridha, marah, serius maupun bercanda, talaknya tetap jatuh”

Ungkapan kebencian

Meskipun sedang marah atau ‘bertengkar’ dengan pasangan, hindari kata-kata “Aku benci kamu.” Sebab, disadari atau tidak, kata-kata ungkapan kebencian ini bisa sangat membekas di hati pasangan hidup, khususnya ketika diucapkan oleh seorang suami kepada istrinya. Sang istri akan merasa bahwa suaminya sudah tak lagi mencintainya. Dan ini berbahaya bagi kehidupan pernikahannya.
Bahkan, bekas sayatan hati karena ungkapan benci ini akan terus terbawa dalam benak istri meskipun kemarahan sudah mereda, pertengkaran sudah selesai, dan permalasahan sudah teratasi. Salah satu tandanya, ketika ada hal yang tak diinginkan dari suami, istri teringat kembali akan kata-kata itu. Para suami perlu menyadari bahwa wanita adalah makhluk perasa. Sensitif perasaannya.

“Selalu” dan “Tidak Pernah”

Kata-kata ini juga perlu dihindari. “Selalu” dan “tidak pernah.” Misalnya ketika suami istri bertengkar gara-gara anaknya yang masih SD terlambat sekolah. “Ini gara-gara kamu, kamu selalu terlambat menyiapkan sarapan,” kata suami. Padahal, dalam satu pekan atau satu bulan, baru kali itu sang istri terlambat menyiapkan sarapan. Itu pun karena dirinya tidak enak badan.
Sedangkan penggunaan kata “tidak pernah” umumnya lebih sering dipakai wanita. Ketika marah kepada suaminya, ia mengatakan “Engkau tidak pernah membahagiakanku”, “Kau tidak pernah memberiku nafkah yang layak” dan seterusnya.
Kata-kata “tidak pernah” ini merupakan bentuk pengingkaran atas kebaikan pasangan hidup kita. Dan karena ini banyak digunakan wanita, inilah yang menyebabkan kebanyakan penghuni neraka adalah
wanita. Sebagaimana sabda Rasulullah:
وَرَأَيْتُ النَّارَ فَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ مَنْظَرًا قَطُّ وَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا النِّسَاءَ. قَالُوا: لِمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: بِكُفْرِهِنَّ. قِيْلَ: يَكْفُرْنَ بِاللهِ؟ قَالَ: يَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ وَيَكْفُرْنَ اْلإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلىَ إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Dan aku melihat neraka. Aku belum pernah sama sekali melihat pemandangan seperti hari itu. Aku lihat ternyata mayoritas penghuninya adalah para wanita.” Mereka bertanya, “Mengapa para wanita menjadi mayoritas penghuni neraka, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Disebabkan kekufuran mereka.” Ada yang bertanya kepada beliau, “Apakah para wanita itu kufur kepada Allah?” Beliau menjawab, “(Tidak, melainkan) mereka kufur kepada suami dan mengkufuri kebaikan (suami). Seandainya engkau berbuat baik kepada salah seorang istri kalian pada suatu waktu, kemudian suatu saat ia melihat darimu ada sesuatu (yang tidak berkenan di hatinya) niscaya ia akan berkata, ‘Aku sama sekali tidak pernah melihat kebaikan darimu’.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/keluargacinta.com]



10 Hal yang Paling Diharapkan Istri dari Suaminya

suami istri romantis – ilustrasi © wanitadara.com
suami istri romantis – ilustrasi © wanitadara.com
Terkadang, suami tidak peka bahwa istrinya mengharapkan banyak hal darinya. Sementara sang istri kadang ‘canggung’ untuk mengungkapkan apa yang ia harapkan dari suaminya.
Nah, agar suami istri makin harmonis hingga terbentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah, para suami perlu mengetahui bahwa 10 hal yang paling diharapkan istri darinya. Bagi para istri, Anda bisa mengoreksi poin-poin ini, dan bisa pula menambahkan daftar berikutnya yang lebih sesuai dengan kondisi Anda.

