Jumaat, 5 Disember 2014

MEMANG KACAU BILAU...JIKA BANYAK ULAMAK JUAL AGAMA DENGAN DUNIA...ULAMAK BISU...ULAMAK JAHAT DAN ULAMAK BERCAKAP TENTANG AMAL TAPI DIA SENDIRI TAK BERAMAL APA YANG DIAJAR...ULAMAK MENGAMBIL SUMBANGAN ORANG RAMAI TAPI DIGUNAKAN UNTUK KEMEWAHAN DIRI...PEMIMPIN DAN PIHAK BERKUASA ZALIM...DAN JAHAT...PENIAGA YANG TIPU DALAM TIMBANGAN....MENIPU DALAM BERJUAL-BELI...HIBURAN YANG BERMAHARAJALELA DISANA SINI



Tuesday, May 14, 2013


Pemimpin yang membawa azab

Syaikul Islam Imam al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin pernah memberikan nasihat tentang cara berinteraksi dengan pemimpin yang zalim. 

"Jangan bergaul dengan para pemimpin dan pembesar yang zalim, bahkan jangan menemuinya. Berjumpa dan bergaul dengan mereka hanya membawa petaka. Dan sekiranya kamu terpaksa bertemu, jangan memuji-muji mereka, kerana Allah sangat murka ketika orang fasik dan zalim dipuji. Dan barangsiapa mendoakan mereka panjang umur, maka sesungguhnya dia suka agar Allah didurhakai di muka bumi. "

Tidak hanya tentang pertemuan, bahkan Imam al Ghazail mengeluarkan larangan menerima pemberian dari penguasa yang zalim. 

"Jangan menerima apa-apa pemberian dari golongan pembesar, meski kamu tahu pemberian itu berpunca dari yang halal. Sebab, sikap tamak mereka akan merosakkan agama. Pemberian itu akan menimbulkan rasa simpati (jika diterima). Lalu kamu akan mula menjaga kepentingannya mereka dan berdiam diri atas kezaliman yang mereka lakukan. Dan itu semua telah merosakkan agama. "

Peringatan susulan juga diungkapkan. Sekecil-kecilnya mudharat ketika seseorang menerima hadiah dari penguasa adalah, akan muncul rasa saya terhadap mereka. "Seterusnya kami akan mendoakan mereka kekal dan lama di atas kedudukannya. Mengharapkan orang yang zalim lama berkuasa sama seperti mengharapkan kezaliman berpanjangan atas hamba-hamba Allah dan alam akan musnah binasa. "

Jika sudah demikian, Imam al Ghazali mengajukan soalan yang luar biasa menyeramkan. "Apalagi yang lebih buruk dibanding dengan kerosakan agama?"

Setiap penguasa, selalu mempunyai kemungkinan untuk berbuat zalim, kecuali penguasa yang beriman kepada Allah, berteman dan dikeliling orang-orang yang beriman pula. Mereka saling mengingatkan dan memberi nasihat, hanya demi kebaikan, dan bukan untuk kepentingan.

Tapi ketika seorang penguasa dikelilingi orang-orang yang busuk dan jahat, maka kezaliman hanya tinggal menunggu masa untuk dirasakan. Dan ketika semua itu terjadi, kerosakan akan bermaharajalela, kehancuran di depan mata, menggelincirkan manusia dari jalan kebenaran dan menjadikan kesesatan sebagai panutan. Kerana itu, pemimpin yang zalim masuk menjadi salah satu golongan yang paling dibenci oleh Allah SWT.

Rasulullah bersabda, "Ada empat golongan yang paling Allah benci. Peniaga yang banyak bersumpah, orang fakir yang sombong, orang tua yang berzina, dan seorang pemimpin (penguasa) yang zalim." (HR. An-Nasai)

Bahkan, Rasulullah memberikan penegasan sanksi atas para pemimpin yang zalim. Dalam Shahih Bukhari Muslim disebutkan, Rasulullah bersabda, "Tidaklah ada seseorang hamba yang Allah beri kepercayaan untuk memimpin, kemudian pada saat matinya dia berada dalam (keadaan) melakukan penipuan terhadap rakyatnya, kecuali akan diharamkan atasnya untuk masuk syurga."

Alangkah ruginya para pemimpin seperti ini. Dan alangkah malangnya umat dan rakyat yang mendapat pemimpin seperti ini. Ketika seorang pemimpin zalim berkuasa, maka yang bertanggung jawab bukan hanya para pelaku kekuasaan; raja, maharaja, presiden bahkan gabenor dan kepala desa. Umat ​​dan rakyat pun akan bertanggung jawab memikul beban penguasa yang zalim.

Ibnu Taimiyyah dalam karyanya Siyasah Syari'iyah mengutip sebuah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. "Barangsiapa yang mengangkat seseorang (pemimpin) untuk mengurusi perkara kaum Muslimin sementara dia mendapati ada seseorang yang lebih layak daripada orang yang diangkatnya, maka dia telah berkhianat pada Allah SWT dan Rasul-Nya."

Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari sahabat Jabir ra, Rasulullah juga menegaskan bahawa mereka yeng memilih pemimpin dengan pamrih duniawi maka Allah tidak akan menyapa orang-orang seperti ini di akhirat nanti.

"Ada tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak dilihat dan tidak akan disucikan, dan bagi mereka azab yang pedih. Mereka adalah; Orang yang mempunyai kelebihan air di padang pasir namun tidak mau memberikannya kepada orang yang berada di tengah perjalanan; orang yang menawarkan barang dagangan kepada orang lain setelah Ashar, lalu ia bersumpah dengan nama Allah bahawa ia telah membelinya sekian dan sekian sehingga lawannya mempercayainya, padahal sebenarnya tidaklah demikian; dan seseorang yang mengikrarkan kepatuhannya kecuali untuk kepentingan dunia (harta), bila sang pemimpin memberinya ia akan patuh dan bila tidak memberinya ia tidak akan mematuhinya. "

Jauh-jauh hari, sesungguhnya Allah telah melakukan perlindungan agar kita tidak mempunyai kecenderungan hati pada orang-orang yang zalim. Sebab, kecenderungan itu akan mengantarkan kita pada azab yang pedih.