Kasih sayang

Hal yang paling diharapkan istri dari suami adalah kasih sayang. Istri ingin dicintai dan dikasihi, istri ingin disayang. Banyak suami sebenarnya telah mencintai istrinya dengan tulus dan setia. Namun karena perbedaan cara mengungkapkan cinta antara pria dan wanita, cinta yang tulus dan setia itu belum dirasakan sepenuhnya.
Suami merasa bahwa ia bekerja keras mencari nafkah –bahkan hingga pulang larut malam—adalah pernyataan cintanya pada istri. Sementara istri mengharapkan suami menyatakan cintanya secara verbal, semacam “aku cinta kamu”, ketika pergi keluar kota atau lembur kerja menelepon atau kirim SMS/BBM/WA yang menyatakan ia rindu, sering mengecup keningnya, mengandeng tangan, memeluk mesra, mencium dan sebagainya.

Perhatian

Cinta adalah memberi. Pemberian cinta yang pertama adalah perhatian. Demikian kira-kira Anis Matta dalam buku Serial Cinta.
Istri sangat mengharapkan perhatian dari suaminya. Saat penampilannya berubah –sesungguhnya ia sedang mempercantik diri untuk membahagiakan suami—ia sangat suka jika suaminya meresponnya dengan positif. Saat ia terlihat lelah, ia suka jika suaminya memijitnya, minimal menanyakan mengapa terlihat lelah. Apalagi jika istri sedang sakit atau menghadapi masalah. Respon suami adalah bentuk perhatian yang disukai sekaligus diharapkan istri.

Pengertian

Istri manapun pasti berharap suaminya pengertian. Dalam arti, pertama-tama, sang suami menerima dan mencintainya apa adanya. Selanjutnya, baru sang suami mentarbiyahnya, mengajaknya tumbuh bersama.
Harapan ini mulai dari hal-hal yang cukup mendasar hingga hal-hal yang masuk dalam kategori selera. Misalnya istri berasal dari daerah pantai. Tentu sebagai orang pantai ia terbiasa bicara keras untuk melawan ombak. Saat suami menjadikannya istri, ia harus pengertian dengan kondisi ini. Tidak langsung mencela istrinya sebagai wanita kasar atau kurang sopan. Sambil, secara bertahap suami memahamkan bahwa kini mereka tinggal di kota, misalnya, volume bicara perlu disesuaikan.
Contoh pengertian dalam hal selera adalah makanan. Misalnya istri suka makan pedas dan terbiasa masak pedas. Sedangkan suami tidak suka makan pedas. Maka tidak bijaksana jika suami memaksa istrinya langsung berubah selera. Istri lebih suka jika suaminya pengertian, mengatakannya dengan lemah lembut dn mensiasati misalnya sambal disendirikan, atau jika tidak memungkinkan dibuat dua versi masakan berbeda.

Jadi Imam

Ar rijaalu qawwaamuuna ‘alan nisaa’. Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita. Firman Allah ini pasti disadari betul oleh setiap wanita yang beriman. Sekaligus merupakan fitrah wanita mengharapkan suaminya menjadi pemimpin, menjadi imam dalam keluarga.
Suami sebagai imam yang diharapkan istri dalam rumah tangganya, bukan sekedar kepala keluarga yang bertanggungjawab atas nafkah. Tetapi lebih dari itu, ia bisa memimpin dan mengarahkan istri dan anak-anak menjadi lebih baik. Ia bisa mengingatkan istrinya saat istri salah, bisa memotivasi istrinya saat istri merasa lemah, dan juga bisa menjadi teladan bagi istri dan anak-anak.

Apresiasi

Istri mengharapkan apresiasi dari suaminya; atas apa yang ia lakukan, atas apa prestasi yang ia capai, bahkan atas ide-ide dan pemikirannya. Apresiasi itu bentuknya bisa bermacam-macam. Mulai dari ucapan terima kasih, memujinya, hingga memberinya hadiah.
Misalnya istri telah berdanda sedemikian rupa di malam hari. Suami perlu mengapresiasinya dengan memuji istrinya. Jangan sampai ia telah berhias cantik di malam hari, lalu sang suami cuek begitu saja. Tanpa kata tanpa aksi langsung meninggalkannya ke alam mimpi.
Pun saat anak-anak meraih prestasi tertentu; hafalan bertambah, lebih mandiri, hingga prestasi akademik. Sesungguhnya semua itu tak lepas dari peran istri. Maka berterima kasih padanya atau memujinya akan membuat dirinya bahagia.

Waktu berkualitas

Istri tidak hanya butuh nafkah dhahir berupa materi. Yang lebih dibutuhkan istri adalah waktu berkualitas. Apa artinya uang banyak, harta berlimpah, tetapi suami jarang di rumah. Ia habiskan waktunya mencari materi, sementara istri merasa menjadi janda meskipun suaminya masih ada dan anak-anak merasa yatim meskipun ayah mereka masih ada. Sebabnya karena kehadiran suami secara psikologis tidak didapatkan istri. Kehadiran ayah secara psikologi tidak dirasakan oleh anak-anak.

Saling membantu

Wanita memang memiliki kemampuan yang luar biasa; multitasking. Ini salah satu perbedaan pria dan wanita. Namun, jika semua pekerjaan diserahkan kepada istri, tentu istri sangat terbebani. Ia berharap suaminya juga membantunya. Terlebih, jika mereka memang hidup tanpa pembantu/khadimat. Misalnya istri yang menyapu, suami yang mengepel. Istri yang mengajari anak belajar bahasa Indonesia, suami yang mengajari matematika.

Mendukung dan membela istri

Istri, berapapun usianya, pasti memiliki keinginan. Memiliki cita-cita. Ingin berkembang. Ingin lebih baik. Asalkan keinginan dan cita-cita itu baik, suami perlu mendukungnya.
Pun saat istri menghadapi tantangan atau masalah. Dukungan suami sangat diharapkan. Terlebih saat hamil atau persalinan, suami perlu mendukungnya agar istrinya kuat dan kokoh. Saat ada masalah, suami harus mendukung dan membelanya

Nafkah biologis

Kebutuhan yang hanya bisa dipenuhi melalui pernikahan ini mutlak diharapkan oleh istri, khususnya ketika usianya masih muda; belum menopouse. Terkadang karena kesibukan, suami menjadi jarang memberikan nafkah biologis kepada istrinya. Padahal, nafkah ini dalam kondisi umum perlu dinikmati bersama empat hari sekali (diqiyaskan dengan satu suami memiliki empat istri). Pada pasangan monogami di usia muda, intensitas normalnya sepekan tiga sampai empat kali. Tentu dengan kualitas yang baik pula.

Momen spesial

Istri sangat suka jika suaminya mengingat momen-momen penting. Ia menjadi merasa dihargai dan disayang. Misalnya tanggal pernikahan, tanggal lahir istri, tanggal lahir anak, dan sebagainya. Saat suami memberikan hadiah surprise di momen-momen istimewa, istri pasti merasa sang suami sangat perhatian dan cinta padanya. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com]


4 Nasehat Nabi untuk Para Suami

ilustrasi suami romantis © pinterest.com/aliyyahyasmeen
ilustrasi suami romantis © pinterest.com/aliyyahyasmeen
Empat nasehat ini dikutip Syaikh Fuad Shalih dalam bukunya Liman Yuriidu Az Ziwaaj wa Tazawuj. Sebagai ulama dan penulis buku pernikahan, beliau merasa perlu mencantumkan hadits ini agar para suami berbenah diri; tidak hanya menuntut istri mempersembahkan yang terbaik bagi dirinya, tetapi juga ia mempersembahkan yang terbaik untuk istrinya.
Empat nasehat ini secara khusus mengajarkan suami untuk berpenampilan menarik di rumah. Syaikh Fuad Shalih mengatakan:
Hal ini diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Cucilah bajumu, rapikan rambutmu, gosoklah gigimu, dan berhiaslah untuk istrimu.”

Cucilah Bajumu

Nasehat pertama ini memiliki dua dimensi. Dimensi pertama ada pada proses. Dimensi kedua terletak pada hasilnya.
Sebagai sebuah proses, “cucilah bajumu” berarti berbagi dengan istri dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan domestik, khususnya bagi keluarga yang tidak memiliki khadimat. Mencuci baju tidak dibebankan kepada istri saja, melainkan suami juga melakukannya. Baik mencuci dengan tangan maupun dengan mesin cuci. Konsep berbagi peran inilah yang diteladankan oleh Rasulullah. Kendati beliau adalah Nabi, pemimpin negara, qiyadah dakwah dan panglima perang, beliau menyempatkan diri untuk membantu istri-istrinya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.
Ditinjau dari dimensi hasil, “cucilah bajumu” membuat suami tampil dengan pakaian rapi di depan istrinya. Tidak kusut. Tidak menyebalkan.
Mungkin sebagian suami tidak merasa perlu tampil rapi di hadapan suaminya, terkebih ketika malam tiba. Namun, jika ia menuntut istrinya tampil prima di depannya, mengapa ia tidak menuntut dirinya melakukan hal yang sama? Bukankah Islam menjunjung keadilan? Kita para suami kadang belum juga mengerti bahwa wanita itu tidak selalu mencurahkan perasaannya kepada suami. Ia kadang menyimpannya di hati dan berusaha menyabarkan diri. Saat kita para suami dengan mudah mengatakan “Pakaialah baju yang indah”, para istri hanya menahan sabar melihat kita menghampirinya dengan baju berbau. Mari kita berusaha berubah. Menjadi suami yang lebih rapi di depan istri.