"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QS Hud [11]: 113)

Sungguh, seorang pemimpin sejatinya adalah sebuah perisai yang melindungi rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah, "Sesungguhnya seorang pemimpin itu merupakan perisai, rakyat akan berperang di belakang serta berlindung dengannya. Bila ia memerintah untuk takwa kepada Allah azza wa jalla serta bertindak adil, maka ia akan memperoleh pahala. Namun bila ia memerintah dengan selainnya, maka ia akan mendapatkan akibatnya. "(HR Muslim)

Pemimpin dan yang dipimpin adalah mata rantai yang tidak boleh dipisahkan. Pemimpin lahir dari dan terpilih oleh orang-orang yang akan dipimpin. Ketika seorang pemimpin bersalah, maka bersalah pula mereka yang memilihnya. Ketika seorang pemimpin berbuat zalim, maka mereka yang memilih juga akan menanggung akibatnya.

Sungguh bukan pekerjaan ringan untuk menjaga dan menghalang-halangi para pemimpin agar tidak berbuat zalim. Orang-orang yang dipimpin harus menjaga para pemimpin dengan cara memastikan bahawa ketua negara melakukan kewajiban-kewajiban besarnya. Kewajiban pemimpin negara adalah menegakkan keadilan, memberantas kezaliman, melaksanakan undang-undang syariat, dan bahkan kewajiban personal untuk tidak melakukan maksiat.

Umar bin Khattab ra lebih tegas lagi mengatakan, tugas seorang pemimpin adalah menjaga agama. "Pemimpin di angkat untuk menegakkan agama Allah," kata Umar bin Khattab.

Jika kita mampu menjaga para pemimpin yang terpilih, menjadi para pemimpin yang menegakkan agama Allah, menjaga akidah umatnya, memberantas kezaliman dan melaksanakan syariat, sungguh negeri ini ibarat potongan syurga di dunia. Apalagi Rasulullah bersabda bahawa menasihati para pemimpin untuk taat pada Allah, adalah salah satu perilaku yang mengundang ridha-Nya. "Sesungguhnya Allah redha terhadap tiga perkara dan membenci tiga perkara. Dia rela apabila kalian menyembah-Nya, berpegang tegug pada tali-Nya dan menasihati para pemimpin. Dan Allah membenci pembicaraan sia-sia, menghambur-hamburkan harta dan banyak bertanya. "

Ada beberapa perkara yang membuat pemimpin tergelincir pada perilaku zalim. Yang paling berbahaya adalah, ketika seorang pemimpin menuruti hawa nafsu dan mengejar kesenangan dunia. Kemudian, kolusi dan nepotisme yang tidak sesuai dengan peraturan kebenaran. Para penasihat yang buruk dan teman yang jahil, juga mampu menggelincirkan para pemimpin. Jika orang-orang yang lemah dan kaum kuffar dijadikan sebagai pembantu, kehancuran tinggal menunggu waktu. Rela dan mudah terpengaruh pada tekanan antarabangsa, juga menjadi penyebab pemimpin berlaku zalim.

Tugas umat, belum lagi selesai. Setelah terpilih, para pemimpin harus terjaga. Jika tidak, kita juga yang akan merasakan azab dan akibatnya. Sebab, keadilan seorang pemimpin adalah penawar dahaga bagi umatnya dan lebih utama dari ibadah ritual yang dilakukannya. "Keadilan seorang pemimpin walaupun sesaat jauh lebih baik daripada tujuh puluh tahun," demikian sabda Rasulullah. (HR Thabrani)

Tapi jika yang terjadi justru sebaliknya, maka sungguh keadaan yang akan menimpa. "Yang aku takuti pada umatku adalah pemimpin-pemimpin yang menyesatkan," sabda Rasulullah. (HR Dawud)

Jika pemimpin-pemimpin sesat telah memimpin, maka manusia akan berada pada penyelasan yang tiada tara seperti yang digambarkan Allah dalam firman-Nya. "Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata:" Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. " (QS al Ahzab [33]: 66)

Dan ketika kita sampai pada tahap itu, penyesalan paling besar pun tidak akan bermakna. Semoga kita adalah umat yang terbaik, dengan pemimpin-pemimpin yang soleh dan muslih. Bukan sebaliknya, umat yang dipimpin para penguasa yang zalim dan bathil. Semoga pemimpin kita tidak seperti pepatah, tongkat yang membawa rebah!

sumber dari facebook








Thursday, June 17, 2010


IMAM AN-NAWAWI

Imam an-Nawawi (atau lebih dikenali dengan Imam Nawawi oleh masyakat Malaysia) merupakan pengarang/penulis beberapa kitab yang masyhur yang dipelajari oleh umat Islam di seluruh dunia iaitu;
1. Himpunan Hadis 40 (yang masyhur dengan nama al-Arba’in an-Nawawiyah)
2. Riyadhus-Salihin (kitab himpunan hadis-hadis yang menyentuh tentang Tazkiyah an-Nafs (penyucian jiwa. Terdapat lebih 2 ribu hadis dalam kitab ini)
3. Matan Minhaj at-Thalibin (iaitu kitab matan Fiqh dalam mazhab Syafi’ie yang banyak disyarahkan oleh ulamak-ulamak mazhab Syafi’ie yang muncul selepasnya).

Nama asal beliau ialah Abu Zakaria Yahya bin Syaraf. Gelaran an-Nawawi yang menjadi panggilan yang masyhur bagi beliau adalah bersempena tempat kelahirannya iaitu perkampungan Nawa yang terletak di Daerah Hauran, selatan Dimasyq (Negara Syiria sekarang).

Dilahirkan pada tahun 631 hijrah dan meninggal dalam usia yang muda (45 tahun) pada tahun 676 hijrah. Walaupun mati dalam usia yang begitu muda, namun beliau telah meninggalkan khazanah penulisan yang cukup banyak (ada yang berjilid-jilid) yang mengkagumkan semua orang yang membaca biodata beliau. Antara tulisan beliau (selain di atas);

1. Syarah Soheh Muslim; Dalam kitab ini beliau mensyarahkan keseluruhan hadis yang ada dalam Soheh Imam Muslim yang berjumlah lebih 7000 hadis. Kitab ini terdiri dari 9 jilid yang merangkumi 18 juzuk di dalamnya.

2. Al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab; al-Muhazzab ialah kitab Fiqh dalam mazhab Imam as-Syafi’ie yang ditulis oleh Imam Abi Ishaq Ibrahim bin as-Syairazi (lahir tahun 393 Hijrah, meninggal tahun 476 Hijrah). Imam an-Nawawi mensyarahkan kitab ini dengan begitu menyeluruh meliputi semua bidang ilmu merangkumi huraian bahasa, takhrij dan tashih hadis, masalah-masalah Fiqh, perbandingan mazhab dan melakukan tarjih. Namun sayangnya beliau tidak sempat menghabiskan kitab beliau ini kerana dijemput oleh Allah terlebih dahulu. Beliau hanya sempat menulis hingga pertengahan bab ar-Riba (iaitu jilid ke 10). Seorang penganalisis kitab-kitab ulamak silam Syeikh Dr. Abdul-Karim bin Abdullah al-Khudhair pernah berkata; “Jika Imam an-Nawawi sempat menghabiskan kitab beliau ini nescaya umat Islam yang hidup hari ini tidak perlu lagi kepada kitab Fiqh yang lain”. Selepas kewafatan beliau, kitab tersebut disambung pula oleh seorang ulamak mazhab Syafi’ie terkenal iaitu Imam Taqiyyuddin Ali bin ‘Abdul-Kafi as-Subki (lahir tahun 683 hijrah, meninggal tahun 756 Hijrah). Ia menyambungnya dalam tiga bab iaitu tambahan sekitar tiga jilid. Setelah Imam as-Subki tidak ada lagi orang yang menyambungnya hinggalah pada zaman mutakhir ini ia disambung dan disudahkan oleh seorang ulamak al-Azhar Mesir Syeikh Muhammad Najib al-Muti’ie () bermula dari bab al-Murabahah hingga akhir kitab).

3. Raudhah at-Thalibin; Kitab ini terdiri dari 8 jilid. Merupakan antara kitab Fiqh yang muktamad dalam mazhab Syafi’ie. Asalnya ialah dari kitab al-‘Aziz yang ditulis oleh Imam ar-Rafi’ie sebagai syarah kepada kitab al-Wajib karya Imam al-Ghazali, kemudian diringkaskan oleh Imam an-Nawawi dan diberi nama Raudhah at-Thalibin.

4. Al-Azkar; Iaitu kitab yang menghimpunkan zikir-zikir, doa-doa dan ibadah-ibadah yang warid dari Nabi –sallallahu ‘alaihi wasallam-.

5. Al-Idhah Fi al-Manasik; Iaitu kitab yang mengupas tentang hukum-hakam ibadah haji dan umrah.

6. At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil-Quran; Kitab yang mengupas tentang adab-adab pembaca dan penghafaz al-Quran.

7. Banyak lagi kitab-kitab beliau yang tidak dapat kita sebutkan dalam tulisan ringkas ini.

Kemampuan menghasilkan penulisan yang begitu banyak dan hebat sudah tentu menunjukkan kepada kita bahawa Imam an-Nawawi adalah seorang manusia yang tidak pernah mensia-siakan waktunya walaupun seketika. Memang itulah realitinya apabila kita membaca cerita tentang beliau dari orang-orang yang pernah hidup sezaman dengannya terutama dari anak-anak murid beliau. Masa-masa beliau hanya dipenuhi dengan aktiviti ilmu dan ibadah. Semasa tempoh pengajian, setiap hari beliau menekuni 12 matapelajaran dari guru-gurunya merangkumi ilmu Fiqh, Usul, Hadis, Bahasa Arab, Nahu, Tarajum (biodata ulamak) dan sebagainya. Menurut cerita salah seorang anak murid beliau –iaitu Ibnu al-‘Attar-; “Syeikh kami (yakni Imam an-Nawawi) pernah menceritakan bahawa beliau tidak pernah sedikitpun mensia-siakan waktu sama ada di waktu siang mahupun malam. Semuanya disibukkan dengan tugas menuntut ilmu. Malah ketika di jalanan pun beliau akan menggunakan masanya untuk mengulangkaji ilmu”.

Setelah tamat belajar beliau menumpukan pula kepada kegiatan penulisan dan pengajaran. Penulisan beliau bukan hanya bersifat menceduk daripada tulisan-tulisan dan hasil-hasil ilmiah ulamak-ulamak sebelumnya, akan tetapi beliau juga menganalisis, menyemak dan membuat pembetulan, pengesahan dan pentarjihan. Kerana itu, kitab-kitab beliau menjadi rujukan para ulamak dan umat Islam selepas beliau untuk memperolehi pandangan dan pendapat yang soheh atau yang rajih dalam sesuatu masalah terutamanya dalam mazhab as-Syafi’ie.

Dalam bidang pengajaran, beliau mencapai kemuncaknya apabila diserahkan mandat untuk memimpin pengajian di Dar al-Hadith al-Asyrafiyyah iaitu sebuah pusat pengajian hadis terkenal di Syam yang hanya dipimpin oleh ulamak-ulamak hadis termasyur pada sesuatu zaman yang menguasai ilmu hadis dirayah dan riwayah. Imam an-Nawawi mula memimpinnya pada tahun 665 hijrah dan berterusan hingga tahun kematiannya. Sebelum beliau pengajian di Dar al-Hadis itu dipimpin oleh Imam Abi Syamah. Di antara tokoh yang pernah memimpinnya ialah; Imam Ibnu Solah, Imam al-Mizzi dan Imam Ibnu Kathir.