Rapikan rambutmu

Ketika berangkat kerja, ketika pergi ke kantor, ketika hendak syuro, ketika mau mengisi pengajian, kita para lelaki yang katanya tidak suka dandan, minimal merapikan rambut. Lalu saat hanya berdua dengan istri, mengapa kita tidak melakukan hal serupa? Bukankah jika begitu kita lebih mengutamakan orang lain daripada istri kita sendiri? Padahal rekan-rekan kerjanya tidak memasakkannya. Teman-temannya juga tak bisa merawatnya ketika ia sakit. Yang setia menemani, yang setia merawat adalah istri. Dan tidak ada orang lain yang bisa menghangatkannya di kala kedinginan kecuali istrinya sendiri. Lalu mengapa kita sebagai suami justru tak bisa tampil rapi saat bersamanya?

Gosoklah gigimu

Bau mulut adalah satu hal yang mengganggu komunikasi dan menjadi pembatas kedekatan. Ketika seorang suami tak suka istrinya mengeluarkan bau saat ia berbicara, demikian pula istri sebenarnya tak suka jika suaminya menghampirinya dengan bau yang tak sedap.
Adalah junjungan kita yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, setiap akan masuk rumah, beliau bersiwak terlebih dahulu. Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Bunda Aisyah menjadi saksi kebiasaan Rasulullah ini. Ketika ditanya, “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab: ”Bersiwak”.
Maka sungguh nasehat ini harus dikerjakan oleh para suami. Hendaklah ia rajin bersiwak atau menggosok giginya. Jika berduaan dengan istri, pastikan sudah gosok gigi. Pastikan tak ada bau yang mengganggu. Hingga curhat pun menjadi mengasyikkan. Hingga berduaan pun jadi penuh kemesraan.
Dan lebih dari itu, menggosok gigi atau bersiwak mendatangkan dua kebaikan. Kebersihan dan kesehatan mulut, serta mendatangkan keridhaan Tuhan. “Bersiwak itu membersihkan mulut dan membuat Tuhan ridha” (HR. Al Baihaqi dan An Nasa’i)

Berhiaslah untuk istrimu

Para sahabat Nabi adalah suami-suami yang terdepan dalam mengamalkan nasehat ini. Ibnu Abbas mengatakan, “Aku suka berhias untuk istriku sebagaimana aku suka istriku berhias untukku”
Mengapa demikian, karena Ibnu Abbas yakin, “Sesungguhnya berhiasnya suami di hadapan istrinya akan membantu istri menundukkan pandangannya dari melihat laki-laki selain suaminya. Berhiasnya suami di hadapan istrinya juga makin mendekatkan hati keduanya.”
Jika para sahabat yang sibuk berdakwah dan berjihad tidak lalai berhias untuk istrinya, bagaimana dengan kita? Semoga bisa meneladani mereka. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com]


3 Kriteria Wanita Baik Hati dan Membahagiakan Menurut Nabi

ilustrasi istri membahagiakan suami © scanfree.org
ilustrasi istri membahagiakan suami © scanfree.org
Setiap laki-laki yang belum menikah pasti menginginkan istrinya kelak adalah wanita baik hati dan membahagiakan. Bagaimana kriterianya? Dalam bab pernikahan, ada tiga kriteria wanita baik hati menurut Nabi. Kriteria ini juga perlu diketahui oleh muslimah untuk memperbaiki dirinya sehingga layak disebut Rasulullah sebagai wanita baik hati.
إِنَّ مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَيْسِيرَ خِطْبَتِهَا وَتَيْسِيرَ صَدَاقِهَا وَتَيْسِيرَ رَحِمِهَا
“Diantara tanda wanita yang baik hati dan membahagiakan adalah mudah khitbahnya, mudah maharnya, dan mudah rahimnya” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban)