Dalam ibadah pula, beliau terkenal sebagai seorang yang kuat beribadah. Ini diakui oleh semua orang yang menulis tentangnya. Berkata Ibnu al-‘Attar (salah seorang murid beliau); “Imam an-Nawawi merupakan seorang yang banyak membaca al-Quran dan banyak berzikir kepada Allah”. Dalam kitab al-Bidayah wa an-Nihayah, Imam Ibnu Kathir menulis; “Imam an-Nawawi berpuasa setiap hari”. Imam Al-Yafi’ie menceritakan; “Imam an-Nawawi banyak berjaga malam untuk ibadah, membaca dan menulis”. Berkata Imam az-Zahabi; “Imam an-Nawawi sentiasa sibuk dengan ilmu dan penulisan yang dilakukannya hanya untuk mencari redha Allah di samping ibadah, puasa, tahajjud, zikir, wirid-wirid, menjaga sekelian anggota, mencela diri dan bersabar dengan kehidupan yang susah (tidak selesa)”.

Rujukan;

1. Siyar A’lami an-Nubala’, Imam az-Zahabi (ditahqiq oleh Syeikh Hassan ‘Abdul-Mannan).
2. Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab, Imam an-Nawawi, as-Subki dan Syeikh Najib al-Muti’ie.
3. Thabaqaat as-Syafi’iyyah, Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Ibnu Qadhi Syuhbah (meninggal 851 hijrah).
4. Imam an-Nawawi, karya; Syeikh Ahmad Farid.

Thursday, July 24, 2008


SYEIKH SA'ID HAWWA

Syeikh Sa’id Hawwa tidak asing lagi bagi para pencinta gerakan Islam. Beliau merupakan ulamak dan tokoh dalam gerakan Ikhwan Muslimin. Nama penuh beliau ialah Sa’id bin Muhammad Daib Hawwa. Dilahirkan di kota Hamat, Syria pada tahun 1935. Penglibatan beliau dengan Ikhwan bermula sejak tahun 1952 iaitu ketika ia masih di Tahun Satu Sekolah Menengah. Pada tahun 1963 beliau tamat belajar di Universiti Syria. Di antara guru beliau ialah Syeikh Muhammad al-Hamid, Syeikh Muhammad al-Hasyimi, Syeikh Dr. Mustafa as-Siba’ie, Dr. Mustafa az-Zarqa dan ramai lagi.

Pada tahun 1973, beliau telah dipenjara selama lima tahun oleh pemerintah Syria (iaitu hingga tahun 1978) dan semasa dalam tempoh penjara itu beliau menulis tafsirnya yang terkenal iaitu Al-Asas fi at-Tafsir sebanyak 11 jilid. Syeikh Sa’id Hawa telah menghasilkan banyak karya penulisan yang menjadi rujukan kaum muslimin khususnya aktivis-aktivis Harakah Islamiyyah. Antara karya beliau ialah;
1. Allah Jalla Jalaluhu
2. Ar-Rasul
3. Al-Islam
4. Al-Asas Fi As-Sunnah (as-Seerah, al-‘Aqaid dan al-‘Ibadat)
5. Tarbiyatuna ar-Ruhiyah
6. Jundullah Saqafatan Wa Akhlaqan
7. Fi Afaqi at-Ta’alim
8. Fusul Fi al-Imrati Wa al-Amir
9. Hazihi Tajribati Hazihi Syahadati
10. Al-Mustakhlas Fi Tazkiyati al-Anfus

Antara sifat peribadi Syeikh S’aid Hawa yang menyebabkan beliau disegani kawan-rakan serta ulamak-ulamak sezaman dengannya ialah kezuhudan dan kewarakannya. Ustaz Zuhair asy-Syawisy dalam tulisannya tentang Sa’id Hawwa dalam harian al-Liwa’ yang diterbitkan di Jordan telah menceritakan; “….Saya pernah mengunjunginya di al-Ahsa’ ketika ia menjadi pengajar di al-Ma’had al-‘Ilmi. Saya tidak menemukan perabot di rumahnya kecuali sesuatu yang dapat memenuhi keperluan seorang yang hidup sederhana. Juga tidak saya temukan pakaian yang layak dipakai oleh ulama’ dan pengajar di negeri yang panas itu. Baju jubah yang dipakainya dari buatan Hamat yang kasar. Saya terus mendesaknya hingga ia mahu memakai beberapa pakaian putih dan ‘aba’ah (baju luaran) yang layak bagi orang seperti dirinya, tetapi ia mensyaratkan agar tidak terlalu longgar. Sedangkan makanannya, tidak lebih baik dari pakaian dan perabot rumahnya. Termasuk dalam kategori ini adalah sikapnya yang ‘mudah’ kepada orang-orang yang menerbitkan buku-bukunya baik yang telah mendapatkan izinnya atau tidak. Buku-bukunya telah dicetak berulang-ulang -dengan cara halal dan haram-, tetapi saya tidak pernah mendengar ia mempersoalkan hal tersebut. Ini termasuk sebahagian dari zuhudnya. Sesungguhnya akhlaq dan toleransi Sa’id Hawwa ini merupakan kebanggan dan teladan bagi orang lain. Inilah kesaksian yang dapat saya sampaikan.” (al-Liwa’, edisi 15/3/1989) Pada tahun 1987 M beliau diserang penyakit lumpuh di sebahagian badannya disamping penyakit-penyakit lainnya hingga terpaksa mengasingkan diri dari orang ramai dan kemudiannya dimasukkan ke hospital. Pada hari Kamis tanggal 9 Mac 1989, Syeikh Sa’id Hawwa kembali ke rahmatullah di Hospital Islam Amman, Jordan. Semoga Allah menempatkan beliau di tempat yang tinggi di dalam syurgaNya bersama para Nabi, para Siddiqin, Syuhadak dan Solihin.

ASY-SYAHID SAYYID QUTB

Sayyid Qutb adalah nama yang tidak asing di kalangan umat Islam. Beliau tidak hanya dikenali sebagai tokoh gerakan Islam (Ikhwan Muslimun) tetapi juga sebagai cendekiawan dan penulis Islam yang hebat. Cukup membuktikan kehebatannya itu apabila sesiapa membaca tafsirnya Fi Zilalil Quran (di bawah naungan al-Quran). Selain itu, Sayyid Qutb juga menulis beberapa kitab yang lain yang mendapat sambutan hebat kaum muslimin sejak hayatnya hingga ke hari ini, antaranya Ma’alim Fi at-Thariq (Petunjuk Sepanjang Jalan), Nahwa Mujtama’ Islami (Ke Arah Masyarakat Islam), Hazaddin (Inilah Islam) dan sebagainya.
Sayyid Qutb di lahirkan tahun 1906 di sebuah kampoug di Selatan Mesir. Sejak kecil beliau telah diasuh dengan semangat cintakan agama oleh kedua ibu-bapanya. Beliau dihantar untuk mempelajari agama dan menghafal al-Quran. Didikan agama ketika kecil ini amat memberi bekas kepada As-Syahid hingga ke zaman dewasanya. Walaupun pengajian-pengajian yang dilalunya di peringkat dewasa tidak takhasus di bidang agama, tetapi penghayatan agamanya cukup tinggi. Jika tidak sudah pastinya beliau tidak akan mampu menulis kitab-kitab yang begitu hebat terutamanya Fi Zilalil Quran. Dalam hal ini pentarbiahan ikhwan juga banyak memberi sumbangan selain kesan didikan semasa kecil itu.

Sayyid Qutb mula berkecimpung dengan jamaah Ikhwan pada tahun 40an. Sejak awal pengllibatannya, beliau menjadi pendokong yang amat aktif. Beliau tidak rela hanya sekadar menjadi pemerhati atau penyokong sahaja. Kerana itu dengan segala kebolehan dan kepakaran yang ada padanya –iaitu dalam bidang penulisan dan kesusasteraan– beliau berusaha bersungguh untuk menyedarkan kaum muslimin supaya bersama-sama Ikhwan Muslimin untuk berjihad dan berjuang mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi ini. Pada tahun 1950, beliau mula menulis Fi Zilalil Quran, kitab tafsir yang amat disanjung itu. Pada tahun yang sama juga beliau diamanahkan untuk menjadi pemimpin redaksi majalah rasmi Ihkwan iaitu “Ikhwanul Muslimin”,


Kegigihan Sayyid Qutb menimbulkan ancaman kepada Kerajaan Mesir ketika itu yang menganut fahaman Sosialisme, menyebabkan beliau ditangkap pada tahun 1954 dan dijatuhkan hukuman penjara selama 15 tahun. Di dalam penjara, beliau diseksa dengan amat kejam hingga menimbulkan radang paru-paru yang amat teruk. Kerana kesihatan yang amat buruk, beliau dibebaskan pada tahun 1964 iaitu setelah 10 tahun dalam penjara. Pemerintah Mesir berharap dengan kesihatan yang buruk itu, Said Qutb tidak akan bergerak aktif dengan Ikhwan selepas dikeluarkan dari penjara. Apatahlagi umurnya ketika itu telah melebihi 60 tahun. Namun sangkaan mereka meleset. Said Qutb bergerak lebih aktif selepas dibebaskan.

Tidak sampai setahun dibebaskan, Said Qutb ditangkap semula iaitu pada tahun 1965. Pada kali ini, tidak lagi hukuman penjara yang mengikuti beliau tetapi hukuman gantung. Said Qutb telah dijatuhkan hukuman gantung sampai mati oleh mahkamah Tentera Mesir bersama dua lagi rakannya iaitu Muhammad Hawwasy dan Abdul Fattah Ismail. Tatkala mendengar hukuman ke atasnya dibaca, tidak ada tanda gelisah, takut mahupun rasa bersalah di wajahnya. Dengan tenang beliau berkata; “Al-Hamdulillah” kerana apa yang beliau idam-idamkan sekian lama telah dikabulkan Allah iaitulah mati sebagai seorang Syahid.

Monday, July 21, 2008


SYEIKH MUHAMMAD AL-GHAZALI

Seorang ulama’ yang masyhur di Mesir dan seluruh dunia Islam hari ini. Dididik oleh al-Azhar sejak dari peringkat pengajian rendah hinggalah ke pengajian tinggi dan akhirnya muncul sebagai seorang ulama’ kelahiran al-Azhar yang berwibawa. Kecintaannya pada al-Azhar amat mendalam. Kerana itu beliau sentiasa melazimi pakaian para ulama’ al-Azhar; berjubah dan berserban. Pernah suatu ketika beliau melawat ke satu negeri di Eropah. Semasa dalam keretapi, ada seorang menegur beliau; ‘Tidak bolehkah engkau menanggalkan serban dan jubah engkau dan engkau memakai kot sepertimana orang di sini biasa memakainya”. Beliau menjawab; “Apa salahnya aku memakai pakaian yang biasa dipakai oleh ulama’-ulama’ al-Azhar. Jika seorang anggota tentera, anggota polis dan sebagainya berbangga dengan uniform tentera dan polisnya, maka aku juga berbangga dengan uniform al-Azharku (yakni berserban dan berjubah)”. Lahir tahun 1917. Semasa mudanya sempat berjumpa dengan Imam Asy-Syahid Hasan al-Banna dan menjadi anak murid serta pengikut setia beliau hingga saat kematiannya kerana ditembak. Dalam satu tulisannya, Syeikh Muhammad al-Ghazali pernah menulis; “Imam Hasan al-Banna adalah mursyidku yang pertama”. Pernah dalam satu wawancara oleh Radio Mesir secara lansung, beliau ditanya oleh juru-hebah; “Siapakah tokoh yang membentuk keperibadiannya?”. Syeikh Muhammad al-Ghazali menjawab; “Hasan al-Banna”. Terus ketika itu juga siaran secara lansung itu dihentikan gara-gara kerana nama Imam Hasan al-Banna disebut. Kerajaan Sekular Mesir amat memusuhi Imam Hasan al-Banna dan Ikhwan Muslimun. Kerana itu, nama beliau dilarang sama sekali disebut dalam radio mahupun televisyen. Syeikh Muhammad al-Ghazali menjadikan penulisan sebagai medan dakwah utama beliau di samping lisan. Beliau telah menulis lebih 50 buah buku di samping artikel-artikel yang disiarkan dalam majalah-majalah dan akhbar. Buku-buku tulisan beliau mendapat sambutan yang luar biasa umat Islam di seluruh terutama di kalangan Arab. Kesemua buku beliau menjadi best seller di Tanah Arab dan Dunia Islam serta telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa di seluruh dunia termasuk bahasa Melayu. Antara buku tulisan beliau ialah;
1. Kaifa Nafham al-Islam
2. Al-Janib al-'Atifi Fil-Islam
3. 'Aqidatul-Muslim
4. As-Sunnah an-Nabawiyyah Baina Ahlil-Fiqhi Wa Ahlil-Hadith
5. Laisa Minal-Islam
6. Al-Islam Wa al-Istibdad as-Siyasi
7. Al-Islam Wa al-Audha' al-Iqtisadiyyah
8. Dustur Wihdah as-Saqafah Baina al-Muslimin
9. al-Haq al-Murr
10. Akhalaqul-Muslim