Mudah Khitbahnya

Ada kalanya wanita sangat sulit dikhitbah. Meskipun sudah datang lelaki shalih dan hatinya condong kepadanya, ia menyulitkan laki-laki tersebut untuk mengkhitbahnya karena mensyaratkan begini dan begitu. Mensyaratkan membawa ini dan membawa itu.
Umumnya, wanita yang menyulitkan khitbah ini karena keluarganya memiliki ‘SOP’ yang rumit terkait khitbah dan nikah. Memilih hari berdasarkan perhitungan ‘hari baik – hari nahas’ termasuk bagian dari menyulitkan khitbah. Mensyaratkan materi mahal dan tata cara rumit juga termasuk bagian dari menyulitkan khitbah.
Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu punya cara bagaimana mengetahui wanita yang mudah dikhitbah. Ia cukup mengatakan, ”Aku Bilal bin Rabah. Seorang sahabat Rasulullah. Dulu aku orang yang sesat, tetapi Allah telah menuntunku. Dahulu aku seorang budak dari Habasyah, tetapi Allah telah membebaskanku. Kedatanganku ke sini ingin melamar… Jika lamaranku diterima aku akan katakan Alhamdulillah, tetapi jika lamaranku ditolak, aku akan mengatakan Allahu Akbar!”

Mudah Maharnya

Kriteria kedua adalah mudah maharnya. Meskipun Islam memuliakan wanita dengan menyerahkan mahar kepadanya serta tidak membatasi jumlah maharnya, banyak contoh dari generasi pertama umat ini betapa mereka memudahkan mahar. Ada diantara mereka yang maharnya baju besi, ada pernikahan dengan mahar sepasang sandal, cincin besi, ada pula yang maharnya membaca Al Qur’an. (baca: Mahar Unik di Zaman Nabi)
Di negeri kita, urusan mahar umumnya mudah. Banyak pengantin yang maharnya seperangkat alat shalat meliputi mukena, sajadah dan sejenisnya. Namun ada pula yang meminta mahar yang menyulitkan; bisa karena jumlahnya yang sangat besar, atau jumlahnya yang membuat calon suami kerepotan. Misalnya nikahnya pada tanggal 22 November 2014, ia meminta mahar uang sejumlah Rp 22.112.014,-
Mudahnya mahar ini juga mengundang keberkahan tersendiri. Sebagaiamana disebutkan pada hadits lain yang dicantumkan Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah bahwa pernikahan yang besar keberkahannya adalah yang paling murah maharnya.

Mudah rahimnya

Mudah rahimnya maksudnya adalah subur, mudah hamil dan melahirkan. Jika dua kriteria sebelumnya mudah dilihat dan membuat calon suami bahagia sejak awal, kriteria ketiga ini sulit dilihat dan pengaruhnya pada kebahagiaan setelah pernikahan berjalan sekian lama.
Jika dua kriteria sebelumnya merupakan sikap wanita yang bisa dituntut untuk menjadi seperti itu, kriteria ketiga ini laksana ‘misteri’ dan seorang wanita tidak berdosa jika tidak berhasil memenuhinya manakala itu menjadi takdirnya.
Meskipun seperti ‘misteri’ dan tidak dapat diketahui secara pasti, namun ada cara untuk melihat apakah seorang wanita termasuk ‘mudah rahimnya’ atau tidak. Sedikitnya, ada 5 cara untuk mengetahuinya. (baca: 5 cara mengetahui wanita subur)
Jika pada dua kriteria sebelumnya seorang muslimah dapat memperbaikinya secara langsung melalui perubahan pemahaman dan sikap, pada kriteria ketiga ini ikhtiar yang bisa dilakukan seorang muslimah sebatas menjaga kesehatan agar tidak terkena penyakit yang berdampak pada kesuburan, mengkonsumsi makanan yang mendukung kesuburan serta banyak berdoa. Yakinlah, Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengabulkan doa hambanya. Mintalah dengan sungguh-sungguh kepadaNya agar menjadi bagian pemegang saham dari kebanggan Rasulullah akan banyaknya umat beliau. [Muchlisin BK/Keluargacinta.com] 

KREDIT BLOG KELUARGA CINTA

Tiada ulasan:

Catat Ulasan