Syeikh Muhammad al-Ghazali meninggal pada tahun 1996 di Arab Saudi dan dikebumikan di perkuburan al-Baqi', tempat bersemadinya sahabat-sahabat Nabi r.a..

Friday, July 18, 2008


SYEIKH DR. WAHBAH AZ-ZUHAILI

Seorang ulamak dari Syiria. Dilahirkan di satu daerah di Damsyiq pada tahun 1932. Pengajian menengahnya di Syria, kemudian ke peringkat Universiti di al-Azhar (Mesir). Memperolehi Ijazah ‘Aliyah (B.A) di al-Azhar pada tahun 1956 dalam bidang Syari’ah Islam. Kemudian menyambung pengajian ke peringkat M.A (tahun 1959) dan Phd (tahun 1963) di Universiti Kaherah (Cairo University). Sejak selesai Phd (tahun 1963) beliau menjadi pensyarah di Universiti Damsyiq dan pada tahun 1975 dianugerahkan gelaran Profesor. Beliau merupakan pakar dalam Ilmu Fiqh, Usul Fiqh dan Fiqh al-Muqaran (Fiqh Perbandingan). Telah menghasilkan banyak penulisan dalam pelbagai bidang ilmu Islam. Karya beliau yang termasyhur ialah al-Fiqh al-Islami Wa Adillatuhu yang merangkumi semua bab Fiqh meliputi 9 jilid besar.Karya-karya beliau yang lain ialah;
1. Tafsir al-Munir
2. al-Wajiz Fi al-Fiqh al-Islami
3. al-Wajiz Fi Usul al-Fiqh
4. Qissah Quraniyyah
5. at-Tafsir al-Wajiz

Thursday, July 17, 2008


SYEIKH DR. ‘ALI JUM’AH MUHAMMAD


Dilahirkan pada 3 Mac 1952 di Bani Suwaif (Mesir). Menuntut ilmu di al-Azhar; tahun 1985 mendapat ijazah M.A dari al-Azhar dalam bidang Usul Fiqh, diikuti ijazah Phd tiga tahun berikutnya (1988) dalam bidang yang sama. Selain dari menjadi pensyarah di Universiti al-Azhar, beliau juga menjadi panel penasihat Syari’ah bagi bank-bank di Mesir dan menganggotai Lujnah Fatwa al-Azhar dan Majlis ‘Ala Mesir (Jawatankuasa Tertinggi Hal-Ehwal Agama, Mesir). Sekarang beliau merupakan Mufti Negara Mesir. Himpunan fatwa beliau diberi nama “Al-Kalimu at-Tayyib” yang sekarang telah diterbitkan sebanyak dua jilid. Selain himpunan fatwa tersebut, banyak lagi hasil-hasil tulisan beliau yang telah diterbitkan, antaranya;
1. Qadhiyyah Tajdid Fi Usul al-Fiqh
2. Al-Hukm as-Syar’ie ‘Inda al-Usuliyyin
3. Al-Imam as-Syafi’ie Wa Madrasatuhu al-Fiqhiyyah
4. Aliyatul-Ijtihad
5. Ar-Ru’yah Wa Hujjiyyatuha al-Usuliyyah
6. Al-Imam al-Bukhari

SYEIKH SAYYID SABIQ


Merupakan pengarang kitab Fiqh as-Sunnah yang masyhur yang telah diterjemah ke dalam pelbagai bahasa di dunia. Seorang ulamak al-Azhar. Berasal dari Wilayah Manufiah (Mesir). Beliau sempat bertemu Imam as-Syahid Hasan al-Banna dan menjadi anggota Ikhwan al-Muslimin sejak di bangku sekolah lagi. Beliau belajar di al-Azhar dalam bidang Syari’ah dan menjadi pakar dalam bidang Fiqh Islam. Bukunya Fiqh Sunnah menjadi rujukan umat Islam di dunia sejak tahun ia ditulis () hingga ke hari ini. Pada tahun 1413 Hijrah, beliau dianugerahi Hadiah Kecemerlangan Raja Faisal (Arab Saudi) di atas sumbangannya dalam Ilmu Fiqh. Di akhir-akhir usianya beliau menerima tawaran untuk menjadi pensyarah di Universiti Ummul-Qura (Mekah) kerana ingin berada hampir dengan Baitullah. Syeikh Sayyid Sabiq meninggal pada hari Ahad, 23 Zil-Qaedah 1420 bersamaan 27 Januari 2000 dan dikebumikan di tempat kelahirannya.
Selain dari Fiqh Sunnah tadi, beliau juga menghasilkan banyak penulisan lain antaranya;
1. Masadir al-Quwwah Fi al-Islam
2. al-‘Aqaid al-Islamiyyah
3. Risalah Fi al-Hajj
4. Islamuna
5. Risalah Fi as-Shiyam
6. Taqalid Wa ‘Adaat Yajib An Tazul Fi al-Afrah Wa al-Munasabat.

Semoga Allah mengurniakan darjat yang tinggi untuk beliau di akhirat.
2 comments:

Soalan: Yang saya kasihi Dr Asri, maaf, saya tidak puas hati dengan sebahagian yang bergelar ulama dalam masyarakat kita. Ramai yang mendapat jawatan dan gaji yang besar, tapi membiarkan berbagai kemungkaran berlaku. Mereka tidak berani dengan pihak yang melantik dan bayar gaji mereka. Bagi saya, mereka tidak buat tugas. Mereka memilih-milih isu untuk bercakap. Maaf kalau saya kata jaga periuk nasi. Apakah kerana mereka ulama, mereka tetap tinggi di sisi Allah? Sedangkan Nabi bersabda: “Orang yang diam dari bercakap benar adalah syaitan bisu”. Harap Dr Asri dapat ulas.

Fauzan, Ipoh Perak.

Jawapan Dr MAZA:

Terima kasih atas soalan dan keprihatinan saudara terhadap barah yang menimpa umat Islam dalam masyarakat. Hakikatnya, bukan sahaja golongan ulama, tetapi setiap individu muslim wajib menegakkan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Namun, bagi golongan ulama mereka mempunyai amanah yang lebih berat. Ini kerana ilmu yang ada pada mereka sepatutnya menjadikan mereka lebih ke hadapan dalam membela agama Allah. Soalan saudara saya ulas seperti berikut:

1. Ungkapan “Orang yang diam dari bercakap benar adalah syaitan bisu” yang saudara sebut, bukanlah hadis yang sah. Walaupun ia terkenal, namun tiada riwayat yang sahih, ataupun daif dalam mana-mana kitab hadis yang meriwayatkannya. Maka, berhati-hati dalam menyandarkan sesuatu kepada Rasulullah S.A.W.
2. Allah Maha Adil. Islam tidak pernah menyatakan manusia dinilai berdasarkan gelaran mereka. Sebaliknya, berdasarkan tanggungjawab yang ditunaikan. Demikianlah juga para ulama. Bahkan Al-Quran tidak pernah menyamakan sesiapa pun dengan anjing melainkan ulama yang gilakan dunia sehingga membelakangkan ilmu agamanya. Firman Allah: (maksudnya)
“Dan bacakanlah kepada mereka (Wahai Muhammad), khabar berita seorang yang Kami beri kepadanya (pengetahuan mengenai) ayat-ayat Kami. Kemudian dia menjadikan dirinya terkeluar dari mematuhinya, lalu dia diikuti oleh syaitan, maka dia dari kalangan yang sesat. Dan kalau Kami kehendaki nescaya Kami angkat kedudukannya dengan (berpegang) ayat-ayat itu, tetapi dia bermati-mati cenderung kepada dunia dan menurut hawa nafsunya; maka bandingannya adalah seperti anjing, jika engkau menghalaunya, ia menghulurkan lidahnya, dan jika Engkau membiarkannya, ia juga menghulurkan lidahnya. Demikianlah bandingan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu supaya mereka berfikir (Surah al-’Araf: 175-176).
Maka ulama tiada nilainya jika menyembunyikan kebenaran. Bahkan Allah samakan mereka dengan anjing!
3. Seseorang yang memenuhi poket dengan gaji yang besar tetapi menyembunyikan atau mendiamkan diri dari menegakkan kebenaran sedangkan dia mampu, itu adalah dosa yang amat besar. Allah menyifatkan habuan dunia yang diperolehi itu sekadar memenuhi perut dengan neraka. Firman Allah: (maksudnya)
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa keterangan Kitab yang telah diturunkan oleh Allah, dan membeli dengannya harga yang sedikit, mereka itu tidak mengisi dalam perut mereka selain daripada api neraka, dan Allah tidak akan berkata-kata kepada mereka pada hari kiamat, dan ia tidak membersihkan mereka (dari dosa), dan mereka pula akan beroleh azab yang perit”. (Surah al-Baqarah: ayat 174).
4. Beberapa buku sejarah menyebut satu kisah yang menarik untuk direnungi. Pada zaman pemerintahan Khalifah Yazid bin ‘Abd al-Malik (meninggal 105H), gabenor Iraq ketika itu ialah ‘Umar bin Hubairah. Gabenor tersebut telah memanggil dua orang tokoh ilmuwan besar umat ketika itu; ‘Amir al-Sya’bi dan al-Hasan al-Basri. Beliau bertanya mereka berdua mengenali arahan-arahan Khalifah Yazid bin ‘Abdul Malik yang datang kepadanya. Ada antaranya ada yang menyanggahi kebenaran.
Kata ‘Umar bin Hubairah: “Jika aku taatkan Khalifah, aku menderhakai Allah, jika aku mentaati Allah aku akan menderhakai Khalifah”. Apa pendapat kamu?”.
Jawab al-Sya’bi: “Engkau hanya menjalankan tugas, dosa ditanggung oleh Khalifah”.
Tanya ‘Umar bin Hubairah kepada al-Hasan al-Basri: “Apa pendapatmu pula?”.
Jawab al-Hasan: “Wahai Gabenor! Engkau telah pun mendengar pendapat al-Sya’bi tadi”.
Kata gabenor: “Aku mahu pendapatmu”.
Kata al-Hasan al-Basri:
“Wahai ‘Umar bin Hubairah, akan datang kepadamu malaikat Allah yang bengis lagi tidak menderhakai perintah Allah, dia akan mengeluarkan engkau dari istanamu yang luas ke kuburmu yang sempit. Jika engkau bertakwa kepada Allah, Dia boleh melindungimu daripada tindakan (Khalifah) Yazid bin ‘Abdul Malik, adapun Yazid bin ‘Abdul Malik tidak dapat melindungimu dari pada tindakan Allah. Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam menderhakai Pencipta (Allah). Wahai ‘Umar bin Hubairah! Engkau jika bersama Allah dalam ketaatan kepadaNya, Dia memeliharamu daripada bahaya Yazid bin ‘Abdul Malik. Namun jika engkau bersama Yazid dalam menderhakai Allah maka Dia serahkan engkau kepada Yazid “. Lalu menangislah ‘Umar bin Hubairah. Ditanya al-Hasan mengapakah beliau melakukan demikian? Jawabnya: “Kerana perjanjian yang Allah meterai untuk para ulama berkaitan ilmu mereka –seperti firman Allah dalam Surah Ali ‘Imran 187-: (maksudnya): Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari mereka yang telah diberikan Kitab (iaitu): “Demi sesungguhnya! hendaklah kamu menerangkan isi Kitab itu kepada umat manusia, dan jangan sekali-kali kamu menyembunyikannya”. (lihat: al-Mizzi, Tahzib al-Kamal, 6/113, Al-Zahabi, Tarikh al-Islam, 2/333, Ibn Manzur, Mukhtasar Tarikh Dimasyq, 6/97).
5. Masyarakat Islam hendaklah diberikan kesedaran bahawa tujuan pengajian agama bukan untuk mendapat habuan dunia tetapi untuk menegakkan ajaran Allah dan rasulNya. Jika pelajar agama atau ibubapa yang menghantar anak mempelajari agama meletakkan dunia sebagai matlamat, maka ramailah ulama berkepentingan akan terus muncul dan rosaklah masyarakat. Justeru, Nabi s.a.w bersabda:
“Sesiapa yang mempelajari sesuatu ilmu yang sepatutnya dicari keredhaan Allah Azza wa Jalla dengannya, tetapi dia tidak mempelarinya kecuali untuk mendapatkan habuan dunia, maka dia tidak akan mendapat bau syurga pada hari kiamat. (Riwayat Abu Daud dan Ibn Majah. Al-Nawawi mensahihkannya dalam Riyadh al-Salihin).
6. Seorang tabi’in yang terkenal dengan soleh dan warak Salamah bin Dinar pernah berkata di hadapan Khalifah Sulaiman bin ‘Abdul Malik:
“Telah berlaku di mana para umarak (pemerintah) mencari ulama, lalu mengambil manfaat daripada mereka. Maka yang sedemikian kebaikan untuk kedua-dua pihak. Namun hari ini, ulama pula yang mencari umarak, lalu cenderung dan inginkan apa yang dimiliki oleh mereka. Lalu umarak menganggap: tentu apa yang ulama cari yang ada di tangan kita ini lebih baik daripada apa yang ada di tangan mereka”. (Ibn, ‘Asakir, Tarikh Dimasyq, 22/29).
Demikianlah, kita dapati sesetengah golongan agama boleh dijadikan dagangan politik. Puncanya, kerana menghina diri di hadapan orang berkuasa.
7. Dosa ulama yang menyembunyikan kebenaran, atau menyelewengkannya tidak dapat ditebus melainkan dengan menerangkan semula hakikat yang sebenar. Firman Allah: (maksudnya):
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayah, sesudah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Kitab (yang diturunkan), mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk. Kecuali orang-orang yang bertaubat, dan memperbaiki (penyelewengan mereka) serta menerangkan (apa yang mereka sembunyikan); maka orang-orang itu, Aku terima taubat mereka, dan Akulah Yang Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani. (Surah al-Baqarah: ayat 159-160).
Marilah kita pohon perlindungan dengan Allah dari membelakangi agamaNya.
** Disiarkan dalam Sinar Harian pada 28 Mei 2010


pak duit anak yatim, lelong mesin jahit balu

Ulamak setan bisu rompak duit anak yatim, lelong mesin jahit balu




Airmata Memali: Duit Jual Mesin Jahit Pun PAS Sanggup Kebas?

Sangat menghairankan apabila PAS yang kononnya “buat kerja cara Islam” rupa-rupanya sanggup meratah hak balu dan anak-anak yatim yang merupakan waris kepada mangsa tragedi Memali di Baling, Kedah.
Sudahlah Tabung Memali yang bernilai jutaan ringgit itu “lesap” entah ke mana, duit jual mesin jahit yang sepatutnya menjadi hak balu dan anak-anak yatim itu pun dikebas PAS?
Buruk benar perangai PAS sampai duit hasil jual mesin jahit pun mereka nak sapu masuk kocek sendiri?
Begitulah yang didedahkan oleh salah seorang pemegang amanah Tabung Memali, CN Al-Afghani di dalam satu pertemuannya dengan saya baru-baru ini.
Beliau yang lebih mesra disapa dengan panggilan Cikgu Non mendakwa bahawa Ketua Dewan Muslimat PAS ketika itu, Ustazah Jamilah Husin telah berusaha untuk mewujudkan bengkel jahitan untuk balu-balu dan anak-anak yatim itu.
Dengan bengkel tersebut, mereka diharapkan agar dapat berdikari dengan hasil jahitan masing-masing yang berkemungkinan dapat menyara hidup mereka selepas tragedi tersebut.
Modal sebanyak RM40,000 telah diambil dari Tabung Memali dan sehingga bengkel tersebut dibawah seliaan Cikgu Non, asetnya dianggarkan bernilai sekitar RM60,000 sebelum diserahkan kepada salah seorang pemimpin PAS tempatan di situ.
Mungkin telah disalah tadbir dan faktor pengurusan yang lemah, bengkel itu telah ditutup oleh penyelianya tanpa sebarang perbincangan dengan balu-balu terbabit, termasuklah balu kepada Allahyarham Ibrahim Libya yang menjadi bendahari di dalam projek bengkel jahitan tersebut!
Penutupan bengkel itu sebenarnya tidak direstui oleh balu-balu tragedi Memali dan ada di antara mereka yang merayu agar mesin-mesin jahitan itu dijual kepada mereka melalui bayaran ansuran memandangkan ia adalah sebahagian dari punca pendapatan mereka mencari sesuap nasi…
Pun begitu, rayuan balu-balu mangsa Memali itu tidak diendahkan malah ke semua mesin-mesin itu telah dijual pada sebuah syarikat dari negeri Perlis dengan harga RM30,000 sahaja!
Lebih menggemparkan, Cikgu Non mendakwa bahawa hasil jualan mesin-mesing jahit terpakai itu pun “lesap” entah ke mana dan tidak dapat dikesan…
Baca sepenuh di Kedahan69ers SINI

















Tiada ulasan:

Catat Ulasan